PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Konsumsi beras perkapita penduduk Indonesia tahun 2005 mencapai 139 kg pertahun perorang, untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut Indonesia harus mengimpor sebanyak 24.929 ton beras (Anonimus 2004a). Padi merupakan tulang punggung ekonomi di pedesaan yang diusahakan oleh lebih dari 18 juta petani, menyumbang hampir 70% terhadap Produk Domestik Bruto tanaman pangan, memberikan kesempatan kerja dan pendapatan bagi lebih dari 21 juta rumah tangga dengan sumbangan pendapatan sekitar 25-35% (Anonimus 2006a). Oleh karena itu, pemerintah memberikan prioritas tinggi dalam upaya peningkatan produksi padi. Pemerintah pada tahun 2007 mentargetkan produksi beras nasional naik dua juta ton menjadi 58,18 juta ton. Target tersebut setiap tahun akan ditingkatkan menjadi 5 persen, sehingga pada tahun 2009 Indonesia bisa kembali berswasembada beras dengan tingkat produksi 64,15 juta ton gabah kering giling (Suyamto, dkk 2007). Laju peningkatan produktivitas padi sawah secara nasional dalam beberapa tahun terakhir cenderung melandai. Bahkan di beberapa lokasi produktifitasnya cenderung turun disertai merosotnya kualitas hasil (Sumarno 1997; Suwono, dkk 1999). Data BPS menyebutkan bahwa pertambahan produksi padi nasional tahun 1974 sampai dengan 1980 sebesar 4,8% per tahun, sedangkan
1
Universitas Sumatera Utara
pada dekade 1981-1990 sebesar 4,35%. Angka tersebut kembali turun pada dekade 1991-2000 menjadi sebesar 1,32%. Peningkatan produktivitas atau ratarata produksi padi perhektar secara nasional juga mengalami penurunan. Rata-rata peningkatan produktivitas padi secara nasional tahun 1973-1980 adalah 0,29% tahun 1981-1990 sebesar 3,03%, sedangkan pada tahun 1991-2000 mengalami penurunan menjadi 1,15%, bahkan pada beberapa tahun bernilai negatif (Susanto 2003). Pendekatan sistem intensifikasi yang selama ini diterapkan tidak lagi mampu meningkatkan produksi dan produktivitas padi secara nyata. Penggunaan input yang makin tinggi untuk mempertahankan produktivitas tetap tinggi, ternyata telah menurunkan efisiensi sistem produksi padi sawah (Anonimus 2003). Meskipun
terjadi
gejala
pelandaian
produksi
dan
penurunan
produktivitas lahan sawah intensif di daerah sentra produksi padi, namun intensifikasi padi sawah khususnya sawah irigasi tetap menjadi tumpuan utama dalam peningkatan produksi padi nasional (Anonimus 2004c). Penyebab pelandaian produktivitas padi sawah antara lain : ketidakterpaduan pengelolaan lahan dan kurangnya kesadaran terhadap upaya pelestarian lahan dan lingkungan, dan eksploitasi lahan sawah secara intensif dan terus menerus telah berlangsung selama bertahun-tahun sehingga berdampak terhadap penurunan tingkat kesuburan dan sifat fisik tanah (Anonimus 2003). Pelandaian produktivitas padi terjadi karena kurangnya ketersediaan teknologi spesifik lokasi dan tingkat adopsi teknologi anjuran yang masih relatif rendah. Penerapan teknologi di tingkat petani umumnya dari tahun ke tahun tidak berbeda,
2
Universitas Sumatera Utara
sehingga banyak komponen teknologi budidaya padi sawah perlu diperbaiki (Muljady, dkk 2005). Tantangan lain dalam budidaya padi sawah adalah perubahan cuaca di Indonesia mengalami perubahan yang cukup dinamis. Salah satu kondisi yang dirasakan adalah
semakin meningkatnya suhu udara dan tidak seimbangnya
jumlah air di musim kemarau dan musim hujan. Masyarakat mengalami kekurangan air di musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan. Suhu yang makin tinggi berpengaruh pada peningkatan evaporasi dan evapotranspirasi pada akhirnya menipisnya ketersediaan air. Sementara itu, petani tidak cukup mampu beradaptasi terhadap perubahan cuaca yang ditandai dengan tidak berubahnya pola penggunaan air pada padi sawah yang makin terbatas jumlahnya. Kebiasaan petani menggenangi sawahnya terus menerus dari sejak bibit padi ditanam sampai tanaman mendekati waktu panen, baik pada pertanaman musim hujan maupun musim kemarau. Cara seperti ini menunjukkan bahwa penggunaan air irigasi tidak efisien (boros) (Darwis 2004), sehingga kebutuhan air padi sawah mulai penanaman sampai panen antara 800 sampai 1200 mm, dengan konsumsi 6 sampai 10 mm per hari ( Kung dan Atthayodhin 1968 dalam De Datta 1981). Untuk memproduksi satu kilogram padi dibutuhkan tiga sampai lima liter air (Anonimus 2004c). Penggenangan air terus menerus pada tanaman padi menyebabkan kekurangan kadar oksigen dalam tanah sehingga terbentuknya senyawa-senyawa beracun dalam tanah seperti : Al, Fe, asam-asam organik, dan H2S, yang dapat meracuni tanaman sehingga tanaman menjadi kerdil (De Datta 1981; Hardjowigeno dan Rayes 2005). Tanaman padi dapat bertahan hidup dengan
