PENERAPAN SINGLE PRESENCE POLICY DALAM PELAKSANAAN MERGER, AKUISISI, DAN KONSOLIDASI BANK DI INDONESIA.
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh: TRI MURTI LUBIS NIM. 050200063
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
PENERAPAN SINGLE PRESENCE POLICY DALAM PELAKSANAAN MERGER, AKUISISI DAN KONSOLIDASI BANK DI INDONESIA SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh: TRI MURTI LUBIS NIM. 050200063
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
Disetujui oleh: Ketua Departemen
Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H. M.H. NIP. 131 570 455 Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H. M.H. NIP. 131 570 455
Dr. Sunarmi, S.H. M.Hum NIP. 131 835 566
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan ke hadirat Allah swt karena dengan berkat dan rahmat-Nya, penulis masih diberikan kesehatan dan kesempatan serta kemudahan dalam mengerjakan skripsi ini serta Nabi Muhammad saw atas doa serta syafaatnya. Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Namun terlepas dari segala kekurangan yang ada pada penulisan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H. M.H., sebagai Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara juga sebagai Pembimbing I yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. 3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.Hum., sebagai Pembantu Umum Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM., sebagai Pembantu Umum Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
5. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H., sebagai Pembantu Umum Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 6. Ibu Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing II serta sebagai sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 7. Ibu Dr. Utary Maharany Barus, S.H., M.Hum, sebagai Penasihat Akademik selama penulis menjalani study di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 8. Ibu Ningrum Natasya, S.H. MLI, Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H. M.Hum., Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum, Ibu Dr. T. Kezeirina Devi A., S.H., M.Hum., Bapak M. Hayat, S.H., Ibu Yefrizawati, S.H., M.Hum., Ibu Liza Erwina, S.H., M.Hum., Bapak Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., Ibu Nurmalawaty, S.H., M.Hum., Bapak Abul Khair, S.H., M.Hum., Ibu Suria Ningsih, S.H., M.Hum., Para Dosen dan Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu selama penulis menjalani study di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 9. Secara khusus penulis ucapkan terima kasih yang sangat besar kepada kedua orang tua penulis yang saya sayangi dan cintai Ayahanda H. Ahmad Hatib Lubis, S.H., dan Ibunda Hj. Yusniar Lintang, yang telah sabar dan mencurahkan segenap kasih sayangnya, segala pengorbanannya, doanya, serta selalu memberikan kesejukan hati sehingga penulis dapat
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
memperoleh pendidikan tinggi ini dan dengan doa mereka jualah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 10. Juga tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk kakak penulis, Tuti Hanani Lubis, S.Psi, Yeti Meliany Lubis, S.E, Ak dan adinda Tiah Nurbaiti Lubis dan tidak lupa kepada kakak sepupu saya Fitri Idayanti Lintang, S.E yang telah memberikan doa restu, dukungan, dan kasih sayang yang tak terhingga kepada penulis. 11. Terima kasih penulis ucapkan kepada Wesi Swara Gumilang Siregar yang telah memberikan perhatian dan semangat serta doa kepada penulis selama penulis menyelesaikan study di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara serta menyelesaikan skripsi ini. 12. Tidak ketinggalan terima kasih kepada sahabat-sahabatku Ai, dan Andre yang selalu menjadi tempat berkeluh kesah, dan selalu bersama-sama dalam suka dan duka. 13. Rekan-Rekan di Fakultas Hukum USU Dicky Elnanda, Jona, Yandri, Bob, Febrina, Rika, Duma, Atika, Dhini, Juita, Segy atau segenap anak IMH karena mereka hari-hariku dikampus terasa indah dan kepada Radhit, Zulkifli Siregar, Firanti, Adek Suryani yang selama ini selalu ini bersamasama dalam suka maupun duka. Juga tak lupa kepada abanganda senior 2003 yaitu Bank Mirvan Ariza Siregar yang selalu memberikan waktunya memberi bimbingan hingga selesainya skripsi ini.
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Akhir kata kiranya tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu hukum di Indonesia.
Wassalamualaikum wr. wb. Medan,
Desember 2008 Penulis
TRI MURTI LUBIS
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
ABSTRAK Perkembangan sistem ekonomi Indonesia termasuk sistem keuangan dan perbankan sudah merupakan bagian dari sistem ekonomi internasional. Hal ini dibuktikan dengan masuknya Indonesia sebagai anggota Organisasi Perdagangan Internasional dan telah mengesahkan perjanjian internasional di bidang perdagangan (GATT – WTO Agreement). Keterikatan pemerintah Indonesia ke dalam perjanjian internasional tersebut mengakibatkan liberalisasi perbankan. Liberalisasi perbankan memberi akses bagi pihak asing dalam proses perbankan Indonesia yang dimungkinkan melalui beberapa cara yaitu melalui pendirian bank baru, pembelian saham bank umum maupun pendirian kantor cabang dan perwakilan. Sementara itu kepemilikan asing atas bank umum dapat melalui bursa saham dan atau pembelian secara lansung, boleh menjadi mayoritas pemegang saham dan atau menjadi pemegang saham pengendali. Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1999 tentang Pembelian saham Bank Umum dan PBI No.2/27/PBI/2000 tentang Bank Umum menyatakan bahwa maksimum kepemilikan asing dalam Bank Umum adalah 99%. Konsep liberalisasi perbankan akan berimpas dengan kebijakan merger dan konsolidasi. Perkembangan internasional sebagaimana diuraikan di atas telah banyak mempengaruhi perkembangan ekonomi nasional termasuk perkembangan perbankan dan keuangan di Indonesia. Salah satu pengaruh tersebut adalah diperlukannya suatu kebijakan yang memberikan suatu hal yang baru bagi perbankan nasional. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang ingin diteliti. Bahan pustaka yang dijadikan sumber dari penelitian didapatkan dari buku-buku, artikel, makalah, majalah, dan media elektronik seperti internet. Hasil penelitian menunjukkan, pertama, banyak alasan dan tujuan dilakukannya merger, Akuisisi dan Konsolidasi oleh pelaku usaha terhadap badan usaha bank yang dimilikinya. Salah satu yang terpenting Salah satu yang terpenting adalah untuk meningkatkan efisiensi dan mempertinggi daya saing perusahaan. Namun demikian, dalam melakukan merger, akuisisi, konsolidasi di bidang perbankan tidaklah dapat dilakukan dengan sebebas-bebasnya, tetapi dibatasi oleh peraturan perundang-undangan yang terkait. Kedua, yang dimaksud dengan Single Presence Policy atau Kebijakan Kepemilikan Tunggal adalah suatu kebijakan yang diterapkan oleh Bank Indonesia pada tahun 2006 dalam rangka mendorong konsolidasi perbankan agar dapat mewujudkan struktur perbankan Indonesia yang sehat dan kuat. Salah satu sasaran Single Presence Policy adalah mempercepat konsolidasi perbankan sesuai Arsitektur Perbankan Indonesia (API) tahun 2004. Kebijakan Kepemilikan Tunggal mengharuskan kepada senua pemilik bank khususnya pemegang saham pengendali (PSP) untuk mengkonsolidasikan kepemilikannya di bank-bank yang dalam satu grup usahanya dengan batas waktu hingga 10 tahun. Ketiga, kepemilikan pihak asing tidak hanya melalui bursa efek tetapi juga dengan pembelian saham secara langsung, dominasi asing atas perbankan nasional semakin marak melaui cara merger, akuisisi maupun konsolidasi. Dengan adanya liberalisasi perbankan akan berdampak pada kesejahteraan rakyat dan
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
perekonomian bangsa Indonesia dalam jangka panjang. Adanya liberalisasi perbankan menyebabkan sebagian besar pemegang saham pengendali berpindah ke tangan investor asing, ini dikarenakan kepemilikan bank-bank swasta dari Warga Negara Indonesia ke investor asing. Kebijakan Kepemilikan Tunggal atau Single Presence Policy merupakan suatu gagasan baru bagi perbankan nasional. Sebaiknya kebijakan ini dibarengi dengan sikap yang tegas oleh Bank Indonesia dalam mengurangi jumlah-jumlah bank di Indonesia dan adanya pemberian sanksi yang diberikan kepada bank-bank yang tidak mau bergabung hingga batas waktu yang ditentukan yaitu akhir desember 2010, maka sanksi yang diberikan jangan hanya berupa teguran tertulis yang mempengaruhi penilaian integritas dalam penilaian kemampuan dan kepatutan saja tetapi sebaiknya diberikan sanksi pidana yang tegas bagi pemegang saham pengendali, komisaris dan direksi bank yang tidak mau melakukan ketiga opsi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan Single Presence Policy. Kata Kunci: Merger, Akuisisi, Konsolidasi, Single Presence Policy
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
i
ABSTRAK
iv
DAFTAR ISI
vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1
B. Perumusan Masalah
8
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
9
D. Keaslian Penulisan
10
E. Tinjauan Kepustakaan
10
F. Metode Penelitian
14
G. Sistematika Penulisan
16
BAB II PENGATURAN SINGLE PRESENCE POLICY DALAM PERATURAN BANK INDONESIA A. Pengertian Single Presence Policy dan ruang lingkupnya
18
B. Kebijakan Single Presence Policy dalam Arsitektur Perbankan Nasional
22
C. Hal-Hal yang perlu di cermati dalam Pelaksanaan Single Presence Policy
29
1. Pemenuhan Modal Inti Minimum Bank Umum dan Peluang Penguasaan Pangsa Pasar oleh Pihak Asing
29
2. Keberpihakan atas Pemegang Saham Mayoritas dan
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Opsi Bank Indonesia D. Dampak Single Presence Policy bagi Perbankan Nasional
31 34
BAB III MERGER, AKUISISI, DAN KONSOLIDASI BANK SERTA BANK HOLDING COMPANY (BHC) SECARA UMUM A. Pengertian Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Bank
44
B. Latar Belakang Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Bank
52
C. Akibat Hukum Terhadap Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Bank
55
D. Bank Holding Company (BHC)
57
BAB IV MERGER, AKUISISI DAN KONSOLIDASI PERBANKAN DALAM PELAKSANAAN SINGLE PRESENCE POLICY A. Kepemilikan dan Kepengurusan Bank
60
B. Penerapan Ketentuan Single Presence Policy terhadap 3 (tiga) opsi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
66
C. Pilihan Untuk Bank Milik Pemerintah Dari Ketiga Opsi Single Presence Policy
70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
76
B. Saran
78
DAFTAR PUSTAKA
ix
LAMPIRAN
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kegiatan perbankan pada umumnya yaitu kegiatan-kegiatan dalam menjualbelikan mata uang, surat efek, dan instrumen-instrumen yang dapat di perdagangkan. Penerimaan deposito, untuk memudahkan penyimpanannya atau untuk mendapatkan bunga, dan atau pembuatan, pemberian pinjaman-pinjaman dengan atau tanpa barang-barang tanggungan, penggunaan uang yang ditempatkan atau diserahkan untuk disimpan. 1 Tidak dapat disangkal bahwa sektor perbankan memiliki peran strategis bagi ekonomi suatu negara. Tidak ada suatu negara yang iklim perekonomiannya dapat hidup dan berkembang pesat tanpa peran perbankan. Bahkan di dalam sistem ekonomi modern, perbankan dapat dikatakan sebagai jantung yang mengalirkan darah berupa modal ke semua urat nadi perekonomian. Jadi, perbankan merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi Indonesia. Perkembangan perbankan yang pasang surut juga dialami di Indonesia, yang dimulai pada tahun 1983 ketika berbagai deregulasi 2 mulai dilakukan pemerintah kemudian bisnis perbankan berkembang dengan pesat pada kurun waktu 19881996. Pada pertengahan tahun 1997, industri perbankan akhirnya terpuruk, sebagai imbas dari terjadinya krisis ekonomi dan krisis moneter yang melanda perekonomian indonesia. Regulation, deregulation, dan reregulation merupakan
1
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan (Bandung: CV. Mandar Maju, 2000), hal. 1 Deregulasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti penghapusan atau pembatalan suatu peraturan. 2
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
mata rantai yang telah memerikan warna yang begitu kental terhadap terjadinya gejolak di lingkungan perbankan. Pemahaman seperti ini memperlihatkan bahwa faktor kebijakan (policy) adalah kata kunci yang begitu penting untuk melihat beberapa besar pengaruh kebijakan itu sendiri terhadap jatuh bangunnya perbankan di Indonesia. 3 Secara umum, Peranan Bank Sentral sangat penting dan strategis dalam upaya menciptakan sistem perbankan yang sehat dan efisien. Perlunya diwujudkan sistem perbankan yang sehat dan efisien itu, karena dunia perbankan adalah salah satu pilar utama dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Sedangkan secara khusus, Bank Sentral mempunyai peranan penting dalam mencegah timbulnya risiko kerugian yang diderita oleh bank itu sendiri, masyarakat penyimpan dana, dan merugikan serta membahayakan kehidupan perekonomian. 4 Bank Sentral di negara-negara yang sedang berkembang akan selalu dihadapkan pada tugas-tugas ganda. Di samping tugas pokoknya dalam menjaga stabilitas moneter, Bank Sentral dalam hal ini menurut pengalaman Indonesia menghadapi dua persoalan. Pertama adalah masalah pemenuhan kebutuhan dunia usaha terhadap modal yang masih langka. Masalah kedua adalah untuk memenuhi permintaan pemerintah yang juga sangat membutuhkan dana guna melaksanakan pembangunan dan tugas-tugas pemerintah lainnya. 5 Sejak Orde Baru, kesulitan-kesulitan pemerintah di bidang anggaran dapat diatasi. Tetapi Bank Sentral masih menghadapi dilema, di samping melaksanakan
3
Agus Budianto, Merger Bank di Indonesia Beserta Akibat-Akibat Hukumnya (Jakarta: PT. Penerbit Ghalia Indonesia, 2004), Hal. 4 4 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia edisi revisi (Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Group, 2005), Hal. 163 5 M. Dawam Rahardjo, Bank Indonesia dalam Kilasan Sejarah Bangsa (Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia, 1995), hal. 274 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
tugas pokoknya, tuntutan untuk memenuhi kebutuhan dana pada Bank-Bank Pemerintah, membantu Badan Usaha Milik Negara atau BUMN dan mendukung pembiayaan terhadap program-program pemerintah, merupakan persoalanpersoalan besar yang konkret dan nyata. 6 Dengan adanya kebijakan moneter ekonomi dari Bank Indonesia tersebut, maka pada bulan Oktober, Bank Indonesia mengeluarkan salah satu paket kebijakan Oktober 2006 yang dikenal dengan Pakto 2006 merupakan Kebijakan mengenai Kepemilikan Tunggal Perbankan disebut dengan istilah Single Presence Policy (SPP) yang tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (selanjutnya disebut: Peraturan BI) Nomor 8/16/PBI/2006, juncto kebijakan mengenai pemberian insentif dalam rangka konsolidasi perbankan sebagaimana diatur dalam Peraturan BI Nomor 8/17/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 dan di rubah dengan Peraturan BI Nomor 9/12/PBI/2007. Masalah Single Presence Policy ini merupakan masalah yang cukup ramai menjadi bahan pembicaraan belakangan ini di kalangan perbankan dalam rangka mendorong percepatan konsolidasi perbankan nasional sesuai dengan Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Kebijakan seperti ini juga telah diterapkan di negara Asia seperti Malysia, India dan Thailand dengan One Presence Policy-nya, yang diyakini dapat bermanfaat bagi perkembangan industri perbankan dan perekonomian nasional yang sesuai dengan Visi dan Misi Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Single Presence Policy (SPP) merupakan kebijakan yang memberikan kejutan bukan saja bagi pelaku bisnis bank tetapi juga masyarakat secara
6
M. Dawam Rahardjo, Op. Cit, hal. 275
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
keseluruhan. Kebijakan yang dikenal dengan Pakto (Paket Kebijakan Oktober) 2006 ini mengingatkan pada Pakto (Paket Kebijakan Oktober) sebelumnya di tahun 1988, yaitu dengan delapan belas tahun yang silam dimana perbankan nasional mempromosikan konsep “liberalisasi”. Lompatan liberalisasi yang tidak disikapi dan dirancang dengan baik berdampak tumbuhnya perbankan secara menjamur tanpa kesiapan dalam mengelola risiko bank secara benar. 7 Jika berbicara mengenai Single Presence Policy maka tidak terlepas kaitannya dengan Arsitektur Perbankan Indonesia, API sendiri dibuat dalam rangka penciptaan tatanan dan struktur perbankan yang kuat, sehat dan kompetitif dalam menghadapi persaingan global. Hal ini di latarbelakangi pengalaman krisis moneter dan ekonomi yang melanda Indonesia sejak juli 1997. Krisis tersebut mengakibatkan perbankan Indonesia mengalami kesulitan yang sangat parah ini ditandai dengan bank-bank Indonesia yang berjatuhan dan berguguran, krisis ini disebabkan salah satunya karena fundamental perbankan Indonesia yang belum kuat. Keadaan tersebut mengakibatkan pemerintah melakukan tindakan yaitu dengan merestrukturisasi dan merekapitulasi sebagian bank-bank di Indonesia. Contohnya yaitu Bank Ekspor Impor Indonesia (Bank Eksim), Bank Pembangunan Indonsia (Bapindo), Bank Bumi Daya (BBD), dan Bank Dagang Negara (BDN) yang mengalami penggabungan (merger) menjadi Bank Mandiri. Liberalisasi perbankan ini tentunya akan berkaitan dengan kebijakan merger dan konsolidasi, penutupan dan likuidasi bank. Berkaitan dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang tidak kian kunjung selesai, malahan 7
Johannes Ibrahim “ Penerapan Single Presence Policy dan Dampaknya Bagi Perbankan Nasiona”l, Jurnal Hukum Bisnis, (Volume 27-No.2 Tahun 2008), hal. 5 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
menuai praktek-praktek tindak pidana di bidang perbankan. Single Presence Policy (SPP) memberikan suatu gagasan baru bagi perbankan. Substansi yang tercakup didalamnya potensial yang memberikan peluang investor asing menguasai bisnis perbankan nasional. 8 Bank Indonesia menawarkan 3 (tiga) opsi melalui kebijakan tersebut yaitu divestasi (penjualan saham-saham miliknya), merger atau konsolidasi, dan yang terakhir adalah pembentukan perusahaan induk di bidang perbankan (Bank Holding Company), dengan tujuan untuk mereduksi jumlah bank yang saat ini berjumlah 131 bank. Jumlah ini bila dibandingkan dengan jumlah bank lain di Asia Tenggara sebenarnya masih terbanyak di antara jumlah bank di Negara Asia Tenggara yang lain. 9 Kebijakan Single Presence Policy (SPP) tentunya tidak luput dari rentang panjang sejak Indonesia terikat dalam meratifikasi Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade Organization) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 dan seperangkat peraturan lainnya, baik yang berkenaan dengan kelembagaan bank sebagai badan hukum menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (untuk selanjutnya disebut Undang-Undang Perseroan Terbatas). 10 Memperkuat industri perbankan adalah upaya berkesinambungan yang harus dilakukan Upaya ini dilakukan mengacu pada cetak biru industri perbankan yang dikenal dengan Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Salah satu program dalam API adalah konsolidasi perbankan.
