IMPLIKASI PERNIKAHAN DINI TERHADAP KEHARMONISAN RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Kecamatan Larangan Tangerang Banten)
Oleh : Amanah Saputra NIM: 105044201440
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 B. Pembatasan dan Rumusan Masalah .............................................. 5 C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6 D. Metode Penelitian .......................................................................... 6 E. Studi Terdahulu ............................................................................. 9 F. Sistematika Penulisan ................................................................... 11
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERNIKAHAN DINI A. Kehidupan Rumah Tangga Ideal Menurut Islam .......................... 13 B. Pengertian Pernikahan Dini .......................................................... 19 C. Kriteria Nikah Dini ........................................................................ 22
BAB III
DESKRIPSI UMUM KECAMATAN LARANGAN A. Gambaran Umum .......................................................................... 27 B. Kondisi Sosial ............................................................................... 28 C. Sarana dan Prasarana ..................................................................... 30
iii
BAB IV
KONDISI
RIIL
PERNIKAHAN
DINI
DI
KECAMATAN
LARANGAN TANGERANG BANTEN A. Faktor Penyebab Terjadi Pernikahan Dini .................................... 32 B. Analisa Implikasi Pernikahan Dini Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga .............................................................................. 35 C. Solusi Mengatasi Pernikahan Dini ................................................ 43
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................... 49 B. Saran .............................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 51
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 54
iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, ada laki-laki dan juga perempuan, itu semata-mata agar manusia tidak merasa kesepian, hati dan jiwapun merasa tentram dan damai, akan tetapi untuk melegalisasi laki-laki dan perempuan tersebut untuk menjadi pasangan agar terhindar dari perzinaan ada prosedurnya berupa aturan-aturan yang telah ditentukan oleh agama berupa syariat dan juga peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Disyariatkannya perkawinan dalam Islam merupakan manifestasi dari hikmah diciptakannya manusia sebagai khalifah untuk membangun alam semesta dan menumbuhkan kebaikan di dalamnya, sebagaimana tabiat manusia yang selalu cenderung mengadakan hubungan dengan manusia lain. Selain menjadi sunnah Nabi, perkawinan juga merupakan salah satu kebutuhan jasmani dan rohani yang sudah menjadi sunatullah, serta perkawinan disyaratkan karena di dalamnya ada kekuatan yang mampu menundukkan pandangan, menjaga kemaluan, dan menjauhkan diri dari perbuatan tercela, seperti terjerumus ke dalam pergaulan seks bebas.1 Perkawinan merupakan suatu kebutuhan manusia sejak zaman dahulu sampai akhir hayatnya, baik secara fisik ataupun secara kejiwaan dalam pergaulan hidup sebagai anggota masyarakat. Kehidupan dalam perkawinan bak berlayar menaiki 1
Abdul Azis, Perkawinan yang Harmonis, (Jakarta: CV Firdaus, 1993), h. 1.
1
2
sebuah bahtera, makanya seringkali kita dengar kata bahtera digunakan sebelum kata rumah tangga biasa dipakai untuk menganalogikan sebuah kehidupan di dalam rumah tangga. Cuaca ketika berlayar pun ibarat jauh panggang dari api, tidak selalu sesuai dengan keinginan, yang menyebabkan pelayaran tidak selalu mulus-mulus saja. Banyak rintangan berupa cuaca buruk, badai, ombak besar dan lain sebagainya, maka agar sampai ketempat tujuan yang dituju maka nahkoda beserta awak kru harus melewati rintangan tersebut, bahtera bisa hancur dan tenggelam dan juga bisa melewati cuaca buruk dan berhasil selamat sampai tujuan tergantung pada nahkoda beserta awak kru yang menjalankan bahtera tersebut. Seperti ilustrasi diatas, kehidupan dalam perkawinan membawa masalah yang kompleks, terlebih lagi apabila perkawinan dilakukan oleh anak-anak muda atau anak yang masih di bawah umur. Pada dasarnya, di dalam perkawinan menurut hukum Islam tidak ada batasan usia. Berbeda dengan ketentuan aturan perkawinan di Indonesia, Undang-undang Perkawinan di Indonesia mengatur batasan usia bagi seseorang yang hendak melakukan perkawinan, sebagaimana telah diatur dalam pasal 7 ayat (1) UU No. 1/1974 yang menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun, pembatasan usia perkawinan inipun disebutkan dalam KHI pasal 15 ayat (1)
3
didasarkan kepada pertimbangan kemaslahatan keluarga dan rumah tangga dalam perkawinan.2 Aturan diatas sesuai dengan prinsip yang diletakkan Undang-undang Perkawinan, bahwa calon suami ataupun calon isteri harus telah masak jiwa raganya, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik dan harmonis tanpa berakhir pada perceraian dan mendapatkan keturunan yang baik dan sehat. Oleh karena itu, maka untuk mengatur dan mengelola kehidupan keluarga agar tercapainya kehidupan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah dibutuhkan kematangan baik jasmani maupun rohani bagi pasangan yang ingin melakukan pernikahan. Perkawinan di bawah umur menimbulkan implikasi yang menggangu keutuhan keluarga, keutuhan masyarakat, bahkan kita melihat hari depan mereka yang suram, sehingga hal demikian tidak menguntungkan dalam masyarakat, bangsa dan negara. Tidak hanya hari depan mereka suami isteri tetapi juga hari depan anak-anak yang lahir akibat perkawinan di bawah umur tersebut. Padahal anak-anak tersebut harus dipersiapkan dirinya untuk menjadi manusia dewasa baik dari segi fisik maupun psychis (psikhis). Bila anak-anak tersebut hanya mencapai kedewasaan fisik, padahal kedewasaan itu tidak dibarengi dengan kedewasaan mental, tentunya mereka akan mengganggu
2
KHI pasal 15 ayat (1), “untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undangundang No. 1 tahun 1974 yakni suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun”.
4
ketentraman masyarakat sekitarnya. Dalam hal ini juga merupakan suatu penghambat kemajuan pembangunan, karena perkawinan di bawah umur ini banyak menimbulkan keluarga yang broken home akibatnya banyak anak yang terlantar seperti : kurang mendapat pendidikan dan kurangnya kasih sayang yang didapat dari orang tua, yang mengakibatkan anak mengalami depresi, frustasi, putus asa, dekadensi moral, sehingga anak di tengah masyarakat hanya akan mengganggu ketentraman masyarakat banyak, seperti mengkonsumsi narkoba, meminum minuman keras, dan melakukan berbagai penyakit masyarakat lainnya. Perkawinan dibawah umur sudah lama terjadi di Indonesia. Pada kalangan masyarakat terbelakang jumlahnya sangat besar, sedangkan di kalangan masyarakat yang tergolong maju seperti di Kecamatan Larangan kota Tangerang masih saja dijumpai. Perkawinan di bawah umur disebabkan oleh bermacam-macam faktor, tetapi hal tersebut merupakan masalah yang perlu diperhatikan, karena kegagalan dalam perkawinan bisa berakibat negatif tidak hanya kepada suami isteri yang bersangkutan tetapi juga terhadap anak-anak dan demikian juga bagi masyarakat. Oleh sebab itu menyangkut masalah ini, penulis sengaja mengangkatnya menjadi sebuah skripsi yang berjudul “IMPLIKASI PERNIKAHAN DINI TERHADAP KEHARMONISAN RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Kecamatan Larangan Tangerang Banten)”
5
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Untuk memperjelas dan agar lebih terarah, dalam pembahasan studi ini penulis membatasi pokok-pokok masalah pernikahan yang sangat luas. Dengan demikian, penulis membatasi pembahasan hanya pada pernikahan dini dan implikasinya terhadap keharmonisan rumah tangga. 2. Perumusan Masalah Secara teori batas usia minimal menikah yang telah diamanatkan dalam UndangUndang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 7 ayat (1) adalah bagi pria 19 tahun dan wanita 16 tahun. Namun praktik yang sering kali terjadi pada masyarakat Kecamatan Larangan Tangerang berbeda dengan teori sesungguhnya. Kerap kali calon pengantin mengabaikan peraturan batasan usia minimal menikah yang telah diatur dalam Undang-undang, yakni menikah dibawah umur 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita. Dari permasalahan tersebut penulis merincinya dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : 1. Faktor apa saja yang menyebabkan pernikahan dini di kecamatan larangan ? 2. Bagaimana implikasi pernikahan dini terhadap keharmonisan rumah tangga ?
6
C. Tujuan Penelitian Adapun
tujuan
dari
penelitian
ini
adalah
untuk
ikut
berpartisipasi
mengembangkan pikiran semampunya untuk mencoba menemukan, menganalisis dan memecahkan masalah-masalah yang timbul akibat pernikahan dini. Untuk lebih jelasnya tujuan dari penelitian skripsi ini, adalah : 1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan dini di kecamatan larangan. 2. Untuk mengetahui implikasi pernikahan dini terhadap keharmonisan rumah tangga.
D. Metodelogi Penelitian dan Teknik Penulisan 1. Pendekatan Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan menguraikan metode penelitian hukum sosiologis (sociolegal research) dan menggambarkan sistematis mengenai fakta di lapangan yang berhubungan dengan objek penelitian yaitu Implikasi pernikahan dini terhadap keharmonisan rumah tangga di Kecamatan Larangan Tangerang Banten. 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan pada wilayah hukum Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Larangan Tangerang Banten. Lokasi ini dipilih karena kalangan masyarakatnya yang tergolong maju dan juga lokasinya yang mudah terjangkau
7
karena letaknya yang strategis sehingga mempermudah penulis dalam melakukan penelitian. 3. Jenis dan Sumber Data Adapun jenis dan sumber data yang digunakan adalah: pertama, data primer, sumber-sumbernya berasal dari sumber-sumber pokok yang digunakan dalam kajian ini mencakup sumber primer yang berbicara mengenai perkawinan, UU No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, dan Instruksi Presiden No. 1 tahun 1991 tentang
Kompilasi Hukum Islam. Kedua, data sekunder didapat dari wawancara dan studi pustaka dengan cara membaca dan mempelajari literature-literature, teori, serta sumber lainnya yang relevan dengan penelitian ini, seperti jurnal yang terkait dengan penelitian, surat kabar, majalah dan sumber tertulis lainnya. a. Sumber Data 1. Informan Dalam penelitian ini penulis mendapatkan keterangan-keterangan yang diperoleh dari orang-orang yang telah diwawancarai. 2. Buku-buku yang digunakan berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: a. Buku-buku itu sangat erat kaitannya dengan masalah yang diteliti b. Buku-buku itu merupakan pendapat yang diyakini kebenarannya dalam bidang yang bersangkutan. c. Buku-buku itu ditulis oleh orang-orang yang ahli dalam bidang yang bersangkutan
8
Bahan-bahan tertulis yang didapat di Kantor Urusan Agama (KUA), kantor Kecamatan Larangan yang merupakan dokumentasi seperti yang telah disebutkan di atas sangat erat kaitannya dan sangat besar artinya dengan masalah yang sedang dihadapi atau masalah perkawinan di bawah umur dengan dampak yang ditimbulkan. 4. Teknik Pengumpulan Data Agar di dalam penelitian ini penulis mendapatkan hasil yang sesuai dengan variabel yang akan diteliti, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah library research (penelitian kepustakaan) dan wawancara. Adapun koresponden yang diwawancarai, yaitu: pelaku pernikahan dini, kepala KUA dan penghulu KUA Kecamatan Larangan, dan tokoh masyarakat sekitar. 5. Alat Analisis Data Seluruh data yang penulis peroleh dari kepustakaan dan wawancara diseleksi dan disusun, setelah itu penulis melakukan klasifikasi data. Setelah diklasifikasi lalu dianalisis, dalam hal ini data yang dikumpulkan penulis adalah kualitatif, maka teknik analisis data yang digunakan adalah content analysis (analisis isi), artinya menggambarkan sesuatu yang menjadi objek penelitian secara kritis melalui analisis isi yang bersifat kualitatif.3 Deskriptif dimaksudkan memberikan data yang seteliti mungkin keadaan dan gejala lainnya. Data-data yang telah terkumpul diperiksa kembali mengenai kelengkapan jawaban yang diterima, kejelasannya, konsistensi jawaban atau informasi yang biasa disebut editing.
3
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1984), h. 10.
