Seminar No .sionalPeternakan don Veteriner 1998
PENELITIAN INTEGRASI RUMINAN DAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PLEIHARI, KALIMANTAN SELATAN Ent BASUNO 1 dam M.
SABRANIZ
Pusat Penelitian Sosial Ekonond Pertanian, Jolan Jend. A. Yani 70, Bogor 16161 ' Balai Pertelitian Tentak, P.O. Box 221, Bogor 16002
ABSTRAK Pemerintah Indonesia sejak talum 1985 telah mengijinkan beberapa perusahaan di sektor kehutanan untuk membuka Hutan Tanaman Industri (HTI) di luar Jawa, seperti di Sumatera, Kalimantan, Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dll . Pada tahun 2000 ditargetkan bahwa HTI yang beroperasi akan mencapal 6,2 jita ha. Dampak positif dari hal ini adalah bahwa prospek HTI sebagai sumber hijauan unggul sangat besar dan ketersediaan sumber hijauan ini secara langsung akan merespon berbagai kendala dalam penyediaan daging di Indonesia . Produksi berbagai species rumput di bawah tanaman Eucalyptus menunjukkan bahwa kombinasi Setaria dari Centrosema mengliasilkan produksi tertinggi meskipun ada kecenderungan menurun . Demikian pula dengan kombinasi antara Paspalunt dan Centrosema . Dari tinjauan sistem perakaran dan penyebarannya Brachiaria decumbens (BD) menunjukkan selain performannya yang lebih baik dibanding jenisjenis ntmput lainnya produksinya juga tinggi dan dominan dalam berkompetisi dengan jenis ntmput lainnya . BD tumbuh sangat baik di lokasi HTI di Pleihari meskipun kondisi tanalinya cukup marginal. Dari 20 ha areal penggembalaan yang dikembangkan, sekitar 80% berhasil ditumbuhi BD . Kandungan nutrisi BD jiga masih lebih tinggi dibanding dengan ntmput alam yang ada . Misalnya, kandungan air 10,36%, abu 1,06%, protein 11,12%, lemak 8.33% dan energi 2 .570 kkal/g. Sebagai perbandingan kandungan nutrisi rumput alam adalah sbb . : protein 6 .48%, lemak 2,08%, serat kasar 32,38%, abu 11,05% dan TDN 70,56% . Biaya untuk membangun areal penggembalaan dengan ntmput BD di kawasan HTI sebesar Rp 548,500 /lia, terdiri dari 28,94% upah buruh, bibit 31,72%, pupuk 20,83%, transportasi 4,46%a supervise 4,23% dan biaya lainnya 9,29% . Di samping itu di kawasan areal penggembalaan tidA nampak adanya erosi yang berarti . Hal ini kontras dengan kondisi di kawasan yang tanpa ditanami BD yang mengalarni erosi berkisar antara 2-5 nlm. Di masa mendatang dillarapkan akan terjadi kerjasama yang saling menguntungkan antara perusahaan HTI dengan masyarakat sekitar dalaln memanflatkan kawasan HTI . Kata kunci : Integrasi, hijauan, rumlnan, hutan tanaman industri PENDAHULUAN Semenjak talum 1985 pemerintali Indonesia telah mengizinkan beberapa perusahaan untuli berusalia di bidang hutan tanaman industri (HTI) di beberapa lokasi di luar Jawa seperti di Sumatera, Kalimantan, Maluku, Sulawesi, NTB, dll . Ditargetkan sampai dengan talnm 2000 nant: total luas HTI ini akan mencapai sekitar 6,2 juta lia (ANC)NIMUS, 1993) . Dampak langsung dari kebijakan tersebut terhadap industri peternakan adalah ketersediaar hijauan pakan ternak untuk ruminansia . Dengan aplikasi teknologi yang telah tersedia berbaga; jenis rumput dapat ditingkatkan kualitasnya, sehingga pakan ternak ini dapat menjadi tambahar penghasilan bagi HTI, baik langsung maupun tidak langsung melalui integrasi ternak ruminan kt
744
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998
dalam HTI. Ketersediaan sumber pakan di HTI ini juga merespon kendala yang selama ini dirasakan, yaitu penyediaan daging di Indonesia . Disadari bahwa ketersediaan lahan di Jawa untuk pengusahaan peternakan sebagai aktivitas tunggal terbatas, sedangkan kebutuhan daging terus meningkat sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk (REMENYI clan Mc WILLIAM, 1986) . Seperti yang terjadi di banyak areal perkebunan, prospek HTI sebagai sumber hijauan pakan ternak dapat dirasakan tidak terbatas. Integrasi antara ruminan clan HTI akan mendatangkan berbagai keuntungan yaitu: meningkatkan kualitas tanah dan produktivitasnya disebabkan adanya kotoran ternak, menambah nilai tambah dari hijauan pakan ternak yang sebelumnya tidzk dimanfaatkan mengurangi biaya pembersihan rumput karena integrasi akan mengurangi jumlah pekeda dan integrasi merupakan proses konservasi baik untuk tanah maupun untuk lingkungan.
