PENERAPAN RETRIBUSI PARKIR DI KOTA TANGERANG SELATAN Firmansyah Hersutantyo dan Edi Sumantri Ilmu Administrasi Fiskal Program Ekstensi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia Email:
[email protected] Abstrak Skripsi ini berisi analisis tentang upaya optimalisasi penerimaan retribusi parkir yang ada di Kota Tangerang Selatan. Seiring dengan adanya aktivitas parkir on street tersebut maka menimbulkan dampak berupa kemacetan di Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan retribusi parkir dalam rangka optimalisasi penerimaan retribusi parkir serta upaya dalam mengendalikan aktivitas parkir on street di Kota Tangerang Selatan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa upaya optimalisasi penerimaan retribusi parkir dapat dilakukan dengan cara ekstensifikasi dan intensifikasi. Tetapi dalam upaya pengendalian ini tidak terlepas dari adanya kendala yang dihadapi yang dapat dikategorikan menjadi kendala eksternal dan kendala internal. Dari kendala yang ditemukan merupakan suatu masalah yang harus dianalisis solusinya agar dalam rangka pengendalian parkir on street dapat mengurangi kemacetan lalu lintas yang ditimbulkan karena penggunaan badan jalan untuk aktivitas parkir on street serta mendukung terciptanya optimalisasi penerimaan retribusi parkir. Application of Parking Levy in South Tangerang City Abstrack This thesis contains an analysis of revenue optimization efforts parking fees in the city of South Tangerang. Along with the activities of on-street parking is the impact in the form of congestion in South Tangerang City. This study used a qualitative approach. The purpose of this study is to analyze the policy on street parking charges in order to optimize revenue parking fees as well as efforts in controlling the activity of on-street parking in South Tangerang City. Data collection techniques used were in-depth interviews and literature study. These results indicate that efforts to optimize revenue parking fees can be done by way of expansion and intensification. But in an effort to control is not independent of the constraints faced obstacles that can be categorized into external and internal constraints. Of problems were found is a problem that must be analyzed in order to control the solution so that on-street parking to reduce traffic congestion caused due to the use of the road for onstreet parking activity and supports the creation of a parking levy revenue optimization. Keyword : Control parking on street; Parking Levy, Optimization.
PENDAHULUAN Berkaitan dengan meningkatnya ekonomi masyarakat maka semakin tinggi pula kebutuhan untuk menjangkau tempat-tempat lain seiring memajukan profit ekonomi. Dibutuhkan suatu alat transportasi yang dapat mengisi kebutuhan tersebut misalnya Kendaraan bermotor. Kehidupan sebuah perkotaan tidak dapat terlepas dari sarana dan prasarana layanan publik sebagai bagian dari pendukung kebutuhan masyarakat (Pontoh dan Kustiwan, 2009 :108). Sudah tugas pemerintah dalam mengelola layanan yang dibutuhkan masyarakat, salah satunya prasarana transportasi. Mobilitas adalah perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, artinya ini adalah bagian dari sistem transpotasi. Dari sistem transportasi ini, pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk menyediakan pelayanan
pendukungnya, yaitu penyediaan lahan parkir.
Litman (2011:2) mengatakan bahwa “parking is an essential component of the transportation system” (parkir adalah hal yang paling penting dalam sistem transportasi). Penyediaan lahan parkir memang menjadi masalah pokok dalam dunia transportasi karena tidak selamanya kendaraan bermotor bergerak, adakalanya untuk diam. Tabel Jumlah Kendaraan Bermotor di Provinsi Banten 2009
2010
2011
Sedan
48.182
52.261
62.767
Jeep
15.183
17.648
24.511
Mini bis
181.906
211.995
289.697
Mikro bis
5.562
5.810
5.140
Bis
1.629
1.730
1.874
Pick up
41.286
45.125
55.639
Truk
31.617
35.296
44.163
345
349
310
Sepeda motor
2.027.977
2.451.466
3.168.559
Jumlah
2.353.687
2.821.680
3.652.660
Kendaraan berat
alat
Sumber: BPS Banten Dalam tabel dapat dilihat perkembangan jumlah kendaraan bermotor setiap tahunnya selalu meningkat di wilayah Provinsi Banten yang didalamnya termasuk wilayah Kota Tangerang Selatan. Perkembangan jumlah kendaraan bermotor ini tidak lepas dari peran marketing dalam pembayaran uang muka pembelian kendaraan
bermotor yang semakin mudah dan didukung pesatnya pertumbuhan ekonomi dimana dibutuhkan kendaraan dalam menunjang mobilisasi pemerintahan. Disamping itu pertumbuhan kendaraan bermotor telah mendukung kemacetan yang ada, hal ini dapat terjadi dikarenakan dalam mobilisasi dibutuhkan pula tempat untuk memarkirkan kendaraan tersebut. Parkir terbagi menjadi dua jenis. Yang pertama adalah parkir di badan jalan atau yang disebut dengan parkir on street. Parkir ini memanfaatkan badan jalan sebagai lahan parkir kendaraan bemotor dan biaya pemakaian lahan parkir ini dikenakan pungutan yang disebut retribusi parkir. Atas dasar pemakaian bahu jalan, maka ini merupakan pemanfaatan lahan pemerintah sehingga pemerintah dalam hal ini daerah berhak memungut retribusi daerah, disamping itu retribusi dikenakan karena adanya pelayanan langsung. Jenis parkir yang selanjutnya adalah parkir di luar badan jalan atau yang disebut dengan parkir off street. Parkir ini berada di lahan parkir khusus yang sudah disediakan umunya dikelola oleh pihak swasta. Tabel Ringkasan Target dan Realisasi Penerimaan Retribusi Parkir di Kota Tangerang selatan tahun 2010, 2011 dan 2012 (dalam rupiah) Tahun Target
Realisasi
Prosentase Realisasi/ Target
2010
33.876,000
38.030.600
112.26 %
2011
39.100.000
35.152.000
89.90 %
2012
400.000.000
94.900.000
23.73 %
Sumber : DPPKAD Tangerang Selatan Dari tabel tergambar bahwa penerimaan dari sektor retribusi parkir terhadap targetnya dari tahun 2010 sampai tahun 2012 mengalami penurunan yang cukup signifikan seperti yang disebutkan dalam tabel. Pada tahun 2011 terjadi penurunan realisasi sebesar 8% dibandingkan tahun 2010. Penurunan yang terjadi ini mengindasikan sistem perparkiran yang belum berjalan sebagaimana mestinya dan indikasi adanya kebocoran yang banyak terjadi di lapangan. Disisi lain adanya berita yang cukup membuka fakta masalah dilapangan, bahwa target pendapatan penerimaan retribusi parkir dengan pengelola parkir mulai Juni sampai Oktober 2012 hanya Rp 490 juta. Namun, dari data Dishubinfo, yang terealisasi hingga saat ini baru mencapai Rp 78,4 juta. Walaupun demikian belum adanya rencana menutup lokasi parkir di jalan meski realisasi penerimaan retribusi jauh dari target dan walikota Kota Tangerang Selatan lebih memilih akan melakukan evaluasi (Kompas, 2012).