8
Ibid, hal.5 Konsolidasi Perbankan: Opsi yang seharusnya dierapkan dalam rangka implementasi Single Presesence Policy, http://www.yahoo.com, terakhir diakses tanggal 23 September 2008. 10 Johannes Ibrahim, Opcit, hal. 6 9
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Konsolidasi Perbankan merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan struktur perbankan Indonesia yang sehat dan kuat. Dengan konsolidasi diharapkan terjadi peningkatan skala ekonomi sehingga dapat meningkatkan efektivitas pengawasan bank. Dalam rangka konsolidasi dilakukan penaataan kembali struktur kepemilikan bank yang dimaksudkan untuk menciptakan struktur perbankan yang sehat sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat serta mendorong pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Ketentuan mengenai kebijakan kepemilikan tunggal pada perbankan nasional atau yang dikenal dengan Single Presence Policy, kebijakan ini menetapkan setiap pihak, perorangan atau korporasi, hanya boleh menjadi pemegang saham pengendali (PSP) pada satu bank. Tujuannya adalah untuk mendorong konsolidasi perbankan dan mendukung efektifitas pengawasan bank. Kebijakan Kepemilikan Tunggal atau Single Presence Policy ini tentunya sangat berkaitan erat dengan Merger, maupun Konsolidasi Bank karena ketiga opsi yang dikeluarkan bank Indonesia yaitu opsi yang kedua menyarankan agar melakukan Merger dan Konsolidasi. Merger dan akuisisi yang terjadi di industri perbankan tentunya memberi dampak langsung pada perusahaan yang melakukan proses merger tersebut. Adapun dampak positif dan negatif dilakukannya merger adalah 11 : Dampak positip merger yang sering adalah : (1) Dimungkinkannya pertukaran cadangan cash flow secara internal antar perusahaan yang melakukan merger, sehingga bank hasil merger dapat memanage risiko likuiditas dengan lebih fleksibel. (2) Diperolehnya peningkatan modal perusahaan (biasanya CAR akan meningkat tetapi tidak terlalu cukup tinggi) dan adanya keunggulan dalam memanage biaya akibat bertambahnya skala usaha. Efisiensi perusahaan dapat dilakukan lebih lanjut, khususnya dalam efisiensi biaya provisi kredit. 11
“ Merger dan Akuisisi Bank Nasional : Realitas dan Tantangan”, Lingkungan Ekonomi Bisnis, Nopember 2006, http: //www.wordpress.com, terakhir diakses tanggal 30 September 2008. Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
(3)
Dicapainya keunggulan market power dalam persaingan, yang kemudian dapat memperbesar margin bunga pinjaman.
Proses merger itu sendiri dapat juga memberikan pengaruh negatif berikut ini: (1) Karena proses merger biasanya dilakukan atas dorongan untuk cepat terselesaikannya kemelut keuangan di salah satu bank peserta, maka harga penjualan sahamnya cenderung akan dinilai di bawah harga pasar yang wajar. (2) Proses merger biasanya diikuti dengan peningkatan ketidakpastian pada pihak Direksi, manajer dan karyawan. (3) Proses merger perbankan nasional di Indonesia biasanya diikuti dengan pengurangan jumlah pegawai dan staf kurang profesional di perusahaan perbankan hasil merger. (4) Terjadinya benturan kepentingan, kondisi saling curiga dan bahkan konflik di antara para anggota komisaris dan direksi. Hal ini terjadi jika bank hasil merger tersebut dikuasai oleh lebih satu pemegang saham pengendali. Sebagian anggota komisaris dan direksi yang ada cenderung untuk berlomba mewakili kepentingan masing-masing pemilik dari bank hasil merger dengan menunjukkan prestasi kelompoknya masing-masing. (5) Kegiatan merger dalam dua tahun pertama cenderung diikuti dengan strategi efisiensi; sehingga hal ini akan mengurangi semangat dan kreativitas dari sebagian pihak Direksi dan staf profesional. Jika hal ini berlanjut cukup lama maka biasanya akan diikuti dengan proses exodus para manager menengah yang profesional dan inovatif. (6) Benturan budaya perusahaan tidak dapat dielakkan; sehingga tentunya perusahaan hasil merger akan mengalami penurunan dalam jangka pendek. Ketentuan tentang Single Presence Policy ini pastinya akan berdampak pada pihak-pihak yang menjadi Pemegang Saham Pengendali di dua atau lebih bank. Untuk itu ada tiga opsi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu Pertama, melepaskan kepemilikannya sehingga menjadi Pemegang Saham Pengendali pada satu bank. Kedua, menggabungkan (merger) bank yang dimiliki. Ketiga, membentuk/mendirikan bank holding company (BHC) dan mengalihkan kepemilikan bank kepada BHC. Ketentuan Single Presence Policy ini dikecualikan bagi Bank Perkreditan Syariah, Kantor cabang bank asing, bank campuran dan Bank Umum Syariah. 12
12
Johannes Ibrahim, Op.Cit, hal. 6
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Banyaknya permasalahan yang akan timbul dari penerapan Single Presence Policy ini yaitu adanya ketiga opsi yang dikeluarkan Bank Indonesia, opsi mana yang paling ideal dari ketiga opsi yang ditentukan, bagaimana Single Presence Policy ini dalam Arsitektur Perbankan Indonesia, serta kebijakan ini pasti menimbulkan dampak-dampak bagi perbankan nasional. Berdasarkan pemaparan di atas, penulis merasa tertarik membahas masalah Penerapan Single Presence Policy dalam pelaksanaan merger, akuisisi dan konsolidasi bank dan dampaknya bagi perbankan nasional. Agar dapat mengetahui hal-hal mengenai KebijakanKepemilikan Tunggal tersebut pada perbankan Nasional. Dalam menguraikan masalah ini, penulis melihat dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/15/PBI/2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006 tentang Kepemilikan Tunggal Bank Indonesia Oleh karena itu untuk membahas hal tersebut penulis memilih judul skripsi ini, yaitu “Penerapan Single Presence Policy Dalam Bentuk Merger, Akuisisi Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia.”
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang diuraikan di atas, maka perlu dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana Pengaturan Single Presence Policy berdasarkan Peraturan Bank Indonesia
dalam
rangka
konsolidasi
perbankan
dan
efektifitas
pengawasan?
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
2. Bagaimana Penerapan Single Presence Policy dalam kaitannya dengan Merger, Akuisisi dan Konsolidasi serta Bank Holding Company (BHC) dalam Perbankan di Indonesia? 3. Bagaimana penawaran atau opsi yang diberikan oleh Bank Indonesia dalam rangka Single Presence Policy?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat disimpulkan yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Untuk mengetahui seluk beluk mengenai Penerapan Single Presence Policy yaitu kebijakan Kepemilikan Tunggal yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia berdasarkan Peraturan Bank Indonesia dalam rangka konsolidasi perbankan dan efektifitas pengawasan. 2. Untuk mengetahui Penerapan Single Presence Policy dan kaitannya dengan Merger, akuisisi dan konsolidasi bank serta bank holding company dalam Perbankan di Indonesia. 3. Bagaimana penawaran opsi yang diberikan oleh Bank Indonesia dalam rangka Single Presence Policy?
Manfaat penulisan yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis. Pembahasan terhadap masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini tentu akan menambah pemahaman dan pandangan baru mengenai Kebijakan
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Kepemilikan Tunggal (Single Presence Policy) di mana hal ini akan menjadi masukan bagi industri perbankan yang belakangan ini makin mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan karena industri perbankan merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi Indonesia. 2. Manfaat Praktis. Dapat menjadi pedoman dan bahan rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum dan pemerintah dalam memahami Kebijakan kepemilikan tunggal dan yang paling penting adalah untuk mengetahui dampak yang akan terjadi dari kebijakan Bank Indonesia tersebut bagi perbankan nasional.
D. Keaslian Penulisan Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang “Penerapan Single Presence Policy Dalam Bentuk Merger, Akuisisi Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia” belum pernah ditulis sebelumnya. Dengan demikian, dilihat dari permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini adalah merupakan karya penulis yang asli dan sesuai dengan azas-azas keilmuan yang jujur, rasional serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
E. Tinjauan Kepustakaan Dalam tinjauan kepustakaan penulis mencoba untuk mengemukakan beberapa ketentuan dan batasan yang akan menjadi sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan. Hal ini akan berguna bagi penulis untuk membantu melihat ruang lingkup skripsi agar tetap berada di dalam topik yang diangkat dari permasalahan yang telah disebutkan di atas. Kebijakan Kepemilikan Tunggal Perbankan merupakan salah satu rangkaian upaya Bank Indonesia dalam menegakkan Pilar I Arsitektur Perbankan Indonesi (API), yaitu Penguatan Struktur Perbankan Nasional dan Pilar III API yaitu Peningkatan Fungsi Pengawasan. Kebijakan ini mengharuskan kepada semua pemilik bank khususnya Pemegang Saham Pengendali (PSP) untuk mengkonsolidasikan kepemilikannya di bank-bank yang dalam satu grup usaha. Banyak alasan dan tujuan dilakukannya merger, Akuisisi dan Konsolidasi oleh pelaku usaha terhadap badan usaha bank yang dimilikinya. Salah satu yang terpenting adalah untuk meningkatkan efisiensi dan mempertinggi daya saing perusahaan. Namun demikian, dalam melakukan merger, akuisisi, konsolidasi di bidang perbankan tidaklah dapat dilakukan dengan sebebas-bebasnya, tetapi dibatasi oleh peraturan perundang-undangan yang terkait. Berkaitan dengan itu, menurut ketentuan Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi bahwa dalam pelaksanaan merger, konsolidasi dan akuisisi harus memperhatikan kepentingan bank, kepentingan kreditor, kepentingan pemegang saham minoritas dan karyawan bank, juga kepentingan rakyat banyak.
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Menurut Kamus Hukum, pengertian penggabungan (merger) yaitu: The fusion absorption of one thing into another, generally spoken of a case where on the subjects in of less dignity or importance than the other. Here the less important cease to have an independent existence. 13 Maksudnya yaitu fusi atau absorpsi sesuatu ke dalam sesuatu yang lain: suatu kasus yang secara umum di bicarakan di mana sesuatu subjek memiliki dignitas atau kualitas penghargaan (bonafidas) lebih dari pada yang lain. Di sini pihak yang kurang penting (berusaha) mengakhiri keberadaan yang independen. Peleburan (consolidation) perseroan yaitu: “the combination of two or more corporation into a newly created corporation. Thus, a corporation and corporation combine in form corporation”. 14 Maksudnya yaitu kombinasi dari dua atau lebih perseroan ke dalam perseroan yang dibentuk. Contohnya perseroan A dan perseroan B bergerak untuk membentuk perseroan C. Pengambilalihan alihan (akuisisi) perseroan yaitu: “….the act of becoming the owner of certain: the act by which one acquires or procures the property in anything. 15 Maksudnya yaitu tindakan pengambilalihan kepemilikan kekayaan atau kepemilikan tertentu, karena adanya suatu tindakan dari salah satu pihak untuk mendapatkan atau memperoleh semua kekayaan dan hak-hak lainnya. Pengambilalihan terjadi jika suatu perseroan atau seseorang, melakukan pembelian sejumlah saham yang menjadikan perseroan atau seseorang tersebut menjadi pemegang kontrol penguasan perseroan tersebut. Pasal 28 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan disebutkan : 13
Agus Budianto, Op. Cit, hal. 88 Agus Budianto, Ibid, hal. 98 15 Agus Budianto, Ibid, hal. 103 14
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
1) Merger dan konsolidasi antar bank, serta akuisisi bank wajib terlebih dahulu mendapat izin menteri setelah mendengar pertimbangan bank indonesia. 2) Ketentuan mengenai merger, konsolidasi dan akuisisi ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 222/KMK.017/1993 dinyatakan merger atau konsolidasi antar bank hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia. Kemudian, dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, dalam Pasal 28 dinyatakan merger konsolidasi, dan akuisisi wajib terlebih dahulu mendapatkan izin Pimpinan Bank Indonesia. Selanjutnya, dalam Pasal 37 ayat (1) butir d Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, dinyatakan dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar: Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain. Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) Surat Edaran Direksi Bank Indonesia Nomor : 32/51/DIR tanggal 14 Mei 1999 dinyatakan : 1) Merger, Konsolidasi dan akuisisi bank dapat dilakukan atas : a. Insiatif bank yang bersangkutan b. Permintaan Bank Indonesia c. Inisiatif badan khusus
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
2) Merger, konsolidasi dan akuisisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf c wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Bank Indonesia. Jika dilakukan suatu penggabungan baik perusahaan bank maupun non bank akan mempengaruhi manajemen juga mempengaruhi karyawan yang ada pada perusahaan yang menggabungkan itu, ini merupakan salah satu dampak diterapkannya Kebijakan Kepemilikan Tunggal atau Single Presence Policy.
F. Metode Penelitian 1. Bentuk Penelitian. Dalam penulisan ilmiah terdapat beraneka ragam jenis penelitian. Dari sekian banyak jenis penelitian, khususnya penelitian hukum yang paling populer adalah : 16 1). Penelitian hukum normatif/ penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau hanya menggunakan data sekunder belaka; 2). Penelitian Hukum Empiris yang dilakukan dengan cara terutama meneliti data primer yang diperoleh di lapangan selain juga meneliti data sekunder dari kepustakaan. Pilihan metode suatu penelitian hukum tergantung pada tujuan penelitian itu sendiri, sesuai dengan skripsi ini, maka penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian hukum normatif/ disebut juga dengan studi kepustakaan (Library Research). 16
Tampil Anshari Siregar, Metode Penelitian Hukum Penulisan Skripsi, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2005), hal. 23-24 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
2. Jenis-jenis Data. Materi dalam skripsi ini diambil dari data-data sekunder. Adapun data-data sekunder yang dimaksud ialah: a. Bahan hukum primer. Yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini di antaranya Undang-Undang No. 11 Tahun 1953 (Undang-Undang Pokok Bank Indonesia), UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/15/PBI/2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum
Bank
8/16/PBI/2006
Umum,
tentang
Peraturan
Kepemilikan
Bank
Indonesia
Tunggal
pada
Nomor
Perbankan
Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/17/PBI/2006 tentang Insentif dalam rangka konsolidasi perbankan dan peraturan-peraturan lainnya. b. Bahan hukum sekunder. Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau hasil kajian tentang Merger, Akuisisi, Konsolidasi serta mengenai Single Presence Policy seperti seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, koran-koran karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas. c. Bahan hukum tersier. Yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keteranganketerangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus, ensiklopedi, dan lain-lain.
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
3. Analisa Data Dalam penulisan skripsi ini analisis data yang digunakan adalah dengan menganalisis data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan dan dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan metode deduktif. Dengan demikian merupakan analisis data tanpa mempergunakan rumus dan matematis.
G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah penulisan dan penjabaran penulisan, penelitian ini akan dibagi menjadi lima bab dengan sistematika sebagai berikut: BAB I
:
Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II
:
Dalam bab ini akan dibahas mengenai Single Presence Policy, antara lain: definisi Single Presence Policy, Kebijakan Single Presence Policy dalam Arsitektur Perbankan Indonesia yaitu yang akan dibahas mengenai tiga opsi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.,Hal-hal yang Perlu dicermati dalam pelaksanaan Single Presence Policy seperi Pemenuhan Modal Inti Minimum Bank Umum dan Peluang Penguasaan Pangsa Pasar oleh Pihak Asing, keberpihakan Pemegang Saham Mayoritas dan Opsi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan bab ini juga akan
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
membahas mengenai Dampak Single Presence Policy bagi Perbankan Nasional BAB III
:
Dalam bab ini akan diulas mengenai tinjauan Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi secara umum yang antara lain akan mengulas: pengertian Merger, Akuisisi dan Konsolidasi serta latar belakang dan akibatnya. serta mengenai Bank Holiding Company (BHC).
