e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN WORD SQUARE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SEMESTER GENAP AA Ngurah Agung Swapranata1, Pt. Nanci Riastini2, I Gst. Ngurah Japa3 123
Jurusan PGSD, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail: e-mail:
[email protected] ,
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA setelah menerapkan model pembelajaran word square pada kelas V semester genap SD Negeri 1 Tista tahun pelajaran 2015/2016. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 1 Tista tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 28 orang, terdiri dari 13 orang lakilaki dan 15 orang perempuan. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Tiap-tiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Pengumpulan data hasil belajar IPA menggunakan metode tes, dengan instrumen soal essay. Data hasil belajar IPA siswa yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif kuantitatif untuk menentukan mean dan persentase mean. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan hasil belajar IPA siswa dari siklus I sampai siklus II. Persentase hasil belajar IPA siswa pada siklus I adalah 75,3% (kategori sedang) dan meningkat menjadi 89,2% (kategori tinggi) pada siklus II. Jadi, penerapan model pembelajaran word square dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V semester Genap di SD Negeri 1 Tista tahun pelajaran 2015/2016. Kata Kunci : Word Square, Hasil Belajar, IPA ABSTRACT This research is aimed to improve the IPA learning outcome after implementing learning model of word square at fifth grade to second semester Number 1 tista Primary School for academic years 2015/2016. The subjects of this research are students at fifth grade Number 1 Tista Primary School for academic years 2015/2016 which have 28 students, consist of 13 males and 15 females. This research is classroom action research that is conducted on two cycles. Each cycles consist of four steps namely: planning, implementing, observation/evaluating, and reflecting. To collect the IPA learning outcome by using test method, with intrument of wriiten test. Data of IPA learning outcome of students analized by using quantitative descriptive statistic to determine mean and precentage mean. Outcome of research shows that improvement of IPA learning outcome for students from first cycle until second cycle. The precentage of IPA learning outcome for student in first cycle is 75,3% ( average category) and the improvement becomes 89,2% (high category) in second cycle. Therefore, the implementation on learning model of word square has to improve IPA learning outcome for students at fifth grade to second semester Number 1 Tista Primary school for academic years 2015/2016. Keywords : Word Square, Learning outcomes, IPA.
1
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 Pendahuluan Pembelajaran pada hakekatnya merupakan interaksi guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan lingkungannya maupun sumber belajar lainnya. Dalam proses interaksi tersebut, guru berperan sebagai fasilitator. Sebagai fasilitator, guru harus memiliki strategi agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien, sesuai tujuan yang diharapkan. Untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal, guru harus menguasai prinsipprinsip pembelajaran, pemilihan dan penggunaan metode mengajar (Mulyasa, 2004). Meningkatkan kualitas pembelajaran merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Salah satu pemegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas tersebut yaitu guru. Untuk mewujudkannya, guru hendaknya mampu menggunakan pendekatan atau strategi atau metode dan media yang tepat untuk memudahkan siswa memahami materi yang diajarkan. Jika hal ini terjadi, maka siswa akan menjadi seorang yang cerdas dan memiliki kualitas serta daya saing yang tinggi di era globalisasi ini. Namun sayangnya, pembelajaran yang berkualitas belum terjadi di banyak sekolah, termasuk di sekolah dasar. Menurut Arends (dalam Trianto, 2007:66) menyatakan bahwa, “it is strange that we expect students to learn yet seldom teach then about learning, we expect student to solve problems yet seldom teach then about problem solving”. Artinya, guru mengajar selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana siswa untuk belajar. Guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah. Penerapan metode ceramah pun masih mendominasi, sehingga pembelajaran seperti ini cepat menimbulkan kebosanan pada diri siswa, kondisi yang menekan, dan akhirnya proses belajar bermakna tidak akan dapat diciptakan. Permasalahan-permasalahan seperti di atas terjadi pada tiap mata pelajaran, termasuk pada mata pelajaran Sains (IPA).
