PENGARUH KESESUAIAN PENEMPATAN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KIA KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2014
SKRIPSI Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh: NINA ARISTA NIM. 1110101000071
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M / 1435 H
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN i
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN Skripsi, Juli 2014 Nina Arista, NIM : 1110101000071 Pengaruh Kesesuaian Penempatan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014 x + 176 halaman, 18 tabel, 2 bagan, 9 lampiran ABSTRAK Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh kinerja (job performance) sumber daya manusia, untuk itu setiap perusahaan akan berusaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Salah satu upaya untuk mengembangkan kemampuan SDM agar dapat memberikan kontribusi dan kinerja yang maksimal bagi perusahaan adalah dengan menempatkan pegawai sesuai dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang dimilikinya. Penelitian ini bersifat kuantitatif dan kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA sebanyak 84 orang responden dan 4 orang informan. Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh kesesuaian pengetahuan, keterampilan, dan sikap terhadap kinerja pegawai. Sehingga melalui hasil penelitian ini, diharapkan instansi mampu melakukan analisis terlebih dahulu sebelum melakukan penempatan kerja sehingga pegawai lebih menguasai pekerjaannya sesuai dengan kemampuannya yang akhirnya dapat memberikan kinerja yang optimal bagi perusahaan. Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif dan kualitatif, diketahui bahwa penempatan kerja pegawai saat ini sebagian besar sudah sesuai dengan pengetahuan, keterampilan kerja, dan sikap kerja yang dimilikinya, meskipun masih ada beberapa pegawai yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang kurang sesuai dengan penempatan kerjanya tetapi hal itu masih bisa diatasi dengan pelaksanaan training yang dilakukan oleh pihak instansi. Selain itu, diketahui pula bahwa sebagian besar kinerja pegawai berdasarkan aspek kuantitas, kualitas hasil kerja, serta ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan telah sesuai dengan target/standar kerja yang direncanakan. Kemudian, dapat diketahui bahwa kesesuaian pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam penempatan kerja dapat berpengaruh kuat terhadap kinerja pegawai dan selama ini belum ada kinerja buruk yang disebabkan oleh ketidaksesuaian penempatan. Selain faktor kesesuaian penempatan, berdasarkan hasil analisis data kualitatif dapat diketahui pula bahwa ada faktor lain seperti peningkatan kesejahteraan pegawai, sistem reward, kemauan dalam mengerjakan tugas, serta kesadaran akan dampak pencapaian SKP yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesesuaian pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam penempatan kerja dapat berpengaruh dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja pegawai. Oleh karena itu, sebaiknya pihak instansi diharapkan dapat mempertahankan penempatan kerja yang telah sesuai dan mengawasi kesesuaian penempatan kerja pegawai, kemudian juga menerapkan sistem sharing ilmu untuk mengatasi keterbatasan kegiatan diklat, perencanaan kegiatan diklat dengan mengadaptasi penilaian kinerja di Singapura, serta lebih memperhatikan seluruh faktor yang mempengaruhi kinerja untuk meningkatkan motivasi pegawai. Kata Kunci : Kinerja Pegawai, Kesesuaian Penempatan, Kesesuaian Pengetahuan, Keterampilan, dan Kesesuaian Sikap Sumber Bacaan: 61 (1980-2013)
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY SPECIALISATION MANAGEMENT HEALTH SERVICES Thesis, July 2014 Nina Arista, NIM: 1110101000071 Influence on Performance Compliance Work Placement Officer at the Secretariat of the Directorate General of the Indonesian Ministry of Health Nutrition and MCH 2014 x + 176 pages, 18 tables, 2 charts, 9 attachments ABSTRACT The success of an organization is influenced by the performance (job performance) of human resources, to any company that will seek to improve the performance of employees in achieving organizational objectives that have been set. One of the efforts to develop human resource capabilities in order to provide maximum performance and contribution for the company is by placing the employees in accordance with the knowledge, skills, and attitudes of its work. This study is quantitative and qualitative descriptive approach. A sample of this research is an employee at Sekditjen Bina Nutrition And KIA as many as 84 people of respondents and four people of an informer. This study aims to determine the influence of the conformity of work placement through the suitability of knowledge, job skills, and attitudes towards the work performance of employees. So, from the results of this research, it is expected the agency is able to perform analysis first before doing a work placement so that employees more control of the work to be carried out in accordance with his ability that ultimately can provide optimal performance for the company. Based on the results of the quantitative and qualitative data processing, it can be concluded that the placement of employees currently working mostly are in accordance with the knowledge, job skills, and attitudes of its work, although there are still some employees who have less knowledge and skills appropriate to the work placement but it can still be resolved by the implementation of the training conducted by the agency. In addition, it can be concluded that the employee's performance based on aspects of quantity, quality of the work, as well as the timeliness of completion of the work were in accordance with the target / standard of work that is planned. Then, it is known that the suitability of the knowledge, skills, and attitudes in a work placement have a strong influence on the performance of employe and there has not been a bad performance caused by incompatibility placementes. In addition to the suitability of the placement, based on the analysis of qualitative data it is known also that there are other factors such as an increase in the welfare of employees, reward systems, and the willingness of employees in a task, and awareness about the impact of the achievement of employee assessments that can affect employee performance. Based on these results, it can be concluded that the suitability of the knowledge, skills, and attitude in work placements can be influential and have a strong influence on the performance of employees. Therefore, we recommend that the agencies are expected to maintain the work placements that have appropriate and oversee compliance officer job placement, then also apply a sharing system to overcome the limitations of training activities, planning of training activities by adapting Singapore performance appraisal, as well as more attention to all the factors that affect the performance to improve motivation of employees. Keywords : Job Performance, Conformity of Employment, Compliance of Knowledge, Skills and Attitudes of Conformity References : 61 (1980-2013) iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas Pribadi : Nama
: Nina Arista
Tempat/Tanggal Lahir
: Jakarta, 24 November 1992
Agama
: Islam
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jl. Melati No. 15/ B. 19, Komplek Pondok Jurang Mangu Indah, Pondok Aren, Tangerang Selatan, 15222
No.Hp
: +6285711455892 / 021-7352732
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan : 1997 – 1998
: TK Permata Bunda Jakarta Selatan
1998 – 2004
: SDN 010 Pesanggrahan, Jakarta Selatan
2004 – 2007
: SMPN 235 Jakarta Selatan
2007 – 2010
: SMAN 86 Jakarta Selatan
2010 – sekarang
: S1 Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi : 2007 – 2010
: Anggota Rohis SMAN 86 Jakarta
2010 – 2011
: Anggota Departemen Pendidikan, Penelitian, dan Keilmuan (P2K) Persatuan Anggota Muda IAKMI (PAMI) Jakarta
2012 – 2013
: Anggota Departemen Pengembangan Ekonomi BEM Jurusan Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2013 – sekarang
: Ketua Divisi Corporate Social Responsibility (CSR) Health Care Management Association (HACAMSA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala hidayah, nikmat, rahmat, dan karunia-Nya yang tiada tara kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan penelitian mengenai Pengaruh Kesesuaian Penempatan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan RI. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi pada Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan laporan penelitian ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan berupa pengalaman, pembelajaran, serta dukungan yang tak terhingga dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Keluarga penulis. Papah (Haris Bastaman) dan Mamah (Titaningtyas Retnowati) ku tersayang yang selalu memberikan semangat, dorongan, dukungan serta doa yang tak terhingga kepada penulis. Kakak dan adikku tercinta, Mas Handi Andika dan Yusuf Sulaiman, terimakasih atas dukungan-dukungan teknisnya serta doanya sehingga penulis dapat lancar dalam mengerjakan penelitian ini. Serta keluarga besar penulis yang telah banyak memberikan dukungan, doa, dan perhatiannya kepada penulis. 2. Prof. Dr (HC). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Febrianti, M.Si sebagai Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Fajar Ariyanti SKM, MKM, Ph.D dan dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku pembimbing fakultas yang telah sabar dalam membimbing dan memberikan banyak pembelajaran, motivasi, serta masukan-masukan yang konstruktif kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. 5. Seluruh dosen di Jurusan Kesehatan Masyarakat, khususnya para dosen di peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan yang telah memberikan banyak ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis. 6. Dr. Kuwat Sri Hudoyo selaku Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA. 7. Ibu Dra. Sri Mulyani, MM. (Kepala Bagian Kepegawaian dan Umum), Ibu Dra. Gusmiati, MM. (Kepala Sub Bagian TU dan Gaji), dan Ibu Enizarti, SKM, MKM (Kasubag Kepegawaian) yang telah memberikan banyak bantuan, dukungan, dan vii
masukan dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan laporan penelitian ini. Serta Kabag dan Kasubag lainnya di Sekditjen dan seluruh staff (Ibu Rus, Mba Dian, Mba Agnes, Mba Syifa, Mba Yusi, Mba Riri, Mba Windy, Pak Pangkat, Pak Yus, Pak Budi, Pak Edi, Pak Pendi, Bu Hilda, Bu Eni, Bu Herlina, Bu Tina, Bu Tini, Bu Sri, Bu Ratna, Mas Iman dan seluruh staf lainnya di Sekditjen Gizikia) yang telah memberikan banyak dukungan, doa, dan selalu mau berbagi ilmu dan pengalamannya selama penulis melakukan penelitian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA. 8. Sahabat-sahabatku tersayang, Fam (Rizka, Bayti, Fika, Sabila, Tuti, Wiwid, Nita) dan Pizza (Cici, Rika, Sule, Dina, Putu, Anjar, Agung, Paul), My partner in crime (Eliza dan Tata), bat Nia, serta Umi dan Intan yang telah banyak memberikan penulis dukungan, doa, perhatian, semangat, serta hiburan ketika penulis merasa kehilangan semangat dan putus asa. Semoga kita semua dapat sukses menyongsong masa depan ya! Amin. 9. Seluruh sahabat seperjuangan dalam penimatan MPK 2010 (Bayti, Eliza, Fika, Sabella, Tata, Nia, Enno, Ilma, Isni, Mawar, Anin, Fitria, Endah, Angga, Furin, dan Yusuf) yang telah banyak memberikan penulis dukungan, perhatian, semangat, doa, serta hiburan ketika penulis merasa kehilangan semangat dan putus asa. Semoga kita sukses menyongsong masa depan ya! Amin. 10. Sahabat-sahabat lainnya dari Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Kesehatan Lingkungan, Promosi Kesehatan, dan Epidemiologi. 11. Serta semua pihak yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu selama proses penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas budi kalian. Amin. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan penulis sangat menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih memiliki banyak keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis dengan kerendahan hati sangat menerima setiap saran dan masukan yang membangun serta membantu untuk perbaikan di masa depan. Wassalamu’alaikum Wr. Wb Tangerang, 8 Agustus 2014
Penulis NINA ARISTA
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN
i
ABSTRAK
ii
ABSTRACT
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PENGUJI
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vi
KATA PENGANTAR
vii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR BAGAN
vii
DAFTAR ISTILAH
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1
1.2. Rumusan Masalah
6
1.3. Pertanyaan Penelitian
6
1.4. Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum
7
1.3.2
Tujuan Khusus
7
1.4 Manfaat Penelitian 1.3.1. Bagi Institusi
7
1.3.2. Bagi Peneliti
8
1.3.3. Bagi Program Studi dan Peneliti Selanjutnya
8
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia
10
2.2. Penempatan Kerja
13
2.2.1 Pengertian Penempatan Kerja
13
2.2.2 Jenis-Jenis Penempatan Kerja
17
2.2.3 Prosedur Penempatan Kerja
19 ix
2.2.4 Kriteria yang Harus Dipenuhi Dalam Penempatan Kerja 2.3. Kinerja
20 24
2.3.1
Pengertian Kinerja
24
2.3.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
28
2.3.3
Indikator Kinerja
31
2.3.4
Penilaian Kinerja
37
2.4. Pengaruh Penempatan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai
40
2.5. Penelitian Terdahulu
43
2.6. Kerangka Teori
47
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep
49
3.2. Definisi Operasional
51
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian
54
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
55
4.3. Populasi dan Sampel
55
4.4. Pengumpulan Data
57
4.4.1. Data Primer
57
4.4.1.1.
Instrumen Penelitian
58
4.4.1.2.
Validitas dan Reliabilitas Data
60
4.4.2. Data Sekunder
65
4.5. Manajemen dan Pengolahan Data
65
4.6. Analisis Data
67
4.7. Penyajian Data
70
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI
73
5.2 Karakteristik Responden 5.2.1
Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
78
5.2.2
Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja
79
5.2.3
Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
79
5.3 Gambaran Kesesuaian Pengetahuan Pegawai Dalam Penempatan Kerja
80
5.4 Gambaran Kesesuaian Keterampilan Pegawai Dalam Penempatan Kerja
86
x
5.5 Gambaran Kesesuaian Sikap Pegawai Dalam Penempatan Kerja
91
5.6 Gambaran Kinerja Pegawai
92
5.7 Pengaruh Kesesuaian Pengetahuan Dalam Penempatan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai
97
5.10 Pengaruh Kesesuaian Keterampilan Kerja Dalam Penempatan Kerja Pegawai Terhadap Kinerja Pegawai
102
5.11Pengaruh Kesesuaian Sikap Kerja Dalam Penempatan Kerja Pegawai Terhadap Kinerja Pegawai
106
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian
111
6.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pegawai
112
6.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja Pegawai
112
6.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pegawai
113
6.5 Kesesuaian Pengetahuan Dalam Penempatan Kerja Pegawai
113
6.6 Kesesuaian Keterampilan Dalam Penempatan Kerja Pegawai
128
6.7 Kesesuaian Sikap Dalam Penempatan Kerja Pegawai
142
6.8 Kinerja Pegawai
146
6.9 Pengaruh Penempatan Kerja Berdasarkan Kesesuaian Pengetahuan Terhadap Kinerja Pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI 6.10
154
Pengaruh Penempatan Kerja Berdasarkan Kesesuaian Keterampilan Kerja
Terhadap Kinerja Pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI 6.11
160
Pengaruh Penempatan Kerja Berdasarkan Kesesuaian Sikap Terhadap Kinerja
Pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI
166
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan
173
7.2. Saran
174
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
2.1
Tabel Penelitian Terdahulu
45
3.1
Tabel Definisi Operasional Variabel Untuk Penelitian Kuantitatif
51
3.2
Tabel Definisi Operasional Variabel Untuk Penelitian Kualitatif
53
4.1
Tabel Nilai Z
55
4.2
Tabel Perhitungan Besar Sampel Untuk Tiap Variabel Bebas
55
4.3
Tabel Hasil Uji Validitas
62
4.4
Tabel Hasil Uji Reliabilitas
64
4.5
Tabel Cara Penyajian Data
71
5.1
Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pegawaidi Sekditjen Bina
dan Z ß
Gizi dan KIA Tahun 2014 5.2
78
Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Masa Kerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Tahun 2014
5.3
79
Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Tahun 2014
5.4
80
Tabel Gambaran Kesesuaian Pengetahuan Dalam Penempatan Kerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014
5.5
Tabel Gambaran Kesesuaian Keterampilan Dalam Penempatan Kerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014
5.6
87
Tabel Gambaran Kesesuaian Sikap Dalam Penempatan Kerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014
5.7
81
91
Tabel Gambaran Kinerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014
93
xii
5.8
Tabel Hasil Analisis Uji Korelasi Kesesuaian Pengetahuan Dengan Kinerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014
5.9
Tabel Hasil Analisis Uji Korelasi Kesesuaian Keterampilan Dengan Kinerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014
5.10
98
102
Tabel Hasil Analisis Uji Korelasi Kesesuaian Sikap Dengan Kinerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014
xiii
107
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan
2.1
Bagan Kerangka Teori Penelitian
48
3.1
Bagan Kerangka Konsep Penelitian
50
xiv
DAFTAR ISTILAH
BKN
Badan Kepegawaian Negara
CPNS
Calon Pegawai Negeri Sipil
Diklat
Pendidikan dan Pelatihan
Ditjen Bina Gizi dan KIA
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
DUK
Daftar Urut Kepangkatan
ISO
International Standard Operasional
Kabag
Kepala Bagian
Kemenkes RI
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
KIA
Kesehatan Ibu dan Anak
MPK
Manajemen Pelayanan Kesehatan
PERMENKES
Peraturan Menteri Kesehatan
PNS
Pegawai Negeri Sipil
ROPEG
Biro Kepegawaian
SDM
Sumber Daya Manusia
Sekditjen
Sekretaris Direktorat Jenderal
SKP
Sasaran Kerja Pegawai
Tukin
Tunjangan Kinerja
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Perizinan Penelitian dari Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI
Lampiran 2
Struktur Organisasi
Lampiran 3
Kuisioner Penelitian
Lampiran 4
Pedoman Wawancara Penelitian
Lampiran 5
Output Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Kuisioner
Lampiran 6
Output Hasil Uji Univariat
Lampiran 7
Output Hasil Uji Korelasi
Lampiran 8
Matriks Wawancara Mendalam
Lampiran 9
R Tabel
xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu instansi tidak bisa bekerja sendiri dalam pencapaian visi, misi dan tujuannya, tetapi perlu disokong oleh beberapa indikator yang akan menentukan keberhasilannya dalam meraih visi, misi, dan tujuan tersebut. Salah satu indikatornya adalah adanya peran aktif dari SDM sebagai salah satu komponen sistem organisasi. SDM aparatur negara merupakan asset utama organisasi dan mempunyai peran yang strategis di dalam organisasi yaitu sebagai pemikir, perencana, dan pengendali aktivitas organisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien. Penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien menjadi tuntutan di era globalisasi saat ini. Penerapan prinsip-prinsip Good Governance dalam penyelenggaraan pemerintahan menjadi tuntutan utama, karena masyarakat saat ini sudah mulai kritis dalam memonitor dan mengevaluasi manfaat serta nilai yang diperoleh atas pelayanan dari instansi pemerintah. Kenyataan tersebut menuntut adanya profesionalisme sumber daya aparatur dalam pelaksanaan urusan pemerintahan (Atkhan, 2012). Namun pada kenyataannya, Pegawai Negeri Sipil (PNS) hingga kini masih dianggap sebagai pegawai yang berkinerja buruk, kurang produktif, kurang disiplin serta beretos kerja rendah. Stigma buruk itu umumnya ditujukan kepada para PNS di hampir seluruh instansi pemerintah (Anang,
1
2012). Padahal PNS sebagai unsur utama aparatur pemerintah yang berperan strategis dalam menjalankan roda pemerintahan, sangat diharapkan dapat memiliki kapasitas yang unggul dan berintegritas (Samratulangi, 2013). Ditjen Bina Gizi dan KIA sendiri merupakan instansi yang penting dalam pelaksanaan upaya pembangunan kesehatan nasional. Ditjen Bina Gizi dan KIA mempunyai tugas untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan gizi dan KIA. Dimana masalah gizi dan kesehatan dan ibu dan anak merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat di suatu negara. Latar belakang penulis melakukan objek penelitian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI karena Sekditjen merupakan pusat administrasi yang memiliki tugas untuk mengurus dan mengelola seluruh pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Hasil pengamatan peneliti selama magang di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI memperlihatkan bahwa pegawai pada instansi tersebut memiliki kinerja yang berbeda. Adanya perilaku seperti pengumpulan laporan yang tidak tepat waktu/tidak sesuai deadline merupakan salah satu indikasi adanya sebagian kecil pegawai pada instansi tersebut yang memiliki kinerja yang kurang baik/belum sesuai dengan yang diharapkan instansi. Hasil pengamatan tersebut, didukung oleh hasil wawancara kepada salah satu staff instansi yang menyatakan bahwa tidak sedikit diantara pegawai instansi yang tidak mampu menyelesaikan pekerjaan mereka secara tepat waktu. Akibatnya pada waktu-waktu tertentu terjadi penumpukan beban
2
pekerjaan sehingga mengharuskan pegawai menyelesaikan pekerjaannya di luar waktu kerja yang telah ditetapkan. Meskipun sebagian besar pegawai instansi tersebut sudah dapat melaksanakan pekerjaan mereka secara baik, namun dengan adanya sebagian kecil pegawai yang memiliki kinerja kurang baik seperti diatas tentunya dapat memberikan dampak buruk bagi kinerja instansi secara keseluruhan dan pencapaian tujuan instansi. Kinerja pegawai sebenarnya dapat dicapai secara maksimal jika instansi mau memperhatikan dan mengembangkan kemampuan dan pola pikir serta perilaku dari pegawai. Saat ini masalah yang masih menjadi penyebab buruknya kinerja SDM aparatur pemerintah adalah kurangnya kompetensi yang dimiliki SDM dalam melaksanakan pekerjaannya. Hal tersebut dapat juga merupakan salah satu masalah yang ditemui di Sekditjen Bina Gizi dan KIA karena berdasarkan hasil pengamatan peneliti saat magang diketahui bahwa masalah ketidaktepatan waktu dalam penyelesaian tugas/laporan dapat disebabkan karena adanya ketidaksesuaian antara kompetensi yang dimiliki pegawai dengan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Salah satu upaya yang cukup penting untuk menekankan SDM agar menjadi SDM yang produktif dan professional dan memiliki kompetensi yang memadai dalam pelaksanaan tugasnya adalah dengan menempatkan pegawai pada posisi yang sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Hal tersebut sangat penting bagi instansi Pemerintah karena merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menjalankan reformasi birokrasi untuk peningkatan produktiftas dan profesionalisme SDM aparatur negara (Kemenpan, 2013). 3
Menurut Bernardin dan Russel (1993) dalam Pessiwarissa (2008), terdapat 3 hal yang harus diperhatikan dalam melakukan penempatan kerja yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap karyawan. Penempatan yang sesuai dan tepat merupakan motivasi yang akan menimbulkan antusias dan semangat kerja yang tinggi bagi seseorang dan merupakan salah satu kunci untuk memperoleh kinerja yang optimal dari setiap karyawan (Hasibuan, 2006). Kesesuaian penempatan kerja juga merupakan syarat utama bagi terciptanya kondisi yang kondusif bagi pegawai untuk mengeluarkan segala kemampuannya dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan (Murad,2012). Namun, pada saat ini hambatan yang masih sering ditemui di instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah adalah penempatan yang masih belum sesuai dengan kompetensi karyawan (Kemenpan, 2013). Karateristik yang berbeda dari setiap pegawai merupakan tantangan bagi setiap instansi untuk melakukan penempatan kerja. Selain itu, masalah ketidaksesuaian antara formasi yang diajukan dengan formasi yang diberikan merupakan hal yang sering ditemui di instansi pemerintah. Kesulitan-kesulitan inilah yang terjadi di beberapa instansi pemerintahan dan karena adanya kesalahan dalam penempatan kerja ini maka hal tersebut dapat menyebabkan penurunan produktifitas dan kinerja pegawai yang juga akan berdampak pada pencapaian tujuan dari instansi yang bersangkutan (Yanti,2012). Instansi seperti Sekditjen Bina Gizi dan KIA sendiri merupakan sebuah instansi yang sangat memperhatikan masalah SDM dengan melakukan pembinaan secara terus-menerus untuk mencapai kinerja yang efektif dan
4
efisien guna mencetak pegawai yang berprestasi sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pengelolaannya, unit kerja tersebut memiliki Job desk yang berbeda-beda sehingga membutuhkan kualifikasi khusus dan berhubungan langsung dengan masalah penempatan dan kinerja. Pembagian kerja oleh pimpinan instansi tersebut dilakukan dengan mengalokasikan pegawai pada berbagai bidang pekerjaan yang berbeda. Namun berdasarkan hasil telaah awal peneliti terhadap data kepegawaian di Sekditjen, dapat diketahui bahwa penempatan pegawai pada instansi tersebut belum mengacu pada kesesuaian pengetahuan mereka. Pada Sekditjen Bina Gizi dan KIA, terdapat 22% ketidaksesuaian pengetahuan dalam penempatan kerja pegawai yang secara nyata terlihat dari tidak adanya konsistensi latar belakang pendidikan formal dengan pekerjaan yang dibebankan. Penempatan kerja seorang pegawai seharusnya tidak hanya dilihat sebagai upaya untuk mendistribusikan pegawai pada bidang pekerjaan yang berbeda, akan tetapi juga harus berorientasi pada peningkatan kinerja setiap pegawai sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pencapaian tujuan instansi secara keseluruhan. Dengan melihat pertimbangan bahwa penempatan pegawai instansi saat ini masih belum mengacu pada kesesuaian pengetahuan yang dimiliki oleh pegawai, maka hal tersebut memberikan dampak pada kualitas kinerja pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis akan mencoba melihat tentang ”Pengaruh Kesesuaian Penempatan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014”.
5
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan hasil telaah awal peneliti terhadap struktur organisasi dan data kepegawaian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI, dapat diketahui bahwa penempatan pegawai pada instansi tersebut belum mengacu pada kesesuaian pengetahuan mereka. Pada Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI, terdapat 22% ketidaksesuaian pengetahuan dalam penempatan kerja pegawai yang secara nyata terlihat dari tidak adanya konsistensi latar belakang pendidikan formal dengan pekerjaan yang dibebankan. Hal tersebut memberikan dampak bagi kinerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI seperti ketidaktepatan waktu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian ini dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Bagaimana kesesuaian penempatan kerja pegawai meliputi kesesuaian pengetahuan, keterampilan, dan kesesuaian sikap pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI ? 2. Bagaimana kinerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI ? 3. Bagaimana
pengaruh
kesesuaian
pengetahuan,
keterampilan,
dan
kesesuaian sikap terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI ?
6
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kesesuaian penempatan kerja terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. 1.4.2 Tujuan Khusus Berdasarkan perumusan masalah yang terdapat pada uraian sebelumnya, maka tujuan khusus yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah : 1. Diketahuinya
kesesuaian
penempatan
kerja
pegawai
meliputi
kesesuaian pengetahuan, keterampilan, dan kesesuaian sikap pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. 2. Diketahuinya kinerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. 3. Diketahuinya pengaruh kesesuaian pengetahuan, keterampilan, dan sikap terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Institusi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan RI Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan masukan
kepada
organisasi
mengenai
pengaruh
kesesuaian
penempatan kerja terhadap kinerja untuk pertimbangan manajemen dalam hal peningkatan kinerja dan kualitas sumber daya manusia di
7
organisasi. Selain itu, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak manajemen instansi untuk mengambil keputusan dalam melakukan penempatan kerja karyawan.
1.5.2 Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengalaman,
dan
keterampilan
peneliti
tentang
permasalahan
manajemen sumber daya manusia dalam suatu perusahaan serta dapat mengaplikasikan
ilmu
pengetahuan
yang
diperoleh
selama
perkuliahan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia.
1.5.3 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat dan Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan tentang kajian SDM sehingga dapat memberikan masukan bagi peneliti
di
masa
mendatang
mengenai
pengaruh
kesesuaian
penempatan kerja terhadap kinerja pegawai di institusi pemerintah dan dapat melakukan penelitian terkait dengan masalah ini secara lebih lanjut. Selain itu, penelitian ini juga merupakan bahan masukan untuk pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan yang telah ada guna mencapai ilmu yang lebih tinggi, khususnya dalam penelitian masalah SDM.
8
1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terfokus pada kajian masalah sumber daya manusia yaitu mengenai pengaruh kesesuaian penempatan kerja terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI pada bulan Juni-Juli tahun 2014. Sasaran penelitian yaitu pegawai yang bekerja di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan mengambil data primer melalui kuisioner dan wawancara mendalam, dan data sekunder yang diperoleh dari data profil kepegawaian, SKP (Sasaran Kerja Pegawai), serta PERMENKES No.1144 Tahun 2010 tentang organisasi dan tata kerja Kementerian Kesehatan RI.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam mencapai visi, misi dan tujuan, suatu instansi tidak bisa bekerja sendiri, tetapi perlu disokong oleh beberapa indikator yang akan menentukan keberhasilannya dalam meraih visi, misi, dan tujuan tersebut. Salah satu indikatornya adalah adanya peran aktif dari karyawan sebagai salah satu komponen sistem organisasi. Karyawan merupakan asset utama organisasi dan mempunyai peran yang strategis didalam organisasi yaitu sebagai pemikir, perencana, dan pengendali aktivitas organisasi (Blau & Scott, 1962; Katz & Kahn, 1966 dalam Lucky, 2011). SDM merupakan komponen kritis yang berarti tingkat manfaat sumber daya lainnya tergantung kepada bagaimana kita memanfaatkan dan memanajemen SDM (Ilyas, 2011). Menurut Hasibuan (2006) manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Manajemen ini terdiri dari enam unsur yaitu: men, money, methode, materials, machines, dan market. Unsur men (manusia) ini berkembang menjadi suatu bidang ilmu manajemen yang disebut manajemen sumber daya manusia. Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan salah satu instrumen penting bagi organisasi dalam mencapai berbagai tujuannya.
10
Manajemen SDM diperlukan dalam pengelolaan sebuah perusahaan, terutama dalam mengelola, mengatur, dan mengurus sumber daya manusia yang ada untuk mencapai tujuan perusahaan. Perusahaan akan dapat berjalan dengan baik, efektif, dan effisien apabila terdapat manajemen sumber daya manusia yang baik. Manajemen SDM yang baik adalah yang menekankan pada kemampuan untuk memacu sumber daya manusia sebagai anggota organisasi untuk dapat memberikan hasil dan pelayanan yang terbaik. Jika manajemen SDM tidak dilaksanakan dengan baik, maka pengelolaan, penggunanaan, dan pemanfaatan sumber daya lainnya menjadi tidak berdaya guna (Septiani,2008). Menurut Dessler (1984), manajemen sumber daya manusia merupakan lima fungsi dasar yang dilaksanakan para manajer yaitu perencanaan, penggorganisasian, pengisian staff, dan pengawasan dalam mendapatkan sumber daya manusia organisasi yang efektif dan effisien. Kemudian, menurut Notoadmodjo (2009) manajemen sumber daya manusia pada hakikatnya adalah penerapan manajemen khusus untuk sumber daya manusia, sehingga dapat didefinisikan manajemen sumber daya manusia adalah
seni
untuk
merencanakan,
mengorganisasikan,
mengarahkan,
mengawasi kegiatan-kegiatan sumber daya manusia atau pekerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Secara garis besar fungsi manajemen sumber daya manusia dikelompokkan menjadi dua yaitu fungsi manajerial (perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian) dan fungsi operasional (pengadaan sumber daya manusia, pengembangan, kompensasi,
11
integrasi, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja) (Notoatmodjo, 2009). Dengan adanya kegiatan-kegiatan dan fungsi MSDM ini, diharapkan seluruh SDM yang ada di perusahaan dapat menjadi SDM yang produktif dan professional, serta dapat memberikan kontribusi yang maksimal terhadap organisasi
dalam
rangka
mencapai
produktivitas
organisasi
yang
bersangkutan (Notoatmodjo, 2009). Melihat
penjelasan-penjelasan
diatas
mengindikasikan
bahwa
kedudukan sumber daya manusia yang begitu esensial dalam kelangsungan hidup organisasi sehingga dibutuhkan pemberdayaan untuk SDM tersebut. Dengan pemberdayaan manajemen sumber daya yang efektif dan efisien, akan melahirkan pekerja yang lebih berkualitas dibandingkan saat pekerja tersebut baru masuk ke perusahaan dan kepuasan pekerja akan tercapai dan berdampak juga bagi keberhasilan organisasi tersebut. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan suatu ilmu dan seni yang sangat penting bagi suatu organisasi dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya manusia dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan menerapkan fungsi-fungsi manjemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan, pengadaan, penempatan, pengembangan, serta kompensasi. Manajemen sumber daya manusia yang dimaksud dalam pembahasan ini lebih memfokuskan pada manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS). Manajemen Pegawai Negeri Sipil menurut UU No.43 Tahun 1999 pasal 1 adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan
12
derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban kepegawaian yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan, dan pemberhentian. Tujuan Manajemen Pegawai Negeri Sipil yaitu untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasilguna dengan dukungan PNS yang professional, bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui
pembinaan
yang
dilaksanakan
berdasarkan
sistem
prestasi
kerja/kinerja dan sistem karir yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja (Sedamaryanti, 2007).
2.2 Penempatan Kerja 2.3.1 Pengertian Penempatan Kerja Kegiatan penempatan karyawan merupakan salah satu fungsi manajemen SDM dalam proses pengadaan pegawai. Menurut Hasibuan (2006), pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang efektif dan effisien guna membantu tercapainya tujuan perusahaan. Pengadaan merupakan fungsi operasional pertama MSDM dan juga merupakan masalah yang penting, sulit, dan kompleks karena untuk mendapatkan dan menempatkan orang-orang yang kompeten, serasi, serta efektif tidaklah semudah membeli dan menempatkan mesin. Penempatan merupakan proses menempatkan orang-orang yang tepat pada tempat yang tepat. Penempatan tenaga kerja merupakan proses keempat
13
dari fungsi manajemen tenaga kerja. Penempatan tersebut dilakukan setelah proses analisis pekerjaan, perekrutan dan seleksi tenaga kerja dilaksanakan. Menurut Faustino (2000) dalam Yanti (2012), penempatan kerja merupakan salah satu fungsi terpenting dalam manajemen sumber daya manusia, karena tepat tidaknya seseorang ditempatkan pada suatu posisi tertentu yang akan berdampak pada keproduktifan kerjanya tergantung pada fungsi penempatan ini. Jika fungsi ini dilaksanakan dengan tidak baik maka akan berdampak terhadap pencapaian tujuan organisasi. Penempatan karyawan berarti mengalokasikan para karyawan pada posisi kerja tertentu (Rivai dan Sagala, 2009). Mathis & Jackson (2002) menyatakan bahwa “Penempatan adalah menempatkan posisi seseorang ke posisi pekerjaan yang tepat, seberapa baik seorang karyawan cocok dengan pekerjaanya yang akan mempengaruhi jumlah dan kualitas pekerjaan.” Karyawan yang ditempatkan pada posisi tertentu harus memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan secara efektif dan efissien. Proses penempatan pegawai yang tidak tepat akan menyebabkan kinerja yang kurang optimal (Naliebrata, 2007). Menurut Sastrohadiwiryo (2005), penempatan (placement) merupakan salah satu aspek yang penting dalam proses perencanaan sumber daya manusia, karena mempunyai hubungan yang erat dengan efisiensi dan keadilan (setiap pegawai diberikan peluang yang sama untuk berkembang). Menurut Sastrohadiwiryo (2005), penempatan kerja adalah proses pemberian tugas dan pekerjaan kepada karyawan yang lulus seleksi untuk dilaksanakan
14
sesuai
ruang
lingkup
yang
telah
ditetapkan,
serta
mampu
mempertanggungjawabkan segala resiko dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi atas tugas dan pekerjaan, wewenang serta tanggung jawab. Rivai (2006) menyatakan bahwa penempatan terdiri dari dua cara: (1) pegawai baru dari luar instansi dan (2) penugasan di tempat yang baru bagi pegawai lama yang disebut inplacement atau penempatan internal. Tujuan penempatan pegawai ini adalah untuk menempatkan orang yang tepat pada jabatan yang sesuai dengan minat dan kemampuan pegawai, sehingga sumber daya manusia yang ada menjadi produktif. Penempatan yang tepat merupakan suatu cara yang bukan hanya untuk mengoptimalkan kemampuan dan keterampilan menuju prestasi kerja yang tinggi bagi pegawai itu sendiri, akan tetapi juga merupakan bagian dari proses pengembangan pegawai di masa depan (Murad,2012). Penempatan pegawai dalam sistem sumber daya manusia merupakan hal yang menarik untuk diperhatikan, karena berhubungan dengan kepentingan perusahaan maupun kepentingan pegawai itu sendiri. Kegiatan penempatan dimulai setelah instansi melaksanakan kegiatan penarikan dan seleksi yaitu pada saat seorang calon pegawai yang berasal baik dari luar maupun dari dalam instansi dinyatakan diterima dan siap untuk ditempatkan pada jabatan atau unit kerja yang sesuai dengan kualifikasinya. Hasibuan (2006) menyatakan penempatan (placement) karyawan adalah tindak lanjut dari seleksi yaitu menempatkan calon karyawan yang diterima (lulus seleksi) pada jabatan/pekerjaan yang membutuhkannya dan sekaligus mendelegasikan
15
authority kepada orang tersebut, dengan demikian calon karyawan itu akan dapat mengerjakan tugas-tugasnya di jabatan yang bersangkutan. Menurut Gomes (2003), efektivitas fungsi seleksi dan penempatan ditentukan oleh beberapa syarat penting, dan bahkan tergantung pada informasi-informasi yang diperoleh dari syarat-syarat tersebut. Informasiinformasi yang diperoleh melalui syarat-syarat tersebut akan dijadikan masukan bagi seorang manajer dalam mengambil keputusan penerimaan dan penempatan seorang pekerja. Syarat-syarat yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Informasi analisis jabatan yang memberikan deskripsi jabatan, spesifikasi jabatan dan standar prestasi yang disyaratkan dalam setiap jabatan. b. Rencana-rencana Sumber Daya Manusia yang akan memberikan informasi kepada manajer tentang tersedia/tidaknya lowongan pekerjaan dalam organisasi. c. Keberhasilan fungsi rekrutmen yang akan menjamin manajer bahwa tersedia sekelompok orang yang akan dipilih. Menurut Handoko (2011) dalam hal penempatan karyawan ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan, yaitu: a. Pendidikan, dalam hal ini pendidikan sangat mendukung untuk memangku suatu jabatan, dan diperlukan demi kelancaran tugas-tugas dan tanggung jawab yang diemban jabatan tersebut.
16
b. Kesehatan, yaitu untuk menjamin kesehatan fisik dan mental sehingga dalam menempatkan karyawan pada suatu bidang pekerjaan, dapat disesuaikan dengan kondisi kesehatannya. c. Pengalaman kerja, ini sangat dibutuhkan perusahaan untuk penguasaan pekerjaan dan biasanya pengalaman kerja memberikan kecenderungan yang bersangkutan memiliki keahlian dan ketrampilan kerja yang relatif tinggi. Selain memperhatikan persyaratan seperti dijelaskan di atas, agar upaya penempatan karyawan sesuai dengan yang diharapkan, maka menurut Hasibuan (2006), penempatan harus didasarkan pada job description dan job specification yang telah ditentukan serta berpedoman kepada prinsip "The right man on the right place and the right man behind the job”. Hal ini akan membawa suatu instansi kepada hasil kerja yang optimal karena terdapat adanya korelasi positif antara penempatan pegawai dengan peningkatan produktifitas kerja.
2.3.2 Jenis-Jenis Penempatan Kerja Rivai (2006) menyatakan, dalam hal keputusan penempatan pegawai biasanya lebih banyak dibuat oleh manajer lini, biasanya supervisor seorang karyawan berkonsultasi untuk menentukan penempatan pegawai di masa datang. Peranan departemen SDM adalah memberi nasehat kepada manajer lini tentang kebijakan perusahaan dan memberikan konseling kepada karyawan. Jenis jenis penempatan kerja menurut Rivai (2006), antara lain:
17
1. Promosi Promosi terjadi apabila seorang pegawai dipindahkan dari suatu pekerjaan kepekerjaan lain yang lebih tinggi dalam pembayaran, tanggung jawab dan atau level. Umumnya diberikan sebagai penghargaan, hadiah (reward system) atas usaha dan prestasi dimasa lampau.