BAB IV
:
Bab ini akan mengulas mengenai penawaran opsi dalam rangka pelaksanaan Single Presence Policy yang akan di bahas yaitu mengenai apa itu kepemilikan dan kepengurusan bank, Penerapan Ketentuan Single Presence Policy terhadap 3 (tiga) opsi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, serta pilihan untuk Bank Pemerintah dari ketiga opsi Single Presence Policy.
BAB V
:
Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab yang berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang dibahas.
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
BAB III PENGATURAN SINGLE PRESENCE POLICY DALAM PERATURAN BANK INDONESIA
A. Pengertian Single Presence Policy dan Ruang Lingkupnya Sebelum membahas mengenai Single Presence Policy atau yang disebut dengan Kebijakan Kepemilikan Tunggal, maka sebelumnya haruslah diketahui mengenai kepemilikan bank. Kepemilikan bank merupakan salah satu upaya pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. 17 Kepemilikan bank berkaitan dengan pihak yang menjadi pemilik dari suatu bank termasuk di dalamnya pemilikan saham dari bank yang telah go public, juga persyaratan posisi seseorang atau badan hukum sebagai pemilik bank atau komposisi dari pihak asing dari sebuah bank, serta mekanisme dan prosedur peralihannya. Yang berarti dalam hal kepemilikan sangatlah erat hubungannya dengan pendirian bank itu sendiri. Pihak awal yang menjadi pemilik awal dari sebuah bank, maka pada dasarnya mereka yang mendirikan bank tersebut. 18 Pengaturan komposisi kepemilikan dari suatu bank pada mulanya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992, khususnya pada Pasal 13 dan 14. Ketentuan pasal tersebut mengatur hal-hal sebagai berikut: 19 a. Suatu badan hukum dapat memiliki saham bank umum sebanyakbanyaknya sebesar modal sendiri bersih badan hukum yang bersangkutan.
17
Abdul Kadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 85 18 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2006), hal. 267 19 Ibid, hal. 268 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
b. Warga negara asing dan/atau badan hukum asing dapat membeli saham bank umum yang dijual melalui bursa efek di Indonesia
sebanyak-
banyaknya 49% dari saham yang dicatatkan pada bursa. c. Khusus bagi Bank Umum Milik Negara, maksimum saham yang dapat dicatatkan pada bursa efek indonesia adalah sebesar 49% dari modal disetor. Dalam perkembangannya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1996, saham bank umum milik negara untuk dicatatkan dalam bursa efek tidak dibatasi sehingga memungkinkan warga negara asing dan/atau badan hukum asing untuk membeli saham bank umum milik negara yang dijual pada bursa sampai dengan 49% dari saham yang dicatatkan pada bursa. Single Presence Policy (SPP) merupakan kebijakan yang dikenal dengan Pakto (Paket Kebijakan Oktober) 2006 ini mengingatkan pada Pakto (Paket Kebijakan Oktober) sebelumnya di tahun 1988, yaitu dengan delapan belas tahun yang silam dimana perbankan nasional mempromosikan konsep “liberalisasi”. Single Presence Policy ini adalah kebijakan yang dikeluarkan sesudah Arsitektur Perbankan Indonesia (API), yaitu Penguatan Struktur Perbankan Nasional dan Peningkatan Fungsi Pengawasan. Kebijakan ini mengharuskan kepada semua pemilik
bank
khususnya
pemegang
saham
pengendali
(“PSP”)
untuk
mengkonsolidasikan kepemilikannya di bank-bank yang ada dalam satu grup usahanya dengan batas waktu hingga tahun 2010. 20 Kebijakan Kepemilikan Tunggal atau Single Presence Policy (SPP) yang dikeluarkan Bank Indonesia ini tentunya dimaksudkan untuk meningkatkan daya 20
Johannes Ibrahim, “Penerapan Single Presence Policy dan Dampaknya Bagi Perbankan Nasional”. Jurnal Hukum Bisnis (volume 27-No.2-Tahun 2008), hal. 5 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
saing perbankan nasional dalam mengelola bisnis mereka. Single Presence Policy (SPP) atau Kebijakan Kepemilikan Tunggal dibuat untuk mempercepat konsolidasi perbankan dimana Bank Indonesia mewajibkan satu pemegang saham hanya memiliki satu bank. Jadi, Pengertian Single Presence Policy ini sendiri berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006 yang mengatur tentang kepemilikan tunggal merupakan suatu kondisi dimana suatu pihak hanya menjadi pemegang saham pengendali pada satu bank. Pemegang saham pengendali itu sendiri mempunyai arti yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006 yang bunyinya : Pemegang Saham Pengendali adalah badan hukum dan/atau perorangan dan/atau kelompok usaha yang: a. Memiliki saham Bank sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan Bank dan mempunyai hak suara; b. Memiliki saham Bank kurang 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah saham yang dikeluarkan Bank dan mempunyai hak suara namun dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian Bank baik secara langsung maupun tidak langsung.” Ketentuan mengenai Single Presence Policy ini dikecualikan bagi : 21 a. Pemegang saham pengendali pada 2 (dua) bank yang masing-masing melakukan kegiatan usaha dengan prinsip yang berbeda, yakni secara konvensional dan berdasarkan prinsip syariah. 21
Pasal 2 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006 tentang Kepemilikan
Tunggal. Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
b. Pemegang saham pengendali pada 2 (dua) bank yang salah satunya merupakan bank campuran. c. Bank Holding Company (Badan hukum yang di bentuk dan atau dimiliki oleh pemegang saham pengendali untuk mengkonsolidasikan dan mengendalikan secara langsung seluruh aktivitas bank-bank yang merupakan anak perusahaannya). Penerapan Kebijakan Kepemilikan Tunggal di sini, termasuk kewajiban penyesuaian struktur kepemilikan bagi saham pengendali yang lebih dari satu bank, memberikan pengecualian bagi kantor cabang bank asing dan bank campuran, mengingat Indonesia terikat pada komitmen yang telah di berikan dalam World Trade Organization (WTO) untuk tetap menghargai kehadiran pihak asing dalam bentuk kantor cabang bank asing dan bank syariah. Demikian juga pengecualian diberikan bagi pemegang saham pengendali yang mengendalikan 2 (dua) bank yang masing-masing melakukan kegiatan usaha dengan prinsip yang berbeda, yakni secara konvensional dan berdasarkan prinsip syariah, mengingat berdasarkan karakteristiknya, kedua jenis bank dimaksud lebih tepat melakukan kegiatan usaha sebagai badan usaha yang terpisah. Perlu diketahui, sasaran dari Kebijakan Kepemilikan Tunggal atau Single Presence Policy ini adalah: 22 1) Mempercepat konsolidasi perbankan sesuai Aristektur Perbankan Indonesia (API). 22
Ryan Kiryanto, Konsolidasi Perbankan Nasional menuju Best Practise, Makalah Seminar disampaiakan di Jakarta, 2 Juni 2007 http://www.google.com, diakses terakhir tanggal 23 September 2008 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
2) Meningkatkan efektivitas pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia. 3) Memudahkan pelaksanaan proses pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK). Struktur Kepemilikan Single Presence Policy ini dilakukan dalam jangka waktu paling lama akhir Desember 2010. Berdasarkan permintaan pemegang saham pengendali dan bank-bank yang dikendalikannya, Bank Indonesia dapat memberikan perpanjangan jangka waktu penyesuaian struktur kepemilikan apabila menurut penilaian Bank Indonesia kompleksitas permasalahan yang tinggi yang dihadapi pemegang saham pengendali dan atau bank-bank yang dikendalikannya menyebabkan penyesuaian struktur kepemilikan tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang diberikan yaitu paling lama akhir Desember 2010 tersebut. 23 B. Kebijakan Single Presence Policy dalam Arsitektur Perbankan Indonesia Sejak Januari 2004 Bank Indonesia telah memiliki sebuah cetak biru mengenai tatanan industri perbankan ke depan, yaitu Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Arsitektur Perbankan Indonesia adakah sebuah istilah baru di perbankan nasional, tetapi sebelum itu dikenal beberpa istilah lain yang mempunyai arti dan tujuan relatif sama, yaitu blueprint perbankan, landscape perbankan, stratifikasi perbankan, atau pemetaan perbankan nasional. Apabila dibandingkan dengan istilah-istilah tadi, maka istilah Arsitektur Perbankan
23
Benny Soewita, “Single Presence Policy”, http/:www.google.com, diakses terakhir tanggal 23 september 2008. Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Indonesia lebih memberi makna dan nuansa yang komprehensif dan luas mengenai tatanan perbankan yang diinginkan untuk masa yang akan datang. 24 Arsitektur Perbankan Indonesia (API) merupakan kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu 5 (lima) sampai 10 (sepuluh) tahun ke depan. Dimana arah kebijakan Arsitektur Perbankan Indonesia mempunyai visi yaitu mencapai suatu sistem perbankan yang sehat dan kuat dalam rangka sistem perekonomian nasional. Ada 6 (enam) pilar arsitektur perbankan Indonesia, guna mempermudah pencapaian visi API maka ditetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai, yaitu: 1. Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat dan kokoh yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat danmendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan. 2. Menciptakan sistem pengaturan & pengawasan bank yang efektif sesuai standar internasional. 3. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan berdaya saing tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko. 4. Menciptakan good corporate governance untuk memperkuat kondisi internal perbankan nasional. 5. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk terwujudnya industri perbankan yang sehat. 6. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan. 25 Salah satu implementasi dari program API khususnya Pilar 1 mengenai Penguatan Struktur Perbankan Nasional dan Pilar 3 mengenai Peningkatan Fungsi Pengawasan adalah Single Presence Policy (SPP) atau Kepemilikan Tunggal Perbankan yang dituangkan dan diatur dalam Peraturan BI Nomor 8/16/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Kepemilikan Tunggal Perbankan Indonesia. 26
24
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Group), hal.177. 25 Ibid, hal. 182 26 Johannes Ibrahim, Op. Cit, hal. 6 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Sesuai dengan 6 (enam) pilar Arsitektur Perbankan Indonesia yang pertama (I) juga berhubungan dengan kebijakan yang merupakan suatu pilihan bagi pemerintah (dalam hal ini Bank Indonesia) sesuai dengan prinsip kehatianhatian/keseksamaan atau prudential banking. Prinsip ini bertujuan untuk mencapai suatu sistem perbankan yang sehat dan efisien. Kehati-hatian di sini yaitu dengan adanya kebijakan Kepemilikan Tunggal atau Single Presence Policy adalah untuk menghindari kejahatan yang akan timbul dalam kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia ini. Penegakan Arsitektur Perbankan Indonesia tersebut sebenarnya juga merupakan implementasi atas 25 Core Principles of Banking Supervision yang diterbitkan oleh Basle Committee Banking for Supervision.
27
Kebijakan Single
Presence Policy ini ditempuh oleh Bank Indonesia kepada perbankan nasional untuk melakukan konsolidasi melalui merger secara sukarela ternyata tidak membuahkan hasil yang mengembirakan. Kebijakan Single Presence Policy ini dikeluarkan karena Program Arsitektur Perbankan Indonesia pada tahun 2004 tidak membuahkan hasil yang mengembirakan, sehingga perlu suatu kebijakan baru untuk mereduksi jumlah bank-bank yang ada di Indonesia. Single Presence Policy (SPP) dalam Peraturan BI di atas dikenal dengan istilah “Kepemilikan Tunggal” yaitu suatu kondisi dimana suatu pihak hanya menjadi Pemegang Saham Pengendali pada 1 (satu) bank. Bank yang dimaksud dalam ruang lingkup kebijakan ini adalah Bank Umum dan tidak termasuk Bank Perkreditan Syariah, Kantor Cabang Bank Asing, Bank Campuran, Bank Holding Company dan Bank Umum Syariah. 27
Muhammad Faiz Aziz. Konsolidasi Perbankan Opsi yang seharusnya diterapkan dalam rangka implementasi Single Presence Policy (http. Yahoo.com) terakhir diakses tanggal 23 September 2008, hal. 1 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Berikut ini adalah ketentuan untuk pihak-pihak yang telah menjadi pemegang saham pengendali pada lebih dari satu bank wajib melakukan penyesuaian struktur kepemilikan dengan kata lain ini merupakan 3 (tiga) opsi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia berhubungan dengan Single Presence Policy. Bagi bank-bank yang telah memiliki dan mengendalikan lebih dari 1 (satu) bank, berdasarkan peraturan Single Presence Policy (SPP), wajib melakukan penyesuaian struktur kepemilikannya hingga tahun 2010. Dalam rangka penyesuaian struktur kepemilikan ini, Bank Indonesia memberikan 3 (tiga) buah pilihan yaitu : 1. Mengalihkan sebagian atau seluruh kepemilikan sahamnya pada salah satu atau lebih bank yang dikendalikannya kepada pihak lain sehingga yang bersangkutan hanya menjadi Pemegang Saham Pengendali pada 1 (satu) Bank; atau 2. Melakukan merger atau konsolidasi atas Bank-bank yang dikendalikannya; atau 3. Membentuk perusahaan induk di bidang perbankan (Bank Holding Company), dengan cara: a) mendirikan badan hukum baru sebagai Bank Holding Company; atau b) menunjuk salah satu bank yang yang dikendalikannya sebagai Bank Holding Company. Berdasarkan 3 (tiga) opsi di atas, sejauh mana opsi yang paling tepat dalam menerapkan kebijakan Bank Indonesia mengenai Single Presence Policy (SPP) ini: 28
28
Johannes Ibrahim,Op. Cit, hal. 6- 7
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
a. Divestasi atau penjualan saham. Melalui divestasi atau penjualan saham, kepemilikan atau pengendalian suatu bank dapat beralih kepada pihak lain, baik melalui secondary offering maupun instrument lainnya. Namun, divestasi tidak akan mencapai tujuan dari konsolidasi tersebut, karena bank yang dijual tidak bubar dan jumlah bank masih tidak berkurang. Dengan divestasi, tidak terjadi sebuah konsolidasi, namun yang ada hanyalah peralihan kepemilikan atau pengendalian. Pengendali semula bank tersebut justru “berpisah” dari bank yang didivestasikan. b. Merger atau konsolidasi Merger adalah penggabungan 2 (dua) bank atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya tanpa melikuidasi terlebih dulu. Melalui merger dan/atau peleburan, 2 (dua) atau lebih bank akan bergabung baik dengan nama baru maupun tidak. Konsolidasi merupakan suatu perbuatan menggabungkan 2 (dua) atau lebih badan atau bank menjadi satu. Bila merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank, maka akibat hukum konsilidasi akan menimbulkan satu badan hukum atau bank baru dengan nama baru sedangkan merger tidak. Dengan demikian, merger dan konsolidasi memiliki pengertian yang sama, namun dalam hukum bisnis hanya berbeda pada akibat hukum yang ditimbulkan. Dengan mengacu kepada pengertian merger atau konsolidasi, penggunaan pola ini memberikan persoalan dilematis. Di satu sisi modal dan aset dari beberapa bank akan bersatu dan menjadi besar. Namun di sisi lainnya, upaya ini penuh resiko dan Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
mahal. Dampak yang ditimbulkannya pun akan besar terutama dari segi ketenagakerjaan yang kemudian berujung kepada pengangguran dan gangguan ekonomi. c. Sehubungan dengan tujuan konsolidasi perbankan, upaya pembentukan Bank Holding Company dinilai menjadi jalan keluar di samping merger atau konsolidasi karena dinilai lebih murah. Dengan upaya ini, Pemegang Saham Pengendali membentuk bank induk yang hanya memiliki kegiatan sebagai holding company. Holding Company tersebut mengonsolidasikan kegiatan bank-bank yang berada di bawahnya. Namun, melalui upaya ini jumlah bank bukannya berkurang, namun bertambah, dan ini tidak pula dapat mencapai tujuan dari konsolidasi perbankan maupun akan peningkatan efisiensi pengawasan perbankan Upaya Bank Indonesia dalam menerapkan Single Presence Policy (SPP) memberikan insentif dengan menerbitkan Peraturan BI Nomor 8/17/PBI/2006 tentang Insentif dalam Rangka Konsolidasi Perbankan sebagaimana telah diubah dalam Peraturan BI Nomor 9/12/PBI/2007. Adapun insentif yang diberikan berupa kemudahan dalam pemberian izin menjadi bank devisa, kelonggaran sementara atas kewajiban pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah, perpanjangan jangka waktu penyelesaian pelampauan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang timbul sebagai akibat merger atau konsolidasi, kemudahan dalam pemberian izin pembukaan kantor cabang bank, penggantian sebagai biaya konsultan pelaksanaan due diligence, dan atau kelonggaran
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
sementara atas pelaksanaan beberapa ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Good Corporate Governance bagi Bank Umum. 29 Terdapat 2 (dua) strategi konsolidasi bank melalui konsep pertumbuhan yaitu Pertumbuhan Organik dan Non Organik yaitu berupa : 30 1. Bertumpu pada perkembangan kinerja bank secara natural dengan konsekuensi dibutuhkan waktu yang lama untuk merilis konsolidasi sesuai API. 2. Tidak hanya bertumpu pada perkembangan kinerja bank secara natural, melainkan bertumpu pada langkah-langkah strategis seperti merger, akuisisi dan aliansi strategis. 3. Konsep bank jangkar hanya merupakan salah model untuk mengakselerasi konsolidasi perbankan nasional. Bank Jangkar di sini kriterianya yaitu : 31 a. Rasio kecukupan modal (CAR) minimal 12% dan rasio modal inti (Tier 1) minimum 6% b. Ratio Return On Asset (ROA) minimal 1,5% c. Pertumbuhan kredit riil minimum 22%, atau LDR minimal 50% d. Rasio Kredit bermasalah (NPL) net dibawah 5% e. Memiliki kemampuan menjadi konsolidator Insentif yang diberikan oleh Bank Indonesia di atas harus memenuhi persyaratan-persyaratan, di antaranya untuk izin bank devisa hanya berlaku 2 (dua) tahun sejak berlakunya izin merger atau konsolidasi bagi bank hasil merger atau konsolidasi dengan ketentuan telah memiliki modal inti minimum Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliyar rupiah) dan peringkat komposit sekurang-
29
Johannes Ibrahim,Op. Cit, hal. 7 Ryan Kiryanto, Op. Cit, hal. 18 31 Ryan Kiryanto, Op. Cit, hal 15 30
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
kurangnya 2 (dua) dengan faktor manajemen sekurang-kurangnya 3 (tiga) pada 2 (dua) posisi penilaian terakhir.32 Pemberian insentif di atas ditujukan bagi percepatan konsolidasi perbankan sesuai dengan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan stimulus (sweetener). Sebaliknya Pemegang Saham Pengendali (PSK), Komisaris, dan Direksi Bank yang layak melakukan merger dan konsolidasi namun tidak bersedia untuk melakukannya dapat dikenakan sanksi berupa teguran tertulis serta mempengaruhi penilaian integritas dalam penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test). Beberapa penyebab sulitnya Konsolidasi Perbankan adalah : 33 1. Belum adanya system insentif. 2. Adanya ego pemilik. 3. Sulitnya menyatukan budaya kerja.