(1) (2) (3) (4)
Hasil pengamatan pada taluin pertama menunjukkan bahwa kualitas hijauan alam di HTI cukup rendah, yaitu kandungan serat kasar yang tinggi sehingga kurang disenangi oleh ruminan. Dari berbagai jenis rumput yang diujicoba menunjukkan bahwa Brachiaria decumbens (BD) secara umum performannya lebih baik dari rumput lainnya, terutama ketalianan hidupnya, pertumbuhannya, produksinya clan sistem perakarannya yang kuat mampu mengatasi invasi alangalang. Selain itu selama musim kemarau BD yang ditanam di HTI tetap hijau . Dengan alasanalasan tersebut BD akhirnya ditanam pada lalian seluas 20 lia sebagai areal penggembalaan sapi. Integrasi antara rumput untuk ruminan clan HTI mempunyai potensi penting karena HTI berkembang secara cepat . Integrasi ini dapat dikelola oleh perusahaan sendiri ataupun berupa kedasama antara perusahaan dengan penduduk di sekitar areal HTI dengan model inti-plasma . Di samping itu integrasi tersebut juga akan memberikan pendapatan lebih awal bagi perusahaan dengan menjual sapi yang dipelihara, sebelum tanaman HTI itu sendiri menghasilkan. Integrasi juga akan meningkatkan produktivitas wilayah, memperbaiki lingkungan di samping pendapatan dan kesempatan kerja. Makalah ini akan diprioritaskan pada produksi rumput pada plot-plot uji coba, pada tahun pertama, kualitas tanah dari lalian yang ditanami rumput, produksi rumput dari areal penggembalaan clan biaya untuk mengembangkan rumput BD serta kondisi lingkungan terutama dari temperatur clan tingkat erosi. Dengan beberapa hasil pengamatan awal ini diharapkan ada pihak-pihak yang tertarik untuk lebih menggali potensi HTI sebagai salah satu sumber pakan bagi ternak ruminansia. MATERI DAN METODE Sebagai kelanjutan dari kegiatan pada tahun pertama yang dilaporkan di tempat lain (UTomo, maka pada tahun kedua ini tetap dilakukan monitoring pada plot uji coba . Selain itu dilakukan penanaman rumput BD di lahan seluas 20 ha di bawah tegakan Eucalyptus yang direncanakan sebagai areal penggembalaan . Data biologis dari hijauan yang ditanam dan biaya yang dibutuhkan untuk penanaman BD dimonitor secara teratur. Rumput BD ditanam di antara 2 baris tegakan yang berjarak sekitar 2 m. Kondisi rumput BD diusaiiakan siap sebelum integrasi dilakukan atau sebelum ternak dimasukkan ke dalam area penggembalaan. Artinya rumput ini perakarannya sudah cukup kuat untuk menghindari tercabutnya akar sewaktu direnggut oleh sapi. Kondisi lingkungan dimonitor dengan melakukan analisa tanah clan tingkat erosi. Pengukuran erosi dilakukan dengan menggunakan tongkat dari kayu yang ditempatkan pada beberapa tempat tertentu . Temperatur serta kelembaban juga dimonitor . 1996),
745
SeminarNasional Peternakan dan Leteriner 1994
HASIL DAN PEMBAHASAN Performan dari berbagai jenis rumput dan analisa tanah
Hasil monitoring berbagai nlmput sebagai kelanjutan kegiatan pada talmn pertama disajikan pada Tabel 1 . Tabel 1.
