Penelitian Hutan Tropis
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh Implikasi Ekologi dan Ekonomi di Kalimantan Timur, Indonesia
Penelitian Hutan Tropis
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh Implikasi Ekologi dan Ekonomi di Kalimantan Timur, Indonesia
Dr. Jens Mackensen
Eschborn, 2000
Nomor Penerbitan TÖB: FTWF-11i
Penerbit :
Badan Kerjasama Teknis Jerman – Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH Postfach 5180 D-65726 Eschborn, Jerman
Penanggung jawab :
Begleitprogramm Tropenökologie (TÖB) Dr. Claus Baetke email:
[email protected]
Penulis :
Dr. Jens Mackensen, Institut Ilmu Tanah dan Nutrisi Hutan, Universitas Goettingen, Buesgenweg 2, 37077 Göttingen, Jerman phone: +49 (0)551 399529 fax: +49 (0)551 303310 email:
[email protected]
Layout:
Michaela Hammer
Diproduksi oleh :
TZ Verlagsgesellschaft mbH, D-64380 Rossdorf
© 2000 All rights reserved
Pengantar Sebagai salah satu tema pokok pada United Nation Conference on Environment and Development (Konferensi Lingkungan dan Pembangunan PBB) tahun 1992 yang dihadiri oleh 178 negara, Agenda 21 memuat seksi yang difokuskan kepada masalah kehutanan. Bersama-sama dengan Deklarasi Kehutanan UNCED, Agenda 21 menjadi dasar bagi kerjasama internasional dalam pengelolaan, konservasi dan pembangunan yang berkesinambungan dari seluruh jenis hutan. Resolusi Rio juga memberikan dasar bagi proses modifikasi kebijakan nasional yang dirancang untuk menstimulasi pembangunan yang berkesinambungan dan sesuai untuk lingkungan, baik di negaranegara industri maupun yang sedang berkembang. Idealnya, pembangunan yang berkesinambungan dibangun berdasarkan tiga prinsip utama untuk semua kegiatan yang berhubungan dengan masalah kebijakan: efisiensi ekonomi, keadilan sosial dan kelestarian ekologi. Dalam hubungannya dengan pengelolaan sumberdaya-sumberdaya alam, hal tersebut berarti bahwa pemanfaatan sumberdaya alam secara global tidak seharusnya menghalangi atau mengurangi kesempatan-kesempatan pembangunan bagi generasi mendatang. Dengan keaneka ragaman fungsinya, hutan-hutan diseluruh kawasan klimatis tidak hanya menyediakan salah-satu kebutuhan manusia yang terpenting namun juga melindungi keanekaragaman hayati di seluruh dunia. Karenanya, sumberdaya-sumberdaya kehutanan dan areal-areal berkayu harus dikelola, dilindungi dan dibangun secara lestari. Kalau tidak, ketersediaan kayu, pakan ternak, makanan, obat-obatan, bahan-bakar dan hasil-hutan lainnya untuk jangka-panjang tidak mungkin tersedia, juga tidak lestari dan sesuai untuk mempertahankan fungsi-fungsi penting hutan lainnya seperti pencegahan erosi, konservasi biotop, dan penampungan dan penyimpanan gas rumah-kaca CO2. Proyek “Tropical Forest Research“, yang diimplementasikan oleh Lembaga Kerjasama Teknis Jerman atau Deutsche Gesellschaft fuer Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH atas nama Kementrian Federal Jerman untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan atau German Federal Ministry for Economic Cooperation and Development (BMZ), bertujuan untuk mengembangkan dasar ilmiah bagi pembangunan hutan lestari dan berangkat dari situ menyokong pengimplementasian kesepakatan Rio didalam konteks kerjasama pembangunan.
Penelitian terapan dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman kita mengenai ekosistem-ekosistem hutan tropis dan hubungan timbal-baliknya dengan aspek-aspek ekonomi dan sosial dalam pengembangan manusia. Proyek tersebut juga digunakan untuk mempromosikan dan memberikan keberanian kepada generasi muda Jerman yang berorientasi praktek dan peneliti-peneliti lokal sebagai dasar untuk pengembangan dan diseminasi sistem-sistem produksi hutan yang sesuai dari segi ekologi, ekonomi dan sosial. Melalui satu seri publikasi, proyek “Tropical Forest Research“ memberikan hasil-hasil studi dan rekomendasi-rekomendasi aksi yang tersedia dalam suatu bentuk yang umumnya komprehensif, baik untuk organisasi-organisasi dan institusi-institusi yang aktif bergerak dalam bidang kerjasama pembangunan maupun untuk masyarakat luas yang tertarik dalam hal-hal kebijakan lingkungan dan pembangunan.
I. Hoven
Dr. C. v. Tuyll
Kepala Divisi : Kebijakan Lingkungan, Perlindungan Sumberdaya Alam, Kehutanan; CSD, GDF
Kepala Divisi : Pembangunan Pedesaan
Kementrian Federal Jerman untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (BMZ)
Badan Kerjasama Teknis Jerman (GTZ)
Daftar Isi
Daftar Isi D AFTAR G AMBAR..............................................................................III D AFTAR TABEL..................................................................................IV D AFTAR ISTILAH ................................................................................VI RINGKASAN .....................................................................................VIII 1
PENDAHULUAN.............................................................................1 1.1 Analisis Permasalahan dan Tujuan Umum................................. 1 1.2 Kerangka Acuan ...................................................................... 2 1.3 Partner Kerjasama.................................................................... 3
2
H ASIL- HASIL .................................................................................5 2.1 Kebijakan Hutan Tanaman di Indonesia .................................... 5 2.2 Jenis Tapak dan Persediaan Hara .............................................. 7 2.2.1 Jenis Tapak .................................................................. 7 2.2.2 Persediaan Hara dalam Tanah........................................ 9 2.3 Produktivitas Tanaman........................................................... 10 2.3.1 Inventarisasi Tegakan.................................................. 11 2.3.2 Persediaan Hara didalam Tegakan............................... 13 2.4 Budget Unsur Hara................................................................. 15 2.4.1 Budget Unsur Hara dan Pengelolaan Tegakan.............. 15 2.4.2 Kuantifikasi Aliran-aliran Unsur Hara ......................... 21 2.4.3 Neraca Panen.............................................................. 25 2.4.4 Neraca Total............................................................... 28 2.5 Penggantian Unsur Hara......................................................... 30
I
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh 2.6 Ekonomi Hutan Tanaman........................................................32 2.6.1 Biaya pemupukan untuk menggantikan unsur hara yang hilang.................................................................32 2.6.2 Analisis Investasi.........................................................36 2.6.3 Analisis Sensitivitas ....................................................38
3
RELEVANSI P RAKTIS .................................................................41 3.1 Peluang dan Keterbatasan Hutan Tanaman...............................41 3.2 Pembangunan Regional dan Perencanaan Tata-guna Lahan ......42 3.3 Kebutuhan Penelitian Selanjutnya ...........................................43
4
REKOMENDASI TINDAKAN .......................................................45 4.1 Perusahaan Hutan Tanaman ....................................................45 4.2 Kebijakan Tata-guna Lahan.....................................................46 4.3 Institusi Kerjasama Pembangunan (DC) ..................................47 4.3.1 Informasi Kebijakan ....................................................47 4.3.2 Konsep Tindakan.........................................................48
5
D AFTAR PUSTAKA .....................................................................51
6
LAMPIRAN ..................................................................................55
II
Daftar Gambar
Daftar Gambar Gambar 1: Konsentrasi hara pada batang kayu (H) dan kulit (R) dari Eucalyptus deglupta(Ed), Acacia mangium(Amdan Paraserianthes falcataria(Pf) ........................................... 14 Gambar 2: Tegakan hutan tanaman pada tahap tegakan tertutup ............ 16 Gambar 3: Hutan tanaman pada tahap tebang habis .............................. 17 Gambar 4: Tahap tebang habis dan penyiapan lahan ............................. 18 Gambar 5:Hutan tanaman yang tumbuh pada tahap terbuka dan tertutup ............................................................................ 19 Gambar 6: Produktivitas dari waktu ke waktu ....................................... 20 Gambar 7: Penaksiran aliran Nt yang berbeda-beda dalam 1 periode rotasi ............................................................................... 21 Gambar 8: Penaksiran aliran Pt yang berbeda-beda dalam 1 periode rotasi ............................................................................... 22 Gambar 9: Proporsi ekspor K (%) dalam kaitannya dengan persediaannya dalam tanah dan hasil panen (m3 ) untuk Acacia mangium .............................................................. 27 Gambar 10: Proporsi ekspor Ca (%) dalam kaitannya dengan persediaannya dalam tanah dan hasil panen (m3 ) untuk Acacia mangium .............................................................. 27 Gambar 11: Internal rate of return sebagai fungsi perubahan biaya atau pendapatan PT IHM .................................................. 38
III
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh
Daftar Tabel Tabel 1: Persediaan Ct, Nt, Pt dan kation yang dapat dipertukarkan pada kedalaman tanah 0-100 cm .............................................. 10 Tabel 2: Parameter tegakan untuk Acacia mangium dan Eucalyptus deglupta ................................................................................. 13 Tabel 3: Perbandingan ekspor hara relatif untuk Acacia mangium .......... 26 Tabel 4: Perbandingan antara biaya yang dikeluarkan untuk pupuk saat ini dan biaya untuk mengkompensasi unsur hara yang hilang pada saat pemanenan .................................................... 33 Tabel 5: Biaya pemupukan untuk mengkompensasi seluruh unsur hara yang hilang ...................................................................... 35 Tabel 6: Parameter jenis tanah pada berbagai jeluk (kedalaman) tanah ............................................................................ Lampiran Tabel 7: Ekspor unsur hara dalam batang dan kulit kayu Acacia mangium .......................................................... Lampiran Tabel 8: Ekspor unsur hara dalam batang dan kulit kayu Eucalyptus deglupta .................................................... Lampiran Tabel 9: Aliran ekspor akibat manajemen untuk N dan P dalam hubungannya (%) terhadap ekspor pada saat pemanenan ................................................................... Lampiran Tabel 10: Aliran ekspor akibat manajemen untuk K,Ca dan Mg dalam hubungannya (%) terhadap ekspor pada saat pemanenan .................................................................. Lampiran Tabel 11: Jumlah aliran ekspor unsur hara akibat manajemen ..... Lampiran
IV
Daftar Tabel Tabel 12: Perkiraan jumlah pupuk yang dibutuhkan untuk mengkompensasi aliran ekspor N akibat manajemen ..... Lampiran Tabel 13: Perkiraan jumlah pupuk yang dibutuhkan untuk mengkompensasi aliran ekspor P akibat manajemen ...... Lampiran Tabel 14: Perkiraan jumlah pupuk yang dibutuhkan untuk mengkompensasi aliran ekspor K akibat manajemen ..... Lampiran Tabel 15: Perbandingan jumlah pupuk yang digunakan saat ini dan jumlah yang dibutuhkan untuk mengkompensasi ekspor pada saat pemanenan ......................................... Lampiran Tabel 16:Biaya pemupukan yang dibutuhkan untuk meng kompensasi total kehilangan unsur hara dengan varian manajemen ........................................................ Lampiran
V
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh
Daftar Istilah Al
Simbol kimia untuk aluminium
Saturasi Al
Proporsi aluminium sebagai prosentase dari CECe
ATG8
Average total increment (total pertumbuhan riap rata rata) untuk usia 8 tahun, dalam m3/ha per tahun
Ca
Simbol kimia untuk kalsium
CECe
Kapasitas pertukaran kation. Kemampuan terutama dari mineral-mineral liat dan bahan-bahan organik untuk menyerap dan menukar kation pada permukaannya. Berhubungan dengan selang nilai pH
Degradasi
Penurunan kualitas tapak tanah sebagai akibat dari pemanfaatan yang tidak sesuai
GH5
Ketinggian pohon yang tertinggi (pada usia 5 yahun), yaitu tinggi beberapa pohon yang tertinggi per unit areal
INHUTANI
Perusahaan pengusahaan hutan milik negara di Indonesia (diluar Pulau Jawa)
K
Simbol kimia untuk potasium
Kation Mb
Kation yang hydroksidanya merupakan elemen basa yang kuat: Na, K, Ca, Mg
Meliorasi
Tindakan untuk memperbaiki kondisi tanah (pengapuran, pengairan, dsb.)
Mg
Unit berat: megagram (106 g), dahulu disebut “ton”
Mg
Simbol kimia magnesium
N
Simbol kimia untuk nitrogen
Nt
Total persediaan N didalam tanah
Navail
Bagian/fraksi N yang mudah tersedia/dimanfaatkan oleh tanaman
VI
Daftar Istilah Pupuk NPK
Jenis pupuk yang mengandung nitrogen, fosfat dan potasium
P
Simbol kimia untuk fosfor
Pt
Total persediaan P didalam tanah
Pavail
Bagian/fraksi P yang mudah tersedia/dimanfaatkan oleh tanaman
Hutan Produksi
Berdasarkan sistem klasifikasi Indonesia merupakan kawasan hutan alam yang akan dimanfaatkan secara permanen
Periode Rotasi Jangka waktu/siklus penebangan Rp
Rupiah, mata uang Indonesia
TPTI
Tebang Pilih Tanam Indonesia: metode pemanenan hutan/kayu secara selektif di Indonesia. Berdasarkan metode ini, hanya pohon-pohon dengan DBH (diameter at breast height/diameter setinggi dada) lebih dari 50 cm boleh ditebang. Pengusahaan hutan berlangsung selama maksimum 35 tahun, dimana permudaan tegakan harus dijamin.
VII
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh
Ringkasan Hutan tanam industri (HTI) di daerah tropis menjadi semakin penting karena beberapa alasan tertentu. Dengan mengambil contoh HTI yang ada di Kalimantan Timur (Indonesia), studi kali ini menunjukkan bahwa konversi lahan yang luas menjadi hutan tanaman monokultur menimbulkan ancaman bagi kelestarian ekologi dan ekonomi di berbagai tipe lahan/daerah. Lebih dari 90% lahan yang digunakan untuk membangun hutan tanaman merupakan tanah yang mempunyai pasokan unsur hara yang rendah sampai sedang (alisol, acrisol, ferralsol dan arenosol). Sebaliknya, jenis tanah azonal seperti fluvisol dan calcisol mempunyai pasokan unsur hara yang baik sampai sempurna, namun jenis tanah ini jarang ditemukan. Distribusi unsur hara tergantung dari relief daerah tersebut. Pada bagian bawah lereng dan daerah lembah, pasokan unsur hara lebih besar 2-10 kali lipat daripada daerah di bagian atas dan puncak lereng. Dengan rotasi tanam selama 8 tahun, hasil rata-rata yang diharapkan dari HTI adalah sebesar 200 m3/ha per tahun atau 25 m3/ha per tahun. Pada rotasi pertama, hasil aktual Acacia mangium lebih besar daripada yang diharapkan dan sebaliknya, pada Euclyptus deglupta target tersebut tidak tercapai. Sebagai tanaman pionir, Acacia mangium dapat menunjukkan tingkat pertumbuhan yang tinggi pada rotasi pertama meskipun pada tanah yang miskin unsur hara. Sebaliknya, Eucalyptus deglupta membutuhkan tapak dengan tanah yang dalam dan pasokan air yang cukup (misalnya fluvisol dan alisol/acrisol pada bagian bawah lereng). Bahkan, jenis pohon ini membutuhkan perawatan yang intensif, terutama dalam hal pengendalian tanaman pengganggu.