C. Hal-Hal Yang Perlu Dicermati Dalam Pelaksanaan Single Presence Policy 1. Pemenuhan Modal Inti Minimum Bank Umum dan Peluang Penguasaan Pangsa Pasar oleh Pihak Asing. Pemenuhan Modal Inti Minimum Bank Umum sebagaimana diatur dalam Peraturan BI Nomor 7/15/PBI/2005 tanggal 1 Juli 2005 mempertimbangkan bahwa dukungan permodalan adalah upaya untuk memperkuat struktur perbankan Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API).
32 33
Johannes Ibrahim, Op.Cit, hal. 7 Ryan Kiryanto, Op. Cit hal. 1
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Modal inti terdiri dari modal disetor, modal sumbangan, cadangan-cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak, dan laba yang diperoleh setelah diperhitungkan pajak. 34 Modal inti menurut ketentuan Pasal 4 ayat (1) sampai dengan ayat (4) Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/21/PBI/2001 tentang kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, modal inti terdiri atas Modal setor dan cadangan tambahan modal. 35 Pasal 2 dari Peraturan Bank Indonesia ini mewajibkan bank untuk memenuhi modal inti paling sedikit sebesar Rp 80.000.000.000,00 (delapan puluh miliar rupiah) pada tanggal 31 Desember 2007 dan Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) pada tanggal 31 Desember 2010. Sanksi bila tidak memenuhi modal inti akan memberatkan bagi bank-bank nasional, di antaranya tidak dapat melakukan kegiatan usaha sebagai Bank Devisa, pembatasan pemberian plafond pinjaman, pembatasan mobilisasi dana pihak ketiga dan menutup seluruh jaringan bank yang berada di luar wilayah propinsi kantor pusat bank. 36 Hal-hal yang dapat mempengaruhi kebutuhan Modal Minimum Bank yaitu: 37 a. Jenis aktiva serta besarnya risiko yang melekat padanya. b. Kualitas aktiva atau tingkat kolektibilitasnya. c. Total aktiva suatu bank, semakin besar aktiva, semakin bertambah pula risikonya. d. Struktur posisi dan kualitas permodalan bank.
34
Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1995), hal. 141. 35 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 256 36 Johanes Ibrahim, Op. Cit, hal. 12 37 Widjanarto, Op.cit hal. 152-153 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
e. Kemampuan bank untuk meningkatkan pendapatan dan laba. Kondisi demikian memberatkan bagi pelaku bisnis bank. Tindakan merger atau konsolidasi nampaknya sulit untuk ditempuh, sehingga pelaku bisnis bank berupaya menawarkannya terhadap investor asing yang berminat di bidang perbankan nasional. Peluang emas ini tentunya banyak dimanfaatkan oleh investor asing dengan konsep liberalisasi sehingga dapat menguasai hingga 99% saham bank. Bergesernya kepemilikan nasional ke pihak asing, dapat dilihat dari fenomena yang terjadi di perbankan nasional, di antaranya adalah investor dari negara Singapura yang menguasai saham Bank Danamon, Bank Internasional Indonesia (BII), Bank NISP, Bank Buana. Investor Malaysia menguasai saham Bank Niaga, Lippo Bank, Bank Bumiputera. Investor India menguasai saham Bank Indomonex. Investor Mauritis menguasai saham BCA. Investor Inggris menguasai saham Permata Bank. Investor Amerika Serikat menguasai Bank Century. Investor Australia menguasai Bank Panin dan Bank Muamalat; sedangkan investor Jepang menguasai Bank Nusantara Parahyangan. 38
2. Keberpihakan atas Pemegang Saham Mayoritas dan Opsi Bank Indonesia Opsi yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah 3 (tiga) buah pilihan yaitu divestasi, melakukan merger atau konsolidasi dan membentuk Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company).
38
Johannes Ibrahim, Op. Cit, hal. 13
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Pembahasan dari perspektif Undang-Undang Perseroan Terbatas, yang berkaitan dengan kepemilikan saham berupa divestasi dan merger atau konsolidasi. Dalam Kepemilikan Saham berupa Divestasi, yang terdapat dalam suatu perseroan mengenai perbedaan pemilikan saham perseroan ada dua pihak pemegang saham yaitu dengan adanya selisih jumlah saham yang begitu besar, maka inilah yang disebut dengan Pemegang saham mayoritas, dan dengan perbedaan jumlah hak suara yang mencolok maka disebut Pemegang suara minoritas. Undang-Undang Perseroan Terbatas dalam Bab VIII Penggabungan, Peleburan, Pengambil Alihan, dan Pemisahan dalam Pasal 126 memberikan perlindungan hukum bagi stakeholder sebagai berikut: (1) “Perbuatan
hukum Penggabungan,
Peleburan,
Pengambil-alihan,
atau
pemisahan wajib memperhatikan kepentingan: a. Perseorangan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan; b.
Kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
c. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. (2) Pemegang Saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambil-alihan dan Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh menggunakan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62.
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
(3) Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghentikan proses pelaksanaan Penggabungan, Peleburan, Pengambil-alihan, dan Pemisahan”. Hak yang dapat diperoleh setiap pemegang saham agar sahamnya dapat dibeli dengan harga yang wajar bila tidak menyetujui di antaranya adalah proses Penggabungan, Peleburan, Pengambil-alihan dan Pemisahan (Pasal 62) dan jumlahnya tidak melebihi 10% (sepuluh perseratus) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan (Pasal 37 ayat (1) huruf b). Pada masa lampau, menunjukkan bahwa prinsip mayoritas menyebabkan pemegang saham minoritas berada pada posisi yang lemah dan kurang menguntungkan. Dan begitu juga dengan halnya kedudukan hukum para pemegang saham minoritas yang jauh lebih lemah dan tidak akan mampu menghadapi tindakan dari Direksi maupun Komisaris yang dapat merugikan perseroan, ini dekarenakan Kedudukan pemegang saham mayoritas yang berkaitan dengan kedua organ perseroan yaitu direksi dan komisaris, dalam hal kepentingannya. 39 Ketentuan tentang divestasi, merger, atau konsolidasi tetap harus memperhatikan kepentingan stakeholder yang nampaknya terabaikan dalam Peraturan BI Nomor 8/16/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Kepemilikan Tunggal Perbankan Indonesia.
39
I.G Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Jakarta, Kesaint Blanc, 2006), hal. 202
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
D. Dampak Single Presence Policy bagi Perbankan Nasional. Setiap kebijakan yang dikeluarkan baik dari Pemerintah maupun yang dalam hal ini adalah Bank Indonesia, pasti mempunyai dampak positif maupun negatif. Dalam Kebijakan Kepemilikan Tunggal atau yang disebut dengan Single Presence Policy, Kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia tentunya mempunyai sasaran yaitu untuk mereduksi jumlah bank yang beroperasi dan membentuk bank yang kokoh dari sudut permodalan, ini merupakan sisi positifnya, hanya satu sisi positif daripada sisi negatifnya yang tentunya jauh lebih banyak. Beberapa dampak maupun persoalan hukum yang mungkin timbul dari diberlakukannnya Single Presence Policy bagi Perbankan Nasional antara lain sebagai berikut : 1. Berdasarkan Tiga opsi yang ditawarkan oleh Bank Indonesia dalam Kebijakan Single Presence Policy (SPP)? Opsi yang mana yang paling tepat? Yang tentunya pilihan apapun harusnya disertai dengan kesiapan pranata hukum perusahaan. Ketiga Opsi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia tersebut adalah : a. Mengalihkan sebagian atau seluruh kepemilikan sahamnya pada salah satu atau lebih bank yang dikendalikannya kepada pihak lain sehingga yang bersangkutan hanya menjadi Pemegang Saham Pengendali pada 1 (satu) Bank; atau b. Melakukan merger atau konsolidasi atas Bank-bank yang dikendalikannya; atau Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
c. Membentuk Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company), dengan cara: 1) Mendirikan badan hukum baru sebagai Bank Holding Company; atau 2) Menunjuk salah satu bank yang yang dikendalikannya sebagai Bank Holding Company. Ketiga opsi di atas menurut Bank Indonesia menjadi opsi bagi bank dalam mencapai tujuan konsolidasi dari perbankan. Namun belum tentu dapat mengurangi jumlah bank seperti yang diinginkan oleh Bank Indonesia. Untuk berjalannya Single Presence Policy ini maka Bank Indonesia juga mengeluarkan Kebijakan Insentif atas konsolidasi perbankan. Kebijakan Single Presence Policy ini erat hubungannya dengan Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Dapat dikatakan bahwa Single Presence Policy ini merupakan implementasi dari Arsitektur Perbankan Indonesia (API), API sendiri dibuat dengan latar belakang dalam rangka penciptaan tatanan dan struktur perbankan yang kuat, sehat, kompetitif dalam menghadapi persaingan global. Penciptaan ini lebih lanjut dilatarbelakangi oleh Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997, yang membuat bank-bank di Indonesia berjatuhan dan berguguran, dan krisis ini disebabkan salah satunya oleh fundamental perbankan Indonesia yang belum kuat. 40 Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006, di situ terdapat pengertian Kepemilikan Tunggal yaitu suatu kondisi dimana suatu pihak hanya menjadi pemegang saham pengendali pada satu bank.
40
Muhammad Faiz Aziz, Konsolidasi Perbankan: Opsi Yang Seharusnya Diterapkan Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy (http://Yahoo.com), diakses terakhir tanggal 23 September 2008, hal. 4 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Dengan adanya pengendalian satu pihak terhadap lebih dari 1 (satu) bank yang menjadikan pengawasan bank menjadi kurang efisien dan terjadi benturan kepentingan dalam satu grup yang dikendalikan maupun yang dimiliki. Maksud Bank Indonesia ini tidak lain untuk menguatkan struktur perbankan, dan juga meningkatkan efisiensi pengawasan bank oleh Bank Indonesia. Untuk mengetahui opsi mana yang seharusnya diterapkan dari Single Presence Policy ini, terdapat satu hal yang penting yang harus diperhatikan yaitu konsolidasi, dengan adanya konsolidasi perbankan ini adalah alat untuk penguatan struktur perbankan yang sehat, kuat, efisien dan kompetitif Konsolidasi merupakan suatu perbuatan menggabungkan 2 (dua) atau lebih bank menjadi satu. Melihat dari Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999 di atas, maka akibat hukum dari konsolidasi akan menimbulkan satu badan hukum atau bank baru dengan nama baru. Dan selain Konsolidasi, ada juga Merger yang juga memiliki pengertian yang sama. Merger adalah penggabungan dari 2 (dua) bank atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank kainnya tanpa melikuidasi terlebih dahulu. Tetapi dalam hukum bisnis akan menimbulkan akibat hukum yang berbeda. Dari ketiga opsi yang telah disebutkan di atas, opsi pertama dan kedua yaitu merger/konsolidasi dan holding company merupakan opsi yang tepat dalam upaya mengkonsolidasi perbankan. Namun, bila memperhatikan makna konsolidasi sebagai tujuan dari Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yaitu khususnya pilar 1 dan pilar 3,yang intinya menciptapkan struktur perbankan yang sehat dan kuat., maka opsi merger dan konsolidasi/peleburanlah yang seharusnya diterapkan
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
dalam mewujudkan visi API dalam mencapai tujuan penguatan struktur perbankan yang sehat dan kuat, serta peningkatan efisiensi pengawasan perbankan. Opsi ini dalam prakteknya mungkin akan menimbulkan masalah. Namun, walaupun opsi ini akan mengalami banyak permasalahan bila diterapkan, dan mungkin akan berpengaruh terhadap perekonomian, akan tetapi tidak ada cara lain yang pasti dalam rangka mengurangi dan mengkonsolidasikan jumlah bank yang diinginkan sesuai dengan visi API. Dengan demikian Opsi yang pertama Divestasi saham dan Opsi Ketiga pembentukan Bank Holding Company dirasakan belum tepat. 41 Harus adanya kesiapan pranata hukum perusahaan dalam hal ini terutama dalam hal Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Bank, harus ada sanksi hukum dalam menjalankan ketiga opsi ini, jika tidak maka kebijakan ini tidak akan berjalan lancar. 2. Tidak fokusnya pangsa pasar. Keempat perbankan seperti misalnya Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Nasional Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang akan menjadi bank konsolidator, masing-masing mempunyai pangsa pasar yang berbeda-beda. BTN lebih berfokus pada pemberian kredit rumah pada kalangan masyarakat dengan tingkat ekonomi bawah. BRI lebih berfokus pada usaha kecil dan menengah serta masyarakat pedesaan dan lebih kepada masyarakat luas. Sedangkan Bank Mandiri lebih berfokus kepada bidang korporasi. Adanya perbedaan pangsa pasar ini tentunya akan berdampak jika suatu bank akan merger 41
Ibid, hal. 5
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
atau melakukan konsolidasi dengan bank yang lain. Seharusnya jika bank yang melakukan Merger tersebut mempunyai pangsa pasar yang sama. 3. One Presence Policy dikhawatirkan akan menyebabkan ketidakadilan. Penyatuan beberapa bank Badan Usaha Milik Negara menjadi satu bank akan menyebabkan ketidakadilan. Hal ini dikarenakan masing-masing bank berkeinginan untuk menjadi bank tunggal. 42 Bank Indonesia seharusnya belajar dan mencoba meniru keberanian dan ketegasan Bank Of Thailand (Bank Sentral Thailand) dalam memajukan kembali dunia perbankannya. Negara ini juga menerapkan kebijakan yang sama dengan Indonesia yang dikenal dengan One Presence Policy. Contoh kasusnya One Presence Policy ini berdasarkan Thailand Financfial Sector Master Plan 2004 (FSMP), mensyaratkan kepada semua perusahaan holding bank untuk mengkonsolidasikan grupnya yang menjalankan lebih dari satu cara pengerahan dana pihak ketiga (more than one type deposit taking) menjadi commercial bank atau full service bank, agar memiliki ruang lingkup bisnis yang lebih besar dan menghindari konflik antar peraturan yang mengatur lembaga keuangan. Dalam hal ini, yang diinginkan oleh otoritas perbankan Thailand adalah menggabungkan lembaga keuangan bank dan non-bank menjadi satu perusahaan agar dapat menjadi stabil dan mampu berkompetisi, yang ujungnya tentu mampu mengembangkan kembali perekonomian Thailand. 43 Kebijakan ini tidak hanya berlaku bagi bank lokal baik bank pemerintah atau swasta namun juga bagi bank-bank asing terutama yang hendak 42
“Pelaksanaan Single Presence Policy di Bank BUMN”’ diakses terakhir tanggal 23 September 2008 (http://www.wealthindonesia.com), hal. 1 43 Muhammad Faiz Aziz, Op. Cit, hal. 5 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
mengkonversikan diri dari kantor cabang menjadi subsidiary atau yang akan mengakuisisi bank-bank lokal. Untuk memudahkan konsolidasi tersebut, FSMP menentukan kenaikan modal yang signifikan, menjadi 5 miliar baht bagi bankbank lokal, dan antara 250 juta baht dan 5 miliar baht untuk bank asing. Setiap lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non-bank diwajibkan untuk memenuhi persyaratan modal tersebut untuk menjadi commercial bank dengan jangka waktu 1 sampai dengan 3 tahun. 44 Apabila lembaga-lembaga tersebut sampai dengan jangka waktu 3 tahun tidak dapat memenuhi persyaratan modal di atas, Ministry of Finance Thailand melalui BOT memberikan kesempatan agar menjadi retail bank atau restricted bank dengan ruang lingkup yang lebih terbatas dan modal minimum yang lebih kecil yaitu 250 juta baht. Namun, ketentuan ini hanya berlaku bagi bank lokal dan bukan foreign subsidiary bank. Apabila lembaga-lembaga keuangan tersebut pun akhirnya tidak dapat memenuhi persyaratan tadi, maka lembaga keuangan tersebut hanya akan menjadi perusahaan pembiayaan (kredit) dan tidak boleh menarik dana masyarakat. Melalui FSMP (Financial Sector Master Plan) dan one presence policy di Thailand, terdapat kemajuan yang telah dicapai oleh Thailand dalam penerapan kebijakan ini sejak tahun 2004 lalu. Diantaranya, yaitu jumlah bank yang ada saat ini telah berkurang dari jumlah 83 buah sebelum tahun 2004 menjadi 37 setelah tahun 2004. Bandingkan dengan Indonesia, yang hingga saat ini masih sedikit walaupun Arsitektur Perbankan Indonesia (API) telah diimplementasikan. 45
44 45
Ibid, hal. 5 Ibid, hal. 6
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
4. Mengenai Modal Inti Minimum Ketentuan tentang Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/15/PBI/2005 tanggal 1 Juli 2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum juncto Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/17/PBI/2006 tentang Insentif dalam Rangka Konsolidasi Perbankan sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 9/17/PBI/2007, memberikan dampak negatif bagi bankbank yang tidak dapat memenuhi persyaratan modal inti akan diakuisisi oleh bank-bank besar, khusus pelaku bisnis asing yang saat ini mulai mendominasi dan menguasai perbankan nasional. 5. Adanya Liberalisme Perbankan yang mengakibatkan dominasi pihak asing. Sesuai dengan hal yang telah disebutkan di atas, adanya Penerapan Kebijakan Kepemilikan Tunggal, termasuk kewajiban penyesuaian struktur kepemilikan bagi pemegang saham pengendali yang lebih dari satu bank, memberikan pengecualian bagi kantor cabang bank asing dan bank campuran, Indonesia terikat pada komitmen yang telah di berikan dalam World Trade Organization (WTO) untuk tetap menghargai kehadiran pihak asing dalam bentuk kantor cabang bank asing dan bank syariah. Demikian juga pengecualian diberikan bagi pemegang saham pengendali yang mengendalikan 2 (dua) bank yang masing-masing melakukan kegiatan usaha dengan prinsip yang berbeda, yakni secara konvensional dan berdasarkan prinsip syariah. Berdasarkan karakteristiknya, kedua jenis bank dimaksud lebih tepat melakukan kegiatan usaha sebagai badan usaha yang terpisah. Pengecualian terhadap Bank Asing dan Bank Campuran tersebut, akan memberi dampak yaitu akan terjadi ketidak adilan terhadap pelaku bisnis nasional,
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
karena pelaku bisnis asing terlihat diuntungkan, Walaupun Indonesia menjadi Anggota World Trade Organization (WTO) dalam rangka globalisasi perbankan. Di sini dapat dilihat pihak asing akan mendominasi perbankan nasional. Dengan kata lain akan berdampak pada perekonomian nasional dan berpengaruh kepada kesejahteraan rakyat Indonesia. 6. Ketenagakerjaan Dalam
rangka
pelaksanaan
Single
Presence
Policy
(Kebijakan
Kepemilikan Tunggal), opsi yang paling tepat untuk diterapkan adalah Merger dan Konsolidasi. Akibat dari Penggabungan (merger) maupun Peleburan (Konsolidasi). Hal tersebut akan berdampak terhadap status karyawan yangbekerja pada bank yang mengalami Merger atau Konsolidasi tersebut. Dampak yang paling berat adalah merupakan karyawan jika terjadi suatu merger bank, karena dalam proses merger adalah kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sehingga tidak melibatkan karyawan dalam pembicaraan mengenai merger tersebut. Walaupun pada prinsipnya dalam rangka merger diusahakan agar tidak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap para karyawan bank yang mengalami penggabungan seseuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Namun, tentunya Pemutusan Hubungan Kerja kadang tidak dapat dihindari, yaitu dalam rangka efisiensi dan efektivitas bank tersebut. Dapat dibayangkan jika bank tersebut menampung begitu banyak karyawan yang tentunya akan menimbulkan penurunan disiplin kerja serta menimbulkan kekacauan dalam manajemen operasional bank tersebut. Karena dampak penggabungan yang terjadi misalnya akan terjadi pengalihan karyawan bank A ke dalam Bank B.
