ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Analisis Perbandingan Ekuitas Merek Pada Minimarket Alfamart dan Indomaret. Bernard E. Silaban Sukardi Arifin Insitut Bisnis Nusantara Jl.D.I. Panjaitan Kav 24 Jakarta 13340 (021) 8564932 ABSTRACT Nowadays, modern retail industry such as Hypermarket, Supermarket, and Minimarket have a significant growth in Indonesia. Minimarket is one that has a rapidly growing. There are many player in this industry, but only two of them as big players with significant market share. Alfamart and Indomart are two brands that dominate this industry. The objective of this research is to see how good is Minimarket Alfamart and Indomaret from their brand equitys’ point of view and which one is better. The sample of research is only Minimarket Alfamart and Indomaret in Taman Harapan Baru, Bekasi. The result shows that based on brand awareness, brand association, perceived quality, brand loyalty and in it’s overal brand equity, Minimarket Alfamart is beter than Minimarket Indomaret. Keywords: Minimarket, brand awareness, brand association, perceived quality, brand loyalty, brand equity PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Fenomena perkembangan usaha atau bisnis di Indonesia dewasa ini telah mengalami peningkatan yang cukup pesat. Hampir tidak ditemukan sebuah merek yang dapat berjalan sendiri tanpa mengalami persaingan. Bahkan, pada beberapa bidang bisnis, terjadi persaingan yang sangat ketat, sehingga pemimpin pasar atau market leader pada industri tersebut senantiasa bergantiganti setiap tahunnya. Bisnis ritel juga mengalami hal yang sama. Berbagai jenis format ritel serta jenisnya terus mengalami perkembangan. Mulai dari Hypermarket, Supermarket, Minimarket hingga toko kelontong yang tergolong dalam traditional market. Hal ini sebagai akibat dari adanya perkembangan usaha manufaktur dan peluang pasar yang cukup terbuka, maupun upaya pemerintah untuk mendorong perkembangan bisnis ritel. Pada bisnis minimarket terdapat beberapa pemain besar, diantaranya Alfamart, Indomaret, 7-Eleven, Circle K dan Yomart. Maraknya perkembangan minimarket terkadang menimbulkan dampak negatif yang dibarengi dengan timbulnya persaingan yang tidak sehat antar minimarket itu sendiri. Persaingan terlihat makin sengit ketika banyak dijumpai gerai minimarket yang saling berdekatan atau bahkan berdampingan. Terutama pada minimarket Alfamart dan minimarket Indomaret. Di mana ada Indomaret, di situ ada pula Alfamart. Kondisi ini terjadi karena tidak adanya regulasi dan pedoman yang secara khusus mengatur keberadaan minimarket tersebut, baik dari segi lokasi, jumlah dalam satu wilayah, jarak, dan jangkauan pelayanan. Keadaan ini mendorong timbulnya persaingan sengit dalam bisnis, terutama di bidang pemasaran. Setiap perusahaan akan berlomba-lomba untuk memuncaki dan memperoleh dominasi merek. Akhirnya akan mendorong terjadinya perang merek. Akibatnya pengelolaan, pengembangan, dan penguatan merek dipandang sebagai sebuah keharusan. Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 1
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Merek merupakan aset yang sangat berharga terutama bagi pengusahapengusaha retail. Banyak perusahaan memiliki nilai merek yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai seluruh asetnya. Persaingan merek pada masa sekarang ini pun mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Oleh karena itu, para pebisnis terus menerus mengembangkan mereknya sehingga memiliki daya saing yang baik. Kecenderungan bahwa merek disadari lebih bermakna dari sekedar produk, yang hanya mampu menjelaskan atribut fisik. Kesadaran akan hal ini, menjadikan merek mendapatkan porsi pengelolaan dan pengembangan yang lebih baik. Merek seharusnya dipandang sebagai aset perusahaan yang paling berharga. Merek mengandung nilai-nilai yang bersifat tak kasat mata (intangible), memiliki nilai emosional, keyakinan, harapan serta dipenuhi oleh persepsi dari pelanggan. Merek yang unggul dan dapat mendominasi persaingan, akan dapat memberikan keuntungan kompetitif yang berkelanjutan bagi perusahaan. Selain itu salah satu