Produksi rata-rata nlmput dan leguin pada plot percobaan di bawah potion Eucalyptus (grain/12 1112)
Rtunput dan legum Panen ke-1 1 .700 2.000 1 .533 6.830 1 .300 733 2 .392 1 .317 730
BD + Centrosenta BD + Stylosantes BD + Calopogoniunt Setana + Centrosenia Setaria + Stylosantes Setaria + Calopo Paspalum + Centrosenia Paspalunt + Stylosantes Paspalum + Calopo
Di bawah Eucalyptus Patten ke-2 1 .800 1 .830 1 .830 3 .100 2 .700 2.330 1.170 1 .230 1 .300
Analisa tanalt juga telah dilakukan berdasarkan kedalaman yang berkisar dari 0-10 cm, 10-20 cm, 20-30 cm dan antara 30-40 cm. Ringkasan datanya dapat dilillat pada Tabel 2 . Tabe12 .
Analisa tanalt yang berasal dari kedalaman yang berbeda di HTI sebelum dilakukan integrasi dengan sapi
Kedalaman PH N Tot. (%) Ca
Mg
K (111g/
AI
P-ava (ppm)
Fe" (ppm) 19,52
100 gr)
TI (0-10 cm)
5,36
0,07
1,09
T2 (10-20 cm)
5,39
0,06
1 .37
0,40
1,01
1,90
T3 (20-30 cm)
5,25
1,10
0,19
0,06
0,93
1,94
T4 (30-40 cm)
5,51
0,04 0,06
0,46 0,96
0,l 1
0,04
1,12
2,35
0,09
0 .04
1,05
1,97
Keterangan :
14,16 16,87 14,02
Tot .= totaI Ava : tersedia Klasifikasi menurut Puslitanak : pH rendah (4,5-5,5), N sangat rendah (-'0,10), Ca rendah (<1,10), Mg sangat tinggi di permukaan dan sangat rendah di lapisan bawah, K sedang di pemmkaan dan sangat rendah di lapisan bawah
Analisa lneliputi pH tanalt, N dan kandungan dari berbagai mineral seperti Ca, Mg, K, Al, P dan Fe ++. pH tanalt semakin tunln dengan kedalaman yang bertambah, yaitu dari 5,36 menjadi 5,51 . Persentase total N juga tunln dari 0, 07 ntenjadi 0, 06; Mg tunln dari 1,37 menjadi 0,09 ; K dari 0,40 menjadi 0,04; Fe tunln dari 19,52 nlenjadi 14,02 . Menunlt Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, tipe tanalt di lokasi tersebut bersifat asani, yaitu Na, Ca dan AI sangat rendah, Mg cukup tinggi di permukaan dan rendall di lapisan-lapisan di bawallnya, sedangkan K moderat di permukaan dan rendall di lapisan-lapisan bawah .
746
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998
Produksi dari berbagai jenis rumput di plot uji coba di bawah Eucalyptus menunjukkan bahwa kombinasi antara Setaria dari Centrosema memberikan hasil tertinggi meskipun bertendensi menurun . Demikian pula dengan kombinasi antara Paspalum dan Centrosema. Jenis jenis rumput yang menunjukkan gejala meningkat pertumbuhannya adalah pada kombinasi antara BD dengan Centrosetna, BD dengan Calopo, Setaria dengan Stylosantes dan Paspalum dengan Calopo . Berdasarkan pada sistem perakarannya dan panjangnya akar maka BD mempunyai performan yang lebih baik dibanding dengan jenis nimput lainnya .