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Jika dilihat Ketentuan Pasal 131 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) dan masing-masing bank tentunya mempunyai perjanjian kerja bersama yang lebih berpihak kepada pekerja/buruh. Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) antara perusahaan yang mempunyai perjanjian kerja bersama dengan perusahaan yang belum mempunyai perjanjian kerja bersama tersebut berlaku bagi perusahaan yang bergabung (merger) sampai dengan berakhirnya jangka waktu dari perjanjian kerja bersama tersebut. Dalam Pasl 163 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dinyatakan pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan perusahaan dan jika pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/ buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2) 46 , uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) 47 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4). 48
46
Pasal 156 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketenagakerjaan, menyatakan perhitungan uang pesangon paling sedikit sebagai berikut : a. Masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah; b. Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah; c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah. d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah. e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah. f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah. g. masa kerja 6 (enam)tahun atau lebih, tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah. h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8(delapan) tahun, 8(delapan) bulan upah. i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9(sembilan) bulan upah. 47 Pasal 156 ayat 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dinyatakan perhitungan uang penghargaan masa kerja ditetapkan sebagai berikut: a. masa kerja 3(tiga)tahun atau lebih tetapi kurang dari 6(enam) tahun, 2(dua)bulan upah; b. masa kerja 6(enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9(sembilan) tahun, 3(tiga) bulan upah; Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Dengan demikian Single Presence Policy dapat berdampak kepada tenaga kerja, yaitu akan berakibat kepada karyawan dengan beralihnya karyawan dari satu bank kepada bank lain, pengurangan jumlah karyawan pada bank tersebut. Bagi bank yang melakukan merger harus tetap mempertimbangkan kepada keadaan karyawan sebelum melakukan penggabungan (merger), walaupun pada dasarnya karyawan tidak mempunyai kewenangan dalam rapat umum pemegang saham dalam menentukan rencana bank kedepan, kalaupun terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) bukan merupakan keputusan sepihak dari bank tersebut. Ke-enam hal tersebut di atas merupakan dampak yang akan terjadi jika Kebijakan Kepemilikan Tunggal (Single Presence Policy) dijalankan.
c. masa kerja 9(sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12(dua belas) tahun, 4(empat)bulan upah; d. masa kerja 12(dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15(lima belas) tahun, 5(lima) bulan upah; e. masa kerja 15(lima belas) tahun atau lebih tapi kurang dari 18(delapan belas) tahun, 6(enam) bulan upah; f. masa kerja 18(delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21(dua puluh satu) tahun, 7(tujuh) bulan upah; g. masa kerja 21(dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24(dua puluh empat) tahun, 8(delapan) bulan upah; h. masa kerja 24(dua puluh empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari, 10(sepuluh) bulan upah. 48 Pasal 156 ayat 4 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan:Uang penggantian hak yang seharusnya diterima yaitu : a. Cuti tahunan yang belum diambil atau gugur; b. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja; c. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat. d. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
BAB III MERGER,AKUISISI,KONSOLIDASI BANK SERTA BANK HOLDING COMPANY (BHC)
A. Pengertian Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Dalam Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang mengatur tentang PT (yaitu Buku Kesatu Bab III Bagian ke-3 Pasal 15-56), tidak ada ketentuan yang khusus mengatur mengenai penggabungan, peleburan ataupun tentang pengambilalihan. Mengapa demikian? Alasannya pasti dapat dimengerti, yang jelas undang-undang tersebut dibuat lebih dari satu abad yang lampau yaitu pada tahun 1847, selain tidak adanya kebutuhan, bisa jadi pada saat itu memang belum terpikirkan dan tidak dapat memperkirakan perkembangan apa saja yang akan terjadi di waktu mendatang, apalagi seratus tahun kemudian. 49 Adanya Perkembangan perekonomian, diperlukan perangkat hukum dan peraturan yang mengikat mengenai hukum perusahaan untuk keperluan masyarakat. Timbulnya berbagai kepentingan yang tidak terduga sebelumnya, merupakan keperluan mendesak yang harus diperhatikan sehingga peraturan atau peraturan atau perundang-undang yang barupun harus diupayakan. Peraturan itu kiranya dapat menampung keperulan masyarakat dibidang hukum perusahaaan untuk jangka waktu yang lama. Upaya tersebut misalnya seperti dikeluarkannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007. Jika melihat dari pengertian Merger, Akuisisi dan Konsolidasi perbankan ada dikenal istilah Big is Beautiful yang merupakan suatu ungkapan yang tepat bagi
49
I. G. Rai Widjaja, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2007), hal. 341.
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
dunia perbankan, yang artinya dalam dunia bisnis perbankan membawa amanah dari masyarakat yang berhubungan dan yang dipertaruhkan adalah dana masyarakat, maka banyak persyaratan yang harus di penuhi oleh suatu bank. Di antaranya adalah persyaratan kecukupan modal. Karena itu, dapat dikatakan semakin besar bank tersebut, akan semakin baik. Untuk dapat menjadi besar, antara lain dilakukan
dengan perbuatan hukum yang sering disebut dengan
merger dan akuisisi. 50 Tentunya ada sasaran khusus yang ingin dicapai dengan adanya merger dan akuisisi ini. Misalnya dengan melakukan merger dan akuisisi ini, suatu kelompok usaha tidak perlu membesarkan suatu perusahaan dari kecil sehingga menjadi besar, tetapi cukup membeli perusahaan yang sudah besar atau sedang berjalan. Dalam teori dan praktek perkembangan bisnis, secara garis besar ada beberapa istilah dari Merger, Akuisisi dan Konsolidasi yang begitu bervariasi. Istilah-istilah tersebut akan diuraikan sebagai berikut ini : Secara historis penggabungan perusahaan bermula di negara barat yaitu Amerika. Untuk itu mulai dengan pengertian tentang istilah-istilah yang di pergunakan dengan meminjam definisi yang diberikan oleh Henry Campbell Black dalam Black’s Law Dictionary yaitu : Merger:”The fusion or absorption of one thing or right into another, generally spoken of a case where one of the the subjects is less dignity or importance than the other. Here the less important ceases to have an independent existence. 51 Merger adalah penggabungan atau penyerapan sesuatu atau hak kedalam yang lainnya, umumnya mengenai suatu hal dimana satu subjek yang kurang bermartabat atau kurang penting daripada lainnya. Disini yang kurang penting kehilangan eksistensi atau keberadaan yang mandiri. 50
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Cetakan I ( Bandung: PT. Citya Aditya Bakti, 1999) hal. 35 51 Agus Budianto, Merger Bank Di Indonesia Beserta Akibat-Akibat Hukumnya, (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia , 2004), hal. 83 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia memberikan pengertian (definisi) merger. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tanggal 7 Maret 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3587) menggunakan istilah ”Penggabungan” sebagai pengganti terminologi ”Merger”. Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak memberikan definisi khusus tentang “Penggabungan”, tetapi esensi pengertian Penggabungan tersebut dapat dilihat dari Pasal 102 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa satu perseroan atau lebih dapat menggabungkan diri menjadi satu dengan perseroan yang telah ada. Definisi “Penggabungan” tersebut kemudian dimuat secara khusus dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tanggal 24 Februari 1998 megenai penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan terbatas. 52
Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 Tahun 1998 memberikan memberi definisi mengenai Merger (Penggabungan), serta Konsolidasi (Peleburan) yaitu,dalam Pasal 1 angka 1 dan dan angka 2 merumuskan : “Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.” “ Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu perseroan baru dan masing-masing perseroan yang meleburkan diri menjadi bubar”. Ketentuan mengenai akuisisi di atur dalam pasal 1.d Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 Tahun 1998 yaitu :
52
Coenelius Simanjuntak dan Natalie Mulia, Merger Perusahaan Publik, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2006), hal. 7. Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
“ Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih seluruh ataupun sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.” Di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 pada Pasal 1 butir 9 dapat dilihat definisi merger yaitu : ”Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.” Dengan demikian, merger perusahaan berarti 2 (dua) perusahaan melakukan fusi, dimana salah satu di antaranya akan lenyap (dibubarkan). Dari urain di atas, dapat ditarik kesimpulan, elemen merger adalah sebagai berikut 1. Adanya Perbuatan Hukum 2. Adanya dua perseroan atau lebih 3. Adanya
tujuan
yang
sama,
yaitu
salah
satu
perseroan
akan
menggabungkan diri pada (ke dalam) perseroan yang menerima penggabungan. 4. Adanya keputusan yang sama, yaitu perseroan yang menggabungkan diri akan bubar. 53 Adapun yang dimaksud dengan akuisisi dalam hubungannya dengan perusahaan adalah suatu pengambilalihan kepentingan pengontrol (controlling interest) dalam perusahaan lain. Karena dengan kata “Akuisisi” mengandung makna memiliki atau mengambilalih (take over), maka untuk dapat dikatakan
53
Ibid, hal. 10
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
akuisisi perusahaan dalam arti pengambilalihan saham, pengambilalihan tersebut mestilah paling tidak penggambil alihnya dapat menjadi pemegang suara yang paling besar, sehingga dapat memutus sendiri tanpa ikut campur pihak pemegang saham lain, misalnya dengan mayoritas biasa (simple majority), yaitu minimal 51% (lima puluh satu persen) dari seluruh saham perusahaan yang diambil alih. 54 Jadi
dapat
disimpulkan
maksud
dari
akuisisi
merupakan
tindakan
pengambilalihan kepemilikan kekayaan atau kepemilikan tertentu, karena adanya suatu tindakan dari salah satu pihak untuk mendapatkan atau memperoleh semua kekayaan dan hak-hak lainnya. Di sini dapat dilihat perbedaan Merger dan Akuisisi yaitu pada kasus akuisisi, tidak ada perusahaan yang melebur ke perusahaa lainnya. Jadi setelah terjadi Akuisisi, kedua perusahaan masih tetap exist, hanya kepemilikannya yang telah berubah. Sedangkan Pengertian Konsolidasi (Peleburan) adalah suatu proses dimana 2 (dua) atau lebih perusahaan meleburkan diri dan dalam proses tersebut juga dibentuk suatu perusahaan baru, yang mengambilalih aset-aset dan mengasumsi (mengambil alih) kewajiban dari kedua atau lebih perusahaan yang meleburkan diri tersebut. Dengan kata lain, Konsolidasi Perusahaan terjadi jika sebuah perusahaan baru, yang mengambil alih net asset dari 2 (dua) perusahaan lainnya yang telah dikombinasi. 55 Jadi pengertian dari Konsolidasi yaitu kombinasi dari dua atau lebih perseroan ke dalam perseroan yang baru di bentuk.
54 55
Munir Fuady, Op. Cit hal. 37 Munir Fuady, Ibid, hal.38
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Bagaimana
halnya
dengan
Merger
(Penggabungan),
Akuisisi
(Pengambilalihan), serta Konsolidasi (Peleburan)yang berlaku di kalangan perbankan? Di bidang Perbankan, yang mempelopori diterbitkan peraturan perundangundangan tentang Penggabungan usaha dan peleburan usaha, melalui Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 654. UPPB / PhB tanggal 3 Januari 1972 dihubungkan dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/ 104.UPPB/Phb tanggal 12 Desember 1972, menyebutkan bahwa merger dapat dilakukan dengan salah satu dari dua cara berikut : (a). Dengan Peleburan Usaha (“Consolidation”), suatu penggabungan dari dua atau lebih bank dengan cara mendirikan bank baru dan melikuidasi bankbank yang ada. (b). Dengan Penggabungan Usaha (“Merger”), yakni penggabungan dari dua atau lebih bank dengan cara mempertahankan berdirinya salah bank dan melikuidasi bank-bank lainnya. Pelaksanaan penggabungan usaha dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pembelian seluruh saham-saham suatu bank oleh bank lainnya dan dengan mengadakan perjanjian penggabungan usaha. 56 Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 222/KMK.017/1993 tentang Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank, Merger Bank didefinisikan sebagai penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan melikuidasi bank-bank lainnya. Konsolidasi atau peleburan usaha adalah penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara 56
Felix Oentong Soebagjo “Kajian Hukum Bisnis atas UU. No.40 Tahun 2007 tentang PT”, Jurnal Hukum Bisnis (Volume 26-No.3-Tahun 2007), hal. 54. Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
mendirikan bank yang baru dan melikuidasi bank-bank yang ada. Merger atau konsolidasi antar bank hanya dapat dilakukan antar bank umum, antara bank umum dengan bank perkreditan rakyat , dan antar bank perkreditan rakyat. Merger atau konsolidasi antar bank itu sendiri hanya dapat dikabulkan dengan izin Menteri Keuangan, dan Menteri Keuangan akan memberikan izin setelah mendengarkan pertimbangan Bank Indonesia. 57 Lahirnya Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 dan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998, serta diberlakukannya perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan oleh Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, hal ini membawa dampak terhadap pengaturan tentang hal yang sama di bidang perbankan. Pemerintah kemudian mencabut keputusan Menteri Keuangan No. 222/ KMK.017/ 1993 dan menerbitkan peraturan pelaksanaan yang baru lebih sesuai dengan konsep dan dasar pemikiran tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 dan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992, sebagaimana di ubah oleh UndangUndang No. 10 Tahun 1998. 58 Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999, yang dalam pelaksanaanya diatur lebih lanjut dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesi No. 32/51/Kep/Dir tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Bank. Sehubungan dengan kemungkinan pembelian saham-saham bank umum, baik secara langsung dengan cara pembelian saham di bursa, telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1999 dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/ 50/ Kep/ Dir 57 58
Ibid, hal. 55 Ibid, hal. 51
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Bank. Dalam ketentuan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999, Pemerintah menggunakan istilah Akuisisi sebagai padanan dari pengambilalihan yang dipergunakan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998. Dalam Pasal 1.d Peraturan
Pemerintah
No.