Siswa cenderung beranggapan bahwa pelajaran IPA merupakan pelajaran yang sulit karena banyaknya materi pelajaran yang harus dihapal. Hal ini karena materi tersebut disajikan melalui ceramah satu arah dari guru atau dibaca langsung dari buku, sehingga kegiatan di kelas menjadi monoton dan kurang menarik. Keadaan ini akan diperparah dengan kurangnya sarana atau media penunjang dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat menimbulkan kejenuhan pada pembelajaran IPA, dan akhirnya berdampak negatif pada hasil belajar yang diperoleh siswa (Suryabrata, 1995). Permasalahan seperti di atas juga terjadi di kelas V SD Negeri 1 Tista. Setelah melakukan wawancara pada tanggal 9 November 2015 terhadap guru kelas V di SD Negeri 1 Tista ditemukan bahwa siswa kurang aktif untuk mengikuti proses pembelajaran yang diberikan gurunya. Siswa kesulitan untuk memahami materi yang diajarkan, karena banyaknya konsepkonsep yang harus dimengerti siswa dan berkenaan langsung dengan kehidupan nyata. Akibatnya, siswa sulit untuk memahami dan menjelaskan kembali tentang konsep materi pelajaran yang telah mereka pelajari. Siswa cepat merasa bosan dan kurang aktif dalam menerima materi pembelajaran yang disampaikan guru, konsentrasi siswa mudah teralihkan oleh hal-hal lain di luar jam pelajaran seperti bermain, menggangu temannya, dan mencoret-coret buku. Selain itu, siswa cenderung pasif dan pendiam dalam proses pembelajaran. Siswa jarang mau bertanya maupun menyampaikan pendapat mengenai materi yang disampaikan guru, karena siswa merasa takut dan enggan untuk menyampaikan gagasan serta ideidenya sehingga guru lebih mendominasi dalam proses pembelajaran. Berdasarkan observasi pada tanggal 10 November 2015 di SD Negeri 1 Tista, permasalahan tersebut muncul disebabkan oleh guru hanya mengajar menggunakan metode ceramah tanpa menghadirkan situasi yang nyata ke dalam kelas. Kebanyakan guru melakukan pembelajaran yang monoton yang lebih mengutamakan peran guru, sedangkan siswanya hanya terlihat diam dan menerima pelajaran begitu 2
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 saja. Hanya beberapa siswa saja yang mampu menyerap dan aktif di dalam proses pembelajaran tersebut. Hanya sedikit siswa yang sesekali mengungkapkan pendapatnya dan bertanya. Jika hal ini dibiarkan terus berlanjut, maka siswa akan terbiasa untuk menerima informasi saja. Selain itu, siswa cenderung asik dengan dunianya sendiri, seperti asyik bermain dan mengobrol dengan teman sebangkunya, malas mencari informasi sendiri karena informasi tersebut sudah diberikan oleh guru, dan siswa cenderung pasif selama proses pembelajaran ketika guru menjelaskan di depan kelas. Pembelajaran seperti ini cepat menimbulkan kebosanan pada diri siswa, kondisi yang menekan, dan akhirnya proses belajar bermakna tidak akan dapat diciptakan. Hal tersebut menyebabkan hasil belajar siswa cenderung kurang. Proses pembelajaran di atas berdampak pada hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil pencatatan tanggal 12 Nopember 2015 yang diperoleh pada ulangan akhir semester I masih berada di bawah KKM yaitu 68, sedangkan KKM mata pelajaran IPA yang ditetapkan oleh sekolah sebesar 75. Ini menunjukkan bahwa hasil belajar IPA siswa kelas V masih tergolong sedang, dari 28 orang siswa hanya 10 orang siswa yang memperoleh nilai di atas KKM, sedangkan 18 orang lainnya memperoleh nilai di bawah KKM. Berdasarkan permasalahan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran masih didominasi oleh guru dalam artian siswa hanya menerima materi pelajaran tanpa berusaha mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, kurangnya perhatian guru terhadap interaksi siswa dalam kelompok belajar, keterbatasan waktu sehingga menimbulkan siswa lebih banyak diam, sehingga proses belajar mengajar tidak dapat berjalan efektif. Untuk menanggulangi kekurang pedulian siswa terhadap mata pelajaran IPA, dianjurkan guru memperluas dan memperlihatkan semangat yang tinggi dengan menyajikan bahan pembelajaran dalam bentuk baru. Oleh karena itu, perlu diupayakan jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut dengan menerapkan model yang lebih tepat
dalam membangkitkan semangat belajar siswa, meningkatkan mutu proses dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA yaitu model pembelajaran word square. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu proses dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA yaitu menggunakan model pembelajaran word square. Menurut Kurniasih dan Sani (2015:97), “model pembelajaran word square adalah model yang diperkaya dan berorientasi kepada keaktifan siswa dalam pembelajaran”. Model ini memadukan kemampuan menjawab pertanyaan dengan kejelian dalam mencocokan jawaban pada kotak-kotak jawaban. Model ini sedikit lebih mirip dengan mengisi teka-teki silang, akan tetapi pertanyaan sudah memiliki jawaban, namun disamarkan dengan menambahkan kotak tambahan dengan sembarang huruf atau angka penyamar atau pengecoh. Melalui model pembelajaran ini, siswa tidak hanya diajak untuk belajar, namun diselipkan dengan bermain yang membuat siswa tidak mudah merasa bosan dalam belajar IPA. Dengan demikian, pembelajaran IPA akan mendapat perhatian dari siswa sehingga berbuah pada peningkatan hasil belajar. Sukandheni (2014) menyatakan bahwa model pembelajaran word square memiliki beberapa keunggulan, keunggulan tersebut yaitu mendorong pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan karena pembelajaran berupa permainan, melatih siswa berdisiplin. Selain itu, model ini merangsang siswa untuk berfikir efektif karena model pembelajaran ini mampu sebagai pendorong dan penguat terhadap materi yang disampaikan, melatih ketelitian dan ketepatan dalam menjawab dan mencari jawaban dalam lembar kerja. Penerapan model pembelajaran word square penelitian yang dilakukan oleh Lapiarsa (2012). Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 71,85% dengan ketuntasan belajar mencapai 66,67% (18 orang) menjadi 84,25% pada siklus II dengan ketuntasan belajar mencapai 92,59% (25 orang). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Sudiwirawan (2013). Ratarata hasil belajar siswa dari 63% atau 3
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 berada pada kategori kurang dengan ketuntasan belajar sebesar 60% pada siklus I menjadi 78% atau berada pada kategori tinggi pada siklus II dengan ketuntasan belajar sebesar 90%. Adapun persentase peningkatan rata-rata hasil belajar dari siklus I ke siklus II sebesar 15%. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dipandang perlu adanya penelitian penerapan Word square. Untuk itu, dalam penelitian ini akan dilakukan penerapan model pembelajaran Word square untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V semester genap di SD Negeri 1 Tista Tahun Pelajaran 2015/2016. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan model pembelajaran Word square dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V semester genap di SD Negeri 1 Tista Tahun Pelajaran 2015/2016? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas V semester genap di SD Negeri 1 Tista Tahun Pelajaran 2015/2016 setelah menerapkan pembelajaran Word square. Landasan teori, model pembelajaran word square merupakan salah satu model yang dapat digunakan guru dalam pembelajaran model ini membutuhkan suatu kejelian dan ketelitian siswa, sehingga dapat merangsang siswa untuk berpikir efektif melalui permainan acak huruf dalam pembelajaran (Saptono, 2003). Selanjutnya, Winataputra (2009) mengemukakan bahwa model pembelajaran word square merupakan model pembelajaran yang dapat memadukan kemampuan menjawab pertanyaan dengan kejelian dalam mencocokkan jawaban pada kotak-kotak jawaban dan mirip seperti mengisi teka-teki silang bedanya, jawaban sudah ada namun disamarkan dengan menambahkan kotak tambahan dengan sembarang huruf penyamar atau pengecoh. Model pembelajaran ini sesuai untuk semua mata pelajaran. Tujuan huruf pengecoh bukan untuk mempersulit siswa, namun untuk melatih sikap teliti dan kritis siswa dalam memilih kata-kata yang cocok. Hasil belajar dapat berupa perubahan dalam kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotorik, tergantung dari tujuan pengajarannya (Purwanto, 2014). Gagne & Briggs (dalam Suprihatiningrum, 2013:37) menyatakan bahwa hasil belajar adalah “kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa (learner’s performance)”. Dalam dunia pendidikan, terdapat bermacam-macam tipe hasil belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli. Gagne (dalam Suprihatiningrum, 2013:37) mengemukakan lima tipe hasil belajar, yaitu: “intellectual skill, cognitive strategy, verbal informatioan, motor skill, dan attidude”. Reigeluth (dalam Suprihatiningrum, 2013) berpendapat bahwa hasil belajar atau pembelajaran dapat juga dipakai sebagai pengaruh yang memberikan suatu ukuran nilai dari metode (strategi) alternatif dalam kondisi yang berbeda. Ia juga menyatakan secara spesifik bahwa, hasil belajar adalah suatu kinerja (performance) yang diindikasikan sebagai suatu kapabilitas (kemampuan) yang telah diperoleh. Hasil belajar selalu dinyatakan dalam bentuk tujuan (khusus) perilaku (unjuk kerja). Hasil belajar sangat erat kaitannya dengan belajar atau proses belajar. Hasil belajar pada sasarannya dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan dibedakan menjadi empat macam, yaitu pengetahuan tentang faktafakta, pengetahuan tentang prosedur, pengetahuan konsep, dan keterampilan untuk berinteraksi. Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. IPA sebagai produk merupakan “kumpulan hasil kegiatan empirik dan kegiatan analitik yang dilakukan para ilmuwan selama berabadabad” (Sudana dkk, 2010:3). Iskandar (1996:2) menyatakan bahwa bentuk ilmu pengetahuan alam sebagai produk adalah “fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori IPA”. IPA sebagai proses merupakan “cara kerja, cara berpikir dan cara memecahkan masalah” (Iskandar, 1996:4). Sudana dkk (2010) menyatakan bahwa memahami IPA berarti juga memahami proses IPA yaitu bagaimana mengumpulkan fakta-fakta dan bagaimana 4