2. Transfer dan demosi Transfer dan demosi adalah dua kegiatan utama penempatan pegawai lainnya yang ada pada perusahaan. Transfer terjadi jika seorang pegawai dipindahkan dari suatu bidang tugas kebidang tugas lainnya yang tingkatannya hampir sama baik tingkat gaji, tanggung jawab, maupun tingkat strukturalnya. Demosi terjadi apabila seorang pegawai dipindahkan dari suatu posisi keposisi lainnya yang lebih rendah tingkatannya, baik tingkat gaji, tanggung jawab, maupun tingkatan strukturalnya.
3. Job-Posting Programs Job-posting programs memberikan informasi kepada pegawai tentang pembukaan lowongan kerja dan persyaratannya. Pengumuman tentang lowongan kerja tersebut mengundang para pegawai yang memenuhi syarat untuk melamar. Tujuan program job-posting adalah untuk memberi dorongan bagi pegawai yang sedang menari promosi dan transfer serta membantu departemen SDM dalam mengisi jabatan internal.
18
2.3.3 Prosedur Penempatan Kerja Setiap kegiatan diperlukan tahapan yang harus dilalui dalam pelaksanaannya. Tahapan tersebut harus dilaksanakan tahap demi tahap (step by step) tanpa meninggalkan prinsip dan azas yang berlaku. Prosedur penempatan tenaga kerja merupakan urutan untuk menempatkan tenaga kerja yang tepat pada posisi yang tepat (the right man on the right place). Prosedur penempatan karyawan yang diambil merupakan bagian dari pengambilan keputusan (decision making) yang dilakukan oleh manajer tenaga kerja, khususnya bagian penempatan tenaga kerja, baik yang telah diambil berdasarkan pertimbangan rasional maupun obyektif. Perttimbangan rasional dalam pengambilan keputusan untuk menempatkan tenaga kerja, baik pengambilan keputusan yang didasarkan atas fakta keterangan maupun data yang
dianggap
resperensif.
Artinya,
pengambilan keputusan dalam
penempatan tenaga kerja tersebut atas dasar hasil seleksi yang telah dilakukan oleh manajer tenaga kerja. Pertimbangan obyek ilmiah berdasarkan data dan keterangan tentang pribadi tenaga kerja, baik atas dasar referensi dari seseorang maupun atas hasil seleksi tenaga kerja yang pelaksanaannya tanpa mengesampingkan metode-metode ilmiah. Pelamar yang lulus seleksi harus segera diberi informasi, begitu juga bagian penempatan tenaga kerja perlu mengetahui agar dikondisikan dengan keadaan perusahaan sehingga tenaga kerja dapat ditempatkan berdasarkan kualifikasi yang bersangkutan.
19
2.3.4 Kriteria-Kriteria yang Harus Dipenuhi Dalam Penempatan Karyawan Penempatan kerja yang dilakukan harus sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh karyawan. Menurut UU No. 13 Tenaga Kerja Tahun 2003, kompetensi karyawan terdiri dari pengetahuan, keterampilan, serta sikap pegawai. Pesiwarissa (2008) juga menyatakan bahwa kesesuaian penempatan kerja bagi seorang pegawai perlu mendapatkan perhatian bagi setiap pimpinan instansi. Kesesuaian yang dimaksudkan terdiri dari kesesuaian pengetahuan, keterampilan, dan kesesuaian sikap pegawai dengan pekerjaan yang diberikan. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat menurut Bernardin dan Russel (1993) dalam Yanti (2012), bahwa ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan penempatan pegawai antara lain:
1. Pengetahuan Merupakan suatu kesatuan informasi terorganisir yang biasanya terdiri dari sebuah fakta atau prosedur yang diterapkan secara langsung terhadap kinerja. Sebuah fungsi pengetahuan seseorang dapat diperoleh melalui pendidikan formal, pendidikan informal, pengalaman, membaca buku dan lain-lain. Mulyasa (2002) mengungkapkan bahwa pengetahuan adalah suatu kesadaran dalam bidang kognitif yang membuat seseorang dapat mengetahui metode penyelesaian tugas dengan baik. Kemudian, Martopo (2004) juga menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kompetensi seseorang, pengetahuan sangat berperan penting dalam mempengaruhi
20
tingkat kemampuan penerimaan inovasi, adopsi dan inisiatif dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam suatu organisasi kerja. Pengetahuan yang dimiliki oleh pegawai diharapkan dapat membantu dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab pekerjaannya, oleh karena itu pegawai dituntut untuk memiliki pengetahuan yang sesuai dengan pekerjaannya. Kesesuaian pengetahuan yang dimiliki oleh seorang pegawai dengan kualifikasi pekerjaan yang ditempati paling tidak dapat dilihat dari indikator-indikator seperti kesesuaian latar pendidikan formal maupun informal dan penempatan pegawai yang disesuaikan dengan wawasan pengetahuan pekerjaan yang akan dapat mendukung dalam pelaksanaan pekerjaan. Menurut Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2007) tingkat pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum. Tingkat pendidikan seorang karyawan dapat
membuat
karyawan memiliki
pengetahuan konseptual dan teoritis yang membantunya dalam mengerjakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Menurut Dessler (1984) bahwa pelatihan memberikan pegawai keterampilan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan pekerjaan. Kemudian, menurut Yanti (2012) bahwa semakin sesuai antara materi pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti oleh seorang pegawai dengan
21
tuntutan tugas yang dibebankan kepadanya akan semakin baik pula kinerja pegawai tersebut. Ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya pendidikan dan pelatihan, diantaranya yaitu pegawai dapat membuat keputusan dan pemecahan masalah secara lebih baik; internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja, prestasi, tanggung jawab dan kemajuan; mempertinggi rasa percaya diri dan pengembangan diri; serta dapat membantu untuk mengurangi rasa takut dalam menghadapi tugas-tugas baru (Sirait, 2006 dalam Yuliastuti, 2007).
2. Keterampilan Mulyasa (2002) mengungkapkan bahwa keterampilan adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Keterampilan merupakan kedalaman psikomotorik yang dimiliki oleh seseorang, misalnya dengan keterampilan memanfaatkan alat bantu, pegawai mampu menyelesaikan tugas yang diberikan secara efektif dan efissien. Mulyasa menjelaskan bahwa keterampilan seseorang dapat diperoleh melalui diklat-diklat kepemimpinan, diklat teknis/fungsional dan kursus –kursus atau berdasarkan pengalaman kerja. Menurut Eduard L Pesiwarissa (2008), ketrampilan kerja para karyawan dalam menduduki jabatannya yaitu: 1. Kemampuan Keterampilan Secara Teknis Kemampuan
secara
teknis
adalah
keahlian
seseorang
dalam
pengembangan teknik yang dimiliki seperti keterampilan dalam mengoperasikan computer.
22
2. Keterampilan Dalam Hubungan Kemanusiaan Keterampilan dalam hubungan kemanusiaan dalam hal ini bagaimana seseorang mampu membangun kerja sama dengan orang lain. 3. Keterampilan Secara Konsepsional Keterampilan secara konseptual yaitu penguasaan seseorang secara konseptual terhadap pekerjaan yang dikerjakan. Oleh karena itu, berdasarkan pendapat Pesiwarissa (2008), maka indikator yang digunakan dalam mengukur kesesuaian keterampilan dengan penempatan kerja pegawai terdiri dari keterampilan teknis, hubungan kemanusiaan, dan keterampilan konseptual, serta kesuaian keterampilan dengan tuntutan pekerjaan.
c. Sikap Kriteria selanjutnya yang harus dipenuhi dalam penempatan pegawai adalah sikap. Sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan fikiran terhadap sesuatu keadaan atau suatu objek (Salim, 2008 dalam Yanti, 2012). Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu, Bila seseorang mengatakan “ saya menyukai pekerjaan saya “, maka orang itu akan menggunakan sikapnya mengenal pekerjaan (Rivai,2006). Dengan demikian lebih jelas bahwa sikap adalah pernyataan evaluatif baik yang menguntungkan maupun yang tidak menguntungkan, hal ini menyangkut mengenai obyek, orang atau peristiwa dimana sikap mencerminkan bagaimana merasakan sesuatu. Misalnya sikap terhadap jenis pekerjaan dan sikap terhadap sesama karyawan.
23
Widayasari (2007) dalam Yanti (2012) menyatakan sikap kerja merupakan faktor psikologis yang sangat penting dalam usaha membentuk kualitas sumber daya manusia. Faktor psikologis ini merupakan suatu rangkaian ke arah perilaku, yaitu bagaimana perilaku seorang dalam bekerja. Sikap kerja dapat pula diartikan sebagai perasaan dan keyakinan melihat lingkungan kerja yang memberikan pengaruh dalam bekerja. Melalui sikap kerja yang dimiliki oleh karyawan, maka diharapkan karyawan lebih menikmati pekerjaan yang dia miliki sehingga mereka mampu menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan pencapaian kerja yang maksimal. Kesesuaian sikap adalah sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan yaitu sejauhmana pekerjaan yang diemban dianggap menarik atau tidak menarik oleh karyawan berdasarkan sikap terhadap jenis dari pekerjaan itu sendiri dan sikap antar karyawan. Indikatornya adalah sikap terhadap jenis pekerjaan itu sendiri, sikap terhadap sesama karyawan, sikap terhadap kesesuaian peralatan, dan sikap terhadap kondisi fisik pekerjaan.
2.3 Kinerja 2.3.1 Pengertian Kinerja Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh kinerja (job performance) sumber daya manusia, untuk itu setiap perusahaan akan berusaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance). Sebagaimana dikemukaan oleh 24
Mangkunegara (2007) menyatakan bahwa kinerja Sumber Daya Manusia merupakan istilah dari kata Job Performance atau Actual Performance (Prestasi Kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan/pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Lebih lanjut Mangkunegara (2007) menyatakan bahwa pada umumnya kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Kinerja individu adalah hasil kerja pegawai baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan, sedangkan kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dan kinerja kelompok. Menurut Rivai (2006) ”Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika”. Definisi lain mengenai kinerja menurut Hadari Nawawi (2006) adalah “Kinerja dikatakan tinggi apabila suatu target kerja dapat diselesaikan pada waktu yang tepat atau tidak melampui batas waktu yang disediakan”. Kinerja menjadi rendah jika diselesaikan melampui batas waktu yang disediakan atau sama sekali tidak terselesaikan. Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2006) menjelaskan bahwa “Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
25
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu”. Kinerja merupakan gabungan dari tiga faktor penting yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor diatas, semakin besar pula kinerja karyawan. Musanef (1984), menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya merupakan: a. Kecakapan di bidang tugas, b. Keterampilan melaksanakan tugas, c. Pengalaman di bidang tugas, d. Bersungguh-sungguh melaksanakan tugas, e. Kesegaran, kesehatan jasmani, dan rohani, f. Melaksanakan tugas serta berdaya guna dan berhasil guna, g. Hasil kerja melebihi yang ditentukan. Komponen-komponen yang disebutkan oleh Musanef di atas sesuai dengan komponen-komponen yang dinilai pada prestasi Pegawai Negeri Sipil menurut Surat Edaran BKN tanggal 11 Februari 1980 No. 02/SE/1980 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil. Di dalam Surat Edaran tersebut didefinisikan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.
26
Dan kinerja seorang Pegawai Negeri Sipil dipengaruhi oleh kecakapan, kemampuan dan pengalaman serta sikap kesungguhan Pegawai Negeri Sipil. Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah hasil kerja baik kualitatif maupun kuantitatif yang dicapai oleh pegawai dan dipengaruhi oleh kecakapan, kemampuan, pengalaman, dan sikap kesungguhan pegawai sesuai dengan tanggung jawabnya yang harus diselesaikan pada waktu yang tepat atau tidak melampui batas waktu yang disediakan dalam rangka mencapai tujuan organisasi/perusahaan. Dengan demikian kinerja karyawan dapat memberikan kontribusi bagi perusahaan tersebut. Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting, yaitu: tujuan, ukuran dan penilaian. Penentuan tujuan dari setiap unit organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja. Tujuan ini akan memberi arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap personel. Walaupun demikian, penentuan tujuan saja tidaklah cukup, sebab itu dibutuhkan ukuran, apakah seseorang telah mencapai kinerja yang diharapkan. Untuk ukuran kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan jabatan juga memegang peranan yang penting. Penilaian kinerja secara reguler yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja secara personel, tindakan ini akan membuat personel untuk senantiasa berorientasi terhadap tujuan dan berperilaku
27
kerja sesuai dan searah dengan tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, jelaslah bahwa pengertian kinerja dengan deskripsi tujuan, ukuran operasional, dan penilaian regular mempunyai peranan penting dalam merawat dan meningkatkan personel (Ilyas,2002). Kinerja merupakan perwujudan yang dilakukan oleh pegawai yang biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap pegawai atau organisasi. Kinerja yang baik merupakan langkah menuju tercapainya tujuan organisasi. Oleh karena itu kinerja merupakan penentu dalam tercapainya tujuan organisasi. Sehingga perlu diupayakan peningkatan kinerja, walaupun hal itu tidaklah mudah karena banyak factor yang menyebabkan tinggi rendahnya kinerja seseorang.
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Malayu S.P. Hasibuan (2006) mengungkapkan bahwa “Kinerja merupakan gabungan tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, dan peran serta tingkat motivasi pekerja”. Kemudian menurut Simamora (2001) dalam Mangkunegara (2007) dan Gibson (1987) dalam Ilyas (2002), kinerja dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: a. Faktor Individual yang mencakup kemampuan, keahlian, latar belakang dan demografi. Menurut Gibson (1987) dalam Ilyas (2002), kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu, sedangkan variabel
28
demografis mempunyai efek yang tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu. b. Faktor Psikologis terdiri dari persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan motivasi. c. Faktor Organisasi terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur dan job design
Mangkunegara (2007) dan Mathis dan Jackson (2002) mengembangkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi pencapaian
kinerja yaitu faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). 1. Faktor kemampuan (ability) Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill) artinya pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata (110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari maka akan lebih mudah mencapai
kinerja
diharapkan.
Karyawan
yang
memiliki
kemampuan yang memadai dan sesuai dengan pekerjaannya, maka akan terampil dalam melakukan kinerjanya sehingga mampu memperoleh prestasi kerja yang baik. Sehingga penempatan pegawai pada posisi yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki (penenrapan the right man in the right place the right man on the
29
right on the job) penting bagi perusahaan untuk mencapai kinerja yang optimal dari setiap pegawai. 2. Faktor motivasi (motivator) Motivasi dalam Prabu Mangkunegara adalah kondisi yang menggerakkan diri manusia yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. terbentuk
Menurut dari
Prabu Mangkunegara
sikap
(attitude)
seorang
(2007)
motivasi
karyawan
dalam
menghadapi situasi kerja. Sikap merupakan kondisi mental yang mendorong karyawan untuk berusaha mencapai prestasi kerja yang maksimal.
Kemudian, Alex Soemadji Nitisemito (2001) dalam Yanti (2012)
menyatakan
bahwa
terdapat
berbagai
faktor
yang
mempengaruhi kinerja karyawan, antara lain: 1) Jumlah dan komposisi dari kompensasi yang diberikan 2) Penempatan kerja yang tepat 3) Pelatihan dan promosi 4) Rasa aman di masa depan (dengan adanya pesangon dan sebagainya) 5) Hubungan dengan rekan kerja 6) Hubungan dengan pemimpin Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli tersebut, dapat dikatakan bahwa penempatan kerja yang tepat akan mempengaruhi kinerja seorang pegawai. Dengan adanya penempatan yang sesuai dan
30
tepat, maka pegawai dapat memiliki kemampuan yang sesuai dengan bidang pekerjaannya dan pegawai juga dapat memiliki motivasi yang tinggi dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan penempatan yang tepat, maka gairah kerja, mental kerja, dan prestasi kerja dapat mencapai hasil yang optimal bahkan kreativitas serta prakarsa karyawan dapat berkembang (Hasibuan, 2006).
2.3.3 Penilaian Kinerja Menurut Ivancevich dalam Trihayu (2008), penilaian kinerja merupakan bagian dari aktivitas manajemen sumber daya manusia yang bertujuan menilai seberapa besar kontribusi pegawai kepada perusahaan agar perusahaan dapat
memberikan
reward atau
penghargaan bagi pegawai tersebut. Schuler dan Jackson dalam Trihayu (2008) menyatakan bahwa penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang mengukur, menilai, dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat kehadiran. Fokusnya adalah untuk mengetahui seberapa produktif seorang karyawan dan apakah ia bisa berkinerja sama atau lebih efektif pada masa yang akan datang, sehingga karyawan organisasi dan masyarakat semuanya dapat memperoleh manfaat. Handoko
(2011)
menyatakan
bahwa
penilaian
kinerja
(perfomance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-
31
organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan dimana dalam
kegiatan
ini
dapat
memperbaiki
keputusan-keputusan
personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka. Adapun menurut Hidayat dan Sucherly (2000), bahwa kinerja aparat pemerintah pada hakikatnya merupakan hasil kerja sektor pemerintah yang berupa jasa pelayanan terhadap masyarakat dan terdiri dari banyak ragam serta sulit untuk dikuantifikasikan serta dinilai dengan harga. Untuk mengukur karya dan prestasi aparat pemerintah
maka
pendekatan
yang
sering
dipakai
adalah
memperbandingkan realisasi kegiatan pegawai dan target tujuan yang ingin dicapai organisasi. Menurut Mathis dan Jackson (2002), penilaian kinerja dapat dilaksanakan oleh siapa saja yang mengerti benar tentang penilaian kinerja pegawai secara individual. Kemungkinannya antara lain adalah para atasan yang menilai bawahannya, bawahan yang menilai atasannya, anggota kelompok menilai satu sama sama lain, penilaian pegawai sendiri, penilaian dengan multisumber, dan sumber-sumber dari luar. Penilaian kinerja dapat menjadi sumber informasi utama dan umpan balik untuk pegawai, yang merupakan kunci pengembangan bagi pegawai di masa mendatang. Di saat atasan mengidentifikasi kelemahan, potensi dan kebutuhan pelatihan melalui umpan balik
32
penilaian kinerja, mereka dapat memberitahukan pegawai mengenai kemajuan pegawai tersebut, mendiskusikan keterampilan apa yang perlu
mereka
kembangkan
dan
melaksanakan
perencanaan
pengembangan (Mathis dan Jackson, 2002). Hal tersebut didukung pula oleh Dessler (1984), bahwa penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi yang efektif dan efisien. Pegawai menginginkan dan memerlukan umpan balik berkenaan
dengan
kinerja
karyawan
tersebut
dan
penilaian
menyediakan kesempatan untuk meninjau kemajuan pegawai dan untuk menyusun rencana peningkatan kinerja. Perusahaan maupun organisasi menggunakan penilaian kinerja bagi para karyawan atau individu mempunyai maksud sebagai langkah administratif dan pengembangan. Secara administratif, perusahaan atau organisasi dapat menjadikan penilaian kinerja sebagai acuan atau standar di dalam membuat keputusan yang berkenaan dengan kondisi pekerjaan karyawan, termasuk untuk promosi pada jenjang karir yang lebih tinggi, pemberhentian, dan penghargaan atau penggajian. Sedangkan untuk pengembangannya adalah cara untuk memotivasi dan meningkatkan keterampilan kerja, termasuk pemberian konseling pada perilaku karyawan dan menindak-lanjuti dengan pengadaan training (Gomez, 2001).
33
Dipandang dari segi manfaatnya bagi perusahaan, penilaian kinerja di suatu perusahaan atau instansi pemerintah merupakan program yang sangat penting untuk dilaksanakan dalam rangka untuk mengetahui pencapaian target dan sasaran kerja setiap individu karyawan, selain itu juga membantu bagian personalia dalam mengambil keputusan yang berkenaan dengan promosi, pelatihan, kompensasi, serta perencanaan karir karyawan. Program ini juga sangat dibutuhkan bagi karyawan untuk menciptakan kepuasan kerja, karena karyawan dapat mengetahui apa yang telah dicapainya, serta dapat
yakin
meningkatkan
adanya
perbedaan
memotivasi
untuk
kompensasi,
sehingga
meningkatkan
dapat
produktivitas
karyawan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan pada tingkat yang lebih tinggi. Adapun tujuan pengukuran kinerja secara rinci dikemukakan oleh Dharma (2001) yaitu : a). Memberikan kesempatan bagi para pegawai untuk mengetahui tingkat prestasi kerja mereka. b). Berfungsi sebagai target atau sasaran, sebagai informasi yang dapat digunakan para pegawai dalam mengarahkan usaha mereka melalui serangkaian prioritas tertentu. Menurut Sedarmayanti (2007), tujuan dari penilaian kinerja adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui keterampilan dan kemampuan pegawai.
34
2. Sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian khusunya penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja. 3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan pegawai seoptimal mungkin, sehingga dapat diarahkan jenjang/ rencana karirnya, kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan. 4. Mendorong terciptanya hubungan timbal baik yang sehat antara atasan dan bawahan. 5. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang kepegawaian khususnya kinerja pegawai dalam bekerja. 6. Secara pribadi, pegawai mengetahui kekuatan dan kelemahannya sehingga dapat memacu perkembangannya. Bagi atasan yang menilai akan lebih memperhatikan dan mengenal bawahan dan pegawainya, sehingga dapat lebih memotivasi pegawai. 7. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan pengembangan di bidang kepegawaian. Ada terdapat dua metode di dalam penilaian kinerja, yaitu : 1. Metode Penilaian Berorientasi Masa Lalu Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal kinerja yang telah dilakukan dan telah terjadi dan sampai batas tertentu, dapat diukur. Kelemahannya adalah bahwa kinerja di masa lalu tidak dapat diubah, tetapi dengan mengevaluasi kinerja di masa lalu, maka para karyawan mendapatkan bahan masukan mengenai upaya-upaya mereka untuk
35
memperbaiki kinerja mereka. Teknik-teknik penilaian tersebut antara lain yaitu teknik rating scale, checklist, metode peristiwa kritis (critical incident method), metode peninjauan lapangan (field revie method), tes dan observasi prestasi kerja, serta metode evaluasi kelompok. 2. Metode Penilaian Berorientasi Masa Depan Penilaian yang berorientasi masa depan dilakukan melalui penilaian potensi karyawan untuk menentukan kinerja diwaktu yang akan
datang
atau
penetapan
sasaran-sasaran
kinerja
dimasa
mendatang. Metode yang digunakan terdiri dari penilaian diri (selfappraisal), penilaian psikologis (psychological appraisal), pendekatan Management By Objective (MBO), serta teknik pusat penilaian. Metode penilaian kinerja yang dilakukan saat ini di Kementerian Kesehatan adalah dengan menggunakan SKP (Sasaran Kerja Pegawai), yaitu metode penilaian yang berorientasi pada masa depan dengan pendekatan management by objective (MBO). Inti pendekatan MBO adalah bahwa setiap karyawan dan penyelia (atasan) secara bersama menentukan
tujuan – tujuan atau sasaran – sasaran
pelaksanaan kerja diwaktu yang akan datang. Management by Objectives (MBO) adalah metode penilaian kinerja karyawan yang berorientasi pada pencapaian target kerja. Pada metode MBO, setiap individu karyawan diberikan target kerjanya masing - masing, yang bersesuaian dengan sasaran kerja unit dalam satu periode kerja. 36
Penilaian kinerja dalam metode MBO dilakukan di akhir periode mengacu pada realisasi target.
2.3.4 Indikator Kinerja Untuk lebih menjamin keberhasilan dalam penilaian kinerja, maka sebelumnya harus diterapkan dulu suatu standar dalam mengukur kinerja. Menurut Dharma (2001) cara pengukuran atau pelaksanaan standar mempertimbangkan tiga hal, yaitu: a. Kuantitas yaitu jumlah yang harus diselesaikan. Pengukuran ini melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksana kegiatan. b. Kualitas yaitu mutu yang dihasilkan. Pengukuran ini berkaitan dengan
bentuk
keluaran
dan
mencerminkan
seberapa
baik
penyelesaiannya. c. Ketepatan Waktu. Sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan Pengukuran ini menentukan ketepatan waktu penyelesaian tugas.
Menurut Mangkunegara (2007) hal yang perlu diperhatikan oleh manajer sumber daya manusia dalam mengukur kinerja pegawai, antara lain meliputi : 1. Kualitas kerja (Quantity), adalah menunjukkan hasil kerja yang dicapai dari segi ketepatan, ketelitian dan keterampilan. 2. Kuantitas kerja (Quantity), adalah menunjukkan hasil kerja yang dicapai dari segi keluaran atau hasil tugas-tugas rutinitas dan kecepatan dalam menyelesaikan tugas itu sendiri.
37
3. Kerjasama (Cooperation), menyatakan kemampuan karyawan dalam berpartisipasi dan bekerjasama dengan orang lain dalam menyelesaikan tugas. 4. Tanggung Jawab, menyatakan seberapa besar karyawan dalam menerima dan melaksanakan pekerjaannya. 5. Inisiatif, yakni bersemangat dalam menyelesaikan tugasnya, serta kemampuan dalam membuat suatu keputusan yang baik tanpa adanya pengarahan terlebih dahulu.
Sedangkan, Bernardin dan Russel (1993) mengajukan enam kriteria primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu sebagai berikut: 1) Quality Merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan. 2) Quantity Merupakan jumlah yang dihasilkan misalnya : jumlah rupiah, jumlah unit, jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan. 3) Timeliness Merupakan tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan koordinasi output lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan yang lain.
38
4) Cost Effective Yaitu tingkat sejauh mana penerapan sumber daya manusia, keuangan, teknologi, material dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit pengguna sumber daya. 5) Need for Supervisor Merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan. 6) Interpersonal Import Merupakan tingkat sejauh mana karyawan memelihara harga diri, nama baik dan kerja sama di antara rekan kerja dan bawahan. Penerapan standar diperlukan untuk mengetahui apakah kriteria karyawan telah sesuai dengan sasaran yang telah diharapkan, sekaligus
melihat
besarnya
penyimpangan
dengan
cara
membandingkan antara hasil pekerjaan aktual dengan hasil yang diharapkan. Oleh karena itu adanya suatu standar yang baku merupakan tolak ukur bagi kinerja yang akan dievaluasi. Mengadopsi dari beberapa pendapat di atas, maka penilaian yang dilakukan untuk mengetahui kinerja pegawai yang disesuaikan dengan indikator penilaian pada SKP, diantaranya sebagai berikut: 1) Kualitas kerja Mutu hasil kerja yang didasarkan pada standar yang ditetapkan atau tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati
39
kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan. Biasanya diukur melalui ketepatan, ketelitian, dan ketrampilan. 2) Kuantitas kerja Menunjukkan hasil kerja yang dicapai dari segi keluaran atau hasil tugas-tugas rutinitas. 3) Timeliness (Ketepatan Waktu) Merupakan tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan koordinasi output lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan yang lain.
2.4 Pengaruh Penempatan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Ada beberapa pendapat dari beberapa ahli yang mengemukakan hubungan atau keterkaitan antara penempatan pegawai dengan prestasi kerja/kinerja pegawai, antara lain sebagai berikut: Menurut Komaruddin yang dikutip oleh Suwatno (2001), menjelaskan bahwa:”Penempatan pekerjaan karyawan pada jabatan yang tepat akan berdampak pada setiap karyawan, mereka dapat bertugas dengan efisien, dapat mengembangkan diri untuk berprestasi dan merasa puas”. Kemudian menurut Yana Octaria (2000) dalam Murad (2012), menjelaskan bahwa penempatan karyawan yang tepat merupakan salah satu cara yang menunjang kearah terciptanya prestasi, sehingga hal ini dapat mencapai tujuan perusahaan karena didapatnya orang-orang yang tepat, dimana orang-orang
40
tersebut dapat memenuhi kebutuhan masa sekarang dan masa akan datang perusahaan serta meningkatkan kinerja di masa yang akan datang. Kesesuaian penempatan kerja bagi setiap pegawai dapat berpengaruh pada kinerja pegawai yang bersangkutan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Hasibuan (2006) yang menyatakan bahwa prinsip penempatan harus dilaksanakan secara konsekuen supaya seorang pekerja bekerja sesuai dengan spesialisasinya/keahliannya masing-masing. Dengan penempatan yang sesuai dan tepat ini maka gairah kerja, mental kerja, dan prestasi kerja mencapai hasil yang optimal bahkan kreativitas serta prakarsa karyawan dapat berkembang. Penempatan yang sesuai dan tepat merupakan motivasi yang akan menimbulkan antusias dan semangat kerja yang tinggi bagi seseorang dalam mengerjakan pekerjaan itu. Jadi penempatan karyawan yang sesuai dan tepat merupakan salah satu kunci untuk memperoleh kinerja yang optimal dari setiap karyawan selain moral kerja, kreativitas, dan prakarsanya juga akan berkembang (Hasibuan, 2006). Selain itu, menurut Siagian (2009) bahwa kinerja para pegawai juga merupakan pencerminan prosedur pengadaan pegawai yang ditempuh oleh bagian kepegawaian. Artinya, jika sistem rekruitmen, seleksi, pengenalan dan penempatan pegawai sudah baik, sangat besar kemungkinan kinerja para pegawai pun akan memuaskan. Adanya keterkaitan antara kesesuaian pengetahuan dan keterampilan dengan kinerja pegawai juga diperkuat oleh pendapat Siagian (2009) yang menyatakan bahwa dalam kehidupan organisasional, pengetahuan dan keterampilan yang tinggi dalam melaksanakan tugas merupakan modal yang
41
amat besar. Kepercayaan pada diri sendiri perlu ditanamkan dalam organisasi. Karena hal ini akan berpengaruh pada kinerja pegawai. Mutu pekerjaan juga berhubungan dengan pendidikan dan kecerdasan dimana peningkatan pendidikan dan kecerdasan meningkatkan cara berpikir secara kritis sehingga lebih mampu mengekspresikan keinginan menurut persepsi yang harus dipenuhi. Semakin baik pengetahuan dan ketrampilan kerja seorang pegawai, maka kemampuan kerjanya juga semakin baik. Robbins (2008) menyatakan, kemampuan merujuk ke kapasitas individu untuk melaksanakan tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Semakin baik pengetahuan seorang pegawai akan semakin tinggi pula kemampuannya dalam melaksanakan tugas. Pekerjaan membebankan tuntutan-tuntutan berbeda kepada pelaku untuk menggunakan kemampuan yang dimiliki. Kesesuaian sikap dengan pekerjaan juga dapat berpengaruh pada kinerja pegawai. Robbins (2008) menyatakan sikap adalah pernyataanpernyataan evaluatif baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan mengenai objek, orang atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu. Dalam organisasi, sikap bersifat penting karena mempengaruhi perilaku. Seseorang dapat mempunyai ribuan sikap, namun perilaku organisasi memfokuskan perhatian pada sejumlah kecil sikap yang berkaitan dengan pekerjaan. Sikap yang berkaitan dengan pekerjaan ini membuka jalan evaluasi positif atau negatif yang dipegang para karyawan mengenai aspek lingkungan kerja mereka. Pada akhirnya tinggi rendahnya
42
kinerja seseorang pegawai juga terkait erat dengan sikap pegawai tersebut terhadap pekerjaan yang diberikan kepadanya.
2.5 Penelitian Terdahulu Eduard L. Pessiwarissa dalam jurnal aplikasi manajemen (2008) dengan judul “Pengaruh Kesesuaian Penempatan Kerja terhadap Prestasi Kerja Pegawai (Studi pada Pegawai Kantor BAPPEDA Kabupaten Nabire, Papua)”. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sample sejumlah populasi yang ada yaitu sekitar kurang dari 100 pegawai dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini adalah kesesuaian penempatan kerja yang meliputi kesesuaian pengetahuan, keterampilan dan sikap pegawai berhubungan positif terhadap prestasi kerja pegawai. Variabel kesesuaian pengetahuan merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap prestasi kerja. Andri Latif Asikin Mansoer (2009) dengan judul “Hubungan Kesesuaian Penempatan Kerja Terhadap Prestasi Kerja Pegawai (Studi Kasus pada Perusahaan Daerah Pasar Tohaga Kabupaten Bogor)”. Dalam penelitian ini, mengambil sampel sebanyak 58 orang. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data yaitu analisis korelasi Rank Spearman. Hasil dari penelitian ini adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap pegawai berhubungan positif terhadap prestasi kerja pegawai dan kesesuaian keterampilan merupakan variabel yang memiliki korelasi yang paling kuat. Selain itu, bukan hanya ketiga faktor ini yang berpengaruh dalam prestasi
43
kerja pegawai, namun kondisi fisik pegawai, peralatan kerja yang memadai dan jenis pekerjaan yang dilakukan juga menentukan keberhasilan pegawai dalam mencapai prestasi kerja yang tinggi. T.Murad (2012) yang berjudul “Pengaruh Penempatan Karyawan Terhadap Prestasi Kerja Pegawai di Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Aceh Utara”. Dalam penelitian tersebut menggunakan 64 sampel dengan menggunakan regresi linier berganda dan teknik pengumpulan data dengan wawancara serta kuisioner. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah adanya pengaruh secara signifikan variabel bebas yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap terhadap variabel terikat yaitu prestasi kerja. Variabel kesesuaian keterampilan merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap prestasi kerja. Asri Nur Fadillah, dkk menemukan bahwa terdapat pengaruh positif antara penempatan pegawai terhadap kinerja pegawai pada pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Gresik. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda dengan variabel penempatan kerja adalah kesesuaian pengetahuan, kemampuan dan keahlian. Serta variabel kinerjanya adalah kuantitas, kualitas, dan waktu. Diana Prihartini (2012) yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Kebijakan Penempatan SDM Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Dinkes Kota Kediri” dengan 51 sampel, menemukan bahwa penempatan kerja memiliki hubungan dengan prestasi kerja pegawai.
Athkan,dkk (2013)
juga
menemukan bahwa terdapat pengaruh positif serta hubungan yang kuat antara
44
penempatan dengan kinerja pegawai pada Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur dengan 109 sampel, yang berarti bahwa semakin besar nilai variabel penempatan maka akan semakin besar nilai variabel kinerjanya. Hal ini menunjukkan bahwa penempatan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Soares (2010) juga menemukan bahwa penempatan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Penempatan yang tepat serta didukung oleh pengalaman akan meningkatkan kinerja (Gomez et al, 2003). Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Schuler dan Jackson (1997) yang menyatakan penempatan adalah pencocokan seseorang dengan jabatan yang akan dipegangnya, berdasarkan pada kebutuhan jabatan dan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, preferensi, dan kepribadian karyawan tersebut. Dari teori tersebut menunjukkan bahwa perusahaan harus tepat dalam menempatkan karyawan serta mencocokan minat dan keterampilan karyawan agar mampu dalam menopang segala yang menjadi tanggung jawabnya. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No 1
Peneliti Eduard L. Pessiwarissa (2008) di Kantor BAPPEDA Kabupaten Nabire, Papua (100 sampel)
Variabel
Model Analisis Variabel penempatan Analisis kerja: Pengetahuan, regresi Keterampilan, Sikap linear Variabel Prestasi berganda Kerja: Kualitas, Kuantitas, Ketepatan Waktu
Hasil Adanya pengaruh signifikan pengetahuan, keterampilan dan sikap terhadap prestasi kerja serta kesesuaian pengetahuan merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap prestasi kerja.
45
No 2
5
6
7
Peneliti
Variabel
Model Analisis Andri Latif Variabel penempatan Analisis Asikin kerja: Pengetahuan, korelasi Mansoer Rank Keterampilan, Sikap (2009) di Spearman Variabel Prestasi Perusahaan Kerja: Kualitas, Daerah Pasar Kuantitas, Ketepatan Tohaga Waktu Kabupaten Bogor (50 sampel)
Hasil Pengetahuan, keterampilan dan sikap pegawai berhubungan positif terhadap prestasi kerja pegawai dan bukan hanya ketiga factor ini yang berpengaruh serta kesesuaian keterampilan merupakan variabel yang memiliki korelasi yang paling kuat.
T.Murad (2012) di Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Aceh Utara (64 sampel) Asri Nur Fadilah di Sekretariat Daerah Kabupaten Gresik
Variabel penempatan kerja: Pengetahuan, Keterampilan, Sikap Variabel Prestasi Kerja: Kualitas, Kuantitas, Ketepatan Waktu
Analisis regresi linear berganda
Adanya pengaruh secara signifikan variabel bebas yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap terhadap variabel terikat yaitu prestasi kerja.
Variabel penempatan kerja: Pengetahuan, Kemampuan, Keahlian Variabel Prestasi Kerja: Kualitas, Kuantitas, Ketepatan Waktu
Analisis regresi linear berganda
Adanya pengaruh secara signifikan variabel bebas yaitu pengetahuan, kemampuan dan keahlian terhadap variabel terikat yaitu prestasi kerja.
Diana Prihatini (2012) di Dinkes Kota Kediri (51 sampel)
Variabel penempatan kerja: Pengetahuan, Keterampilan, Sikap Variabel Prestasi Kerja: Pencapaian Sasaran, Kualitas Hasil, Kuantitas Hasil,Kualitas Kerja, Perhatian Organisasi
Analisis regresi linear berganda
Adanya pengaruh secara signifikan variabel bebas yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap terhadap variabel terikat yaitu prestasi kerja.
46
No 8
Peneliti
Variabel
Model Analisis Atkhan (2010) Variabel penempatan Analisis di Dinas kerja: Pengetahuan, regresi Perkebunan Keterampilan, Sikap linear Provinsi Variabel Prestasi berganda Kalimantan Kerja: Kualitas, Timur Kuantitas, Ketepatan (109 sampel) Waktu
Hasil Adanya pengaruh secara signifikan variabel bebas yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap terhadap variabel terikat yaitu prestasi kerja.
2.6 Kerangka Teori Berdasarkan teori yang dipaparkan oleh para ahli seperti Hasibuan (2006), Siagian (2009), Robbins (2008), serta Bernardin dan Russel (1993), menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja seorang karyawan adalah penempatan kerja yang dilakukan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh karyawan. Menurut UU Tenaga Kerja Tahun 2003, kompetensi karyawan terdiri dari pengetahuan, keterampilan, serta sikap pegawai. Menurut Hasibuan (2006), Siagian (2009), Robbins (2008), dan Bernadin dan Russel (1993) bahwa kesesuaian penempatan kerja dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya dapat mendukungnya dalam mencapai kinerja yang optimal dan memuaskan. Selain itu, menurut Bernardin dan Russel (1993) dan Robbins (2008) bahwa sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja dapat membentuk motivasi kerja bagi pegawai tersebut dalam mencapai hasil kerja yang maksimal. Kemudian untuk variabel kinerja, menurut Dharma (2001) indikator penilaian kinerja adalah kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan, serta ketepatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan.
