PENERAPAN MODEL GASH UNTUK PENDUGAAN INTERSEPSI HUJAN PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (STUDI KASUS di Unit Usaha REJOSARI PTPN VII LAMPUNG)
Oleh Bogie Miftahur Ridwan A24104083
PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
Bogie Miftahur Ridwan. Penerapan Model Gash Untuk Pendugaan Intersepsi Hujan Pada Perkebunan Kelapa Sawit (Studi Kasus di Unit Usaha Rejosari PTPN VII Lampung). Di bawah bimbingan Naik Sinukaban dan Kukuh Murtilaksono. Intersepsi hujan adalah proses tertahannya air hujan pada permukaan vegetasi sebelum diuapkan kembali ke atmosfer. Hilangnya air melalui intersepsi (interception loss) merupakan bagian penting dalam siklus hidrologi, yaitu kaitannya dengan produksi air (water yield) suatu DAS. Intersepsi hujan pada pertanaman kelapa sawit perlu diketahui untuk dapat menduga jumlah air hujan yang menjadi run off. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi besarnya intersepsi melalui pengukuran dan perhitungan aliran batang (stemflow) dan curahan tajuk (troughfall) pada tanaman kelapa sawit serta menduga besarnya intersepsi selama 4 bulan pengamatan menggunakan model Gash di Perkebunan Kelapa Sawit Unit Usaha Rejosari PTPN VII Lampung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 16 hari kejadian hujan dalam periode 4 bulan pengamatan dengan hujan harian bervariasi antara 1.06 sampai 41.13 mm/hari, rata-rata hujan total ketiga blok pengamatan sebesar 166.09 mm dan intensitas hujan rata-rata sebesar 18.53 mm/jam. Aliran batang dan curahan tajuk meningkat dengan meningkatnya curah hujan dan intensitas hujan. Nilai aliran batang per kejadian hujan bervariasi antara 0.01 sampai 3.74 mm atau 0.39 sampai 11.22 % dari total hujan harian. Nilai curahan tajuk per kejadian hujan bervariasi antara 0.27 sampai 32.27 mm atau 23.00 sampai 86.40 % dari total hujan harian. Besarnya intersepsi dipengaruhi oleh ketebalan hujan dan intensitas hujan serta curahan tajuk dan aliran batang yang terjadi. Intersepsi per kejadian hujan bervariasi antara 0.41 sampai 11.98 mm atau 4.11 sampai 76.18 % dari hujan total harian. Total intersepsi selama 4 bulan pengamatan bervariasi antara 39.77 sampai 70.78 mm atau 23.56 sampai 42.11 % dari total hujan dengan rata-rata intersepsi selama 4 bulan pengamatan sebesar 57.9 mm atau 34.9 % total hujan. Intersepsi meningkat dengan meningkatnya curah hujan namun menjadi konstan ketika kapasitas maksimum tajuk menahan air tercapai. Kapasitas maksimum intersepsi pada tanaman kelapa sawit terjadi pada curah hujan 22 mm sampai 30 mm. Hasil perhitungan rata-rata intersepsi menggunakan Model Gash (1979) adalah 36.7 mm (22.1 %) dari rata-rata total hujan selama periode 4 bulan pengamatan. Sedangkan hasil perhitungan intersepsi menggunakan Revisi Gash et al. (1995) adalah 41.7 mm (25.1 %) dari rata-rata total hujan selama periode 4 bulan pengamatan.
Kata kunci : curah hujan, aliran batang, curahan tajuk, intersepsi, model Gash
SUMMARY
Bogie Miftahur Ridwan. The Application of Gash Model to Estimate Rain Interception in Palm Plantation Area (Case Study in Rejosari Working Unit, PTPN VII Lampung). Supervised by Naik Sinukaban and Kukuh Murtilaksono. Rainfall interception is a process of keeping temporarily of the rain water on vegetation crown, before it is being evaporated. The loss of water through interception is an important part in hydrologic cycle, in its relation with water yield of a watershed. Rainfall interception in oil palm plantation need to be known to estimate the amount of rainfall which becomes run off. This research is aimed to predict rainfall interception through measuring and calculating the stemflow and throughfall on palm trees and using Gash model to predict interception during 4 months research periode in Palm Plantation Rejosari Working Unit, PTPN VII, Lampung. Results of this research, showed that there were 16 days of rain incidences in 4 months research periode with daily rainfall ranged from 1.06 to 41.13 mm/day. The average of total rainfall in 4 months was 166.09 mm and the average of rainfall intensity was 18.53 mm/hour. Stemflow and throughfall increased with total rainfall and rainfall intensity. The amount of stemflow per rain incidences were ranged from 0.01 to 3.74 mm or 0.39 to 11.22 % of total daily rainfall. The amount of troughfall per rain incidences were ranged from 0.27 to 32.27 mm or 23.00 to 86.40 % of total daily rainfall. The amount of interception depend on total rainfall, rainfall intensity, troughfall and stemflow. The amount of interception per rain incidences were ranged from 0.41 to 11,98 mm or 4.11 to 76.18 % of total daily rainfall. Total interception in 4 months were ranged from 39.77 to 70.76 mm or 23.56 to 42.11 % of total rainfall. The average of total interception in 4 month was 57. 9 mm or 34.9 % of total rainfall. Interception increased with increasing rainfall, however, interception would become constant when the carrying capacity of crown have been saturated. Maximum interception capacity of the oil palm plantation occurred at rainfall were ranged from 22 to 30 mm. The result of Gash model estimation (1979) was 22.1% from the average of total rain fall during 4 months research periode. The result revision of Gash et al. (1995) was 25.1% from the average of total rain fall during 4 months research periode.
Key word : rainfall, stemflow, troughfall, interception, Gash model
PENERAPAN MODEL GASH UNTUK PENDUGAAN INTERSEPSI HUJAN PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (STUDI KASUS di Unit Usaha REJOSARI PTPN VII LAMPUNG)
Oleh Bogie Miftahur Ridwan A24104083
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Skripsi
: Penerapan Model Gash Untuk Pendugaan Intersepsi Hujan Pada Perkebunan Kelapa Sawit (Studi Kasus di Unit Usaha Rejosari PTPN VII Lampung)
Nama Mahasiswa : Bogie Miftahur Ridwan Nomor Pokok
: A24104083
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc. NIP. 19461109 197302 1 001
Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S. NIP. 19600808 198903 1 003
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 19571222 198203 1 002
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Karawang, Jawa Barat pada tanggal 24 September 1986. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Aam Ramli dan Siti Nur’aini. Pada tahun 1998 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri I Bekasi, selain itu pada tahun yang sama penulis juga menyelesaikan studi di Madrasah Ibtidaiyah At-Taubah Bekasi. Penulis melanjutkan studi di SLTP Negeri I Bekasi dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri I Bekasi. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Tanah melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2004. Selama menjalankan studi di IPB menulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan Biro Lingkungan Hidup Azimuth. Penulis ikut serta menjadi asisten praktikum mata kuliah Kartografi pada tahun 2006. Penulis ikut serta menjadi panitia Seminar Nasional Masyarakat Konservasi Tanah dan Air pada tahun 2007.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada ALLAH SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Intstitut Pertanian Bogor. Dalam skripsi ini penulis melakukan penelitian di Perkebunan Kelapa Sawit Unit Usaha Rejosari PTPN VII Lampung yang berjudul ”Penerapan Model Gash Untuk Pendugaan Intersepsi Hujan Pada Perkebunan Kelapa Sawit”. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada: 1. Bapak Naik Sinukaban dan Bapak Kukuh Murtilaksono, pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu, arahan dan nasehat atas penulisan skripsi ini. 2. Bapak Moch. Anwar yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Direksi dan staf PPKS yang telah mendanai penelitian ini. 4. Manager dan staf Unit Usaha Rejosari PTPN VII Lampung beserta sinder dan staf Afdeling III. 5. Orang Tua dan adikku atas doa dan motivasi yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Mas Pedro, Pak Hasan, Pak Sukidi, Pak Warno dan Mas Beki yang telah membantu penulis selama melaksanakan penelitian. 7. Ratih, yang tiada hentinya memberikan semangat, doa dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 8. Matung, Restu, Anita dan Marni sahabat seperjuangan yang telah sangat membantu penulis di lapang maupun di kampus. 9. Saudara-saudaraku Azimuth 14 (Adhi, Cablak, Babeh, Alwan, Hank, Ratna dan Ratih) dan seluruh keluarga besar Azimuth, atas dukungan yang diberikan kepada penulis. 10. Teman-teman Pondok Lamin Dentis yang selalu memberi semangat kepada penulis.
11. Teman-teman di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan angkatan 41 yang telah memberikan semangat kepada penulis. 12. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa karya ini jauh dari sempurna sehingga masukan sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, September 2009
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
x
PENDAHULUAN ...................................................................................... Latar Belakang ..................................................................................... Tujuan Penelitian .................................................................................
1 1 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. Pengertian Umum dan Siklus Hidrologi .............................................. Presipitasi ............................................................................................. Intersepsi .............................................................................................. Model Pendugaan Intersepsi ................................................................
3 3 4 5 6
BAHAN DAN METODE ........................................................................... Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... Bahan dan Alat Penelitian ..................................................................... Teknik Pengukuran di Lapangan .......................................................... Curah Hujan .................................................................................... Aliran Batang .................................................................................. Curahan Tajuk ................................................................................. Penetapan Intersepsi .............................................................................. Pengukuran ...................................................................................... Pendugaan dengan Model Gash ......................................................
10 10 11 13 13 13 14 14 14 15
HASIL PEMBAHASAN ............................................................................ Curah Hujan .......................................................................................... Aliran Batang ........................................................................................ Curahan Tajuk ....................................................................................... Intersepsi ............................................................................................. Terapan Pendugaan Intersepsi Model Gash .......................................... Parameter-parameter Komponen Model ......................................... Hasil Pendugaan Model Gash ......................................................... Korelasi antara Pengukuran Intersepsi Langsung dengan Perhitungan Intersepsi Menggunakan Model Gash ..................
17 17 18 24 28 32 32 36
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... Kesimpulan ........................................................................................... Saran ......................................................................................................
40 40 41
37
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
42
LAMPIRAN ................................................................................................
45
DAFTAR TABEL No.
Halaman Teks Rumus-rumus Pendugaan Intersepsi Model Gash ..........................
16
Hasil Pengukuran Distribusi Frekuensi Hujan Total Ketiga Blok Pengamatan .................................................................
17
3.
Distribusi Curah Hujan Berdasarkan Kelas Intensitas Hujan .........
18
4.
Hasil Perhitungan Nilai Aliran Batang untuk Tiap Kelas Hujan pada Ketiga Blok Pengamatan ........................................................
19
5.
Distribusi Aliran Batang Berdasarkan Kelas Intensitas Hujan .......
20
6.
Hasil Pengukuran Nilai Curahan Tajuk untuk Tiap Kelas Hujan pada Ketiga Blok Pengamatan ........................................................
25
7.
Distribusi Curahan Tajuk Berdasarkan Kelas Intensitas Hujan ......
25
8.
Hasil Pengukuran Nilai Intersepsi untuk Tiap Kelas Hujan pada Ketiga Blok Pengamatan ........................................................
29
Distribusi Persentase Intersepsi Berdasarkan Kelas Intensitas Hujan .....................................................................
29
10.
Laju Evaporasi Rata-rata dari Ketiga Blok Pengamatan .................
33
11.
Kapasitas Tajuk (S) Pada Blok Pengamatan ...................................
34
12.
Hasil Parameterisasi Unsur-unsur Model Pendugaan Intersepsi untuk Blok Pengamatan ..................................................................
36
Hasil Pendugaan Intersepsi dengan Model Gash untuk Ketiga Blok Pengamatan .......................................................
37
1. 2.
9.
13.
Lampiran 1.
Curah Hujan Masing-masing Blok Pengamatan .............................
45
2.
Hasil Pengukuran Intersepsi Pada Blok I ........................................
45
3.
Hasil Pengukuran Intersepsi Pada Blok II ......................................
46
4.
Hasil Pengukuran Intersepsi Pada Blok III .....................................
46
5.
Hasil Pengukuran Aliran Batang Pada Tiga Blok Pengamatan ......
47
6.
Hasil Pengukuran Curahan Tajuk Pada Tiga Blok Pengamatan .....
47
7.
Hasil Pengukuran Komponen Intersepsi Pada Kelas Hujan <5 mm/hari ......................................................................................
48
Hasil Pengukuran Komponen Intersepsi Pada Kelas Hujan 5-10 mm/hari ...................................................................................
49
8.
9.
Hasil Pengukuran Komponen Intersepsi Pada Kelas Hujan 10-15 mm/hari .................................................................................
49
Hasil Pengukuran Komponen Intersepsi Pada Kelas Hujan >15 mm/hari ....................................................................................
50
11.
Hasil Pengukuran Intersepsi Langsung ...........................................
50
12.
Hasil Pengukuran Komponen Intersepsi Pada Kelas Intensitas Hujan <5 mm/jam ...........................................................................
50
Hasil Pengukuran Komponen Intersepsi Pada Kelas Intensitas Hujan 5-15 mm/jam ........................................................................
51
Hasil Pengukuran Komponen Intersepsi Pada Kelas Intensitas Hujan 15-25 mm/jam ......................................................................
51
Hasil Penukuran Komponen Intersepsi Pada Kelas Intensitas Hujan >25 mm/jam .........................................................................
52
16.
Hasil Pengukuran Intensitas Hujan Rata-rata .................................
52
17.
Data Vegetatif Blok I ......................................................................
54
18.
Data Vegetatif Blok II .....................................................................
55
19.
Data Vegetatif Blok III ....................................................................
56
10.
13. 14. 15.
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1.
Teks Tata Letak Blok-blok Penelitian .......................................................
10
2.
Penakar Curah Hujan ........................................................................
12
3.
Selang Penampung Air Aliran Batang ..............................................
12
4.
Drum Penampung Air Aliran Batang ...............................................
12
5.
Bak Besi Penampung Air Curahan Tajuk .........................................
12
6.
Corong Penampung Air Curahan Tajuk ...........................................
13
7.
Talang Penampung Curahan Tajuk ..................................................
13
8.
Grafik Hubungan Antara Aliran Batang dengan (a) Kelas Hujan dan (b) Intensitas Hujan ..........................................................................
21
Grafik Antara Curah Hujan dan Aliran Batang untuk Ketiga Blok Penggunaan Lahan Kelapa Sawit .................................
23
9.
10. Grafik Hubungan Antara Curahan Tajuk dengan (a) Kelas Hujan dan (b)Intensitas Hujan .......................................................................... 26 11. Grafik Regresi Antara Curah Hujan dan Curahan Tajuk untuk Ketiga Blok Penggunaan Lahan Kelapa Sawit .......................
27
12. Grafik Hubungan Antara Intersepsi dengan (a) Kelas Hujan dan (b) Intensitas Hujan ..........................................................................
30
13. Grafik Regresi antara Curah Hujan dengan Intersepsi pada Ketiga Blok Penggunaan Lahan Kelapa Sawit .................................
31
14. Grafik Regresi Linier Antara Curah Hujan dengan Intersepsi .........
33
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditi utama pada sektor perkebunan di Indonesia. Kelapa sawit merupakan tanaman yang membutuhkan air dalam jumlah yang besar. Curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata 2000 – 2500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan dan tidak terjadi defisit air sebesar 250 mm (Fauzi et al., 2002). Bila terjadi kekeringan maka akar tanaman kelapa sawit sulit menyerap air dan unsur hara dari dalam tanah. Hal ini menyebabkan terganggunya pertumbuhan, perkembangan bunga dan buah yang pada akhirnya akan menurunkan produksi kelapa sawit. Darmosarkoro, Harahap dan Syamsudin (2001) menyatakan bahwa kekeringan berpengaruh terhadap proses fisiologis tanaman, pertumbuhan vegetatif, produksi, populasi hama dan penyakit serta gulma pada lahan kelapa sawit. Secara alamiah air mengalami peredaran melalui siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut secara terus menerus. Dalam siklus ini terjadi proses penghilangan dan pengembalian air secara teratur. Salah satu bagian penting dalam siklus hidrologi adalah presipitasi. Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi yang berfungsi mengembalikan air yang hilang oleh penguapan serta mengisi kembali air tanah. Sebagian hujan yang jatuh menguap sebelum tiba di permukaan bumi, yakni ketika sedang jatuh atau ditahan dan melekat pada tumbuh-tumbuhan. Bagian air ini disebut air intersepsi dan peristiwa penahanan air tersebut disebut peristiwa intersepsi (Arsyad, 2000). Dalam siklus hidrologi, kehilangan air melalui proses intersepsi sangat perlu untuk diketahui, karena terkait dengan produksi air dari suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Dingman (1994 dalam Sianturi, 2009) mengatakan besarnya intersepsi untuk berbagai jenis tajuk tumbuhan berkisar antara 10 – 40 % dari hujan total. Dalam bidang pertanian jumlah air yang terintersepsi, meskipun relatif kecil, mempunyai arti yang penting dalam hubungannya dengan kebutuhan air tanaman. Sejak tahun 2005 melalui kerja sama antara Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan dengan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor di Unit Usaha Rejosari, PT Perkebunan Nusantara VII, Lampung dilakukan penelitian
konservasi tanah dan air. Oleh karena itu, sangat penting pula dilakukan pengukuran intersepsi di daerah penelitian tersebut, karena intersepsi merupakan salah satu komponen penentu neraca air pada suatu wilayah tangkapan yaitu untuk menduga jumlah air yang menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan dapat mengurangi kesuburan tanah, karena menyebabkan tererosinya lapisan top soil. Air hujan yang tertahan terlebih dahulu pada batang dan tajuk kelapa sawit dapat menekan daya tumbukan langsung terhadap permukaan tanah, sehingga kekuatan air yang menyebabkan terjadinya erosi berkurang. Besarnya intersepsi baru dapat diketahui setelah diketahui besarnya hujan sebelum dan sesudah tajuk tumbuhan dari hasil pengukuran langsung. Namun karena sifat tajuk tumbuhan relatif tidak berubah dari waktu ke waktu maka besarnya intersepsi dapat diduga dari model yang ada. Model analitik intersepsi Gash dipilih untuk menduga besarnya intersepsi karena komponen penyusun model yang digunakan cukup sederhana seperti porositas tajuk, kapasitas simpan tajuk dan batang, input batang, laju evaporasi harian dan intensitas hujan yang diperoleh dari hasil analisis data lapangan. Setelah komponen penyusun model diketahui maka dapat diduga besarnya intersepsi untuk tanaman kelapa sawit di daerah yang berbeda dengan umur tanam yang sama.
Tujuan Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Memprediksi besarnya intersepsi melalui pengukuran dan perhitungan aliran batang (stemflow) dan curahan tajuk (troughfall) pada tanaman kelapa sawit. 2. Menerapkan model Gash untuk pendugaan intersepsi pada tanaman kelapa sawit.
