PENGARUH KELOMPOK ACUAN TERHADAP KESADARAN DAN KONSUMSI BERAS MERAH (Oryza nivara)
DINI APRILIA
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Kelompok Acuan terhadap Kesadaran dan Konsumsi Beras Merah (Oryza nivara)” adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2012
Dini Aprilia NIM. I24070014
ABSTRAK DINI APRILIA. Pengaruh Kelompok Acuan terhadap Kesadaran dan Konsumsi Beras Merah (Oryza nivara). Dibimbing oleh LILIK NOOR YULIATI dan RETNANINGSIH. Beberapa tahun terakhir ini konsumsi nasi yang terbuat dari beras merah (Oryza nivara) dipopulerkan sebagai bagian dari gaya hidup sehat. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kelompok acuan terhadap kesadaran dan konsumsi beras merah. Desain penelitian yang digunakan adalah desain cross sectional study dan melibatkan 130 contoh yang dipilih dengan metode snowball di wilayah Bogor. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa besar pengaruh kelompok acuan yang dirasakan konsumen dipengaruhi oleh alasan konsumsi (p<0,01). Selain itu, kelompok acuan juga memiliki hubungan yang signifikan dengan usia konsumen (p<0,05). Kesadaran memiliki hubungan nyata dengan pendidikan dan media (p<0,05), namun hanya pendidikan yang memberikan pengaruh signifikan terhadap kesadaran. Kekuatan kelompok acuan juga mempengaruhi kesadaran, yaitu saat kekuatan kelompok acuan semakin tinggi maka kesadaran akan menurun. Salah satu dugaan hal ini terjadi karena terdapat efek information overload. Konsumsi beras merah berhubungan nyata dengan pendidikan, pendapatan keluarga (SES), dan kesadaran (p<0,05), namun hanya kesadaran yang mempengaruhi konsumsi beras merah secara signifikan. Kata kunci: beras merah, kelompok acuan, kesadaran, konsumsi
ABSTRACT DINI APRILIA. Reference Group‟s Influence towards Awareness and Consumption of Brown Rice (Oryza nivara). Supervised by LILIK NOOR YULIATI and RETNANINGSIH. Several years lately, brown rice (Oryza nivara) consumption has been popular as the part of healthy life style. This research aimed to analyze the reference group’s influence towards awareness and consumption of brown rice. This research used cross sectional study design, involved 130 samples who’s choosed by snowball method in Bogor. This research revealed that reference group was influenced by the motive of consumption (p<0,01). It also significantly related to consumer’s age (p<0,05). The awareness had a relationship with education level and media (p<0,05), but only education level that gave significant influence towards awareness. Reference group’s strength also gave an influence, that is the increasing in reference group’s strength will lessen the awareness. There’s an expectation that information overload effect was the cause. The brown rice consumption significantly related to the education level, socioeconomic status, and awareness (p<0,05). However, only the awareness that was significantly influencing the consumption of brown rice. Keywords: awareness, brown rice, consumption, reference group
RINGKASAN DINI APRILIA. Pengaruh Kelompok Acuan terhadap Kesadaran dan Konsumsi Beras Merah (Oryza nivara). Dibimbing oleh LILIK NOOR YULIATI dan RETNANINGSIH. Beras putih merupakan makanan pokok yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Tanpa disadari banyak orang, kebiasaan mengonsumsi nasi beras putih terus-menerus dapat memberikan dampak yang kurang baik bagi kesehatan. Baru beberapa tahun terakhir ini konsumsi nasi yang terbuat dari beras merah (Oryza nivara) dipopulerkan sebagai bagian dari gaya hidup sehat. Keputusan seseorang untuk mengonsumsi beras merah tidak terjadi begitu saja melainkan dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya ialah kelompok acuan yang seringkali digunakan sebagai dasar untuk perbandingan atau sebuah referensi dalam membentuk respon terhadap sesuatu. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kelompok acuan terhadap kesadaran dan konsumsi beras merah. Tujuan khusus dari penelitian ini ialah: 1) Mengidentifikasi karakteristik konsumen beras merah; 2) Mengukur pengaruh kelompok acuan yang dirasakan konsumen dalam mengonsumsi beras merah; 3) Mengukur kesadaran konsumsi beras merah; 4) Mengidentifikasi perilaku konsumsi beras merah; dan 5) Menganalisis pengaruh kelompok acuan dan karakteristik tertentu terhadap kesadaran dan konsumsi beras merah. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul “Analisis Konsumsi Beras Merah (Oryza nivara) dengan Pendekatan Theory of Planned Behavior (TPB)”. Desain penelitian yang digunakan ialah cross sectional study dengan lokasi yang ditentukan secara purposif, yakni di wilayah Bogor. Proses pengambilan data dilakukan pada bulan Oktober sampai November 2011. Jumlah contoh yang diteliti sebanyak 130 orang. Pengambilan contoh dilakukan dengan teknik non-probability sampling, yaitu snowball sampling, dengan kriteria pernah mengonsumsi beras merah minimal satu kali dalam sebulan terakhir. Responden pertama diperoleh di pusat kebugaran dan toko yang menjual beras merah. Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer (karakteristik konsumen, karakteristik keluarga konsumen, skor media, kelompok acuan, kesadaran, dan perilaku konsumsi beras merah), serta data sekunder (data produksi padi nasional dan sebaran penduduk Jawa Barat). Instrumen yang digunakan berupa kuesioner dan telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Hasil uji validitas menunjukkan bahwa instrumen pengukuran telah memenuhi kriteria untuk dinyatakan valid, dengan nilai koefisien korelasi berkisar antara 0,358 hingga 0,930. Instrumen pun telah memenuhi syarat untuk dikataan reliabel dengan nilai Cronbach’s α lebih dari 0,60. Data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif dan inferensia, yang terdiri atas uji korelasi Pearson serta uji regresi linier berganda. Karakteristik konsumen menunjukkan jumlah konsumen yang berjenis kelamin perempuan (66,9%) lebih banyak daripada laki-laki, dengan 36,9 persen konsumen berusia antara 19 hingga 24 tahun (dewasa awal). Tingkat pendidikan didominasi konsumen yang telah tamat SMA ke atas (91,5%), dan lebih dari separuh konsumen (70,0%) memiliki pekerjaan dengan wirausaha sebagai jenis pekerjaan yang paling banyak dilakukan (17,7%). Sebagian besar konsumen (68,5%) mengonsumsi beras merah dengan alasan kesehatan. Pembelian beras merah biasanya dilakukan di pasar modern (46,9%) maupun pasar tradisional(44,6%). Pada umumnya konsumen berasal dari keluarga kecil
(64,6%) dengan status sosial ekonomi A (90,8%) yang merupakan tingkatan pendapatan tertinggi. Besar pengaruh media yang dirasakan konsumen sebagian besar berada pada kategori sedang dan tinggi dengan persentase yang sama (40,8%), mengingat perkembangan teknologi semakin memudahkan konsumen dalam mengakses informasi. Sementara itu, besar pengaruh kelompok acuan yang dirasakan konsumen didominasi oleh kategori tinggi (73,2%), terutama karena kelompok acuan memberikan standar dan nilai yang akan mempengaruhi perilaku seseorang. Hampir sebagian konsumen memiliki tingkat kesadaran akan konsumsi beras merah yang tergolong rendah (47,7%). Diduga terdapat efek information overload yang dirasakan konsumen sebagi akibat banyaknya informasi yang diterima sehingga penerimaannya menjadi kurang efektif. Jumlah konsumen yang melakukan konsumsi beras merah ≤4 kali/bln, atau dapat dikatakan tidak rutin, menempati urutan teratas. Sementara itu, sebaran terbanyak terdapat pada kelompok konsumen dengan jumlah konsumsi beras merah 0-0,99 kg dalam satu bulan. Kesadaran konsumen dalam mengonsumsi beras merah memiliki keeratan hubungan dengan dengan media (r=0,185*) dan pendidikan (r=0,206*). Tidak hanya itu, pendidikan juga merupakan variabel yang memiliki pengaruh nyata terhadap kesadaran (adj.R2=0,095), selain kekuatan kelompok acuan. Di lain pihak, pendidikan (r=0,180*), pendapatan keluarga per bulan (0,211*), dan kesadaran (r=0,175*) merupakan variabel-variabel yang memiliki hubungan nyata dengan konsumsi beras merah. Walaupun demikian, hanya kesadaran yang berpengaruh nyata terhadap konsumsi beras merah tersebut (adj.R2=0,072). Saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil penelitian ini antara lain diperlukan sosialisasi mengenai manfaat mengonsumsi beras merah sebagai pelengkap maupun pengganti beras putih. Dengan demikian, diharapkan kesadaran masyarakat untuk mulai mengonsumsi beras merah dapat ditingkatkan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini pun belum dapat menunjukkan arah yang mengindikasikan peningkatan besar pengaruh kelompok acuan yang dirasakan konsumen akan meniadakan pengaruh sumber informasi lainnya, seperti media, sehingga diharapkan kuesioner dapat dikembangkan lagi untuk penelitian selanjutnya. Kata kunci: beras merah, kelompok acuan, kesadaran, konsumsi
© Hak cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PENGARUH KELOMPOK ACUAN TERHADAP KESADARAN DAN KONSUMSI BERAS MERAH (Oryza nivara)
DINI APRILIA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Nama
: Pengaruh Kelompok Acuan terhadap Kesadaran dan Konsumsi Beras Merah (Oryza nivara) : Dini Aprilia
NIM
: I24070014
Disetujui
Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, M.F.S.A. Pembimbing I
Ir. Retnaningsih, M.Si. Pembimbing II
Diketahui
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc. Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Lulus:
9
PRAKATA Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kelompok Acuan terhadap Kesadaran dan Konsumsi Beras Merah (Oryza nivara)”. Penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Mayor Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan proposal ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Atas dedikasi tersebut, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, M.F.S.A. dan Ir. Retnaningsih, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan bimbingan, pengarahan, dan sumbangan pemikiran selama proses penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc. selaku dosen penguji, Megawati Simanjuntak, S.P., M.Si. selaku dosen pemandu seminar, serta Sheila Fistianty dan Dewi Nurafifah selaku pembahas seminar yang telah memberikan saran dan kritik untuk skripsi ini. 3. Pengelola tempat kebugaran dan toko beras, serta berbagai pihak yang telah bersedia bekerjasama dan membantu selama proses pengambilan data. 4. Nadia Tiara Putri yang telah menjadi teman penelitian satu payung dan senantiasa saling mendukung dalam penyelesaian skripsi. 5. Keluarga tercinta (Pak Roes, Bu Nanik, Rani) dan teman-teman (Saufika, Setianti, Surachman, Adhariani, Nandana, Dianeswari, Prihatina, Naomi, dan Permatasari, serta Ekawati, Nafisah, dan Adinugroho) atas segala bentuk dukungan fisik maupun nonfisik yang telah diberikan selama proses penyusunan skripsi ini. 6. Seluruh dosen dan staf IKK, kakak-kakak IKK‟42 dan „43, serta teman-teman IKK‟44, ‟45, ‟46, dan ‟47 atas bantuan dan dukungannya. Tidak lupa berbagai pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2012
Dini Aprilia
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ………………………………………………………………
xvii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………...
xviii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………
xviii
PENDAHULUAN ………………………………………………………………
1
Latar Belakang ………………………………………………………..
1
Perumusan Masalah …………………………………………………
3
Tujuan ………………………………………………………………….
4
Tujuan Umum ………………………………………………..
4
Tujuan Khusus ……………………………………………….
4
Kegunaan Penelitian …………………………………………………
4
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………..
7
Kelompok Acuan ……………………………………………………..
7
Kesadaran ………………………………………………………….....
8
Definisi Konsumen dan Perilaku Konsumen ……………………...
9
Konsumsi Pangan ……………………………………………………
10
Beras Merah ………………………………………………………….
10
Penelitian Terdahulu …………………………………………………
12
KERANGKA PEMIKIRAN ……………………………………………………
15
METODE PENELITIAN ………………………………………………………
17
Desain, Waktu, dan Lokasi ………………………………………….
17
Teknik Pengambilan Contoh ……………………………………….
17
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ………………………………...
18
Pengolahan dan Analisis Data ……………………………………...
18
Definisi Operasional ………………………………………………….
22
HASIL …………………………………………………………………………..
25
Faktor Internal …………………………………………………………
25
Jenis Kelamin ………………………………………………..
25
Usia ……………………………………………………………
25
Status Pernikahan …………………………………………...
26
Pendidikan ……………………………………………………
26
Pekerjaan ……………………………………………………..
27
Alasan Mengonsumsi Beras Merah ……………………….
27
Halaman Lokasi Perolehan Beras Merah …………………………….
28
Besar Keluarga ……………………………………………….
28
Pendapatan Keluarga per Bulan …………………………...
29
Faktor Eksternal ………………………………………………………
29
Media …………………………………………………………
29
Kelompok Acuan …………………………………………….
30
Kesadaran …………………………………………………………….
31
Konsumsi Beras Merah ………………………………………………
32
Hubungan Faktor Internal dengan Media dan Kelompok Acuan…
33
Hubungan Faktor Internal dengan Kesadaran dan Konsumsi Beras Merah ………………………………………………………….
36
Hubungan Media, Kelompok Acuan, Kesadaran, dan Konsumsi Beras Merah ………………………………………………………….
38
Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Media dan Kelompok Acuan ………………………………………………………………….
39
Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kesadaran …………..
40
Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Konsumsi ……………
41
PEMBAHASAN ………………………………………………………………..
43
Keterbatasan Penelitian ……………………………………………..
48
SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………………….
49
Simpulan ………………………………………………………………
49
Saran …………………………………………………………………..
49
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….
51
LAMPIRAN …………………………………………………………………….
53
RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………………..
69
DAFTAR TABEL Halaman 1. Ringkasan penelitian Marreiros dan Ness (2009) ...............................
12
2. Ringkasan penelitian Azis (in press) ……………………………..……..
12
3. Ringkasan penelitian Yang et al. (2007) ………………………………..
13
4. Ringkasan penelitian Bailey (2005) ……………………………………..
13
5. Variabel dan skala data …………………………………………………..
21
6. Sebaran konsumen berdasarkan jenis kelamin ……..…………………
25
7. Sebaran konsumen berdasarkan usia …………………………………..
26
8. Sebaran konsumen berdasarkan status pernikahan …………………..
26
9. Sebaran konsumen berdasarkan pendidikan terakhir …..…………….
27
10. Sebaran konsumen berdasarkan jenis pekerjaan……………………...
27
11. Sebaran konsumen berdasarkan alasan mengonsumsi beras merah
28
12. Sebaran konsumen berdasarkan lokasi perolehan beras merah…….
28
13. Sebaran konsumen berdasarkan besar keluarga ……………….…….
28
14. Sebaran konsumen berdasarkan besar pendapatan keluarga per bulan ………………………………………………………………….…….
29
15. Sebaran konsumen berdasarkan jawaban terhadap media ………….
30
16. Sebaran konsumen berdasarkan skor media…………………………..
30
17. Sebaran konsumen berdasarkan jawaban terhadap kelompok acuan
30
18. Sebaran konsumen berdasarkan skor kelompok acuan ………………
31
19. Sebaran konsumen berdasarkan jawaban terhadap kesadaran …….
32
20. Sebaran konsumen berdasarkan skor kesadaran konsumsi beras merah ……………………………………………………………………….
32
21. Sebaran konsumen berdasarkan konsumsi beras merah …………….
33
22. Sebaran konsumen berdasarkan faktor internal dan media, serta nilai koefisien korelasi Pearson ……………………………………………….
34
23. Sebaran konsumen berdasarkan faktor internal dan kelompok acuan, serta nilai koefisien korelasi Pearson …………………………………...
35
24. Sebaran konsumen berdasarkan faktor internal dan kesadaran, serta nilai koefisien korelasi Pearson ….………………………………………
36
25. Sebaran konsumen berdasarkan faktor internal dan konsumsi beras merah, serta nilai koefisien korelasi Pearson ………………………….
37
26. Sebaran konsumen berdasarkan skor media, kelompok acuan, dan kesadaran konsumsi beras merah, serta nilai koefisien korelasi Pearson …………………………………………………………………….
38
Halaman 27. Sebaran konsumen berdasarkan skor media, kelompok acuan, kesadaran, dan konsumsi beras merah, serta nilai koefisien korelasi Pearson ………………….…..………....................................................
39
28. Nilai β terstandardisasi dan belum terstandardisasi, serta signifikansi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap media dan kelompok acuan …………………………………………………………..
40
29. Nilai β terstandardisasi dan belum terstandardisasi, serta signifikansi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesadaran ....
41
30. Nilai β terstandardisasi dan belum terstandardisasi, serta signifikansi faktor - faktor yang berpengaruh terhadap jumlah konsumsi …………………………………………………………………..
41
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkah Laku Konsumen ………
12
2. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Telepon Genggam dan Faktor Pengaruh Utama …………………………………………………
13
3. Proses Terbentuknya Kesadaran Konsumen ……………………........
13
4. Kerangka Pemikiran “Pengaruh Kelompok Acuan terhadap Kesadaran dan Konsumsi Beras Merah” ……..……………………..….
16
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Model Penelitian Marreiros dan Ness (2009) …………………………..
55
2. Hasil Uji Validitas Kuesioner ……………………………………………..
57
3. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner …………………………………………..