28/1999
dikatakan
bahwa
akuisisi
adalah
pengambilalihan kepemilikan suatu bank yang mengakibatkan beralihnya pengendalian, dan dapat dilakukan baik atas inisiatif bank yang bersangkutan, permintaan Bank Indonesia, atau inisiatif badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan perbankan. Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999 tersebut suatu akuisisi bank yang dilakukan atas inisiatif bank yang bersangkutan atau atas inisiatif badan khusus dalam rangka penyehatan perbankan, wajib terlebih dahulu minta izin dari Bank Indonesia. Bila dibandingkan dengan keputusan Keputusan Menteri Keuangan No. 222/ KMK.017/ 1993, terlihat bahwa dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 222/ KMK.017/ 1993 peran Bank Indonesia hanya sebatas memberikan rekomendasi atas rencana suatu akuisisi bank sedangkan keputusan akhir tentang dapat atau tidaknya suatu akuisisi bank dilakukan berada di tangan Menteri Keuangan tidak ada lagi, dan Bank Indonesia menggantikan peran Menteri Keuangan sebagai Lembaga yang mempunyai kewenangan memberi kata akhir dalam menetapkan disetujui atau tidaknya suatu rencana akuisisi Bank. 59
59
Ibid, hal. 50
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
B. Latar Belakang Merger, Akuisisi Dan Konsolidasi Bank Sebenarnya alasan utama mengapa Bank-Bank melakukan Merger adalah sama dengan saja dengan alasan merger untuk perusahaan-perusahaan lainnya, yaitu untuk memperbaiki kinerja perusahaan. Hanya saja, bagi suatu bank sangat besar tuntutannya untuk memperbaiki sinergi tersebut berhubung bank yang mengelola dana masyarakat sangat berhatihati (Prudent banking) dalam melakukan bisnisnya. Agar terpenuhinya Prudent Banking ini, Bank Sentral perlu mengawasi secara ketat jalannya bisnis perbankan untuk masing-masing bank, antara lain dengan pembebanan beberapa kewajiban dan kriteria yang harus selalu dipenuhi oleh bank. Untuk menjaga bank agar selalu sehat ditetapkanlah kriteria-kriteria tertentu. Yang terpenting, di antaranya adalah sebagai berikut: 60 a. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BPMK) atau sering juga disebut dengan Legal Lending Limit (3L), yaitu larangan memberi kredit untuk perusahaan-perusahaan terafiliasi 1 (satu) kelompok dengan bank tersebut) melebihi batas maksimum yang telah ditetapkan, yang saat ini batas maksimum tersebut adalah 20% (dua puluh persen) dari modal setor. b. Capital, Assts, Management, Earnings and Liquidity (CAMEL) yang dalam hal ini di hitung dalam persentase. c. Kecukupan Penyertaan Modal Minimum atau yang sering disebut Capital Adequate Ratio (CAR), yang terus ditingkatkan dari tahun ke tahun, yaitu dari 8% (delapan persen) (dihitung dari ATMR = aktiva tertimbang menurur ratio) dan terus dinaikkan. Misalnya, ada ketentuan dari Bank Indonesia yang mengharuskan bank devisa mencapai Capital Adequate Ratio (CAR) 12 % (dua belas persen) pada tahun 2001. d. Perbandingan Pinjaman terhadap simpanan atau yang sering disebut dengan Loan to Deposit Ratio (LDR), yang dalam hal ini ditetapkan 110% (seratus sepuluh persen). e. Kualitas Aktiva Produktif (KAP). f. Posisis Devisa Netto (PDN). g. Margin Trading Limits (MTL), yaitu adanya batasan tertentu (ceilling) dalam hal bank melakukan kegiatan Margin Trading.
60
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Cetakan I (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 39-40 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
h. Kewajiban modal setor menjadi Rp. 50.000.000.000,00 (Lima Puluh Miliar Rupiah) bagi bank umum nondevisa dan Rp. 150.000.000.000,00(Seratus Lima Puluh Miliar Rupiah) bagi bank devisa. i. Kewajiban Giro Wajib Minimum (GWM) atau Reserve Requirement (RR) sebesar 5% (Lima Persen) dari total dana pihak ketiga yang dihimpun. j. Margin Pendapatan Bunga Bersih (NIM). k. Return on Average Assets (RAA) l. Return on Average Equity (RAE). m. Debt ti Equity Ratio (DER). n. Kemampuan untuk melunasi hutang (WCR = Working Capital Ratio). Dari berbagai kriteria, kewajiban dan larangan terhadap bank seperti tersebut diatas, maka jelas kelihatan bahwa tidak mudah bagi suatu bank untuk mendapat penilaian sehat dari Bank Sentral. Karena itu, agar kewajiban-kewajiban tersebut dapat dicapai, salah satu upaya adalah dengan melakukan Merger satu sama lain. Hanya saja perlu di ingat bahwa dalam kenyataannya tidak selamanya bank yang merger itu adalah bank yang tidak sehat. Banyak juga bank yang sehat bahkan bank besar melakukan merger, agar menjadi lebih besar lagi atau agar dapat membentuk sinergi. Dilihat dari segi tujuannya, terdapat 2 (dua) macam merger bank, yaitu: 61 a. Merger dalam rangka rescue program, yakni merger dengan atau antara bank yang kurang/tidak sehat, dan b. Merger dalam rangka improving bussiness, yakni merger antara bank-bank yang sehat. Merger dapat merupakan suatu metode untuk menyembuhkan perusahaan yang sedang sakit dalam waktu sekejap. Sehingga dengan alasan itu pile perusahaan yang memerlukan waktu penyembuhan segera, seperti bank misalnya sangat dianjurkan untuk melakukan merger jika bank-bank tersebut dalam keadaan sakit, atau setidak-tidaknya ingin cepat menjadi besar. 62
61 62
Ibid, hal. 41 Munir Fuady, Hukum Tentang Merger, (Bandung: PT. Citya Aditya Bakti, 1999), hal.
52 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Latar belakang Bank Melakukan Akuisisi disebabkan oleh adanya faktorfaktor yang menguntungkan, bagi pihak yang mengakuisisi, keuntungankeuntungan adalah sebagai berikut : a. Dapat segera memiliki bank yang sudah relatif besar tanpa harus terlebih dahulu membuat dan membesarkannya. b. Tidak perlu repot-repot mengurus perizinan pendirian bank baru. c. Langsung diambil alih sistem yang sudah berjalan, tanpa perlu pengadaan alatalat perlengkapan baru, tenaga kerja baru, dan sebagainya. Sementara bagi bank yang diakuisisi, akuisisi bank tersebut mengandung manfaat sebagai berikut: a. Memperoleh suntikan dana bagi bank yang kekurangan dana. b. Bila pemilik lama menginginkan cash, dapat diatur untuk itu. c. Image bank tersebut akan terangkat jika pihak yang mengakuisissinya punya nama dalam masyarakat. 63 Tindakan
Konsolidasi
sering
juga
disebut
”Peleburan”perusahaan
sebenarnya merupakan tindakan yang sangat tidak populer dalam praktek. Dengan demikian, hampir tidak pernah terdengar adanya tindakan konsolidasi tersebut. Mengapa tindakan Konsolidasi ini tidak populer jika dibandingkan dengan merger? Hal ini karena dengan konsolidasi tersebut menyebabkan harus dibuatnya perusahaan baru dengan izin baru, administrasi baru, dan pembentukan image perusahaan yang baru pula. Ini akan tidak ekonomis dari segi tenaga, waktu, dan biaya. Sementara dengan merger masih ada 1 (satu) perusahaan lama yang masih
63
Ibid, hal. 65-66.
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
eksis dan dengan tindakan akuisisi kedua perusahaan (perusahaan pengakuisisi dan perusahaan yang diakuisisi) bahkan masih akan tetap eksis. 64 Di dalam Undang-Undang Perbankan sendiri yaitu Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 mengenai perbankan, yang bunyinya adalah dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan yaitu : Bank melakukan Merger maupun konsolidasi
C. Akibat Hukum Terhadap Merger, Akuisisi Dan Konsolidasi Bank Merger suatu bank akan memberikan akibat hukum kepada bank tersebut. Dengan kata lain, dapat memberikan akibat hukum mengenai status hukum dari bank yang melakukan merger dan tentunya bagi penerima Merger. Akibat dari Merger tersebut yaitu: 65 a. Pemegang saham yang melakukan merger menjadi pemegang saham bank hasil merger. Di sini yang dikenakan dalam Merger adalah bank yang bersangkutan, dan bukan pemegang sahamnya sebagai pribadi. Bila terjadi kesalahan dalam bank sehingga bank tersebut mengalami kesulitan, maka hal tersebut bukan merupakan tindakan dari pemegang saham, tetapi merupakan tindakan manajemen operasional bank yang bersangkutan seperti Direksi maupun komisaris dari bank tersebut.
64
Ibid, hal. 77 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung: PT. Citya Aditya Bakti, 2006), hal. 305. 65
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
b. Aktiva dan Pasiva bank ( Seluruh hak dan kewajiban bank yang tercatat, baik dalam neraca maupun dalam rekening administratif) yang melakukan merger beralih karena hukum kepada bank hasil merger. Tetapi walaupun adanya akibat merger yang dilakukan oleh bank tersebut di atas, tetapi tidak akan mengurangi hak pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar. Ini sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999. Akibat hukum dari pengambilalihan atau Akuisisi Bank adalah akan mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap bank berkaitan dengan kemampuan untuk menentukan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara apapun, pengelolaan dan atau kebijakan bank. 66 Sedangkan akibat hukum dari Konsolidasi bank menurut Ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 dapat mengakibatkan suatu kondisi yaitu: a.
Pemegang saham bank yang melakukan konsolidasi menjadi pemegang saham bank hasil konsolidasi.
b. Aktiva dan pasiva bank (seluruh hak dan kewajiban bank, baik yang tercatat dalam neraca maupun dalam rekening administratif) yang melakukan konsolidasi beralih karena hukum kepada bank hasil konsolidasi. 67 Sama halnya dengan merger meskipun ada akibat dari tindakan konsolidasi bank tersebut, tetapi tidak akan mengurangi hak pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar.
66 67
Ibid, hal. 319 Ibid, hal. 312
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
D. Bank Holding Company Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI No. 8/16/2006) Tentang Single Presence Policy Dinyatakan bahwa pembentukan perusahaan induk dapat dilakukan dengan mendirikan badan hukum baru bukan bank atau menunjuk salah satu bank yang dikendalikannya sebagai Bank Holding Company (BHC). Pembentukan Bank Holding Company merupakan
opsi ketiga yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Pengertian holding company dalam khazanah hukum Indonesia tidak diatur secara tegas, akan tetapi di dalam praktik bisnis para konglomerasi talah mengenalnya. Pengertian holding company menurut Black’s Law Dictionary adalah: “Holding company that usually confines its activities to owning stcok in, and supervising management of, others company. A holding company usually owns a controlling interest in the companies whose stocks it holds. In order for corporation to gain the benefits of tax consolidation, including tax free dividends and the ability to share operating losses, the holding company must own 80% or more the voting stock of the corporation”. 68 Pengertian Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) adalah: “badan hukum yang dibentuk dan/ atau dimiliki oleh Pemegang Saham Pengendali untuk mengkonsolidasikan dan mengendalikan secara langsung seluruh aktivitas Bank-Bank yang merupakan anak perusahaannya”. 69 Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak mengakomodasikan ketentuan tentang holding company, sehingga tidak dapat menampung aspirasi pelaku bisnis dalam mengembangkan jejaring bisnis dalam satu grup usaha. Sepatutnya dalam
68
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary (6th edition, St. Paul Minn: West Publishing, 1990), hal. 731 69 Johannes Ibrahim, 0p.Cit, hal. 13 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
mengantisipasi kepentinga pelaku bisnis, terlebih dalam bisnis perbankan pengaturan holding company merupakan hal yang sangat krusial. Alasan-alasan bagi pembentukan holding company dalam praktik bisnis adalah: 70 a. Untuk memudahkan pemantauan atas perusahaan dan afiliasi perseroan dalam suatu grup sehingga perseroan-perseroan dalam satu grup tidak berjalan sendir-sendiri b. Untuk menaikkan produktivitas perseroan, anak perusahaan dan afiliasinya. Artinya, dengan pembentukan holding company, manajemen perusahaan lebih mudah memantau kinerja keseluruhan investasi yang dilakukan; c. Untuk
menyederhanakan
pengelolaan
perusahaan.
Begitu
banyaknya
diversifikasi usaha, sehingga share holder dan manajemen perseroan seringkali sulit untuk mengukur dan menentukan kinerja perseroan- perseroan dalam satu grup. Dengan pembentukan holding, share holder dan manajemen perseroan lebih mudah menentukan apakah perseroan tersebut dapat lebih menguntungkan atau tidak, sedangkan anak perseroan dan afiliasinya lebih berkonsentrasi pada pemuasan konsumen (consumer satisfaction); d. Pembentukan holding pun dilakukan demi kepentingan anak perusahaan dan afiliasinya dalam menciptakan hubungan yang erat antara perseroan manufaktur dan perseroan distribusi serta perseroan yang bergerak di bidang keuangan. Dengan diikatnya perseroan manufaktur dan perseroan distribusi lebih mudah teratasi karena berada dalam satu control. Kebutuhan dana lebih
70
Johannes Ibrahim, Op. Cit, hal. 14.
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
mudah diisi oleh anak perusahaan atau afiliasinya yang bergerak di bidang jasa keuangan. Dengan demikian sinergitas antara anak perusahaan satu dengan lain dapat mendatangkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan jika kekuatan-kekuatan diantaranya tidak terfokus. e. Pembentukan holding pun dilakukan untuk menghadapi persaingan yang bersifat global. Dengan adanya holding kelemahan pada perseroan yang lain dapat ditutup oleh perseroan yang dianggap cukup sehat. Demikian pun dalam pinjaman dana atau proses tender, sering kali kehadiran holding lebih membantu anak perseroan dan afiliasinya memenangkan persaingan bisnis yang kian kompetitif. Induk perusahaan atau Bank Holding Company (BHC) ini memiliki 5 (lima) tugas, yaitu : 71 1. Menetapkan program kerja yang strategis 2. Memberikan arah strategis untuk jangka waktu minimal tiga (3) tahun kedepan dan mengkonsolidasi program kerja strategis bank- bank anak perusahaan. 3. Menyetujui program kerja strategis bank-bank yang menjadi anak perusahaan. 4. Mengawasi pelaksaan program kerja strategis 5. Mengkonsolidasikan laporan keuangan anak perusahaan dengan laporan keuangan Bank Holding Company (BHC) serta membuat laporan konsolidasi lainnya sesuai PBI (Peraturan Bank Indonesia).
71
“Danareksa Dipersiapkan Jadi Holding Bank BUMN”, Http://www.cbcindonesia.com, terakhir diakses tanggal 23 September 2008. Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Bank Holding Company (BHC) wajib melaporkan tiga (3) hal kepada Bank Indonesia, yakni program kerja strategis yang disampaikan sekali dalam setahun pada akhir Desember atau paling lambat akhir Februari, laporan pengawasan Bank Holding Company (BHC) kepada bank, yang disampaikan tiap semester (Juni dan Desember), serta laporan lainnya sesuai PBI (Peraturan Bank Indonesia) antara lain tentang transparansi kondisi keuangan bank dan ketentuan penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi bank yang melakukan pengendalian terhadap perusahaan anak. 72
72
Ibid, Hal. 2
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
BAB IV PENAWARAN OPSI DALAM RANGKA PELAKSANAAN SINGLE PRESENCE POLICY
Sejak diratifikasinya General Agreement on Trade in Service (GATS) mulailah proses liberalisasi perbankan. Dimana tampak adanya akses pihak asing dalam perbankan nasional, melalui adanya pendirian bank baru, pembelian saham bank umum maupun pendirian
kantor cabang dan perwakilan. Berdasarkan
ketentuan yang berlaku sekarang pihak asing yang akan mendirikan bank tidak harus berbadan hukum bank seperti ketentuan sebelumnya, melainkan bisa perorangan maupun badan hukum asing non-bank. Tidak ada larangan lagi bagi pihak asing untuk menjadi mayoritas pemegang saham perbankan. 73 Melalui peraturan pemerintah Nomor 29 Tahun 1999 tentang pembelian Saham Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia No. 27/PBI/2000 tentang Bank umum diatur bahwa maksimum kepemilikan asing dalam Bank Umum adalah 99% dari modal disetor Bank umum yang bersangkutan. Kepemilikan pihak asing tidak hanya melalui bursa efek tetapi juga dengan pembelian saham secara langsung. Dominasi pihak asing atas perbankan nasional semakin marak yaitu melalui merger, akuisisi dan atau konsolidasi. Dengan
adanya
program
Arsitektur
Perbankan
Indonesia
(API),
diharapkan untuk memperkuat industri perbankan. Salah satu program API ini adalah konsolidasi perbankan. Konsolidasi perbankan merupakan salah satu
73
Zulkarnain Sitompul “Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Perbankan Relevansinya dengan Kebijakan Single Presence Policy”, http://google.com, terakhir diakses tanggal 29 Juli 2008. Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
prasyarat untuk mewujudkan struktur perbankan Indonesia yang sehat dan kuat. Dengan Konsolidasi diharapkan terjadi peningkatan skala ekonomi sehingga dapat meningkatkan efektivitas pengawasan bank. Dalam
rangka
konsolidasi
dilakukan
penataan
kembali
struktur
kepemilikan bank yang dimaksudkan untuk menciptakan struktur perbankan yang sehat sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat serta mendorong pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Adanya opsi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia mengenai kebijakan kepemilikan tunggal yaitu Pertama, melepas kepemilikannya sehingga menjadi pemegang saham pengendali pada satu bank. Kedua, menggabungkan (merger) bank yang dimiliki. Ketiga, membentuk/ mendirikan bank holding company dengan mengalihkan kepemilikan bank kepada bank holding company, dan di antara ketiga opsi ini, opsi kedualah yang paling tepat untuk diterapkan. Berikut ini akan dijabarkan mengenai kepemilikan dan kepengurusan bank.