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Umum dan Siklus Hidrologi Pengertian dan pengetahuan tentang rangkaian peristiwa yang terjadi dengan air dari saat air jatuh di permukaan bumi hingga menguap ke udara dan kemudian jatuh kembali ke bumi sangat penting dalam hidrologi (Haridjaja et al., 1991). Menurut Seyhan (1990) daur hidrologi diberi batasan sebagai tahapantahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer; evaporasi dari tanah atau laut maupun air pedalaman, kondensasi untuk membentuk awan, presipitasi, akumulasi di dalam tanah maupun di tubuh air. Arsyad (2000) menjelaskan secara terinci tentang siklus air, bahwa sebagian air yang jatuh (hujan) menguap sebelum tiba di permukaan bumi, yakni ketika sedang jatuh atau ditahan dan melekat pada tumbuh-tumbuhan. Bagian air hujan yang ditahan dan melekat di permukaan daun dan cabang disebut air intersepsi dan peristiwa penahanan air tersebut disebut peristiwa intersepsi. Air hujan yang sampai di permukaan tanah adalah air yang jatuh langsung, air hujan yang setelah tertahan oleh daun atau cabang pohon kemudian jatuh ke permukaan tanah disebut lolosan tajuk, dan air hujan jatuh di permukaan daun, cabang, batang kemudian mengalir melalui batang ke bawah disebut aliran batang. Bagian dari air tersebut yang sampai ke permukaan tanah disebut persediaan air permukaan akan mengalir di permukaan atau masuk kedalam tanah. Air yang mengalir di permukaan tanah disebut aliran permukaan. Peristiwa masuknya air ke dalam tanah disebut infiltrasi. Aliran permukaan akan terkumpul di dalam danau reservoir atau sungai dan kemudian mengalir ke laut. Dalam perjalanan air menuju laut sebagian ada yang diuapkan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah akan segera keluar kembali ke sungai-sungai sebagai aliran intra (interflow), sedangkan sebagian besar lainnya akan tersimpan sebagai air tanah yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah sebagai limpasan air tanah (Sosrodarsono dan Takeda, 1993).
Presipitasi Presipitasi adalah proses jatuhnya air dari udara ke dalam bentuk padat atau cair seperti hujan, salju, es, kabut atau embun ke permukaan bumi (Haridjaja et al., 1991). Menurut Viesmann et al. (1977) bentuk dan jumlah presipitasi dipengaruhi oleh faktor iklim antara lain seperti angin, suhu dan tekanan atmosfer. Di daerah tropis, presipitasi ditemui dalam bentuk hujan, maka presipitasi dalam konteks daerah tropis sama dengan hujan. Curah hujan adalah air hujan yang jatuh di permukaan tanah selama jangka waktu tertentu, diukur dalam satuan tinggi kolom di atas permukaan horizontal, apabila tidak terjadi penghilangan-penghilangan oleh penguapan, pengaliran, dan peresapan ke dalam tanah. WMO (1991 dalam Anwar, 2003) menyatakan satu hari hujan adalah periode 24 jam di mana terkumpul curah hujan setinggi 0.5 mm atau lebih dan curah hujan kurang dari ketentuan tersebut, hari hujannya dianggap nol. Menurut para ahli hanya ± 25 % dari seluruh presipitasi yang jatuh di daratan mengalir ke laut melalui permukaan dan aliran bawah tanah, sedangkan sisanya ± 75 % kembali ke udara melalui proses evaporasi dari permukaan air, tanah, batu, dan benda-benda lain di permukaan bumi, serta melalui proses transpirasi. Namun demikian uap air hasil evapotranspirasi bukanlah sumber utama presipitasi di daratan yang bersangkutan. Uap air hasil evapotranspirasi dari daratan seringkali terserap oleh massa udara kering dan hanya sebagian kecil yang terpresipitasikan kembali pada tempat yang sama. Seringkali sumber presipitasi di daratan adalah uap air hasil evaporasi di permukaan laut yang terbawa ke daratan bersama massa udara yang bergerak sebagai angin laut (Haridjaja et al., 1991). Penakar-penakar presipitasi biasanya ditempatkan pada tempat terbuka dan dengan demikian tidak mengukur presipitasi yang sampai di tanah di bawah suatu tajuk vegetasi. Bagian presipitasi yang tetap pada permukaan vegetasi disebut intersepsi. Sebagian air yang diintersepsi ini menguap dan sebagian mencapai tanah secara langsung. Bagian tersebut dikenal sebagai air tembus (troughfall) (Seyhan, 1990).
Karakteristik hujan yang mempengaruhi besarnya intersepsi adalah curah hujan, intensitas hujan dan distribusinya. Curah hujan biasanya diukur setiap hari hujan (hujan harian) dan dinyatakan dalam satuan milimeter (mm). Intensitas hujan merupakan curah hujan per satuan waktu (misalnya mm/15 menit, mm/30 menit, mm/jam dst) dan dapat diukur dengan pencatat otomatis. Curah hujan yang dapat mencapai tanah merupakan penjumlahan antara curahan tajuk dengan aliran batang yang biasa disebut dengan presipitasi netto (Pn). (Kaimuddin, 1994). Intersepsi Intersepsi adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi, di atas permukaan tanah, tertahan beberapa saat untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan. Air hujan jatuh pada permukaan tajuk vegetasi akan mencapai permukaan lantai hutan melalui dua proses mekanis, yaitu lolosan tajuk (throughfall) dan aliran batang (stemflow). Air lolos jatuh langsung ke permukaan tanah melalui ruangan antar tajuk/daun atau menetes melalui daun, batang, dan cabang, sedangkan aliran batang adalah air hujan yang dalam perjalanan mencapai permukaan tanah mengalir melalui batang vegetasi. Dengan demikian, intersepsi hujan adalah beda antara curah hujan total dan hasil pertambahan antara lolosan tajuk (throughfall) dan aliran batang (stemflow) (Asdak, 2004). Menurut Manan (1976), yang dimaksud dengan aliran batang adalah bagian dari curah hujan yang dicegat, terkumpul dan mengalir ke bawah
melalui batang. Air hujan yang mengalir ke batang
mempunyai koefisien tertentu yang disebut koefisien input batang (Pt). Sebelum mencapai tanah, aliran batang tersebut akan mengisi celah-celah batang yang disebut sebagai kapasitas batang untuk menyimpan air (St) (Gash, 1979 dalam Anwar, 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi intersepsi curah hujan pada suatu areal bervegetasi dipengaruhi oleh komposisi spesies, umur tanaman, kerapatan tegakan, musim dalam setahun dengan keragaman dalam intensitas presipitasi (Seyhan, 1990). Semakin banyak jumlah pohon per satuan luas, maka jumlah air hujan yang diuapkan kembali ke atmosfer menjadi semakin besar. Hal ini berkaitan dengan faktor luas bidang penguapan, yaitu tajuk vegetasi atau dengan
kata lain bahwa besarnya intersepsi ditentukan oleh angka indeks luas daun (LAI). Berkurangnya nilai LAI akan menurunkan besarnya kapasitas tampung air pada permukaan tajuk vegetasi (canopy storage capacity) (Asdak, 2004). Menurut Kaimuddin (1994), dalam bidang hidrologi hilangnya air melalui intersepsi (interception loss) merupakan bagian penting dalam siklus hidrologi, yaitu kaitannya dengan produksi air (water yield) suatu DAS. Intersepsi bersama-sama dengan penguapan merupakan suatu gejala yang mendapat perhatian, karena gejala ini merupakan salah satu cara air menghilang dari tempat yang membutuhkan, sehingga peristiwa ini menjadi penting bagi pertanian, hidrologi, ekologi dan pemukiman penduduk. Peranan intersepsi hujan oleh vegetasi dalam neraca air dari suatu daerah aliran sungai (DAS) adalah sangat besar, hal ini berkaitan dengan mekanisme berlangsungnya proses-proses evaporasi dan transpirasi yang terjadi dalam masyarakat vegetasi. Secara umum proses intersepsi di pengaruhi oleh dua faktor utama yaitu; karakteristik vegetasi, dan iklim setempat (Asdak, 2004). Model Pendugaan Intersepsi Pengukuran intersepsi hujan secara langsung di lapangan memerlukan banyak waktu, tenaga, dan biaya yang cukup besar, sehingga diperlukan suatu pendekatan melalui model pendugaan yang dibangun berdasarkan perameterparameter yang dapat diukur seperti; curah hujan total (gross precipitation) yang dapat diukur dari areal terbuka atau diukur di atas tajuk vegetasi (Pg), curahan tajuk (Tf), dan aliran batang (Sf). Besarnya intersepsi hujan ( I ) secara matematis dirumuskan sebagai berikut: I = Pg – Tf – Sf
…………………………………………....... (1)
Dimana I adalah intersepsi (mm), Pg adalah curah hujan total (mm), Tf adalah curahan tajuk (Troughfall), dan Sf adalah aliran batang (Stemflow) Gash (1979 dalam Anwar, 2003) telah berusaha dan mencoba mengembangkan model analitik dengan memanfaatkan kondisi iklim. Model Gash dipergunakan untuk menghitung intersepsi berdasarkan pada setiap kejadian hujan dan mengidentifikasi secara terpisah faktor meteorologi dan faktor biologi
yang menentukan intersepsi, karena dengan demikian akan dapat memberikan kerangka kerja dengan hasil ekstrapolasi secara sangat mudah untuk daerah lain. Asumsi-asumsi utama yang disederhanakan oleh Gash (1979 dalam Anwar, 2003) sebagai berikut: a.
Pola distribusi hujan dalam bentuk hujan terus-menerus dengan interval periode tidak hujan cukup lama, sehingga memungkinkan tajuk dan batang pohon menjadi kering,
b.
Kondisi meteorologi selama terjadi penjenuhan tajuk, dianggap sama untuk semua hujan, artinya bahwa rata-rata kondisi hujan dan evaporasi dapat mewakili seluruh data hujan dan evaporasi yang ada,
c.
Bahwa tidak ada penetesan (air yang lolos) selama proses penjenuhan tajuk dan jumlah air pada tajuk setelah hujan akan cepat berkurang (antara 20 – 30 menit) sampai tercapainya nilai daya tampung air yang terkecil. Adapun komponen intersepsi yang diperlukan dalam penggunaan model
Gash selama kejadian hujan tertentu adalah sebagai berikut: 1. Intersepsi untuk kejadian hujan ringan yang tidak cukup untuk menjenuhkan tajuk (Pg < Pg); m
I 1 p pt Pgj untuk m hujan ................................................. (2) j 1
di mana Pg adalah curah hujan total, m adalah jumlah kejadian hujan kecil (Pg < Pg'), p adalah porositas atau celah tajuk (menunjukkan jumlah curah hujan yang langsung ke tanah tanpa terlebih dahulu menyentuh tajuk), dan pt adalah koefisien input batang. 2. Intersepsi untuk kejadian hujan besar yang cukup untuk menjenuhkan tajuk (Pg > Pg);
I n1 p p Pg ' t
S untuk n hujan ......................................... (3)
di mana Pg curah hujan yang dapat menjenuhkan tajuk, n adalah jumlah kejadian hujan besar (Pg > Pg), dan S adalah kapasitas tampung tajuk. 3. Evaporasi yang terjadi pada tajuk jenuh selama hujan berlangsung
E n Pgj Pg ' ..................................................................................... (4) R j 1
di mana
E adalah nisbah antara evaporasi rata-rata dengan intensitas hujan R
yang besarnya sebanding dengan koefisien arah (slope) regresi antara curah hujan dengan intersepsi, Pg adalah curah hujan total, dan Pg adalah curah hujan yang dapat menjenuhkan tajuk. 4. Evaporasi yang terjadi setelah hujan berhenti; nS ............................................................................................................ (5) 5. Evaporasi yang terjadi pada batang (cabang) pada hujan yang tidak menjenuhkan batang adalah; mnq
qSt + Pt
Pqj
untuk q hujan ............................................................ (6)
j 1
di mana St adalah kapasitas tampung batang, q adalah kejadian hujan yang St cukup untuk menjenuhkan batang Pg . Pt
Sedang besarnya Pg dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Pg =
RS E ln 1 ............................................................... E (1 p pt ) R
(7)
Untuk menyatakan intersepsi total, yang diturunkan dari kombinasi ke empat persamaan tersebut adalah sebagai berikut;
E
I 1 p p Pg ' R Pg Pg ' 1 p p Pg qS p Pg (8) t
t
t
t
Persamaan-persamaan tersebut di atas telah direvisi Gash (1995 dalam Anwar, 2003) dengan menambahkan parameter bagian penutup tajuk, sehingga bentuk persamaan dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Intersepsi untuk kejadian hujan ringan yang tidak cukup untuk menjenuhkan tajuk (Pg < Pg); m
I c Pgj untuk m hujan …………............…………………….…… (9) j 1
di mana Pg curah hujan total, dan c adalah koefisien pemadaman (menunjukkan fungsi dari indeks luas daun) 2. Intersepsi untuk kejadian hujan besar yang cukup untuk menjenuhkan tajuk (Pg > Pg);
I ncPg 'Suntuk n hujan
.............................................................
(10)
di mana Pg adalah curah hujan yang dapat menjenuhkan tajuk, dan S adalah kapasitas tampung tajuk. 3. Evaporasi yang tejadi pada tajuk jenuh selama hujan berlangsung;
E n Pgj Pg ' .................................................................................. (11) R j 1 4. Evaporasi yang terjadi setelah hujan berhenti; nS ............................................................................................................. (12) 5. Evaporasi yang terjadi pada batang (cabang) pada hujan yang tidak menjenuhkan batang adalah; nq
qSt pt Pgj untuk q hujan ..............................................................
(13)
j 1
di mana St adalah kapasitas tampung batang, q adalah kejadian hujan yang St cukup untuk menjenuhkan batang Pg . Pt
Sedang besarnya Pg dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Pg '
RS E ln 1 ............................................................................ E cR
(14)
Untuk menyatakan intersepsi total, yang diturunkan dari kombinasi ke empat persamaan tersebut adalah sebagai berikut :
E
I c Pg ' R Pg Pg ' c Pg qS P Pg
t
t
....................
(15)
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kebun kelapa sawit Afdeling III, pada blok I (375), II (415), dan III (414) Unit Usaha Rejosari, PT Perkebunan Nusantara VII Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung (Gambar 1). Curah hujan tahunan di daerah penelitian berkisar antara 1500 sampai 2100 mm/tahun. Jumlah hari hujan yang terjadi di daerah penelitian 77 sampai 122 hari/tahun dengan jumlah bulan kering 3 sampai 4 bulan/tahun. Water Deficit yang terjadi mencapai 10 sampai 400 mm/tahun (PT Perkebunan Nusantara - VII, 2005). Tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe C, Oldeman tipe D3 dan Koppen tipe Ama (Siregar, 2003). Kegiatan pengamatan dan pengukuran parameter intersepsi di lapangan dilakukan mulai Januari hingga April 2008.
IV IV
Lokasi
Gambar 1. Tata Letak Blok-Blok Penelitian (375, 415, 414)
Bahan dan Alat Penelitian Penelitian dilakukan pada tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) yang telah berumur 12 tahun. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a.
Penakar hujan tipe otomatis (Tiping Bucket) 1 buah (diameter 14 cm pada blok I) dan observatorium sebanyak 2 buah (diameter 11.3 pada blok II dan 19.4 cm pada blok III) untuk pengukuran curah hujan bruto (Pg) (Gambar 2).
b.
Selang plastik untuk menadah dan mengalirkan air hasil aliran batang ke drum penampung (Gambar 3).
c.
Drum plastik dengan volume 130 liter sebanyak 27 atau 9 drum pada setiap blok untuk menampung aliran batang (Gambar 4).
d.
Bak besi dengan luas penampang 1 m2 sebanyak 9 atau 3 bak besi pada setiap blok untuk menampung butir-butir air curahan tajuk (Gambar 5).
e.
Corong penampung curahan tajuk dengan diameter 29 cm pada blok I sebanyak 6 corong dan dengan diameter 24 cm ditempatkan pada blok II dan III sebanyak 12 corong dengan wadah penyimpan air dibawahnya (Gambar 6).
f.
Talang penampung curahan tajuk dengan panjang 375.5 cm (1), 376.5 cm (2), 375.6 cm (3) pada blok I; 366.5 cm (1),368.5 cm (2), 367.9 cm (3) pada blok II; 376.5 cm (1), 376 cm (2), 376.5 cm (3) pada blok III, dengan lebar dan tinggi semua talang sama yaitu 10 cm dan 10.5 cm sebanyak 9 talang atau 3 talang pada setiap blok dengan wadah penyimpan air dibawahnya (Gambar 7).
g.
Gelas ukur 1000 milimeter sebanyak 5 buah, 100 milimeter sebanyak 2 buah, dan gelas piala 2000 milimeter sebanyak 4 buah untuk mengukur volume curahan tajuk, aliran batang, dan curah hujan bruto (Pg).
Gambar 2. Penakar Curah Hujan
Gambar 3. Selang Penampung Air Aliran Batang
Gambar 4. Drum Penampung Air Aliran Batang
Gambar 5. Bak Besi Penampung Air Curahan Tajuk
Gambar 6. Corong Penampung Air Curahan Tajuk
Gambar 7. Talang Penampung Air Curahan Tajuk
Teknik Pengukuran di Lapangan Curah Hujan Pemasangan tiga alat penakar hujan pada masing–masing blok ditujukan untuk mengamati curah hujan secara teliti dan sekaligus untuk mengantisipasi adanya kemungkinan variasi hujan pada ketiga blok tersebut. Curah hujan diperoleh dengan mengukur volume air yang tertampung di penakar hujan pada setiap hari hujan, menggunakan gelas ukur kapasitas 1000 ml dan 100 ml. Untuk mendapatkan curah hujan dalam satuan milimeter, volume air yang tertampung pada setiap penakar hujan dibagi dengan luas penampang dari masing-masing penakar hujan yaitu 154 cm2 penakar hujan otomatis dan penakar hujan observatorium 100.33 cm2 pada blok II dan 295.71 cm2 pada blok III Aliran Batang Aliran batang pada penelitian ini adalah bagian air yang dicegat vegetasi, mengalir ke bawah melalui batang. Pengukuran air hasil aliran batang dilakukan
setiap hari hujan. Volume air hasil tampungan aliran batang diketahui dengan mengkonversikan angka kalibrasi antara tinggi air yang terbaca pada selang plastik transparan (mm) dengan volume drum penampung (ml). Untuk mendapatkan volume aliran batang dalam satuan milimeter, volume aliran dalam satuan milimeter air (dari rata-rata pohon sampel pada setiap blok) dikalikan dengan jumlah pohon yang ada pada masing-masing blok, kemudian hasil dari perhitungan tersebut dibagi dengan luas masing-masing blok.
