PENGARUH KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI DAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH TERHADAP KEPUASAN PERNIKAHAN WANITA YANG MELAKUKAN PERNIKAHAN DINI Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat- syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Disusun Oleh: Agustin Harrum Sari 20607004161
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 i
PENGARUH KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI DAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH TERHADAP KEPUASAN PERNIKAHAN WANITA YANG MELAKUKAN PERNIKAHAN DINI Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat- syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi Oleh : Agustin Harrum Sari NIM : 206070004161
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si
Neneng Tati Sumiati, M.Si.,Psi
NIP. 19561223 198303 2 001
NIP. 19730328 200003 2 003
FAKULTAS PSIKOLOGI NON REGULER UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/ 2011 ii
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi
yang
berjudul
“Pengaruh
Kemampuan
Berkomunikasi
dan
Kemampuan Memecahkan Masalah Terhadap Kepuasan Pernikahan wanita yang melakukan Pernikahan Dini” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 September 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi. Jakarta, 14 September 2011 Sidang Munaqasyah Dekan/ ketua
Pembantu Dekan/ Sekretaris Merangkap Anggota
Jahja Umar, Ph.D
Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si
NIP. 130 885 522
NIP. 19561223 198303 2 001
Anggota :
Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si NIP. 19620724 19890 2 001
Neneng Tati Sumiati, M.Si.,Psi NIP. 19730328 200003 2 003 iii
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Agustin Harrum Sari NIM : 20607004161
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Kemampuan Berkomunikasi dan Kemampuan Memecahkan Masalah Terhadap Kepuasan Pernikahan wanita yang melakukan Pernikahan Dini” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan- kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka. Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan UndangUndang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain. Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik- baiknya. Jakarta, 14 September 2011
Agustin Harrum Sari NIM : 206070004161
iv
Buah hasil kesabaran dan penantianku ini aku persembahkan untuk kedua orang tua ku dan semua orang yang mencintai dan menyayangi aku....
v
ABSTRAK (A) (B) (C) (D)
Fakultas Psikologi September 2011 Agustin Harrum Sari Pengaruh Kemampuan Berkomunikasi dan Kemampuan Memecahkan Masalah Terhadap Kepuasan Pernikahan Wanita yang Melakukan Pernikahan Dini (E) 97 halaman + lampiran (F) Tidak ada seorang wanita yang telah menikah tidak menginginkan kepuasan di dalam pernikahannya. Namun untuk memperoleh semua itu tidaklah mudah, karena mengingat adanya perbedaan pada setiap pasangan suami- istri baik dalam kemampuan dalam berkomunikasinya, kemampuan dalam memecahkan masalahnya, karakternya, kebutuhannya, dan lain- lain yang dimiliki oleh masing- masing pasangan. Dengan perbedaan yang demikian akan menyebabkan tercapainya suatu kepuasan pernikahan yang berbeda pula yaitu kepuasan pernikahan yang tergolong tinggi, sedang, dan rendah. Hal ini dapat terjadi karena banyaknya faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan yaitu faktor personal, faktor pemuasan kebutuhan psikologis melalui hubungan interpersonal, faktor anak, faktor seksual, faktor ekonomi/ finansial (pendapatan, tersedianya tempat tinggal), faktor kebersamaan, faktor interaksi yang efektif serta komunikasi yang baik, faktor hubungan dengan keluarga besar pasangan, faktor penyesuaian penyelesaian konflik dan pengambilan keputusan dalam pernikahan, dan faktor peran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan pada wanita yang melakukan pernikahan dini. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif dengan menggunakan jenis penelitian korelasional yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel- variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Analisis data yang digunakan adalah uji regresi ganda. Subjek yang diambil dalam penelitian ini adalah wanita yang menikah pada usia ≤ 18 tahun dan usia pernikahannya ± 5 tahun. Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket/ kuesioner. Instrumen yang digunakan pada skala kepuasan pernikahan berdasarkan indikator Lauer & Lauer, et. al (dalam Baron & Byrne, 2005) yang berjumlah 52 aitem, skala kemampuan berkomunikasi berdasarkan indikator dari Bochner & Kelly ( dalam Joseph A. DeVito, 1997 ) yang berjumlah 36 aitem, dan skala kemampuan memecahkan masalah berdasarkan indikator Parnes (dalam Utami Munandar, 1999) yang berjumlah 23 aitem. Hasil penelitian secara umum menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah terhadap vi
kepuasan pernikahan pada wanita yang melakukan pernikahan dini. Berdasarkan data analisis regresi ganda diperoleh R Square sebesar 0.895, yang berarti bahwa seluruh variabel independent yang diteliti memberikan sumbangsih sebesar 89.5% terhadap kepuasan pernikahan pada wanita yang melakukan pernikahan dini. Sedangkan 10.5% sisanya dipengaruhi oleh faktor- faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Bagi peneliti selanjutnya, apabila ingin meneliti dengan subjek yang menikah pada usia dini/ ≤ 18 tahun sebaiknya meneliti subjek yang melakukan pernikahan dini pada usia pernikahan minimal 6 bulan dan maksimal 1 tahun, agar dapat mengetahui seberapa besar kemampuan subjek yang telah menikah di usia dini dalam hal berkomunikasi dan memecahkan masalah pada rentangan usia remaja awal dan akhir. Selain itu menambahkan atau menggunakan variabel atau faktor lain yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan selain kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah seperti pendapatan/ ekonomi, dan hubungan dengan keluarga besar pasangan. Kata kunci : kepuasan pernikahan, kemampuan berkomunikasi, kemampuan memecahkan masalah (G) Daftar Bacaan: 36 bacaan (1978- 2009)
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’ alaikum Wr. Wb Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia- Nya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kemampuan Berkomunikasi dan Kemampuan Memecahkan Masalah Terhadap Kepuasan Pernikahan Wanita yang melakukan Pernikahan Dini”. Salawat serta salam semoga tetap Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita dapat merasakan indahnya hidup di bawah naungan Islam. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Bapak Jahja Umar, Ph.D telah banyak membantu dalam menuntut ilmu di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah. 2. Ibu Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si, sebagai dosen pembimbing I yang telah memberikan arahan dan bimbingan yang sangat berarti dengan segenap kesabarannya, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan maksimal. 3. Ibu Neneng Tati Sumiati, M.Si.,Psi sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, dan masukan yang teramat bermanfaat dalam penyelesaian penelitian ini. 4. Seluruh dosen dan seluruh staf karyawan Fakultas yang telah banyak membantu dalam menuntut ilmu di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah. 5. Camat Pamulang beserta staf, terima kasih telah memberikan kemudahan peneliti dalam melakukan penelitian di wilayah Pamulang. 6. Kepala KUA Pamulang dan staff yang telah membantu peneliti dalam penyelesaian penelitian ini. viii
7. Kedua orangtuaku Bapak Herika Yustiono dan Ibu Sri Murniati serta keempat kakakku Tias Cahyo Utomo, Rika Putri Ekadwi Utami, Abang Candra dan Kak Fitri. Terima kasih atas semua doa, dukungan, sumber inspirasi dan semangat yang telah kalian berikan kepada peneliti untuk selalu meneruskan perjuangan ini agar mencapai yang terbaik. 8. Kepada Panda Aditya Saputra dan keluarga, terima kasih atas doa, dukungan, sumber
inspirasi,
semangat
serta
kesabarannya
dalam
membantu
penyelesaian skripsi ini. 9. Pak Chaidir dan Pak Badawi pengurus perpustakaan Fakultas Psikologi atas segala bantuan selama penulis menuntut ilmu. 10. Teman- teman Fakultas Psikologi Non- Reguler angkatan 2006 (meja besi), serta teman- teman seperjuanganku (Dewi, Sherny, Indri, Vera, Neta, Ita, Tsara, Bintang, Dedeh, Iha, Kak Lidya, Mbak Yue, Kak Retno, Kak Nida) yang telah memberikan dukungan dan saran kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Peneliti menyadari dengan segala semua kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu peneliti mengucapkan maaf yang sebesar- besarnya. Mudah- mudahan penelitian skripsi ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya, terutama untuk peneliti sendiri. Akhirnya peneliti ucapkan terima kasih sekali lagi untuk semua pihak yang sudah membantu penyelesaian skripsi ini. Wassalam.
Jakarta, September 2011
Peneliti
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN.......................................................................... iv MOTTO.............................................................................................................. v ABSTRAKSI...................................................................................................... vi KATA PENGANTAR...................................................................................... viii DAFTAR ISI...................................................................................................... x DAFTAR TABEL............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR....................................................................................... BAB 1
xvi
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah.......................................................... 1
1.2
Pembatasan dan Perumusan Masalah........................................7
1.2.1 Pembatasan Masalah................................................................. 7 1.2.2 Perumusan Masalah.................................................................. 9
BAB 2
1.3
Tujuan Penelitian...................................................................... 10
1.4
Manfaat Penelitian.................................................................... 10
1.5
Sistematika Penulisan................................................................11
LANDASAN TEORI 2.1
Pernikahan................................................................................ 13
2.1.1 Pengertian Pernikahan.............................................................. 13 2.2
Kepuasan Pernikahan................................................................ 15
2.2.1 Pengertian Kepuasan Pernikahan.............................................. 15 2.2.2 Faktor- faktor Kepuasan Pernikahan......................................... 16 2.2.3 Indikator Kepuasan Pernikahan............................................... 23 2.3
Kemampuan Berkomunikasi..................................................... 27
2.3.1 Pengertian Kemampuan Berkomunikasi................................... 27 2.3.2 Proses Berkomunikasi............................................................... 28 x
2.3.3 Tujuan Komunikasi................................................................... 29 2.3.4 Indikator Kemampuan Berkomunikasi..................................... 31 2.4
Kemampuan Memecahkan Masalah......................................... 34
2.4.1 Pengertian Kemampuan Memecahkan Masalah....................... 34 2.4.2 Proses Memecahkan Masalah................................................... 36
BAB 3
2.5
Kerangka Berpikir.................................................................... 44
2.6
Hipotesis................................................................................... 47
METODE PENELITIAN 3.1
Jenis Penelitian.......................................................................... 50
3.1.1 Pendekatan Penelitian............................................................... 50 3.2
Variabel Penelitian.................................................................... 51
3.2.1 Identifikasi Variabel................................................................. 51 3.2.2 Definisi Konseptual Variabel.................................................... 51 3.2.3 Definisi Operasional Variabel................................................... 52 3.3
Populasi dan Sampel................................................................. 53
3.3.1 Populasi..................................................................................... 53 3.3.2 Sampel...................................................................................... 53 3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel.................................................... 54 3.4
Teknik Pengumpulan Data dan Penelitian................................ 54
3.4.1 Metode Pengumpulan Data...................................................... 54 3.4.2 Teknik Uji Instrumen Penelitian............................................... 59 3.5
Prosedur Penelitian................................................................... 61
3.5.1 Persiapan Penelitian.................................................................. 61 3.5.2 Pengujian Alat Ukur................................................................. 62 3.5.3 Pelaksanaan Penelitian.............................................................. 66 3.5.4 Pengolahan Data....................................................................... 66 BAB 4
PRESENTASI DAN ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Umum Responden................................................... 67 4.1.1Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia Saat Menikah 67 4.1.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pendidikan........... 67 xi
4.1.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Status Pekerjaan Subjek....................................................................................... 69 4.2
Deskripsi Data........................................................................... 69
4.2.1 Kategorisasi Kepuasan Pernikahan........................................... 70 4.2.2 Kategorisasi Kemampuan Berkomunikasi................................ 71 4.2.3 Kategorisasi Kemampuan Memecahkan Masalah.................... 73 4.3
Hasil Uji Hipotesis.................................................................... 75
4.3.1 Hasil Uji Regresi Aspek Kemampuan Berkomunikasi, Kemampuan Memecahkan Masalah, dan Aspek Demografi Terhadap Kepuasan Pernikahan............................................... 75 4.3.2 Hasil Uji Regresi Aspek Kemampuan Berkomunikasi Terhadap Kepuasan Pernikahan............................................................... 78 4.3.3 Hasil Uji Regresi Aspek Kemampuan Memecahkan Masalah Terhadap Kepuasan Pernikahan................................................ 83 4.3.4 Hasil Uji Regresi Aspek Demografi Terhadap Kepuasan Pernikahan................................................................................ 85
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan.............................................................................. 89
5.2
Diskusi..................................................................................... 90
5.3
Saran........................................................................................ 93
5.3.1 Saran Teoritis........................................................................... 93 5.3.2 Saran Praktis............................................................................ 94
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 95
xii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1
Skor Pernyataan....................................................................... 55
Tabel 3.2
Blue Print Kepuasan Pernikahan...............................................55
Tabel 3.3
Blue Print Kemampuan Berkomunikasi....................................57
Tabel 3.4
Blue Print Kemampuan Memecahkan Masalah........................ 58
Tabel 3.5
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas..............................................60
Tabel 3.6
Hasil Uji Validitas Skala Kepuasan Pernikahan....................... 62
Tabel 3.7
Hasil Uji Validitas Skala Kemampuan Berkomunikasi............ 64
Tabel 3.8
Hasil Uji Validitas Skala Kemampuan Memecahkan Masalah 65
Tabel 4.1
Gambaran Umur Responden Berdasarkan Usia Saat Menikah 67
Tabel 4.2
Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pendidikan........... 68
Tabel 4.3
Gambaran Umum Responden Berdasarkan Status Pekerjaan Subjek....................................................................................... 69
Tabel 4.4
Skor Skala Kepuasan Pernikahan..............................................70
Tabel 4.5
Kategorisasi Skor Kepuasan Pernikahan.................................. 71
Tabel 4.6
Skor Skala Kemampuan Berkomunikasi.................................. 72
Tabel 4.7
Kategorisasi Skor Kemampuan Berkomunikasi....................... 73
Tabel 4.8
Skor Skala Kemampuan Memecahkan Masalah....................... 74
Tabel 4.9
Kategorisasi Skor Kemampuan Memecahkan Masalah............ 75
Tabel 4.10
Model Summary Kemampuan Berkomunikasi dan Kemampuan Memecahkan Masalah tehadap Kepuasan Pernikahan............. 76
Tabel 4.11
Anova
Kemampuan
Berkomunikasi
dan
Kemampuan
Memecahkan Masalah tehadap Kepuasan Pernikahan............. 77
xiii
Tabel 4.12
Coefficients Kemampuan Berkomunikasi dan Kemampuan Memecahkan Masalah tehadap Kepuasan Pernikahan............. 78
Tabel 4.13
Model
Summary
Kemampuan
Berkomunikasi
tehadap
Kepuasan Pernikahan................................................................ 78 Tabel 4.14
Anova
Kemampuan
Berkomunikasi
tehadap
Kepuasan
Pernikahan................................................................................ 79 Tabel 4.15
Proporsi Varian pada aspek- aspek variabel Kemampuan Berkomunikasi.......................................................................... 80
Tabel 4.16
Model
Summary
Aspek
Keterbukaan
(Kemampuan
Berkomunikasi Terhadap Kepuasan Penikahan)...................... 80 Tabel 4.17
Model Summary Aspek Empati (Kemampuan Berkomunikasi Terhadap Kepuasan Penikahan)............................................... 81
Tabel 4.18
Model
Summary
Aspek
Sikap
Positif
(Kemampuan
Berkomunikasi Terhadap Kepuasan Penikahan)...................... 82 Tabel 4.19
Model
Summary
Aspek
Kesetaraan
(Kemampuan
Berkomunikasi Terhadap Kepuasan Penikahan)...................... 82 Tabel 4.20
Model Summary Kemampuan Memecahkan Masalah Terhadap Kepuasan Pernikahan................................................................ 84
Tabel 4.21
Anova Kemampuan Memecahkan Masalah Terhadap Kepuasan Penikahan.................................................................................. 84
Tabel 4.22
Model Summary Aspek Usia Subjek Saat Menikah (Aspek Demografi terhadap Kepuasan Pernikahan)............................. 85
Tabel 4.23
Model Summary Aspek Pendidikan Terakhir Subjek saat Menikah (Aspek Demografi Terhadap Kepuasan Penikahan) 86 xiv
Tabel 4.24
Model Summary Aspek Status Pekerjaan Subjek (Aspek Demografi Terhadap Kepuasan Pernikahan)........................... 87
Tabel 4.25
Proporsi Varian pada Demografi............................................. 88
xv
DAFTAR GAMBAR
2.1
Gambar Proses Komunikasi...................................................................... 29
2.2
Gambar Alur Pemecahan Masalah............................................................ 37
2.3
Gambar
Kerangka
Berpikir
Penelitian
Pengaruh
Kemampuan
Berkomunikasi dan Kemampuan Memecahkan Masalah Terhadap Kepuasan Pernikahan Wanita yang Melakukan Pernikahan Dini............. 46
xvi
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Sejalan dengan perkembangan hidup manusia, setiap manusia mengalami perkembangan ke arah yang lebih sempurna. Salah satu tahap perkembangan dalam kehidupan manusia adalah menikah. Ada satu tahapan perkembangan dimana tujuan besar seorang perempuan yang belum menikah adalah tahapan untuk menjalani suatu perkawinan (Hurlock, 1991). Menikah merupakan tahapan dari kehidupan, yang merupakan suatu usaha untuk membina hubungan dengan orang lain dalam diri masing- masing untuk membentuk kehidupan rumah tangga.
Dalam pandangan Islam, pernikahan adalah suci, sunnah Rasul, dan Ibadah. Oleh karena itu setiap muslim seyogyanya menikah secara Islam, berumah tangga secara Islam dan hidup secara Islami. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW lewat sabdanya : “Hai para remaja, barangsiapa di antara kalian telah mampu menjalankan sebuah pernikahan maka menikahlah dan barang siapa yang belum mampu maka hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa akan menghindari perbuatan dosa” (H.R. Muslim). Pada prinsipnya, pernikahan diawali dengan niat atau nawaitu selain itu pernikahan perlu didasari sikap saling asih-asah-asuh antara pasangan suami-istri. Semua itu tidak lepas dari peran serta agama, karena agama sangatlah berperan dalam mempererat hubungan suami-istri di dalam sebuah pernikahan.
2
Di dalam pernikahan sudah pasti setiap pasangan memiliki tujuan yang ingin dicapai, yaitu agar dapat terpenuhinya sebagian besar kebutuhan pribadi, karna setiap orang yang memasuki kehidupan pernikahan pastilah berdasarkan kebutuhan, harapan dan keinginannya sendiri-sendiri. Pemenuhan kebutuhan psikologis adalah alasan terpenting untuk memasuki pernikahan. Tujuan yang jelas akan membimbing pasangan suami- istri untuk mewujudkan keluarga yang harmonis, karna keharmonisan dalam keluarga tidak bisa dilepaskan dari tujuan awal dalam membangun rumah tangga. Semua pasangan suami istri, menginginkan memperoleh kepuasaan di dalam pernikahannya. Karena pernikahan yang memuaskan merupakan dambaan setiap pasangan suami istri, kepuasan pernikahan antara suami dan istri akan tercapai jika kebutuhan- kebutuhan individu dapat terpenuhi antara lain kebutuhan sosial, psikologis, dan biologis. Kepuasan pernikahan seseorang merupakan penilaiannya sendiri terhadap situasi perkawinan yang dipersepsikan menurut tolak ukur masing- masing pasangan. Oleh sebab itu, diduga bahwa keberhasilan dalam pernikahan tergantung pada kebahagiaan dari pribadi individu. Tidak sedikit dijumpai adanya ketidak harmonisan di dalam hubungan pernikahan, baik yang baru menikah bahkan yang sudah bertahun- tahun menikah (Sawitri Supardi Sadarjoen, 2005). Menurut pandangan Islam di dalam surat Ar-Rum ayat 21, bahwa pernikahan dapat menciptakan ketentraman lahir dan batin antara suami dan istri dalam kehidupan rumah tangga yang tentram, nyaman, damai dan sejahtera, ketika terpenuhi hak dan kewajiban suami istri dengan baik. Karena kepuasan
3
pernikahan yang ingin dicapai oleh setiap orang tidak muncul dengan sendirinya, tetapi hal tersebut harus diusahakan dan diciptakan oleh kedua belah pihak yaitu suami dan istri. Adapun pengertian dari Kepuasaan Pernikahan adalah suatu pengalaman subjektif, perasaan yang kuat, dan yang didasarkan pada faktor dalam individu yang mempengaruhi kualitas interaksi dalam pernikahan (Weiss, 2005). Seiring dengan berjalannya waktu, dalam kehidupan pernikahan kemungkinan akan muncul berbagai permasalahan, yang sedikit banyak mempengaruhi keharmonisan rumah tangga. Singkatnya, setiap perkawinan tidak akan terhindar dari konflik, kecuali bila salah satu pasangan atau bahkan kedua pasangan memutuskan untuk mengalah (Sawitri Supardi Sadarjoen, 2005). Serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gurin, Geroff, Feld (dalam Michael dan Savitri, 1994) bahwa sebesar 45 % orang yang sudah menikah mengatakan bahwa dalam kehidupan bersama akan muncul berbagai masalah. Karena di dalam semua perkawinan terdiri dari individu yang unik, maka keunikan inilah yang sering menyulitkan suami- istri untuk saling mengerti, memahami dan mengakomodasi (Izzatul Jannah, 2008 ).