9
6. Pedoman Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
E. Studi Terdahulu Fungsi Studi Terdahulu adalah untuk mengetahui apakah hal yang akan diteliti tersebut sudah pernah diteliti sebelumnya atau belum sama sekali. Oleh karena itu, untuk menjaga keorisinilan penelitian ini, penulis telah melakukan studi review terlebih dahulu pada skripsi-skripsi yang ada di Fakultas Syari’ah dan Hukum. Adapun studi terdahulu yang telah dilakukan oleh penulis antara lain kepada : “Pernikahan Usia Muda Terhadap Pembentukan Keluarga Sakinah; Studi kasus Kec Rajeg Kab Tangerang” yang ditulis oleh Ahmad Hidayat. Skripsi yang membahas masalah pernikahan dini yang terjadi di Kec Rajeg Kab Tangerang. Dalam skripsinya terdapat faktor-faktor penyebab pernikahan dini yang terjadi di Kec Rajeg Kab Tangerang antara lain : 1. Pemahaman masyarakat mereka tentang agama masih setengah-setengah dan penerapan ajaran agama masih sebatas ritual keagamaan dengan tidak diiringi pemahaman substansi dari nilai ajaran tersebut. 2. Tingkat pendidikan yang masih rendah mempengaruhi kesadaran mereka tentang aturan hukum yang berlaku. 3. Adanya penyimpangan untuk menyiasati aturan hukum yang berlaku, misalnya tentang batasan usia dalam perkawinan, langkah itu biasanya ditempuh untuk menghindari proses yang harus mereka lalui bila ingin melakukan perkawinan dibawah standar umur yang telah ditentukan.
10
Di Kec Rajeg ada 9 orang yang telah melakukan pernikahan dini yaitu dimulai usia 13-15 tahun. Dan jika dikaitkan dengan tujuan perkawinan yang sakinah wa rohmah, maka tidak dapat ditemukan karena 4 orang dari yang melakukan penikahan dini telah bercerai menginjak usia 2 tahun perkawinan mereka. “Perkawinan Di Bawah Umur Akibat Zina” yang ditulis oleh Heri Kusmiadi. Skripsi yang membahas tentang perkawinan yang disebabkan kehamilan diluar nikah (perzinaan) terlebih dahulu menurut fuqaha. Menurut Malikiyah dan Hanabilah pernikahan tersebut Haram, karena masih dalam masa iddah akibat perbuatannya. Sedangkan menurut Syafi’iyah dan Hanafiyah pernikahan tersebut Boleh dilakukan, baik oleh pria yang menzinainya atau orang lain, akan tetapi apabila wanita tersebut telah hamil maka tidak boleh menggaulinya sampai wanita tersebut melahirkan. “Tinjauan Hukum Islam dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Usia Perkawinan”, yang ditulis oleh Saepuddin, Konsentrasi Peradilan Agama 2005 sebanyak 66 halaman. Dalam skripsinya ia membahas tentang usia perkawinan menurut hukum Islam dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 serta ia juga melakukan perbandingan mengenai usia perkawinan sebelum dan setelah diberlakukannya Undang-undang perkawinan terhadap usia perkawinan di KUA Sawangan Depok Jawa Barat. Dari uraian diatas penulis dengan yakin bahwasanya kasus yang akan diteliti oleh penulis sangatlah berbeda dengan penelitian-penelitian yang sudah pernah dilakukan yang membedakannya adalah sebab-sebab terjadinya pernikahan dini dan menurut
11
lokasi dan tempatnya belum pernah ada yang meneliti di lokasi dan tempat yang akan penulis teliti. Oleh karena itu penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang akan penulis teliti layak untuk dilakukan.
F. Sistematika Penulisan Dalam sistematika penulisan skripsi ini, penulis membaginya kedalam lima Bab, yaitu : Bab I
: Berisi Pendahuluan yang menjelaskan Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian dan Teknik Penulisan, Studi Pendahuluan dan Sistematika Penulisan. Bab II : Tinjauan Umum Tentang Pernikahan Dalam Bab ini penulis akan membahas tentang kehidupan rumah tangga ideal menurut Islam, pengertian pernikahan dini, dan kriteria nikah dini. Bab III : Deskripsi Umum Kecamatan Larangan Dalam Bab ini penulis akan menguraikan gambaran umum, kondisi sosial, sarana dan prasarana Kecamatan Larangan. Bab IV : Kondisi Riil Pernikahan Dini di Kecamatan Larangan Tangerang Banten. Dalam Bab ini penulis akan membahas tentang faktor penyebab terjadi pernikahan dini di Kecamatan Larangan Tangerang Banten, analisa implikasi pernikahan dini terhadap keharmonisan rumah tangga di kecamatan larangan, dan juga solusi mengatasi pernikahan dini.
12
Bab V
: Merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan Saran.
Daftar Pustaka Lampiran-lampiran
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERNIKAHAN
A. Kehidupan Rumah Tangga Ideal Menurut Islam Kehidupan dalam rumah tangga dapat dikatakan ideal apabila keluarga tersebut bahagia, karena tujuan dari setiap orang yang membina rumah tangga adalah untuk mencari kebahagiaan hidup.1 Kebahagiaan dalam rumah tangga tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus melalui usaha-usaha yang tidak ringan. Menurut seorang psikolog Belanda bernama Chorus ada 3 (tiga) macam kebutuhan manusia yang harus dipenuhi untuk dapat hidup bahagia dan dapat melestarikan perkawinan, yaitu2 : 1. Kebutuhan vita biologis, yaitu: makanan, minuman, dan hubungan kelamin. 2. Kebutuhan sosial kultural, yaitu: pergaulan sosial, kebudayaan, dan pendidikan. 3. Kebutuhan methapysis atau religius, yaitu: agama, moral dan filsafat hidup. Ketiga kebutuhan itu saling kait-mengait, masing-masing saling mempengaruhi dan ketiganya harus terpenuhi untuk dapat hidup bahagia, aman, dan damai. Islam sebagai agama rohmatan lil’alamien memberikan konsep yang sangat idealis terhadap keluarga bahagia yaitu
Sakinah. Keluarga sakinah merupakan
konsep yang inspirasinya datang dari Al-Qur’an surat 30:21, yang berbunyi : 1
Ahmad Mubarok, Psikologi Keluarga, “Dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga Bangsa”, (Jakarta, the International Institute of Islamic Thought (IIIT) Indonesia dan PT Bina Rena Pariwara, 2005), cet. I, h. 143. 2
Tim Bagian Proyek Pembinaan Keluarga Sakinah, Membangun Keluarga Sakinah, (Bandung: Kanwil Depag provinsi jawa barat, 2004), h. 63-64.
13
14
“Dan di antara tanda-tanda kebesaran Allah adalah Dia menciptakan untukmu pasangan dari dirimu sendiri, supaya kamu merasa bahagia kepadanya, dan Dia menjadikan di antara kamu cinta kasih dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (Q.S. ArRum : 30:21).
Kata litaskunu ilaiha artinya supaya tenang. Maksudnya Tuhan menciptakan perjodohan bagi manusia agar yang satu merasa tenteram terhadap yang lain. Dalam bahasa Arab, kata sakinah di dalamnya terkandung arti tenang, terhormat, aman, penuh kasih sayang, mantap dan memperoleh pembelaan. Pengertian ini pula yang dipakai oleh Al-Qur’an dan hadits dalam kontek kehidupan manusia. Ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari ayat tersebut di atas yang sekaligus menggambarkan konsep keluarga sakinah di dalam agama Islam, yaitu :
1. Penyebutan suami-istri (berpasang-pasangan) dalam ayat tersebut adalah memakai kata Azwaj. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan mendasar antara suami dan istri. Keduanya terjalin hubungan kemitra sejajaran atau dalam kata lain tidak ada hubungan struktural (atas bawah) tetapi yang ada adalah hubungan fungsional (saling melengkapi).
15
2. Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara suami-istri adalah untuk
mewujudkan
“sakinah”
yaitu
ketenangan,
ketentraman
dan
kebahagiaan. 3. Dalam ayat tersebut juga disebutkan mawaddah (cinta kasih) dan rahmah (kasih sayang). Kedua kata ini menggambarkan jalinan yang sangat erat antara kedua bagian dari pasangan dan bahkan sulit dibedakan maknanya. Namun demikian tetap dapat dipisahkan, yaitu Mawaddah lebih berkonotasi biologis, sedangkan Rahmah lebih berkonotasi pshikologis. Dalam hal ini Mawaddah merupakan daya tarik yang terdapat dalam diri manusia sebagai makhluk biologis, yaitu kecendurungan untuk tertarik dan menarik lawan jenis. Sedangkan Rahmah merupakan daya tarik dalam diri manusia sebagai makhluk pshikologis, yaitu kecendurungan untuk menyayangi dan disayangi oleh sesama manusia.
Demi tercapainya kehidupan keluarga yang sakinah, dibutuhkan kemauan dan kemampuan mengatur dan mengelola kehidupan keluarga secara sadar, rasional dan terarah.
Sejatinya, untuk menuju keluarga yang sakinah, sebuah keluarga mesti menjalankan fungsi-fungsi keluarga sebagai berikut3 :
3
53.
Hendi Suhendi, Pengantar Studi Sosiologi Keluarga, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 45-
16
1. Fungsi Biologis Fungsi biologis berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan seksual suami isteri. Keberhasilan menjalankan fungsi biologis ini sangat mempengaruhi kelangsungan sebuah keluarga. Jika salah satu dari suami atau isteri tidak berhasil menjalankan fungsi biologisnya, maka sangat dimungkinkan keluarga tersebut akan mengalami keretakan yang sering kali berakhir dengan poligami atau perceraian bahkan perselingkuhan. 2. Fungsi Pendidikan Sosial Anak Keluarga bertanggung jawab memperkenalkan, menanamkan dan membina pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Dengan pendidikan sosial yang diberikan keluarga, anak diharapkan dapat berperan secara positif ditengah-tengah masyarakat. 3. Fungsi Afeksi Fungsi afeksi berkaitan dengan pemenuhan salah satu kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan rasa dicintai. Fungsi afeksi sangat diharapkan dapat diperankan oleh keluarga. Secara psikologis, tidak adanya kehangatan dan hubungan kasih sayang dalam suatu keluarga menjadi penyebab munculnya gangguan emosional, perilaku menyimpang dan bahkan kesehatan fisik bagi anggota keluarga biasanya, anak akan cenderung nakal jika kurang mendapat kasih sayang dan perhatian dalam keluarga. Begitu juga suami atau isteri yang memiliki wanita atau pria idaman lain (selingkuhan) lebih sering disebab kan karena kurangnya kehangatan kasih sayang dan perhatian dari pasangannya.
17
4. Fungsi Edukatif. Keluarga bertanggung jawab memberikan pendidikan kepada anggotanya. Sebagai guru pertama dalam mendidik anak, fungsi edukatif sesungguhnya telah dimulai dari sejak anak masih dalam kandungan, dan kemudian dilanjutkan pada masa bayi, kanak-kanak, remaja dan seterusnya. Sekalipun tanggung jawab keluarga untuk mendidik anak-anaknya ini dapat dibantu oleh lembaga pendidikan (sekolah), namun orang tua harus tetap mengadakan pendidikan dan pengawasan. 5. Fungsi Religius Agar anggota keluarga memiliki keyakinan dan kemantapan dalam beragama serta berperilaku yang baik (akhlakul karimah), maka keluarga bertanggung jawab memberikan pendidikan agama kepada seluruh anggotanya. 6. Fungsi Protektif Keluarga dengan fungsi protektifnya diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan perlindungan bagi para anggotanya, baik perlindungan fisik, ekonomi, maupun psikologis. 7. Fungsi Rekreatif Fungsi rekreatif bertujuan untuk memberikan suasana yang segar dan gembira dalam lingkungan. Untuk berkumpul dengan seluruh anggota keluarga, bercanda dan bahkan menjalankan beberapa aktifitas santai secara bersama-sama diharapkan mampu menghilangkan kepenatan setelah menjalankan rutinitas sehari-hari. Fungsi ini dijalankan untuk memberikan hiburan bagi anggota keluarga.