Curahan Tajuk Curahan tajuk pada penelitian ini adalah bagian dari air hujan yang berhasil menembus tajuk vegetasi sehingga mencapai permukaan tanah baik secara langsung ataupun tertahan terlebih dahulu oleh tajuk pohon. Volume air hasil tampungan curahan tajuk diketahui dengan mengukur air yang tertampung pada setiap hari hujan dari ketiga tipe penakar curahan tajuk menggunakan gelas ukur 1000 ml. Untuk mendapatkan volume curahan tajuk dalam satuan milimeter yaitu pada bak besi, volume air curahan tajuk pada bak besi dibagi dengan luas penampang bak besi (1 m2), kemudian nilai konversi curahan tajuk dari ketiga bak besi pada setiap blok dirata-ratakan. Pada corong, rata-rata volume air curahan tajuk yang tertampung dari ke 6 corong penampung dibagi dengan luas penampang masing-masing corong yaitu 0.066 m2 pada blok I dan 0.045 m2 pada blok II dan III, volume curahan tajuk yang tertampung pada talang dibagi dengan hasil penjumlahan luas dari ketiga penampang talang yaitu 1.13 m2 pada blok I dan III serta 1.10 m2 pada blok II. Penetapan Intersepsi Pengukuran Intersepsi adalah bagian dari curah hujan yang tidak sampai ke permukaan tanah akibat penahanan tajuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer. Besarnya intersepsi curah hujan dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut : I = Pg – Sf – Tf dimana : I
= jumlah air yang diintersepsi (mm)
Pg = curah hujan bruto (mm)
Sf = aliran batang (mm) Tf = curahan tajuk (mm)
Pendugaan dengan Model Gash Sebagai pembanding hasil pengukuran intersepsi hujan, juga dilakukan pendugaan menggunakan model intersepsi yang dikembangkan Gash (1979 dalam Anwar, 2003) dan revisi model Gash et al. (1995 dalam Anwar, 2003). Asumsi dasar yang berlaku pada penggunaan model tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Pola distribusi hujan dapat dalam bentuk hujan terus-menerus dengan periode tidak hujan cukup lama yang memungkinkan tajuk dan batang pohon menjadi kering,
2.
Laju curah hujan dan evaporasi dianggap konstan selama berlangsungnya satu atau lebih kejadian hujan,
3.
Laju evaporasi dari batang yang jenuh selama berlangsungnya hujan diabaikan, dan
4.
Diasumsikan hanya ada satu kejadian dalam waktu satu hari. Gash (1979 dalam Anwar, 2003) melaporkan bahwa hasil penelitian
tentang intersepsi yaitu; curahan tajuk, aliran batang, dan intersepsi memiliki hubungan yang nyata dalam bentuk persamaan regresi linier sederhana yang dituliskan sebagai berikut : Y = βPg + α di mana: Y
= hasil perhitungan intersepsi hujan (mm)
Pg
= curah hujan di tempat terbuka (mm)
β dan α = koefisien regresi Adapun rumus-rumus pendugaan intersepsi model Gash (1979 dalam Anwar, 2003) dan revisi model Gash et al. (1995 dalam Anwar, 2003) secara ringkas disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rumus-rumus pendugaan intersepsi Model Gash Komponen Intersepsi Jumlah kejadian hujan (m) yang tidak menjenuhkan tajuk Pg Pg ' Jumlah Kejadian Hujan (n) yang menjenuhkan tajuk Pg Pg ' Evaporasi pada tajuk basah selama hujan berlangsung Evaporasi setelah hujan berhenti Evaporasi dari batang Parameter-parameter Hujan yang dibutuhkan untuk menjenuhkan tajuk Pg ' Laju evaporasi rata-rata pada tajuk basah Kapasitas tajuk Fraksi penutupan tajuk Keterangan : Jumlah hujan (q) untuk penjenuhan batang di mana Pg’>S t / Pt C = fungsi dari LAI P = porositas tajuk Pt = koefisien input batang
Model Gash (1979) m
Revisi Model Gash et. al. (1995) m
1 p pt Pgj
c Pgj
n1 p pt Pg ' S E n Pg Pg ' R j 1
ncPg ' S E n Pgj Pg ' R j 1
nS
nS
j 1
qS t pt
mnq
Pgj j 1
Model Gash (1979) RS E ln 1 E 1 p pt R E Ew S 1-p St = kapasitas batang 𝐸 = laju evaporasi rata-rata 𝑅 = intensitas hujan rata-rata
j 1
nq
qS t pt Pgj j 1
Revisi Model Gash et. al. (1995) RS E ln 1 E cR E cE c S = cSc C S = kapasitas simpan tajuk
HASIL DAN PEMBAHASAN Curah Hujan Hasil pengamatan lapang selama penelitian dari bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2008 tercatat sebanyak 16 hari kejadian hujan pada blok I, II dan III dengan asumsi hanya satu kejadian hujan dalam waktu satu hari hujan. WMO (1991 dalam Anwar, 2003) menyatakan Satu hari hujan adalah periode 24 jam di mana terkumpul curah hujan setinggi 0.5 mm atau lebih dan curah hujan kurang dari ketentuan tersebut, hari hujannya dianggap nol. Curah hujan yang terjadi sangat bervariasi dalam periode pengamatan (Januari – April 2008) antara 1.82 mm/hari hingga 37.35 mm/hari dengan total curah hujan 168.82 mm pada blok I; 1.19 mm/hari hingga 41.13 mm/hari dengan total curah hujan 168.02 mm pada blok II; 1.06 mm/hari hingga 33.75 mm/hari dengan total curah hujan 161.44 mm pada blok III (Tabel Lampiran 1). Rata-rata total hujan adalah sebesar 166.09 mm. Intensitas hujan selama penelitian berkisar antara 2.49 mm/jam hingga 69.13 mm/jam dengan intensitas hujan rata-rata untuk ketiga blok pengamatan adalah sebesar 18.53 mm/jam (Tabel Lampiran 16). Berdasarkan data curah hujan selama penelitian (Tabel Lampiran 1) kejadian hujan yang terjadi selama penelitian merupakan kategori hujan antara sangat ringan (≤ 5 mm/hari) sampai ringan (5 - 20 mm/hari). Distribusi frekuensi curah hujan harian hasil pengamatan untuk ketiga blok selama bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2008 disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil pengukuran distribusi frekuensi hujan total ketiga blok pengamatan selama 16 hari hujan Kelas Hujan (mm/hari) <5
Curah Hujan Rata-rata (mm) 2.92
Waktu Hujan Rata-rata (jam) 0.47
23
Intensitas Hujan Rata-rata (mm/jam) 6.62
Frekuensi
5 – 10
6.94
0.54
6
12.97
10 – 15
13.42
0.63
6
21.87
> 15
23.76
0.64
13
40.64
Hasil pengamatan curah hujan selama penelitian menunjukkan, bahwa curah hujan <5 mm/hari adalah lebih sering terjadi yaitu 23 kejadian hujan. Hujan dengan intensitas tinggi menyebabkan berkurangnya hujan terintersepsi karena
besarnya kapasitas simpan tajuk tidak berubah selama kejadian hujan. Sedangkan pada saat hujan dengan intensitas ringan intersepsi menjadi besar karena pada saat hujan dapat terjadi evaporasi terutama jika hujan berhenti untuk beberapa saat (Sianturi, 2009). Distribusi curah hujan berdasarkan kelas intensitas hujan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Distribusi curah hujan berdasarkan kelas intensitas hujan selama 16 hari hujan Kelas Intensitas Hujan (mm/jam) <5
Curah Hujan Rata-rata (mm)
Frekuensi
Intensitas Hujan Rata-rata (mm/jam)
2.36
7
3.77
5 – 15
4.32
22
9.17
15 – 25
12.98
6
22.19
> 25
23.76
13
40.63
Tabel 3 menunjukkan bahwa curah hujan meningkat dengan semakin tingginya intensitas hujan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata curah hujan terkecil terjadi pada intensitas <5 mm/hari yaitu sebesar 2.36 mm dengan intensitas rata-rata sebesar 3.77 mm/jam. Sebaliknya, nilai rata-rata curah hujan terbesar terjadi pada intensitas >25 mm/jam yaitu sebesar 23.76 mm dengan intensitas rata-rata 40.63 mm/jam. Intensitas hujan 5-15 mm/jam paling sering terjadi yaitu sebanyak 22 kejadian. Sedangkan intensitas hujan 15-25 mm/jam memiliki frekuensi kejadian paling kecil yaitu sebanyak 6 kejadian. Pengukuran waktu hujan dilakukan menggunakan tipping bucket yang ada pada blok I dengan asumsi lamanya kejadian hujan pada blok II dan blok III relatif sama. Aliran Batang Aliran batang terjadi setelah air hujan yang tercegat oleh ranting ataupun daun mengalir melalui batang pelepah sehingga akan terkumpul dan selanjutnya mengalir ke bawah melalui batang pohon. Potongan-potongan pelepah yang menutup rapat sekeliling batang mengakibatkan air pada awal terjadinya aliran batang tidak langsung mengalir ke bawah, melainkan diserap terlebih dahulu oleh batang dan ditahan oleh potongan-potongan pelepah tersebut. Hal ini mengakibatkan terjadi kehilangan air yang tinggi sebelum mengalami aliran
batang. Air hujan yang mengalir ke batang mempunyai koefisien tertentu yang disebut koefisien input batang (Pt). Sebelum mencapai tanah, aliran batang tersebut akan mengisi celah-celah batang yang disebut sebagai kapasitas batang untuk menyimpan air (St) (Gash, 1979 dalam Anwar, 2003). Hasil perhitungan nilai rata-rata aliran batang untuk setiap blok pengamatan disajikan pada Tabel Lampiran 5. Nilai aliran batang pada kejadian hujan untuk ketiga blok bervariasi dari 0.01 sampai 3.74 mm dengan persentase 0.39 sampai 11.22 %. Besarnya aliran batang dari masing-masing blok pengamatan secara berturut-turut adalah; blok I 10.67 mm (6.32 %) dari total hujan 166.82 mm dengan rata-rata aliran batang 0.67 mm, blok II 11.26 mm (6.70 %) dari total hujan 168.02 mm dengan rata-rata aliran batang 0.70 mm, dan blok III 12.26 mm (7.59 %) dari total hujan 161.44 mm dengan rata-rata aliran batang 0.77 mm. Rata-rata aliran batang untuk ketiga blok pengamatan sebesar 0.71 mm (6.87 %) dari total hujan. Nilai aliran batang yang kecil terjadi karena air hujan yang jatuh di atas tajuk tanaman yang kecil, sehingga air yang mengalir di batang sedikit. Semakin tinggi curah hujan, maka semakin besar aliran batang yang terjadi. Dengan kata lain bahwa semakin tinggi curah hujan maka laju penambahan aliran batang semakin meningkat. Artinya bahwa apabila terjadi hujan dengan intensitas rendah dan dalam waktu yang singkat, maka tidak terjadi aliran batang karena air yang mengalir melalui batang terlebih dahulu digunakan untuk membasahkan batang dan belum menjenuhkan kapasitas tampung batang, disamping itu curah hujan yang jatuh di atas tajuk ditahan dan diuapkan kembali ke atmosfer. Hasil data pengamatan aliran batang berdasarkan distribusi hujan pada setiap blok selama penelitian disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4. Hasil pengukuran nilai aliran batang untuk tiap kelas hujan pada ketiga blok pengamatan selama 16 hari hujan (mm)
(%)
<5
0.10
2.99
23
Intensitas Hujan Rata-rata (mm/jam) 6.62
5 - 10
0.26
3.93
6
12.97
10 - 15
0.98
7.48
6
21.87
> 15
1.88
7.65
13
40.64
Kelas Hujan (mm/hari)
Aliran Batang Rata-rata Frekuensi
Tabel 4 menunjukkan bahwa aliran batang meningkat dengan semakin besar kelas hujan, dengan kata lain bahwa aliran batang meningkat dengan bertambahnya ketebalan hujan. Hal ini ditunjukkan meningkatnya rata-rata aliran batang dengan semakin besarnya kelas hujan. Nilai rata-rata aliran batang tertinggi terdapat pada kelas hujan >15 mm/hari yaitu sebesar 1.88 mm, sedangkan kelas hujan <5 mm/hari memiliki nilai rata-rata aliran batang terendah yaitu sebesar 0.10 mm. Persentase aliran batang juga meningkat dengan semakin besarnya kelas hujan namun pada kelas hujan >15 mm/hari peningkatan aliran batang tidak terlalu besar bahkan cenderung konstan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar curah hujan maka semakin besar aliran batang namun memiliki batas maksimum dimana aliran batang tidak akan mengalami peningkatan. Adapun batas maksimum peningkatan aliran batang terjadi pada kelas hujan 10-15 mm/hari. Nilai aliran batang yang kecil terjadi karena air hujan yang jatuh diatas tajuk tanaman kecil, sehingga air yang mengalir di batang sedikit. Aliran batang juga meningkat dengan bertambahnya intensitas hujan. Distribusi aliran batang berdasarkan kelas intensitas hujan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Distribusi aliran batang berdasarkan kelas intensitas hujan pada ketiga blok pengamatan selama 16 hari hujan Kelas Intensitas Hujan (mm/jam) <5
Aliran Batang Rata-rata (mm)
(%)
Frekuensi
Intensitas Hujan Rata-rata (mm/jam)
0.05
1.68
7
3.77
5 – 15
0.21
4.05
22
9.17
15 – 25
0.80
6.08
6
22.19
> 25
1.88
7.65
13
40.63
Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa besarnya aliran batang dipengaruhi oleh intensitas hujan. Semakin tinggi intensitas hujan maka semakin besar aliran batang. Nilai rata-rata aliran batang terbesar terjadi pada intensitas >25 mm/jam yaitu sebesar 1.88 mm. Sedangkan nilai rata-rata aliran batang terkecil terjadi pada intensitas hujan <5 mm/jam yaitu sebesar 0.05 mm. Grafik hubungan antara aliran batang dengan kelas hujan dan intensitas hujan disajikan pada Gambar 8.
Aliran Batang (mm)
4,00
y = 0,035e1,025x R² = 0,985 n = 48
3,00 2,00
1,88
1,00
0,98
0,00
0,10 <5
Rata-rata Aliran Batang (mm) Expon. (Rata-rata Aliran Batang (mm))
0,26 5 − 10
10 − 15
>15
Kelas Total Hujan (mm/hari)
(a)
Aliran Batang (mm)
4,00
y = 0,015e1,244x R² = 0,986 n = 48
3,00 2,00
1,88
1,00 0,05
0,00 <5
(b)
Aliran Batang (mm)
0,80 0,21 5 − 15
15 − 25
>25
Aliran Batang (mm) Rata-rata Aliran Batang (mm) Expon. (Rata-rata Aliran Batang (mm))
Intensitas Hujan (mm/jam)
Gambar 8. Grafik hubungan aliran batang dengan (a) kelas hujan dan (b) intensitas hujan untuk ketiga blok pengamatan selama 16 hari hujan Aliran batang meningkat dengan semakin besarnya kelas hujan secara eksponensial (Gambar 8a). Rata-rata aliran batang yang terkecil terdapat pada kelas hujan >5 mm/hari yaitu 0.10 mm kemudian meningkat dengan semakin besarnya kelas hujan sampai pada kelas hujan >15 mm/hari yang memiliki nilai rata-rata aliran batang terbesar yaitu 1.88 mm. Nilai rata-rata aliran batang yang kecil disebabkan karena hujan yang jatuh kecil, sehingga hanya membasahi batang namun belum cukup untuk menjenuhkan batang. Aliran batang juga meningkat dengan semakin meningkatnya intensitas hujan (Gambar 8b). Aliran batang terkecil terjadi pada intensitas <5 mm/jam dengan rata-rata 0.05 mm kemudian meningkat dengan semakin tingginya intensitas hujan, sehingga aliran batang terbesar terjadi pada intensitas >25 mm/jam yaitu sebesar 1.88 mm. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya aliran batang dipengaruhi oleh intensitas hujan. Hujan dengan intensitas rendah menyebabkan air hujan yang jatuh tertahan pada tajuk dan belum mengalir pada batang sehingga aliran batang yang terjadi kecil. Sedangkan pada saat hujan dengan
intensitas tinggi, air hujan telah menjenuhkan tajuk kemudian turun menjadi aliran batang. Distribusi aliran batang berdasarkan intensitas hujan disajikan pada Tabel Lampiran 12 - 15. Besarnya aliran batang dipengaruhi oleh bentuk batang, bentuk dan tekstur daun serta kulit batang. Perbedaan tersebut dapat menyebabkan perbedaan kapasitas batang untuk menyimpan air (Voigt, 1960 dalam Japar, 2000). Tanaman kelapa sawit memiliki pelepah daun yang panjang (7 - 9 meter) dengan jumlah anak daun tiap pelepahnya berkisar 250 - 400 helai, sehingga air hujan yang jatuh pada umumnya tertahan terlebih dahulu oleh pelepah daun tersebut kemudian mengalir melalui batang sampai ke permukaan tanah. Laporan hasil penelitian (Kaimuddin, 1994; Anwar, 2003; Asdak, 2004) menunjukkan bahwa besarnya aliran batang dipengaruhi oleh curah hujan total, intensitas hujan, selisih waktu antar kejadian hujan dan kondisi atmosfer sebelum terjadi hujan. Faktor lain yang ikut mempengaruhi adalah ada atau tidaknya tumbuhan efifit dan lumut yang menempel pada kulit batang. Bentuk tajuk, kekokohan pelepah, penampilan kulit batang serta ada tidaknya tanaman efifit dan lumut mempengaruhi besarnya aliran batang (Japar, 2000). Kulit batang yang licin memberikan peran besar dalam mengalirkan air hujan melalui batang. Air hujan akan mengalir dengan mudah dibandingkan kulit pohon yang kasar. Kondisi kulit batang yang kasar dan retak-retak menyebabkan air hujan masuk dan tertahan pada kulit batang (Heryansah, 2008). Semakin besar diameter batang, maka aliran batang semakin kecil karena luas permukaannya semakin besar, sehingga air hujan yang mengalir melalui batang lebih banyak diserap kemudian diuapkan (Kaimuddin, 1994). Diameter batang tanaman kelapa sawit pada penelitian ini besarnya tidak jauh berbeda karena memiliki umur tanam yang sama, sehingga aliran batang yang dihasilkan tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Lee (1990) mengemukakan bahwa aliran batang bervariasi cukup besar di antara tipe dan spesies hutan dan bahkan diantara pohon-pohon dengan spesies yang sama. Gambar 9 menunjukkan grafik hubungan antara curah hujan dengan aliran batang.
