PENERAPAN METODE INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK UNTUK KARAKTERISASI RESERVOAR MINYAK DAN GAS BUMI DI SELAT MADURA
SRI WAHYUNI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penerapan Metode Inversi Impedansi Akustik untuk Karakterisasi Reservoar Minyak dan Gas Bumi di Selat Madura adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2017 Sri Wahyuni NIM C54120008
ABSTRAK SRI WAHYUNI. Penerapan Metode Inversi Impedansi Akustik untuk Karakterisasi Reservoar Minyak dan Gas Bumi di Selat Madura. Dibimbing oleh HENRY M MANIK. Tahap ekplorasi merupakan tahap yang penting dalam industri minyak dan gas bumi yakni meliputi penentuan reservoar yang dilakukan dengan pendekatan secara geologi dan geofisika. Pengembangan dari tahap eksplorasi dilakukan dengan memadukan data log dan data seismik bawah permukaan agar meminimumkan biaya dan kesalahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi reservoar dengan menggunakan metode inversi impedansi akustik dan menentukan keberadaan minyak dan gas bumi (hidrokarbon) pada sumur MS2 dan A1 di Selat Madura. Penelitian dilaksanakan pada bulan MaretSeptember 2016. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode inversi impedansi akustik dengan menggunakan metode berbasis model (model based) dan rekursif (band limited). Hasil yang didapat yaitu zona target reservoar terdapat pada kedalaman 9750-9790 feet (2972-2985 meter) atau 2000-2050 ms (dalam domain waktu) untuk sumur MS2 dan kedalaman 2960-3030 feet (902-924 meter) atau 860-890 ms (dalam domain waktu) untuk sumur A1 dengan kisaran nilai impedansi akustik sebesar 10.771 ft/s*g/cc sampai 13.627 ft/s*g/cc dengan jenis batuan yang mengisi zona reservoar yakni batu pasir. Lapisan batu pasir pada sumur A1 memiliki nilai impedansi akustik yang cukup tinggi. Secara geologi, hal ini dapat disebabkan oleh sementasi lapisan pasir yang sangat tinggi sehingga menyebabkan lapisan batu pasir lebih padat. Nilai korelasi total untuk Inversi berbasis model lebih tinggi dengan galat (error) lebih kecil jika dibandingkan dengan Inversi rekursif. Ini menunjukkan inversi berbasis model lebih baik dibandingkan dengan inversi rekursif baik secara kualitatif maupun kuantitatif dalam mengkarakterisasi reservoar hidrokarbon. Kata kunci: band limited, hidrokarbon, impedansi akustik, inversi, model based, reservoar
ABSTRACT SRI WAHYUNI. Application of Acoustic Impedance Inversion Method to Characterize Reservoir Hydrocarbon in Madura Strait. Supervised by HENRY M MANIK. Exploration is an important stage in oil and gas industry which includes the determination of reservoir by geological and geophysical approach. The development of oil and gas exploration stage by combining log and seismic data is done in order to minimize the costs and errors. This research aims to characterize reservoir by using acoustic impedance inversion method and determine the existence of hydrocarbon in wells A1 and MS2 in Madura Strait. The study was conducted in March-September 2016. The method used in this study is acoustic impedance inversion using model based and band limited methods. The results obtained are reservoar target zone is in 9750-9790 feet (2972-2985 meter) or 2000-2050 ms (in time domain) for well MS2 and 29603030 feet or 860-890 ms (in time domain) for well A1 with range of acoustic impedance 10.771 ft/s*g/cc-13.627 ft/s*g/cc with sand stone in reservoir zone. Sand stone layer in well A1 has quite high acoustic impedance. Geolically, this could be due to very high cementation that makes sandstone layer becoming thicker. Total correlation value for model based inversion is higher with smaller error compared to the band limited inversion. It can be concluded that model based inversion is better than band limited inversion in quality and quantity to characterize reservoir hydrocarbon. Keywords: acoustic impedance, band limited, hydrocarbon, inversion, model based, reservoir
PENERAPAN METODE INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK UNTUK KARAKTERISASI RESERVOAR MINYAK DAN GAS BUMI DI SELAT MADURA
SRI WAHYUNI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PRAKATA Penulis mengucap syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Penerapan Metode Inversi Impedansi Akustik untuk Karakterisasi Reservoar Minyak dan Gas Bumi di Selat Madura”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan sarjana pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa penelitian ini jauh dari kesempurnaan oleh karena itu apabila terdapat kesalahan dalam penulisan penulis mohon maaf. Segala bentuk kritik dan saran sangat penulis harapkan agar kedepannya bisa didapatkan hasil yang lebih baik lagi. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Bapak Henry M. Manik, S.Pi, M.T, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan pengarahan dalam penyelesaian tugas akhir ini. 2. Bapak Dr. Priatin Hadi Wijaya S.T., M.T. yang telah memberikan data, saran dan pengarahan dalam penyelesaian tugas akhir ini. 3. Kedua orang tua, Bapak Ujang Slamet dan Ibu Sumainem yang selalu memberikan nasehat, kasih sayang, dukungan doa, moral dan materiil 4. Kakak dari penulis, Anton Sumaidi dan Budi Apriadi yang selalu memberikan semangat kepada penulis 5. Crew Aerobik FPIK, tempat penulis mengembangkan bakat 6. Himpunan Mahasiswa Sawahlunto, Sijunjung dan Dharmasraya (Himaswiss), tempat penulis bernaung di Bogor 7. Keluarga di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) yang tidak dapat disebutkan satu-persatu
Bogor, Januari 2017 Sri Wahyuni
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
PENDAHULUAN
1
Tujuan Penelitian METODE
2 2
Waktu dan Lokasi Penelitian
2
Bahan
3
Alat
3
Prosedur Analisis Data
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Identifikasi Zona Target
8
Analisis Sensivitas
11
Pengikatan Data Sumur ke Data Seismik
13
Hasil Penelusuran Horizon
17
Model Inisial Bumi
17
Inversi Impedansi Akustik
20
SIMPULAN DAN SARAN
28
Simpulan
28
Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
28
RIWAYAT HIDUP
30
DAFTAR TABEL 1. Keterangan Sumur yang Digunakan 2. Hasil pengikatan data sumur ke data seismik menggunakan wavelet statistik 3. Korelasi dan perbandingan antara impedansi log, model inisial dan hasil inversi
3 13 23
DAFTAR GAMBAR Peta lokasi penelitian sumur MS2 dan A1 di Selat Madura Diagram alir proses pengolahan data Hasil pengikatan data sumur ke data seismik Zona target daerah penelitian sumur MS2 Zona target daerah penelitian sumur A1 (a) Crossplot log impedansi akustik dan GR dalam skala ILD pada sumur MS2 (b) Cross section zona lempung dan batu pasir 7. (a) Crossplot log impedansi akustik dan GR dalam skala ILD pada sumur MS2 (b) Cross section zona lempung dan batu pasir 8. (a) Wavelet yang digunakan untuk pengikatan data sumur ke data seismik (b) Frekuensi dari wavelet yang diekstrak 9. Hasil pengikatan data sumur ke data seismik sumur MS2 dengan korelasi 0.66 10. Hasil pengikatan data sumur ke data seismik sumur A1 dengan korelasi 0.69 11. Hasil penelusuran horizon pada sumur A1 dengan log P-wave pada CDP 3120 12. Model Inisial Bumi 13. Single wavelet yang digunakan untuk inversi seismik 14. Analisis pre-inversi rekursif
4 5 7 9 10
15. Analisis pre-inversi berbasis model
22
1. 2. 3. 4. 5. 6.
