PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MENCARI PASANGAN (MAKE A MATCH) UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS VI SDN PASINAN
Suseno Guru di SDN Pasinan Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro
Abstrak: Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan di SDN Pasinan Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro. Mencari pasangan (Make a Match) merupakan model pembelajaran yang meminta siswa untuk mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktu yang telah ditentukan, siswa yang dapat mencocokkan kartunya dengan benar maka akan diberi poin (nilai). Model pembelajaran ini diterapkan untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPA siswa kelas VI Semester II tahun ajaran 2009/2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran mencari pasangan (make a match) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Negeri Pasinan Kecamatan Baureno pada pokok bahasan gejala alam. Hasil analisis setiap siklus menunjukkan peningkatan rata-rata nilai hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II, yaitu dari 68,79 menjadi 75,31. Kata kunci: Model pembelajaran mencari pasangan (make a match), hasil belajar, keaktifan belajar.
Penguasaan terhadap materi pembelajaran IPA yang merupakan tujuan pembelajaran dapat diwujudkan dengan proses pengajaran yang efektif dan efisien. Siswa merupakan objek dari kegiatan pengajaran, karena itu inti pada saat proses pembelajaran berlangsung biasanya akan terjadi perubahan di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan keaktifan belajar. Sebagaimana dipaparkan oleh Riyanto (2009) bahwa belajar akan menunjukkan ciri khas karena adanya suatu pemahaman yang merupakan pengungkapan kembali hal-hal atau kesankesan yang diperoleh dari kegiatan proses belajar mengajar, sehingga didapatkannya hal-hal baru atau menemukan suatu cara pemecahan terhadap suatu masalah. Sudjana (2000) mengemukakan bahwa Proses belajar mengajar yang dialami oleh siswa selalu menghasilkan perubahan-perubahan, baik pengetahuan, pemahaman, nilai, kebiasaan, kecakapan,
sikap, dan keterampilan. Perubahan tersebut akan tampak pada hasil belajar yang diraih oleh siswa terhadap persoalan atau tes yang diberikan oleh guru kepadanya. Penguasaan materi oleh siswa dapat terwujud apabila siswa benar-benar terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran, antusias terhadap materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru, dan memahami konsep-konsep materi yang telah disampaikan oleh guru. Hal tersebut dapat dilihat melalui keseriusan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan tanggung jawab siswa selama menyelesaikan tugas-tugas sekolah, serta dapat dilihat dari hasil belajar yang diraih oleh siswa . Menurut Utomo (2010) hasil belajar pada hakekatnya adalah pencerminan dari usaha belajar. Semakin baik usaha belajar semakin baik pula hasil yang dicapai. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil
72
Suseno, Penerapan Model Pembelajaran Mencari Pasangan (Make a Match), 73
belajar siswa menurut Uzer (1993) dalam Utomo (2010), yaitu hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri siswa dan faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor yang terdapat dari dalam diri siswa adalah intelegensi, motivasi, minat, bakat, kondisi fisik, sikap dan kebiasaan siswa. Sedangkan yang berasal dari luar siswa adalah keadaan sosial ekonomi, lingkungan, sarana prasarana, dan peran guru dalam interaksi edukatif. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di SDN Pasinan pada siswa kelas VI selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, tidak semua siswa benar-benar serius dalam mengikuti kegiatan tersebut. Banyak siswa menganggap kegiatan belajar sebagai suatu beban. Siswa tidak menemukan kesadaran untuk belajar dan mengerjakan seluruh tugas-tugas sekolah. Dalam kegiatan belajar mengajar pun siswa tidak terlibat aktif dan positif. Tak jarang ditemukan suatu kelas yang hampir separuh siswa dalam kelas tersebut tidak serius dalam mengikuti pembelajaran. Dan tak jarang pula ditemukan siswa yang terkantuk-kantuk ketika mengikuti kegiatan pembelajaran. Masalah yang sering terjadi juga adalah siswa kurang terlibat karena takut salah, takut