VIII
Ringkasan Panen batang kayu dan kulit menyebabkan hilangnya unsur hara (pengangkutan keluar). Besarnya kehilangan ini tergantung pada volume panen dan level unsur hara spesifik spesies yang terdapat pada batang kayu dan kulit. Hilangnya unsur hara saat pemanenan mempunyai dampak yang penting pada siklus unsur hara pada hutan tanam industri. Mempersiapkan budget unsur hara bermanfaat untuk membandingkan input dan output unsur hara dalam suatu ekosistem (dalam kasus ini hutan tanam cepat-tumbuh). Dari hasil neraca ini dapat diambil kesimpulan mengenai stabilitas ekosistem yang bersangkutan. Jika neracanya negatif, maka hutan tanam ini tidak dapat dikelola secara berkesinambungan. Input dan output unsur hara (atau aliran-aliran unsur hara) yang dipertimbangkan dalam memperhitungkan neraca unsur hara mencakup parameter-parameter, baik yang dipengaruhi manajemen maupun tidak. Parameter-parameter yang tidak dipengaruhi manajemen mencakup input unsur hara dari curahan hujan, pelapukan silikat dan pengikatan N secara biologis serta output unsur hara yang diakibatkan oleh pencucian tanah (disebut aliran dasar). Parameterparameter yang dipengaruhi manajemen antara lain output unsur hara dari panen (dikeluarkan bersama hasil panen), pencucian tanah akibat manejemen, erosi dan juga pembakaran sisa penebangan (penguapan dan abu). Dalam analisa status unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg), output biasanya lebih tinggi daripada input, yang mengakibatkan neraca unsur hara yang negatif. Aliran-aliran unsur hara yang dipengaruhi manajemen yang terjadi sebagai tambahan untuk aliran-aliran dasar (aliran-aliran unsur hara yang tidak dipengaruhi manajemen) kadang-kadang jauh lebih tinggi daripada unsur hara yang hilang pada saat pemanenan saja. Unsur hara yang hilang akibat manajemen ini berkisar antara 80-170% untuk N, 80-250% untuk P, 50-280% untuk K, 30-190 % untuk Ca dan 70-450% untuk Mg (sebagai persentase IX
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh unsur hara yang hilang pada saat pemanenan), tergantung intensitas jarak tanam dan juga jenis pohon. Dengan membandingkan jumlah unsur hara yang hilang pada saat pemanenan dan persediaan unsur hara spesifik tapak (disebut neraca panen), dapat dilihat bahwa sejumlah besar kation basa (K, Ca, Mg) hilang dari ‘sistem’ hutan tanaman selama pemanenan. Neraca panen tergantung dari variabel-variabel input berupa volume panen serta persediaan unsur hara dalam tanah dan tegakan. Pada tanah yang miskin unsur hara seperti contohnya alisol/acrisol atau ferralsol, apabila diasumsikan volume panen sebesar 200 m3/ha, maka 18-30% dari pasokan Ca dan K yang tersedia hilang pada tegakan Acacia mangium setelah satu rotasi. Dengan asumsi produktivitas adalah linear, maka dengan kehilangan rata-rata sebesar 20% berarti pasokan elemen yang ada akan habis setelah 5 rotasi. Output unsur hara yang berkelanjutan akan menyebabkan degradasi tanah, yang mengakibatkan turunnya produktivitas. Disamping kehilangan unsur hara pada saat pemanenan yang diperhitungkan dalam menentukan neraca panen, neraca total juga mencakup semua aliran unsur hara, baik yang tergantung maupun tidak tergantung manajemen. Persediaan-persedian dalam sistem meliputi persediaan unsur hara dalam tanah (sampai kedalaman 1 m), pada pohon-pohon, pada tumbuhan bawah, dan pada horizon organik-O. Dengan asumsi bahwa lahan dikelola secara konvensional (dengan menggunakan traktor, mesin pemanen, dan membakar sisa penebangan), total kehilangan unsur hara pada lahan-lahan tertentu (alisol/acrisol) setelah 1 rotasi mencapai 21-62% dari persediaan K dalam sistem, 9-32% untuk Ca, dan 5-20% untuk Mg, tergantung pada jenis pohon. Kehilangan elemen P mencapai maksimum 17%, dan untuk N (hanya pada Eucalyptus deglupta) mencapai maksimum 53%. Melalui penerapan bentuk manajemen yang menjaga kelestarian tanah dengan tidak membakar sisa X
Ringkasan penebangan dan dengan menggunakan metode lain yang menjaga tanah (mesin yang ringan, sistem kabel), unsur hara yang hilang dalam satu rotasi dapat ditekan hingga 50%. Secara umum, manajemen hutan tanaman mempunyai hubungan yang erat dengan kehilangan unsur hara. Penaksiran unsur hara yang hilang menunjukkan kebutuhan akan pasokan unsur hara yang berkesinambungan, terutama untuk tanah dengan pasokan unsur hara yang rendah. Dalam hal ini, harus diambil tindakan-tindakan untuk mengurangi dan menggantikan unsur hara yang hilang. Metode langsung untuk ini adalah dengan menggunakan pupuk. Manajemen pemupukan harus memenuhi berbagai kriteria pada lahan-lahan yang menjadi objek studi. Oleh karena kondisi tanah yang tinggi tingkat keasamannya, hanya pupuk yang tidak atau sedikit menambah keasaman tanah yang dapat digunakan. Tingkat pemanfaatan yang spesifik untuk setiap elemen harus ditaksir secara realistis. Tingkat pemanfaatan pupuk P adalah 10-40%, tetapi pada tanah yang sangat asam hanya sebesar 10 % akibat imobilisasi P yang disebabkan oleh aluminium. Untuk pupuk N dan K, tingkat pemanfaatannya dapat diasumsikan sebesar 50-70%. Perbedaan-perbedaan yang spesifik untuk setiap jenis pohon juga harus diperhitungkan saat menggunakan pupuk. Contohnya, Acacia mangium membutuhkan pupuk K lebih sedikit daripada Eucalyptus deglupta dan hanya sedikit pupuk N atau tidak sama sekali. Pemupukan juga harus diadaptasikan dengan tapak-tapak khusus. Alisol/acrisol, khususnya pada bagian atas dan puncak suatu lereng, membutuhkan pemupukan, sementara pada fluvisol pemupukan tidak diperlukan dan pada calcisol hanya pupuk K yang diperlukan. Karena imobilisasi P yang tinggi pada tanah-tanah yang asam, sangat dianjurkan untuk melakukan pengapuran pada alisol/acrisol dengan nilai pH yang kurang dari 4.5. XI
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh Jumlah pupuk yang saat ini digunakan dalam pengelolaan hutan tanaman tidak cukup untuk menggantikan kehilangan unsur hara, terutama jika menggunakan pupuk dengan komposisi standar (misalnya pupuk NPK). Dengan asumsi bahwa komposisi pupuk yang digunakan optimal, maka biaya pemupukan untuk menggantikan kehilangan total dalam pengolahan hutan tanaman ditaksir (secara konservatif) untuk Acacia mangium dan Eucalyptus deglupta sebesar 3,5 dan 5,7 kali lebih tinggi daripada taksiran aktual yang dilakukan oleh perusahaan. Biaya manajemen pemupukan saat ini rata-rata sebesar 4 % dari total pengeluaran hutan tanaman, sedangkan biaya pupuk yang sebenarnya dibutuhkan untuk menggantikan unsur hara yang hilang berkisar antara 9 sampai 40 % dari total pengeluaran, tergantung pada jenis pohon, bentuk manajemen dan jenis pupuk yang digunakan. Pada hutan-hutan tanaman yang dikelola secara intensif, perlu diambil tindakan-tindakan untuk menjamin pasokan unsur hara secara berkesinambungan, yang karenanya menjadi faktor biaya yang penting dalam manajemen hutan tanaman. Tingkat pengembalian modal (Internal rate of return on equity) yang dikalkulasikan oleh perusahaan menurut ketentuan pemerintah adalah sebesar 17.7% (kondisi pada tahun 1991/1992). Jika manajemen pemupukan diarahkan sebagai penggantian unsur hara yang hilang dan karenanya biaya pengelolaan hutan tanaman naik sebesar 13% (penggantian unsur hara yang hilang saat panen), maka IRR on equity akan turun hingga 11%. Oleh karena itu, perhitungan investasi hutan tanaman harus memperhitungkan hasil-hasil budget unsur hara yang spesifik untuk setiap tapak. Dari segi ekonomi, membangun hutan tanaman yang seragam dan luas, serta mengelolanya secara konvensional adalah tidak efisien.
XII
Ringkasan Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa input teknis dan keuangan diperlukan untuk pengelolaan hutan tanaman pada lahan tertentu secara permanen. Artinya, selama beberapa siklus rotasi dengan level produktivitas yang konstan, input tersebut harus lebih tinggi daripada pengeluaran untuk manajemen lahan yang konvensional. Dalam kondisi tertentu, pengelolaan hutan tanaman tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan model klasik kehutanan yang bersifat ekstensif. Dalam kondisi saat ini, kelestarian potensi dari hutan tanaman cepat-tumbuh yang dikelola secara intensif masih dianggap rendah. Dalam kaitannya dengan kebijakan pembangunan regional, kesimpulan berikut dapat diambil: jika kesinambungan pembangunan regional dan perencanaan pengelolaan hutan ingin dan harus dicapai, maka stabilitas ekonomi dan ekologi dari hutan tanam industri harus diperhatikan.
XIII
Pendahuluan
1
Pendahuluan
1.1
Analisis Permasalahan dan Tujuan Umum
Menurut FAO (1995), setelah Cina dan India, Indonesia telah menunjukkan kenaikan terbesar dalam hal luas hutan tanaman industri antara tahun 1980 dan 1990 (dalam Winjum dan Schroeder 1997). Pada dekade sekarang, dengan pasokan kayu yang kian menurun, Pemerintah Indonesia berusaha secara intensif untuk membangun hutan tanaman. Pembangunan hutan tanaman cepat-tumbuh sebesar 10 juta ha telah dicadangkan atau telah dimulai. Implikasi ekologi dan ekonomi yang berhubungan dengan perkembangan ini telah dikaji pada sebuah perusahaan kehutanan di Kalimantan Timur sebagai contoh. Dengan menurunnya potensi tegakan dan naiknya biaya manajemen, hutan alam yang luas di dataran rendah telah dikonversikan menjadi hutan tanaman cepat-tumbuh sejak awal 1990-an. Luas rata-rata perusahaan hutan tanaman ini adalah 100.000-200.000 ha. Pada skala yang sama, 10.00015.000 ha lahan di dalamnya telah dikonversi menjadi hutan tanaman setiap tahun tanpa mengingat kondisi tapaknya. Keseluruhan areal dibangun sebagai satuan tunggal tanpa mengingat kesesuaian lahan untuk pemanfaatan tersebut, sehingga menimbulkan resiko yang disengaja dimana konversi ini mungkin sebagian tidak berhasil, dengan konsekuensi kerugian dari segi ekonomi dan ekologi. Sebagai bagian dari proyek penelitian, pentingnya heterogenitas tapak dalam manajemen hutan tanaman dan dampak manajemen pada kualitas tapak telah dipelajari dengan tujuan membangun basis untuk perencanaan tapak dalam pembangunan hutan tanaman. Pada konteks ini, potensi berbagai tapak telah 1
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh dikaji dengan menggunakan budget unsur hara pada berbagai tingkat produktivitas dan bentuk manajemen. Untuk menjelaskan pentingnya persediaan hara dan alirannya dalam menajemen tanaman, biaya yang berkaitan dengan berbagai pilihan manajemen telah dipelajari dalam bentuk analisis investasi. Hal ini bermuara pada kajian berdasar spesifikasi tapak mengenai keberlanjutan manajemen hutan tanaman secara ekologi dan ekonomi pada daerah tersebut.
1.2
Kerangka Acuan
Hasil A:
Karakterisasi tipe-tipe tapak yang menonjol.
Aktivitas:
Pemilihan tapak studi yang sesuai dalam perusahaan hutan. Pemilahan tapak pada tingkat survey penjajakan dengan basis pemilahan relief pada permukaan tanah.
Hasil B:
Identifikasi dari serangkaian harapan dari berbagai bentuk penggunaan untuk tipe-tipe tapak yang telah telah dikarakterisasi.
Aktivitas:
Karakterisasi tipe- tipe tapak sehubungan dengan pemanfaatannya, termasuk analisis tanah dan kalkulasi persediaan hara dalam tanah, pengkajian kesesuaian tiap tapak untuk jenis pohon tertentu, hasil produksi, pemanfaatan hutan alam tertentu dengan dasar pengalaman regional dan pengkajian perkembangan persediaan hara yang diharapkan dan pemupukan yang dibutuhkan untuk menggantikan hilangnya hara menurut jenis lahan dan pemanfaatannya.
2
Pendahuluan Hasil C:
Berbagai rencana alternatif telah disusun untuk dipelajari dalam hal prospek, tindakan dan resiko silvikutur dan ekologinya.
Aktivitas:
Pemilihan alternatif pemanfaatan tapak spesifik dengan memperhitungkan kriteria kelestarian ekologi untuk berbagai tingkat yang berbeda. Perkembangan konsep-konsep perencanaan alternatif untuk berbagai tipe tapak menurut pemanfaatannya.
Hasil D:
Hubungan antara harga dan biaya untuk berbagai konsep pemanfaatan telah diklarifikasi.
Aktivitas:
Kalkulasi perkiraan keuntungan dan biaya yang timbul akibat penggunaan berbagai alternatif berdasarkan gambaran yang telah ada sebelumnya. Evaluasi alternatif dari sudut pandang ekonomi, dengan memperhitungkan perubahan yang diharapkan dalam jangka panjang.
1.3
Partner Kerjasama
Proyek ini dilaksanakan bekerjasama dengan Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia, dengan dekan Dr. Daddy Ruhiyat sebagai penanggung jawabnya. Dalam hubungan dengan perjanjian kerjasama antara Universitas Mulawarman dan PT. ITCI, pekerjaan lapangan ini telah dipromosikan secara aktif oleh PT ITCI/PT IHM. Bantuan logistik untuk studi ini telah diberikan oleh Indonesian German Forestry Project (IGFP) dan selanjutnya oleh Deutsche Gesellschaft fur technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH’s Sustainable Forestry Management Project (SFMP) dan Universitas Mulawarman. 3
Hasil-hasil
2
Hasil-hasil
2.1
Kebijakan Hutan Tanaman di Indonesia
Tingkat penebangan hutan per tahun di Indonesia berkisar antara 0,9-1,2% (Opitz 1995, WALHI 1992, Fearnside 1997). Penebangan hutan di Kalimantan Timur mencapai 1.6% sehingga lebih tinggi daripada rata-rata nasional. Sesuai dengan estimasi pertambahan volume kayu sebesar 0,8 m3 per tahun, rata-rata penebangan kayu telah mencapai 24,5 juta m3 sejak 1992. Dilain pihak, industri kayu di Indonesia membutuhkan 52 juta m3 per tahun (FAO 1990; WALHI 1992). Kekurangan pasokan kayu telah diprediksi sejak pertengahan 1980-an sebagai akibat dari tingkat penebangan hutan dan eksploitasi hutan yang berlebihan (FAO 1990; Hamilton 1997). Kembali pada tahun 1980, Pemerintah Indonesia telah memperkenalkan adanya dana jaminan reboisasi (reforestation fund), dimana pajak dibebankan pada penebangan hutan alam untuk membiayai kegiatan reboisasi pada areal yang ditebangi. Setelah reboisasi dilaksanakan, uang akan dikembalikan. Namun, berkaitan dengan terbatasnya hak pengusahaan hutan selama 20 tahun, banyak pembayar pajak yang menganggap pajak ini sebagai pembayaran untuk menghindari kewajiban mereka, sehingga akhirnya tujuan reboisasi gagal tercapai. Pada tahun 1984, berkaitan dengan usaha untuk mengantisipasi berkurangnya pasokan kayu serta adanya kebutuhan akan penanaman kembali lahan tidur, Pemerintah Indonesia memulai program yang dinamakan HTI (Hutan tanaman Industri). Sebagai bagian dari program ini, hutan tanaman yang telah ada seluas 1,6 juta ha ditambah dengan 4,6 juta ha yang diproyeksikan untuk
5
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh memproduksi kayu apada tahun 2000, terutama di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya (FAO 1990). Sejak tahun 1990, Pemerintah telah mamberikan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) bagi investor swasta dengan syarat-syarat tertentu. Hak Penanaman Hutan berlaku selama 35 tahun dan dapat diperpanjang; HPHTI dapat mencapai 300.000 ha dan mencakup jaminan eksplisit untuk menggunakan seluruh areal yang dikembangkan. Dalam hal ini, kerjasama antara sektor swasta dan Inhutani dipromosikan secara khusus. Sesuai dengan pedoman pemberian ijin HPHTI, hutan tanaman dikembangkan terutama di padang alang-alang dan hutan produksi yang tidak menguntungkan. Ijin khusus diperlukan untuk konsesi hutan produksi. Minat sektor swasta dalam pengembangan hutan tanaman industri meningkat dengan pesat sejak awal tahun 1990-an. Alasan untuk itu adalah adanya hak konsesi yang sangat luas dan menjamin investasi yang dilakukan, kebijakan subsidi pemerintah dan keuntungan dari penebangan (habis) hutan. Subsidi pemerintah untuk perusahaan patungan antara BUMN dan perusahaan swasta terdiri dari pinjaman tanpa bunga yang dibatasi hanya pada rotasi pertama, yang bernilai sebesar 32.5 % dari biaya pembangunan hutan tanaman industri, dan pembebasan dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pinjaman ini diambil dari dana reboisasi, dan biaya yang dapat diklaim untuk pembangunan HTI ditentukan per wilayah oleh Departemen Kehutanan (Groome-Poyry 1993). Tambahan 14 % biaya diambil dari dana reboisasi sebagai saham BUMN, 21 % ditanggung investor swasta, sisanya sebesar 32.5 % didanai dari pinjaman bank dengan bunga yang biasa. Biaya pembukaan lahan dan semua kegiatan reboisasi selanjutnya (biaya pengusahaan HTI) tidak lagi didanai dari dana reboisasi.
6
Hasil-hasil Menurut Walhi (1992) banyak HTI dibangun di kawasan berhutan dan hanya sedikit yang dikembangkan pada padang alang-alang atau semak. Pedoman TPTI biasanya melarang pemanfaatan jenis-jenis kayu berharga tertentu apabila diameternya terlalu kecil, namun ketika HTI dibangun di hutan produksi, pedoman ini tidak berlaku dan pengusaha HTI dapat memanfaatkan jenis-jenis ini dalam proses konversi. Dalam hal ini, efisiensi panen yang lebih besar dapat dicapai dengan biaya minimum karena seluruh infrastruktur yang diperlukan, terutama jaringan jalan raya, telah dibangun/tersedia (‘keuntungan tebang-habis’). Rangkuman : Pemerintah Indonesia telah mempromosikan hutan tanaman cepat-tumbuh secara luas. Untuk menjamin pasokan kayu untuk kebutuhan nasional dan mendorong pembangunan industri pulp, HTI diberikan prioritas tinggi pada tingkat kebijakan dan di sektor swasta.
2.2
Jenis Tapak dan Persediaan Hara
2.2.1 Jenis Tapak Pada tapak yang menjadi objek studi, jenis tanah yang dominan adalah alisol dan acrisol (FAO Soil Classification, dalam. WRB 1994). Jenis-jenis tanah ini meliputi lebih dari 80 % dari total area. Alisol dan acrisol adalah jenis-jenis tanah yang telah tua dan telah mengalami berbagai proses alam yang terbentuk terutama pada batuan sedimen. Dalam bagian profil tanah yang menjadi objek studi (0-100 cm), rata-rata nilai CEC e adalah 25-26 cmole/kg liat. Kandungan alumunium sangat tinggi, rata-rata mencapai 85 %. Secara umum, menurut pedoman PPT (1983) status hara dapat diklasifikasikan menjadi moderat hingga rendah (dalam Lampiran Tabel 6). Nilai fisik dan
7
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh kimia spesifik dari tanah telah didiskusikan oleh Mackensen (1998) dan Ohta et.al. (1992). Penyebaran distribusi alisol dan acrisol tergantung dari tekstur tanah. Jika substratumnya berpasir, maka prosentase acrisolnya semakin miskin, sementara alisol lebih dominan pada tanah liat. Karena kesamaan dalam lapisan-lapisan geologinya dan kemiripan definisinya dalam sistem klasifikasi yang digunakan, tidak mungkin untuk memisahkan kedua jenis tanah tersebut pada suatu lokasi secara jelas. Jenis tanah bervariasi bahkan pada tapak yang sempit sekalipun. Secara umum status hara berubah sesuai dengan posisi pada lereng (kemiringan). Pada pertengahan dan bagian bawah lereng, persediaan hara terutama kation Mb lebih tinggi 2-10 kali lipat daripada bagian atas dan puncak lereng. Karena panjang lereng pada areal studi umumnya pendek (50200 m), maka tidak mungkin untuk membedakan jenis-jenis tapak/tanah menurut reliefnya. Pada penilaian kualitas lahan, dapat diasumsikan bahwa tanah yang liat lebih baik status haranya bila dibandingkan dengan tanah yang berpasir. Ferralsol dan arenosol meliputi hanya sebagian kecil dareah yang menjadi objek studi. Ferralsol adalah tanah yang telah mengalami berbagai proses alam dan berbeda dari alisol/acrisol karena mempunyai nilai CEC e yang rendah (<12 cmolc/kg liat). Arenosol juga mempunyai nilai CEC e yang sangat rendah karena kandungan pasirnya yang tinggi. Mereka meliputi 10-15 % dari total area. Kedua jenis tanah ini biasanya ditemukan pada tapak yang landai dan dapat dibedakan secara mudah karena kandungan pasirnya yang tinggi. Dalam bagian profil tanah yang dipelajari, kandungan liatnya sebesar < 20%. Berbeda dengan jenis tanah lain, jenis-jenis tanah ini umumnya miskin hara karena kandungan kaolin yang tinggi dan nilai CEC e yang rendah (2,5 8
Hasil-hasil cmolc/kg tanah). Nilai pH mereka sendiri sedikit lebih tinggi daripada alisol/acrisol, dan rata-rata saturasi aluminium pada tanah-tanah ini berkisar antara 70-80%. Tanah azonal, seperti calcisol yang muncul pada batuan kapur atau fluvisol yang ditemukan pada lembah-lembah, diperlakukan secara terpisah. Kedua jenis tanah ini mencakup kurang dari 5% dari areal studi. Areal Calcisols juga cukup luas, sehingga dapat diperlakukan secara terpisah. Sebaliknya, fluvisol hanya ditemukan di lembah-lembah, biasanya pada tapak yang sempit, perlakuan yang berbeda untuk jenis ini tidak memungkinkan dari segi ekonomi. Fluvisol dan calcisols adalah jenis-jenis tanah dengan persediaan hara yang baik. Namun, berdasarkan kriteria-kriteria PPT (1983), pasokan K pada calcisol adalah rendah, begitu juga pada alisol dan acrisol (lihat Lampiran, Tabel 6). Nilai CEC e pada calcisol sangat tinggi, mencapai > 85 cmolc/kg liat. Nilai PH berkisar antara 5 sampai 7. Rangkuman: Lebih dari 90% dari lahan tanam mempunyai tanah yang telah mengalami berbagai proses alam, dari tanah yang mempunyai persediaan hara yang moderat sampai rendah.