Sebagai perbandingan, Setaria, BD dan Paspalum yang ditanam di lahan milik Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-HMT) Pleihari, produksi pada tahun 1993/1994 berturut-turut 145,891 ton/ha/tahun, 98,266 ton/ha/tahun dan 70,197 ton/ha/tahun. Nampak bahwa di samping berproduksi tinggi BD juga mempunyai sistem perakaran yang kuat dan dalam berkompetisi dengan jenis nimput lainnya, terntasuk alang-alang BD tetap nampak dominan . Produksi rumput di luaan penggembalaan dan biaya penanaman
Pada tahun kedua rumput BD selanjutnya ditanam di areal seluas 20 ha di lokasi HTI yang sama, di bawah tegakan Eucalyptus unntr sekitar 3 talntn . Di sini akan dipelajari interaksi antara sapi, hijauan pakan ternak dan kayu. Dampak langsung dari ketersediaan hijauan pakan ternak di HTI untuk sub-sektor peternakan adalah besarnya kemungkinan dilakukannya integrasi antara HTI dan peternakan. Pemilihan jenis rumput yang tepat untuk ditanam di HTi akan sangat menentukan berhasilnya integrasi tersebut . Nara sumber yang paling tepat unttik itu adalah instansi Ditjen Peternakan di daerah, yaitu BPT-HMT. Mereka menguasai jenisjenis rumput unggul di wilayah ketjanya, selain itu mereka juga mempunyai persediaan bibit nimput yang cukup lengkap . Peningkatan kualitas jenis nimput di HTi dapat dilakukan dengan menanami luasan tertentu dengan jenis rumput yang paling sesuai untuk wilayah tersebut . Dengan demikian rumput baru ini akan menggantikan rumput alam yang kualitasnya kurang baik . Pengalaman dari HTI di Pleihari mengajarkan bahwa BPR-HMT sangat berpengalaman dalam penyediaan bibit rumput, penanaman, pemeliharaan dan penyulainan . Sehingga kerjasama dengan BPT-HMT sangat berarti dan perlu kalau program integrasi antara HTI dan peternakan ingin dilakukan. Rumput yang kualitasnya ditingkatkan akan memberi peluang bagi manajemen HTI untuk melakukan usaha peternakan sebelum kayu dapat menghasilkan . Pendekatan semacam ini diliarapkan akan diadopsi oleh perusahaan-penisahaan HTI lainnya di Indonesia, sehingga nantinya akan muncul misalnya bentuk kerjasama antara penisahaan HTI dengan masyarakat sekitarnya yang ingin memanfaatkan lokasi HTI sebagai sumber pakan ternak mereka . Dipilihnya blok tegakan Eucalyptus sebagai lokasi penenipatan areal penggembalaan didasarkan pada kenyataan bahwa tegakan tersebut tumbuhnya lunis ke atas tidak menyamping seperti ltalnya derigan Acacia atau jenisjenis tegakan lainnya, sehingga masih memungkinkan lokasi di bawah tegakan ditanami nunput . Seperti pada lalian perkebunan, prospek HTI sebagai sumber hijauan pakan ternak hampir tidak terbatas . Di masa datang lltibungan antara perkebunan atau HTI sebagai sumber pakan ternak akan sangat tergantung pada integrasi jangka panjang . Integrasi semacam ini dapat terjadi jika (HORNE et al., 1994) : 1) integrasi dengan ternak tidak menimbulkan dampak negatif terhadap pertumbuhan tegakan yang diusaliakan, 2) Dalam jangka panjang tingkat prodttksi pakan dapat dipertahankan secara ekononiis seialan dengan produksi ternak, dan 3) Keuntungan-keuntungan 747
Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1998
yang didapat dari integrasi antara ternak clan perkebunan atau ternak clan HTI lebih tinggi dibandingkan dengan keuntungan dari monokultur . Didasari oleh alasan-alasan di atas, maka dilakukan penelitian tentang sistem agro-forestry terutama di lokasi HTI, sebab ketersediaan rumput di HTI yang dapat ditingkatkan kualitasnya akan mampu mendukung usaha komersial di bidang peternakan . Monitoring BD di bawah tegakan HTI Maksud kegiatan ini adalah untuk mempelajari produktivitas BD di lahan calon lahan penggembalaan seluaas 20 ha. Data dikumpulkan dari BD yang berumur sekitar 8 bulan. Hasil monitoring dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3.