Aliran Batang (mm)
4,00
y = 0,090x - 0,227 R² = 0,923 n = 48
3,00 2,00 1,00
Aliran Batang (mm)
0,00 0,00
20,00
40,00
Curah Hujan (mm/hari)
60,00
Linear (Aliran Batang (mm))
Gambar 9. Grafik hubungan antara curah hujan dan aliran batang untuk ketiga blok pengamatan selama 16 hari hujan Berdasarkan hasil analisis regresi dapat disusun persamaan untuk ketiga blok sebagai berikut : Sf = 0.090Pg – 0.227; r2 = 0.92 ………. ………………………… (16) Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa antara curah hujan (Pg) dengan aliran batang (Sf) memiliki hubungan linier yang nyata. Dimana proporsinya ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (r2). Berdasarkan nilai r2 pada pengamatan dapat dinyatakan bahwa curah hujan dapat menerangkan terjadinya aliran batang yaitu 92.3 %. Nilai koefisien arah regresi antara aliran batang (Sf) dengan curah hujan (Pg) adalah sebesar 0.09. Nilai koefisien arah regresi tersebut menggambarkan besarnya koefisien input batang untuk ketiga blok pengamatan. Persamaan 16 baru berlaku untuk suatu nilai aliran batang jika Pg > α, artinya bahwa saat hujan mulai turun tidak langsung terjadi aliran batang namun memerlukan waktu beberapa saat, di mana α adalah intersep persamaan regresi. Hal ini menggambarkan bahwa pada saat hujan mulai turun belum terjadi aliran batang, karena air yang mengalir melalui batang dipergunakan untuk membasahkan dan menjenuhkan kapasitas tampung batang. Jika kapasitas tampung batang sudah jenuh maka air akan mengalir melalui batang sampai ke permukaan tanah. Dengan demikian dapat diketahui bahwa besarnya aliran batang dipengaruhi secara linier oleh waktu terjadinya hujan (intensitas hujan), semakin lama waktu terjadinya hujan (semakin besar intensitas hujan) maka semakin besar pula aliran batang yang terjadi. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa besarnya curah hujan yang sampai ke permukaan tanah melalui batang adalah sangat kecil. Sesuai penelitian yang dilaporkan oleh (Kaimuddin, 1994; Anwar, 2003).
Curahan Tajuk Pengukuran curahan tajuk yang dilakukan di lapangan menggunakan tiga alat yaitu bak besi, corong dan talang. Pengukuran curahan tajuk yang dilakukan di lapangan dengan penakar bak besi sering mengalami kesalahan, sehingga sering didapatkan nilai intersepsi negatif dan tidak wajar, artinya curah hujan lebih kecil dari lolosan tajuk dan aliran batang. Curahan tajuk yang jatuh ke penakar bak besi seringkali tidak hanya dari tajuk yang tepat di atasnya, tetapi dari pelepah daun sawit lainnya di luar bidang tangkapan alat. Selanjutnya nilai curahan tajuk di dapat dari data pengukuran menggunakan corong dan talang. Beberapa data curahan tajuk yang diperoleh dari pengukuran di lapangan menggunakan corong dan talang juga mempunyai nilai yang menyimpang, ketika nilai intersepsi yang diperoleh dari selisih antara curah hujan dengan penjumlahan curahan tajuk dan aliran batang bernilai negatif dan tidak wajar. Kemudian dilakukan seleksi antara data pengukuran curahan tajuk menggunakan corong dengan talang sehingga diperoleh nilai curahan tajuk yang wajar, artinya nilai intersepsi yang diperoleh dari selisih antara curah hujan dengan penjumlahan curahan tajuk dan aliran batang bernilai positif. Hasil perhitungan nilai curahan tajuk untuk setiap blok pengamatan disajikan pada Tabel Lampiran 6. Nilai curahan tajuk pada kejadian hujan untuk ketiga blok bervariasi dari 0.27 sampai 32.27 mm dengan persentase 23.00 sampai 86.40 %. Besarnya curahan tajuk selama kejadian hujan dari masing-masing blok berturut-turut adalah; blok I 118.39 mm (70.12 %) dari hujan total 168.82 mm dengan rata-rata curahan tajuk 7.40 mm, blok II 86.00 mm (51.18 %) dari hujan total 168.02 mm dengan rata-rata curahan tajuk 5.38 mm, dan blok III 85.77 mm (53.13 %) dari hujan total 161.44 mm dengan rata-rata curahan tajuk 5.36 mm. Rata-rata curahan tajuk untuk ketiga blok pengamatan sebesar 6.05 mm. Hasil pengukuran tersebut menggambarkan bahwa besarnya curahan tajuk dipengaruhi oleh ketebalan dan intensitas hujan disamping juga dipengaruhi sifat-sifat fisik dari tanaman kelapa sawit. Perbedaan nilai curahan tajuk pada setiap blok lebih disebabkan karena adanya rotasi pemangkasan pelepah sehingga mempengaruhi kerapatan penutup tajuk. Kittredge (1948 dalam Japar, 2000) menyatakan bahwa semakin rapat penutupan tajuk,
maka semakin kecil lolosan tajuk. Dalam hal ini perbedaan tersebut akan berpengaruh terhadap intersepsi yang terjadi pada setiap blok pengamatan. Hasil data pengamatan curahan tajuk berdasarkan distribusi hujan untuk ketiga blok selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Hasil pengukuran nilai curahan tajuk untuk tiap kelas hujan pada ketiga blok pengamatan selama 16 hari hujan
<5
1.03
34.57
23
Intensitas Hujan Rata-rata (mm/jam) 6.62
5 - 10
3.71
53.84
6
12.97
10 - 15
7.57
56.53
6
21.87
> 15
15.30
63.18
13
40.64
Kelas Hujan (mm/hari)
Curahan Tajuk Rata-rata (mm)
(%)
Frekuensi
Tabel 6 menunjukkan bahwa semakin tinggi kelas hujan, maka semakin besar curahan tajuk yang terjadi. Hal ini terlihat pada nilai curahan tajuk rata-rata yang meningkat dengan semakin tinggi kelas hujan. Rata-rata curahan tajuk terbesar terjadi pada kelas hujan >15 mm/hari yaitu sebesar 15.30 mm. Sedangkan rata-rata curahan tajuk terkecil terjadi pada kelas hujan <5 mm/hari yaitu sebesar 1.03 mm. Dengan kata lain bahwa semakin besar kelas hujan maka laju penambahan curahan tajuk semakin meningkat. Artinya bahwa apabila terjadi hujan dengan intensitas rendah dan dalam waktu yang singkat, maka curahan tajuk yang terjadi relatif kecil. Hal ini terjadi karena air yang mengalir melalui celah-celah tajuk terlebih dahulu ditahan oleh tajuk untuk membasahi tajuk sampai tercapai penjenuhan kapasitas tampung tajuk, disamping itu kemungkinan terjadi bahwa curah hujan yang jatuh di atas tajuk ditahan dan diuapkan kembali ke atmosfer. Distribusi curahan tajuk berdasarkan kelas intensitas hujan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Distribusi curahan tajuk berdasarkan kelas intensitas hujan pada ketiga blok pengamatan selama16 hari hujan Kelas Intensitas Hujan (mm/jam) <5
Curahan Tajuk Rata-rata (mm)
(%)
Frekuensi
Intensitas Hujan Rata-rata (mm/jam)
0.77
34.22
7
3.77
5 – 15
1.87
39.73
22
9.17
15 – 25
7.44
57.30
6
22.19
> 25
15.30
63.18
13
40.63
Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa besarnya curahan tajuk dipengaruhi oleh intensitas hujan. Semakin tinggi intensitas hujan maka curahan tajuk yang terjadi semakin besar. Nilai rata-rata curahan tajuk terbesar terjadi pada intensitas >25 mm/jam yaitu sebesar 15.30 mm dengan intensitas hujan rata-rata sebesar 40.63 mm/jam. Sedangkan nilai rata-rata curahan tajuk terkecil terjadi pada intensitas hujan <5 mm/jam yaitu sebesar 0.77 mm dengan intensitas rata-rata 3.77 mm/jam. Persentase curahan tajuk yang tinggi menunjukkan bahwa curahan tajuk merupakan bagian dari curah hujan yang paling besar menyentuh permukaan tanah. Grafik hubungan antara
Curahan Tajuk (mm)
curahan tajuk dengan kelas hujan dan intersepsi hujan disajikan pada Gambar 10. 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00
y = 0,505e0,882x R² = 0,974 n = 48 15,30 7,57 1,03 <5
Curahan Tajuk (mm)
10 − 15
>15
Kelas Total Hujan (mm/hari)
(a) 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00
y = 0,270e1,033x R² = 0,986 n = 48 15,30 7,44 0,77 <5
(b)
Rata-rata Curahan Tajuk (mm) Expon. (Rata-rata Curahan Tajuk (mm))
3,71 5 − 10
Curahan Tajuk (mm)
1,87 5 − 15
15 − 25
>25
Curahan Tajuk (mm) Rata-rata Curahan Tajuk (mm) Expon. (Rata-rata Curahan Tajuk (mm))
Intensitas Hujan (mm/jam)
Gambar 10. Grafik hubungan antara curahan tajuk dengan (a) kelas hujan dan (b) intensitas hujan untuk ketiga blok pengamatan selama 16 hari hujan Curahan tajuk meningkat dengan semakin besarnya kelas hujan secara eksponensial (Gambar 10a). Rata-rata curahan tajuk yang terkecil terjadi pada kelas hujan <5 mm/hari yaitu sebesar 1.03 mm kemudian meningkat dengan semakin besarnya kelas hujan sampai pada kelas hujan >15 mm/hari yang memiliki nilai ratarata curahan tajuk terbesar yaitu sebesar 15.30 mm. Nilai rata-rata curahan tajuk yang
kecil disebabkan karena hujan yang jatuh kecil, sehingga hanya membasahi tajuk dan diuapkan kembali ke atmosfer. Sedangkan nilai rata-rata curahan tajuk yang besar disebabkan karena air hujan telah menjenuhi tajuk sehingga air jatuh ke tanah sebagai lolosan tajuk. Curahan tajuk juga meningkat dengan semakin meningkatnya intensitas hujan (Gambar 10b). Curahan tajuk terkecil terjadi pada intensitas <5 mm/jam dengan rata-rata 0.77 mm kemudian meningkat dengan semakin tingginya intensitas hujan, sehingga curahan tajuk terbesar terjadi pada intensitas >25 mm/jam yaitu sebesar 15.30 mm. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya curahan tajuk dipengaruhi oleh intensitas hujan. Hujan dengan intensitas rendah menyebabkan air hujan yang jatuh tertahan pada tajuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer. Sedangkan pada saat hujan dengan intensitas tinggi, air hujan telah menjenuhkan tajuk kemudian turun menjadi air lolosan tajuk. Selain karakteristik curah hujan, karakteristik tanaman seperti bentuk tajuk, kekokohan pelepah, susunan antar pelepah dan susunan antar anak daun mempengaruhi nilai lolosan tajuk tanaman kelapa sawit. Zinke (1967 dalam Lumowa, 1998) mengungkapkan lolosan tajuk dipengaruhi oleh tebalnya lapisan tajuk, jenis-jenis pohon yang membentuk tegakan, suhu dan kecepatan angin. Besar kecilnya curahan tajuk berpengaruh besar terhadap nilai intersepsi. Semakin besar curahan tajuk maka intersepsi hujan oleh tajuk semakin kecil. Gambar 11 menunjukkan bahwa besarnya curahan tajuk secara linear dipengaruhi oleh ketebalan dan intensitas hujan. Dimana semakin tebal jeluk dan bertambah besar
Curahan Tajuk (mm)
intensitas hujan, maka semakin besar curahan tajuk yang terjadi (Anwar, 2003). 40,00
y = 0,710x - 1,328 R² = 0,914 n = 48
30,00 20,00
10,00
Curahan Tajuk (mm)
0,00 0,00
20,00
40,00
60,00
Curah Hujan (mm/hari)
Linear (Curahan Tajuk (mm))
Gambar 11. Grafik regresi antara curah hujan (mm) dan curahan tajuk (mm) untuk ketiga blok pengamatan selama 16 hari hujan
Berdasarkan hasil analisis regresi dapat disusun persamaan berdasarkan masing-masing blok sebagai berikut : Tf = 0.710Pg – 1.328 ; r2 = 0.91
………....................................
(17)
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa hubungan antara curah hujan (Pg) dengan curahan tajuk (Tf) memiliki hubungan linier yang nyata, baik pada setiap blok. Di mana proporsinya ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (r2). Berdasarkan nilai r2 ketiga blok pengamatan dapat dinyatakan bahwa curah hujan dapat menerangkan terjadinya curahan tajuk yaitu 91.4 %. Persamaan 17 berlaku untuk suatu nilai curahan tajuk jika Pg > 0, artinya bahwa pada saat hujan mulai turun tidak langsung terjadi curahan tajuk (memerlukan waktu sesaat). Hal ini menggambarkan bahwa besarnya curahan tajuk dipengaruhi secara linier oleh waktu terjadinya hujan (intensitas hujan), semakin lama waktu terjadinya hujan (semakin besar intensitas hujan) maka akan semakin besar pula curahan tajuk. Besarnya curahan tajuk juga dipengaruhi oleh luas tajuk yang menggambarkan karakteristik penutupan tajuk, makin banyak celah-celah tajuk, maka curahan tajuk akan lebih besar. Besarnya luas tajuk ditunjukkan oleh besarnya nilai porositas tajuk yang didapat dari nilai slope garis regresi antara curahan tajuk (Tf) dengan curah hujan (Pg). Besarnya nilai porositas tajuk untuk ketiga blok pengamatan adalah 0.7. Intersepsi Intersepsi hujan adalah beda antara curah hujan total dan hasil pertambahan antara lolosan tajuk (troughfall) dan aliran batang (stemflow) (Asdak, 2004). Nilai intersepsi pada kejadian hujan untuk ketiga blok bervariasi dari 0.41 sampai 11.98 mm dengan persentase 4.11 sampai 76.18 %. Besarnya intersepsi dari masing-masing blok pengamatan secara berturut-turut adalah; blok I 39.77 mm (23.6 %) dari hujan total 168.82 mm, blok II 70.76 mm (42.1 %) dari hujan total 168.02 mm, dan blok III 63.41 mm (39.3 %) dari total hujan 161.44 mm. Ratarata intersepsi untuk ketiga blok pengamatan adalah sebesar 57.98 mm (34.9 %) dari rata-rata hujan total. (Tabel Lampiran 11). Besarnya intersepsi pada ketiga blok dipengaruhi besarnya lolosan tajuk dan aliran batang yang terjadi. Variasi nilai intersepsi yang terjadi pada penelitian ini menggambarkan besarnya intersepsi juga sangat dipengaruhi sifat-sifat fisik tanaman kelapa sawit.
Adanya rotasi pemangkasan pelepah menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi sifat fisik tanaman kelapa sawit, yaitu berkurangnya tajuk sehingga celah-celah tajuk bertambah banyak sehingga menyebabkan perbedaan nilai intersepsi pada tiap blok pengamatan. Hasil pengukuran intersepsi pada masing-masing blok pengamatan secara lengkap disajikan pada Tabel lampiran 2 - 4. Intersepsi berdasarkan distribusi hujan pada masing-masing blok pengamatan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil pengukuran nilai intersepsi untuk tiap kelas hujan pada ketiga blok pengamatan selama 16 hari hujan
<5
1.80
62.44
23
Intensitas Hujan Rata-rata (mm/jam) 6.62
5 - 10
2.97
42.24
6
12.97
10 - 15
4.87
35.99
6
21.87
> 15
6.57
29.17
13
40.64
Rata-rata Intersepsi
Kelas Hujan (mm/hari)
(mm)
(% hujan)
Frekuensi
Tabel 8 menunjukkan bahwa semakin tinggi kelas hujan, maka semakin besar intersepsi yang terjadi. Namun secara persentase besarnya intersepsi menurun dengan semakin tinggi kelas hujan. Hal ini terlihat pada kelas hujan <5 mm/hari yang memiliki rata-rata intersepsi sebesar 1.80 mm dengan persentase intersepsi 62.44 %, sedangkan pada kelas hujan >15 mm/hari rata-rata intersepsi yang terjadi sebesar 6.57 mm dengan persentase intersepsi 29.17 %. Persentase intersepsi juga menurun dengan semakin tinggi intensitas hujan. Menurunnya persentase intersepsi disebabkan karena tajuk telah jenuh oleh air sehingga penambahan air hujan yang turun tidak tertahan pada tajuk melainkan langsung jatuh ke tanah. Distribusi persentase intersepsi berdasarkan kelas intensitas hujan disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Distribusi persentase intersepsi berdasarkan kelas intensitas hujan pada ketiga blok pengamatan selama 16 hari hujan Kelas Intensitas Hujan (mm/jam) <5
(mm)
(%)
1.54
5 – 15
Intersepsi Rata-rata Frekuensi
Intensitas Hujan Rata-rata (mm/jam)
64.10
7
3.77
2.24
56.22
22
9.17
15 – 25
4.75
36.62
6
22.19
> 25
6.57
29.17
13
40.63
Data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa intersepsi menurun dengan semakin tingginya intensitas hujan. Persentase intersepsi tertinggi terdapat pada intensitas <5 mm/jam yaitu sebesar 64.10 % dengan intensitas hujan rata-rata 3.77 mm/jam. Sedangkan persentase intersepsi terkecil terdapat pada intensitas >25 mm/jam yaitu sebesar 29.17 % dengan intensitas hujan rata-rata 40.63 mm/jam. Grafik hubungan antara intersepsi dengan kelas hujan dan intensitas hujan secara persentase disajikan pada Gambar 12.