11
12 14 15 16 18 19 20 21
16. Hasil analisis multi well (a) Inversi rekursif (b) Inversi berbasis model
23
17. Cross plot impedansi hasil inversi berbasis model vs impedansi sumur 18. Inversi rekursif dalam color data impedansi akustik 19. Inversi berbasis model dalam color data impedansi akustik 20. Perbandingan kualitatif inversi rekursif dan inversi berbasis model dengan menggunakan colour data Impedansi akustik
24 25 26 27
1
PENDAHULUAN Minyak dan gas bumi masih merupakan komoditi utama dunia. Di Indonesia, meskipun telah banyak ditemukan sumberdaya alternatif lainnya, sumberdaya ini masih menjadi pilihan utama baik sebagai penghasil devisa maupun pasokan kebutuhan energi dalam negeri. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (KESDM) pada tahun 2015, kebutuhan minyak Indonesia mencapai 622 M Barrel sedangkan kebutuhan gas bumi mencapai 1.84 TCF. Kebutuhan minyak dan gas bumi dapat terpenuhi jika perencanaan dan pelaksanaan eksplorasi dilakukan dengan benar. Tahap ekplorasi merupakan tahap yang penting dalam industri minyak dan gas bumi yakni meliputi penentuan reservoar yang dilakukan dengan pendekatan secara geologi dan geofisika. Geologi berperan dalam interpretasi secara umum yang meliputi studi geologi regional, stratigrafi, analisis cekungan, kehadiran batuan induk, reservoar, dan jalur migrasi. Geofisika berperan memberikan gambaran fisik reservoar dengan cakupan yang luas untuk mendapatkan gambaran lokasi sumur yang baik atau secara geologi lokasi tersebut mempunyai porositas dan permeabilitas yang tinggi. Saat ini, pengembangan tahapan eksplorasi dilakukan dengan memadukan informasi dari data log dan data seismik bawah permukaan agar biaya dan kesalahan yang terjadi dapat diminimumkan. Log merupakan suatu grafik kedalaman/waktu dari suatu set data yang menunjukkan parameter yang diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur pemboran. Dalam industri migas, logging merupakan salah satu cara untuk mendapatkan data sifat-sifat fisik batuan dengan resolusi vertikal yang baik. Dari segi biaya logging hanya membutuhkan 5% dari jumlah keseluruhan biaya eksplorasi (Harsono 1997). Menurut Burge dan Neff (1998), karakterisasi reservoar dengan menggabungkan semua data yang ada termasuk data seismik, petrofisika dan geologi akan memberikan distribusi parameter reservoar seperti porositas dan saturasi dengan lebih baik. Data seismik memiliki resolusi horizontal yang baik dengan resolusi vertikal yang kurang baik, sebaliknya data log memiliki resolusi vertikal yang sangat baik namun resolusi horizontalnya sangat buruk. Data log dapat digunakan untuk mengalibrasi data seismik. Data seismik yang telah terkalibrasi tersebut dapat digunakan untuk mengukur karakteristik reservoar dan perubahannya secara lebih kuantitatif. Impedansi Akustik merupakan kemampuan fisis batuan untuk dilewati oleh gelombang seismik. Besarnya nilai impedansi akustik biasanya dipengaruhi oleh tipe litologi, porositas dan kandungan fluida yang juga merupakan fungsi dari kedalaman, tekanan dan temperatur insitu. Dalam perambatannya, gelombang seismik akan membawa semua informasi karakteristik media di sepanjang perambataannya. Metode yang paling banyak digunakan untuk menganalisis impedansi akustik salah satunya adalah metode inversi seismik. Metode inversi dapat digunakan untuk mendapatkan informasi nilai impedansi akustik batuan dan indikasi minyak dan gas bumi (hidrokarbon) dengan memanfaatkan sifat pantul (refleksi) dari gelombang seismik. Metode inversi banyak digunakan dalam mengintegrasi data log dan data seismik untuk memberikan gambaran lapisan di bawah permukaan sebagai gambaran geologi dan sifat–sifat batuan reservoar. Metode inversi telah menjadi metode standar
2
untuk memperoleh informasi sifat fisik dari sistem pelapisan batuan secara baik (Sufi dan Utama 2012). Kelebihan dari metode ini yakni dapat memunculkan model geologi bawah permukaan dengan memadukan data seismik dan data log sebagai kontrol (Sukmono 2007) sehingga dapat diidentifikasi karakter dan pola penyebaran reservoar di daerah target. Disamping itu, metode inversi akan memberikan gambaran geologi bawah permukaan yang lebih detail daripada seismik konvensional karena amplitudo pada seismik konvensional hanya menggambarkan batas lapisan batuan, sedangkan metode inversi memberi gambaran karakteristik batuan itu sendiri. Inversi seismik yang dipilih untuk mengkarakterisasi reservoar adalah inversi dengan metode berbasis model (model based) dan rekursif (band limited). Metode berbasis model adalah metode perbandingan antara model geologi awal dengan data seismik hasil lapangan. Hasil perbandingan ini kemudian digunakan untuk memperbaharui model sedemikian rupa secara iteratif (berulang) sehingga model tersebut akan menghasilkan kecocokan yang makin mendekati dengan data seismik aslinya. Model awal diperoleh dari hasil perkalian antara data log kecepatan dengan data log densitas. Kelebihan metode ini adalah hasil yang didapatkan memiliki informasi yang lebih akurat dan jelas karena memasukkan komponen frekuensi rendah (dari data log), dan nilai impedansi akustik yang didapat rata-rata memiliki harga impedansi akustik yang kontras sehingga mempermudah dalam penentuan batas atas (top) dan batas bawah (bottom) suatu lapisan reservoar (Tabah dan Danusaputro 2010). Metode rekursif merupakan metode yang mengabaikan efek dari wavelet dan memperlakukan koefisien penampang seismik yang telah difilter oleh wavelet dengan fasa nol. Metode ini merupakan inversi paling sederhana yang tidak memperlebar frekuensi data yang ada (Russel 1996). Berkaitan dengan kebijakan energi nasional (KEN) 2005 tentang peningkatan eksplorasi wilayah laut dalam dan frontier areas serta KEN 2014 mengenai kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi energi yang diarahkan untuk mendukung industri energi nasional menjadikan Selat Madura sebagai wilayah yang sangat strategis untuk pengeksplorasian minyak dan gas bumi di Indonesia. Disamping itu, data mengenai keadaan geologi dan geofisika untuk wilayah laut di timur Indonesia masih sedikit, untuk itu diperlukan tahapan eksplorasi yang lebih mendalam. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi reservoar dengan menggunakan metode inversi impedansi akustik dan menentukan keberadaan minyak dan gas bumi (hidrokarbon) pada sumur MS2 dan A1 di Selat Madura. METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Maret-September 2016 di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan (AIK), Departemen Ilmu dan Teknologi