Produksi rata-rata (g/m2 berat basah) dan analisa nutrisi dari ntmput BD
U ra i a n I (Nopember 1 . Brachiaria decumbeus
2 . Kandungan nutrisi - Air(%) - Abu (6) - Protein (%) - Lemak (%) - Energi (kkal/g)
Pemotongan 1996)
II (Januari 1997)
416,67
183,33
-
10,36 1,06 11,12 8,33 2,570
Sekitar 80%, dari lalian yang disiapkan tersebut clapat ditutupi ntmput BD yang ditanam . Dengan kata lain BD tumbuh dengan baik di kawasan HTI tersebut meskipun tanahnya tergolong marginal . Sedangkan dari 20% sisa lahan, BD tidak mampu menutup permukaan lahan karena ternyata tanahnya berpasir. Selain alasan tersebut inungkin juga dikarenakan pada saat tanam curah hujan sudah mulai berkurang karena sudah mendekati musim kemarau. Rumput BD yang dikembangkan di HTI diliarapkan kandungan nutrisinya mampu menyediakan kebutuhan sapi. Dari Tabel 3 juga dapat diamati beberapa kandungan kimia dari rumput BD yang ditanam . Kandungan nutrisi BD masili lebili bagus dibandingkan dengan rumput, alam di HTI . Misalnya, kandungan air 10,36%; abu 1,06%; protein 11,12%; lemak 8,30%; dan energi 2,5 kkal/g . Sebagai perbandingan, kandungan nutrisi rumput alam di HTI adalah: protein 6,48% ; Lemak 2,08%; serat 32,38% ; abu 11,05%; clan TDN 70,56% (ANONIMOUS, 1994) . Biaya penanaman rurnput BD pada lahan seluas 20 ha Tabel 4 meringkaskan jenis clan total biaya yang diperlukan untuk mempersiapkan lahan penggembalaan seluas 20 lia. Komponen biaya vang dicatat adalah biaya bibit, tenaga kerja untuk penanaman, pemupukan pertama clan kedua, biaya penyulaman clan pengawasan . Biaya total untuk maksud tersebut Rp 548.500/ha yang terdiri dari 28,94% biaya tenaga kerja; 31,72% untuk bibit/stek ; pupuk 20,83%; transpor 4,46% ; pengawasan 4,23% dan pengeluaran lain-lain sebesar 9,29%. Begitu lahan 20 ha tertanami senwa, maka lalian ini sebetulnya juga dapat berfungsi sebagai sumber bibit/stek untuk perluasannya. Dengan cara ini harga atau biaya untuk stek clan transportasi menjadi berkurang atau lebih nuirah . 748
Seminar Nasional Peternakan dam Meteriner 1998
Tabel 4.