Dari keunikan itulah, terkadang menimbulkan masalah jika keduanya tidak saling berusaha memahami, beradaptasi dan menerima perbedaan yang ada. Walaupun sudah secara matang dipersiapkan dan cukup mendalam perkenalan pribadi antara pasangan, juga tidak luput dari perselisihan- perselisihan faham atau pertengkaran- pertengkaran, baik itu yang berasal dari pasangan, lingkungan luar, atau bahkan berasal dari dalam diri sendiri.
4
Tetapi perbedaan- perbedaan tersebut bukanlah penghalang bagi pasangan untuk mendapatkan kebahagiaan. Diduga, banyak pula pasangan yang melakukan pernikahan dini yang sebenarnya tumbuh dari perbedaan- perbedaan yang ada diantara kedua pasangan, tetapi
menjadi cocok setelah beberapa saat hidup
bersama dan tidak berarti bahwa kalau seseorang cukup mengenal calon pasangannya akan menjamin terjalinnya kehidupan perkawinan yang memuaskan kedua belah pihak. Maka pemilihan pasangan hidup dalam pernikahan dini dibutuhkan penyesuaian dengan pasangannya, seperti : penyesuaian minat, temperamen, dan cara- cara mengungkapkan kasih sayang (Hurlock, 1994).
Tetapi, seringkali ditemui kenyataan bahwa pasangan suami- istri yang menikah di usia dini memiliki perbedaan persepsi terhadap pemenuhan kebutuhan pasangannya. Hal tersebut dapat mengakibatkan permasalahan rumah tangga antara suami- istri. Akan tetapi pada pasangan yang menikah muda, kecenderungan untuk berdamai kembali setelah mengalami konflik lebih tinggi dibandingkan dengan pasangan yang berusia 40- an. Hal ini serupa dengan Papalia & Olds (dalam M. Fauzil Adhim, 2002) mengemukakan bahwa kecenderungan untuk rujuk atau berdamai kembali stelah mengalami konflik pada pasangan muda sebesar 89%, sedangkan pada mereka yang berusia 40- an hanya sebesar 31%.
Karena itu, para pasangan suami- istri yang menikah pada usia dini dalam mengatasi permasalahan dalam pernikahan mereka membutuhkan kedewasaan, dalam arti dewasa secara mental bukan hanya usia. Bisa saja seseorang yang sudah dewasa usia tetapi belum memiliki kedewasaan secara mental, sebaliknya
5
seseorang atau pasangan suami- istri yang menikah pada usia ≤18 tahun kedewasaan secara mental sudah ada dalam diri mereka masing- masing, karena yang menyebabkan pernikahan usia muda rentan konflik bukan terletak pada usia, melainkan pada aspek- aspek mental yang bersangkut paut dengan proses pembentukkan rumah tangga (dalam M. Fauzil Adhim, 2002).
Dalam hal ini, sekecil apa pun masalah yang sedang dihadapi tidak akan bisa selesai jika hanya dibiarkan tanpa pemecahan masalah. Pemecahan masalah tersebut harus melibatkan usaha bersama (suami dan istri), agar dapat memperoleh solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Salah satu solusi dalam pemecahan masalah yang terjadi di dalam rumah tangga adalah melakukan komunikasi yang efektif. Hendaknya suami dan istri yang masuk di dalam pernikahan usia muda dapat saling memahami satu sama lain. Walau memiliki latar belakang yang berbeda, sebagai suami istri harus bisa saling memahami satu sama lain. Setiap masalah yang terjadi harus diselesaikan dengan kepala dingin. Karena konflik sering muncul disebabkan oleh komunikasi yang buruk antara suami dan istri, tetapi komunikasi juga dapat menyelesaikan masalah jika komunikasi berjalan dengan lancar. Davis, 2004 (dalam Rita Eka Chandrasari, 2009) menyatakan, bahwa para pasangan yang mengalami masalah pernikahan seringkali menyebutkan kurangnya komunikasi sebagai penyebab utama munculnya masalah antara mereka.
Dalam hal ini, pasangan suami- istri seharusnya memiliki ketrampilan komunikasi yang lebih baik. Agar mereka dapat belajar bagaimana cara menghadapi perbedaan-perbedaan diantara mereka. Karena, komunikasi yang baik terjadi
6
ketika masing- masing pasangan mampu mengungkapkan isi hatinya secara terbuka dengan kontrol emosi yang baik. Olson (dalam Olson, 2002) menemukan 79 % pasangan merasa senang apabila pasangannya mampu memahami dirinya, 96% pasangan merasa senang apabila dapat mengekspresikan perasaannya, 83% pasangan merasa senang apabila mereka menjadi pendengar yang baik, dan 79% pasangan merasa senang apabila pasangannya menghargai setiap pendapat yang diberikan pasangannya. Begitupun Navron & Orthner, 1976 (dalam Izzatul Jannah, 2008) menyampaikan pendapat yang serupa, bahwa pasangan yang telah menikah akan merasa dimengerti oleh pasangannya apabila mereka tahu bagaimana cara menyampaikan pesan mereka.
Oleh sebab itu, betapa pentingnya pasangan suami- istri memiliki kemampuan dalam berkomunikasi, karena kemampuan berkomunikasi yang dimiliki pasangan suami- istri dapat mengatasi kebingungan, kesalahpahaman dan perbedaan pendapat antara suami- istri yang dapat berujung pada permasalahan di dalam rumah tangga. Sebagaimana hasil penelitian Namun- Mee Lim (Universitas Tunku Abdul Rahman- Malaysia, 2011), menyatakan bahwa pada pasangan yang menikah di usia 18 tahun semakin memiliki kemampuan komunikasi yang baik, semakin baik pula dalam menangani konflik yang terjadi.
Jadi, dua orang yang menjalani sebuah pernikahan dan tinggal di dalam satu atap, besar kemungkinan untuk hidup dengan suatu permasalahan, yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan. Meskipun di dalamnya terdapat komunikasi yang intens antara suami- istri yang cukup lama akan dapat membantu menyelesaikan masalah, tetapi dapat diduga bahwa mereka (suami- istri) tidak
7
dapat saling mengerti dan memahami pesan yang disampaikan dalam pemenuhan kebutuhan pasangannya. Oleh sebab itu, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Kemampuan Berkomunikasi dan Kemampuan Memecahkan Masalah Terhadap Kepuasan Pernikahan Wanita yang Melakukan Perniakahan Dini”.
1.2.
Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
1.2.1. Pembatasan Masalah Agar pembahasan pada penelitian ini tidak meluas maka penulis membatasi permasalahan dalam penelitian, yaitu :
A. Kepuasan pernikahan yang dimaksudkan dalam penelitian ini ditandai dengan adanya hubungan persahabatan yang kuat dan perasaan saling menyukai pribadi masing- masing, adanya komitmen diantara pasangan, adanya persamaan dalam cara menunjukkan kasih sayang kepada pasangan, dan penyesuaian dalam hubungan seksual, serta adanya perasaan positif terhadap pasangan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Lauer & Lauer, et. al (dalam Baron & Byrne, 2005). B. Kemampuan berkomunikasi dalam penelitian ini seperti yang dikemukakan DeVito,1997)
oleh
Bochner
adalah
adanya
&
Kelly (dalam Joseph keterbukaan,
empati,
A.
sikap
mendukung, sikap positif, dan kesetaraan terhadap pasangan. Karna adanya kesamaan antara aspek sikap mendukung dengan
8
sikap positif, maka peneliti memilih salah satu aspek yaitu aspek sikap positif. Jadi pada variabel kemampuan berkomunikasi terdiri dari 4 aspek, yaitu keterbukaan, empati, sikap positif, dan kesetaraan. C. Kemampuan memecahkan masalah dalam penelitian ini meliputi kemampuan untuk menemukan fakta, menemukan masalah, menemukan
gagasan,
menentukan
solusi,
menemukan
pelaksanaan/ penerimaan untuk melokasikan suatu solusi bagi kontroversi yang terjadi, agar dapat diterima oleh semua pihak, sebagaimana dikemukakan oleh Parnes (dalam Utami Munandar, 1999). D. Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai aspek- aspek yang dapat
mempengaruhi
kepuasan
pernikahan,
maka
peneliti
menambahkan aspek demografi seperti : usia saat menikah, pendidikan terakhir saat menikah dan status pekerjaan.
D. Penelitian ini dilakukan di wilayah Kecamatan Pamulang, adapun karakteristik subjek yang dijadikan responden dalam penelitian ini memiliki dua karakteristik, yaitu: 1) Wanita yang menikah di usia ≤18 tahun, dan 2) Usia pernikahan subjek ± 5 tahun.
9
1.2.2. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang telah disampaikan di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut : 1. Apakah ada pengaruh yang signifikan kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan? 2. Apakah ada pengaruh yang signifikan aspek keterbukaan dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan? 3. Apakah ada pengaruh yang signifikan aspek empati dari variabel kemampuan berkomunikasi kepuasan pernikahan? 4. Apakah ada pengaruh yang signifikan aspek sikap positif dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan? 5. Apakah ada pengaruh yang signifikan aspek kesetaraan dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan? 6. Apakah ada pengaruh yang signifikan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan? 7. Apakah ada pengaruh yang signifikan aspek usia subjek saat menikah terhadap kepuasan pernikahan? 8. Apakah ada pengaruh yang signifikan aspek pendidikan terakhir saat menikah terhadap kepuasan pernikahan?
10
9. Apakah ada pengaruh yang signifikan aspek status pekerjaan subjek terhadap kepuasan pernikahan?
1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan “untuk menguji pengaruh kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan di usia remaja (usia dini).”
1.3.2. Manfaat Penelitian -
Secara Teoritis : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi berkembanganya Ilmu Pengetahuan khususnya bidang Ilmu Psikologi Sosial dan Ilmu Psikologi Keluarga.
-
Secara Praktis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat menjadi bahan bacaan serta masukan, khususnya bagi penulis dan masyarakat, sehingga dapat mengetahui dampak positif maupun dampak negatif apabila kemampuan dalam memecahkan masalah dan kemampuan berkomunikasi di dalam pernikahan tidak tercapai, yang lambat- laun dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan khususnya pada pernikahan dini.
11
1.4.
Sistematika Penulisan
Adapun sistematika di dalam penulisan laporan peneliitian ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini dipaparkan latar belakang permasalahan yang menjadi
topik
bahasan
penelitian,
pembatasan
serta
perumusan
permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab kajian teori dijelaskan variabel- variabel penelitian dan teoriteori para ahli yang memiliki kesesuaian dengan tema penelitian, yaitu tentang kepuasan pernikahan, kemampuan berkomunikasi, kemampuan memecahkan masalah serta kerangka berpikir di dalam laporan penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Bab tiga memuat pendekatan yang digunakan dalam penelitian, instrumen penelitian, teknik analisis data dan tahapan- tahapan dalam penelitian. BAB IV ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN Bab empat berisi hasil penelitian yang telah dilakukan dan analisis terhadap penelitian tersebut berdasarkan data yang di peroleh dilapangan.
12
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Bab lima berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dillakukan, diskusi berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan saran bagi penelitian selanjutnya.
13
BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian pernikahan Di dalam bab I UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan, merumuskan pengertian perkawinan atau pernikahan yaitu sebagai “ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” ( Hukum kekeluargaan nasional, 1991).
Duvall dan Miller (1985) menambahkan pendapatnya mengenai pernikahan, bahwa pernikahan merupakan hubungan yang diketahui secara sosial antara perempuan dan laki- laki yang berkaitan dengan hubungan seksual yang sah.
Ditinjau dari segi agama Islam pernikahan memiliki fungsi dan tujuan, salah satunya adalah dapat melestarikan keturunan. Sebagaimana yang telah disiratkan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa: 1, Allah SWT berfirman :
Artinya : Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari jenis yang satu, dan dari padanya, Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan
14
perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu. (Qurayis Shihab dalam Tafsir Al- Misbah)
Disinilah terlihat bahwa Allah SWT memberi sinyal dan tanda bahwa manusia diciptakan oleh Allah untuk berpasang- pasangan dan dengan adanya pasangan tersebut kita memiliki keturunan, yang diharapkan keturunan tersebut dapat mempertahankan kelangsungan kehidupan berikutnya.
Menurut Bernard dalam Santrock (2002), pernikahan biasanya digambarkan sebagai bersatunya dua individu, tetapi pada kenyataannya adalah persatuan dua sistem keluarga secara keseluruhan dan pembangunan sebuah sistem ketiga yang baru.
Dari definisi- definisi yang dikemukakan di atas nampak bahwa pernikahan adalah tempat pelegalan suatu hubungan antar dua manusia yang berlainan jenis kelamin. Selain itu, pernikahan juga digunakan sebagai wahana bagi pembentukan sebuah keluarga sakinah.
15
2.2. Kepuasan Pernikahan 2.2.1. Pengertian kepuasan pernikahan Kepuasan pernikahan berasal dari kata kepuasan dan pernikahan. Kepuasan (satisfaction) dalam Kamus Lengkap Psikologi (Chaplin, 2006) diartikan sebagai satu keadaan kesenangan dan kesejahteraan, disebabkan karena orang telah mencapai satu tujuan atau sasaran. Sedangkan pernikahan menurut Duvall & Miller (1985) adalah hubungan pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang ditujukan untuk melegalkan suatu hubungan, melegitimasi membesarkan anak, dan membangun hubungan dalam perkembangan anak di antara sesama pasangan.
Seperti selayaknya berada dalam hubungan, tiap- tiap individu yang berada dalam hubungan pernikahan juga menginginkan kepuasan di dalam hubungan mereka. Kepuasan pernikahan ini tampaknya memiliki arti yang agak berbeda bagi suami dan istri. Bagi suami, umumnya kepuasan pernikahan ini berarti terpenuhinya perasaan dihargai, kesetiaan dan perjanjian terhadap masa depan dari hubungan tersebut. Sedangkan bagi istri, kepuasan pernikahan berarti terpenuhinya rasa aman secara emosional, komunikasi dan terbinanya intimasi (Duvall & Miller, 1985).
Sedangkan menurut Weiss (dalam William M. Pinsof dan Jay L. Lebow, 2005) mengemukakan bahwa kepuasan pernikahan merupakan pengalaman yang subjektif; perasaan yang kuat dan sebuah perilaku yang didasari atas faktor- faktor antar individu yang dipengaruhi oleh kualitas interaksi di dalam pernikahan yang dijalani.
16
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan merupakan adanya suatu perasaan senang yang kuat yang disebabkan oleh tercapainya tujuan yang dikehendaki oleh pasangan yang terikat dalam status pernikahan sebagai simbol dari adanya rasa kasih sayang, kesetiaan, terbinanya intimasi, dan keakraban emosional yang bersifat subjektif.
2.2.2. Faktor- Faktor Kepuasan Pernikahan Baik suami ataupun istri dapat mengembangkan karakteristik atau faktor yang dapat mempengaruhi tinggi atau rendahnya tingkat kepuasan pernikahan (Duvall & Miller, 1985). Faktor atau karakteristik yang mendatangkan kepuasan pernikahan dibagi menjadi dua :
1. Karakteristik masa lalu (background characteristic)
a. Kebahagiaan dalam pernikahan orang tua
Kebahagiaan pada pernikahan orang tua merupakan salah satu karakteristik yang mendukung terciptanya kepuasan pernikahan yang tinggi. Pernikahan orang tua menjadi model dalam menjalani kehidupan pernikahan anak.
b. Disiplin
Kedisplinan yang diterapkan oleh orang tua sejak kecil berada pada tahap yang baik (adanya pemberian hukuman yang sesuai untuk setiap kesalahan yang diperbuat, namun tidak membuat anak merasa terancam).
17
c. Kedekatan
Adanya waktu yang cukup dan memadai untuk melakukan pendekatan (saling mengenal antar pasangan) sebelum memasuki pernikahan
d. Adanya pendidikan seks yang memadai dari orang tua
Pendidikan seks diberikan dalam porsi yang benar, dalam waktu yang tepat.
e. Masa kanak- kanak
Rasa bahagia di masa kanak- kanak diperoleh melalui hubungan anak dengan orang tua dan lingkungan sosialnya. Hubungan dengan orang tua yang berjalan harmonis menimbulkan kelekatan antara orang tua dengan anak, hal ini dapat mempermudah proses penyesuaian diri mereka dalam kehidupan pernikahan.
f. Pendidikan
Untuk pendidikan formal minimal sampai pada tahap sekolah menengah atas (SMA). Semakin tinggi pendidikan pasangan dalam suatu pernikahan akan semakin mempermudah proses penyesuaian diri mereka dalam kehidupan pernikahan.
18
2. Karakteristik masa kini (current characteristic)
a. Kehidupan seksual
Baik suami maupun istri saling menikmati kehidupan seksual yang mereka jalani (hubungan seksual yang saling dinikmati oleh kedua belah pihak).
b. Kepuasan terhadap tempat tinggal
Memiliki tempat tinggal yang relatif menetap (adanya tempat tinggal yang relatif permanen) akan menimbulkan perasaan aman bagi masing- masing pasangan, yang pada akhirnya akan meminimalisasi timbulnya konflik dalam kehidupan pernikahan.
c. Pendapatan keluarga
Adanya pemasukan yang dapat mencukupi kebutuhan pokok keluarga
(penghasilan
yang
memadai),
sehingga
dapat
meminimalisasi timbulnya konflik dalam kehidupan pernikahan.
d. Tingkat kesetaraan
Tidak ada dominasi dari salah satu pasangan, baik suami maupun istri (adanya persamaan antara suami istri (equalitarian), tidak ada yang mendominasi pihak lain, keputusan dibuat bersama). Setiap keputusan yang diambil dalam kehidupan pernikahan dilakukan
19
dengan kesepakatan yang setara antara suami dengan istri maupun sebaliknya.
e. Komunikasi
Adanya komunikasi yang terbuka dan positif dari suami kepada istri
maupun
sebaiknya
(adanya
keterbukaan,
kebebasan
berkomunikasi antara kedua belah pihak secara emosional, sosial, maupun seksual).
f. Kehidupan sosial
Keluarga memiliki kehidupan sosial yang menyenangkan (adanya kebersamaan dalam kehidupan sosial). Misalnya ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang menjadi minat mereka, mempunyai teman dan perkumpulan yang satu minat dengan mereka.
g. Ekspresi kasih sayang/ afeksi
Adanya ekspresi kasih sayang yang nyata dari suami maupun istri (adanya keterbukaan dalam mengungkapkan afeksi antara suami dan istri).
h. Kepercayaan
Adanya rasa saling dari suami kepada istri dan juga sebaliknya (adanya saling percaya dan keyakinan antara kedua belah pihak).
20
Hal ini penting karena kecurigaan yang timbul diantara pasangan dapat memicu konflik dalam kehidupan pernikahan.
Duvall dan Miller (1985) menambahkan bahwa diantara dua macam karakteristik tersebut, karakteristik masa kini merupakan faktor yang lebih berpengaruh terhadap tercapainya kepuasan pernikahan.
Hurlock (1980) menambahkan, bahwa ada empat faktor penunjang yang paling umum dan paling penting bagi terwujudnya kepuasan pernikahan, yaitu melalui penyesuaian antara lain:
a.
Penyesuaian sosial terhadap pasangan
Penyesuaian hubungan interpersonal dalam pernikahan lebih sulit dilakukan dari bentuk- bentuk hubungan sosial yang lain karena banyaknya faktor yang mempengaruhi. Diantaranya adalah konsep tentang pasangan ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan latar belakang, adanya aktifitas atau hal tertentu yang menjadi minat kedua belah pihak, kesamaan nilai- nilai yang dipegang, konsep tentang peran, serta perubahan dalam pola hidup.
b.