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 menghubungkan fakta-fakta untuk menginterpretasikannya. Tujuan utama pembelajaran IPA SD adalah “membantu siswa memperoleh ide, pemahaman, dan keterampilan (life skills) esensial sebagai warga negara”. Life Skills esensial yang perlu dimiliki siswa adalah kemampuan menggunakan alat tertentu, kemampuan mengamati benda dan lingkungan sekitarnya, kemampuan mendengarkan, kemampuan berkomunikasi secara efektif, menanggapi memecahkan masalah secara efektif. Pembelajaran IPA dengan model pembelajaran word square adalah dalam model pembelajaran ini, para siswa dipandang sebagai objek dan subyek pendidikan yang mempunyai potensi untuk berkembang sesuai dengan bakat dan kemampuan yang dimiliki, jadi dalam hal ini guru sebagai fasilitator belajar. Metode yang diterapkan adalah permainan yaitu mengenalkan atau menggunakan konsep pada pembelajaran IPA melalui berbagai bentuk permainan, sehingga para siswa diharapkan menunjukkan kemampuan, strategi, pemahaman, kejelian, dan ketelitian siswa dalam menyelesaikan dan memecahkan masalah pada pembelajaran IPA. Pada model pembelajaran word square dalam pembelajaran IPA penerapannya dengan menggunakan huruf yang disusun secara acak, tidak berurutan tujuannya bukan untuk mempersulit siswa namun untuk melatih sikap dan teliti siswa.
Subjek penelitian melibatkan para siswa kelas V SD Negeri 1 Tista. Siswa yang terlibat berjumlah 28 orang, yang terdiri atas 15 perempuan dan 13 laki-laki. Selanjutnya, objek penelitiannya adalah hasil belajar IPA siswa setelah penerapan model pembelajaran Word square. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri dari 3 kali pertemuan, yang terdiri dari 2 kali pelaksanaan pembelajaran dan 1 kali tes hasil belajar pada akhir siklus. Tindakan kelas yang dilaksanakan dapat dilihat pada gambar 1.
Refleksi
Rencana Tindakan
SIKLUS I
Refleksi SIKLUS II
Pelaksanaan
Observasi/ Evaluasi
Gambar 1: Model PTK (Sumber : Kasihani, 2007) Tahapan tindakan siklus dijelaskan sebagai berikut. Rencana Tindakan, kegiatan yang dilakukan pada rancangan tindakan ini adalah sebagai berikut (1) peneliti menyiapkan materi yang akan diajarkan, (2) peneliti menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sesuai dengan model dan materi pembelajaran, (3) peneliti menyiapkan media pembelajaran dan (4) peneliti menyiapkan instrument penilaian/tes. Pelaksanaan, kegiatan yang dilakukan pada rancangan pelaksanaan ini adalah. melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan menerapkan model pembelajaran word square. Pembelajaran dilakukan dalam dua kali pertemuan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut. (1) guru mengucapkan salam pembuka, (2) guru melaksanakan kegiatan apersepsi,memberikan pertanyaan
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). PTK merupakan suatu tindakan yang dimunculkan di kelas untuk memperbaiki praktik pembelajaran guna meningkatkan mutu pembelajaran. Dalam penelitian ini, jenis penelitian tindakan yang akan digunakan adalah penelitian tindakan kolaboratif, yaitu kolaborasi atau kerjasama antara guru dan peneliti. Guru bertindak sebagai mediator dan fasilitator dan peneliti bertindak sebagai pengamat. Tempat penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Tista. Waktu penelitian ini dilaksanakan selama program pembelajaran semester genap tahun pelajaran 2015/2016. 5
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 Refleksi, refleksi dilakukan untuk melihat, mengkaji, dan mempertimbangkan dampak tindakan yang telah diberikan. Berdasarkan hasil refleksi ini, peneliti bersama-sama guru dapat melakukan perbaikan kekurangan-kekurangan dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan pada kegiatan refleksi ini adalah pengkajian dan perenungan hasil penilaian terhadap pelaksanaan tindakan tersebut, dengan maksud jika terjadi hambatan akan dicari pemecahan masalahnya untuk direncanakan tindakan pada siklus selanjutnya. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode tes. Instrumen pengumpulan datanya berupa tes. Tes yang digunakan adalah tes essay. Metode tes dapat dijelaskan sebagai berikut. Metode tes adalah cara memperoleh data yang berbentuk suatu tugas yang harus dikerjakan oleh seseorang atau kelompok orang yang dites. Tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur hasil belajar IPA siswa kelas V. Agar butir-butir tes dapat mengukur tujuan pembelajaran yang diharapkan maka perlu dibuatkan kisi-kisi tes. Tingkatan hasil belajar IPA siswa dapat ditentukan dengan membandingkan M (%) atau rata-rata persen kelas ke dalam PAP skala lima sesuai pada Tabel 1.