1. Kepemilikan dan Kepengurusan Bank Liberalisasi perbankan telah memfasilitasi pertumbuhan perbankan yang cepat sehingga memberi peluang masuknya individu yang mungkin tidak bermutu ke dalam bisnis perbankan. Sistem dan struktur perbankan yang dihasilkan oleh perubahan regulasi tersebut akan mengakibatkan dimungkinkannya terjadinya kepemilikan silang (interlocking ownership) dalam lending pattern serta dimungkinkan dimilikinya satu bank secara mutlak. 74 74
Zulkarnain Sitompul, “Pembatasan Kepemilikan Bank Gagasan Untuk Memperkuat Sistem”, http://www.google.com, diakses terakhir tanggal 23 September 2008. hal 1 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Bank
Indonesia
memberikan
persetujuan
atas
kepemilikan
dan
kepengurusan bank. Pentingnya persetujuan Bank Indonesia ini dilatarbelakangi pengalaman bahwa pemilik, direksi dan pejabat eksekutif bank merupakan penanggungjawab utama menjaga bank tetap sehat dan kuat. Secara bersamasama pemilik dan pengurus harus menciptakan kerangka pengawasan internal dalam menjalankan operasional bank dan memastikan bahwa kegiatan usaha bank sejalan dengan praktik perbankan yang sehat dan aman. Dalam Pasal 23 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, Bank Perkreditan hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah, atau dapat memiliki bersama ketiganya. Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memberikan definisi mengenai Bank Perkreditan Rakyat yaitu Bank konvensional yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, dan dalam Pasal 5 ayat (8) secara tegas menyebutkan bahwa Bank Pembiayaan Rakyat tidak dapat dikonversi menjadi Bank Perkreditan Rakyat. Dalam pendirian Bank Perkreditan Rakyat tidak memberi peluang kepada warga negara asing dan badan hukum asing, baik sendiri maupun bersama-sama secara kemitraan (joint verture) dengan warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia. Oleh karena itu, dalam hal Bank Perkreditan Rakyat dimiliki oleh badan hukum Indonesia, maka badan hukum Indonesia dimaksud seluruh
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
pemiliknya adalah warga negara Indonesia. Jadi, hanya warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia yang sama sekali tidak mengandung unsur asing. 75 Struktur kepemilikan bank dapat menjadi insentif bagi pemilik untuk melakukan kegiatan yang tidak sehat dan tidak aman. Bank dapat disalahgunakan menjadi sumber dana bagi pemilik. Pinjaman kepada orang dalam merupakan merupakan faktor penyebab utama terjadinya bank bermasalah di banyak negara. Bank-bank swasta hampir seluruhnya dimiliki oleh atau merupakan bagian dari konglomerat besar yang bergerak di bidang usaha non bank seperti properti dan manufaktur. 76 Siapa Sebenarnya Pemilik Bank? Dalam hal Kepemilikan terdapat dualisme penertian yaitu legal owner (pemilik yang tercatat menurut hukum) dan benefical owner (pihak yang menikmati manfaat ekonomis dari benda yang dimilik oleh legal owner. Sebagian ahli hukum perusahaan menyatakan bahwa sistem hukum Indonesia yang mewarisi tradi hukum kontinental tidak mengenal adanya dualisme kepemilikan. Adanya dualisme kepemilikan adalah akibat dianutnya konsep trust yang berasal dari tradisi common law. Legal ownner berfungsi sebagai pihak yang melakukan pemeliharaan atau pengurusan suatu harta kekayaan. 77 Dalam menetapkan pemilik bank, Bank Indonesia menerapkan Ultimate owner. Berdasarkan konsep ini pemilik adalah pihak yang menerima manfaat dari kepemilikan tersebut (Beneficial Owner). Pihak yang menerima manfaat tersebut dapat berbeda dengan Legal Owner. 75
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), hal. 28 76 Ibid, hal. 2 77 Zulkarnain Sitompul “Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Perbankan Relevansinya dengan Kebijakan Single Presence Policy”, Op.Cit hal 2 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Kepemilikan secara mayoritas timbul dengan adanya campur tangan pemilik secara berlebihan dalam kepengurusan bank. Kewajiban untuk mengungkapkan kepemilikan dilandasi beberapa alasan. Pertama, identitas pemegang saham pengendali atau calon pemegang saham pengendali suatu perusahaan merupakan investasi yang penting. Kedua, dalam rangka akuisisi ketebukaasn informasi atas kepemilikan dimaksudkan untuk menjamin agar pengendalian perusahaan berlangsung secara terbuka dan efisien. Ketiga, untuk mencegah terjadinya insider trading dan memanipulasi pasar. Penentuan bentuk hubungan hukum antara Legal owner dengan beneficial owner terkadang sulit dilakukan. Diketahuinya hubungan hukum perlu untuk menetapkan tanggung jawab masing-masing pihak. 78 Konsep kepemilikan perusahaan ini sering menimbulkan pertanyaan tentang apakah badan hukum dapat dimiliki dalam segala bentuk dan cara yang efektif. Akan selalu ada biaya keagenan dalam setiap struktur perusahaan dimana seseorang selain manajemen memiliki modal. Perusahaan terbuka memiliki pengurus dengan agenda yang berbeda dengan pemilik. 79 Pemegang saham (stockholder) dianggap ”memiliki” perusahaan tempat mereka berinvestasi. Tetapi bagian dari modal tidak dapat diterjemahkan dengan memiliki sebagian dari harta perusahaan, kecuali bila perusahaan tersebut bubar dan masih tersisa harta untuk dibagi di antara pemegang saham. Terbatasnya tanggung jawab pemegang saham terbatas mengandung arti membatasi tanggung
78 79
Zulkarnain Sitompul, Ibid, hal. 3 Ibid, hal. 3
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
jawabnya atas kesalahan perusahaan. Kepemilikan tidak hanya suatu alat mengukur kekayaan pribadi. 80 Perseroan berhak memiliki harta kekayaan sesuai dengan aturan yang ditetapkan pemerintah. Hak kepemilikan seperti ini dapat membatasi campuran tangan penguasa sebagai dasar dari perusahaan modern. Kewenangan perusahaan, meski terbatas dipandang dari sudut jangka waktu, cakupan, dan tujuan, didisain untuk mengatasi kekuasaan negara yang tanpa batas. Kondisi ini merupakan ancaman serius bagi pemerintah. Melalui kepemilikan perusahaan, individu dapat memiliki kekayaan yang dengan sendirinya merupakan sumber kekuasaan mandiri. 81 Dengan struktur kepemilikan seperti itu, peran komisaris yang berdasarkan undang-undang mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perusahaan yang tidak efektif. Kedudukan komisaris diisi oleh pemilik bank atau diangkat sebagai jabatan kehormatan. Hal ini menyebabkan funsi pengawasan internal bank tidak berjalan dan pengawasan terhadap jalannya perusahan tersisa pada pengawasan eksternal oleh Bank Indonesia. Efektivitas pengawasan terkait erat dengan pola struktur kepemilikan bank. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat kritis dalam mencapai praktik perbankan yang sehat. Kepemilikan secara mayoritas memungkinkan timbulnya campur tangan pemilik secara berlebihan dalam kepengurusan bank. Fungsi komisaris sebagai pengawas utama dari suatu perseroan menjadi tidak efektif
80 81
Ibid, hal. 4 Ibid, hal. 5
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
sehingga pengawasan yang tergantung sepenuhnya kepada pengawas bank. Bahkan untuk pengawasan bisnis sehari-hari. 82 Untuk mencegah agar tidak terjadi benturan kepentingan yang disebabkan dominasi kepemilikan saham bank belum ada diatur sehingga perlu adanya ditetapkan agar bersama-sama dengan ketentuan cross management dan cross ownership, dapat mengefektifkan pengawasan internal bank. Kuatnya pengawasan internal pada gilirannya akan menciptakan bank yang aman dan sehat. 83 Pembatasan kepemilikan bank dapat dilakukan dengan membatasi jumlah pemilikan saham oleh individu atau lembaga dengan maksud mencegah dominasi pemilik dan pengurus dan dapat pula dengan cara membatasi pemilikan berdasarkan kriteria pemilik Dalam hal pengurusan bank. Sejalan dengan pertumbuhan perusahaan maka jumlah pemegang sahampun turut bertambah. Masing-masing pemegang saham tersebut memiliki jumlah saham yang kecil. Dengan kata lain, tidak terdapat konsentrasi kepemilikan saham yang konsekwensinya kewenangan perusahaan dilakukan oleh pihak lain. Dengan demikian terjadi peralihan kewenangan perusahaan dilakukan oleh pihak lain dan juga peralihan kewenangan perusahaaan dari pemegang saham kepada pengurus perusahaan. Namun demikian, karena jumlah pemegang saham tersebar luas di masyarakat maka pengurus perusahaan mampu memilik fungsi kontrol terhadap perusahaan. 84 Pengurus perusahaan memiliki kekuasaan dan menggunakannya untuk mengeksploitasi investor, konsumen, atau keduanya. Para pengurus perusahaan
82
Zulkarnain Sitompul, “Pembatasan Kepemilikan Bank Gagasan Untuk Memperkuat Sistem”, Op. Cit, hal. 1 83 Ibid, hal.2 84 Ibid, hal.3 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
mengetahui dengan tepat kondisi perusahaan dan dapt menyembunyikan kondisi perusahaan tersebut dari investor. Tersebar kepemilikan perusahaan pada gilirannya memisahkan antara kepengurusan dan kepemilikan perusahaan. Pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan merupakan sistem yang menguntungkan karena pengurus tidak diharapkan dapat memberikan kontribusi keuangan kepada Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif pada lembaga perbankan, perusahaan atau lembaga lain. Pemisahan ini dapat menimbulkan benturan kepentingan antara pengurus dan pemilik, benturan antara sesama pemegang saham dan benturan antara pemegang saham secara keseluruhan dengan bukan pemegnag saham seperti kreditur, pegawai atau konsumen. 85
B. Penerapan Ketentuan Single Presence Policy Terhadap 3 (tiga) Opsi Yang Dikeluarkan Oleh Bank Indonesia Terdapat tiga opsi bagi Pemegang Saham Pengendali yang mempunyai lebih dari dua bank. Pilihan mana yang ditetapkan tentunya harus berdasarkan keputusan bisnis. Artinya opsi yang sejalan dengan strategi pengembangan perusahaan. Dari kaca mata konsolidasi perbankan, opsi
merger adalah opsi
terbaik. Hal ini sejalan dengan dengan kondisi perbankan Indonesia yang terfragmentasi dalam kaitannya dengan jumlah dan ukuran, serta kepemilikan, keuntungan dan daya saing serta penggunaan teknologi modern. Tidak jarang tiga atau empat bank besar berusaha berdampingan dengan bank kecil dan bank perkreditan rakyat yang banyak dimiliki oleh keluarga. Sangat jarang terdapat 85
Zulkarnain Sitompul, Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Perbankan Relevansinya dengan Kebijakan Single Presence Policy”, Op.Cit, hal. 5 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
bank yang telah go public. Dengan kondisi demikian maka merger merupakan solusi terbaik sebagai alat meningkatkan struktur dan efisiensi industri perbankan. Dengan merger masalah kecilnya permodalan bank secara bertahap akan diatasi. 86 Pilihan merger akan menciptakan suatu bank besar yang dapat berfungsi sebagai bank internasional dalam pengertian Arsitektur Perbankan Indonesia. Pilihan ini cukup sulit karena akan berdampak terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) . Tentunya bank-bank kecil akan enggan melepaskan kepemilikannya tetapi Bank Indonesia sebagai regulator sesuai dengan Pasal 26 huruf c UndangUndang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 menetapkan Bank Indonesia memberikan persetujuan atas kepemilikan
dan kepengurusan bank. Sehingga
dapat diartikan bahwa Bank Indonesia dapat memaksa pemilik bank untuk merger. 87 Pilihan terbaik kedua adalah melepaskan kepemilikan kepada pihak asing melalui pasar modal sebagai yang paling tepat. Penerapan prinsip keterbukaan pada industri perbankan akan meningkatkan peran masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap industri perbankan. Melepaskan kepemilikan kepada pihak asing merupakan opsi yang layak dipertimbangkan. Kehadiran pihak asing dalam industri perbankan di Indonesia melalui tiga cara yaitu pembukaan kantor cabang, mendirikan perusahaan anak atau mengakuisisi bank yang telah berdiri baik secara langsung maupun dengan
86 87
Ibid, hal. 6 Ibid, hal.7
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
pasar modal. Kepemillikan asing pada bank domestik maksimum 99% dari modal bank. 88 Berikut ini akan dijabarkan pro dan kontra yang terjadi terhadap 3 opsi tersebut : Tabel 1 : Pro dan Kontra terhadap 3 (tiga) opsi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia No
Opsi
Pro
Kontra - Pemerintah tidak mempunyai kontrol lagi atas bank BUMN. - Berkurangnya pendapatan pemerintah dari dividen bank BUMN. - Dapat mengurangi minat investor asing keluar negeri
1
Mengurangi Porsi Kepemilikan pada Bank Lain
- Lebih mudah dari segi pengawasan oleh Bank Indonesia. - Dominasi asing atas perbankan dapat dikurangi.
2
Merger
- Lebih mudah pengawasan dari Bank Indonesia. - Muncul Bank kuat berskala Internasional. - Pemerintah Masih mendapat Dividen.
- Perlunya usaha keras dan terarah untuk menyatukan bank-bank dengan segala perbedaan yang ada. - Menambah beban pemerintah dari segi pengangguran.
3
Membentuk Bank Lebih mudah dari segi pengawasan Holding Company Bank Indonesia.
- Pemerintah tidak dapat secara langsung mengontrol. - Berpengaruh bagi harga saham bank yang telah go public. - Pemerintah harus menyediakan dana yang besar untuk akuisisi saham bank yang dikuasai karena melalui proses tender
88
Zulkarnain Sitompul, Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Perbankan Relevansinya dengan Kebijakan Single Presence Policy”, Loc.Cit hal. 7 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
offer di pasar modal. Semakin besar dana yang harus disiapkan pemerintah dengan naiknya harga saham karena tender offer tersebut. Sumber : Ryan Kiryanto, Komsolidasi Perbankan Nasional menuju Best Practise, Makalah seminar (Jakarta, 2 Juni 2007), http://www.google.com, di akses terakhir tanggal 23 September 2008.
Pilihan-pilihan tersebut harus sesuai dengan tujuan ditetapkannya kebijakan Single Presence Policy (SPP) yang merupakan kebijakan umum yaitu menciptakan industri perbankan yang sehat dan kuat. Kebijakan umum merupakan bagian dasar dari tujuan, perencanaan, dan kegiatan yang dijalankan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuannya. Pemerintah pada umumnya tidak akan bertindak kecuali apabila berpengaruh pada sebagian besar masyarakat dan apabila ada tujuan masyarakat yang harus dicapai. Hal ini merupakan inti dari konsep tindakan pemerintah dalam memenuhi kepentingan masyarakat. Tujuan yang hendak dicapai dalam kebijakan umum hendaknya sesuai dengan upaya penegakan hukum. Single Presence Policy (SPP) merupakan kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia yang patut memperhatikan upaya penegakan hukum di masyarakat agar dapat memenuhi keinginan pelaku bisnis dan masyarakat. 89 Faktor- faktor yang patut dipertimbangkan dalam penegakan hukum adalah faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk atau menerapkan hukum, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hukum, faktor masyarakat, yakni di mana hukum tersebut berlaku dan
89
Johannes Ibrahim“Penerapan Single Presence Policy dan Dampaknya Bagi Perbankan Nasional”, Jurnal Hukum Bisnis Volume 27-No. 2 Tahun 2008, (Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2008) hal. 11 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
diterapkan dan faktor kebudayaan, yakni hukum sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. 90 Kepastian hukum (Rechtszekerheid) merupakan suatu jaminan bagi anggota masyarakat, bahwa ia akan diperlakukan oleh negara/penguasa berdasarkan aturan hukum dan tidak dengan sewenang-wenang, begitu juga kepastian mengenai isi dari aturan itu. Kepastian hukum merupakan kehendak setiap orang, bagaimana hukum harus berlaku atau diterapkan dalam peristiwa konkrit. 91 Selanjutnya, penegak hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat, dan terakhir keadilan dituntut oleh masyarakat, di mana sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegak hukum, keadilan diperhatikan.