Penyesuaian seksual
Faktor- faktor yang mempengaruhi penyesuaian seksual antara lain adalah sikap terhadap seks, pengalaman tentang seks di masa lalu, keinginan atau gairah seksual, pengalaman melakukan hubungan seks
21
pra- nikah, sikap terhadap penggunaan alat- lat kontrasepsi, serta efek dari vasektomi pada pria.
c.
Penyesuaian keuangan
Ketersediaan maupun kekurangan uang mempunyai pengaruh terhadap penyesuaian pernikahan yang harus dilakukan seseorang. Situasi finansial bisa membahayakan penyesuaian pernikahan dalam dua area penting. Pertama, jika istri mengharapkan suami untuk berbagai beban kerja karena istri mulai mengalami burn out dalam mengurusi rumah tangga. Kedua, jika ada keinginan untuk memiliki barang- barang tertentu sebagai simbol kesuksesan, dan suami tidak mampu memenuhinya.
d.
Penyesuaian terhadap keluarga besar pasangan
Di dalam pernikahan, seseorang sekaligus juga mendapatkan sebuah keluarga besar baru. Meskipun banyak yang mengidentifikasikan pernikahan sebagai penyatuan dua individu, namun pada kenyataannya pernikahan juga merupakan penyatuan dua keluarga secara menyeluruh (Santrock, 2002). Faktor- faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap keluarga besar adalah adanya stereotype mengenai anggota keluarga tertentu, keinginan akan independensi, kohesivitas keluarga, mobilitas sosial, perawatan terhadap anggota keluarga yang lebih tua, serta adanya tanggung jawab finansial terhadap keluarga.
22
Berdasarkan teori dari Duvall dan Miller (1985), Hurlock (1980), yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti akan menyimpulkan faktor- faktor yang secara teoritis mempengaruhi kepuasan pernikahan :
1) Faktor personal 2) Faktor
pemuasan
kebutuhan
psikologis
melalui
hubungan
interpersonal 3) Faktor anak 4) Faktor seksual 5) Faktor ekonomi/ finansial (pendapatan, tersedianya tempat tinggal) 6) Faktor kebersamaan 7) Faktor interaksi yang efektif serta komunikasi yang baik 8) Faktor hubungan dengan keluarga besar pasangan 9) Faktor penyesuaian penyelesaian konflik dan pengambilan keputusan dalam pernikahan 10) Faktor peran
23
2.2.3. Indikator Kepuasan Pernikahan Lauer et. al mengidentifikasi indikator kepuasan pernikahan (dalam Baron & Byrne, 2005). Yaitu :
1. Komitmen (commitment)
a) Menganggap pernikahan sebagai komitmen jangka panjang
Banyak orang yang menginginkan adanya seseorang yang mau mendedikasikan dirinya pada pasangannya dengan tulus. Pernikahan merupakan suatu ekspresi dari tipe dedikasi ini (Stinnet, dalam Turner & Helms, 1987).
b) Menganggap pernikahan sebagai sesuatu yang suci
Ikatan pernikahan pada budaya kita dipandang sebagai ikatan yang langgeng dan suci. Karena banyak pasangan suami istri mengabaikan kebutuhan pribadinya, tetapi harus tetap mempertahankan kesatuan hubungan suami istri. (Davidoff, 1991).
c) Menganggap suatu pernikahan penting sebagai stabilitas sosial
Pernikahan menyediakan persetujuan sosial dengan respect terhadap salah satu kebutuhan, seperti kebutuhan seksual (Stinnet, dalam Turner & Helms, 1987).
24
2. Persamaan (similarity)
a) Mempunyai persamaan tujuan
Harapan yang berlebihan tentang tujuan dan hasil pernikahan sering membawa kekecewaan yang menambah kesulitan penyesuaian terhadap tugas dan tanggung jawab pernikahan (Hurlock, 1980). Untuk itu, memiliki persamaan tujuan penting dalam pernikahan.
b) Mempunyai persamaan dalam menunjukkan kasih sayang
Pernikahan yang baik dapat tercapai bila di dalam pernikahan terdapat intimasi, dan adanya rasa saling menghargai dan pengekspresiannya serta rasa saling menyayangi. Pada pasangan suami istri dibutuhkan adanya sebuah karena kehangatan, karena perasaan yang dirasakan suami ataupun istri berbeda. Keluhan umum yang disampaikan istri bahwa mereka menginginkan kehangatan lebih banyak seperti halnya keterbukaan dari suami mereka. Tetapi suami seringkali menganggap bahwa mereka sudah terbuka dengan istri atau diduga mereka tidak mengerti apa yang diinginkan istri mereka (Blumstein & Schwartz, dalam Santrock, 2002).
c) Mempunyai persamaan tentang kehidupan seksual
Kehidupan seksual merupakan salah satu masalah yang paling sulit dalam pernikahan dan salah satu penyebab yang mengakibatkan pertengkaran dan ketidakbahagiaan pernikahan apabila kesepakatan ni tidak dapat dicapai dengan memuaskan (Hurlock, 1980).
25
3. Persahabatan (friendship)
a) Menganggap pasangan sebagai teman baik
Pasangan dapat dianggap sebagai teman baik, yaitu dengan adanya kerja sama dalam suatu hubungan yang bersifat sukarela (Ahmadi dalam Bayu Ananta, 2009).
b) Menyukai pribadi pasangan
Dalam pernikahan, kecendrungan seseorang memilih pasangan yang memiliki kesamaan. Kita cenderung menyukai orang yang memiliki kesamaan sikap, minat, latar belakang, termasuk kepribadiaan yang sama dengan kita (Sears, et.al., dalam Bayu Ananta, 2009). Namun kesamaan bukanlah segalanya. Ditemukan juga bahwa disposisi kepribadian yang spesifik berkaitan dengan keberhasilan pernikahan. Kebutuhan- kebutuhan tertentu dari seseorang dapat dipenuhi secara baik bukan dari pasangan yang serupa, tetapi oleh seseorang yang dapat memuaskan kebutuhankebutuhan tersebut (Baron & Byrne, 2005).
4. Perasaan positif (positive feeling)
a) Merasa pasangan menjadi lebih menarik
Cinta merupakan salah satu bentuk terpenting dari ketertarikkan antar pribadi. Hubungan cinta ini juga mendasari berlangsungnya pernikahan (Ahmadi dalam Bayu Ananta, 2009).
26
b) Merasakan kebahagiaan bersama pasangan
Adanya kebahagiaan dalam berbagai fase kehidupan sangatlah penting bagi setiap orang. Banyak orang mengharapkan pernikahannya sebagai sumber kebahagiaan. Namun, harus disadari bahwa kebahagiaan tidak terletak pada institusi pernikahan, melainkan pada orang- orang yang menjalaninya dan hal tersebut tergantung pada cara mereka berinteraksi di dalam hubungan tersebut. Wanita yang menikah melaporkan mendapatkan kebahagiaan lebih tinggi dibanding wanita yang masih sendiri. Tetapi, pada sisi lain mereka juga mengeluh ketidakbahagiaan yang lebih dalam pernikahan dibandingkan para suami mereka (Atwater, 1985).
c) Merasa bangga akan prestasi pasangan
Apabila penyesuaian yang baik dilakukan, pasangan harus memenuhi kebutuhan yang berasal dari pengalaman awal. Apabila orang dewasa perlu pengenalan, pertimbangan prestasi dan status sosial agar bahagia, pasangan harus membantu pasangan lainnya untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Hurlock, 1980).
27
2.3.
Kemampuan Berkomunikasi
2.3.1. Pengertian kemampuan berkomunikasi Carl Hovland, Janis dan Kelley (dalam Yulia S. Gunarsa, 2009), menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata- kata) dengan tujuan mengubah bentuk perilaku seseorang. Kata atau istilah “komunikasi” atau dalam bahasa inggris “Communication”,
berasal
dari
Bahasa
Latin
“Communicatus”
atau
Communicatio atau Communicare yang berarti “berbagi” atau “menjadi milik bersama”. Dengan demikian, kata komunikasi menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan. Raymond S. Ross, 1974 (dalam Jalaluddin Rakhmat, 2004) mendefinisikan komunikasi adalah sebagai suatu proses transaksional yang meliputi pemisahan, dan pemilihan bersama lambang secara kognitif, sehingga dapat membantu orang lain untuk mengeluarkan respon yang dirasakan oleh individu. Kincaid (dalam Erliana Hasan, 2005) mengemukakan, komunikasi adalah proses saling berbagi atau menggunakan informasi secara bersama dan pertalian antara para peserta dalam proses informasi. Brent D. Ruben (dalam Arni Muhammad, 2008) memberikan definisi mengenai komunikasi sebagai suatu proses dimana dalam hubungan antara individu dengan masyarakat, hubungan dengan kelompoknya yang mana di dalamnya dapat menciptakan, mengirim, dan menggunakan informasi untuk mengkoordinasi lingkungannya dengan orang lain.
28
Izzatul Jannah (2008) menambahkan bahwa komunikasi merupakan sebuah proses yang sangat kompleks, sebab tidak hanya berwujud kata- kata, tetapi berbentuk gesture, mimik wajah, tekanan kalimat, tatapan mata, perasaan, pengalaman, ingatan, dan masih banyak lagi. Johnson (dalam Supratiknya, 1995) mendefinisikan komunikasi adalah sebagai pesan yang dikirimkan secara verbal maupun non verbal kepada satu penerima atau lebih penerima dengan maksud untuk mempengaruhi tingkah laku si penerima. Wikrama Iryans Abidin mendefinisikan kemampuan berkomunikasi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengemas ide, gagasan atau pesan kepada orang lain secara efektif untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan berkomunikasi adalah suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk memproses pertukaran informasi yang sangat kompleks diantara individu baik secara verbal dan non verbal melalui gesture, simbol, gambar, kata- kata, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
2.3.2. Proses berkomunikasi Robbins (dalam Erliana Hasan, 2005), yang mengukapkan bahwa komunikasi sebagai suatu proses, dapat juga diamati mulai dari karaketristik sumber. Sebelum komunikai terjadi dapat diungkapkan suatu maksud sebagai pesan untuk di sampaikan. Maksud itu bergerak antara suatu sumber (pengirim) dan penerima. Kemudian pesan itu dikodekan atau diubah ke dalam bentuk simbolik dan diteruskan oleh suatu medium (saluran) kepada penerima, yang menguraikan kode
29
(pengkodean) dengan diawali oleh pengirim. Hasilnya adalah suatu transfer makna dari satu orang ke orang lain. Untuk jelasnya proses komunikasi tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut : Gambar 2.1 Pesan
Sumber
Pengkodean
Saluran
Pengkodean
Penerima
Ya/ Tidak/ Persepsi
Pesan
2.3.3. Tujuan komunikasi Manusia berkomunikasi dengan sesamanya karena memiliki tujuan tertentu. Joseph A. DeVito (1997), menyatakan bahwa ada lima tujuan komunikasi, yaitu: 1. Untuk menenemukan diri Maksud utama dari menemukan diri dalam komunikasi adalah ketika seseorang berkomunikasi dengan orang lain sebenarnya ia sedang belajar mengenai dirinya dan teman bicaranya, dengan berbicara mengenai dirinya kepada orang lain ia akan memperoleh umpan balik yang berharga atas perasaan, pikiran, dan tingkah laku.
30
2. Untuk bermain Maksud utama dari bermain dalam komunikasi adalah menggunakan komunikasi untuk bermain karena memiliki motif kesenangan, hiburan, dan istirahat atau santai dengan maksud membuatnya merasa lepas dari tekanan dan tanggung jawab. 3. Untuk berhubungan dengan orang lain Maksud utama dari berhubungan dengan orang lain dalam komunikasi adalah motivasi berkomunikasi untuk memelihara hubungan interpersonal yang hangat dan akrab, karena setiap orang ingin merasa dicintai dan mencintai orang lain. Sebaliknya komunikasi bisa digunakan untuk menjauhi orang lain, berargumentasi dan berselisih dengan teman bahkan untuk memutuskan suatu hubungan. 4. Untuk menolong Maksud utama dari menolong dalam komunikasi adalah biasa dilakukan oleh terapis, konselor, guru, orangtua, dan teman. Seseorang menjadikan komunikasi untuk menolong ketika memberikan saran, mengekspresikan empati, memecahkan suatu masalah, atau mendengar dengan penuh perhatian kepada seorang pembicara. 5. Untuk mempengaruhi Maksud utama dari mempengaruhi dalam komunikasi adalah sebagian kecil komunikasi digunakan seseorang untuk mempengaruhi perubahan sikap atau tingkah laku seseorang. Misalnya, seorang istri menganjurkan
31
kepada suaminya untuk membeli rumah yang dianggapnya bagus dan menarik, atau membujuk anaknya untuk menyanyikan sebuah lagu.
2.3.4. Indikator Kemampuan Berkomunikasi Menurut Bochner & Kelly mengidentifikasi indikator kemampuan berkomunikasi dalam rangka menciptakan komunikasi yang baik dan efektif ( dalam Joseph A. DeVito, 1997 ), yaitu sebagai berikut : 1. Keterbukaan Sedikitnya ada 3 aspek dari komunikasi antarpribadi, yaitu : a) Adanya keterbukaan komunikator kepada orang yang diajak berinteraksi.
Adanya
kesediaan
untuk
membuka
diri,
mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan antara komunikator dengan orang yang diajak berinteraksi. b) Kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus
yang
datang.
Komunikator
memperlihatkan
keterbukaannya, dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain. c) Kepemilikkan perasaan dan pikiran. Keterbukaan dalam hal ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang disampaikan adalah memang “milik” anda dan anda bertanggungjawab atasnya. Cara baik untuk menyatakan tanggungjawab adalah dengan pesan yang menggunakan kata “Saya”.
32
2. Empati Henry Backrack (dalam Joseph A. DeVito, 1997) mendefinisikan empati sebagai kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu. Orang yang berempatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap, serta harapan dan keinginan untuk masa yang akan datang. 3. Sikap mendukung Memperlihatkan sikap mendukung berwujud dalam bentuk : a) Deskriptif. Dalam hal berkomunikasi deskriptif membantu terciptanya sikap mendukung, tidak merasakan adanya suatu kejadian sebagai suatu ancaman (“anda tampaknya marah kepada saya”). b) Spontanitas. Seseorang yang berkomunikasi secara spontan dan terus terang serta terbuka dalam mengutarakan pikirannya biasanya bereaksi dengan cara yang sama (terus terang dan terbuka). c) Provisionalisme. Arti dari provisional adalah bersikap tentatif dan berpikiran terbuka serta bersedia mendengar pandangan yang berlawanan
dan
mengharuskan.
bersedia
mengubah
posisi
jika
keadaan
33
4. Sikap positif Sikap positif dalam berkomunikasi sedikitnya dapat digolongkan dalam 2 cara, yaitu : a) Sikap. Menunjukkan sikap dan perasaan positif dalam situasi komunikasi pada umumnya sangat penting, karena komunikasi akan terjadi secara efektif. Sedangkan sikap negatif dapat membuat orang merasa terganggu dan komunikasi dengan segera akan terputus. b) Dorongan. Perilaku mendorong menghargai keberadaan dan pentingnya orang lain. Dorongan positif umumnya berbentuk pujian atau penghargaan. Sedangkan dorongan negatif bersifat menghukum dan menimbulkan kebencian. 5. Kesetaraan Kesetaraan memiliki arti, yaitu adanya pengakuan secara diam- diam bahwa kedua pihak sama- sama bernilai dan berharga. Selain itu Carl Rogers (dalam Joseph A. DeVito, 1997) mendefinisikan kesetaraan sebagai suatu bentuk penghargaan tak bersyarat kepada orang lain.
34
2.4. Kemampuan Memecahan Masalah 2.4.1. Pengertian Kemampuan Memecahkan Masalah Solso, Otto H. Maclin & Kimberly Maclin (2007) pemecahan masalah merupakan suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik.
Menurut Bedel & Lennox, 1994 (dalam Anasatasia Retno Ayu, 2006), Problem solving adalah proses yang dapat membantu seseorang untuk menemukan apa yang mereka inginkan dan bagaimana mencapainya dengan cara yang paling efektif.
Menurut Harold J. Leavitt (1978) menambahkan bahwa, pememecahan masalah adalah sebagai suatu proses seleksi dan proses pengambilan keputusan dan proses mencari untuk mengetahui awal dari sebuah permasalahan.
Salah satu bagian dari proses pemecahan masalah adalah pengambilan keputusan (decision making), yang didefinisikan sebagai memilih solusi terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia (Hunsaker, 2005). Pengambilan keputusan yang tidak tepat, akan mempengaruhi kualitas hasil dari pemecahan masalah yang dilakukan.
Suharnan (2005) mengemukakan bahwa masalah seringkali disebut sebagai kesulitan, hambatan, gangguan, ketidakpuasan, atau kesenjangan. Secara umum dan beberapa ahli psikologi kognitif seperti Anderson (1980). Evans (1991), Hayers (1978), dan Ellis&Hunt (1993) sepakat bahwa masalah merupakan suatu
35
kesenjangan antara situasi sekarang dengan situasi yang akan datang atau tujuan yang diinginginkan (Suharnan, 2005). Sedangkan, Wikipedia Dictionary mengartikan sebuah masalah sebagai berikut: “A problem is an issue or obstacle which makes it difficult to achieve a desired goal, objective or purpose. It refers to a situation, condition, or issue that is yet undersolved. In a broad sense, a problem exists when an individual becomes aware of a significant difference between what actually is and what is desired”. Dapat disimpulkan bahwa masalah merupakan suatu hambatan atau rintangan yang dihadapi individu dalam mencapai suatu tujuan. Suatu masalah terjadi ketika individu menyadari bahwa keadaan yang ia hadapi tidak sesuai dengan harapanharapannya. Kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah adalah ketrampilan yang dibutuhkan oleh hampir semua orang dalam setiap aspek kehidupannya. Jarang sekali seseorang tidak menghadapi masalah dalam kehidupannya sehari- hari. Pada saat menghadapi suatu masalah, seseorang biasanya terpacu untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Proses pemecahan masalah yang dilakukan oleh setiap individu tentulah berbeda- beda, tergantung dari pola pikir yang dimiliki, jenis masalah yang dihadapi, ataupun faktor dari luar yang mempengaruhi (seperti saran yang diberikan oleh orang lain, pengalaman yang dialami oleh orang lain, dan sebagainya). Sedangkan menurut Chaplin (2006), pemecahan masalah diartikan sebagai proses yang tercakup dalam usaha menemukan urutan yang benar dari alternatifalternatif jawaban yang mengarah kepada suatu sasaran atau ke arah pemecahan ideal.
36
Dean G Pruitt & Jeffrey Z. Rubin (1986) menambahkan bahwa kemampuan memecahkan masalah adalah kemampuan yang dilakukan untuk melokasikan suatu solusi bagi kontroversi yang terjadi, yang dapat diterima oleh semua pihak. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan memecahkan masalah adalah sebuah kemampuan dimana adanya suatu usaha untuk menemukan solusi bagi permasalahan yang terjadi, yang mengarah kepada suatu pencapaian tujuan yang diinginkan.
2.4.2. Proses memecahkan masalah Secara visual suatu masalah melibatkan paling sedikit tiga komponen yaitu: keadaan sekarang, keadaan atau tujuan yang diinginkan, dan prosedur yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Terdapat beberapa proses atau tahapan yang harus ditempuh guna memecahkan suatu masalah (Ellis & Hunt, dalam Suharnan, 2005) yaitu :
a. Pemahaman masalah b. Penemuan berbagai hipotesis mengenai cara pemecahan masalah dan memilih salah satu hipotesis tersebut c. Menguji hipotesis yang dipilih dan mengevaluasi hasilnya.