2.2.2 Persediaan Hara dalam Tanah Persediaan hara tanah yang tersedia untuk tanaman adalah fungsi dari konsentrasi elemen-elemen, jumlah bebatuan dan kepadatan tanah. Kepadatan tanah mencapai rata-rata 1,3 cm3/g pada permukaan dan 1,5 cm3/kg pada lapisan bawah. Dalam hal ini, perbedaan antara tanah liat dan pasir adalah kecil. Jumlah bebatuan adalah rendah, kecuali pada tanah calcisol. Rata-rata 9
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh persediaan hara dalam tanah ditemukan paling rendah pada ferralsol/ arenols, lebih tinggi pada acrisol dan paling tinggi pada alisol.Calcisol mempunyai tingkat C, Pt , Ca dan Mg yang lebih tinggi daripada jenis tanah lain. Fluvisol mempunyai tingkat C, Nt , Pt , dan kation Mb di atas rata-rata (lihat Tabel 1). Pada kelompok jenis tanah yang utama dari acrisol/alisol, lebih banyak ditemukan persediaan hara pada tanah liat daripada tanah berpasir (dalam Mackensen 1998).
Tabel 1:
Persediaan C9, Nt, Pt dan kation yang dapat dipertukarkan pada kedalaman tanah 0-100 cm
Jenis tanah Alisol (n=29)
Acrisol (n=7)
Ferrralsol Arenosol (n=4)
Calcisol (n=2) Fluvisol
C
N
P
Na
K
Ca
Mg
Fe
Mn
Al
X Med Stdabw Maks Min X Med Stdabw Maks Min X Med Stdabw Maks Min X
93.0 89.9 19.4 148.2 59.7 83.3 86.1 18.6 108.2 49.2 78.8 75.4 17.4 102.8 61.4 111.4
11.4 11.1 3.2 22.4 6.4 9.1 9.1 1.6 12.2 6.8 5.7 5.4 1.2 7.2 4.5 11.1
1691.0 1606.3 641.4 3742.5 616.9 1186.7 1189.3 231.6 1621.7 917.6 721.4 740.7 57.0 766.4 637.9 2100.8
354.4 393.4 158.7 552.8 95.9 276.6 163.5 147.5 450.9 152.6 372.2 445.2 153.4 455.9 142.4 218.9
756.6 769.9 252.7 1255.2 343.7 693.4 702.7 163.2 947.2 454.5 236 226.9 22.9 269.6 220.5 516.7
1454.6 1185.9 936 4188.7 374.9 1091.7 961.4 626.5 2101.2 504.7 565.5 547 145 749.2 418.9 51012.7
617.7 396.5 517 1876.7 120.8 311.3 271.6 126 501.9 198.4 246.6 278.3 92.6 318.7 111.1 824.1
99.8 81.3 53.8 321.3 0 87 57 67.7 215.5 23.5 89.5 85.1 37.7 134.1 53.7 0
124.0 115.8 64.7 271.4 27.2 67.1 73.6 35.8 104.9 12.6 31.2 31.8 10.4 41.1 20.3 123.5
8454.7 8212.6 2649.1 14925.7 4570.5 6468.4 6384.6 1134.7 8551.2 4844.8 2423.1 19058 1194.1 4199.4 1681.4 486.7
(n=1)
130.3
19.0
4176.6
649.1
1314.5
12537.9
7681.3
0
383.4
2263.9
X=mean; med=median; Stdabw=standar deviasi; maks/min=maksimum/minimum
2.3
Produktivitas Tanaman
Acacia mangium, Eucalyptus deglupta dan Paraserianthes falcataria (syn Albizia Falcataria) adalah ketiga jenis pohon utama yang digunakan oleh PT IHM. Tujuan utama adalah produksi kayu pulp. Sampai tahun 1996, 80% dari lahan telah ditanami dengan Eucalyptus deglupta. Karena hasil dari jenis 10
Hasil-hasil pohon ini tidak memuaskan, 70-80% lahan ditanami dengan Acacia mangium sejak tahun 1996. Acacia mangium adalah jenis pohon yang yang paling bayak ditanam di hutan tanaman di Indonesia dan Malaysia. Apapun jenis pohonnya, jarak tanam yang digunakan PT IHM adalah 3 x 3 m. Sedangkan rotasi tanam yang direncanakan untuk tanaman yang ada adalah 8 tahun. Penjarangan tidak dilaksanakan. Hasil yang diharapkan (ATG 8) adalah 25 m3/ha per tahunnya, sehingga efisiensi panennya adalah sebesar 200 m3/ha setelah 8 tahun. 2.3.1 Inventarisasi Tegakan Dalam kaitannya dengan analisis profil tanah (lihat Bab 2.2.1), sebanyak 42 baris tanaman telah dipelajari. Pada tapak seluas 0,05 ha untuk Eucalyptus deglupta dan Acacia mangium dengan usia yang berbeda beda, diameter setinggi dada (breast height diameter/DBH) dan tinggi pohon dicatat. Nilainilainya dirangkum pada Tabel 2. Hasil yang digunakan sebagai dasar kalkulasi investasi biasanya pada tegakan Acacia mangium melebihi perkiraan dan pada tegakan Eucalyptus deglupta tidak tercapai. Volume tebangan yang tinggi pada Acacia pada rotasi pertama disebabkan karena kepadatan tanaman yang tinggi dan besarnya jumlah batang per pohon dari provenance yang digunakan (“Queensland”). Berdasarkan kriteria klasifikasi hasil (GH5) yang diberikan oleh Fross (1994), produktivitas tanaman Acacia yang diteliti dapat diklasifikasikan menjadi moderat sampai rendah. Acacia mangium adalah tanaman perintis yang tidak banyak membutuhkan perawatan, dan dapat menghasilkan output yang tinggi pada rotasi pertama bahkan pada lahan miskin sekalipun (ferrasol, arenosol, lihat Bab 2.2.1).
11
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh Pertumbuhan Eucalyptus Deglupta yang lebih rendah disebabkan karena pilihan lahan yang kurang sesuai, dan kurangnya perawatan tanaman. Jenis pohon ini membutuhkan tanah yang dalam dan pasokan air yang baik (contoh fluvisol). Saat tahap pertumbuhan awal, Eucalyptus deglupta tidak dapat bersaing dengan gulma dan tingkat kematiannya cukup tinggi, terutama jika tidak dilakukan perawatan yang memadai (lihat Tabel 2, Mackensen 1998). Korelasi yang relatif jelas antara relief dan produktivitas jajaran pohon dapat diamati. Tegakan-tegakan pada bagian bawah lereng dan lembah biasanya lebih tinggi daripada tegakan-tegakan di tapak bagian atas dan puncak lereng. Namun, pada prakteknya hal ini tidak begitu penting pada areal studi karena disana perubahan topografi terjadi pada areal-areal yang kecil (lereng disana pendek-pendek, lihat Bab 2.2.1).
12
Hasil-hasil Tabel 2:
Parameter tegakan untuk Acacia mangium (Am) dan Eucaslyptus deglupta (Ed). Jenis
ATG (m3 ha –1)
Vol (m3 ha –1)
GH (m)
Ed Am Ed Am Ed Ed Am Ed Ed Am Ed Am Ed Ed Am Ed Ed Am Ed Am Ed Ed Am Ed
Umur (th) 7.5 7.5 8.5 8.5 9.5 9.5 9.5 14.5 7.5 7.5 8.5 8.5 9.5 9.5 9.5 14.5 7.5 7.5 8.5 8.5 9.5 9.5 9.5 14.5
n
Rata-rat
Selang Nilai
6 4 15 2 4 2 3 6 6 4 15 2 4 2 3 6 6 4 15 2 4 2 3 6
14.3 50.5 16.1 47.4 27.1 17.0 42.1 20.3 97 379 136 404 257 161 400 295 19.7 27.5 27.5 20.6 26.1 24.2 29.0 31.6
6.3-17.7 43.4-59.2 5.2-23.2 36.2-58.8 22.8-33.1 34.9-53.8 13.8-28.3 46.9-132.5 325.4-444 44.4-196.9 307.8-500 216.8-314.6 149.8-172.7 331.8-510.9 200.4-410.3 14.2-24,2 25.2-29.2 15.4-25.9 27-28 24.2-27.6 23.7-24.6 26.4-31.6 27.9-37.5
Kerapatan Tegakan (%) 51 (24-78) 100 962-169) 71 (42-89) 84 (53-115) 69 (55-78) 52 100 (75-118) 36 (24-44)
Atg=average total increment (riap rata-rata total) untuk umur tertentu, Vol=volume batang kayu; GH= tinggi 5 pohon tertinggi pada tiap tapak (0.05 ha); stand density= jumlah pohon yang masih tumbuh dalam kaitannya dengan jumlah yang ditanam (n=111 ha-1); n=jumlah plot penelitian; nilai > 100% disebabkan oleh pohon dengan beberapa batang. Untuk basis kalkulasi lihat Mackensen (1998)
2.3.2 Persediaan Hara didalam Tegakan Persediaan hara tergantung pada volume tegakan dan konsentrasi elemenelemen pada masing-masing kompartemen/bagian dari tegakan. Kompartemen tegakan yang dipertimbangkan/diperhatikan meliputi batang kayu, kulit, cabang/ranting dan daun. Dalam pemanenan, batang kayu dan kulit diangkut keluar dari lokasi (bagian yang diekspor), sedangkan 13
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh cabang/ranting dan daun ditinggalkan di lokasi sebagai sisa phytomassa. Kompartemen lainnya yang dianalisis termasuk tumbuhan bawah (vegetasi pendamping) dan horizon organik-O.
2,0
1,5
N [%]
P [mg g-1]
1,5 1,0 1,0 0,5
0,5 0,0 30 K [mg g-1]
0,0 20 Ca [mg g-1] 15
20
10 10 5
Gambar 1:
Pf-R
Pf-H
Am-R
Am-H
Pf-R
0,0
Pf-H
0
Am-R
0,2
Am-H
1
Ed-R
0,4
Ed-H
2
Mn [mg g-1]
Ed-R
Mg [mg g-1]
0 0,6
Ed-H
0 3
Konsentrasi hara pada batang kayu (H) dan kulit (R) dari Eucalyptus deglupta (Ed) dan Acacia mangium (Am) dan Paraserianthes falcataria (Pf). N=15 untuk masing-masing kasus.
14
Hasil-hasil Persediaaan hara berbeda-beda menurut jenis pohon. Gambar 1 menunjukkan konsentrasi elemen-elemen pada bagian/kompartemen batang kayu dan kulit untuk jenis-jenis pohon terpenting. Tingkat hara pada kulit pohon sangat tinggi. Berdasarkan data yang tersedia (Ruhiyat 1989; Mackensen 1998), korelasi antara pohon dan volume tegakan dan berat kering dari batang, kulit, ranting dan daun untuk jenis-jenis pohon terpenting dapat dibuat. Karena itu, dengan menggunakan data konsentrasi, pasokan hara dapat diperkirakan untuk tingkat pasokan tegakan tertentu (lihat Lampiran, Tabel 7,8). Dengan asumsi volume panen sebesar 350 m3/ha, misalnya, jumlah hara yang hilang dari batang dan kulit Acacia mangium adalah sebesar 266-332kg N/ha, 3.44.3kg P/ha, 34-46 kg Na/ha, 93-119 kg K/ha, 192-259 kg Ca/ha dan 14-16 kg Mg/ha (lihat Lampiran, Tabel 7,8). Data yang lebih rinci mengenai persediaan bioelemen pada sisa phytomassa, vegetasi pendamping dan horizon organik-O dapat ditemukan di Ruhiyat (1989) dan Mackensen (1998). Rangkuman: Pemanenan tegakan mengakibatkan hilangnya unsur hara (unsur-unsur hara diangkut keluar bersamaan dengan hasil panen). Besar kehilangan tersebut tergantung pada volume panen dan tingkat hara pada batang dan kulit yang spesifik untuk setiap jenis.
2.4
Budget Unsur Hara
2.4.1 Budget Unsur Hara dan Pengelolaan Tegakan Gambar 2-5 menunjukkan parameter-parameter sistem pengelolaan tegakan yang paling penting. Parameter-parameter ini digunakan sebagai variabel input pada perhitungan budget unsur hara.
15
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh
a
c 2 3
1 d b
Gambar 2:
e
Tegakan hutan tanaman pada tahap tegakan tertutup. Ada 3 kemungkinan varian tumbuhan bawah, yaitu: 1) hanya horizon organikO; 2) vegetasi pendamping herbal seperti Imperata cylindrica atau Chromolaena odorata; 3) vegetasi pendamping dengan tanaman pionir seperti jenis Macaranga atau jenis kayu yang berharga (contohnya Eusideroxylin zwaageri). Aliran berbagai unsur yang diperhitungkan antara lain: a) deposisi presipitasi, b) pencucian tanah, c) penyerapan hara, d) pelapukan batuan induk, e) fiksasi N.
16
Hasil-hasil Budget unsur hara digunakan untuk menilai stabilitas ekosistem (Ulrich 1993). Jika terjadi ketidak seimbangan antara input dan output unsur-unsur dalam suatu sistem, maka dapat diasumsikan bahwa dalam jangka panjang karakter sistem ini akan berubah dan status hara akan bergeser ke tingkat yang lebih tinggi atau sebaliknya. Berdasarkan budget unsur hara, kelangsungan suatu bentuk pengelolaan dapat dievaluasi dan kebutuhan dan jumlah penggantian unsur hara dapat diperkirakan.
1
2 a
d
c d b
c
Gambar 3:
Hutan tanaman pada tahap tebang habis. Perbedaan dibuat antar 1) penggunaan alat-alat berat diatas tanah dan 2) penggunaan sistem kabel yang menjaga kondisi tanah. Proses-proses yang ada adalah: a) pemanenan, b) sisa phytomass ditinggalkan di lokasi, c) pemadatan tanah dan kerusakan tanah permukaan, dan d) erosi parit dan lembar.
17
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh Dalam mempersiapkan budget unsur hara, pada umumnya dibedakan antara parameter-parameter persediaan dan aliran unsur hara. Aliran ini dapat dibedakan lebih lanjut menjadi aliran dalam sistem itu sendiri dan aliran antar sistem. Aliran dalam suatu sistem adalah parameter-parameter yang mendorong perubahan utama pada kompartemen-kompartemen sistem (serasah, pencucian tajuk, dsb). Aliran antar sistem adalah parameterparameter yang melintasi perbatasan antara masing-masing sistem (curah hujan, pengikisan, dsb).
a 1
2
c
d b
c b
Gambar 4:
Tahap tebang habis dan penyiapan lahan. Perbedaan dibuat antara 1) persiapan lahan dengan membakar sisa-sisa tanaman dan 2) meninggalkan sisa-sisa tanaman di lokasi. Jika pilihan kedua yang dipilih, maka tempat atau jalur tanam harus dibuat sebelum tanaman muda ditanam. Proses-proses yang ada adalah: a) hilangnya hara melalui penguapan dan terbangnya abu sisa pembakaran, b) pencucian abu dan mineral-mineral tanah yang tak terlindungi, c) erosi parit dan lembar, d) vegetasi sekunder.
18
Hasil-hasil
1
2 b
a
Gambar 5:
Hutan tanaman yang tumbuh pada tahap terbuka (1) dan tertutup (2). Tampak juga 1) persaingan antara pohon dan tumbuhan bawah pada tahap terbuka dan 2) pemeliharaan lahan melalui pengawasan dan pemantauan tumbuhan bawah.
Berbagai tahap penanaman dapat dibeda bedakan. Tahap tebang habis (pembersihan) adalah periode setelah konversi lahan atau setelah pemanenan tegakan sebelum penanaman kembali. Fase tegakan terbuka adalah periode antara penanaman tanaman sampai penutupan tajuk, yaitu masa transisi sebelum tegakan tersebut tertutup. Fase selanjutnya mencakup periode antara menutupnya tajuk dan dewasanya tanaman, yang menunjukkan perbedaan terbesar dengan fase tebang habis berikutnya.
19
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh Perbedaan dibuat antara pendekatan-pendekatan neraca panen dan neraca total (lihat Bab 2.4.3; 2.4.4). Jika mereka digunakan sebagai referensi untuk satu tahapan rotasi, kedua pendekatan ini sifatnya statis murni. Umtuk menentukan keseimbangan secara berkelanjutan, artinya yang meliputi beberapa rotasi, harus dibuat asumsi-asumsi mengenai dinamika dari parameter masingmasing tapak. Pada dasarnya terdapat 3 skenario produktivitas lahan untuk jangka waktu tertentu sebagai fungsi sifat-sifat kima dan fisik tanah (Gambar 6):
(a) produktivitas yang tetap/konstan; (b)
(b) produktivitas yang naik pada rotasi selanjutnya;
(a)
(c,d) produktivitas yang menurun.
