e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TSTS UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT RENDAH IPA KELAS V Ni Kd. Wangi1, I Nym. Murda2, Pt. Nanci Riastini3 123
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan dan kemampuan berpikir tingkat rendah pada pembelajaran IPA siswa kelas V SDN 1 Keliki. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Tiap Siklus terdiri dari rencana tindakan, pelaksanaan tindakan observasi/evaluasi, dan refleksi. Pengumpulan data menggunakan lembar observasi dan tes. Data dianalisis untuk menentukan mean dan persentase mean. Hasil analisis data menunjukkan adanya peningkatan keaktifan dan kemampuan berpikir tingkat rendah dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I pertemuan I, keaktifan siswa sebesar 57,50% dan pada pertemuan II sebesar 68,16% pada katagori sedang. Kemudian pada siklus II pertemuan I, keaktifan siswa sebesar 73,41% dan pertemuan II sebesar 84,83% pada katagori baik. Berikutnya, hasil analisis data kemampuan berpikir tingkat rendah siswa pada siklus I sebesar 66,30% pada katagori sedang dan pada siklus II mencapai 85,00% pada katagori baik. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa keaktifan dan kemampuan berpikir tingkat rendah siswa kelas V SDN 1 Keliki, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar tahun pelajaran 2015/2016 meningkat melalui penerapan model pembelajaran two stay two stray. Kata Kunci: Two Stay Two Stray, Keaktifan, Kemampuan Berpikir Tingkat Rendah. ABSTRACT The aims of the study were to enhance the liveliness and lower order thinking skills in the learning sciences of students grade V SDN 1 Keliki. This study is classroom action research that implemented in two cycles. Each cycle consist of action plan, implementation of observation/evaluation, and reflection. The data collection was used observation and test sheets.The data were analyzed to determine the mean and the percentage of mean. The analysis results of the data indicates enhancement of liveliness and lower order thinking skills from the first (I) to second (II) cycles. In the first cycle, the liveliness of the students was 57.50% in the first meeting (I) and 68.16% in the second meeting (II) on medium category. From the second cycle, the liveliness of the students was 73.41% in the first meeting and 84.83% in the second meeting on high category. The analysis results of the lower order thinking skills data of students in the first cycle was 66.30% on medium category and in the second cycle was 85.00% on high category. Based on the study results, it can be concluded that the liveliness and the
1
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 lower order thinking skills of the students grade V SDN 1 Keliki, Tegallalang District, Gianyar Regency on the lesson year of 2015/2016 were increased through the implementation of two stay two stray learning model. Keywords: two stay two stray, liveliness, lower order thinking skill.
PENDAHULUAN Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar. IPA merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Menurut Sudana (2010), IPA merupakan salah satu ilmu dasar yang sudah berkembang cukup pesat baik materi maupun kegunaannya. Untuk itu, konsep dasar IPA harus dikuasai anak-anak di sekolah dasar sehingga anak terampil dan dapat menerapkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kehidupan mereka. Menurut Susanto (2013:167) “Pendidikan IPA di sekolah dasar merupakan program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, rasa ingin tahu, sikap positif, mengembangkan keterampilan, dan meningkatkan kesadaran siswa terhadap lingkungan”. Berdasarkan hal tersebut, pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum dapat dikatakan bahwa pembelajaran IPA bertujuan membantu agar siswa memahami konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Untuk itu, pembelajaran IPA di SD harus lebih menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Namun, kenyataan yang terjadi di sekolah dasar menurut Sudana (2010) adalah kecendrungan pembelajaran IPA berlangsung dengan transfer ilmu yang diuraikan dalam buku teks dari guru kepada siswa.