3
Kelautan, FPIK, IPB. Akuisisi data dilakukan dari tahun 2005-2006 oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (PPPGL) Bandung dengan menggunakan kapal riset Geomarine III yang dilengkapi dengan alat seismik multichannel. Lokasi penelitian berada di Selat Madura. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Bahan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data seismik bawah permukaan, log dan checkshot. Data Seismik yang digunakan adalah seismik 2 dimensi (2D) Pre-Stack Time Migration (PSTM), berbentuk non-preserve (data yang sudah dilakukan pemprosesan dan pemfilteran) dalam format SEG-Y. Data sumur yang digunakan adalah sumur MS2 dan A1 yang dilengkapi dengan data log, seperti log sonik, log densitas, log gamma ray dan log neutron porosity. Log sonik dan densitas digunakan untuk pengikatan sumur dengan seismik menghasilkan seismogram sintetik, sedangkan log lainnya digunakan untuk mendukung interpretasi dan pemodelan. Keterangan sumur dapat dilihat pada Tabel 1. Data checkshot digunakan untuk mengkonversi data sumur dari domain kedalaman menjadi domain waktu untuk membantu dalam pengikatan sumur dengan data seismik. Tabel 1 Keterangan sumur yang digunakan Sumur A1 MS2
GR
LLD
-
ILD
RHOB
NPHI
DT
PHIE
-
SW
Check shot -
Keterangan : GR (Gamma Ray), LLD (Deep Laterelog Resistivitas), ILD (Deep Induction Resitivity), RHOB (Density Bulk), NPHI (Neutron porosity), DT (P-Sonic), PHIE (Porosity), SW (Water Saturation) Alat Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah perangkat keras bersistem operasi windows dan perangkat lunak Humpson Russel CE8/R2.1 2008. Prosedur Analisis Data Tahapan pengolahan data yang dilakukan meliputi persiapan data, pembuatan crossplot, pengikatan data sumur ke seismik, penelusuran horizon, pembuatan model inversi impedansi akustik untuk kemudian dilakukan interpretasi, yang dapat dilihat pada diagram alir (Gambar 2). Proses persiapan data meliputi penentuan line seismik dan sumur-sumur yang digunakan serta melihat informasi log yang harus ada di setiap sumur. Keterangan dari sumur-sumur yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
113o40’E
113o50’E
114o00’E
114o10’E
114o20’E
114o30’E
114o40’E
7o50’S
7o40’S
7o30’S
7o20’S
7o10’S
7o00’S
4
113o30’E
Gambar 1 Peta lokasi penelitian sumur MS2 dan A1 di Selat Madura
5
Data
Data Sumur
Data Seismik 2D PSTM
Log
Checkshot
Penampang Seismik
Seismogram Sintetik
Pengikatan Data Sumur-Seismik
Pembuatan Crossplot
Penelusuran Horizon
Pembuatan Model Impedansi Akustik
Inversi Rekursif
Inversi Berbasis Model
Interpretasi Gambar 2 Diagram alir proses pengolahan data
6
Crossplot menggambarkan hubungan ketergantungan antara dua parameter dalam sumbu X dan Y. Analisis crossplot dilakukan untuk mengetahui lokasi dan karakteristik reservoar. Semakin sensitif log tersebut dengan log yang di-cross plot maka akan semakin jelas zona cut off sehingga dapat ditentukan litologi dan jenis fluida yang terkandung di dalam reservoar. Pengikatan data sumur ke data seismik dilakukan untuk mengintegrasikan data sumur yang berada di domain kedalaman dengan data seismik yang berada pada domain waktu. Berdasarkan data sumur akan didapatkan seismogram sintetik dan berdasarkan data seismik akan didapatkan penampang seismik. penampang seismik dibuat dengan mengkonvolusikan wavelet sumber dengan deret koefesien refleksi reflektor bumi. Harga reflektifitas dari media yang dilewati oleh refleksi seismik sangat penting karena dapat memperkirakan sifat fisik dari batuan bawah permukaan. Koefisien refleksi didapatkan pada persamaan 1. (1) Dimana ρi adalah densitas lapisan ke-i, Vi adalah kecepatan lapisan ke-i, dan Zi adalah Impedansi Akustik ke-i. Konvolusi merupakan operasi matematis yang menggabungkan dua fungsi dalam domain waktu untuk mendapatkan fungsi ketiga. Model satu dimensi penampang seismic paling sederhana merupakan hasil konvolusi antara reflektivitas bumi dengan suatu fungsi sumber seismik dengan tambahan komponen bising dan secara matematis dirumuskan sebagai (Russel 1996) (2) Dimana St adalah seismogram seismik, Wt adalah wavelet seismik, dan rt adalah reflektivitas lapisan bumi. Persamaan 2 dilakukan penyederhanaan dengan mengasumsi komponen bising nol. Seismogam sintetik dibuat berdasarkan wavelet yang digunakan pada persamaan diatas. Seismogram sintetik merupakan model respon total seismik terhadap model dari beberapa batas refleksi pada seksi pengendapan. Proses pengikatan data sumur dengan seismik dilakukan untuk mendapatkan korelasi yang kuat antara seismogram sintetik dan penampang seismik agar saat melakukan penelusuran, horizon seismik terletak pada kedalaman yang sebenarnya. Wavelet yang digunakan untuk melakukan pengikatan diekstrak secara statistik dengan fasa konstan pada perangkat lunak HRS, cara ini dilakukan dengan memasukkan posisi serta jendela target yang akan diekstrak dan selanjutnya dilakukan pergeseran pada komponen seismogram ke tempat yang diinginkan. Hasil korelasi dari pengikatan data sumur dengan seismik dikatakan baik jika mendekati 1 dengan time shift mendekati 0 atau sama dengan 0. Data lain yang membantu dalam pengikatan sumur yaitu data checkshot. Data checkshot digunakan untuk mengkonversi data sumur dari domain kedalaman menjadi domain waktu. Hasil pengikatan data sumur dengan seismik dapat dilihat pada Gambar 3.