(c) (d)
Skenario pertama (a) sesuai untuk tapak dengan pasokan yang optimal jika jenis pohon yang sesuai dipilih untuk tapak tersebut. Skenario kedua (b) dapat terjadi di tapak-tapak yang telah kondisinya membaikm contohnya setelah melalui tahapan hutan pionir. Degradasi lahan (skenario c dan d) bisa disebabkan karena jenis pohon yang dipilih tidak sesuai ataupun bentuk manajemen yang keliru. Walaupun luas hutan tanaman, khususnya di Asia Tenggara, meningkat dengan cepat, selama ini hanya ada beberapa studi mengenai produktivitas hutan tanaman tropis selama beberapa rotasi yang didokumentasikan. Produktivitas yang menurun pada rotasi kedua dan ketiga telah dicatat pada konsesi pengusahaan hutan SSSB di Sabah, Malaysia (jenis pohon utama: Acacia mangium dan Eucalyptus) (Chia, komunikasi personal) dan pada 20
Hasil-hasil hutan tanaman Paraserianthes di Jawa, Indonesia (Fakuara, komunikasi personal). Perkecualian dalam hal ini dapat dijumpai pada tanah dengan suplai unsur hara yang sangat baik, seperti disekitar gunung berapi atau pada daerahdaerah subtropis dibawah kondisi tertentu (dalam Evans 1988). Untuk mayoritas hutan tanaman di daerah tropis, kemungkinan besar akan terjadi penurunan produktivitas pada masa mendatang. 2.4.2
Kuantifikasi Aliran-aliran Unsur Hara
2.4.2.1
Parameter-parameter Aliran Unsur Hara yang Tidak Dipengaruhi oleh Kegiatan Pengelolaan
Disini parameter-parameter aliran unsur hara yang tidak dipengaruhi oleh kegiatatan pengelolaan (manajemen) adalah variabel-variabel aliran didalam sistem yang terjadi sebagai (biasa disebut) aliran-aliran dasar tanpa memperhatikan jenis dan intensitas manajemen. Aliran-aliran dasar terpenting untuk unsur hara adalah deposisi atmosfir, pelapukan bebatuan, fiksasi N secara biologis dan pencucian.
2.4.2.2
Parameter-parameter Aliran Unsur Hara yang Dipengaruhi oleh Kegiatan Pengelolaan
Konversi hutan alam menjadi lahan untuk tujuan pemanfaatan lainnya dan perubahan rotasi di hutan tanaman mengakibatkan perubahan-perubahan dari parameter-parameter hydrologi, mikroiklim, kimia dan fisik tanah dari sistem tersebut. Perubahan-perubahan ini mengarah pada kehilangan unsur hara. Variabel-variabel kehilangan yang diperhitungkan dalam budget unsur hara antara lain unsur hara yang hilang saat pemanenan, pencucian tanah akibat manajemen, erosi, penguapan dan terbangnya abu saat pembakaran.
21
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh Agar variabel-variabel aliran unsur hara dapat diaplikasikan pada hutan tanaman tertentu, parameter-parameter individu diekspresikan sebagai fungsi dari suatu variabel yang relevan dalam manajemen hutan tanaman dan diterapkan pada fase tegakan atau tahap manajemen yang relevan (dalam Mackensen 1998). Oleh karena itu, ekspor hara pada saat pemanenan merupakan fungsi dari konsentrasi unsur hara jenis pohon tertentu pada bagian-bagian pohon yang diekspor (batang dan kulit, lihat Bab 2.3.2) dan volume panen. Pencucian tanah akibat manajemen dan kerugian akibat pembakaran adalah fungsi dari persediaan unsur hara pada sisa tumbuhan (termasuk tumbuhan bawah dan horizon orgnik-O). Hilangnya unsur hara akibat pencucian tanah dimodifikasi oleh curah hujan dan kapasitas penyangga tanah. Kerugian akibat pembakaran tergantung dari intensitas kebakaran. Kerugian akibat erosi dalam konteks ini adalah fungsi dari kandungan unsur hara pada tanah permukaan.
500
E Am, Ed, Pf = element export with harvest for Acacia mangium, Eucalyptus deglupta and Paraserianthes falcataria with a harvest volume of 100, 200 and 3 0 0 m3 h -1a .
Nt [kg ha-1]
400
Nie = input via precipitation (data from literature).
300
Aw = output via leaching (data from literature for primary tropical forests).
200
mAw = management-dependent leaching in case of conversion of stands Ero = management depending leaching in case of conversion of stands.
100
Br = losses by burning ( with a residual vegetation of 200 m3 ha-1 ).
0 E Am E Ed
Gambar 7:
22
E Pf
Nie
Aw
mAw
Ero
Br
Penaksiran aliran Nt yang berbeda-beda dalam 1 periode rotasi.
Hasil-hasil
40
E Am, Ed, Pf = element export with harvest for Acacia mangium, Eucalyptus deglupta and Paraserianthes falcataria with a harvest volume of 100, 200 and 3 -1 300 m ha.
P t [kg ha-1]
30
Nie = input via precipitation (data from literature). Aw = output via leaching (data from literature for primary tropical forests).
20
mAw = management-dependent leaching in case of conversion of stands
10
Ero = management depending leaching in case of conversion of stands. Br = losses by burning ( with a residual vegetation of 200 m3 ha -1 ).
0 E Am E Ed
Gambar 8:
E Pf
Nie
Aw
mAw
Ero
Br
Perkiraan aliran Pt yang berbeda-beda dalam 1 periode rotasi.
Pada Gambar 7 dan 8 (dan di Lampiran, Tabel 9), hilangnya unsur hara N dan P pada tahap tebang habis sebagai akibat dari pencucian yang disebabkan oleh manajemen, erosi dan pembakaran dihitung dan dikorelasikan dengan unsur hara yang hilang saat panen, dengan asumsi volume panen sebesar 100, 200 atau 300 m3/ha. Aliran-aliran dasar berbentuk curah hujan dan aliran air permukaan juga diberikan. Variabel-variabel ini diekstrapolasikan untuk periode rotasi selama 8 tahun. Jika kita membandingkan unsur hara yang masuk melalui air hujan dan unsur hara yang keluar melalui pencucian tanah yang bukan diakibatkan oleh manajemen, terdapat input yang lebih tinggi untuk N dan Pt (lihat Gambar 7, 8), sementara output K, Ca, dan Mg lebih tinggi daripada inputnya (lihat Lampiran, Tabel 10). Bagaimanapun, secara ideal aliran-aliran dasar berbentuk air hujan dan pencucian tanah harus diseimbangkan dalam jangka panjang (Bruijnzeel 1990; Lesack dan Melack 1996; Mackensen 1998).
23
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh Rangkuman: Dengan memperhitungkan aliran-aliran unsur hara terpenting, input ternyata lebih rendah daripada output untuk semua elemen yang dibahas. Sistem hutan tanaman mempunyai budget unsur hara yang negatif.
Berdasarkan estimasi yang sangat konservatif, jika volume panen diasumsikan sebesar 200 m3/ha, maka N yang hilang akibat kegiatan pengelolaan/manajemen (di atas dan di luar hara yang hilang saat panen) berkisar antara 80-170% dari seluruh unsur hara yang hilang pada saat panen, tergantung jenis pohonnya. Kehilangan P diperkirakan sebesar 80-250% pada kondisi yang sama (lihat Lampiran, Tabel 9). Hal ini berarti bahwa, tergantung dari bentuk manajemennya, kehilangan unsur hara sekunder paling tidak setinggi, atau lebih tinggi daripada kehilangan unsur hara saat panen. Pada Lampiran (Tabel 10), kehilangan unsur-unsur K, Ca, dan Mg akibat manajemen dibandingkan satu sama lainnya. Jika dibandingkan dengan unsur hara yang hilang pada saat panen, maka kehilangan unsur hara tambahan yang dianggap sebagai akibat manajemen hutan tanaman berkisar antara 40-280% untuk K, tergantung jenis tanamannya. Hilangnya Ca akibat pemanenan sangat tinggi, sehingga akibatnya tambahan kehilangan Ca akibat manajemen relatif rendah, yaitu berkisar antara 16 sampai 190%. Hilangnya Mg akibat manajemen sangat tinggi, yaitu mencapai 70-450% darip unsur-unsur hara yang hilang melalui pemanenan. Rangkuman: Sebagai tambahan untuk kehilangan unsur hara akibat pemanenan tegakan (unsur hara yang terambil berikut hasil panen), sejumlah besar kehilangan unsur hara tambahan (kehilangan akibat manajemen) per satuan areanya akan terjadi dalam pengelolaan hutan tanaman.
24
Hasil-hasil 2.4.3 Neraca Panen Neraca panen hanya memperhitungkan jumlah unsur hara yang hilang (diangkut keluar lokasi) pada saat panen (lihat Bab 2.3.2) dan membandingkannya dengan persediaan unsur hara dalam tanah (lihat Bab 2.2.2). Data output relatif (dalam %) merujuk kepada persediaan unsur-unsur pada bagian-bagian yang diambil (diangkut) keluar pada saat panen (batang dan kayu) dan tanah (lihat Tabel 3). Persediaan hara pada sisa-sisa tumbuhan yang tidak diambil, seperti pada tajuk pohon, akar dan tumbuhan bawah, tidak diperhitungkan dalam neraca ini. Untuk menentukan neraca ini, diasumsikan bahwa jumlah unsur hara yang tersimpan dalam bagian-bagian tersebut konstan secara kuantitatif dalam pertumbuhan tegakan generasi kedua dan seterusnya (produktivitas konstan, lihat Gambar 6). Hasil dari neraca panen untuk Acacia mangium dirangkum dalam Tabel 3. Karena jenis Acacia dapat menyerap N dari udara, status N untuk jenis ini dapat diabaikan. Jika persediaan Ca dan K dalam tanah adalah rendah (lihat alisol berpasir, ferralsol/arenosol), 18-30% dari unsur hara yang tersedia dalam sistem akan hilang pada rotasi pertama (lihat Tabel3). Bahkan pada tanah dengan pasokan unsur hara yang sedang, harus diperhitungkan bahwa sampai sekitar 10% dari persediaan unsur hara akan hilang melalui pemanenan.
25
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh Tabel 3: Perbandingan ekspor hara relatif untuk Acacia mangium apabila hanya batang kayu saja yang dipanen (H) dan kayu serta kulit (HR) dalam kaitannya dengan persediaan unsur hara dalam tanah (0-100cm) dan pada batang dan kulit. Data (dalam %) Alisol medium Kaya alisol Miskin alisol Acrisol Ferral/arenosol calcisol
Navail Pavail K Ca Mg Mn H HR H HR H HR H HR H HR H HR 12.6 24.0 1.3 3.1 3.7 8.8 3.2 9.9 0.9 1.6 0.0 0.5 6.8 13.9 0.6 1.4 2.2 5.5 1.1 3.7 0.3 0.5 0.0 0,2 20.4 36.0 3.4 8.0 7.7 17.5 11.3 30.0 4.3 7.5 0.1 2.3 15.3 28.4 1.8 4.3 4.0 9.5 4.2 12.8 1.7 3.0 0.1 0.9 22.4 38.7 2.9 6.9 10.9 23.6 7.8 22.1 2.1 3.8 0.1 2.0 12.9 24.5 1.0 2.5 5.3 12.3 0.1 0.3 0.7 1.2 0.0 0.5
54.4 59.5 60.3 Bagian batang yang diekspor Navail dan Pavail adalah fraksi N dan P yang tersedia untuk tanaman.
70.3
44.8
Semua data didasari volume panen sebesar 200m3ha1
Rangkuman: Menurut hasil neraca panen, proporsi unsur hara yang hilang bersama kulit adalah sebesar 45-94%. Jika kulit ditinggalkan pada lokasi tersebut, maka kehilangan tersebut akan jauh lebih rendah.
Gambar 9 dan 10 menunjukkan kehilangan unsur hara untuk volume panen yang berbeda-beda tergantung pada persediaan unsur hara didalam tanah (lihat Tabel 1). Jika volume panen lebih besar atau kedalaman tanah kurang, maka jumlah unsur hara yang hilang melalui pemanenan akan meningkat (lihat Gambar 9,10; Lampiran, Tabel 7,8; dalam Mackensen 1998).
26
94.2
Hasil-hasil
Export [% of pools in soil and harvest]
80 70 60 50
R 400 m 3 R = Export by harvesting calculated with data of element concentration from Ruhiyat (1989) R 200 m 3 400 m 3 300 m 3
40
200 m3
30
100 m3
20 10 0 100 300 500 700 900 1100 -1 Pools of exchangeable K [kg ha ] in the soil
Gambar 9:
1300
1500
Proporsi ekspor K (%) dalam kaitannya dengan persediaannya dalam tanah dan hasil panen (m3 ) untuk Acacia mangium
Export [% of pools in soil and harvest]
80 400 m3 70 60 50
300 m3 200 m3 100 m3
40 30 20 10 0 100
300
600
900 1200 1500 1800 2100 2400 2700 -1
Pools of exchangeable Ca [kg ha ] in the soil
Gambar 10: Proporsi ekspor Ca (%) dalam kaitannya dengan persediaannya dalam tanah dan hasil panen (m3 ) untuk Acacia mangium
Rangkuman: Kehilangan unsur hara akibat panen mencapai 20% dari persediaannya. Artinya, jika produktivitas tegakan konstan, maka persediaan kation-kation dasar akan habis paling lambat setelah 5 tahun. Tapak tersebut nantinya mengalami defisiensi unsur hara atau terdegradasi. 27
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh
2.4.4 Neraca Total Disamping variabel-variabel yang termasuk dalam neraca panen, neraca total (keseluruhan) juga memperhitungkan parameter aliran-aliran unsur hara yang disebutkan dalam Bab 2.4.2. Jumlah dari semua variabel kehilangan dikorelasikan dengan persediaan dalam sistem. Persediaan dalam sistem mencakup persediaan hara dalam tanah (0-100cm), pohon-pohon, horizon organik-O dan tumbuhan bawah. Persediaan unsur hara dalam akar tidak diperhitungkan. Neraca total digambarkan baik untuk manajemen lahan secara konvensional maupun dalam bentuk alternatif lainnya (dalam Mackensen 1998). Dalam konteks ini, manajemen lahan secara konvensional adalah penggunaan mesin (traktor, mesin pemanen, dsb) dan pembakaran sisa tebangan. Dalam pendekatan tersebut, varian maksimum dan minimum (Max 200 dan Min 200) dipisahkan. Sementara itu, manajemen lahan alternatif didefinisikan sebagai minimalisasi kerusakan tanah dengan menggunakan metode panen yang menjaga kelestarian tanah (misalnya sistem kabel) dan tanpa pembakaran sisa penebangan (Alt 200). Varian-varian tersebut digunakan dengan asumsi volume panen sebesar 200 m3/ha (lihat Bab 2.3). Jika volume panen lebih besar dari itu (lihat Tabel2) persediaan akan habis dalam jangka waktu yang lebih cepat. Tergantung kepada lokasi, intensitas manajemen dan jenis tanamannya, K yang hilang setelah 1 rotasi tanam berkisar antara 7-65% dari persediaan dalam sistem tersebut. Untuk Ca, nilai ini bisa mencapai 50%. Untuk P dan Mg, nilainya bisa mencapai 35%, terutama pada tanah yang miskin hara (lihat Lampiran, Tabel 11). Bahkan pada tanah dengan pasokan hara yang baik (fluvisol, calcisol, dan alisols berlempung pada lereng bagian bawah),
28
Hasil-hasil persediaan K dan N pada lahan yang dikelola secara konvensional telah habis setelah 2 atau 3 rotasi. Produktivitas yang menurun dan degradasi tanah dapat ditemukan pada bagian atas dan puncak lereng karena miskinnya kandungan unsur hara. Selain itu, tapak ini paling mudah terkena erosi. Dengan menggunakan manajemen lahan alternatif (Alt 200) dimana sisa tumbuhan tidak dibakar dan tindakan-tindakan pelestarian tanah diterapkan (penggunaan mesin yang ringan, dsb.), unsur hara yang hilang dalam satu rotasi bisa ditekan hingga 50% (lihat Lampiran, Tabel 11). Rangkuman: Tindakan-tindakan manajemen alternatif dapat mengurangi hilangnya unsur hara pada hutan tanaman cepat-tumbuh sebesar 50% (setengahnya).
Tergantung kepada intensitas pengelolaan/manajemen, semua tindakan manajemen mengakibatkan penurunan kualitas lahan. Hal ini terutama dapat dijumpai pada horizon organik-O. Hilangnya zat organik menyebabkan berkurangnya kapasitas pergantian kation dan penyimpanan air dari lapisan tanah atas. Tanah tidak lagi dilindungi oleh horizon O sehingga sangat lebih mudah tererosi, lebih banyak dipadatkan akibat penggunaan mesin dan lebih cepat mengering. Selain itu persediaan N dan P yang ada terurai dan habis dalam jangka waktu yang lebih cepat. (lihat diskusi rinci di Mackensen 1998;Klinge 1998; Malmer dan Grip 1994). Perkiraan kehilangan total unsur hara menunjukkan kebutuhan untuk mengambil tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menggantikan dan mengurangi unsur hara yang hilang akibat manajemen sehingga dapat
29
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh memperbaiki status hara tegakan dan meningkatkan produktivitasnya sebagai bagian dari manajemen hutan tanaman secara lestari. Rangkuman: Pengurangan jumlah unsur hara yang hilang dan pergantiannya sangat vital dalam usaha untuk mencapai pengelolaan secara lestari dari hutan tanaman cepat-tumbuh pada tapak yang dijadikan objek studi.