61
4. Hasil Uji Korelasi Pearson …….…………………………………………
63
5. Hasil Uji Regresi …………………………………………………………..
65
PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia hidup dengan dorongan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, yang disebut kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan akan pangan, sandang, dan papan. Jika difokuskan pada sektor pangan, maka tidak dapat dipungkiri bahwa beras putih merupakan pangan pokok yang memegang peranan yang sangat penting bagi penduduk Indonesia. Hampir sembilan puluh persen penduduk Indonesia mengonsumsi beras putih sebagai makanan pokok (Nurmala 2003). Tanpa disadari banyak orang, kebiasaan konsumsi beras putih yang terus menerus ternyata dapat mendatangkan dampak yang kurang begitu baik bagi kesehatan. Hasil penelitian di Amerika Serikat yang dilakukan oleh Health Professional Follow-up Study and the Nurses’ Health Study (NHS) yang dilaporkan pada Archives of Internal Medicine menunjukkan bahwa asupan beras putih dalam jumlah besar berkaitan dengan meningkatnya risiko diabetes (Ari 2011). Hal ini disebabkan perkembangan diabetes terkait dengan konsumsi makanan yang memiliki nilai Indeks Glikemik tinggi. Indeks Glikemik (IG) merupakan skala angka yang dapat digunakan digunakan untuk menunjukkan seberapa cepat dan seberapa tinggi suatu makanan dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Nasi yang terbuat dari beras putih memiliki nilai IG sebesar 70 hingga 87 yang tergolong tinggi (Subroto 2008). Baru beberapa tahun terakhir ini konsumsi nasi yang terbuat dari beras merah (Oryza nivara) dipopulerkan sebagai bagian dari gaya hidup sehat. Menurut Subroto (2008), beras jenis ini memiliki nilai IG yang rendah, yaitu hanya 55. Beberapa peneliti mengklaim bahwa mengganti sepertiga nasi putih yang disuguhkan tiap hari dengan nasi yang terbuat dari beras merah dapat menurunkan risiko diabetes hingga enam belas persen. Beras merah juga dipercaya sangat baik bagi kesehatan karena mengandung banyak zat yang bermanfaat bagi tubuh yang tidak ditemukan pada jenis beras putih. Kandungan tersebut antara lain serat pangan, antioksidan, serta vitamin dan berbagai mineral (Anna 2010). Jika dibandingkan dengan beras putih, beras merah mengandung lebih banyak serat sebesar 349 persen, vitamin E 203 persen, vitamin B6 185 persen, dan magnesium 219 persen (Subroto 2008). Bagi pencinta gaya hidup sehat, beras merah mulai dipertimbangkan sebagai makanan pokok pengganti beras putih. Walaupun demikian, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat masih sulit mendata
2
jumlah produksi beras merah karena minat petani pengusahaan komoditas ini masih tidak stabil. Menurut Suardi (2005), padi beras merah umumnya merupakan padi gogo yang mempunyai produktivitas rendah. Beras merah juga terbatas di pasaran dan harganya relatif lebih tinggi daripada beras putih pada umumnya. Keputusan konsumen untuk mengonsumsi beras merah tidak terjadi begitu saja. Terdapat beberapa tahap yang harus dilalui sebelum konsumen memutuskan untuk melakukan tindakan konsumsi tersebut. Dalam proses ini, konsumen tentunya akan mendapatkan pengaruh, baik dari faktor internal masing-masing individu maupun faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku konsumen. Pengaruh eksternal ini bisa didapatkan konsumen dari iklan atau media serta kelompok acuan. Menurut Yang, He, dan Lee (2007), kelompok acuan memberikan pengaruh terhadap setiap tahap pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen. Kelompok acuan seringkali digunakan sebagai dasar untuk perbandingan atau sebuah referensi dalam membentuk respon terhadap sesuatu, baik yang dimanifestasikan dalam tindakan maupun yang masih berupa kesadaran kognitif. Kelompok acuan memberikan standar dan nilai yang akan mempengaruhi seseorang. Kelompok acuan ini dapat mempengaruhi keputusan konsumsi yang dibuat konsumen melalui dua cara. Pertama, kelompok acuan mempengaruhi pembelian yang dibuat oleh seorang konsumen. Kedua, sesama anggota dalam kelompok yang menjadi kelompok acuan seringkali membuat keputusan bersama-sama sebagai sebuah kelompok (Sumarwan 2004). Konsumsi beras merah yang dilakukan konsumen pun tentunya tidak terlepas dari hubungannya dengan kelompok acuan, apalagi kelompok acuan merupakan kelompok yang berfungsi sebagai referensi bagi seorang konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian dan konsumsi. Menurut Contento (2007), konsumsi makanan yang dilakukan oleh seseorang salah satunya dipengaruhi oleh keluarga dan teman yang merupakan bagian dari kelompok acuan. Oleh karena itu, penelitian ini dikhususkan untuk melihat seberapa besar pengaruh kelompok acuan terhadap kesadaran untuk mengonsumsi beras merah dan terhadap perilaku mengonsumsi beras merah itu sendiri.
3
Perumusan Masalah Beras merah merupakan salah satu bahan pangan yang sangat baik bagi kesehatan. Kandungan gizinya cukup tinggi, meliputi serat pangan, antioksidan, serta vitamin dan berbagai mineral, dilengkapi dengan sekian banyak manfaat lain bagi yang mengonsumsinya membuat beras merah tampil sebagai alternatif pangan pokok selain beras putih. Beras merah merupakan produk beras yang menjadi sumber karbohidrat, namun memiliki beberapa ciri yang berbeda dengan beras putih yang biasa dikonsumsi oleh penduduk Indonesia. Kandungan amilosanya yang tinggi membuat rasa nasi beras merah kurang nikmat jika dibandingkan dengan nasi beras putih. Proses pengolahannya pun sedikit berbeda dari beras putih. Bahkan bagi beberapa kalangan, beras merah masih dianggap sebagai makanan burung. Hal ini membuat peminat beras merah masih belum banyak, namun jumlahnya terus bertambah. Walaupun demikian, ketersediaannya di pasaran masih belum terlalu banyak. Harganya juga relatif lebih tinggi daripada beras putih, sehingga terkadang memerlukan upaya lebih untuk memperolehnya. Dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukan konsumen, terdapat setidaknya lima tahapan umum yang dilakukan konsumen, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pengambilan keputusan, dan evaluasi pascakonsumsi. Dalam kelima tahapan ini, karakteristik individu menjadi hal yang signifikan yang membangkitkan kebutuhan konsumen. Kelompok
acuan
memberikan
pengaruh
terhadap
setiap
tahap
pengambilan keputusan yang diambil oleh konsumen, mulai dari tahap pengenalan kebutuhan hingga evaluasi pascakonsumsi. Kelompok acuan yang memiliki peranan cukup penting dalam proses pengambilan keputusan konsumsi beras merah tentunya tidak hanya terdiri dari satu kelompok. Konsumen umumnya terpapar oleh beberapa kelompok yang menjadi acuannya, namun belum diketahui seberapa besar pengaruh kelompok acuan terhadap perilaku konsumsi beras merah yang dilakukan oleh konsumen. Berbagai informasi dan pengaruh yang datang dari kelompok acuan akan menimbulkan kesadaran untuk mengonsumsi beras merah. Kesadaran tidak terbentuk semata-mata dengan proses yang singkat, namun dengan serangkaian proses berpikir (Kotler & Armstrong 2008). Pada akhirnya semua tahap ini akan bermanifestasi pada suatu tindakan yang nyata, yaitu perilaku konsumsi beras merah yang dilakukan oleh konsumen.
4
Berdasarkan beberapa pemaparan di atas, beberapa hal penting yang perlu dikaji dalam penelitian ini, antara lain: 1. Bagaimana karakteristik konsumen beras merah? 2. Bagaimana pengaruh kelompok acuan yang dirasakan konsumen dalam mengonsumsi beras merah? 3. Bagaimana kesadaran konsumen untuk mengonsumsi beras merah? 4. Bagaimana perilaku konsumsi beras merah konsumen? 5. Apakah terdapat pengaruh kelompok acuan dan karakteristik tertentu terhadap kesadaran dan konsumsi beras merah? Tujuan Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kelompok acuan terhadap kesadaran dan konsumsi beras merah.
Tujuan Khusus Tujuan umum yang telah disebutkan dapat diperinci menjadi beberapa tujuan khusus. Tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu: 1. Mengidentifikasi karakteristik konsumen beras merah 2. Mengukur pengaruh kelompok acuan yang dirasakan konsumen dalam mengonsumsi beras merah 3. Mengukur kesadaran konsumsi beras merah 4. Mengidentifikasi perilaku konsumsi beras merah 5. Menganalisis pengaruh kelompok acuan dan karakteristik tertentu terhadap kesadaran dan konsumsi beras merah
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap konsumen dengan memberikan informasi untuk meningkatkan kesadaran akan manfaat mengonsumsi beras merah. Demikian halnya untuk institusi pendidikan, penelitian ini dapat memperkaya referensi yang berkaitan dengan ilmu konsumen, khususnya dalam topik mengenai kelompok acuan. Bagi pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi Kementerian Pertanian dalam pembuatan kebijakan pangan, terutama beras merah sebagai pangan yang memiliki khasiat bagi kesehatan. Selain itu
5
diharapkan dapat membantu memberikan pertimbangan untuk menyukseskan program diversifikasi pangan yang sedang diusahakan pemerintah. Penelitian ini juga dapat dijadikan masukan bagi Kementerian Kesehatan sebagai salah satu pertimbangan dalam menyosialisasikan pangan sehat. Manfaat penelitian ini tidak terlepas bagi penulis sendiri, antara lain sebagai sarana mengembangkan kompetensi dalam bidang ilmu konsumen serta sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh untuk berkontribusi kepada masyarakat.
6
TINJAUAN PUSTAKA Kelompok Acuan Schiffman dan Kanuk (1994) mengartikan sebuah kelompok sebagai dua orang atau lebih yang berinteraksi dalam rangka mencapai kebutuhan individual maupun kebutuhan bersama. Dalam ranah perilaku konsumen, cakupan lebih difokuskan pada kelompok yang lebih kecil karena lebih memiliki kemungkinan mempengaruhi konsumen anggota kelompok tersebut. Sementara kelompok acuan diartikan oleh Sumarwan (2004) sebagai seorang individu atau sekelompok orang yang secara nyata mempengaruhi perilaku seseorang. Peter dan Olson (1996) menjelaskan bahwa kelompok acuan memiliki beragam ukuran, mulai dari satu hingga ratusan orang. Kelompok acuan juga dapat bersifat tangible maupun intangible dan simbolis. Terdapat kemungkinan kelompok acuan berasal dari kelas sosial, budaya, bahkan subbudaya yang sama ataupun berbeda. Pengaruh yang diberikan oleh kelompok acuan dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu pengaruh normatif, ekspresi nilai, dan informasi (Sumarwan 2004). Pengaruh normatif adalah pengaruh yang diperoleh konsumen melalui norma-norma sosial yang harus dipatuhi dan diikuti. Pengaruh tersebut akan semakin kuat jika ada sanksi sosial bagi yang tidak mengikuti saran dari kelompok acuan. Kelompok acuan juga akan mempengaruhi konsumen melalui fungsinya sebagai pembawa ekspresi nilai. Selain itu, pilihan produk atau merek seorang konsumen akan terpengaruh karena kelompok acuan tersebut sangat dipercaya dengan latar belakang pengetahuan dan informasi yang diyakini lebih baik daripada konsumen sendiri. Terdapat beberapa kelompok acuan yang terkait dengan konsumen (Schiffman & Kanuk 1994), antara lain: 1. Keluarga Keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat dengan konsumen (lingkungan mikro). Anggota keluarga saling mempengaruhi dalam keputusan pembelian dan konsumsi suatu produk. 2. Kelompok pertemanan Teman seringkali mampu memenuhi kebutuhan dalam cakupan yang luas. Opini dan preferensi teman merupakan pengaruh penting dalam menentukan produk dan merek yang akhirnya dipilih konsumen.
8
3. Kelompok sosial formal Kelompok ini lebih terpisah dan memberi fungsi yang berbeda bagi konsumen karena keikutsertaannya yang bertujuan memenuhi niat tertentu. 4. Kelompok belanja Dapat diartikan sebagai dua orang atau lebih yang berbelanja bersama karena berbelanja bersama orang lain dapat memberi kesenangan sosial. 5. Kelompok penggiat konsumen Kelompok ini muncul sebagai reaksi atas gerakan konsumerisme. 6. Kelompok kerja Rata-rata waktu yang dihabiskan konsumen di tempat kerja dalam seminggu lebih dari 35 jam menyebabkan kesempatan besar bagi kelompok kerja untuk memberikan pengaruh nyata terhadap perilaku konsumsi. Sementara itu menurut Sumarwan (2004), terdapat beberapa kelompok yang dijadikan acuan dalam proses konsumsi, di antaranya: 1. Selebritas Kredibilitas selebritas menggambarkan persepsi konsumen terhadap keahlian dan pengetahuan selebritas mengenai suatu produk dan kepercayaan selebritas tersebut. 2. Ahli atau pakar Para ahli atau pakar dianggap mumpuni dalam bidangnya karena pekerjaannya, pendidikannya, atau pengalamannya. Para ahli tersebut digunakan untuk membantu konsumen dalam mengevaluasi suatu produk. 3. Orang biasa Testimonial dari orang biasa yang telah menggunakan suatu produk dan merasa puas akan manfaatnya memberikan gambaran situasi yang alamiah bagi konsumen. 4. Para eksekutif dan karyawan 5. Karakter Dagang atau Juru Bicara 6. MUI serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kesadaran Kesadaran dapat dikatakan sebagai tahap pertama dari adopsi suatu produk atau ide baru. Kesadaran merupakan suatu keadaan ketika konsumen menyadari keberadaan suatu produk. Kesadaran mengenai produk hanya sebatas kesadaran konsumen atas keberadaan suatu produk, namun informasi
9
yang diketahui seputar produk tersebut masih sangat sedikit (Kotler & Armstrong 2008). Kesadaran yang dialami individu tidak datang begitu saja. Kesadaran atas suatu produk dibangun oleh kebutuhan, pengetahuan tentang atribut produk baru, pengalaman konsumsi di masa lalu, dan juga keinovatifan seseorang. Biasanya konsumen akan mencari informasi mengenai produk yang diminatinya serta yang sesuai dengan kebutuhannya sehingga terbentuklah kesadaran atas keberadaan produk (Rogers 2003). Kesadaran konsumen mengenai suatu produk diukur untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan konsumen yang disasar mengenai keberadaan produk tersebut (Peter & Olson 1996). Suatu kesadaran diharapkan bisa berujung pada adopsi terus-menerus. Jika produk yang ada berupa barang, maka memilih produk berarti membeli produk dan mempelajari bagaimana cara mengunakannya serta kemudian mempertahankannya. Jika produk yang ada berupa ide, maka memilih produk berarti konsumen tersebut setuju dengan suatu ide (Nurasrina 2010).
Definisi Konsumen dan Perilaku Konsumen Mengacu
pada
Undang-Undang
Nomor
8
tahun
1999
tentang
Perlindungan Konsumen, konsumen didefinisikan sebagai setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga,
orang
lain,
maupun
makhluk
hidup
lain,
dan
tidak
untuk
diperdagangkan. Istilah konsumen dapat diartikan dalam dua jenis konsumen, yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri maupun dengan keluarga. Dalam konteks ini barang dan jasa yang dibeli digunakan langsung oleh individu dan sering disebut sebagai “pemakai akhir” atau “konsumen akhir”. Sementara itu, konsumen organisasi meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya, yang harus membeli produk barang dan jasa untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya (Sumarwan 2004). Menurut Schiffman dan Kanuk (1994), istilah perilaku konsumen merupakan perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang produk atau jasa yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhannya. Pada hakikatnya perilaku konsumen berusaha untuk memahami “why do consumers do what they do” (Sumarwan 2004).
10
Konsumsi Pangan Menurut Almatsier (2006), pangan adalah istilah umum bagi semua bahan mentah yang dapat dijadikan makanan. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Kebutuhan akan energi dan zat-zat gizi bergantung pada berbagai faktor, di antaranya umur, jenis kelamin, berat badan, iklim, dan aktivitas fisik. Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau unsur-unsur atau ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh. Konsumsi makanan adalah makanan yang dimakan seseorang. Konsumsi ini berpengaruh terhadap status gizi seseorang (Almatsier 2006). Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada suatu waktu tertentu. Salah satu cara mengukur konsumsi pangan adalah dengan mengukur frekuensi konsumsi pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi dalam satuan waktu tertentu, bisa harian, mingguan, bulanan, maupun tahunan (Gibson 2003). Menurut Harper et al. (2009), konsumsi pangan adalah indikator pola pangan yang baik serta tidak mengukur status gizi secara tepat dan langsung. Beras Merah Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum. Walaupun demikian, padi merupakan makanan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Hasil dari pengolahan padi dinamakan beras (Harper 2009). Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae. Komponen terbesar pada beras adalah pati. Sekitar 85 sampai 90 persen dari berat kering beras berupa pati. Oleh sebab itu, ciri-ciri inderawi utama beras, khususnya tekstur, ditentukan oleh sifat dan perilaku pati (Haryadi 2008). Pati beras tersusun atas dua polimer karbohidrat, yaitu amilosa dan amilopektin. Perbandingan komposisi kedua golongan pati ini merupakan faktor terpenting dalam penentuan mutu rasa dan tekstur nasi. Makin tinggi kadar amilosa, makin pera tekstur beras. Beras merah memiliki kandungan amilosa yang cukup tinggi sehingga bertekstur pera.
11
Haryadi (2008) menjelaskan bahwa biji padi atau gabah terdiri atas dua penyusun utama, yaitu kariopsis atau bagian yang dapat dimakan (disebut beras pecah atau brown rice, sekitar 72-82%) dan kulit gabah atau sekam (18-28%). Beras merah umumnya diolah dengan ditumbuk atau pecah kulit. Hal ini membuat kulit arinya yang berwarna merah tetap utuh. Pada kulit ari inilah terdapat kandungan protein, vitamin, mineral, lemak, dan serat yang penting bagi tubuh. Beras merah yang diperoleh di pasar tradisional menunjukkan warna yang bervariasi, mulai dari kemerahan sampai merah tua. Menurut Subroto (2008), beras merah tergolong real food karena secara tradisional proses pembuatan dan cara memasaknya diturunkan oleh nenek moyang manusia ribuan tahun yang lalu. Padi beras merah banyak ditanam terutama di daerah Asia Selatan, Italia, Yunani, dan Amerika Serikat (Suardi 2005). Di Indonesia sendiri, Jawa Barat merupakan salah satu daerah penghasil beras merah. Kandungan karbohidrat dalam beras merah lebih rendah daripada beras putih namun mampu menghasilkan nilai energi yang lebih besar. Oleh karena itu nasi beras merah sering direkomendasikan sebagai bahan makanan yang baik untuk menurunkan berat badan (Haryadi 2008). Menurut Suardi (2005) tepung beras merah pecah kulit diinformasikan mengandung karbohidrat, lemak, serat, asam folat, magnesium, niasin, fosfor, protein, vitamin A, B, C, dan B kompleks. Ekstrak larutan beras merah dapat menunjang kemampuan tubuh dalam mengatur kadar kolesterol darah. Kandungan pigmen antosianin dalam beras merah diyakini berperan sebagai senyawa antioksidan dalam pencegahan beberapa penyakit, seperti kanker, diabetes, kolesterol, dan jantung koroner. Begitu pula dengan kandungan oryzanol yang terdapat pada kulit ari beras merah berfungsi sebagai antioksidan yang berperan menurunkan kadar kolesterol darah dan memelihara kesehatan jantung. Kandungan vitamin dan mineralnya pun dua sampai tiga kali lebih banyak daripada beras putih. Konsumsi beras merah secara rutin dalam jangka panjang dapat membantu mengatasi berbagai gangguan kesehatan dan dapat meningkatkan kebugaran tubuh. Manfaat tersebut antara lain membantu menyehatkan jantung (terutama bagi wanita pasca-menopause), mengurangi risiko sindrom metabolik, meningkatkan pencernaan dan laju detoksifikasi, serta mengurangi risiko diabetes dan memperbaiki pengendalian tekanan darah (Subroto 2008).