Biaya penanaman ntmput BD di lalian penggembalaan
Komponen 1 . Biaya tenaga Pengolaltan lahan (tanpa olali) Menguinpulkan bibit BD Menanam BD Membersilikan bibit Memupuk I, II Mengangkut bibit dari kebun Penytilarnan
0 490 .000 1 .500 .000 30 .000 290 .000 135 .000 630 .000
2 . Pembelian bibit Bibit awal (400 .000) Bibit untuk penytilanian
0 24 .500 75 .000 1 .500 14 .000 24 .500 18 .750 158.750
28,94
2.400 .000 1 .080 .000
3. Pembelian pupuk Urea 150 kg/lia/taliun TSP 100 KgAia/taliun KCL 50 Kg/ha/taluut
120.000 54 .000 174.000
31,72
960.000 920.000 460.000
4.Transpottasi ke lokasi HTI Bibit awal Bibit untuk penytilainan
48 .000 46 .000 23 .000 117.000
20,83
340.000 150.000
5 .Pengawasan Pengamasan awal Peugawasan waktu menyulain
17 .000 7.500 24 .500
4,46
245.000 220.000
12 .250 11 .000 23 .250 51 .000 548 .500
4,23 9,29 100
6. Lain-lain Biaya total penanaman Brachiaria
20 Ha (Rp)
decumbens
per ha
Per Ha (Rp)
Kondisi lingkungan Temperatur, curah hujan dam kelenibaban
Dalam rangka melakukan penganiatan terliadap kondisi lingkungan di HTI, khususnya di lahan penggembalaan berbagai , pengukuran dilakukan terhadap temperatur, kelembaban, curah hujan rata-rata dan jumlah hari hujan. Secara unium temperatur di Pleihari berkisar antara 26,2°C sampai 27,5°C dengan temperatur mininntm 22,2°C dan temperatur maksimum 30,20°C . Pengamatan di talmn 1996 menunjukkan bahwa temperatur rata-rata relatif tetap, yaitu sekitar 26,2°C (Tabel 5) . Pola curah hujan bulanan juga relatif konstan selama 10 tahun ini. Bulan Mei mempunyai curah hujan terendali (46 tntn) diikuti dengan bulan Agustus clan September, masingmasing 55 clan 69 ntm. Perkecualian terjadi pada bulan Juni clan Juli dengan curah liujan 132 clan 366 mm . Tabel 5 nieniperliliatkan jumlali hari hujan yang relatif konstan dari talutn 1988 sampai tahun 1991 (SABRANI, 1995) .
74 9
Seminar Nasional Peternakan dam Veteriner 1998
Tabel 5.
Data tentang temperatur, curate hujan can kelembaban talntn 1996
Bulan
Temperatur
Curah luijan (nun)
rata-rata (°C)
Min .
Maks.
26,3 26,2
22,6 22,3
30,2 30,6
564 515
18 21
76
93
27,4
22,5 23,0
32,4 32,5
207 46
9 4
72
88
Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Sumber: Dings Tanaroan
26,9 27,0 27,0 26,5 26,8 27,5 26,7 26,4 26,7
22,3
Hgri hujan Per bulan
32,0
23,3 22,9
32,1 31,2
22,7
31,8
22,8 22,4
194
132
366 55
31,2 32,8
22,2
69
263
31,2
22,5
Kelembaban rata-rata Min . Maks.
292 406
30,9
Pangan clan Hortikultura, Kab. Tanah Laut
11
79 76
8
79 72
5
62
17 17
73 79
8 6 18
98 95 92
68 69
93 96 90
73
90
88 96 97
Tabel 5 jiga memperlihatkan rata-rata kelembaban minimum clan maksimum di Kabupaten Tanah Laut, lokasi HTI . Kelembaban minimum berkisar berkisar antara 62-79%, sedangkan kisaran maksimumnya adalah antara 88-89%. Dalam rangka kegiatan ini dilakukan juga monitoring kelembaban. Diharapkan lalian dengan tanaman rumput memiliki kelembaban yang lebih tinggi sehingga dapat tnenghinclari terjadinya bahaya kebakaran . Data harian yang dikumpulkan pada tengah hari menunjukkan bahwa lahan yang ditanami rumput kelembabannya lebih tinggi clan temperaturnya lebili rendah (Tabel 6). Hasil ini paling tidak menunjukkan dampak positif dari penananian terhadap bahaya kebakaran . Tabel 6.