ditertawakan, atau takut dianggap sepele atau diremehkan temantemannya. Hal ini dapat menyebabkan siswa menjadi kurang percaya diri serta tidak mempunyai inisiatif dan kontributif baik secara intelektual maupun emosional. Pertanyaan dari siswa, gagasan, ataupun pendapat jarang muncul. Kalaupun ada pendapat yang muncul, jarang diikuti oleh gagasan lain sebagai respon. Salah satu permasalahan dalam proses pembelajaran di sekolah pada khususnya adalah rendahnya nilai hasil belajar siswa, dan kurang aktifnya siswa selama pembelajaran dikelas berlangsung. Rendahnya partisipasi siswa ini dipengaruhi oleh banyak sebab. Pengaruh tersebut dapat datang dari luar individu maupun dari dalam individu sendiri. Salah satu faktor dari luar individu adalah faktor
sosial seperti lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sedangkan faktor dari dalam individu di antaranya adalah semangat dan motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar (Djamarah, 1994). Dewasa ini seringkali siswa mengalami kesulitan-kesulitan dalam menerima pelajaran, maupun dalam meningkatkan hasil belajar. Model belajar yang kurang tepat kadang membuat siswa jenuh atau kurang tertarik dengan materi yang disampaikan. Oleh karena itulah penulis sangat tertarik untuk menerapakan model pembelajaran mencari pasangan (make a match) dan mencoba melakukan penelitian dengan judul “Penerapan model pembelajaran mencari pasangan (make a match) untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VI SD Negeri Pasinan tahun pelajaran 2009/2010 pada pokok bahasan gejala alam”. Model make a match merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan guru dalam pembelajaran. Penerapan model ini dapat dilakukan dalam kelas besar yang berjumlah 30 atau 40 orang. Pada model ini memerlukan kartu-kartu, dimana terdapat kartu yang berisi pertanyaan, dan kartu berisi jawaban. Model pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Pembelajaran kooperatif tipe make a match merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk mengatasi keterbatasan sarana dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Menurut Rohendi (2010) langkahlangkah penerapan make a match sebagai berikut: a) guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban, b) setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal atau jawaban, c) tiap siswa memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegangnya, d) setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya, e) setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas
74 , J-TEQIP, Tahun III, Nomor 2, Nopember 2012
waktu diberi nilai, f) jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman yang telah disepakati bersama, g) setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya, h) Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran. Model pembelajaran make a match dipilih karena model ini memiliki keunggulan yaitu siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangka. Diharapkan dengan menerapkan model make a match akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari pasangan dan merespon serta saling kerja sama satu sama lain, sehingga kegiatan pembelajaran lebih kondusif, sederhana, bermakna, dan menyenangkan sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa (Sholihah, 2010). METODE Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus, dan dilaksanakan secara kolaboratif antara guru kelas VI dan observer. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dalam dua siklus. Penelitian dilaksanakan selama empat kali tatap muka kelas. Guru kelas III bersama peneliti merencanakan kegiatan yang akan dilaksanakan. Adapun kegiatan yang dilaksanakan pada tahap perencanaan sebagai berikut: a. Membuat skenario pembelajaran. b. Menetapkan materi yang akan diberikan baik pada siklus I dan siklus II mengenai pokok bahasan gejalagejala alam di Indonesia dan negaranegara tetangga. c. Membuat lembar observasi untuk memantau kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. d. Membuat soal-soal dan jawabannya yang akan digunakan dalam penerapan