12
Penelitian Terdahulu Marreiros dan Ness (2009) mengemukakan kerangka konseptual perilaku pemilihan pangan konsumen. Kerangka ini mengintegrasikan beberapa teori dan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Ringkasan penelitian Marreiros dan Ness (2009) Judul Penelitian
A Conceptual Framework of Consumer Food Choice Behaviour (Kerangka Konseptual pada Perilaku Pemilihan Pangan Konsumen)
Peneliti
Cristina Marreiros dan Mitchell Ness (2009)
Tujuan Penelitian
Mengembangkan kerangka konseptual untuk menganalisis perilaku konsumen terkait evaluasi dan pilihan produk pangan.
Hasil Penelitian
Kerangka konsep difokuskan pada tahap evaluasi dan pengaruh utama terhadap tahapan dari Model Engel-Blackwell-Miniard, dan pada determinan kualitas persepsi konsumen dari Model The Total Food Quality.
Konsep yang Dirujuk
Model multiatribut yang mengintegrasikan model Engel, Blackwell, dan Miniard (1995), Model The Total Food Quality dari Grunert (1997), bersama dengan konstrak Zeithaml (1998).
Model Penelitian
(Lampiran 1)
Azis (in press) menganalisis pengaruh kelompok acuan terhadap perilaku pembelian konsumen motor merek tertentu. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara kelompok acuan dan perilaku pembelian, seperti yang terlihat pada Tabel 2. Tabel 2 Ringkasan penelitian Azis (in press) Judul Penelitian
Pengaruh Kelompok Acuan terhadap Perilaku Pembelian Konsumen Kawasaki Edge pada Main Dealer Kawasaki Citra Karya Pranata Soekarno-Hatta Bandung
Peneliti
Taufik Azis (2010)
Tujuan Penelitian
Mengetahui kelompok acuan dan besar pengaruhnya pada konsumen Main Dealer Kawasaki Citra Karya Pranata Soekarno-Hatta Bandung.
Hasil Penelitian
Terdapat hubungan yang kuat antara kelompok acuan dengan perilaku pembelian. Dalam meningkatkan pembelian, kelompok acuan berpengaruh sebesar 63,5% terhadap perilaku pembelian.
Konsep yang Dirujuk
Kelompok acuan berpengaruh terhadap perilaku pembelian. BUDAYA
Budaya
Model Penelitian
Subbudaya
SOSIAL
Kelompok Acuan
PRIBADI
PSIKOLOGI
Umur & tahap daur hidup
Motivasi
Pekerjaan Situasi Ekonomi
Keluarga
Gaya hidup
Persepsi
PEMBELI
Pengetahuan Keyakinan & Sikap
Gambar 1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkah Laku Konsumen Sumber: Kotler dan Amstrong (2006)
13
Yang et al. (2007) meneliti tentang pengaruh kelompok acuan pada dua negara dan menemukan adanya perbedaan pengaruh kelompok acuan yang sama di kedua negara tersebut. Ini membuktikan bahwa pengaruh kelompok acuan yang sama tergantung pada kondisi lingkungan sosial tempat konsumen berada. Tabel 3 menyajikan ringkasan penelitiannya. Tabel 3 Ringkasan penelitian Yang et al. (2007) Judul Penelitian
Social Reference Group Influence on Mobile Phone Purchasing Behavior: A Cross-nation Comparative Study (Pengaruh Kelompok Acuan pada Perilaku Pembelian Telepon Seluler)
Peneliti
Jiaqin Yang, Xihao He, dan Huei Lee
Tujuan Penelitian
Meneliti pengaruh kelompok acuan yang berbeda terhadap perilaku pembelian telepon genggam pada konsumen di Amerika dan Cina.
Hasil Penelitian
Di antara tiga pengaruh kelompok acuan yang diteliti, hanya pengaruh utilitarian yang menunjukkan perbedaan yang signifikan antara konsumen di Amerika dan Cina, sementara dua pengaruh lainnya (pengaruh informasional dan ekspresi nilai) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Konsep yang Dirujuk
Perbedaan budaya dan tradisi sosial antara kedua negara konsumen akan menyebabkan perbedaan pula pada tingkat pengaruh kelompok acuan. Newest technology
Model Penelitian
Want recognition
Information search
Design & appearance
Alternative selection
Calling plan
Price
Decision making
Post-purchase behavior
Interpersonal influence
Gambar 2 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Telepon Genggam dan Faktor Pengaruh Utama
Tabel 4 menunjukkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bailey (2005). Secara umum diterangkan bahwa seiring bertambahnya jumlah informasi yang diperoleh konsumen, maka tingkat kesadaran konsumen pun akan meningkat. Tabel 4 Ringkasan penelitian Bailey (2005) Judul Penelitian
Consumer Awareness and Use of Product Review Websites (Kesadaran Konsumen dan Penggunaan Situs Web Resensi Produk)
Peneliti
Ainsworth Anthony Bailey
Tujuan Penelitian
Mengetahui kesadaran konsumen dan penggunaan situs web resensi produk
Hasil Penelitian
Konsumen pada umumnya telah sadar akan keberadaan situs web resensi produk. Jender dan perbedaan individual memiliki pengaruh terhadap penggunaan dan persepsi terhadap situs ini.
Konsep yang Dirujuk
Seiring dengan bertambahnya jumlah situs web resensi produk, konsumen memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mengenalinya dengan akses informasi yang lebih luas. Perbedaan individu
Model Penelitian
Informasi
Persepsi
Kesadaran
Gambar 3 Proses Terbentuknya Kesadaran Konsumen
14
KERANGKA PEMIKIRAN Menurut Sumarwan (2004), setiap konsumen melakukan berbagai macam keputusan tentang pencarian, pembelian, dan penggunaan berbagai produk. Keputusan tersebut tidak dapat terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi konsumen. Proses pengambilan keputusan berawal dari pengenalan kebutuhan yang bisa dimunculkan oleh faktor diri konsumen sendiri (internal) maupun faktor di luar diri konsumen (eksternal). Yang et al. (2007) dalam penelitiannya menggambarkan bahwa faktor interpersonal memberikan pengaruh dalam setiap tahap pengambilan keputusan, mulai dari pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, seleksi alternatif, pengambilan keputusan, sampai pada evaluasi pascakonsumsi yang dilakukan oleh konsumen. Faktor internal yang mempengaruhi proses pengambilan dapat dikatakan sebagai karakteristik individu dan keluarga. Dalam penelitian ini, karakteristik individu dan keluarga meliputi karakteristik demografi (jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan, jenis pekerjaan, dan besar keluarga), serta karakteristik ekonomi (pendapatan per bulan). Menurut Sumarwan (2004), memahami usia konsumen adalah penting karena perbedaan usia akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap suatu produk. Disebutkan pula bahwa pendidikan dan pekerjaan ialah dua karakteristik konsumen yang saling berhubungan. Selanjutnya, pekerjaan akan menentukan jumlah pendapatan seseorang. Pendapatan yang diukur dari seorang konsumen biasanya bukan hanya pendapatan yang diterima oleh seorang individu, tetapi diukur semua pendapatan yang diterima oleh semua anggota keluarga konsumen. Beberapa faktor eksternal saling berhubungan dengan faktor internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi konsumen sangat erat kaitannya dengan pengaruh media serta kelompok acuan (reference group) yang berada di sekitar konsumen. Media dan atau iklan umumnya berisi informasi yang dibutuhkan konsumen sehingga konsumen dapat membandingkan beberapa produk dan membantu mempercepat proses pengambilan keputusan. Kelompok acuan berfungsi sebagai referensi bagi individu dalam membuat keputusan. Kelompok acuan tersebut dapat digolongkan menjadi tenaga ahli atau pakar serta kelompok sosial yang mencakup keluarga dan teman. Berbagai stimulus dan pengaruh yang diperoleh konsumen, baik dari dalam dirinya maupun luar, akan menimbulkan kesadaran akan fakta dan manfaat mengonsumsi beras merah. Hal ini diharapkan akan berujung pada
16
tindakan nyata mengonsumsi beras merah. Untuk mengetahui tingkat konsumsi beras merah, maka terdapat tiga hal yang perlu diketahui, yaitu frekuensi konsumsi, jumlah konsumsi, dan tujuan konsumsi. Frekuensi konsumsi menggambarkan seberapa sering suatu produk dikonsumsi. Jumlah konsumsi kuantitas
produk
yang
dikonsumsi.
Tujuan konsumsi
sendiri
seringkali
menggambarkan situasi pemakaian oleh konsumen (Sumarwan 2004). Secara lebih singkat kerangka dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4. FAKTOR INTERNAL
FAKTOR EKSTERNAL
Karakteristik individu dan keluarga: 1. Jenis kelamin 2. Usia 3. Status pernikahan 4. Pendidikan 5. Pekerjaan 6. Alasan Konsumsi 7. Lokasi pembelian 8. Besar keluarga 9. Pendapatan per bulan
Kelompok acuan Media dan iklan
Tenaga ahli/pakar Keluarga dan teman
Kesadaran
Konsumsi Beras Merah
Keterangan:
= variabel yang diteliti = hubungan yang diteliti
Gambar 4 Kerangka Pemikiran “Pengaruh Kelompok Acuan terhadap Kesadaran dan Konsumsi Beras Merah”
METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Lokasi Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul “Analisis Konsumsi Beras Merah (Oryza nivara) dengan Pendekatan Theory of Planned Behavior (TPB)”. Desain penelitian yang digunakan adalah desain cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu dan tidak memantau perubahan antarwaktu. Contoh yang digunakan juga khusus untuk satu kali penelitian dan potret situasi yang dihasilkan hanya pada saat tertentu. Lokasi penelitian ditentukan secara purposif, yakni di wilayah Bogor, dengan pertimbangan wilayah ini merupakan daerah dengan distribusi penduduk terbanyak di Provinsi Jawa Barat menurut hasil Sensus Penduduk 2010 (BPS 2012). Jawa Barat sendiri merupakan provinsi penghasil beras terbanyak di Indonesia selama tahun 2010 hingga 2011 (Kementan 2012). Selain itu, letaknya yang tidak jauh dari ibukota negara diharapkan memberikan keterbukaan terhadap akses informasi yang lebih baik. Proses pengambilan data dilakukan pada minggu kedua Oktober sampai minggu pertama November 2011. Teknik Pengambilan Contoh Pengambilan contoh dilakukan dengan teknik non-probability sampling, yaitu snowball sampling. Ini merupakan teknik penentuan contoh yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian orang-orang yang menjadi contoh memilih contoh lain untuk djadikan contoh penelitian (Umar 2003). Cara menentukan contoh dalam penelitian ini pada awalnya bersumber dari dua responden yang berasal dari dua lokasi berbeda, yaitu pusat kebugaran dan toko beras. Alasan pengambilan simpul awal di kedua tempat tersebut yaitu di pusat kebugaran diduga terdapat banyak orang yang peduli terhadap kesehatan dengan berolahraga secara teratur dan mengonsumsi makanan yang sehat. Selain itu, orang yang mengonsumsi beras merah akan melakukan pembelian, dan salah satu lokasi yang paling memungkinkan adalah toko yang menjual beras merah tersebut. Kriteria untuk menjadi responden adalah orang tersebut mengonsumsi beras merah minimal satu kali dalam kurun waktu sebulan terakhir dari waktu pengambilan data. Responden tersebut kemudian merekomendasikan orang lain yang sesuai dengan kriteria untuk dijadikan responden berikutnya. Hal ini terus
18
dilakukan hingga responden yang terkumpul berjumlah 130 orang. Alasan ditentukan jumlah 130 responden adalah untuk memperbesar peluang data menyebar normal. Dari satu responden di pusat kebugaran didapat 69 responden, sehingga total responden pada simpul pusat kebugaran adalah 70 orang. Sementara itu, dari satu responden di toko beras didapat 59 responden, sehingga total responden pada simpul toko beras adalah 60 orang.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik konsumen dan keluarga (faktor internal), media, kelompok acuan, kesadaran, serta konsumsi beras merah. Data ini diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada contoh dengan panduan kuesioner. Kuesioner yang digunakan merupakan hasil pengembangan penulis dengan berdasarkan pada teori-teori yang relevan. Daftar pertanyaan dalam kuesioner dirancang dengan memberikan pertanyaan terbuka dan tertutup. Sementara itu, data sekunder diperoleh melalui lembaga terkait, meliputi data produksi padi nasional dan sebaran penduduk Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis Data Instrumen yang digunakan berupa kuesioner telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keandalan instrumen dalam memberikan hasil yang benar-benar menyatakan apa yang ingin diukur (valid), serta konsistensi hasil pengukuran apabila dilakukan pengukuran pada waktu yang berbeda pada kelompok subyek yang sama (reliabel). Hasil
uji
validitas
(Lampiran
2)
menunjukkan
bahwa
instrumen
pengukuran media (5 item), kelompok acuan (5 item tenaga ahli/pakar dan 5 item kelompok sosial), serta kesadaran (10 item) telah memenuhi kriteria untuk dinyatakan valid, dengan nilai koefisien korelasi berkisar antara 0,358 hingga 0,930. Instrumen pun telah memenuhi syarat untuk dikatakan reliabel dengan nilai Cronbach’s α lebih dari 0,60, yakni 0,779 untuk media, 0,952 untuk tenaga ahli/pakar, 0,782 untuk kelompok sosial, dan 0,835 untuk kesadaran. Secara lebih rinci, hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 3. Data yang telah terkumpul diolah melalui proses editing, coding, scoring, entering, dan analyzing. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensia. Analisis data yang digunakan untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut:
19
1. Faktor internal, terdiri atas karakteristik konsumen dan keluarga, meliputi jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan terakhir, pekerjaan, alasan mengonsumsi beras merah, lokasi perolehan beras merah, jumlah anggota keluarga, dan pendapatan keluarga per bulan, dianalisis dengan statistik deskriptif. Statistik deskriptif dimaksudkan untuk memberi makna pada data karakteristik konsumen dan keluarga. 2. Media dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Variabel ini diukur dengan lima pernyataan tertutup yang seluruhnya bersifat positif. Terdapat lima pilihan jawaban dalam skala Likert yang diberi pembobotan, yaitu 5 untuk jawaban “sangat setuju”, 4 untuk jawaban “setuju”, 3 untuk jawaban “kurang setuju”, 2 untuk jawaban “tidak setuju”, dan 1 untuk jawaban “sangat tidak setuju”. Hasil skor total untuk media ini merupakan penjumlahan bobot setiap pertanyaan yang kemudian dikategorikan menjadi tiga dengan interval yang didasarkan pada rumus menurut Slamet (1993), yaitu: Interval (I) =
Nilai Tertinggi (NT) – Nilai Terendah (NR) Jumlah Kelas
Skor media dikelompokkan dalam tiga kelas, dengan nilai tertinggi 25 dan nilai terendah 10. 3. Kelompok acuan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Variabel ini diukur dengan sepuluh pernyataan tertutup bersifat positif yang terbagi menjadi dua aspek, yaitu aspek tenaga ahli/pakar serta aspek kelompok sosial (keluarga dan atau teman), yang masing-masing terdiri atas lima pernyataan. Terdapat lima pilihan jawaban dalam skala Likert. Hasil skor total untuk kelompok acuan ini merupakan penjumlahan bobot setiap pertanyaan dalam
masing-masing
aspek
yang
kemudian
dikompositkan
dan
dikategorikan dalam tiga interval yang diperoleh menurut rumus dalam Slamet (1993) seperti telah disebutkan sebelumnya. Nilai terendah dan tertinggi untuk setiap aspek berturut-turut adalah 5 dan 25, sementara untuk skor totalnya diperoleh nilai terendah sebesar 15 dan tertinggi 46. 4. Kesadaran konsumsi beras merah dianalisis dengan statistik deskriptif. Sebanyak sepuluh pernyataan tertutup dan positif digunakan untuk mengukur variabel ini melalui skala Likert dengan lima pembobotan. Skor total untuk variabel ini merupakan jumlah pembobotan tiap pertanyaan. Skor ini kemudian dibagi ke dalam tiga kategori berdasarkan interval yang diperoleh
20
melalui rumus yang diacu dalam Slamet (1993), dengan 35 sebagai nilai terendah dan 50 sebagai nilai tertinggi. 5. Konsumsi beras merah terdiri dari dua aspek, yaitu frekuensi konsumsi per minggu dan jumlah konsumsi per bulan. Data konsumsi dianalisis dengan statistik deskriptif. Frekuensi konsumsi dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu ≤4 kali/bln, 5-12 kali/bln, 13-20 kali/bln, dan >20 kali/bln. Untuk mendapatkan data mengenai jumlah konsumsi beras merah per bulan, pertama-tama diukur waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan 1 kg beras merah. Hasilnya kemudian dikonversi dalam satuan bulan sehingga diperoleh data jumlah konsumsi bulanan, yang kemudian dibagi dalam enam kelompok, yaitu 0-0,99 kg, 1-1,99 kg, 2-2,99 kg, 3-3,99 kg, 4-4,99 kg, dan ≥5 kg per bulan. 6. Hubungan antarvariabel dianalisis dengan uji korelasi Pearson untuk melihat hubungan antardata yang berjenis rasio. Hubungan yang dianalisis yaitu antara variabel faktor internal (terdiri atas usia, pendidikan, besar keluarga, dan pendapatan keluarga per bulan), media, kelompok acuan, kesadaran, dan
konsumsi.