Temperatur clan keleinbabau rata-rata di lalian pen.-gembalaan pada awal 1997
Waktu monitoring 28/1 - 3/2/1997
17/2-23/3/1997
24/3-28/3/1997
Kelembaban (%)
Temperatur (°C)
Di luar
Di dalam
Di luar
Di dalam
81,6
68,3 93,2
33,9
31,7 31,7
56,3 56,9
68,3
33,9 29,6
27,8
Erosi
Dalam rangka mengukur adanya erosi tanah maka digunakan tongkat dari kayu yang ditempatkan di beberapa tempat, baik di dalam lahan penggembalaan maupun di luarnya . Tujuan dari monitoring ini adalah untuk melihat perbedaan erosi tanah di dua lokasi tersebut, sehingga nantinya dapat ditunjukkan bahwa penanaman rumput mampu mencegah erosi. Pada tongkat kayu yang ditanam diberi tanda tepat di permukaan tanah, sehingga kalau terjadi erosi dapat ditunjukkan oleh jarak antara tanda yang clibuat dengan permukaan tanah . Dengan cara yang sama dapat diukur pula seandainya terjadi pengendapan . Perin ditekankan bahwa pengukuran dengan cara demikian hanya untuk menunjukkan ada atau tidak adanya indikasi erosi di dua lokasi yang 75 0
Seminar NasionalPeternakan dan Veteriner 1998
berbeda tersebut. Mungkin cara-cara yang lebih canggih dapat pula dipergunakan dengan tingkat ketelitian yang lebih baik. Dampak langsung yang dapat diperoleh dari pengukuran erosi secara sederhana tersebut adalah perlunya ada modifikasi sisteni manajemen HTI, khususnya dalam hubungannya dengan bahaya kebakaran . Tabel 7 menyajikan data selama 2 bulan sejak ditanamnya tongkat kayu tersebut . Di lahan yang ditanami rumput tidak nampak adanya erosi yang berarti . Data semacam ini akan dikumpulkan setiap 2 bulan selania minimal 1 tahun. Tabel 7. Tongkat Tongkat l Tongkat 2 Tongkat 3 Tongkat 4 Tongkat 5 Tongkat 6 Tongkat 7 Tongkat 8 Tongkat 9
Data erosi di dalam dan di luar lalian penggembalaan Lahan den-an nnnput 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Erosi (nun)
Lahan tanp a rumput 0 2 2 5 0 2 0 5 -
KESIMPULAN Kesimpulan kegiatan pada talnin ke-2 diaralikan kepada aspek daya tampung HTI, biaya penanaman rumput BD clan aspek-aspek lingkungan yang berhubungan dengan penanaman rumput tersebut . 1 . Berdasarkan hasil produksi rutnput dari lalian penggembalaan, maka dapat dihitung daya tampung lahan tersebut. Dari perhitungan dan asumsi-asumsi lainnya setiap 4 ha lahan penggembalaan dapat menampung 3 ekor sapi dewasa. Sedangkan biaya untuk penanaman rumput BD per ha di HTI Pleihari, Kalsel sebesar Rp 548 .500,- . 2. Adanya bukti bahwa di lahan yang ditanami nimput tingkat kelembabannya lebih tinggi menunjukkan bahwa penanaman nimput berdampak positif terhadap pencegalian kebakaran di areal HTI . Adopsi penanaman nimput pada lokasi-lokasi yang, sesuai akan mengurangi biaya pengawasan bahaya kebakaran yang dikeluarkan HTI . 3 . Monitoring terhadap erosi menunjukkan pula baliwa pada lahan yang ditanami rumput tidak ada gejala terjadinya erosi . Sedangkan di lalian tanpa nimput (karena disemprot dengan herbisida) menunjukkan adanya erosi antara 2-5 cm . Hasil ini berdampak positif terhadap konservasi lalian, karena runiput akan mencegah erosi, sehingga proses kerusakan lahan dapat dihindarkan . REKOMENDASI Selama ini untuk inembasmi tanaman pengganggu termasuk runiput alam di HTI Pleihari menggunakan herbisida sebagai pengontrol gtilina dan nimput . Penggunaan herbisida memerlukan pengulangan secara periodik untuk nieniastikan baliwa tidak ada tananian pengganggu di bawah tegakan HTI . Ada 2 lial yang perlu dipertinibangkan, yaitu biaya dan keinungkinan kebakaran 751