Padahal, materi yang tersurat dalam buku teks hanya berorientasi pada satu dimensi IPA saja. Dimensi tersebut adalah yang berkaitan dengan dimensi produk. Kenyataan serupa juga terjadi di SDN 1 Keliki, Tegallalang, Gianyar. Berdasarkan observasi pada tanggal 14 November 2015, tampak bahwa pembelajaran IPA masih didominasi metode ceramah. Siswa hanya menerima apa yang dijelaskan oleh guru. Guru pun hanya menjelaskan tanpa memperhatikan keadaan siswa dalam proses pembelajaran. Selain metode ceramah, guru juga menggunakan metode tanya jawab dalam proses pembelajaran. Tetapi dalam proses tanya jawab tersebut, siswa tidak sepenuhnya mengikuti secara aktif. Hal ini dapat dilihat dari cara belajar siswa di kelas yang dimana hanya 4 orang dari 11 orang siswa yang terlihat aktif untuk mengemukakan jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan guru. 7 siswa lainnya tampak mengantuk dan bermain-main dengan teman sebangkunya, dan siswa terlihat tidak bersemangat untuk mengemukakan pendapatnya dalam proses pembelajaran. Bila dipersentasekan, siswa yang aktif dalam proses pembelajaran sebesar 37% dan yang tidak aktif sebesar 63%. Hal ini berarti bahwa persentase keaktifan siswa masih tergolong sangat rendah. Akibat pembelajaran yang demikian dan keaktifan siswa yang rendah menyebabkan hasil belajar siswa belum optimal, terutama pada kemampuan berpikir tingkat rendah. Melalui studi dokumen diperoleh data bahwa rata-rata nilai ulangan harian siswa adalah sebesar 5,63. Jika dipersentasekan, maka rata-rata tersebut adalah 56,30%, berada pada
2
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 kategori “rendah”. Jadi, kemampuan berpikir tingkat rendah pada pembelajaran IPA masih tergolong rendah. Berdasarkan hasil wawancara dan refleksi wali kelas V, diketahui kelemahan-kelemahan pembelajaran IPA di kelas tersebut. Pertama, pembelajaran di kelas masih tergolong monoton. Pembelajaran tersebut masih terfokus pada metode ceramah yang digunakan setiap kali pertemuan. Menurut guru, metode ceramah lebih mudah diterapkan di kelas. Guru juga kurang memanfaatkan model pembelajaran yang bervariasi agar mampu meningkatkan keaktifan dan semangat siswa dalam proses pembelajaran. Kurangnya memanfaatkan model pembelajaran ini disebabkan karena guru tidak terlalu mengetahui model-model pembelajaran yang bagaimana cocok diterapkan dalam proses pembelajaran. Kedua, guru hanya mentransfer materi yang tersurat pada buku, sehingga siswa hanya menerima dan tidak dapat aktif untuk menemukan dengan sendirinya. Akibatnya, siswa cenderung mengantuk dan bermain-main saat jam pelajaran berlangsung. Melihat berbagai fenomena yang diuraikan di atas, perbaikan yang dapat dilakukan adalah menerapkan model Two Stay Two Stray. Karena dengan menerapkan model pembelajaran ini, siswa mampu berinteraksi secara leluasa dengan teman dalam diskusi kelompok, siswa juga akan melakukan pertukaran antara anggota kelompok. Kegiatan tersebut dapat membantu siswa dalam bertukar informasi dari kelompok satu ke kelompok lain. Oleh karena itu, model pembelajaran ini sangat berorientasi pada keaktifan belajar. Menurut Lie (2008:61) “model ini memberi kesempatan yang lebih banyak pada siswa untuk bertanya, menjawab, saling membantu, dan berinteraksi dengan teman”. Komunikasi pada lingkup yang lebih kecil menyebabkan siswa lebih leluasa untuk berdiskusi
mengemukakan pendapat dan menanyakan hal yang kurang dimengertinya. Selain itu, pembelajaran IPA yang demikian sangat diperlukan agar dapat meningkatkan partisipasi dan aktivitas dalam kelompok. Meningkatnya partisipasi dan aktivitas siswa menyebabkan peningkatan hasil belajar mereka, terutama pada kemampuan berpikir tingkat rendah. Berdasarkan uraian di atas, untuk meningkatkan keaktifan dan kemampuan berpikir tingkat rendah siswa pada pembelajaran IPA maka diperlukan suatu model pembelajaran yang inovatif. Untuk itu, diterapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray untuk meningkatkan keaktifan dan kemampuan berpikir tingkat rendah siswa. Dengan demikian, judul penelitian ini adalah Penerapan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray untuk Meningkatkan Keaktifan dan Kemampuan Berpikir Tingkat Rendah pada Pembelajaran IPA Siswa Kelas V SDN 1 Keliki, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar Tahun Pelajaran 2015/2016. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang ingin dijawab melalui penelitian tindakan kelas ini adalah (1) apakah penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas V SDN 1 Keliki, Tegallalang, Gianyar? (2) apakah penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat rendah siswa kelas V di SDN 1 Keliki, Tegallalang, Gianyar? Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin di capai adalah (1) untuk mengetahui peningkatan keaktifan belajar IPA siswa kelas V SDN 1 Keliki Kecamatan Tegallalang kabupaten Gianyar tahun pelajaran 2015/2016 dengan penerapan model pembelajaran Two Stay Two stray, (2) untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir tingkat rendah IPA 3
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 siswa kelas V SDN 1 Keliki Kecamatan Tegallalang kabupaten Gianyar tahun pelajaran 2015/2016 dengan penerapan model pembelajaran Two Stay Two stray. Manfaat Penelitian ini (1) manfaat teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan tambahan untuk memberikan eksplanasi yang rinci tentang keunggulan model pembelajaran, (2) Manfaat Praktis, secara praktis, hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak berikut: (a) bagi siswa, (b) bagi guru, (c) bagi para peneliti, (d) bagi sekolah.