Ketiga langkah pokok ini dalam proses pemecahan masalah adakalanya dapat memerluka waktu berhari- hari, minggu dan bahkan bulan, baru dapat diperoleh metode pemecahan. Glass dan Holyoak (dalam Suharnan, 2005) mengusulkan alur pemecahan masalah, sebagai berikut:
37
Gambar 2.2 Alur pemecahan masalah 1. Membentuk representasi masalah
2. merencanakan pemecahan
Kembali ke tahap 2 setelah berhenti sejenak
3. pelaksanaan dan evaluasi
4. masalah selesai Ket : : Jika gagal : Jika berhasil
Pada dasarnya semua proses pemecahan masalah yang dilakukan oleh individu, mempunyai gambaran yang seragam, pada awalnya individu menemukan atau menghadapi suatu hal yang menantang, kemudian mengatasinya, mengatasi hambatan- hambatan yang muncul dalam proses pemecahan masalah tersebut, dan kemudian mengevaluasinya. Cara ini bukanlah suatu hal yang kaku. Dan keadaan tertentu, langkah- langkah tersebut dapat ditiadakan atau bahkan muncul secara tidak beraturan dan harus diulang- ulang.
38
Sebagai tambahan, sebelum mengarah ke proses pemecahan masalah, sangatlah penting untuk memahami terlebih dahulu awal mula sebelum terjadinya sebuah masalah. Seperti yang dijelaskan oleh Pickering dalam bukunya “How to Manage Conflict” (2001), agar dapat menangani permasalahan secara efektif, diperlukan peningkatan penguasaan, anatara lain dalam :
a. Memahami faktor- faktor munculnya suatu permasalahan. b. Cara untuk mengatasi konflik dan pandai bermusyawarah dalam menghadapi berbagai jenis permasalahan. c. Mengembangkan cara- cara dan sistem pribadi untuk mengatasi ketegangan dan tekanan.
Parnes (dalam Utami Munandar, 1999) mengembangkan proses pemecahan masalah secara kreatif. Proses ini mempunyai lima langkah :
a. Tahap menemukan fakta
Pada tahap ini akan didahului dengan ungkapan pikiran dan perasaan mengenai masalah yang dirasakan sebagai pengganggu, tetapi masalah tersebut masih terlihat belum jelas. Untuk mengetahui lebih jelas masalah yang sedang dihadapi dapat dimulai dengan memunculkan pertanyaan : ”Masalah apa yang sebenarnya sedang saya hadapi?” setelah dapat melihat jelas masalah apa yang sedang dihadapinya, dapat diteruskan dengan mendaftar semua fakta yang diketahui mengenai masalah yang sedang dihadapi, dapat diteruskan dengan mendaftar semua fakta yang diketahui mengenai masalah yang ingin
39
dipecahkan dan menemukan data baru yang diperlukan untuk memecahkan msalah yang sedang dihadapi.
b. Tahap menemukan masalah
Pada tahap ini diusahakan untuk memunculkan pertanyaan : ”Dengan cara- cara apa saya dapat memecahkan masalah yang sedang saya hadapi?”. dengan munculnya pertanyaan tadi dapat memunculkan gagasan atau ide baru untuk mencari cara bagaimana memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Setelah itu diharapkan individu dapat mengembangkan dan menemukan bagian- bagian dari masalah yang sedang dihadapi llau merumuskan kembali (Redifinition) masalah yang sedang dihadapi. Selain itu juga masalah disederhanakan atau dipersempit.
c. Tahap menemukan gagasan
Pada tahap ini diusahakan untuk mengembangkan gagasan pemecahan masalah sebanyak mungkin. Salah satu cara untuk mengembangkan gagasan adalah dengan cara sumbang saran (Brainstorming). Dari sumbang saran yang dilakukan biasanya dilakukan oleh kelompok kecil, tetapi tetap dapat dilakukan sendiri oleh individu.
d. Tahap menentukan solusi
Pada tahap ini individu dapat menyeleksi gagasan- gagasan yang telah dihasilkan sebelumnya berdasarkan kriteria evaluasi (misalnya
40
berdasarkan waktu, biaya dan tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan gagasan tersebut) yang mempunyai hubungan dengan masalah yang sedang dihadapi. Setiap gagasan dapat dinilai berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditentukan. Untuk kriteria yang dianggap penting dapat diberi bobot penilaian. Penilaian dapat dilakukan dengan memberi angka, kata atau huruf.
e. Tahap penerimaan/ pelaksanaan
Pada tahap akhir ini individu yang telah memilih satu gagasan yang telah diseleksi dan mengambil gagasan tersebut sebagai suatu keputusan untuk solusi pemecahan masalah yang sedang dihadapinya dan diharapkan untuk menerima dan menjalankan gagasan tersebut, sehingga masalah yang sedang dihadapinya dapat dipecahkan.
Sebagai upaya pemecahan masalah Lubis (2005), menambahkan ada beberapa proses dalam menyelesaiakan masalah rumah tangga yang dapat diselesaikan tanpa harus menimbulkan konflik atau pertengkaran., diantaranya:
a.
Tenangkan diri dan introspeksi. Begitu merasa ada masalah, sebelum mengambil keputusan dan tindakan lanjutan, berhentilah sejenak sebagai langkah awal untuk menata emosi, agar hati menjadi tenang.
b.
Komunikasikan segera. Bila masalah yang muncul masih dianggap cukup mengganggu, sebaiknya jangan menunggu hingga berlarutlarut, apalagi sampai meninggikan ego. Mengungkapkan masalah yang sedang dihadapi adalah dengan cara mengkomunikasikannya
41
secara efektif. Yang dimaksud dengan komunikasi yang efektif adalah dengan
tidak
tergantung
pada
“mengapa”
dan
“bagaimana”
menyampaikannya. Menggunakan bahasa komunikasi yang sama dengan pasangan, membuat pesan yang disampaikan dapat dipahami sepenuhnya oleh masing- masing pasangan. c.
Cari penengah yang terpercaya. Adakalanya permasalahan suami istri sudah semakin jauh sehingga sulit untuk diperbaiki. Dalam situasi seperti ini diperlukan seorang penengah yang bisa bersikap netral, misalnya orang tua, mertua, Ustadz, BP4 (Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) atau psikolog. Tetapi sebelum kita meminta bantuan orang lain untuk menyelesaikan masalah, sebaiknya masalah itu diselesaikan dulu sendiri.
d. Mengalah untuk menang. Sangatlah wajar jika dalam sebuah permasalahan masing- masing pihak merasa paling benar, dan karenanya dirinya harus memperoleh kemenangan. Oleh karena itu, kelanggengan pernikahan sangat dipengaruhi oleh banyaknya toleransi yang terbangun antara suami istri, yang kadang- kadang diartikan sebagai mengalah. Memilih mengalah jelas tidak akan menjadi masalah, bila diambil untuk memperoleh kebaikan, karena dengan bertoleransi kita sadar bahwa apa yang kita harapakan tidak selalu sama dengan apa yang kita terima.
42
Singgih D. Gunarsa dalam bukunya Psikologi Untuk Keluarga (2007), menambahkan beberapa cara yang perlu diingat dalam usaha untuk mengurangi sumber permasalahan di dalam keluarga, antara lain :
a.
Mencari tahu. Bila timbul pertengkaran, usahakan mencari sebab mengapa peristiwa tersebut telah menimbulkan pertengkaran.
b.
Kemampuan dalam memahami pasangan. Bila telah ditemukan penyebab pertengkaran, selama pihak suami atau istri sedang mengemukakan sebabsebab kesalahannya, usahakanlah (suami atau istri) mendengarkan dengan tenang dan sabar.
c.
Kejujuran. Pikirkan dengan sejujurnya arti munculnya perstiwa tersebut, tanpa memberikan alasan- alasan untuk menutupi atau membenarkan diri sendiri.
d.
Apabila ternyata peristiwa tersebut tidak berarti, maka dapat diselesaikan. Tetapi bila peristiwa tersebut sangat berarti, maka perlu pemikiran yang lebih mendalam bahkan kemungkinan perlunya bantuan orang lain untk mengatasinya.
e.
Dalam usaha penyelesaian persoalan maka pemikiran harus dipusatkan dan ditujukan ke pemecahan masalah, agar tidak menyimpang dan mencari kekurangan- kekurangan dan kesalahan masing- masing. Hindarkan sedapat- dapatnya ucapan- ucapan yang mungkin mengandung sindiran atau yang sangat peka dirasakan pihak yang lain.
f.
Penyelesaian masalah. Usahakan penyelesaian masalah secara konstruktif dengan dasar kasih sayang. Kasih sayang yang disalurkan melalui keinginan untuk membantu suami atau istri agar dapat membuatnya
43
merasa dirinya lebih kuat, lebih aman dengan
menjauhkan diri dari
ucapan- ucapan dan tindakan- tindakan yang mungkin dapat menimbulkan rasa malu. g.
Akhirnya berpedomanlah pada dasar bahwa: “Kasih sayang berarti panjang sabar”. Kesabaran yang telah terlatih sejak sebelum pernikahan, harus dibina terus sesudah menikah. Dengan kesabaran dan porsi toleransi yang makin besar, maka kekurangan- kekurangan dan perbedaanperbedaan tidak dianggap sebagai sumber persoalan lagi dan masalahmasalah pun akan berkurang.
Selain itu menurut Vuchinich (1987), permasalahan dalam keluarga dapat diselesaikan dengan beberapa cara, sebagai berikut :
a. Submission, salah satu orang di dalam keluarga yang memiliki permasalahan ”memberikan masukkan” berupa persetujuan kepada pasangannya. b. Compromise, perdebatan di dalam keluarga ”memberikan sedikit” dan menemukan ”jalan tengah” agar keduanya dapat menerimanya. c. Standoff, memberhentikan masalah tanpa resolusi berupa menyetujui yang tidak disetujui. d. Withdrawal, permasalahan di dalam keluarga dapat mengacaukan adalah efek yang negatif, tidak seperti 3 metode sebelumnya, keluarga tidak mampu untuk mengalihkan kegiatan yang lain dengan mudah.
44
Dengan teratasinya permasalahan- permasalahan, maka usaha penyesuaian diri dapat terus dilakukan dari hari ke hari untuk mencapai rumah tangga yang sesuai dengan harapan (sakinah, mawaddah, warahmah).
2.5.
Kerangka Berpikir
Pada umumnya wanita yang belum menikah menginginkan adanya sebuah pernikahan. Pernikahan merupakan suatu ikatan yang suci yang mengikat seorang laki- laki dengan seorang wanita sebagai pasangannya dan menjadi ikatan suamiistri untuk membentuk sebuah sistem keluarga secara keseluruhan untuk mencapai keluarga yang penuh kasih sayang dengan adanya tanggungjawab yang sesuai, pembagian tugas, terpenuhinya hubungan seksual, pengakuan sosial dan pengesahan untuk memiliki anak. Agar dapat tercapainya tujuan- tujuan di dalam pernikahan dan dapat membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah, maka dibutuhkan adanya komitmen, persamaan, persahabatan, dan perasaan positif. Aspek tersebut dapat melahirkan sebuah kepuasan di dalam pernikahan antar pasangan suami istri. Karena di dalam pernikahan selain cinta juga diperlukan saling pengertian yang mendalam, kesediaan untuk saling menerima pasangannya masing- masing, maka dibutuhkan penyesuaian terhadap pasangannya. Namun dalam perjalanannya, kehidupan pernikahan sering didera oleh masalahmasalah yang kerap kali mengganggu keharmonisan rumah tangga. Dapat dibayangkan sulitnya dua manusia yang berbeda dapat menyatu dengan harmonis dan memperoleh kepuasan dalam ikatan pernikahan, karena banyaknya faktor
45
yang mempengaruhi hubungan yang harmonis diantara pasangan suami- istri, baik dari dalam diri individu itu sendiri maupun dari luar. Dalam hal ini, pasangan suami istri harus memiliki kemampuan dalam mengkomunikasikan permasalahan yang muncul di dalam pernikahannya dengan intens.
Karena,
komunikasi
yang
kurang
efektif
dapat
memunculkan
permasalahan di dalam sebuah hubungan. Maka keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan terhadap pasangan merupakan aspekaspek berkomunikasi yang dibutuhkan pasangan suami- istri. Namun, tidak hanya sampai pada komunikasi yang efektif saja yang dapat menyelesaikan masalaha. Dibutuhkan pula proses memecahkan masalah secara kreatif, diantaranya: menemukan fakta, menemukan masalah, menemukan gagasan, menemukan solusi, dan menemukan penerimaan. Menurut Dean G. Pruitt & Jeffrey Z. Rubin (1986) kemampuan memecahkan masalah adalah kemampuan dalam melokasikan suatu solusi bagi pertentangan yang timbul, yang dapat diterima oleh semua pihak. Dalam penelitian ini, untuk mengetahui faktor lain yang memberikan pengaruh terhadap kepuasan pernikahan. Maka peneliti menambahkan aspek demografi, seperti :
usia saat menikah, pendidikan terakhir saat menikah, dan status
pekerjaan subjek. Dapat diduga bahwa apabila wanita yang menikah dini memiliki kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah yang baik dengan pasangan akan dapat merasakan kepuasan dalam pernikahan, sedangkan apabila
46
wanita yang menikah dini kurang memiliki kemampuan berkomunikasi dan kemampuan
memecahkan
masalah
dengan
pasangan,
maka
kepuasan
pernikahannya akan berkurang. Namun demikian dugaan ini masih perlu dibuktikan. Gambar 2.3 BAGAN KERANGKA BERPIKIR
KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI (X1) a. Keterbukaan, b. Empati, c. Sikap mendukung d. Sikap positif e. Kesetaraan.
KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH (X2) menemukan fakta, menemukan masalah, menemukan gagasan, menemukan solusi, dan
ASPEK DEMOGRAFI a. Usia subjek saat menikah b. Pendidikan terakhir subjek saat menikah c. Status pekerjaan subjek
KEPUASAN PERNIKAHAN (Y)
47
2.6. Ha
HIPOTESIS :
Ada pengaruh yang signifikan kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini
Ho
:
Tidak ada pengaruh yang signifikan kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini
Ha1
:
Ada pengaruh yang signifikan aspek keterbukaan dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini
Ho1
:
Tidak ada pengaruh yang signifikan aspek keterbukaan dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini
Ha2
:
Ada pengaruh yang signifikan aspek empati dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini
Ho2 :
Tidak ada pengaruh yang signifikan aspek empati dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini
48
Ha3
:
Ada pengaruh yang signifikan aspek sikap positif dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini
Ho3 :
Tidak ada pengaruh yang signifikan aspek sikap positif dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini
Ha4
:
Ada pengaruh yang signifikan aspek kesetaraan
dari variabel
kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini Ho4 :
Tidak ada pengaruh yang signifikan aspek kesetaraan dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini
Ha5
:
Ada pengaruh yang signifikan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini
Ho5 :
Tidak ada pengaruh yang signifikan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini
Ha6
:
Ada pengaruh yang signifikan aspek usia saat menikah terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini
49
Ho6 :
Tidak ada pengaruh yang signifikan aspek usia saat menikah terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini
Ha7
:
Ada pengaruh yang signifikan aspek pendidikan terakhir saat menikah terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini
Ho7 :
Tidak ada pengaruh yang signifikan aspek pendidikan terakhir saat menikah terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini
Ha8
:
Ada pengaruh yang signifikan aspek status pekerjaan subjek terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini
Ho8 :
Tidak ada pengaruh yang signifikan aspek status pekerjaan subjek terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini
50
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini dibahas mengenai pendekatan penelitian, variabel penelitian, definisi konseptual dan definisi operasional, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, instrumen pengumpulan data, teknik analisis data dan prosedur penelitian.
3.1.
Jenis Penelitian
3.1.1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat pengaruh kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah dini, sehingga dalam penelitian digunakan pendekatan kuantitatif, dimana penelitian ini menekankan analisisnya pada data- data numerikal (angka) yang diolah dengan statistika. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional. Penelitian korelasional (dalam Sevilla, 1993) yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel- variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Melalui penelitian ini dapat memastikan berapa besar yang disebabkan oleh suatu variabel dalam hubungannya dengan variasi yang disebabkan oleh variabel lain.
51
3.2.
Variabel Penelitian
3.2.1. Identifikasi Variabel Menurut Kerlinger (2006), variabel adalah simbol atau lambang yang padanya kita melekatkan bilangan atau nilai yaitu variabel bebas (independent variable) dan terikat (dependent variable), dalam penelitian ini variabel- variabelnya adalah: Variabel Independent 1 (X1) : Kemampuan berkomunikasi Variabel Independent 2 (X2) : Kemampuan memecahkan masalah Variabel Dependent (Y)
: Kepuasan pernikahan
3.2.2. Definisi Konseptual
Kepuasan Menikah yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan persahabatan yang kuat dan perasaan saling menyukai pribadi masingmasing, adanya komitmen diantara pasangan, adanya persamaan dalam cara menunjukkan kasih sayang kepada pasangan, dan penyesuaian dalam hubungan seksual, serta adanya perasaan positif terhadap pasangan, sebagaimana dikemukakan oleh Lauer & Lauer, et. al (dalam Baron & Byrne, 2005).
Kemampuan Berkomunikasi dalam penelitian ini adalah adanya keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan terhadap pasangan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bochner & Kelly ( dalam Joseph A. DeVito, 1997 ).
52
Kemampuan memecahkan masalah dalam penelitian ini adalah
kemampuan
untuk menemukan fakta, menemukan masalah, menemukan gagasan, menentukan solusi, menemukan penerimaan untuk melokasikan suatu solusi bagi kontroversi yang terjadi, agar dapat diterima oleh semua pihak, sebagaimana yang dikemukakan oleh Parnes (dalam Utami Munandar, 1999).
3.2.3. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel kepuasan pernikahan adalah skor yang diperoleh melalui alat ukur skala kepuasan pernikahan dengan aspek- aspek sebagai berikut:
1. Komitmen (commitment), 2. Persamaan (similarity), 3. Persahabatan (friendship), dan 4. Perasaan positif (positive feeling).
Definisi operasional variabel kemampuan berkomunikasi adalah skor yang diperoleh melalui alat ukur skala kemampuan berkomunikasi dengan aspek- aspek sebagai berikut : 1. Keterbukaan,
3. Sikap positif, dan
2. Empati,
4. Kesetaraan.
Definisi operasional variabel kemampuan memecahkan masalah adalah skor yang diperoleh melalui alat ukur skala kemampuan memecahkan masalah dengan aspek- aspek sebagai berikut :
53
1. Menemukan fakta,
4. Menentukan solusi, dan
2. Menemukan masalah,
5. Menemukan penerimaan.
3. Menemukan gagasan,
3.3.
Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah wanita yang menikah di usia ≤ 18 tahun, dengan usia pernikahan subjek ± 5 tahun dan berdomisili di wilayah Kecamatan Pamulang. Adapun jumlah populasi wanita yang menikah pada usia ≤ 18 tahun tidak diketahui, karena KUA Pamulang hanya memiliki data wanita yang menikah pada usia ≥ 20 tahun, selain itu tidak semua populasi sudah menjalani pernikahan ± 5 tahun. Sehingga tidak semua populasi berkesempatan menjadi sampel penelitian. 3.3.2. Sampel Sampel adalah sebagian anggota populasi yang diambil dengan menggunakan teknik tertentu yang disebut dengan teknik sampling. Teknik sampling berguna agar: 1) mereduksi anggota populasi menjadi anggota sampel yang mewakili populasinya (representatif), sehingga kesimpulan terhadap populasi dapat dipertanggung jawabkan, 2) lebih teliti menghitung yang sedikit daripada yang banyak, 3) menghemat waktu, tenaga, biaya, dan lain sebagainya. Untuk jumlah sampel, peneliti menggunakan ukuran minimum yang ditawarkan oleh Gay, bahwa untuk penelitian korelasi diambil dari 30 subjek atau lebih
54
(Sevilla, 1993). Menurut Gay (dalam Sevilla, 1993) ukuran sampel dalam penelitian deskriptif korelasional adalah 30 subjek. Peneliti mengambil sampel sebanyak 80 subjek (40 orang try out dan 40 orang field tes) karena untuk menganalisa data penetapan sampel yang lebih besar mengurangi bias yang timbul dibandingkan dengan menggunakan sampel dalam jumlah sedikit. 3.3.3. Teknik pengambilan sampel Untuk menghemat waktu dan keterbatasan data wanita yang menikah ≤ 18 tahun, maka dalam penelitian peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik sampling secara non-probability sampling yaitu dengan teknik accidental sampling. Menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady (2009) bahwa teknik accidental sampling adalah suatu teknik penelitian yang dilakukan secara kebetulan apabila pemilihan anggota sampelnya dilakukan terhadap orang atau benda yang kebetulan ada atau dijumpai.