Intersepsi (%)
80,00 y = 75,12e-0,24x R² = 0,961 n = 48
62,44
60,00
42,24
40,00
35,99 29,17
20,00
Rata-rata Intersepsi (%) Expon. (Rata-rata Intersepsi (%))
0,00 <5
(a)
5 − 10
10 − 15
>15
Kelas Total Hujan (mm/hari)
80,00
y = 88,98e-0,27x R² = 0,963 n = 48
Intersepsi (%)
64,10 60,00
56,22
40,00
36,62 29,17
20,00 0,00 <5
(b)
Intersepsi (%)
5 − 15
15 − 25
>25
Intersepsi (%) Rata-rata Intersepsi (%) Expon. (Rata-rata Intersepsi (%))
Intensitas Hujan (mm/jam)
Gambar 12. Grafik hubungan antara persentase intersepsi dengan (a) kelas hujan dan (b) intensitas hujan untuk ketiga blok pengamatan selama 16 hari hujan Secara persentase nilai intersepsi menurun dengan semakin besarnya kelas hujan (Gambar 12a). Persentase intersepsi terbesar terdapat pada kelas hujan <5 mm/hari yaitu sebesar 62.44 %. Hal ini disebabkan karena air hujan belum menjenuhi tajuk sehingga air hujan yang tertahan pada tajuk sebagian besar diintersepsikan ke atmosfer. Persentase intersepsi terkecil terdapat pada kelas
hujan >15 mm/hari yaitu sebesar 29.17 %. Menurunnya persentase intersepsi disebabkan karena tajuk telah jenuh oleh air sehingga penambahan air hujan yang turun tidak tertahan pada tajuk melainkan jatuh sebagai air lolosan tajuk. Persentase intersepsi juga menurun dengan semakin tingginya intensitas hujan (Gambar 12b). Persentase intersepsi tertinggi terdapat pada intensitas <5 mm/jam dengan rata-rata intersepsi sebesar 64.10 %. Sedangkan persentase intersepsi terkecil terdapat pada intensitas >25 mm/jam dengan rata-rata intersepsi sebesar 29.17 %. Hal ini menunjukkan besarnya intersepsi dipengaruhi oleh intensitas hujan. Hujan dengan intensitas tinggi menyebabkan berkurangnya hujan yang terintersepsi karena tajuk telah jenuh oleh air. Sedangkan pada saat hujan terjadi dengan intensitas yang kecil menyebabkan intersepsinya besar karena air hujan yang tertahan pada tajuk sebagian besar terintersepsi. Rotasi
pemangkasan
pelepah
menyebabkan
terjadinya
perubahan
karakteristik tanaman kelapa sawit. Perubahan tersebut meliputi antara lain; tajuk menjadi berkurang dan percabangan berkurang. Dengan demikian setiap dilakukan pemangkasan pelepah daun kelapa sawit, akan sangat mempengaruhi terjadinya perubahan intersepsi. Proses pemanenan tanaman kelapa sawit yang dilakukan secara periodik yaitu setiap 2 minggu dilakukan pemangkasan pelepah, sehingga penutupan tajuk akan semakin tipis dan semakin bertambah banyak celah-celah tajuk. Kondisi tersebut menyebabkan bertambah besarnya aliran batang dan curahan tajuk yang mengakibatkan intersepsi akan semakin kecil. Hubungan antara curah hujan dengan
Intersepsi (mm)
intersepsi dari ketiga blok pengamatan disajikan pada Gambar 13. 15,00
y = 2,154ln(x) - 0,452 R² = 0,508 n = 48
10,00 5,00
Intersepsi (mm)
0,00 0,00
20,00
40,00
60,00
Curah Hujan (mm/hari)
Log. (Intersepsi (mm))
Gambar 13. Grafik regresi antara curah hujan (mm/hari) dengan intersepsi (mm) untuk ketiga blok pengamatan selama 16 hari hujan
Hasil pengamatan menunjukkan terjadi penurunan laju pertambahan intersepsi dengan semakin besar curah hujan. Artinya bahwa apabila terjadi hujan dengan ketebalan dan intensitas yang tinggi, maka kapasitas tampung tajuk dalam kondisi jenuh, sehingga curah hujan yang mengenai tajuk tanaman langsung dialirkan ke permukaan tanah. sebaliknya jika terjadi hujan dengan intensitas rendah, maka curah hujan sebagian besar akan diintersepsi oleh tajuk. Hal ini sesuai dengan laporan penelitian (Kaimuddin, 1994; Anwar, 2003). Berdasarkan hasil analisis regresi dapat disusun persamaan berdasarkan ketiga blok pengamatan sebagai berikut : I = 2.154Ln(Pg) – 0.452; r2 = 0.508 ………………………….. (18) Persamaan 18 menggambarkan bahwa intersepsi memiliki hubungan logaritmik dengan curah hujan. Dimana intersepsi meningkat seiring dengan meningkatnya curah hujan sampai batas tertentu kemudian mengalami penurunan karena tajuk telah jenuh oleh air. Wardani (2004) mengatakan semakin meningkatnya curah hujan semakin meningkat pula intersepsi sampai kapasitas maksimum tajuk menahan air hujan tercapai. Kapasitas maksimum intersepsi hasil penelitian pada pertanaman kelapa sawit terjadi antara curah hujan 22 mm sampai 30 mm (Purba, 2007). Terapan Pendugaan Intersepsi Model Gash Parameter-parameter komponen model 1. Laju Evaporasi Rata-rata Besarnya laju evaporasi rata-rata yang terjadi pada masing-masing blok pengamatan dapat diperoleh melalui slope garis regresi antara curah hujan (Pg) dengan intersepsi (I), dimana besarnya nilai koefisien arah garis regresi (slope) tersebut sebanding dengan nisbah antara laju evaporasi rata-rata dengan intensitas hujan rata-rata
(Anwar, 2003). Nilai laju evaporasi rata-rata pada perhitungan
model Gash dihitung berdasarkan total hujan selama penelitian. Gambar 14 menunjukkan grafik regresi linear antara curah hujan dan intersepsi.
Intersepsi (mm)
15,00
y = 0,199x + 1,555 R² = 0,445 n = 48
10,00 5,00
Intersepsi (mm)
0,00 0,00
20,00
40,00
60,00
Linear (Intersepsi (mm))
Curah Hujan (mm/hari)
Gambar 14. Grafik regresi linier antara curah hujan dan intersepsi untuk ketiga blok pengamatan selama 16 hari hujan Berdasarkan analisis regresi linier antara curah hujan dan intersepsi dapat disusun persamaan untuk ketiga blok pengamatan sebagai berikut : I = 0.199Pg + 1.555; r2 = 0.445
…………………………… (19)
Berdasarkan persamaan linier antara curah hujan dengan intersepsi (persamaan 19) maka dapat diperoleh besarnya laju evaporasi rata-rata untuk ketiga blok pengamatan. Besarnya nilai koefisien arah garis regresi (slope) pada ketiga blok pengamatan adalah 0.199. Besarnya nilai koefisien arah garis regresi (slope) tersebut sebanding dengan nisbah antara laju evaporasi rata-rata dengan intensitas hujan rata-rata sehingga dapat ditentukan besarnya nilai laju evaporasi rata-rata ketiga blok pengamatan. Nilai intensitas hujan rata-rata untuk ketiga blok pengamatan disajikan pada Tabel Lampiran 16. Besarnya laju evaporasi rata-rata dari hujan total disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Laju evaporasi rata-rata hujan B 0.199
Ŕ (mm/jam) 18.53
dari total hujan selama 16 hari Ē (mm/hari) 3.69
Nilai laju evaporasi rata-rata tersebut dapat menggambarkan besarnya penutupan tajuk, yaitu menunjukkan besarnya kemampuan tajuk untuk menahan air hujan yang kemudian diuapkan kembali ke atmosfer. 2. Kapasitas tajuk (S) Besarnya nilai kapasitas tajuk (mm), diperoleh dengan cara menghitung selisih antara curah hujan dari pias tiping bucket pada areal terbuka dengan curah
hujan dari pias tiping bucket yang ditempatkan di bawah tajuk selama perbedaan waktu terukur (timelag) (Anwar, 2003). Pada penelitian ini tidak terdapat tiping bucket yang ditempatkan di bawah tajuk, sehingga besarnya nilai kapasitas tajuk (S) didapat dari menghitung nisbah antara total curahan tajuk dengan total curah hujan. Besarnya kapasitas tajuk pada setiap blok pengamatan disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Kapasitas tajuk (S) pada tanaman kelapa sawit selama periode 4 bulan pengamatan Total Curahan Tajuk (mm)
Total curah hujan (mm)
S (mm)
290.16
498.28
0,6
Berdasarkan data pada Tabel 11 dapat diketahui besarnya nilai kapasitas tajuk (S) yaitu 0.6 mm. Nisbah antara total curahan tajuk dengan total curah hujan menggambarkan besarnya curah hujan pada batas penjenuhan tajuk (kapasitas tajuk). Hal ini menunjukkan bahwa pada saat hujan mulai turun, air hujan terlebih dahulu dipergunakan untuk membasahi dan menjenuhkan tajuk, setelah batas penjenuhan/kapasitas tajuk terpenuhi, maka air akan menetes jatuh melalui daundaun dan mengalir melalui batang, sehingga sampai ke permukaan tanah. 3. Porositas tajuk (p) Besarnya porositas tajuk (p) dapat diperoleh dari nilai koefisien arah garis regresi antara curah hujan (Pg) dengan curahan tajuk (Tf). Berdasarkan persamaan regresi antara curah hujan dan curahan tajuk (persamaan 17), maka pada ketiga blok pengamatan diperoleh nilai porositas tajuk (p) yaitu 0.7. Porositas tajuk menggambarkan kondisi penutupan tajuk yang menentukan besarnya air hujan yang lolos hingga menyentuh permukaan tanah. Nilai porositas tajuk ini berkaitan dengan kerapatan tajuk pada suatu vegetasi. Tajuk yang kurang rapat akan menyebabkan air hujan mudah lolos dan jatuh melalui tajuk. Nilai porositas tajuk dapat dikatakan memiliki pengaruh berlawanan terhadap besarnya intersepsi, semakin besar porositas tajuk maka semakin kecil intersepsi yang terjadi (Sianturi, 2009).
4. Kapasitas batang (St) dan koefisien input batang (pt) Koefisien input batang menggambarkan bagian air hujan yang akan menjenuhkan kapasitas batang (Kaimuddin, 1994). Kapasitas batang (St) dan koefisien input batang (pt) dapat diduga dari garis regresi yang terbentuk antara curah hujan dengan aliran batang (Sf). Dimana intersep garis regresi tersebut merupakan kapasitas batang (mm), sedangkan slope (koefisien arah) garis regresi merupakan nilai koefisien input batang (pt). berdasarkan persamaan regresi antara curah hujan dengan aliran batang (persamaan 16), maka diperoleh nilai pt untuk ketiga blok pengamatan yaitu 0.09, sedangkan nilai kapasitas batang (St) yaitu 0.23 mm. 5. Curah hujan yang dapat menjenuhkan tajuk / Pg’ (mm/hari) Selain curah hujan total (Pg), parameter yang diperlukan dalam pendugaan model Gash adalah curah hujan yang dapat menjenuhkan tajuk (Pg’). Dengan menggunakan rumus persamaaan (7), maka dapat diperoleh nilai Pg’ untuk ketiga blok pengamatan, yaitu 15.97 mm/hari. Parameterisasi tersebut di atas merupakan hasil penurunan dari persamaan regresi antara curah hujan dengan parameter fisik vegetasi berdasarkan hasil pengukuran lapang. Kemudian pada tahun 1995 menyadari pentingnya unsur Leaf Area Indeks (LAI), sehingga model yang dikembangkan oleh Gash (1979) direvisi dengan memasukkan unsur indeks luas daun (LAI) sebagai salah satu koefisien model (Anwar, 2003). Nilai LAI berkaitan dengan luas bidang penguapan, yaitu tajuk vegetasi sehingga besarnya intersepsi ditentukan oleh angka indeks luas daun (LAI). Berkurangnya nilai LAI akan menurunkan besarnya kapasitas tampung air pada permukaan tajuk vegetasi (canopi storage capacity) (Asdak, 2004). Pada penelitian ini nilai LAI tidak dilakukan pengukuran secara langsung, sehingga digunakan data sekunder yang bersumber dari hasil penelitian pada wilayah dan vegetasi yang sama (Tabel Lampiran 17 - 19). Dengan menerapkan rumus persamaan (14) hasil revisi Gash et al. (1995), maka diperoleh nilai Pg’ yaitu 1.21 mm/hari. Hasil parameterisasi unsur-unsur model pendugaan intersepsi pada pengamatan disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Hasil parameterisasi unsur-unsur model pendugaan intersepsi dari total hujan selama periode 4 bulan pengamatan
Rata-rata total hujan (mm)
166.09
Revisi Model Gash et al. (1995) 166.09
Intensitas hujan rata-rata (mm/jam)
18.53
18.53
Nisbah laju evaporasi rata-rata dengan intensitas hujan rata-rata
0.199
0.199
0.7
0.7
Parameter – parameter
Porositas tajuk Fraksi penutupan tajuk (fungsi dari LAI)
Model Gash (1979)
-
0.6
Kapasitas batang (mm)
0.23
0.23
Koefisien input batang
0.09
0.09
Kapasitas tajuk (mm)
0.6
0.6
Laju evaporasi rata-rata tajuk basah (mm/hari)
3.7
3.7
Kejadian hujan yang menjenuhkan tajuk / Pg’ (mm) Nisbah kapasitas batang dengan koefisien input batang
15.9
1.2
2.5
2.5
Hasil Pendugaan Intersepsi Model Gash Pendugaan intersepsi dengan menggunakan model Gash pada penelitian ini merupakan rata-rata intersepsi yang terjadi pada ketiga blok pengamatan. Hasil pendugaan intersepsi menggunakan model revisi Gash et al. (1995) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil perhitungan parameter hujan yang tidak menjenuhkan tajuk (Pg’), di mana parameter tersebut akan berpengaruh terhadap hasil dugaan intersepsi total. Berdasarkan hasil pendugaan intersepsi yang disajikan pada Tabel 12, model revisi memperoleh hasil dugaan yang lebih besar dibandingkan model Gash (1979). Perbedaan hasil pendugaan intersepsi tersebut terjadi karena pada model hasil revisi telah memasukkan unsur indeks luas daun (LAI) sebagai faktor koreksi. Dalam hal ini menunjukkan bahwa LAI memiliki peranan penting dalam proses kejadian intersepsi oleh tajuk vegetasi. Hasil pendugaan kedua model tersebut menunjukkan perubahan persentase intersepsi pada pengamatan, yaitu 22.1 % menjadi 25.1 % dari rata-rata hujan total. Adapun komponen pendugaan intersepsi yang hampir tidak mengalami perubahan baik pada model Gash (1979) maupun revisi model Gash (1995) adalah evaporasi pada batang. Hal ini menunjukkan bahwa evaporasi yang terjadi pada batang relatif kecil dan tidak mudah berubah, karena posisinya yang terlindungi oleh tajuk. Hasil pendugaan intersepsi dengan model Gash dari hujan total selama periode 4 bulan pengamatan disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil pendugaan intersepsi dengan model Gash dari hujan total selama periode 4 bulan pengamatan Intersepsi Kejadian hujan (m) yang tidak menjenuhkan tajuk (Pg ≤ Pg’) (mm) Kejadian hujan (n) yang menjenuhkan tajuk (Pg > Pg’) (mm) Evaporasi pada tajuk basah selama hujan berlangsung (mm) Evaporasi setelah hujan berhenti (mm) Evaporasi pada batang (Pg > St/pt) (mm) Total intersepsi (mm) Rata-rata intersepsi (mm) (%) Kesalahan model (%) Rata-rata hasil pengukuran intersepsi langsung (mm) (%) Rata-rata total hujan selama 4 bulan pengamatan (mm)
Model Gash (1979) 41.0 31.1 20.3 7.2 10.4 110.0 36.7 22.1 36.8
Revisi Gash et al. (1995) 1.4 5.9 87.6 27.6 2.5 125.0 41.7 25.1 28.2 57.9 34.9 166.1
Penggunaan model Gash untuk pendugaan intersepsi dalam kasus ini terdapat kelemahan dalam menentukan koefisien arah regresi (slope) antara curah hujan dengan intersepsi, yang menggambarkan besarnya nilai nisbah
.
Kelemahan pada model ini adalah bahwa koefisien arah regresi yang dipergunakan dalam perumusan model berasal dari regresi linier antara intersepsi dengan curah hujan sedangkan normatifnya intersepsi memiliki hubungan logaritmik dengan curah hujan. Jika persamaan regresi yang terbentuk dalam suatu kasus penelitian adalah regresi dua fase atau regresi non linier, maka koefisien arah (slope) mana yang yang harus dipergunakan untuk menghitung perameter model. Oleh karena itu perlu kajian yang lebih teliti untuk penentuan parameter yang dipergunakan dalam pendugaan agar hasil pendugaan lebih representatif. Pada kasus penelitian ini untuk menyerdehanakan kelemahan dalam pendugaan intersepsi model Gash, penentuan parameter koefisien arah regresi tersebut dipergunakan pendekatan regresi linier. Korelasi Antara Pengukuran Intersepsi Langsung Dengan Perhitungan Intersepsi Menggunakan Model Gash Hasil pengukuran intersepsi langsung di lapangan memiliki perbedaan dengan perhitungan intersepsi dengan menggunakan model Gash. Hal ini disebabkan karena pada perhitungan intersepsi dengan menggunakan model Gash terdapat banyak faktor yang mempengaruhi intersepsi sedangkan pengukuran
intersepsi langsung hanya terdapat tiga faktor, yaitu curah hujan, curahan tajuk dan aliran batang. Tingkat kesalahan pada perhitungan intersepsi dengan menggunakan model Gash untuk ketiga blok pengamatan adalah 36.8 % dari pengukuran rata-rata intersepsi langsung. Sedangkan tingkat kesalahan pada perhitungan intersepsi dengan menggunakan model revisi Gash et al. (1995) adalah 28.2 % dari pengukuran rata-rata intersepsi langsung. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tingkat kesalahan perhitungan intersepsi dengan menggunakan model Gash lebih besar dibandingkan dengan perhitungan intersepsi menggunakan model revisi Gash et al. (1995). Penyumbang kesalahan pada model Gash adalah perameter laju evaporasi rata-rata. Saat pertama kali model ini digunakan tahun 1975 dan 1976, Gash tidak menemukan adanya korelasi yang signifikan antara 𝐸 dan 𝑅 . Perbedaan antara nilai intersepsi hasil observasi dan keluaran model adalah sebesar 16 mm (Sianturi, 2009). Hal tersebut merupakan kelemahan yang terdapat pada model Gash, di mana koefisien arah regresi yang dipergunakan dalam perumusan model adalah berasal dari regresi linier. Oleh karena itu perlu kajian yang lebih teliti untuk penentuan parameter yang dipergunakan dalam pendugaan agar hasil pendugaan lebih representatif. Tingkat kesalahan model juga dapat diduga dengan menghitung RMSE (Root Mean Square Error) dengan rumus sebagai berikut: RMSE =
1 (Y Y ' ) 2 n
dimana : RMSE
= Root Mean Square Error
n
= Jumlah blok pengamatan
Y
= Rata-rata hasil pengukuran intersepsi langsung
Y’
= Rata-rata hasil pendugaan intersepsi dengan model Gash Nilai RMSE mendekati 100 menunjukkan model tersebut tidak akurat
sedangkan nilai RMSE mendekati 0 menunjukkan model tersebut sangat akurat. Dengan demikian dapat diketahui tingkat keakuratan pada penggunaan model Gash untuk perhitungan intersepsi. Nilai n menunjukkan jumlah blok pengamatan yaitu tiga blok pengamatan (blok I, II dan III). Nilai Y merupakan rata-rata hasil
pengukuran intersepsi langsung yaitu nilai rata-rata intersepsi yang terjadi pada ketiga blok pengamatan yang didapat dari selisih antara curah hujan dan hasil pertambahan antara lolosan tajuk (troughfall) dan aliran batang (stemflow). Rata-rata hasil pengukuran intersepsi langsung untuk ketiga blok pengamatan adalah 57.9 mm. Nilai Y’ merupakan rata-rata hasil pendugaan intersepsi dengan model Gash yaitu rata-rata nilai intersepsi yang didapat dari perhitungan dengan menggunakan model Gash (1979) maupun model revisi Gash et al. (1995). Rata-rata hasil pendugaan intersepsi dengan model Gash (1979) untuk ketiga blok pengamatan adalah 36.7 mm. Sedangkan rata-rata hasil pendugaan intersepsi dengan model revisi Gash et al. (1995) untuk ketiga blok pengamatan adalah 41.7 mm. Hasil perhitungan RMSE untuk model Gash (1979) adalah 12.3 sedangkan untuk model revisi Gash et al. (1995) adalah 9.4. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa perhitungan intersepsi dengan menggunakan model revisi Gash et al. (1995) lebih akurat dibandingkan dengan perhitungan menggunakan model Gash (1979) karena memiliki nilai RMSE yang lebih kecil.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.