2.5
Penggantian Unsur Hara
Metode langsung untuk menggantikan unsur hara yang hilang adalah dengan menggunakan pupuk mineral atau pupuk organik. Tindakan ini dapat mengembalikan tingkat hara ke tingkat semula. Berlawanan dengan tindakan pemupukan untuk meningkatkan kualitas lahan, dimana sejumlah unsur hara tambahan digunakan untuk meningkatkan produktivitas, pemupukan untuk memulihkan kandungan unsur-hara pada dasarnya dirancang untuk mempertahankan tingkat produktivitas. Akan tetapi, kedua bentuk pemupukan tersebut tidak dapat dibedakan dengan jelas. Efisiensi penyerapan unsur hara oleh tanaman dan interaksinya dengan kimia tanah harus diperhitungkan dalam hal pemupukan. Penggunaan pupuk pada manajemen lahan konvensional biasanya dipandang oleh perusahaan sebagai usaha untuk meningkatkan produktivitas tanah. Jumlah pupuk yang digunakan biasanya ditentukan berdasarkan hasil eksperimen pada tegakan-tegakan muda atau data literatur yang tersedia. Biasanya pupuk standar yang digunakan, dan biasanya pupuk diberikan tanpa memperhatikan jenis pohon ataupun kondisi lahan. Oleh karena kondisi tanah sudah bersifat asam atau sangat asam (lihat Tabel 6), hanya pupuk yang tidak atau sedikit menambah keasaman tanah yang dapat digunakan. Untuk menghitung jumlah pupuk yang dibutuhkan untuk 30
Hasil-hasil menggantikan unsur hara yang hilang, diasumsikan tingkat pengunaan sebagai berikut: pupuk N dan K 50-70% dan pupuk P 10-40%. Terutama untuk pupuk P, diasumsikan bahwa terdapat tingkat pengikatan P (imobilisasi) yang tinggi pada lahan yang dijadikan objek studi (dalam Gruneberg 1983; Voss et al 1977). Karena itu, bagaimanapun besarnya jumlah pupuk P yang digunakan, hanya sebagian kecil yang akan diserap oleh tanaman. Dengan membandingkan jumlah pupuk yang aktuel digunakan dan yang dibutuhkan untuk menggantikan unsur hara yang hilang akibat pemanenan (lihat Bab 2.4.3), dapat dilihat bahwa terdapat kebutuhan akan pemupukan yang jauh lebih besar. Tergantung dari jenis jenis pohon, jenis pupuk yang digunakan, dan tingkat pemanfaatannya, jumlah pupuk N yang digunakan harus ditingkatkan sebesar 8-22 kali. Untuk P, dengan asumsi bahwa tingkat penggunaan adalah sebesar 40 %, jumlah yang diberikan saat ini sudah memadai. Sementara itu untuk menggantikan kehilangan K selama pemanenan, jumlah pupuk yang digunakan harus ditingkatkan sebesar 6-17 kali lipat. Jumlah pupuk yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan hara total (lihat Bab 2.4.4) jauh lebih tinggi daripada yang telah digunakan selama ini (lihat Lampiran, Tabel 12-14). Manajemen pemupukan perlu bervariasi menurut jenis pohonyang berbeda. Misalnya pada Eucalyptus deglupta lebih banyak dibutuhkan pupuk K daripada Acacia mangium. Komposisi hara pupuk standar (contohnya pupuk NPK) kurang memadai untuk menggantikan hara yang hilang (dalam Mackensen 1998).
31
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh Rangkuman: Jumlah pupuk yang digunakan saat ini di hutan tanaman kurang memadai untuk menggantikan unsur hara yang hilang. Manajemen pemupukan yang sesuai tapak dan jenis pohon diperlukan untuk menggantikan unsur hara yang hilang akibat kegiatan pengelolaan. Selain pemupukan, pembasaan tanah juga diperlukan pada beberapa tapak tertentu. Terutama pada tapak dengan saturasi Aluminium yang tinggi pada lapisan atas tanahnya, pengapuran diperlukan untuk mengurangi kadar aluminium didalam tanah dan fiksasi P. Karena itu, pada tanah dengan nilai PH < 4.7 sebaiknya dilakukan pembasaan dengan 2.5 Mg batu dolomit per ha. Untuk tapak yang kandungan aluminiumnya > 80 % pada lapisan atas tanahnya, 8 Mg batu kapur per ha diperlukan untuk mengatasi keasaman (dalam Mackensen 1998). Dalam manajemen hutan tanaman PT IHM, hanya kurang dari 1 Mg batu kapur per ha yang digunakan saat ini. Rangkuman: Tindakan-tindakan yang saat ini diterapkan untuk memperbaiki kualitas tanah tidak memadai untuk menjamin tersedianya unsur-unsur hara dalam jangka panjang.
2.6
Ekonomi Hutan Tanaman
2.6.1 Biaya pemupukan untuk menggantikan unsur hara yang hilang Jumlah pupuk yang diperlukan untuk menggantikan unsur hara yang hilang untuk mencapai keseimbangan hara yang lestari (lihat Bab 2.5), mengakibatkan timbulnya biaya tambahan. Tabel 4 membandingkan biaya pemupukan PT IHM dan biaya penggantian hara yang hilang saat panen (biaya 1996/1997, dalam Mackensen 1998). Biaya pemupukan PT IHM mencapai Rp193,680 per ha untuk setiap rotasi. Kalkulasi ini berdasarkan
32
Hasil-hasil 100 g NPK, 40 g TSP, 840 g batu kapur per tanaman, dengan kerapatan tegakan sebesar 800 pohon per ha. Jika jenis-jenis pupuk yang digunakan perusahaan diterapkan untuk menggantikan hara yang hilang saat pemanenan (lihat Bab 2.4.3), pengeluaran untuk pupuk akan naik sebesar 13,7 atau 10,7 kali lipat (lihat Tabel 4). Jika pupuk N tidak digunakan untuk jenis pohon pengikat N seperti Acacia mangium, biaya akan naik sebesar 5,2 kali lipat (Tabel 4, lihat Lampiran Tabel 15).
Tabel 4:
Perbandingan antara biaya yang dikeluarkan untuk pupuk saat ini dan biaya untuk mengkompensasi unsur hara yang hilang pada saat pemanenan (volume panen 200 m3 /ha)
Varian Pengeluaran saat ini (PT IHM,1996) termasuk NPK,TSP dan dolomit Kompensasi ekspor saat panen dengan pupuk standar (NPK,TSP,dolomit) Kompensasi ekspor saat panen (NPK,TSP,dolomit) tanpa NPK-N untuk Acacia mangium Kompensasi ekspor saat panen dengan pupuk alternatif (Urea, TSP, potash,dolomit).
Biaya pemupukan PT IHM Am Ed Rp/ha % Rp/ha % Rp/ha 193.680 100
Kompensasi ekspor saat panen dengan pupuk alternatif (TSP, potash,dolomit) tanpa pupuk N untuk Acacia
2.654.475
1371
1.007.005
520
783.838
405
505.990
261
%
2.076.880
1072
820.039
423
(Am) Acacia mangium; (Ed) Eucalyptus deglupta. Volume panen pada setiap tegakan: 200 m3/ha. Biaya pada tahun 1996/1997 (1 $US=Rp 2.200).
33
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh Jika jenis pupuk yang lebih efektif digunakan (urea, CIRP dan K2SO4), biaya pupuk untuk menggantikan hara yang hilang saat pemanenan (termasuk batu kapur dolomit) lebih rendah, tetapi masih 2,6 kali (Acacia mangium tanpa urea) dan 4,2 kali lipat (Eucalyptus deglupta) lebih tinggi daripada biaya penggunaan pupuk perusahaan pada saat ini (lihat Tabel 4). Jika dibandingkan dengan data untuk Acacia mangium, program pemupukan untuk Eucalyptus deglupta lebih mahal sebesar kurang lebih 60 %. Karena biaya yang lebih tinggi tersebut, jenis pohon ini hanya menguntungkan di tapak yang baik pasokan haranya (fluvisol, calcisol, alisol dengan kandungan hara diatas rata-rata, lihat Bab 2.2), dimana pemupukan untuk menggantikan hara yang hilang tidak diperlukan atan hanya diperlukan dalam jumlah yang terbatas pada rotasi berikutnya (contoh pupuk K pada calcisol)(dalam Mackensen 1998). Menggantikan seluruh unsur hara yang hilang akibat penerapan manajemen (lihat Bab 2.4.4) menimbulkan pengeluaran yang lebih tinggi untuk pupuk (dalam Mackensen 1998). Pada perkiraan yang konservatif (varian minimal Min200, lihat Bab 2.4.4), biaya pemupukan untuk menggantikan total hara yang hilang adalah 350-570% lebih tinggi dibandingkan dengan pengeluaran perusahaan saat ini untuk pupuk, sesuai jenis tanaman, jika pemupukan alternatif digunakan. (Tabel 5, lihat Lampiran Tabel 16).
34
Hasil-hasil Tabel 5:
Biaya pemupukan untuk mengkompensasi seluruh unsur hara yang hilang untuk varian manajemen Min200 dan Alt200 (lihat Lampiran Tabel 12-14) Acacia mangium Min 200 Alt200 b Rp/ha %c Rp/ha 4.317.620 2229 2.561.622 a
Varian Standar (NPK, TSP, dolomit)
%c 1323
Standar (NPK, TSP, dolomit), tanpa NPK-N
1.904.665
983
1.197.550
618
Alternatif (Urea, TSP, potash, dolomit)
1.166.719
602
810.021
418
Alternatif (Urea, TSP, potash, dolomit) tanpa NPK-N
685.210
354
543.275
281
Eucalyptus deglupta Min 200 a Alt200 b Rp/ha %c Rp/ha 2.431.655 1256 1.232.945
1.099.578
568
841.318
A
Volume panen: 200 m3, kehilangan minimum oleh pencucian, pembakaran, dan erosi
B
Volume panen: 200 m3, kehilangan minimum oleh pencucian dan erosi tanpa pembakaran.
C
Berdasarkan biaya pupuk PT. IHM per ha (100% = Rp 193.680 per ha, Tabel 4)
Dengan asumsi bahwa hanya sedikit unsur hara yang hilang jika menggunakan manajemen lahan alternatif (Alt200, lihat Bab 2.4.4), maka biaya pengantian total unsur hara yang hilang sebanding dengan penggantian unsur hara yang hilang saat panen. (lihat Tabel 4, dalam Mackensen 1998). Rangkuman: Biaya untuk mengganti seluruh unsur hara yang hilang besarnya 3-6 kali lebih tinggi daripada pengeluaran untuk pupuk pada saat ini. Biaya manajemen pemupukan PT IHM rata-rata sebesar 4% dari biaya total hutan tanaman. Sementara itu, biaya pupuk yang dibutuhkan untuk menggantikan unsur hara yang hilang berkisar antara 9-40 % dari total biaya, tergantung dari jenis tanaman, bentuk manajemen dan jenis pupuk (dalam Mackensen 1998).
35
%c 637
434
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh Rangkuman: Penggantian hara yang dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan persediaan hara pada lahan yang dikelola secara intensif, merupakan faktor biaya operasi yang utama. Untuk mencapai estimasi konservatif untuk biaya pupuk, diasumsikan bahwa hanya unsur hara yang hilang saat pemanenan atau total kehilangan yang kecil (varian Min200 atau Alt200 lihat Bab 2.4.4) yang digantikan. Varian Max200 tidak diperhatikan disini. Jika, contohnya, di wilayah tersebut tidak tersedia pupuk posphat, maka biaya pengadaannya akan lebih tinggi atau digunakan alternatif yang lebih mahal (contoh TSP). Diasumsikan juga bahwa pemupukan tidak menyebabkan biaya tambahan untuk pos-pos biaya yang lain diluar biaya operasional. Karena itu, asumsi yang disederhanakan ini tidak memperhitungkan perubahan biaya lebih lanjut dalam perencanaan, infrastruktur, penelitian atau training. Kemungkinan naiknya biaya tenaga kerja atau pupuk akibat naiknya permintaan dan menurunnya pasokan juga tidak diperhitungkan disini. Rangkuman: Berdasarkan asumsi-asumsi di atas untuk evaluasi ekonomi dari kehilangan unsur hara, estimasi yang diberikan di sini harus dipandang sebagai nilai minimum.
2.6.2 Analisis Investasi Tingkat pengembalian modal (internal rate of return) digunakan untuk menganalisis profitabilitas suatu investasi. Internal rate of return adalah hasil efektif dari suatu investasi. Definisi IRR adalah tingkat bunga saat nilai investasi bersih saat itu (net present value) sebesar nol (Heinrichsmeyer et al 1998). Suatu investasi dianggap menarik jika IRRnya lebih tinggi daripada bentuk investasi yang lain.
36
Hasil-hasil Setelah dikalkulasikan selama 44 tahun (35 tahun jangka pengusahaan hutan plus rotasi selanjutnya, Bab 2.1), IRR dari pembangunan dan manajemen HTI adalah sebesar 14% (kalkulasi menurut PT IHM 1991). Pengeluaran keuangan untuk hutang swasta dan profit reinvestasi tidak diperhitungkan. Semua angka tersebut disesuaikan dengan tingkat inflasi seperti yang dipersyaratkan oleh Departemen Kehutanan (Dephut 1994). Oleh karena tidak ada bunga yang harus dibayar untuk pinjaman pemerintah sebesar 32,5% dari dana reboisasi, sementara bunga yang dibebankan untuk pinjaman bank (32,5% dari modal keseluruhan) pada tingkat 24%, maka IRR dari modal ekuitas (total 35 % dalam Bab 2.1) naik sampai 17,7% (dalam PT IHM 1991, dalam Mackensen 1998). Data yang dikeluarkan oleh FAO (1990), Groome poyry (1993) dan Dephut (1995) dapat dibandingkan dengan hasil-hasil saat ini. Perbandingan dengan deposito bank bebas resiko (bunga modal mencapai lebih dari 18% sampai pertengahan 1997) menunjukkan model hutan tanaman klasik mempunyai return on equity (ROE) di bawah rata-rata yang juga dikombinasikan dengan resiko-resiko yang sulit diperhitungkan seperti misalnya serangan hama atau kebakaran. Karenanya beralasan kalau mengganggap bahwa hutan tanaman didirikan tidak hanya untuk mendapatkan keuntungan dari produksi kayu. Profit tebang habis diperoleh saat konversi lahan (lihat Bab 2.1), proses internal untuk mendapatkan produk akhir yang lebih menguntungkan seperti kertas, serta pertimbanganpertimbangan politis memainkan peranan penting dalam pembangunan HPHTI (dalam Groome poyry 1993).
37
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh
2.6.3 Analisis Sensitivitas Gambar 11 menunjukkan perubahan IRR dibawah kondisi investasi yang dilakukan PT IHM (1991) untuk kenaikan atau penurunan biaya atau pendapatan.
Internal rate of return [%]
35 30
costs revenue
25 20 15 10 5 0 -60
-40
-20
0
20
40
60
Changes in costs and revenue
Gambar 11: Internal rate of return sebagai fungsi perubahan biaya atau pendapatan PT IHM.
Jika biaya mengalami kenaikan atau pendapatan mengalami penurunan, maka IRR akan turun. Jika biaya total naik sebesar 9-40% (lihat Bab 2.6.1) dan pendapatan tetap, maka IRR akan turun hingga sekitar 8-12% (lihat Gambar 11). ROE selanjutnya berkisar antara 12,9 hingga –0,3%. Jika biaya naik sebesar 13% sebagai akibat dari penggunaan pupuk alternatif untuk mengganti hara yang hilang saat pemanenan, IRR akan turun hingga 11,8%, dan IRR dari modal akan turun hingga 11,1% akibat bunga bank yang tinggi (lihat keterangan di atas).
38
Hasil-hasil Rangkuman: Kenaikan biaya karena kebutuhan pupuk untuk menggantikan hara yang hilang, mengurangi IRR secara signifikan pada kasus-kasus tertentu. Semakin miskin kualitas tapaknya, semakin rendah IRRnya. Jika biaya dan pendapatan berubah, maka IRR berubah sebagai berikut: untuk volume panen sebesar 300 m3 pada tegakan Acacia mangium (lihat Bab 2.3.1), pendapatan naik sebesar 50% dibandingkan dengan situasi awal jika kondisi lainnya tetap. Pada saat yang bersamaan, biaya penggantian unsur hara yang hilang saat pemanenan naik sebesar 19% (pemupukan yang dioptimalkan, termasuk pupuk N). IRR keseluruhan naik sebesar 18% dan ROE naik sebesar 29,3%. Untuk volume panen rata-rata dari Eucalyptus deglupta sebesar 150 m3, pendapatan turun sebesar 25%, dan biaya naik sebesar 15% akibat besarnya jumlah pupuk yang dibutuhkan untuk menggantikan unsur hara yang hilang (dalam Mackensen 1998). IRR selanjutnya turun hingga 5.8% dan ROEnya sebesar –5,7%. Namun, pengeluaran tambahan atau pengurangan pengeluaran untuk penebangan dan transportasi, misalnya, tidak dapat diperhitungkan pada estimasi ini. Oleh karena itu, kalkulasi ini penggunaannya terbatas. Masalah terbesar dalam mengkalkulasikan IRR adalah memperkirakan perkembangan harga kayu. Pendapatan dari kayu yang diasumsikan pada analisis investasi ini adalah berdasarkan perkiraan harga kayu semata (dalam Mackensen 1998). Namun, banyak perusahaan yang mampu menentukan harga mereka secara internal jika kayu digunakan oleh pabrik pulp milik perusahaan itu sendiri. Karena itu, dibawah kondisi-kondisi tertentu harga kayu ditetapkan hanya untuk menutup biaya produksi. Biaya panen juga mengandung variabel yang sulit untuk dikalkulasi, karena belum adanya data di Indonesia untuk analisis tersebut (dalam Mackensen 1998). Oleh sebab itu,
39
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh arti ekonomi dari hilangnya unsur hara hanya dapat diperlihatkan secara terbatas dengan menggunakan metode IRR. Lahan dengan persediaan hara yang rendah, yang sudah harus diberikan pupuk pada rotasi kedua (ferrasol/arenosol, alisol/acrisol yang berpasir, lihat Bab 2.2; 2.5) mempunyai IRR yang rendah dan tidak menguntungkan dalam jangka panjang. Menurut hasil studi ini, bahkan untuk tapak-tapak alisol/acrisol yang membutuhkan pemupukan intensif yang meningkat sejalan dengan menurunnya produktivitas, mempunyai IRR dan profitabilitas dibawah rata-rata (dalam Mackensen 1998). Bentuk manajemen mempunyai dampak yang menentukan profitabilitas lahan. Bentuk manajemen yang baik, dimana sisa penebangan tidak dibakar dan kerugian akibat erosi dan pengikisan tanah diminimisasikan melalui optimisasi teknik panen menyebabkan biaya pemupukan yang lebih rendah daripada metode konvensional. Rangkuman: Kalkulasi investasi untuk proyek hutan tanaman perlu memperhitungkan hasil budget unsur hara spesifik tapak. Membangun hutan tanaman cepat-tumbuh secara seragam pada lahan yang luas, dan mengelolanya secara konvensional adalah secara ekonomi tidak efisien dan secara ekologi tidak ramah lingkungan.