18
8. Fungsi Ekonomis Fungsi ekonomis berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga. Pada masa lalu, keluarga diposisikan sebagai tempat bekerja bagi para anggotanya, masing-masing anggota keluarga bekerja sesuai dengan tugasnya. Disamping untuk memenuhi kebutuhan sendiri dalam rumah tangganya, mereka juga memproduksi suatu barang yang kemudian dijual, dan ini merupakan sumber ekonomi keluarga. Kini, keluarga tidak lagi dijadikan tempat bekerja bagi para anggotanya. Masingmasing anggota keluarga telah memiliki keahlian yang berbeda, sehingga mereka memilih bekerja sendiri-sendiri sesuai dengan profesinya. Penghasilan dari masingmasing anggota keluarga yang bekerja inilah yang menjadi sumber kekuatan ekonomi keluarga. Dengan demikian, fungsi ekonomis pada keluarga dapat dijalankan dengan cara memberikan kesempatan bekerja bagi para anggotanya. 9. Fungsi Penentuan Status Keluarga telah memberikan serangkaian status kepada anggotannya. Status tersebut diberikan berdasarkan umur, urutan, kelahiran, dan sebagainya. Penentuan status berfungsi untuk menetapkan peran. Misalnya, jika seorang berstatus anak kecil, maka peran yang dimainkan pun harus sesuai dengan statusnya sebagai anak kecil. Begitu juga, seorang berstatus wanita dewasa maka ia akan berperan sebagai isteri atau ibu dalam keluarganya. Dari beberapa uraian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwasanya, yang dimaksud kehidupan rumah tangga yang ideal menurut Islam yaitu keluarga sakinah. Keluarga sakinah adalah kondisi yang sangat ideal dalam kehidupan keluarga dan
19
yang ideal biasanya jarang terjadi, oleh karena itu ia tidak terjadi begitu saja secara instant, tetapi perlu ditopang oleh pilar-pilar yang kuat dan kokoh, yang memerlukan perjuangan serta butuh waktu serta pengorbanan terlebih dahulu. Keluarga sakinah merupakan subsistem dari sistem sosial, bukan bangunan yang berdiri sendiri. Mengenai keluarga sakinah dari beberapa uraian di atas penulis pun merangkumnya pula menjadi beberapa pernyataan : 1. Keluarga sakinah adalah satu tingkatan keluarga yang sudah mampu melaksanakan fungsi-fungsi seperti yang telah di uraikan di atas. 2. Keluarga sakinah adalah keluarga yang dibina berdasarkan perkawinan yang sah. 3. Keluarga sakinah adalah keluarga yang mampu memenuhi hajad spiritual dan material yang layak. 4. Keluarga sakinah adalah keluarga yang mampu menciptakan cinta kasih dan kasih sayang (mawaddah wa rahmah), serasi, selaras dan seimbang.
B. Pengertian Pernikahan Dini Pernikahan dini merupakan sebuah frase, pernikahan dan dini. Pernikahan berasal dari kata “nikah”, yang mendapat awalan “per” dan akhiran “an”. Dalam bahasa Indonesia kata pernikahan semakna dengan kata perkawinan, yang berarti perbuatan
20
atau urusan kawin. Secara bahasa, nikah berarti menghimpun dan mengumpulkan.4 Sedangkan dini berarti pagi sekali, sebelum waktu, lebih awal dari ketentuan.5 Menurut pendapat Hurlock seorang ahli psykology, bahwa masa dini adalah masa dimana seseorang mencari jati diri atau masa penyesuaian diri terhadap pola kehidupan dan harapan baru seperti menjadi suami, isteri, bapak dari anak atau kepala rumah tangga dan lain-lain. Dan pada masa ini masih rentan terhadap hal-hal yang baru atau masa ingin coba-coba atau mencoba sesuatu. Pada umumnya masa dini atau masa penyesuaian ini relatif pada umur 19 (sembilan belas) tahun kebawah.6 Menurut Zakiah Daradjat bahwa masa remaja atau masa dini adalah masa bergejolaknya bermacam-macam perasaan, yang kadang-kadang satu sama lain bertentangan sehingga remaja terombang-ambing antara berbagai gejolak emosi yang saling bertentangan.7 Menurut Bahroji yang menjabat sebagai penghulu di KUA Kecamatan Larangan melalui hasil wawancara yang penulis lakukan, pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh salah satu calon atau keduanya belum memenuhi syarat umur yang ditentukan memenuhi syarat umur yang ditentukan dalam Undang-undang No. 1 4
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam “Nikah”, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), cet. Ke-2, jilid 4, h. 32. 5
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), Balai Pustaka,
hal. 207 6
Hurlock Elisabeth B., Development psychology: A life Span Aparoach, fifth edition, Psykology Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Tentang Kehidupan, edisi V Istiwidiyanti dan Soejarwo (terjemahan), (Jakarta: Erlangga, 1980) h. 20, cet. I. 7
Tim Bagian Proyek Pembinaan Keluarga Sakinah, Membangun Keluarga Sakinah, (Bandung: Kanwil Depag provinsi jawa barat, 2004), h. 123.
21
tahun 1974 tentang Perkawinan, maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam hal ini pasal 7 ayat (1) Undang-undang No. 1 tahun 1974, yaitu perkawinan hanya di izinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 16 tahun, sehingga di perlukan izin dari orang tua dan persetujuan Pengadilan Agama untuk melangsungkan pernikahan.8 Yang menjadi tolok ukur kapan seseorang diperbolehkan melakukan perkawinan adalah baligh (dewasa) yaitu ketika seorang laki-laki telah mengeluarkan air mani dan menstruasi bagi seorang wanita, jika dilihat dari segi umur, memang tanda-tanda seperti ini, masing-masing orang berbeda-beda saat datangnya. Namun dapat diambil kesimpulan dari beberapa hadits yang ada, bahwasanya seseorang mengalami tandatanda kedewasaan pada usia 15 tahun bagi laki-laki karena biasanya pada usia tersebut anak laki-laki telah mengeluarkan air mani melalui mimpi, dan 9 tahun bagi anak perempuan karena pada usia tersebut biasanya anak perempuan telah mengalami menstruasi (haid).9 Di dalam kitab-kitab fiqh klasik atau yang sering disebut dengan kitab kuning menyebut pernikahan dini atau kawin belia dengan istilah nikah ash-shogîr/ashshogîrah. Sementara kitab-kitab fiqh baru menyebutnya dengan istilah az-zawaj al-
8
Wawancara pribadi dengan Bahroji di Kantor Urusan Agama Kecamatan Larangan, 3 Februari 2010. 9 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta, PT RajaGrafinda Persada, 2003), h. 82.
22
mubakkir (perkawinan dini).10 Pengertian lain disebutkan bahwa pernikahan dini adalah pernikahan laki-laki atau perempuan yang belum baligh.11 Apabila baligh tersebut ditentukan dengan tahun, maka pernikahan dini adalah pernikahan di bawah usia 15 tahun menurut mayoritas ahli fiqh, dan di bawah 17/18 tahun menurut Abu Hanifah dan Imam Malik12. Namun analisa tentang masalah usia pernikahan ini banyak sekali perbedaan pendapat.
C. Kriteria Nikah Dini Seperti yang telah penulis jabarkan di atas, berbicara masalah kriteria nikah dini berarti berbicara masalah batasan usia dalam pernikahan. Pada dasarnya masalah pernikahan merupakan urusan hubungan antar manusia (muamalah) yang oleh agama hanya diatur dalam bentuk prinsip-prinsip umum. Tidak adanya ketentuan agama tentang batas usia minimal untuk menikah. Oleh karena itu, hal ini dapat dianggap sebagai suatu rahmat, maka kedewasaan untuk menikah merupakan termasuk masalah ijtihadiah, dalam arti kata diberi kebebasan dan kesempatan untuk berijtihad pada usia berapa seseorang pantas untuk menikah. Dalam nash (Al-Qur’an dan hadits) tidak terdapat ketentuan yang eksplisit menetapkan batasan usia minimal nikah. Hanya saja para ulama madzhab sepakat
10
Husein Muhammad, Fiqh Perempuan: Refleksi Kiai Atas Wacana Agama dan Gender, (Yogyakarta: Lkis, 2001), h. 67. 11
12
Ibid.
Helmi Karim, “Kedewasaan untuk Menikah”, dalam Chuzaemah T. Yano dan Hafiz Anshary (ed), Problematika Hukum Islam Kontemporer, h. 84
23
bahwa baligh merupakan salah satu syarat dibolehkannya perkawinan, pada laki-laki baligh ditandai dengan ihtilam (mimpi basah/nocturnal emission), yakni keluarnya sperma (air mani) baik dalam mimpi maupun dalam keadaan sadar, sedangkan pada perempuan ketentuan baligh ditandai dengan menstruasi (haid). Jika tidak terdapat indikasi-indikasi tersebut, maka baligh atau balighah dapat ditentukan berdasarkan usia. Pada umumnya para fuqaha, tidak memberikan batas usia perkawinan yang tegas. Pendapat mereka lebih mengarah pada tanda-tanda fisik dan puberitas biologis, seperti mulai tumbuhnya bulu-bulu halus dibagian tubuh tertentu dan telah mengeluarkan mani bagi laki-laki atau telah mengalami menstruasi bagi perempuan. Akan tetapi pada masa sekarang datangnya mimpi basah sering tidak sejalan dengan telah cukup matangnya pikiran sehingga generasi pada masa sekarang banyak yang telah memiliki kemampuan secara seksual tapi belum memiliki kemampuan berfikir.13 Muhammad Rasyid Ridha, seperti yang dikutip Helmi Karim, mengatakan, bahwa bulugh al-nikah berarti sampainya seseorang pada umur menikah, yakni sampai bermimpi. Pada usia itu (sampai mengalami mimpi basah) katanya seseorang telah dapat melahirkan anak dan menurunkan keturunan, sehingga tergerak hatinya untuk melangsungkan pernikahan dan pada umur segitu juga seseorang telah dibebankan hukum-hukum agama, seperti ibadah, muamalah serta dapat dikenakan hudud. Oleh
13
M. Fauzil Adhim, Indahnya Pernikahan Dini, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 47.
24
karena itu, rusyd adalah kepantasan seseorang dalam bertasharruf serta mendatangkan kebaikan dan hal ini juga dapat dikatakan sebagai telah sempurnanya akal. Menurut ulama Syafi’iyyah, rusyd-nya anak kecil adalah apabila telah tampak kebaikan tindakannya dalam persoalan agama dan harta benda.14 Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah menentukan bahwa seseorang dapat dikatakan telah dewasa apabila ia telah berumur 15 tahun.15 Abu Hanifah berpendapat bahwa kedewasaan itu datangnya pada umur 19 tahun bagi laki-laki dan 17 tahun bagi perempuan. Sedangkan Imam Malik menetapkan kedewasaan seseorang pada umur 18 tahun baik bagi laki-laki maupun perempuan.16 Menurut Yusuf Musa, usia dewasa itu setelah seseorang berusia 21 tahun. Hal ini dikarenakan pada zaman modern sekarang diperlukan persiapan yang matang, sebab mereka masih kurang pengalaman hidup dan masih dalam proses belajar. Menurut Quraish Shihab, seseorang telah dewasa dan dianggap telah mampu untuk melakukan pernikahan setelah ia berumur 25 tahun.17 Senada dengan para fuqaha, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagaimana yang dikutip oleh Saepuddin, juga tidak tegas dalam memberikan batasan usia perkawinan. 14
Helmi Karim, “Kedewasaan Untuk Menikah”, dalam Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary (ed.), Problematika Hukum Islam Kontemporer, h. 81. 15
M. Jawad Mughinyah, Fiqh Lima Madzhab, Jilid II, Alih bahasa Afif Muhammad, (Jakarta: Basrie Press, 1994), h. 317. 16
Helmi Karim, “Kedewasaan Untuk Menikah”, dalam Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary (ed.), Problematika Hukum Islam Kontemporer, h. 84. 17
Andi Syamsu Alam, Usia Ideal Untuk Kawin, (Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat bekerjasama dengan Kencana Mas Publishing House, 2006), h. 56.