7
Hasil well seismic tie
Seismogram sintetik
Gambar 3 Hasil pengikatan data sumur dengan data seismik Penelusuran horizon adalah proses yang dilakukan dengan cara menelusuri sepanjang garis seismik yang diduga melewati zona target pada sumur. Proses ini sama pentingnya dengan proses pengikatan data sumur ke data seismik karena secara lateral berpengaruh pada saat pembuatan model inversi. Apabila terjadi kesalahan dalam menentukan zona target, maka inversi yang dilakukan akan tidak sesuai dengan model inisial bumi. Horizon yang ditelusur berjumlah dua, yakni horizon 1 yang berada di batas atas zona target dan horizon 2 yang berada pada batas bawah zona target. Proses selanjutnya setelah penelusuran horizon adalah pembuatan model awal yakni model inisial bumi yang dijadikan sebagai dasar untuk pembuatan inversi. Batasan atau rentang yang digunakan adalah antara horizon 1 dan horizon 2. Nilai log impedansi sumur akan diekstrapolasi secara lateral ke seluruh volume pada batas yang telah ditentukan. Pemodelan ini sangat penting karena dapat membantu dalam pengkarakteristikan reservoar dan non-reservoar dan dapat mengoreksi beberapa masalah yang ditemukan pada data log sumur (Avseth et al 2001).
8
Setelah pembuatan model awal, selanjutnya dilakukan pre-analisis inversi dimana inversi model based dan limited dianalisis secara kuantitatif dengan menghitung nilai korelasi dan error total untuk diketahui jenis inversi mana yang mempunyai nilai secara kuantitas yang lebih baik. Tahap akhir adalah pembuatan model Inversi impedansi akustik dengan menggunakan input impedansi akustik, model inisial dan wavelet yang diekstrak pada zona target. Proses inversi ini dilakukan dengan menggunakan inversi berbasis model dan inversi rekursif. Hasil kedua inversi impedansi kemudian dianalisis dan dibandingkan mana yang lebih baik secara kualitatif.untuk mengetahui keberadaan hidrokarbon pada zona reservoar.
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Zona Target Identifikasi zona target dilakukan untuk mengetahui komposisi batuan yang mengisi zona reservoar. Pada sumur MS2 pengukuran dimulai pada kedalaman 500 feet dan diakhiri pada kedalaman 10300 feet dengan kedalaman pengukuran sebesar 9800 feet (3245.03 meter) dengan nilai elevasi kelly bushing sebesar 37.99 feet. Sedangkan pada sumur A1 pengukuran dimulai pada kedalaman 1400 feet dan dan diakhiri pada kedalaman 3600 feet dengan kedalaman pengukuran sebesar 2200 feet (728.48 meter) dengan nilai elevasi kelly bushing sebesar 36.5 feet. Nilai elevasi kelly bushing penting dimasukkan dalam input data karena merupakan faktor pengoreksi terhadap kedalaman pengukuran sumur. Keberadaan reservoar ditandai dengan nilai log gamma ray (GR) yang relatif rendah. Nilai GR yang rendah menandakan terdapat lapisan permeabel dapat dilihat dari cut off log gamma ray yang menunjuk defleksi ke kiri sedangkan zona non-permeabel sebaliknya. Selain dari log gamma ray, log lain yang digunakan untuk identifikasi reservoar adalah log P-Sonic. P-Sonic akan merambat cepat pada material padat namun melambat pada material gas (Saputro et al 2012). Identifikasi reservoar dapat juga dilihat dari nilai persilangan antara log neutron porosity dan log densitas. Semakin besar separasi positif yang ditunjukkan oleh log neutron porosity dan densitas maka dapat disimpulkan bahwa fluida (hidrokarbon) yang terdeteksi merupakan gas (Harsono 1997). Nilai resistivitas dan tingkat saturasi air juga berpengaruh terhadap pendugaan zona target, dimana zona target adalah daerah yang memiliki resistivitas tinggi dan tingkat saturasi air rendah (Irawan dan Widya 2009). Berdasarkan data log diduga hidrokarbon berada pada kedalaman 800 sampai 1000 ms pada sumur A1 dan kedalaman 1900 sampai 2100 ms pada sumur MS2. Zona target pada sumur MS2 dan A1 dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.