model pembelajaran make a match. e. Membuat lembar angket untuk mengetahui minat serta motivasi siswa dalam kegiatan belajar pembelajaran. f. Membuat alat evaluasi berupa soal tes hasil belajar yang akan dikerjakan secara individu. Mempersiapkan diri, membagi siswa dengan posisi berpasang-pasangan, menyiapkan soal-soal dan jawabanjawaban yang akan diberikan kepada siswa, lembar observasi, dan alat-alat serta bahan-bahan yang akan digunakan untuk menunjang proses pembelajaran, prosesnya ialah sebagai berikut: a. Menjelaskan materi gejala-gejala alam di Indonesia dan negara-negara tetangga secara ringkas. b. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik mengenai Gejala-gejala alam di Indonesia dan negara-negara tetangga sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. c. Setiap siswa mendapat satu buah kartu. d. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang. e. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok. f. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. g. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. Demikian seterusnya. h. Mempersiapkan alat-alat penilaian berupa soal-soal latihan. Pada tahap observasi, guru kelas VI melaksanakan dan menerapkan model pembelajaran mencari pasangan (make a match) dan yang mengamati tindakan yang sedang dilakukan oleh guru adalah saya. Saya mencatat segala keaktifan guru dan keaktifan siswa dalam kegiatan belajar. Catatan-catatan berupa lembar observasi digunakan untuk mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dalam proses pembelajaran. Pada tahap ini, guru pengajar bersama saya mendiskusikan kembali hasil tindakan pada siklus I dengan melihat
Suseno, Penerapan Model Pembelajaran Mencari Pasangan (Make a Match), 75
langkah-langkah yang sudah dicapai dan melihat kekuarangan-kekurangan dari langkah-langkah/tindakan yang sudah dilakukan, yang nantinya akan diperbaiki pada siklus atau tindakan berikutnya Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei Tahun 2009 semester II, tempat penelitian di SD Negeri Pasinan Kecamatan Baureno. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI SDN Pasinan Kecamatan Baureno yang berjumlah 15 siswa. Teknik pengumpulan data, dilakukan dengan cara: 1) Teknik tes, yaitu tes formatif untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah menggunakan model pembelajaran mencari pasangan (make a match) 2) Teknik Observasi : dilakukan dengan cara mengamati keaktifan siswa selama proses belajar. Data yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui nilai rata-rata siswa dengan
X Arikunto N
menggunakan rumus: X
(2003) dimana X = nilai rata-rata siswa, ∑X = Jumlah nilai seluruh siswa dan N = Jumlah siswa yang mengikuti tes. Untuk mengetahui persentase belajar tuntas yang dicapai siswa dalam pembelajaran, maka data yang diperoleh dianalisis sesuai standar ketuntasan belajar yaitu siswa dikatakan tuntas jika memperoleh nilai 65,0-100,0 dan belum tuntas jika memperoleh nilai 0-64,9. Setelah itu data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan kecenderungan ukuran pemusatan yang dihasilkan dengan persentase, yaitu: P
(1993). Dalam hal ini, P adalah angka persentase siswa yang dicari berdasarkan daya serapnya, f frekuensi siswa yang memperoleh nilai lebih besar atau sama dengan 6,5 atau 65 dan N jumlah siswa yang menjadi sampel. Menurut Arikunto kriteria hasil persentase yang digunakan adalah: 80% - 100% kategori baik sekali 66% - 79% kategori baik 56% - 65% kategori cukup 40% -55% kategori kurang 0% - 39% kategori gagal HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini terdiri dari 2 siklus, setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Siklus I Pada awal siklus pertama ini beberapa siswa terlihat kurang berkonsentrasi dalam memahami materi yang disampaikan, banyak siswa bermain bersama teman-temannya. Tetapi setelah diberi sedikit peringatan dan teguran terjadi perubahan yaitu menjadi lebih baik dari sebelumnya. Siswa terlihat antusias dan tertarik dengan materi yang disampaikan, disini rasa ingin tahu siswa untuk mencari jawaban terlihat jelas. Hasil observasi pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pembelajaran berlangsung dengan cukup baik. Pada siklus ini hanya sebagian siswa yang aktif dalam kegiatan saat dipasangkan maupun pada saat mengerjakan soal-soal tes individu.
f x100% Arikunto N Tabel 1. Pengamatan Proses Siklus I
No
Hal-hal yang Diamati
Baik
Cukup
Kurang
1. 2. 3.