25
MUI hanya memberikan dua kriteria sebelum melangsungkan perkawinan, yaitu spiritual dan material. Secara spiritual dimaksudkan agar di dalam (pernikahan) dapat diperoleh ketenangan dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan berkembangnya cinta dan kasih sayang. Adapun secara material merupakan kesangggupan membayar mahar dan memberikan nafkah keluarganya.18 Berbeda dengan fiqh madzhab, UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan secara tegas menyebutkan batasan minimal usia perkawinan. Hal ini terdapat pada pasal 7 ayat (1) yang menyatakan bahwa, “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun”. Batasan yang telah diberikan Oleh UU Perkawinan masih lebih tinggi dibandingkan dengan ketentuan yang diberikan oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW), dalam BW dinyatakan bahwa pihak pria harus telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan telah mencapai 15 (lima belas) tahun bagi wanita.19 Seperti yang telah penulis uraikan di atas, masalah batasan usia dalam pernikahan banyak perbedaan pendapat, memang sangat sulit untuk menentukan masalah pemabatasan usia dalam pernikahan, karena masing-masing orang memiliki perbedaan pendapat tentang batasan usia, dan juga mengenai definisi nikah dini banyak pendapat yang mendefinisikan nikah dini itu pada usia berapa, namun untuk 18
Saepuddin, Tinjauan Hukum Islam dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Usia Perkawinan, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), h. 32. dan lihat juga pada MUI dan UNICEV, Ajaran Islam dan Penangulangan Perkawinan Usia Muda, (jakarta: 1991), h. 14. 19
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermassa, 2003), h. 23.
26
masalah keriteria nikah dini penulis mengikuti peraturan yang ada di Indonesia, yaitu Undang-undang No 1 Tahun 1974 pasal 6 ayat (2) dan pasal 7 ayat (1) dan (2). Dalam pasal 6 ayat (2) dirumuskan bahwa usia ideal menikah adalah 21 tahun. Sedangkan bagi yang usianya di bawah 21 tahun harus mendapatkan izin dari orang tua terlebih dahulu sebagaimana telah diatur oleh pasal 6 ayat (2). Jika bagi calon pasangan pengantin yang ingin melangsungkan pernikahan namun masih di bawah usia 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita harus meminta, mengurus dan mendapatkan dispensasi nikah dari Pengadilan Agama (PA), sebagaimana telah diatur dalam pasal 7 ayat (2).20 Dari undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal 6 ayat (2) dan pasal 7 ayat (1) dan (2) inilah yang melandaskan penulis berkesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pernikahan dini (nikah muda) adalah pernikahan yang di lakukan di bawah usia 21.
20
Untuk lebih jelas dan rincinya dapat dilihat di UU No. 1 Tahun 1974 pasal 6 ayat (2) dan pasal 7 ayat (1) dan (2)
BAB III DESKRIPSI UMUM KECAMATAN LARANGAN
A. Gambaran Umum Kecamatan Larangan merupakan salah satu dari 13 (tiga belas) kecamatan yang berada di Kota Tangerang. Larangan adalah sebuah kecamatan yang berada di Kota Tangerang, Provinsi Banten, Indonesia. Dengan batasan sebagai berikut :
Sebelah Utara
Sebelah Selatan :
Kabupaten Tangerang
Sebelah Barat
Kecamatan Ciledug
Sebelah Timur :
:
:
DKI Jakarta
DKI Jakarta
Larangan sebelum menjadi kecamatan yang berdiri sendiri seperti sekarang ini, Larangan dulunya merupakan pemekaran dari Kecamatan Ciledug yang dimekarkan menjadi beberapa kecamatan. Pertama kali pemekaran menghasilkan Kecamatan Pondok Aren, kemudian Kecamatan Karang Tengah, Kecamatan Pinang dan Kecamatan Larangan. Secara administratif Kecamatan Larangan terbagi menjadi 8 Kelurahan, 369 Rukun Tetangga (RT) dan 85 Rukun Warga (RW). Menurut data yang penulis dapatkan dari Kantor Kecamatan Larangan, rincian jumlah RT dan RW di Kecamatan Larangan per kelurahan sebagai berikut :
27
28
No.
Kecamatan Larangan
RT
RW
1.
Kelurahan Gaga
55
15
2.
Kelurahan Cipadu Jaya
53
8
3.
Kelurahan Kereo Selatan
26
8
4.
Kelurahan Cipadu
52
8
5.
Kelurahan Kereo
40
13
6.
Kelurahan Larangan Indah
50
10
7.
Kelurahan Larangan Utara
45
11
8
Kelurahan Larangan Selatan
48
12
Jumlah 369 Kecamatan Larangan memiliki luas daerah 939,73 Ha.
85
B. Kondisi Sosial Jumlah penduduk Kecamatan Larangan adalah 126.039 jiwa dengan jumlah kepala keluarga yaitu berjumlah 31.622 KK. Dari jumlah tersebut menunjukkan bahwa jumlah jiwa per KK adalah 3 jiwa per KK. Adapun perbandingan laki-laki dan perempuan hampir merata yaitu laki-laki 63.385 jiwa sedangkan jumlah penduduk perempuan 62.654 jiwa. Kepadatan penduduk kecamatan mencapai 13.412 jiwa/km2, hal ini menunjukkan bahwa kecamatan ini dapat digolongkan kawasan perkotaan karena melebihi 50 jiwa/ha. Berdasarkan tingkat pendidikannya, 55% kepala keluarga minimal berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau lebih dan selebihnya hanya sampai dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan ada yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD). Tingkat pendidikan tersebut tersebar merata di tiap kelurahan.
29
Berikut adalah jumlah Kepala Keluarga berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan Larangan dirinci per Kelurahan
No.
Kecamatan Larangan
Tingkat Pendidikan Tidak Tamat Tamat Jumlah Tamat SD SD – SLTP SMU+ 528 969 1.971 3.497
1.
Kelurahan Gaga
2.
Kelurahan Cipadu Jaya
151
667
1.681
2.499
3.
Kelurahan Kereo Selatan
621
802
955
2.378
4.
Kelurahan Cipadu
819
1.279
1.370
3.468
5.
Kelurahan Kereo
236
919
1.654
2.809
6.
Kelurahan Larangan Indah
195
759
1.654
2.608
7.
Kelurahan Larangan Utara
355
1.205
1.640
3.200
8.
Kelurahan Larangan Selatan
263
704
2.121
3.088
3.168
7.333
13.046
23.547
Jumlah
Kecamatan Larangan memiliki kepadatan cukup tinggi, terutama di Kelurahan Gaga yang mencapai 200 jiwa/ha. Akan tetapi rata-rata jumlah orang per kepala keluarga masih tergolong ideal yaitu 4 orang per kepala keluarga. Sebagian besar dari penduduk tersebut memiliki pendidikan setingkat SLTA atau lebih, yaitu mencapai 55 %. Kecamatan Larangan memiliki kuantitas usia kerja dengan prosentase relatif besar bila dibandingkan dengan usia non-kerja, sehingga satu orang usia kerja menanggung tidak sampai satu orang usia non-kerja.
30
C. Sarana dan Prasarana Berikut adalah Jumlah Fasilitas perkotaan di Kecamatan Larangan dirinci per Kelurahan : No.
Infrastruktrur
Kecamatan Larangan 3 4 5 6
1
2
2
3
7
4
4
2
4
1
2
Jumlah
7
8
5
5
5
35
9
3
6
3
30
Fasilitas Pendidikan
2.
Taman kanakkanak SD
3.
SLTP
-
1
1
2
1
1
1
1
8
4.
SLTA
-
-
1
-
1
-
-
-
2
5.
SMK
-
-
-
-
-
-
-
1
1
6.
Perguruan Tinggi
-
-
-
-
1
-
-
-
1
7.
Pesantren/Diniyah
-
-
-
-
-
-
-
2
2
-
-
1
1
1
-
1
2
6
-
2
-
9
-
-
-
-
11
4 15 -
3 5 -
3 10 -
5 14 1
6 13 -
3 4 -
6 12 -
6 10 -
36 83 1
2 2 -
1 1 -
1 1 1
1 5 1
2 2 -
1
1 3 1
1 1
8 15 5
-
-
-
1
-
1
-
-
2
8 -
4 1
1 1
11 1
8 2
8 2
21 2
6 -
67 9
15 -
196 -
2 312
1
2 10 2
2 25 1
45 1
150 2
40 1
6 793 8
4
-
2
3
-
1
3
7
20
1.
Madrasah Ibtidaiyah 9. Kursus Fasilitas Peribadatan 1. Masjid 2. Mushola 3. Gereja Fasilitas Kesehatan 1. RS Bersalin 2. Balai Pengobatan 3. Puskesmas Puskesmas 4. Pembantu 5. Posyandu 6. Apotik Fasilitas Perdagangan 1. Pasar 2. Toko/Warung 3. Toserba/Swalayan Restoran/Rumah 4. Makan 8.
31
Kecamatan Larangan dengan angka Keterangan : 1
= Kelurahan Gaga
2
= Kelurahan Cipadu Jaya
3
= Kelurahan Kereo
4
= Selatan Kelurahan Cipadu
5
= Kelurahan Kereo
6
= Kelurahan Larangan Indah
7
= Kelurahan Larangan Utara
8
= Kelurahan Larangan Selatan
Berdasarkan jumlah fasilitas perkotaan di Kecamatan Larangan yang dapat dilihat di atas menunjukkan kecamatan ini sudah berkembang menjadi kawasan perkotaan. Jenis fasilitas pendidikannya sudah lengkap dan sudah mencapai perguruan tinggi. Demikian halnya dengan kondisi fasilitas perdagangannya sudah meliputi pasar tradisional sampai dengan toserba/swalayan. Fasilitas-fasilitas tersebut juga sudah tersebar merata di seluruh Kelurahan.
BAB IV KONDISI RIIL PERNIKAHAN DINI DI KECAMATAN LARANGAN TANGERANG BANTEN
A. Faktor Penyebab Pernikahan Dini Setelah penulis melakukan wawancara dengan para responden, dan informan, secara umum dapat dikemukakan faktor penyebab terjadinya pernikahan dini di Kecamatan Larangan Tangerang Banten di antaranya adalah : 1. Pergaulan Bebas Pergaulan anak muda ditengah masyarakat di Era globalisasi sekarang ini telah banyak yang meniru berbagai pola pergaulan orang-orang barat. Dimana mereka tidak lagi begitu peduli dengan norma adat dan norma agama yang mereka anut. Biasanya anak muda pada era ini sebelum menuju pernikahan mereka telah saling kenal dan punya hubungan kedekatan yang dalam istilah trend anak muda sekarang dikatakan pacaran. Aktifitas berpacaran ini mempunyai dampak terhadap kehidupan generasi muda sekarang, yaitu tidak adanya pembatas antara seorang perempuan dan laki-laki yang belum terikat dengan perkawinan. Sehingga pasangan muda-mudi yang terlibat dengan aktifitas pacaran ini seringkali terjerumus kepada perbuatan zina dan akhirnya hamil di luar nikah. Selain itu salah satu akibat negatif globalisasi terhadap generasi muda khususnya generasi muda Islam adalah mendangkalkan pandangan-pandangan manusia dan komunitas pada cara memandang agama, kehidupan dan cara hidup. Homogenisasi
32
33
budaya (beragam budaya) merupakan isu global yang makin menjebak masyarakat dunia pada faham serba secular westernized (faham kebarat-baratan yang memisahkan antara urusan dunia dan akhirat). Berbagai tayangan media informasi, baik televisi, radio, internet, handphone, vidio kaset, compak disk, VCD, surat kabar, tabloid, majalah, dan buku-buku yang penuh dengan pornografi dan porno aksi yang banyak beredar di masyarakat, juga memiliki kontribusi pemicu terjadinya pergaulan bebas di kalangan generasi muda. 2. Ekonomi Kesulitan ekonomi yang menimpa orang tua keluarga pasangan yang menikah di bawah umur juga salah satu faktor dominan yang menyebabkan mereka menikah di bawah umur. Ketika orang tua miskin maka ia ingin anaknya cepat menikah dan dapat lepas tanggung jawabnya sebagai orang tua. Si anak juga tidak tega membiarkan orang tua menderita beban berat, maka ia dengan rela dinikahkan oleh orang tuanya. 3. Pendidikan Pendidikan yang rendah juga mempengaruhi anak muda untuk segera menikah, logika mereka karena tidak lagi sekolah atau putus sekolah lebih baik segera menikah, untuk apa di tunggu-tunggu karena nantinya juga akan menikah. Karena pendidikan yang rendah mereka tidak memahami akan dampak dari pernikahan dini. Dan karena pendidikan rendah pula mereka tidak paham dan tidak mengetahui undang-undang perkawinan.