Khusus
untuk
data
pendidikan
yang
sebelumnya
menggunakan skala ordinal, terlebih dahulu dikonversi menjadi lama masa pendidikan formal yang dilalui berdasarkan tingkat pendidikannya. 7. Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yang terdiri atas media, kelompok acuan, kesadaan, dan konsumsi, dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier berganda. Sebelum dilakukan uji pengaruh terhadap kesadaran dan konsumsi, skor media dan kelompok acuan terlebih dulu dikonversi dalam bentuk dummy, yaitu 1 bila variabel kelompok acuan memiliki dominasi atas media dan 0 bila skor keduanya sama atau skor kelompok acuan kurang dari media. Hasil konversi ini kemudian disebut sebagai kekuatan kelompok acuan. Beberapa data lain juga dikonversi dalam bentuk dummy, yaitu jenis kelamin (laki-laki=1, perempuan=0), status pernikahan (menikah=1, tidak menikah=0), status pekerjaan (bekerja=1, tidak bekerja=0),
dan
alasan
konsumsi
(faktor
kesehatan=1,
lainnya=0).
Persamaan umum dalam masing-masing uji regresi dapat dituliskan sebagai: yi = α + β1x1 + β2x2 + … +βixi dengan: yi α βi xi
= variabel dependen i = konstanta regresi = koefisien regresi i = variabel independen i
21
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala nominal, ordinal, dan rasio dengan pengategorian yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing variabel. Variabel, skala, dan kategorinya dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini. Tabel 5 Variabel dan skala data No. 1.
Variabel Jenis kelamin
Skala pada Kuesioner Nominal Rasio
Kategori 1. Laki-laki 2. Perempuan
2.
Usia
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Remaja awal (13-15 th) Remaja lanjut (16-18 th) Dewasa awal (19-24 th) Dewasa lanjut (25-35 th) Separuh baya (36-50 th) Tua (51-65 th) Lanjut usia (>65 th)
3.
Status pernikahan
Nominal
1. Belum menikah 2. Menikah 3. Janda/duda
4.
Pendidikan
Ordinal
1. 2. 3. 4. 5. 6.
SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Diploma Sarjana (S1) Pascasarjana (S2/S3)
5.
Pekerjaan
Nominal
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Belum bekerja Ibu rumah tangga PNS Pegawai swasta Wiraswasta Pensiunan Lainnya...
6.
Besar keluarga
Rasio
7.
Pengeluaran keluarga per bulan
Rasio
8.
Alasan mengonsumsi beras merah
Nominal
1. 2. 3. 4.
9.
Lokasi pembelian beras merah
Nominal
1. Pasar swalayan (modern) 2. Pasar tradisional 3. Lainnya…
10.
Media
Ordinal
1. Rendah (10-15) 2. Sedang (16-20) 3. Tinggi (21-25)
11.
Tenaga ahli/pakar
Ordinal
1. Rendah (5-11) 2. Sedang (12-18) 3. Tinggi (19-25)
1. Kecil (≤ 4 org) 2. Sedang (5-6 org) 3. Besar (≥ 7 org) Skala SES menurut Nielsen: 1. SES A 2. SES B 3. SES C1 4. SES C2 5. SES D 6. SES E Faktor kesehatan Nilai gizi Pengaruh lingkungan Lainnya…
22
Tabel 5 Variabel dan skala data (lanjutan) No. 12.
Variabel Kelompok sosial
Skala pada Kuesioner Ordinal
Kategori 1. Rendah (5-11) 2. Sedang (12-18) 3. Tinggi (19-25)
13.
Kelompok acuan (total)
Ordinal
1. Rendah (15-25) 2. Sedang (26-36) 3. Tinggi (37-47)
14.
Kesadaran mengonsumsi beras merah
Ordinal
1. Rendah (35-40) 2. Sedang (41-45) 3. Tinggi (46-50)
15.
Frekuensi konsumsi beras merah
Ordinal
1. 2. 3. 4.
≤4 kali/bln 5-12 kali/bln 13-20 kali/bln >20 kali/bln
16.
Jumlah konsumsi beras merah per minggu
Rasio
1. 2. 3. 4. 5. 6.
0-0,99 kg 1-1,99 kg 2-2,99 kg 3-3,99 kg 4-4,99 kg ≥5 kg
Definisi Operasional Beras merah (Oryza nivara) adalah salah satu jenis bahan pangan yang diolah menjadi nasi dan berperan sebagai sumber karbohidrat. Berwarna kemerahan atau kecoklatan akibat aleuronnya yang mengandung pigmen antosianin. Konsumen adalah orang (individu) yang mengonsumsi beras merah minimal satu kali dalam sebulan terakhir dari waktu pengambilan data. Karakteristik konsumen adalah ciri-ciri individu yang meliputi jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, dan alasan konsumsi beras merah. Karakteristik keluarga adalah ciri-ciri keluarga konsumen yang meliputi besar keluarga dan pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan dari seluruh anggota keluarga dalam satu bulan, baik hasil utama maupun tambahan, dan dinyatakan dalam satuan rupiah. Kelompok acuan adalah besar pengaruh yang dirasakan konsumen dalam mengonsumsi beras merah, yang berasal dari orang atau sekelompok orang yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam mengonsumsi beras merah, dalam hal ini terdiri atas ahli/pakar (orang yang dianggap memiliki
pengetahuan
lebih
karena
pekerjaan,
pendidikan,
atau
23
pengalamannya, seperti dokter dan pelatih kebugaran) dan kelompok sosial (sekumpulan orang yang berinteraksi secara intensif dengan konsumen, meliputi keluarga dan teman). Kesadaran konsumen adalah keyakinan konsumen terhadap pentingnya mengonsumsi beras merah karena adaya stimulus dari dalam diri ataupun dari luar. Konsumsi adalah frekuensi dan jumlah beras merah yang dimakan oleh konsumen dalam satuan per minggu selama kurun waktu satu bulan terakhir. Media adalah besar pengaruh yang dirasakan konsumen dalam mengonsumsi beras merah, yang berasal dari alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan
pesan
dari
sumber
kepada
khalayak
dengan
menggunakan alat-alat komunikasi mekanis, seperti surat kabar, radio, film, dan televisi.
24
HASIL Faktor Internal Jenis Kelamin Lebih dari separuh konsumen (66,9%) berjenis kelamin perempuan, sementara 33,1 persen sisanya laki-laki. Dapat dilihat bahwa konsumen perempuan lebih mendominasi pasar beras merah. Salah satu dugaan yang muncul adalah karena penggunaan teknik snowball dalam proses pengambilan contoh, sehingga sebarannya menjadi tidak merata. Sebaran konsumen berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran konsumen berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Jumlah (n) 43 87 130
Persentase (%) 33,1 66,9 100,0
Usia Menurut Sumarwan (2004), perbedaan usia pada konsumen akan mempengaruhi selera dan kesukaannya. Siklus hidup seorang konsumen akan ditentukan oleh usianya. Berdasarkan siklus hidupnya, usia konsumen dapat dikelompokkan menjadi sebelas, yaitu: 1. Bayi di bawah satu tahun 2. Bayi di bawah tiga tahun 3. Bayi di bawah lima tahun 4. Anak usia sekolah (6-12 tahun) 5. Remaja awal (13-15 tahun) 6. Remaja lanjut (16-18 tahun) 7. Dewasa awal (19-24 tahun) 8. Dewasa lanjut (25-35 tahun) 9. Separuh baya (36-50 tahun) 10. Tua (51-65 tahun) 11. Lanjut usia (di atas 65 tahun) Konsumen termuda dalam penelitian ini berusia 15 tahun, sementara yang tertua berusia 78 tahun. Rataan usia konsumen adalah 32,1 tahun. Proporsi terbesar jumlah konsumen berada pada kelompok usia dewasa awal, tepatnya 36,9 persen. Walaupun demikian, jumlah ini tidak berbeda jauh dengan kelompok usia separuh baya yang mencakup 32,3 persen konsumen. Jumlah
26
yang terkonsentrasi pada dua kelompok usia ini diduga terkait dengan kelompok pertemanan konsumen yang cenderung dengan usia sebaya. Hampir seluruh konsumen pada kelompok usia remaja, baik awal maupun lanjut, melakukan konsumsi beras merah karena mendapatkan intervensi dari ibu selaku pembuat keputusan mengenai menu makanan di rumah. Sebaran konsumen berdasarkan usia secara lebih rinci ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran konsumen berdasarkan usia Usia (th) Remaja awal (13-15) Remaja lanjut (16-18) Dewasa awal (19-24) Dewasa lanjut (25-35) Separuh baya (36-50) Tua (51-65) Lanjut usia (>65) Total Minimum – Maksimum Rataan ± Standar Deviasi
Jumlah (n) 1 9 48 19 42 10 1 130
Persentase (%) 0,8 6,9 36,9 14,6 32,3 7,7 0,8 100,0 15 – 78 32,1 ± 12,7
Status Pernikahan Sebagian jumlah konsumen (50,8%) merupakan individu yang belum menikah. Tidak berbeda jauh dengan jumlah tersebut, konsumen yang telah menikah sebanyak 46,1 persen. Hal ini diduga memiliki keterkaitan dengan usia konsumen yang didominasi kelompok dewasa awal dengan rentang usia yang cukup jauh dari 18 hingga 40 tahun. Sisanya sebanyak 3,1 persen adalah janda, baik yang cerai hidup maupun cerai mati. Tidak ada konsumen yang berstatus sebagai duda. Sebaran konsumen berdasarkan status pernikahan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran konsumen berdasarkan status pernikahan Status Pernikahan Belum menikah Menikah Janda Total
Jumlah (n) 66 60 4 130
Persentase (%) 50,8 46,1 3,1 100,0
Pendidikan Seluruh konsumen telah menamatkan pendidikan dasar sembilan tahun. Berdasarkan sebaran konsumen pada Tabel 9, hanya terdapat 8,46 persen konsumen yang berpendidikan terakhir SMP. Beberapa konsumen masih berstatus siswa SMA sehingga sebagian besar konsumen yang memiliki pendidikan akhir di tingkat SMP bukan karena keterbatasan kemampuan untuk
27
melanjutkan sekolah. Lebih dari separuh konsumen (52,3%) merupakan lulusan perguruan tinggi dengan gelar sarjana. Untuk jenjang pendidikan yang paling tinggi (pascasarjana) hanya terdapat enam orang konsumen yang termasuk dalam kategori ini. Tabel 9 Sebaran konsumen berdasarkan tingkat pendidikan terakhir Pendidikan Terakhir SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Diploma Sarjana Pascasarjana Total
Jumlah (n) 0 11 38 7 68 6 130
Persentase (%) 0,0 8,5 29,2 5,4 52,3 4,6 100,0
Pekerjaan Hampir sepertiga (30,0%) dari jumlah konsumen merupakan individu yang belum bekerja. Kategori ini didominasi oleh konsumen yang masih berstatus pelajar, mahasiswa, dan sarjana baru (fresh gradute). Konsumen yang bekerja sebagai pegawai swasta dan wirausahawan menempati porsi yang hampir sama, yaitu berturut-turut 16,9 persen dan 17,7 persen. Hanya terdapat satu konsumen (0,8%) yang merupakan pensiunan pegawai. Tabel 10 menampilkan sebaran konsumen berdasarkan jenis pekerjaan. Tabel 10 Sebaran konsumen berdasarkan jenis pekerjaan Jenis Pekerjaan Belum bekerja IRT PNS Pegawai swasta Wirausaha Pensiunan Lainnya Total
Jumlah (n) 39 11 19 22 23 1 15 130
Persentase (%) 30,0 8,5 14,6 16,9 17,7 0,78 11,5 100,0
Alasan Mengonsumsi Beras Merah Alasan konsumen dalam mengonsumsi beras merah sebagian besar didasarkan oleh faktor kesehatan, yaitu sebanyak 68,5 persen. Faktor kesehatan ini di antaranya meliputi faktor penyakit yang diderita, keinginan untuk memiliki kesehatan pencernaan yang lebih baik, dan lain-lain. Sebayak 15,4 persen konsumen lainnya memiliki alasan nilai gizi yang terkandung dalam beras merah, antara lain kadar antioksidan dan nilai Indeks Glikemik beras merah. Hanya 10,0 persen yang mengatakan alasannya mengonsumsi beras merah karena dipengaruhi orang lain, salah satunya adalah saat berada dalam situasi saat
28
makanan pokok yang disajikan di rumahnya hanya beras merah. Sebaran konsumen berdasarkan alasan mengonsumsi beras merah dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran konsumen berdasarkan alasan mengonsumsi beras merah Alasan Konsumsi Faktor kesehatan Nilai gizi beras merah Terpengaruh orang lain Lainnya Total
Jumlah (n) 89 20 13 8 130
Persentase (%) 68,5 15,4 10,0 6,1 100,0
Lokasi Perolehan Beras Merah Sebaran
konsumen
berdasarkan
lokasi
perolehan
beras
merah
ditampilkan dalam Tabel 12. Jumlah konsumen yang melakukan pembelian beras merah di pasar, baik pasar tradisional maupun pasar modern/swalayan, menempati porsi yang cukup besar dan hampir sama (44,6% di pasar tradisional dan 46,9% di pasar modern/swalayan). Sisanya (8,5%) memperoleh beras merah di lokasi lainnya yang beragam, antara lain dari pemberian kerabat, pembelian di kantor, dan hasil panen sendiri. Tabel 12 Sebaran konsumen berdasarkan lokasi perolehan beras merah Lokasi Perolehan Pasar tradisional Pasar swalayan Lainnya Jumlah
Jumlah (n) 58 61 11 130
Persentase (%) 44,6 46,9 8,5 100,0
Besar Keluarga Berdasarkan Tabel 13, diketahui lebih dari separuh konsumen memiliki keluarga dengan ukuran kecil, tepatnya sebesar 64,6 persen. Hanya terdapat 2,3 persen konsumen yang memiliki keluarga berukuran besar. BKKBN (1998) dalam Sari (2010) membagi ukuran keluarga ke dalam tiga kategori, yaitu keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga kurang dari atau sama dengan 4 orang, keluarga sedang dengan jumlah anggota keluarga 5 sampai 6 orang, dan keluarga besar yang jumlah anggotanya lebih dari atau sama dengan 7 orang. Tabel 13 Sebaran konsumen berdasarkan besar keluarga Ukuran Keluarga (org) Kecil (≤ 4) Sedang (5-6) Besar (≥7) Total Minimum – Maksimum Rataan ± Standar Deviasi
Jumlah (n) 84 43 3 130
Persentase (%) 64,6 33,1 2,3 100,0 3–8 4,3 ± 0,9
29
Pendapatan Keluarga per Bulan Pengeluaran keluarga per bulan diklasifikasikan berdasarkan skala SocioEconomic Status atau SES menurut Nielsen, yang terbagi ke dalam enam golongan (Vidinur 2010). Tabel 14 menampilkan sebaran konsumen berdasarkan besar pendapatan keluarga per bulan. Hampir seluruh konsumen (90,8%) tergolong dalam SES A yang merupakan kelompok dengan pendapatan tertinggi. Dapat dikatakan bahwa konsumen beras merah didominasi oleh yang berstatus sosial ekonomi menengah ke atas. Pendapatan merupakan sumberdaya material yang sangat penting bagi konsumen dan biasanya diterima dalam bentuk uang. Jumlah pendapatan akan menggambarkan daya beli seorang konsumen (Sumarwan 2004). Dalam upaya menghindari ketidaknyamanan yang mungkin dirasakan oleh konsumen untuk mengungkapkan pendapatan keluarganya, digunakan pendekatan pengeluaran yang dianggap sebagai indikator pendapatan keluarga per bulan. Tabel 14 Sebaran konsumen berdasarkan besar pendapatan keluarga per bulan Golongan Total Pendapatan SES A ≥ Rp 3.000.000 SES B Rp 2.000.000 - 3.000.000 SES C1 Rp 1.500.000 - 2.000.000 SES C2 Rp 1.000.000 - 1.500.000 SES D Rp 700.000 - 1.000.000 SES E < Rp 700.000 Total Minimum – Maksimum (Rp) Rataan ± Standar Deviasi (Rp)
Jumlah (n) Persentase (%) 118 90,8 9 6,9 1 0,8 2 1,5 0 0,0 0 0,0 130 100,0 1.000.000 – 55.000.000 7.956.153,8 ± 6.601.221,4
Faktor Eksternal Media Dalam penelitian ini, media yang dimaksud adalah media informasi yang bersifat impersonal berupa media massa, baik cetak maupun elektronik. Lima penyataan diberikan kepada konsumen untuk mengetahui seberapa besar pengaruh media yang dirasakan konsumen dalam mengonsumsi beras merah. Sebagian besar jawaban konsumen tersebar pada pilihan “setuju” dan “kurang setuju”. Hanya terdapat sebagian kecil konsumen yang menjawab “tidak setuju” pada pernyataan nomor 3, 4, dan 5, sementara untuk pernyataan nomor 1 dan 2 tidak ada konsumen yang menjawab “tidak setuju”. Tabel 15 menunjukkan sebaran konsumen berdasarkan jawaban terhadap media.
30
Tabel 15 Sebaran konsumen berdasarkan jawaban terhadap media No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pernyataan Mengingat informasi dari media Mendapat informasi dari media Frekuensi melihat informasi dari media Waktu untuk mencari informasi dari media Pengaruh informasi dari media
SS 10.0 9.2 7.7 6.9 20.8
Jumlah (%) S KS TS 48.5 35.4 6.2 41.5 39.2 10.0 31.5 45.4 14.6 39.2 36.9 16.2 50.0 20.0 8.5
STS 0.0 0.0 0.8 0.8 0.8
Total (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Sebaran konsumen berdasarkan skor media dapat dilihat pada Tabel 16. Proporsi yang sama dapat dilihat pada skor sedang dan tinggi, yaitu masingmasing 40,8 persen. Hanya sebagian kecil konsumen yang memiliki skor media yang rendah (18,5%). Tabel 16 Sebaran konsumen berdasarkan skor media Media Rendah (10-15) Sedang (16-20) Tinggi (21-25) Total Minimum – Maksimum Rataan ± Standar Deviasi
Jumlah (n) 24 53 53 130
Persentase (%) 18,5 40,8 40,8 100,0 10,0 – 25,0 17,6 ± 3,0
Kelompok Acuan Kelompok acuan konsumen dibagi ke dalam dua aspek, yaitu kelompok tenaga ahli atau pakar dan juga kelompok sosial yang meliputi keluarga dan atau teman. Selebritas, karakter dagang, maupun juru bicara (spokes person) tidak dimasukkan karena sangat jarang ditemukan dalam pemasaran beras merah. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kelompok acuan yang dirasakan konsumen, disediakan sepuluh pernyataan yang dibagi ke dalam dua aspek. Secara umum, dapat dilihat pada Tabel 17 bahwa sebagian besar jawaban konsumen berada pada pilihan “setuju”, disusul dengan pilihan “kurang setuju”. Pilihan “tidak setuju” menempati proporsi yang paling kecil. Tabel 17 Sebaran konsumen berdasarkan jawaban terhadap kelompok acuan No.