Selama penelitian tercatat kejadian hujan sebanyak 16 hari hujan dalam periode 4 bulan pengamatan dengan hujan harian bervariasi antara 1.06 sampai 41.13 mm/hari, rata-rata hujan total ketiga blok pengamatan sebesar 166.09 mm dan intensitas hujan rata-rata sebesar 18.53 mm/jam
2.
Aliran batang meningkat dengan meningkatnya curah hujan dan intensitas hujan. Besarnya aliran batang dipengaruhi oleh ketebalan hujan, intensitas hujan dan karakteristik batang. Nilai aliran batang per kejadian hujan bervariasi dari 0.01 sampai 3.74 mm atau 0.39 sampai 11.22 % dari total hujan harian.
3.
Curahan tajuk meningkat dengan meningkatnya curah hujan dan intensitas hujan. Besarnya curahan tajuk dipengaruhi oleh ketebalan hujan, intensitas hujan dan karakteristik tajuk. Nilai curahan tajuk per kejadian hujan bervariasi dari 0.27 sampai 32.27 mm atau 23.00 sampai 86.40 % dari total hujan harian.
4.
Besarnya intersepsi dipengaruhi oleh ketebalan hujan dan intensitas hujan serta curahan tajuk dan aliran batang yang terjadi. Intersepsi per kejadian hujan bervariasi dari 0.41 sampai 11.98 mm atau 4.11 sampai 76.18 % dari total hujan harian.
5.
Total intersepsi selama 4 bulan pengamatan bervariasi dari 39.77 sampai 70.78 mm atau 23.56 sampai 42.11 % dari total hujan dengan rata-rata intersepsi selama 4 bulan pengamatan sebesar 57.9 mm atau 34.9 % dari total hujan.
6.
Intersepsi meningkat dengan meningkatnya curah hujan namun menjadi konstan ketika kapasitas maksimum tajuk menahan air tercapai. Kapasitas maksimum intersepsi pada tanaman kelapa sawit terjadi pada curah hujan 22 mm sampai 30 mm.
7.
Hasil perhitungan rata-rata intersepsi menggunakan Model Gash (1979) adalah 36.7 mm (22.1 %) dari rata-rata total hujan selama periode 4 bulan pengamatan. Sedangkan hasil perhitungan intersepsi menggunakan Revisi
Gash et al. (1995) adalah 41.7 mm (25.1 %) dari rata-rata total hujan selama periode 4 bulan pengamatan. Saran Untuk meminimalkan tingkat kesalahan pada pendugaan intersepsi menggunakan model Gash, maka perlu kajian yang lebih teliti untuk penentuan parameter yang dipergunakan dalam pendugaan agar hasil pendugaan lebih representatif.
DAFTAR PUSTAKA Agustina, L. 1999. Pengukuran Air Tembus, Aliran Batang dan Intersepsi pada Tegakan Tidak Sejenis serta Pengukuran Debit Sub DAS Cikabayan I dan II Darmaga. Skripsi. Jurusan Menejemen Hutan. Fakulas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Anwar, Moch. 2003. Intersepsi Hujan oleh Hutan dan Kebun Coklat di Kawasan Batas Hutan Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Selatan. Tesis. Fakultas Pascasarjana Intitut Pertanian Bogor. Arsyad, Sitanala. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Darmosarkoro, W. I.Y. Harahap, dan E. Syamsudin. 2001. Pengaruh Kekeringan pada Tanaman Kelapa Sawit dan Upaya Penanggulangannya.Warta Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Fauzi, Y, Y. E. Widiastuti, I. Satyawibawa, R. Hartono. 2002. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Depok. Gash, J.H.C. 1979. An Analitical Model of Rainfall Interception by Forest. Quart. J. R. Met. Soch. 105 : 43-55. Handoko. 1993. Klimatologi Dasar. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. FMIPA IPB. Bogor. Haridjaja, Oteng, dkk. 1991. Hidrologi Pertanian. Bogor: Jurusan Tanah IPB. Heryansah, E.L. 2008 Intersepsi Hujan pada Hutan Tanaman Agathis Loranthifolia Sal. Di DAS Cicatih Hulu Sukabumi. Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Japar, Y.S. 2000. Intersepsi Hujan pada Kelapa Dalam, Hibrida dan Genjah. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kaimuddin, 1994. Kajian Model Penggunaan Intersepsi Hujan pada Tegakan Pinus Merkusi, Agathis Loranthifolia dan Schima Wallichi di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lee, R. 1990. Hidrologi Hutan. Penerjemah: Subagyo dan Prawitohatmodjo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Lumowa, B.N. 1998. Air Tembus, Aliran Batang dan Intersepsi Hujan pada Tegakan Tidak Sejenis di Arboretum Fakultas Kehutanan. Skripsi. Jurusan Menejemen Hutan. Fakulas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Manan, S. 1976. Pengaruh Hutan dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Moedjimoeljanto, C. 1997. Geologi dan Petrografi Batuan Kristalin Daerah Beranti dan Sekitarnya, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan Propinsi Lampung. http://www.gc.lib.itb.ac.id/ go.php?id=jbptitbgc-gdl-s11997-cmodjimoe-422 22/10/2008) Nuriman, I. 1999. Hubungan Tingkat Intersepsi Hujan dengan Indeks Luas Daun pada Tanaman Kelapa Sawit. Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB. [PTPN – VII] Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara VII. 2005. Profil Unit Usaha Rejosari. PTPN-VII (Persero). UU Rejosari. Lampung. Purba, F. F. 2007. Intersepsi Hujan pada Perkebunan Kelapa Sawit (Studi Kasus di Unit Usaha Rejosari PTPN VII Lampung. Skripsi. Program Studi Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rauf, Abdul. 2009. Intersepsi Hujan dan Pengaruhnya Terhadap Pemindahan Energi dan Massa pada Hutan Tropika Basah Studi Kasus Taman Nasional Lore Lindu. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sastrosayono, S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta. Seyhan, E. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Penerjemah: Subagyo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sianturi, F. B. 2009. Penerapan Model Analitik Gash Untuk Pendugaan Intersepsi dan Evaporasi Harian pada Kawasan Hutan Percobaan Dramaga. Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Siregar, H. H. 1998. Model Simulasi Produksi Kelapa Sawit Berdasarkan Karakteristik Kekeringan Kasus Kebun Kelapa Sawit di Lampung. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Sosrodarsono, S. dan K. Takeda. 1993. Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramita. Jakarta. Tim Faperta IPB - PPKS Medan. 2006. Teknik Peresapan Air Bebas Aliran Permukaaan dalam Upaya Peningkatan Produksi Kelapa Sawit. IPB.
Viessman.W.J.W. Knapp. G.I.Lewis dan E. Harbough. 1977. Introduction to Hidrology. Ed. Ke-2. McGraw-Hill Book Company. London. Wardani. T. E. 2004. Intersepsi Air Hujan pada Beberapa Sistem Agroforestri. Thesis. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1. Curah hujan masing-masing blok pengamatan Blok I No
Tanggal
Blok II
Curah Hujan
Blok III
Tanggal
Curah Hujan (mm)
Tanggal
Curah Hujan (mm)
(mm) 1
02/01/2008
6,06
02/01/2008
6,86
02/01/2008
6,75
2
17/01/2008
5,51
17/01/2008
4,11
17/01/2008
3,86
3
22/01/2008
37,35
22/01/2008
41,13
22/01/2008
33,75
4
07/02/2008
14,21
07/02/2008
14,69
07/02/2008
11,57
5
08/02/2008
15,37
08/02/2008
19,59
08/02/2008
18,64
6
09/02/2008
4,41
09/02/2008
4,02
09/02/2008
4,18
7
14/02/2008
3,36
14/02/2008
3,62
14/02/2008
3,66
8
26/02/2008
3,25
26/02/2008
2,20
26/02/2008
2,31
9
27/02/2008
16,53
27/02/2008
20,37
27/02/2008
25,45
10
11/03/2008
1,82
11/03/2008
1,76
11/03/2008
2,02
11
14/03/2008
3,20
14/03/2008
2,74
14/03/2008
2,57
12
20/03/2008
3,61
20/03/2008
2,64
20/03/2008
3,21
13
01/04/2008
24,07
01/04/2008
22,52
01/04/2008
12,24
14
04/04/2008
18,01
04/04/2008
13,71
04/04/2008
14,08
15
08/04/2008
9,64
08/04/2008
6,86
08/04/2008
16,07
16
18/04/2008
2,43
18/04/2008
1,19
18/04/2008
1,06
Total
168,82
168,02
161,44
Rata-rata
10,55
10,50
10,09
Tabel Lampiran 2. Hasil pengukuran komponen intersepsi pada blok I No
Tanggal
1
02/01/2008
Curah Hujan (mm) 6,06
Aliran Batang (mm) 0,30
Curahan Tajuk (mm) 3,47
Curah Hujan Netto (mm) 3,77
(mm)
(% Hujan)
0,55
Intensitas Hujan (mm/jam) 10,99
2
17/01/2008
5,51
2,29
37,86
0,41
13,31
0,25
3,36
3,61
1,90
34,40
3
22/01/2008
37,35
1,03
36,14
3,55
32,27
35,82
1,53
4,11
4
07/02/2008
14,21
0,60
23,68
0,82
9,10
9,92
4,29
30,20
5
08/02/2008
15,37
0,28
54,24
1,04
13,30
14,34
1,03
6,69
6
09/02/2008
4,41
0,62
7,12
0,21
2,26
2,47
1,93
43,86
7
14/02/2008
3,36
0,89
3,78
0,08
1,40
1,48
1,88
55,82
8
26/02/2008
3,25
0,29
11,20
0,12
1,54
1,67
1,58
48,75
Waktu (jam)
Intersepsi
9
27/02/2008
16,53
0,55
30,20
1,69
13,85
15,54
0,98
5,94
10
11/03/2008
1,82
0,39
4,62
0,02
0,51
0,53
1,29
70,70
11
14/03/2008
3,20
0,38
8,51
0,04
0,74
0,79
2,41
75,35
12
20/03/2008
3,61
0,36
9,89
0,10
0,76
0,86
2,75
76,18
13
01/04/2008
24,07
0,82
29,29
1,38
17,22
18,60
5,47
22,73
14
04/04/2008
18,01
0,57
31,70
0,75
12,52
13,27
4,74
26,33
15
08/04/2008
9,64
0,57
16,85
0,27
4,99
5,26
4,38
45,44
16
18/04/2008
2,43
0,43
5,70
0,04
1,09
1,12
1,31
53,85
Total
168,82
8,75
297,22
10,67
118,39
129,06
39,77
23.56
Rata-rata
10,55
0,55
18,58
0,67
7,40
8,07
2,49
23.56
Tabel Lampiran 3. Hasil pengukuran komponen intersepsi pada blok II No
Tanggal
1
02/01/2008
Curah Hujan (mm) 6,86
Aliran Batang (mm) 0,35
Curahan Tajuk (mm) 4,80
Curah Hujan Netto (mm) 5,15
(mm)
(% Hujan)
0,55
Intensitas Hujan (mm/jam) 12,43
1,71
24,88
2
17/01/2008
4,11
0,41
9,94
0,10
2,00
2,11
2,01
48,76
3
22/01/2008
41,13
1,03
39,80
3,74
30,90
34,64
6,50
15,79
4
07/02/2008
14,69
0,60
24,47
1,11
5,98
7,10
7,59
51,69
5
08/02/2008
19,59
0,28
69,13
1,83
6,76
8,58
11,00
56,17
6
09/02/2008
4,02
0,62
6,49
0,15
1,63
1,78
2,24
55,73
7
14/02/2008
3,62
0,89
4,08
0,07
0,90
0,98
2,65
73,03
8
26/02/2008
2,20
0,29
7,59
0,08
0,76
0,84
1,36
61,83
9
27/02/2008
20,37
0,55
37,22
1,42
11,88
13,30
7,07
34,72
10
11/03/2008
1,76
0,39
4,48
0,01
0,52
0,54
1,23
69,61
11
14/03/2008
2,74
0,38
7,31
0,01
0,84
0,85
1,89
68,89
12
20/03/2008
2,64
0,36
7,25
0,14
0,66
0,80
1,84
69,64
13
01/04/2008
22,52
0,82
27,40
1,51
9,04
10,54
11,98
53,19
14
04/04/2008
13,71
0,57
24,12
0,58
6,26
6,84
6,87
50,11
15
08/04/2008
6,86
0,57
11,98
0,13
2,79
2,92
3,93
57,33
16
18/04/2008
Waktu (jam)
Intersepsi
1,19
0,43
2,79
0,02
0,27
0,30
0,90
75,13
Total
168,02
8,75
296,50
11,26
86,00
97,26
70,76
42.11
Rata-rata
10,50
0,55
18,53
0,70
5,38
6,08
4,42
42.11
Tabel Lampiran 4. Hasil pengukuran komponen intersepsi pada blok III Curah Hujan (mm) 6,75
Intensitas Hujan (mm/jam) 12,24
Aliran Batang (mm) 0,28
0,41
9,32
0,19
1,54
1,03
32,66
3,32
20,38
11,57
0,60
19,27
1,16
7,60
08/02/2008
18,64
0,28
65,79
1,82
6
09/02/2008
4,18
0,62
6,75
7
14/02/2008
3,66
0,89
4,12
8
26/02/2008
2,31
0,29
9
27/02/2008
25,45
10
11/03/2008
11
14/03/2008
12
No
Tanggal
1
02/01/2008
2
17/01/2008
3,86
3
22/01/2008
33,75
4
07/02/2008
5
Waktu (jam)
Curahan Tajuk (mm) 2,85
Curah Hujan Netto (mm) 3,14
Intersepsi (mm)
(% Hujan)
3,61
53,50
1,73
2,13
55,14
23,71
10,04
29,75
8,76
2,81
24,31
8,30
10,12
8,52
45,72
0,23
1,40
1,63
2,55
60,94
0,11
1,15
1,26
2,40
65,58
7,97
0,14
0,74
0,89
1,43
61,62
0,55
46,51
1,71
12,85
14,56
10,90
42,80
2,02
0,39
5,15
0,03
0,51
0,54
1,48
73,29
2,57
0,38
6,85
0,06
0,63
0,69
1,88
73,10
20/03/2008
3,21
0,36
8,81
0,22
1,05
1,27
1,94
60,35
13
01/04/2008
12,24
0,82
14,90
1,37
5,77
7,14
5,10
41,65
14
04/04/2008
14,08
0,57
24,77
0,86
10,69
11,54
2,53
17,99
0,55
Tabel Lampiran 4. Lanjutan No
Tanggal
15
08/04/2008
Curah Hujan (mm) 16,07
Aliran Batang (mm) 0,75
Curahan Tajuk (mm) 9,65
Curah Hujan Netto (mm) 10,40
(mm)
(% Hujan)
0,57
Intensitas Hujan (mm/jam) 28,08
5,67
35,31
16
18/04/2008
1,06
0,43
2,49
0,01
0,64
0,65
0,41
38,83
Total
161,44
8,75
295,69
12,26
85,77
98,03
63,41
39.28
Rata-rata
10,09
0,55
18,48
0,77
5,36
6,13
3,96
39.28
Waktu (jam)
Intersepsi
Tabel Lampiran 5. Hasil pengukuran aliran batang pada tiga blok pengamatan Blok I Curah Hujan (mm)
(mm)
1
6,06
2
Blok II
(%)
Curah Hujan (mm)
(mm)
0,30
4,94
6,86
5,51
0,25
4,52
3
37,35
3,55
4
14,21
0,82
5
15,37
6
Blok III
(%)
Curah Hujan (mm)
(mm)
(%)
0,35
5,16
6,75
0,28
4,20
4,11
0,10
2,53
3,86
0,19
4,86
9,49
41,13
3,74
9,09
33,75
3,32
9,85
5,77
14,69
1,11
7,57
11,57
1,16
9,99
1,04
6,78
19,59
1,83
9,34
18,64
1,82
9,74
4,41
0,21
4,85
4,02
0,15
3,69
4,18
0,23
5,53
7
3,36
0,08
2,49
3,62
0,07
2,06
3,66
0,11
2,96
8
3,25
0,12
3,84
2,20
0,08
3,57
2,31
0,14
6,20
9