34
4. Budaya Faktor budaya yang dimaksud adalah kebiasaan beberapa masyarakat sekitar, yang cenderung cepat-cepat menikahkan anaknya agar si anak cepat punya pendamping hidup, sehingga orang tua pun cepat memiliki cucu. selain itu juga orang tua tidak ingin anaknya menjadi perawan tua. Selain faktor penyebab di atas, karena adanya lamaran dari orang-orang yang disegani dan orang tua takut tidak dapat lagi calon menantu yang sebaik itu, karena unsur materi yang ingin anaknya berbahagia jika sudah menikah (besanan dengan orang kaya mengharapkan dapat tertolong) juga merupakan salah satu faktor penyebab pernikahan dini.1 Faktor lain yaitu adanya peluang bagi para remaja yang masih di bawah umur untuk melangsungkan pernikahan karena Undang-undang No. 1 Tahun 1974 memberikan dispensasi. Ketentuan ini dijelaskan dalam pasal 6 ayat (2) dan 7 ayat (1) dan (2). Dalam pasal 6 ayat (2) dirumuskan bahwa usia ideal menikah adalah 21 tahun. Sedangkan bagi yang usianya dibawah 21 tahun harus mendapatkan izin dari orang tua sebagaimana yang diatur oleh oleh pasal 6 ayat (2). jika bagi calon pasangan pengantin yang ingin melangsungkan pernikahan namun masih di bawah usia 19 (Sembilan belas) tahun bagi pria dan 16 (enam belas) tahun bagi wanita harus meminta, mengurus dan mendapat dispensasi nikah dari pihak yang berwenang dalam
1
Dadang Hawari, dkk, Persiapan Menuju Perkawinan yang Lestari, (Jakarta: Pustaka Antara, 1996) hal. 42.
35
hal ini Pengadilan Agama (PA), sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 7 ayat (2).
B. Analisa Implikasi Pernikahan Dini Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga Setelah penulis melakukan wawancara dengan bapak Sodri Kurniawan S.Ag. (kepala KUA merangkap penghulu di Kecamatan Larangan), Bahroji (penghulu di Kecamatan Larangan), dan ustadz Muhammad Yunus S.Ag. selaku salah satu tokoh pemuka agama di Kelurahan Kreo Selatan Kecamatan Larangan, beserta para pelaku pernikahan dini di Kecamatan Larangan, berkaitan dengan pernikahan dini yang terjadi di Kecamatan Larangan dan bagaimana implikasinya, penulis mendapatkan kesimpulan dan membagi implikasi pernikahan dini menjadi dua, yaitu: a. Implikasi Positif Melakukan pernikahan pada usia dini dapat mencegah kebiasaan anak muda pada era globalisasi seperti sekarang ini sebelum menuju pernikahan, yang dalam istilah trend anak muda sekarang, kebiasaan tersebut dikatakan pacaran, dan terhindar dari perbuatan zina. b. Implikasi Negatif 1. Mudah Terjadi Perceraian Sukar untuk mencari data perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang masih di bawah umur, karena kebanyakan dari pelaku perkawinan di bawah umur melakukan manipulasi umur sebelum perkawinan berlangsung.
36
Berdasarkan informasi yang penulis peroleh melalui wawancara dengan bapak Sodri Kurniawan S.Ag. (kepala KUA merangkap penghulu Kecamatan Larangan) dan Bahroji (penghulu di Kecamatan Larangan), dapat dijelaskan, bahwa sebagian besar perkawinan yang dilakukan pada usia muda, di Kecamatan Larangan maupun di tempat-tempat lainnya, biasanya berakhir dengan perceraian. Dari hasil wawancara penulis terhadap para pelaku pernikahan dini, penulis mendapatkan 4 pasang dari 10 pelaku pernikahan dini melalui wawancara peribadi atau 40% telah bercerai dan 1 orang sudah berpisah tapi belum bercerai, beberapa di antaranya masih tetap bertahan dengan keadaan rumah tangga yang tidak harmonis karena sering bertengkar. Fiman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 19 :
“kalau kamu membenci mereka (isterimu) itu, maka hendaklah kamu sabar dan jangan segera menjatuhkan talak, karena boleh jadi kamu membenci akan sesuatu, sedangkan Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya”.
Firman Allah di atas menjelaskan bagi para pasangan harus senantiasa bersabar. Namun bagi pasangan yang menikah pada usia muda, kemungkinan untuk bersabar akan kecil sekali, karena mereka belum matang dalam berumah tangga, dan juga tingkat emosional mereka masih labil, yang menyebabkan pasangan muda seringkali bertengkar tak dapat dipungkiri dalam pertengkaran tersebut acap kali dibumbui dengan kekerasan.
37
Diakui oleh Asriany seorang cleaning service melalui wawancara, faktor dari perceraian mereka salah satu di antaranya, mereka saling bertengkar dam di tengah pertengkaran tersebut acap kali Asriany mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya.2 Tidak hanya di Kecamatan Larangan Tangerang Banten di Kota-kota lainpun pernikahan dini menjadi penyebab perceraian. Contoh Kota Bogor, pernikahan dini menjadi penyebab meningkatnya jumlah perceraian di Kota Bogor. Dalam kurun waktu dua bulan (Januari sampai dengan Februari) tahun 2010, secara umum mencapai lebih dari 200 kasus.3 2. Pendidikan Anak Terlantar Keluarga yang broken home akibatnya banyak anak yang terlantar seperti : kurang mendapatkan pendidikan dan kurangnya kasih sayang yang didapat dari orang tua, yang mengakibatkan anak mengalami depresi, prustasi, putus asa, dekadensi, moral, sehingga anak di tengah masyarakat hanya akan mengganggu ketentraman masyarakat banyak, seperti mengkonsumsi narkoba, meminum minuman keras, dan melakukan berbagai penyakit masyarakat lainnya. 3. Keadaan Sosial Ekonomi Hancur Faktor ekonomi termasuk faktor yang dominan dalam menentukan penyebab terjadinya perceraian. Pasangan di bawah umur jelas masih rendah kemampuannya
2
3
Wawancara pribadi dengan Asriany di tempat tinggal Asriany, 8 Mei 2010.
Surat Kabar Dialog, Pernikahan Dini Penyebab Tingginya Perceraian (Redaksi dan Tata Usaha : JL. Binawarga No. 4 Kalibata. Jakarta, Kamis 8 – Rabu 14 April 2010) hal. 11.
38
dalam mencari nafkah. Untuk mencari nafkah memerlukan ketabahan, pengalaman, pendidikan, dan rasa kemandirian. Lelaki muda biasanya tidak memenuhi syarat untuk itu. Mereka kurang tabah, tidak berpengalaman, pendidikan masih rendah dan belum ada kemandirian. Sedangkan kemajuan dunia moderen menghendaki kata gesit dalam mencari nafkah. Kebutuhan semakin hari semakin banyak, sedangkan untuk mencari nafkah, jalan bagi mereka yang belum memenuhi syarat di atas biasanya agak tertutup. Ini menyebabkan terjadinya pertengkaran suami isteri yang masih muda itu. Keadaan ekonomi sudah hancur, saling pengertian tidak ada pula, akhirnya kedua pasangan yang katanya pada waktu memulai pernikahan itu saling mencintai, akhirnya pecah berantakan. Jadi faktor ekonomi menjadi penyebab perceraian itu, betul-betul menjadi dampak pernikahan dini. Dari hasil wawancara penulis terhadap sepuluh orang pelaku pernikahan dini di Kecamatan Larangan, empat orang dari sepuluh pelaku atau 40% tidak memiliki pekerjaan atau hanya sebagai ibu rumah tangga saja, sisanya ada yang berprofesi sebagai buruh pabrik, cleaning service, sales, penjaga toko dan pegawai swasta, dengan pasangan mereka empat orang atau 40% tidak memiliki pekerjaan tetap dan salah satu dari empat orang tersebut masih berstatus sebagai mahasiswa, sisanya ada yang berprofesi sebagai security, dan pegawai swasta. 4. Menimbulkan Perpecahan Keluarga Yang dimaksud dengan perpecahan keluarga di sini ialah seperti yang telah di uraikan di atas, perpecahan bisa terjadi antara suami dan isteri, atau antara keluarga
39
pihak suami atau pihak isteri. Akibat pernikahan di bawah umur mereka tidak dapat hidup rukun apalagi dengan sering adanya hasutan dan intervensi dari pihak ketiga (pihak keluarga), akhirnya mereka tidak dapat melaksanakan tugas dan kewajiban dengan sepenuhnya. Implikasi negatif tersebut di atas, diakui oleh para pelaku (yang menikah pada usia muda) yang berhasil penulis wawancarai. Selain implikasi-implikasi negatif yang telah diuraikan di atas, penulis juga mengkualifikasikan fakta-fakta empiris dari berbagai persfektif berkaitan dengan implikasi pernikahan yang dilakukan di bawah umur yang disadur dari berbagai sumber antara lain : Usia ibu mempengaruhi aspek psikologis si anak karena usia ibu yang masih remaja sebenarnya belum siap untuk menjadi seorang ibu, dalam artian mempunyai keterampilan untuk mengurusi anaknya. Pada ibu muda yang lebih menonjol adalah sifat keremajaannya dari pada sifat keibuannya. Sifat keremajaan itu antara lain: emosi belum stabil, belum mempunyai pemikiran matang, masa depan yang mantap, masih dalam masa transisi yang penuh dengan gejolak4 dan belum dapat dipertanggung jawabkan sebagai suami-isteri apalagi sebagai orang tua (ayah dan ibu).5
4
Djamaluddin Ancok dan Fuat Nasrori Suroso, Psikologi Islami; Solusi Islam atas Problemproblem Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), h. 28. 5
Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1999), h. 251.
40
Pada usia 16-19 tahun biasanya belum mempunyai kemampuan secara ekonomi yang mapan, keterampilan mereka belum memadai dan mencukupi untuk bekal bekerja. Jika dikaitkan pada usia tersebut yang dimana masih dalam masa sekolah, berarti mereka mengandalkan ijazah SMP atau SMU/A untuk mendapatkan pekerjaan, hal ini sangatlah kecil kemungkinannya. Biasanya pilihan pekerjaan pada usia muda dilakukan dengan bekerja serabutan, seperti menjadi kuli bangunan, tukang becak, buruh pabrik atau buruh tani. Pilihan pekerjaan kasar tersebut dapat dimaklumi, sebab kebutuhan mendesak yang harus seera dipenuhi untuk membiayai hidup. Biasanya upah yang mereka peroleh kurang mencukupi, apalagi jika harus menanggung semua beban hidup rumah tangganya6. Kehamilan pada usia muda, yaitu di bawah usia 20 tahun sangatlah berisiko, karena pertumbuhan linier (tinggi badan) pada umumnya baru selesai pada usia 16-19 tahun dan dilanjutkan dengan perkembangan rongga panggul setelah selesai pertumbuhan linier, yaitu setelah seorang remaja mencapai usia 20 tahun7. Sehingga kehamilan di bawah usia 20 tahun sangat berisiko, karena dapat menyebabkan kesulitan ketika persalinan yang akan mendatangkan risiko, baik terhadap bayi yang dilahirkan maupun kepada ibu yang melahirkan.8
6
Najlah Naqiyah, Otonomi Perempuan, (Jakarta: Bayumedia publishing, 2005), h. 10.
7
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKMUI, Gizi dan Kesehatan Masyarakat, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 250. 8
Sururi, dkk., Pendidikan Kesehatan Reproduksi; Bagi Calon Pengantin, (Jakarta: Fatayat NU, 2007), h. 53.
41
Kehamilan pada remaja putri usia 15 hingga 19 tahun, kemungkinan akan mengalami pre-eklamsia, yaitu naiknya tekanan darah yang melampaui batas normal yang diikuti kejang-kejang. Risiko persalinan macet karena besar kepala anak tidak dapat diakomodasi oleh rongga pinggul yang belum berkembang secara sempurna. Persalinan dengan robekan vagina menembus hingga ke kantung kemih atau ke dubur yang dapat menyebabkan komplikasi kerusakan otak janin dan yang terberat lagi adalah kematian ibu atau anak.9 Anak yang dilahirkan dari remaja putri lebih rentan untuk lahir premature yang memiliki berat badan lebih rendah dan mengalami gangguan pertumbuhan maupun kecacatan.10 Kehamilan pada usia muda mengakibatkan keburukan bagi kesehatan ibu dan anak, karena faktor gizi ibu kurang terpenuhi. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan pada tahun 1995, 55 % ibu hamil mengalami anemia. Hal ini, besar kemungkinan disebabkan karena kekurangan gizi.11 Berdasarkan uraian di atas, penulis berkesimpulan bahwa pernikahan dini memiliki dua implikasi, yaitu: positif dan negatif. Implikasi negatif dari pernikahan yang dilakukan pada usia dini lebih besar ketimbang implikasi positifnya, atau bisa disebut
juga
mudhorotnya
9
(kerugian)
lebih
besar
ketimbang
fadhilahnya
Hotnidah Nasution, Pernikahan Dini dan Perceraian, (Tesis S2 Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), h. 47. 10
Ibid. h. 47.