Didapatkan informasi bahwa ada sebanyak 491 titik parkir on street yang terdiri dari Kecamatan Ciputat 11 titik, Ciputat Timur 138 titik, Pondok Aren 149 titik, Serpong 69 titik, Setu 29 titik, Serpong Utara 61 titik, dan Pamulang 34 titik. Titik parkir yang tersebar tidak hanya menyebabkan kemacetan saja tetapi sudah mengarah ke dalam kehidupan sosial yang rawan menyebakan benturan antar kelompok warga. Titik parkir yang tidak sesuai dengan konsep dan buruknya fasilitas umum tempat parkir menjadi alasan mengapa kemacetan ini bisa terjadi. Umumnya titik parkir potensial berada di lokasi usaha jasa makanan, perkantoran, dan jasa lainnya (Kompas, 2012). Parkir on street ini merupakan sekian dari banyaknya faktor yang menyebabkan kemacetan. Buruknya pengaturan parkir on street juga memperkuat kemacetan itu sendiri. Pemakaian bahu jalan menjadi lahan parkir perlunya ditata lebih ulang mengingat banyak pihak yang menggunakan jalan sebagai sarana transportasi mereka. Berdasarkan paparan dapat dijabarkan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana kebijakan retribusi parkir dalam rangka peningkatan penerimaan dan pengendalian parkir on street di Kota Tangerang Selatan? 2. Apa kendala-kendala yang ditemukan dalam upaya pengendalian parkir on street di Kota Tangerang Selatan? Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis mengenai kebijakan dalam rangka aktivitas perparkiran untuk optimalisasi penerimaan retribusi parkir di Kota Tangerang Selatan serta upaya pengendalian parkir on street dan juga bertujuan memberikan gambaran kendala-kendala dalam upaya menanggulangi parkir on street di Kota Tangerang Selatan. TINJAUAN TEORITIS Optimalisasi Dalam proses optimalisasi pendapatan tentunya dituntut adanya penyempurnaan administrasi pendapatan. Penyempurnaan ini dapat berupa penghindaran atau kecurangan yang dilakukan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan daerah yang terutang. Dalam hal ini McMaster memberi identifikasi kedalam tiga tahap yaitu Identification, Assesment, Collection sebagaimana. (dikutip oleh Lutfi, 2006). Menurut Sidik secara umum, upaya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi intensifikasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, antara lain dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut memperluas basis penerimaan, memperkuat proses pemungutan, meningkatkan pengawasan, meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan tindakan yang dilakukan oleh daerah, meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang
lebih baik. Selanjutnya, ekstensifikasi perpajakan juga dapat dilakukan, yaitu melalui kebijaksanaan Pemerintah untuk memberikan kewenangan perpajakan yang lebih besar kepada daerah pada masa mendatang (Sidik, 2002) Selanjutnya, (Nurmantu,2005:31) menyatakan ada beberapa faktor lain yang mendukung optimalisasi pemasukan pajak ke dalam kas daerah, antara lain kejelasan undangundang dan peraturan, tingkat pendidikan penduduk, kualitas dan kuantitas petugas, strategi yang diterapkan organisasi yang mengadministrasikan pajak. Retribusi Daerah Menurut Ahmad Yani (Yani, 2004 : 63), prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. Dalam retribusi terdapat dua prinsip atas pengenaannya, antara lain “benefit principle” yang menyatakan bahwa mereka harus membayar atas kenikmatan dari suatu layanan yang mereka terima. Selanjutnya adalah “ability to pay principle” yang menyatakan bahwa penetapan tarif retribusi terhadap suatu jenis layanan didasarkan pada kemampuan dari wajib retribusi. Apabila npenghasilannya rendah maka harga yang dikenakan juga rendah begitu juga sebaliknya (McMaster, 1991:23). Pengendalian “Pengendalian adalah segala usaha atau kegiatan untuk menjamin dan mengarahkan agar pekerjaan yang sedang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki serta sesuai pula dengan segala ketentuan dan kebijaksanaan yang berlaku.” (Soejamto,1986:27) METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2010:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur statistik serta penelitian yang berupaya memahami fenomena sosial yang diteliti dengan cara deskripsi ke dalam bentuk kata-kata bahasa, gambaran holistik dan rumit pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode yang alamiah. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena peneliti ingin memahami setiap fenomena yang sampai sekarang belum banyak diketahui masyarakat. Dalam penelitian ini, pendekatan kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan yang berhubungan dengan penerapan kebijakan retribusi parkir dalam rangka meningkatkan penerimaan dan upaya untuk mengendalikan parkir on street serta kendala dalam upaya pengendalian tersebut di Kota
Tangerang Selatan. Dalam memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan, menggunakan dua teknik pengumpulan data dalam melakukan penelitian ini antara lain Studi Kepustakaan (LibraryResearch) dan Studi Lapangan (Field Research). Dilihat dari teknis analisis data, penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif. Menurut moleong, definisi analisis data adalah suatu proses pengorganisasian serta mengurutkan data ke dalam suatu pola, kategori, dan suatu uraian dasar sehingga dapat ditemukan sebuah tema dan secara tidak langsung dapat juga dirumuskan menjadi sebuah hipotesis kerja (Moleong, 2010 : 280). Peneliti hanya akan membahas mengenai kebijakan retribusi parkir dalam rangka optimalisasi penerimaan retribusi parkir di Kota Tangerang Selatan serta upaya pengendalian parkir on street dan kendala-kendala yang dihadapinya. Data yang dikumpulkan hanya atas data ditahun 2010-2012. Penelitian ini juga dibatasi dalam hal pemilihan site penelitian yang dalam proses mengumpulkan data dan informasi hanya diperoleh dari beberapa instansi pemerintah dan pihak-pihak yang berkaitan dengan parkir on street. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Upaya Optimalisasi Retribusi Parkir di Kota Tangerang Selatan 1.1 Ekstensifikasi Retribusi Parkir Wujud nyata berkaitan dengan ekstensifikasi terhadap retribusi parkir adalah dengan memperbaharui data mengenai lahan parkir yang akan dijadikan pemungutan retribusi parkir. Pendataan lahan parkir on street ini sendiri bertujuan untuk mendata mana saja lahan parkir yang memiliki potensi penerimaan. Pasalnya sejak tiga tahun memungut retribusi parkir penerimaan Pemerintah Daerah dapat dikatakan belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu pendataan lahan titik parkir on street sebagai langkah awal diharapkan dapat menentukan langkah selanjutnya dalam membuat kebijakan retribusi yang bersangkutan. Dalam melakukan pendataan lahan titik parkir yang potensial, diperlukan upaya dari semua pihak agar dapat diperoleh informasi yang terbaru. Informasi ini nantinya akan dapat menjaring wajib retribusi yang seharusnya menyetor uang ke kas daerah.