Zona Target
Gambar 4 Zona target daerah penelitian sumur MS2 Keterangan : Grafik berwarna biru adalah densitas bulk
9
10
Zona Target Gambar 5 Zona target daerah penelitian sumur A1 Keterangan : Grafik berwarna biru adalah densitas bulk dan LLD
11
Analisis Sensitivitas Analisis sensitifitas dapat dilakukan dengan menggunakan crossplot. Crossplot digunakan untuk memisahkan litologi antara reservoir batu pasir (sandstone) dengan batu lempung (Shale) di zona target dalam sumbu X dan Y. selanjutnya dilakukan zonasi terhadap data yang mempunyai kecenderungan tertentu. Hasil dari zonasi ini kemudian akan ditampilkan melalui cross section sehingga dapat dilihat zonasi data secara lateral (Fitri dan Elistia 2016). Log yang digunakan dalam analisis ini adalah log GR, impedansi akustik dan resistivitas. Pada dasarnya prinsip log GR adalah perekaman radiaktivitas alami bumi yang kontinu dipancarkan dalam bentuk pulsa-pulsa energi radiasi tinggi. Log GR rendah berasosiasi dengan batu pasir namun tidak semua nilai GR tinggi berasosiasi dengan batuan lempung, oleh karena itu log GR perlu dibandingkan dengan log lainnya (Aprilina et al 2015). Hasil crossplot dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7 Y = -0.000922078x+59.94 r2= 0.05
Gambar 6 (a) Crossplot log impedansi akustik dan GR dalam skala ILD pada sumur MS2 (b) Cross section zona lempung dan batu pasir
12 Y = -0.000698983x+36.47 r2 = 1
Gambar 7 (a) Crossplot log impedansi akustik dan GR dalam skala resistivitas pada sumur A1 (b) Cross section zona lempung dan batu pasir Berdasarkan hasil cross plot antara log impedansi akustik dan GR dalam skala ILD pada sumur MS2, zona target dapat dibagi menjadi dua zona (Gambar 7). Zona hijau mempunyai nilai kisaran Impedansi akustik antara 10.000-25.000 ft/s*g/cc dengan kisaran nilai GR antara 20-60 API diindikasikan zona ini berisi batu pasir. Sedangkan zona merah muda berada pada kisaran Impedansi akustik 10.000-20.000 ft/s*g/cc dengan kisaran nilai GR 60-70 API diindikasikan zona ini berisi batu lempung. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui nilai Impedansi akustik sumur MS2 pada zona batu pasir yang merupakan zona target berada dalam kisaran rendah sampai sedang dan nilai GR nya termasuk dalam kategori rendah yakni berada pada kedalaman 9750-9790 feet (2972-2985 meter) atau 20002050 ms (dalam domain waktu). Menurut Mualimin dan Nurwidyanto (2004) zona reservoar ditandai dengan nilai gamma ray rendah dan impedansi akustik rendah.
13
Berdasarkan hasil cross plot antara log Impedansi akustik dan GR dalam skala resistivitas pada sumur A1, zona target juga dapat dibagi menjadi dua zona (Gambar 8). Zona hijau mempunyai nilai kisaran Impedansi akustik antara 10.000-17.000 ft/s g/cc dengan kisaran nilai GR antara 30-40 API diindikasikan zona ini berisi batu pasir. Sedangkan zona merah muda berada pada kisaran Impedansi akustik 17.500-25.000 ft/s g/cc dengan kisaran nilai gamma ray 60 API diindikasikan zona ini berisi batu lempung. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui zona reservoar pada sumur A1 berada pada kedalaman 2960-3030 feet (902-924 meter) atau 860-890 ms (dalam domain waktu). Pengikatan Data Sumur ke Data Seismic Data yang dibutuhkan dalam proses pengikatan data sumur terhadap data seismik adalah log P-sonic (DT) dan densitas (RHOB). Data lain yang membantu dalam pengikatan sumur yaitu data checkshot. Data checkshot digunakan untuk mengkonversi data sumur dari domain kedalaman menjadi domain waktu. Sumur MS2 tidak memiliki data checkshot sehingga pengikatan dilakukan dengan cara menganalisis kecepatan dari data seismik. Hasil korelasi dari pengikatan dikatakan baik jika mendekati 1 dengan time shift mendekati 0 atau sama dengan 0. Proses pengikatan data sumur ke data seismik dilakukan menggunakan ekstraksi wavelet dengan metode statistik. Pemilihan metode ini dikarenakan wavelet yang dihasilkan memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan wavelet yang dihasilkan dengan metode lainnya. Pemilihan wavelet yang tepat merupakan hal yang sangat penting dalam inversi seismik karena bentuk dari wavelet yang digunakan mempengaruhi detail model yang dihasilkan (Inichinbia et al 2014). Oleh sebab itu wavelet yang diekstraksi harus mewakili data seismik itu sendiri sehingga didapatkan korelasi yang baik. Jendela atau time yang digunakan pada proses pengikatan data sumur ke data seismik adalah 800 ms hingga 2100 ms yang merupakan kisaran kedalaman sumur MS2 dan A1 dengan wave length 200 ms, sample rate 2 ms dan frekuensi dominan 25 Hz. Lebar jendela wavelet tidak boleh lebih kecil daripada tiga kali panjang wavelet yang diekstraksi agar seismogram sintetik yang didapatkan cukup menggambarkan keadaan sebenarnya. Pengikatan data sumur ke data seismik dilakukan berulang kali (trial and error) sehingga didapatkan hasil korelasi yang tinggi, tetapi perlu diperhatikan penggunaan wavelet yang dipilih sebelum dilakukan pengikatan sehingga besar wavelet seismogram sintetik sesuai dengan penampang seismic (Priyono 2000). Hasil korelasi didapatkan seperti pada Tabel 2 dan wavelet yang digunakan untuk pengikatan data sumur ke data seismik dapat dilihat pada Gambar 8. Tabel 2 Hasil pengikatan data sumur ke data seismik menggunakan wavelet statistik Sumur Statistik Korelasi Time Shift MS2 0.66 0 A1 0.69 0
14
Gambar 8 (a) Wavelet yang digunakan untuk pengikatan data sumur ke data seismik (b) Frekuensi dari wavelet yang diekstrak Berdasarkan wavelet yang digunakan (Gambar 8) dihasilkan seismogram sintetik untuk sumur MS2 (Gambar 9) dan seismogram sintetik untuk sumur A1 (Gambar 10). Lebarnya parameter yang dipilih mempengaruhi nilai korelasi yang dihasilkan. Proses pengikatan data sumur ke data seismik pada dasarnya banyak dipengaruhi oleh proses stretch/squeeze. Stretch adalah penarikan data seismik dengan bertambahnya nilai waktu sedangkan squeeze adalah pengerutan data seismik dengan berkurangnya nilai waktu (Novianto 2015). Stretch/squeeze dilakukan dengan toleransi pergeseran sekitar 10 ms. Batas pergeseran tersebut perlu diperhatikan karena jika melebihi 10 ms akan menyebabkan data sumur mengalami pergeseran. Selain pengaruh dari stretch/squeeze, data checkshot juga mempengaruhi pada proses pengikatan karena jika nilai checkshot yang dimasukkan salah maka posisi yang didapatkan tidak sesuai dengan posisi yang seharusnya, sehingga nilai korelasi yang dihasilkan kurang optimal. Hasil pengikatan data sumur ke data seismik sumur MS2 dan A1 dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.