3.4. Teknik Pengumpulan Data dan Penelitian 3.4.1. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data data dalam penelitian ini penulis menggunakan skala kemampuan berkomunikasi, skala kemampuan memecahkan masalah dan skala kepuasan pernikahan. Ketiga skala ini menggunakan alat tes Skala Likert atau dikenal juga dengan The Method of Summated Rating, dengan variasi jawaban sebanyak empat (4) pilihan, yaitu : sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, dan sangat tidak sesuai. Adapun skor untuk masing- masing pilihan jawaban pada tabel 3.1 :
55
Tabel 3. 1 Skor Pernyataan Pernyataan
Sangat sesuai
Sesuai
Tidak sesuai
(SS)
(S)
(TS)
Sangat tidak sesuai (STS)
Favorebel
4
3
2
1
Unfavorebel
1
2
3
4
1. Skala Kepuasan Pernikahan Pada skala kepuasan pernikahan ini, peneliti akan membuat pernyataanpernyataan yang berkaitan dengan 4 aspek kepuasan pernikahan, yaitu : persahabatan, komitmen, persamaan, dan perasaan positif. Dalam skala ini, pernyataan- pernyataan yang ada didalamnya terdiri dari 2 jenis pernyataan, yaitu : pernyataan favorable dan unfavoreble dan jumlah aitem yang digunakan sebanyak 52 aitem. Adapun blue print skala kepuasan pernikahan dapat dilihat pada tabel 3.2 Tabel 3.2 Blue print kepuasan pernikahan NO
ASPEK
1.
INDIKATOR
FAV
UNFAV
Menganggap
7, 14
17
2, 12, 18,
26, 35, 45
pasangan sebagai teman baik
Persahabatan
Menyukai pribadi pasangan
JML
9
56
Menganggap
2.
11, 19
29, 37
21, 52
1, 25
4, 20
13, 27
43, 50
3, 23, 30
pernikahan sebagai komitmen jangka panjang
Komitmen
Menganggap
12
pernikahan sebagai sesuatu yang suci
Menganggap suatu pernikahan penting sebagai stabilitas sosial
Mempunyai
3. Persamaan
4.
persamaan tujuan
Mempunyai persamaan dalam menunjukkan kasih saying
33, 39, 48
8, 22, 28
Mempunyai persamaan tentang kehidupan seksual
24, 38, 51
5, 32, 36
Merasa pasangan menjadi lebih menarik
41, 47
6, 16
Merasakan kebahagiaan bersama pasangan
10, 15, 34
40, 46, 49
Merasa bangga akan prestasi pasangan
31, 44
9, 42
26
26
Perasaan positif
Jumlah
17
14
52
57
2. Skala Kemampuan Berkomunikasi Pada skala kemampuan berkomunikasi ini, peneliti akan membuat pernyataan- pernyataan yang berkaitan dengan 4 aspek kemampuan berkomunikasi, yaitu : keterbukaan, empati, sikap positif, dan kesetaraan. Dalam skala ini, pernyataan- pernyataan yang ada didalamnya terdiri dari 2 jenis pernyataan, yaitu : pernyataan favorable dan unfavorable dan jumlah aitem yang digunakan sebanyak 36 aitem. Adapun blue print skala kemampuan berkomunikasi dapat dilihat pada tabel 3.3. Tabel 3.3 Blue print kemampuan berkomunikasi NO
1.
ASPEK
INDIKATOR
FAV
UNFAV
Keterbukaan
Adanya keterbukaan dan kejujuran komunikator kepada pasangan yang diajak berinteraksi
5, 8, 15, 24, 29
3, 13, 20, 26, 31, 35
Kepemilikan perasaan dan pikiran
JML
18 1, 11, 18
9,25,32,36
2.
Empati
2, 7, 16
23, 27, 33
6
3.
Sikap positif
6, 10, 19, 28
14, 17, 21, 34
8
4.
Kesetaraan
4, 12
22, 30
4
Jumlah
17
19
36
58
3. Skala Kemampuan Memecahkan Masalah Pada skala kemampuan memecahkan masalah ini, peneliti akan membuat pernyataan- pernyataan yang berkaitan dengan 5 aspek kemampuan memecahkan masalah, yaitu : menemukan fakta, menemukan masalah, menemukan gagasan, menemukan solusi, dan menemukan pelaksanaan/ penerimaan. Dalam skala ini, pernyataan- pernyataan yang ada didalamnya terdiri dari 2 jenis pernyataan, yaitu : pernyataan favorable dan unfavorable dan jumlah aitem yang digunakan sebanyak 23 aitem. Adapun blue print skala kemampuan memecahkan masalah dapat dilihat pada tabel 3.4 Tabel 3.4 Blue print kemampuan memecahkan masalah NO
ASPEK
INDIKATOR
1.
Mampu menemukan fakta
Mampu melihat jelas
2.
Mampu menemukan masalah
masalah pernikahan yang sedang dihadapi
FAV
UNFAV
5
20
Mampu menemukan data baru yang diperlukan untuk menemukan masalah pernikahan
2
10, 21
Mampu memunculkan gagasan atau ide untuk mencari cara memecahkan masalah dalam pernikahan
7
15, 19
Mampu menyederhanakan masalah yang dihadapi suami dan istri
1
JML
5
5
9
59
3.
4.
Mampu menemukan gagasan
Mampu menemukan solusi
Mampu mengembangkan gagasan pemecahan masalah pernikahan sebanyak mungkin
4
16
Menggunakan caracara kreatif untuk mengembangkan gagasan pemecahan masalah
23, 11
8
3
22
5
Menyeleksi gagasangagasan berdasarkan kriteria evaluasi terhadap masalah yang dihadapi
4
Memberi penilaian terhadap masingmasing gagasan
5.
Mampu menemukan penerimaan/ pelaksanaan
Mampu memilih satu gagasan yang telah diseleksi
12
14
6
Mampu mengambil gagasan tersebut untuk solusi pemecahan masalah yang dihadapi
Jumlah
3.4.2.
17
4 13
18
11
12
23
Teknik Uji Instrumen Penelitian
Sebelum penelitian ini dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas alat ukur penelitian (try out) pada 40 wanita yang melakukan pernikahan di usia ≤ 18 tahun.
60
1. Uji Validitas Analisa data- data yang digunakan adalah analisa statistika sebagai cara untuk mengetahui hubungan antara variabel indeppendent 1 atau X1 yaitu kemampuan berkomunikasi dan variabel independent 2 atau X2 yaitu kemampuan memecahkan masalah, variabel dependent atau Y1 yaitu kepuasan pernikahan yang menggunakan SPSS 11.5. 2. Uji Reliabilitas Untuk mengetahui sejauh mana reliabilitas dari skala yang telah dibuat, maka penulis menggunakan teknik Alpha Cronbach. Adapun dalam penghitungannya menggunakan program SPSS 11.5. Tabel 3.5 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Kriteria
Koefisien Reliabilitas
Sangat Reliabel
>0,9
Reliabel
0,7- 0,9
Cukup Reliabel
0,4- 0,7
Kurang Reliabel
0,2- 0,4
Tidak Reliabel
<0,2
3. Uji Regresi Regresi merupakan suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya korelasi antar variabel. Analisis regresi ini, lebih akurat dengan analisis lainnya. Pada analisis regresi, memperdiksikan seberapa
61
jauh perubahan nilai variabel dependent, bila nilai variabel independent dirubah- rubah (Sugiyono, 2009). Hasil perhitungan diperoleh dengan menggunakan sistem komputerisasi dengan program SPSS versi 11.5 yang diinterpretasikan apabila F hitung < F tabel maka tidak terdapat korelasi antar kedua variabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak.
3.5. Prosedur Penelitian 3.5.1. Persiapan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan empat tahapan yang digunakan dalam prosedur penelitian, yakni sebagai berikut : 1. Dimulai dengan perumusan masalah, 2. Menentukan variabel, 3. Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran dan landasan teori yang tepat mengenai variabel penelitian, dan 4. Menentukan, menyusun, dan menyiapkan alat ukur yang digunakan dalam penelitian yaitu skala kepuasan pernikahan, skala kemampuan berkomunikasi, dan skala kemampuan memecahkan masalah.
62
3.5.2. Pengujian Alat Ukur Setelah alat ukur kepuasan pernikahan, kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan memecahkan masalah dibuat, peneliti melakukan uji coba skala. Uji coba skala dilakukan untuk melihat tingkatan validitas dan reliabilitas alat ukur. Uji coba dilakukan pada tanggal 13 Juni 2011 pada wanita yang melakukan pernikahan dini, yang memiliki karakteristik sama dengan responden penelitian sebanyak 40 orang. Uji coba dilakukan dengan menyebar angket skala kepuasan pernikahan, kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan memecahkan masalah pada 40 orang responden. Setelah uji coba dilakukan, peneliti melakukan uji validitas dan uji reliabilitas dengan menggunakan program SPSS versi 11.5. Adapun distribusi aitem setelah dilakukan uji validitas pada skala kepuasan pernikahan, kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah, dikemukakan pada tabel 3.6, tabel 3.7, dan tabel 3.8 sebagai berikut : 1. Hasil Uji Coba (try out) Skala Kepuasan Pernikahan Tabel 3. 6 Blue print kepuasan pernikahan NO 1.
ASPEK
INDIKATOR Menganggap
FAV
UNFAV
7, 14*
17*
2, 12, 18,
26*, 35*, 45
JML
pasangan sebagai teman baik
Persahabatan Menyukai pribadi pasangan
4
63
Menganggap
2.
11, 19
29*, 37*
21*, 52*
1*, 25*
4, 20
13*, 27*
43, 50*
3*, 23*, 30
33, 39*, 48*
8*, 22*, 28*
24*, 38*, 51*
5*, 32, 36*
pernikahan sebagai komitmen jangka panjang
Komitmen
Menganggap pernikahan sebagai sesuatu yang suci Menganggap suatu pernikahan penting sebagai stabilitas sosial
3.
Persamaan
Mempunyai persamaan tujuan Mempunyai persamaan dalam menunjukkan kasih sayang
4.
Mempunyai persamaan tentang kehidupan seksual
Merasa pasangan menjadi lebih menarik
41*, 47
6*, 16*
Merasakan kebahagiaan bersama pasangan
10, 15*, 34*
40*, 46*, 49
Perasaan positif
Merasa bangga akan prestasi pasangan
Jumlah
31, 44 12
8
13
9
9*, 42* 22
34
Keterangan : * item yang valid Setelah dilakukan uji validitas, pada skala kepuasan pernikahan dari 52 aitem yang diuji cobakan, terdapat 34 aitem yang valid dan sisanya 18 aitem yang tidak valid. Dengan koefisien reliabilitas 0,9093 ( Reliabel ) dan taraf signifikansi 0,3.
64
2. Hasil Uji Coba (try out) Skala Kemampuan Berkomunikasi Tabel 3.7 Blue print kemampuan berkomunikasi NO
1.
ASPEK
INDIKATOR
FAV
UNFAV
5*, 8*, 15, 24, 29
Keterbukaan
Adanya keterbukaan dan kejujuran komunikator kepada pasangan yang diajak berinteraksi
3, 13*, 20, 26, 31, 35*
Kepemilikan perasaan dan pikiran yang terbuka
2.
JML
9*, 25*, 32, 36
7
2*, 7*, 16
23, 27*, 33*
4
1, 11, 18*
Empati 3.
Sikap positif
6, 10*, 19*, 28
14, 17*, 21*, 34*
5
4.
Kesetaraan
4, 12*
22*, 30*
3
Jumlah
8
11
19
Keterangan : * item yang valid Setelah dilakukan uji validitas, pada skala kemampuan berkomunikasi didapat 19 aitem yang valid dengan koefisien reliabilitas 0,7650 ( Reliabel ) dan taraf signifikansi 0,3 dari total 36 aitem yang diberikan.
65
3. Hasil Uji Coba (try out) Skala Kemampuan Memecahkan Masalah Tabel 3.8 Blue print kemampuan memecahkan masalah NO
ASPEK
INDIKATOR
1.
Mampu menemukan fakta
Mampu melihat jelas
2.
3.
4.
Mampu menemukan masalah
Mampu menemukan gagasan
Mampu menemukan solusi
masalah pernikahan yang sedang dihadapi
FAV
UNFAV
5*
20*
Mampu menemukan data baru yang diperlukan untuk menemukan masalah pernikahan
2*
10, 21*
Mampu memunculkan gagasan atau ide untuk mencari cara memecahkan masalah dalam pernikahan
7*
15*, 19*
Mampu menyederhanakan masalah yang dihadapi suami dan istri
1*
9
Mampu mengembangkan gagasan pemecahan masalah pernikahan sebanyak mungkin
4*
16*
Menggunakan caracara kreatif untuk mengembangkan gagasan pemecahan masalah
23, 11*
8*
3*
22
JML
4
4
4
Menyeleksi gagasangagasan berdasarkan kriteria evaluasi terhadap masalah yang dihadapi
2
Memberi penilaian terhadap masingmasing gagasan
17
12*
66
5.
Mampu menemukan penerimaan/ pelaksanaan
Mampu memilih satu gagasan yang telah diseleksi
14
6*
Mampu mengambil gagasan tersebut untuk solusi pemecahan masalah yang dihadapi
Jumlah
2 13
18*
7
9
16
Keterangan : * item yang valid Setelah dilakukan uji validitas, pada skala kemampuan memecahkan masalah dari 23 aitem yang diberikan didapat 16 aitem yang valid dengan koefisien reliabilitas 0,8427 ( Reliabel ) dan taraf signifikansi 0,3. 3.5.3. Pelaksanaan Penelitian Penelitian yang sesungguhnya dilakukan pada tanggal 27 Juni 2011. Peneliti menyebarkan sebanyak 40 angket kepada wanita yang melakukan pernikahan dini di wilayah Kecamatan Pamulang. 3.5.4. Pengolahan Data Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara : 1. Melakukan skoring terhadap hasil skala yang telah disi oleh responden. 2. Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh, kemudian membuat tabel data. 3. Melakukan uji hipotesis.
67
BAB IV PRESENTASI DAN ANALISIS DATA
Pada bab ini dibahas mengenai gambaran umum responden penelitian, deskripsi data, uji persyaratan, pengujian hipotesis, dan uji regresi.
4.1. Gambaran umum responden penelitian Responden dalam penelitian ini adalah wanita yang melakukan pernikahan di usia ≤ 18 tahun atau pernikahan dini sebanyak 40 orang.
4.1.1. Gambaran responden berdasarkan usia saat menikah Berikut ini disajikan gambaran responden berdasarkan usia wanita saat melakukan pernikahan yang jumlah keseluruhannya adalah 40 reponden. Tabel 4.1 Gambaran responden berdasarkan usia saat menikah Usia
Frekuensi
Persentase
18 tahun
15
37,5 %
17 tahun
10
25 %
16 tahun
6
15 %
15 tahun
9
22,5 %
Total
40
100 %
Peneliti mengambil usia ≤ 18 tahun dikarenakan penelitian ini membahas tentang pernikahan dini dan usia tersebut masuk kedalam remaja akhir.
68
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah responden dalam penelitian ini adalah 40 orang, 15 orang berusia 18 tahun dengan persentase 37,5%, 10 orang berusia 17 tahun dengan persentase 25%, 6 orang berusia 16 tahun dengan persentase 15% dan 9 orang berusia 15 tahun dengan persentase 22,5%.
4.1.2. Gambaran responden berdasarkan pendidikan Berikut ini disajikan gambaran responden berdasarkan pendidikan terakhir saat melakukan pernikahan yang jumlah keseluruhanya adalah 40 responden. Tabel 4.2 Gambaran responden berdasarkan pendidikan terakhir Pendidikan Terakhir
Jumlah
Persentase
SMA
25
62,5%
SLTP
15
37,5%
Total
40
100%
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah reponden dalam penelitian ini adalah 40 orang, 25 orang yang memiliki pendidikan terakhir SMA saat melakukan pernikahan dan 15 orang yang memiliki pendidikan terakhir SLTP saat melakukan pernikahan.
69
4.1.3 Gambaran responden berdasarkan status pekerjaan subjek Berikut ini disajikan gambaran responden berdasarkan status pekerjaan subjek yang jumlah keseluruhanya adalah 40 responden. Tabel 4.3 Gambaran responden berdasarkan status pekerjaan Status
Jumlah
Persentase
Bekerja
15
37,5%
Ibu Rumah Tangga
25
62,5%
Total
40
100%
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden dalam penelitian ini adalah 40 orang, 15 orang yang bekerja dan 25 orang yang hanya menjadi ibu rumah tangga atau tidak bekerja.
4.2. Deskripsi Data Kategorisasi kepuasan pernikahan, kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan memecahkan masalah Deskripsi data hasil penelitian dijelaskan lebih dahulu berdasarkan kategorisasi kepuasan pernikahan, kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan memecahkan masalah. Data skor perolehan skala kepuasan pernikahan (variabel terikat), skala kemampuan berkomunikasi (variabel bebas) dan kemampuan memecahkan masalah (variabel bebas) diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan kepada
70
wanita yang menikah di usia dini. Berikut ini diuraikan deskripsi kategorisasi tersebut pada tabel 4.4, tabel 4.5, tabel 4.6, tabel 4.7, dan tabel 4.8, tabel 4.9 4.2.1. Kategorisasi Kepuasan Pernikahan Tabel 4.4 Skor skala kepuasan pernikahan Descriptive Statistics N KEPUASAN
Minimum 40
PERNIKAHAN Valid N (listwise)
Maximum
102,00
Mean
157,00
137,6500
Std. Deviation 13,62793
40
Untuk mengetahui kategori kepuasan pernikahan yang diperoleh responden tinggi atau
rendah,
maka
disajikan
norma
skor
kemampuan
berkomunikasi
minimum=102.00, maximum=157.00, mean =137.6500, dan standar deviasi =13,628 Untuk mengetahui kepuasan pernikahan responden, peneliti menggunakan kategorisasi rentangan untuk setiap responden. Rentangan dibagi menjadi tiga interval dengan kategorisasi rendah, sedang, dan tinggi. Adapun tingkat kepuasan pernikahan pada responden, dapat dilihat pada tabel 4.5 Rentangan
=
nilai maximum – nilai minimum Jumlah kategori
=
157 – 102 3
=
18,3
71
Tabel 4.5 Kategorisasi skor kepuasan pernikahan Kategori
Rentangan
Jumlah responden
Persentase (%)
Rendah
102 – 120
5
12,5%
Sedang
121 – 139
16
40%
Tinggi
140 – 158
19
47,5%
40
100%
Total
Karena rentangan skor yang didapatkan 18.3, maka peneliti membulatkan rentangan angka tersebut menjadi 18, sebagai berikut : untuk kategorisasi rendah 102 – 120, kategorisasi sedang 121- 139, dan kategorisasi tinggi 140 – 158. Berdasarkan hasil pengolahan dari persebaran data di atas dapat kita lihat bahwa dari 40 responden terdapat 5 responden (12,5%) memiliki skor dalam kategori kepuasan pernikahan yang rendah, 16 responden (40%) memiliki skor dalam kategori kepuasan pernikahan yang sedang, sedangkan 19 responden (47,5%) memiliki skor dalam kategori kepuasan pernikahan yang tinggi. 4.2.2. Kategorisasi kemampuan berkomunikasi Perolehan data skor skala kemampuan berkomunikasi diperoleh melalui kuesioner yang disebar kepada para wanita yang melakukan pernikahan usia dini. Berikut ini deskripsi kemampuan berkomunikasi yang dibantu dalam bentuk tabel sebagai 4.6:
72
Tabel 4.6 Skor skala kemampuan berkomunikasi Descriptive Statistics N KEMAMPUAN
Minimum 40
BERKOMUNIKASI Valid N (listwise)
Maximum
55,00
107,00
Mean
Std. Deviation
85,9500
15,36388
40
Untuk mengetahui kategori kemampuan berkomunikasi yang diperoleh responden tinggi atau rendah, maka disajikan norma skor kemampuan berkomunikasi diketahui nilai minimum =55.00, maximum =107.00, mean =85.9500, dan standar deviasi =15,37
Untuk mengetahui kemampuan berkomunikasi responden, peneliti menggunakan kategorisasi rentangan untuk setiap responden. Rentangan dibagi menjadi tiga interval dengan kategorisasi rendah, sedang dan tinggi. Adapun tingkat kemampuan berkomunikasi pada responden, dapat dilihat pada tabel 4.7 : Rentangan
=
nilai maximum – nilai minimum Jumlah kategori
=
107 – 55 3
=
17,3
73
Tabel 4.7 Kategorisasi skor kemampuan berkomunikasi Kategori
Rentangan
Jumlah responden
Persentase (%)
Rendah
55 – 72
8
20%
Sedang
73 – 90
14
35%
Tinggi
91 – 108
18
45%
40
100%
Total
Karena rentangan skor yang didapatkan 17.3, maka peneliti membulatkan rentangan angka tersebut menjadi 17, sebagai berikut : untuk kategorisasi rendah 55 -72, untuk kategorisasi sedang 73- 90, dan untuk kategorisasi tinggi 91 – 108. Berdasarkan hasil pengolahan dari persebaran data diatas dapat kita lihat bahwa dari 40 responden terdapat 8 responden (20%) memiliki kemampuan berkomunikasi yang masuk dalam kategori rendah, 14 responden (35%) memiliki kemampuan berkomunikasi yang masuk dalam ketegori sedang dan 18 responden (45%) memiliki kemampuan berkomunikasi dalam kategori tinggi. 4.2.3. Kategorisasi kemampuan memecahkan masalah Skala kemampuan memecahkan masalah diperoleh melalui kuesioner yang disebar kepada wanita yang melakukan pernikahan usia dini. Berikut ini akan diuraikan deskripsi hasil penelitian statistik skor sampel penelitian kemampuan memecahkan masalah yang dibantu dengan penyajian dalam bentuk tabel 4.8 :
74
Tabel 4.8 Skor skala kemampuan memecahkan masalah Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
KEMAMPUAN MEMECAHKAN
40
44,00
101,00
75,6250
15,87400
MASALAH Valid N (listwise)
40
Untuk mengetahui kategori kemampuan memecahkan masalah yang diperoleh responden tinggi atau rendah, maka disajikan norma skor kemampuan memecahkan masalah skor minimum =44.00, maximum =101.00, mean =75.6250, dan standar deviasi =15,87
Untuk mengetahui kemampuan memecahkan masalah responden, peneliti menggunakan kategorisasi rentangan untuk setiap responden. Rentangan dibagi menjadi tiga interval dengan kategorisasi rendah, sedang dan tinggi. Adapun tingkat kemampuan memecahkan masalah pada responden, dapat dilihat pada tabel 4.9: Rentangan
=
nilai maximum – nilai minimum Jumlah kategorisasi
=
101 – 44 3
=
19
75
Tabel 4.9 Kategorisasi skor kemampuan memecahkan masalah Kategori
Rentangan
Jumlah responden
Persentase (%)
Rendah
44 – 63
8
20%
Sedang
64 - 83
18
45%
Tinggi
84 – 103
14
35%
40
100%
Total
Rentangan yang didapatkan 19, adapun kategorisasi yang diperoleh sebagai berikut : untuk kategorisasi rendah 44 – 63, kategorisasi sedang 64 – 83, dan kategorisasi tinggi 84 - 103. Berdasarkan hasil pengolahan dari persebaran data di atas dapat kita lihat bahwa dari 40 responden terdapat 8 responden (20%) memiliki skor kemampuan memecahkan masalah yang masuk dalam kategori rendah, 18 responden (45%) memiliki kemampuan memecahkan masalah yang masuk dalam ketegori sedang, dan 14 responden (35%) yang memiliki skor kemampuan memecahkan masalah dalam kategori tinggi.