cara untuk dapat memenangkan persaingan yang semakin ketat, perusahaan perlu menerapkan strategi pemasaran yang tepat pula. Dimulai dari strategi mengembangkan produk hingga strategi mengembangkan merek. Karena merek yang kuat merupakan harapan bagi semua pemasar. Merek yang kuat akan menjadi aset vital bagi setiap perusahaan. Keunggulan merek, bisa saja berupa nilai bagi pelanggan maupun bagi perusahaan selaku pemilik merek. Merek merupakan janji penjual dalam menyampaikan kumpulan sifat, manfaat dan jasa yang spesifik secara konsisten kepada pembeli. Menurut Kotler, 2003, hal. 404 [1], merek dapat menyampaikan tingkatan makna, yaitu: (1). Atribut, dimana merek pertama-tama akan mengingatkan orang pada atribut produk tertentu, (2). Manfaat, dimana pelanggan tidak membeli atribut, tetapi membeli manfaat. Atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional, (3). Nilai, dimana merek mencerminkan sesuatu mengenai nilai-nilai pembeli. Pemasar merek harus mengenali kelompok spesifik pembeli yang nilainilanya sesuai dengan manfaat yang diberikan oleh merek tersebut. Kelompok pembeli ini merupakan target market dari merek tersebut, (4). Kepribadian, dimana merek akan menarik bagi orang yang memiliki kesesuaian/kecocokan antara gambaran citra dirinya dengan citra merek, (5). Kultur, sebuah merek mungkin mempunyai kultur budaya tersendiri. (6). Pengguna, sebuah merek akan memiliki kesan tersendiri bagi para konsumen atau penggunannya. Dapat disimpulkan bahwa suatu merek merupakan simbol yang dapat digunakan untuk menjual produk atau jasa. Merek juga menunjukkan asosiasi yang dibangunnya sendiri dan dapat berupa simbol sesuatu, desain, trademark dan logo. Selain itu, merek dapat dikatakan sebagai janji seorang penjual atau perusahaan untuk konsisten memberikan value, manfaat, feature, dan performance tertentu bagi pembeli. Berdasarkan pada penjelasan-penjelasan di atas, maka penelitian ini berusaha mengetahui dan menganalisa ekuitas merek dan elemen-elemen yang mempengaruhi ekuitas merek, yang terdiri dari brand awareness, brand association, perceived quality, brand loyalty, dan brand asset, terhadap merek minimarket Alfamart dan Indomaret. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai masukan bagi perusahaan dalam menilai kinerja mereknya di mata para konsumen Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 2
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Batasan Masalah Dari berbagai merek minimarket yang telah disebutkan sebelumnya antara lain: merek Alfamart, Indomaret, 7Eleven, Yomart dan Circle K, maka penelitian hanya akan dilakukan pada minimarket merek Alfamart dan minimarket merek Indomaret dengan alasan jumlah outlet dari kedua minimarket ini jauh mengungguli merek-merek minimarket lainnya. Masalah juga dibatasi pada empat dari lima kategori Ekuitas Merek yang terdiri dari Brand Awareness, Brand Association, Perceived Quality, dan Brand Loyalty. Sementara pada kategori Brand Asset tidak dilakukan pengujian karena keterbatasan waktu, data dan informasi yang dimiliki oleh peneliti. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Brand Awareness, Brand Association, Perceived Quality, Brand Loyalty, Brand Equity minimarket merek Alfamart dibandingkan dengan Brand Awareness minimarket merek Indomaret LANDASAN TEORI Merek (Brand) Menurut beberapa orang ahli, merek dapat didefinisikan sebagai berikut: Menurut American Marketing Association, merek, adalah: nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Tujuan pemberian merek adalah untuk mengidentifikasikan produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dengan produk atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing. Menurut David McNally dan Karl D. Speak 2004, hal. 4 [2], merek merupakan suatu hubungan. Ia bukan sekedar pernyataan, personal citra yang terencana, kemasan yang berwarna-warni, slogan-slogan yang tajam atau menambah suatu polesan untuk menyembunyikan keadaan yang sesungguhnya yang berbeda didalamnya. Ekuitas Merek (Brand Equity) Dalam memasarkan produk yang mempunyai brand, faktor emosional (affective) akan lebih berperan daripada