Current Correlation : 0.66
Gambar 9 Hasil pengikatan data sumur ke data seismik sumur MS2 dengan korelasi 0.66 Keterangan : Grafik berwarna biru adalah densitas bulk
15
16
Current Correlation : 0.69
Gambar 10 Hasil pengikatan data sumur ke data seismik sumur A1 dengan korelasi 0.69 Keterangan : Grafik berwarna biru adalah densitas bulk dan LLD
17
Berdasarkan hasil pengikatan data sumur ke data seismik sumur MS2 didapatkan hasil korelasi sebesar 0.66 dengan time shift 0 dan hasil korelasi sumur A1 sebesar 0.69 dengan time shift 0. Hasil korelasi sumur pada daerah penelitian memiliki korelasi lebih dari 0.5 yang artinya terdapat hubungan yang erat antar variabel (Santoso 2005), dalam hal ini antara seismogram sintetik dengan penampang seismik, sehingga dapat disimpulkan data sumur terikat baik dengan data seismik. Hasil pengikatan selanjutnya digunakan untuk menentukan batas pada saat proses penelusuran horizon, jika proses pengikatan yang dilakukan tidak tepat maka letak sumur tidak akan sesuai pada zona target. Pada rentang waktu 720-730 ms hasil pengikatan untuk sumur A1 terdapat anomali dimana seismogram sintetik menunjukkan defleksi ke kiri (lembah gelombang) sedangkan hasil pengikatan menunjukkan defleksi ke kanan (puncak gelombang). Hal ini dapat diakibatkan ketika proses stretch, penarikan seismogram sintetik terlalu berlebihan sehingga mengakibatkan gelombang menjadi lebih panjang dari seharusnya (Novianto 2015). Faktor lainnya adalah kesalahan dalam perhitungan nilai impedansi akustik sehingga berpengaruh pada hasil seismogram sintetik. Hasil Penelusuran Horizon Penelusuran horizon dilakukan dengan cara membuat garis horizon pada kemenerusan lapisan pada penampang seismik. Sebelum melakukan penelusuran, sumur ditampilkan untuk mengetahui horizon mana yang akan ditelusur. Pemilihan horizon pertama didasarkan pada nilai korelasi pengikatan sumur ke seismik yang paling tinggi yakni pada sumur A1 dengan korelasi 0.69 dan horizon tersebut dijadikan sebagai acuan untuk melakukan penelusuran horizon berikutnya. Horizon yang ditelusur pada data seismik berjumlah dua yakni horizon 1 yang terletak pada batas atas zona target dan horizon 2 yang terletak pada batas bawah zona target. Hasil penelusuran horizon dapat dilihat pada Gambar 11. Model Inisial Bumi Model inisial dibuat dari data seismik dan data log. Data log yang digunakan adalah data log impedansi akustik. Setiap adanya perubahan impedansi akustik di bawah permukaan bumi akan menimbulkan koefisien refleksi (Sukmono, 1999). Harga reflektifitas dari media yang dilewati oleh refleksi seismik sangat penting karena dapat memperkirakan sifat fisik dari batuan bawah permukaan. Pembuatan model inisial ini dilakukan pada 2 sumur vertikal dan 2 lintasan seismik (horizon). Lintasan yang dipilih untuk membuat model inisial dititikberatkan pada lintasan yang dekat atau melintasi sumur yang ada. Hal ini dilakukan agar ada kontrol secara vertikal terhadap model inisial. Model inisial dan data seismik menentukan bagus tidaknya hasil inversi dan akan digunakan sebagai kontrol dalam melakukan inversi. Model inisial ini dibuat dengan input yakni semua sumur yang telah mengalami pengikatan, horizon target dan high cut frequency yang digunakan yakni 10/15 Hz. Model inisial bumi dapat dilihat pada Gambar 12.
18
Time (ms)
HORIZON 1
HORIZON 2
Gambar 11 Hasil penelusuran horizon pada sumur A1 dengan log P-wave pada CDP 3120
Time (ms)
HORIZON 1
HORIZON 2
Gambar 12 Model inisial bumi
19
20
Inversi Impedansi Akustik Inversi impedansi akustik menggunakan wavelet yang lebih spesifik dari proses pengikatan data sumur ke seismik dimana wavelet yang digunakan adalah wavelet yang konstan yakni wavelet yang diekstrak antara horizon 1 dan horizon 2 yang merupakan batas zona target. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan hasil inversi yang baik. Wavelet yang digunakan dalam proses inversi dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Single wavelet yang digunakan untuk inversi seismik
21
Analisis Pre-Inversi Analisis pre-inversi pada model awal dilakukan untuk melihat korelasi antara log impendansi akustik pada sumur dan log impedansi akustik hasil inversi, serta korelasi antara seismogram sintetik dengan seismik sebenarnya. Analisis inversi yang dilakukan adalah analisis inversi rekursif dan inversi berbasis model dengan mengatur parameter seperti zona, frekuensi dan wavelet yang digunakan. Gambar 14 dan 15 menunjukan hasil analisis inversi rekursif dan inversi berbasis model sebelum melakukan inversi. Kurva yang ada pada gambar menunjukkan nilai impedansi hasil inversi (merah), impedansi pada model inisial (hitam) dan impedansi pada data log (biru). Semakin berimpit kurva tersebut, maka nilai impedansi hasil inversi memiliki nilai yang sama dengan impedansi pada sumur maupun dengan model inisial.
Gambar 14 Analisis pre-inversi rekursif
22
Gambar 15 Analisis pre-inversi berbasis model Berdasarkan Gambar 14 dapat dilihat bahwa analisis pre-inversi untuk inversi rekursif hanya menampilkan galat (error) total inversi tapi tidak menampilkan galat spesifik seperti pada inversi berbasis model (Gambar 15) yang menunjukkan galat spesifik sebesar 0.110855. Nilai galat spesifik yang didapatkan mendekati 0, dapat disimpulkan model inversi yang akan didapatkan semakin baik pada inversi berbasis model. Gambar 16 menunjukkan hasil perbandingan secara kuantitatif kedua inversi yang disajikan dalam analisis multi well. Baik inversi rekursif maupun inversi berbasis model memiliki korelasi total yang sangat baik. Hasil inversi total masing-masing memiliki korelasi yang mendekati satu. Semakin kecil selisih antara impedansi log, model inisial dan impedansi hasil inversi (error total) maka hasil inversi akan semakin bagus. Hasil korelasi secara keseluruhan pada inversi dapat dilihat pada Tabel 3
23
Gambar 16 Hasil analisis multi well (a) Inversi rekursif (b) Inversi berbasis model Tabel 3 Korelasi dan perbandingan antara impedansi log, model inisial dan hasil inversi Inversi Korelasi Total Selisih impedansi Log, Model Inisial dan inversi Inversi Rekursif 0.96 1600.82 Inversi Berbasis Model 0.97 1424.65
24
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa korelasi total inversi berbasis model bernilai 0.97 yang memiliki nilai lebih besar dibandingkan dengan korelasi total pada inversi rekursif. Sedangkan nilai galat yang didapatkan pada inversi berbasis model lebih kecil dibandingkan nilai galat pada inversi rekursif. Hal ini menunjukkan bahwa secara kuantitatif inversi berbasis model lebih baik daripada inversi rekursif. Lebih lanjut, ditampilkan crossplot antara impedansi hasil inversi berbasis model dengan impendansi sumur untuk mengetahui apakah kedua data mempunyai hubungan yang linear. Cross plot impedansi hasil inversi berbasis model dengan impedansi sumur dapat dilihat pada Gambar 17 dimana hubungan antara keduanya bersifat linear.