(1) Perencanaan Tindakan (4) Refleksi
SiklusI
(3) Observasi/Evaluasi
(2) Pelaksanaan
Tindakan
Perencanaan Berikutnya (1) Perencanaan Tindakan (4) Refleksi
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK). PTK merupakan penelitian yang dilakukan untuk memecahkan masalah yang ada dalam pembelajaran di kelas V SDN 1 Keliki, Tegallalang, Gianyar. Dalam hal ini, PTK yang digunakan adalah PTK kolaborasi. PTK ini dilakukan dengan cara kerjasama antara praktisi (guru) dan peneliti dalam pelaksanaan penelitian. Guru bertindak sebagai pelaksana tindakan dan peneliti dikatakan sebagai pihak pengamat. Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus. Tiap siklus terdiri atas empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Uraian tahapan masing-masing siklus adalah sebagai berikut. Model penelitian tindakan kelas ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Siklus II
(2) Pelaksanaan
Tindakan
(3) Observasi/Evaluasi Gambar 1 PTK (Sumber: Arikunto, dkk 2007:16) Dalam penelitian ini, digunakan metode observasi dan tes untuk pengumpulan data. Untuk mengumpulkan data keaktifan digunakan metode observasi. Selanjutnya, untuk mengumpulkan data kemampuan berpikir tingkat rendah digunaan metode tes objektif yang berjumlah 10 butir. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data keaktifan adalah lembar observasi. Instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data kemampuan berpikir tingkat rendah adalah tes hasil belajar. Setelah data keaktifan dan kemampuan berpikir tingkat rendah siswa terkumpul, data dianalisis menggunakan teknik analisis statitistik deskriptif kuantitatif. Analisis dilakukan dengan menghitung mean dan persentase mean, yang dipaparkan di bawah ini.
4
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 a. Menghitung mean
M
M%
X
(dalam Agung, 2005:96) Keterangan: M% = Rata-rata persen M = Rata-rata skor SMI = Skor maksimal ideal
N
(dalam Agung, 2005:95) Keterangan: M = Mean (rata-rata skor) = jumlah skor keaktifan X N
M 100% SMI
= Banyaknya siswa
Hasil analisis rata-rata persentase yang diperoleh selanjutnya dikonversikan terhadap Patokan Acuan Penilaian (PAP) skala lima dengan berpedoman pada kriteria seperti tabel di bawah ini.
b. Menghitung persentase mean Selanjutnya hasil rata-rata (M) tersebut dianalisis untuk menghitung rata-rata persentase (M%), dengan rumus sebagai berikut.