Pernyataan
Tenaga Ahli/Pakar 1. Awal pengenalan beras merah 2. Sumber informasi beras merah 3. Frekuensi informasi makanan sehat 4. Perilaku imitasi konsumsi beras merah 5. Rekomendasi Kelompok Sosial 6. Awal pengenalan beras merah 7. Sumber informasi beras merah 8. Trend 9. Perilaku imitasi konsumsi beras merah 10. Rekomenasi
SS
Jumlah (%) S KS TS
STS
Total (%)
13.1 18.5 20.0 17.7 18.5
44.6 43.1 46.9 37.7 40.0
20.8 19.2 16.2 20.8 18.5
15.4 14.6 12.3 17.7 17.7
6.2 4.6 4.6 6.2 5.4
100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
28.5 27.7 8.5 24.6 20.8
42.3 42.3 38.5 42.3 42.3
21.5 22.3 28.5 23.1 22.3
6.9 6.2 17.7 6.9 10.8
0.8 1.5 6.9 3.1 3.8
100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
31
Skor tenaga ahli atau pakar dalam mengonsumsi beras merah menempati skor yang cukup tinggi, yakni sebanyak 61,5 persen konsumen memiliki skor tenaga ahli atau pakar yang tinggi. Sementara itu, proporsi terbesar skor kelompok sosial yang terdiri atas keluarga dan atau teman juga menempati posisi tinggi (72,3%). Skor dikompositkan
tenaga
ahli
menjadi
atau
skor
pakar
total
dan
kelompok
kelompok acuan.
sosial Ketika
kemudian skor
telah
digabungkan, ternyata sebagian besar konsumen (72,3%) dinilai memiliki skor kelompok acuan dalam kategori tinggi. Tabel 18 menampilkan sebaran konsumen berdasarkan kelompok acuan. Tabel 18 Sebaran konsumen berdasarkan skor kelompok acuan Kelompok Acuan Tenaga Ahli/Pakar Rendah (5-11) Sedang (12-18) Tinggi (19-25) Minimum – Maksimum Rataan ± Standar Deviasi Kelompok Sosial Rendah (5-11) Sedang (12-18) Tinggi (19-25) Minimum – Maksimum Rataan ± Standar Deviasi Skor Total Rendah (15-25) Sedang (26-36) Tinggi (37-47) Minimum – Maksimum Rataan ± Standar Deviasi Total
Jumlah (n)
Persentase (%)
19 31 80
14,6 23,8 61,5 5,0 – 25,0 19,8 ± 5,1
5 31 94
3,8 23,8 72,3 5,0 – 25,0 18,5 ± 3,6
5 31 94
3,8 23,8 72,3 15,0 – 46,0 36,0 ± 6,0 100,00
130
Kesadaran Sebanyak sepuluh pernyataan diberikan kepada konsumen untuk mengetahui kesadaran konsumen tentang pentingnya mengonsumsi beras merah. Sebagian besar jawaban terpusat pada pilihan “setuju”, sementara tidak ada konsumen yang memilih “sangat tidak setuju”. Tabel 19 menunjukkan sebaran konsumen berdasarkan jawaban terhadap kesadaran konsumsi beras merah. Sebagian besar jawaban konsumen konsumen cenderung pada pilihan setuju dan sangat setuju. Rata-rata lebih dari separuh jumlah konsumen berada pada pilihan setuju. Hanya terdapat sebagian kecil konsumen yang menjawab tidak setuju, bahkan tidak ada konsumen yang menganggap sangat tidak setuju dengan pernyataan-pernyataan yang diberikan.
32
Tabel 19 Sebaran konsumen berdasarkan jawaban terhadap kesadaran No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Pernyataan Beras merah cocok dikonsumsi semua usia Beras merah memiliki tekstur yang pera Beras merah dapat dikonsumsi sebagai pengganti beras putih Beras merah mengandung banyak serat yang dapat membantu menurunkan kadar kolesterol Beras merah mengandung antioksidan yang dapat mengurangi risiko penyakit degenerative Kandungan vitamin dan mineral dalam beras merah lebih banyak daripada beras putih Beras merah mengandung lebih banyak vitamin dan mineral dibandingkan beras putih Mengonsumsi beras merah cocok untuk diet menurunkan berat badan Mengonsumsi beras merah dapat menurunkan risiko terkena diabetes Beras merah lebih baik dikonsumsi apabila memiliki keluhan diabetes
SS 30,0 24,6 28,5
Jumlah (%) S KS TS 56,9 12,3 0,8 54,6 15,4 5,4 61,5 10,0 0,0
STS 0,0 0,0 0,0
Total (%) 100,0 100,0 100,0
31,5
63,1
5,4
0,0
0,0
100,0
21,5
64,6
13,8
0,0
0,0
100,0
32,3
62,3
5,4
0,0
0,0
100,0
33,1
58,5
8,5
0,0
0,0
100,0
32,3
57,7
8,5
1,5
0,0
100,0
27,7
63,8
7,7
0,8
0,0
100,0
30,8
57,7
10,0
1,5
0,0
100,0
Pada kasus konsumsi beras merah, diketahui kesadaran konsumen masih belum tinggi. Fakta ini tercermin dari proporsi konsumen yang memiliki tingkat kesadaran yang masih rendah berada pada posisi teratas (47,7%), seperti yang terlihat pada Tabel 20. Konsumen dengan tingkat kesadaran yang tergolong tinggi justru menempati proporsi terrendah dengan hanya mencapai 21,5 persen. Dari total sepuluh pernyataan yang diberikan dan dengan total skor 50 poin, skor terendah yang dicapai konsumen adalah 35 poin, sementara skor tertinggi adalah 50 poin. Rataan dari skor adalah 41,7 poin. Skor rataan ini termasuk ke dalam kategori sedang, dengan standar deviasi sebesar 4,0. Tabel 20 Sebaran konsumen berdasarkan skor kesadaran konsumsi beras merah Kesadaran Rendah (35-40) Sedang (41-45) Tinggi (46-50) Jumlah Minimum – Maksimum Rataan ± Standar Deviasi
Jumlah (n) 62 40 28 130
Persentase (%) 47,7 30,8 21,5 100,0 35,0 – 50,0 41,7 ± 4,0
Konsumsi Beras Merah Tingkat konsumsi beras merah diukur dari frekuensi dan jumlah pangan yang dikonsumsi dalam suatu waktu tertentu. Setiap konsumen memiliki frekuensi yang beragam dalam mengonsumsi beras merah. Hampir seluruh konsumen mengonsumsi beras merah sebagai pelengkap beras putih. Hanya beberapa konsumen tertentu yang telah mengganti seluruh konsumsi beras
33
putihnya dengan beras merah. Walaupun demikian, tidak ditelusuri lebih lanjut mengenai konsistensi konsumsi beras merah jika konsumen makan di luar rumah. Frekuensi konsumsinya pun ada yang teratur, ada pula yang tidak teratur. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 21. Lebih dari separuh konsumen (51,5%) mengonsumsi beras merah empat kali dalam satu bulan terakhir. Hal ini menunjukkan frekuensi yang cukup rendah, yang mengindikasikan konsumen melakukan konsumsi satu kali dalam seminggu, atau bahkan dua minggu sekali. Walaupun demikian, hampir seperlima dari jumlah konsumen telah melakukan konsumsi beras merah secara cukup rutin, yaitu dengan frekuensi lebih dari dua puluh kali dalam satu bulan terakhir (17,7%), atau setidaknya lebih dari lima kali per minggunya. Tabel 21 Sebaran konsumen berdasarkan konsumsi beras merah Konsumsi Frekuensi Konsumsi (kali/bln) ≤4 5-12 13-20 >20 Jumlah Konsumsi Bulanan (kg) 0 – 0,99 1 – 1,99 2 – 2,99 3 – 3,99 4 – 4,99 ≥5 Minimum – Maksimum Rataan ± SD Jumlah
Jumlah (n)
Persentase (%)
67 27 13 23
51,5 20,8 10,0 17,7
38 16 33 5 33 5
29,2 12,3 25,4 3,8 25,4 3,8 0,8 – 8,4 2,4 ± 1,5 100,0
130
Rata-rata konsumen mengonsumsi beras merah sebanyak 2,4 kg dalam sebulan, dengan angka standar deviasi sebesar 1,5. Jumlah paling sedikit yang dikonsumsi adalah 0,8 kg dan jumlah terbanyak adalah 8,4 kg per bulannya. Dalam sebulan terdapat beberapa variasi jumlah beras merah yang dikonsumsi. Sebaran dengan proporsi terbesar ditempati oleh konsumen dengan jumlah konsumsi bulanan kurang dari 1 kg (29,2%). Sementara itu, jumlah konsumen dengan konsumsi bulanan 2-2,99 kg dan 4-4,99 kg adalah sama, yaitu 25,4 persen. Hubungan Faktor Internal dengan Media dan Kelompok Acuan Sebelum dilakukan uji hubungan menggunakan analisis korelasi Pearson (Lampiran 4), terlebih dahulu dilihat sebaran setiap variabel faktor internal yang akan diuji keeratan hubungannya dengan media melalui tabulasi silang. Dari
34
Tabel 22, dapat dilihat adanya kecenderungan konsumen berjenis kelamin perempuan memiliki skor media yang lebih tinggi. Begitu pula dengan konsumen yang berusia lebih muda dan berpendidikan sarjana. Setelah dilakukan uji hubungan dengan korelasi Pearson, diketahui hanya terdapat satu variabel dari seluruh variabel faktor internal, yaitu pendidikan, yang memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan media (r=0,189). Tabel 22 Sebaran konsumen berdasarkan faktor internal dan media, serta nilai koefisien korelasi Pearson Faktor Internal
Media Rendah (10-15) Sedang (16-20) Tinggi (21-25) n % n % n %
Total
n % Jenis Kelamin Laki-laki 7 16,3 20 46,5 16 37,2 43 100,0 Perempuan 17 19,5 33 37,9 37 42,5 87 100,0 1 Usia (th) Remaja awal (13-15) 0 0,0 0 0,0 1 100,0 3 100,0 Remaja lanjut (16-18) 2 22,2 2 22,2 5 55,6 9 100,0 Dewasa awal (19-24) 8 16,7 19 39,6 21 43,8 48 100,0 Dewasa lanjut (25-35) 3 15,8 10 52,6 6 31,6 19 100,0 Separuh baya (36-50) 8 19,0 17 40,5 17 40,5 42 100,0 Tua (51-65) 2 20,0 5 50,0 3 30 10 100,0 Lanjut usia (>65) 1 100,0 0 0,0 0 0,0 1 100,0 Koefisien korelasi Pearson -0,116 Status Pernikahan Menikah 13 21,7 26 43,3 21 35,0 60 100,0 Tidak Menikah 11 15,7 27 38,6 32 45,7 70 100,0 2 Pendidikan SD/sederajat 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 SMP/sederajat 3 27,3 2 18,2 6 54,5 11 100,0 SMA/sederajat 12 31,6 16 42,1 10 26,3 38 100,0 Diploma 0 0,0 5 71,4 2 28,6 7 100,0 Sarjana 8 11,8 28 41,2 32 47,1 68 100,0 Pascasarjana 1 16,7 2 33,3 3 50,0 6 100,0 Koefisien korelasi Pearson 0,189* Status Pekerjaan Bekerja 14 17,7 35 44,3 30 38,0 79 100,0 Tidak Bekerja 10 19,6 18 35,3 23 45,1 51 100,0 Alasan Konsumsi Faktor Kesehatan 14 15,7 41 46,1 34 38,2 89 100,0 Lainnya 10 24,4 12 29,3 19 46,3 41 100,0 1 Besar Keluarga (org) Kecil (≤4) 16 19,0 37 44,0 31 36,9 84 100,0 Sedang (5-6) 7 16,3 16 37,2 20 46,5 43 100,0 Besar (≥7) 1 33,3 0 0,0 2 66,7 3 100,0 Koefisien korelasi Pearson 0,107 1 Pengeluaran Keluarga per Bulan (Rp) < 700.000 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 700.000-1.000.000 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1.000.000-1.500.000 2 100,0 0 0,0 0 0,0 2 100,0 1.500.000-2.000.000 0 0,0 0 0,0 1 100,0 1 100,0 2.000.000-3.000.000 1 11,1 0 0,0 8 88,9 9 100,0 ≥ 3.000.000 21 17,8 53 44,9 44 37,3 118 100,0 Koefisien korelasi Pearson 0,048 Total 24 18,5 53 40,8 53 40,8 130 100,0 1 Keterangan: tidak memiliki hubungan yang signifikan menurut uji korelasi Pearson 2 memiliki hubungan nyata pada P<0,05 menurut uji korelasi Pearson
35
Untuk mengetahui faktor internal yang memiliki keeratan hubungan dengan kelompok acuan, juga dilihat sebaran setiap variabel faktor internal dengan kelompok acuan terlebih dahulu (Tabel 23). Terlihat bahwa sebagian besar konsumen, berdasarkan karakteristik apapun, cenderung memiliki skor kelompok acuan yang tinggi. Setelah melalui uji hubungan, diketahui usia konsumen (r=0,220) memiliki hubungan nyata dengan kelompok acuan. Tabel 23 Sebaran konsumen berdasarkan faktor internal dan kelompok acuan, serta nilai koefisien korelasi Pearson Faktor Internal
Kelompok Acuan Rendah (15-25) Sedang (26-36) Tinggi (37-47) n % N % n %
n Jenis Kelamin Laki-laki 3 7,0 7 16,3 33 76,7 43 Perempuan 2 2,3 24 27,6 61 70,1 87 2 Usia (th) Remaja awal (13-15) 0 0,0 0 0,0 1 100,0 1 Remaja lanjut (16-18) 0 0,0 3 33,3 6 66,7 9 Dewasa awal (19-24) 2 4,2 17 35,4 29 60,4 48 Dewasa lanjut (25-35) 1 5,3 3 15,8 15 78,9 19 Separuh baya (36-50) 2 4,8 7 16,7 33 78,6 42 Tua (51-65) 0 0,0 1 10,0 9 90,0 10 Lanjut usia (>65) 0 0,0 0 0,0 1 100,0 1 Koefisien korelasi Pearson 0,220* Status Pernikahan Menikah 3 5,0 10 16,7 47 78,3 60 Tidak Menikah 2 2,9 21 30,0 47 67,1 70 1 Pendidikan SD/sederajat 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 SMP/sederajat 1 9,1 3 27,3 7 63,6 11 SMA/sederajat 2 5,3 9 23,7 27 71,1 38 Diploma 0 0,0 1 14,3 6 85,7 7 Sarjana 1 1,5 17 25,0 50 73,5 68 Pascasarjana 1 16,7 1 16,7 4 66,7 6 Koefisien korelasi Pearson 0,109 Status Pekerjaan Bekerja 3 3,8 11 13,9 65 82,3 79 Tidak Bekerja 2 3,9 20 39,2 29 56,9 51 Alasan Konsumsi Faktor Kesehatan 1 1,1 16 18,0 72 80,9 89 Lainnya 4 9,8 15 36,6 22 53,7 41 1 Besar Keluarga (org) Kecil (≤4) 3 3,6 16 19,0 65 77,4 84 Sedang (5-6) 1 2,3 15 34,9 27 62,8 43 Besar (≥7) 1 33,3 0 0,0 2 66,7 3 Koefisien korelasi Pearson -0,162 1 Pengeluaran Keluarga per Bulan (Rp) < 700.000 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 700.000-1.000.000 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 1.000.000-1.500.000 2 1,5 0 0,0 0 0,0 2 1.500.000-2.000.000 0 0,0 0 0,0 1 100,0 1 2.000.000-3.000.000 0 0,0 3 33,3 6 66,7 9 ≥ 3.000.000 3 2,5 28 23,7 87 73,7 118 Koefisien korelasi Pearson 0,172 Total 5 3,8 31 23,8 94 72,3 130 1 Keterangan: tidak memiliki hubungan yang signifikan menurut uji korelasi Pearson 2 memiliki hubungan nyata pada P<0,05 menurut uji korelasi Pearson
Total % 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
100,0 100,0 0,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
0,0 0,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
36
Hubungan Faktor Internal dengan Kesadaran dan Konsumsi Beras Merah Hubungan faktor internal dengan kesadaran dilihat melalui sebaran pada Tabel 24. Konsumen yang berusia lebih tua cenderung memiliki kesadaran yang lebih tinggi. Diduga usia tua membuat kondisi kesehatan menurun sehingga konsumen lebih peduli pada asupan makanannya. Akan tetapi hasil uji hubungan hanya menunjukkan signifikansi antara pendidikan dan kesadaran (r=0,206). Tabel 24 Sebaran konsumen berdasarkan faktor internal dan kesadaran, serta nilai koefisien korelasi Pearson Faktor Internal
Kesadaran Rendah (35-40) Sedang (41-45) Tinggi (46-50) n % n % n %
n Jenis Kelamin Laki-laki 24 55,8 15 34,9 4 9,3 43 Perempuan 38 43,7 25 28,7 24 27,6 87 1 Usia (th) Remaja awal (13-15) 1 100,0 0 0,0 0 0,0 1 Remaja lanjut (16-18) 5 55,6 3 33,3 1 11,1 9 Dewasa awal (19-24) 26 54,2 13 27,1 9 18,8 48 Dewasa lanjut (25-35) 10 52,6 3 21,1 5 26,3 19 Separuh baya (36-50) 17 40,5 15 35,7 10 23,8 42 Tua (51-65) 3 30,0 4 40,0 3 30,0 10 Lanjut usia (>65) 0 0,0 1 100,0 0 0,0 1 Koefisien korelasi Pearson 0,101 Status Pernikahan Menikah 23 38,3 20 33,3 17 23,8 60 Tidak Menikah 39 55,7 20 28,6 11 15,7 70 2 Pendidikan SD/sederajat 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 SMP/sederajat 8 72,7 2 18,2 1 9,1 11 SMA/sederajat 19 50,0 15 39,5 4 10,5 38 Diploma 3 42,9 3 42,9 1 14,3 7 Sarjana 30 4,1 19 27,9 19 27,9 68 Pascasarjana 2 33,7 1 16,7 3 50,0 6 Koefisien korelasi Pearson 0,206* Status Pekerjaan Bekerja 40 50,6 22 27,8 17 21,5 79 Tidak Bekerja 22 43,1 18 35,3 11 21,6 51 Alasan Konsumsi Faktor Kesehatan 43 48,3 25 28,1 21 23,6 89 Lainnya 19 46,3 15 36,6 7 17,1 41 1 Besar Keluarga (org) Kecil (≤4) 42 50,0 26 31,0 16 19,0 84 Sedang (5-6) 20 46,5 13 30,2 10 23,3 43 Besar (≥7) 0 0,0 1 33,3 2 66,7 3 Koefisien korelasi Pearson 0,084 1 Pengeluaran Keluarga per Bulan (Rp) < 700.000 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 700.000-1.000.000 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 1.000.000-1.500.000 0 0,0 1 50,0 1 50,0 2 1.500.000-2.000.000 1 100,0 0 0,0 0 0,0 1 2.000.000-3.000.000 5 55,6 2 22,2 2 22,2 9 ≥ 3.000.000 56 47,5 37 31,4 25 21,2 118 Koefisien korelasi Pearson -0,087 Total 62 47,7 40 30,8 28 21,5 130 1 Keterangan: tidak memiliki hubungan yang signifikan menurut uji korelasi Pearson 2 memiliki hubungan nyata pada P<0,05 menurut uji korelasi Pearson