16,53
1,69
10,24
20,37
1,42
6,96
25,45
1,71
6,70
10
1,82
0,02
1,02
1,76
0,01
0,61
2,02
0,03
1,31
11
3,20
0,04
1,37
2,74
0,01
0,39
2,57
0,06
2,53
12
3,61
0,10
2,64
2,64
0,14
5,28
3,21
0,22
6,90
13
24,07
1,38
5,75
22,52
1,51
6,69
12,24
1,37
11,22
14
18,01
0,75
4,17
13,71
0,58
4,25
14,08
0,86
6,09
15
9,64
0,27
2,78
6,86
0,13
1,96
16,07
0,75
4,65
16
2,43
0,04
1,54
1,19
0,02
1,87
1,06
0,01
0,73
Total
168,82
10,67
72,21
168,02
11,26
71,02
161,44
12,26
93,46
Rata-rata
10,55
0,67
6,32
10,50
0,70
6,70
10,09
0,77
7,59
No
Aliran Batang
Aliran Batang
Aliran Batang
Tabel Lampiran 6. Hasil pengukuran curahan tajuk pada tiga blok pengamatan Blok I Curah Hujan (mm)
(mm)
1
6,06
2
Blok II
(%)
Curah Hujan (mm)
(mm)
3,47
57,20
6,86
5,51
3,36
61,07
3
37,35
32,27
4
14,21
5
15,37
No
Blok III
(%)
Curah Hujan (mm)
(mm)
(%)
4,80
69,96
6,75
2,85
42,30
4,11
2,00
48,71
3,86
1,54
40,00
86,40
41,13
30,90
75,12
33,75
20,38
60,40
9,10
64,03
14,69
5,98
40,74
11,57
7,60
65,70
13,30
86,52
19,59
6,76
34,49
18,64
8,30
44,53
Curahan Tajuk
Curahan Tajuk
Curahan Tajuk
Tabel Lampiran 6. Lanjutan Blok I Curah Hujan (mm)
(mm)
6
4,41
7
3,36
No
Blok II
(%)
Curah Hujan (mm)
(mm)
2,26
51,30
4,02
1,40
41,68
3,62
Curahan Tajuk
Blok III
(%)
Curah Hujan (mm)
(mm)
(%)
1,63
40,58
4,18
1,40
33,53
0,90
24,91
3,66
1,15
31,46
Curahan Tajuk
Curahan Tajuk
8
3,25
1,54
47,41
2,20
0,76
34,60
2,31
0,74
32,18
9
16,53
13,85
83,82
20,37
11,88
58,32
25,45
12,85
50,49
10
1,82
0,51
28,29
1,76
0,52
29,77
2,02
0,51
25,40
11
3,20
0,74
23,28
2,74
0,84
30,71
2,57
0,63
24,38
12
3,61
0,76
21,18
2,64
0,66
25,08
3,21
1,05
32,74
13
24,07
17,22
71,52
22,52
9,04
40,13
12,24
5,77
47,13
14
18,01
12,52
69,50
13,71
6,26
45,64
14,08
10,69
75,92
15
9,64
4,99
51,77
6,86
2,79
40,71
16,07
9,65
60,04
16
2,43
1,09
44,60
1,19
0,27
23,00
1,06
0,64
60,44
Total
168,82
118,39
889,58
168,02
86,00
662,46
161,44
85,77
726,63
Rata-rata
10,55
7,40
70,12
10,50
5,38
51,18
10,09
5,36
53,13
Tabel Lampiran 7. Hasil pengukuran komponen intersepsi pada kelas hujan <5 mm/hari ketiga blok pengamatan Waktu Hujan (jam) 0,62
Intensitas Hujan (mm/jam) 7,12
Aliran Batang (mm) 0,21
Curahan Tajuk (mm) 2,26
(mm)
(% Hujan)
1
Curah Hujan (mm) 4,41
1,93
43,86
2
3,36
0,89
3,78
0,08
1,40
1,88
55,82
3
3,25
0,29
11,20
0,12
1,54
1,58
48,75
4
1,82
0,39
4,62
0,02
0,51
1,29
70,70
5
3,20
0,38
8,51
0,04
0,74
2,41
75,35
6
3,61
0,36
9,89
0,10
0,76
2,75
76,18
7
2,43
0,43
5,70
0,04
1,09
1,31
53,85
8
4,11
0,41
9,94
0,10
2,00
2,01
48,76
9
4,02
0,62
6,49
0,15
1,63
2,24
55,73
10
3,62
0,89
4,08
0,07
0,90
2,65
73,03
11
2,20
0,29
7,59
0,08
0,76
1,36
61,83
12
1,76
0,39
4,48
0,01
0,52
1,23
69,61
13
2,74
0,38
7,31
0,01
0,84
1,89
68,89
14
2,64
0,36
7,25
0,14
0,66
1,84
69,64
15
1,19
0,43
2,79
0,02
0,27
0,90
75,13
16
3,86
0,41
9,32
0,19
1,54
2,13
55,14
17
4,18
0,62
6,75
0,23
1,40
2,55
60,94
18
3,66
0,89
4,12
0,11
1,15
2,40
65,58
19
2,31
0,29
7,97
0,14
0,74
1,43
61,62
20
2,02
0,39
5,15
0,03
0,51
1,48
73,29
No
Intersepsi
Tabel Lampiran 7. Lanjutan Waktu Hujan (jam) 0,38
Intensitas Hujan (mm/jam) 6,85
Aliran Batang (mm) 0,06
Curahan Tajuk (mm) 0,63
(mm)
(% Hujan)
21
Curah Hujan (mm) 2,57
1,88
73,10
22
3,21
0,36
8,81
0,22
1,05
1,94
60,35
23
1,06
0,43
2,49
0,01
0,64
0,41
38,83
Total
67,26
10,90
152,23
2,20
23,59
41,47
1436,01
Rata-rata
2,92
0,47
6,62
0,10
1,03
1,80
62,44
No
Intersepsi
Tabel Lampiran 8. Hasil pengukuran komponen intersepsi pada kelas hujan 5-10 mm/hari ketiga blok pengamatan Waktu Hujan (jam) 0,55
Intensitas Hujan (mm/jam) 10,99
Aliran Batang (mm) 0,30
Curahan Tajuk (mm) 3,47
(mm)
(% Hujan)
1
Curah Hujan (mm) 6,06
2,29
37,86
2
5,51
0,41
13,31
0,25
3,36
1,90
34,40
3
9,64
0,57
16,85
0,27
4,99
4,38
45,44
4
6,86
0,55
12,43
0,35
4,80
1,71
24,88
5
6,86
0,57
11,98
0,13
2,79
3,93
57,33
6
6,75
0,55
12,24
0,28
2,85
3,61
53,50
Total
41,67
3,21
77,80
1,59
22,26
17,82
253,42
Rata-rata
6,94
0,54
12,97
0,26
3,71
2,97
42,24
No
Intersepsi
Tabel Lampiran 9. Hasil pengukuran komponen intersepsi pada kelas hujan 10-15 mm/hari ketiga blok pengamatan Waktu Hujan (jam) 0,60
Intensitas Hujan (mm/jam) 23,68
Aliran Batang (mm) 0.82
Curahan Tajuk (mm) 9.10
(mm)
(% Hujan)
1
Curah Hujan (mm) 14.21
4.29
30.20
2
14.69
0,60
24,47
1.11
5.98
7.59
51.69
3
13.71
0,57
24,12
0.58
6.26
6.87
50.11
4
11.57
0,60
19,27
1.16
7.60
2.81
24.31
5
12.24
0,82
14,90
1.37
5.77
5.10
41.65
6
14.08
0,57
24,77
0.86
10.69
2.53
17.99
Total
80.50
3,76
131,21
5.90
45.40
29.20
215.96
Rata-rata
13.42
0,63
21,87
0.98
7.57
4.87
35.99
No
Intersepsi
Tabel Lampiran 10. Hasil pengukuran komponen intersepsi pada kelas hujan >15 mm/hari ketiga blok pengamatan Waktu Hujan (jam) 1,03
Intensitas Hujan (mm/jam) 36,20
Aliran Batang (mm) 3,55
Curahan Tajuk (mm) 32,27
(mm)
(% Hujan)
1
Curah Hujan (mm) 37,35
1,53
4,11
2
15,37
0,28
54,24
1,04
13,30
1,03
6,69
3
16,53
0,55
30,20
1,69
13,85
0,98
5,94
4
24,07
0,82
29,29
1,38
17,22
5,47
22,73
5
18,01
0,57
31,70
0,75
12,52
4,74
26,33
6
41,13
1,03
39,87
3,74
30,90
6,50
15,79
7
19,59
0,28
69,13
1,83
6,76
11,00
56,17
8
20,37
0,55
37,22
1,42
11,88
7,07
34,72
No
Intersepsi
9
22,52
0,82
27,40
1,51
9,04
11,98
53,19
10
33,75
1,03
32,71
3,32
20,38
10,04
29,75
11
18,64
0,28
65,79
1,82
8,30
8,52
45,72
12
25,45
0,55
46,51
1,71
12,85
10,90
42,80
13
16,07
0,57
28,08
0,75
9,65
5,67
35,31
Total
308,85
8,37
528,35
24,50
198,91
85,44
379,26
Rata-rata
23,76
0,64
40,64
1,88
15,30
6,57
29,17
Tabel Lampiran 11. Hasil pengukuran intersepsi langsung Blok Pengamatan
Curah Hujan
I
Intersepsi (mm)
(% Hujan)
168,82
39,77
23,56
II
168,02
70,76
42,11
III
161,44
63,41
39,28
Total
498,28
173,93
34,91
Rata-rata
166,09
57,98
34,91
Tabel Lampiran 12. Hasil pengukuran komponen intersepsi pada intensitas hujan <5 mm/jam Waktu Hujan (jam) 0,89
Intensitas Hujan (mm/jam) 3,78
Aliran Batang (mm) 0,08
Curahan Tajuk (mm) 1,40
(mm)
(% Hujan)
1
Curah Hujan (mm) 3,36
1,88
55,82
2
1,82
0,39
4,62
0,02
0,51
1,29
70,70
3
3,62
0,89
4,08
0,07
0,90
2,65
73,03
4
1,76
0,39
4,48
0,01
0,52
1,23
69,61
5
1,19
0,43
2,79
0,02
0,27
0,90
75,13
6
3,66
0,89
4,12
0,11
1,15
2,40
65,58
7
1,06
0,43
2,49
0,01
0,64
0,41
38,83
Total
16,49
4,31
26,38
0,33
5,41
10,75
448,70
Rata-rata
2,36
0,62
3,77
0,05
0,77
1,54
64,10
No
Intersepsi
Tabel Lampiran 13. Hasil pengukuran komponen intersepsi pada intensitas hujan 5-15mm/jam Waktu Hujan (jam) 0,55
Intensitas Hujan (mm/jam) 10,99
Aliran Batang (mm) 0,30
Curahan Tajuk (mm) 3,47
(mm)
(% Hujan)
1
Curah Hujan (mm) 6,06
2,29
37,86
2
5,51
0,41
13,31
0,25
3,36
1,90
34,40
3
4,41
0,62
7,12
0,21
2,26
1,93
43,86
4
3,25
0,29
11,20
0,12
1,54
1,58
48,75
5
3,20
0,38
8,51
0,04
0,74
2,41
75,35
6
3,61
0,36
9,89
0,10
0,76
2,75
76,18
7
2,43
0,43
5,70
0,04
1,09
1,31
53,85
8
6,86
0,55
12,43
0,35
4,80
1,71
24,88
No
Intersepsi
9
4,11
0,41
9,94
0,10
2,00
2,01
48,76
10
4,02
0,62
6,49
0,15
1,63
2,24
55,73
11
2,20
0,29
7,59
0,08
0,76
1,36
61,83
12
2,74
0,38
7,31
0,01
0,84
1,89
68,89
13
2,64
0,36
7,25
0,14
0,66
1,84
69,64
14
6,86
0,57
11,98
0,13
2,79
3,93
57,33
15
6,75
0,55
12,24
0,28
2,85
3,61
53,50
16
3,86
0,41
9,32
0,19
1,54
2,13
55,14
17
4,18
0,62
6,75
0,23
1,40
2,55
60,94
18
2,31
0,29
7,97
0,14
0,74
1,43
61,62
19
2,02
0,39
5,15
0,03
0,51
1,48
73,29
20
2,57
0,38
6,85
0,06
0,63
1,88
73,10
21
3,21
0,36
8,81
0,22
1,05
1,94
60,35
22
12,24
0,82
14,90
1,37
5,77
5,10
41,65
Total
95,04
10,06
201,70
4,56
41,22
49,26
1236,93
Rata-rata
4,32
0,46
9,17
0,21
1,87
2,24
56,22
Tabel Lampiran 14. Hasil pengukuran komponen intersepsi pada intensitas hujan 15-25 mm/jam Waktu Hujan (jam) 0,60
Intensitas Hujan (mm/jam) 23,68
Aliran Batang (mm) 0,82
Curahan Tajuk (mm) 9,10
(mm)
(% Hujan)
1
Curah Hujan (mm) 14,21
4,29
30,20
2
9,64
0,57
16,85
0,27
4,99
4,38
45,44
3
14,69
0,60
24,47
1,11
5,98
7,59
51,69
4
13,71
0,57
24,12
0,58
6,26
6,87
50,11
5
11,57
0,60
19,27
1,16
7,60
2,81
24,31
6
14,08
0,57
24,77
0,86
10,69
2,53
17,99
Total
77,90
3,51
133,16
4,80
44,62
28,48
219,75
Rata-rata
12,98
0,58
22,19
0,80
7,44
4,75
36,62
No
Intersepsi
Tabel Lampiran 15. Hasil pengukuran komponen intersepsi pada intensitas hujan >25 mm/jam Waktu Hujan (jam) 0,55
Intensitas Hujan (mm/jam) 30,20
Aliran Batang (mm) 1,69
Curahan Tajuk (mm) 13,85
(mm)
1
Curah Hujan (mm) 16,53
0,98
5,94
2
24,07
0,82
29,29
1,38
17,22
5,47
22,73
3
18,01
0,57
31,70
0,75
12,52
4,74
26,33
4
22,52
0,82
27,40
1,51
9,04
11,98
53,19
5
33,75
1,03
32,66
3,32
20,38
10,04
29,75
6
16,07
0,57
28,08
0,75
9,65
5,67
35,31
7
37,35
1,03
36,14
3,55
32,27
1,53
4,11
8
15,37
0,28
54,24
1,04
13,30
1,03
6,69
No
Intersepsi (% Hujan)
9
41,13
1,03
39,80
3,74
30,90
6,50
15,79
10
19,59
0,28
69,13
1,83
6,76
11,00
56,17
11
20,37
0,55
37,22
1,42
11,88
7,07
34,72
12
18,64
0,28
65,79
1,82
8,30
8,52
45,72
13
25,45
0,55
46,51
1,71
12,85
10,90
42,80
Total
308,85
8,38
528,18
24,50
198,91
85,44
379,26
Rata-rata
23,76
0,64
40,63
1,88
15,30
6,57
29,17
Tabel Lampiran 16. Hasil pengukuran intensitas hujan rata-rata No
Curah Hujan (mm)
(jam)
Intensitas Hujan (mm/jam)
Waktu
1
6,06
0,55
10,99
2
5,51
0,41
13,31
3
37,35
1,03
36,14
4
14,21
0,60
23,68
5
15,37
0,28
54,24
6
4,41
0,62
7,12
7
3,36
0,89
3,78
8
3,25
0,29
11,20
9
16,53
0,55
30,20
10
1,82
0,39
4,62
11
3,20
0,38
8,51
12
3,61
0,36
9,89
13
24,07
0,82
29,29
14
18,01
0,57
31,70
15
9,64
0,57
16,85
16
2,43
0,43
5,70
17
6,86
0,55
12,43
18
4,11
0,41
9,94
19
41,13
1,03
39,80
20
14,69
0,60
24,47
Tabel Lampiran 16. Lanjutan Curah Hujan
Waktu
(mm)
(jam)
21
19,59
0,28
Intensitas Hujan (mm/jam) 69,13
22
4,02
0,62
6,49
23
3,62
0,89
4,08
24
2,20
0,29
7,59
25
20,37
0,55
37,22
26
1,76
0,39
4,48
27
2,74
0,38
7,31
28
2,64
0,36
7,25
29
22,52
0,82
27,40
30
13,71
0,57
24,12
31
6,86
0,57
11,98
32
1,19
0,43
2,79
33
6,75
0,55
12,24
34
3,86
0,41
9,32
35
33,75
1,03
32,66
36
11,57
0,60
19,27
37
18,64
0,28
65,79
38
4,18
0,62
6,75
39
3,66
0,89
4,12
40
2,31
0,29
7,97
41
25,45
0,55
46,51
42
2,02
0,39
5,15
43
2,57
0,38
6,85
44
3,21
0,36
8,81
45
12,24
0,82
14,90
46
14,08
0,57
24,77
47
16,07
0,57
28,08
No
48
1,06
0,43
2,49
Total
498,28
26,25
889,42
Rata-rata
10,38
0,55
18,53
Tabel Lampiran 17. Data vegetatif blok I Panjang Pelepah (Rahis)
No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nomor Pohon
Perlakuan
Bulan Januari 2008 1A Piringan + Resapan 2A Kontrol 3A Piringan 4A Piringan + Resapan 5A Kontrol 6A Piringan 7A Kontrol 8A Piringan + Resapan 9A Piringan
Jumlah Anak Daun 1 Sisi
cm
Petiola (cm) 1 2 Panjang Lebar Panjang Lebar Panjang Lebar
Anak Daun 3
4
5
6
Panjang
Lebar
Panjang
Lebar
Panjang
Lebar
Panjang
Lebar
Rata-rata Luas Daun Jumlah Pelepah Leaf Area Indeks Anak Daun (cm2) (LAI) Panjang Lebar
691 606 589 626 578 616,4 558,4 556 572
176 176 190 184 176 186 188 184 190
9,3 7,8 9,9 9,5 9,2 9,2 9,2 8,8 9,8
4,5 4,9 6,5 6,4 5,6 5,4 6,5 5,6 6,5
98,2 104 118 108,2 123,2 105,1 106,4 91 117
6,9 4,7 5,7 6,1 6,1 5,7 5,9 6,1 6,5
98,6 104 116,2 106 123,8 103 102,6 88 118,8
6,3 5,1 5,9 7 6,2 5,9 5,2 6,2 6,6
98,8 102 117 108 119,4 103,6 106,6 88 122,2
6,1 5,6 5,9 6,9 6,9 5,9 5,7 5,7 6,6
96,4 111,4 114,2 110 115 106 104 90 117
6,4 5,5 6,2 6,5 6,2 5,7 5,3 5,9 6,1
97,6 102,6 113,8 106,2 114,6 105 104,2 89 119,2
6,4 5,6 5,8 6,9 6,3 6,2 5,9 6,5 6,1
98,4 100,6 112,6 109,4 116 105 105 87 122
5,7 5 6,1 7 6,1 6,1 5,6 6,1 5,7
98,00 104,10 115,30 107,97 118,67 104,62 104,80 88,83 119,37
6,30 5,25 5,93 6,73 6,30 5,92 5,60 6,08 6,27
617,40 546,53 684,11 726,98 747,60 618,98 586,88 540,40 748,03
45 51 49 47 47 41 43 49 46
0,55 0,55 0,66 0,67 0,69 0,50 0,50 0,52 0,68
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1B 2B 3B 4B 5B 6B 7B 8B 9B
Piringan Piringan+ Resapan Kontrol Kontrol Piringan+ Resapan Piringan Kontrol Piringan + Resapan Piringan
614 559 556 618 589 596 590 570 608,6
170 180 166 180 168 184 166 184 176
8,2 8,4 7,6 8,7 8,8 9,3 9,5 8,6 8,7
5,9 6 5,6 5,7 6,7 4,6 5 5,5 4,6
95,6 91 95 79,4 81 94,2 103 108 95,6
6,5 5 4,1 6,6 6,4 7,4 6,7 5,8 5,3
97 92,2 94,4 84 79 95,2 102,8 105,2 95,2