4.3. Hasil Uji Hipotesis 4.3.1. Hasil uji regresi aspek kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan Peneliti menggunakan analisis regresi untuk mengetahui lebih jauh pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent, dengan cara mencari nilai koefisien determinasi. Koefisien determinasi ( R square ) merupakan suatu nilai yang menggambarkan seberapa besar sumbangsih dimensi- dimensi Kemampuan Berkomunikasi dan variabel Kemampuan Memecahkan Masalah terhadap
76
Kepuasan Pernikahan pada wanita yang melakukan Pernikahan Dini. Hasil perhitungannya akan ditampilkan pada tabel di bawah ini : Tabel 4.10 Model Summary kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan
Model
1
R
,946(a)
R Square
,895
Adjusted R Square
,880
Std. Error of the Estimate
4,72918
Change Statistics R Square Change ,895
F Change 57,971
df 1 5
df 2 34
Sig. F Change ,000
a Predictors: (Constant), kemampuan memecahkan masalah, empati, keterbukaan, sikap positif, kesetaraan
Berdasarkan tabel di atas diketahui nilai koefisien determinasi (R square) yang didapat adalah sebesar 0.895. Hal ini berarti bahwa keempat aspek dari variabel kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah, memberikan sumbangsih sebesar 89.5% bagi perubahan variabel kepuasan pernikahan. Dengan demikian 10.5% dipengaruhi oleh aspek lain selain keempat aspek dari variabel kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah yang tidak terukur dalam penelitian ini yang dapat memberikan perubahan terhadap variabel kepuasan pernikahan.
Setelah dilakukan perhitungan R square maka diketahui sumbangsih dari keempat aspek dari kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan, kemudian dilakukan penghitungan Anova untuk mengetahui aspek- aspek pada model persamaan regresi ini. Hasilnya disajikan pada tabel Anova (b) :
77
Tabel 4.11 ANOVA(b)
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 6482,686 760,414
Df
Mean Square 5 34
1296,537 22,365
F 57,971
Sig. ,000(a)
7243,100 39 a Predictors: (Constant), kemampuan memecahkan masalah, empati, keterbukaan, sikap positif, kesetaraan b Dependent Variable: kepuasan pernikahan
Hasil penghitungan menunjukkan bahwa F hitung yang didapat adalah sebesar 57.971 sementara nilai F tabel dengan df 5 dan 34 adalah sebesar 2.49, maka nilai Fhitung yang di dapat > Ftabel dan dapat disimpulkan bahwa model persamaan regresi yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat diterapkan. Sementara nilai probabilitas hitung atau taraf signifikansi yang di dapat adalah sebesar 0.000. Karena taraf signifikansi < 0.05, maka persamaan regresi yang dipergunakan dapat diterapkan dalam analisis data. Hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan pada wanita yang melakukan pernikahan dini. Setelah diketahui nilai F hitung untuk menguji persamaan regresi, kemudian dilakukan penghitungan uji signifikansi konstanta dari aspek- aspek variabel independent yang diukur. Hasilnya disajikan pada tabel Coefficients (a) berikut :
78
Tabel 4.12 Coefficients(a) Mod el
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
B 48,916
Std. Error 13,728
3,563
,001
,409 ,998
,395 ,980
,085 ,090
1,035 1,017
,308 ,316
1,809
,966
,155
1,873
,070
-2,016 Kemampuan memecahkan ,729 masalah a Dependent Variable: Kepuasan pernikahan
1,492
-,164
-1,351
,186
,072
,849
10,185
,000
1
(Constant) Keterbukaan Empati Sikap positif Kesetaraan
Beta
4.3.2. Hasil uji regresi aspek kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan
Peneliti menggunakan analisis regresi untuk mengetahui lebih jauh pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent, dengan cara mencari nilai koefisien determinasi. Koefisien determinasi ( R square ) merupakan nilai yang menggambarkan
seberapa
besar
sumbangsih
aspek-
aspek
Kemampuan
Berkomunikasi terhadap Kepuasan Pernikahan pada wanita yang melakukan Pernikahan Dini. Hasil perhitungannya akan ditampilkan pada tabel di bawah ini : Tabel 4.13 Model Summary kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan
Mod el
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics
R Square F Change Change 1 ,758(a) ,575 ,526 9,38168 ,575 11,823 a Predictors: (Constant), kesetaraan, sikap positif, keterbukaan, empati
df 1 4
df 2 35
Sig. F Change ,000
Berdasarkan tabel di atas diketahui nilai koefisien determinasi (R square) yang didapat sebesar 0.575. Hal ini berarti bahwa keempat aspek dari kemampuan
79
berkomunikasi memberikan sumbangsih sebesar 57.5% bagi perubahan variabel kepuasan pernikahan. Dengan demikian 42.5% dipengaruhi oleh faktor lain, selain keempat aspek dari kemampuan berkomunikasi yang tidak terukur dalam penelitian ini.
Setelah dilakukan perhitungan nilai R square, maka diketahui sumbangsih keempat aspek dari kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan, kemudian dilakukan penghitungan Anova untuk mengetahui aspek- aspek pada model persamaan regresi ini. Hasilnya disajikan pada tabel Anova (b) berikut : Tabel 4.14 ANOVA(b)
Model 1
Regression Residual
Sum of Squares 4162,543
Df 4
Mean Square 1040,636
F 11,823
Sig. ,000(a)
3080,557 35 88,016 7243,100 39 a Predictors: (Constant), kesetaraan, sikap positif, keterbukaan, empati b Dependent Variable: kepuasan pernikahan Total
Hasil penghitungan menunjukkan bahwa nilai F hitung yang didapat adalah sebesar 11.823 sementara F tabel dengan df 4 dan 35 adalah sebesar 2.63, maka nilai F hitung yang didapat > F tabel dan dapat disimpulkan bahwa model persamaan regresi yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat diterapkan. Sementara nilai probabilitas hitung atau taraf signifikansi yang didapat adalah sebesar 0.000. Karena taraf signifikansi < 0.05, maka persamaan regresi yang dipergunakan dapat diterapkan dalam analisis data. Hal ini berarti ada pengaruh signifikan kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan pada wanita yang melakukan pernikahan dini.
80
Tabel 4.15 Proporsi Varian Pada Aspek- Aspek Variabel Kemampuan Berkomunikasi IV X1 X12 X123 X1234 Total
R2 0.339 0.421 0.572 0.575
R2Change 0.339 0.082 0.151 0.003 0.575
Fhitung 19 5.26 12.7 0.25
Df 1,38 1,38 1,38 1,38
Ftabel 4.1 4.1 4.1 4.1
Signifikansi Signifikan Signifikan Signifikan Tidak Signifikan
Keterangan : X1 X12 X123 X1234
= Keterbukaan = Empati = Sikap positif = Kesetaraan
Dari tabel di atas dapat di lihat besarnya kontribusi masing- masing aspek kemampuan berkomunikasi, sebagai berikut :
1.
Kontribusi aspek keterbukaan dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan Tabel 4.16 Model Summary Aspek Keterbukaan
Model
R
R Square
Std. Error of the Estimate
Adjusted R Square
1
,583(a) ,339 ,322 a Predictors: (Constant), Keterbukaan
11,22189
Change Statistics R Square Change ,339
F Change 19,517
df 1 1
df 2 38
Sig. F Change ,000
Rumus F hitung : F=
R21 : k1 = (1- R21) : n- k1 – 1
0.339 : 1 = 19.5 (1- 0.339) : 40- 1- 1
Aspek keterbukaan di atas dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan diperoleh Fhitung sebesar 19 pada signifikansi 0.000 lebih
81
besar dengan Ftabel 4.1, sehingga pengaruh aspek keterbukaan dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan terdapat pengaruh yang tidak signifikan. 2. Kontribusi aspek empati dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan Tabel 4.17 Model Summary Aspek Empati
Model
R
R Square
1
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
,649(a) ,421 ,390 10,64494 a Predictors: (Constant), empati, keterbukaan
Change Statistics R Square Change ,421
F Change 13,460
df 1 2
df 2 37
Sig. F Change ,000
Rumus F hitung : F=
R212 – R21 : k12- k1 = 0.421- 0.339 : 1 = 5.26 (1- R212) : n- k12 – 1 (1- 0.421) : 40- 2- 1
Aspek empati dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan diperoleh Fhitung sebesar 5.26 pada signifikansi 0.000 lebih besar dengan Ftabel 4.1, sehingga pengaruh aspek empati dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan terdapat pengaruh yang signifikan.
82
3. Kontribusi aspek sikap positif dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan Tabel 4.18 Model Summary Aspek Sikap Positif
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics R Square Change
1 ,756(a) ,572 ,536 9,28013 ,572 a Predictors: (Constant), sikap positif,empati,keterbukaan
F Change
df 1
df 2
16,035
3
36
Sig. F Change ,000
Rumus F hitung : F=
R2123 – R212 : k123- k12 = 0.572- 0.421 : 1 = 12.7 2 (1- R 123) : n- k123 – 1 (1- 0.572) : 40- 3- 1
Aspek sikap positif dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan diperoleh Fhitung sebesar 12.7 pada signifikansi 0.000 lebih besar dengan Ftabel 4.1, sehingga pengaruh aspek sikap positif dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan terdapat pengaruh yang signifikan.
4. Kontribusi aspek kesetaraan dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan Tabel 4.19 Model Summary Aspek Kesetaraan
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics
R Square F Change Change 1 ,758(a) ,575 ,526 9,38168 ,575 11,823 a Predictors: (Constant), kesetaraan, sikap positif, keterbukaan, empati
df 1 4
df 2 35
Rumus F hitung : F=
R21234 – R2123 : k1234- k123 = (1- R21234) : n- k1234 – 1
0.575- 0.572 : 1 = 0.25 (1- 0.575) : 40- 4- 1
Sig. F Change ,000
83
Aspek kesetaraan di atas dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan diperoleh Fhitung sebesar 0.25 pada signifikansi 0.000 lebih kecil dengan Ftabel 4.1, sehingga pengaruh aspek kesetaraan dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan terdapat pengaruh yang tidak signifikan.
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa sumbangsih masing- masing aspek dari variabel kemampuan berkomunikasi adalah sebagai berikut : 1.
F hitung sebesar 19.5 pada aspek keterbukaan
2.
F hitung sebesar 5.26 pada aspek empati
3.
F hitung sebesar 12.7 pada aspek sikap positif
4.
F hitung sebesar 0.25 pada aspek kesetaraan
4.3.3 Hasil uji regresi aspek kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan
Peneliti menggunakan analisis regresi untuk mengetahui lebih jauh pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent, dengan cara mencari nilai koefisien determinasi. Koefisien determinasi ( R square ) merupakan nilai yang menggambarkan
seberapa
besar
sumbangsih
aspek-
aspek
Kemampuan
Memecahkan Masalah terhadap Kepuasan Pernikahan pada wanita yang melakukan Pernikahan Dini. Hasil perhitungannya akan ditampilkan pada tabel 4.20 :
84
Tabel 4.20 Model Summary aspek kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
R Square Change 1 ,937(a) ,877 ,874 4,83423 ,877 a Predictors: (Constant), kemampuan memecahkan masalah
Change Statistics F Change 271,935
df 1 1
df 2 38
Sig. F Change ,000
Berdasarkan tabel di atas diketahui nilai koefisien determinasi (R square) yang didapat sebesar 0.877. Hal ini berarti bahwa kemampuan memecahkan masalah memberikan sumbangsih sebesar 87.7% bagi perubahan variabel kepuasan pernikahan. Dengan demikian 12.3% dipengaruhi oleh faktor lain, selain kemampuan memecahkan masalah yang tidak terukur dalam penelitian ini.
Setelah dilakukan perhitungan nilai R square, maka diketahui sumbangsih dari kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan, kemudian dilakukan penghitungan Anova untuk mengetahui aspek- aspek pada model persamaan regresi ini. Hasilnya disajikan pada tabel Anova (b) berikut : Tabel 4.21 ANOVA(b)
Model 1
Sum of Squares Df Mean Square 6355,050 1 6355,050 888,050 38 23,370 Total 7243,100 39 a Predictors: (Constant), kemampuan memecahkan masalah b Dependent Variable: kepuasan pernikahan Regression Residual
F 271,935
Sig. ,000(a)
Hasil penghitungan dari tabel 4.21 menunjukkan bahwa nilai F hitung yang didapat adalah sebesar 271.935 sementara F tabel dengan df 1 dan 38 adalah sebesar 4.10, maka nilai Fhitung yang didapat > Ftabel dan dapat disimpulkan bahwa
85
model persamaan regresi yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat diterapkan. Sementara nilai probabilitas hitung atau taraf signifikansi yang didapat adalah sebesar 0.000. Karena taraf signifikansi < 0.05, maka persamaan regresi yang dipergunakan dapat diterapkan dalam analisis data. Hal ini berarti ada pengaruh signifikan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan pada wanita yang melakukan pernikahan dini.
4.3.4. Hasil uji regresi demografi terhadap kepuasan pernikahan Dalam hasil uji regresi pada penelitian ini, selain dari keempat aspek kemampuan berkomunikasi dan variabel kemampuan memecahkan masalah, kepuasan pernikahan diukur juga berdasarkan demografi yaitu di lihat berdasarkan usia saat menikah, pendidikan terakhir subjek saat menikah, dan status pekerjaan subjek. Berikut ini diuraikan hasil penelitian berdasarkan usia saat menikah, pendidikan terakhir saat menikah, dan status pekerjaan subjek. 1. Berdasarkan usia saat menikah dari aspek demografi terhadap kepuasan pernikahan Tabel 4.22 Model Summary Usia Subjek Saat Menikah terhadap Kepuasan Pernikahan
Model
1
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
,458(a) ,210 ,189 12,27135 a Predictors: (Constant), usia saat menikah
Change Statistics R Square Change
F Change
df 1
df 2
Sig. F Change
,210
10,099
1
38
,003
Kontribusi aspek usia subjek saat menikah terhadap kepuasan pernikahan ditunjukkan oleh R2 ( R square ) sebesar 0.210. Artinya aspek usia subjek saat
86
menikah memiliki kontribusi sebesar 21% dalam mempengaruhi kepuasan pernikahan. Rumus F hitung : F=
R21 : k1 = (1- R21) : n- k1 – 1
0.21 : 1 = 10.1 (1- 0.21) : 40- 1- 1
Demografi berdasarkan usia subjek saat menikah terhadap kepuasan pernikahan di atas diperoleh Fhitung sebesar 10.1 pada signifikansi 0.003 lebih besar dengan Ftabel 4.1, sehingga pengaruh demografi berdasarkan usia subjek saat menikah terhadap kepuasan pernikahan terdapat pengaruh yang signifikan. 2. Berdasarkan pendidikan terakhir saat menikah dari aspek demografi terhadap kepuasan pernikahan Tabel 4.23 Model Summary Aspek pendidikan terakhir terhadap kepuasan pernikahan
Model
1
R
,511(a)
R Square
,261
Adjusted R Square
,242
Std. Error of the Estimate
11,86456
Change Statistics R Square Change ,261
F Change 13,454
df 1 1
df 2 38
Sig. F Change ,001
a Predictors: (Constant), pendidikan terakhir saat menikah
Kontribusi aspek usia subjek saat menikah terhadap kepuasan pernikahan ditunjukkan oleh R2 ( R square ) sebesar 0.261. Artinya aspek pendidikan terakhir subjek saat menikah memiliki kontribusi sebesar 26.1% dalam mempengaruhi kepuasan pernikahan. Dibawah ini hasil uji regresi demografi berdasarkan status pekerjaan subjek, yaitu : Rumus F hitung : F = R212- R21 : k12- k1 = 26.1 – 0.21 : 1 = - 38 (1- R212) : n- k12 – 1 (1- 26.1) : 40- 2- 1
87
Demografi berdasarkan pendidikan terakhir subjek terhadap kepuasan pernikahan diperoleh Fhitung sebesar - 38 pada signifikansi 0.001 lebih kecil dengan Ftabel 4.1, sehingga pengaruh demografi berdasarkan penididikan terakhir subjek terhadap kepuasan pernikahan terdapat pengaruh yang tidak signifikan. 3.
Berdasarkan status pekerjaan subjek dari aspek demografi terhadap kepuasan pernikahan Tabel 4.24 Model Summary aspek status pekerjaan subjek terhadap kepuasan pernikahan
Model
1
R
,751(a)
R Square
,564
Adjusted R Square
,553
Std. Error of the Estimate
9,11309
Change Statistics R Square Change ,564
F Change 49,215
df 1 1
df 2 38
Sig. F Change ,000
a Predictors: (Constant), status pekerjaan
Kontribusi aspek status pekerjaan subjek terhadap kepuasan pernikahan ditunjukkan oleh R2 ( R square ) sebesar 0.564. Artinya aspek status pekerjaan subjek memiliki kontribusi sebesar 56.4% dalam mempengaruhi kepuasan pernikahan. Rumus F hitung : F = R2123- R212 : k123- k12 = 56.4 – 26.1 : 1 = - 19.7 (1- R2123) : n- k123 – 1 (1- 56.4) : 40- 3- 1 Demografi berdasarkan status pekerjaan subjek terhadap kepuasan pernikahan diperoleh Fhitung sebesar – 19.7 pada signifikansi 0.000 lebih kecil dengan Ftabel 4.1, sehingga pengaruh demografi berdasarkan status pekerjaan subjek terhadap kepuasan pernikahan terdapat pengaruh yang tidak signifikan.