Tabel Data Parkir On street Kota Tangerang Selatan Sampai dengan Tahun 2013 Nomor
Kecamatan
Jumlah Titik Potensi
1
Kecamatan Serpong
27
2
Kecamatan Serpong Utara
10
3
Kecamatan Setu
1
4
Kecamatan Ciputat Timur
13
5
Kecamatan Ciputat
9
6
Kecamatan Pamulang
19
7
Kecamatan Pondok Aren
12
Total Titik Potensi
91
Sumber : Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tangerang Selatan Berdasarkan tabel terlihat bahwa Kota Tangerang Selatan memiliki sejumlah 91 titik parkir on street yang tersebar di 7 (tujuh) wilayah kecamatannya sampai dengan tahun 2013. Bukan tidak mungkin seiring dengan pertumbuhan kendaraan bermotor dan aktivitas perekonomian di Kota Tangerang Selatan yang terus meningkat, potensi titik parkir on street ini dimungkinkan menjadi titik kemacetan juga yang akan terjadi. 1.2 Intensifikasi Retribusi Parkir 1.2.1 Sosialisasi Kewajiban Retribusi Parkir Intensifikasi adalah salah satu cara meningkatkan penerimaan retribusi parkir. Hal ini mengingat masyarakat daerah Kota Tangerang Selatan belum sepenuhnya mengetahui bahwa Pemerintah Daerah yang selama ini menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan dan itu memerlukan dana yang berasal dari sumber penerimaan asli daerah, salah satunya retribusi parkir. Oleh karena itu perlu dilakukan sosialisasi secara menyeluruh kepada masyarakat Kota Tangerang Selatan khususnya kepada juru parkir. Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman agar nantinya juru parkir atau pun jika perpakiran on street dikelola oleh pengelola yang notabene di Kota Tangerang Selatan ini masih liar dapat diajak kerja sama menjadi objek retribusi yang resmi. Hal ini berdampak pada pemenuhan kewajiban menyetorkan retribusi kepada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tangerang Selatan. Isi dari sosialisasi pun sebenaranya harus mengindikasikan pemahaman yang baik kepada juru parkir atau pengelola parkir on street tersebut. Terdapat dua pemahaman yang sebaiknya lebih diintensifkan dan diberikan kemudahan dan fasilitas. Salah satunya adalah dengan melegalkan usaha mereka adalah bentuk pemahaman yang dapat dilakukan, sehingga
diperoleh identitas resmi yang dapat digunakan oleh juru parkir tersebut dalam menjalankan pemungutan retribusi parkir di lahan parkir tersebut. Dampaknya juru parkir dapat merasa aman dari tindakan pemerasan oleh oknum dan pengguna lahan parkir akan secara sukarela membayar retribusi parkir karena memanfaatkan lahan parkir tersebut sesuai tarif yang berlaku. Disisi lain pengguna kendaraan pribadi akan jauh lebih aman karena mereka tahu jelas kemana nantinya uang yang mereka bayar itu dan merasa tidak diperas saat parkir, terkadang parkir on street yang masih liar secara sewenang-wenang mematok tarif retribusi parkir. Pemahaman lain dalam sosialisasi dapat juga dilakukan dengan memberikan pengertian bahwa nantinya uang dari retribusi parkir yang dipungut dan disetorkan ke daerah akan dikembalikan ke masyarakat. Pengembalian ini tidak dalam bentuk materi tetapi lebih kedalam bentuk pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur yang diperbaiki malah justru lebih baik lagi ditambah, kemakmuran daerah itu sendiri dan mesukseskan program-program pemimpin daerah demi memajukan dan mensejeterahkan daerahnya yang pada akhirnya masyarakat daerah yang merasakannya. Sehingga wajar, Pemerintah Daerah membutuhkan dana yang salah satunya bersumber dari retribusi parkir ini. Kepatuhan wajib pajak atau juru parkir sebagai pihak pemungut retribusi parkir dan pengetahuan mengenai kewajiban dan peraturan terbaru saat ini terutama yang berkaitan dengan pemungutan dan administrasi retribusi parkir akan dipengaruhi apabila sosialisasi yang dilakukan terasa kurang. Dalam hal sistem informasi meskipun di dalam undang-undang dan perda telah secara jelas tertulis bahwa setiap orang dianggap telah mengetahui aturan dan pelaksanaanya tetapi hal ini tidak dapat berjalan begitu saja. Diperlukan adnaya sosialisasi mengenai aturan tersebut terlebih dalam pelaksanaannya sebagai bentuk implementasi atas peraturan tersebut. Kejelasan peraturan juga menjadi pertimbangan tersendiri karena peraturan yang baik paling tidak harus memenuhi kriteria kejelasan, mudah dipahami dan sederhana. 1.2.2 Penyempurnaan dan Modernisasi Admininstrasi Retribusi Parkir Dalam mewujudkan optimalisasi penerimaan daerah tidak telepas dari penyempurnaan administrasi yang ada. Pada dasaranya administrasi melibatkan tiga hal apa yang disebut dengan identification, assessment dan collection. Dengan adanya 3 hal tersebut maka dapat dicapai penyempurnaan administrasi yang ada. Yang pertama adalah tahap identification. Pemerintah Daerah melalui Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika pertama-tama melakukan identifikasi titik-titik parkir on street mana saja yang mempunyai daya potensial penerimaan retribusi parkir yang