47
Berikut adalah kerangka teori penelitian:
Tingkat Kesesuaian Penempatan Kerja Kesesuaian Pengetahuan
Kinerja Pegawai Kualitas pekerjaan
Kesesuaian Keterampilan
Kuantitas pekerjaan
Kesesuaian Sikap Hasibuan (2006), Siagian (2009), Robbins (2008), Bernardin dan Russel (1993)
Ketepatan waktu Dharma (2001)
2.1 Bagan kerangka teori penelitian
48
BAB III KERANGKA KONSEP dan DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Berdasarkan teori yang dipaparkan oleh para ahli seperti Hasibuan (2006), Siagian (2009), Robbins (2008), serta Bernardin dan Russel (1993), menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja seorang karyawan adalah penempatan kerja yang dilakukan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh karyawan. Menurut UU Tenaga Kerja Tahun 2003, kompetensi karyawan terdiri dari pengetahuan, keterampilan, serta sikap pegawai. Menurut Hasibuan (2006), Siagian (2009), Robbins (2008), dan Bernadin dan Russel (1993) bahwa kesesuaian penempatan kerja dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya dapat membuat seseorang dapat mengetahui metode penyelesaian tugas dengan baik dan dapat mendukungnya dalam mencapai kinerja yang optimal dan memuaskan. Kesesuaian pengetahuan dan keterampilan dalam penempatan kerja diukur dengan cara survey persepsi responden terhadap kesesuaian penempatan kerjanya. Selain itu, menurut Bernardin dan Russel (1993) dan Robbins (2008) bahwa sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja dapat membentuk motivasi kerja bagi pegawai tersebut dalam mencapai hasil kerja yang maksimal dan kesesuaian sikap dalam penempatan ini juga diukur dengan cara survey persepsi responden. Oleh karena itu, variabel yang akan diteliti untuk pengaruh kesesuaian penempatan kerja adalah kesesuaian
49
pengetahuan, keterampilan dan sikap karyawan dengan posisi pekerjaan yang ditempatinya dengan metode survey persepsi responden. Kemudian menurut Dharma (2001), untuk indikator penilaian kinerja yang akan diteliti adalah kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan, serta ketepatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan. Variabel lain untuk indikator penilaian kinerja tidak digunakan dalam penelitian ini karena indikator penilaian prestasi kerja di instansi pemerintah dengan sistem penilaian SKP (Sasaran Kerja Pegawai), hanya menilai tiga faktor yaitu kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan, serta ketepatan waktu penyelesaiaan pekerjaan yang sesuai dengan target kerja/sasaran kerja pegawai yang dinilai dengan cara survey persepsi responden (self appraisal). Berikut adalah kerangka konsep dari penelitian ini: .
Kesesuaian Pengetahuan Dalam Penempatan Kerja Kesesuaian Keterampilan Dalam Penempatan Kerja
Kinerja Pegawai
Kesesuaian Sikap Dalam Penempatan Kerja
3.1. Bagan kerangka konsep penelitian
50
3.2 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Untuk Penelitian Kuantitatif No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Menggambarkan Kinerja pegawai dari aspek : - kuantitas hasil kerja 1
- kualitas hasil kerja - ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan
penilaian jumlah dokumen/ laporan hasil kerja, kelengkapan dan ketepatan dokumen/ laporan hasil kerja, dan ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan yang sesuai dengan
Pemberian kuesioner yang diisi oleh
Kuesioner tertutup
Skor
Ratio
Skor
Ratio
responden
target perusahaan yang telah ditetapkan berdasarkan jawaban dari responden Menggambarkan penilaian kesesuaian latar belakang
4
Kesesuaian
pendidikan formal dan
pengetahuan
informal karyawan
dalam
yang sesuai dengan
penempatan
bidang pekerjaan dan
kerja
kesesuaian wawasan
Pemberian kuesioner yang
Kuesioner
diisi oleh
tertutup
responden
pengetahuan yang dimiliki karyawan dalam penempatannya
51
No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Skor
Ratio
Skor
Ratio
Menggambarkan penilaian kesesuaian keterampilan yang dimiliki oleh individu Kesesuaian keterampilan 5
dalam penempatan kerja
untuk melakukan tugas pekerjaan yang
Pemberian
dibebankan kepadanya.
kuesioner yang
Kuesioner
Keterampilan tersebut
diisi oleh
tertutup
meliputi keterampilan
responden
teknis, keterampilan dalam hubungan kemanusiaan dan keterampilan konsepsional.
Menggambarkan penilaian kesesuaian sikap karyawan
6
Kesesuaian
terhadap jenis dari
sikap dalam
pekerjaannya, sikap
penempatan kerja
Pemberian kuesioner yang
Kuesioner
antar sesama karyawan,
diisi oleh
tertutup
sikap terhadap
responden
kesesuaian peralatan, dan sikap terhadap kondisi fisik pekerjaan.
52
Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Untuk Penelitian Kualitatif No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Wawancara
Pedoman
Kesesuaian kuantitas hasil kerja dan kualitas hasil kerja serta
1
Kondisi kinerja pegawai
ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan pegawai dengan target
mendalam kepada wawancara informan
mendalam
Wawancara
Pedoman
perusahaan yang telah ditetapkan berdasarkan jawaban dari informan Kesesuaian pengetahuan
2
Kondisi
dan keterampilan
kesesuaian
pegawai dalam
penempatan
penempatan kerjanya
kerja pegawai
berdasarkan jawaban dari
mendalam kepada wawancara informan
mendalam
Wawancara
Pedoman
informan Kondisi kebijakan
3
Kebijakan
instansi dalam mengatur
instansi dalam
proses penempatan kerja
penempatan
pegawai berdasarkan
mendalam kepada wawancara informan
mendalam
Wawancara
Pedoman
jawaban dari informan Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi
4
Faktor lain yang
kinerja pegawai selain
berpengaruh
faktor kesesuaian
terhadap kinerja
penempatan kerja
mendalam kepada wawancara informan
mendalam
berdasarkan jawaban dari informan
53
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan metode deskriptif melalui pendekatan cross sectional. Menurut Travers (1978) dalam Umar (2000), metode deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Pendekatan Cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara variabel bebas dan terikat dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekali pengambilan data (point time approach), artinya mengadakan pengamatan hanya sekali terhadap beberapa variabel dalam waktu bersamaan. Penelitian ini menganalisis pengaruh kesesuaian penempatan kerja terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI
yang dideskripsikan secara
kualitatif dan kuantitatif,
menggunakan data primer dari penyebaran kuisioner dan wawancara mendalam dan data sekunder dari data profil kepegawaian (DUK 2014), SKP (Sasaran Kerja Pegawai), maupun Peraturan-Peraturan Menteri Kesehatan. Penelitian
kuantitatif
dilakukan
untuk
melihat
gambaran
kesesuaian
penempatan kerja pegawai (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) dan gambaran kinerja pegawai serta pengaruh dari kesesuaian penempatan terhadap kinerja pegawai. Sedangkan penelitian kualitatif dilakukan untuk mengetahui kondisi kesesuaian penempatan kerja dan kondisi kinerja pegawai serta faktor 54
yang dapat mempengaruhinya seperti kebijakan instansi dalam penempatan dan faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI yang berlokasi di Kuningan, Jakarta Selatan, pada bulan Juni-Juli tahun 2014.
4.3 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI yang berjumlah 110 orang selama masa penelitian yaitu bulan Juni-Juli tahun 2014. Responden pada penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok yaitu responden untuk penelitian kuantitatif dan informan untuk penelitian kualitatif. Responden untuk penelitian kuantitatif adalah pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA yang ditentukan dengan teknik perhitungan besar sampel berdasarkan rumus sampel untuk model analisis regresi linear. Menurut Sopiyudin (2010), teknik ini dilakukan dengan menghitung besar sampel untuk setiap variabel bebas. Perhitungan besar sampel tersebut adalah sebagai berikut :
Rumus n =
= 5% , maka Z
= 1,960
ß = 20% , maka Z ß = 0,84 r
= koefisien korelasi dari penelitian sebelumnya 55
Tingkat Kepercayaan ( ) 90 % 95 % 99 %
Tabel 4.1 Nilai Z Skor Z 1,645 1,960 2,575
dan Z ß Nilai ß
Skor Z ß
20 %
0,84
Tabel 4.2 Perhitungan Besar Sampel Untuk Tiap Variabel Bebas Variabel
Jenis pertanyaan
Pengetahuan
Korelatif
dengan kinerja Keterampilan
Besar sampel r = 0,198 → 0,2 n = 199
Korelatif
r = 0,506 → 0,5
dengan kinerja n = 30 Sikap dengan
Korelatif
r = 0,281 → 0,3
kinerja n = 84 Berdasarkan rumus tersebut, jumlah sampel yang seharusnya dipilih adalah jumlah sampel yang paling besar diantara ketiga variabel bebas tersebut yaitu 199 orang. Namun, karena jumlah populasi penelitian hanya 110 orang, maka jumlah sampel yang dapat diambil pada penelitian ini adalah sebanyak 84 orang. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah dengan teknik probability sampling yaitu dengan simple random sampling. Teknik pengambilan sampel dengan simple random sampling adalah teknik
56
pengambilan anggota sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2011). Dalam penentuan sampel penelitian, peneliti membuat beberapa kriteria pegawai yang dapat masuk dalam kriteria sampel penelitian, yaitu : 1. Pegawai yang berstatus PNS dan honorer yang telah ditempatkan di sebuah jabatan dan memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaan yang dibebankan kepadanya. 2. Pegawai yang tidak sedang dalam tugas belajar. 3. Pegawai yang telah melakukan pekerjaan rutin bulanan berdasarkan SKP selama 5 bulan (Januari-Mei 2014).
Kemudian, informan untuk penelitian kualitatif adalah seluruh Kepala Bagian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI yang berjumlah 4 orang. Dalam penelitian ini, untuk menjaga kerahasiaan informasi, maka peneliti memberikan coding untuk nama informan menjadi informan 1, informan 2, informan 3, dan informan 4.
4.4 Pengumpulan Data 4.4.1
Data Primer Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan seperti hasil pengisian kuisioner atau hasil wawancara yang biasa dilakukan oleh peneliti (Umar, 2000). Pengumpulan data primer dalam penelitian ini salah satunya dilakukan dengan penyebaran kuisioner penelitian. Kuisioner diberikan kepada para
57
responden yang berisi pertanyaan mengenai kinerja pegawai dan kesesuaian penempatan kerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Selain itu, pengumpulan data primer juga dilakukan dengan metode wawancara mendalam kepada seluruh Kepala Bagian di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA. Untuk melakukan wawancara, peneliti menggunakan pedoman wawancara mendalam.
4.4.1.1 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah berupa kuesioner dan pedoman wawancara mendalam yang dipergunakan untuk pengumpulan data. Kuisioner adalah sejumlah data/pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden. Kuesioner untuk responden pada semua variabel, baik variabel bebas dan variabel terikat berupa pertanyaan tertutup dengan beberapa pilihan jawaban. Keuntungan bentuk tertutup adalah mudah diselesaikan, mudah dianalisis, dan mampu memberikan jangkauan jawaban. Responden memilih jawaban yang paling sesuai dengan kondisi yang dirasakan terkait dengan kinerja pegawai dan kesesuaian penempatan kerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Untuk menentukan nilai jawaban angket dari masing-masing pertanyaan yang diajukan adalah dengan modifikasi skala likert. Menurut Kinnear (1998) dalam Umar (2000), skala likert ini berhubungan dengan pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu, misalnya setuju-tidak setuju, senang-tidak senang, dan baik-
58
tidak baik. Responden diminta mengisi pertanyaan dalam skala ordinal berbentuk verbal dalam jumlah kategori tertentu. Jika dibandingkan dengan skala pengukuran lainnya seperti skala guttman, bogardus, thurstone, semantic, stipel, paired-comparison, maupun skala rank-order, maka skala likert merupakan skala yang paling sesuai untuk pertanyaan penelitian ini. Skala likert alias tingkatan kesetujuan terhadap statement dalam angket diklasifikasikan sebagai berikut : SS = Sangat setuju/sesuai S = Setuju/sesuai KS = Kurang setuju/sesuai TS = Tidak setuju/sesuai Untuk scoring di atas, jawaban setiap item instrument dalam bentuk skala likert menggunakan skala 4 yaitu : a. Sangat setuju/sesuai : nilai 4 b. Setuju/sesuai : nilai 3 c. Kurang setuju/sesuai : nilai 2 d. Tidak setuju/sesuai : nilai 1
Sedangkan
instrumen
untuk
penelitian
kualitatif
adalah
pedoman wawancara yang digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Pedoman wawancara digunakan untuk
59
mengetahui gambaran masing-masing variabel (gambaran kesesuaian penempatan kerja pegawai dan gambaran kinerja pegawai) dan kondisi yang mempengaruhinya seperti kebijakan instansi dalam penempatan dan faktor lain yang mempengaruhi kinerja selain faktor penempatan.
4.4.1.2 Validitas dan Reliabilitas Data Uji validitas data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji validitas untuk data kuantitatif dan data kualitatif. Uji validitas dan realibilitas untuk data kuantitatif yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menguji seluruh item pertanyaan dalam kuisioner dengan memberikan kuisioner tersebut kepada populasi penelitian di tempat berbeda namun memiliki karakteristik yang sama dengan populasi penelitian. Validitas artinya alat ukur yang digunakan dalam pengukuran, dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur (Hasan, 2006). Uji validitas digunakan untuk menguji sejauh mana ketepatan alat pengukur dapat mengungkapkan konsep gejala/kejadian yang diukur dan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuisioner. Uji validitas dimaksudkan untuk menguji ketepatan item-item dalam kuesioner, apakah item-item yang ada mampu menggambarkan dan menjelaskan variabel yang diteliti. Suatu kuisioner dinyatakan valid
60
jika pertanyaan pada kuisioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuisioner tersebut. Dalam penelitian ini, penentuan validitas dilakukan dengan mencari nilai korelasi skor masing-masing item dengan skor total item untuk setiap variabel. Kemudian nilai r hitung yang diperoleh dari korelasi tersebut dibandingkan dengan nilai r tabel pada tingkat keyakinan 95 %. Nilai r tabel pada tingkat kepercayaan 95% dan jumlah sampel sebesar 64 orang adalah 0,242. Hasan (2006) menyatakan, apabila nilai r hitung > r tabel item pernyataan tersebut, maka dinyatakan valid. Sebaliknya apabila nilai r hitung < r tabel maka pernyataan tersebut tidak valid. Hasil pengujian validitas untuk variabel kinerja yang terdiri dari 5 item pertanyaan dilambangkan dengan kode item A1, A2, A3 hingga A5 menunjukan r hitung terendah untuk variabel tersebut sebesar 0,416. Angka ini lebih besar bila dibandingkan dengan r tabel (n= 64) sebesar 0,242. Dengan demikian dapat diartikan seluruh item pernyataan yang berhubungan dengan variabel kinerja pegawai dinyatakan valid. Selanjutnya variabel kesesuaian pengetahuan terdiri dari 8 item pernyataan dengan kode B1, B2, B3, hingga B8, menunjukan nilai r hitung terendah untuk variabel tersebut menunjukan angka sebesar 0,324. Angka ini juga lebih besar bila dibandingkan dengan nilai r tabel sebesar 0,242, sehingga dapat diartikan bahwa seluruh item pernyataan yang berhubungan dengan
61
variabel kesesuaian pengetahuan juga dinyatakan valid. Untuk lebih jelasnya mengenai hasil pengujian validitas dapat dilihat Tabel 4.3 dibawah ini.
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas No
Variabel
1
Kinerja Pegawai
2
Kesesuaian Pengetahuan
3
Kesesuaian Keterampilan
Kesesuaian Sikap 4
Kode Nilai R Item Hitung A1 0,558 A2 0,416 A3 0,789 A4 0,831 A5 0,585 B1 0,406 B2 0,808 B3 0,324 B4 0,373 B5 0,819 B6 0,334 B7 0,839 B8 0,860 C1 0,781 C2 0,346 C3 0,696 C4 0,921 C5 0,255 C6 0,541 C7 0,931 C8 0,931 D1 0,316 D2 0,757 D3 0,775 D4 0,679 D5 0,763 D6 0,777 D7 0,777 D8 0,727
Nilai R Tabel 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242 0,242
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
62
Berdasarkan Tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa nilai korelasi hitung (r hitung) untuk masing-masing item pernyataan yang terdapat dalam variabel kesesuaian keterampilan dengan kode C1-C8, lebih besar bila dibandingkan dengan nilai r tabel. Begitu juga hal nya dengan item pernyataan yang terdapat dalam variabel kesesuaian sikap dengan kode D1-D8. Dengan demikian dapat diartikan bahwa seluruh item pernyatan yang berhubungan dengan variabel kesesuaian keterampilan dan kesesuaian sikap juga dinyatakan valid. Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa seluruh item pernyataan yang terdapat pada masing-masing variabel penelitian yaitu kinerja pegawai dan tiga variabel independen terdiri dari kesesuaian pengetahuan,
kesesuaian
keterampilan
dan
kesesuaian
sikap
dinyatakan valid, yang berarti kuisioner yang digunakan untuk pengumpulan data dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Selanjutnya, menurut Hasan (2006) reliabilitas artinya memiliki sifat dapat dipercaya, yaitu apabila alat ukur digunakan berkali-kali oleh peneliti yang sama atau oleh peneliti lain tetap memberikan hasil yang sama. Uji reliabilitas dilakukan untuk menilai konsistensi dari suatu alat ukur di dalam mengukur gejala yang sama atau membuat hasil yang konsisten. Dalam melakukan uji reliabilitas digunakan metode pengukuran Reliabilitas Alpha Cronbach (α) dari masing-masing instrumen dalam
63
suatu variabel. Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini dikatakan andal (reliable) jika memiliki nilai croncbach alpha ≥ 0,6 (Hasan,2006). Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas No
Variabel
Jumlah
Nilai Cronbach
Item
Alpha
Keterangan
1
Kinerja Pegawai
5
0,655
Handal
2
Kesesuaian Pengetahuan
8
0,776
Handal
3
Kesesuaian Keterampilan
8
0,858
Handal
4
Kesesuaian Sikap
8
0,849
Handal
Berdasarkan Tabel 4.4 diatas, dapat diketahui bahwa nilai cronbach alpha masing-masing variabel penelitian lebih besar dari 0,60. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kuisioner yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian telah memenuhi syarat kehandalan. Dengan kata lain, kuisioner yang digunakan untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan variabel-variabel yang diteliti dinilai sudah menunjukan ketepatan, keakuratan, atau konsistensi alat
tersebut
dalam mengungkapkan gejala yang
berhubungan dengan variabel terkait. Kemudian untuk uji validitas data kualitatif dilakukan dengan analisis triangulasi yaitu dengan menganalisis jawaban subjek dengan meneliti kebenarannya dengan data empiris. Jenis triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi metode. Triangulasi metode adalah usaha mencek keabsahan data atau temuan penelitian
64
yang dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu metode teknik pengumpulan data untuk mendapatkan data yang sama. Dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan metode wawancara mendalam. Untuk memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh mengenai informasi tertentu, peneliti juga menggunakan metode survei dengan pengisian kuisioner.
4.4.2 Data Sekunder Data sekunder didapatkan dari data profil kepegawaian (DUK 2014) di Ditjen Bina Gizi dan KIA, struktur organisasi, SKP, serta Peraturan Menteri Kesehatan. Selain itu, juga diperlukan data-data yang mendukung pembuatan laporan penelitian, seperti data yang diperoleh dari sejumlah jurnal dan buku manajemen SDM yang terkait dengan penelitian.
4.5 Manajemen dan Pengolahan Data Manajemen dan pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan-tahapan, yaitu: 1. Data kuantitatif a. Editing
adalah
memeriksa
kelengkapan,
kesinambungan
dan
keseragaman data. Editing untuk data kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan pada saat peneliti menyebarkan kuisioner dan kuisioner tersebut diperiksa apakah seluruh data sudah lengkap dan terisi semua dan apakah jawaban tersebut sesuai dengan pertanyaan yang diajukan dalam kuisioner.
65
b. Coding adalah menyederhanakan data yang memberikan kode-kode tertentu. Coding yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pada saat menyederhanakan kategori data kuantitatif untuk jawaban tentang kinerja pegawai dan kesesuaian penempatan kerja. Penyederhanaan kategori dilakukan agar memberikan kemudahan kepada peneliti untuk dapat menganalisis data kuantitatif. Penyederhanaan kategori untuk kinerja karyawan adalah dalam 4 skala penilaian yaitu sangat sesuai, sesuai, kurang sesuai, dan tidak sesuai. Penyederhanaan kategori untuk kesesuaian penempatan kerja yaitu adalah dalam 4 skala penilaian yaitu sangat sesuai, sesuai, kurang sesuai, dan tidak sesuai. c. Entry dalam penelitian ini dilakukan setelah semua isian kuisioner terisi penuh dan benar, dan juga sudah melakukan pengkodingan, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara memasukan data dari kuisioner ke paket aplikasi program komputer untuk pengolahan data. Data yang di entry adalah data jawaban dari setiap item pertanyaan variabel penelitian dan data karakteristik responden. Kemudian dari data tersebut, dihitung total skor dan rata-rata skor dari setiap variabel. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam menganalisis data selanjutnya di program aplikasi pengolah data. d. Cleaning, atau pembersihan data merupakan kegiatan peneliti dalam pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan ke dalam aplikasi program komputer untuk pengolahan data, apakah data ada kesalahan
66
atau tidak dan apakah ada data yang missing atau tidak. Kesalahan tersebut dimungkinkan terjadi pada saat memasukkan data ke komputer.
2. Data kualitatif Setelah data didapatkan dari hasil wawancara mendalam, proses pengolahan data selanjutnya adalah membuat hasil transkip wawancara tersebut. Setelah itu, peneliti membuat matriks wawancara mendalam untuk mengetahui lebih jelas perbedaan respon setiap informan dalam setiap pertanyaan penelitian. Kemudian, proses selanjutnya adalah melakukan penyajian data dan penarikan kesimpulan.
4.6 Analisis Data Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis kuantitatif
dan kualitatif
yang
dimaksudkan untuk
mengolah dan
mengorganisasikan data, serta menemukan hasil yang dapat dibaca dan dapat diinterpretasikan. Berikut ini adalah metode analisis data yang dilakukan pada penelitian ini : 1. Metode bersifat kuantitatif yaitu dengan menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis
univariat
dilakukan
untuk
mengetahui
gambaran
karakteristik responden dan gambaran dari masing-masing variabel penelitian (variabel bebas yaitu kesesuaian pengetahuan, keterampilan, dan sikap dan variabel terikat yaitu kinerja pegawai), disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisis deskriptif
67
dimaksudkan untuk mengetahui sebaran (distribusi) dari frekuensi jawaban
responden
terhadap
kuesioner
yang
telah
diisi
dan
kecenderungannya. Sedangkan analisis bivariat yang dilakukan adalah uji korelasi yang merupakan analisis untuk mengukur bagaimana pengaruh antara variabel bebas (kesesuaian penempatan kerja) dengan variabel terikat (kinerja pegawai). Analisis bivariat dilakukan dengan menganalisis rata-rata skor setiap variabel independen (pengetahuan, keterampilan, sikap) dengan rata-rata skor variabel dependen (kinerja pegawai) sehingga didapatkan nilai Pvalue dan nilai koefisien korelasi (r). Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen dan seberapa besar pengaruhnya dengan tingkat kepercayaan 95 % dan tingkat kesalahan 5 % (Sugiono, 2001). Berikut adalah rumus perhitungan besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen:
r=
Dimana: r = koefisien korelasi n = jumlah subyek penelitian XY = jumlah hasil perkalian antara variabel x dengan variabel y x = jumlah nilai setiap item y = jumlah nilai konstan
68
Nilai korelasi berkisar antara 0 s.d 1 dan jika disertai arah maka nilainya berkisar antara -1 s.d +1. Nilai r dapat diinterprestasikan sebagai berikut, yaitu: r = 0 : tidak ada hubungan linear r = -1 : hubungan linear negatif sempurna r = +1 : hubungan linear positif sempurna Menurut Colton dalam Amran (2012), kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat dibagi dalam 4 area, yaitu: r = 0 – 0,25 : tidak ada hubungan/hubungan lemah r = 0,26 – 0,50 : hubungan sedang r = 0,51 – 0,75 : hubungan kuat r = 0,76 – 1 : hubungan sangat kuat 2. Metode analisis data kualitatif Secara kualitatif maksudnya peneliti menganalisa data berdasarkan informasi yang diperoleh dari wawancara mendalam dan digunakan untuk mempertajam hasil dan pembahasan terkait dengan pengaruh kesesuaian penempatan kerja terhadap kinerja pegawai. Teknik analisis data wawancara mendalam yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif yang mengikuti konsep dari Miles dan Hubermen (2007). Aktivitas dalam analisis meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) serta penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing / verification).
69
Reduksi data dalam penelitian ini merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil. Dalam kegiatan reduksi data, peneliti melakukan penyeleksian terhadap apa saja data yang dibutuhkan dan terkait dengan penelitian ini dan apa saja data yang tidak dibutuhkan yang tidak sesuai dengan penelitian sehingga data tersebut dapat diringkas untuk dianalisis dan dikelompokkan nantinya. Selanjutnya, data-data
yang
dibutuhkan
akan
dianalisis
lebih
lanjut
dan
dikelompokkan sesuai dengan variabel, kerangka konsep, dan tujuan penelitian. Setelah data dikelompokkan, maka kegiatan selanjutnya adalah melakukan penyajian data dalam bentuk teks naratif dengan mendeskripsikan data dari informan serta menyajikan kalimat kutipan dari informan. Setelah itu, peneliti membuat kesimpulan berdasarkan hasil yang didapatkan dari wawancara mendalam. Kesimpulankesimpulan itu juga diverifikasi selama penelitian berlangsung, dengan cara berfikir ulang selama penulisan, meninjau ulang catatan lapangan, serta melakukan upaya-upaya untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain.
4.7 Penyajian Data Penyajian data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu penyajian data kuantitatif dan penyajian data kualitatif. Data kuantitatif yang telah
70
dikumpulkan melalui penyebaran kuisioner dan diolah dengan menggunakan program aplikasi pengolah data, data tersebut kemudian disajikan dalam bentuk tabel. Sedangkan untuk data kualitatif disajikan dalam bentuk teks narasi dengan mendeskripsikan data dari informan serta menyajikan kalimat kutipan dari informan. Berikut ini adalah cara penyajian data berdasarkan data yang akan digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.5 Cara Penyajian Data No.
Data
Cara Penyajian Data
1.
Jenis Kelamin
Tabel
2.
Masa Kerja
Tabel
3.
Tingkat Pendidikan Terakhir
Tabel
4.
Gambaran Kesesuaian
Tabel
Pengetahuan 5.
Gambaran Kesesuaian
Tabel
Keterampilan 6.
Gambaran Kesesuaian Sikap
Tabel
7.
Gambaran Kinerja
Tabel
8.
Hubungan Kesesuaian
Tabel
Pengetahuan dengan Kinerja 9.
Hubungan Kesesuaian
Tabel
Keterampilan dengan Kinerja
71
No.
Data
10.
Hubungan Kesesuaian Sikap
Cara Penyajian Data
Tabel
dengan Kinerja 11.
Data kualitatif
Narasi dengan deskripsi data dan kalimat kutipan
72
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA dipimpin oleh Direktur Jenderal. Berdasarkan Peraturan Menteri 1144/MENKES/PER/VIII/2010
Kesehatan Republik
tentang
Organisasi
Indonesia
dan
Tata
No. Kerja
Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA mempunyai tugas untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan gizi dan KIA. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA menyelenggarakan fungsi : a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan gizi dan KIA b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan gizi dan KIA c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan gizi dan kesehatan ibu dan anak d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan gizi dan kesehatan ibu dan anak e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
73
Dalam melaksanakan tugas dan fungisnya, maka sesuai dengan PERMENKES tersebut, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA didukung oleh organisasi dengan tugas pembinaan unit pelaksana teknis. Struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kia adalah sebagai berikut : 1. Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA 2. Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan seluruh pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan
Direktorat
Jenderal.
Dalam
melaksanakan
tugas,
Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran. b. Pengelolaan data dan informasi c. Penyiapan
urusan
hukum,
penataan
organisasi,
jabatan
fungsional, dan hubungan masyarakat d. Pengelolaan urusan keuangan e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan f. Evaluasi dan penyusunan laporan Dalam melaksanakan tugas dan fungisnya, Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA didukung oleh bagian dan unit dalam operasional organisasi. Unit bagian di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA terdiri dari:
74
-
Bagian program dan informasi
-
Bagian hukum, organisasi, dan hubungan masyarakat
-
Bagian keuangan
-
Bagian kepegawaian dan umum, dan
-
Kelompok jabatan fungsional
3. Direktorat Bina Kesehatan Ibu Direktorat Bina Kesehatan Ibu mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
bina kesehatan ibu. Dalam
melaksanakan tugas dan fungisnya, Direktorat Bina Kesehatan Ibu didukung oleh unit-unit
pelaksana teknis
dalam operasional
organisasinya. Unit bagian di Direktorat Bina Kesehatan Ibu terdiri dari: -
Subdirektorat bina kesehatan ibu hamil
-
Subdirektorat bina kesehatan ibu bersalin dan nifas
-
Subdirektorat bina kesehatan maternal dengan pencegahan komplikasi
-
Subdirektorat bina keluarga berencana
-
Subdirektorat bina perlindungan kesehatan reproduksi
-
Subbagian tata usaha
-
Kelompok jabatan fungsional
75
4. Direktorat Bina Kesehatan Anak Direktorat Bina Kesehatan Anak mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang bina kesehatan anak. Dalam melaksanakan tugas dan fungisnya, Direktorat Bina Kesehatan Anak didukung oleh unitunit pelaksana teknis dalam operasional organisasi. Unit bagian di Direktorat Bina Kesehatan Anak terdiri dari: -
Subdirektorat bina kelangsungan hidup bayi
-
Subdirektorat bina kelangsungan hidup anak balita dan pra sekolah
-
Subdirektorat bina kewaspadaan penanganan balita beresiko
-
Subdirektorat bina kualitas hidup anak usia sekolah dan remaja
-
Subdirektorat bina perlindungan kesehatan anak
-
Subbagian tata usaha
-
Kelompok jabatan fungsional
5. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternative, dan Komplementer Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternative, Dan Komplementer mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan criteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
76
evaluasi di bidang bina pelayanan kesehatan tradisional, alternative, dan komplementer. Dalam melaksanakan tugas dan fungisnya, Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternative, dan Komplementer didukung oleh unit-unit pelaksana teknis dalam operasional organisasi. Unit bagian di Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternative, dan Komplementer terdiri dari: -
Subdirektorat bina pelayanan kesehatan tradisional keterampilan
-
Subdirektorat bina pelayanan kesehatan tradisional ramuan
-
Subdirektorat
bina
pelayanan
kesehatan
alternative
dan
komplementer -
Subdirektorat bina penapisan dan kemitraan
-
Subbagian tata usaha
-
Kelompok jabatan fungsional
6. Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga Direktorat Bina Kesehatan Kerja Dan Olahraga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan criteria, serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang bina kesehatan kerja dan olahraga. Dalam melaksanakan tugas dan fungisnya, Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga didukung oleh unit-unit pelaksana teknis dalam operasional organisasi. Unit bagian di Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga terdiri dari:
77
-
Subdirektorat bina pelayanan kesehatan kerja
-
Subdirektorat bina kapasitas kerja
-
Subdirektorat bina lingkungan kerja
-
Subdirektorat bina kemitraan kesehatan kerja
-
Subdirektorat bina kesehatan perkotaan dan olahraga
-
Subbagian tata usaha
-
Kelompok jabatan fungsional
5.2. Karakteristik Responden 5.2.1 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan hasil analisis univariat terhadap karakteristik responden, berikut adalah gambaran responden berdasarkan jenis kelamin pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI: Tabel 5.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Tahun 2014 No
Jenis
Total
Persentase
Kelamin
Responden
1
Laki-laki
35
42
2
Perempuan
49
58
Total
84
100
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa responden yang terbanyak adalah responden dengan jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 49 orang (58%) dibandingkan laki-laki yang jumlahnya hanya sebanyak 35 orang (42%).
78
5.2.2 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja Berdasarkan hasil analisis univariat terhadap karakteristik responden, berikut adalah gambaran responden berdasarkan masa kerja pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI:
Tabel 5.2 Gambaran Responden Berdasarkan Masa Kerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Tahun 2014 No
Masa Kerja
Total
Persentase
Responden 1
1-10 tahun
36
43
2
11-20 tahun
5
6
3
21- 30 tahun
28
33
4
31- 40 tahun
14
17
5
> 40 tahun
1
1
Total
84
100
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa responden yang terbanyak adalah responden dengan masa kerja 1-10 tahun yaitu sebanyak 36 orang (43%).
5.2.3 Gambaran
Karakteristik
Responden
Berdasarkan
Tingkat
Pendidikan Berdasarkan hasil analisis univariat terhadap karakteristik responden, berikut adalah gambaran responden berdasarkan tingkat pendidikan pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI:
79
Tabel 5.3 Gambaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Tahun 2014 No
Tingkat
Total
Persentase
Pendidikan
Responden
1
SMA
20
24
2
D3
7
8
3
S1
41
49
4
S2
16
19
Total
84
100
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa responden yang terbanyak adalah responden dengan latar belakang tingkat pendidikan S1 yaitu sebanyak 41 orang (49%).
5.3. Gambaran Kesesuaian Pengetahuan Pegawai Dalam Penempatan Kerja Berdasarkan hasil analisis univariat mengenai gambaran kesesuaian pengetahuan pegawai, berikut adalah tingkat jawaban responden terhadap gambaran kesesuaian pengetahuan dalam penempatan kerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI:
80
Tabel 5.4 Gambaran Kesesuaian Pengetahuan Dalam Penempatan Kerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014 Tingkat Jawaban Responden Variabel
Sangat
Sesuai
Sesuai
Rata-
Kurang
Tidak
Rata
Sesuai
Sesuai
Skor
n
%
n
%
n
%
n
%
99
14,7
436
64,9
112
16,7
25
3,7
Kesesuaian 2,9
Pengetahuan
Berdasarkan tabel 5.4 diatas, dapat diketahui bahwa rata-rata skor tingkat kesetujuan responden terhadap seluruh item pertanyaan untuk variabel kesesuaian pengetahuan adalah sebesar 2,9. Angka ini mendekati angka 3,00 (skor untuk pilihan jawaban cocok/setuju/sesuai), yang menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI menyatakan setuju terhadap seluruh item pertanyaan yang berkaitan dengan kesesuaian pengetahuan yang mereka miliki dalam penempatan kerja mereka. Hasil ini mengindikasikan bahwa sebagian besar pegawai instansi tersebut memiliki persepsi bahwa penempatan kerja mereka sudah sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki. Namun demikian, masih banyak diantara pegawai yang merasakan adanya ketidaksesuaian antara pengetahuan yang
81
mereka miliki dengan penempatan kerja mereka yaitu sebesar 20,4% pegawai. Hasil analisis data kuantitatif tersebut, sesuai dengan hasil wawancara mendalam kepada seluruh Kepala Bagian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI mengenai kondisi penempatan pegawai saat ini. Seluruh informan mengatakan bahwa saat ini meskipun sebagian besar pegawai memang penempatannya sudah sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki, namun masih ada juga penempatan pegawai yang belum sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki. Berikut adalah kutipan langsung dari para informan: Informan 1: “Penempatan pegawai saat ini belum seluruhnya sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka....” Informan 2 : “...... Untuk kondisi penempatan sekarang sudah sesuai apa belum, ya bisa dibilang iya bisa juga tidak....” Informan 3 : “Seperti pada umumnya di PNS, kadang formasi yang kita minta dengan formasi yang datang/yang diberikan tidak selalu match. Misalnya di keuangan itu harus banyak tenaga akutansi, ekonomi, tenaga yang memiliki paling tidak keterampilan-keterampilan dalam keuangan, itu standarnya masih belum terpenuhi semua......” Informan 4 : “Ada yang sudah sesuai..... Kira-kira penempatan yang sudah sesuai itu 50-75% lah”
82
Beberapa informan juga memberikan contoh mengenai masih adanya kondisi penempatan pegawai saat ini yang belum sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki. Berikut adalah kutipan informan tersebut: Informan Kabag 1 : “Contoh di ropeg (biro kepegawaian), di ropeg kan harusnya dari administrasi tapi penempatan disana banyak yang dari medis (dokter dan sebagainya), artinya kompetensinya ngga cocok, dan itu banyak di beberapa tempat juga ada. Disini sendiri juga demikian, hanya subbag hukum saja yang backgroundnya hukum, lalu diorganisasi bukan dari ilmu pemerintahan, ada yang dari kesehatan masyarakat, dokter gigi. Kemudian humas, yang pendidikan kehumasan itu dikit, sebagian besar ya dari sarjana umum dan sarjana kesehatan juga ada” Informan 2 : “Contoh misalnya adalah salah satu pegawai yang berasal dari teknik perminyakan, namun karena kita membutuhkan orang yang mengerti komputer, dan orang tersebut memiliki skill/kemampuan dalam komputer, maka ia bisa menyesuaikan diri dengan pekerjaannya dan dapat sukses menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya dengan baik” Beberapa informan menyatakan bahwa sebenarnya untuk mengatasi ketidaksesuaian pengetahuan atau
latar
belakang pendidikan dalam
penempatan pegawai dapat dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pegawai tersebut. Dengan hal tersebut, maka pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki pegawai dapat meningkat dan
83
dapat mendukungnya untuk berkinerja secara optimal. Berikut adalah kutipan dari informan tersebut : Informan 2 : “Pekerjaan yang ada di sekditjen ini adalah pekerjaan administrasi kantor, dimana jika pekerjaan administrasi manajemen seperti ini, pegawai masih bisa di manajemen/diberikan pelatihan untuk dapat mengerjakan pekerjaanya dengan baik...” Informan 3 : “........kita mengatasinya dengan memberikan tambahan pelatihan
untuk
keterampilan,
mesikpun
kuota
pelatihan
yang
diselenggarakan depkeu terbatas, namun kita juga punya anggaran khusus untuk mengirim SDM untuk mengikuti pelatihan..... So far yang sudah ikut belajar/pelatihan, bisa saling menularkan ilmunya kepada yang lain, saya membuat kelompok belajar untuk bisa sharing ilmu” Informan 4 : “Pegawai yang dari latar belakang pendidikan kesehatan atau lainnya kita latih terus menerus untuk dapat mengerjakan tugasnya dengan baik. Bukan pelatihan resmi, namun kita latih sehari-hari dan mereka akan mampu mengerjakan karena kebiasaan” Kebijakan
instansi
dalam
penempatan
pegawai
juga
akan
mempengaruhi kualitas kinerja dari para pegawai. Dalam hal ini, ada dua informan Kepala Bagian yang pekerjaannya berkaitan dengan masalah kepegawaian di Ditjen Bina Gizi dan KIA. Salah satu informan mengatakan bahwa kebijakan penempatan pegawai di instansinya selama ini belum memperhatikan masalah kesesuaian pengetahuan dan latar belakang
84
pendidikan dalam penempatan pegawai. Informan lainnya mengatakan bahwa kebijakan instansi saat ini sedang berusaha menuju sistem penempatan pegawai yang lebih baik dengan adanya reformasi birokrasi. Berikut adalah kutipan langsung dari informan tersebut: Informan 1: “Jika disinggung dari segi kompetensi, penempatan saat ini saya kira kurang begitu proporsional, harusnya kompetensi pada bidangnya kan harusnya tepat sesuai dengan pendidikan, golongan dan jabatannya. Terutama pada pendidikan yang biasanya diabaikan, cenderung melihat pada kinerja individu bukan pada pendidikannya, sehingga dalam mengerjakan sesuatu itu mereka harus belajar kembali meskipun pada akhirnya ia pun bisa mengerjakannya, tapi tidak akan bisa maksimal kalau backgroundnya ngga sesuai. Artinya menempatkan itu dari background yang cocok itu tidak, menempatkan itu selama ini dilihat dari orang yang bisa mengerjakan itu dia mau dan mampu, jadi bukan karna pendidikannya, artinya jika dia mampu maka ia ditempatkan di bagian itu.....” Informan 2 : “............Untuk saat ini, penempatan sudah mulai terstruktur karena didukung dengan sistem perencanaan kebutuhan pegawai yang sudah baik. Dengan adanya reformasi birokrasi ini, perencanaan kebutuhan disesuaikan dengan analisis beban kerja dan analisis jabatan yang benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan masingmasing instansi. Jadi, dengan adanya reformasi birokrasi ini, penempatan
85
pegawai
akan
lebih
sesuai
dengan
kebutuhan
instansi
dan
kemampuan/kompetensi pegawai” Berdasarkan analisis data kuantitatif maupun kualitatif, dapat diketahui bahwa kondisi penempatan pegawai saat ini memang masih ada yang belum sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengetahuan yang mereka miliki. Namun dengan adanya reformasi birokrasi saat ini, maka kebijakan instansi sedang berusaha untuk menuju sistem penempatan yang lebih baik dengan adanya perencanaan kebutuhan yang berdasarkan analisis beban kerja dan analisis jabatan yang sesuai dengan kebutuhan instansi. Untuk melakukan pengadaan pegawai, maka perencanaan akan disesuaikan dengan uraian jabatan dan persyaratan jabatan agar nantinya penempatan pegawai juga akan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh pegawai.