3
Universitas Sumatera Utara
kondisi air yang tergenang, tetapi tidak tumbuh dengan subur dibawah kondisikondisi hypoxia (kekurangan oksigen) (Anonimus 2006a dan Uphoff 2004). Pada kondisi penggenangan air terus menerus, tanaman padi menghabiskan banyak energi untuk mengembangkan kantong-kantong udara (jaringan Aerenchyma) dalam akar-akarnya. Akibatnya 75 persen dari ujung-ujung akar padi mengalami degenerasi menjelang periode berbunga, akibatnya pembentukan anakan berkurang (Anonimus 2000a dan Berkelaar 2001 ). Kebiasaan petani belum menggunakan benih berlabel, benih yang ditanam berasal dari hasil panen ke panen berikutnya dan petani jarang sekali melakukan pergiliran varietas pada padi sawah. Varietas tertentu apabila memiliki produksi yang tinggi dan tahan terhadap hama khususnya hama wereng seterusnya dipakai oleh petani. Penggunaan varietas secara terus menerus akan menurunkan produktivitas dan ketahanan padi tersebut. Misalnya penggunaan varietas padi IR 64 selama ini diakui tahan terhadap wereng. Tercatat varietas ini selama dua puluh tahun ditanam oleh petani. Akibatnya, IR 64 rentan terhadap Wereng Batang Coklat (WBC) (Anonimus 2005a). Penggunaan varietas unggul padi sawah berumur genjah juga sangat penting kaitannya dengan efisiensi air. Semakin genjah umur padi semakin sedikit penggunaan air dibandingkan dengan padi berumur panjang. Kebiasaan petani menanam padi dengan sistem tegel, jarak tanam yang rapat dan tidak beraturan sehingga berpengaruh terhadap jumlah anakan perumpun dan produksi gabah per hektar. Jarak tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena berhubungan dengan persaingan sistem perakaran tanaman dalam konteks pemanfaatan pupuk (Hale dan Orcutt 1987).
4
Universitas Sumatera Utara
Untuk memecahkan masalah tersebut, perlu adanya perbaikan teknologi dalam budidaya padi sawah di tingkat petani untuk meningkatkan produktivitas padi yang efisien dalam penggunaan air antara lain dengan sistem pengelolaan air, pemakaian benih unggul spesifik lokasi dan sistem pengaturan jarak tanam. Perumusan Masalah. Eksploitasi lahan sawah secara intensif dan terus menerus telah berlangsung
selama
bertahun-tahun
menyebabkan
terjadinya
pelandaian
produktivitas padi sawah. Kebiasaan petani menggunakan teknologi yang statis turut berperan dalam pelandaian produktivitas padi sawah antara lain 1). pengelolaan air yang kurang tepat seperti melakukan penggenangan air pada padi sawah selama siklus hidupnya, 2). Penggunaan varietas padi yang menoton pada setiap musim tanam serta penggunaan benih yang berasal dari hasil panen ke panen berikutnya, menyebabkan menurunnya produktivitas dan ketahanan padi tersebut terhadap hama dan penyakit, dan 3). Penanaman padi menggunakan sistem tegel dengan jarak tanam yang rapat dan tidak beraturan. Ketiga faktor tersebut di atas sangat signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah serta efisiensi dalam penggunaan air. Dewasa ini banyak dilepas varietas unggul padi sawah yang belum jelas responnya terhadap teknik budidaya yang konvensional. Dengan demikian perlu ditetapkan suatu metode budidaya yang tepat bagi varietas unggul yang telah dikembangkan.
5
Universitas Sumatera Utara
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : (1) Mendapatkan kondisi genangan air yang optimal
untuk pertumbuhan dan produksi varietas unggul padi sawah, (2)
Mendapatkan jarak tanam yang optimal bagi pertumbuhan dan produksi varietas unggul padi sawah, (3) Mendapatkan tingkat genangan air dan jarak tanam yang paling responsif oleh varietas unggul padi sawah. Hipotesis 1. Terdapat tingkat genangan air yang paling sesuai bagi masing-masing varietas unggul padi sawah yang diuji. 2. Terdapat jarak tanam yang paling sesuai bagi masing-masing varietas yang diuji. 3. Ada interaksi antara jarak tanam dengan tingkat pemberian air terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah.
6
Universitas Sumatera Utara