memadai. Hal ini penting mengingat dengan proses identifikasi ini kita dapat mengetahui titik parkir tersebut dan dapat melakukan perbandingan dengan tempat lain yang sejenis sehingga dapat diperoleh berapa estimasi dan target yang akan ditetapkan. Updating data setiap tahun juga diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan tempat potensial yang dapat mendukung terciptanya optimalisasi penerimaan yang ditargetkan. Selain itu faktor “premanisme” juga harus diidentifikasi di sekitar lahan parkir, karena seperti pernyataan sebelumnya bahwa mayoritas lahan parkir on street masih dalam kondisi liar belum ilegal. Dapat diasumsikan mereka yang mempunyai lahan, sehingga proses identifikasi data subyek pajak menjadi penting pula untuk menindaklanjuti langkah tepat yang dilakukan dalam proses sosialisasi. Sehingga dapat dimungkinkan subyek pajak tersebut akan secara sukarela mendaftarkan menjadi wajib pajak atau juru parkir yang resmi. Tahap kedua, berkaitan menuju penyempurnaan administrasi adalah dengan proses assesssment. Pada tahap ini perlu dilakukan penilaian mengenai alat kebijakan yang diperlukan untuk membuat langkah dari pemungut retribusi parkir tersebut tidak dapat melakukan kecurangan dalam pemenuhan kewajibannya kepada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota tangerang Selatan. Tidak hanya dari pihak pemungut, pengguna kendaraan bermotor yang memarkirkan kendaraan nya di lahan parkir on street juga dapat diminimalisir untuk menghindarkan kewajiban pemenuhan retribusi parkir yang terutang terhadapnya. Penggunaan karcis parkir merupakan alat yang dapat memaksa pihak pemungut retribusi parkir untuk tidak melakukan kecurangan. Pembuatan jenis karcis yang berbeda tergantung diperuntukkannya kepada jenis kendaraan yang parkir, akan mempermudah pengecekan uang hasil penerimaan dari retribusi parkir dibandingkan jenis karcis yang terjual. Tidak ketinggalan ada baiknya Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tangerang Selatan mendesain karcis yang tidak mudah ditiru atau digandakan oleh oknum yang memanfaatkan situasi harus juga diperhatikan. Berkaitan pemungutan, perlu adanya kegiatan pemantauan lokasi lahan parkir on street secara berkala, hal ini bisa dilakukan dalam waktu misalnya 6 bulan sekali. Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi terbaru mengenai apakah adanya peningkatan potensi retribusi parkir di lokasi tersebut dan model pembayaran menggunakan real payment system Berkaitan dengan modernisasi, sebenarnya administrasi yang baik juga mengutamakan adanya modernisasi didalam administrasi. Hal ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi secara lengkap, tepat dan cepat. Modernisasi erat kaitannya dengan penggunaan fasilitas teknologi modernisasi yang sebaiknya segera dilakukan yang nanti akhirnya dapat memberikan kemudahan dalam mempersingkat waktu dan mempermudah juru parkir atau
pengelola parkir on street dalam pemenuhan kewajiban retribusi yang terutang terhadapnya. Selama ini belum adanya modernisasi administrasi merupakan kendala sendiri karena masih menggunakan administrasi secara manual. Pemerintah Daerah diharapkan cepat tanggap mengambil tindakan akan hal ini karena sejatinya modernisasi administrasi sudah dilakukan oleh pemerintah pusat. Kurangnya pengadministrasian yang baik dapat menjadi awalnya terjadi adanya kebocoran atau menguapnya uang hasil retribusi parkir. Pemanfaatan administrasi yang modern dapat menerapkan online system. Online system ini dapat memperkecil resiko jumlah kebocoran pungutan yang seharusnya menjadi hak Pemerintah Daerah. Menerapkan Online system dapat dilakukan dengan menerapkan adanya real payment system. 1.2.3 Pengawasan Pengawasan yang baik adalah dengan menertibkan lahan parkir on street yang liar tersebut termasuk didalamnya adalah juru parkir atau pengelola parkir. Pada dasaranya dengan pengawasan yang demikian dapat memperbaiki proses pengawasan yang ada maka retribusi parkir diharapkan masuk sepenuhnya ke kas daerah dengan model pengawasan yang seperti ini. Sudah sepatutnya pemerintah melakukan pengawasan sedemikian rupa mengingat lahan yang digunakan merupakan lahan pemerintah sehingga wajar pemerintah mendapatkan hasil dari pelayanan yang telah diberikannya. Ini baru dapat dikatakan pengawasan dapat berjalan efektif dan efisien, pemerintah terjun langsung dalam pemungutan bukan mengamankan lahan tersebut agar nantinya dapat bagian dari juru parkir atau pengelola parkir dengan porsi yang telah disepakati. 1.2.4 Menaikkan Tarif Jika melihat jauh lebih dalam di Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2012 tentang Retribusi Daerah Pada Bidang Perhubungan Komunikasi dan Informatika telah jelas bahwa kenaikan tarif retribusi dapat dilakukan dan ditinjau melalui kajian paling lama 3 tahun sekali. Alasan dasar indeks harga dan perkembangan perekonomian sudah menjadi faktor kuat bahwa penyesuain tarif retribusi parkir dapat dilakukan dengan menaikkannya melalui peninjauan kembali paling lama 3 tahun. Dalam berjalannya waktu apabila alasan ini kuat, bisa saja dilakukan. Bukan tanpa tujuan, kenaikan ini lebih kepada mengejar target penerimaan retribusi dan jangan sampai mengganggu kelancaran lalu lintas serta biaya penggantian fasilitas parkir yang harus ditambah atau diperbaharui serta dirawat dan itu membutuhkan biaya sedangkan harga material terkait fasilitas parkir on street tersebut dipengaruhi oleh keadaan ekonomi dan harga pasar yang terus naik dan didukung penerimaan yang belum sepenuhnya maksimal.