kepada siswa yang menyangkut materi pembelajaran, (3) guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai sesuai kompetensi dan memotivasi siswa belajar, (4) Siswa membaca buku paket mengenai materi yang dipelajari, (5) siswa mengamati media dan melakukan tanya jawab menyangkut materi/topik yang dipelajari, (6) siswa membentuk kelompok belajar dan diberikan LKS word square dalam tiap kelompok oleh guru, (7) siswa mengerjakan pertanyaan-pertanyaan word square yang diberikan oleh guru, (8) guru memberikan evaluasi tentang materi yang telah dipelajari dan masing-masing kelompok mempresentasikan hasil, dan (9) guru memberikan penghargaan terhadap upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok kerjanya berupa 1 buah poin untuk setiap jawaban yang benar dalam kotak. Observasi/Evaluasi, langkahlangkah pada kegiatan ini adalah sebagai berikut. (1) mengobservasi aktivitas siswa dan guru selama pembelajaran berlangsung, (2) mengobservasi dan mencatat masalah-masalah serta kendala yang ditemukan selama pelaksanaan tindakan, (3) mengevaluasi hasil belajar siswa dengan menggunakan tes kecil dalam bentuk tes lisan pada akhir pertemuan dan tes akhir siklus pada setiap akhir siklus dan (4) mendokumentasikan hal-hal penting terjadi selama proses pembelajaran berlangsung.
Tabel 1. Pedoman Konversi PAP Skala Lima tentang Data Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPA Persentase % Kategori 90 – 100 Sangat Tinggi 80 – 89 Tinggi 65 – 79 Sedang 55 – 64 Rendah 0 – 54 Sangat Rendah HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di kelas V SD Negeri 1 Tista dengan subjek 28 orang siswa, yang terdiri dari 13 orang siswa laki-laki dan 15 orang siswa perempuan. Dalam penelitian ini, diterapkan model pembelajaran word square pada pembelajaran IPA. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap
Indikator keberhasilan adalah penelitian ini dikatakan berhasil jika persentase skor klasikal minimal mencapai kategori “tinggi”. Apabila indikator keberhasilan sudah tercapai maka penelitian dihentikan.
6
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 siklus dilaksanakan dalam dua kali pertemuan untuk tatap muka dan satu kali pertemuan untuk tes hasil belajar. Satu kali pertemuan berlangsung dengan alokasi 2 jam pelajaran atau 70 menit. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan kolaborasi dengan guru kelas yang mengajar mata pelajaran IPA kelas V SD Negeri 1 Tista. Peran Guru adalah sebagai pengajar yang menerapkan model pembelajaran word square pada mata pelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 1 Tista. Peneliti bertugas sebagai pengamat yang mengamati kegiatan pembelajaran dari awal sampai akhir. Uraian proses penelitian adalah sebagai berikut. Perencanaan, beberapa hal yang dipersiapkan oleh peneliti dan guru mata pelajaran IPA pada tahap ini adalah sebagai berikut. Perencanaan sebagai berikut. (1) menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan silabus. Materi yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu proses pembentukan tanah, dan komposisi dan jenis-jenis tanah, (2) menyiapkan materi pembelajaran dan LKS, (3) menyiapkan media gambar yang digunakan, dan (4) menyiapkan instrumen untuk mengumpulkan data yang diperlukan, yaitu tes essay. Pelaksanaan, proses pembelajaran dalam siklus I dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan. Setiap pertemuan dialokasikan waktu sebesar 2 x 35 menit. Jadwal pertemuan disesuaikan dengan jadwal pelajaran yang sudah ditetapkan di SD Negeri 1 Tista. Pelaksanaan pembelajaran pada tahap tindakan siklus I. Observasi/Evaluasi, berdasarkan hasil observasi pada pertemuan I siklus I, kemampuan siswa dalam menjawab soal IPA relatif rendah. Namun pada pertemuan II, 10 orang siswa sudah mulai berpartisipasi dalam diskusi. Selanjutnya, data hasil tes tersebut dianalisis untuk mencari rata-rata hasil belajar dan persentasenya. Refleksi siklus I, dari hasil pengamatan dan temuan selama pemberian tindakan pada siklus I terdapat beberapa kendala atau masalah yang harus diperbaiki. Adapun kendala atau permasalahan tersebut adalah sebagai berikut, (1) media yang digunakan kurang