Total % 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
100,0 100,0 0,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
0,0 0,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
37
Seperti variabel kesadaran, variabel konsumsi juga terlebih dahulu dilihat sebarannya dengan tabulasi silang. Hasilnya ditampilkan pada Tabel 25. Jumlah beras merah yang dikonsumsi konsumen laki-laki cenderung lebih banyak daripada konsumen perempuan. Walaupun demikian, ternyata konsumen dengan jumlah konsumsi lebih dari 5 kg dalam sebulan terakhir didominasi oleh perempuan. Tabel 25 Sebaran konsumen berdasarkan faktor internal dan konsumsi beras merah, serta nilai koefisien korelasi Pearson Faktor Internal
0-0,99 n %
Konsumsi Beras Merah (kg) 1-1,99 2-2,99 3-3,99 4-4,99 n % n % n % n %
≥5 n %
Total
n % Jenis Kelamin Laki-laki 11 25,6 5 11,6 9 20,9 3 7,0 14 32,6 1 2,3 43 100,0 Perempuan 27 31,0 11 12,6 24 27,6 2 2,3 19 21,8 4 4,6 87 100,0 1 Usia (th) Remaja awal (13-15) 1 100,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 100,0 Remaja lanjut (16-18) 4 44,4 0 0,0 2 22,2 0 0,0 3 33,3 0 0,0 9 100,0 Dewasa awal (19-24) 20 41,7 6 12,5 6 12,5 0 0,0 15 31,2 1 2,1 48 100,0 Dewasa lanjut (25-35) 5 26,3 4 21,1 6 31,6 1 5,3 2 10,6 1 5,3 19 100,0 Separuh baya (36-50) 7 16,7 4 9,5 16 38,1 2 4,8 10 23,8 3 7,1 42 100,0 Tua (51-65) 1 10,0 2 20,0 2 20,0 2 20,0 3 30,0 0 0,0 10 100,0 Lanjut usia (>65) 0 0,0 0 0,0 1 100,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 100,0 Koefisien korelasi Pearson 0,141 Status Pernikahan Menikah 11 18,3 6 10,0 21 35,0 5 8,3 13 21,7 4 6,7 60 100,0 Tidak Menikah 27 38,6 10 14,3 12 17,1 0 0,0 20 28,6 1 1,4 70 100,0 2 Pendidikan SD/sederajat 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 SMP/sederajat 4 36,4 0 0,0 3 27,3 0 0,0 3 27,3 1 9,1 11 100,0 SMA/sederajat 17 44,7 2 5,3 7 18,4 0 0,0 12 31,6 0 0,0 38 100,0 Diploma 1 14,3 1 14,3 3 42,9 0 0,0 2 28,6 0 0,0 7 100,0 Sarjana 15 22,1 13 19,1 18 26,5 5 7,4 13 19,1 4 5,9 68 100,0 Pascasarjana 1 16,7 0 0,0 2 33,3 0 0,0 3 50,0 0 0,0 6 100,0 Koefisien korelasi Pearson 0,180* Status Pekerjaan Bekerja 21 26,6 10 12,7 20 25,3 5 6,3 19 24,1 4 5,1 79 100,0 Tidak Bekerja 17 33,3 6 11,8 13 25,5 0 0,0 14 27,5 1 2,0 51 100,0 Alasan Konsumsi Faktor Kesehatan 25 28,1 12 13,5 23 25,8 5 5,6 21 23,6 3 3,4 89 100,0 Lainnya 13 31,7 4 9,8 10 24,4 0 0,0 12 29,3 2 4,9 41 100,0 1 Besar Keluarga (org) Kecil (≤4) 26 31,0 13 15,5 23 27,4 2 2,4 19 22,6 1 1,2 84 100,0 Sedang (5-6) 11 25,6 3 7,0 10 23,3 3 7,0 12 27,9 4 9,3 43 100,0 Besar (≥7) 1 33,3 0 0,0 0 0,0 0 0,0 2 66,7 0 0,0 3 100,0 Koefisien korelasi Pearson -0,031 2 Pengeluaran Keluarga per Bulan (Rp) < 700.000 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 700.000-1.000.000 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1.000.000-1.500.000 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 50,0 1 50,0 2 100,0 1.500.000-2.000.000 0 0,0 0 0,0 1 100,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 100,0 2.000.000-3.000.000 3 33,3 1 11,1 2 22,2 0 0,0 3 33,3 0 0,0 9 100,0 ≥ 3.000.000 35 29,7 15 12,7 30 25,4 5 4,2 29 24,6 4 3,4 118 100,0 Koefisien korelasi Pearson 0,211* Total 38 29,2 16 12,3 33 25,4 5 3,8 33 25,4 5 3,8 130 100,0 1 Keterangan: tidak memiliki hubungan yang signifikan menurut uji korelasi Pearson 2 memiliki hubungan nyata pada P<0,05 menurut uji korelasi Pearson
38
Selain kecenderungan dari sisi jenis kelamin, terlihat pula kecenderungan mengonsumsi beras merah lebih banyak pada konsumen yang berusia lebih tua, berpendidikan tinggi, dan sudah menikah. Menurut hasil uji korelasi Pearson, hubungan yang positif ditunjukkan antara pendidikan (r=0,180) dan pendapatan keluarga per bulan (r=0,211) dengan konsumsi.
Hubungan Media, Kelompok Acuan, Kesadaran, dan Konsumsi Beras Merah Sebelum dilakukan uji hubungan, terlebih dahulu dilihat sebaran variabel yang akan diuji hubungannya melalui metode tabulasi silang. Hasil tabulasi silang antara media dan kelompok acuan dengan kesadaran konsumsi beras merah disajikan pada Tabel 26. Baik pada konsumen dengan skor media rendah, sedang, maupun tinggi, ternyata tingkat kesadarannya memiliki kecenderungan yang sama, yaitu rendah. Sementara itu, konsumen dengan skor kelompok acuan yang lebih tinggi justru cenderung memiliki kesadaran yang lebih rendah. Tabel 26 Sebaran konsumen berdasarkan skor media, kelompok acuan, dan kesadaran konsumsi beras merah, serta nilai koefisien korelasi Pearson Faktor Eksternal
Kesadaran Rendah (35-40) Sedang (41-45) n % n %
Tinggi (46-50) n %
n 2 Media Rendah (10-15) 10 41,7 10 41,7 4 16,7 24 Sedang (16-20) 28 52,8 16 30,2 9 17,0 53 Tinggi (21-25) 24 45,3 14 26,4 15 28,3 53 * Koefisien korelasi Pearson 0,185 1 Kelompok Acuan Rendah (15-25) 1 20,0 2 40,0 2 40,0 5 Sedang (26-36) 11 35,5 5 16,1 15 48,4 31 Tinggi (37-47) 50 53,2 33 35,1 11 11,7 94 Koefisien korelasi Pearson -0,145 Total 62 47,7 40 30,8 28 21,5 130 1 Keterangan: tidak memiliki hubungan yang signifikan menurut uji korelasi Pearson 2 memiliki hubungan nyata pada P<0,05 menurut uji korelasi Pearson
Total % 100,0 100,0 100,0
100,0 100,0 100,0 100,0
Uji korelasi Pearson menampilkan hubungan yang positif antara media dengan kesadaran. Nilai koefisien korelasi (r) adalah 0,185 yang berarti sebanyak 18,5 persen data kedua variabel ini berhubungan secara positif. Semakin tinggi skor media, maka kesadaran konsumen juga akan meningkat. Tabulasi silang juga dilakukan untuk melihat sebaran konsumen berdasarkan skor media, kelompok acuan, dan kesadaran dengan konsumsi beras merah seperti yang ditampilkan Tabel 27. Ditemukan kecenderungan bahwa konsumen dengan kesadaran yang rendah mengonsumsi beras merah
39
dalam jumlah yang lebih sedikit, begitu pula sebaliknya. Hal ini diperkuat dengan hasil uji korelasi Pearson yang memberikan gambaran keeratan hubungan antara kesadaran dengan konsumsi beras merah per bulan (r=0,175). Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara konsumsi beras merah dengan kelompok acuan. Tabel 27 Sebaran konsumen berdasarkan skor media, kelompok acuan, kesadaran dan konsumsi beras merah, serta nilai koefisien korelasi Pearson Variabel
0-0,99 n %
Konsumsi Beras Merah (kg) 1-1,99 2-2,99 3-3,99 4-4,99 n % n % n % n %
≥5 n %
n 1 Media Rendah (10-15) 7 29,2 3 12,5 5 20,8 1 4,2 6 25,0 2 8,3 24 Sedang (16-20) 14 26,4 7 13,2 17 32,1 3 5,7 11 20,8 1 1,9 53 Tinggi (21-25) 17 32,1 6 11,3 11 20,8 1 1,9 16 30,2 2 3,8 53 Koefisien korelasi Pearson -0,131 1 Kelompok Acuan Rendah (15-25) 0 0,0 0 0,0 2 40,0 0 0,0 2 40,0 1 20,0 5 Sedang (26-36) 10 32,3 4 12,9 4 12,9 0 0,0 10 32,3 3 9,7 31 Tinggi (37-47) 28 29,8 12 12,8 27 28,7 5 5,3 21 22,3 1 1,1 94 Koefisien korelasi Pearson 0,136 2 Kesadaran Rendah (35-40) 24 38,7 8 12,9 11 17,7 3 4,8 15 24,2 1 1,6 62 Sedang (41-45) 10 25,0 4 10,0 14 35,0 1 2,5 9 22,5 2 5,0 40 Tinggi (46-50) 4 14,3 4 14,3 8 28,6 1 3,6 9 32,1 2 7,1 28 * Koefisien korelasi Pearson 0,175 Total 38 29,2 16 12,3 33 25,4 5 3,8 33 25,4 5 3,8 130 1 Keterangan: tidak memiliki hubungan yang signifikan menurut uji korelasi Pearson 2 memiliki hubungan nyata pada P<0,05 menurut uji korelasi Pearson
Total % 100,0 100,0 100,0
100,0 100,0 100,0
100,0 100,0 100,0 100,0
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Media dan Kelompok Acuan Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap media dilakukan dengan mengunakan uji regresi linier berganda (Lampiran 5). Pada model ini variabel-variabel independen yang dimasukkan adalah variabel faktor internal, meliputi jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan, status kerja, alasan konsumsi, dan pendapatan keluarga per bulan. Hasil uji regresi linier berganda dapat dilihat pada Tabel 28. Berdasarkan hasil uji regresi, diketahui bahwa hanya variabel pendidikan konsumen yang berpengaruh secara nyata terhadap media dengan koefisien β belum terstandardisasi sebesar 0,299. Hal ini berarti setiap kenaikan 1 tahun lama pendidikan akan menaikkan skor media sebesar 0,299 poin. Nilai adjusted R square dari model ini adalah sebesar 0,030, menunjukkan bahwa model ini hanya menjelaskan 3,0 persen pengaruh variabel faktor internal terhadap media, sementara sisanya (97,0%) dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.
40
Tabel 28 Nilai β terstandardisasi dan belum terstandardisasi, serta signifikansi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap media dan kelompok acuan Variabel
Media β β Unstandar Standar -0,063 -0,010 -0,054 -0,225
Jenis Kelamin (laki-laki=1) Usia (tahun) Status Pernikahan -0,003 (menikah=1) Pendidikan (tahun) 0,299 Status Kerja (bekerja=1) -0,235 Alasan Konsumsi 0,253 (faktor kesehatan=1) Pendapatan Keluarga per -6,081E-9 Bulan (Rp.) Keterangan: ** sangat nyata pada P<0.01
0,000
Sig. 0,916 0,103
Kelompok Acuan β β Sig. Unstandar Standar -1,185 -0,093 0,289 0,092 0,196 0,131
0,997
-0,736
-0,061
0,644
0,283 0,009** -0,038 0,719
-0,378 1,799
-0,181 0,147
0,076 0,140
0,039
0,698
4,514
-0,013
0,889
9,862E-8
0,351 0,000** 0,108
0,225
Alasan konsumsi (β = 4,514) memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap kelompok acuan. Maksudnya adalah jika alasan konsumsinya adalah karena faktor kesehatan, maka skor kelompok acuan akan naik sebesar 4,514 poin. Nilai adjusted R square yang didapat dari model ini adalah sebesar 0,145. Nilai ini menunjukkan bahwa model ini hanya menjelaskan 14,5 persen pengaruh variabel-variabel faktor internal terhadap kelompok acuan, sementara 85,5 persen sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kesadaran Kesadaran konsumen tentunya tidak datang begitu saja tanpa ada faktor yang mempengaruhinya. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesadaran konsumen, khususnya dalam mengonsumsi beras merah, dilakukan uji regresi linier berganda. Variabel-variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi ini adalah jenis kelamin, usia, pendidikan, alasan konsumsi, pendapatan keluarga per bulan, serta kekuatan kelompok acuan. Dari Tabel 29 yang menunjukkan hasil uji regresi linier berganda, dapat dilihat bahwa pendidikan memiliki pengaruh positif terhadap kesadaran dengan β=0,281. Nilai ini berarti setiap kenaikan 1 tahun lama pendidikan akan menaikkan skor kesadaran sebesar 0,281 poin. Kekuatan kelompok acuan berpengaruh secara nyata terhadap kesadaran namun dalam bentuk negatif (β = -2,009). Angka ini memiliki arti jika kekuatan kelompok acuan tergolong kuat, maka skor kesadaran akan turun sebesar 2,009 poin. Dari model regresi ini, diperoleh nilai adjusted R square sebesar 0,095. Ini berarti model regresi tersebut hanya mampu menjelaskan 9,5 persen
41
pengaruh faktor internal, media, dan kelompok acuan terhadap kesadaran konsumen. Sisanya (90,5%) dipengaruhi oleh variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Tabel 29 Nilai β terstandardisasi dan belum terstandardisasi, serta signifikansi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesadaran Variabel Jenis Kelamin (laki-laki=1) Usia (th) Pendidikan (th) Alasan Konsumsi (faktor kesehatan=1) Pendapatan Keluarga per Bulan (Rp.) Kekuatan kelompok acuan (kuat=1) Keterangan: * nyata pada P<0,05
β Unstandar -1,314 0,030 0,281 0,258 -5,689E-8 -2,009
β Standar -0,156 0,095 0,202 0,030 -0,094 -0,241
Sig. 0,077 0,327 0,049* 0,764 0,303 0,011*
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Konsumsi Terdapat tujuh variabel yang diduga mempengaruhi jumlah konsumsi bulanan yang dilakukan oleh konsumen. Variabel yang dimasukkan sebagai variabel independen ini meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, alasan, pengeluaran keluarga per bulan, kekuatan kelompok acuan, dan kesadaran. Untuk mengetahui variabel apa yang memiliki pengaruh terhadap jumlah konsumsi ini, dilakukan uji regresi linier berganda. Hasil uji regresi linier berganda ditunjukkan pada Tabel 30. Berdasarkan hasil uji regresi, diketahui bahwa hanya kesadaran yang berpengaruh nyata terhadap konsumsi beras merah (β=0,046). Hasil ini dapat diartikan setiap kenaikan 1 poin skor kesadaran akan meningkatkan konsumsi bulanan sebanyak 0,046 kg. Tabel 30 Nilai β terstandardisasi dan belum terstandardisasi, serta signifikansi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah konsumsi Variabel Jenis Kelamin (laki-laki=1) Usia (tahun) Pendidikan (tahun) Alasan Konsumsi (faktor kesehatan=1) Pendapatan Keluarga per Bulan (Rp.) Kekuatan kelompok acuan (kuat=1) Kesadaran (skor) Keterangan: * nyata pada P<0,05
β Unstandar 0,224 0,005 0,005 0,212 2,190E-8 0,034 0,046
β Standar 0,117 0,072 0,017 0,110 0,160 0,018 0,202
Sig. 0,193 0,465 0,873 0,282 0,086 0,852 0,029*
Koefisien determinasi yang telah disesuaikan (Adjusted R square) yang diperoleh dari model ini adalah 0,072, yang berarti model regresi ini dapat menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap jumlah konsumsi sebanyak 7,2 persen. Sisanya (92,8%) dipengaruhi oleh variabel yang tidak diteliti.