Apa yang menjadi dasar penetapan tarif juga telah diatur dalam Perda Nomor 6 Tahun 2012, bahwa penetapan tarif ini harus memperhatikan biaya penyediaan jasa retribusi parkir, dan efektifitas pengendalian atas pelayanan tanpa mengesampingkan keadilan dan kemampuan masyarakat. Kebijakan penentuan tarif sendiri bukan tanpa alasan dan tujuan. Dalam Peraturan Walikota Tangerang Selatan Nomor 3 tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Perparkiran dan Retribusi Parkir disebutkan bahwa penentuan struktur dan besarnya tarif retribusi parkir yang ada saat ini memiliki tujuan untuk mengganti biaya pelayanan. Biaya pelayanan itu termasuk ke dalam 3 hal, antara lain, pengadaan marka, pengadaan ramburambu dan reward bagi petugas parkir yang terbaik. Sudah menjadi tugas Pemerintah Daerah untuk memberikan layanan yang baik kepada masyarakat. Ini sangat mendasar pada ciri karateristik retribusi, yaitu adanya fasilitas yang disediakan oleh negara, dalam konteks ini adalah Pemerintah Daerah. Sehingga wajar dalam menyediakan fasilitas yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah menggunakan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu tarif yang sedemikian rupa sebagimana yang tercantum dalam perda dan perwal dapat disesuaikan dalam arti bukan dirubah tetapi lebih disesuaikan dengan kajian yang ada. Merupakan hal wajar apabila lahan parkir on street berada diantara tempat-tempat yang cukup strategis, seperti perkantoran dan rumah makan atau pusat perekonomian lainnya. Semakin strategis tempat itu maka semakin mahal harga tanah yang berada disekitarnya. Tidak terkecuali lahan yang digunakan untuk parkir on street. Walaupun adanya ada di bahu jalan tetapi harga tersebut sudah termasuk mahal. 1.2.5 Profit sharing Adanya efisiensi dan kesepakatan tersebut memang terasa menguntungkan bagi kedua belah pihak. Tetapi jika kita berbicara mengenai kewenangan Pemerintah Daerah, ini merupakan hal yang tidak diperkenankan sebagaimana yang tercantum dalam UndangUndang No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam mengelola wilayahnya menjadi pertanyaan besar mengingat apa yang menjadi kewenangan pemerintah adalah besar dan kuat dalam melakukan pemungutannya. Dalam profit sharing ini dikatakan secara tidak langsung ada sikap menuruti pihak lain padahal Pemerintah Daerah lah yang berhak melakukannya. Berdasarkan
undang-undang
bahwa
hakekatnya
pemungutan
adalah
proses
menghimpun data mengenai objek dan subjek retribusi, menentukan besaran yang terutang sampai ke penagihan serta pengawasannya. Oleh karena itu hak dari pemungutan adalah dilakukan oleh Pemerintah Daerah bukan oleh pihak lainnya. Berdasarkan bab v mengenai pungutan disebutkan bahwa pemungutan pajak tidak boleh diborongkan. Ditelusuri lebih
lanjut bahwa pajak dan retribusi merupakan jenis pungutan yang memaksa dan diatur dalam undang-undang. Perbedaan pemungutannya adalah mengenai medianya, jika retribusi lebih mengutamakan media karcis sebagai pemungutannya, artinya retribusi yang merupakan jenis pungutan memaksa dapat dipersamakan kedudukannya dalam hal pemungutan seharusnya pemungutan retribusi parkir tidak dilakukan dalam hal borongan dilain arti adalah tidak dilakukan secara profit sharing sebagaimana yang ada. Selain itu dikaitkan dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 32 tahun 2004 dalam pasal 21 mengenai hak dan kewajiban daerah, profit sharing juga tidak sejalan dengan aturan tersebut. Hal ini dikarenakan bahwa tercantum dalam huruf e bahwa daerah berhak memungut pajak daerah dan retribusi daerah, konteksnya dalam kasus ini adalah retribusi parkir yang menjadi bagian dari retribusi daerah, artinya lahan parkir yang jelas memiliki potensi retribusi parkir dimana berada di lahan milik pemerintah daerah haruslah dipungut melalui mekanisme langsung oleh Pemerintah Daerah melalui instansi pelaksananya Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tangerang Selatan. 1.2.6 Law Enforcement Penegakkan hukum akan dapat berjalan apabila ada regulasi didalamnya yang mengaturnya mengenai parkir on street ini. Penegakkan hukum ini dapat berupa sanksi administratif dan sanksi lainnya terkait pelanggaran yang dilakukannya. Hakekatnya diperlukan adanya regulasi yang mengatur mengenai hal ini, tidak terkecuali parkir on street. Aspek penegakkan hukum ini menjadi bagian terpenting dalam pelengkap sistem administrasinya. Dalam hal wajib retribusi dan tidak melaksanakan pemenuhan kewajiban yang terutang kepadanya maka akan diberlakukan sanksi, melalui sanksi administrasi sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Walikota Nomor 3 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Perpakiran dan Retribusi Parkir sebesar 5% dari jumlah yang terutang atau kurang dibayar. Melalui penegakan hukum yang dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tangerang Selatan untuk meningkatkan kualitas kepatuhan ini ternyata menemui kendala dalam persepsi perauran yang ada. Menurut Peraturan Walikota Nomor 3 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Perpakiran dan Retribusi Parkir sanksi administrasi yang dikenakan adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah yang terutang yang tidak atau kurang dibayar sedangkan dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 disebutkan bahwa pengenaan sanksi administratif adalah sebsar 2% (dua persen) dari jumlah yang terutang yang tidak atau kurang dibayar. Berdasarkan hal tersebut, hal ini akan berdampak pada kurangnya optimalisasi peningkatan penerimaan retribusi parkir. Kejelasan aturan yang tertuang