6,2 4,6 5,1 6,6 6,8 7,3 6,6 5,4 5,4
99,2 92 99,6 81,4 81 93 103,2 106,2 97,6
6,7 5 5 6,8 6,8 7,1 6,9 5,1 5,6
96 92 100,2 80,6 82,6 95,2 102,4 112,4 91,6
6,7 4,9 5,2 6,3 7,1 6,8 6,4 6 5,5
97 94,4 100,2 84,4 79,4 94,4 103 111 94,8
6,2 4,8 5,3 6,4 7,1 7,4 6,9 5,8 5,6
97,4 94,2 93,2 81,6 81 94,2 111,4 113 95,2
6,6 4,9 5 6,6 6,9 7,4 6,8 5,9 5,5
97,03 92,63 97,10 81,90 80,67 94,37 104,30 109,30 95,00
6,48 4,87 4,95 6,55 6,85 7,23 6,72 5,67 5,48
629,10 450,82 480,65 536,45 552,57 682,59 700,55 619,37 520,92
35 50 51 49 35 43 47 46 48
0,43 0,45 0,48 0,52 0,38 0,58 0,65 0,56 0,49
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1C 2C 3C 4C 5C 6C 7C 8C 9C
Kontrol Piringan + Resapan Piringan Kontrol Piringan + Resapan Piringan Piringan Piringan+ Resapan Kontrol
516,6 502 598,6 617,2 575,4 630 648 639,1 606,4
166 164 192 196 168 180 188 178 164
8,2 7,8 10,8 10,5 9,3 8,8 8,7 9,9 10,2
4,8 4,6 6,7 6,6 6 5,5 5,7 5,3 6,6
92,4 103 117 91 99,6 101,2 112,6 124 114,6
5,3 5,7 6,9 5,8 6,5 6,5 5,7 6 7,1
102 104,4 115 91,2 103 102,4 107,4 123,4 115,8
6,1 5,9 7,2 5,9 7 6,5 5,6 6,4 7
93,6 100,2 116 91 101 102 108 123 114,4
5,6 5,6 7,3 5,9 7 6,2 5,5 5,6 6,7
95,4 100 120,4 92 98 100 112,4 124 114,6
5,6 5,1 4,6 5,4 7,2 6,6 5,7 5,5 6,9
97,8 96,2 115,5 92 98,6 98,2 108,6 125 115,4
5,7 5,6 7,2 5,5 7,2 6,6 5,4 5,5 6,9
98,6 103,4 119 93 96 99,4 105,4 122 113,4
6 5,5 7,5 6,1 7 6,5 5,6 6 6,9
96,63 101,20 117,15 91,70 99,37 100,53 109,07 123,57 114,70
5,72 5,57 6,78 5,77 6,98 6,48 5,58 5,83 6,92
552,42 563,35 794,67 528,80 693,91 651,79 608,96 720,81 793,34
46 51 44 50 50 47 49 40 31
0,50 0,57 0,69 0,52 0,69 0,61 0,59 0,57 0,49
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1D 2D 3D 4D 5D 6D 7D 8D 9D
Kontrol Piringan + Resapan Piringan Piringan + Resapan Piringan Kontrol Piringan Piringan + Resapan Kontrol
573 616,4 580 616,4 582 521,2 580 520 588,2
176 166 182 180 176 172 172 182 166
10,4 10,2 10,1 11,9 10 9,9 9,3 8,2 8,7
6,8 7 7 7,7 5,5 5,5 6 4,6 6,5
103,2 103,8 108,2 110,4 83,4 95 99 98 90,4
6,4 6,8 6,6 7 7,5 6,6 6,5 5,5 6,1
104 103,6 108 114 83,6 96 102,4 100 91,2
6 6,3 6,1 6,9 7,9 6,4 6,3 5,2 6,3
106 103,6 109 108,2 84,4 92 104,6 98,4 91,8
6,5 6,8 6,5 7 7,9 6,7 6,1 5,9 6,3
110,8 113,6 99,6 109,4 86,8 95 103,6 94,6 88,4
6,1 6,7 6 6,9 7,9 6,6 6,4 5,8 6,2
109 112,8 100 112,4 88,7 92 99,6 99,6 88
6,1 6,5 6,5 7,2 7,4 6,3 6,6 6,1 6,6
107,6 112,4 99,4 111 84 93 100 95,6 90,2
5,7 6,8 6,2 6,8 7,5 6,8 66 6,1 6,4
106,77 108,30 104,03 110,90 85,15 93,83 101,53 97,70 90,00
6,13 6,65 6,32 6,97 7,68 6,57 16,32 5,77 6,32
654,84 720,20 657,14 772,60 654,24 616,17 1656,69 563,40 568,50
52 50 42 41 52 43 38 40 40
0,67 0,71 0,55 0,63 0,67 0,52 1,24 0,45 0,45 0,6
Rata-rata LAI
Tabel Lampiran 18. Data vegetatif blok II Petiola panjang pelepah (rahis) Jumlah Anak Daun 1 Sisi No. Nomor Pohon Perlakuan 1 Jan-08 Panjang Lebar Panjang 1 1A Piringan 640 160 8,8 5,5 109,6 2 2A Piringan + Resapan 595 198 12,2 5,5 104 3 3A Kontrol 601 192 10,2 6,5 88,4 4 4A Piringan 636 188 10,5 7,5 108,4 5 5A Kontrol 651 188 8,8 6,4 97,4 6 6A Piringan + Resapan 621,4 172 9,1 6,5 103 7 7A Piringan 650 172 12 8,5 120,2 8 8A Piringan + Resapan 573 176 9,5 6,2 111 9 9A Kontrol 567 184 10,4 5,5 108
Anak Daun 2 Lebar Panjang 6,5 110,8 6,4 104,2 8 90,6 7,2 109 6,1 97,6 6,8 97,2 7,1 119,6 6,7 112,4 6,4 108,8
3 Lebar Panjang 6,1 113,2 6,6 104 7,5 90 6,5 104,2 6,1 96,8 5,9 99 6,9 116,4 6,7 115 6,5 103,4
4 Lebar Panjang 7,1 111,8 6,5 105,2 8,1 94 6,9 99,4 5,3 98,8 5,5 90 6,7 107,2 6,6 117,6 5,7 106
5 Lebar Panjang 6,6 112,4 6,7 105,4 7,7 89,4 6,5 98 6 98 6,2 97 6,8 109,2 6,3 112 6 106
6 Lebar Panjang 7,2 113,2 6,5 105,8 7,7 89 6,3 100 5,9 98,2 6,3 93,2 6,9 107,2 6,8 117 6,2 108,4
Rata-rata Luas Daun Anak Daun (cm2) Lebar Panjang Lebar 6,7 111,83 6,70 749,28 6,6 104,77 6,55 686,22 7,4 90,23 7,73 697,80 6,9 103,17 6,72 692,94 5,9 97,80 5,88 575,39 6,1 96,57 6,13 592,28 7 113,30 6,90 781,77 6,6 114,17 6,62 755,40 6 106,77 6,13 654,84
Jumlah Pelepah
Leaf Area Indeks (LAI)
48 39 31 42 38 32 49 39 40
0,73 0,55 0,44 0,59 0,45 0,39 0,78 0,60 0,53
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1B 2B 3B 4B 5B 6B 7B 8B 9B
Piringan Kontrol Piringan + Resapan Kontrol Piringan + Resapan Piringan Piringan Kontrol Piringan + Resapan
488 585 600 685 642 536,4 635 545 516
158 172 162 176 198 164 184 190 156
8 8,5 9,2 11,2 10,2 9,1 10,1 10,5 8,5
5,5 5,5 6,4 7,5 7,2 6,8 7 7,2 5,5
81 97,4 93 135,8 91,6 108 101,4 101,2 88,2
6,9 5,4 6,2 7 6,4 5,9 7,1 6,3 6,2
77,8 98,4 94,6 132,4 93 101 99 98,4 90
6,9 5,9 6 6,5 6,5 5,6 6,7 6,2 6,1
81 98 94,2 130 89 108 105 100 88,2
6,9 5,9 5,8 6,7 6,3 5,9 6,4 6 6,1
75,4 99,6 95 125,4 96 102,6 97,4 97,8 87,6
6,7 5,8 6,3 6,6 5,8 5,6 7,3 5,9 6,5
76,6 96 95,2 135 94,6 104 99 99,6 89
6,7 5,8 5,9 6,9 5,8 5 6,7 6,4 6,1
80,2 87 93,6 130 95,4 106,2 105,4 99 88
6,7 5,9 5,8 6,2 5,8 5,3 6,7 6,8 6,1
78,67 96,07 94,27 131,43 93,27 104,97 101,20 99,33 88,50
6,80 5,78 6,00 6,65 6,10 5,55 6,82 6,27 6,18
534,93 555,59 565,60 874,03 568,93 582,57 689,85 622,49 547,23
35 46 51 42 52 41 38 41 50
0,38 0,52 0,59 0,75 0,60 0,49 0,54 0,52 0,56
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1C 2C 3C 4C 5C 6C 7C 8C 9C
Piringan Piringan + Resapan Piringan Piringan + Resapan Kontrol Piringan Kontrol Piringan + Resapan Kontrol
565 632,4 612,4 594,4 645,6 633 605 583,8 705
170 180 190 180 176 180 174 176 190
8,3 10,6 9,2 9 10 10,5 9,5 10,2 11,3
5,6 7,5 6 6,5 7,5 7,2 6 6 8,6
93,2 99,6 102,4 109,6 105,4 126 105 125 120,4
6,7 6,5 7,1 6,2 7 6 5,5 7,6 6,1
91 103 101,4 110 108,8 123 107,4 117,4 120,4
6,5 6,4 6,6 6,3 7,5 6,2 5,8 6,5 5,3
90 100 101 107,4 103,8 124,4 108,2 124 123,8
6,8 6,2 6,3 6,2 7 6,3 6,3 6,8 5,6
102,8 106,6 101,4 107 110 133 103,8 121 114,6
6,7 5,9 6,7 6,1 7 6,5 6,2 5,4 6,2
89,6 105,2 101 109 107 137,6 106 118,8 114,6
6,3 6 6,2 5,8 6,8 6,4 6,4 6,3 6,4
87,6 106 102,4 109,8 109,2 132,4 110 120,6 113,4
6,4 5,6 7 6 7,2 6,5 6 7,7 6
92,37 103,40 101,60 108,80 107,37 129,40 106,73 121,13 117,87
6,57 6,10 6,65 6,10 7,08 6,32 6,03 6,72 5,93
606,54 630,74 675,64 663,68 760,51 817,38 643,96 813,61 699,34
36 42 52 51 40 42 52 50 49
0,45 0,54 0,72 0,69 0,62 0,70 0,68 0,83 0,70
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1D 2D 3D 4D 5D 6D 7D 8D 9D
Kontrol Piringan Piringan + Resapan Kontrol Piringan Piringan + Resapan Piringan Kontrol Piringan + Resapan
594 653 590,4 609 598 655,4 641,6 973,4 644
176 184 176 206 178 184 200 204 150
9 11 9,7 10,5 8,9 10,4 10 11 7,7
6 7,5 6,6 7,5 6,5 6,7 6,9 7,5 5,8
110,6 118,4 103 109,6 93 120,4 101,2 114 102,2
6,1 6,7 6,7 6,4 7,3 7,5 6,1 7,2 6,7
105 127 94,8 110 92,2 119 99,4 101 102,4
5,9 6,6 5,9 6,9 6,6 7,5 6,5 7,3 6,6
103 120 103 109,4 91,2 119,8 106,8 116 103,6
6,2 6,5 6,4 6,4 7,5 7,5 6,4 7,5 6,8
107 118 102 108,8 91,8 113,6 101,8 112 100,4
6,8 6,6 7 6,9 7,6 7 6,1 7,1 5,9
104 128,6 95,4 111,6 93 116,8 106,4 109,8 102
6,9 6,5 6,9 6,8 7,2 7,2 6,9 7,3 5,9
103,2 128 94,6 109,4 92,4 117 107,4 111 104,2
6,7 6,8 6,8 6,9 7,4 7,4 6,7 6,8 5,5
105,47 123,33 98,80 109,80 92,27 117,77 103,83 110,63 102,47
6,43 6,62 6,62 6,72 7,27 7,35 6,45 7,20 6,23
678,50 816,06 653,73 737,49 670,47 865,59 669,73 796,56 638,71
43 41 44 42 42 41 50 45 49 Rata-rata LAI
0,60 0,68 0,59 0,63 0,58 0,72 0,68 0,73 0,64 0,61
Tabel Lampiran 19. Data vegetatif blok III Petiola Panjang Pelepah (Rahis) Jumlah Anak Daun 1 Sisi No. Nomor Pohon Perlakuan Jan-08 Panjang Lebar 1 1A Kontrol 675,4 198 10,2 7,6 2 2A Piringan + Resapan 548,4 164 9,4 5,8 3 3A Piringan 564 164 9,8 6 4 4A Kontrol 599 162 10,2 6,6 5 5A Piringan + Resapan 567 178 9 6,5 6 6A Piringan 543 164 9,5 6,5 7 7A Piringan 536 154 9,5 6,5 8 8A Piringan + Resapan 576,4 178 7,8 5,3 9 9A Kontrol 568,4 178 9,8 5,8
1 Panjang 120 94 101,2 104,6 96 104 102,2 106,8 106
2 Lebar 6,6 6,7 6,1 5,6 5,8 7 7 6,2 4,9
Panjang 121 92,8 113,8 103,2 103 108 106 105,4 105,6
Lebar 6,8 7,1 6,3 6 6,2 6,6 7,6 6,1 5,3
Anak Daun 4 Panjang 124,2 97,4 112,6 107,6 98 99,6 100,6 105 115
3 Lebar Panjang 6,7 124 7,6 97,6 6 98,6 5,9 103,6 5,5 101,2 6,8 106 7,4 103,4 6 105,4 5,1 115,2
5 Lebar Panjang 6,5 126,4 6,8 93 6,2 114 6 110 5,8 98 7 97,6 7,3 109,6 5,8 104 4,7 116,4
6 Lebar Panjang 6,9 122 7,5 97,2 5,8 99 6,2 109,4 5,9 103 6,8 100 7,4 107,4 5,7 106,6 5,4 105
Lebar 6,5 7,3 5,4 5,9 5,8 7 7 5,7 4,7
Rata-rata Anak Daun Panjang Lebar 122,93 6,67 95,33 7,17 106,53 5,97 106,40 5,93 99,87 5,83 102,53 6,87 104,87 7,28 105,53 5,92 110,53 5,02
Luas Daun (cm2)
Jumlah Pelepah Leaf Area Indeks (LAI)
819,56 683,22 635,65 631,31 582,56 704,06 763,78 624,41 554,51
47 44 49 51 45 52 47 50 52
0,75 0,59 0,61 0,63 0,51 0,72 0,70 0,61 0,57
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1B 2B 3B 4B 5B 6B 7B 8B 9B
Kontrol Piringan + Resapan Kontrol Piringan Piringan Piringan + Resapan Piringan Piringan + Resapan Kontrol
643 582 529,6 621 646 550 645 546 618,2
202 1629,5 176 178 182 164 194 168 192
11 9,5 8,4 9,8 10 9,2 11 9,6 9,3
8,2 6,5 5,8 7 7 5,6 8,2 6,5 6,9
101 111,2 86,6 104 75 103,8 107,4 91,2 107
7,6 6 5,9 6,9 5,1 6 5,8 5,2 6,7
103,2 112,4 90,8 106 74,4 104,2 108,8 91 106,8
7,1 5,9 5,6 6,5 5,7 5,7 5,9 5,5 6,6
100 113,2 80,4 109,4 79,6 104,8 103,8 99 110
6,3 5,7 5,8 6,8 5,6 5,2 5,5 5 6,6
104 111 91 109 80,4 106 105 104,8 106,6
6,8 6,1 6 6,7 5,6 5,8 5,8 5,4 6,1
102 108,8 91,2 109 76,8 103,6 103,2 105,4 108,4
7,5 5,8 5,7 6,8 5,8 5,6 6,1 4,6 6,2
98,4 108,8 87 105 76 103 107,8 107,4 107,4
6,7 5,6 6 6,6 5,5 5,7 5,8 5 6,6
101,43 110,90 87,83 107,07 77,03 104,23 106,00 99,80 107,70
7,00 5,85 5,83 6,72 5,55 5,67 5,82 5,12 6,47
710,03 648,77 512,36 719,13 427,54 590,66 616,57 510,64 696,46
40 34 48 46 38 49 43 48 45
0,56 0,43 0,48 0,65 0,32 0,57 0,52 0,48 0,61
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1C 2C 3C 4C 5C 6C 7C 8C 9C
Kontrol Piringan Kontrol Piringan + Resapan Kontrol Piringan + Resapan Piringan Piringan + Resapan Piringan
630,2 551 587 625 628 617 618 509,2 571
184 186 170 170 164 186 198 158 178
10,6 9,4 9,3 9,2 10,5 9,8 9,4 8,3 8,4
7,9 7,1 6 6 8 6,5 6,5 6,4 5
107 102,8 94,4 109,4 99,2 103 101,8 89,2 93,4
5,5 6,7 6,6 6 7,3 5,6 6,1 6 7,3
106,2 103 92,2 111 99,6 108 101,8 88,4 94
5,3 6,7 6,7 6,2 7 6,2 6 6 7,5
104,8 103,2 93,6 107 99,6 107,6 103,6 90,2 98
5,5 6,6 6,7 6,2 6,9 6,2 6 5,7 7,3
111 103,8 97 105 98 107,8 102,8 88,4 92,6
5,8 6,1 6,5 6,2 7 6,3 6,1 6,1 7,9
110,8 101 93,4 114 100,4 105,4 106 91,4 97
6 6,7 6,6 6,3 7,3 6,5 6 6 7,1
109,8 101,8 95,4 111 98,4 102 101 93,2 98
5,9 6,6 6,6 6,1 7,3 6,2 5,9 6,2 7,5
108,27 102,60 94,33 109,57 99,20 105,63 102,83 90,13 95,50
5,67 6,57 6,62 6,17 7,13 6,17 6,02 6,00 7,43
613,51 673,74 624,17 675,66 707,63 651,41 618,71 540,80 709,88
46 51 54 52 37 38 45 34 52
0,55 0,67 0,66 0,69 0,51 0,49 0,55 0,36 0,72
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1D 2D 3D 4D 5D 6D 7D 8D 9D
Kontrol Piringan + Resapan Piringan Kontrol Piringan Piringan + Resapan Kontrol Piringan Piringan + Resapan
557,4 580 619,8 633,4 534,8 621,6 611,2 649,6 598
164 164 180 180 176 172 154 166 192
9,5 6,9 10,4 11,7 8,8 10,3 10,1 8,8 11
5,5 6 7,8 8,6 5,7 7,5 7,4 6 8,8
101 103,8 107,2 114,2 96,6 100 98,4 105,6 93,8
6,2 5,7 6,3 7,1 5,5 6,7 6,6 6,6 6,5
102,6 105 106,4 115,4 97,6 101,8 100,6 103 97
6,8 5,3 6,3 7,2 4,9 6,5 6,7 6,7 5,9
99,2 102,2 107 114,6 95,8 97,2 102 103,4 93,4
6,6 5,6 6,3 6,7 5,9 6,4 6,5 6,6 6,5
110,6 105,8 111,8 113,8 96,8 94,8 100,2 106,2 95,2
6,4 5,9 6,2 7,1 5,4 6,3 6 6,4 6,3
111 100,4 112,6 117,4 95,6 98,8 96,4 105 97,4
6,5 5 6,1 6,5 5,4 6,9 6,3 6,2 6,5
113 97 114,6 121,6 93,4 99,4 94 102,6 96,2
6,3 5,4 5,8 6,7 5,3 6,6 6,7 6,2 6,1
106,23 102,37 109,93 116,17 95,97 98,67 98,60 104,30 95,50
6,47 5,48 6,17 6,88 5,40 6,57 6,47 6,45 6,30
686,98 561,31 677,92 799,61 518,22 647,91 637,61 672,74 601,65
44 46 40 47 52 60 43 50 32 Rata-rata LAI
0,59 0,51 0,53 0,74 0,53 0,76 0,54 0,66 0,38 0,6