Perhatian siswa ketika menerima perintah Keaktifan siswa Keseriusan mencari jawaban
4.
Pengecekan oleh guru
5.
Tingkatan ketepatan dalam mencari jawaban
√
6.
Situasi pembelajaran
√
√ √ √ √
Hasil belajar pada siklus I mengalami peningkatan dari berkriteria kurang pada awalnya menjadi berkriteria cukup. Rata-rata nilai poin mengalami peningkatan pada siklus pertama walaupun nilainya masih cukup setidaknya mulai tampak minat serta motivasi siswa untuk serius dalam mengikuti pelajaran IPA yang mereka nilai merupakan mata pelajaran yang membosankan. Nilai hasil belajar sebelum diberikannya PTK adalah 55,98 dan setelah diberikan PTK pada siklus I nilai hasil belajar siswa meningkat dengan rata-rata adalah 68,79. Pada siklus pertama masih ada beberapa hambatan-hambatan yang terjadi dan harus dicari solusinya. Beberapa hambatan yang terjadi selama proses belajar mengajar, antara lain: (i) suasana kelas ribut saat siswa melakukan model pembelajaran mencari pasangan (make a match), karena siswa belum paham dengan apa yang harus dilakukan dan mereka belum begitu cermat dan memahami soalsoal yang diberikan, (ii) Ada sejumlah siswa yang mendominasi kegiatan pembelajaran sehingga siswa yang kurang pandai hanya pasif selama kegiatan pembelajaran berlangsung, (iii) hanya beberapa siswa yang aktif dalam pembelajaran, (iv) rata-rata hasil belajar IPA siswa masih kategori cukup, (v) alokasi waktu yang ditentukan kurang dan
(vi) banyak siswa yang bingung mencari pasangan mereka masing-masing. Melihat hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan model pembelajaran mencari pasangan (make a match) pada siklus pertama, diperlukan perbaikan-perbaikan untuk tindakan pada siklus selanjutnya. Adapun tindakan perbaikan yang harus dilakukan oleh guru yaitu. (1) guru kembali menekankan pada seluruh siswa agar lebih disiplin dan bekerjasama untuk menemukan jawaban masing-masing kartu. (2) guru lebih aktif dalam memberikan bimbingan kepada semua siswa secara merata. (3) guru menekankan kembali kepada siswa untuk lebih serius, cermat dan konsentrasi untuk mencocokkan soalsoal atau jawaban-jawaban yang mereka peroleh. (4) meminta siswa agar benar-benar memahami mengenai materi yang diberikan supaya waktu yang telah ditentukan dapat terlalokasi dengan baik. (5) meminta sisiwa agar lebih kreatif dan cepat dalam menemukan jawaban. (6) memfokuskan perhatian siswa agar tidak mengganggu proses pembelajaran.
Siklus II Tabel 2. Pengamatan Proses Siklus II No
Hal-hal yang Diamati
Baik
Cukup
1. 2.
Perhatian siswa ketika menerima perintah
3.
Keseriusan mencari jawaban
4.
Pengecekan oleh guru
5.
Tingkatan ketepatan dalam mencari jawaban
√
6.