5.4. Gambaran Kesesuaian Keterampilan Pegawai Dalam Penempatan Kerja Berdasarkan hasil analisis univariat mengenai gambaran kesesuaian keterampilan pegawai, berikut adalah tingkat jawaban responden terhadap gambaran kesesuaian keterampilan dalam penempatan kerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI:
86
Tabel 5.5 Gambaran Kesesuaian Keterampilan Dalam Penempatan Kerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014 Tingkat Jawaban Responden Variabel
Sangat
Sesuai
Sesuai
Rata-
Kurang
Tidak
Rata
Sesuai
Sesuai
Skor
n
%
n
%
n
%
n
%
121
18
496
73,8
52
7,7
3
0,5
Kesesuaian 3,09
Keterampilan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa rata-rata skor tingkat kesetujuan responden terhadap seluruh item pertanyaan untuk variabel kesesuaian keterampilan adalah sebesar 3,09. Angka ini lebih besar dari dan mendekati angka 3,00 (skor untuk pilihan jawaban cocok/setuju/sesuai), yang menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI menyatakan setuju terhadap seluruh item pertanyaan yang berkaitan dengan kesesuaian keterampilan yang mereka miliki dalam penempatan kerja mereka. Hasil ini mengindikasikan bahwa sebagian besar pegawai instansi tersebut memiliki persepsi bahwa penempatan kerja mereka sudah sesuai dengan keterampilan yang mereka miliki. Namun demikian, masih banyak diantara pegawai yang merasakan adanya ketidaksesuaian antara keterampilan yang mereka miliki dengan penempatan kerja mereka yaitu sebesar 8,2% pegawai.
87
Hasil analisis data kuantitatif tersebut, sesuai dengan hasil wawancara mendalam kepada seluruh Kepala Bagian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI mengenai kondisi penempatan pegawai saat ini. Seluruh informan mengatakan bahwa saat ini meskipun sebagian besar pegawai memang penempatannya sudah sesuai dengan keterampilan yang mereka miliki, namun masih ada juga penempatan pegawai yang belum sesuai dengan keterampilan yang mereka miliki. Berikut adalah kutipan langsung dari para informan: Informan 1 : “Penempatan pegawai saat ini belum seluruhnya sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka....” Informan 2 : “...... Untuk kondisi penempatan sekarang sudah sesuai apa belum, ya bisa dibilang iya bisa juga tidak....” Informan 3 : “Seperti pada umumnya di PNS, kadang formasi yang kita minta dengan formasi yang datang/yang diberikan tidak selalu match. Misalnya di keuangan itu harus banyak tenaga akutansi, ekonomi, tenaga yang memiliki paling tidak keterampilan-keterampilan dalam keuangan, itu standarnya masih belum terpenuhi semua......” Informan 4 : “Ada yang sudah sesuai..... Kira-kira penempatan yang sudah sesuai itu 50-75% lah” Beberapa informan juga memberikan contoh mengenai masih adanya kondisi penempatan pegawai saat ini yang belum sesuai dengan keterampilan yang mereka miliki. Berikut adalah kutipan informan tersebut:
88
Informan 1 : “Contoh di ropeg (biro kepegawaian), di ropeg kan harusnya dari administrasi tapi penempatan disana banyak yang dari medis (dokter dan sebagainya), artinya kompetensinya ngga cocok, dan itu banyak di beberapa tempat juga ada. Disini sendiri juga demikian, hanya subbag hukum saja yang backgroundnya hukum, lalu diorganisasi bukan dari ilmu pemerintahan, ada yang dari kesehatan masyarakat, dokter gigi. Kemudian humas, yang pendidikan kehumasan itu dikit, sebagian besar ya dari sarjana umum dan sarjana kesehatan juga ada” Informan 2 : “Contoh misalnya adalah salah satu pegawai yang berasal dari teknik perminyakan, namun karena kita membutuhkan orang yang mengerti komputer, dan orang tersebut memiliki skill/kemampuan dalam komputer, maka ia bisa menyesuaikan diri dengan pekerjaannya dan dapat sukses menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya dengan baik....” Kebijakan
instansi
dalam
penempatan
pegawai
juga
akan
mempengaruhi kualitas kinerja dari para pegawai. Dalam hal ini, ada dua informan Kepala Bagian yang pekerjaannya berkaitan dengan masalah kepegawaian di Ditjen Bina Gizi dan KIA. Salah satu informan mengatakan bahwa kebijakan penempatan pegawai di instansinya selama ini belum memperhatikan masalah kesesuaian kompetensi yang dimiliki pegawai. Informan lainnya mengatakan bahwa kebijakan instansi saat ini sedang berusaha menuju sistem penempatan pegawai yang lebih baik dengan adanya reformasi birokrasi. Berikut adalah kutipan langsung dari informan tersebut:
89
Informan 1: “Jika disinggung dari segi kompetensi, penempatan saat ini saya kira kurang begitu proporsional, harusnya kompetensi pada bidangnya kan harusnya tepat sesuai dengan pendidikan, golongan dan jabatannya. Terutama pada pendidikan yang biasanya diabaikan, cenderung melihat pada kinerja individu bukan pada pendidikannya, sehingga dalam mengerjakan sesuatu itu mereka harus belajar kembali meskipun pada akhirnya ia pun bisa mengerjakannya, tapi tidak akan bisa maksimal kalau backgroundnya ngga sesuai. Artinya menempatkan itu dari background yang cocok itu tidak, menempatkan itu selama ini dilihat dari orang yang bisa mengerjakan itu dia mau dan mampu, jadi bukan karna pendidikannya, artinya jika dia mampu maka ia ditempatkan di bagian itu.....” Informan 2 : “............Untuk saat ini, penempatan sudah mulai terstruktur karena didukung dengan sistem perencanaan kebutuhan pegawai yang sudah baik. Dengan adanya reformasi birokrasi ini, perencanaan kebutuhan disesuaikan dengan analisis beban kerja dan analisis jabatan yang benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan masingmasing instansi. Jadi, dengan adanya reformasi birokrasi ini, penempatan pegawai
akan
lebih
sesuai
dengan
kebutuhan
instansi
dan
kemampuan/kompetensi pegawai” Berdasarkan analisis data kuantitatif maupun kualitatif, dapat diketahui bahwa kondisi penempatan pegawai saat ini memang masih ada yang belum sesuai dengan kompetensi yang mereka miliki. Namun dengan adanya 90
reformasi birokrasi saat ini, maka kebijakan instansi sedang berusaha untuk menuju sistem penempatan yang lebih baik dengan adanya perencanaan kebutuhan yang berdasarkan analisis beban kerja dan analisis jabatan yang sesuai dengan kebutuhan instansi. Untuk melakukan pengadaan pegawai, maka perencanaan akan disesuaikan dengan uraian jabatan dan persyaratan jabatan agar nantinya penempatan pegawai juga akan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh pegawai.
5.5. Gambaran Kesesuaian Sikap Pegawai Dalam Penempatan Kerja Berdasarkan hasil analisis univariat mengenai gambaran kesesuaian sikap pegawai, berikut adalah tingkat jawaban responden terhadap gambaran kesesuaian sikap pegawai dalam penempatan kerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI: Tabel 5.6 Gambaran Kesesuaian Sikap Dalam Penempatan Kerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014 Tingkat Jawaban Responden Variabel
Sangat
Sesuai
Sesuai
Rata-
Kurang
Tidak
Rata
Sesuai
Sesuai
Skor
n
%
n
%
n
%
n
%
124
19
478
71
62
9
8
1
Kesesuaian 3,06
Sikap
91
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa rata-rata skor tingkat kesetujuan responden terhadap seluruh item pertanyaan untuk variabel kesesuaian sikap adalah sebesar 3,06. Angka ini lebih besar dari dan mendekati angka 3,00 (skor untuk pilihan jawaban cocok/setuju/sesuai), yang menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI menyatakan setuju terhadap seluruh item pertanyaan yang berkaitan dengan kesesuaian sikap dalam penempatan kerja mereka. Hasil ini mengindikasikan bahwa sebagian besar pegawai instansi tersebut memiliki persepsi bahwa penempatan kerja mereka sudah sesuai dengan sikap kerja mereka. Namun demikian, masih banyak diantara pegawai yang merasakan adanya ketidaksesuaian antara sikap kerja dengan penempatan kerja mereka yaitu sebesar 10%.
5.6. Gambaran Kinerja Pegawai Berdasarkan hasil analisis univariat mengenai gambaran kinerja pegawai, dapat diketahui bahwa tingkat jawaban responden mengenai kinerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI adalah sebagai berikut :
92
Tabel 5.7 Gambaran Kinerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014 Tingkat Jawaban Responden Variabel
Sangat
Sesuai
Sesuai
Kuantitas hasil
Rata-
Kurang
Tidak
Sesuai
Sesuai
n
%
n
%
n
%
n
%
9
10,7
62
73,8
11
13,1
2
2,4
9
10,7
64
76,1
10
12
1
1,2
12
14,3
54
64,3
18
21,4
0
0
66
16
300
71
51
12
3
1
Rata Skor
kerja Kualitas hasil kerja Ketepatan waktu
3,0
penyelesaian pekerjaan Gambaran Kinerja Pegawai
Berdasarkan tabel 5.7 diatas, dapat diketahui bahwa rata-rata skor tingkat kesetujuan responden terhadap seluruh item pertanyaan untuk variabel kinerja pegawai adalah sebesar 3,0. Angka ini lebih besar dari dan mendekati angka 3,00 (skor untuk pilihan jawaban cocok/setuju/sesuai), yang menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI menyatakan setuju terhadap seluruh item pertanyaan yang berkaitan dengan kesesuaian kinerja mereka dengan target/standar kerja yang direncanakan. Hasil ini mengindikasikan bahwa sebagian besar pegawai instansi tersebut memiliki persepsi bahwa kinerja mereka sudah sesuai
93
dengan target/standar kerja yang direncanakan. Namun demikian, masih banyak diantara pegawai yang merasakan adanya ketidaksesuaian kinerja yang mereka lakukan dengan target/standar kerja yang direncanakan yaitu sebesar 13% pegawai. Hasil analisis data kuantitatif tersebut, sesuai dengan hasil wawancara mendalam kepada seluruh Kepala Bagian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI mengenai kondisi kinerja pegawai saat ini. Sebagian besar informan mengatakan bahwa saat ini sebagian besar kinerja pegawai di bagiannya telah memiliki kinerja yang secara umum sudah cukup baik dan sesuai dengan yang direncanakan/target berdasarkan dari aspek kuantitas dan kualitas hasil kerjanya. Berikut adalah kutipan langsung dari beberapa informan: Informan 1 : “Saat ini yang dikerjakan sudah sesuai dengan rencana, kinerja yang ditargetkan sudah sesuai rel......” Informan 2 : “Secara keseluruhan sudah cukup baik dan sudah sesuai target karena adanya sistem SKP, apalagi kan dalam penyelesaian produk-produk yang kita hasilkan juga sudah disertifikasi ISO, jadi untuk kualitas kerja dan kuantitas hasil kerja sudah cukup baik” Informan 3 : “Secara umum sudah baik, baik dari segi kualitas dan kuantitas hasil kerja. Di bagian keuangan itu sendiri juga dikelilingi oleh banyak peraturan yang menetapkan sanksi/ teguran maupun denda, hal tersebut itu bagus untuk memacu kinerja pegawai untuk dapat selalu sesuai
94
dengan target/perencanaan dan dapat termotivasi untuk selalu berusaha memenuhi ketentuan yang ada” Namun adapula informan yang mengatakan bahwa kinerja pegawai di bagiannya memiliki kinerja yang beragam, ada yang sudah cukup baik dan ada yang belum baik. Namun untuk kuantitas dan kualitas hasil kerjanya sudah cukup sesuai dengan yang direncanakan/target. Berikut adalah kutipan langsung dari informan tersebut: Informan 4 : “Kinerja pegawainya ada yang bagus, ada yang rajin, namun ada juga yang kurang bagus, ada yang harus dikejar-kejar dulu baru mengerjakan tugasnya, namun adapula yang sudah mengetahui tanggung jawabnya untuk mengerjakan tugasnya, jadi bisa dikatakan setiap pegawai memiliki kinerja yang berbeda. Untuk kinerja dalam aspek kuantitas dan kualitasnya pada setiap pelaporan biasanya sudah cukup sesuai” Selain aspek kuantitas dan kualitas hasil kerja, kinerja juga diukur dari aspek ketepatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan. Beberapa informan mengatakan bahwa kinerja pegawai di bagiannya telah memiliki kinerja yang secara umum sudah cukup baik dan sesuai dengan yang direncanakan/target berdasarkan dari aspek ketepatan waktu dalam penyelesaian tugas. Berikut adalah kutipan langsung dari beberapa informan: Informan 2 : “.......Untuk ketepatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan secara umum sudah cukup baik, namun ada juga beberapa yang
95
mungkin mengalami hambatan jadi belum sesuai deadline. Namun dengan adanya ISO ya pelayanan sudah cukup meningkat, darisitu bisa kita liat sudah cukup baik. .......” Informan 3 : “Secara umum sudah baik, dari segi ketepatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan. Di bagian keuangan itu sendiri juga dikelilingi oleh banyak peraturan yang menetapkan sanksi/ teguran maupun denda, hal tersebut itu bagus untuk memacu kinerja pegawai untuk dapat selalu sesuai dengan target/perencanaan dan dapat termotivasi untuk selalu berusaha memenuhi ketentuan yang ada” Namun adapula informan yang mengatakan bahwa kinerja pegawai di bagiannya memiliki kinerja yang beragam, ada yang sudah cukup baik dan ada yang belum baik. Namun untuk aspek ketepatan waktu dalam penyelesaian
pekerjaannya
sudah
cukup
sesuai
dengan
yang
direncanakan/target. Berikut adalah kutipan langsung dari informan tersebut: Informan 4 : “Kinerja pegawainya ada yang bagus, ada yang rajin, namun ada juga yang kurang bagus, ada yang harus dikejar-kejar dulu baru mengerjakan tugasnya, namun adapula yang sudah mengetahui tanggung jawabnya untuk mengerjakan tugasnya, jadi bisa dikatakan setiap pegawai memiliki kinerja yang berbeda. Untuk kinerja dalam aspek ketepatan waktu, kalau kami sudah punya sequence waktu jadi apabila ada deadlinenya kami pasti tepat waktu”
96
Informan 1 : “Relatif, ada juga yang molor, mangkir dan banyak juga yang tepat waktu. Secara umum, mungkin kurang lebih 25 % itu kurang tepat waktu, 25% sedang, dan 50% sudah tepat waktu. Jadi masih ada yang belum tepat waktu artinya mangkir..........” Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif dan kualitatif, dapat diketahui bahwa sebagian besar pegawai telah memiliki kinerja yang baik meskipun masih ada juga pegawai yang memiliki kinerja yang kurang sesuai dengan yang diharapkan instansi.
5.7. Pengaruh Kesesuaian Pengetahuan Dalam Penempatan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai
Untuk mengetahui pengaruh antara kesesuaian pengetahuan dalam penempatan kerja terhadap kinerja pegawai, maka proses analisis data yang digunakan adalah dengan perhitungan uji korelasi. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa kesesuaian pengetahuan berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi dan nilai Pvalue variabel seperti terlihat pada tabel berikut ini.
97
Tabel 5.8 Hasil Analisis Uji Korelasi Kesesuaian Pengetahuan Dengan Kinerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014 Variabel
Koefisien Korelasi
Pvalue
(r) Kesesuaian 0,672
0,000
Pengetahuan
Berdasarkan tabel 5.8 tersebut, dapat diketahui bahwa pengaruh kesesuaian pengetahuan dalam penempatan kerja terhadap kinerja pegawai menunjukan hubungan yang kuat (r = 0,672) dan berpola positif artinya jika kesesuaian pengetahuan mengalami peningkatan sebesar 1%, maka kinerja karyawan juga akan mengalami peningkatan sebesar 67,2%. Hasil uji statistik menunjukan nilai probabilitas sebesar 0,000 artinya terdapat hubungan yang signifikan antara kesesuaian pengetahuan dalam penempatan kerja dengan kinerja pegawai. Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif, diketahui bahwa sebagian besar pegawai memiliki persepsi bahwa penempatannya sudah sesuai dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka. Selain itu, sebagian besar pegawai juga telah memiliki kinerja yang baik. Adanya pengaruh yang kuat dan signifikan antara kesesuaian penempatan dengan kinerja berdasarkan dari hasil pengolahan data kuantitatif tersebut telah sesuai dengan hasil wawancara mendalam kepada seluruh Kepala Bagian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Sebagian besar dari mereka
98
mengatakan bahwa selama ini belum ada kinerja buruk dari pegawai yang disebabkan karena ketidaksesuaian penempatannya, namun ada juga Kepala Bagian yang mengatakan bahwa ada juga dampak buruk dari kinerja pegawainya karena ketidaksesuaian penempatan kerja mereka dengan kompetensi yang mereka miliki. Beberapa informan mengatakan bahwa kinerja pegawai di bagiannya telah memiliki kinerja yang secara umum sudah cukup baik dan sesuai dengan yang direncanakan/target dan tidak ada kinerja buruk yang disebabkan karena ketidaksesuaian penempatan kerja pegawai tersebut. Berikut adalah kutipan langsung dari beberapa informan: Informan 2 : “Sejauh ini, tidak ada. Hal tersebut karena dalam menyelesaikan pekerjaan administrasi/manajemen seperti ini, pegawai masih bisa diberikan pendidikan dan pelatihan terkait dengan pekerjaannya sehingga ia dapat memiliki skill dan keterampilan yang sesuai dengan pekerjaannya dan dapat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya secara baik” Informan 3 : “Sejauh ini tidak, .... Kinerja berkaitan dengan keterampilan, jika ada pelatihan meskipun backgroundnya tidak sesuai tapi mereka punya willingness atau kemauan untuk belajar bidang lain yang memang menjadi tugasnya. Hambatan lebih kepada karakter individual, kalo backgroundnya apa saja, jika dia mampu maka akan cepat memahami dan cepat belajar. Kemampuan bisa dilatih tapi masalah karakter individu itu harus ada revolusi mental pendidikan moral”
99
Namun adapula informan yang mengatakan bahwa ada dampak dari ketidaksesuaian penempatan terhadap kinerja buruk pegawai di bagiannya. Berikut adalah kutipan langsung dari informan tersebut: Informan 4 : “Ada aja satu dua orang. Ada yang kerja ogah-ogahan, ada yang tidak tepat waktu, pekerjaannya terbengkalai, kalau tidak dikejarkejar” Berdasarkan hasil pengolahan data kuntitatif, dapat diketahui bahwa kesesuaian penempatan kerja akan mempengaruhi kinerja pegawai. Namun, adapula faktor-faktor lain yang akan mempengaruhi kinerja pegawai selain dari faktor kesesuaian penempatan kerja. Beberapa informan mengatakan bahwa faktor lain yang mungkin akan mempengaruhi kinerja pegawai adalah faktor kesejahteraan pegawai atau sistem reward seperti tunjangan kinerja maupun penghargaan. Berikut adalah kutipan langsung dari para informan: Informan 1: “Kesejahteraan (tukin) adalah faktor utama. Gaji pns sedikit, sedangkan transport dan biaya hidupnya bisa langsung habis, dia hanya dapat tambahan dari meeting. Motivasi kerja seharusnya diarahkan kesitu, diberikan reward, siapa yang dapat banyak siapa yang dapat sedikit, artinya disesuaikan dengan kinerjanya (kontrak kerja). Penghargaan bukan hanya finansial tapi bisa berupa pujian, piagam penghargaan untuk yang bersangkutan, kesempatan untuk mengikuti kursus dan pendidikan yang lebih tinggi/lebih baik. Dengan demikian orang yang bekerja baik, juga
100
akan tetap baik dan orang yang tidak bekerja baik harus termotivasi supaya dapat jatah yang seperti itu” Selain itu, adapula pendapat informan bahwa faktor lain mempengaruhi kinerja adalah kemauan dari orang tersebut dan faktor kesadaran pegawai akan dampak dari pencapaian target kerja/penilaian SKP. Berikut adalah kutipan dari informan tersebut : Informan 4 : “Kemauan, kalau orang itu tidak punya niat, biarpun ia ditempatkan dimanapun akan begitu kinerjanya. ..... Mungkin karena rewardnya juga, misalnya pegawai harus tepat waktu kan pegawai butuh motivasi, ongkos yang dibutuhkan banyak sedangkan tukin segitu-gitu aja, bahkan tukin yang dijanjikan oleh pemerintah tidak tepat waktu, mungkin itu salah satu faktor yang mempengaruhi. Mungkin juga walaupun sudah ada penilaian kinerja pegawai dengan sistem SKP yang menjelaskan bahwa semuanya punya tugas, nampaknya belum pada paham saya tugasnya seperti ini, sehingga dia tidak mengerti bahwa kalau tidak tercapai, ini nantinya akan mempengaruhi penilaian kinerjanya di akhir tahun, jika tidak tercapai kan juga bisa mengurangi jumlah tukinnya” Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif, dapat diketahui bahwa kesesuaian penempatan kerja akan mempengaruhi kinerja pegawai. Namun berdasarkan hasil analisis data kualitatif, dapat diketahui bahwa selama ini memang belum ada dampak buruk kinerja pegawai yang disebabkan karena
101
ketidaksesuaian penempatan kerja. Hal tersebut dikarenakan ada beberapa faktor lain yang juga akan mempengaruhi kinerja pegawai.
5.8. Pengaruh Kesesuaian Keterampilan Kerja Dalam Penempatan Kerja Pegawai Terhadap Kinerja Pegawai
Untuk mengetahui pengaruh antara kesesuaian keterampilan dalam penempatan kerja terhadap kinerja pegawai, maka proses analisis data yang digunakan adalah dengan perhitungan uji korelasi. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa kesesuaian keterampilan berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasisi dan nilai Pvalue variabel seperti terlihat pada tabel berikut ini. Tabel 5.9 Hasil Analisis Uji Korelasi Kesesuaian Keterampilan Dengan Kinerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014 Variabel
Koefisien Korelasi
Pvalue
(r) Kesesuaian 0,636
0,000
Keterampilan
Berdasarkan tabel 5.9 tersebut, dapat diketahui bahwa pengaruh kesesuaian keterampilan dalam penempatan kerja terhadap kinerja pegawai menunjukan hubungan yang kuat (r = 0,636) dan berpola positif artinya jika
102
keterampilan mengalami peningkatan sebesar 1%, maka kinerja karyawan akan mengalami peningkatan sebesar 63,6%. Hasil uji statistik menunjukan nilai probabilitas sebesar 0,000 artinya terdapat hubungan yang signifikan antara kesesuaian keterampilan dalam penempatan kerja dengan kinerja pegawai. Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif, diketahui bahwa sebagian besar pegawai memiliki persepsi bahwa penempatannya sudah sesuai dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka. Selain itu, sebagian besar pegawai juga telah memiliki kinerja yang baik. Adanya pengaruh yang kuat dan signifikan antara kesesuaian penempatan dengan kinerja berdasarkan dari hasil pengolahan data kuantitatif tersebut telah sesuai dengan hasil wawancara mendalam kepada seluruh Kepala Bagian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa selama ini belum ada kinerja buruk dari pegawai yang disebabkan karena ketidaksesuaian penempatannya, namun ada juga Kepala Bagian yang mengatakan bahwa ada juga dampak buruk kinerja pegawainya karena ketidaksesuaian penempatan kerja mereka dengan kompetensi yang mereka miliki. Beberapa informan mengatakan bahwa kinerja pegawai di bagiannya telah memiliki kinerja yang secara umum sudah cukup baik dan sesuai dengan yang direncanakan/target dan tidak ada kinerja buruk yang disebabkan karena ketidaksesuaian penempatan kerja pegawai tersebut. Berikut adalah kutipan langsung dari beberapa informan:
103
Informan 1 : “Sejauh ini, tidak ada. Hal tersebut karena dalam menyelesaikan pekerjaan administrasi/manajemen seperti ini, pegawai masih bisa diberikan pendidikan dan pelatihan terkait dengan pekerjaannya sehingga ia dapat memiliki skill dan keterampilan yang sesuai dengan pekerjaannya dan dapat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya secara baik” Informan 3 : “Sejauh ini tidak, .... Kinerja berkaitan dengan keterampilan, jika ada pelatihan meskipun backgroundnya tidak sesuai tapi mereka punya willingness atau kemauan untuk belajar bidang lain yang memang menjadi tugasnya. Hambatan lebih kepada karakter individual, kalo backgroundnya apa saja, jika dia mampu akan cepat memahami dan cepat belajar. Kemampuan bisa dilatih tapi masalah karakter individu itu harus ada revolusi mental pendidikan moral” Namun adapula informan yang mengatakan bahwa ada dampak dari ketidaksesuaian penempatan terhadap kinerja buruk pegawai di bagiannya. Berikut adalah kutipan langsung dari informan tersebut: Informan 4 : “Ada aja satu dua orang. Ada yang kerja ogah-ogahan, ada yang tidak tepat waktu, pekerjaannya terbengkalai, kalau tidak dikejarkejar” Berdasarkan hasil pengolahan data kuntitatif, dapat diketahui bahwa kesesuaian penempatan kerja akan mempengaruhi kinerja pegawai. Namun, adapula faktor-faktor lain yang akan mempengaruhi kinerja pegawai selain
104
dari faktor kesesuaian penempatan kerja. Beberapa informan mengatakan bahwa faktor lain yang mungkin akan mempengaruhi kinerja pegawai adalah faktor kesejahteraan pegawai atau sistem reward seperti tunjangan kinerja maupun penghargaan. Berikut adalah kutipan langsung dari para informan: Informan 1 : “Kesejahteraan (tukin) adalah faktor utama. Gaji pns sedikit, sedangkan transport dan biaya hidupnya bisa langsung habis, dia hanya dapat tambahan dari meeting. Motivasi kerja seharusnya diarahkan kesitu, diberikan reward, siapa yang dapat banyak siapa yang dapat sedikit, artinya disesuaikan dengan kinerjanya (kontrak kerja). Penghargaan bukan hanya finansial tapi bisa berupa pujian, piagam penghargaan untuk yang bersangkutan, kesempatan untuk mengikuti kursus dan pendidikan yang lebih tinggi/lebih baik. Dengan demikian orang yang bekerja baik, juga akan tetap baik dan orang yang tidak bekerja baik harus termotivasi supaya dapat jatah yang seperti itu” Selain itu, adapula pendapat informan bahwa faktor lain mempengaruhi kinerja adalah kemauan dari orang tersebut dan faktor kesadaran pegawai akan dampak dari pencapaian target kerja/penilaian SKP. Berikut adalah kutipan dari informan tersebut : Informan 4 : “Kemauan, kalau orang itu tidak punya niat, biarpun ia ditempatkan dimanapun akan begitu kinerjanya. ..... Mungkin karena rewardnya juga, misalnya pegawai harus tepat waktu kan pegawai butuh motivasi, ongkos yang dibutuhkan banyak sedangkan tukin segitu-gitu aja,
105
bahkan tukin yang dijanjikan oleh pemerintah tidak tepat waktu, mungkin itu salah satu faktor yang mempengaruhi. Mungkin juga walaupun sudah ada penilaian kinerja pegawai dengan sistem SKP yang menjelaskan bahwa semuanya punya tugas, nampaknya belum pada paham saya tugasnya seperti ini, sehingga dia tidak mengerti bahwa kalau tidak tercapai, ini nantinya akan mempengaruhi penilaian kinerjanya di akhir tahun, jika tidak tercapai kan juga bisa mengurangi jumlah tukinnya” Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif, dapat diketahui bahwa kesesuaian penempatan kerja akan mempengaruhi kinerja pegawai. Namun berdasarkan hasil analisis data kualitatif, dapat diketahui bahwa selama ini memang belum ada dampak buruk kinerja pegawai yang disebabkan karena ketidaksesuaian penempatan kerja. Hal tersebut dikarenakan ada beberapa faktor lain yang juga akan mempengaruhi kinerja pegawai.
5.9. Pengaruh Kesesuaian Sikap Kerja Dalam Penempatan Kerja Pegawai Terhadap Kinerja Pegawai
Untuk mengetahui pengaruh antara kesesuaian sikap dalam penempatan kerja terhadap kinerja pegawai, maka proses analisis data yang digunakan adalah dengan perhitungan uji korelasi. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa kesesuaian sikap berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi dan nilai Pvalue variabel seperti terlihat pada tabel berikut ini. 106
Tabel 5.10 Hasil Uji Korelasi Kesesuaian Sikap Dengan Kinerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014 Variabel
Koefisien Korelasi
Pvalue
(r) Kesesuaian 0,641
0,000
Sikap
Berdasarkan tabel 5.10 tersebut, dapat diketahui bahwa pengaruh kesesuaian sikap dalam penempatan kerja terhadap kinerja pegawai menunjukan hubungan yang kuat (r = 0,641) dan berpola positif artinya jika sikap kerja mengalami peningkatan sebesar 1%, maka kinerja karyawan akan mengalami peningkatan sebesar 64,1%. Hasil uji statistik menunjukan nilai probabilitas sebesar 0,000 artinya terdapat hubungan yang signifikan antara kesesuaian sikap kerja dalam penempatan kerja dengan kinerja pegawai. Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif, diketahui bahwa sebagian besar pegawai memiliki persepsi bahwa penempatannya sudah sesuai dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka. Selain itu, sebagian besar pegawai juga telah memiliki kinerja yang baik. Adanya pengaruh yang kuat dan signifikan antara kesesuaian penempatan dengan kinerja berdasarkan dari hasil pengolahan data kuantitatif tersebut telah sesuai dengan hasil wawancara mendalam kepada seluruh Kepala Bagian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa selama ini belum ada kinerja buruk dari pegawai yang
107
disebabkan karena ketidaksesuaian penempatannya, namun ada juga Kepala Bagian yang mengatakan bahwa ada juga dampak buruk kinerja pegawainya karena ketidaksesuaian penempatan kerja mereka dengan kompetensi yang mereka miliki. Beberapa informan mengatakan bahwa kinerja pegawai di bagiannya telah memiliki kinerja yang secara umum sudah cukup baik dan sesuai dengan yang direncanakan/target dan tidak ada kinerja buruk yang disebabkan karena ketidaksesuaian penempatan kerja pegawai tersebut. Berikut adalah kutipan langsung dari beberapa informan: Informan 2 : “Sejauh ini, tidak ada. Hal tersebut karena dalam menyelesaikan pekerjaan administrasi/manajemen seperti ini, pegawai masih bisa diberikan pendidikan dan pelatihan terkait dengan pekerjaannya sehingga ia dapat memiliki skill dan keterampilan yang sesuai dengan pekerjaannya dan dapat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya secara baik” Informan 3 : “Sejauh ini tidak, .... Kinerja berkaitan dengan keterampilan, jika ada pelatihan meskipun backgroundnya tidak sesuai tapi mereka punya willingness atau kemauan untuk belajar bidang lain yang memang menjadi tugasnya. Hambatan lebih kepada karakter individual, kalo backgroundnya apa saja, jika dia mampu akan cepat memahami dan cepat belajar. Kemampuan bisa dilatih tapi masalah karakter individu itu harus ada revolusi mental pendidikan moral”
108
Namun adapula informan yang mengatakan bahwa ada dampak dari ketidaksesuaian penempatan terhadap kinerja buruk pegawai di bagiannya. Berikut adalah kutipan langsung dari informan tersebut: Informan 4 : “Ada aja satu dua orang. Ada yang kerja ogah-ogahan, ada yang tidak tepat waktu, pekerjaannya terbengkalai, kalau tidak dikejarkejar” Berdasarkan hasil pengolahan data kuntitatif, dapat diketahui bahwa kesesuaian penempatan kerja akan mempengaruhi kinerja pegawai. Namun, adapula faktor-faktor lain yang akan mempengaruhi kinerja pegawai selain dari faktor kesesuaian penempatan kerja. Beberapa informan mengatakan bahwa faktor lain yang mungkin akan mempengaruhi kinerja pegawai adalah faktor kesejahteraan pegawai atau sistem reward seperti tunjangan kinerja maupun penghargaan. Berikut adalah kutipan langsung dari para informan: Informan 1 : “Kesejahteraan (tukin) adalah faktor utama. Gaji pns sedikit, sedangkan transport dan biaya hidupnya bisa langsung habis, dia hanya dapat tambahan dari meeting. Motivasi kerja seharusnya diarahkan kesitu, diberikan reward, siapa yang dapat banyak siapa yang dapat sedikit, artinya disesuaikan dengan kinerjanya (kontrak kerja). Penghargaan bukan hanya finansial tapi bisa berupa pujian, piagam penghargaan untuk yang bersangkutan, kesempatan untuk mengikuti kursus dan pendidikan yang lebih tinggi/lebih baik. Dengan demikian orang yang bekerja baik, juga akan tetap baik dan orang yang tidak bekerja baik harus termotivasi supaya dapat jatah yang seperti itu”
109
Selain itu, adapula pendapat informan bahwa faktor lain mempengaruhi kinerja adalah kemauan dari orang tersebut dan faktor kesadaran pegawai akan dampak dari pencapaian target kerja/penilaian SKP. Berikut adalah kutipan dari informan tersebut : Informan 4 : “Kemauan, kalau orang itu tidak punya niat, biarpun ia ditempatkan dimanapun akan begitu kinerjanya. ..... Mungkin karena rewardnya juga, misalnya pegawai harus tepat waktu kan pegawai butuh motivasi, ongkos yang dibutuhkan banyak sedangkan tukin segitu-gitu aja, bahkan tukin yang dijanjikan oleh pemerintah tidak tepat waktu, mungkin itu salah satu faktor yang mempengaruhi. Mungkin juga walaupun sudah ada penilaian kinerja pegawai dengan sistem SKP yang menjelaskan bahwa semuanya punya tugas, nampaknya belum pada paham saya tugasnya seperti ini, sehingga dia tidak mengerti bahwa kalau tidak tercapai, ini nantinya akan mempengaruhi penilaian kinerjanya di akhir tahun, jika tidak tercapai kan juga bisa mengurangi jumlah tukinnya” Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif, dapat diketahui bahwa kesesuaian penempatan kerja akan mempengaruhi kinerja pegawai. Namun berdasarkan hasil analisis data kualitatif, dapat diketahui bahwa selama ini memang belum ada dampak buruk kinerja pegawai yang disebabkan karena ketidaksesuaian penempatan kerja. Hal tersebut dikarenakan ada beberapa faktor lain yang juga akan mempengaruhi kinerja pegawai.
110
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian mengenai pengaruh kesesuaian penempatan kerja terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Tahun 2014 memiliki keterbatasan dan kelemahan, yaitu : 1. Kesibukan responden yang sulit meluangkan waktu untuk mengisi kuisioner sehingga ada beberapa responden yang namanya telah tercantum dalam kerangka sampel penelitian, namun beliau menolak untuk menjadi responden penelitian. Untuk mengatasi hal tersebut, maka peneliti mencari responden lain yang belum tercantum dalam kerangka sampel penelitian namun bersedia menjadi responden penelitian dan memenuhi kriteria inklusi sampel penelitian. 2. Kesibukan dan keterbatasan waktu responden penelitian yang sulit meluangkan waktu untuk dapat melakukan pengukuran kinerja dengan cara merecheck kesesuaian kinerja pegawai yang telah dikerjakan dengan target kerja pada SKP yang telah dibuat di awal tahun. Untuk mengatasi hal tersebut, maka peneliti melakukan penilaian kinerja dengan cara metode survey (self appraisal) untuk mengetahui persepsi pegawai terhadap kinerja yang selama ini dilakukannya, sehingga pengukuran kinerja dalam penelitian ini sedikit bersifat subjektif.