y = 1.01032 x - 197.28 R2= 0.62
Gambar 17 Cross plot impedansi hasil inversi berbasis model vs impedansi sumur Hasil Inversi Impedansi Akustik Inversi impedansi akustik dilakukan dengan dua metode setelah didapatkan model inisial yang terbaik. Inversi dilakukan pada horizon 1 dan 2 dalam domain waktu pada penampang seismik. Hasil pada tahap ini adalah penampang impedansi akustik. Gambar 18 dan 19 merupakan hasil dari inversi rekursif dan inversi berbasis model. Gambar tersebut menampilkan impedansi akustik sumur yang didapat dari perhitungan data log dan data impedansi akustik penampang seismik yang didapat dari hasil inversi. Warna ungu menunjukkan nilai impedansi tinggi (24484 ft/s*g/cc), dan warna hijau menunjukkan impedansi akustik yang rendah (10771 ft/s*g/cc).
Time (ms)
HORIZON 1
HORIZON 2 Gambar 18 Inversi rekursif dalam color data impedansi akustik
25
26
Time (ms)
HORIZON 1
HORIZON 2
Gambar 19 Inversi berbasis model dalam color data impedansi akustik
27
Gambar 20 menunjukkan perbandingan hasil dari metode inversi rekursif dan inversi berbasis model pada line seismik yang melintasi sumur A1. Zona target berada pada kedalaman 860-890 ms dengan rentang impedansi akustik 10.771 ft/s*g/cc sampai 13.627 ft/s*g/cc. Menurut Inichinbia et al (2014) batu pasir berisi gas berada pada kisaran nilai impedansi 10.100-10.700 ft/s*g/cc. Nilai impedansi akustik hasil kedua inversi cukup tinggi. Secara geologi, hal ini dapat diakibatkan oleh sementasi lapisan pasir yang sangat tinggi sehingga menyebabkan lapisan batu pasir lebih padat (Putri dan Bagus 2014). Pada inversi rekursif, penampang seismik hasil inversi menunjukkan nilai impedansi yang memiliki kecocokan dengan impedansi sumur pada lapisan batu pasir. Namun pada sisi kanan dan kiri sumur, terjadi peningkatan nilai impedansi ditandai dengan semakin memudarnya warna hijau pada hasil inversi. Hal ini menunjukkan bahwa hasil inversi rekursif kurang begitu cocok dengan impedansi sumur. Pada inversi berbasis model, penampang seismik hasil inversi menunjukkan nilai impedansi yang memiliki kecocokan dengan impedansi sumur. Pada sisi kanan dan kiri sumur tidak mengalami peningkatan impedansi dan hasil inversi juga bisa mendeteksi lapisan tipis impedansi pada data sumur. Hal ini bisa disebabkan karena hasil dari inversi berbasis model memiliki harga impedansi akustik yang kontras. Jadi bisa disimpulkan bahwa secara kualitatif, inversi berbasis model memberikan hasil inversi yang yang lebih baik dibandingkan dengan hasil inversi rekursif. Log GR ditampilkan untuk menunjukkan kecocokan antara hasil inversi dengan log sumur. Seperti yang telah dilakukan pada analisis sensitivitas sebelumnya, batu pasir ditunjukkan dengan nilai impedansi rendah (hijau), dan GR yang rendah. Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yuzariyadi (2012). Perbandingan secara kualitatif terhadap hasil inversi dapat dilihat pada Gambar 20. Rekursif
Berbasis Model
Time (ms)
Gambar 20 Perbandingan kualitatif inversi rekursif dan inversi berbasis model dengan menggunakan colour data Impedansi akustik
28
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penerapan metode seismik pada sumur MS2 dan A1 menunjukkan zona reservoar terdapat pada kedalaman 9750-9790 feet (2972-2985 meter) atau 2000-2050 ms (dalam domain waktu) untuk sumur MS2 dan kedalaman 29603030 feet (902-924 meter) atau 860-890 ms (dalam domain waktu) untuk sumur A1 dengan nilai impedansi akustik berkisar antara 10.771 ft/s*g/cc sampai 13.627 ft/s*g/cc dengan jenis batuan yang mengisi zona reservoar yakni batu pasir. Lapisan batu pasir pada sumur A1 memiliki nilai impedansi akustik yang cukup tinggi. Secara geologi, hal ini dapat disebabkan oleh sementasi lapisan pasir yang sangat tinggi sehingga menyebabkan lapisan batu pasir lebih padat. Berdasarkan analisis korelasi, galat (error) dan penampang hasil inversi, disimpulkan bahwa inversi seismik dengan menggunakan metode berbasis model lebih baik dibandingkan dengan metode rekursif baik secara kuantitatif maupun kualitatif dalam mengkarakterisasi reservoar hidrokarbon. Saran Pengembangan metode inversi seismik lainnya seperti sparse spike, AVO, travel time dan tomografi dibutuhkan dalam pengkarakterisasian reservoar agar nantinya didapatkan hasil yang lebih baik lagi. Data geologi wilayah bagian timur Indonesia saat ini masih sulit didapatkan, oleh karena itu pengembangan tahapan eksplorasi minyak dan gas bumi di bagian timur Indonesia perlu lebih diperdalam lagi agar tersedianya lebih banyak data geologi maupun geofisika bawah permukaan.