Situasi pembelajaran
√
Kurang
√ √
Keaktifan siswa
√ √
Pada Tabel 2 terlihat bahwa siklus kedua ini hasil yang didapat sangat memuaskan, dari siklus pertama guru telah melakukan tindakan perbaikan sebagai upaya meningkatkan keaktifan dan
ketuntasan hasil belajar siswa. Hasil observasi pada siklus II sangat meningkat dibandingkan dengan siklus I. Siswa lebih antusias baik pada saat mendengarkan
76
Suseno, Penerapan Model Pembelajaran Mencari Pasangan (Make a Match), 77
penjelasan maupun pada saat melakukan model make a match. Kemampuan guru dalam membimbing dan mengelola kelas sudah dinilai baik, guru memberikan bimbingan secara merata kepada semua pasangan. Guru juga memberikan bantuan jika ada pasangan yang mengalami kesulitan pada saat mencocokan soal-soal atau jawabanjawaban yang diberikan. Pengelolaan kelas juga dinilai baik karena siswa yang biasanya ribut sendiri dengan temannya cukup menikmati kegiatan pembelajaran sehingga pembelajaran berlangsung dengan lancar. Pemahaman siswa dan kerjasama setiap pasangan dinilai baik karena siswa yang semula terlihat pasif mulai mencoba membantu kegiatannya masing-masing. Bila dilihat dari hasil angket yang diperoleh dan dibuat untuk mengetahui sampai mana motovasi serta minat yang dihasilkan saat penerapan model pembelajaran mencari pasangan (make a match) yaitu siswa sangat menyukai model pembelajaran mencari pasangan (make a match) karena dapat melatih keterampilan dan kecermatan siswa pada saat melihat soal dan segera menemukan jawabannya pada pasangannya yang belum dia ketahui. Melatih mental, kepandaian serta meningkatkan kepahaman siswa terhadap materi yang telah diajarkan. Pada siklus II ini telah dicapai ketuntasan belajar, dimana hasil tes belajar siswa mencapai rata-rata kelas 75,31. Dengan kata lain presentase peningkatan ketuntasan belajar dari siklus I ke siklus II mencapai 9,48%. G rafik nilai rata-rata s is wa 80 70 60 50 40 30 20 10 0
S iklus I S iklus II
Nilai ratarata awal
Gambar 1. siswa
Grafik peningkatan hasil belajar
Dari data hasil penelitian, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar IPA setelah diterapkan model pembelajaran mencari pasangan (make a match). Peningkatan dapat terlihat dengan kenaikan nilai rata-rata siswa pada masing-masing siklus. Hasil belajar juga sangat ditentukan oleh model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Guru yang mempunyai mutu yang baik akan senantiasa memberikan pemahaman terhadap peserta didik. Peran guru dalam pembelajaran disekolah dalam membantu dan mengarahkan peserta didik merupakan tuntutan perubahan yang harus dipenuhi oleh guru. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pemandu bagi para perancang desain pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan keaktifan belajar mengajar (Soekamto dan Winataputra, 1997). Menurut Sandy (2010) make a match adalah model pembelajaran yang menggunakan kartu sebagai media dan dilakukan dengan membagi kelas menjadi kelompok-kelompok. Menurut Utomo (2010) menyatakan bahwa model belajar dengan sistem make a match merupakan suatu model dalam proses belajar mengajar yang menitik beratkan pada kegiatan untuk menuntut siswa dalam belajar mandiri dan meningkatkan keaktifan. Pada penerapan model make a match, siswa diharapkan memahami materi yang ada dan mencoba mencari pasangan kartu yang telah diberikan.
78 , J-TEQIP, Tahun III, Nomor 2, Nopember 2012
Nilai ketuntasan siswa
76 74 72 70 68 66 64 Siklus I
Siklus II
Gambar 2. Nilai Ketuntasan Siswa
Keaktifan siswa juga meningkat disetiap siklus, sehingga dalam pembelajaran tidak hanya guru yang aktif, namun siswa pun aktif, siswa menjadi berani bertanya, lebih cermat, lebih paham dan pandai mengenai materi yang diajarkan. Terlihat dari minat serta semangat siswa dalam mengikuti arahan dan bimbingan dari guru. Berdasarkan nilai hasil belajar yang diperoleh dapat dikatakan bahwa siswa di kelas VI SDN Pasinan Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro telah tuntas belajar dalam pokok bahasan gejala alam. Hal ini dapat dilihat pada grafik ketuntasan siswa per siklus pada Gambar 2. Menurut Munfaridah (2006) meningkatnya hasil belajar siswa disebabkan oleh adanya peningkatan keaktifan dan motivasi belajar siswa. Keterkaitan antara hasil belajar, keaktifan dan motivasi belajar yaitu apabila seorang siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi maka di dalam kelas siswa tersebut akan aktif baik aktif bertanya maupun aktif bertanya di dalam kelas, tanpa disadari dengan keaktifan siswa yang seperti itu maka secara tidak langsung akan menambah pengetahuan dan pengalaman siswa, dan siswa tersebut dapat menguasai konsep dengan baik, akhirnya ketika siswa memahami konsep dengan baik maka akan berdampak pada meningkatnya nilai siswa. Hasil penelitian ini didukung oleh DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Cetakan 4. Jakarta: Usaha Nasional.
penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Djumiati (2009) yang menyatakan bahwa melalui model pembelajaran kooperatif tipe make a match terbukti efektif dapat meningkatkan keterampilan guru, keaktifan siswa, dan hasil belajar. Peningkatan itu ditandai dari ketercapaian indikator keberhasilan siswa. Serta penelitian yang dilakukan oleh Kencana (2009) model pembelajaran make a match dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V SD pada mata pelajaran PKn. Pada model pembelajaran make a match siswa diminta mencari pasangan dari temannya sendiri yang mempunyai kesesuaian antara pernyataan (soal) dan jawaban yang cocok. Menurut Riyanto (2009) Model pembelajaran ini memiliki nilai-nilai positif yaitu ada unsur learning community (masyarakat belajar), dapat mengembangkan life skill, dapat belajar berdemokrasi. Model pembelajaran ini menuntut keaktifan siswa, keaktifan siswa tidak saja dalam menerima informasi tetapi juga dalam memproses informasi tersebut secara efektif, mulai dari mencari pasangan, berdiskusi, menyajikan, bertanya, dan menjawab pertanyaan. Semua itu melibatkan semua indra yang diperlukan dalam pembelajaran. SIMPULAN Penerapan model pembelajaran mencari pasangan (make a match) dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada pokok bahasan gejala-gejala alam pada siswa kelas VI SDN Pasinan Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro. Nilai rata-rata hasil belajar siswa juga meningkat pada siklus I dan siklus II yaitu 68,79 menjadi 75,31.
Djamarah, S.B. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Jakarta: Bumi Aksara.
Suseno, Penerapan Model Pembelajaran Mencari Pasangan (Make a Match), 79
Djumiati, 2009. Peningkatan Kualitas Pembelajaran PKn Kelas VI melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match di SDN Banyumanik 03 Semarang. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Kencana, N. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Make A Match dengan Bermain Peran Sebagai Upaya untuk meningkatkan Prestasi Belajar PKn Siswa Kelas Va SDN No. 7 Kota Bengkulu. Skripsi tidak diterbitkan. Bengkulu: Universitas Negeri Bengkulu. Munfaridah, S. 2006. Penerapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah melalui Thing Pare Share untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar Biologi siswa kelas VII-F SMP Negeri 3 Lumajang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Riyanto. 2009. Upaya Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar PKn Melalui Model Pembelajaran “Make a Match” bagi Siswa kelas VIIC SMP Negeri 1 Ngawen Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2008/2009. Jurnal Pendidikan ISSN: 19796161, Vol 2 No 2/April 2009. Rohendi, D. 2010. Penerapan Cooperative Learning Tipe Make A Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII Dalam Pembelajaran
Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi PTIK. ISSN 1979-9462 Vol. 3 No.1/Juni 2010. Sholihah, Barid. 2010. Upaya Meningkatkan Kemampuan Kognitif dalam Pembelajaran IPA dengan Model Make a Match pada Siswa kelas 2 SDN 01 Pulosari Kebakkramat Karanganyar. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Soekamto dan Winataputra, P. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia. Sudjana, N., 2000. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya. Utomo, TS. 2010. Pengaruh Persepsi Siswa tentang Model Make A Match dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar Ekonomi pada Siswa Kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Wuryantoro Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.