11
Ibid. h. 46.
42
(keuntungan). Salah satu di antaranya dampak negatif dari pernikahan yang dilakukan pada usia dini adalah menyebabkan keluarga yang tidak harmonis, bahkan berakhir dengan perceraian. Terbukti dengan hasil wawancara penulis terhadap sepuluh orang pelaku pernikahan dini di Kecamatan Larangan empat orang atau 40% telah resmi bercerai, satu orang atau 10% sudah berpisah namun belum bercerai, dan juga ketika penulis menanyakan bagaimana kehidupan rumah tangga mereka, tiga orang atau 30% walaupun rumah tangga masih bertahan (belum bercerai atau berpisah), tapi mereka mengakui bahwa mereka merasakan rumah tangga mereka sudah tidak harmonis lagi. Pengakuan mereka sebagai berikut: Diana seorang pegawai toko yang menikah dini pada usia 16 tahun, “alhamdulillah sampai saat ini rumah tangga kami masih bertahan walaupun sering kali kami bertengkar dan sering cekcok malahan sering saya kabur ke rumah orang tua saya karena bertengkar dengan suami”.12 Andretha seorang promotion girl (SPG) yang menikah dini pada usia 17 tahun, “yang saya rasakan sekarang rumah tangga kami sudah tidak harmonis lagi, karena kami sering sekali bertengkar, sering berselisih faham, enaknya berumah tangga tuh awal-awalnya saja, makin kesini makin ruwet”.13 Sakilah seorang buruh pabrik yang menikah dini pada usia 15 tahun, “alhamdulillah baik-baik saja walau kami sering bertengkar karena suami saya sudah
12
Wawancara pribadi dengan Diana di tempat tinggal Diana, 17 April 2010.
13
Wawancara pribadi dengan Andretha di tempat tinggal Andretha, 2 Mei 2010.
43
memiliki isteri dan seorang anak sebelum menikah, itu salah satu alasan yang selalu membuat kami bertengkar”.14 Maka dengan kata lain, jika dilihat dari penjelasan yang telah penulis uraikan sebelumnya tentang kehidupan rumah tangga yang harmonis dan ideal, bahwasanya keluarga yang ideal dan harmonis adalah keluarga yang bahagia atau sakinah mawaddah warohmah, berarti 8 dari 10 orang atau 80% pelaku pernikahan dini di Kecamatan Larangan yang penulis wawancarai termasuk dalam kategori keluarga yang tidak harmonis. Dari 10 orang responden, 2 orang atau 20% mengaku kehidupan rumah tangga mereka harmonis dan baik-baik saja, satu di antaranya pada waktu diwawancarai umur pernikahannya baru 4 bulan, wajar saja jika responden tersebut mengaku rumah tangganya harmonis dan baik-baik saja karena umur pernikahannya yang masih terbilang baru. Semoga saja mereka dapat bertahan seperti harapan mereka, tidak berakhir dengan perceraian seperti para pelaku pernikahan dini lainnya, amin.
C. Solusi Mengatasi Pernikahan Dini Banyak usaha yang bisa dilakukan untuk memperkecil terjadinya pernikahan dini. Berikut ini salah satu usaha-usaha yang bisa dilakukan untuk memperkecil terjadinya pernikahan dini tersebut, antara lain :
14
Wawancara pribadi dengan Sakilah di tempat tinggal Sakilah, 9 Mei 2010.
44
1. Peran serta orang tua dalam mendidik anak Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga.15 Orang tua harus selalu memperhatikan, menolong, membimbing, dan membina anak remajanya dalam mempersiapkan diri untuk menempuh masa dewasa. Orang tua harus memahami bahwa sesungguhnya banyak problem yang tengah dihadapi oleh anak-anaknya yang sedang menempuh usia remaja.16 2. Pengedaran pamflet dan brosur-brosur tentang perkawinan yang dibolehkan dan perkawinan yang tidak dibolehkan. Di samping itu juga disampaikan di dalamnya tentang bahaya yang dapat ditimbulkan oleh perkawinan di bawah umur. 3. Memberikan Penyuluhan yang Intensif Penyuluhan yang diberikan pada berbagai kesempatan sangat berarti bagi para remaja dalam usaha menekan laju perkawinannya di bawah umur. Penyuluhan ini idealnya diberikan sampai ke mesjid-mesjid, mushola-mushola, tempat-tempat pertemuan, dan sebagainya.
15
Tim Bagian Proyek Pembinaan Keluarga Sakinah, Membangun Keluarga Sakinah, (Bandung: Kanwil Depag provinsi jawa barat, 2004), h. 99. 16
A. Sutarmadi dan Mesraini, Administrasi Perkawinan dan Manajemen Keluarga, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, 2006), h. 188.
45
4. Memberikan Pendidikan Agama Melalui Pengajian Agama Pendidikan agama yang diberikan berupa pengajian agama untuk umum (termasuk para remaja) mempunyai peranan penting dalam menekan perkawinan di bawah umur. Bukan saja perkawinan di bawah umur secara langsung, tetapi penyebab terjadinya perkawinan di bawah umur seperti yang telah diutarakan sebelumnya juga dapat ditekan oleh pendidikan agama yang di berikan oleh Mubaligh yang terampil. Dalam pengajian itu diberikan penjelasan tentang betapa kejinya kejahatan dalam bidang pelanggaran moral, terutama dalam bidang seks. Selain hari depan pihakpihak yang terlibat menjadi suram, juga nama keluarga dan keuturunan menjadi “rusak”. Diterangkan pula tentang pentingnya mengetahui dan mentaati Undang-undang Perkawinan untuk membatasi dan mencegah terjadinya perkawinan di bawah umur serta implikasinya, maksud Undang-undang tersebut bukan untuk menyaingi peraturan Agama, tetapi untuk menjaga keselamatan keluarga di masa yang akan datang nantinya. Dalam memberikan pengajian dan pendidikan Islam perlu dijelaskan pula tentang bahaya yang dapat ditimbulkan oleh : a. Film yang merusak akhlak Film ada sisi positif dan negatifnya, film cabul dan film yang kurang mengandung unsur pendidikan bahkan banyak film-film yang merusak akhlak merupakan sisi negatif pada film. Film yang mengandung unsur pendidikan perlu mendapat perhatian kita. Untuk film semacam ini perlu kita beri dorongan terhadap anak-anak untuk
46
menontonnya, sedangkan film yang merusak akhlak perlu pula kita terangkan kepada anak-anak muda tentang bahaya yang dapat ditimbulkannya. Ini perlu mendapat perhatian para orang tua, guru, muballigh, cendikiawan dan sebagainya. Namun dapat disayangkan
pada
kenyataannya
kadang-kadang
orang
kurang
suka
lagi
mempersoalkannya, mereka anggap masalah film itu sesuatu yang sudah rutin, dan tidak perlu lagi dipersoalkan. b. Drama Ada juga drama yang kurang memperhitungkan unsur pendidikan, sehingga yang berkesan pada anak cuma kekasaran pelakunya, sehingga hal yang sama dapat mereka lakukan kepada teman sepermainannya atau kepada teman sebayanya atau kepada saudaranya di rumah. Pada waktu menonton drama itu jangan sampai orang tua atau orang dewasa lainnya tidak mengawasi dan juga tidak memberikan komentar apa-apa terhadap anak. c. Buku dan majalah Banyak orang tua yang tidak begitu hati-hati dalam memilih bacan untuk dibawa ke rumah. Ada majalah dan ada buku yang seharus hanya dikonsumsi oleh orang dewasa juga dibaca oleh anak. Pada gilirannya pula nanti anak mencari sendiri buku dan majalah yang lebih porno dari yang dibawa orang tua mereka. Tentang istilah porno itu sendiri baik orang tua, guru, maupun para muballigh kurang menyinggung masalahnya sehingga anak berusaha mencari sendiri pengertiannya, sehingga mereka sampai pada kesimpulan yang tidak benar. Alangkah baik dan bijaksana kiranya bila sang ayah membawa ke rumah
majalah yang berjiwa Agama dan pendidikan,
47
kemudian dalam beramah tamah dengan anak disingung tentang isi majalah itu dan apa bedanya dengan majalah yang tidak mengandung unsur pendidikan dan Agama. d. Pengaruh teman Banyak anak-anak yang tadinya di rumah tergolong baik, tetapi tiba-tiba berubah menjadi anak yang tidak baik karena pengaruh teman-temannya, lama-lama anak ini terlibat dalam tindak kejahatan. Biasanya tindak tanduk anak itu akan terus meningkat bila orang tua mereka tidak memperhatikan perkembangan anak mereka. Terhadap pergaulan dengan teman-temannya ini perlu juga orang tua mengetahui supaya tahu perkembangannya. e. Kesukaan anak meninggalkan ibadah mereka Di dalam Al-Qur’an dikatakan, bahwa mendirikan sholat itu dapat mencegah manusia dari pada melakukan pekerjaan yang keji dan mungkar atau jahat. Bila ini betul-betul mendapatkan perhatian orang tua, maka anak selalu memiliki alat kontrol dalam dirinya. Bila ini dilupakan orang tua, alat kontrol itu akan hilang, dan anak mudah melakukan sesuatu yang jahat dan melanggar aturan agama dan pendidikan. Sebab itu orang tua perlu memperhatikan secara seksama terhadap amal ibadah anaknya. f. Penggunaan obat-obat anti hamil, obat bius dan sejenisnya Orang tua dan guru perlu tanggap dan mengetahui persoalan ini. Sebaiknya, sesekali waktu orang tua dan guru juga membicarakan bahaya dan keburukan menggunakan obat-obat anti hamil, obat bius dan sejenisnya yang merusak dengan anak-anak mereka. Pesan tersebut perlu diulang-ulang disampaikan kepada anak, agar
48
mereka tidak terjerumus dan tidak terlibat dalam masalah yang sangat merusak itu. Kasih sayang yang senantiasa diperhatikan kepada mereka supaya jangan menutup diri dalam meyampaikan problem yang dihadapinya.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Ada beberapa poin kesimpulan besar yang penulis angkat pada bab ini : Pertama, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini pada Kecamatan Larangan Tangerang Banten adalah akibat pergaulan bebas, karena faktor ekonomi yang lemah, karena pendidikan yang rendah, dan karena pengaruh budaya. Dari faktor-faktor tersebutlah yang mendorong mereka untuk melaksanakan perkawinan pada usia dini. Kedua, perkawinan yang dilakukan pada usia dini cenderung menimbulkan implikasi negatif yang sangat berpengaruh terhadap keharmonisan rumah tangga, keutuhan keluarga dan keutuhan masyararakat, diantaranya : mudah terjadinya perceraian, pendidikan anak menjadi terlantar, keadaan sosial ekonomi menjadi hancur dan berantakan dan juga bisa menimbulkan perpecahan terhadap hubungan keluarga. Selain itu kehamilan pada usia remaja sangatlah berisiko bagi ibu dan bayi, diantaranya : Anak yang dilahirkan dari remaja puteri lebih rentan untuk lahir premature, persalinan macet karena besar kepala anak tidak dapat diakomodasi oleh rongga panggul yang belum berkembang secara sempurna, vagina robek dan menembus hingga ke kantung kemih atau ke dubur, komplikasi kerusakan otak janin, dan yang terberat lagi adalah kematian pada ibu atau anak.