C. Pilihan Untuk Bank Pemerintah dari Ketiga Opsi Single Presence Policy Kebijakan Single Presence Policy ini bukan hanya mengatur bank-bank swasta, tetapi kebijakan ini tidak membuat pengecualian terhadap Bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara), dengan kata lain Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga harus menaati kebijakan tersebut. 92 Salah satu Pemegang saham pengendali yang harus menyesuaikan diri dengan ketentuan Single Presence Policy adalah pemerintah sebagai Pemegang Saham Pengendali di empat Bank Badan Usaha Milik Negara. Dari tiga opsi yang
90
Ibid, hal. 11 Ibid, hal. 10 92 “Dilema Kebijakan Kepemilikan Tunggal Bank BUMN”, (http://www.google.com), 28 Desember 2007, diakses terakhir tanggal 23 september 2008. 91
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang dirasakan paling tepat untuk dikenakan kepada bank pemerintah adalah melepaskan kepemilikan.
93
Diberlakukannya ketentuan Single Presence Policy ini merupakan momentum bagi pemerintah untuk mengkaji ulang untung rugi memiliki bank baik dalam kerangka kesehatan sistem perbankan maupun kesehatan bank secara individu. Sebagai milik pemerintah, Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendapat keuntungan tetentu. Sementara itu sebagai perusahaan milik negara, Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga terkendala aturan main yang berlaku khusus untuk perusahaan milik negara. Seperti misalnya untuk menyelesaikan kredit macet, dibutuhkan prosedur khusus yang tidak efisien untuk dilaksanakan. 94 Pilihan optimal adalah melepaskan kepemilikan pemerintah pada Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pilihan ini merupakan yang terbaik untuk kepentingan pemerintah maupun bagi sistem perbankan. Melepaskan kepemilikan bukan hanya sebatas privatisasi dalam
pengertian mengubah kepemilikan
pemerintah menjadi swasta atau yang disebut dengan Privatisasi. 95 Bila opsi melepaskan kepemilikan ini yang ditempuh maka cara yang efektif adalah melalui pasar modal. Baik pencatatan di bursa domestik maupun di bursa negara lain. Namun demikian harus diingat bahwa listing di bursa hanya langkah awal mereformasi Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tujuan akhir dari listing adalah menerapkan keseluruhan sistem pasar berupa insentif dan disinsentif pada bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Untuk mencapai hasil
93
Zulkarnain Sitompul, ”Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Perbankan Relevansinya dengan Kebijakan Single Presence Policy”, Op. Cit hal. 6 94 Ibid, hal. 7 95 Ibid, hal. 8 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
optimal tentu saja sebelum melakukan listing, kinerja bank harus diperbaiki dan neraca bank dibersihkan dari obligasi rekap, misalnya dengan melakukan rekap, misalnya dengan melakukan buy back. 96 Akan terjadi banyak pro dan kontra jika terjadi pelepasan kepemilikan oleh Bank Pemerintah/BUMN. Hal itu disebabkan di negara-negara berkembang mengenai kepemilikan pemerintah dan kepemilikan swasta. Di negara berkembang hal ini disebabkan besarnya dominasi perusahaan milik pemerintah dalam kegiatan perekonomian sehingga pengalihan kepemilikan dari pemerintah kepada swasta merupakan masalah serius sehingga sering sarat dengan kepentingan politik. Dan di dalam masalah privatisasi akan muncul masalah yaitu pemutusan hubungan kerja (PHK). Masalah ini sering muncul karena perusahaan milik pemerintah kelebihan karyawan. Akan terjadi gejolak sosial disebabkan adanya privatisasi yang menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Perusahaan swasta seringkali beroperasi lebih efisien dibandingkan perusahaan negara. Di banyak negara terbukti bahwa kepemilikan swasta merupAkan pilihan terbaik. Di sektor perbankan kepemilikan pemerintah menunjukkan kaitan yang erat dengan lambannya perkembangan sektor keuangan serta sektor produktivitas yang rendah. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan implementasi Single Presence Policy bagi bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN)ini tidak berjalan lancar. 97 1. Pemerintah memang bisa menjul kepemilikan mayoritasnya di bank BUMN sehingga nantinya tinggal menjadi Pemegang Saham Pengendali di satu bank
96
Ibid, hal. 9 “Pelaksanaan Single Presence Policy di Bank BUMN”;http://www.wealthindonesia.com, diakses terakhir tanggal 23 September 2008. 97
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
saja. Namun, pilihan ini kurang tepat karena keberadaan pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas di sejumlah bank tetap dibutuhkan. 2. Terdapat hambatan regulasi bila pemerintah menempuh solusi Merger atau Konsolidasi. Hambatan regulasi tersebut, antara lain berasal dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank yang sampai kini masih berlaku. Pasal 8 butir c menyebutkan bahwa pada saat terjadinya merger atau konsolidasi, jumlah aktiva bank hasil merger atau konsolidasi dimaksud tidak melampaui 20% dari jumlah aset keseluruhan bank di Indonesia. Padahal, posisi saat ini menunjukkan bahwa jumlah total aset bank-bank BUMN mencapai 36% dari total aset perbankan nasional. Selain itu konsolidasi juga akan menjadi suatu tantangan tersendiri mengenai siapa yang akan mnjadi bank konsolidator. Hambatan regulasi lainnya juga berasal dari Pasal 62 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dengan adanya ketentuan ini hambatannya dikarenakan sebagian besar bank BUMN telah go public, pemerintah harus mempersiapkan diri sebagai pembeli siaga (standby buyer) apabila terdapat pemegang saham yang tidak setuju dengan kebijakan merger atau konsolidasi. Karena dikhawatirkan pemerintah tidak mampu membeli kembali saham-saham dari pemegang saham minoritas. Penerapan Single Presence Policy pada bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menimbulkan suatu dilema bagi Stakeholder mereka. Hal ini dikarenakan bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam kegiatan usahanya memliki misi ganda. Dilihat dari segi bisnis bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus bisa menghasilkan keuntungan untuk ShareHolder sedangkan
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
bank BUMN adalah bank yang dimiliki oleh negara dan rakyat. Bank-bank BUMN juga mengemban misi sosial (corporate sosial responsibility) untuk membantu pembangunan yang mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sebagai contoh, Bank BTN yang lebih berfokus pada pangsa pasar yaitu pada pemberian kredit rumah pada kalangan masyarakat dengan tingkat ekonomi bawah. BRI yang fokus pada usaha kecil dan menengah serta masyarakat pedesaan. Bank Mandiri lebih berfokus pada korporasi. Sedangkan BNI fokus lebih kepada masyarakat luas. 98 Untuk Bank-bank swasta penerapan Single Presence Policy ini tidak akan berpengaruh banyak dalam mengurangi jumlah bank. Dari 100-an lebih bank swasta nasional, secara formal hanya Bank Haga dan Bank Hagakita yang benarbenar dimiliki oleh pemegang saham yang sama. Selebihnya kepemilikan masih terpisah, sehingga tetap dapat hidup tanpa tersentuh oleh Single Presence Policy. Sehingga harapan Bank Indonesia untuk dapat menurunkan jumlah bank swasta dari 132 bank menjadi 35-50 bank tidak akan tercapai.99 Di satu sisi, keberadaan beberapa Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang pada bisnisnya tidak sama satu sama lainnya secara tidak langsung akan mengurangi daya saing bank (BUMN) terhadap bank swasta yang secara permodalan dan fokus bisnis yang sudah jelas. Sekarang ini, bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selain harus bersaing dengan bank swasta juga harus bersaing dengan bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lain dalam memperebutkan merket share yang sama. Kondisi ini agak kurang sehat, dimana
98
“Dilema Kebijakan Kepemilikan Tunggal Bank BUMN”, 28 Desember 2007, http://google.com, diakseses terakhir tanggal 23 September 2008. 99 “ Wajah Perbankan sesudah Single Presence Policy”, 01 Januari 2008, http://haryantoruz.wordpress.com, diakses terakhir tanggal 23 September 2008. Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai bank pemerintah seharusnya bersama-sama menghadapi gempuran bank swasta dalam memasarkan produk dan nilai tambah mereka. Ini terlihat dimana bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih kalah saing bersaing dengan bank swasta nasional. 100 Jadi, Penerapan kebijakan Single Presence Policy ini sebenarnya adalah suatu solusi untuk meningkatkan daya saing bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terhadap bank swasta lokal maupun asing, tetapi pelaksanaanya harus terencana dan jelas serta didorong dengan adanya kepastian hukum dalam menjalankan kebijakan publik tersebut, karena kebijakan Single Presence Policy itu berarti adanya merger, akuisisi satu bank oleh bank lainnya dan hal ini pasti berdampak pada kebijakan bank yang melakukan merger, akuisisi tersebut baik dari segi pengelolaan bisnis, organisasi termasuk sumber daya manusia. 101
100
“Dilema Kebijakan Kepemilikan Tunggal Bank BUMN”, 28 Desember 2007 (http://google.com), diakses terakhir tanggal 23 september 2008, hal. 1 101 Ibid, hal. 2 Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari pembahasan di muka, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaturan Single Presence Policy berdasarkan Peraturan Bank Indonesia dalam rangka konsolidasi perbankan dan efektifitas pengawasan yang terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/16/2006 tentang Kepemilikan Tunggal pada perbankan nasional, dimana Bank Indonesia memandang perlunya menata kembali struktur kepemilikan perbankan melalui Single Presence
Policy
sebagai
bagian
dari
konsolidasi
perbankan
untuk
mempermudah pengaturan dan pengawasan bank-bank yang ada di Indonesia. Kebijakan Kepemilikan Tunggal ini menetapkan setiap pihak, perorangan, korporasi hanya boleh menjadi Pemegang Saham Pengendali (PSP) pada satu bank yang tujuannya adalah untuk mendorong konsolidasi perbankan dan mendukung efektifitas pengawasan bank. 2. Penerapan Single Presence Policy dalam merger, akuisisi dan konsolidasi terlihat dari kepemilikan pihak asing tidak hanya melalui bursa efek tetapi juga dengan pembelian saham secara langsung, dominasi asing atas perbankan nasional semakin marak melaui cara merger, akuisisi maupun konsolidasi. Dengan adanya liberalisasi perbankan akan berdampak pada kesejahteraan rakyat dan perekonomian bangsa Indonesia dalam jangka panjang. Adanya liberalisasi perbankan menyebabkan sebagian besar pemegang saham pengendali berpindah ke tangan investor asing, ini dikarenakan kepemilikan
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
bank-bank swasta dari Warga Negara Indonesia ke investor asing. Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak menampung aspirasi pelaku bisnis dalam mengembangkan jejaring bisnis dalam satu grup usaha, dalam bisnis perbankan Holding Perbankan merupakan hal yang sangat krusial. Keterkaitan Single Presence Policy dalam merger, akuisisi maupun Bank Holding Company yaitu merupakn 3 (tiga) opsi yang diberikan Bnak Indonesia dalam rangka Pelaksanaan Single Presence Policy. 3. Yang dimaksud dengan Single Presence Policy dalah suatu kebijakan yang diterapkan oleh Bank Indonesia dalam rangka mendorong konsolidasi perbankan agar dapat mewujudkan struktur perbankan Indonesia yang sehat dan kuat. Ini sesuai dengan visi Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Dimana kebijakan ini suatu proses berkelanjutan agar tidak terulang lagi Krisis Moneter yang terjadi pada tahun 1997. Sehubungan dengan kebijakan Single Presence Policy ini
maka Bank
Indonesia mengeluarkan 3 opsi yaitu : 4. mengalihkan sebagian atau seluruh kepemilikan sahamnya pada salah satu atau lebih bank yang dikendalikannya kepada pihak lain sehingga yang bersangkutan hanya menjadi Pemegang Saham Pengendali pada 1 (satu) Bank; atau 5. melakukan merger atau konsolidasi atas Bank-bank yang dikendalikannya; 6. membentuk Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company), dengan cara: a) mendirikan badan hukum baru sebagai Bank Holding Company; atau b) menunjuk salah satu bank yang yang dikendalikannya sebagai Bank Holding Company. Dimana ketiga opsi tersebut dapat menimbulkan pro dan kontra. Dalam pelaksanaan Single Presence policy mempunyai sisi positif
yaitu
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
mereduksi jumlah bank dan membentuk bank yang kokoh dari sudut permodalan. Dan tentunya juga mempunyai dampak-dampak negatif. 3. Kepemilikan pihak asing tidak hanya melalui bursa efek tetapi juga dengan pembelian saham secara langsung, dominasi asing atas perbankan nasional semakin marak melaui cara merger, akuisisi maupun konsolidasi. Dengan adanya liberalisasi perbankan akan berdampak pada kesejahteraan rakyat dan perekonomian bangsa Indonesia dalam jangka panjang. Adanya liberalisasi perbankan menyebabkan sebagian besar pemegang saham pengendali berpindah ke tangan investor asing, ini dikarenakan kepemilikan bank-bank swasta dari Warga Negara Indonesia ke investor asing B. Saran 1. Kebijakan Kepemilikan Tunggal atau Single Presence Policy ini sangat perlu dilaksanakan. Untuk mencegah terjadinya manipulasi bank yang dilakukan oleh pemilik bank yang mempunyai lebih dari satu bank 2. Kebijakan ini sangat tepat dalam rangka penguatan struktur perbankan dan efisiensi pengawasan perbankan. Kebijakan ini tentunya harus dibarengi sikap tegas dari Bank Indonesia dalam mengurangi jumlah bank-bank di Indonesia. Dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia mengenai pemberian insentif konsolidasi mencerminkan sikap Bank Indonesia yang kurang tegas.
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
3. Dalam hal pembentukan Bank Holding Company (BHC) yang dijadikan opsi oleh Bank Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak mengakomodasi ketentuan tentang Bank Holding Company.
Sehingga
seharusnya
hukum
perusahaan
Indonesia
mengatur secara jelas mengenai Bank Holding Company ini, agar tidak menimbulkan kesulitan dalam implementasinya. 4. Bank Indonesia dapat memaksa
pemilik-pemilik bank untuk
melaksanakan Single presence Policy ini, dan bank-bank wajib menggabungkan dua atau lebih bank yang berada di bawah kepemilikannya. Bila bank-bank tersebut belum mau menggabungkan bank-banknya hingga batas waktu desember 2010, maka sanksi yang diberikan
jangan
hanya
berupa
teguran
tertulis
yang
dapat
mempengaruhi penilaian intergritas dalam penilaian kemampuan dan kepatutan saja, tetapi harus ada sanksi yang lebih tegas, misalnya diberlakukan sanksi pidana bagi Pemegang Saham Pengendali, Komisaris dan Direksi bank yang melakukan merger, dan konsolidasi tersebut.
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Fuady, Munir, Hukum Perbankan Modern Edisi Kesatu, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003. Djumhana Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006. Rai Widjaja, I. G, Hukum Perusahaan, Jakarta: Kesaint Blanc, 2007. Widjanarto, Hukum Dan Ketentuan Perbankan Indonesia, Jakarta:Pustaka Utama Grafiti, 1995. Sembiring, Sentosa, Hukum Perbankan, Bandung : Mandar Maju, 2000. Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia edisi Revisi, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2005 Rahardjo, M. Dawan dkk, Bank Indonesia Dalam Kilasan Sejarah Bangsa, Jakarta: Pustaka LP3ES, 1995. Echols, John M. dan Shadily, Hassan, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT Gramedia, 1980. Simanjuntak, Coenelius dan Mulia, Natalie, Merger Perusahaan Publik, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006. Abdul Kadir, Muhammad, dan Murniati, Rilda Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000. Johannes Ibrahim, Hukum Organisisi Perusahaan, Bandung: PT. Refika Aditama, 2006. Munir Fuady, Hukum Tentang Merger, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999. Agus Budianto, Merger Bank Di Indonesia Beserta Akibat-akibat Hukumnya, Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 2004. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001.
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
B. Jurnal Hukum Johannes Ibrahim, ”Penerapan Single Presence Policy dan dampaknya bagi Perbankan Nasional,” Jurnal Hukum Bisnis,(Volume 27 Nomor 2, 2008), hal. 5-15. Felix Oentong Soebagjo, “Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan Implikasi Pada Praktik Akuisisi Perusahaan, Penggabungan dan Peleburan Usaha di Indonesia”, Jurnal Hukum Bisnis,(Volume26 Nomor 3 Tahun 2007), hal. 48-56. B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang Republik Ketenagakerjaan.
Indonesia
Nomor
13
Tahun
2003
Tentang
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank. Peraturan Bank Indonesia Nomor. 7/15/PBI/2005 tanggal 1 Juli 2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/17/PBI/2006 tentang Insentif dalam Rangka Konsolidasi Perbankan Sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/12/PBI/2007. D. Internet ------------------------, Dilema Kebijakan Kepemilikan Tunggal bank BUMN, September 2008, http://www.Google.com ------------------------, Wajah Perbankan Indonesia Sesudah SPP, Januari 2008, http://www.haryantoruz.wordpress.com
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
------------------------, Pelaksanaan Single Presence Policy di Bank BUMN, Desember 2007, http://www.wealthindonesia.com ------------------------, Pembatasan Kepemilikan Bank Gagasan Untuk Memperkuat Sistem, September,2008 http://www.Google.com ------------------------, Konsolidasi Perbankan Opsi yang Seharusnya Diterapkan Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy, Agustus 2007, http://www.yahoo.com ------------------------, Merger dan Akuisisi Bank Nasional :Realitas dan tantangan, Nopember 2006, http://www.wordpress.com
Tri Murti LUbis : Penerapan Single Presence Policy Dalam Pelaksanaan Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi Bank Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008