111
6.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pegawai Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa responden yang terbanyak adalah responden dengan jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 49 orang (58%) dibandingkan laki-laki yang jumlahnya hanya sebanyak 35 orang (42%). Menurut Shye (1991) dalam Syaiin (2008), mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan produktifitas kerja antara karyawan pria dengan wanita. Walaupun demikian, jenis kelamin perlu diperhatikan karena pegawai dengan
jenis
kelamin
perempuan akan
lebih
memerlukan
banyak
pengurangan dalam waktu produktifnya dikarenakan cuti hamil, cuti melahirkan, dan cuti menyusui. Selain itu, pada pria dengan beban keluarga yang tinggi akan meningkatkan jam kerja perminggu, sebaliknya pada wanita dengan beban keluarga yang tinggi akan mengurangi jam kerja perminggu.
6.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja Pegawai Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa responden yang terbanyak adalah responden dengan masa kerja 1-10 tahun yaitu sebanyak 36 orang (43%). Menurut Siagian (2009), semakin lama seseorang bekerja dalam suatu organisasi maka semakin tinggi motivasi kerjanya yang dapat mempengaruhi keproduktifan kerjanya. Selain itu, pegawai yang masa kerjanya lebih lama akan lebih memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman kerja mengenai instansi tempat ia bekerja dan pekerjaan yang dijalaninya dibandingkan dengan pegawai yang masa kerjanya masih belum terlalu lama. 112
6.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pegawai Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa responden yang terbanyak adalah responden dengan latar belakang tingkat pendidikan S1 yaitu sebanyak 41 orang (49%). Siagian (2009) menyatakan bahwa latar belakang pendidikan mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Dalam kehidupan organisasional, pengetahuan dan keterampilan yang tinggi dalam melaksanakan tugas merupakan modal yang amat besar. Mutu pekerjaan berhubungan dengan pendidikan dan kecerdasan dimana peningkatan pendidikan dan kecerdasan meningkatkan cara berpikir secara kritis sehingga lebih mampu mengekspresikan keinginan menurut persepsi yang harus dipenuhi. Semakin baik pengetahuan seorang pegawai akan semakin tinggi pula kemampuannya dalam melaksanakan tugas. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (1989) dalam Syaiin (2008), bahwa melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak. Kemudian,
Simanjuntak (2005)
mengatakan bahwa
semakin tinggi
pendidikan seseorang akan semakin tinggi produktifitas kerjanya.
6.5 Kesesuaian Pengetahuan Dalam Penempatan Kerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif mengenai kesesuaian pengetahuan dalam penempatan pegawai, dapat diketahui bahwa rata-rata skor tingkat kesetujuan responden terhadap seluruh item pertanyaan untuk
113
variabel kesesuaian pengetahuan adalah sebesar 2,9. Angka ini mendekati angka 3,00 (skor untuk pilihan jawaban cocok/setuju/sesuai), yang menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai menyatakan setuju terhadap seluruh item pertanyaan yang berkaitan dengan kesesuaian pengetahuan yang mereka miliki dalam penempatan kerja mereka. Namun demikian, masih banyak diantara pegawai yang merasakan adanya ketidaksesuaian antara pengetahuan yang mereka miliki dengan penempatan kerja mereka yaitu sebesar 20,4% pegawai. Hal tersebut juga didukung dengan hasil wawancara mendalam kepada seluruh Kepala Bagian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI yang mengatakan bahwa saat ini meskipun sebagian besar pegawai memang penempatannya sudah sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki, namun masih ada juga penempatan pegawai yang belum sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Seharusnya penempatan kerja seorang pegawai tidak hanya dilihat sebagai upaya untuk mendistribusikan pegawai pada bidang pekerjaan yang berbeda, akan tetapi juga harus berorientasi pada peningkatan kinerja setiap pegawai sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pencapaian tujuan instansi secara keseluruhan. Proses penempatan pegawai harus dilakukan secara optimal dan professional agar dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan kinerja pegawai untuk selanjutnya akan mampu pula meningkatkan organisasi dalam menghasilkan kinerja organisasional yang tinggi pula. Salah satu faktor yang harus
114
diperhatikan dalam penempatan pegawai ini adalah adanya kesesuaian pengetahuan yang dimiliki pegawai dengan bidang pekerjaan yang akan ditempatinya. Pengetahuan yang dimiliki oleh pegawai dapat membantu pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Menurut Mulyasa (2002), pengetahuan merupakan suatu kesadaran dalam bidang kognitif yang dapat membuat seorang pegawai dapat mengetahui metode penyelesaian tugas dengan baik. Pengetahuan yang baik tentang suatu pekerjaan cenderung akan meningkatkan kualitas pekerjaannya. Didukung pula oleh pendapat Gibson (1988) dalam Yuliastuti (2007) bahwa pengetahuan merupakan pemahaman lisan seorang pegawai tentang apa yang dia ketahui dari pengalaman dan proses belajar. Apabila pegawai tersebut memiliki pengetahuan yang baik tentang pekerjaannya, maka dia akan dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan baik. Hal tersebut juga didukung oleh pendapat Martopo (2004) yang mengatakan bahwa dalam melaksanakan pekerjaannya, pegawai dituntut untuk memiliki kemampuan yang baik untuk dapat mencapai prestasi kerja yang optimal. Salah satu unsur yang mendukung kemampuannya itu adalah pengetahuan yang dimiliki oleh setiap pegawai. Martopo (2004) menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kompetensi seseorang, pengetahuan sangat
berperan penting
dalam
mempengaruhi
tingkat
kemampuan
penerimaan inovasi, adopsi dan inisiatif dalam menjalankan tugas pokok dan
115
fungsinya dalam suatu organisasi kerja. Oleh karena itu, pegawai dituntut untuk memiliki pengetahuan yang sesuai dengan pekerjaannya. Dengan adanya kesesuaian pengetahuan dalam penempatan kerja, pegawai juga akan membutuhkan waktu yang relatif singkat untuk mempelajari tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga hal tersebut akan mengurangi waktu dalam pelaksanaan pelatihan dan orientasi terhadap upaya peningkatan produktifitas kerja pegawai. Selain itu, biaya untuk pendidikan dan pelatihan pegawai juga akan lebih effisien karena pegawai telah memiliki pengetahuan yang sesuai dengan pekerjannya. Oleh karena itu, penempatan kerja yang sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki pegawai juga sangat penting untuk efisiensi waktu maupun biaya yang diperlukan untuk meningkatkan produktifitas kerja pegawai. Kesesuaian pengetahuan yang dimiliki oleh seorang pegawai dengan kualifikasi pekerjaan yang ditempati, dapat dilihat dari indikator-indikator seperti kesesuaian latar belakang pendidikan formal dan informal dalam penempatan pegawai serta penempatan pegawai yang disesuaikan dengan wawasan pengetahuan pekerjaan yang akan dapat mendukung dalam pelaksanaan pekerjaan. Pada penelitian ini, ada beberapa pertanyaan yang digunakan untuk pengukurannya, yaitu kondisi kesesuaian penempatannya dan dampak dari kesesuaian penempatan yang dirasakan pegawai. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa terdapat 46,4 % pegawai yang masih memiliki persepsi bahwa penempatannya belum sesuai dengan latar belakang pendidikan formal yang mereka miliki. Padahal,
116
menurut Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2007) tingkat pendidikan seorang pegawai sangat penting karena dapat membuat karyawan memiliki pengetahuan konseptual dan teoritis yang membantunya dalam mengerjakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (1989) dalam Syaiin (2008), bahwa melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak. Dengan adanya kemampuan yang dimiliki dalam mengerjakan pekerjaannya, maka hal tersebut dapat membantu pegawai dalam mencapai kinerja yang optimal dan memuaskan. Berdasarkan hasil penelitian, pegawai yang dapat merasakan dampak positif seperti kenyamanan dalam bekerja dan kelancaran dalam penyelesaian pekerjaannya karena kesesuaian latar
belakang
pendidikan formal dalam penempatannya adalah sebesar 86,9%. Kemudian berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui pula bahwa terdapat 20,2% pegawai yang masih memiliki persepsi bahwa pendidikan informal yang mereka ikuti belum sesuai dengan penempatan kerjanya. Padahal, pendidikan dan pelatihan yang diikuti oleh pegawai seharusnya sesuai dengan tuntutan tugas, tanggung jawab dan jabatan yang diduduki oleh mereka. Menurut Yanti (2012) bahwa semakin sesuai antara materi pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti oleh seorang pegawai dengan tuntutan tugas yang dibebankan kepadanya akan semakin baik pula kinerja pegawai tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, pegawai yang merasakan dampak
positif
dari
kesesuaian
pendidikan
dan
pelatihan
dalam
117
penempatannya yang dapat
mendukung keberhasilan mereka dalam
menyelesaikan setiap pekerjaannya adalah sebesar 88,1%. Kemudian berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa terdapat 7,1% pegawai yang masih memiliki persepsi bahwa penempatannya belum sesuai dengan wawasan pengetahuan yang mereka miliki. Padahal menurut Robbins (2008), kesesuaian penempatan dengan wawasan pengetahuan yang dimiliki pegawai sangat mempengaruhi kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Berdasarkan hasil penelitian, pegawai yang merasakan dampak positif dari kesesuaian wawasan pengetahuan dalam penempatannya yang dapat mendukung keberhasilan dalam menyelesaikan setiap pekerjaannya adalah sebesar 95,3%. Dengan masih adanya 46,4% pegawai yang penempatannya belum sesuai dengan latar belakang pendidikan formalnya, 20,2% pegawai yang penempatannya belum sesuai dengan pendidikan informal yang mereka ikuti, dan 7,1% pegawai yang penempatannya belum sesuai dengan wawasan pengetahuan yang mereka miliki, maka hal ini seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi pihak instansi untuk dapat menempatkan pegawai sesuai dengan latar
belakang
pendidikan formal
maupun
informal
dan wawasan
pengetahuan yang mereka miliki. Dapat dilihat pula bahwa pegawai yang merasakan dampak positif dari adanya kesesuaian penempatan dengan pengetahuan yang mereka miliki yaitu lebih dari 80% pegawai. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar
118
pegawai memiliki persespsi bahwa selama ini kesesuaian pengetahuan yang mereka miliki dengan penempatannya, dapat menunjang keproduktifan kerja mereka dalam bekerja dan dalam mencapai prestasi kerja yang memuaskan. Oleh karena itu, pihak instansi seharusnya dapat memperhatikan masalah ini dan berusaha untuk dapat menempatkan pegawai sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya agar SDM yang ada di instansi dapat berfungsi secara produktif untuk tercapainya tujuan instansi. Berdasarkan hasil wawancara mendalam, diketahui bahwa meskipun kebijakan penempatan pegawai di instansi tersebut selama ini belum memperhatikan masalah kesesuaian pengetahuan dan latar belakang pendidikan dalam penempatan pegawai, namun saat ini pihak instansi sedang berusaha untuk memperbaiki sistem penempatan kerja pegawai di instansi tersebut. Perbaikan sistem penempatan tersebut seiring dengan adanya reformasi birokrasi yang saat ini sedang dijalankan oleh seluruh instansi pemerintah termasuk Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Dengan adanya reformasi birokrasi saat ini, maka kebijakan instansi dalam sistem penempatan pegawai menjadi lebih baik dengan adanya perencanaan kebutuhan yang berdasarkan pada analisis beban kerja dan analisis jabatan yang sesuai dengan kebutuhan instansi. Dalam melakukan pengadaan pegawai, perencanaan SDM di Sekditjen Bina Gizi dan KIA yang dilakukan telah sesuai dengan kebijakan Permenpan RI No.24 Tahun 2013 Tentang Kebijakan Tambahan Alokasi Formasi dan Pengadaan CPNS, yaitu dimulai dengan melakukan analisis jabatan dan 119
analisis beban kerja pada setiap satuan organisasi untuk menghasilkan uraian jabatan, peta jabatan, standar kompetensi dan persyaratan jabatan, serta menghitung jumlah kebutuhan pegawai setiap jabatan sesuai beban kerja organisasi. Perencanaan kebutuhan PNS akan disesuaikan dengan uraian jabatan dan persyaratan jabatan agar nantinya penempatan pegawai juga akan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh pegawai. Penempatan pegawai yang sesuai dengan kompetensi merupakan salah satu upaya dalam pengembangan SDM aparatur yang berbasis kompetensi dan
merupakan suatu
keharusan agar
organisasi
(birokrasi)
dapat
mewujudkan kinerja yang lebih baik dan memberikan pelayanan publik yang terbaik. Selama ini, masalah kurang kompetitifnya SDM aparatur negara menjadi masalah klasik yang menyebabkan reformasi birokrasi hingga saat ini masih kurang maksimal. Oleh karena itu, sesuai dengan konsep rightsizing menurut Thoha (2010), dalam penataan pegawai di pemerintahan, analisis beban kerja, analisis jabatan, dan peningkatan kualifikasi jabatan merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan penempatan pegawai. Analisis beban kerja dilakukan terhadap aspek-aspek, yaitu norma waktu, volume kerja, dan jam kerja efektif. Dengan adanya perencanaan yang matang berdasarkan beban kerja suatu unit kerja, maka hal tersebut sangat membantu dalam pengoptimalan penempatan pegawai di suatu unit kerja. Selain itu, untuk mendukung kesesuaian penempatan pegawai juga perlu dilakukan analisis jabatan dalam organisasi publik. Hasil analisis jabatan akan
120
menghasilkan klasifikasi jabatan, peta jabatan, uraian jabatan, dan standar kompetensi jabatan yang dapat digunakan dalam penempatan pegawai. Menurut UU Aparatur Sipil Negara Tahun 2014 pasal 68, bahwa setiap jabatan tertentu dikelompokkan dalam klasifikasi jabatan PNS yang menunjukkan kesamaan karakteristik, mekanisme, dan pola kerja. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa sebelum menentukan pengangkatan pegawai dalam jabatan tertentu maka perlu disusun sebuah pedoman tentang klasifikasi jabatan yang disesuaikan dengan karakteristik, mekanisme dan pola kerja. Sedangkan peta jabatan dapat berfungsi untuk mengetahui kebutuhan pemenuhan jabatan di suatu unit kerja dan kompetensi apa yang dibutuhkan dalam jabatan tersebut. Uraian jabatan berfungsi untuk mengetahui deskripsi pekerjaan, uraian tugas, hasil kerja, persyaratan jabatan, evaluasi jabatan dan asesmen individu. Kompetensi merupakan hal yang sangat penting sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penempatan kerja. Oleh karena itu, perlu adanya standar kompetensi jabatan yang memuat persyaratan minimal yang harus dimiliki seseorang dalam melakukan pekerjaan tertentu agar yang bersangkutan mempunyai kemampuan melaksanakan pekerjaan dengan hasil baik. Selain menyusun standar kompetensi jabatan, instansi sebaiknya juga harus melakukan assesment/penilaian kompetensi untuk setiap individu pegawai dalam organisasi itu. Tahap ini wajib dilakukan, sebab setelah instansi memiliki direktori kompetensi beserta dengan kebutuhan kompetensi per posisi, maka instansi juga perlu mengetahui dimana level kompetensi para 121
pegawai dan dari sini juga instansi bisa memahami gap antara level kompetensi yang dipersyaratkan dengan level yang dimiliki oleh karyawan saat ini. Assessment Center merupakan evaluasi perilaku dengan menggunakan suatu standar tertentu berdasarkan beberapa tools dan beberapa masukan. Metode ini menggunakan berbagai teknik assessment (multiple assessment) seperti tes, wawancara, kuesioner, maupun simulasi. Metode assessment center dapat dimanfaatkan untuk menjawab kebutuhan organisasi dalam melakukan
proses
evaluasi
untuk
keperluan
rekrutmen,
seleksi,
pengembangan, promosi, hingga mempersiapkan jalur suksesi. Assessment Center (AC) diartikan sebagai proses sistematis untuk menilai ketrampilan, pengetahuan dan kemampuan individu yang dianggap kritikal bagi keberhasilan kinerja yang unggul. Tujuan umumnya adalah agar organisasi mempunyai orang-orang yang siap menjalankan pekerjannya hingga level kompetensi tertinggi, dengan kata lain tujuan dari assesment center adalah terciptanya kesesuaian antara apa yang dibutuhkan dan dapat ditawarkan organisasi dengan apa yang dibutuhkan dan ditawarkan karyawannya. Dengan adanya strategi tersebut seiring dengan adanya reformasi birokrasi maka dengan hal tersebut dapat mengoptimalkan sistem penempatan kerja di area birokrasi pemerintahan. Hal tersebut sangat baik, karena kesesuaian dalam penempatan kerja pegawai merupakan syarat utama bagi
122
terciptanya kondisi yang kondusif bagi pegawai untuk mengeluarkan segala kemampuannya dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan (Murad,2012). Dengan adanya penempatan yang sesuai dan tepat, maka gairah kerja, mental kerja, dan prestasi kerja mencapai hasil yang optimal bahkan kreativitas serta prakarsa karyawan dapat berkembang. Penempatan yang sesuai dan tepat merupakan motivasi yang akan menimbulkan antusias dan semangat kerja yang tinggi bagi seseorang dalam mengerjakan pekerjaan itu dan merupakan salah satu kunci untuk memperoleh kinerja yang optimal dari setiap karyawan (Hasibuan, 2006). Selain dengan melakukan penempatan yang sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki pegawainya, untuk mengatasi masih adanya penempatan pegawai yang tidak sesuai dengan pengetahuan sebanyak 20,4% pegawai, pihak instansi berusaha untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan yang dimiliki
pegawai
dengan
melakukan
program-program
peningkatan
kemampuan pegawai seperti pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada seluruh Kepala Bagian, dapat diketahui bahwa selama ini pihak instansi mengantisipasi kesenjangan pengetahuan pegawai dengan melakukan pendidikan dan pelatihan/training kepada setiap pegawainya untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Selain pelatihan resmi, adapula pelatihan sehari-hari yang diberikan oleh senior/pegawai yang masa kerjanya lebih lama dan lebih berpengalaman kepada pegawai baru untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan
123
kemampuan pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. Sehingga dengan adanya pelatihan yang diberikan, mereka mampu menyesuaikan diri dengan pekerjaannya dan memiliki kemampuan yang baik untuk dapat mencapai kinerja yang optimal. Seiring dengan adanya kebijakan reformasi birokrasi dari Permenpan, maka pendidikan dan pelatihan yang dilakukan di lingkungan Sekditjen Bina Gizi dan KIA adalah diklat berbasis kompetensi. Diklat berbasis kompetensi merupakan tindak lanjut dari Assessment Center, yang dilaksanakan untuk menutup kesenjangan (GAP) antara level kompetensi yang dimiliki (hasil Assessment Center) dan level kompetensi yang dibutuhkan dalam jabatan (Standar Kompetensi Jabatan) (Kemenkes, 2013). Pada instansi pemerintah, masalah yang sering ditemui dalam pengadaan SDM adalah ketidaksesuaian antara formasi yang direncanakan dengan formasi yang diberikan oleh Kemenpan. Dengan adanya diklat berbasis kompetensi ini, maka dapat menjadi salah satu upaya untuk mengatasi masalah ketidaksesuaian kompetensi PNS dalam penempatan kerjanya. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Berbasis Kompetensi merupakan suatu proses pendidikan dan pelatihan yang dirancang untuk mengembangkan kemampuan dan ketrampilan secara khusus, untuk mencapai hasil kerja yang berbasis target kinerja (performance target) yang telah ditetapkan. Penerapan kebijakan ini memang berimplikasi langsung pada keharusan adanya standar kompetensi untuk setiap jabatan, baik jabatan struktural, fungsional tertentu, maupun fungsional umum. Diklat berbasis kompetensi bagi PNS
124
bukan diklat yang sekedar membentuk kompetensi, tetapi kompetensi tersebut harus relevan dengan tugas dan jabatannya. Dengan kata lain, kompetensi itu secara langsung dapat membantu di dalam melaksanakan tugas dan jabatan. Menurut Arep (2003) dalam Lucky (2008), pelatihan merupakan salah satu usaha untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama dalam hal pengetahuan, kemampuan, keahlian, dan sikap. Hal tersebut didukung pula oleh pendapat menurut Dessler (1984) bahwa pelatihan memberikan pegawai keterampilan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan pekerjaan. Ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya pendidikan dan pelatihan, diantaranya yaitu pegawai dapat membuat keputusan dan pemecahan masalah secara lebih baik; internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja, prestasi, tanggung jawab dan kemajuan; mempertinggi rasa percaya diri dan pengembangan diri; serta dapat membantu untuk mengurangi rasa takut dalam menghadapi tugas-tugas baru (Sirait, 2006 dalam Yuliastuti, 2007). Namun, masih ada beberapa kendala yang dirasakan terkait dengan kegiatan pendidikan dan pelatihan yang dilakukan, yaitu keterbatasan anggaran yang tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh pegawai untuk meningkatkan kemampuannya melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu Kabag, diketahui bahwa saat ini memang ada program diklat gratis yang dianggarkan untuk setiap instansi, namun kuotanya sangat terbatas. Kepala Bagian tersebut mengantisipasinya dengan membuat anggaran sendiri untuk dapat mengirimkan karyawannya
125
dalam kegiatan diklat tersebut, namun anggaran yang dimiliki pun tebatas sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh pegawai. Oleh karena itu, Kepala Bagian tersebut menerapkan sistem sharing ilmu dari pegawai yang berkesempatan mengikuti diklat kepada pegawai yang belum berkesempatan mengikuti diklat. Hal ini sangat baik dan pastinya akan bermanfaat untuk kesetaraan peningkatan kemampuan seluruh pegawai. Hal ini dapat menjadi masukan bagi Kepala Bagian yang lainnya bahwa untuk dapat mengatasi masalah adanya keterbatasan anggaran dan keterbatasan kuota peserta diklat dapat dilakukan dengan cara menerapkan sistem sharing ilmu/berbagi ilmu yang dimiliki antar pegawai guna menunjang keproduktifan kerja seluruh pegawai yang ada. Pelaksanaan kegiatan diklat juga harus rutin untuk dapat memperlancar tugas. Memang hal tersebut merupakan kenyataan bahwa anggaran yang harus disediakan untuk membiayai kegiatan pendidikan dan pelatihan merupakan beban bagi organisasi. Oleh karena itu, perlu adanya penentuan kebutuhan untuk mengadakan pendidikan dan pelatihan agar anggaran yang dikeluarkan betul-betul bermanfaat, artinya pendidikan dan pelatihan diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan pegawai. Penentuan kebutuhan mengungkapkan gambaran kekurangan kompetensi dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, sehingga pendidikan dan pelatihan dapat bermanfaat untuk menunjang pekerjaan pegawai. Penentuan kebutuhan pegawai terhadap kegiatan diklat, dapat diadaptasi dari salah satu sistem manajemen kepegawaian di negara
126
Singapura. Dalam memanajemen pegawai di negara tersebut, diterapkan berbagai sistem yang sistematis, terintegrasi, dan berorientasi terhadap peningkatan kualitas SDM. Salah satu sistem yang dapat menjadi contoh adalah sistem penilaian kinerja pegawai. Dalam sistem penilaian kinerja, terhadap dua aspek yang dipertimbangkan yaitu review terhadap pencapaian kinerja dan penilaian potensi yang dimiliki karyawan. Salah satu tujuan dari review pencapaian kinerja pegawai adalah untuk membuat rekomendasi pemenuhan peningkatan kemampuan pegawai dengan kegiatan diklat. Jika hasil review menunjukan bahwa kinerja pegawai kurang baik, maka atasan dapat menuliskan rekomendasi untuk peningkatan kemampuan pegawai dengan kegiatan diklat. Sistem tersebut dapat menghasilkan perencanaan kebutuhan diklat yang tepat sasaran, sesuai dengan kebutuhan pegawai dan kebutuhan instansi yang sesungguhnya. Dengan adanya penentuan kebutuhan pegawai dan organisasi ini, akan menunjang
keberhasilan
organisasi
dalam
meningkatkan
kualitas
penyelenggaraan diklat. Kebutuhan diklat harus selalu diprogramkan, direncanakan
secara
matang
dengan
mempertimbangkan
kebutuhan
organisasi, kebutuhan jabatan dan kemampuan masing-masing pegawai serta kebutuhan jenis diklat, biaya, dan pegawai yang mengikutinya. Selain itu, evaluasi terhadap efektivitas penyelenggaraan diklat juga harus dilakukan dengan mellihat peningkatan kinerja pegawai.
127
6.6 Kesesuaian Keterampilan Dalam Penempatan Kerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif mengenai kesesuaian keterampilan dalam penempatan pegawai, dapat diketahui bahwa rata-rata skor tingkat kesetujuan responden terhadap seluruh item pertanyaan untuk variabel kesesuaian keterampilan adalah sebesar 3,09. Angka ini lebih besar dari angka 3,00 (skor untuk pilihan jawaban cocok/setuju/sesuai), yang menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI menyatakan setuju terhadap seluruh item pertanyaan yang berkaitan dengan kesesuaian keterampilan yang mereka miliki dalam penempatan kerja mereka. Namun demikian, masih banyak diantara pegawai yang merasakan adanya ketidaksesuaian antara keterampilan yang mereka miliki dengan penempatan kerja mereka yaitu sebesar 8,2%. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara mendalam kepada seluruh Kepala Bagian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI yang mengatakan bahwa saat ini meskipun sebagian besar pegawai memang penempatannya sudah sesuai dengan keterampilan yang mereka miliki, namun masih ada juga penempatan pegawai yang belum sesuai dengan keterampilannya. Seharusnya penempatan kerja seorang pegawai tidak hanya dilihat sebagai upaya untuk mendistribusikan pegawai pada bidang pekerjaan yang berbeda, akan tetapi juga harus berorientasi pada peningkatan kinerja setiap pegawai sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap
128
pencapaian tujuan instansi secara keseluruhan. Salah satu faktor yang juga harus diperhatikan dalam menempatkan pegawai adalah kesesuaian keterampilan yang dimilikinya dengan bidang pekerjaan yang akan ditempatinya. Keterampilan kerja juga merupakan salah satu faktor yang mendukung peningkatan kinerja pegawai. Keterampilan menunjukkan kesanggupan atau kecakapan pegawai dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya dalam pekerjaan. Keterampilan yang dimiliki oleh pegawai diharapkan dapat membantu pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, oleh karena itu pegawai dituntut untuk memiliki keterampilan yang sesuai dengan pekerjaannya. Mulyasa (2002) mengungkapkan bahwa keterampilan merupakan kedalaman psikomotorik yang dimiliki oleh seseorang yang dapat membantunya dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Menurut Pessiwarissa (2008), keterampilan kerja yang dimiliki pegawai
terdiri
dari
keterampilan
teknis,
keterampilan
hubungan
kemanusiaan, dan keterampilan konseptual. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa masih terdapat 7,1% pegawai yang masih memiliki persepsi bahwa penempatannya belum sesuai dengan keterampilan teknis yang mereka miliki. Padahal, menurut Mulyasa (2008), dengan keterampilan teknis misalnya dalam memanfaatkan alat bantu, pegawai mampu menyelesaikan tugas yang diberikan secara efektif dan efissien. Dengan adanya keterampilan teknis dalam mengerjakan
129
pekerjaannya, maka hal tersebut dapat membantu pegawai dalam mencapai kinerja yang optimal dan memuaskan. Berdasarkan hasil penelitian, pegawai yang dapat merasakan dampak positif seperti kelancaran dalam penyelesaian pekerjaannya karena kesesuaian keterampilan teknis yang dimilikinya dalam penempatan kerjanya adalah sebesar 92,8%. Keterampilan
teknis
merupakan
keterampilan
menggunakan
pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaannya. Salah satu keterampilan teknis yang saat ini sangat dibutuhkan adalah keterampilan teknis untuk dapat memenuhi tuntuan dari perkembangan dan kemajuan di bidang teknologi. Berdasarkan hasil wawancara mendalam, diketahui bahwa saat ini memang kemajuan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat menuntut pegawai untuk dapat menyesuaikan diri dan tanggap terhadap perkembangan teknologi yang ada. Namun, kesenjangan keterampilan teknis dalam penggunaan teknologi juga masih dirasakan terkait dengan adanya perbedaan usia pegawai. Pada golongan pegawai yang berusia muda, tidak ada masalah yang berarti dengan tuntutan perkembangan teknologi. Sedangkan pada golongan pegawai yang sudah tua, perkembangan teknologi merupakan suatu beban bagi pegawai tersebut karena pengetahuan dan keterampilan mereka yang sangat terbatas dalam menggunakan teknologi. Oleh karena itu, pihak instansi juga seharusnya berusaha untuk dapat menyetarakan keterampilan teknis seluruh pegawai dengan mengadakan kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi pegawai yang berusia tua maupun muda agar dapat memiliki keterampilan
130
teknis dalam penggunaan teknologi yang dapat membantunya dalam penyelesaian pekerjaan. Kemudian berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa masih terdapat 1,2% pegawai yang masih memiliki persepsi bahwa penempatannya belum sesuai dengan keterampilan hubungan kemanusiaan yang mereka miliki. Padahal, dengan adanya keterampilan hubungan kemanusiaan, karyawan mampu menjalin kerja sama yang baik dengan pegawai lain dalam menyelesaikan
pekerjaannya
dan
dapat
memperlancar
penyelesaian
pekerjaannya. Dengan adanya keterampilan hubungan kemanusiaan maka apabila pegawai mengalami kesulitan dalam melakukan tugas atau pekerjaan yang diberikan kepadanya, pegawai tersebut dapat dengan mudah meminta bantuan kepada karyawan lain yang lebih menguasai cara mengerjakan tugas/pekerjaan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, pegawai yang merasakan
dampak
positif
dari
kesesuaian
keterampilan
hubungan
kemanusiaan yang dimiliki dalam penempatannya yang dapat mendukung keberhasilan mereka dalam menyelesaikan setiap pekerjaannya adalah sebesar 97,7%. Kemudian berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa masih terdapat 10,7% pegawai yang memiliki persepsi bahwa penempatannya belum sesuai dengan keterampilan konseptual yang mereka miliki. Padahal, dengan adanya keterampilan konseptual yang dimiliki pegawai dapat membuat pegawai memiliki pengetahuan yang dapat meningkatkan kualitas hasil pekerjaannya.
131
Keterampilan secara konseptual perlu dimiliki karyawan sesuai dengan bidang kerjanya masing-masing. Dengan adanya keterampilan secara konseptual, karyawan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik melalui strategi-strategi yang kreatif dan hal ini akan berdampak pada kinerja/prestasi kerja pegawai.
Keterampilan konseptual juga dapat
membantunya dalam pemecahan masalah yang dihadapinya dengan mempertajam
logika,
menganalisis
hubungan
sebab
akibat
untuk
mengembangkan alternatif, menganalisa alternatif, dan memilih pemecahan yang tepat. Berdasarkan hasil penelitian, pegawai yang merasakan dampak positif dari kesesuaian keterampilan konseptual dalam penempatannya yang dapat mendukung keberhasilan dalam menyelesaikan setiap pekerjaannya adalah sebesar 94,1%. Dengan masih adanya 7,1% pegawai yang penempatannya belum sesuai dengan
keterampilan
teknis
yang
dimiliki,
1,2%
pegawai
yang
penempatannya belum sesuai dengan keterampilan hubungan kemanusiaan yang dimiliki, dan 10,7% pegawai yang penempatannya belum sesuai dengan keterampilan konseptual yang dimilikinya, maka hal ini seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi pihak instansi untuk dapat menempatkan pegawai sesuai dengan keterampilan teknis, keterampilan hubungan kemanusiaan, dan keterampilan konseptual yang mereka miliki. Dapat dilihat pula bahwa dampak positif dari kesesuaian keterampilan yang dimiliki dalam penempatannya yang dirasakan pegawai adalah lebih dari 90%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pegawai memiliki persespsi 132
bahwa penempatan kerja yang sesuai dengan kesesuaian keterampilan yang mereka miliki selama ini, dapat menunjang keproduktifan mereka dalam bekerja dan dalam mencapai prestasi kerja yang memuaskan. Oleh karena itu, pihak instansi seharusnya lebih memperhatikan masalah ini dan berusaha untuk dapat menempatkan pegawai sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Berdasarkan hasil wawancara mendalam, diketahui bahwa meskipun kebijakan penempatan pegawai di instansi tersebut selama ini belum memperhatikan masalah kesesuaian pengetahuan dan latar belakang pendidikan dalam penempatan pegawai, namun saat ini pihak instansi sedang berusaha untuk memperbaiki sistem penempatan kerja pegawai di instansi tersebut. Perbaikan sistem penempatan tersebut seiring dengan adanya reformasi birokrasi yang saat ini sedang dijalankan oleh seluruh instansi pemerintah termasuk Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Dengan adanya reformasi birokrasi saat ini, maka kebijakan instansi dalam sistem penempatan pegawai menjadi lebih baik dengan adanya perencanaan kebutuhan yang berdasarkan pada analisis beban kerja dan analisis jabatan yang sesuai dengan kebutuhan instansi. Dalam melakukan pengadaan pegawai, perencanaan SDM di Sekditjen Bina Gizi dan KIA yang dilakukan telah sesuai dengan kebijakan Permenpan RI No.24 Tahun 2013 Tentang Kebijakan Tambahan Alokasi Formasi dan Pengadaan CPNS, yaitu dimulai dengan melakukan analisis jabatan dan analisis beban kerja pada setiap satuan organisasi untuk menghasilkan uraian 133
jabatan, peta jabatan, standar kompetensi dan persyaratan jabatan, serta menghitung jumlah kebutuhan pegawai setiap jabatan sesuai beban kerja organisasi. Perencanaan kebutuhan PNS akan disesuaikan dengan uraian jabatan dan persyaratan jabatan agar nantinya penempatan pegawai juga akan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh pegawai. Penempatan pegawai yang sesuai dengan kompetensi merupakan salah satu upaya dalam pengembangan SDM aparatur yang berbasis kompetensi dan
merupakan suatu
keharusan agar
organisasi
(birokrasi)
dapat
mewujudkan kinerja yang lebih baik dan memberikan pelayanan publik yang terbaik. Selama ini, masalah kurang kompetitifnya SDM aparatur negara menjadi masalah klasik yang menyebabkan reformasi birokrasi hingga saat ini masih kurang maksimal. Oleh karena itu, sesuai dengan konsep rightsizing menurut Thoha (2010), dalam penataan pegawai di pemerintahan, analisis beban kerja, analisis jabatan, dan peningkatan kualifikasi jabatan merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan penempatan pegawai. Analisis beban kerja dilakukan terhadap aspek-aspek, yaitu norma waktu, volume kerja, dan jam kerja efektif. Dengan adanya perencanaan yang matang berdasarkan beban kerja suatu unit kerja, maka hal tersebut sangat membantu dalam pengoptimalan penempatan pegawai di suatu unit kerja. Selain itu, untuk mendukung kesesuaian penempatan pegawai juga perlu dilakukan analisis jabatan dalam organisasi publik. Hasil analisis jabatan akan menghasilkan klasifikasi jabatan, peta jabatan, uraian jabatan, dan standar kompetensi jabatan yang dapat digunakan dalam penempatan pegawai. 134
Menurut UU Aparatur Sipil Negara Tahun 2014 pasal 68, bahwa setiap jabatan tertentu dikelompokkan dalam klasifikasi jabatan PNS yang menunjukkan kesamaan karakteristik, mekanisme, dan pola kerja. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa sebelum menentukan pengangkatan pegawai dalam jabatan tertentu maka perlu disusun sebuah pedoman tentang klasifikasi jabatan yang disesuaikan dengan karakteristik, mekanisme dan pola kerja. Sedangkan peta jabatan dapat berfungsi untuk mengetahui kebutuhan pemenuhan jabatan di suatu unit kerja dan kompetensi apa yang dibutuhkan dalam jabatan tersebut. Uraian jabatan berfungsi untuk mengetahui deskripsi pekerjaan, uraian tugas, hasil kerja, persyaratan jabatan, evaluasi jabatan dan asesmen individu. Kompetensi merupakan hal yang sangat penting sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penempatan kerja. Oleh karena itu, perlu adanya standar kompetensi jabatan yang memuat persyaratan minimal yang harus dimiliki seseorang dalam melakukan pekerjaan tertentu agar yang bersangkutan mempunyai kemampuan melaksanakan pekerjaan dengan hasil baik. Selain menyusun standar kompetensi jabatan, maka instansi juga harus melakukan assesment/penilaian kompetensi untuk setiap individu pegawai dalam organisasi itu. Tahap ini wajib dilakukan, sebab setelah instansi memiliki direktori kompetensi beserta dengan kebutuhan kompetensi per posisi, maka instansi juga perlu mengetahui dimana level kompetensi para pegawai dan dari sini juga instansi bisa memahami gap antara level
135
kompetensi yang dipersyaratkan dengan level yang dimiliki oleh karyawan saat ini. Assessment Center merupakan evaluasi perilaku dengan menggunakan suatu standar tertentu berdasarkan beberapa tools dan beberapa masukan. Metode ini menggunakan berbagai teknik assessment (multiple assessment) seperti tes, wawancara, kuesioner, maupun simulasi. Metode assessment center dapat dimanfaatkan untuk menjawab kebutuhan organisasi dalam melakukan
proses
evaluasi
untuk
keperluan
rekrutmen,
seleksi,
pengembangan, promosi, hingga mempersiapkan jalur suksesi. Assessment Center (AC) diartikan sebagai proses sistematis untuk menilai ketrampilan, pengetahuan dan kemampuan individu yang dianggap kritikal bagi keberhasilan kinerja yang unggul. Tujuan umumnya adalah agar organisasi mempunyai orang-orang yang siap menjalankan pekerjannya hingga level kompetensi tertinggi, dengan kata lain tujuan dari assesment center adalah terciptanya kesesuaian antara apa yang dibutuhkan dan dapat ditawarkan organisasi dengan apa yang dibutuhkan dan ditawarkan karyawannya. Dengan adanya strategi tersebut seiring dengan adanya reformasi birokrasi maka dengan hal tersebut dapat mengoptimalkan sistem penempatan kerja di area birokrasi pemerintahan. Hal tersebut sangat baik, karena kesesuaian dalam penempatan kerja pegawai merupakan syarat utama bagi terciptanya kondisi yang kondusif bagi pegawai untuk mengeluarkan segala
136
kemampuannya dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan (Murad,2012). Dengan adanya penempatan yang sesuai dan tepat, maka gairah kerja, mental kerja, dan prestasi kerja mencapai hasil yang optimal bahkan kreativitas serta prakarsa karyawan dapat berkembang. Penempatan yang sesuai dan tepat merupakan motivasi yang akan menimbulkan antusias dan semangat kerja yang tinggi bagi seseorang dalam mengerjakan pekerjaan itu dan merupakan salah satu kunci untuk memperoleh kinerja yang optimal dari setiap karyawan (Hasibuan, 2006). Penempatan kerja yang sesuai dengan keterampilan yang dimiliki pegawai sangat penting dalam kelancaran pelaksanaaan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Dengan masih adanya penempatan pegawai yang tidak sesuai dengan keterampilan yang dimilikinya yaitu sebanyak 8,2% pegawai, pihak instansi berusaha untuk mengatasi kesenjangan keterampilan yang dimiliki pegawai dengan melakukan program-program peningkatan kemampuan pegawai seperti pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada seluruh Kepala Bagian, dapat diketahui bahwa selama ini pihak instansi mengantisipasi kesenjangan keterampilan pegawai dengan melakukan pendidikan dan pelatihan/training kepada setiap pegawainya untuk meningkatkan keterampilan pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Selain pelatihan resmi, adapula pelatihan sehari-hari yang diberikan oleh senior/pegawai yang masa kerjanya lebih lama dan lebih berpengalaman kepada pegawai baru untuk dapat meningkatkan pengetahuan akan pekerjaan
137
dan keterampilan pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. Sehingga dengan adanya pelatihan yang diberikan, mereka mampu menyesuaikan diri dengan pekerjaannya dan memiliki kemampuan yang baik untuk dapat mencapai kinerja yang optimal. Seiring dengan adanya kebijakan reformasi birokrasi dari Permenpan, maka pendidikan dan pelatihan yang dilakukan di lingkungan Sekditjen Bina Gizi dan KIA adalah diklat berbasis kompetensi. Diklat berbasis kompetensi merupakan tindak lanjut dari Assessment Center, yang dilaksanakan untuk menutup kesenjangan (GAP) antara level kompetensi yang dimiliki (hasil Assessment Center) dan level kompetensi yang dibutuhkan dalam jabatan (Standar Kompetensi Jabatan) (Kemenkes, 2013). Pada instansi pemerintah, masalah yang sering ditemui dalam pengadaan SDM adalah ketidaksesuaian antara formasi yang direncanakan dengan formasi yang diberikan. Dengan adanya diklat berbasis kompetensi ini, maka dapat menjadi salah satu upaya untuk
mengatasi
masalah
ketidaksesuaian
kompetensi
PNS
dalam
penempatan kerjanya. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Berbasis Kompetensi merupakan suatu proses pendidikan dan pelatihan yang dirancang untuk mengembangkan kemampuan dan ketrampilan secara khusus, untuk mencapai hasil kerja yang berbasis target kinerja (performance target) yang telah ditetapkan. Penerapan kebijakan ini memang berimplikasi langsung pada keharusan adanya standar kompetensi untuk setiap jabatan, baik jabatan struktural, fungsional tertentu, maupun fungsional umum. Diklat berbasis kompetensi bagi PNS
138
bukan diklat yang sekedar membentuk kompetensi, tetapi kompetensi tersebut harus relevan dengan tugas dan jabatannya. Dengan kata lain, kompetensi itu secara langsung dapat membantu di dalam melaksanakan tugas dan jabatan. Menurut Arep (2003) dalam Lucky (2008), pelatihan merupakan salah satu usaha untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama dalam hal pengetahuan, kemampuan, keahlian, dan sikap. Hal tersebut didukung pula oleh pendapat menurut Dessler (1984) bahwa pelatihan memberikan pegawai keterampilan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan pekerjaan. Ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya pendidikan dan pelatihan, diantaranya yaitu pegawai dapat membuat keputusan dan pemecahan masalah secara lebih baik; internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja, prestasi, tanggung jawab dan kemajuan; mempertinggi rasa percaya diri dan pengembangan diri; serta dapat membantu untuk mengurangi rasa takut dalam menghadapi tugas-tugas baru (Sirait, 2006 dalam Yuliastuti, 2007). Namun, masih ada beberapa kendala yang dirasakan terkait dengan kegiatan pendidikan dan pelatihan yang dilakukan, yaitu keterbatasan anggaran yang tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh pegawai untuk meningkatkan kemampuannya melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu Kabag, diketahui bahwa saat ini memang ada program diklat gratis yang dianggarkan untuk setiap instansi, namun kuotanya sangat terbatas. Kepala Bagian tersebut mengantisipasinya dengan membuat anggaran sendiri untuk dapat mengirimkan karyawannya
139
dalam kegiatan diklat tersebut, namun anggaran yang dimiliki pun tebatas sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh pegawai. Oleh karena itu, Kepala Bagian tersebut menerapkan sistem sharing ilmu dari pegawai yang berkesempatan mengikuti diklat kepada pegawai yang belum berkesempatan mengikuti diklat. Hal ini sangat baik dan pastinya akan bermanfaat untuk kesetaraan peningkatan kemampuan seluruh pegawai. Hal ini dapat menjadi masukan bagi Kepala Bagian yang lainnya bahwa untuk dapat mengatasi masalah adanya keterbatasan anggaran dan keterbatasan kuota peserta diklat dapat dilakukan dengan cara menerapkan sistem sharing ilmu/berbagi ilmu yang dimiliki antar pegawai guna menunjang keproduktifan kerja seluruh pegawai yang ada. Pelaksanaan kegiatan diklat juga harus rutin untuk dapat memperlancar tugas. Memang hal tersebut merupakan kenyataan bahwa anggaran yang harus disediakan untuk membiayai kegiatan pendidikan dan pelatihan merupakan beban bagi organisasi. Oleh karena itu, perlu adanya penentuan kebutuhan untuk mengadakan pendidikan dan pelatihan agar anggaran yang dikeluarkan betul-betul bermanfaat, artinya pendidikan dan pelatihan diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan pegawai. Penentuan kebutuhan mengungkapkan gambaran kekurangan kompetensi dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, sehingga pendidikan dan pelatihan dapat bermanfaat untuk menunjang pekerjaan pegawai. Penentuan kebutuhan pegawai terhadap kegiatan diklat, dapat diadaptasi dari salah satu sistem manajemen kepegawaian di negara
140
Singapura. Dalam memanajemen pegawai di negara tersebut, diterapkan berbagai sistem yang sistematis, terintegrasi, dan berorientasi terhadap peningkatan kualitas SDM. Salah satu sistem yang dapat menjadi contoh adalah sistem penilaian kinerja pegawai. Dalam sistem penilaian kinerja, terhadap dua aspek yang dipertimbangkan yaitu review terhadap pencapaian kinerja dan penilaian potensi yang dimiliki karyawan. Salah satu tujuan dari review pencapaian kinerja pegawai adalah untuk membuat rekomendasi pemenuhan peningkatan kemampuan pegawai dengan kegiatan diklat. Jika hasil review menunjukan bahwa kinerja pegawai kurang baik, maka atasan dapat menuliskan rekomendasi untuk peningkatan kemampuan pegawai dengan kegiatan diklat. Sistem tersebut dapat menghasilkan perencanaan kebutuhan diklat yang tepat sasaran, sesuai dengan kebutuhan pegawai dan kebutuhan instansi yang sesungguhnya. Dengan adanya penentuan kebutuhan pegawai dan organisasi ini akan menunjang
keberhasilan
organisasi
dalam
meningkatkan
kualitas
penyelenggaraan diklat. Kebutuhan diklat harus selalu diprogramkan, direncanakan
secara
matang
dengan
mempertimbangkan
kebutuhan
organisasi, kebutuhan jabatan dan kemampuan masing-masing pegawai serta kebutuhan jenis diklat, biaya, dan pegawai yang mengikutinya. Selain itu, evaluasi terhadap efektivitas penyelenggaraan diklat juga harus dilakukan dengan mellihat peningkatan kinerja pegawai.