49
50
B. Saran 1. Agar tidak terjadi lagi pemalsuan umur, dibutuhkan kontrol yang ketat dalam pemeriksaan berkas atau formulir pendaftaran nikah. 2. Pendidikan agama perlu ditingkatkan oleh orang tua dalam keluarga, guru, muballigh yang dapat membawa anak-anak muda untuk menghayati betul pendidikan agama tersebut, sehingga menimbulkan rasa takut bagi mereka dalam melanggar norma agama dan norma moral. 3. BP4 (Badan Penasehat Perkawinan dan Perselisihan Perceraian) hendaknya lebih meningkatkan aktivitasnya dalam memberikan penyuluhan perkawinan, sehingga anak-anak muda mendapat pasangan yang kokoh sebelum mereka melakukan perkawinan. Penyuluhan ini akan mempunyai dampak yang posisif terhadap anak muda, sehingga dapat mengurangi terjadinya perceraian. 4. Kontrol yang ketat terhadap penjualan alat-alat atau obat-obat anti hamil, agar tidak disalah gunakan anak-anak muda.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim Adhim, M. Fauzil, Indahnya Pernikahan Dini,Jakarta: Gema Insani, 2002. Alam, Andi Syamsu, Usia Ideal Untuk Kawin, Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat bekerja sama dengan Kencana Mas Publishing House, 2006. Ancok, Djamaluddin dan Surosso, Fuat Nasrori, Psikologi Islam: Solusi Islam Atas Poblem-problem Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994. Azis, Abdul, Perkawinan Yang Harmoni, Jakarta: CV Firdaus, 1993 Bakry, Nazar, Kunci Keutuhan Rumah Tangga ; Keluarga Yang Sakinah, Jakarta Pedoman Ilmu Jaya, 2001, cet 1 Djalil, A. Basiq, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006. --------------, Tebaran Pemikiran Keislaman di Tanah Gayo, Jakarta: Qolbun Salim, 2006 Elisabeth, B. Hurlock, Development psychology: A life Span Aparoach, fifth edition, Psykology Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Tentang Kehidupan, edisi V Istiwidiyanti dan Soejarwo (terjemahan), Jakarta: Erlangga, 1980, cet. I. Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Indonesia,Bandung: Madav Maju, 1990. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Jauziyah, Ibnu Qoyyim, I’lamu Mawaqqi’in, Beirut: dar al-Kutub al-‘Arobiyah, t.th, juz III. Mubarok, Ahmad, Psikologi Keluarga, Dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga Bangsa, Jakarta, the International Institute of Islamic Thought (IIIT) Indonesia dan PT Bina Rena Pariwara, 2005, cet. I. Mughniyah, M. Jawad, Fiqih Lima Madzhab, Jakarta, Lentera, 2000.
51
52
Nasution, Hotnidah, Pernikahan Dini dan Perceraian, Tesis S2 Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. Karim, Helmi, “Kedewasaan Untuk Menikah”, dalam Chuzaimah T. Yanggo, Hafiz Anshary (ed.) Problematika Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus kerjasama Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK), 2002. Rofiq, Ahmad, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2003. Saepuddin, Tinjauan Hukum Islam dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Usia Perkawinan, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1984. Suhendi, Hendi, Pengantar Studi Sosiologi Keluarga, Bandung: Pustaka Setia, 2001. Suma, M. Amin, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo persada, 2004. Surat Kabar Dialog, Pernikahan Dini Penyebab Tingginya Perceraian (Redaksi dan Tata Usaha : JL Binawarga No. 4 Kalibata. Jakarta, kamis 8-Rabu 14 April 2010) hal. 11. Sutarmadi, A dan Mesraini, Administrasi Pernikahan Dan Manajemen Keluarga, Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2006. Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006. Thalib, Sayuti, Hukum Islam Indonesia,Jakarta: UI Press,1986, cet. Ke-5. Tim Bagian Proyek Pembinaan Keluarga Sakinah, Membangun Keluarga Sakinah, Bandung: Kanwil Depag provinsi jawa barat, 2004. Undang-undang No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan Zuhaili, Wahbah, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, damsyiq: Dar al-Fikr, 1989.
53
Wawancara Andretha, wawancara pribadi, Tangerang, 2 Mei 2010. Asriany, wawancara pribadi, Tangerang, 8 Mei 2010. Bahroji, wawancara pribadi, Tangerang, 3 Februari 2010. Dedi Priadi, wawancara pribadi, Tangerang, 18 April 2010. Della Puspita Sari, wawancara pribadi, Tangerang, 25 April 2010. Diana, wawancara pribadi, Tangerang, 17 April 2010. Elita Nurhamidah, wawancara pribadi, Tangerang, 11 Mei 2010. Febriayu, wawancara pribadi, 11 Juli 2010. Junedah, wawancara pribadi, Tangerang, 24 April 2010. Muhammad Yunus, wawancara pribadi, Tangerang, 2 Februari 2010. Sakilah, wawancara pribadi, Tangerang, 9 Mei 2010. Sodri Kurniawan, wawancara pribadi, Tangerang, 4 Februari 2010. Zaronah, wawancara pribadi, Tangerang, 27 Juni 2010.
54
LAMPIRAN-LAMPIRAN Hasil Wawancara dengan Saudari
Nama
: Diana
Pekerjaan
: Penjagatoko
Tempat/Waktu : Rumah responden, 17 April 2010
Tanya : Anda anak keberapa dari berapa saudara? Jawab : Saya anak ke 1 dari 2 saudara
Tanya : Kapan anda dilahirkan? Jawab : Saya dilahirkan pada tanggal 17 Januari 1986
Tanya : Apakah pendidikan terakhir anda? Jawab : Cuma sampai sekolah dasar
Tanya : apakah anda tahu UU Perkawinan? Jawab : Tidak tahu
Tanya : Kapan anda melangsungkan perkawinan? Jawab : Saya menikah pada tanggal 5 juni 2002
Tanya : Apakah perkawinan anda melalui jalur resmi (KUA)? Jawab : Iya Tanya : Siapa пата suami anda? Jawab : Rizal Nurdin
55
Tanya : Kapan suami anda dilahirkan? Jawab : 29 November 1979 Tanya : Pada usia berapa anda berdua melangsungkan perkawinan? Jawab : Saya pada usia 17 tahun dan suami saya pada usia 23 tahun Tanya : Apakah sebab anda melakukan perkawinan pada usia dini? Jawab : Saya menikah muda karena pacaran kebablasan, akhirnya hamil diluar nikah Tanya : Apakah dalam perkawinan anda terdapatpaksaan? Jawab : Iya, dipaksa orang tua saya untuk suami saya bertanggung jawab dengan segera menikahi saya Tanya : Bagaimana keadan rumah tangga anda sekarang? Jawab : Alhamdulillah sih sampai saat ini rumah tangga kami masih bertahan walaupun sering sekali kami bertengkar dan sering cekcok malahan sering saya kabur kerumah orang tua saya karena bertengkar dengan suami Tanya : Apakah ada kaitannya dengan perkawinan yang anda lakukan pada usia dini? Jawab : Iya ada, karena juga saya orangnya engga mau mengalah dan suami saya orangnya keras
56
Hasil Wawancara dengan Saudara :
Nama
: Dedi Pribadi
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Tempat/Waktu
: Tempat tinggal responden, 18 April 2010
Tanya : Anda anak keberapa dari berapa saudara? Jawab : Saya anak ke 4 dari 6 saudara
Tanya : Kapan anda dilahirkan? Jawab : Saya dilahirkan pada tanggal 12 Mei 1984
Tanya : Apakah pendidikan terakhir anda? Jawab : Sekolah Menengah Atas (SMA)
Tanya : apakah anda tahu UU Perkawinan? Jawab : tidak tahu
Tanya : Kapan anda melangsungkan perkawinan? Jawab : Saya menikah pada tahun 2004
Tanya : Apakah perkawinan anda melalui jalur resmi (KUA) Jawab : Iya
57
Tanya : Siapa nama isteri anda : Jawab : Cindy Putri Betaria
Tanya : Kapan isteri anda dilahirkan? Jawab : 5 Agustus 1986 Tanya : Ара pekerjaan isteri anda? Jawab : Isteri saya memiliki salon sendiri
Tanya : Pada usia berapa anda berdua melangsungkan perkawinan? Jawab : Saya pada usia 20 tahun dan isteri saya pada usia 18 tahun
Tanya : Apakah sebab anda melakukan perkawinan pada usia dini? Jawab : Saya menikah muda karena ingin menghindari perzinahan
Tanya : Apakah dalam perkawinan anda terdapatpaksaan? Jawab : Tidak, kami menikah karena suka sama suka
Tanya : Bagaimana keadan rumah tangga anda sekarang? Jawab : Saya merasa sudah tidak harmonis lagi rumah tangga kami, kami sering bertengkar, isteri saya sudah tidak tinggal serumah lagi dengan saya, sekarang isteri saya tinggal dengan orang tuanya
Tanya : Apakah ada kaitannya dengan perkawinan yang anda lakukan pada usia dini? Jawab : Iya ada
58
Hasil Wawancara dengan Saudari :
Nama
: Junaedah
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Tempat/Waktu : Rumah orang tua responden, 24 April 2010
Tanya : Anda anak keberapa dari berapa saudara? Jawab : Saya anak ke 2 dari 3 saudara
Tanya : Kapan anda dilahirkan? Jawab : Saya dilahirkan pada tanggal 15 November 1988
Tanya : Apakah pendidikan terakhir anda? Jawab : Cuma sampai Sekolah Menengah Atas
Tanya : apakah anda tahu UU Perkawinan? Jawab : Pernah dengar, tapi tidak tahu
Tanya : Kapan anda melangsungkan perkawinan? Jawab : Saya menikah pada tanggal 22 Agustus 2005
Tanya : Apakah perkawinan anda melalui jalur resmi (KUA) Jawab : Iya
59
Tanya : Siapa nama suami anda : Jawab : Rohman
Tanya : Kapan suami anda dilahirkan? Jawab : 5 Mei 1985
Tanya : Pada usia berapa anda berdua melangsungkan perkawinan? Jawab : Saya pada usia 17 tahun dan suami saya pada usia 20 tahun
Tanya : Apakah sebab anda melakukan perkawinan pada usia dini? Jawab : Saya menikah muda karena saya hamil di luar nikah
Tanya : Apakah dalam perkawinan anda terdapatpaksaan? Jawab : Iya, dipaksa orang tua karena malu
Tanya : Bagaimana keadan rumah tangga anda sekarang? Jawab : Pada awal-awal tahun pernikahan kami sih kami masih baik-baik saja, tapi setelah masuk ke tahun kedua akhir memasuki tahun ketiga kami mulai sering bertengkar, dan pada akhirnya saya memergoki suami saya selingkuh
Tanya : Apakah ada kaitannya dengan perkawinan yang anda lakukan pada usia dini? Jawab: Iya ada
60
Tanya : Ара penyebab anda bercerai? Jawab : Suami saya selingkuh, dan saya merasa sudah tidak сосоk lagi
Tanya : Kapan anda bercerai Jawab: Saya resmi bercerai tahun 2010
61
Hasil Wawancara dengan Saudari :
Nama
: Della Puspita Sari
Pekerjaan
: Sales Promotion Girl (SPG)
Tempat/Waktu : Tempat Tinggal responden, 25 April 2010
Tanya : Anda anak keberapa dari berapa saudara? Jawab : Saya anak ke 3 dari 5 saudara
Tanya : Kapan anda dilahirkan? Jawab : Saya dilahirkan pada tanggal 12 Juli 1988
Tanya : Apakah pendidikan terakhir anda? Jawab : Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Tanya : Apakah anda tahu UUPerkawinan? Jawab : Tidak tahu
Tanya : Kapan anda melangsungkan perkawinan? Jawab : Saya menikah pada 4 agustus 2004
Tanya : Apakah perkawinan anda melalui jalur resmi (KUA) ? Jawab : Iya
Tanya : Siapa nama suami anda ? Jawab : Ade Hermawan
62