faktor rasional (cognitive). Seseorang akan memilih produk dengan merek tertentu karena merek tersebut dianggap berkualitas, terpercaya, memiliki nilai lebih dan seringkali dianggap dapat mewakili ekspresi pribadi seseorang. Temporal & Lee, 2001, hal. 37 [3]. Karena itu suatu merek akan menjadi kuat apabila ia memiliki brand identity yang jelas. Sebuah merek yang mempunyai pesona emosional dan kualitas produk yang tinggi akan mendekati, mendapatkan dan mempertahankan konsumen yang loyal. Pengukuran suatu brand equity sangatlah berhubungan kuat dengan kesetiaan dan bagian pengukuran dari pengguna baru menjadi pengguna yang setia. Ada beberapa pengertian brand equity yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Susanto dan Wijanarko 2004, hal. 127 [4], ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan. Kemudian menurut East dalam Fera, Radityani, dan Kristanti, 2007 hal. 45 [5] Brand equity or brand strength is the control on purchase exerted by a brand, and, by virtue of this, the brand as an asset that can be exploited to produce revenue. Hal ini berarti ekuitas merek atau kekuatan merek adalah kontrol dari pembelian dengan menggunakan merek, dan kebaikan dari merek. Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 3
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Merek sebagai aset yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan pendapatan. Sedangkan menurut Kotler and Armstrong, Brand equity is the positive differential effect that knowing the brand name has on customer response to the product or service, Kotler and Armstrong 2004, hal. 292 [6], yang artinya ekuitas merek adalah efek diferensiasi yang positif yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa. Jadi dapat dirangkum bahwa brand equity adalah kekuatan suatu brand yang dapat menambah atau mengurangi nilai dari brand itu sendiri yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa yang dijual. Sedangkan menurut Christodoulides et al., 2006, hal. 803 [7] mendefinisikan ekitas merek sebagai “sebuah type hubungan mengenai intangible asset seperti co-created, ialah interaksi antara para konsumen dan retail brand”. Secara sederhana Farquhar dalam Aaker and Biel, 1993, hal. 33 [8] menyatakan brand sebagai ”every thing the consumer walks into the store with” Brand equity adalah satu set brand asset dan liability yang berhubungan dengan sebuah merek, nama dan symbol yang disediakan sebuah produk atau service bagi konsumen. Aaker 1991, hal. 17 [9] dan Kim and Kim, 2004, hal. 36 [10]. Brand equity memiliki lima elemen, yaitu: 1). Brand loyalty (loyalty merek), 2). Brand awareness (kesadaran akan merek), 3). Perceived quality (persepsi atau kesan akan kualitas), 4). Brand associations (asosiasi merek sebagai tambahan dari kesan kualitas) dan 5). Brand Asset (Logo dan Simbol). Berikut merupakan bentuk penjelasan terhadap masing-masing elemen yang terkandung dalam ekuitas merek, antara lain: Kesadaran Merek (Brand Awareness) Definisi daripada brand awareness (kesadaran merek) menurut David Aaker, 1991, hal. 60 [9], adalah “Kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu”. Kesadaran merek memiliki beberapa tingkatan yang dapat digambarkan sebagai suatu piramida seperti pada gambar 2.1 berikut ini, David A. Aaker, 1991, hal. 61 [9]:
Top of Mind Brand Recall Brand Recognition Unware of Brand
Gambar 2-1: Piramida Brand Awareness Penjelasan gambar piramida brand awareness di atas dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah : a). Unware Of Brand (Tidak menyadari akan merek) Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 4