141
6.7 Kesesuaian Sikap Dalam Penempatan Kerja Pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Kesesuaian sikap adalah sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan yaitu sejauhmana pekerjaan yang diemban dianggap menarik atau tidak menarik oleh karyawan berdasarkan sikap terhadap jenis dari pekerjaan itu sendiri dan sikap antar karyawan. Indikatornya adalah sikap terhadap jenis pekerjaan itu sendiri, sikap terhadap sesama karyawan, sikap terhadap kesesuaian peralatan, dan sikap terhadap kondisi fisik pekerjaan. Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif mengenai kesesuaian sikap pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI, dapat diketahui bahwa rata-rata skor tingkat kesetujuan responden terhadap seluruh item pertanyaan untuk variabel kesesuaian sikap adalah sebesar 3,06. Angka ini lebih besar dari angka 3,00 (skor untuk pilihan jawaban cocok/setuju/sesuai), yang menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI menyatakan setuju terhadap seluruh item pertanyaan yang berkaitan dengan kesesuaian sikap dalam penempatan kerja mereka. Namun demikian, masih banyak diantara pegawai yang merasakan adanya ketidaksesuaian sikap kerja dengan penempatan kerja mereka yaitu sebesar 10,4% pegawai. Seharusnya penempatan kerja seorang pegawai tidak hanya dilihat sebagai upaya untuk mendistribusikan pegawai pada bidang pekerjaan yang berbeda, akan tetapi juga harus berorientasi pada peningkatan kinerja setiap pegawai sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap
142
pencapaian tujuan instansi secara keseluruhan. Salah satu faktor yang juga harus diperhatikan dalam menempatkan pegawai adalah kesesuaian sikap kerja pegawai dengan bidang pekerjaan yang akan ditempatinya. Sikap kerja juga perlu menjadi pertimbangan dalam melakukan penempatan kerja. Widayasari dan kawan-kawan (2007) menyatakan bahwa sikap kerja merupakan faktor psikologis yang sangat penting dalam usaha membentuk kualitas sumber daya manusia. Faktor psikologis ini merupakan suatu rangkaian ke arah perilaku, yaitu bagaimana perilaku seorang dalam bekerja. Sikap kerja dapat pula diartikan sebagai perasaan dan keyakinan melihat lingkungan kerja yang memberikan pengaruh dalam bekerja. Hal tersebut didukung pula oleh pendapat menurut Mangkunegara (2007), bahwa sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja akan membentuk suatu motivasi kerja bagi pegawai dalam pencapaian hasil kerja yang maksimal. Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif, sebagian besar pegawai yaitu 89,5% pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI memiliki persepsi yang baik terhadap penempatannya dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya saat ini. Namun, masih ada 23,8% pegawai yang masih memiliki persepsi bahwa kondisi fisik lingkungan kerjanya kurang sesuai dengan harapannya. Kemudian, masih ada 10,7% pegawai yang memiliki persepsi bahwa peralatan kerja yang tersedia untuk bidang pekerjannya kurang sesuai dengan peralatan kerja yang mereka butuhkan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
143
Padahal, sikap terhadap kesesuaian peralatan akan mempengaruhi kinerja pegawai. Dengan adanya persepsi yang baik terhadap kesesuaian peralatan kerja yang ada dengan harapan karyawan, maka dapat membuat karyawan lebih bersemangat dalam bekerja. Peralatan kerja juga merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh pihak instansi untuk mendukung tercapainya prestasi kerja yang memuaskan dari karyawan. Dengan adanya peralatan kerja yang lengkap dan sesuai dengan kebutuhan pegawai, maka pegawai akan selalu berusaha untuk melaksanakan pekerjaannya secara optimal karena didukung dan dibantu oleh peralatan kerja yang dimilikinya untuk membantu dalam penyelesaian pekerjaannya. Adapula sikap terhadap kondisi fisik lingkungan pekerjaan yang juga mempengaruhi kinerja pegawai. Kondisi fisik lingkungan pekerjaan dapat mempengaruhi
kenyamanan
karyawan
untuk
dapat
menyelesaikan
pekerjaannya secara optimal. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik apabila pegawai dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Kondisi fisik lingkungan pekerjaan yang dapat membantunya untuk bekerja secara produktif misalnya adanya kenyamanan ruangan dengan tata ruang kantor yang nyaman, lingkungan yang bersih, ruang yang cukup besar untuk memudahkan aktivitas, fasilitas ruangan yang lengkap misalnya disertai dengan AC supaya pegawai tidak merasakan kegerahan saat bekerja terlalu lama, penerangan cahaya yang baik, sirkulasi udara yang baik, serta tempat duduk dan meja kerja yang nyaman. Dengan adanya kenyamanan
144
karyawan pada kondisi fisik lingkungan pekerjannya akan mempengaruhi produktifitas karyawan dalam bekerja. Oleh karena itu, pihak instansi seharusnya lebih memperhatikan persepsi pegawai terhadap peralatan kerja yang digunakan dan kondisi fisik lingkungan kerja mereka dengan cara lebih melengkapi peralatan kerja yang dibutuhkan pegawai untuk menyelesaikan pekerjaannya dan dapat lebih membuat kondisi fisik lingkungan kerja di tempat tersebut lebih nyaman dan kondusif agar pegawai dapat bekerja secara produktif. Hal tersebut karena sikap kerja merupakan kondisi mental yang mendorong karyawan untuk berusaha mencapai prestasi kerja yang maksimal. Oleh karena itu, pegawai harus memiliki sikap kerja yang baik. Melalui sikap kerja yang baik yang dimiliki oleh karyawan, maka diharapkan karyawan lebih menikmati pekerjaan yang dia miliki sehingga mereka mampu menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan pencapaian kerja yang maksimal. Dengan adanya sikap kerja yang baik, hal tersebut sangat baik untuk mendukung kelancaran tugas yang diberikan kepadanya dan merupakan
motivasi
yang
akan
membantunya
dalam
mencapai
kinerja/prestasi kerja yang optimal. Oleh karena itu, kesesuaian sikap kerja pegawai juga harus menjadi salah satu perhatian bagi manajer dalam menempatkan pegawai di instansinya. Kesesuaian dalam penempatan kerja pegawai merupakan syarat utama bagi terciptanya kondisi yang kondusif bagi pegawai untuk mengeluarkan segala kemampuannya dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan 145
(Murad,2012). Dengan penempatan yang sesuai dan tepat, maka gairah kerja, mental kerja, dan prestasi kerja mencapai hasil yang optimal bahkan kreativitas serta prakarsa karyawan dapat berkembang. Penempatan yang sesuai dan tepat merupakan motivasi yang akan menimbulkan antusias dan semangat kerja yang tinggi bagi seseorang dalam mengerjakan pekerjaan itu dan merupakan salah satu kunci untuk memperoleh kinerja yang optimal dari setiap karyawan (Hasibuan, 2006).
6.8 Kinerja Pegawai Dalam mengukur apakah kinerja pegawai sudah sesuai dengan target/standar kerja yang direncanakan, terdapat beberapa indikator untuk mengetahui gambaran kinerja pegawai. Indikator tersebut yaitu kinerja dari aspek kuantitas hasil kerja, kualitas hasil kerja, serta ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan. Hal tersebut sesuai dengan kebijakan Permenkes No. 73 Tahun 2013 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Sasaran Kerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Kesehatan yang menyatakan bahwa penilaian capaian SKP PNS diukur dengan membandingkan antara realisasi pada akhir tahun dengan target kerja berdasarkan aspek kuantitas, kualitas, dan waktu yang disusun di awal tahun. Kuantitas kerja dinilai dari kesesuaian pencapaian output kerja pegawai (jumlah dokumen/laporan yang dihasilkan) dengan target/standar kerja yang direncanakan. Kualitas kerja dinilai dari kesesuaian pencapaian output kerja pegawai (kelengkapan dan ketepatan dokumen/laporan yang dihasilkan) dengan target/standar kerja yang
146
direncanakan. Sedangkan ketepatan waktu dinilai dari kesesuaian ketepatan waktu yang dibutuhkan pegawai dalam mengerjakan pekerjaannya dengan target/standar kerja yang direncanakan. Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif mengenai kinerja pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI, dapat diketahui bahwa rata-rata skor tingkat kesetujuan responden terhadap seluruh item pertanyaan untuk variabel kinerja pegawai adalah sebesar 3,0. Angka ini lebih besar atau mendekati dari angka 3,00 (skor untuk pilihan jawaban cocok/setuju/sesuai), yang menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI menyatakan setuju terhadap seluruh item pertanyaan yang berkaitan dengan kesesuaian kinerja mereka dengan target/standar kerja yang direncanakan. Hasil ini mengindikasikan bahwa sebagian besar pegawai instansi tersebut memiliki persepsi bahwa kinerja mereka sudah sesuai dengan target/standar kerja yang direncanakan. Namun
demikian,
masih
ada
pegawai
yang
merasakan
adanya
ketidaksesuaian kinerja yang mereka lakukan dengan target/standar kerja yang direncanakan yaitu sebesar 13% pegawai. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara mendalam kepada seluruh Kepala Bagian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI yang mengatakan bahwa saat ini meskipun masih ada pegawai yang kinerjanya kurang sesuai dengan yang diharapkan instansi, namun sebagian besar pegawai di bagiannya telah memiliki kinerja yang secara umum sudah cukup baik dan sesuai dengan target yang direncanakan berdasarkan dari aspek
147
kuantitas dan kualitas hasil kerjanya, maupun ketepatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan. Kinerja merupakan perwujudan yang dilakukan oleh pegawai yang biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap pegawai atau organisasi. Kinerja karyawan adalah hasil kerja baik kualitatif maupun kuantitatif yang dicapai oleh pegawai dan dipengaruhi oleh kecakapan, kemampuan, pengalaman, dan sikap kesungguhan pegawai sesuai dengan tanggung jawabnya yang harus diselesaikan pada waktu yang tepat atau tidak melampui batas
waktu
yang
disediakan
dalam
rangka
mencapai
tujuan
organisasi/perusahaan. Kinerja karyawan menunjukkan apakah karyawan tersebut merupakan karyawan yang berkompeten atau tidak. Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif maupun kualitatif, diketahui bahwa kinerja pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA sebagian besar sudah cukup baik dan sesuai target/standar kerja yang direncanakan. Dengan memiliki karyawan yang berkinerja baik dan berkompeten, maka hal ini sangat baik bagi kelangsungan perusahaan yang dalam hal ini adalah instansi Sekditjen Bina Gizi dan KIA. Meskipun sebagian besar sudah berkinerja baik, namun masih ada 15,5% pegawai yang memiliki persepsi bahwa kuantitas hasil kerja mereka belum sesuai dengan target/standar kerja yang direncanakan. Kemudian, masih adapula 13,2% pegawai yang memiliki persepsi bahwa kualitas hasil kerja mereka belum sesuai dengan target/standar kerja yang direncanakan. Selain itu, masih adapula 21,4% pegawai yang memiliki persepsi bahwa
148
ketepatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan yang mereka lakukan belum sesuai dengan target/standar kerja yang direncanakan. Oleh karena itu, pihak instansi harus lebih mengkaji masalah ini dengan berusaha memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai untuk dapat meningkatkan kinerja pegawai. Hal tersebut karena kinerja yang baik merupakan langkah menuju tercapainya tujuan organisasi, sehingga instansi perlu mengupayakan peningkatan kinerja, walaupun hal itu tidaklah mudah karena banyak faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya kinerja seseorang. Mangkunegara (2007) dan Mathis dan Jackson (2002) mengembangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja yaitu faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja adalah dengan cara meningkatkan kemampuan dan motivasi pegawai, yang dapat dilakukan dengan melakukan penempatan kerja yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, yang terdiri dari kesesuaian pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pegawai dan kesesuaian sikap kerja pegawai. Dengan adanya kesesuaian pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh pegawai dalam penempatan kerjanya, maka hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Karyawan yang memiliki kemampuan yang memadai dan sesuai dengan pekerjaannya, maka akan terampil dalam melakukan kinerjanya sehingga mampu memperoleh prestasi kerja yang baik. Sehingga
149
penempatan pegawai pada posisi yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki (penerapan the right man in the right place the right man on the right on the job) penting bagi perusahaan untuk mencapai kinerja yang optimal dari setiap pegawai. Sedangkan kesesuaian sikap kerja dengan bidang kerja yang ditempatinya, akan mempengaruhi motivasi kerja pegawai untuk dapat mencapai kinerja/prestasi kerja yang optimal. Motivasi dalam Prabu Mangkunegara (2007) adalah kondisi yang menggerakkan diri manusia yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja, yang merupakan kondisi mental yang mendorong karyawan untuk berusaha mencapai kinerja/prestasi kerja yang optimal. Selain faktor kesesuaian penempatan kerja,
berdasarkan hasil
wawancara mendalam kepada Kepala Bagian di Sekditjen dapat diketahui bahwa adapula faktor lain yang akan mempengaruhi kinerja pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI yaitu peningkatan kesejahteraan pegawai atau sistem reward, seperti lebih memperhatikan tunjangan kinerja pegawai, memberikan penghargaan bagi pegawai yang berprestasi, serta program pemberian kesempatan kepada para pegawai untuk melaksanakan studi lanjut pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Pihak instansi harus memperhatikan masalah peningkatan kesejahteraan pegawai seperti peningkatan tunjangan kinerja pegawai sesuai dengan prestasi kerjanya dan ketepatan waktu dalam pembayaran tunjangan kinerja
150
untuk dapat memotivasi pegawai dalam mencapai kinerja yang optimal. Selain itu, dapat juga dengan memberikan penghargaan baik berupa piagam penghargaan bagi karyawan teladan maupun pujian dari atasan karyawan tersebut untuk mengapresiasi kinerja/pencapaian prestasi kerja karyawan yang optimal, sehingga karyawan tersebut merasa dihargai dan berusaha untuk mempertahankan kinerjanya yang baik. Kemudian, menurut pendapat salah satu Kepala Bagian, bahwa salah satu sistem reward yang bisa mempengaruhi
kinerja
pegawai
adalah
dengan
memberikan
peluang/kesempatan bagi pegawai yang memiliki kinerja yang baik/prestasi kerja yang memuaskan untuk dapat melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi guna mendukung pengembangan kariernya di masa depan. Dengan hal tersebut, maka pegawai yang lain akan termotivasi untuk berkinerja secara optimal agar mendapatkan kesempatan yang sama untuk dapat melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi demi menopang pengembangan kariernya di masa mendatang. Selain faktor peningkatan kesejahteraan pegawai, adapula faktor lain yang mempengaruhi kinerja yaitu kemauan dari orang tersebut dan faktor kesadaran pegawai akan dampak dari pencapaian target kerja/penilaian SKP. Menurut hasil wawancara kepada salah satu Kepala Bagian di Sekditjen, beliau mengatakan bahwa yang akan mempengaruhi kinerja pegawai adalah faktor kemauan dari orang tersebut untuk dapat melaksanakan tugas dan dibebankan kepadanya secara optimal.
151
Kemauan berhubungan dengan keyakinan, komitmen, dan motivasi untuk menyelesaikan tugas atau program yang telah ditentukan. Dengan adanya kemauan pegawai, maka meskipun pegawai tersebut memiliki ketidaksesuaian pengetahuan dan keterampilan dalam penempatannya namun dengan adanya kemauan, ia tetap dapat menyelesaikan seluruh tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya dengan optimal, dengan cara mencari tahu cara penyelesaian pekerjaan tersebut baik dengan bertanya dengan orang/ pegawai lain yang lebih ahli maupun mencari tahu/belajar dari sumber lain seperti buku dan internet. Oleh karena itu, faktor kemauan pegawai untuk dapat berkinerja secara optimal juga dapat mempengaruhi kinerja seorang pegawai. Kemudian adapula faktor lain yaitu kesadaran akan dampak dari penilaian prestasi kerja/pencapaian SKP. Sistem penilaian prestasi kerja dengan sistem SKP (Sasaran Kerja Pegawai) sedang diberlakukan di instansi ini untuk menilai sejauh mana kesesuaian pencapaian hasil kerja pegawai dengan target/standar kerja yang direncanakan. Pada sistem SKP, pencapaian hasil kerja yang tidak sesuai dengan target/standar kerja yang direncanakan nantinya akan berdampak pada nilai capaian SKP pegawai yang akan mempengaruhi jumlah tunjangan kinerja pegawai. Namun, sistem ini baru diberlakukan pada bulan Januari awal tahun 2014 ini. Pegawai masih belum dapat merasakan dampak jika SKP tersebut tidak tercapai, yang nantinya akan mempengaruhi penilaian kinerjanya di akhir tahun dan hal tersebut dapat mengurangi jumlah tunjangan kinerja yang
152
diterimanya. Oleh karena itu, jika nantinya pegawai telah mengetahui dan merasakan dampak dari pencapaian SKP ini maka mungkin pegawai tersebut akan lebih memaksimalkan kinerjanya untuk dapat mencapai prestasi kerja yang sesuai dengan target/standar kerja agar jumlah tunjangan kinerjanya pun tidak mengalami pengurangan. Selain memperhatikan faktor yang mempengaruhi kinerja, adapula salah satu cara untuk meningkatkan kinerja/keproduktifan pegawai yang juga diungkapkan oleh salah satu Kepala Bagian yaitu dengan cara melakukan pendekatan secara personal kepada pegawai yang kinerjanya menurun. Seorang pimpinan instansi juga berkewajiban untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja pegawainya. Seorang pimpinan, juga perlu mengenali kelebihan dan kekurangan yang dimiliki masing-masing dari pegawainya, sebab hal ini akan memudahkan para pimpinan untuk mengevaluasi perkembangan setiap pegawainya. Dengan hal tersebut, pimpinan akan lebih mudah mengenali mana karyawan yang memiliki prestasi kerja cukup bagus, dan mana karyawan yang membutuhkan dukungan dari pimpinan untuk mencapai keberhasilan seperti rekan-rekan lainnya. Tentu dengan pendekatan tersebut, para pimpinan dapat membantu karyawan yang kesulitan mengerjakan tugasnya untuk bisa berhasil meraih prestasi seperti karyawan lainnya. Selain itu, adapula cara lain untuk meningkatkan kinerja pegawai misalnya dengan lebih memperhatikan dan menanggapi keluhan karyawan dengan baik untuk memacu semangat kerja mereka. Pihak instansi dapat
153
selalu membuka komunikasi dengan karyawan apabila terdapat masukan ataupun komplain
dari karyawan
melalui
kotak
saran.
Kemudian
membahasnya sebulan sekali bersama menajemen terkait, untuk kemudian hasilnya diumumkan secara transparan kepada para karyawan. Oleh karena itu, untuk dapat lebih meningkatkan kinerja pegawai, maka pihak instansi harus memperhatikan seluruh faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai dan juga mempraktekkan berbagai cara-cara peningkatan keproduktifan kerja seperti pendekatan personal untuk dapat meningkatkan kinerja pegawai, karena dengan kinerja yang baik dari pegawainya akan mempermudah instansi dalam mencapai tujuannya dan dapat menggerakan roda organisasi ini dengan baik.
6.9 Pengaruh Penempatan Kerja Berdasarkan Kesesuaian Pengetahuan Terhadap Kinerja Pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa variabel kesesuaian pengetahuan dalam penempatan kerja dapat mempengaruhi kinerja pegawai dan pengaruh dari variabel kesesuaian pengetahuan kuat terhadap variabel kinerja pegawai. Hal tersebut menjelaskan bahwa semakin baik kesesuaian antara pengetahuan yang dimiliki seorang pegawai dengan bidang pekerjaan yang dibebankan kepadanya akan semakin baik pula kinerja pegawai yang bersangkutan. Kesesuaian pengetahuan yang dimiliki oleh seorang pegawai dengan kualifikasi pekerjaan yang ditempati, dapat dilihat dari indikator-
154
indikator seperti kesesuaian latar belakang pendidikan formal dan informal dalam penempatan pegawai serta kesesuaian wawasan pengetahuan pekerjaan yang dimiliki pegawai dengan penempatan kerjanya yang akan dapat mendukungnya dalam pelaksanaan pekerjaan. Semakin baik kesesuaian antara latar belakang pendidikan formal yang dimiliki seorang pegawai dengan bidang pekerjaan yang dibebankan kepadanya akan semakin baik pula kinerja pegawai yang bersangkutan. Menurut Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2007) tingkat pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum. Tingkat pendidikan seorang karyawan dapat
membuat
karyawan memiliki pengetahuan
konseptual dan teoritis yang membantunya dalam mengerjakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (1989) dalam Syaiin (2008), bahwa melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak. Pengetahuan pegawai yang didapatkan dari pendidikan formal yang dijalaninya dapat meningkatkan kemampuan pegawai yang bersangkutan. Dengan adanya kemampuan yang dimiliki dalam mengerjakan pekerjaannya, maka hal tersebut dapat membantu pegawai dalam mencapai kinerja yang optimal dan memuaskan. Demikian pula halnya dengan wawasan pengetahuan tentang pekerjaan dan pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti oleh pegawai. Semakin 155
baik wawasan pengetahuan pegawai tentang pekerjaan yang dibebankan kepadanya akan semakin baik pula kemampuannya dalam melaksanakan pekerjannya, dan akan semakin baik pula kinerja pegawai tersebut. Menurut Gibson (1988) dalam Yuliastuti (2007) bahwa pengetahuan merupakan pemahaman lisan seorang pegawai tentang apa yang dia ketahui dari pengalaman dan proses belajar. Apabila pegawai tersebut memiliki wawasan pengetahuan yang baik tentang pekerjaannya, maka dia akan dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan baik. Wawasan pengetahuan yang dimiliki cenderung dapat meningkatkan kualitas pekerjaan pegawai. Kemudian, menurut Yanti (2012) bahwa semakin sesuai antara materi pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti oleh seorang pegawai dengan tuntutan tugas yang dibebankan kepadanya akan semakin baik pula kinerja pegawai tersebut. Didukung pula oleh pendapat menurut Sirait (2006) dalam Yuliastuti (2007) bahwa pendidikan dan pelatihan dapat memberikan pegawai keterampilan yang mereka butuhkan dan dengan adanya keterampilan, maka hal tersebut dapat mengurangi rasa takut mereka dalam menghadapi tugastugas baru. Hal tersebut menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kesesuaian pengetahuan dengan kinerja pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Hasil tersebut mendukung pendapat bahwa penempatan pegawai pada bidang tertentu hendaknya mempertimbangkan beberapa hal sehingga pegawai yang terpilih adalah mereka yang memiliki kualifikasi yang baik. Kesesuaian antara kualifikasi yang dimiliki pegawai dengan bidang tugasnya 156
akan meningkatkan kinerjanya, sehingga roda organisasi akan berjalan dengan baik. Penempatan pegawai pada suatu bidang pekerjaan dengan mempertimbangkan kesesuaian pengetahuan, kesesuaian keterampilan dan kesesuaian sikap dari pegawai yang bersangkutan merupakan hal yang sangat penting untuk menghasilkan kinerja yang diinginkan. Pengetahuan merupakan suatu kesatuan informasi terorganisir yang biasanya terdiri dari sebuah fakta atau prosedur yang diterapkan secara langsung terhadap kinerja. Sebuah fungsi pengetahuan seseorang dapat diperoleh melalui pendidikan formal, pendidikan informal, pengalaman, membaca buku dan lain-lain. Pengetahuan yang dimiliki oleh pegawai dapat membantunya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab pekerjaannya. Mulyasa (2002) mengungkapkan bahwa pengetahuan dapat membuat seorang pegawai dapat mengetahui metode penyelesaian tugas dengan baik. Oleh karena itu pegawai dituntut untuk memiliki pengetahuan yang sesuai dengan pekerjaannya. Adanya keterkaitan antara kesesuaian pengetahuan dan keterampilan dengan kinerja pegawai juga diperkuat oleh pendapat Siagian (2009) yang menyatakan bahwa dalam kehidupan organisasional, pengetahuan dan keterampilan yang tinggi dalam melaksanakan tugas merupakan modal yang amat besar. Kepercayaan pada diri sendiri perlu ditanamkan dalam organisasi, karena hal ini akan berpengaruh pada kinerja pegawai. Mutu pekerjaan juga berhubungan dengan pendidikan dan kecerdasan dimana peningkatan pendidikan dan kecerdasan meningkatkan cara berpikir secara kritis sehingga
157
lebih mampu mengekspresikan keinginan menurut persepsi yang harus dipenuhi. Kemudian, didukung pula oleh pendapat Robbins (2008) yang mengatakan bahwa semakin baik pengetahuan dan keterampilan kerja seorang
pegawai,
maka
kemampuan kerjanya
juga
semakin
baik.
Kemampuan merujuk ke kapasitas individu untuk melaksanakan tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Semakin baik pengetahuan seorang pegawai akan semakin tinggi pula kemampuannya dalam melaksanakan tugas. Pekerjaan membebankan tuntutan-tuntutan berbeda kepada pelaku untuk menggunakan kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu, penempatan kerja yang sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki pegawai sangat penting untuk kelancaran pelaksanaaan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Soares (2010) yang menemukan hasil bahwa penempatan, berpengaruh signifikan terhadap motivasi dan kinerja karyawan. Selain itu, adapula penelitian lain yang dilakukan oleh Eduard L. Pessiwarissa (2008), Andri Latif Asikin Mansoer (2009), T.Murad (2012), Asri Nur Fadillah, dkk, Diana Prihartini (2012), serta Athkan,dkk (2013) yang menemukan bahwa kesesuaian penempatan kerja yang meliputi kesesuaian pengetahuan, keterampilan dan sikap pegawai berhubungan positif dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap prestasi kerja pegawai. Hasil penelitian tersebut didukung pula oleh pendapat Menurut Komaruddin yang dikutip oleh Suwatno (2001), yang menjelaskan bahwa
158
penempatan pekerjaan karyawan pada jabatan yang tepat akan berdampak pada setiap karyawan, mereka dapat bertugas dengan efisien, dapat mengembangkan diri untuk berprestasi dan merasa puas. Kemudian menurut Yana Octaria (2000) dalam Murad (2012), menjelaskan bahwa penempatan karyawan yang tepat merupakan salah satu cara yang menunjang kearah terciptanya prestasi, sehingga hal ini dapat mencapai tujuan perusahaan karena didapatnya orang-orang yang tepat, dimana orang-orang tersebut dapat memenuhi kebutuhan masa sekarang dan masa akan datang perusahaan serta meningkatkan kinerja di masa yang akan datang. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Hasibuan (2006) yang menyatakan bahwa prinsip penempatan harus dilaksanakan secara konsekuen supaya seorang pekerja bekerja sesuai dengan spesialisasinya/keahliannya masingmasing. Dengan penempatan yang sesuai dan tepat ini maka gairah kerja, mental kerja, dan prestasi kerja mencapai hasil yang optimal bahkan kreativitas serta prakarsa karyawan dapat berkembang. Penempatan yang sesuai dan tepat merupakan motivasi yang akan menimbulkan antusias dan semangat kerja yang tinggi bagi seseorang dalam mengerjakan pekerjaan itu. Jadi penempatan karyawan yang sesuai dan tepat merupakan salah satu kunci untuk memperoleh kinerja yang optimal dari setiap karyawan selain moral kerja, kreativitas, dan prakarsanya juga akan berkembang (Hasibuan, 2006). Selain itu, menurut Siagian (2009) bahwa kinerja para pegawai juga merupakan pencerminan prosedur pengadaan pegawai yang ditempuh oleh bagian kepegawaian. Artinya, jika sistem rekruitmen, seleksi, pengenalan dan
159
penempatan pegawai sudah baik, sangat besar kemungkinan kinerja para pegawai pun akan memuaskan. Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Schuler dan Jackson (1997) yang menyatakan penempatan adalah pencocokan seseorang dengan jabatan yang akan dipegangnya, berdasarkan pada kebutuhan jabatan dan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, preferensi, dan kepribadian karyawan tersebut. Dari teori tersebut menunjukkan bahwa perusahaan harus tepat dalam menempatkan karyawan serta mencocokan minat dan keterampilan karyawan agar mampu dalam menopang segala yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian, hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang digunakan sebagai acuan dan sesuai pula dengan hasil-hasil penelitian yang relevan.
6.10Pengaruh Penempatan Kerja Berdasarkan Kesesuaian Keterampilan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa variabel kesesuaian keterampilan dalam penempatan kerja dapat mempengaruhi kinerja pegawai dan pengaruh dari variabel kesesuaian keterampilan kuat terhadap variabel kinerja pegawai. Hal tersebut menjelaskan bahwa semakin baik kesesuaian antara keterampilan yang dimiliki seorang pegawai dengan bidang pekerjaan yang dibebankan kepadanya akan semakin baik pula kinerja pegawai yang bersangkutan. Kesesuaian keterampilan yang dimiliki oleh seorang pegawai
160
dengan kualifikasi pekerjaan yang ditempati, dapat dilihat dari indikatorindikator
seperti
kesesuaian
antara
keterampilan
teknis,
hubungan
kemanusiaan, dan keterampilan konseptual yang dimiliki pegawai dengan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Semakin baik kesesuaian antara keterampilan teknis dan keterampilan konseptual yang dimiliki seorang pegawai dengan bidang pekerjaan yang dibebankan kepadanya akan semakin baik pula kinerja pegawai yang bersangkutan. Demikian pula halnya dengan keterampilan hubungan kemanusiaan yang dimiliki oleh seorang karyawan juga akan mempengaruhi kinerja pegawai. Semakin baik keterampilan hubungan kemanusiaan pegawai dalam bergaul maupun berkomunikasi dengan pegawai lainnya, maka akan membantu kelancaran tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Hal tersebut menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kesesuaian keterampilan kerja dengan kinerja pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Hasil tersebut mendukung pendapat bahwa penempatan pegawai pada bidang tertentu hendaknya mempertimbangkan beberapa hal sehingga pegawai yang terpilih adalah mereka yang memiliki kualifikasi yang baik. Kesesuaian antara kualifikasi yang dimiliki pegawai dengan bidang tugasnya akan meningkatkan kinerjanya, sehingga roda organisasi akan berjalan dengan baik. Penempatan pegawai pada suatu bidang pekerjaan dengan mempertimbangkan kesesuaian pengetahuan, kesesuaian keterampilan dan
161
kesesuaian sikap dari pegawai yang bersangkutan merupakan hal yang sangat penting untuk menghasilkan kinerja yang diinginkan. Dengan adanya kesesuaian keterampilan dalam penempatan kerja, maka diharapkan pegawai akan lebih mudah dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Keterampilan (skill) merupakan suatu kompetensi yang diperlihatkan dalam kinerja melalui perilaku yang dapat diamati, atau dengan kata lain keterampilan adalah suatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas pekerjaan yang dibebankan kepadanya, misalnya dengan keterampilan dapat memanfaatkan alat bantu, maka pegawai akan mampu menyelesaikan tugas yang diberikan secara relatif lebih cepat. Kemudian, adapula keterampilan hubungan kemanusiaan yang juga sangat menunjang kinerja pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA, karena dengan kemampuan ini, karyawan mampu menjalin kerja sama yang baik dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dengan adanya keterampilan hubungan kemanusiaan maka apabila pegawai mengalami kesulitan dalam melakukan tugas atau pekerjaan yang diberikan kepadanya, pegawai tersebut dapat dengan mudah meminta bantuan kepada karyawan lain yang lebih menguasai cara mengerjakan tugas/pekerjaan tersebut. Selain itu, adapula keterampilan konseptual yang juga sangat membantu pegawai
dalam
melaksanakan
pekerjaan-pekerjaan
yang
dibebankan
kepadanya. Keterampilan secara konseptual perlu dimiliki karyawan sesuai dengan bidang kerjanya masing-masing. Dengan adanya keterampilan secara konseptual, karyawan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik
162
melalui strategi-strategi yang kreatif dan hal ini akan berdampak pada kinerja/prestasi kerja karyawan. Adanya keterkaitan antara kesesuaian pengetahuan dan keterampilan dengan kinerja pegawai juga diperkuat oleh pendapat Siagian (2009) yang menyatakan bahwa dalam kehidupan organisasional, pengetahuan dan keterampilan yang tinggi dalam melaksanakan tugas merupakan modal yang amat besar. Kepercayaan pada diri sendiri perlu ditanamkan dalam organisasi. Karena hal ini akan berpengaruh pada kinerja pegawai. Mutu pekerjaan juga berhubungan dengan pendidikan dan kecerdasan dimana peningkatan pendidikan dan kecerdasan meningkatkan cara berpikir secara kritis sehingga lebih mampu mengekspresikan keinginan menurut persepsi yang harus dipenuhi. Kemudian, didukung pula oleh pendapat Robbins (2008) yang mengatakan bahwa semakin baik pengetahuan dan keterampilan kerja seorang
pegawai,
maka
kemampuan kerjanya
juga
semakin
baik.