didalamnya tidak sejalan dimana harus ada prinsip jelas, mudah dan tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda baik bagi aparat maupun wajib retribusi. Berdasarkan sanksi administrasif yang ada berupa prosentase dari jumlah yang terutang yang tidak atau kurang dibayar, dan kurangnya sanksi dalam bentuk lain seperti pidana dan sebagainya dalam peraturan yang ada sesungguhnya ini belum dapat memberikan efek jera dan terlebih menggambarkan bahwa Pemerintah Daerah lebih mengutamakan penerimaan daerahnya terlebih dahulu dalam konteks penerimaan retribusi parkir dibandingkan terhadap penegakan hukum yang seharusnya mutlak dilakukan. 1.3 Upaya Pengendalian Parkir On street di Kota Tangerang Selatan 1.3.1 Sosialisasi Mengenai Pengendalian Parkir On street Sosialisasi dalam pengendalian parkir juga dapat dilakukan oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tangerang Selatan bersamaan dengan sosialisai yang berguna mengoptimalkan penerimaan retribusi parkir. Secara tidak langsung dibutuhkan sosialisasi mengenai pengendalian parkir on street. Karena parkir on street adalah parkir yang menggunakan badan jalan sehingga apabila tidak dikendalikan dapat mengurangi badan jalan ke prosentase yang lebih besar dan menimbulkan kemacetan. Mengacu pada peraturan yang lebih tinggi dari peraturan daerah yang ada maka ada Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam pasal 43 dicantumkan bahwa fasilitas parkir untuk umum hanya dapat diselenggarakan di badan milik jalan sesuai dengan izin yang diberikan. Lokasi penetapan parkir on street ini setidaknya harus memperhatikan empat aspek antara lain rencana tata ruang wilayah (RTRW), keselamatan dan kelancaran lalu lintas, kelestarian lingkungan, kemudahan bagi pengguna lahan parkir sebagiman yang tercantum dalam Peraturan Walikota nomor 3 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Perpakiran dan Retribusi Parkir. Upaya pengendalian juga harus mengupayakan pada sosialisasi yang menrangkan dampak kemacetan itu sendiri. Pada dasarnya adanya parkir on street tidak akan jauh dari tempat strategis dan aktivitas perekonomian. 1.3.2 Kebijakan Berkaitan Dengan Tarif Berdasarkan penetapan tarif akan muncul dua upaya untuk mengendalikan parkir on street melalui instrumennya yaitu tarif. Sebagaimana kita ketahui tarif merupakan alat yang paling mudah untuk mengurangi konsumsi masyarakat terhadap yang dikonsumsinya dalam konteks ini dalah waktu dan satuan ruang parkir. Kebijakan pertama dengan instumen tarif yaitu dengan melakukan peningkatan tarif. Artinya titik parkir on street yang tersebar di wilayah Kota Tangerang Selatan harus mempunyai tarif parkir on street yang lebih tinggi dibandingkan tarif parkir off street yang
ada. Berdasarkan kebijakan yang adan bahwa tarif parkir on street sekarang umumnya memang berada jauh dibawah tarif parkir off street. Hal inilah yang juga memicu peluang dimana selalu ada permintaan dari masyarakat karena tarif parkir yang murah tersebut. Padahal seharusnya retribusi disamping harus mengacu pada prinsip keuntungan juga harus mengacu pada kemampuan masyarakat untuk membayar. Dari sini kita dapat memanfaatkan kemampuan membayar tersebut dengan peningkatan tarif yang berujung pada konsumsi. Kebijakan tarif retribusi parkir sebenarnya dapat dirubah tetapi hal ini harus disertai dengan fasilitas yang ada selaku Pemerintah Daerah sebagai pengelola dan pemilik lahan parkir yang memberikan kontraprestasi langsung pada penggunanya. Peraturan Pemerintah nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah dimana penjelasan Pasal 6c bahwa parkir on street yang berada di ruang badan jalan khususnya yang rawan dengan kemacetan dapat ditetapkan lebih tinggi daripada tempat lainnya dengan tujuan untuk mengendalikan tingkat penggunaan jasa parkir tersebut agar tidak timbul kemacetan. Kebijakan kedua melalui tarif adalah dengan memberlakukan tarif khusus parkir on street di tempat-tempat rawan kemacetan berdasarkan pertimbangan kepadatan lalu lintas di area lahan parkir on street. Kebijakan disini dapat disebut dengan penetapan zona parkir dimana pengguna lahan parkir on street yang menggunakan jasa retribusi parkir di daerah tersebut dikenakan tarif yang lebih tinggi dibandingkan parkri on street di daerah yang tidak masuk dalam kategori wilayah rawan kemacetan. Penetapan zona parkir berikutnya adalah dengan menggunakan batas waktu tertentu dimana masyarakat tidak boleh memarkirkan kendaraan bermotornya pada lahan parkir on street sepanjang jalan yang tidak diperkenankan tersebut. Berdasarkan upaya untuk mendapatkan tarif yang optimal dimana dibutuhkan suatu upaya yang lebih mendalam mengenai kajian dampak dari elastitisitas tarif parkir tersebut (Abubakar,110:2011). Penelitian yang diungkapkan oleh Litman bahwa setiap dilakukan kenaikan tarif parkir sebesar 10 persen maka akan mempunyai dampak berupa penurunan konsumsi parkir yang ditunjukkan dalam prosentase sekitar 0,7%-0,8%, disisi lainnya karena parkir merupakan sub sistem dari transportasi makan akan berdampak juga pada meningkatnya penggunaan angkutan umum sebesar 3,71% dan penggunaan sepeda sebesar 0,9% (Litman :2010). Kebijakan retribusi parkir tidak akan berjalan dalam konteks pengendaliannya sesuai tujuan apabila tidak ada kebijakan transpotasi lainnya yang mendukung. Terbukti dari penelitian Litman bahwa adanya pergeseran dari penggunaan kendaraan pribadi kepada kendaraan umum atau transportasi masal yang diakibatkan oleh adanya peningkatan tarif parkir.
1.3.3 Menyiapkan Parkir off street Oleh Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah melakukan pergeseran untuk memindahkan masyarakat yang umumnya menggunakan lahan parkir on street untuk pindah ke lahan parkir off street dan adanya peningkatan penerimaan dari segi pajak parkir pula. Dengan adanya upaya pengendalian ini maka badan jalan yang selama ini digunakan untuk memarkirkan kendaraan bermotor di lokasi tertentu dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam pengadaan lahan untuk parkir off street ini, selain mengupayakan pembangunan gedung-gedung yang dapat digunakan untuk parkir juga dapat digunakan solusi lain dengan memanfaatkan area disekitaran parkir on street dengan konsep yang secara teknis diadopsi oleh negara luar negeri. Upaya dalam jangka panjang terhadap penyediaan lahan parkir off street ini dapat dimulai dengan membebaskan lahan yang akan dijadikan lahan parkir off street. Hal ini bertujuan untuk menekan biaya seminimal mungkin karena harga beli tanah yang selalu naik setiap tahunnya, terlebih permintaan akan lahan yang digunakan untuk pemukiman sangatlah tinggi. Untuk itu sosialisasi dan penertiban parkir on street juga tidak dapat berjalan sendiri disamping mencari solusinya melalui pembenahan transportasi yang lebih ideal lagi dan menyiapkan parkir off street khususnya di tempat rawan kemacetan atau peminat akan parkir on street tinggi sehingga menimbulkan ketidaktertiban dan memberikan dampak kemacetan. 