42
PEMBAHASAN Karakteristik konsumen menunjukkan dominasi jumlah konsumen yang berjenis kelamin perempuan. Menurut Kotler dan Armstrong (2008), laki-laki dan perempuan memiliki orientasi afektif dan perilaku yang berbeda. Sebagian didasarkan pada unsur genetik dan sebagian lagi pada praktik sosialisasi. Selain itu, pengaruh teknik pengambilan contoh dengan metode snowball juga diduga mempengaruhi rasio jenis kelamin. Pada beberapa konsumen laki-laki, diketahui konsumsi beras merah dilakukannya karena penyediaan makanan yang dilakukan oleh istri atau ibu mereka. Selain itu, peran ibu juga terlihat pada konsumen berusia remaja atau konsumen berusia dewasa awal yang masih tinggal bersama orang tua. Hal ini seperti tergambar dalam hasil penelitian Bayaniah (2011) yang mengungkapkan dominasi peran ibu dalam hampir seluruh tahap pengambilan keputusan konsumsi produk pangan dalam keluarga. Kelompok usia dewasa awal menempati proporsi terbesar dari jumlah konsumen. Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Menurut Hurlock (1980), seseorang yang baru memasuki fase dewasa (awal 20 tahun) seringkali masih menggantungkan keuangannya pada orang tua. Selain dewasa awal, konsumen yang berusia separuh baya juga cukup banyak. Pada usia ini, biasanya konsumen telah mapan dari segi ekonomi, kekuasaan, serta prestise (Hurlock 1980). Tingkat
pendidikan konsumen dapat
digolongkan tinggi.
Seluruh
konsumen telah menamatkan pendidikan dasar sembilan tahun dan lebih dari separuh konsumen merupakan lulusan perguruan tinggi. Selain itu, beberapa konsumen masih berstatus siswa SMA sehingga sebagian besar konsumen yang memiliki pendidikan akhir di tingkat
SMP bukan karena keterbatasan
kemampuan melanjutkan sekolah. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendapatan keluarga konsumen yang hampir seluruhnya tergolong dalam SES A yang merupakan kelompok dengan pendapatan tertinggi berdasarkan skala SocioEconomic Status atau SES menurut Nielsen. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa pendidikan yang berbeda akan menyebabkan perbedaan dalam selera konsumen. Selain itu, tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi nilainilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah.
44
Walaupun tingkat pendidikan konsumen dapat dikatakan tinggi dan variabel pekerjaan sangat berhubungan dengan tingkat pendidikan konsumen, jumlah konsumen yang tidak bekerja (meliputi yang belum bekerja, ibu rumah tangga, dan pensiunan) ternyata cukup banyak. Diduga fenomena ini terjadi karena beberapa konsumen masih berstatus sebagai pelajar, mahasiswa, dan sarjana baru (fresh graduate). Jenis pekerjaan yang dominan adalah pegawai swasta dan wirausaha. Sebagian besar konsumen mengonsumsi beras merah dengan alasan faktor kesehatan yang antara lain meliputi faktor penyakit yang diderita, keinginan untuk memiliki kesehatan pencernaan yang lebih baik, dan lain-lain. Selain itu, terdapat alasan lain, seperti karena nilai gizi yang terkandung pada beras merah atau karena terpengaruh lingkungan. Alasan konsumen untuk melakukan tindakan konsumsi pada suatu produk belum tentu sama walaupun produk yang dikonsumsi sama. Alasan konsumen mengonsumsi beras merah, atau jika dapat dikatakan sebagai motivasi, merupakan kondisi yang timbul karena adanya kebutuhan yang dirasakan konsumen. Lokasi pembelian beras merah yang dilakukan oleh konsumen secara garis besar terbagi menjadi dua tempat, yaitu pasar tradisional dan pasar modern (swalayan). Proporsi keduanya pun hampir sama. Dari beberapa konsumen diketahui bahwa salah satu alasan utama pembelian dilakukan di pasar tradisional adalah faktor harga yang lebih murah, sementara alasan pembelian di pasar
modern
Pengetahuan
antara tentang
lain lokasi
karena kenyamanan pembelian
suatu
dan
produk
jaminan kualitas. termasuk
dalam
pengetahuan produk. Ketika konsumen memutuskan untuk membeli suatu produk, maka akan ditentukan pula di mana produk tersebut akan dibeli (Sumarwan 2004). Selain kedua lokasi tersebut, lokasi lain yang disebutkan sebagian kecil konsumen di antaranya adalah sawah pribadi. Sawah tersebut sengaja disisihkan sepetak untuk ditanami beras merah yang nantinya untuk dikonsumsi sendiri. Ada pula konsumen yang mendapatkan beras merah karena pemberian dari kerabatnya atau membeli di tempat lain. Pada umumnya konsumen berasal dari keluarga berukuran kecil. Ukuran keluarga asal yang dimaksud adalah keluarga inti (ayah, ibu, dan anak). Dominasi keluarga berukuran kecil merupakan salah satu indikator keberhasilan program Keluarga Berencana yang berdampak pada perilaku konsumsi keluarga dan anggotanya. Berdasarkan skala Socio-Economic Status (SES) menurut
45
Nielsen, konsumen beras merah didominasi oleh kelompok yang berstatus sosial ekonomi menengah ke atas. Hal ini diduga selain harga beras merah yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan beras putih biasa, kelompok SES A juga umumnya memiliki tingkat pendidikan dan pengetahuan yang lebih baik. Pada faktor eksternal media, sebagian besar konsumen berada pada kategori sedang dan tinggi. Hanya sebagian kecil konsumen yang termasuk rendah. Keberadaan media informasi telah menjadi bagian dalam hidup manusia. Seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan teknologi, media informasi saat ini berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan teknologi informasi ini berpengaruh terhadap pola hidup masyarakat (Adidharta 2011). Media berhubungan nyata dengan dan sekaligus dipengaruhi oleh pendidikan. Hanya sebagian kecil konsumen yang memiliki skor media yang rendah dan hal ini didukung dengan tingkat pendidikan konsumen yang rata-rata tinggi. Sumarwan (2004) menyebutkan bahwa konsumen dengan pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi. Kelompok acuan didominasi oleh konsumen dengan kategori tinggi, baik setelah dikompositkan maupun saat masih terpisah menjadi dua aspek (tenaga ahli/pakar dan kelompok sosial). Kelompok acuan digunakan konsumen sebagai dasar sebuah perbandingan terhadap suatu produk sekaligus memberikan standar dan nilai yang akan mempengaruhi perilaku seseorang. Selebritas, karakter dagang, maupun juru bicara (spokes person) tidak dimasukkan karena sangat jarang ditemukan dalam pemasaran beras merah. Kelompok acuan berhubungan nyata dengan usia konsumen. Hurlock (1980) menjelaskan bahwa individu yang baru memasuki tahap dewasa awal masih cenderung bergantung pada orang-orang di sekelilingnya dalam beberapa hal selama jangka waktu yang berbeda-beda. Seluruh konsumen pada kelompok dewasa awal merupakan individu yang belum menikah. Menurut Papalia dan Olds (2009), seorang dewasa awal yang masih melajang sangat bergantung pada pertemanan untuk memenuhi kebutuhan sosial mereka dibandingkan mereka yang sudah menikah. Pertemanan pada masa dewasa awal dan pertengahan cenderung berpusat pada aktivitas berbagi kepercayaan diri dan masukan. Berdasarkan hasil uji pengaruh, diketahui kelompok acuan dipengaruhi oleh alasan konsumsi. Faktor kesehatan yang menjadi alasan lebih dari separuh konsumen, terutama karena adanya penyakit yang diderita atau keinginan untuk
46
memiliki tubuh yang lebih sehat, membuat konsumen terlebih dahulu mendengarkan pendapat dokter maupun pakar kesehatan lainnya sebelum mengonsumsi beras merah. Seiring dengan meningkatnya persepsi risiko, konsumen akan mencari lebih banyak informasi (Sumarwan 2004), salah satunya adalah dari kelompok acuan. Kesadaran diharapkan dapat berujung pada perilaku adopsi yang terusmenerus. Hampir sebagian konsumen memiliki tingkat kesadaran akan konsumsi beras merah yang masih rendah. Walaupun demikian, skor terendah yang diperoleh adalah 35 dari total 50 poin. Nilai rataannya pun cukup besar, yaitu 41,7. Kesadaran memiliki hubungan yang nyata dengan sekaligus dipengaruhi oleh pendidikan. Media juga berhubungan nyata dengan kesadaran. Menurut Sumarwan (2004), pendidikan akan mempengaruhi cara berpikir dan cara pandang konsumen terhadap sesuatu. Seiring dengan semakin tingginya tingkat pendidikan, kesadaran juga akan meningkat. Temuan ini sesuai dengan penelitian Nurasrina (2010) yang mengungkapkan hubungan antara pendidikan dengan kesadaran. Konsumen dengan pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi. Seiring dengan semakin banyak informasi yang didapat dari media, kesadarannya untuk mengonsumsi beras merah pun akan meningkat. Selain dipengaruhi oleh pendidikan, kesadaran juga dipengaruhi oleh kekuatan kelompok acuan namun dalam bentuk yang negatif. Semakin banyak informasi yang didapat dari kelompok acuan ternyata kesadarannya akan semakin rendah. Timbul dua macam dugaan atas hal ini, salah satunya adalah adanya fenomena information overload yang dirasakan konsumen sebagai akibat banyaknya informasi yang diterima sehingga penerimaannya menjadi kurang efektif. Dugaan lainnya yang timbul adalah konsumen senantiasa melakukan pengecekan ulang terhadap informasi yang didapatnya melalui media. Menurut Loudon dan Bitta (1985), lingkungan menghasilkan lebih banyak stimulus daripada yang sanggup ditampung oleh konsumen. Terdapat batas jumlah informasi yang dapat diproses oleh konsumen. Keterpaparan konsumen terhadap jumlah informasi yang melebihi ambang kemampuannya akan menghasilkan kondisi information overload. Dijelaskan lebih jauh bahwa saat konsumen mengalami kondisi information overload, konsumen akan memiliki pemahaman atau memilih keputusan dengan kualitas yang lebih rendah
47
daripada saat memiliki lebih sedikit informasi. Selain karena jumlah informasi yang terlalu banyak, information overload juga bisa terjadi akibat kontradiksi dan ketidakakuratan informasi yang tersedia. Tingkat konsumsi beras merah konsumen dapat diukur dari frekuensi konsumsi dan jumlah yang dikonsumsi dalam satuan waktu tertentu. Dalam penelitian ini digunakan satuan per bulan. Konsumen yang melakukan konsumsi ≤4 kali/bln menempati urutan teratas. Pada umumnya konsumen ini hanya sekedar ingin merasakan, kebetulan mendapat pemberian beras merah, atau kebetulan beras merah merupakan menu yang disajikan di rumahnya saat itu. Walaupun demikian jumlah konsumen yang melakukan konsumsi dengan frekuensi paling sering (>20 kali/bln) juga tidak begitu sedikit. Sebagian besar konsumen yang melakukan konsumsi rutin ini mengonsumsi beras merah dengan alasan faktor kesehatan. Dengan frekuensi konsumsi yang cukup beragam, jumlah beras merah yang dikonsumsi dalam sebulan terakhir pun beragam. Sebaran terbanyak terdapat pada kelompok konsumen dengan jumlah konsumsi bulanan 0-0,99 kg. Terdapat beberapa konsumen yang melakukan konsumsi secara rutin namun jumlahnya tidak besar. Alasannya adalah beras merah yang dikonsumsi dicampur dengan beras putih untuk mendapatkan rasa yang menurutnya lebih enak. Di samping itu, beberapa konsumen dengan jumlah konsumsi yang tergolong tinggi (≥4 kg/bln) ternyata memang telah mengganti makanan pokoknya (beras putih) dengan beras merah secara keseluruhan. Jumlah konsumsi yang masih sedikit ini juga diduga merupakan imbas dari ketersediaan komoditas beras merah yang tidak menentu di pasar, walaupun hal ini tidak diteliti lebih lanjut dalam penelitian ini. Konsumsi beras merah memiliki hubungan yang
nyata
dengan
pendidikan dan pendapatan keluarga. Konsumsi beras merah juga berhubungan dengan sekaligus dipengaruhi oleh kesadaran. Temuan ini linier dengan temuan sebelumnya
yang
mengungkapkan
bahwa
kesadaran
dipengaruhi
oleh
pendidikan. Kesadaran kemudian mempengaruhi konsumsi beras merah yang dilakukan konsumen. Oleh karena itu dapat ditemukan hubungan yang signifikan antara konsumsi beras merah dengan pendidikan. Pada beberapa penelitian, kesadaran kerap dimasukkan dalam aspek kognitif. Menurut Sari (2010) dalam penelitiannya, aspek kognitif merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi konsumsi. Temuan dalam penelitian ini juga didukung oleh Riyadi (1996) yang
48
menjelaskan faktor-faktor dasar yang mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi, yaitu rasa lapar, selera, motivasi, ketersediaan pangan, agama, status sosial-ekonomi, dan pendidikan. Sumarwan (2004) menjabarkan bahwa status sosial-ekonomi adalah pembagian masyarakat ke dalam kelas yang berbeda. Perbedaan kelas ini menggambarkan perbedaan pendidikan, pendapatan, pemilikan harta benda, serta gaya hidup yang dianut. Perbedaan-perbedaan tersebut kemudian akan mempengaruhi perilaku konsumsi seseorang.
Keterbatasan Penelitian Penelitian ini dilakukan hanya di Bogor dan tidak memantau perubahan antarwaktu. Hasil penelitian ini pun tidak dapat digeneralisasi karena teknik penarikan contoh yang digunakan (snowball sampling) tidak memadai untuk hal tersebut. Hal ini disebabkan sulitnya menentukan populasi dari konsumen beras merah. Instrumen yang digunakan merupakan hasil pengembangan oleh peneliti. Instrumen ini belum dapat menunjukkan arah yang mengindikasikan tingkat kepercayaan terhadap kelompok acuan yang lebih tinggi atau lebih rendah jika dibandingkan dengan media. Selain itu, tidak terdapat perlakuan pembatasan sumber informasi yang diperoleh konsumen. Instrumen ini juga dapat dikembangkan lagi karena belum menyertakan pertanyaan mengenai pengeluaran pangan, sehingga belum dapat dilihat seberapa besar proporsi yang dikeluarkan untuk beras merah dari keseluruhan pangan konsumen. Instrumen penelitian ini juga belum mengukur konsumsi pangan secara detail melainkan hanya menggunakan perkiraan konsumen.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Karakteristik konsumen menunjukkan jumlah konsumen yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki, dengan usia antara 19 hingga 24 tahun (dewasa awal). Tingkat pendidikan didominasi konsumen yang telah tamat perguruan tinggi, dan lebih dari separuh konsumen memiliki pekerjaan dengan wirausaha sebagai jenis pekerjaan yang paling banyak dilakukan. Sebagian besar konsumen mengonsumsi beras merah dengan alasan kesehatan. Pembelian beras merah biasanya dilakukan di pasar modern maupun pasar tradisional. Pada umumnya konsumen berasal dari keluarga kecil dengan status sosial ekonomi menengah ke atas. Skor media sebagian besar berada pada kategori sedang dan tinggi, mengingat perkembangan teknologi semakin memudahkan konsumen dalam mengakses informasi. Skor kelompok acuan didominasi oleh kategori tinggi, terutama karena kelompok acuan memberikan standar dan nilai yang akan mempengaruhi perilaku seseorang. Hampir sebagian konsumen memiliki tingkat kesadaran akan konsumsi beras merah yang masih rendah. Diduga terdapat efek information overload yang dirasakan konsumen sebagi akibat banyaknya informasi yang diterima sehingga penerimaannya menjadi kurang efektif. Jumlah konsumen yang melakukan konsumsi beras merah ≤4 kali/bln, atau dapat dikatakan tidak rutin, menempati urutan teratas. Sementara itu, sebaran terbanyak terdapat pada kelompok konsumen dengan jumlah konsumsi bulanan 0-0,99 kg. Kesadaran konsumen dalam mengonsumsi beras merah memiliki keeratan hubungan dengan media dan pendidikan. Tidak hanya itu, pendidikan juga merupakan variabel yang memberikan pengaruh nyata terhadap kesadaran, selain pengaruh kekuatan kelompok acuan. Di lain pihak, pendidikan, pendapatan keluarga per bulan, dan kesadaran merupakan variabel-variabel yang memiliki hubungan nyata dengan konsumsi beras merah namun hanya kesadaran yang berpengaruh nyata terhadap konsumsi beras merah tersebut.
Saran Beras merah merupakan salah satu pangan sumber karbohidrat yang memiliki banyak manfaat, namun masih cukup sulit untuk menemukan konsumen
50
beras merah. Harga beras merah di pasaran juga relatif lebih tinggi daripada beras putih biasa. Oleh karena itu diperlukan sosialisasi mengenai manfaat mengonsumsi beras merah sebagai pelengkap maupun pengganti beras putih, pangan pokok yang hampir selalu dikonsumsi masyarakat. Dengan demikian, diharapkan kesadaran masyarakat untuk mulai mengonsumsi beras merah dapat ditingkatkan.
Konsumen
juga
diharap mampu
memilah
informasi yang
dibutuhkan, baik dari kelompok acuan maupun media dalam melakukan pengambilan keputusan untuk mengonsumsi beras merah. Selain itu, mengingat angka produksinya yang masih rendah dan ketersediaannya yang tidak menentu di pasar, pemerintah diharapkan dapat turut mengembangkan sektor pertanian beras merah. Dalam penelitian berikutnya, teknik pengambilan contoh yang lebih baik diharapkan dapat memberikan gambaran lebih jelas serta hasil yang lebih akurat dan digeneralisasi. Kuesioner sebagai panduan pengambilan data penelitian juga dapat dikembangkan sehingga memberikan hasil pengukuran yang tidak menimbulkan ambiguitas serta lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA Adidharta S. 2011. Dampak psikologis teknologi informasi dan komunikasi bagi penggunanya. [terhubung berkala]. http://edukasi.kompasiana.com [19 Februari 2012] Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia. Anna LK. 2010. Beras merah lebih unggul dari beras putih. [terhubung berkala]. http://health.kompas.com [11 Juni 2011] Ari. 2011. Konsumsi beras merah menurunkan risioko diabetes mellitus. [terhubung berkala]. http://www.kalbe.co.id [19 Februari 2012] Azis T. 2010. Pengaruh Kelompok Acuan terhadap Perilaku Pembelian Konsumen Kawasaki Edge pada Main Dealer Kawasaki Citra Karya Pranata Soekarno-Hatta Bandung. In press. Bailey AA. 2005. Consumer awareness and use of product review websites. Journal of interactive advertising 6(1): 68-81. Bayaniah SN. 2011. Peran anggota keluarga dalam pengambilan keputusan mengkonsumsi buah di perdesaan dan perkotaan [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Kamus Istilah Kependudukan Keluarga Berencana Keluarga Sejahtera. Jakarta (ID): BKKBN. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2012. Sensus penduduk 2010. [terhubung berkala]. http://www.bps.go.id [19 Februari 2012] Contento IR. 2007. Nutrition Education: Linking Research, Theory, and Practice. Massachusetts (US): Jones and Bartlett Publishers. Gibson R. 2003. Dietary assessment. Di dalam: Mann J, Truswell AS, editor. Essentials of Human Nutrition. Ed ke-2. New York (US): Oxford University Press. Hlm 449-466. Harper LJ, Deaton BJ, Driskel JA. 2009. Pangan, Gizi, dan Pertanian. Suhardjo, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari: Food, nutrition, and Agriculture. Haryadi. 2008. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta (ID): UGM Press. Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Istiwidayanti dan Soedjarwo, penerjemah. Sijabat RM, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Developmental Psychology: A Life-Span Approach, Fifth Edition. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2012. Data produksi padi per provinsi. [terhubung berkala]. http://www.deptan.go.id [19 Februari 2012] Kotler P, Armstrong G. 2008. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jilid ke-1. Ed ke-12. Sabran B, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga.