Kemampuan merujuk ke kapasitas individu untuk melaksanakan tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Semakin baik keterampilan seorang pegawai akan semakin tinggi pula kemampuannya dalam melaksanakan tugas. Pekerjaan membebankan tuntutan-tuntutan berbeda kepada pelaku untuk menggunakan kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu, penempatan kerja yang sesuai dengan keterampilan yang dimiliki pegawai sangat penting dalam kelancaran pelaksanaaan pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
163
Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Soares (2010) yang menemukan hasil bahwa penempatan, berpengaruh signifikan terhadap motivasi dan kinerja karyawan. Selain itu, adapula penelitian lain yang dilakukan oleh Eduard L. Pessiwarissa dalam jurnal aplikasi manajemen (2008), Andri Latif Asikin Mansoer (2009), T.Murad (2012), Asri Nur Fadillah, dkk, Diana Prihartini (2012), serta Athkan,dkk (2013) yang menemukan bahwa kesesuaian penempatan kerja yang meliputi kesesuaian pengetahuan, keterampilan dan sikap pegawai berhubungan positif dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap prestasi kerja pegawai. Hasil penelitian tersebut didukung pula oleh pendapat Menurut Komaruddin yang dikutip oleh Suwatno (2001), yang menjelaskan bahwa penempatan pekerjaan karyawan pada jabatan yang tepat akan berdampak pada setiap karyawan, mereka dapat bertugas dengan efisien, dapat mengembangkan diri untuk berprestasi dan merasa puas. Kemudian menurut Yana Octaria (2000) dalam Murad (2012), menjelaskan bahwa penempatan karyawan yang tepat merupakan salah satu cara yang menunjang kearah terciptanya prestasi, sehingga hal ini dapat mencapai tujuan perusahaan karena didapatnya orang-orang yang tepat, dimana orang-orang tersebut dapat memenuhi kebutuhan masa sekarang dan masa akan datang perusahaan serta meningkatkan kinerja di masa yang akan datang. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Hasibuan (2006) yang menyatakan bahwa prinsip penempatan harus dilaksanakan secara konsekuen supaya seorang pekerja bekerja sesuai dengan spesialisasinya/keahliannya masing-
164
masing. Dengan penempatan yang sesuai dan tepat ini maka gairah kerja, mental kerja, dan prestasi kerja mencapai hasil yang optimal bahkan kreativitas serta prakarsa karyawan dapat berkembang. Penempatan yang sesuai dan tepat merupakan motivasi yang akan menimbulkan antusias dan semangat kerja yang tinggi bagi seseorang dalam mengerjakan pekerjaan itu. Jadi penempatan karyawan yang sesuai dan tepat merupakan salah satu kunci untuk memperoleh kinerja yang optimal dari setiap karyawan selain moral kerja, kreativitas, dan prakarsanya juga akan berkembang (Hasibuan, 2006). Selain itu, menurut Siagian (2009) bahwa kinerja para pegawai juga merupakan pencerminan prosedur pengadaan pegawai yang ditempuh oleh bagian kepegawaian. Artinya, jika sistem rekruitmen, seleksi, pengenalan dan penempatan pegawai sudah baik, sangat besar kemungkinan kinerja para pegawai pun akan memuaskan. Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Schuler dan Jackson (1997) yang menyatakan penempatan adalah pencocokan seseorang dengan jabatan yang akan dipegangnya, berdasarkan pada kebutuhan jabatan dan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, preferensi,dan
kepribadian
karyawan
tersebut.
Dari
teori
tersebut
menunjukkan bahwa perusahaan harus tepat dalam menempatkan karyawan serta mencocokan minat dan keterampilan karyawan agar mampu dalam menopang segala yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian, hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang digunakan sebagai acuan dan sesuai pula dengan hasil-hasil penelitian yang relevan.
165
6.11Pengaruh Penempatan Kerja Berdasarkan Kesesuaian Sikap Terhadap Kinerja Pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa variabel kesesuaian sikap dalam penempatan kerja dapat mempengaruhi kinerja pegawai dan pengaruh dari variabel kesesuaian sikap kuat terhadap variabel kinerja pegawai. Hal tersebut menjelaskan bahwa semakin baik kesesuaian antara sikap kerja seorang pegawai dengan bidang pekerjaan yang dibebankan kepadanya akan semakin baik pula kinerja pegawai yang bersangkutan. Kesesuaian sikap yang dimiliki oleh seorang pegawai dengan kualifikasi pekerjaan yang ditempati, dapat dilihat dari indikator-indikator seperti kesesuaian penempatan kerja dengan sikap karyawan terhadap jenis pekerjaan itu sendiri, sikap terhadap sesama karyawan, sikap terhadap kesesuaian peralatan, dan sikap terhadap kondisi fisik pekerjaan. Semakin baik sikap karyawan terhadap pekerjaan yang dibebankan kepadanya, sikap karyawan antar sesama pegawai, sikap karyawan terhadap peralatan kerja dan kondisi fisik lingkungan kerjanya, maka akan mempengaruhi kinerja dari seorang pegawai tersebut. Hal tersebut menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kesesuaian sikap kerja dengan kinerja pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI.
166
Hasil tersebut mendukung pendapat bahwa penempatan pegawai pada bidang tertentu hendaknya mempertimbangkan beberapa hal sehingga pegawai yang terpilih adalah mereka yang memiliki kualifikasi yang baik. Kesesuaian antara kualifikasi yang dimiliki pegawai dengan bidang tugasnya akan meningkatkan kinerjanya, sehingga roda organisasi akan berjalan dengan baik. Penempatan pegawai pada suatu bidang pekerjaan dengan mempertimbangkan kesesuaian pengetahuan, kesesuaian keterampilan dan kesesuaian sikap dari pegawai yang bersangkutan merupakan hal yang sangat penting untuk menghasilkan kinerja yang diinginkan. Kesesuaian sikap
juga
merupakan persyaratan penting
dalam
penempatan pegawai untuk menghasilkan kinerja yang baik, karena sikap merupakan kesiapan mental yang dipelajari dan diorganisasi melalui pengalaman yang mempunyai pengaruh tertentu terhadap cara tanggap seseorang terhadap orang lain, obyek/pekerjaan dan situasi yang berhubungan dengannya. Sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan fikiran terhadap sesuatu keadaan atau suatu objek (Salim,2008). Robbins (2008) menyatakan sikap adalah pernyataan-pernyataan evaluatif baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan mengenai objek, orang atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu. Dalam organisasi, sikap bersifat penting karena mempengaruhi perilaku. Seseorang dapat mempunyai ribuan sikap, namun perilaku organisasi memfokuskan perhatian pada sejumlah kecil sikap yang berkaitan
167
dengan pekerjaan. Sikap yang berkaitan dengan pekerjaan ini membuka jalan evaluasi positif atau negatif yang dipegang para karyawan mengenai aspek lingkungan kerja mereka. Pada akhirnya tinggi rendahnya kinerja seseorang pegawai juga terkait erat dengan sikap pegawai tersebut terhadap pekerjaan yang diberikan kepadanya. Menurut Prabu Mangkunegara (2007), sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja akan membentuk suatu motivasi kerja bagi pegawai dalam pencapaian hasil kerja yang maksimal. Melalui sikap kerja yang baik yang dimiliki oleh karyawan, maka diharapkan karyawan lebih menikmati pekerjaan yang dia miliki sehingga mereka mampu menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan pencapaian kerja yang maksimal. Sikap kerja karyawan dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu sikap terhadap jenis pekerjannya, sikap terhadap sesama karyawan, sikap terhadap peralatan kerja,dan sikap terhadap kondisi fisik lingkungan kerjanya. Sikap pegawai terhadap jenis pekerjaan yang dibebankan kepadanya sangat mempengaruhi motivasinya dalam bekerja. Jika pegawai merasa nyaman dan
senang dengan penempatan kerjanya dan pekerjaan yang
dibebankan kepadanya, maka pegawai dapat selalu bersemangat dalam bekerja dan selalu berusaha berkinerja secara optimal. Sikap pegawai yang memiliki persepsi yang baik terhadap pekerjannya dapat menciptakan kondisi yang kondusif bagi pegawai tersebut untuk dapat mengeluarkan segala kemampuannya dan melaksanakan pekerjaanya secara optimal.
168
Sikap terhadap sesama karyawan juga merupakan salah satu hal yang penting dan mempengaruhi kinerja pegawai. Dengan adanya persepsi yang baik yang dimiliki pegawai terhadap rekan kerjanya, akan menimbulkan rasa kenyamanan saat bekerja. Persepsi yang baik terhadap sesama karyawan juga akan mengurangi adanya konflik-konflik internal yang dapat menghambat keproduktifan karyawan dalam menghasilkan kinerja yang optimal dan memuaskan. Sikap terhadap kesesuaian peralatan juga akan mempengaruhi kinerja pegawai. Dengan adanya persepsi yang baik terhadap kesesuaian peralatan kerja yang ada dengan harapan karyawan, maka dapat membuat karyawan lebih bersemangat dalam bekerja. Peralatan kerja juga merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh pihak instansi untuk mendukung tercapainya prestasi kerja yang memuaskan dari karyawan. Dengan adanya peralatan kerja yang lengkap dan sesuai dengan kebutuhan pegawai, maka pegawai akan selalu berusaha untuk melaksanakan pekerjaannya secara optimal karena didukung dan dibantu oleh peralatan kerja yang dimilikinya untuk membantu dalam penyelesaian pekerjaannya. Adapula sikap terhadap kondisi fisik lingkungan pekerjaan yang juga mempengaruhi kinerja pegawai. Kondisi fisik lingkungan pekerjaan dapat mempengaruhi
kenyamanan
karyawan
untuk
dapat
menyelesaikan
pekerjaannya secara optimal. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik apabila pegawai dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Kondisi fisik lingkungan pekerjaan yang dapat membantunya 169
untuk bekerja secara produktif misalnya adanya kenyamanan ruangan dengan tata ruang kantor yang nyaman, lingkungan yang bersih, ruang yang cukup besar untuk memudahkan aktivitas, fasilitas ruangan yang lengkap misalnya disertai dengan AC supaya pegawai tidak merasakan kegerahan saat bekerja terlalu lama, penerangan cahaya yang baik, sirkulasi udara yang baik, serta tempat duduk dan meja kerja yang nyaman. Dengan adanya kenyamanan karyawan pada kondisi fisik lingkungan pekerjannya akan mempengaruhi produktifitas karyawan dalam bekerja. Sikap kerja pegawai sangat mempengaruhi motivasinya dalam bekerja. Dengan adanya sikap kerja yang baik, hal tersebut sangat baik untuk mendukung kelancaran tugas yang diberikan kepadanya dan merupakan motivasi yang akan membantunya dalam mencapai kinerja/prestasi kerja yang optimal. Oleh karena itu, kesesuaian sikap juga hal yang sangat penting dalam penempatan kerja pegawai sehingga dapat mendukung pegawai untuk dapat mencapai prestasi kerja yang optimal. Menurut Komaruddin yang dikutip oleh Suwatno (2001), penempatan pekerjaan karyawan pada jabatan yang tepat akan berdampak pada setiap karyawan, mereka dapat bertugas dengan efisien, dapat mengembangkan diri untuk berprestasi dan merasa puas. Kemudian menurut Yana Octaria (2000) dalam Murad (2012), menjelaskan bahwa penempatan karyawan yang tepat merupakan salah satu cara yang menunjang kearah terciptanya prestasi, sehingga hal ini dapat mencapai tujuan perusahaan karena didapatnya orangorang yang tepat, dimana orang-orang tersebut dapat memenuhi kebutuhan
170
masa sekarang dan masa akan datang perusahaan serta meningkatkan kinerja di masa yang akan datang. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Hasibuan (2006) yang menyatakan bahwa prinsip penempatan harus dilaksanakan secara konsekuen supaya seorang pekerja bekerja sesuai dengan spesialisasinya/keahliannya masingmasing. Dengan penempatan yang sesuai dan tepat ini maka gairah kerja, mental kerja, dan prestasi kerja mencapai hasil yang optimal bahkan kreativitas serta prakarsa karyawan dapat berkembang. Penempatan yang sesuai dan tepat merupakan motivasi yang akan menimbulkan antusias dan semangat kerja yang tinggi bagi seseorang dalam mengerjakan pekerjaan itu. Jadi penempatan karyawan yang sesuai dan tepat merupakan salah satu kunci untuk memperoleh kinerja yang optimal dari setiap karyawan selain moral kerja, kreativitas, dan prakarsanya juga akan berkembang (Hasibuan, 2006). Selain itu, menurut Siagian (2009) bahwa kinerja para pegawai juga merupakan pencerminan prosedur pengadaan pegawai yang ditempuh oleh bagian kepegawaian. Artinya, jika sistem rekruitmen, seleksi, pengenalan dan penempatan pegawai sudah baik, sangat besar kemungkinan kinerja para pegawai pun akan memuaskan. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Soares (2010) yang menemukan hasil bahwa penempatan, berpengaruh signifikan terhadap motivasi dan kinerja karyawan. Selain itu, adapula penelitian lain yang dilakukan oleh Eduard L. Pessiwarissa dalam jurnal aplikasi manajemen (2008), Andri Latif Asikin Mansoer (2009), T.Murad (2012), Asri Nur
171
Fadillah, dkk, Diana Prihartini (2012), serta Athkan,dkk (2013) yang menemukan bahwa kesesuaian penempatan kerja yang meliputi kesesuaian pengetahuan, keterampilan dan sikap pegawai berhubungan positif dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap prestasi kerja pegawai. Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Schuler dan Jackson (1997) yang menyatakan penempatan adalah pencocokan seseorang dengan jabatan yang akan dipegangnya, berdasarkan pada kebutuhan jabatan dan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, preferensi,dan
kepribadian
karyawan
tersebut.
Dari
teori
tersebut
menunjukkan bahwa perusahaan harus tepat dalam menempatkan karyawan serta mencocokan minat dan keterampilan karyawan agar mampu dalam menopang segala yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian, hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang digunakan sebagai acuan dan sesuai pula dengan hasil-hasil penelitian yang relevan.
172
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan 1
Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif dan kualitatif, dapat diketahui bahwa saat ini kondisi penempatan pegawai sebagian besar sudah sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki. Namun memang masih adapula penempatan pegawai yang masih belum sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki. Untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pegawai, pihak instansi melakukan program pendidikan dan pelatihan untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pegawai.
2
Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif dan kualitatif, dapat diketahui bahwa saat ini kondisi penempatan pegawai sebagian besar sudah sesuai dengan sikap kerja mereka. Namun memang masih adapula penempatan pegawai yang masih belum sesuai dengan sikap kerja mereka.
3
Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif dan kualitatif, dapat diketahui bahwa saat ini kinerja sebagian besar pegawai sudah sesuai dengan target/standar kerja yang direncanakan. Namun memang masih adapula kinerja pegawai yang masih belum sesuai dengan target/standar kerja yang direncanakan.
4
Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif, dapat diketahui bahwa kesesuaian pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam penempatan
173
kerja pegawai memiliki pengaruh yang kuat dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Kemudian, berdasarkan hasil pengolahan data kualitatif dapat diketahui bahwa selama ini belum ada kinerja buruk pegawai yang disebabkan oleh ketidaksesuaian dalam penempatan kerjanya. 5
Berdasarkan hasil pengolahan data kualitatif, dapat diketahui bahwa selain faktor kesesuaian penempatan kerja, terdapat faktor lain yang akan mempengaruhi kinerja pegawai yaitu peningkatan faktor kesejahteraan pegawai atau sistem reward seperti tunjangan kinerja maupun penghargaan. Selain itu, adapula faktor lain yang mempengaruhi kinerja yaitu kemauan dari orang tersebut dan faktor kesadaran pegawai akan dampak dari pencapaian target kerja/penilaian SKP.
7.2 Saran 1
Sebagian
besar
pegawai
penempatannya
telah
sesuai
dengan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang dimilikinya. Oleh karena
itu,
pihak
instansi
sebaiknya
mempertahankan
kondisi
penempatan kerja yang telah sesuai dengan kompetensi pegawai dan juga perlu mengawasi masalah kesesuaian dan ketidaksesuaian penempatan kerja pegawai agar pegawai dapat menciptakan kondisi yang kondusif untuk dapat bekerja secara produktif demi tercapainya tujuan instansi. 2
Sebaiknya pihak instansi memberi perhatian yang lebih besar terhadap peningkatan
dan
pengembangan
kemampuan
pegawai
melalui
pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan tugas/pekerjaan pegawai
174
guna untuk mendukung pelaksanaan pekerjaannya. Saat ini, masih ada kendala dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan yaitu masalah keterbatasan anggaran dan keterbatasan kuota. Namun, salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan sistem sharing ilmu/berbagi ilmu dari pegawai yang telah mengikuti kegiatan diklat kepada pegawai yang belum mendapatkan kesempatan untuk diklat. Hal tersebut diharapkan dapat menunjang keproduktifan kerja seluruh pegawai yang ada. 3
Selain itu, dengan keterbatasan anggaran maka instansi sebaiknya juga lebih membuat perencanaan kegiatan diklat yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan instansi. Hal tersebut, bisa dilakukan dengan mengadaptasi sistem penilaian kinerja di negara Singapura. Dimana dengan adanya review kinerja pegawai, maka atasan dapat membuat rekomendasi untuk mengikuti kegiatan diklat bagi pegawai yang kinerjanya kurang baik. Dengan hal tersebut, maka perencanaan kegiatan diklat akan lebih tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan instansi yang sesungguhya.
4
Instansi sebaiknya juga memperhatikan faktor-faktor lain yang akan mempengaruhi kinerja pegawai seperti lebih memperhatikan sistem penghargaan bagi pegawai baik berupa kompensasi, penghargaan berupa piagam dan pujian, peluang untuk peningkatan pendidikan, serta perhatian dan penghargaan dari atasan untuk dapat meningkatkan kinerja dari pegawai. Selain itu, instansi sebaiknya juga dapat mensosialisasikan dampak
dari pencapaian
target
kerja
pada
SKP
yang
dapat
175
mempengaruhi motivasi pegawai untuk selalu berkinerja secara optimal dan sesuai dengan target kerjanya. 5
Selain memperhatikan faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai, pihak instansi sebaiknya juga dapat menerapkan beberapa cara untuk meningkatkan produktifitas pegawai. Salah satunya yaitu melakukan pendekatan secara personal kepada pegawai yang memiliki kinerja yang kurang baik untuk dapat meningkatkan motivasi kerja pegawai tersebut yang tentunya akan berdampak pada produktifitas pegawai tersebut. Adapula cara lainnya yaitu dengan lebih memperhatikan dan menanggapi keluhan pegawai dengan baik untuk memacu semangat kerja mereka.
176
DAFTAR PUSTAKA
Amran, Yuli. 2012. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang Kesehatan, Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Analisa, Lucky W. 2011. “Analisis Pengaruh Motivasi Kerja dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Semarang).” Skripsi pada Fakultas Ekonomi Universitas Dipenogoro Atkhan, dkk. 2013. “Pengaruh Penempatan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur”. Jurnal Administrasi dari Magister Ilmu Administrasi UNMUL Samarinda
Bernardin, H.John, dan Joyce E.A.Russel. 1993. Human Resource Management : An Experential Approach. Singapore: Mc. Graw Hill, Inc.
Dahlan Sopiyudin, M. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel Dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika
Dessler, Gary. 1984. Human Resource Management Eight Edition. Prentice-hall,Inc.
Dharma, Surya. 2001. Manajemen Kinerja Falsafah Teori dan Penerapannya, Jakarta: Pustaka Pelajar. Fadillah, Asri Nur, dkk.. “Pengaruh Penempatan Pegawai Terhadap Kinerja, Studi Pada Pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Gresik”. Jurnal Administrasi Publik Vol. 1 No. 5 Universitas Brawijaya
Gita Wijaya, I Made Bagus dan Suana, Iwayan. “Pengaruh Penempatan Dan Pengalaman Terhadap Kepuasan Dan Kinerja Karyawan”. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Udayana
Gomes, FC, (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Penerbit Andi
Handoko, T.Hani. 2011. Manajemen Personalia Dan Sumber Daya Manusia.Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE (Badan Penerbit Fakultas Ekonomi)
Hasan, Iqbal. 2006. Analisis Data Penelitian dengan Statistik, Jakarta: Bumi Aksara
Hasibuan, Malayu S.P. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi. Cetakan Kedelapan Jakarta: PT Bumi Aksara
Hidayat dan Sucherly. 2000. Peningkatan Produktivitas Organisasi Pemerintah dan Pegawai Negeri, Jakarta: Prisma, No.12, LP3ES
Ilyas, Yaslis. 2002. Kinerja. Teori, Penilaian, dan Penelitian, Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM UI
Ilyas, Yaslis. 2011. Perencanaan SDM Rumah Sakit, FKMUI
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS Vol.6 No.2 Tahun 2012, Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian, Badan Kepegawaian Negara
Kebijakan Pengadaan CPNS Pasca Moratorium Tahun 2013, Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Mansoer, Andri Latif Asikin, 2009. Hubungan Kesesuaian Penempatan Kerja Terhadap Prestasi Kerja Pegawai (Studi Kasus pada Perusahaan Daerah Pasar Tohaga Kabupaten Bogor)
Martopo, Anshary. 2004. Peningkatan Kompetensi Menuju SDM Berkualitas. Bandung: Tarsito
Mathis dan Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Terjemahan. Edisi Pertama. Jakarta: PT. Salemba Emban Patria. Meitaningrum, Dhita Ayu; Hardjanto, Imam; dan Siswidiyanto. “Efektivitas Pendidikan dan Pelatihan Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai (Studi pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Malang). Jurnal. Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang Mitrasari, RR. Trihayu. 2008. “Persepsi Pegawai Atas Penilaian Kinerja Pegawai di PT. PLN (PERSERO) Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang”. Skripsi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
Mulyasa. 2002. Kurikulum berbasis kompetensi, Bandung: Remaja Rosda Karya. Murad, T. 2012. “Pengaruh Penempatan Karyawan Terhadap Prestasi Kerja Pegawai di Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Aceh Utara”. Tesis Ilmu Administrasi Universitas Terbuka
Musanef. 1984. Manajemen Kepegawaian Di Indonesia. Jakarta: PT Gunung Agung
Naliebrata, Anita. 2007. Analisis Pengaruh Penempatan Pegawai Berbasis Kompetensi Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Kasus Dinas Perhubungan Pemkab Bogor), Bogor: Institut Pertanian Bogor
Nasution, S. 2000. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara
Nawawi, Hadari. 2006. Evaluasi dan Manajemen Kinerja di Lingkungan Perusahaan dan Industri. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press
Notoatmodjo, Soekidjo. 2009. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI No.24 Tahun 2013 Tentang Kebijakan Tambahan Alokasi Formasi dan Pengadaan CPNS
Pesiwarissa, L. Eduard, 2008. Pengaruh Kesesuaian Penempatan Kerja Terhadap Prestasi Kerja di Kantor BAPPEDA Kabupaten Nabire, Papua Polak, Yanti S. 2012. “Pengaruh Tingkat Pendidikan, Keterampilan Kerja, Dan Sikap Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Cabang Makassar” Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin Prihartini, Diana. 2012. “Analisis Faktor-Faktor Kebijakan Penempatan SDM Terhadap Prestasi
Kerja
Pegawai
Dinkes
Kota
Kediri”
Jurnal
Ilmu
Manajemen,
REVITALISASI, Vol. 1, Nomor 3, Desember 2012 Purwoko, Anang Pikukuh. 2012. “Peningkatan Produktivitas Pegawai Melalui Rekrutmen Berdasarkan Karakteristik Kepribadian Individu. Jurnal Kebijakan dan Manajemen
PNS Vol.6 No.2 Tahun 2012”. Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian, Badan Kepegawaian Negara Puspita, Anugrah S. 2011. “Analisis Kebutuhan Tenaga Dengan Metode Workload Indicatr Of Staffing Need (WISN) Di Unit Pelatihan dan Pengembangan Rumah Sakit Tebet Jakarta.” Skripsi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Rivai, Veitzhal dan Sagala, E.J. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, Jakarta: Rajagrafindo Persada
Rivai, Veitzhal, 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan: dari Teori ke Praktek, Edisi Pertama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Robbins, Stephen P. Dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi Edisi ke-12, Jakarta : Salemba Empat Samratulangi. 2013. “Analisis Kebutuhan Pegawai Pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Makassar.” Skripsi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar
Sastrohadiwiryo, Siswanto. 2005, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Pendekatan Adminstratif dan Operasional, Jakarta. Bumi Aksara
Schuler, Randall S. dan Jackson, Susan E, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:Erlangga
Sedarmayanti. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia:Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung. PT Refika Aditama
Septiani, Cintia. 2008. “Manajemen Sumber Daya Manusia Perpustakaan: Studi Kasus di Perpustakaan RSUP Fatmawati.” Skripsi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya Universitas Indonesia
Siagian, Sondang P. M. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara
Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kerja. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI Soares, Aderito Babo. 2010. “Pengaruh Penempatan, Karakteristik Pekerjaan dan Lingkungan Kerja Terhadap Motivasi dan Kinerja Karyawan Grand Sinar Indah Hotel Kuta – Bali”. Tesis. Program Magister Program Studi Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: AFABETA,cv
Surat Edaran BKN tanggal 11 Februari 1980 No. 02/SE/1980 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil
Suwatno, 2001. Asas-Asas Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Suci Press Syaiin, Subakti. 2008. “Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Klinik Spesialis Bestari Medan Tahun 2007”. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan
Thoha, Miftah, 2010. Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Group
Tohardi, Ahmad. 2002. Pemahaman Praktis Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: Mandar Maju.
Umar, Husein. 2000. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara Tahun 2014
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Yanuardi, Rino. 2007. “Pengaruh Keterampilan Kerja dan Pengetahuan Administrasi terhadap Kinerja Pegawai Administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang”. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang Yuliastuti, Iing. 2007. “Pengaruh Pengetahuan, Keterampilan, dan Sikap Terhadap Kinerja Perawat Dalam Penatalaksanaan Kasus Flu Burung di RSUP H. Adam Malik Tahun 2007”. Tesis. Program Magister Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
STRUKTUR ORGANISASI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KESEHATAN IBU & ANAK DIREKTUR JENDERAL dr. ANUNG SUGIHANTONO, MKes NIP. 196003201985021002 (IV/d) Januari 2014 s.d Sekarang DIREKTUR BINA GIZI Ir. DODDY IZWARDY, MA NIP. 196302161986031005 (IV/b) September 2013 s.d Sekarang
DIREKTUR BINA KESEHATAN IBU dr. Gita Maya Koemara SS, MHA NIP.19570622 198511 2001 (IV/b) Februari 2012 s.d Sekarang
DIREKTUR BINA KESEHATAN ANAK dr. Elizabeth Jane S., MPH,Dsc NIP. 195809231983112001 (IV/c) April 2013 s.d Sekarang
BAGIAN PROGRAM DAN INFORMASI Drg. Grace Lovita Tewu, MSc (CHHM) NIP.19670807 199203 2 004 (IV/b) Desember 2011 s.d Sekarang
SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL Dr. Kuwat Sri Hudoyo, MS NIP.19620915 1991021001 (IV/c) Agustus 2012 s.d Sekarang
BAGIAN KEPEGAWAIAN DAN UMUM Dra. Sri Mulyani, MM NIP.19641127 198403 2 001 (IV/a) Desember 2012 s.d Sekarang
DIREKTUR BINA YANKESTRADKOM dr. Abidinsyah Siregar, DHSM, MKes NIP. 1957 0525 198412 1 001 (IV/d) Januari 2011 s.d Sekarang
BAGIAN KEUANGAN Isti Ratnaningsih, MA NIP.19590820 198101 2 001 (IV/a) Desember 2011 s.d Sekarang
DIREKTUR BINA KESJOR DR.Muchtaruddin Mansyur, SP.OK,PhD NIP. 195812181983121002 (IV/b) September 2013 s.d Sekarang
BAGIAN HUKUM, ORGANISASI & HUBUNGAN MASYARAKAT BONAR SIANTURI, SH, MH NIP. 196205151982121001 (III/d) Juni 2013 s.d Sekarang
SUB BAGIAN PROGRAM Naman Suryadi, S.Sos, MM NIP.19600619 198102 1 001 (IV/a) Maret 2010 s.d Sekarang
SUB BAGIAN TATA USAHA DAN GAJI Dra. GUSMIATI, MM NIP. 1960 0822 1984 03 2001 (IV/a) Desember 2012 s.d Sekarang
SUB BAGIAN ANGGARAN TIODORA SIDABUTAR, SKM, MPH NIP : 197406181999032003 (III/d) Desember 2011 s.d Sekarang
SUB BAGIAN ORGANISASI Sakri Sab’atmaja, SKM, M.Si NIP.19680306 199203 1 013 (III/d) Desember 2010 s.d Sekarang
SUB BAGIAN DATA DAN INFORMASI dr. Andi Yussianto, M. Epid NIP.19731207 200212 1 002 (III/d) November 2010 s.d Sekarang
SUB BAGIAN KEPEGAWAIAN Enizarti, SKM, MKM NIP. 19681018 199203 2 002 (III/d) Januari 2014 s.d Sekarang
SUB BAGIAN PERBENDAHARAAN Suhardjono, S.Sos NIP.19591123 1982 03 1 002 (IV/a) Desember 2011 s.d Sekarang
SUB BAGIAN HUKUM Ari Rabiwaldhi, SH, M.H.Kes NIP. 197802192006041004 (III/b) Juni 2013 s.d Sekarang
SUB BAGIAN EVALUASI DAN PELAPORAN Dr. Mayang Sari, MARS NIP. 19720804 200312 2 002 (III/d) Desember 2010 s.d Sekarang
SUB BAGIAN RUMAH TANGGA Yaya Kusumajaya, SKM, MKM NIP.19611121 1984 03 1 004 (IV/a) Maret 2010 s.d Sekarang
SUB BAGIAN VERIFIKASI & AKUNTANSI Azmi Salim Latuconsina, SE NIP. 19710430 200604 1 007 (III/c) Desember 2010 s.d Sekarang
SUB BAGIAN HUBUNGAN MASYARAKAT dr. Fitria Maulina NIP. 19790208 200604 2 017 (III/c) Desember 2011 s.d Sekarang
Struktur Gizi & KIA 9/16/2014
KELOMPOK JABFUNG
Identitas Responden
KUISIONER PENELITIAN TENTANG PENGARUH KESESUAIAN PENEMPATAN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KIA KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2014
Kepada : Yth. Bapak/Ibu/Sdr.(i) Karyawan Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan RI DiJakarta
Dengan Hormat, Dalam rangka penyusunan skripsi di Jurusan Kesehatan Masyarakat Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan, program strata satu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saya Nina Arista bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Kesesuaian Penempatan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA”. Saya akan menanyakan hal-hal seputar kesesuaian penempatan kerja pegawai dan kinerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA demi peningkatan kinerja pegawai di Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA. Dengan segala hormat dan kerendahan hati, saya mohon bantuan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari agar dapat meluangkan waktunya untuk memberikan pendapatnya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner yang tersedia. Pengisian kuisioner akan berlangsung ± 15 menit. Anda dimohon untuk membaca dengan cermat dan teliti sebelum mengisinya. Jawaban Bapak dan Ibu akan dijaga kerahasiannya dan tidak akan ditunjukan kepada orang lain sehingga kejujuran saudara dalam menjawab kuisioner ini akan sangat saya hargai. Atas perhatian dan bantuannya, saya ucapkan banyak terima kasih.
Jakarta, Juni 2014
Hormat saya Nina Arista
” Terima kasih atas partisipasi Anda dalam penelitian ini”
Identitas Responden
PETUNJUK Mohon dijawab pada kolom yang tersedia dengan memberi tanda check list ( ) pada kotak jawaban yang anda pilih sesuai dengan keadaan yang Anda alami. Mohon diteliti ulang, agar jangan sampai ada pertanyaan yang terlewatkan untuk dijawab IDENTITAS RESPONDEN
Nama responden
:
NIP
:
Unit kerja
:
Eselon dan Golongan : Jabatan
:
Usia dan Masa Kerja : Jenis Kelamin
:
Laki-Laki
Perempuan
Pendidikan Terakhir :
SMA/sederajat ...........
Sarjana (S1) .........
(disertai dengan title,
Diploma ...........
Pascasarjana (S2) .........
mis: SE/Sarjana Ekonomi)
KINERJA PEGAWAI Alternatif Jawaban: 1. Sangat Setuju/Sangat Sesuai/Sangat Efisien 2. Setuju/Sesuai/Efisien 3. Kurang Setuju/Kurang Sesuai/Kurang Efisien 4. Tidak Setuju/Tidak Sesuai/Tidak Efisien No
1
2
Pertanyaan
Jawaban
Di isi Peneliti
Tidak Sesuai
Kurang Sesuai
Sesuai
Sangat Sesuai
Tidak Sesuai
Kurang Sesuai
Sesuai
Sangat Sesuai
Bagaimana kesesuaian antara kuantitas hasil kerja Anda (jumlah dokumen/laporan) dengan target/standar kerja yang direncanakan.
Bagaimana kesesuaian antara kualitas hasil kerja Anda (kelengkapan dan ketepatan hasil kerja) dengan standar yang ditetapkan oleh Instansi Anda.
” Terima kasih atas partisipasi Anda dalam penelitian ini”
Identitas Responden Pertanyaan 3
4
5
Tidak Setuju
Kurang Setuju
Setuju
Sangat Setuju
Tidak Efisien
Kurang Efisien
Efisien
Sangat Efisien
Tidak setuju
Kurang Setuju
Setuju
Sangat Setuju
Tidak Sesuai
Jawaban Kurang Sesuai Sesuai
Diisi oleh Peneliti
Kualitas hasil kerja Anda meningkat dari waktu ke waktu.
Bagaimana efisiensi waktu yang Anda perlukan dalam menyelesaikan setiap tugas yang dibebankan.
Apapun tugas yang diberikan, Anda selalu berusaha menyelesaikannya secepat mungkin.
KESESUAIAN PENEMPATAN KERJA Alternatif Jawaban: 1.SS = Sangat Setuju/Sangat Sesuai 2.S = Setuju/Sesuai 3.KS = Kurang Setuju/Kurang Sesuai 4.TS = Tidak Setuju/Tidak Sesuai No
1
2
Pertanyaan
3
Anda memiliki wawasan pengetahuan tentang pekerjaan yang ditugaskan kepada Anda
4
Kesesuaian antara wawasan pengetahuan dengan bidang pekerjaan Anda dapat mendukung keberhasilan Anda dalam menyelesaikan setiap pekerjaan yang dibebankan Kesesuaian pendidikan formal dengan pekerjaan yang dibebankan dapat membuat Anda lebih nyaman dalam bekerja Kesesuaian pendidikan formal dengan tuntutan pekerjaan Anda dapat memperlancar penyelesaian pekerjaan Anda Pendidikan non formal (Diklat) yang Anda ikuti sesuai dengan tuntutan tugas dan tanggung jawab Anda
6
7
Di isi Peneliti KP
Kesesuaian Pengetahuan Menurut Anda, bagaimana kesesuaian antara penempatan kerja (bidang kerja) Anda dengan latar belakang pendidikan Anda Menurut Anda, bagaimana kesesuaian latar belakang pendidikan Anda dengan pekerjaan yang diberikan kepada Anda Tidak Setuju
5
Sangat Sesuai
Kurang Setuju
Setuju
Sangat Setuju
” Terima kasih atas partisipasi Anda dalam penelitian ini”
Identitas Responden Pertanyaan
8
No
Tidak Setuju
2
3
4 5
6
7
8
No
Pertanyaan
Sangat Setuju
Jawaban Kurang Setuju Setuju
Sangat Setuju
Diisi oleh Peneliti
Di isi Peneliti KK
Kesesuaian Keterampilan Anda memiliki keterampilan teknis mengenai pelaksanaan pekerjaan yang dibebankan kepada Anda Keterampilan teknis yang Anda miliki dapat mendukung penyelesaian pekerjaan yang dibebankan oleh atasan Anda memiliki keterampilan hubungan kemanusiaan (seperti mudah bergaul, supel) dalam lingkungan kerja Keterampilan hubungan kemanusiaan yang Anda miliki membantu kelancaran tugas Anda Anda memiliki keterampilan konseptual berkaitan dengan bidang tugas yang dibebankan kepada Anda Keterampilan konseptual yang Anda miliki membantu kelancaran pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawab Anda Tidak Sesuai
Kurang Sesuai
Sesuai
Sangat Sesuai
Tidak Setuju
Kurang Setuju
Setuju
Sangat Setuju
Menurut Anda, bagaimana kesesuaian antara keterampilan kerja yang Anda miliki dengan tuntutan pekerjaan
Kesesuaian keterampilan yang Anda miliki dengan tuntutan pekerjaan dapat membantu keberhasilan Anda dalam bekerja
Pertanyaan Tidak Setuju
1
Setuju
Kesesuaian pendidikan non formal (Diklat) yang Anda ikuti dengan penempatan kerja dapat mendukung keberhasilan Anda dalam menyelesaikan setiap pekerjaan
Tidak Setuju 1
Kurang Setuju
Kesesuaian Sikap Anda merasa senang terhadap bidang pekerjaan yang dibebankan kepada Anda
Jawaban Kurang Setuju Setuju
Sangat Setuju
Di isi Peneliti KP
” Terima kasih atas partisipasi Anda dalam penelitian ini”
Identitas Responden
Pertanyaan 2
3
4 5
6 7 8
Tidak Baik
Kurang Baik
Baik
Sangat Baik
Tidak Setuju
Kurang Setuju
Setuju
Sangat Setuju
Diisi Oleh Peneliti
Bagaimana persespsi Anda terhadap pekerjaan yang dibebankan kepada Anda
Anda mampu berkomunikasi secara baik dengan seluruh rekan kerja terutama rekan kerja pada bidang pekerjaan yang sama Pada bidang pekerjaan Anda, terjalin hubungan kekeluargaan diantara sesama pegawai Peralatan kerja yang tersedia untuk bidang pekerjaan Anda sesuai dengan peralatan kerja yang Anda butuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut Peralatan kerja yang disediakan untuk Anda dapat mempercepat penyelesaian pekerjaan Kondisi fisik lingkungan pekerjaan Anda sesuai dengan harapan Anda Sikap Anda terhadap kondisi fisik pekerjaan mendorong kesungguhan Anda dalam bekerja
” Terima kasih atas partisipasi Anda dalam penelitian ini”
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
1. Seperti apa kinerja pegawai berdasarkan kualitas hasil pekerjaannya ? 2. Seperti apa kinerja pegawai berdasarkan kuantitas hasil pekerjaannya ? 3. Bagaimana ketepatan waktu pegawai dalam menyelesaikan tugas ? 4. Apakah selama ini penempatan pegawai ada yang belum sesuai dengan latar belakang pendidikan formalnya ? jika iya, seberapa banyak ? 5. Apakah selama ini penempatan pegawai ada yang belum sesuai dengan latar belakang pendidikan informalnya ? jika iya, seberapa banyak ? 6. Apakah selama ini penempatan pegawai ada yang belum sesuai dengan keterampilan yang mereka miliki ? 7. Seperti apa kebijakan instansi dalam penempatan pegawai selama ini ? 8. Apakah ada pegawai yang memiliki kinerja buruk yang disebabkan oleh ketidaksesuaian penempatannya ? 9. Apa saja faktor-faktor lain selain kesesuaian penempatan kerja yang menurut Anda dapat mempengaruhi kinerja dari para pegawai selama ini ?