Tabel 1. Kriteria PAP Skala Lima tentang Keaktifan Belajar dan Kemampuan Berpikir Tingkat Rendah Siswa Persetase (%) Katagori 90-100 Sangat Tinggi 80-89 Tinggi 65-79 Sedang 55-64 Rendah 0-54 Sangat Rendah Sumber: Agung (2014:145) Berdasarkan analisis data di Apabila indikator keberhasilan pada atas, indikator keberhasilan keaktifan keaktifan dan kemampuan berpikir dan hasil belajar siswa dalam penelitian tingkat rendah siswa sudah tercapai tindakan kelas ini adalah sebagai maka penelitian dihentikan. berikut. (1) Persentase rata-rata HASIL keaktifan belajar siswa mencapai 84% pada katagori “tinggi” (2) Kemampuan Berikut disajikan hasil observasi berpikir tingkat rendah siswa mencapai keaktifan pada siklus I. 84% pada kategori “tinggi”. Tabel 2. Keaktifan Siswa pada Siklus I No. Kode Siswa 1 S01 2 S02 3 S03 4 S04 5 S05 6 S06 7 S07 8 S08 9 S09 10 S010 11 S011 Total
Skor Per. I 7 8 6 8 8 6 6 7 6 8 6 ∑76
5
Skor Per. II 9 8 7 10 10 9 6 9 7 8 7 ∑90
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
Data keaktifan siswa selanjutnya dianalisis dengan menghitung mean (M) dan persentase mean. Untuk mengetahui tingkat pencapaian keaktifan, persentase ratarata yang diperoleh dibandingkan terhadap kriteria penilaian acuan
patokan (PAP), yang dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut.
Tabel 3. Kriteria PAP Skala 5 Tingkat Keaktifan Siswa pada Siklus I Persetase (%) Katagori 90-100 Sangat Tinggi 80-89 Tinggi 65-79 Sedang 55-64 Rendah 0-54 Sangat Rendah Sumber: Agung (2014:145) Setelah membandingkan terhadap kriteria penilaian acuan patokan (PAP) skala 5, angka rata-rata persen keaktifan siswa pada siklus I pertemuan I, yaitu 57,50%, berada pada interval 55-64% dengan katagori “rendah”. Kemudian angka rata-rata persen keaktifan siswa pada siklus I pertemuan
II, yaitu 68,16%, berada pada interval 65-79% dengan katagori “sedang”. Selanjutnya disajikan data tentang kemampuan berpikir tingkat rendah siswa pada mata pelajaran IPA siklus I, disajikan sebagai berikut.
Tabel 4. Rekapitulasi Kemampuan Berpikir Tingkat Rendah IPA Siswa pada Siklus I No. Kode Siswa Nilai Tes Siklus 1 S01 6 2 S02 5 3 S03 6 4 S04 8 5 S05 8 6 S06 8 7 S07 5 8 S08 7 9 S09 7 10 S010 8 11 S011 5 Total ∑73 Data kemampuan berpikir siswa selanjutnya dianalisis dengan menghitung mean (M) dan persentase mean. Untuk mengetahui tingkat pencapaian kemampuan berpikir
tingkat rendah, persentase rata-rata yang diperoleh dibandingkan terhadap kriteria penilaian acuan patokan (PAP), yang dapat dilihat pada tabel 5 sebagai berikut.
6
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
Tabel 5. Kriteria PAP Skala Lima Kemampuan Berpikir Tingkat Rendah Siswa pada Siklus I Persetase (%) Katagori 90-100 Sangat Tinggi 80-89 Tinggi 65-79 Sedang 55-64 Rendah 0-54 Sangat Rendah Sumber: Agung (2014:145) yang bertamu dan menerima tamu, Setelah membandingkan terhadap sehingga pada saat pertukaran semua kriteria penilaian acuan patokan (PAP) anggota kelompok berdiri. skala 5, angka rata-rata persen Berdasarkan kekurangankemampuan berpikir siswa pada tes kekurangan tersebut maka dilakukan akhir siklus I, yaitu 66,30%, berada beberapa perbaikan untuk mengatasi pada interval 65-79% dengan katagori permasalahan pada siklus I. Beberapa “sedang”. tindakan perbaikan tersebut adalah Berdasarkan hasil pelaksanaan sebagai berikut. (1) Memberi tindakan dan observasi pada siklus I, penghargaan dan pujian kepada siswa maka hasil refleksi siklus I adalah yang mau bertanya, menjawab, dan sebagai sebagai berikut. (1) Empat mengemukakan ide, (2) Memberi giliran siswa masih terlihat kurang aktif, baik kepada setiap anggota kelompok untuk dalam bertanya dan mengemukakan mengerjakan soal, (3) Menggunakan pendapat kepada kelompok maupun media gambar yang berukuran kepada guru, (2) Enam siswa belum sebesar kertas manila dan diwarnai fokus dalam mengikuti pembelajaran (4 semenarik mungkin, sehingga siswa orang bermain-main dan 2 orang lebih fokus dalam proses pembelajaran, mengantuk), (3) Siswa yang memiliki (4) Menegaskan kembali kepada siswa kemampuan akademik lebih tinggi dengan cara menyuruh setiap dalam kelompoknya masing-masing kelompok menentukan 2 temannya masih mendominasi dalam diskusi untuk bertamu dan 2 teman lainnya kelompok, sehingga kurang bertugas menerima tamu sebelum menghargai pendapat temannya. Siswa pertukaran kelompok. yang memiliki kemampuan akademik Berdasarkan hasil pengamatan yang lebih rendah tidak dapat bagian terhadap keaktifan siswa dengan dalam mengerjakan tugas-tugas menggunakan metode observasi, maka kelompoknya, (4) Media yang dapat disajikan data tentang keaktifan digunakan masih terlalu kecil sehingga siswa dalam mata pelajaran IPA pada siswa tidak terlalu memperhatikan, (5) siklus II sebagai berikut. Penerapan model masih mengalami kendala pada saat pertukaran kelompok. Pada saat pertukaran kelompok, siswa masih bingung siapa Tabel 6. Keaktifan Siswa pada Siklus II No. Kode Skor Siswa Per. I 1 S01 9 2 S02 8 3 S03 9
Skor Per. II 11 10 9
7
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 No.