88
Tabel 4.25 Proporsi Varian Pada Demografi IV X1 X12 X123 Total
R2 0.21 0.261 0.564
R2Change 0.21 0.051 0.303 0.564
Fhitung 10.1 - 38 - 19.7
Df 1,38 1,38 1,38 1,38
Ftabel 4.1 4.1 4.1 4.1
Signifikansi Signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan
Keterangan : X1
= Usia saat menikah
X12
= Pendidikan terkahir saat menikah
X123
= Status pekerjaan subjek
Dari hasil regresi yang telah dilakukan berdasarkan demografi, dapat disimpulkan bahwa dari ketiga demografi yaitu usia subjek saat menikah, pendidikan terakhir subjek, dan status pekerjaan subjek didapatkan bahwa hanya usia subjek saat menikah yang memberikan sumbangsih yang signifikan terhadap kepuasan pernikahan, sedangkan pendidikan terakhir subjek dan status pekerjaan subjek tidak memberikan sumbangsih terhadap kepuasan pernikahan.
89
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab terakhir ini peneliti menyimpulkan semua hasil penelitian serta mendiskusikan hasil penelitian yang berkaitan dan juga menggunakan saran untuk penelitian yang sejenis dengan apa yang penulis teliti agar lebih berkembang dan tentu saja lebih baik dari penelitian yang sudah ada. 5.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data serta pengujian hipotesis yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Ada pengaruh atau kontribusi yang signifikan kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini. 2. Ada pengaruh atau kontribusi yang signifikan kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini. Teapi dari keempat aspek kemampuan berkomunikasi (keterbukaan, empati, sikap positif, dan kesetaraan), hanya aspek kesetaraan yang tidak memberikan pengaruh atau kontribusi terhadap kepuasan pernikahan. 3. Ada pengaruh atau kontribusi yang signifikan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini.
90
4. Ada pengaruh atau kontribusi dari aspek demografi terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini, tetapi tidak secara signifikan. Karena dari ketiga aspek demografi (usia saat menikah, pendidikan terakhir saat menikah, dan status pekerjaan subjek) hanya aspek usia saat menikah dari demografi saja yang memberikan pengaruh terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini 5.2. DISKUSI Hasil dari penelitian yang dilakukan peneliti pada wanita yang melakukan pernikahan dini, membuktikan bahwa ada pengaruh yang signifikan kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan. Berdasarkan data yang diperoleh,
sumbangsih dari aspek kemampuan
berkomunikasi dan variabel kemampuan memecahkan masalah dapat dilihat dari uji regresi pada tabel model summary yang hasilnya didapatkan koefisien determinasi R square yang menunjukkan kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah 0.895 atau 89.5%. Hal ini berarti bahwa aspekaspek kemampuan berkomunikasi, yaitu: keterbukaan, emapati, sikap positif, dan kesetaraan. Serta kemampuan memecahkan masalah memberikan sumbangsih secara signifikan terhadap perubahan variabel kepuasan pernikahan. Sedangkan 10.5% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Dapat diduga faktor lain yang mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini pada penelitian ini adalah lamanya usia pernikahan
91
yang sudah dijalani oleh subjek, karena dengan begitu wanita yang menikah di usia ≤ 18 tahun mendapatkan pengalaman setelah menikah ± 5 tahun dengan pasangan. Selain itu dapat di duga bahwa faktor hubungan seksual dan faktor ekonomi juga dapat mempengaruhi, karena dengan terpenuhinya kebutuhan psikologis pasangan lebih mudah untuk mengutarakan perasaannya dan mampu mengendalikan emosi saat menentukan pemecahan masalah. Sehingga kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah meningkat, dan kepuasan pernikahannya pun meningkat seiring dengan bertambahnya pengalaman yang sudah dialami dan dirasakan oleh subjek.
Hasil dari analisis regresi variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan memberikan sumbangan sebesar 0.575 atau 57.5%. Hal ini menyatakan
bahwa
dalam
kepuasan
pernikahan
variabel
kemampuan
berkomunikasi memberikan sumbangan yang signifikan. Hal ini senada dengan penelitian sebelumnya yaitu pada Journal of sex & marital 31 : 409 - 424 “Exploring relationship among communication, sexual satisfaction, and marital satisfaction” by Samantha Litzinger & Kristina Coop Gordon, Departement of psychology – University of Tennessee USA (2005) menyatakan bahwa apabila keberhasilan dalam berkomunikasi mempengaruhi kepuasan pernikahan tetapi hal tersebut ditunjang dengan faktor lain yaitu kepuasan seksual, karena apabila pasangan suami- istri mengalami kesulitan dalam komunikasi tetapi puas secara seksual, maka pengalaman mereka akan kepuasan pernikahan bertambah. Dapat dikatakan bahwa komunikasi dapat memberikan pengaruh terhadap kepuasan
92
pernikahan, tetapi kepuasan seksual memberikan pengaruh yang besar terhadap kepuasan pernikahan.
Sedangkan pada variabel kemampuan memecahkan masalah juga mempengaruhi kepuasan pernikahan. Dalam penelitian ini variabel kemampuan memecahkan masalah memberikan sumbangan sebesar 0.877 atau 87.7%, yang berarti variabel kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan memberikan sumbangan yang signifikan. Sebagaimana sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu “ Problem solving skils and affective exspressions as predictors of change in marital satisfaction ” (Erika Lawrence and Matthew D. Johnson, Journal of Consulting and Clinical Psychology. 73.1 (2005): 15-27), menyatakan bahwa dari 172 pasangan yang diteliti, diperoleh hasil kemampuan atau keterampilan dalam berkomunikasi yang dimiliki oleh masing- masing pasangan dapat memberikan perubahan yang positif terhadap kepuasan pernikahan.
Dengan demikian, secara garis besar bahwa aspek- aspek kemampuan berkomunikasi (keterbukaan, empati, sikap positif, dan kesetaraan) dan kemampuan memecahkan masalah memiliki kontribusi terhadap kepuasan pernikahan. Sehingga para wanita yang telah melakukan pernikahan dini bisa menerapkan aspek- aspek dari variabel kemampuan berkomunikasi dan variabel kemampuan memecahkan masalah, agar dapat memperoleh kepuasan pernikahan yang sesuai dengan keinginan para wanita yang melakukan pernikahan dini.
Bagaimanapun penelitian ini memiliki keterbatasan dan kekurangan dalam menentukan teori yang sesuai, seperti teori dari kepuasan pernikahan. Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini kurang menggambarkan kepuasan
93
pernikahan secara mendalam, sehingga di harapkan pada penelitian selanjutnya untuk memilih teori lain yang lebih sesuai dapat menggambarkan kepuasan pernikahan pada pernikahan di usia dini, dan mencari faktor lain yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan, seperti : pendapatan/ ekonomi keluarga dan hubungan dengan keluarga besar pasangan.
5.3. SARAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan dan dengan mempertimbangkan hasil analisis statistik beserta kesimpulannya, penulis mengajukan beberapa saran teoritis dan saran praktis yang dapat menyempurnakan penelitian lanjutan yang akan dilakukan. Penulis membagi saran tersebut menjadi saran teoritis dan saran praktis. Saran teoritis diajukan kepada pihak- pihak yang ingin menyempurnakan penelitian yang penulis lakukan. Sedangkan saran praktis penulis ajukan kepada para wanita yang menikah di usia dini agar dapat merasakan kepuasan pernikahan yang diharapkan sesuai dengan keinginannya. 5.3.1. Saran Teoritis Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan : 1. Disarankan untuk dapat menggunakan teori dan indikator lain yang lebih dapat menggambarkan kepuasan pernikahan. 2. Untuk mengetahui seberapa besar kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah serta kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini pada rentangan waktu yang tidak terlalu lama, maka dipilih responden dengan usia pernikahan antara 6 bulan - 1 tahun.
94
3. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk dapat menghubungkan faktor atau aspek lain yang berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan seperti pendapatan/ ekonomi dan hubungan dengan keluarga besar pasangan. 5.3.2. Saran Praktis 1. Kepada para wanita yang ingin melakukan pernikahan, untuk dapat memiliki kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah secara baik dan matang, maka usia wanita untuk menikah berada pada fase dewasa awal (± 21 tahun). 2. Kepada para wanita yang melakukan pernikahan dini, diharapkan memperhatikan faktor- faktor apa saja yang dapat mencapai kepuasan di dalam pernikahan. Misalnya dengan meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi, tidak hanya dengan pasangan tetapi dengan anak dan keluarga besar, agar dapat memperoleh kepuasan pernikahan yang seutuhnya. 2. Kepada unsur- unsur yang terkait dengan kepuasan pernikahan khususnya pada wanita yang melakukan pernikahan dini diharapkan meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah yang dilakukan secara berurutan sesuai dengan tahapannya, yaitu : menemukan fakta, menemukan masalah, menemukan gagasan, menemukan solusi, dan menemukan penerimaan/ pelaksanaan, agar dalam setiap masalah yang sedang dihadapi dapat diselesaikan dengan sebaik- baiknya tanpa merugikan diri sendiri dan orang lain.
95
DAFTAR PUSTAKA Abidin, W.I. Buku panduan tentang “Hubungan media dan ketrampilan berkomunikasi”. Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI Adhi, M. Fauzil. (2002). Indahnya pernikahan dini. Jakarta: Gema Insani Adryanto & Soekrisno. (1994). Antropologi sosial. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga Ayu, Anasatasia Retno. (2006). Hubungan antara dukungan sosial dari teman sebaya dengan problem solving pada remaja, dalam http://www.gunadarma.ac.id/library/abstract/gunadarma_10599015skripsi_fpsi. Diunggah 1 September 2010, ’13:27 PM. Baron, Robert A. & Byrne, Donn. (2005). Psikologi sosial . Jilid 2. Jakarta: Erlangga Chandrasari, Rita Eka. (2009). Hubungan antara kualitas komunikasi seksual dengan kepuasan pernikahan. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dalam http://etd.eprints.ums.ac.id/3755/. Diunggah 19 Januari 2011,’12:46 PM
Chaplin. (2006). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada DeVito, A. Joseph. (1997). Komunikasi antarmanusia. Edisi Kelima. Jakarta: Professional Books Duvall & Miller. (1985). Marriage and family development. Edisi Keenam. New York: Harper & Row, Publishers Gunarsa, S.D & Y. Singgih D.G. (2007). Psikologi untuk keluarga. Edisi Keenam Belas. Jakarta: Gunung Mulia Gunarsa, Y. Singgih. (2009). Asas- asas psikologi keluarga idaman. Jakarta: Gunung Mulia Gupta, Bayu Ananta. (2008). Hubungan kecerdasan seksual dengan kepuasan pernikahan. Skripsi. (Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta) Hurlock, Elizabeth B. (1991). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga Jannah, Izzatul. (2008). Psiko- harmoni rumah tangga. Surakarta: Indiva Pustaka
96
Lawrence, Erika & Johnson, Matthew D. "Problem-solving skills and affective expressions as predictors of change in marital satisfaction." Journal of consulting and clinical psychology 73.1 (2005): 15-27. Diunggah 22 Juli 2011, ’22:15 PM Leavitt, Harold J. (1978). Psikologi manajemen. Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga Litzinger, Samantha & Gordon, Kristina Coop. (2005). “Exploring relationship among communication, sexual satisfaction, and marital satisfaction.” Journal of sex & marital 31 : 409 – 424. Departement of psychology, University of Tennessee, USA. Diunggah 14 Juli 2011, ’15:22 Lubis,
Yati Utoyo. (2005). Kelola konflik dengan cantik. http://www.eramuslim.com. Diunggah 19 Januari 2011, ‘13:40 PM
Dalam
Muhammad, Arni. (2008). Komunikasi organisasi. Jakarta: Bumi Aksara Munandar, Utami. (2009). Pengembangan kreativitas anak berbakat. Jakarta: Rineka Cipta Olson, David H.L. (2006). Marriages & families “intimacy, diversity, and strengths”. Fifth Edition. New York: McGraw- Hill, Publishers Pruitt, Dean G. (2004). Teori konflik sosial. Yoyakarta: Pustaka Pelajar Pickering. (2001). How to manage conflict. Jakarta: Erlangga Pinsof & Lebow. (2005). Family psychology. Oxford: University Press Rakhmat, Jalaluddin. Rosadakarya
(2004).
Psikologi
komunikasi.
Bandung:
Remaja
Sadarjoen, Sawitri S. (2005). Konflik marital : pemahaman konseptual, aktual dan alternatif solusinya. Bandung: Refika Aditama Santrock, John W. (2002). Life- span development “perkembangan masa hidup”. Edisi 5 jilid II. Jakarta: Erlangga Segrin & Flora. (2005). Family communication. London: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers Sevilla. G. (1993). Pengantar metode penelitian. Jakarta: UI Press Solso, Robert L. (2007). Psikologi kognitif. Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga Sudarsono. (1991). Hukum kekeluarga nasional. Jakarta: Rineka Cipta Suharnan. (2005). Psikologi kognitif. Surabaya: Srikandi Sulistiyono. (2006). Buku ajar “Statistika Psikologi 2”. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia “YAI” Supratiknya. (1995). Komunikasi antarpribadi. Yogyakarta: Kanisius
97
Usman, Husaini & Akbar. (2009). Pengantar statistika. Jakarta: Bumi Aksara Yulistya, Diah. (2009). Hubungan antara komitmen pernikahan dengan kemampuan memecahkan masalah rumah tangga. Skripsi. (Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta)
Angket Field Test
Assalamualaikum Wr. Wb Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang mengadakan penelitian dalam rangka menyelesaikan skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi. Skala ini merupakan instrumen yang digunakan untuk dapat mengungkap tema yang sesuai dengan judul penelitian tersebut. Oleh karenanya, saya sangat mengharapkan jawaban anda sejujur- jujurnya dan sesuai dengan yang anda alami dan anda rasakan. Dalam hal ini tidak ada jawaban yang benar atau salah, semua jawaban adalah benar sejauh jawaban tersebut benar- benar mencerminkan pribadi anda. Skala ini hanya untuk tujuan ilmiah, setiap jawaban yang anda berikan akan terjamin kerahasiaannya. Baca dengan seksama petunjuk pengisian yang ada, agar tidak terjadi kesalahan pengisian. Setelah selesai, teliti sekali lagi jawaban anda agar tidak terdapat penyataan yang terlewat/ tidak diisi. Saya sangat mengharapkan kesungguhan anda dalam mengisi skala ini, karena data yang anda berikan sangat penting artinya bagi penelitian ini. Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih atas kerjasama dan waktu yang anda berikan untuk membantu saya dalam menyelesaikan penelitian ini.
Salam
Agustin Harrum Sari
Petunjuk pengisian : Berikut ini terdapat pernyataan- pernyataan dari suatu kondisi, dimana saudara/i harus memberikan checklist (√) pada kolom pernyataan sesuai dengan pendapat saudara/i. Keterangan : SS
: Sangat Sesuai
TS
: Tidak Sesuai
S
: Sesuai
STS
: Sangat Tidak Sesuai
Nama
:
Status pekerjaan
:
Usia saat menikah
:
Lamanya menikah
:
Pendidikan terakhir
:
Skala Kepuasan Pernikahan NO
ITEM
SS
1.
Pernikahan yang saya dan pasangan jalani terjadi karena keterpaksaan bukan berdasarkan janji suci dihadapan Tuhan YME
2.
Ketidakharmonisan
pernikahan
saya
dan
pasangan terjadi karena tidak adanya kesamaan tujuan di dalam pernikahan yang ingin kami capai 3.
Saya dan pasangan tidak memiliki persamaan dalam kehidupan seksual kami
4.
Saya merasa pasangan saya bukanlah orang yang menarik, dan tidak selalu membuat saya tertarik
5.
Saya tidak mencintai pasangan sepenuh hati
6.
Walaupun banyak prestasi yang dihasilkan pasangan, tidak ada rasa bangga saya kepada pasangan
7.
Pernikahan saya dengan pasangan, membuat hubungan kami dengan keluarga mengalami
S
TS
STS
kesulitan saat sedang berkumpul 8.
Pernikahan saya dengan pasangan, membuat kami semakin kompak layak sahabat sejati
9.
Walau bagaimanapun sifat dan kelakuan saya, pasangan selalu mengutarakan bahwa ia bahagia bersama saya
10.
Walaupun
pasangan
banyak
memberikan
kejutan, tidak menambah rasa ketertarikkan saya kepada pasangan 11.
Hubungan saya dan pasangan hanya sebatas pada hubungan yang mengikat sebagai pasangan yang kaku, dan saya menganggap hubungan saya dan pasangan tidak seperti sahabat yang baik
12.
Saya dan pasangan menganggap pernikahan kami dilandasi atas janji suci yang tidak dapat dipisahkan
13.
Hubungan pernikahan yang saya jalani tidak di dasari rasa saling sayang
14.
Setelah menikah, tidak ada kecocokan antara saya dan pasangan dalam menyatukan pikiran dan pendapat
15.
Hubungan seksual yang saya dan pasangan lakukan tanpa adanya keterpaksaan
16.
Hubungan antara saya dengan pasangan hanya sebatas pada komitmen pernikahan bukan dilandasi dengan janji suci kepada Tuhan YME
17.
Saya adalah orang yang keras kepala dan hal tersebut membuat pasangan saya tidak nyaman berada disamping saya
18.
Pasangan tidak memberikan saya kebebasan untuk mengikuti kegiatan di luar rumah bersama teman- teman saya
19.
Saya tidak memberikan rasa cinta saya kepada pasangan dengan sepenuh hati
20.
Hubungan pernikahan saya dengan pasangan tidak dapat dipertahankan, karena bukan atas komitmen jangka panjang akan tetapi hanya sebatas pada keterpaksaan
21.
Saya dan pasangan bahagia dengan pernikahan yang kami jalani
22.
Saya tidak nyaman dengan sifat- sifat yang dimiliki oleh pasangan saya
23.
Pasangan
saya
memaksakan
keinginannya,
ketika sedang berhubungan seksual 24.
Saya dan pasangan tidak memiliki komitmen yang kuat dalam pernikahan, apalagi komitmen jangka panjang
25.
Saya menikmati hubungan intim yang kami lakukan
26.
Saya mencurahkan cinta dan kasih sayang kepada pasangan saya dengan sepenuh hati
27.
Kekurangan yang dimiliki pasangan, membuat tidak bahagia hidup bersamanya
28.
Usia pernikahan kami, membuat ketertarikkan saya terhadap pasangan semakin bertambah
29.
Saya tidak bangga atas apa yang pasangan saya kerjakan
30.
Kebahagiaan
saya hidup bersama pasangan
tidak bertambah 31.
Pernikahan yang saya jalani dengan pasangan, didasari dengan rasa saling sayang dan cinta
32.
Saya dan pasangan merasa pernikahan kami memiliki kesamaan dalam berbagai hal
33.
Saya dan pasangan mampu menyesuaikan keinginan dan kebutuhan kami dalam hubungan seksual
34.
Walaupun banyak permasalahan, saya dan pasangan
mempertahankan
pernikahan yang kami jalani
ikatan
suci
Skala Kemampuan Berkomunikasi NO 1.
ITEM Ketika
pasangan
saya
SS sedang
kesulitan
menyelesaikan masalah, saya mencoba untuk mengajaknya berdiskusi guna menemukan solusi pemecahan masalah 2.
Ketika saya tidak setuju dengan keputusan yang dipilih oleh pasangan, saya menyampaikannya kepada pasangan
3.
Saya membantu pasangan, ketika ia sedang mengalami kesulitan saat berkomunikasi dengan anak- anak
4.
Sejak
awal
pernikahan,
saya
terbuka
menceritakan masalah pribadi saya dengan pasangan 5.
Walaupun sudah banyak pengorbanan yang pasangan
berikan,
saya
tidak
bisa
mengungkapkan rasa terima kasih saya 6.
Saya mendukung pendapat pasangan tentang banyak hal
7.