Hasil Output Penelitian Uji Validitas Correlations a1 a1
a2
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed) N a2
Pearson Correlation
.157
.247
64
64
64
.105
.282
*
-.022
.410
.024
.866
.848 64
64
64
Pearson Correlation
.179
.105
1
Sig. (2-tailed)
.157
.410
**
.558
.000
1
64
64
**
.203
.000
.107
.786
64 **
.798
.000
64
Sig. (2-tailed)
.247
.024
.000
.120
.000
64
64
64
64
64
64
**
-.022
.203
.196
1
.000
.866
.107
.120
Sig. (2-tailed) N
64
64
**
.558
Sig. (2-tailed)
.786
64
**
Pearson Correlation
.196
.000
.282
.881
64
1
**
64
Pearson Correlation
64
**
64 .416
.147
*
64
.000
Pearson Correlation
N
ratakinerja
.848
ratakinerja **
.881
64
N
a5
a5 .147
64
N
a4
a4 .179
-.024
Sig. (2-tailed)
a3
a3 -.024
**
.798
.831
**
.585
64
64
**
1
.585
.000
.000
.000
.000
.000
64
64
64
64
64
N
**
.000
64
**
.416
64 .831
64
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations b1 b1
Pearson Correlation
b2 1
Sig. (2-tailed) N b2
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
b3
64 *
.667 64
Pearson Correlation
.139
Sig. (2-tailed)
.274
Pearson Correlation
N
64 .374**
**
b4
b5
.274
.002
.105
.809
.075
.001
64
64
64
64
64
64
64
**
**
**
**
*
.760**
.000
.000
64 1
.141
.265 64
64
**
1
.265 **
.103 64 .571**
*
.206
.103 64 .408**
**
.001
.374**
.571**
.000 64 **
.164
.196
.052
.681 64 **
.005
.971
64
64
64
64
**
1
.229
-.121
.069
.341
.408**
.001
*
.968**
64 **
.135
.287 64 **
.239
.057
64 **
.047
.714 64 **
.137
.281
.406**
.808**
**
**
.000 64 .324**
**
.009 64 .373**
**
.002
64
64
64
64
64
64
64
.164
*
.229
1
.191
*
.572**
.666**
.819**
.131
.000
.000
.000
64
64
64
64
.087
.294*
*
.495
.018
.007
64
64
64
.002
.000
.196
.069
64
64
64
64
64
*
*
*
*
*
Pearson Correlation
.204
.052
.005
-.121
.191
Sig. (2-tailed)
.105
.681
.971
.341
.131
64
64
64
64
64
N
ratapeng
.224
.667
64
b8
.031
.814
.206
b7
.204
.139
.141
b6 **
.055
.814
Sig. (2-tailed)
Sig. (2-tailed)
b6
-.030
.055
N b5
**
Pearson Correlation
N b4
64
b3
-.030
1
64
.334**
*
*
b7
Pearson Correlation
.031
.968**
.135
.239
*
.572**
.087
Sig. (2-tailed)
.809
.000
.287
.057
.000
.495
64
64
64
64
64
64
64
*
*
*
*
*
N b8
.224
.760**
.047
.137
.666**
Sig. (2-tailed)
.075
.000
.714
.281
.000
.018
.000
64
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
.294*
1
Pearson Correlation
N ratapeng
*
.806**
.806**
.839**
.000
.000
64
64
1
.860**
*
.000
64
64
64
64
64
64
64
64
*
.808**
.324**
*
.373**
.819**
*
.334**
.839**
*
*
1
.001
.000
.009
.002
.000
.007
.000
.000
64
64
64
64
64
64
64
64
.406**
N
. 860**
64
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations c1 c1
Pearson Correlation
c2 1
Sig. (2-tailed) N c2
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
c3
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
c4
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
c5
.007
.000
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
.675**
.739**
.781**
.077
.002
.000
.000
.000
64
64
64
64
64
64
.264*
*
-.174
.190
.278*
*
.238
.346**
.546
.035
.170
.133
.026
.059
.005
.036 64
64
64
64
*
.077
1
.604**
.007
.546
.333**
*
.000
64
64
64
.100
*
.285*
.607**
.434
.023
.000
*
64
64
*
.696**
.000
.000
.607**
64
64
64
64
64
64
64
64
64
.695**
.264*
.604**
1
.061
*
.312*
.945**
.945**
.921**
.000
.035
.000
.630
.012
.000
.000
.000
64
64
64
64
64
64
64
64
64
*
1
**
*
**
.255*
.000
.042
.630
N
.387**
64
.061
Sig. (2-tailed)
.222
.077
.434
Pearson Correlation
rataket
1
.100
N
c8
64
.170
Pearson Correlation
c7
*
-.174
Pearson Correlation
c6
64 .263*
.077
Sig. (2-tailed)
rataket
.695**
.333**
.222
N
c8
.036
c5
Sig. (2-tailed)
Sig. (2-tailed)
c7
.263*
c4 *
Pearson Correlation
N c6
c3 *
64
64
64
64
.387**
.190
.285*
.312*
.002
.133
.023
.012
*
.774
.000 64
64
*
1
.280*
.025
.251
.046
.454
64
64
64
**
.319*
.541**
.002
.010
.000
.382**
64
64
64
64
64
64
64
64
64
.675**
.278*
*
.607**
.945**
.074
*
.382**
1
. 932**
.931**
.000
.026
.000
.000
.560
.002
.000
.000
64
64
64
64
64
64
64
64
64
.739**
.238
*
.607**
.945**
.112
.319*
. 932**
1
.931**
.000
.059
.000
.000
.379
.010
.000
64
64
64
64
64
64
64
64
64
.781**
.346**
.696**
.921**
.255*
.541**
.931**
.931**
1
.000
.005
.000
.000
.042
.000
.000
.000
64
64
64
64
64
64
64
64
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
*
.000
64
Correlations d1 d1
Pearson Correlation
d2 1
Sig. (2-tailed) N d2
.126
Sig. (2-tailed)
.320
N d3
Sig. (2-tailed)
.025
.400**
.316*
.436
.847
.001
.011
64
64
64
64
64
64
64
64
.394**
.360**
.532**
*
.883**
.402**
.382**
.757**
.001
.003
.000
.000
.001
.002
.000
64
64
64
64
64
64
64
.447**
.588**
*
.417**
.935**
.427**
.775**
.000
.000
.001
.000
.001
.000
1
64
64
64
64
64
64
64
64
64
*
.360**
.447**
1
.378**
.448**
.354**
.835**
.879**
Sig. (2-tailed)
.084
.003
.000
.002
.000
.004
.000
.000
64
64
64
64
64
64
64
64
64
Pearson Correlation
.114
.532**
.588**
.378**
1
.527**
.666**
*
.387**
.763**
Sig. (2-tailed)
.369
.000
.000
.002
.000
.000
.002
.000
64
64
64
64
Pearson Correlation
.099
.883**
.417**
.448**
Sig. (2-tailed)
.436
.000
.001
.000
.000
64
64
64
64
64
*
64
64
64
64
64
*
1
.398**
.470**
.777**
.001
.000
.000
64
64
64
1
*
.777**
.001
.000
.527**
64
Pearson Correlation
.025
.402**
.935**
.354**
.666**
.398**
Sig. (2-tailed)
.847
.001
.000
.004
.000
.001
Pearson Correlation
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
64
64
64
64
64
64
64
64
*
.382**
.427**
.835**
.387**
.470**
.411**
1
.727**
.001
.002
.001
.000
.002
.000
.001
64
64
64
64
64
64
64
64
64
.757**
.775**
.879**
.763**
.777**
.777**
.727**
1
.011
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
64
64
64
64
64
64
64
64
N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Uji Reliabilitas Case Processing Summary N a
Excluded Total
.000
.316*
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Valid
.411**
64 .400**
N
Cases
1
64
Sig. (2-tailed)
ratasikap
.099
.369
.218
N d8
.114
Pearson Correlation
N d7
ratasikap
.084
.001
N d6
d8
.218
.394**
N d5
d7
.933
.933
N d4
d6
-.011
**
-.011
d5
.320
64
Pearson Correlation
d4
.126
64
Pearson Correlation
d3
% 64
100.0
0
.0
64
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
64
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Standardized Items
Cronbach's Alpha .655
N of Items
.653
5
Scale Statistics Mean
Variance
16.69
Std. Deviation
4.536
N of Items
2.139
5
Case Processing Summary N Cases
%
Valid
64
100.0
0
.0
64
100.0
a
Excluded Total
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Standardized Items
Cronbach's Alpha .776
N of Items
.747
8
Item Statistics Mean
Std. Deviation
N
b1
2.86
.753
64
b2
3.31
.833
64
b3
3.05
.547
64
b4
3.08
.410
64
b5
2.88
.951
64
b6
2.97
.590
64
b7
3.36
.843
64
b8
3.25
.777
64
Scale Statistics Mean
Variance
24.75
Std. Deviation
13.397
N of Items
3.660
8
Case Processing Summary N Cases
Valid a
Excluded Total
% 64
100.0
0
.0
64
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Standardized Items
Cronbach's Alpha .858
N of Items
.833
8
Item Statistics Mean
Std. Deviation
N
c1
3.45
.589
64
c2
3.19
.467
64
c3
3.19
.774
64
c4
3.30
.830
64
c5
3.55
.502
64
c6
3.22
.603
64
c7
3.34
.840
64
c8
3.34
.840
64
Scale Statistics Mean
Variance
26.58
Std. Deviation
15.549
N of Items
3.943
8
Case Processing Summary N Cases
%
Valid
64
100.0
0
.0
64
100.0
a
Excluded Total
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Standardized Items
Cronbach's Alpha .849
N of Items
.850
8
Item Statistics Mean
Std. Deviation
N
d1
3.08
.625
64
d2
3.20
.800
64
d3
3.27
.782
64
d4
3.48
.534
64
d5
3.41
.660
64
d6
3.22
.745
64
d7
3.25
.777
64
d8
3.52
.534
64
Scale Statistics Mean 26.42
Variance 14.787
Std. Deviation 3.845
N of Items 8
Uji Univariat 1. Karakteristik responden -
Masa kerja MAKER Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
1
1.2
1.2
1.2
3
5
6.0
6.0
7.1
4
8
9.5
9.5
16.7
5
9
10.7
10.7
27.4
6
3
3.6
3.6
31.0
7
1
1.2
1.2
32.1
8
4
4.8
4.8
36.9
9
4
4.8
4.8
41.7
10
1
1.2
1.2
42.9
11
1
1.2
1.2
44.0
14
2
2.4
2.4
46.4
17
1
1.2
1.2
47.6
20
1
1.2
1.2
48.8
21
1
1.2
1.2
50.0
22
4
4.8
4.8
54.8
23
2
2.4
2.4
57.1
25
5
6.0
6.0
63.1
26
2
2.4
2.4
65.5
27
1
1.2
1.2
66.7
28
3
3.6
3.6
70.2
29
1
1.2
1.2
71.4
30
9
10.7
10.7
82.1
31
3
3.6
3.6
85.7
32
2
2.4
2.4
88.1
33
1
1.2
1.2
89.3
34
6
7.1
7.1
96.4
35
2
2.4
2.4
98.8
47
1
1.2
1.2
100.0
84
100.0
100.0
Total
-
Jenis kelamin Statistics JNSKEL Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
LAKI
35
41.7
41.7
41.7
PER
49
58.3
58.3
100.0
Total
84
100.0
100.0
-
Tingkat pendidikan PEND Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
D3
7
8.3
8.3
8.3
S1
41
48.8
48.8
57.1
S2
16
19.0
19.0
76.2
SMA
20
23.8
23.8
100.0
Total
84
100.0
100.0
2. Variabel Kesesuaian Pengetahuan -
Tabel Distribusi Jawaban Responden Tingkat Jawaban Responden
No
Pernyataan
SS F
1
2
3
4
5
6
7
8
S %
F
KS %
F
TS %
F
%
Menurut Anda, bagaimana kesesuaian antara penempatan kerja (bidang kerja) Anda dengan latar belakang pendidikan Anda Menurut Anda, bagaimana kesesuaian latar belakang pendidikan Anda dengan pekerjaan yang diberikan kepada Anda Anda memiliki wawasan pengetahuan tentang pekerjaan yang ditugaskan kepada Anda Kesesuaian antara wawasan pengetahuan dengan bidang pekerjaan Anda dapat mendukung keberhasilan Anda dalam menyelesaikan setiap pekerjaan yang dibebankan Kesesuaian pendidikan formal dengan pekerjaan yang dibebankan dapat membuat Anda lebih nyaman dalam bekerja Kesesuaian pendidikan formal dengan tuntutan pekerjaan Anda dapat memperlancar penyelesaian pekerjaan Anda Pendidikan non formal (Diklat) yang Anda ikuti sesuai dengan tuntutan tugas dan tanggung jawab Anda
8
9,5
38
46,4
27
31,0
11
13,1
6
7,1
38
46,4
28
32,1
12
14,3
14
16,7
64
76,2
6
7,1
0
0
14
16,7
66
78,6
4
4,8
0
0
15
17,9
57
69,0
12
13,1
0
0
15
17,9
59
71,4
10
10,7
0
0
15
17,9
52
63,1
16
17,9
1
1,2
Kesesuaian pendidikan non formal (Diklat) yang Anda ikuti dengan penempatan kerja dapat mendukung keberhasilan Anda dalam menyelesaikan setiap pekerjaan total
12
14,3
62
75
9
9,5
1
1,2
99
0
436
75
112
0
25
0
3. Variabel Kesesuaian Keterampilan -
Tabel Distribusi Jawaban Responden Tingkat Jawaban Responden
No
Pernyataan
SS F
1
Anda memiliki keterampilan teknis mengenai pelaksanaan pekerjaan yang dibebankan kepada Anda Keterampilan teknis yang Anda miliki dapat mendukung penyelesaian pekerjaan yang dibebankan oleh atasan Anda memiliki keterampilan hubungan kemanusiaan (seperti mudah bergaul, supel) dalam lingkungan kerja Keterampilan hubungan kemanusiaan yang Anda miliki membantu kelancaran tugas Anda Anda memiliki keterampilan konseptual berkaitan dengan bidang tugas yang dibebankan kepada Anda Keterampilan konseptual yang Anda miliki membantu kelancaran pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawab Anda Menurut Anda, bagaimana kesesuaian antara keterampilan kerja yang Anda miliki dengan tuntutan pekerjaan Kesesuaian keterampilan yang Anda miliki dengan tuntutan pekerjaan dapat membantu keberhasilan Anda dalam bekerja Total
2
3
4
5
6
7
8
S %
F
KS %
F
TS %
F
%
6
7,1
72
85,7
6
7,1
0
0
13
15,5
67
79,8
4
4,8
0
0
20
23,8
63
75
1
1,2
0
0
25
29,8
57
67,9
2
2,4
0
0
13
15,5
62
73,8
8
9,5
1
1,2
15
17,9
64
76,2
4
4,8
1
1,2
12
14,3
53
63,1
18
21,4
1
1,2
17
20,2
58
69,0
9
10,7
0
0
121
0
496
75
52
0
3
0
4. Variabel Kesesuaian Sikap -
Tabel Distribusi Jawaban Responden Tingkat Jawaban Responden
No
Pernyataan
SS F
1
2
Anda merasa senang terhadap bidang pekerjaan yang dibebankan kepada Anda Bagaimana persespsi Anda terhadap pekerjaan yang dibebankan kepada Anda
S %
F
KS %
F
TS %
F
%
13
15,5
53
63,1
17
20,2
1
1,2
10
11,9
72
85,7
2
2,4
0
0
3
4
5
6
7
8
5.
Anda mampu berkomunikasi secara baik dengan seluruh rekan kerja terutama rekan kerja pada bidang pekerjaan yang sama Pada bidang pekerjaan Anda, terjalin hubungan kekeluargaan diantara sesama pegawai
23
27,4
57
67,9
4
4,8
0
0
22
26,2
58
69
3
3,6
1
1,2
Peralatan kerja yang tersedia untuk bidang pekerjaan Anda sesuai dengan peralatan kerja yang Anda butuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut Peralatan kerja yang disediakan untuk Anda dapat mempercepat penyelesaian pekerjaan Kondisi fisik lingkungan pekerjaan Anda sesuai dengan harapan Anda Sikap Anda terhadap kondisi fisik pekerjaan mendorong kesungguhan Anda dalam bekerja Total
17
20,2
58
69
7
8,3
2
2,4
23
27,4
55
65,5
4
4,8
2
2,4
7
8,3
57
67,9
18
21,4
2
2,4
9
10,7
68
81
7
8,3
0
0
124
0
478
219
62
0
8
0
Variabel Kinerja Pegawai -
Tabel Distribusi Jawaban Responden Tingkat Jawaban Responden
No
Pernyataan
SS F
1
S
KS
TS
%
F
%
F
%
F
%
Bagaimana kesesuaian antara kuantitas hasil kerja Anda (jumlah dokumen/laporan) dengan target/standar kerja yang direncanakan. Bagaimana kesesuaian antara kualitas hasil kerja Anda (kelengkapan dan ketepatan hasil kerja) dengan standar yang ditetapkan oleh Instansi Anda.
9
10,7
62
73,8
11
13,1
2
2,4
7
8,3
60
71,4
16
19
1
1,2
3
Kualitas hasil kerja Anda meningkat dari waktu ke waktu.
10
11,9
69
82,1
5
6,0
0
0
4
Bagaimana efisiensi waktu yang Anda perlukan dalam menyelesaikan setiap tugas yang dibebankan.
12
14,3
54
64,3
18
21,4
0
0
5
Apapun tugas yang diberikan, Anda selalu berusaha menyelesaikannya secepat mungkin. Total
28
33,3
55
65,5
1
1,2
0
0
66
0
300
0
51
19
3
0
2
Uji Korelasi 1. Hubungan Kesesuaian Pengetahuan Dengan Kinerja Pegawai Correlations RATAKINERJA RATAKINERJA
Pearson Correlation
RATAPENG 1
Sig. (2-tailed)
.000
N RATAPENG
**
.672
Pearson Correlation
84
84
**
1
.672
Sig. (2-tailed)
.000
N
84
84
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
2. Hubungan Kesesuaian Keterampilan Dengan Kinerja Pegawai Correlations RATAKINERJA RATAKINERJA
Pearson Correlation
RATAKET 1
Sig. (2-tailed)
.000
N RATAKET
**
.636
Pearson Correlation
84
84
**
1
.636
Sig. (2-tailed)
.000
N
84
84
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
3. Hubungan Kesesuaian Sikap Dengan Kinerja Pegawai Correlations RATAKINERJA RATAKINERJA
Pearson Correlation
RATASIKAP 1
Sig. (2-tailed) N RATASIKAP
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
**
.641
.000 84
84
**
1
.641
.000 84
84
Matriks Wawancara Mendalam Pertanyaan
Jawaban Kabag 1
Kabag 2
Kabag 3
Kabag 4
Kualitas hasil kerja
Saat ini yang dikerjakan sudah sesuai dengan rencana, kinerja yang ditargetkan sudah sesuai rel, masalah tercapai atau tidak itu diukur pada akhir tahun nanti
Secara keseluruhan sudah cukup baik dan sudah sesuai target karena ada sistem SKP, apalagi kan dalam penyelesaian produk-produk yang kita hasilkan sudah disertifikasi ISO, jadi untuk kualitas kerja dan kuantitas hasil kerja sudah cukup baik
Secara umum sudah baik,baik dari segi kualitas, kuantitas hasil kerja, maupun keteapatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan. Namun, adapula kendala yang dihadapi seperti tuntutan perkembangan IT maupun aplikasi baru, bagi staff golongan muda itu tidak masalah sedangkan kendalanya adalah bagi kelompok staff diatas 50 yang mereka dituntut untuk menggunakan aplikasi itu. di bagian keuangan itu sendiri juga dikelilingi banyak peraturan yang menetapkan sanksi/ teguran maupun denda itu bagus untuk memacu kinerja dan berusaha memenuhi ketentuan
Ada yang sesuai, ada yang tidak, kalau kami sudah punya sequence waktu jadi apabila ada deadlinenya kami pasti tepat waktu, tapi kalau untuk kualitasnya itu kan harus punya persyaratan dokumen ini ini ini itu juga sudah tepat waktu, pelaporan pun demikian biasanya sudah sesuai. Tp kalau kinerja pegawainya, ada yang bagus ada yang rajin namun ada juga yang kurang bagus, ada yang harus dikejar dulu baru mengerjakan tugasnya, namun adapula yang sudah mengetahui tanggung jawabnya untuk tugasnya harus masuk ini ini ini, jadi berbeda-beda
Kuantitas hasil kerja
Saat ini yang dikerjakan sudah sesuai dengan rencana, kinerja yang ditargetkan sudah sesuai rel, masalah tercapai atau tidak itu diukur pada akhir tahun nanti
Secara keseluruhan sudah cukup baik, apalagi kan kita dalam penyelesaian produk-produk yang kita hasilkan sudah disertifikasi ISO, jadi untuk kualitas kerja dan kuantitas hasil kerja sudah cukup baik
Secara umum sudah baik,baik dari segi kualitas, kuantitas hasil kerja, maupun keteapatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan. Namun, adapula kendala yang dihadapi seperti tuntutan perkembangan IT maupun aplikasi baru, bagi staff golongan muda itu tidak masalah sedangkan kendalanya adalah bagi kelompok staff diatas 50 yang mereka dituntut untuk menggunakan aplikasi itu. di bagian keuangan itu sendiri juga dikelilingi banyak peraturan yang menetapkan sanksi/ teguran maupun denda itu bagus untuk memacu kinerja dan berusaha memenuhi ketentuan
Ada yang sesuai, ada yang tidak, kalau kami sudah punya sequence waktu jadi apabila ada deadlinenya kami pasti tepat waktu, tapi kalau untuk kualitasnya itu kan harus punya persyaratan dokumen ini ini ini itu juga sudah tepat waktu, pelaporan pun demikian biasanya sudah sesuai. Tapi kalau kinerja pegawainya, ada yang bagus ada yang rajin namun ada juga yang kurang bagus, ada yang harus dikejar dulu baru mengerjakan tugasnya, namun adapula yang sudah mengetahui tanggung jawabnya untuk tugasnya harus masuk ini ini ini, jadi berbeda-beda
Pertanyaan
Kabag 1
Kabag 2
Kabag 3
Kabag 4
Ketepatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan
Relatif, ada juga yang molor, mangkir dan banyak juga yang tepat waktu. Secara umum, mungkin kurang lebih 25 % itu kurang tepat waktu, 25% sedang, dan 50% sudah tepat waktu. Jadi masih ada yang belum tepat waktu artinya mangkir. Dalam hal ketepatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan yang diukur dengan dokumen, dari aspek hukum contohnya dalam penyusunan regulasi dari sisi yang seharusnya umpamanya dilakukan rekonsiliasi hari ini, bisa selesai juga hari ini. tetapi kan substansinya tidak bisa begitu selesai, karena mungkin kekurangan substansinya ada yang harus berkoordinasi dengan siapa dan dalam pertemuan juga berkembang, tidak dapat sekaligus dalam satu pertemuan langsung bisa jadi peraturan itu.
Secara keseluruhan sudah cukup baik, apalagi kan dalam penyelesaian produk-produk yang kita hasilkan sudah disertifikasi ISO. Untuk ketepatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan secara umum sudah cukup baik, namun ada juga beberapa yang mungkin mengalami hambatan jadi belum sesuai deadline. Namun dengan adanya ISO ya pelayanan sudah cukup meningkat, darisitu bisa kita liat sudah cukup baik. Saya juga sebagai pimpinan harus memantau dan mengawasi kinerja para pegawai dan juga harus berusaha untuk meningkatkan kinerja pelayanan di bagian kepegawaian dan umum ini.
Secara umum sudah baik,baik dari segi kualitas, kuantitas hasil kerja, maupun keteapatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan. Namun, adapula kendala yang dihadapi seperti tuntutan perkembangan IT maupun aplikasi baru, bagi staff golongan muda itu tidak masalah sedangkan kendalanya adalah bagi kelompok staff diatas 50 yang mereka dituntut untuk menggunakan aplikasi itu. di bagian keuangan itu sendiri juga dikelilingi banyak peraturan yang menetapkan sanksi/ teguran maupun denda itu bagus untuk memacu kinerja dan berusaha memenuhi ketentuan
Ada yang sesuai, ada yang tidak, kalau kami sudah punya sequence waktu jadi apabila ada deadlinenya kami pasti tepat waktu, tapi kalau untuk kualitasnya itu kan harus punya persyaratan dokumen ini ini itu juga sudah tepat waktu, pelaporan pun demikian biasanya sudah sesuai. Tapi kalau kinerja pegawainya, ada yang bagus ada yang rajin namun ada juga yang kurang bagus, ada yang harus dikejar dulu baru mengerjakan tugasnya, namun adapula yang sudah mengetahui tanggung jawabnya untuk tugasnya harus masuk ini ini ini, jadi berbeda-beda
Kondisi penempatan pegawai berdasarkan kesesuaian
Contoh di ropeg, di ropeg kan harusnya dari administrasi tapi penempatan disana banyak yang dari medis (dokter dsb), artinya kompetensinya ngga cocok, dan
Seharusnya sih penempatan itu sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki, namun untuk kondisi penempatan
Seperti pada umumnya di PNS, kadang formasi yang kita minta dengan formasi yang datang /yang diberikan tidak selalu match/sesuai. Misalnya di keuangan itu harus banyak tenaga akutansi, ekonomi,
Ada yang sudah sesuai, karena kita disini kan bagiannya ada perencanaan, ada evaluasi, dan ada datin. Pegawai yang ada tidak ada yang fungsional kecuali orang statistik di datin. Oleh karena itu pegawai
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki karyawan
Kabag 1
Kabag 2
Kabag 3
Kabag 4
itu banyak di beberapa tempat juga ada. Disini sendiri juga demikian, hanya subbag hukum saja yang backgroundnya hukum, lalu diorganisasi bukan dari ilmu pemerintahan, ada yang dari kesehatan masyarakat, dokter gigi. Kemudian humas, yang pendidikan kehumasan itu dikit, sebagian besar ya dari sarjana umum dan sarjana kesehatan juga ada
sekarang sudah sesuai apa belum, ya bisa dibilang iya bisa juga tidak. Contoh misalnya adalah salah satu pegawai yang berasal dari teknik perminyakan, namun karena kita membutuhkan orang yang mengerti komputer, dan orang tersebut memiliki skill/kemampuan dalam komputer, maka ia bisa menyesuaikan diri dengan pekerjaannya dan dapat sukses menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya dengan baik. Hal tersebut karena pekerjaan yang ada di sekditjen ini adalah pekerjaan administrasi kantor, dimana jika pekerjaan administrasi manajemen seperti ini, pegawai masih bisa di manajemen/diberikan pelatihan untuk dapat mengerjakan pekerjaanya. Beda dengan pekerjaan teknis yang membutuhkan skill khusus seperti pekerjaan dokter ataupun perawat yang harus benarbenar sesuai dengan
tenaga yang memiliki paling tidak keterampilan-keterampilan dalam keuangan, itu masih belum standar terpenuhi semua, namun ada jalan untuk mengisi itu biasanya dengan training. Kuota training yang diselenggarakan depkeu itu pun terbatas karna kan harus ada sertifikasi, modul dan materinya dan standardnya itu, dan depkeu sendiri memberikan kuota sehingga 1 kementerian itu paling hanya beberapa dan kadang kita juga suka ngga kebagian, namun disini paling tidak penguasaan tentang kebendaharaan itu harus terpenuhi semua dan saya gilir. Kita mengatasi penempatan yang kurang pas dengan pendidikan dengan pelatihan ini. Namanya juga kementerian kesehatan, mostly kebutuhan formasinya itu untuk tenaga kesehatan, namun untuk penunjangnya ini kurang perhatian, seperti SKM, dokter, kesling, gizi dsb itu kuotanya dijaga oleh mereka, namun untuk mendukung manajemen seperti bagian keuangan kan termasuk dukungan manajemen nah itu porsinya kecil sekali, nah kita mengatasinya dengan memberikan tambahan pelatihan untuk keterampilan, kuotanya juga kecil sekali jadi kita punya anggaran khusus untuk mengirim SDM untuk mengikuti pelatihan, karna untuk pelatihan yang diselenggarakan oleh depkeu kan gratis namun kuotanya sangat terbatas, oleh karena itu kita juga bisa ikut
yang dari latar belakang pendidikan kesehatan atau lainnya kita latih terus menerus untuk dapat mengerjakan tugasnya dengan baik. Bukan pelatihan resmi, namun kita latih sehari-hari dan mereka mampu mengerjakan karena kebiasaan. Kira-kira penempatan yang sudah sesuai itu 50-75% lah
Kabag 1
Kebijakan instansi dalam penempatan kerja pegawai
Jika disinggung dari segi kompetensi, penempatan saat ini saya kira kurang begitu proporsional, harusnya kompetensi pada bidangnya kan harusnya tepat sesuai dengan pendidikan, golongan dan jabatannya. Terutama pada pendidikan yang biasanya diabaikan, cenderung melihat pada kinerja individu bukan pada pendidikannya, sehingga dalam mengerjakan sesuatu itu mereka harus belajar kembali meskipun pada akhirnya ia pun bisa mengerjakannya, tapi tidak akan bisa maksimal kalau backgroundnya ngga sesuai. Contohnya saya orang gizi, bukan orang hukum ataupun ilmu pemerintahan, saya menangani organisasi, seharusnya backgroundnya itu kan harus dari pendidikan ilmu
Kabag 2
Kabag 3
pendidikan/pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki.
dengan membayar per orang berapa itu dengan paket pengadaan atau perbendaharaan, namun itu juga belum bisa kita penuhi, jadi bertahap lah karna keterbatasan anggaran juga gitu. So far yang sudah ikut belajar/pelatihan, bisa saling menularkan ilmunya, saya membuat kelompok belajar untuk sharing ilmu
Memang depkes ini adalah kementerian teknis, namun kementerian teknis pun juga membutuhkan tenaga administrasi, karena jika tidak ada manajemen/administrasi yang baik maka tidak akan baik. Untuk saat ini, penempatan sudah terstruktur karena didukung dengan sistem perencanaan kebutuhan pegawai yang sudah baik. Dengan adanya reformasi birokrasi ini, sekarang perencanaan disusun berdasarkan analisis beban kerja dan analisis jabatan sehingga penempatannya juga akan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan jabatan dan kebutuhan instansi
Kita sebagai pengguna merasa kebutuhan belum terpenuhi karna tadi keterbatasan anggaran, ekonomi, akuntansi, atau yang ahli dibidang perpajakan
Kabag 4
Kabag 1
Kabag 2
Kabag 3
Kabag 4
Sejauh ini, tidak ada. Hal tersebut karena dalam menyelesaikan pekerjaan administrasi/manajemen seperti ini, pegawai masih bisa diberikan pendidikan dan pelatihan terkait dengan pekerjaannya sehingga ia dapat memiliki skill dan keterampilan yang sesuai dengan pekerjaannya dan dapat menyelesaikan
Sejauh ini tidak, kalau masalah kemampuan, mis background perminyakan, dia bertahun-tahun honorer kemudian dia ada peluang ikut ujian dan lulus, dan pertanian juga ada tapi seharusnya ngga di bagian pertanian. Kinerja berkaitan dengan keterampilan, jika ada pelatihan meskipun backgroundnya tidak sesuai tp mereka punya willingness atau kemauan jg utk belajar bidang lain yg memang mjd tugasnya. Hambatan lebih kepada karakter individual, kalo backgroundnya apa jika dia
Ada aja satu dua orang. Ada yang kerja ogah-ogahan, ada yang tidak tepat waktu, pekerjaannya terbengkalai, kalau tidak dikejar-kejar
pemerintahan dan punya ilmunya. Tapi di kemenkes kan hampir tidak ada yang dari ilmu pemerintahan. Artinya menempatkan itu dari background yang cocok itu tidak, menempatkan itu selama ini dilihat dari orang yang bisa mengerjakan itu dia mau dan mampu, jadi bukan karna pendidikannya, artinya jika dia mampu maka ia ditempatkan di bagian itu, seharusnya jika berdasarkan ilmu pemerintahan maka dicari orang itu, sampai kapanpun jika belum ada, ya kosong jabatannya, tapi jabatan kan gaboleh kosong, seiring berjalannya waktu harus terisi. Dan itu banyak di tempat lainya. Kinerja buruk yang disebabkan oleh ketidaksesuaian penempatan
Sejauh ini, tidak ada. Hal tersebut karena dalam menyelesaikan pekerjaan, pegawai lebih dipengaruhi oleh skill nya yang bisa kita latih terus menerus
Kabag 1
Faktor lain yang mempengaruhi kinerja pegawai
Kesejahteraan (tukin) adalah faktor utama. Gaji pns sedikit, sedangkan transport dan biaya hidupnya bisa langsung habis, dia dapat tambahan dari meeting. Motivasi kerja seharusnya diarahkan kesitu, diberikan reward, siapa yang dpt banyak siapa yang dapat sedikit, artinya disesuaikan dengan kinerjanya (kontrak kerja). Penghargaan bukan hanya finansial tapi bisa berupa pujian, piagam penghargaan untuk yang bersangkutan, kesempatan untuk mengikuti kursus dan pendidikan yang lebih tinggi/lebih baik. Dengan demikian org yang bekerja baik, juga akan tetap baik dan orang yang tidak bekerja baik harus termotivasi supaya dapat jatah yang seperti itu
Kabag 2 pekerjaan-pekerjaannya secara baik
Kabag 3 mampu cepat memahami akan cepat belajar. Kemampuan bisa dilatih tapi masalah karakter individu itu harus ada revolusi mental pendidikan moral
Kabag 4
Kemauan, kalau orang itu tidak punya niat, biarpun ia ditempatkan diamanapun akan begitu kinerjanya. Mungkin pembinaannya harus dibagian kepegawaian. Mungkin karena rewardnya juga, misalnya pegawai harus tepat waktu kan pegawai butuh motivasi, ongkos yang dibutuhkan banyak sedangkan tukin segitu aja, bahkan tukin yang dijanjikan oleh pemerintah tidak tepat waktu, mungkin itu salah satu faktor yang mempengaruhi. Mungkin juga walaupun sudah ada penilaian kinerja oegawaia SKP bahwa semuanya punya tugas, nampaknya belum pada paham saya tugasnya seperti ini, sehingga dia tidak mengerti bahwa ini akan mempengaruhi penilaiannya kalau tyidak tercapai, karna belum diterapkan dan belum berasa. Di tempat kita kalau dia punya tugas A dan dia tidak mengerjakan maka akan dibebankan ke org lain sehingga orang lain ini beban kerjanya bisa overload. Terus seakan-akan kalau yang rajin dapet tugas terus sedangkan yang malas, kita juga malas memberikan tugas. Padahal seharusnya kan sudah ada SKP, tapi dia belum sadar karna belum berasa bahwa itu nantinya juga akan mempengaruhi penilaian kinerjanya dan jumlah tukinnya
Tabel r Product Moment Pada Sig.0,05 (Two Tail) N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
r 0.997 0.95 0.878 0.811 0.754 0.707 0.666 0.632 0.602 0.576 0.553 0.532 0.514 0.497 0.482 0.468 0.456 0.444 0.433 0.423 0.413 0.404 0.396 0.388 0.381 0.374 0.367 0.361 0.355 0.349 0.344 0.339 0.334 0.329 0.325 0.32 0.316 0.312 0.308 0.304
N 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63
r
N
64
0.242
65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
0.24 0.239 0.237 0.235 0.234 0.232 0.23 0.229 0.227 0.226 0.224 0.223 0.221 0.22 0.219 0.217
0.301 0.297 0.294 0.291 0.288 0.285 0.282 0.279 0.276 0.273 0.271 0.268 0.266 0.263 0.261 0.259 0.256 0.254 0.252 0.25 0.248 0.246 0.244
81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93
94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120
r 0.216 0.215 0.213 0.212 0.211 0.21 0.208 0.207 0.206 0.205 0.204 0.203 0.202 0.201 0.2 0.199 0.198 0.197 0.196 0.195 0.194 0.193 0.192 0.191 0.19 0.189 0.188 0.187 0.187 0.186 0.185 0.184 0.183 0.182 0.182 0.181 0.18 0.179 0.179 0.178
N 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160
r 0.177 0.176 0.176 0.175 0.174 0.174 0.173 0.172 0.172 0.171 0.17 0.17 0.169 0.168 0.168 0.167 0.167 0.166 0.165 0.165 0.164 0.164 0.163 0.163 0.162 0.161 0.161 0.16 0.16 0.159 0.159 0.158 0.158 0.157 0.157 0.156 0.156 0.155 0.155 0.154
N 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200
r 0.154 0.153 0.153 0.152 0.152 0.151 0.151 0.151 0.15 0.15 0.149 0.149 0.148 0.148 0.148 0.147 0.147 0.146 0.146 0.146 0.145 0.145 0.144 0.144 0.144 0.143 0.143 0.142 0.142 0.142 0.141 0.141 0.141 0.14 0.14 0.139 0.139 0.139 0.138 0.138
N 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240
r 0.138 0.137 0.137 0.137 0.136 0.136 0.136 0.135 0.135 0.135 0.134 0.134 0.134 0.134 0.133 0.133 0.133 0.132 0.132 0.132 0.131 0.131 0.131 0.131 0.13 0.13 0.13 0.129 0.129 0.129 0.129 0.128 0.128 0.128 0.127 0.127 0.127 0.127 0.126 0.126