menarik sehingga siswa cenderung bosan dan jenuh saat mengikuti proses pembelajaran, (2) siswa kesulitan mencari jawaban pada LKS dalam kotak word square, karena jumlah kotak dan huruf terlalu banyak, (3) siswa kesulitan menjawab soal yang diberikan karena kalimat soal yang digunakan susah dipahami siswa, (4) siswa masih ragu-ragu saat mengkomunikasikan hasil yang diperoleh, (5) siswa masih kesulitan membuat kesimpulan yang sistematis sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan hasil refleksi pada tindakan siklus I, maka dirancang sebuah perbaikan untuk tindakan selanjutnya melalui siklus II. Perbaikan tersebut adalah sebagai berikut. (1) menggunakan media video kartun daur air yang sesuai dengan materi yang dipelajari sehingga dapat menarik minat belajar siswa. (2) menyederhanakan kalimat soal agar siswa dapat memahami soal dengan mudah, (3) jumlah kotak dan huruf yang ada di dalam kotak dikurangi sehingga siswa lebih mudah mencari jawaban pada kotak yang ada, (4) memberikan reward berupa pujian atau tepuk tangan kepada siswa yang kurang mampu untuk mengkomunikasikan hasil yang diperoleh, sehingga siswa merasa diperhatikan. Hal ini akan memotivasi siswa dalam proses pembelajaran, dan (5) siswa diberikan pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang telah dibahas, sehingga siswa dapat menyimpulkan materi yang dipelajari. Hasil Penelitian Silus II, berdasarkan hasil refleksi terhadap siklus I, disusunlah tindakan siklus II. Tindakan siklus II dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan, yang terdiri atas 2 kali pembelajaran dan 1 kali tes siklus. Materi yang dibahas dalam siklus II adalah daur air. Perencanaan, beberapa hal yang dipersiapkan oleh peneliti dan guru mata pelajaran IPA pada tahap ini adalah sebagai berikut. (1) mempertimbangkan hasil refleksi siklus I untuk langkah selanjutnya pada siklus II, (2) menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan silabus. Materi yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu daur air, (3) menyiapkan materi pembelajaran dan LKS, (4) menyiapkan media video kartun daur air 7
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016 untuk proses pembelajaran, (5) menyiapkan instrumen untuk mengumpulkan data yang diperlukan, yaitu tes essay. Pelaksanaan, proses pembelajaran pada siklus II dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan. Setiap pertemuan dialokasikan waktu sebesar 2 x 35 menit. Jadwal pertemuan disesuaikan dengan jadwal pelajaran yang sudah ditetapkan di SD Negeri 1 Tista. Observasi/Evaluasi, berdasarkan hasil observasi pada pertemuan I siklus II, kemampuan siswa dalam menjawab soal IPA sudah tinggi. Namun pada pertemuan II, 15 orang siswa sudah mulai berpartisipasi dalam diskusi. Selanjutnya, data hasil tes tersebut dianalisis untuk mencari rata-rata hasil belajar dan persentasenya. Refleksi Siklus II, proses pembelajaran pada siklus II menunjukkan adanya peningkatan proses pembelajaran dan perolehan hasil belajar siswa. Adapun temuan yang diperoleh selama tindakan pelaksanaan siklus II adalah sebagai berikut. (1) secara umum, proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. Kondisi dan situasi belajar siswa pada
setiap pertemuan sudah menunjukkan situasi belajar yang kondusif. Hal ini menyebabkan hasil belajar yang diharapkan dapat tercapai, (2) penggunaan media video kartun daur air menyebabkan munculnya perhatian dan minat belajar siswa dalam mengikutI proses pembelajaran, (3) siswa dengan mudah mencari jawaban pada LKS word square karena jumlah kotak dan huruf lebih sedikit dibandingkan pada pada siklus I, (4) siswa sudah tidak memiliki keraguan dalam mengkomunikasikan hasil yang diperoleh, pendapat, maupun gagasannya, (5) siswa sudah mampu membuat kesimpulan yang sistematis dan sesuai dengan yang diharapkan, (6) hasil tes akhir siklus II menunjukkan hasil belajar siswa sudah mencapai kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Berdasarkan hasil analisis data hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 1 Tista pada siklus I dan siklus II sebagaimana yang telah diuraikan di atas, berikut ini dipaparkan rekapitulasi persentase ratarata hasil belajar pada siklus I dan siklus II sesuai pada Tabel 2.