DAFTAR PUSTAKA Aprilina Dita, Bagiyono, Agus Setyawan, Mualimin. 2015. Aplikasi Log Gamma Ray Untuk Analisis Sensitivitas Guna Menentukan Sudut Impedansi Elastik Yang Paling Sensitif Dalam Memisahkan Litologi Batupasir Dan Batu Lempung. Widyanuklida. 15 (1) : 12-21 Avseth P, Mukerji T, Josrtad A, Mavko G, Vaggeland T. 2001. Seismic Reservoir mapping from 3D AVO in a North Sea Turbidite System. Geophysics soc. 66 : 1363-1370 Burge, D.W., and Neff D.B. (1998). Well-based Seismic Lithology Inversion for Porosity and Pay-thickness Mapping. The Leading Edge, February Issue. Fitri Rahayu, Elistia Liza Namigo. 2016. Analisis Atribut Seismik dan Seismic Coloured Inversion (SCI) pada Lapangan F3 Laut Utara, belanda. Jurnal Fisika Unand. 5 (2) : 1-8 Harsono, Adi. 1997. Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log. Jakarta : Schlumberger Oil Service Inichinbia, Sonny, Peter O. Sule, Aminu L. Ahmed, Halidu Hamza. 2014. Well to Seismic Tie of a Mangihydrocarbon Field of the Niger Delta of Nigeria. IOSRJAGG. 2 : 97-105
29
Irawan, Dene, widya Utama. 2009. Analisis Data Well log (Porositas, saturasi air dan permeabilitas) untuk menetukan Zona Hidrokarbon, Studi Kasus : Lapangan ITS, Daerah Cekungan Jawa Barat Utara. Jurnal Fisika dan Aplikasinya. 5 (1) : 1-3 Kementerian Energi dan Sumber daya mineral (KESDM). 2005. Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025. Mualimin, M.Irham Nurwidyanto. 2004. Inversi Impedansi Akustik Seismik 3D untuk Estimasi Porositas Batuan (Studi Kasus Lapangan X Cirebon). Berkala Fisika. 7 (1) : 16-23 Novianto Ardian. 2015. Pemanfaatan Metode Inversi dan Probabilistic Neural Network pada data Seismik dalam Penentuan Zona Reservoir Batugamping (Carbonate Buildup) di lapangan Suko, Cekungan jawa Timur utara. Berkala Fisika. 18 (3) :117-124 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional Priyono, Awali. 2000. Metode Seismik dalam Usaha Pendeteksian Reservoir Minyak dan Gas Bumi (Penerapan Metode AVO). Jurnal Matematika dan Sains. 5 (1) : 9-22 Putri, Intan Andriani, Bagus Jaya Sentosa. 2014. IntegrasiSeismik Inversi Akustik Impedance (AI) dan Elastic Impedance (EI) untuk Karakterisasi Reservoir, Studi Kasus : Lapangan Muon. Pomits. 1 (1) : 1-5 Russell, B. H., 1996, Installation and Tutorials. Hampson-Russell Software Service Ltd. USA. Santoso, Singgih. 2005. Menggunakan SPSS untuk Stastik Non Parametrik. Jakarta : PT Alex Media K computindo. Sufi M Q, Utama W. 2012. Pemetaan Sebaran Litologi dan Porositas Reservoir Hidrokarbon memanfaatkan Metode Inversi Acoustic Impedance (AI). Jurnal Teknik Pomits. 1 : 1-2 Sukmono, S. 1999. Interpretasi Seismik Refleksi, Geophysical Engineering. Bandung : Institute of Technology, Bandung. Sukmono, S. 2007. Fundamentals of Seismic Interpretation, Geophysical Engineering. Bandung : Bandung Institute of Technology. Tabah F. R, Ilernowo Danusaputro. 2010. Inversi Model based untuk Gambaran Litologi bawah Permukaan. Jurnal Sains dan Matematika. 18 (3) : 88-93 Yuzariyadi, Mohammad. 2012. Inversi impedansi akustik untuk karakterisasi reservoir pada lapangan mirza-yurneli sumatera tengah. [Skripsi]. Lampung (ID): Univeritas Lampung.
30
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Sri Wahyuni, merupakan putri dari pasangan Bapak Ujang Slamet dan Ibu Sumainem. Penulis dilahirkan di Sawahlunto pada tanggal 19 Januari 1994. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pada tahun 2012 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sawahlunto. Tahun 2012 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) undangan. Selama di IPB penulis menerima beasiswa Bidik Misi dari tahun 2013 hingga tahun 2016. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Akustik Kelautan, Dasar-Dasar Penginderaan Jarak Jauh Kelautan, Penginderaan Jarak Jauh Kelautan, Pemetaan Sumberdaya Hayati Kelautan dan aktif mengajar private Fisika dan Fisika Dasar untuk mahasiswa PPKU. Penulis juga aktif dalam himpunan yakni selama dua periode (2013-2014) menjadi sekretaris di Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA). Penulis pernah mengikuti Ekspedisi Nusantara Jaya pada tahun 2015 yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Indonesia. Pada tahun 2014 penulis pernah menjadi juara 1 dalam kompetisi Aerobik Pekan Olahraga Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (PORIKAN) dan juara 2 Aerobik pada Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) tahun 2015. Penulis pernah mengikuti praktek kerja lapang untuk mengamati kegiatan perikanan dan kelautan di Labuan, Banten pada tahun 2015. Untuk menyelesaikan studi di departemen ITK penulis telah menyelesaikan skripsi dengan judul “Penerapan Metode Inversi Impedansi Akustik untuk Karakterisasi Reservoar Minyak Dan Gas Bumi di Selat Madura”.
31
Glosarium API
Barel CDP
Checkshot
Frontier areas
Hidrokarbon Kelly Bushing
Non Preserve PSTM Reservoar Sumur
TCF
American Protaleum Institute; Satu-satunya asosiasi perdagangan nasional yang mewakili semua aspek industri minyak dan gas alam di Amerika Serikat BBL; satuan volume minyak bumi; 1 barel = 158,9873 liter Common Deep Point; Istilah dalam pengambilan data seismik untuk konfigurasi sumber-penerima dimana terdapat satu titik tetap di bawah permukaan bumi Pengukuran waktu tempuh gelombang seismik dimana posisi sumber gelombang diletakkan di permukaan-dekat lubang bor sementara perekam berada di lubang bor Daerah yang terletak di perbatasan negara atau berada dibagian pulau terdepan yang perlu eksporasi secara lebih mendalam Senyawa kimia yang terdiri dari atom karbon (C) dan hidrogen (H); banyak terdapat pada minyak dan gas bumi Platform yang dipasang pada rotary system sebagai referensi ketinggian dalam pengambilan data log dan data core Data yang sudah dilakukan pemprosesan dan pemfilteran Pre-stack time migration; teknik migrasi data seismik yang Diterapkan sebelum proses stacking Suatu tempat terakumulasinya minyak dan gas bumi Istilah umum untuk segala kegiatan pengeboran melalui permukaan bumi yang dirancang untuk mencari dan mendapatkan hidrokarbon Trillion Cubic feet; satuan volume gas