40
Relevansi Praktis
3
Relevansi Praktis
3.1
Peluang dan Keterbatasan Hutan Tanaman
Hutan tanaman cepat-tumbuh di daerah tropika dipandang sangat produktif dan mudah dikelola. Hasil-hasil saat ini memberikan serangkaian perangkat yang dapat digunakan untuk mengkaji peluang ekologi dan efisiensi ekonomi dari hutan tanaman. Dengan itu dapat ditunjukkan bahwa tingkat produktivitas yang tinggi dan manajemen yang intensif dapat memberikan tekanan yang besar pada lahan. Adalah keliru untuk mengasumsikan bahwa hutan tanaman secara intrinsik mempunyai tingkat produktivitas yang konstan dan tidak membutuhkan sejumlah besar sumberdaya manajemen. Berdasarkan hasil studi ini, jumlah sumberdaya teknis dan keuangan yang dibutuhkan untuk mengelola hutan tanaman pada tapak tertentu dan untuk mempertahankan tingkat produktivitas yang konstan pada jangka panjang, misalnya sesudah beberapa siklus rotasi, memerlukan sumberdaya yang jauh lebih besar daripada untuk pengelolaan hutan tanaman secara konvensional seperti saat ini. Jadi, dibawah kondisi tertentu pengelolaan hutan tanaman tidak dapat diterapkan seperti model klasik kehutanan yang ekstensif. Hasil penelitian mengenai budget unsur hara menunjukkan fakta bahwa konsep manajemen alternatif perlu dikembangkan (lihat Bab 4.1) untuk menjamin kelangsungan pemanfaatan lahan secara intensif dalam jangka panjang.
41
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh
3.2
Pembangunan Regional dan Perencanaan Tata-guna Lahan
Hasil-hasil yang diperoleh dari analisis neraca unsur hara menunjukkan adanya kebutuhan untuk memperbaiki perencanaan tata-guna lahan untuk hutan tanaman cepat-tumbuh yang dikelola secara intensif. Dalam hal ini, tampaknya sangat berguna untuk merumuskan dan memasukkan budget unsur hara sebagai bagian dari analisis dampak lingkungan pada tahap awal perencanaan. Melalui itu diharapkan bahwa pembangunan hutan tanaman pada lahan yang kurang sesuai dapat dihindari. Seringkali diklaim bahwa produksi kayu pada hutan tanaman dapat mengurangi tekanan pada hutan alam (Nambiar dan Brown 1997). Asumsi tersebut hanya dapat dibenarkan jika hutan tanaman dapat dikelola secara stabil dalam jangka panjang. Hutan tanaman yang harus ditinggalkan hanya setelah beberapa rotasi karena pemilihan lahan yang tidak sesuai, metode manajemen yang keliru atau profitabilitas yang terlalu rendah, akan mengancam keberhasilan pembangunan yang bertujuan menstabilkan wilayah tersebut. Konsesi hutan tanaman yang kemudian tidak menguntungkan karena alasanalasan tersebut di atas, juga dapat mengancam kehidupan penduduk yang dibawa ke dan menetap di lokasi hutan tanaman sebagai bagian dari proyekproyek transmigrasi. Dalam kaitannya dengan hal ini, kebijakan tata-guna lahan yang tidak sesuai/tepat mempunyai dampak spesifik yang serius pada kondisi sosial-ekonomi di wilayah yang bersangkutan. Industri pengolahan pulp yang padat modal telah dikembangkan di Indonesia terutama di Kalimantan (dalam WALHI 1992). Industri ini sangat bergantung pada input bahan mentah dari hutan tanaman cepat-tumbuh yang dikelola secara intensif. Lahan-lahan hutan tanaman yang kemudian terdegradasi 42
Relevansi Praktis menyebabkan perusahaan-perusahaan hutan tanaman harus memperluas areal hutan tanamannya untuk menjamin volume penebangan yang konstan. Kebanyakan hal ini dilakukan dengan mengorbankan areal-areal hutan alam. Perkembangan ini tidak sesuai dengan perencanaan tata-guna lahan jangka panjang. Lahan-lahan hutan tanaman yang harus ditinggalkan akibat penerapan manajemen yang keliru atau pemilihan tanah yang tidak sesuai telah menambah luas tanah yang tidak produktif. Hal ini bertentangan dengan tujuan untuk mempergunakan tanah kembali melalui pembangunan hutanhutan tanaman (FAO 1990; WALHI 1992).
3.3
Kebutuhan Penelitian Selanjutnya
Dalam waktu dekat, hutan tanaman akan memainkan peran yang sangat penting dalam sektor kehutanan, terutama di deaerah tropis. Perkembangan ini harus diikuti dengan adanya penelitian ilmiah yang lebih mendalam. Pada satu sisi, penelitian dalam bidang ini memungkinkan perbaikan pemanfaatan berbagai sumberdaya sehingga sangat penting sifatnya untuk kesuksesan ekonomi suatu perusahaan. Pada sisi lain, penelitian independen tentang berbagai aspek hutan tanaman industri dapat memberikan informasi mengenai kebutuhan kebijakan dan tindakan yang diperlukan untuk konservasi alam dan perlindungan bentang lahan. Hasil studi ini perlu diaplikasikan pada tingkat perencanaan yang lebih tinggi. Berapa banyak hutan tanaman yang dikelola secara intensif yang dapat ditoleransi suatu wilayah dan berapa besar potensinya? Dalam jangka panjang, diversifikasi pemanfaatan lahan dalam kehutanan perlu dikembangkan, termasuk hutan tanaman cepat-tumbuh dalam kombinasinya
43
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh dengan hutan tanaman kayu berharga/komersil, dan juga hutan semikomersial pada areal-areal yang tidak begitu luas. Cukup banyak penelitian yang masih harus dilakukan untuk memantapkan sistem-sistem hutan tanaman agar bentuk pemanfaatan lahan (tata-guna) yang lestari dapat dikembangkan, termasuk potensinya untuk pengembangan. Studi yang mempelajari tentang hubungan antara intensitas jarak tanam, aliranaliran unsur hara, jenis tanah dan manajemen pupuk sangat diperlukan. Berdasarkan studi-studi semacam ini, dapat dikembangkan kriteria-kriteria untuk memantapkan kebijakan tata-guna lahan pada berbagai tingkat. Manajemen hutan tanaman yang menjadi objek studi ini terbatas hanya pada sedikit sekali jenis tanaman, dan juga mengikuti pola yang standar. Penelitian diperlukan untuk mempelajari dan memperkenalkan jenis-jenis pohon lokal yang baru pada hutan-hutan tanaman. Metode-metode perlu dikembangkan lebih lanjut yang memungkinkan pengolahan lahan di daerah berbukit tanpa harus merusak kondisi tanah (sistem kabel, dsb.).
44
Rekomendasi Tindakan
4
Rekomendasi Tindakan
4.1
Perusahaan Hutan Tanaman
Rekomendasi-rekomendasi berikut ini dibuat untuk manajemen hutan tanaman dengan jenis-jenis pohon cepat-tumbuh pada tapak yang menjadi objek studi. •
Pemetaan tanah berdasarkan jenis tanah (berpasir, lempung, liat) dan nilai Ph-nya. Analisis sampel hara. Pencatatan tambahan untuk parameterparameter tapak yang penting (inklinasi dan panjang lereng, dsb). Informasi seperti ini dimasukkan ke Sistem Informasi Geografis (Geographical Information System/GIS). Identifikasi satuan-satuan tapak.
•
Tidak ada konversi lahan yang seragam ke hutan tanaman untuk tapak ferralsol/arenosol dan alisol/acrisol berpasir. Begitu pula halnya pada tapak dengan kemiringan yang tinggi dan di lembah-lembah sungai. Direkomendasikan juga untuk mempertahankan hutan alam tutupan pada areal-areal tersebut.
•
Minimisasi kehilangan hara melalui penerapan manajemen yang sesuai, terutama dengan tidak membakar sisa tumbuhan (sisa tebangan) pada persiapan lahan dan dengan menggunakan teknologi pemanenan yang tidak merusak tanah.
•
Kalkulasi aliran-aliran unsur hara menurut kekhasan tapak, dan berdasarkan kalkulasi tersebut mengoptimalkan manajemen pemupukan, yaitu dengan memperhatikan jenis tapak, jenis tanaman dan manajemen lahan.
45
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh •
Pengembangan konsep manajemen alternatif; pergantian jenis-jenis tanaman, penggunaan jenis-jenis alternatif, pengembangan tegakantegakan campuran, penggunaan pupuk hijau, manajemen tumbuhan bawah, penyebaran abu, dsb.
•
Pencakupan komponen budget unsur hara dalam proses pembebanan biaya usaha.
4.2
Kebijakan Tata-guna Lahan
Rekomendasi-rekomendasi umum berikut dapat digunakan dalam kebijakan tata-guna lahan, perencanaan regional, dan perencanaan manajemen hutan. •
Persyaratan yang lebih ketat dalam pembangunan hutan tanaman cepattumbuh. Sebagai bagian dari analisis dampak lingkungan, perusahaan harus dapat menunjukkan bahwa lahan yang digunakan sesuai untuk manajemen yang intensif dengan menyediakan budget-budget unsur hara dan memperhitungkan biaya pemupukan. Konsep manajemen mengenai masalah perencanaan jenis pohon yang akan digunakan, manajemen pemupukan dan metode panen juga harus disajikan atau didemonstrasikan.
•
Promosi satuan-satuan kecil. Stratifikasi yang lebih luas dari satuansatuan pemanfaatan lahan, yaitu konsep berbagai bentuk pemanfaatan dalam satu satuan perencanaan.
•
Dukungan kepada program untuk mamanfaatkan lahan yang telah terdegradasi sebagai hutan tanaman. Larangan yang lebih keras untuk konversi hutan alam dan implementasi peraturan yang ada secara lebih tegas.
46
Rekomendasi Tindakan
4.3
Institusi Kerjasama Pembangunan (DC)
Pada masa mendatang, hutan tanaman akan semakin penting dari segi ekonomi dan politik di Indonesia, pada khususnya, dan daerah tropis dan subtropis pada umumnya. Perkembangan ini didasari adanya kebutuhan untuk mengatasi masalah menurunnya hasil kayu dari hutan alam dengan mengembangkan hutan tanaman industri, dan pada saat yang sama untuk membangun industri pengolahan dan memanfaatkan lahan yang tidak produktif untuk menyumbang pembangunan ekonomi nasional dan regional. Hal ini akan berdampak pada sisi pembangunan ekologi, sosial-ekonomi, teknologi dan politik daerah tersebut. Oleh karena itu, adalah tugas DC untuk memberikan pengaruh yang positif dan ikut mengarahkan proses-proses tersebut demi pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan. Sebagai tambahan dari rekomendasi tindak lanjut yang spesifik seperti yang telah disebutkan di atas, aspek-aspek berikut ini dipandang sangat penting dalam konteks pembangunan internasional: 4.3.1 Informasi Kebijakan Kriteria krusial untuk semua tindakan dalam perencanaan dan kegiatan yang harus dijabarkan adalah bahwa harus ada tranparansi arus informasi. Dalam konteks ini, adalah sangat penting bahwa informasi kebijakan tidak hanya menonjolkan atau dibatasi pada aspek hutan tanaman, tetapi juga menghubungkannya dengan aspek kehidupan lainnya. Dengan mengambil contoh spesifik seperti Kalimantan Timur, kegagalan sebagian proyek hutan tanaman saja dapat mengakibatkan degradasi tanah, kerusakan hutan dan kekurangan pasokan kayu, serta mengganggu pembangunan ekonomi dan sumber pendapatan penduduk setempat. Jadi, kebutuhan akan tindakan dan informasi disini sangat besar. 47
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh Dalam konteks ini, kerjasama dengan institusi spesialis pada tingkat internasional (contohnya CIFOR) akan sangat berguna, yang bertujuan untuk mentransfer pengetahuan yang didapatkan dan hasilnya kepada pengambil keputusan di tingkat nasional. Peran kunci dalam kesinambungan pembangunan yang digambarkan oleh GTZ (1993) pada sektor lehutanan juga berlaku pada hutan tanaman industri dalam lingkup tertentu. Menurut pandangan penulis, manajemen hutan tanaman hanya mempunyai sedikit peran pada DC Jerman jika dibandingkan dengan manajemen hutan alam. Hal ini tidak dapat dibenarkan dibawah kondisi-kondisi regional yang ada, dan menurut kami, potensi positif dan negatif dari sektor hutan tanaman dalam pembangunan regional berhak mendapatkan perhatian yang lebih besar. 4.3.2 Konsep Tindakan Konsep untuk perlindungan dan manajemen hutan alam tropis secara lestari perlu memasukkan kriteria-kriteria mengenai stabilisasi lahan disekitar hutan. Hasil yang telah dipresentasikan di atas menunjukkan fakta bahwa kelemahan dalam kebijakan dan manajemen hutan tanaman dapat memainkan peranan yang penting dalam destabilisasi hutan-hutan alam dan produksi. Kami memandang penting bahwa program pembangunan untuk menstabilkan lahan-lahan disekitar hutan sebaiknya mencakup hutan tanaman industri dan bentuk manajemen yang non-tradisional lainnya. Luasnya pengaruh negatif dari pembangunan regional yang tidak sesuai menunjukkan bahwa programprogram penstabilisasian harus lebih luas dan beragam. Penelitian yang berkaitan dengan hal ini telah digambar di Bab 3.3. Wissenschaftlicher Beirat Globale Umweltveranderungen (1996) atau Badan Penasehat Pemerintah Jerman dalam Perubahan Global telah 48
Rekomendasi Tindakan mengklasifikasikan bidang-bidang manajemen industri lahan dan air yang tidak lestari (disebut sebagai "sindrom dust bowl"), kedalam kategori dengan prioritas tertinggi. Manajemen hutan tanaman secar intensif pada lahan yang tidak sesuai telah dijelaskan secara eksplisit dalam konteks ini. Sindrom yang didefinisikan oleh WGBU (1996) ini dicirikan oleh sifat lintas-sektoral dan globalnya, dan strategi yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut sebaiknya dikembangkan secara regional dan ditempatkan dalam konteks global.
49
Daftar Pustaka
5
Daftar Pustaka
Bruijnzeel L.A.; 1990. Hydrology of moist tropical forests and effects of conversion: A state of knowledge review. UNESCO-IHP, Humid Tropics Programme, Paris. 224 S. Evans J.; 1982. Plantation forestry in the tropics. Clarendon, Oxford. 472 S. Evans J.; 1988. The Usutu forest: 20 years later. Unasylva 159 (40):19-29 FAO, 1990. Situation and outlook of the forestry sector in Indonesia. Vol.2: Forest Resource Base. FAO and Ministry of Forestry, Indonesia. Forestry Studies Technical Report No.1 265 S. FAO, 1995. Forest resources assesment 1990. Global synthesis.FAO, Rome. FAO Forestry Paper 124. 89 S. Fearnside P.M.; 1997. Transmigration in Indonesia: Lessons from its environmental and social impacts. Environmental management 21 (4): 553-570. Forss E., 1994. Zur Modellierung des Wachstums der Baumart Acacia mangium Willd in Sydkalimantan, Indonesien. Magister-Arbeit am Forstwissenschaftlichen Fachbereich, UniversitSt Gsttingen. 83 S. Groome-Psyry Consulting, 1993. Institutional strengthening for timber palantation development. Asian Development Bank Advisory Technical Assistance 1244-INO, Ministry of Forestry, Directorate of Industrial Timber Estates, Jakarta, Indonesia. 99 S. GrYneberg F., 1983. Bsden der humiden Tropen und Probleme ihrer Nutzung, dargestellt an Beispielen aus der Indonesischen Provinz Ostkalimantan. I. Bsden aus miozSnen Sedimentgesteinen. Giessener BeitrSge zur Entwicklungsforschung, Reihe I, Band 9: 102-128.
51
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh GTZ,
1993. Waldkonzepte- Konzeption und Handflungsfelder des Arbeitsfeldes Waldwirtschaft. GTZ-Abteilung Waldwiirtschaft, Walprodukte und Naturschutz Eschborn. 19 S.
Hamilton C., 1997. The sustainability of logging in Indonesia's tropical forest: A dynamic input-output analysis. Ecological economics 21:183-195. Heinrichsmeyer W., Gans O & Evers I, 1988. EinfYhrung in die Volkswirtschaftslehre. UTB, Stuttgart. 600 S. Klinge R., 1998. Wasser-und Nshrstoffdynamik im Boden und Bestand beim Aufbau einer Holzplantage im sstlichen Amazonasgebiet. Gsttinger BeitrSge zur Land und Forstwitschaftint den Tropen und Subtropen, 122:1-260. Lesack L.F.W. & Melack J.M, 1996. Mass balance of major solutes in a rainforest catchment in the Central Amazon: Implications for nutrient budgets in tropical rainforests. Biogeochemistry 32:115-142. Mackensen J., 1998. Untersuchung zur nachhaltigen Nshrstoffversogung in schnellwachsden Plantagensystemen in Ost-Kalimantan Indonesienskologische und skonomische Implikationen. Gsstinger BeitrSge zur Land und Forstwirtschaftin den Tropen und Subtropen, 127:1-209. Malmer A. & Grip H., 1994. Converting tropical rainforest to forest plantation in Sabah, Malaysia. Part II. Effects on nutrient dynamics and net losses in streamwater. Hydrological Processes 8:195-209. MoF (Ministry of Forestry), 1994. Pedoman penyusunan studi kelayakan pembangunan hutan tanaman industri. 161/Kpts/IV PPH/1994. 48 S. MoF (Ministry of Forestry), Directorate General of Reforestation and Land Rehabilitation, 1995. National masterplan for forest plantations. Vol 1: Sypnosis. DHV Consultants, PT Tricon Jaya & PT Catur Tunggal Sarana Consult, Jakarta, Indonesia.