Kode Skor Siswa Per. I 4 S04 11 5 S05 10 6 S06 8 7 S07 8 8 S08 10 9 S09 8 10 S010 9 11 S011 7 Total ∑97 Data keaktifan siswa selanjutnya dianalisis dengan menghitung mean (M) dan persentase mean. Perhitungan rata-rata dan persentase rata-rata keaktifan siswa disajikan di bawah ini.
Skor Per. II 12 12 10 9 12 9 11 7 ∑112 Untuk mengetahui tingkat pencapaian keaktifan, persentase rata-rata yang diperoleh dibandingkan terhadap pedoman kriteria penilaian acuan patokan (PAP), yang dapat dilihat pada tabel 7 sebagai berikut.
Tabel 7. Kriteria PAP Skala 5 Tingkat Keaktifan Siswa pada Siklus II Persetase (%) Katagori 90-100 Sangat Tinggi 80-89 Tinggi 65-79 Sedang 55-64 Rendah 0-54 Sangat Rendah Sumber: Agung (2014:145) Setelah membandingkan terhadap criteria penilaian acuan patokan (PAP) siklus II, yaitu 84,83%, berada pada skala 5, angka rata-rata persen interval 80-89%, dengan katagori keaktifan siswa pada pertemuan I siklus “tinggi”. II, yaitu 73,41%, berada pada interval Selanjutnya disajikan data 65-79%, dengan katagori “sedang”. tentang kemampuan berpikir tingkat Kemudian, angka rata-rata persentase rendah siswa pada mata pelajaran IPA keaktifan siswa pada pertemuan II siklus II, disajikan sebagai berikut. Tabel 8. Rekapitulasi Nilai kemampuan berpikir tingkat rendah IPA Siswa pada Siklus II No. Kode Siswa Nilai Tes Siklus 1 S01 10 2 S02 9 3 S03 9 4 S04 10 5 S05 8 6 S06 9 7 S07 7 8 S08 8 9 S09 9 10 S010 8 11 S011 7 Total ∑94
8
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 Data kemampuan berpikir siswa selanjutnya dianalisis dengan menghitung mean (M) dan persentase mean. Untuk mengetahui tingkat pencapaian kemampuan berpikir
tingkat rendah siswa, persentase ratarata yang diperoleh dibandingkan terhadap pedoman kriteria penilaian acuan patokan (PAP), yang dapat dilihat pada tabel 9 sebagai berikut.
Tabel 9. Kriteria PAP Skala 5 Kemampuan Berpikir Tingkat Rendah Siswa pada Siklus II Persetase (%) Katagori 90-100 Sangat Tinggi 80-89 Tinggi 65-79 Sedang 55-64 Rendah 0-54 Sangat Rendah Sumber: Agung (2014:145) Setelah membandingkan terhadap pedoman criteria penilaian acuan patokan (PAP) skala 5, angka rata-rata persen kemampuan berpikir tingkat rendah siswa pada siklus II, yaitu 85%, berada pada interval 80-89%, dengan katagori “tinggi”. Secara umum, kegiatan pembelajaran pada siklus II sudah berjalan sangat baik. Dengan memberikan penghargaan, pujian, dan menggunakan media yang lebih besar dan menarik perhatian siswa, siswa mengalami banyak peningkatan. Peningkatan yang terjadi adalah pada keaktifan, kemampuan berpikir tingkat rendah siswa, sikap mau bertanya dan menjawab, mengemukakan ide, dan rasa ingin tahu dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, penerapan model pembelajaran two stay two stray dapat meningkatkan keaktifan dan kemampuan berpikir tingkat rendah siswa pada pelajaran IPA kelas V SDN 1 Keliki, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar tahun pelajaran 2015/2016.