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998
pada musim kemarau yang panjang. Nannin demikian dengan adanya pengenalan rumput BD di areal seluas 20 ha, tanaman pengganggu dapat dikendalikan secara biologis bahkan akan mampu menjaga kondisi yang hijau dan juga kelembaban . Perbaikan ini dapat dipandang sebagai nilai tambah bagi keseluruhan proses produksi HTI. Seandainya model inti-plasnra dapat dikembangkan di HTI, pengembangan rumput tersebut akan memberikan keuntungan bagi HTI, paling tidak dalam jangka pendek sebelum kayu dapat dipanen. Rekomendasi untuk memasukkan 3 ekor sapi pada setiap 4 lia lahan penggembalaan sangat dipengarulii oleh kotoran sapi yang dilrasilkan per ha, ukuran Lhan dan penanggulangan terjadinya kerusakan Lhan . Manajemen pemeliharaan sapi menlpakan campuran antara sistem gembala dan memotong rumput . Pada tahun ketiga kegiatan dlrencanakan terfokus pada kelanjutan kegiatan tahun kedua dari mulai pengenalan teknologi Bioplus serta melakukan evaluasi respon tegakan HTI terhadap proses integrasi HTI dengan sapi . DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS . 1989 . Laporan proyek pengembangan petani ternak 1989 . Direktorat Jenderal Petennakan, Jakarta 1993 . ANONIMUS . 1993 . Proyek Pennbangunan Hutan Tanaman hidustri . Rencana Pengelolaan Manajemen Hutan Tanaman Industri untuk Pleihari . Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Direktorat Hutan Tanaman hidustri, Departemen Kelnutanan, Jakarta. DINAs TANAMAN PANGAN . 1996 . Buku catatan curah lnujan talum 1995-1996 . Pleihari .
GiNTING, S .P . 1991 . Keterpaduan ternak runiiuansia dengan perkebunan : 1 . Produksi dan nilai nutrisi vegetasi perkebunan sebagai hijauan pakan. Jumal Penelitian dan Pengemhangan Pertanian Vol. X No . 1 : 1-8. HARDIARTO. 1996 . Komunikasi pribadi.
HORNE, P.M ., ISMAIL, and CHONc. DAI THAI . 1994 . Agro-forestry plantation systems: Sustainable forage and animal . production in rubber and oil palm plantations . 111 : COPLAND, J.W ., A. DJAJANEGARA, and SABRANI (editors). Proceedings of an International Symposium held in Association with the 7th AAAP Animal Science Congress, Bali, Indonesia, 11 .-16 July 1994 . ACIAR, Canberra .
REMENYI, J.V. and J.R . MCWILLIAM, . 1986 . Ruminant production trends in Southeast Asia and the South Pacific and the need for forages. In : BLAIR, G. J., D.A . IVORY, and EVAN T. R. (ed.). Forages in Southeast Asia and South Pacific Agriculture . Proceedings of an International Workshop Held in Cisanla. Indonesia 19-23 August 1985 . ACIAR Canberra . SABRANI, M., E. BASUNO, A . SUPARYANTO, TARMUDJI, dan B. NGAJI UTOMO. 19951aporan Studi Pendasaran Usalia Temak Pada Sistem Agroforestry di Kalimantan Selatan. Kerjasama Penelitian antara Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor dan hnstalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian, Banjarbaru . SABRANI, M., E . BASUNO, A. SUPARYANTO, TARMUDII, B. NGAJI UTOMO, A. HAMDAN, YLJDIANTO, B.W . BASUKI, dan H. HARDIARTO. 1996 . Penelitian Model hntegrasi Petennakan Dalann Kawasan Agroforestry (HTI). Kerjasania Penelitian antara Balai Penelitian Teniak Ciawi, Bogor dan Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian, Banjarbaru .
75 2