1.3.4 Law Enforcement Pengendalian Parkir On street Penegakkan hukum dalam parkir on street merupakan upaya hukum terakhir tekait sebagai pelengkap sistem admnistrasi yang baik. Upaya pengendalian dalam penegakan hukum harus berupa wujud nyata dimana dibutuhkan regulasi yang menggambarkan bahwa daerah mana saja yang boleh dilakukan aktivitas perparkiran on street dan daerah mana saja yang dilarang. Regulasi penentuan ini belum tercantum jelas di perarturan daerah yang ada dan tidak hanya dibutuhkan dengan rambu saja sebagai pendukung sarana dan prasarananya. Hakekatnya parkir terutama parkir on street ini menggunakan fasilitas badan jalan sebagai lahannya, jadi secara langsung terhubung dengan sistem transportasi. Didalam sistem transportasi ini ada 3 hal yang disebut 3E yang mendukung bagaimana sistem trasnportasi dapat berjalan dengan tujuan yang ingin dicapai, antara lain enggineering, education dan enforcement. Pelarangan parkir on street sebagaimana dalam upaya pengendaliannya yang dapat menimbulkan kemacetan, harus benar-benar konsisten. Ini dapat dibuktikkan dengan menerapkan sanksi yang ada diregulasi. Hasilnya berupa punishment yang akan diterima bagi yang melanggar sipaun itu baik dari juru parkir liar maupun masyarakat yang menggunakan
lahan parkir on street tersebut. Akhirnya tercipta suatu bentuk kepatuhan yang membiasakan untuk lebih tertib dan mematuhi aturan yang berlaku terkait upaya pengendalian ini. 2. Kendala Kendala-Kendala Dalam Upaya Mengendalikan Parkir On street 2.1 Kendala Eksternal 2.1.1 Kepatuhan dan Paradigma Masyarakat yang Menganggap Lahan Parkir Adalah Milik Umum Kepatuhan ini merupakan kendala ekstenal dimana upaya pengendalian akan menemui kendalanya. Tinggi rendahnya kepatuhan ini disebabkan oleh pandangan masyarakat yang selama ini hidup dari aktivitas parkir on street yang seharusnya hasil pemungutan disetorkan ke daerah tetapi kejadiannya malah terbalik. Masih ada anggapan bahwa terdapat paradigma masyarakat yang menganggap lahan parkir yang selama ini mereka gunakan adalah milik umum dan mereka dapat mengelolanya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Berkaitan kendala mengenai paradigma ini dibutuhkan suatu upaya sosialisasi yang tidak hanya menjaring lahan parkir liar menjadi lahan parkir resmi tetapi dibutuhkan sosialisasi dimana pemahaman secara mendalam yang diadakan secara periodik dan perlunya penindakan khusus untuk pengambil alihan lahan tersebut karena sejatinya lahan parkir yang dipungut retribusi parkir adalah lahan milik pemerintah daerah. Sosisalisasi dengan tujuan pemberian pemahaman yang baik, maka diharapkan adanya suatu kepatuhan sukarela. Sehingga sudah menjadi tugas Pemerintah Daerah untuk mengambil lahan tersebut secara bertahap dan memfasilitasinya menjadi parkir resmi dimana pengawasan akan mudah dilakukan yang pada akhirnya akan mengendalikan jumlah parkir liar yang berada di Kota Tangerang Selatan terlebih aktivitas perparkiran tersebut menimbulkan kemacetan dan kelancaran lalu lintas. Disisi lain upaya ini dapat meningkatkan penerimaan retribusi parkir karena lahan parkir tersebut dikelola langsung oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika sehingga retribusi parkir langsung masuk ke kas daerah yang alurnya dapat diawasi dan dikendalikan kebenaran jumlah setoran melalui media karcis. 2.1.2. Banyaknya Oknum Premanisme dan Organisasi Masyarakat Banyaknya organisasi masyarakat di Kota Tangerang Selatan juga ikut mempengaruhi keberhasilan yang ada dalam upaya pengendalian parkir on street. Hal ini dapat berupa penolakan-penolakan karena organisasi mayarakat pada umumnya merasa memiliki lahan dan menggantungkan nasib pemasukan kas organisasinya salah satunya dari penerimaan hasil pemungutan parkir ini. Penolakan yang dilakukan dapat berupa penjagaan yang dilakukan oleh preman tersebut yang mengarah kepada aksi kriminal dan anarkis.
Pendekatan persuasive merupakan langkah awal dimana dibutukan upaya sosialisasi untuk memberikan pemahaman kepada oknum yang berada dilapangan. Dalam jangka panjang dapat dilakukan perekrutan oknum tersebut menjadi juru parkir resmi. Tentunya hal ini menjadikan upaya pengendalian menjadi lebih efisien dan efektif karena pengawasan dapat langsung dijalankan dengan sistem yang baik dan meningkatkan penerimaan retribusi yang tadinya masuk ke kantong pribadi menjadi masuk ke kas daerah. 2.2 Kendala Internal 2.2.1 Permasalahan Sumber Daya Manusia Kualitas sumber daya manusia dalam melakukan sosialisasi ini merupakan kunci awal penertiban dan pengendalian dapat dilakukan dengan baik. Kurangnya pemahaman akan undang-undang dan peraturan daerah yang menyangkut kewajiban dan wewenang serta tugas daerah dan retribusi daerah juga dirasa sangat penting karena dapat menentukan isi dari sosialisasi sehingga maksud dan penerapan peraturan daerah dapat disosialisasikan dengan baik kepada juru parkir atau pengelola parkir. Terlebih adanya Peraturan Walikota terbaru Nomor 3 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Perpakiran dan Retribusi Parkir yang harus disosialisasikan. Upaya pelatihan dan pemahaman ini perlu untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada sebagai aparat Pemerintah Daerah yang dapat berkompeten dalam melaksanakan tanggung jawabnya. 2.2.2 Belum Adanya Sistem Administrasi yang Modern Seiring berkembangnya zaman, maka diperlukan sistem administrasi yang modern dengan penerapan online system. Modernisasi membutuhkan sistem teknologi informasi sebagai alat yang mendukung terciptanya modernisasi selain pembuatan sistem yang lebih ringkas, jelas. Pemanfaatan administrasi yang modern dapat menerapkan online system. Online system ini dapat memperkecil resiko jumlah kebocoran pungutan yang seharusnya menjadi hak Pemerintah Daerah. Menerapkan Online system dapat dilakukan dengan menerapkan adanya real payment system. Real payment system dapat diterapkan pada saat penyetoran oleh juru parkir atau pengelola parkir sehingga pada saat itu juga atau secara real time Pemerintah Daerah dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika dapat mengetahui pada saat itu juga. Tentu saja pengadministrasian model seperti ini dapat mempermudah pengawasan dan pembayarannnya dapat dilakukan secara online kepada bank yang sudah ditunjuk Pemerintah Daerah. Datanya pun lebih jelas termasuk identitas juru parkir atau pengelola parkir sebagai penyetor retribusi tersebut.