Ketika saya sedang menasihati anak, saya memberikan kesempatan pasangan saya untuk berbicara kepada anak
8.
Saya dan pasangan mengalami kesulitan untuk terbuka menceritakan tentang kegiatan- kegiatan di luar rumah
9.
Ketika pasangan saya sedang menasihati anak, saya tidak mendukung perkataan suami saya dengan membela perbuatan anak yang dianggap pasangan salah
S
TS
STS
10.
Saya tidak mengeluarkan kata- kata kasar saat sedang emosi kepada pasangan
11.
Walaupun berbeda pendapat saat berinteraksi, saya menghargai pendapat pasangan saya
12.
Saya tidak mengungkapkan rasa bangga saya kepada pasangan, ketika ia sukses di dalam pekerjaannya
13.
Saya tidak memberikan kesempatan berbicara kepada pasangan, ketika terjadi pertengkaran di antara kami
14.
Dari tahun ke tahun, tidak perkataan saya yang membuat pasangan merasa senang
15.
Masalah pekerjaan yang saya hadapi, tidak saya ceritakan kepada pasangan
16.
Ketika pasangan saya sedang berbicara, saya tidak
memperhatikan
dan
mendengarkan
perkataannya 17.
Saya tidak memberi pasangan saya peranan penting ketika kami sedang menasihati anakanak
18.
Ketika pasangan saya membutuhkan teman untuk berdiskusi, saya tidak bersedia menjadi teman berbicara pasangan saya
19.
Ketika saya mempunyai suatu pilihan, saya tidak bersedia mendengar usul dari pasangan saya
Skala Kemampuan Memecahkan Masalah NO
ITEM
SS
1.
Ketika pasangan tidak berperan dalam mengasuh anak, saya memilih tenang dan tidak emosi dalam menghadapi masalah tersebut
2.
Ketika pasangan berusaha menutupi masalah pekerjaan kantornya kepada saya, saya berusaha mencari tahu pemicu timbulnya masalah tersebut
3.
Ketika saya salah paham dengan orang tua, sebelum mengambil keputusan saya meminta pendapat pasangan terlebih dahulu
4.
Saat sedang menghadapi masalah anak,
saya
menentukan
memiliki pilihan
banyak solusi
pendidikan cara
untuk
terbaik
dalam
menyelesaikan masalah tersebut 5.
Ketika saya merasa hubungan pernikahan kami sedang tidak harmonis, saya bisa mengenali masalah yang sebenarnya sedang terjadi diantara saya dan pasangan
6.
Saat hubungan saya dengan pasangan dalam masa krisis,
saya
kebingungan
untuk
melakukan
tindakan apa yang harus saya lakukan 7.
Saat masalah dalam mengasuh anak sering terjadi di dalam pernikahan kami, saya dan pasangan memikirkan banyak solusi pemecahan masalah tersebut
8.
Ketika prestasi anak kami rendah, emosilah yang saya
dan
pasangan
gunakan
dan
saling
menyalahkan satu sama lain 9.
Ketika saya dan pasangan tidak memiliki waktu
S
TS
STS
mengurus anak, saya merencanakan liburan keluarga agar dapat memberikan perhatian yang lebih kepada anak 10.
Ketika saya dan pasangan sedang bertengkar, saya dan pasangan tidak berusaha untuk bertukar pikiran dalam menentukan penyelesaian masalah yang sedang terjadi
11.
Saat anak- anak membutuhkan bimbingan dari saya dan pasangan, kami memilih orang lain untuk membantu memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh anak- anak
12.
Ketika
pasangan
menyalahkan
saya
dalam
mengasuh anak, meninggalkan rumah menjadi alternatif yang saya pilih untuk menyelesaikan masalah tersebut 13.
Saat saya dan pasangan sedang berselisih paham, saya dan pasangan tidak melakukan tindakan apapun untuk memperbaiki hubungan kami
14.
Ketika pasangan kebingungan dalam memilih lembaga
pendidikan
untuk
anak,
saya
menyerahkan sepenuhnya kepada pasangan apa yang ingin pasangan pilih 15.
Ketika hubungan yang saya jalani dengan pasangan sedang tidak nyaman, saya tidak mengetahui masalah apa yang sebenarnya sedang terjadi
16.
Ketika
saya
mendapat
informasi
pasangan
berselingkuh dengan teman kerjanya, saya tidak berusaha mencari tahu fakta yang sebenarnya terjadi
Angket Try Out
Assalamualaikum Wr. Wb Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang mengadakan penelitian dalam rangka menyelesaikan skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi. Skala ini merupakan instrumen yang digunakan untuk dapat mengungkap tema yang sesuai dengan judul penelitian tersebut. Oleh karenanya, saya sangat mengharapkan jawaban anda sejujur- jujurnya dan sesuai dengan yang anda alami dan anda rasakan. Dalam hal ini tidak ada jawaban yang benar atau salah, semua jawaban adalah benar sejauh jawaban tersebut benar- benar mencerminkan pribadi anda. Skala ini hanya untuk tujuan ilmiah, setiap jawaban yang anda berikan akan terjamin kerahasiaannya. Baca dengan seksama petunjuk pengisian yang ada, agar tidak terjadi kesalahan pengisian. Setelah selesai, teliti sekali lagi jawaban anda agar tidak terdapat penyataan yang terlewat/ tidak diisi. Saya sangat mengharapkan kesungguhan anda dalam mengisi skala ini, karena data yang anda berikan sangat penting artinya bagi penelitian ini. Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih atas kerjasama dan waktu yang anda berikan untuk membantu saya dalam menyelesaikan penelitian ini.
Salam
Agustin Harrum Sari
Petunjuk pengisian : Berikut ini terdapat pernyataan- pernyataan dari suatu kondisi, dimana saudara/i harus memberikan checklist (√) pada kolom pernyataan sesuai dengan pendapat saudara/i. Keterangan : SS
: Sangat Sesuai
TS
: Tidak Sesuai
S
: Sesuai
STS
: Sangat Tidak Sesuai
Nama
:
Status pekerjaan
:
Usia saat menikah
:
Lamanya menikah
:
Pendidikan terakhir
:
Skala Kepuasan Pernikahan NO
ITEM
SS
1.
Pernikahan yang saya dan pasangan jalani terjadi karena keterpaksaan bukan berdasarkan janji suci dihadapan Tuhan YME
2.
Walau watak saya dan pasangan sangat berbeda, saya merasa bahagia menjalani hidup bersama pasangan
3.
Ketidakharmonisan
pernikahan
saya
dan
pasangan terjadi karena tidak adanya kesamaan tujuan di dalam pernikahan yang ingin kami capai 4.
Pasangan saya memberikan kebebasan kepada saya untuk mengikuti kegiatan di luar rumah bersama teman- teman
5.
Saya dan pasangan tidak memiliki persamaan dalam kehidupan seksual kami
6.
Saya merasa pasangan saya bukanlah orang yang menarik, dan tidak selalu membuat saya
S
TS
STS
tertarik 7.
Hubungan saya dan pasangan tidak sebatas pada hubungan yang mengikat sebagai pasangan yang kaku, tetapi juga hubungan layaknya sahabat yang baik
8.
Saya tidak mencintai pasangan sepenuh hati
9.
Walaupun banyak prestasi yang dihasilkan pasangan, tidak ada rasa bangga saya kepada pasangan
10.
Saya akan selalu mendampingi pasangan dan mendedikasikan hidup saya untuknya
11.
Saya menganggap komitmen pernikahan yang saya jalani bersama pasangan tidak akan berakhir
12.
Saya mengagumi kepribadian yang dimiliki pasangan saya
13.
Pernikahan saya dengan pasangan, membuat hubungan kami dengan keluarga mengalami kesulitan saat sedang berkumpul
14.
Pernikahan saya dengan pasangan, membuat kami semakin kompak layak sahabat sejati
15.
Walau bagaimanapun sifat dan kelakuan saya, pasangan selalu mengutarakan bahwa ia bahagia bersama saya
16.
Walaupun
pasangan
banyak
memberikan
kejutan, tidak menambah rasa ketertarikkan saya kepada pasangan 17.
Hubungan saya dan pasangan hanya sebatas pada hubungan yang mengikat sebagai pasangan yang kaku, dan saya menganggap hubungan
saya dan pasangan tidak seperti sahabat yang baik 18.
Pasangan saya adalah seseorang yang penyabar dan membuat saya nyaman saat saya sedang berada disampingnya
19.
Pernikahan saya dengan pasangan memiliki komitmen jangka panjang yang harus dijaga, walaupun
ada
permasalahan
di
dalam
pernikahan kami 20.
Saya dengan pasangan memiliki prioritas hidup masing-
masing
dan
kami
tidak
saling
mengganggu 21.
Saya dan pasangan menganggap pernikahan kami dilandasi atas janji suci yang tidak dapat dipisahkan
22.
Hubungan pernikahan yang saya jalani tidak di dasari rasa saling sayang
23.
Setelah menikah, tidak ada kecocokan antara saya dan pasangan dalam menyatukan pikiran dan pendapat
24.
Hubungan seksual yang saya dan pasangan lakukan tanpa adanya keterpaksaan
25.
Hubungan antara saya dengan pasangan hanya sebatas pada komitmen pernikahan bukan dilandasi dengan janji suci kepada Tuhan YME
26.
Saya adalah orang yang keras kepala dan hal tersebut membuat pasangan saya tidak nyaman berada disamping saya
27.
Pasangan tidak memberikan saya kebebasan untuk mengikuti kegiatan di luar rumah bersama
teman- teman saya 28.
Saya tidak memberikan rasa cinta saya kepada pasangan dengan sepenuh hati
29.
Hubungan pernikahan saya dengan pasangan tidak dapat dipertahankan, karena bukan atas komitmen jangka panjang akan tetapi hanya sebatas pada keterpaksaan
30.
Tidak terdapat tujuan yang menjadi tujuan bersama antara saya dan pasangan
dalam
pernikahan yang saya jalani 31.
Apabila
pasangan
berhasil
dalam
tugas
pekerjaannya, hal tersebut menjadi kebanggaan tersendiri bagi saya 32.
Saya dan pasangan tidak memiliki kecocokkan dalam hubungan seksual
33.
Saya berusaha terbuka terhadap pasangan dalam menunjukkan perasaan sayang untuk menjaga kehangatan hubungan kami
34.
Saya dan pasangan bahagia dengan pernikahan yang kami jalani
35.
Saya tidak nyaman dengan sifat- sifat yang dimiliki oleh pasangan saya
36.
Pasangan
saya
memaksakan
keinginannya,
ketika sedang berhubungan seksual 37.
Saya dan pasangan tidak memiliki komitmen yang kuat dalam pernikahan, apalagi komitmen jangka panjang
38.
Saya menikmati hubungan intim yang kami
lakukan 39.
Saya mencurahkan cinta dan kasih sayang kepada pasangan saya dengan sepenuh hati
40.
Kekurangan yang dimiliki pasangan, membuat tidak bahagia hidup bersamanya
41.
Usia pernikahan kami, membuat ketertarikkan saya terhadap pasangan semakin bertambah
42.
Saya tidak bangga atas apa yang pasangan saya kerjakan
43.
Saya menyukai pasangan karena ia mampu mengerti dan memahami mengenai kebutuhankebutuhan saya
44.
Saya bangga atas apapun yang pasangan kerjakan dan tunjukkan kepada saya
45.
Saya kurang suka dengan kepribadian pasangan saya
46.
Kebahagiaan
saya hidup bersama pasangan
tidak bertambah 47.
Ketertarikkan saya terhadap pasangan dari tahun ke tahun semakin bertambah
48.
Pernikahan yang saya jalani dengan pasangan, didasari dengan rasa saling sayang dan cinta
49.
Saya tidak merasakan kebahagiaan di dalam pernikahan yang saya jalani bersama pasangan
50.
Saya dan pasangan merasa pernikahan kami memiliki kesamaan dalam berbagai hal
51.
Saya dan pasangan mampu menyesuaikan keinginan dan kebutuhan kami dalam hubungan
seksual 52.
Walaupun
banyak
pernikahan,
saya
permasalahan dan
dalam pasangan
mempertahankan ikatan yang suci pernikahan yang kami jalani
Skala Kemampuan Berkomunikasi NO 1.
ITEM Saya
menunjukkan
SS
perasaan
sayang
saya
terhadap pasangan dengan mengucapkan katakata “sayang” 2.
Ketika
pasangan
saya
sedang
kesulitan
menyelesaikan masalah, saya mencoba untuk mengajaknya
berdiskusi
guna
menemukan
solusi pemecahan masalah 3.
Sulit bagi saya menceritakan dengan terusterang kepada pasangan sesuatu yang sedang saya pikirkan
4.
Dalam menentukan setiap keputusan, saya meminta pendapat pasangan
5.
Ketika saya tidak setuju dengan keputusan yang dipilih oleh pasangan, saya menyampaikannya kepada pasangan
6.
Saya menghargai pendapat pasangan ketika ia memberikan solusi masalah pernikahan yang kami hadapi
7.
Saya membantu pasangan, ketika ia sedang mengalami kesulitan saat berkomunikasi dengan anak- anak
8.
Sejak
awal
pernikahan,
saya
terbuka
menceritakan masalah pribadi saya dengan pasangan 9.
Walaupun sudah banyak pengorbanan yang pasangan
berikan,
saya
tidak
bisa
mengungkapkan rasa terima kasih saya 10.
Saya mendukung pendapat pasangan tentang
S
TS
STS
banyak hal 11.
Saya
dan
pasangan
saling
jujur
dalam
mengungkapkan perasaan yang sedang kami rasakan 12.
Ketika saya sedang menasihati anak, saya memberikan kesempatan pasangan saya untuk berbicara kepada anak
13.
Saya dan pasangan mengalami kesulitan untuk terbuka menceritakan tentang kegiatan- kegiatan di luar rumah
14.
Ketika
sedang
marah,
saya
tidak
menyampaikannya kepada pasangan 15.
Saya berkata terusterang, ketika membutuhkan batuan
pasangan
dalam
menyelesaikan
pekerjaan saya 16.
Saat pasangan saya sedang ada masalah dengan anak, saya mencoba mengajak pasangan saya dan anak untuk berbicara guna menemukan inti permasalahan
17.
Ketika pasangan saya sedang menasihati anak, saya tidak mendukung perkataan suami saya dengan membela perbuatan anak yang dianggap pasangan salah
18.
Saya tidak mengeluarkan kata- kata kasar saat sedang emosi kepada pasangan
19.
Walaupun berbeda pendapat saat berinteraksi, saya menghargai pendapat pasangan saya
20.
Saya tertutup kepada pasangan, saat sedang membicarakan masalah pribadi keluarga saya
21.
Saya tidak mengungkapkan rasa bangga saya kepada pasangan, ketika ia sukses di dalam pekerjaannya
22.
Saya tidak memberikan kesempatan berbicara kepada pasangan, ketika terjadi pertengkaran di antara kami
23.
Sulit bagi saya menunjukkan perhatian ketika pasangan saya sedang membutuhkan teman untuk berdiskusi
24.
Saat saya sedang ada masalah dengan pasangan, saya dengan pasangan berbicara dan bertukar pikiran untuk menyelesaikan masalah
25.
Dari tahun ke tahun, tidak perkataan saya yang membuat pasangan merasa senang
26.
Saya berbohong kepada pasangan ketika saya sedang mengalami permasalahan
27.
Ketika pasangan saya sedang berbicara, saya tidak
memperhatikan
dan
mendengarkan
perkataannya 28.
Ketika pasangan saya membutuhkan bantuan, saya mengungkapkan kesediaan saya untuk membantunya
29.
Ketika berkomunikasi dengan pasangan, tidak ada hal yang perlu saya sembunyikan
30.
Saya tidak memberi pasangan saya peranan penting ketika kami sedang menasihati anakanak
31.
Keterbukaan antar saya dengan pasangan sudah tidak bisa dibangun kembali
32.
Hubungan
pernikahan
yang
saya
jalani
terhambat, karena tidak adanya keterbukaan saya dalam mengutarakan perasaan cinta kepada pasangan 33.
Ketika pasangan saya membutuhkan teman untuk berdiskusi, saya tidak bersedia menjadi teman berbicara pasangan saya
34.
Ketika saya mempunyai suatu pilihan, saya tidak bersedia mendengar usul dari pasangan saya
35.
Masalah pekerjaan yang saya hadapi, tidak saya ceritakan kepada pasangan
36.
Perasaan sayang saya terhadap pasangan, tidak bisa saya ungkapkan dan tunjukkan kepadanya
Skala Kemampuan Memecahkan Masalah NO 1.
ITEM Ketika
pasangan
tidak
SS berperan
dalam
mengasuh anak, saya memilih tenang dan tidak emosi dalam menghadapi masalah tersebut 2.
Ketika pasangan berusaha menutupi masalah pekerjaan
kantornya
kepada
saya,
saya
berusaha mencari tahu pemicu timbulnya masalah tersebut 3.
Ketika saya salah paham dengan orang tua, sebelum mengambil keputusan saya meminta pendapat pasangan terlebih dahulu
4.
Saat sedang menghadapi masalah pendidikan anak, saya memiliki banyak cara untuk menentukan pilihan solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah tersebut
5.
Ketika saya merasa hubungan pernikahan kami sedang tidak harmonis, saya bisa mengenali masalah
yang
sebenarnya
sedang
terjadi
diantara saya dan pasangan 6.
Saat hubungan saya dengan pasangan dalam masa
krisis,
saya
kebingungan
untuk
melakukan tindakan apa yang harus saya lakukan 7.
Saat masalah dalam mengasuh anak sering terjadi di dalam pernikahan kami, saya dan pasangan
memikirkan
banyak
solusi
pemecahan masalah tersebut 8.
Ketika prestasi anak kami rendah,
emosilah
yang saya dan pasangan gunakan dan saling
S
TS
STS
menyalahkan satu sama lain 9.
Ketika tidak memiliki persamaan dalam hal pola asuh anak, saya berpikir tidak ada kecocokan lagi dengan pasangan
10.
Ketika pasangan lebih senang menghabiskan waktunya berada dikantor, saya tidak mencari tahu penyebab
11.
Ketika saya dan pasangan tidak memiliki waktu mengurus anak, saya merencanakan liburan keluarga agar dapat memberikan perhatian yang lebih kepada anak
12.
Ketika saya dan pasangan sedang bertengkar, saya dan pasangan tidak berusaha untuk bertukar
pikiran
dalam
menentukan
penyelesaian masalah yang sedang terjadi 13.
Ketika
hubungan
pernikahan
terjadi
perbedaan
pasangan
saya
dan
pendapat,
berdiskusi dengan keluarga dapat membantu memberikan
solusi
terbaik
untuk
menyelesaikan masalah 14.
Ketika saya kesulitan menyelesaikan masalah dengan pasangan, saya dapat memikirkan solusi terbaik yang telah diberikan oleh keluarga
15.
Saat anak- anak membutuhkan bimbingan dari saya dan pasangan, kami memilih orang lain untuk membantu memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh anak- anak
16.
Ketika pasangan menyalahkan saya
dalam
mengasuh anak, meninggalkan rumah menjadi alternatif yang saya pilih untuk menyelesaikan
masalah tersebut 17.
Saat saya dan pasangan mengalami kesulitan mengurus anak, lebih tepat bila meminta keluarga bergantian membantu mengasuh anakanak
18.
Saat saya dan pasangan sedang berselisih paham, saya dan pasangan tidak melakukan tindakan apapun untuk memperbaiki hubungan kami
19.
Ketika pasangan kebingungan dalam memilih lembaga
pendidikan
untuk
anak,
saya
menyerahkan sepenuhnya kepada pasangan apa yang ingin pasangan pilih 20.
Ketika hubungan yang saya jalani dengan pasangan sedang tidak nyaman, saya tidak mengetahui masalah apa yang sebenarnya sedang terjadi
21.
Ketika saya mendapat informasi pasangan berselingkuh dengan teman kerjanya, saya tidak berusaha mencari tahu fakta yang sebenarnya terjadi
22.
Saat hubungan saya dengan keluarga sedang tidak baik, saya mengambil keputusan untuk menjauh dari mereka ketika sedang ada pertemuan keluarga
23.
Ketika pasangan kelelahan dalam mengasuh anak, saya memberi dukungan dan menghibur pasangan dengan melakukan kegiatan yang disukai oleh pasangan