Pertama, pelaksanaan proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran two stay two stray siswa disiapkan untuk belajar dan membentuk kelompok sesuai intruksi guru dan siswa menyimak serta memahami informasi yang disampaikan sehingga menyebabkan siswa antusias mengikuti pembelajaran. Model pembelajaran ini mengajak siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran melalui kegiatan diskusi kelompok dan saling berbagi informasi dalam belajar kelompok untuk mendiskusikan LKS yang dibagikan. Setelah kegiatan diskusi berakhir, setiap kelompok diminta menunjuk dua orang yang akan mewakili kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain. Dua anggota kelompok yang tinggal menjelaskan dan memberikan informasi mengenai hasil diskusi yang diperoleh kepada kelompok lain yang datang bertamu. Kegiatan tersebut dapat menumbuhkan interaksi yang aktif antara siswa dengan guru maupun dengan siswa itu sendiri. Dengan meningkatnya keaktifan siswa, maka siswa belajar secara bermakna sehingga meningkat pula kemampuan berpikir tingkat rendah siswa. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Dimyanti dan Mudjiono (2006:45) yang menyatakan bahwa “manfaat keaktifan dalam
PEMBAHASAN Berdasarkan data di atas, peningkatan keaktifan dan kemampuan berpikir tingkat rendah siswa disebabkan oleh beberapa fase.
9
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 proses pembelajaran menjadikan siswa terlibat langsung dan memiliki pengalaman dalam belajar hingga memperoleh hasil yang lebih memuaskan”. Fase kedua adalah guru memberikan kesempatan siswa untuk menyampaikan pendapat, berdiskusi, dan mencari tahu kebenaran dari tugas yang dibuat dengan cara bertanya maupun mengemukakan ide yang mereka miliki. Dengan kegiatan yang demikian membuat belajar menjadi bermakna bagi siswa karena terjadi proses mental pada diri mereka. Hal ini menimbulkan rasa percaya diri pada siswa sehingga kemampuan berpikir tingkat rendah siswa menjadi meningkat. Penjelasan tersebut sejalan dengan pendapat Slameto (2013) yang menyatakan bahwa dalam interaksi belajar mengajar, guru harus banyak memberikan kebebasan kepada siswa untuk menyelidiki sendiri, mengamati sendiri, belajar sendiri, dan mencari pemecahan masalah sendiri. Proses pembelajaran yang seperti itu dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada diri siswa dan dampaknya pada hasil akhir siswa menjadi lebih baik. Fase ketiga adalah pemberian penghargaan (reward). Ketertarikan siswa untuk belajar juga tergantung pada langkah guru memberikan penghargaan atau hadiah untuk membuat siswa lebih bersemangat mengikuti pembelajaran. Siswa menjadi antusias setelah diberikan penghargaan berupa tepuk tangan dan pujian. Hal ini membuat siswa termotivasi untuk lebih aktif selama proses pembelajaran. Dalam kegiatan belajar mengajar, reward dapat mendorong siswa untuk meningkatkan usahanya dalam kegiatan belajar. Selain itu, reward dapat juga digunakan untuk memotivasi siswa untuk selalu aktif menjawab, bertanya, mengemukakan ide, dan tidak merasa malu atau ragu-ragu dalam menyampaikan hasil diskusinya. Motivasi dari dalam diri siswa merupakan hal yang sangat penting
untuk dimiliki oleh masing-masing siswa untuk meningkatkan kemampuan belajarnya sehingga berdampak pada hasil akhir dalam proses pembelajaran. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Koeswara (dalam Dimyanti, 2015:80) yang menyatakan “motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakan dan mengarahkan perilaku seseorang, termasuk prilaku belajar. Dalam motivasi juga terkandung adanya keinginan yang membuat seseorang aktif, menggerakan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku individu dalam belajar”. Penjelasan yang sejalan juga dinyatakan oleh Uno (2008) yang menyatakan bahwa semakin tinggi motivasi siswa dalam belajar, maka hasil belajar siswa juga akan semakin tinggi. Penelitian yang mendukung keberhasilan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Febrianti (2014). Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan metode two stay two stray dapat memberikan perbedaan yang signifikan pada hasil belajar matematika siswa kelas V SD di gugus III Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem Tahun pelajaran 2013/2014. Hasil perhitungan menunjukan bahwa thitung > ttabel (thitung = 5,813 > ttabel = 2,021). Penelitian lain yang juga mendukung adalah penelitian dari Dewi (2014). Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan model kooperatif two stay two stray dapat memberikan perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA siswa kelas V SD gugus II Tampaksiring Tahun pelajaran 2013/2014. Nilai ratarata kelas eksperimen adalah 81,54 dan nilai rata-rata pada kelas kotrol adalah 77,04. Hasil perhitungan uji-t diperoleh thitung>ttabel (4,14 > 2,000). Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini dikatakan telah berhasil karena kriteria yang diterapkan sebelumnya telah terpenuhi. Jadi, penerapan model pembelajaran two stay two stray dapat meningkatkan 10
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 keaktifan dan kemampuan berpikir tingkat rendah pada pembelajaran IPA siswa kelas V SDN 1 Keliki, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar tahun pelajaran 2015/2016.
Bagi Kepala Sekolah dapat menghimbau, membina, dan mengembangkan kemampuan guru di sekolah untuk menerapkan model pembelajaran two stay two stray sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah, (3) Bagi para Peneliti lain dapat mengembangkan penelitian sejenis dengan variabel dan cakupan yang lebih luas dengan mempertimbangkan kelebihan dan kelemahan penelitian ini.
SIMPULAN Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat ditarik simpulan bahwa terjadi peningkatan keaktifan belajar siswa kelas V SDN 1 Keliki, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar tahun pelajaran 2015/2016 pada mata pelajaran IPA melalui penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray. Pada siklus I, persentase rata-rata keaktifan belajar siswa adalah 68,16% (kriteria sedang). Pada siklus II, persentase rata-rata keaktifan belajar siswa meningkat menjadi 84,83% (kriteria baik). Persentase rata-rata keaktifan belajar siswa dari siklus I sampai pada siklus II menunjukan peningkatan sebesar 16,67%. Terjadi peningkatan kemampuan berpikir tingkat rendah siswa kelas V SDN 1 Keliki, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar tahun pelajaran 2015/2016 pada mata pelajaran IPA melalui penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray. Pada siklus I, persentase rata-rata kemampuan berpikir tingkat rendah siswa adalah 66,30% (kriteria sedang). Pada siklus II, persentase rata-rata kemampuan berpikir tingkat rendah siswa adalah 85% (kriteria baik). Persentase rata-rata kemampuan berpikir tingkat rendah siswa dari siklus I sampai pada sklus II menunjukan peningkatan sebesar 18,70%.
DAFTAR PUSTAKA Agung, A. A Gede. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: IKIP. Ardi, Eka. 2014. Pengaruh Metode Pembelajaran Two Stay Two Stray (TS-TS) berbantuan media konkret untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V SD di Gugus III Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2013/2014. Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Dimyati dan Mudjiono. 2015. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning: Mempraktikan Cooverative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo. Nia, Made. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Berbantuan Media Power Point Terhadap Hasil Belajar PKn Siswa Kelas V Gugus II Kecamatan Kuta Badung Tahun Pelajaran 2013/2014. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
SARAN Berdasarkan simpulan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut. (1) Bagi Guru dapat terus menerapkan model pembelajaran two stay two stray sebagai salah satu alternatif untuk meningatkan keaktifan dan kemampuan berpikir tingkat rendah siswa, baik pada mata pelajaran IPA maupun mata pelajaran lainnya, (2) 11
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 Slameto, 2013. Belajar dan FaktorFaktor yang Mempengaruhi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Yaspita Dewi, Ni Luh Putu. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray berbantuan peta konsep Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Gugus II Kecamatan Tampaksiring Tahun 2013/2014. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Sudana, Dkk. 2010. Pendidikan IPA SD. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Prenadamedia Group. Uno, Hamzah. B. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.
12