50
Loudon DL, Bitta AJD. 1985. Consumer Behavior: Concepts and Applications. Ed ke-2. Singapura (SG): McGraw-Hill Book Co. Marreiros C, Ness M. 2009. CEFAGE-UE working paper: A conceptual framework of consumer food choice behaviour. http://www.cefage. uevora.pt [21 Agustus 2011] Nurasrina I. 2010. Analisis hubungan pesan hemat listrik dengan kesadaran dan perilaku hemat listrik pada rumah tangga di Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Nurmala T. 2003. Serealia: Sumber Karbohidrat Utama. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Papalia DE, Olds SW. 1986. Human Development. Ed ke-3. New York (US): Mc Graw Hill Peter JP, Olson DW. 1996. Consumer Behavior and Marketing Strategy. Ed ke-4. Chicago (US): Irwin Inc. Riyadi H. 1996. Pola konsumsi pangan. Di dalam: Khomsan A, Sulaeman A, editor. Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian. Bogor (ID): IPB Press. Hlm 174-183. Rogers EM. 2003. Diffusion of Innovations. 5th ed. New York (US): Free Press. Sari AM. 2010. Analisis sikap dan perilaku penghematan listrik pada sektor rumah tangga di Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Schiffman LG, Kanuk LL. 1994. Consumer Behavior. Ed ke-5. New Jersey (US): Prentice Hall. Slamet. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Solo (ID): Dabara Pulisher. Suardi D. 2005. Potensi beras merah untuk peningkatan mutu pangan. Jurnal Litbang Pertanian 24(3): 93-100. Subroto MA. 2008. Real Food, True Health: Makanan Sehat untuk Hidup Lebih Sehat. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka. Sumarwan U. 2004. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Umar H. 2003. Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. Vidinur. 2010. SES-Socio Economic Status Indonesia. [terhubung berkala]. http://www.vidinur.com [13 November 2011] Yang J, He X, Lee H. 2007. Social reference group influence on mobile phone purchasing behavior: a cross-nation comparative study. Int. J. Mobile communications 5(3): 319-338.
LAMPIRAN
54
55
Lampiran 1 Model penelitian Cristina Marreiros dan Mitchell Ness (2009)
56
57
Lampiran 2 Hasil Uji Validitas Kuesioner MEDIA Correlations 1 1
Pearson Correlation
2 1
Sig. (2-tailed) N 2
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
3
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
4
5
Total
Pearson Correlation
130 .549
**
3
.549
**
130 **
.000 130 .280
**
**
5
.280
**
Total
.372
**
.726
**
.000
.000
.001
.000
.000
130
130
130
130
130
1
**
*
**
.000 .516
4
.516
.563
.000 130
130
**
1
.563
.000 130 .180
*
.180
.040 130 .308
**
.000 130
130
**
1
.308
.437
.000 130 .346
**
.000 130 .613
**
.737
**
.000 130 .745
**
.000 130 .668
**
Sig. (2-tailed)
.001
.040
.000
.000
.000
N
130
130
130
130
130
130
**
**
**
**
1
Pearson Correlation
.372
.437
.346
.613
.773
**
Sig. (2-tailed)
.000
.000
.000
.000
N
130
130
130
130
130
130
**
**
**
**
**
1
Pearson Correlation
.726
.737
.745
.668
.000 .773
Sig. (2-tailed)
.000
.000
.000
.000
.000
N
130
130
130
130
130
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
130
58
TENAGA AHLI/PAKAR Correlations 1 1
Pearson Correlation
2 1
.926
Sig. (2-tailed) N 2
Pearson Correlation
3
130 .926
130
130
130
1
**
**
**
**
**
.833
**
**
**
.000
.000
.000
130
130
130
130
1
**
**
.714
.730
130
130
**
1
.000 130 .787
.000
130
.948
.000
.714
.000 .805
.805
.000
130 .833
130 .769
.780
.000
.000
N Pearson Correlation
.780
130
Sig. (2-tailed)
Total
130
**
.866
**
130
130
Pearson Correlation
.946
.000
**
N
.769
.000
130 .000
.866
Total **
.000
N
.774
.774
5 **
.000
.000
Sig. (2-tailed)
5
**
4 **
.000
Sig. (2-tailed) Pearson Correlation
4
3 **
.000
130 .730
**
**
130
130
**
1
.787
.871
**
.000 130 .919
**
.000 130 .895
**
Sig. (2-tailed)
.000
.000
.000
.000
N
130
130
130
130
130
130
**
**
**
**
**
1
Pearson Correlation
.946
.948
.871
.919
.000 .895
Sig. (2-tailed)
.000
.000
.000
.000
.000
N
130
130
130
130
130
130
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
KELUARGA &/ TEMAN Correlations 1 1
Pearson Correlation
2 1
Sig. (2-tailed) N 2
3
4
Pearson Correlation
.870
**
Sig. (2-tailed)
.000
N
130
4 .867
.000
.000
.000
130
130
130
130
130
.012
**
**
1 130
.000
.000
130
130
1
**
**
N
130
130
130
**
**
**
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Total Pearson Correlation
130 .563
**
.000 130 .731
**
130 .567
**
.000 130 .736
**
.569
.569
130 **
.000 130 .551
**
.551
**
.000
.000
.000
130
130
130
1
**
.000 .333
.333
.656
.000 130
130
**
1
.656
.000 130 .795
**
.795
**
.000 130 .854
**
.000 130
130
**
1
.854
Sig. (2-tailed)
.000
.000
.000
.000
.000
N
130
130
130
130
130
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
**
130
.890
.000
.736
**
.000
.867
.000
.567
.731
130
Sig. (2-tailed)
.330
.330
.563
**
.890 .012
.317
.317
**
Total
.000
.015
Pearson Correlation
5
.015
.870
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed) 5
130
3 **
130
59
KESADARAN Correlations 1 1
Pearson Correlation
2 1
Sig. (2-tailed) 2
3
4
5
6
7
8
9
10
3
.080
4
.618
**
5
.526
**
6
.387
**
7
.348
**
8
.313
**
9
.192
*
10
.340
**
Total
.272
**
.625
**
.367
.000
.000
.000
.000
.000
.029
.000
.002
.000 130
N
130
130
130
130
130
130
130
130
130
130
Pearson Correlation
.080
1
.089
.045
.036
.116
.107
.066
.122
-.010
Sig. (2-tailed)
.367
.314
.610
.686
.188
.226
.453
.166
.914
.001
N
130
130
130
130
130
130
130
130
130
130
130
**
.089
1
Sig. (2-tailed)
.000
.314
N
130
Pearson Correlation
.618
.609
**
.488
**
130
130
130
130
130
130
1
**
**
**
**
**
130
130
**
.036
Sig. (2-tailed)
.000
.686
.000
.000
N
130
130
130
130
**
.116
Sig. (2-tailed)
.000
.188
.000
.000
.000
N
130
.580
.454
.000
130
130
130
130
130
130
130
130
**
1
.580
.454
**
.527
**
**
.338
**
.000
.000
.000
130
130
130
**
1
.527
.226
.000
.000
.000
.000
N
130
130
130
130
130
130
.493
.618
.618
**
.443
**
130
130
130
130
1
**
**
**
.383
130
130
130
130
130
**
1
.000
.000
.000
.000
.000
130
130
130
130
130
**
.122
Sig. (2-tailed)
.000
.166
.000
.000
.000
.000
.000
.000
N
130
.383
.569
**
.538
**
.431
**
.000
.000
130
130
130
**
1
.538
.525
**
130
130
130
130
130
130
130
130
-.010
**
**
**
**
**
**
1
Sig. (2-tailed)
.002
.914
.001
.000
.000
.002
.000
.000
.000
N
130
130
130
130
130
130
130
130
130
Total Pearson Correlation
.625
**
.295
**
.716
**
.732
**
.724
**
.270
.711
**
.319
.702
**
.431
.637
**
.525
.762
**
.605
**
.000 130
130
**
1
.605
Sig. (2-tailed)
.000
.001
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
N
130
130
130
130
130
130
130
130
130
130
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**
.000
**
.418
.762
.000
130
.402
**
.000
130
.290
.637
130
**
.272
**
.000
130
Pearson Correlation
.702
.000
.453
**
.319
.000
130
.507
.569
.000
.029
**
**
130
N
.532
.711
.000
Sig. (2-tailed)
**
**
.002
.066
.443
.270
.000
*
**
**
.000
.192
.338
.507
.000
Pearson Correlation
**
**
130
.000
.444
.724
.000
Sig. (2-tailed)
**
**
130
.107
.407
.418
.000
**
**
**
130
130
.385
.532
.000
**
.415
.493
130
130
.340
**
.000
**
Pearson Correlation
.732
.000
130
**
.402
.000
**
.359
.444
.000
130 .416
.385
.000
130
.313
.415
.000
**
Pearson Correlation
**
**
130
**
.716
130
N
.437
**
130
.000
.348
.290
.000
.610
Pearson Correlation
**
.001
.000
**
.407
.000
Sig. (2-tailed)
.488
**
.000
.045
.387
.359
.000
**
Pearson Correlation
**
.000
130 .609
.416
.000
130
.526
**
**
.000
**
Pearson Correlation
.437
.295
130
60
61
Lampiran 3 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Hasil uji reliabilitas variabel kepercayaan pada media, kepercayaan pada kelompok acuan, dan kesadaran No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Data Statistik α Cronbach α Cronbach standar Rata-rata Varian Standar deviasi Jumlah pertanyaan
Media 0,779 0,781 17,600 9,141 3,023 5
Variabel Tenaga Kelompok Ahli/Pakar Sosial 0,952 0,782 0,952 0,786 17,560 18,470 25,907 13,197 5,090 3,633 5 5
Kesadaran 0,835 0,850 41,750 15,892 3,987 10
62
63
Lampiran 4 Hasil Uji Korelasi Pearson
Hasil uji korelasi antara faktor internal, media, kelompok acuan, kesadaran, dan konsumsi Correlations Usia Usia
Pearson Correlation
Pendidikan
JAK
Pendapatan
1
Sig. (2-tailed) N Pendidikan
JAK
Pendapatan
Media
Pearson Correlation
130 .402
**
1
Sig. (2-tailed)
.000
N
130
130
-.026
.100
Sig. (2-tailed)
.772
.259
N
130
130
130
Pearson Correlation
.037
**
-.014
Sig. (2-tailed)
.676
.005
.875
N
130
130
130
130
-.116
.189
*
.107
.048
.188
.031
.224
.585
Pearson Correlation
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
.247
1
1
130
130
130
130
*
.109
-.162
.172
Sig. (2-tailed)
.012
.215
.066
.051
N
130
130
130
130
Pearson Correlation
.101
.206
*
.084
-.087
Sig. (2-tailed)
.252
.019
.342
.323
N
130
130
130
130
Pearson Correlation
.141
.180
*
-.031
.211
Sig. (2-tailed)
.110
.041
.730
.016
N 130 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
130
130
130
Kel. Acuan
Kesadaran
Konsumsi
Pearson Correlation
.220
*
64
Hasil uji korelasi antara media, kelompok acuan, kesadaran dan konsumsi Correlations Media Media
Pearson Correlation
Kel. Acuan
Kesadaran
Konsumsi
1
Sig. (2-tailed) N Kel. Acuan
Pearson Correlation
130 .232
**
1
Sig. (2-tailed)
.008
N
130
130
Pearson Correlation
.185
*
-.145
Sig. (2-tailed)
.035
.100
N
130
130
130
-.131
.136
.175
.138
.123
.047
N 130 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
130
130
Kesadaran
Konsumsi
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
1
*
1 130
65
Lampiran 5 Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Model 1 (Y1= Media)
b
Model Summary Model
R
1
Adjusted R Square
R Square .287
a
.082
Std. Error of the Estimate
.030
Durbin-Watson
2.978
1.968
a. Predictors: (Constant), JK, Usia, Status Nikah, Pendidikan, Status Kerja, Alasan, Pendapatan b. Dependent Variable: Media
Coefficients Unstandardized Coefficients
Model
B 1
a
(Constant)
Std. Error 14.931
1.549
JK
-.063
.597
Usia
-.054
.033
Status Nikah
-.003
Pendidikan Status Kerja
t
Sig.
Beta 9.642
.000
-.010
-.105
.916
-.225
-1.643
.103
.853
.000
-.004
.997
.299
.113
.283
2.641
.009
-.235
.651
-.038
-.361
.719
.253
.650
.039
.389
.698
-6.081E-9
.000
-.013
-.140
.889
Alasan Pendapatan
Standardized Coefficients
a. Dependent Variable: Media
66
Model 2 (Y2= Kelompok acuan)
b
Model Summary Model
R
1
Adjusted R Square
R Square .438
a
.192
Std. Error of the Estimate
.145
Durbin-Watson
5.550
1.499
a. Predictors: (Constant), JK, Usia, Status Nikah, Pendidikan, Status Kerja, Alasan, Pendapatan b. Dependent Variable: Kelompok Acuan
Coefficients Unstandardized Coefficients
Model
B 1
a
Std. Error
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta
(Constant)
34.431
2.886
11.931
.000
JK
-1.185
1.113
-.093
-1.065
.289
.092
.061
.196
1.522
.131
Status Nikah
-.736
1.589
-.061
-.463
.644
Pendidikan
-.378
.211
-.181
-1.793
.076
Status Kerja
1.799
1.212
.147
1.484
.140
4.514
1.211
.351
3.726
.000
9.862E-8
.000
.108
1.220
.225
Usia
Alasan Pendapatan
a. Dependent Variable: Kelompok Acuan
67
Model 3 (Y3=Kesadaran)
b
Model Summary Model
R
1
Adjusted R Square
R Square .370
a
.137
Std. Error of the Estimate
.095
Durbin-Watson
3.792
1.889
a. Predictors: (Constant), JK, Usia, Pendidikan, Alasan, Pendapatan, Kelompok Acuan b. Dependent Variable: Kesadaran
Coefficients Unstandardized Coefficients
Model
B 1
a
Std. Error
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta
(Constant)
38.047
1.808
21.040
.000
JK
-1.314
.737
-.156
-1.783
.077
Usia
.030
.030
.095
.985
.327
Pendidikan
.281
.141
.202
1.984
.049
Alasan
.258
.857
.030
.301
.764
-5.689E-8
.000
-.094
-1.035
.303
-2.009
.776
-.241
-2.589
.011
Pendapatan Kel. Acuan
a. Dependent Variable: Kesadaran
68
Model 4 (Y4=Konsumsi Beras Merah)
b
Model Summary Model
R
1
Adjusted R Square
R Square .350
a
.123
Std. Error of the Estimate
.072
Durbin-Watson
.86980
1.645
a. Predictors: (Constant), JK, Usia, Pendidikan, Alasan, Pendapatan, Kelompok Acuan, Kesadaran b. Dependent Variable: Konsumsi
Coefficients Unstandardized Coefficients
Model
B 1
a
(Constant)
Std. Error -1.506
.889
JK
.224
.171
Usia
.005
Pendidikan Alasan Pendapatan
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta -1.693
.093
.117
1.310
.193
.007
.072
.733
.465
.005
.033
.017
.160
.873
.212
.197
.110
1.081
.282
2.190E-8
.000
.160
1.729
.086
Kel. Acuan
.034
.183
.018
.187
.852
Kesadaran
.046
.021
.202
2.210
.029
a. Dependent Variable: Konsumsi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 7 April 1990 dari ayah Boedi Roespandi dan ibu Siti Rochaeni. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor program IPA pada Juni 2007. Di tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih mayor Ilmu Keluarga dan Konsumen serta mengambil minor Gizi Masyarakat. Keduanya berada di bawah Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif di organisasi keprofesian Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) sebagai sekretaris Consumer Club (periode 2008/2009) dan sebagai anggota bidang Human Resources (periode 2009/2010). Selain itu penulis juga aktif dalam UKM Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman sebagai anggota (periode 2007/2008), Ketua Divisi Sumber Daya Manusia (periode 2008/2009 dan 2009/2010), serta Dewan Kehormatan (periode 2010/2011). Penulis juga mengikuti berbagai kegiatan di dalam kampus sebagai panitia, antara lain staf Komisi Disiplin Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru PATRIOT „45 (2008), staf Divisi Acara Masa Perkenalan Fakultas Ekologi Manusia SPECTACULARS „45 (2009), staf Divisi Acara Masa Perkenalan Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen SOULMATE „45 (2009), Ketua Divisi Publikasi dan Dokumentasi Family and Consumer Day (2009), anggota Divisi Publikasi dan Dokumentasi Family and Consumer Day (2010), serta anggota Divisi Acara Konser Mike del Ferro Trio (2009). Prestasi yang pernah diraih penulis selama menjadi mahasiswa yaitu Juara 1 Puisi SALAM ISC (2007). Selain itu, penulis terpilih sebagai anggota tim delegasi kebudayaan “Sparkling Indonesia” di Universiti Sains Malaysia (2009), dan sebagai perwakilan IPB dalam Pelatihan Kepemimpinan Putra Sunda ke-8 (2010) yang diselenggarakan oleh Gerakan Masyarakat Jawa Barat.