Tabel 2. Rekapitulasi Persentase Rata-rata Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri 1 Tista pada Siklus I dan Siklus II. Tindakan Variabel Persentase % Kategori Siklus I Hasil Belajar 75,3% Sedang Siklus II Hasil Belajar 89,2% Tinggi PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Pada siklus I, persentase rata-rata hasil belajar siswa sebesar 75,3% dalam kategori sedang dan pada siklus II meningkat menjadi 89,2% berada pada kategori tinggi. Berdasarkan hasil tersebut, terjadi peningkatan sebesar 14% dari siklus I ke siklus II. Peningkatan persentase rata-rata hasil belajar pada siklus I hingga siklus II terjadi karena beberapa hal. Pertama, pembelajaran menggunakan model pembelajaran word square dapat mengubah pembelajaran menjadi berpusat pada siswa. Siswa menjadi lebih aktif, teliti,
dan bersikap kritis dalam kegiatan pembelajaran. Jika siswa aktif belajar maka mereka belajar secara bermakna sehingga berdampak pada meningkatnya hasil belajar siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Saptono (2003) yang menyatakan bahwa melalui model pembelajaran word square siswa dapat meningkatkan keaktifan dan ketelitian siswa dalam diskusi. Siswa juga mampu bersikap kritis dalam memecahkan masalah yang ditemukannya, sehingga tercipta pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna bagi siswa, karena siswa menemukan sendiri pengetahuan yang dipelajarinya. Selanjutnya, Siddiq, dkk (2008) menyatakan bahwa belajar akan lebih 8
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajari, bukan mengetahui saja. Sejalan dengan pendapat tersebut, Slameto (2003) menyatakan bahwa belajar yang bermakna akan membawa siswa pada pengalaman belajar yang mengesankan. Pengalaman yang diperoleh siswa akan semakin berkesan apabila proses pembelajaran yang diperolehnya merupakan hasil dari pemahaman dan penemuannya sendiri, yang nantinya akan meningkatkan hasil belajar siswa. Kedua, dalam proses pembelajaran, guru menggunakan media pembelajaran untuk menarik minat/perhatian siswa untuk belajar dan sebagai alat bantu mengajar agar siswa lebih mudah memahami materi yang disampaikan oleh guru. Media pembelajaran dapat meningkatkan minat dan memotivasi siswa, sehingga siswa akan lebih bersemangat dan berperan aktif untuk mengikuti proses pembelajaran. Media pembelajaran juga dapat membantu siswa menyerap materi yang dipelajari. Dengan kegiatan melihat, menyentuh, merasakan dan mengalami sendiri melalui media pembelajaran, pemahaman siswa terhadap materi menjadi lebih baik dan hal ini akan berdampak positif terhadap hasil belajar siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Ibrahim, dkk (dalam Tegeh, 2010:6) yang menyatakan bahwa “media pembelajaran sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran, karena dengan menggunakan media dalam proses pembelajaran maka dapat menarik perhatian siswa. Selain itu, media pembelajaran dapat berpengaruh untuk menambah motivasi siswa dalam belajar yang pada akhirnya nanti hasil belajar siswa akan meningkat”. Ketiga, selama proses pembelajaran berlangsung dari awal sampai akhir pembelajaran, guru memberikan reward kepada siswa berupa tepuk tangan, pujian, senyuman, dan acungan jempol secara berkelompok maupun individu atas keberhasilan yang mereka capai. Selain itu, reward dapat juga digunakan untuk memotivasi siswa untuk selalu aktif menjawab, bertanya, menyampaikan pendapat, dan siswa tidak merasa malumalu dalam menyampaikan hasil diskusinya, sehingga dapat meningkatkan
keaktifan belajar siswa. Motivasi dari dalam diri siswa merupakan hal yang sangat penting untuk dimiliki oleh masing-masing siswa. Pemberian reward mempunyai pengaruh yang penting terhadap hasil belajar siswa. Siswa cenderung lebih bersemangat dan tekun belajar apabila usaha yang dilakukan nanti diberi suatu penghargaan. Siswa akan termotivasi untuk meningkatkan usaha dalam kegiatan belajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Slameto (2003) yang menyatakan bahwa reward yang diberikan dengan tepat dapat mengakibatkan siswa mempunyai sikap yang positif dan meningkatkan motivasi siswa. Siswa menjadi terdorong untuk melakukan usaha dalam mencapai tujuan belajar yang diinginkan. Pemberian reward dapat dimanfaatkan untuk memotivasi belajar siswa, yang berorientasi pada keberhasilan belajar siswa. Penjelasan yang sejalan juga dinyatakan oleh Uno (2008) yang menyatakan bahwa semakin tinggi motivasi siswa dalam belajar, maka hasil belajar siswa juga akan semakin tinggi. Keberhasilan penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putra (2010) tentang penerapan model pembelajaran word square. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model ini dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa sebesar 8,0%, tergolong kriteria aktif. Hasil belajar digambarkan dengan peningkatan rata-rata kelas dari 70,9% pada siklus I hingga mencapai 85,3% pada siklus II. Sejalan dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2011) mengenai model pembelajaran word square juga menunjukkan peningkatan persentase ratarata hasil belajar siswa. Persentase ratarata hasil belajar adalah sebesar 65,87% yang berada pada kategori sedang pada siklus I menjadi 80,25% kategori tinggi pada siklus II. Dari paparan di atas, penelitian ini sudah dikatakan berhasil karena semua kriteria yang ditetapkan telah terpenuhi. Jadi, penerapan model pembelajaran word square dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V semester genap di SD Negeri 1 Tista tahun pelajaran 2015/2016. 9