52
Daftar Pustaka Nambiar E.K.S. & Brown A.G., 1997. Management of soil, nutrients and water in tropical plantation forests. ACIAR Monograph No 43, 571 S. Ohta S., Effendi S., Tanaka N. & Miura S., 1992. Characteristics of major soils under lowland Dipterocarp forest in East Kalimantan, Indonesia. PUSREHUT Special Publication No 2. 72 S. Opitz M., 1995. Indonesien-Holland am Scheideweg? Teil I: Wird die nachhaltig msgliche Holznutzung im Land YberschStzt? HolzZentralblatt 18: 1 ff. PPT (Pusat Penelitian Tanah), 1983. Terms of reference klasifikasi lahan. Dept Pertanian Rap No 59 B/1983. P3MT, Soil Research Institute, Bogor Indonesia. PT
IHM, 1991. Unversffentlichte Projekplanungs und UmweltvertrSglichkeitsstudie der PT IHM, Kenangan, Kalimantan Timur, Indonesien, 206 S.
Ruhiyat D., 1989. Die Entwicklung der standsrtlichen NshrstoffvorrSte bei naturnaher Waldbewirtschaftung und im Plantagenbetrieb, Ostkalimantan, Indonesien. Gsstinger BeitrSge zur Land und Forstwirtschaft in den Tropen und Subtropen, Heft 35. 206 S. Ulrich B., 1993. 25 Jahre..kosystem und Waldschadensforschung im Solling, Forstgarchiv 64:147-152. Voss R.; Dykstra G. & Suherman T., 1997. Phosphate fixation by tropical utisols in East Kalimantan, Indonesia. In: Joseph, K.T. (ed), Proc of the Conference on classification and management of tropical soils, 15-20 August 1997, Kuala Lumpur: 258-264. WALHI, 1992. Mistaking plantations for the Indonesian tropical forest. 1-70. Winjum J.K. & Schroeder P.E., 1997. Forest plantations of the world: their extent, ecological attributes, and carbon storage. Agriculturla and Forest Meteorology 84:153-167. 53
Kajian Suplai Hara Lestari Pada Hutan Tanaman Cepat Tumbuh Wissenchaftlicher Beirat der Bundesregierung: Globale UmweltverSnderung (WGBU) 1996. Welt im Wandel-Herausforderung fYr die deutsche Wissenchaft. Jahresgutachen 1996. Springer Verlag Berlin. 200 S World Reference Base for Soil Resources (WRB), 1994. 1. Draft. International Society for Soil Science (ISSS), International Soil Reference and Information Centre (ISRIC) and FAO. Wageningen, Rome. 161 S.
54
Lampiran
6
Lampiran
Tabel 6 - 16
55
Tabel 6:
n
Alisol
29
Acrisol
7
FerralArenosol
4
Calcisol
Fluvisol
2
Parameter jenis tanah pada berbagai jeluk (kedalaman) tanah. Data untuk profil tanah total dihitung dari rerata jeluk tanah tunggal dengan mempertimbangkan berbagai ketebalan lapisan. BS=base saturation, Al-S.= aluminium saturation
dalam (cm)
C (%)
Nt
0-100 0-10 10-30 30-50 50-100 0-100 0-10 10-30 30-50 50-100 0-100
0,74 2,27 0,89 0,61 0,43 0,64 1,91 0,75 0,53 0,39 0,60
0,09 0,17 0,1 0,08 0,08 0,07 0,14 0,08 0,06 0,05 0,04
0-10 10-30 30-50 50-100 0-100 0-10 10-30 30-50 50-100 0-100 0-10 10-30 30-50 50-100
1,80 0,85 0,48 0,30 2,00 3,99 1,79 1,46 1,91 0,95 2,45 1,01 0,89 0,65
0,11 0,06 0,04 0,02 0,19 0,33 0,20 0,18 0,16 0,14 0,240 0,150 0,140 0,110
C/N
Pt (%)
C/P
8,5 13,6 9,07 7,9 6,2 9,3 13,5 9,5 8,6 7,4 14,0
0,0136 0,0176 0,0139 0,0129 0,0131 0,0089 0,0119 0,0091 0,0087 0,0083 0,0053
61,8 139,4 71,2 54,0 38,4 73,2 159,5 83,0 63,3 48,63 112,7
15,9 14,0 13,5 12,6 10,0 12,1 8,7 8,0 10,7 6,9 10,2 6,7 6,4 5,9
0,0081 0,0061 0,0052 0,0044 0,0350 0,0392 0,0349 0,0371 0,0334 0,0299 0,0342 0,0298 0,0291 0,0294
220,5 137,2 91,6 69,0 53,1 98,4 49,1 37,0 51,3 31,8 71,6 33,9 30,6 22,1
P/N
pH (H2O)
(KCL)
K
Ca
Mg
Na Fe (µmol+g-1)
Mn
Al
H
KAKe
0,15 0,10 0,14 0,16 0,17 0,13 0,09 0,12 0,14 0,15 0,13
4,6 4,6 4,5 4,6 4,7 4,7 4,8 4,6 4,7 4,8 4,7
0,07 0,10 0,15 0,19 0,19 0,12 0,18 0,22 0,21 0,218 0,134 0,199 0,208 0,267
4,6 4,7 4,8 4,7 7,6 7,1 7,5 7,6 7,8 5,6 6,2 5,6 5,6 5,5
BS (%)
Al-S
86,4 85,1 81,2 85,0 89,2 62,0 66,7 60,4 60,2 62,5 24,6
CECeclay (cmol+kg1 ) 25,7 25,5 26,1 25,2 26,1 18,3 18,1 18,9 18,5 17,6 9,1
3,5 3,6 3,5 3,5 3,5 3,7 3,7 3,6 3,6 3,6 3,9
1,52 2,21 1,55 1,44 1,40 1,32 2,13 1,31 1,25 1,19 0,43
5,67 22,75 7,37 3,70 2,36 4,1 16,84 4,23 2,6 2,0 2,04
4,12 9,29 4,48 3,20 3,31 1,91 5,91 1,93 1,36 1,32 1,46
1,17 1,19 1,15 1,15 1,18 0,90 0,94 0,88 0,94 0,88 1,13
0,41 1,03 0,68 0,38 0,19 0,35 1,27 0,61 0,31 0,08 0,36
0,35 1,27 0,40 0,25 0,19 0,18 0,74 0,16 0,14 0,10 0,08
73,1 46,8 65,5 74,9 80,6 53,2 38,7 51,2 53,6 56,8 19,0
0,07 0,49 0,06 0,02 0,01 0,04 0,23 0,03 0,02 0,01 0,06
14 41 18 11 9 14 40 15 11 9 21
85 56 81 88 90 85 56 84 88 91 77
3,8 3,9 3,9 3,9 6,5 6,2 6,5 6,6 6,6 4,2 5,3 3,9 4,2 3,8
0,97 0,50 0,39 0,32 2,04 3,39 2,27 1,81 1,78 2,41 2,75 2,26 2,30 2,43
4,91 2,40 2,02 1,33 416,3 358,2 392,1 434,5 430,3 45,82 120,16 56,89 57,69 21,78
3,29 1,82 1,54 0,92 10,76 21,62 12,09 9,72 8,48 45,18 49,54 45,49 36,80 47,53
1,22 1,15 1,12 1,12 1,48 1,45 1,44 1,41 1,53 2,01 1,53 1,86 1,81 2,24
1,28 0,60 0,26 0,11 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,25 0,09 0,07 0,05 0,53 1,17 0,45 0,44 0,46 1,0 0,9 0,9 0,7 1,2
27,5 21,5 17,5 16,9 8,8 0,0 3,3 7,0 13,6 17,6 0,0 10,2 4,4 29,4
0,56 0,01 0,00 0,00 0,08 0,00 0,00 0,00 0,15 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
40,0 28,1 22,9 20,8 440,0 385,8 411,6 454,8 456,3 114,0 174,9 117,6 103,8 104,5
8,7 10,2 8,8 8,5 97,2 96,3 103,8 101,3 87,4 20,2 20,2 21,7 18,5 20,6
27 22 23 20 89 99 94 90 84 82 100 91 95 71
68 76 75 80 11 0 5 10 15 17 0 9 4 28
Tabel 7:
(m3 ) 100 100 100 100 100 150 150 150 150 150 200 200 200 200 200 250 250 250 250 250 300 300 300 300 300 350 350 350 350 350 400 400 400 400 400 450 450 450 450 450 500 500 500 500
Ekspor unsur hara dalam batang dan kulit kayu Acacia mangium
(N ha-1) 700 800 900 1000 1100 700 800 900 1000 1100 700 800 900 1000 1100 700 800 900 1000 1100 700 800 900 1000 1100 700 800 900 1000 1100 700 800 900 1000 1100 700 800 900 1000 1100 700 800 900 1000
(m3 Vx ) 0,143 0,125 0,111 0,100 0,091 0,214 0,188 0,167 0,150 0,136 0,286 0,250 0,222 0,200 0,182 0,357 0,313 0,278 0,250 0,227 0,429 0,375 0,333 0,300 0,273 0,500 0,438 0,389 0,350 0,318 0,571 0,500 0,444 0,400 0,364 0,643 0,563 0,500 0,450 0,409 0,833 0,625 0,556 0,500
N (kg ha-1) 117,7 122,5 126,9 131,1 135,1 157,6 163,5 168,9 174,1 179,0 194,9 201,7 208,1 214,1 219,8 230,6 238,2 245,4 252,1 258,5 265,1 273,5 281,3 288,8 295,8 298,7 307,8 316,3 324,4 332,0 331,6 341,3 350,5 359,1 367,3 363,9 374,3 384,0 393,2 401,9 383,9 406,7 417,0 426.7
P
Na
K
Ca
Mg
S
Mn
1,6 1,6 1,7 1,7 1,8 2,1 2,1 2,2 2,3 2,4 2,5 2,6 2,7 2,8 2,9 3,0 3,1 3,2 3,3 3,4 3,4 3,5 3,7 3,8 3,9 3,8 4,0 4,1 4,2 4,3 4,2 4,4 4,5 4,6 4,8 4,6 4,8 4,9 5,1 5,2 4,9 5,2 5,3 5,5
11,0 11,1 11,2 11,3 11,5 15,9 16,0 16,2 16,4 16,5 20,7 20,9 21,1 21,3 21,5 25,5 25,8 26,0 26,2 26,4 30,3 30,6 30,8 31,0 31,2 35,1 35,3 35,6 35,8 36,0 39,8 40,1 40,3 40,6 40,8 44,5 44,8 45,1 45,4 45,6 48,9 49,5 49,8 50,1
43,1 45,0 46,8 48,5 50,1 57,1 59,4 61,6 63,7 65,7 70,0 72,8 75,3 77,7 80,0 82,3 85,4 88,3 91,0 93,5 94,1 97,5 100,7 103,6 106,5 105,6 109,3 112,7 115,9 119,0 116,8 120,7 124,4 127,8 131,1 127,7 131,9 135,8 139,5 142,9 133,8 142,9 147,0 150,9
97,6 102,5 107,1 111,4 115,5 126,9 132,9 138,6 143,9 149,0 153,5 160,5 167,1 173,3 179,2 178,5 186,4 193,7 200,7 207,3 202,3 210,9 219,0 226,6 233,9 225,1 234,5 243,2 251,5 259,4 247,2 257,3 266,7 275,5 284,0 268,7 279,4 289,4 298,9 307,8 277,6 301,0 311,6 321,6
5,6 5,8 5,9 6,1 6,3 7,6 7,8 8,0 8,2 8,4 9,5 9,8 10,0 10,3 10,5 11,4 11,7 12,0 12,2 12,5 12,2 12,5 12,8 14,1 14,4 14,9 15,3 15,6 16,0 16,3 16,7 17,1 17,4 17,8 18,1 18,4 18,8 19,2 19,6 19,9 19,6 20,6 21,0 21,3
8,0 8,3 8,6 8,8 9,1 10,8 11,2 11,5 11,8 12,1 13,5 14,0 14,3 14,7 15,0 16,1 16,6 17,0 17,4 17,8 18,7 19,2 19,6 20,1 20,5 21,1 21,7 22,2 22,7 23,1 23,6 24,1 24,7 25,2 25,7 25,9 26,6 27,2 27,7 28,2 27,6 29,0 29,6 30,2
0,4 0,4 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,9 0,9 0,8 0,9 0,9 1,0 1,0 0,9 0,9 1,0 1,0 1,1 0,9 1,0 1,1 1,1 1,1 0,9 1,1 1,1 1,2
(m3)=volume panenan, (n ha-1)= jumlah pohon, (m3 Vx)=volume batang dari volume tengahan
Tabel 8:
(m3) 100 100 100 100 100 100 100 150 150 150 150 150 150 150 200 200 200 200 200 200 200 250 250 250 250 250 250 250 300 300 300 300 300 300 300 350 350 350 350 350 350 350
Ekspor unsur hara dalam batang dan kulit kayu Eucalyptus deglupta
(N ha1) 500 600 700 800 900 1000 1100 500 600 700 800 900 1000 1100 500 600 700 800 900 1000 1100 500 600 700 800 900 1000 1100 500 600 700 800 900 1000 1100 500 600 700 800 900 1000 1100
(m3 Vx) 0,200 0,167 0,143 0,125 0,111 0,100 0,091 0,300 0,250 0,214 0,188 0,167 0,150 0,136 0,400 0,333 0,286 0,250 0,222 0,200 0,182 0,500 0,417 0,357 0,313 0,278 0,250 0,227 0,600 0,500 0,429 0,375 0,333 0,300 0,273 0,700 0,583 0,500 0,438 0,389 0,350 0,318
N P (kg ha-1) 38,9 40,1 41,2 42,1 42,9 43,7 44,4 54,7 56,3 57,7 59,0 60,2 61,2 62,2 69,8 71,8 73,5 75,1 76,5 77,9 79,1 84,3 86,7 88,8 90,6 92,3 93,9 95,3 98,5 101,2 103,6 105,7 107,7 109,5 111,1 112,3 115,4 118,1 120,5 122,7 124,7 126,5
Na
2,0 2,0 2,1 2,1 2,2 2,2 2,3 2,7 2,8 2,9 3,0 3,0 3,1 3,1 3,4 3,6 3,7 3,7 3,8 3,9 4,0 4,1 4,3 4,4 4,5 4,6 4,7 4,8 4,8 5,0 5,1 5,2 5,3 5,4 5,5 5,5 5,7 5,8 5,9 6,1 6,2 6,3
K
0,3 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,6 0,6 0,6 0,6 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 1,0 0,9 1,0 1,0 1,0 1,0 1,1 1,1
Ca
107,3 111,2 114,7 117,8 120,6 123,2 125,7 149,0 154,2 158,8 163,3 166,8 170,3 173,6 188,3 194,8 200,5 205,6 210,3 214,6 218,7 226,0 233,6 240,4 246,4 251,9 257,0 261,8 262,5 271,2 278,9 285,8 292,1 298,0 303,4 298,1 307,8 316,4 324,2 331,2 337,8 343,8
Mg
44,3 45,9 47,4 48,7 50,0 51,1 52,1 61,3 63,5 65,5 67,3 68,9 70,4 71,8 77,3 80,0 82,5 84,7 86,7 88,5 90,2 92,6 95,8 98,7 101,3 103,6 105,8 107,8 107,4 111,1 114,4 117,3 120,0 122,5 124,8 121,8 125,9 129,6 132,9 135,9 138,7 141,3
S
10,9 11,2 11,5 11,7 12,0 12,2 12,4 15,3 15,7 16,1 16,5 16,8 17,1 17,3 19,5 20,0 20,5 21,0 21,4 21,7 22,1 23,5 24,2 24,8 25,3 25,8 26,2 26,6 27,5 28,2 28,9 29,5 30,0 30,5 31,0 31,4 32,2 33,0 33,6 34,2 34,8 35,3
Mn
4,9 5,1 5,2 5,3 5,4 5,5 5,6 6,9 7,1 7,3 7,5 7,6 7,7 7,9 8,9 9,1 9,3 9,5 9,7 9,9 10,0 10,7 11,0 11,3 11,5 11,7 11,9 12,1 12,5 12,9 13,2 13,4 13,7 13,9 14,1 14,3 14,7 15,0 15,3 15,6 15,8 16,1
1,5 1,5 1,6 1,6 1,7 1,7 1,7 2,1 2,1 2,2 2,3 2,3 2,3 2,4 2,6 2,7 2,8 2,8 2,9 3,0 3,0 3,2 3,3 3,3 3,4 3,5 3,6 3,6 3,7 3,8 3,9 4,0 4,1 4,1 4,2 4,2 4,3 4,4 4,5 4,6 4,7 4,8
(m3)=volume panenan, (n ha-1)= jumlah pohon, (m3 Vx)=volume batang dari volume tengahan
Tabel 9:
Aliran ekspor akibat manajemen (B-D) untuk N dan P dalam hubungannya (%) terhadap ekspor pada saat pemanenan (A) untuk Acacia mangium (Am), Eucalyptus deglupta (Ed) dan Paraserienthes falcataria (Pf). Kehilangan pelindian bersih dan kehilangan ke atmosfer melalui pembakaran berhubungan dengan sisa phytomassa (tajuk, tumbuhan bawah dan org. horisonO) dari tegakan dengan volume tebangan 200 m3. Untuk E1 didaftarkan nilai urutan medium, dan bukannya nilai rerata, dan untuk E2 dipakai nilai minimum. IL: kehilangan yang tak bergantung pada jenis pohon N1 iL kg
A B B1 B2 B3 B4 C C1 C2 C3 D D 1 D 2 D 3 D 4 E1 E2
Eksport hasil panenan (kg ha-1) Batang dan kulit kayu, 200 m3 Pelindian karena manajemen Kehilangan bersih (KLINGE, 1997; A2, 9 MON.) Kehilangan bersih (KLINGE, 1997; A3, 9 MON) Kehilangan bersih (MALMER ET AL, 1994;W5, 9 MON) 25% K-, 5% Ca dan 10% Mg – mengelompok di tajuk, tumbuhan bawah, organisme di horison O Kehilangan ke atmosfer karena kebakaran Rata-rata kehilangan karena kebakaran Kehilangan maksimum karena kebakaran Kehilangan minimum karena kebakaran Erosi Lap atas tanah kehilangan 50 Mg ha-1, alisol sedang Lap atas tanah kehilangan 50 Mg ha-1, alisol kaya Lap atas tanah kehilangan 50 Mg ha-1, alisol miskin Lap atas tanah kehilangan 200 Mg ha-1, alisol sedang Jumlah & rara-rata kehilangan (B4/5+B3+C1+D1) Jumlah & minimum kehilangan (B3/4+B1+C3+D3)
Am kg 202
144 180 13
% 100
Ed kg 75
71 89 6
% 100
Pf kg 133
192 239 17
% 100
144 179 13
P1 iL kg
Am kg 2,6
0,0 0,0 0,9
% 100
Ed kg 3,8
0 0 34
% 100
Pf kg 9,5
0 0 24
% 100
0 0 9
16 80
8 40
11 53
15 71
10 48
7 36
0,3
11
0,1
3
0,5
5
318 393 92
158 195 46
212 262 61
282 349 81
335 413 97
251 310 73
2,5 3 1,6
95 114 61
1,1 1,4 0,7
29 37 19
4,3 5,3 2,8
45 56 29
84,5
42
75
56
8,8
333
235
93
140
69
112
84
642
452
178
56,7
28
186
139
16,9 5 4,95
188
132
52
338
168
450
337
35,2
1333
939
371
483
239
350
465
468
351
12
439
10
267
13
139
162
80
129
171
164
123
7
248
6
151
8
82