2.2.3 Permasalahan Dana dalam Hal Merekrut dan Memberi Imbalan Kepada Juru Parkir Kendala untuk penggajian juru parkir pada kesediaan dana, sedangkan retribusi parkir yang disetor berdasarkan pertimbangan dari Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika tidaklah cukup. Disamping tidak membuat dampak yang signifikan terhadap penerimaan, justru lebih mengarah ke kerugian dimana Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tangerang Selatan harus menggaji mereka sedangkan hasil yang tidak terima seimbang atau tidak cukup. Pada akhirnya kendala ini sangatlah berpengaruh terhadap upaya pengendalian langsung yang sampai saat ini masih sulit dilakukan. Belum adanya mekanisme perekrutan dan pelatihan harus memenuhi kriteria yang ideal pula dimana juru parkir yang berkompeten dan lulus ujian perekrutanlah yang dapat dijadikan ke dalam bagian juru parkir yang resmi. Hal ini tentu saja mempengaruhi kinerja juru parkir tersebut dalam menarik retribusi parkir dan menyetorkannya ke kas daerah. Menjadi juru parkir sebenarnya tidak memerlukan keahlian khusus, siapapun dapat menjadi juru parkir. Hal inilah yang dapat membuat proses perekrutan juru parkir menjadi lemah. Untuk itu diperlukan perekrutan yang baik dan pemberian program pelatihan, pengetahuan dan ketrampilan bagaimana melayani pengguna lahan parkir tersebut dengan baik dan benar karena merekalah yang langsung berhadapan dengan pengguna lahan parkir tersebut. KESIMPULAN 1. Kebijakan dalam rangka optimalisasi penerimaan retribusi parkir di Kota Tangerang Selatan dapat dilakukan dengan beberapa cara yang terbagi dalam dua proses kategori yaitu ekstensifikasi dan intensifikasi. 1.1 Upaya untuk mengendalikan parkir on street yang ada di Kota Tangerang Selatan diantaranya adalah sosialisasi kepada juru parkir atau pengelola parkir dan masyarakat umum, kebijakan tarif meliputi menaikkan tarif serta penetapan zona parkir yang mempunyai tarif lebih tinggi dibandingkan lokasi parkir on street umumnya, menyediakan lahan parkir off street dan penegakan hukum (law enforcement). 2. Kendala Eksternal yang ada dalam upaya pengendalian parkir on street adalah kepatuhan dan paradigma masyarakat yang menganggap lahan parkir adalah milik umum dan terdapat banyaknya oknum premanisme dan oknum organisasi mayarakat. Kendala Internal yang dihadapi oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tangerang Selatan diantaranya adalah permasalahan sumber daya manusia,
belum adanya sistem administrasi yang modern, permasalahan dana dalam hal merekrut dan memberi imbalan kepada juru parkir. Saran 1. Saran terkait dengan kebijakan retribusi parkir dalam rangka peningkatan penerimaan dan pengendalian parkir on street adalah a) Untuk kebijakan profit sharing perlu dikaji kembali dengan pemungut retribusi parkir di lapangan dengan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Tangerang Selatam mengingat ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bahwa pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah tidak boleh diborongkan kepada pihak ketiga dan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengenai kewajiban dan hak daerah. Oleh karena itu disarankan terhadap parkir-parkir liar tersebut ditertibkan dan dikelola langsung oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Tangerang Selatan. b) Perlunya pembenahan mengenai sistem administrasi meliputi identification, assesment dan collection serta media desain retribusi parkir untuk mendukung terciptanya administrasi yang modern. c) Diperlukan penegakan hukum yang tegas dan berkelanjutan yang dapat diupayakan kerja samanya dalam menindak pelanggaran yang terjadi sehingga menimbulkan efek jera dan kepatuhan wajib retribusi. d) Diperlukan sistem pengawasan langsung melalui pengambil alihan lahan parkir tersebut dari juru parkir liar menjadi lahan parkir resmi sehingga mewujudkan upaya pengendalian dan optimalisasi penerimaan retribusi parkir. 2. Saran dalam hal kendala yang ada dalam upaya pengendalian parkir on street adalah a) Perlunya peningkatan sosialisasi yang menyeluruh melalui media elektronik dan media cetak seperti website dan spanduk yang dapat dilakukan secara intensif. b) Pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan terkait pemahaman peraturan terkait dengan implementasi di lapangan dalam rangka pengendalian dan optimalisasi penerimaan retribusi parkir. c) Pembenahan sistem administrasi yang modern dengan memanfaatkan online system melalui studi banding pada Kota DKI Jakarta yang sudah menerapkannya. d) Pentingnya koordinasi dengan berbagai pihak terkait dan pembenahan mekanisme perekrutan juru parkir serta pemberian pengetahuan dan pelatihan kepada juru parkir yang sudah direkrut.
KEPUSTAKAAN Abubakar, Iskandar. (2011). Parkir Pengantar Perencanaan dan Penyelenggaraan Fasilitas Parkir. Jakarta:Transindo Gastama Media. Moleong, Lexy J. (2010). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung:PT. RemajaRusdakarya Offset. McMaster, James. (1991). Urban Financial Management: A Training Manual. Washington: The International Bank For Reconstruction and Development The World Bank. Nurmantu, Safri. (2005). Pengantar Perpajakan, Jakarta: Granit. Pontoh, Nia Kurniasih, dan Iwan Kustiawan. (2009). Pengantar Perencanan Perkotaan. Bandung:Institut Teknologi Bandung. Soejamto. (1986). Beberapa Pengertian Di Bidang Pengawasan, Edisi Revisi, Jakarta: Ghalia Indonesia. Yani, Ahmad. (2004). Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Litman, Todd. (2010). Transportation Elasticities. How Prices and Other Factors Affect Travel Behavior, Victoria Tranport Policy Institute, Victoria. ----------------------. (2011). “Parking Management: Comprehensive Implementation Guide”. Victoria Transport Policy Institute. www.vtpi.org/park_man_comp.pdf. Siddik. Machfud. (2002). Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam rangka Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah. Disampaikan dalam Acara Orasi Ilmiah dengan Thema “Strategi Meningkatkan Kemampuan Keuangan daerah Melalui Penggalian Potensi Daerah Dalam Rangka Otonomi Daerah” Acara Wisuda XXI STIA LAN Bandung Tahun Akademik 2001/2002 - di Bandung, 10 April 2002. (http://egovrank.gunadarma.ac.id/keuangan/article/324/379/index.htm.pdf) Lutfi, Achmad. (2006). Penyempurnaan Administrasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah : Suatu Upaya Dalam Optimalisasi Penerimaan PAD, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi : Bisnis dan Birokrasi, Volume XIV, Nomor 1, Januari 2006, Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. (http://staff.ui.ac.id/internal/0100900026/publikasi/PenyempurnaanAdministrasiPaj akDaerahdanRetribusiDaerah_SuatuupayadalamoptimalisasipenerimaanPAD.pdf) BPS Banten (www.banten.bps.go.id/trans2.htm) Kompas-megapolitan: Parkir Perlu Ditertibkan. (10 November 2012) (http://megapolitan.kompas.com/read/2012/11/10/07091627/Parkir.Perlu.Ditertibka n)