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
PENUTUP Kesimpulan dalam penelitian ini adalah berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran word square dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V semester genap di SD Negeri 1 Tista Tahun Pelajaran 2015/2016. Hal ini dapat terlihat dari peningkatan hasil belajar IPA siswa pada siklus I sampai dengan siklus II. Pada siklus I, persentase hasil belajar IPA siswa sebesar 75,3%, berada pada kategori sedang. Selanjutnya pada siklus II, persentase hasil belajar IPA siswa sebesar 89,2%, berada pada kategori tinggi. Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian tindakan ini adalah. (1) guru hendaknya menerapkan model pembelajaran yang inovatif, seperti model pembelajaran word sqaure sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa, (2) kepala sekolah hendaknya membina para guru dalam memilih dan menerapkan model pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah, (3) bagi peneliti lain yang berminat untuk meneliti lebih lanjut penggunaan model pembelajaran word square, hendaknya penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi sehingga kelemahan yang ditemukan dalam penelitian ini dapat diperbaiki pada penelitian berikutnya.
2010/2011”. Skripsi (tidak ditrbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar: Universitas Pendidikan Ganesha. Singaraja. Iskandar, Sriani M. 1996. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: IBRD Loan. Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. 2015. Ragam Pengembangan Model Pembelajaran. Jogjakarta: Kata Pena. Lapiarsa, I Gede Windia. 2012. “Penerapan Media Pembelajaran Word Square Dan Media Gambar Untuk Meningkatkan Keaktifan Dan Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas III Semester 2 Di Sekolah Dasar No. 6 Banyuning Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2011/2012” Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar: Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Mulyasa. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, Implementasi, dan Inovasi. Cetakan Ketujuh. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Ningsih, Ni Made Astiti. 2011. “Penerapan Model Pembelajaran Word Square Dengan Teknik Diskusi Kelompok Kecil Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas III SD No. 1 Penarukan Tahun Pelajaran 2011/2012”. Skripsi (tidak ditrbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar: Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Purwanto. 2014. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Saptono. 2003. Model Pembelajaran Word Square. Tersedia pada http://respository.upi.edu/operator/upl oad/sc0551_060339_chapter2.pdf. html (diakses pada tanggal 25 Januari 2015). Siddiq, M. Djauhar, dkk. 2008. Pengembangan Bahan Pembelajaran SD. Ditjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
UCAPAN TERIMA KASIH Dalam proses pembuatan skripsi ini, banyak bantuan yang diperoleh dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini diucapkan terima kasih kepada yang terhormat Putu Nanci Riastini, S.Pd.,M.Pd dan Drs. I Gusti Ngurah Japa, M.Pd yang selama ini telah memberikan arahan dan bimbingannya. DAFTAR RUJUKAN Eka Ariesta Putra, Putu. 2010. “Penerapan Model Pembelajaran Word Square Berbantuan Media Gambar Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil belajar IPA pada Siswa Kelas III Semester II Sekolah Dasar No 2 Petandakan Tahun Pelajaran 10
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
Sudana, Dewa Nyoman. dkk. 2010. Pendidikan IPA SD. Undiksha: Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar. Sudiwirawan, Dewa Made. 2013. “Penerapan Model Pembelajaran Word Square Untuk Meningkatkan Keaktifan Dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas III Semester Ganjil SD N0. 2 Tembok Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2012/2013”. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar: Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Sukandheni, Luh Putu. 2014. “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Word Square Berbasis Lingkungan Terhadap Hasil Belajar IPA Kelas V”. Jurnal Mimbar Jurusan PGSD. Vol. 2. No. 1 (hlm. 2-3).
Suprihatiningrum, Jamil. 2013. Strategi Pembelajaran. Jogjakarta: AR-Ruzz Media. Suryabrata. 1995. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Tegeh, I Made. 2010. Media Pembelajaran. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Uno, Hamzah. B. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara. Winataputra. 2009. Pengertian Word Square. Tersedia pada http://respository. upi. edu/operator/upload/sc0551_060339_ chapter2.pdf. html (diakses pada tanggal 25 Januari 2015).
11