Tabel 10:
Aliran ekspor akibat manajemen (B-D) untuk K, Ca, dan Mg dalam hubungannya (%) terhadap ekspor pada saat pemanenan (A) Acacia mangium (Am), Eucalyptus deglupta (Ed) dan Paraserianthes falcataria (Pf). Kehilangan bersih akibat pelindian dan kehilangan ke atmosfer karena kebakaran berhubungan dengan sisa phytomass (tajuk, tumbuhan bawah dan organisme di horison O) tegakan dengan volume panenan 200 m3 . Untuk E1 nilai tengahan yang didaftar, bukan nilai rerata, dan untuk E2 yang didaftar adalah nilai minimum. IL: kehilangan yang tak berhubungan dengan jenis pohon K iL kg
A
B B1 B2 B3 B4 C C1 C2 C3 D D1 D2 D3 D4 E1 E2
-1
Ekspor bersamaan dengan panenan (kg ha ) Tangkai dan kulit kayu, 200 m3 Pelindian karena manajemen Kehilangan bersih (KLINGE, 1997; A2, 9 MON.) Kehilangan bersih (KLINGE, 1997; A3, 9 MON) Kehilangan bersih (MALMER ET AL, 1994;W5, 9 MON) 25% K-, 5% Ca dan 10% Mg – mengelompok di tajuk, undrstorey, organisme di horison O Kehilangan ke atmosfer karena kebakaran Rata-rata kehilangan karena kebakaran Kehilangan maksimum karena kebakaran Kehilangan minimum karena kebakaran Erosi Lap atas tanah kehilangan 50 Mg ha-1, alisol sedang Lap atas tanah kehilangan 50 Mg ha-1, alisol kaya Lap atas tanah kehilangan 50 Mg ha-1, alisol miskin Lap atas tanah kehilangan 200 Mg ha-1, alisol sedang Jumlah / rara-rata kehilangan (B1/2+C1+D1) Jumlah / rara-rata kehilangan (B4+C3+D3)
Am kg %
Ed kg %
kg
%
73
206
208
100
38 88 102
100
52 121 140
100
Pf
18 43 50
18 42 49
iL kg
Am kg %
Ca Ed kg
161
85
49 79 12
100
31 49 7
Mg %
Pf kg
%
100
157
100
58 93 14
31 50 8
iL kg
Am kg % 9,8
20 20
100
Ed
Pf
kg
%
kg
%
21, 0
100
11, 6
100
207 200 82
96 94 38
174 169 69
62
85
49
24
62
30
8
5
9
11
16
10
5
51
5
24
6
52
112 194 39
154 267 54
90 156 32
44 76 16
114 197 40
55 95 19
63 127 15
39 79 9
65 133 15
77 157 18
121 246 28
77 156 15
20 30 9
204 307 92
30 31 9
95 148 43
24 36 10
207 311 86
204 103
6 9 3 24 280 142
182 83
2 3 1 8 89 40
206 104
2 3 1 8 99 50
155 25
12 52 3 49 97 16
157 26
23 99 5 94 186 31
213 46
13 53 3 50 135 29
44 15
14 140 14 188 449 157
54 15
22 65 7 88 257 73
48 17
40 118 12 159 414 150
4,3 6,7 2,1 17,2
19,9 83,6 4,5 79,4
4,6 13,7 1,4 18,4
Tabel 11:
Jumlah aliran ekspor unsur hara akibat manajemen (hasil tebangan, pelindian karena manajemen, kebakaran dan erosi) dalam hubungannya (%) terhadap total persediaan di tegakan (persediaan hara Navail, Pavail dan kation tertukar K, Ca dan Mg pada kedalamam 0 - 100 cm dalam tanah, tegakan, tumbuhan bawah dan organisme pada horizon O) pada jenis tanah yang berbeda N Max200
Min 200
Alt 200 a
P Max200
Min 200
Alt 200 a
50 34 63 67 52
38 24 51 55 39
25 14 37 40 25
8 5 17 15 9
5 3 12 10 5
37 23 50 53 39
24 14 35 38 25
11 6 18 20 12
8 4 16 14 8
39 25 52 56 41
28 16 40 43 29
18 10 28 30 18
16 9 34 30 15
a
Acacia mangium Ali-/Acrisol, suplai hara sedang Ali-/Acrisol, suplai hara tinggi Ali-/Acrisol, suplai hara rendah Ferral-/Arenosol Calcisol Fluvisol Eucalyptus deglupta Ali-/Acrisol, suplai hara sedang Ali-/Acrisol, suplai hara tinggi Ali-/Acrisol, suplai hara rendah Ferral-/Arenosol Calcisol Fluvisol Paraserianthes falcataria Ali-/Acrisol, suplai hara sedang Ali-/Acrisol, suplai hara tinggi Ali-/Acrisol, suplai hara rendah Ferral-/Arenosol Calcisol Fluvisol
a
a
K Max200
Min 200
Alt 200 a
Ca Max200
Min 200
Alt 200 a
Mg Max200
Min 200
Alt 200 a
4 2 9 7 3
28 20 46 55 38 17
21 14 36 45 28 13
12 8 23 31 17 7
20 13 42 32 3 2
14 6 36 27 1 2
10 4 31 23 0 1
9 5 28 17 11 1
5 2 18 10 4 0
2 1 9 5 2 0
5 3 13 11 5
4 2 11 10 4
34 24 53 62 44 22
29 20 47 56 38 19
23 16 40 49 31 15
16 12 34 26 3 1
9 5 26 19 1 1
6 2 19 14 0 1
11 6 33 20 12 1
6 3 24 14 6 0
4 1 16 9 3 0
13 6 28 25 11
10 5 24 21 9
37 26 55 65 47 24
31 21 49 58 40 20
24 16 41 50 32 15
23 14 48 38 3 2
15 7 39 30 1 2
10 4 31 23 0 1
11 5 32 19 11 1
5 2 21 11 5 0
2 1 11 6 2 0
a
a
a
a
a
a
varian maksimum: 200 m3 panen, maksimum kehilangan karena pelindian, kebakaran dan erosi
b
varian minimum: 200 m3 panen, minimum kehilangan karena pelindian, kebakaran dan erosi
c
varian dengan perlakuan alternatif: 200 M3 panen, minimum kehilangan karena pelindian, kebakaran dan erosi
Kehilangan relative 50% berarti bahwa tegakan dapat tumbuh untuk 2 periode rotasi (100/50)
a
a
Tabel 12:
Perkiraan jumlah pupuk yang dibutuhkan untuk mengkompensasi aliran ekspor N akibat manajemen, tergantung pada kandungan N dan efisiensi pemanfaatannya
Jenis pupuk
Kehilangan
NPK (13% N)
Effisiensi pemanfaatannya (kg ha-1) 50% Eucalyptus deglupta, jenis tanah: medium Ali-/Acrisol Panenan 200 m3 75 1155 Jumlah kulit kayu dengan ekspor 23 354 Pelindian maksimum 53 816 Pelindian minimum 11 169 Kebakaran (100% areal) 211 3249 Kebakaran (50% areal) 106 1632 Erosi (200 Mg ha-1) 18,9 291 Erosi (50 Mg ha-1) 4,7 72 Erosi (10 Mg ha-1) 0,9 14 Jumlah Max200 a 358 5513 Jumlah Min 200b 197 3034 Jumlah Alt 200 c 81 1247
Urea (46% N)
60%
70%
50%
60%
70%
Amonium-nitrat (35% N) 50% 60% 70%
960 294 678 141 2701 1357 242 60 12 4582 2522 1037
825 253 583 121 2321 1166 208 52 10 3938 2167 891
323 99 228 47 907 456 81 20 4 1539 847 348
270 83 191 40 760 382 68 17 3 1289 709 292
233 71 164 34 654 329 59 15 3 1110 611 251
428 131 302 63 1203 604 108 27 5 2041 1123 462
a
varian maksimum: 200 m3 panen, maksimum kehilangan karena pelindian, kebakaran dan erosi
b
varian minimum: 200 m3 panen, minimum kehilangan karena pelindian, kebakaran dan erosi
c
varian dengan perlakuan alternatif: 200 M3 panen, minimum kehilangan karena pelindian,
kebakaran dan erosi
360 110 254 53 1013 509 91 23 4 1718 946 389
308 94 217 45 865 435 77 19 4 1468 808 332
Tabel 13:
Perkiraan jumlah pupuk yang dibutuhkan untuk mengkompensasi aliran ekspor P akibat manajemen, tergantung pada kandungan P dan efisiensi pemanfaatannya
Jenis pupuk Effisiensi pemanfaatannya
Kehilangan (kg ha-1)
NPK (5,7% P) 10% 15%
Acacia mangium, jenis tanah: medium Ali-/Acrisol Panenan 200 m3 2,6 466 Jumlah kulit kayu dengan ekspor 1,6 287 Pelindian maksimum 0,3 54 Pelindian minimum Kebakaran (100% areal) 2,4 430 Kebakaran (50% areal) 1,2 215 Erosi (200 Mg ha-1) 1,7 305 Erosi (50 Mg ha-1) 0,4 72 Erosi (10 Mg ha-1) 0,1 18 Jumlah Max200 a 7 1254 Jumlah Min 200b 4,2 753 Jumlah Alt 200 c 2,7 484 Eucalyptus deglupta, jenis tanah: medium Ali-/Acrisol Panenan 200 m3 3,8 681 Jumlah kulit kayu dengan ekspor 1,5 269 Pelindian maksimum 0,1 18 Pelindian minimum Kebakaran (100% areal) 1,1 197 Kebakaran (50% areal) 0,5 90 Erosi (200 Mg ha-1) 1,7 305 Erosi (50 Mg ha-1) 0,4 72 Erosi (10 Mg ha-1) 0,1 18 Jumlah Max200 a 6,7 1201 Jumlah Min 200b 4,7 842 Jumlah Alt 200 c 3,9 699
40%
TSP (22% P) 10% 15%
CIRP (15,8% P) SP (8% P 4 10% 1 4 10% 0 5 0 % % %
311 191 36
116 72 13
118 73 14
79 48 9
30 18 3
165 101 19
110 68 13
41 25 5
287 143 203 48 12 837 502 323
108 54 76 18 4 314 188 121
109 55 77 18 5 319 191 123
73 36 52 12 3 212 127 82
27 14 19 5 1 80 48 31
152 76 108 25 6 443 266 171
101 51 72 17 4 295 177 114
38 19 27 6 2 111 66 43
454 179 12
170 67 4
173 68 5
115 45 3
43 17 1
241 95 6
160 63 4
60 24 2
131 60 203 48 12 801 562 466
49 22 76 18 4 300 211 175
50 23 77 18 5 305 214 177
33 15 52 12 3 203 142 118
13 6 19 5 1 76 54 44
70 32 108 25 6 424 298 247
46 21 72 17 4 283 198 165
17 8 27 6 2 106 74 62
a
varian maksimum: 200 m3 panen, maksimum kehilangan karena pelindian, kebakaran dan erosi
b
varian minimum: 200 m3 panen, minimum kehilangan karena pelindian, kebakaran dan erosi
c
varian dengan perlakuan alternatif: 200 M3 panen, minimum kehilangan karena pelindian,
kebakaran dan erosi
Tabel 14:
Perkiraan jumlah pupuk yang dibutuhkan untuk mengganti aliran ekspor K akibat manajemen, tergantung pada kandungan K dan efisiensi pemanfaatannya
Jenis pupuk kehilangan NPK (17,4% K) Effisiensi pemanfaatannya (kg ha-1) 50% 60% Acacia mangium, jenis tanah: medium ali-/Acrisol Panenan 200 m3 74 840 701 Jumlah kulit kayu dengan ekspor 44 506 422 Pelindian maksimum 86 989 826 Pelindian minimum 62 713 595 Kebakaran (100% areal) 113 1300 1085 Kebakaran (50% areal) 57 656 547 Erosi (200 Mg ha-1) 17 196 163 Erosi (50 Mg ha-1) 4,3 49 41 Erosi (10 Mg ha-1) 0,9 10 9 Jumlah Max200 a 289 3324 2774 Jumlah Min 200b 196 2254 1882 Jumlah Alt 200 c 105 1208 1008 Eucalyptus deglupta, jenis tanah: medium Ali-/Acrisol Panenan 200 m3 206 2369 1978 Jumlah kulit kayu dengan ekspor 88 1012 845 Pelindian maksimum 69 794 662 Pelindian minimum 49 564 470 Kebakaran (100% areal) 91 1047 874 Kebakaran (50% areal) 45 518 432 Erosi (200 Mg ha-1) 17 196 163 Erosi (50 Mg ha-1) 4,3 49 41 Erosi (10 Mg ha-1) 0,9 10 9 Jumlah Max200 a 383 4405 3677 Jumlah Min 200b 304 3496 2918 Jumlah Alt 200 c 232 2668 2227 a
70%
42 potas (42% K) 50% 60%
70%
599 361 705 508 927 467 139 35 7 2370 1607 861
350 211 413 298 542 274 82 21 4 1387 941 504
292 176 344 248 452 228 68 17 4 1156 784 420
248 150 292 211 384 194 58 15 3 983 666 357
1689 722 566 402 746 369 139 35 7 3141 2493 1902
989 422 331 235 437 216 82 21 4 1838 1459 1114
824 352 276 196 364 180 68 17 4 1532 1216 928
700 299 235 167 309 153 58 15 3 1302 1034 789
varian maksimum: 200 m3 panen, maksimum kehilangan karena pelindian, kebakaran dan erosi varian minimum: 200 m3 panen, minimum kehilangan karena pelindian, kebakaran dan erosi c varian dengan perlakuan alternatif: 200 M3 panen, minimum kehilangan karena pelindian, kebakaran dan erosi b
Tabel 15:
Perbandingan jumlah pupuk yang digunakan saat ini (PT. IHM) dan jumlah yang dibutuhkan untuk mengkompensasi ekspor pada saat pemanenan (200 m3 ha-1), termasuk biaya pemupukan, Acacia mangium (Am), Eucalyptus deglupta (Ed)
Unsur hara dan pupuk Jumlah Pupuk Pupuk Kons. UE PT. IHM Am (%) (%) (kg ha-1) A1 N NPK 13 70 80 2418 A2 Urea 46 70 681 B1 P NPK 5,7 40 80 129 B2 TSP 22 40 32 33 B3 CIRP 15,8 40 46 C1 K NPK 17,4 70 80 656 C2 potash 50 70 232 D1 Ca TSP 100 D2 dolomite 100 672 2500 D2 Mg dolomite 100 672 2500 Pemupukan biasa (A 1 +B2 +D2 ) Pemupukan biasa (tanpa biaya untuk NPK-N) Pemupukan alternatif (A 2 +B2 +C2 +D2 ) Pemupukan alternatif (tanpa N-pupuk untuk Am)
Kons. = konsentrasi unsur hara dalam pupuk EU = estimasi efisiensi penggunaannya
Ed 879 248 178 45 63 1793 634 2500 2500
PT. IHM (kg ha-1) 74.800
(%)
74.800 18.080 74.800
100.800 100.800 193.680
100
Biaya Pemupukan Am (kg ha-1) 2.260.830 277.848 120.615 18.645 10.350 613.360 120.640 375.000 375.000 2.654.475 1.007.005 783.838 505.990
(%)
1371 520 405 261
Tabel 16:
Biaya pemupukan yang dibutuhkan untuk mengkompensasi total kehilangan unsur hara dengan varian manajemen Min200 dan Alt200 (Lampiran Tabel 1214)
Unsur hara dan pupuk Pupuk Kons. (%) A1 N NPK 13 A2 Urea 46 B1 P NPK 5,7 B2 TSP 22 B3 CIRP 15,8 C1 K NPK 17,4 C2 potash 50 D1 Ca TSP D2 dolomite D2 Mg dolomite Pemupukan biasa (A 1 +B2 +D2 ) Pemupukan biasa (tanpa A 1 ) Pemupukan alternatif (A 2+B2+C2+D2) Pemupukan alternatif (tanpa A 2 )
UE (%) 70 70 40 40 40 70 70 100 100 100
Acacia mangium Min 200 a (Rp ha-1) (%)c 3.319.500 481.509 175.780 27.120 14.850 1.0502.545 295.360
Alt 200b (Rp ha-1) 2.169.107 266.746 113.135 17.515 9.675 805.035 158.600
375.000 375.000 4.317.620 1.904.665 1.166.719 685.210
375.000 375.000 2.561.622 1.197.550 810.021 543.275
2229 983 602 354
(%)c
1323 618 418 281
Eucalyptus deglupta Min 200 a (Rp ha-1) (%)c 2.026.145 249.288 197.285 30.510 16.650 2.330.955 458.640
Alt 200 (Rp ha 833.085 102.408 163.625 24.860 13.950 1.778.370 349.960
375.000 375.000 2.431.655
1256
375.000 375.000 1.232.945
1.099.578
568
841.318
a
variant maksimum: 200 m3 panen, maksimum kehilangan karena pelindian, kebakaran dan erosi
b
perlakuan alternatif: 200 m3 panen, minimum kehilangan karena pelindian, kebakaran dan erosi
c
hubungan dengan biaya pemupukan di PT. IHM (100% = 193.680 Rp ha -1; lihat Tabel 15)
Kons. = konsentrasi unsur hara dalam pupuk EU = estimasi efisiensi penggunaannya
Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH Tropenökologisches Begleitprogramm (TÖB) Förderung der Tropenwaldforschung Tropical Ecology Support Program Postfach 5180 D-65726 Eschborn Federal Republic of Germany Fax: +49-(0)6196-79-6190 E-Mail:
[email protected] World Wide Web: http://www.gtz.de/toeb
Im Auftrag des Bundesministeriums für wirtschaftliche Zusammenarbeit und Entwicklung (BMZ)