Tanya : Kapan suami anda dilahirkan? Jawab : Saya lupa, tapi saya tahu tahun lahirnya yaitu 1986 Tanya : Ара pekerjaan suami anda? Jawab : Buruh pabrik Tanya : Pada usia berapa anda berdua melangsungkan perkawinan? Jawab : Saya pada usia 16 tahun dan suami saya pada usia 18 tahun Tanya : Apakah sebab anda melakukan perkawinan pada usia dini? Jawab : Saya menikah muda karena hamil diluar nikah Tanya : Apakah dalam perkawinan anda ada paksaan? Jawab : Tidak, tapi mau gimana lagi karena sudah terdapat bayi dalam perut saya Tanya : Bagaimana keadan rumah tangga anda sekarang? Jawab : karena sering terjadi percekcokan dan saya sudah tidak diberikan nafkah selama lebih dari 3 tahun, sehingga saya memutuskan untuk bercerai Tanya : Apakah ada kaitannya dengan perkawinan yang anda lakukan pada usia dini? Jawab : Iya ada Tanya : Ара penyebab anda bercerai? Jawab : Kami sudah tidak merasa сосок satu sama lain, saya juga sudah tidak dinafkahi selama lebih dari 3 tahun. Tanya : Kapan anda bercerai? Jawab : Saya bercerai pada tahun 2008
63
Hasil Wawancara dengan Saudari :
Nama
: Andretha
Pekerjaan
: Pegawai swasta
Tempat/Waktu
: Tempat tinggal responden, 2 Mei 2010
Tanya : Anda anak keberapa dari berapa saudara? Jawab : Saya anak ke 5 dari 5 saudara
Tanya : Kapan anda dilahirkan? Jawab : Saya dilahirkan pada tanggal 1 Juli 1990
Tanya : Apakah pendidikan terakhir anda? Jawab : Waktu saya menikah saya kelas 3 SMA
Tanya : Apakah anda tahu UU Perkawinan? Jawab : Tidak tahu
Tanya : Kapan anda melangsungkan perkawinan? Jawab : Saya menikah pada tanggal 19 Oktober 2007
Tanya : Kapan suami anda dilahirkan? Jawab : 10 Januari 1988 Tanya : Ара pekerjaan suami anda? Jawab : Belum ada pekerjaan tetap, masih kuliah
64
Tanya: Pada usia berapa anda berdua melangsungkan perkawinan? Jawab : Saya pada usia 17 tahun dan suami saya pada usia 19 tahun
Tanya : Apakah sebab anda melakukan perkawinan pada usia dini? Jawab : Saya menikah muda karena hamil di luar nikah
Tanya : Apakah dalam perkawinan anda terdapatpaksaan? Jawab : Iya, dipaksa orang tua saya untuk menikah karena ayah saya malu dan karena ayah saya tokoh terkemuka di masyarakat sekitar rumah saya
Tanya: Bagaimana keadan rumah tangga anda sekarang? Jawab : Yang saya rasakan sekarang rumah tangga kami sudah tidak harmonis lagi seperti dulu (awal menikah), karena sekarang kami sering sekali bertengkar, sering berselisih faham, enaknya berumah tangga dapat saya rasakan pada awal- awal menikah dulu, makin kesini makin ruwet
Tanya : Apakah ada kaitannya dengan perkawinan yang anda lakukan pada usia dini? Jawab : Ada
65
Hasil Wawancara dengan Saudari
Nama
: Asriany
Pekerjaan
: Cleaning service
Tempat/Waktu
: Tempat Tinggal responden, 8 Mei 2010
Tanya : Anda anak keberapa dari berapa saudara? Jawab : Saya anak ke 1 dari 3 saudara
Tanya : Kapan anda dilahirkan? Jawab : Saya dilahirkan pada tanggal 24 Desember 1982
Tanya : Apakah pendidikan terakhir anda? Jawab : Sekolah Menengah Atas (SMA)
Tanya : Apakah anda tahu UU Perkawinan? Jawab : Tidak tahu
Tanya : Kapan anda melangsungkan perkawinan? Jawab : Saya menikah pada tahun 2000
Tanya : Kapan suami anda dilahirkan? Jawab : Saya lupa, tapi saya tahu tahun lahirnya yaitu 1972 Tanya : Ара pekerjaan suami anda? Jawab : Sekuriti
66
Tanya : Pada usia berapa anda berdua melangsungkan perkawinan? Jawab : Saya pada usia 19 tahun dan suami saya pada usia 29 tahun
Tanya : Apakah sebab anda melakukan perkawinan pada usia dini? Jawab : Saya menikah muda karena saya sudah merasa соcok dan ingin melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius lagi
Tanya : Bagaimana keadan rumah tangga anda sekarang? Jawab : Kami sudah berpisah beberapa tahun yang lalu
Tanya : Apakah ada kaitannya dengan perkawinan yang anda lakukan pada usia dini? Jawab : Iya ada, selain itu juga karena faktor ekonomi dan masih banyak lagi faktor- faktor yang lain Tanya : Ара penyebab anda bercerai? Jawab : Faktor ekonomi, lalu kami sering bertengkar, suami saya juga terkadang suka main tangan ketika kami bertengkar dan karena kami juga sudah tidak merasa сосок lagi satu sama lain
Tanya : Kapan anda bercerai? Jawab : Saya bercerai pada tahun 2003
67
Hasil Wawancara dengan Saudari :
Nama
: Sakilah
Pekerjaan
: Pegawai Pabrik
Tempat/Waktu
: Rumah responden, 9 Mei 2010
Tanya : Anda anak keberapa dari berapa saudara? Jawab : Saya anak ke 3 dari 3 saudara
Tanya : Kapan anda dilahirkan? Jawab : Saya dilahirkan pada tanggal 28 Juni 1981
Tanya : Apakah pendidikan terakhir anda? Jawab : Cuma sampai Sekolah Dasar
Tanya : Apakah anda tahu UU Perkawinan? Jawab : Tidak tahu
Tanya : Kapan anda melangsungkan perkawinan? Jawab : Saya menikah pada tanggal 24 April 1996
Tanya : Kapan suami anda dilahirkan? Jawab : 6 Juni 1965 Tanya : Ара pekerjaan suami anda? Jawab : Punya usaha dekorasi untuk acara pesta dan lain-lain
68
Tanya : Pada usia berapa anda berdua melangsungkan perkawinan? Jawab : Saya pada usia 15 tahun dan suami saya pada usia 31 tahun
Tanya : Apakah sebab anda melakukan perkawinan pada usia dini? Jawab: Saya menikah muda karena melakukan hubungan suami isteri sebelum menikah, lalu saya memberitahukan perihal itu ke ibu saya dan akhirnya orang tua saya memaksanya untuk menikahi saya
Tanya : Apakah dalam perkawinan anda terdapatpaksaan? Jawab : Tidak, tapi karena saya juga sayang sama suami saya, saya tidak mau kehilangan dia makanya saya beritahu ibu saya bahwa saya sudah melakukan hubungan suami isteri sebelum menikah agar dia menikahi saya.
Tanya : Bagaimana keadan rumah tangga anda sekarang? Jawab : Alhamdulillah baik-baik saja walau kami sering bertengkar karena suami saya sudah memiliki isteri dan seorang anak sebelum menikah dengan saya, itu salah satu alasan yang selalu buat kami bertengkar
Tanya : Apakah ada kaitannya dengan perkawinan yang anda lakukan pada usia dini? Jawab : Ada, tapi karena perbedaan usia suami saya jauh di atas usia saya, jadi suami saya selalu bisa menyelesaikan pertengkaran kami
69
Hasil Wawancara dengan Saudari :
Nama
: Elita Nurhamidah
Pekerjaan
: SPG (Sales Promotion Girl)
Tempat/Waktu
: Rumah responden, 11 Mei 2010
Tanya : Anda anak keberapa dari berapa saudara? Jawab : Saya anak ke 6 dari 6 saudara
Tanya : Kapan anda dilahirkan? Jawab : Saya dilahirkan pada tanggal 22 Oktober 1992
Tanya : Apakah pendidikan terakhir anda? Jawab : Saya cuma sampai Sekolah Menengah Pertama
Tanya : Apakah anda tahu UUPerkawinan? Jawab : Tidak tahu
Tanya : Kapan anda melangsungkan perkawinan? Jawab : Saya meningkah pada tanggal 10 Februari 2010
Tanya : Kapan suami anda dilahirkan? Jawab : 14 Februari 1987 Tanya : Ара pekerjaan suami anda? Jawab : belum ada pekerjaan tetap, suami saya masih mencari-cari pekerjaan yang layak
70
Tanya : Pada usia berapa anda berdua melangsungkan perkawinan? Jawab : Saya pada usia 17 tahun dan suami saya pada usia 22 tahun
Tanya : Apakah sebab anda melakukan perkawinan pada usia dini? Jawab : Saya menikah muda dikarenakan hamil diluar nikah dan suami saya mau bertanggung jawab atas perbuatannya
Tanya : Apakah dalam perkawinan anda terdapat paksaan? Jawab : Iya, karena banyak gosip yang beredar di masyarakat sekitar yang tidak enak didengar
Tanya : Bagaimana keadan rumah tangga anda sekarang? Jawab : Alhamdulillah baik-baik saja dan kami merasa harmonis dan mudah-mudahan keharmonisan ini sampai ajal menjemput kami
71
Hasil Wawancara dengan Saudari
Nama
: Zaronah
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Tempat/Waktu : Rumah responden, 27 Juni 2010
Tanya : Anda anak keberapa dari berapa saudara? Jawab : Saya anak ke 1 dari 5 saudara
Tanya : Kapan anda dilahirkan? Jawab : Saya dilahirkan pada tanggal 5 Agustus 1989
Tanya : Apakah pendidikan terakhir anda? Jawab : Saya cuma sampai Sekolah Dasar
Tanya : Apakah anda tahu UU Perkawinan? Jawab : Tidak tahu
Tanya : Kapan anda melangsungkan perkawinan? Jawab : Saya menikah pada tanggal 22 Desember 2006
Tanya : Apakah perkawinan anda melaluijalur resmi (KUA)? Jawab : Iya Tanya : Kapan suami anda dilahirkan? Jawab : 9 Januari 1980
72
Tanya : Ара pekerjaan suami anda? Jawab : Pegawai swasta
Tanya : Pada usia berapa anda berdua melangsungkan perkawinan? Jawab : Saya pada usia 17 tahun dan suami saya pada usia 26 tahun
Tanya : Apakah sebab anda melakukan perkawinan pada usia dini? Jawab : Saya menikah muda dikarenakan tidak ingin berpacaran terlalu lama dan calon suami saya sudah siap untuk menikah
Tanya : Apakah dalam perkawinan anda terdapatpaksaan? Jawab : Tidak, kami menikah karena faktor suka sama suka
Tanya : Bagaimana keadan rumah tangga anda sekarang? Jawab : Alhamdulillah baik-baik saja, walaupun pernah berselisih faham tapi itu lah pernikahan, tidak mungkin berjalan mulus-mulus saja
73
Hasil Wawancara dengan Saudari :
Nama
: Anggi Ayu Lestari
Pekerjaan
: Sales Promotion Girl (SPG)
Tempat/Waktu
: Tempat Tinggal responden, 11 juli 2010
Tanya : Anda anak keberapa dari berapa saudara? Jawab : Saya anak ke 3 dari 3 saudara
Tanya : Kapan anda dilahirkan? Jawab : Saya dilahirkan pada tanggal 14 Oktober 1993
Tanya : Apakah pendidikan terakhir anda? Jawab : Sekolah Dasar
Tanya : Apakah anda tahu UU Perkawinan? Jawab : Tidak tahu
Tanya : Kapan anda melangsungkan perkawinan? Jawab : Saya menikah pada tanggal 14 April 2007
Tanya : Kapan suami anda dilahirkan? Jawab : 22 Desember 1993 Tanya : Ара pekerjaan suami anda? Jawab : Belum ada pekerjaan tetap
74
Tanya : Pada usia her ара anda berdua melangsungkan perkawinan? Jawab : Saya pada usia 14 tahun dan suami saya pada usia 14 tahun Tanya : Apakah sebab anda melakukan perkawinan pada usia dini? Jawab : Saya menikah muda karena hamil di luar nikah Tanya : Apakah dalam perkawinan anda ada paksaan? Jawab : Iya, karena malu dengan masyarakat sekitar, akhirnya suami saya dipaksa orang tua saya untuk bertanggung jawab Tanya : Bagaimana keadan rumah tangga anda sekarang? Jawab : Karena kami masih sama-sama belum mengerti bagaimana hidup berumah tangga, kami sering bertengkar, akhirnya keluarga saya dan keluarga suami saya menganjurkan agar kami bercerai, dan saya setuju Tanya : Apakah ada kaitannya dengan perkawinan yang anda lakukan pada usia dini? Jawab : Iya ada, betul kata orang bahwasanya menikah itu tidak hanya bisa dengan bermodalkan cinta saja, melainkan membutuhkan kesiapan, diantaranya; kesiapan mental, fisik, materil, kedewasaan umur dan lain sebagainya Tanya : Ара penyebab anda bercerai? Jawab : Menikah pada usia dini, kurangnya pengetahuan dan kesiapan untuk berumah tangga menyebabkan kami bercerai Tanya : Kapan anda bercerai? Jawab : Saya bercerai pada tahun 2009