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Tingkatan ini merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek. b). Brand Recognition (Pengenalan merek) Pada tingkatan ini, seseorang mengetahui akan suatu merek berdasarkan stimulasi tersebut yang ada, misalnya warna bentuk. Brand recognition ini tergolong dalam aided awareness, yaitu awareness konsumen akan suatu merek yang mana untuk membangkitkan ingatan konsumen akan merek produk bersangkutan harus melalui stimulasi-stimulasi seperti yang disebutkan di atas, seperti icon, warna bentuk, ataupun logo. c). Brand Recall (Pengingatan kembali terhadap merek) Pada tahapan brand recall, konsumen telah dapat menggunakan memorinya dalam menyebutkan kembali nama merek dari kategori produk. Brand recall ini, sebagai tahapan awareness yang lebih tinggi, merupakan unaided awareness, karena pada tahapan in, konsumen telah dapat mengingat suatu nama merek, walaupun tanpa melalui stimulasi akan hal-hal yang berkaitan dengan merek. d). Top Of Mind (Puncak Pikiran) Apabila seseorang ditanya langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan ia menyebutkan satu nama merek, maka merek yang paling banyak disebutkan pertama kali merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek dari berbagai merek yang ada di dalam benak konsumen. Upaya menarik kesadaran merek, baik dalam tingkat pengenalan (brand recognition) maupun pengingatan kembali (brand recall), melibatkan dua kegiatan, yaitu: berusaha memperoleh identitas merek dan berusaha mengaitkannya dengan kelas produk tertentu. Rangkuti, 2004, 41 [11]. Kesadaran merek dapat menciptakan suatu nilai. Aaker, 1991, hal. 61 [9]. Setiap perusahaan dapat dipastikan menginginkan mereknya menjadi merek unggulan, yang tentunya pada akhirnya diharapkan dapat menjadi pencetak profit bagi perusahaan dengan pencapaian market share mayoritas dan angka penjualan yang besar. Untuk itu, maka harus dipastikan bahwa merek dari perusahaan itu berada dalam benak konsumen, atau yang biasa dikatakan sebagai brand awareness. Menurut Rangkuti, 2004, hal. 39-40 [11], brand awareness adalah kesanggupan seseorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Peran brand awareness dalam keseluruhan brand equity tergantung dari sejauhmana tingkatan kesadaran yang dicapai oleh suatu merek. Asosiasi Merek (Brand Association) Asosiasi merek (brand Association), adalah segala kesan yang muncul di benak konsumen yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesankesan yang terkait dengan merek akan semakin meningkat dengan semakin bertambahnya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek atau semakin sering kemunculan merek tersebut dalam strategi komunikasi perusahaan. Suatu merek yang telah memiliki posisi menonjol dalam persaingan bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat, berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, maka semakin kuat kesan suatu merek yang dimiliki oleh merek tersebut. Lebih lanjut, brand association adalah sesuatu yang dapat dihubungkan dalam ingatan konsumen terhadap sebuah merek. Sekumpulan brand association akan membentuk brand image suatu merek. Aaker, 1991, hal. 109 [9]. Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 5
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Selain itu juga, brand association (asosiasi merek) dapat diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek dalam Rangkuti, 2004, hal. 43 [11]. Assosiasi itu tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan. keterkaitan akan suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya. Berbagai assosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk citra tentang merek atau brand image di dalam benak konsumen. Secara sederhana pengertian brand image adalah sekumpulan assosiasi merek yang terbentuk dibenak konsumen. Konsumen yang biasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand image atau hal ini disebut juga dengan kepribadian merek (brand personality). Asosiasi ini merupakan atribut yang ada di dalam merek tersebut dan memiliki suatu kekuatan sehingga pelanggan dapat memberikan image merek tertentu dari suatu kumpulan asosiasi. Dimana, apabila konsumen beranggapan bahwa merek tertentu secara fisik berbeda dari merek pesaing, image merek tersebut akan melekat secara terus menerus sehingga dapat membentuk kesetiaan terhadap merek tersebut (brand loyalty). Pada umumnya asosiasi merek sangat membantu para konsumen untuk mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak. Keuntungan keempat adalah penciptaan sikap atau perasaan positif. Asosiasi merek dapat merangsang perasaan positif terhadap produk yang bersangkutan. Keuntungan kelima adalah landasan untuk perluasan. Asosiasi merek dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan merek, yaitu dengan menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dan sebuah produk baru. Rangkuti, 2004, hal. 44 [11]. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) Perceived quality menurut Aaker dalam Rangkuti, 2004, hal. 41-42 [11] adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa/pelayanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan. Terdapat lima keuntungan kesan kualitas. Keuntungan pertama adalah alasan membeli. Kesan sebuah merek memberikan alasan yang penting untuk membeli. Hal ini mempengaruhi merek-merek mana yang harus dipertimbangkan dan selanjutnya mempengaruhi merek apa yang harus dipilih. Keuntungan kedua adalah diferensiasi. Artinya, suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi kesan kualitas. Keuntungan ketiga adalah harga optimum. Keuntungan ketiga ini memberikan pilihan-pilihan di dalam menetapkan harga optimum (premium price). Keuntungan keempat adalah meningkatkan para minat distributor. Keuntungan keempat ini memiliki arti penting bagi para distributor, pengecer serta berbagai saluran distribusi lainnya, karena itu sangat membantu perluasan distribusi. Keuntungan kelima adalah perluasan merek. Kesan kualitas dapat dieksploitasi dengan cara mengenakan berbagai perluasan merek yaitu dengan menggunakan merek tertentu untuk masuk kedalam kategori produk baru. Perceived quality dalam Zeithaml, 1990, hal. 4 [14] adalah model yang digunakan untuk mengukur tentang kesempurnaan sebuah produk. Seorang pelanggan dapat dipuaskan hanya karena mempunyai harapan yang rendah terhadap kinerja suatu produk, sebenarnya harapan rendah tidaklah identik dengan kesan kualitas tinggi. Dalam mendapatkan kesan kualitas yang tinggi dengan mendapatkan kesan kualitas yang tinggi dengan memberikan kualitas produk kepada pelanggan tinggi, memahami tanda-tanda kualitas pembeli, mengkomunikasikan pesan kualitas tersebut dengan meyakinkan, serta mengidentifikasikan dimensi penting dari kualitas. Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 6
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Kesan kualitas tidak dapat ditetapkan secara obyektif karena lebih merupakan persepsi dan kepentingan pelanggan. Berbagai kriteria perlu mendasari dalam penilaian suatu kesan kualitas, serangkaian kriteria yang berbeda perlu mendasari dalam penilaian suatu kesan kualitas dan terpenting adalah kepuasan yang diperoleh pelanggan tidak sama dengan kesan kualitas. Perceived quality (kesan kualitas) merupakan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa/pelayanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan. Kesan kualitas memberikan nilai dalam beberapa bentuk, seperti alasan membeli, diferensiasi atau posisi, harga optimum, minat saluran distribusi, dan perluasan merek. Rangkuti, 2004, hal. 247 [11]. Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Brand loyalty (loyalitas merek) merupakan salah satu dari 4 variabel brand equity yang dikembangkan oleh Aaker 1991, hal. 16 [9], disamping brand awareness (kesadaran merek), perceived quality (persepsi kualitas), dan brand association (asosiasi merek). Peter dan Olson dalam Johannes M. and Hatane S., 2007, hal. 91 [12] memberikan definisi, brand loyalty adalah komitmen hakiki dalam membeli ulang sebuah merek yang istimewa. Lebih lanjut, brand loyalty (loyalitas merek) merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Durianto et al., 2001, hal. 62 [13]. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati ada perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lain. Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah berpindah ke merek lain, apapun yang terjadi dengan merek tersebut. Apabila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi. Dengan demikian, brand loyalty merupakan salah satu indikator dari brand equity yang jelas terkait dengan peluang penjualan, yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan di masa mendatang. Johannes and Hatane, 2007, hal. 91 [12]. Pengelolaan dan pemanfaatan yang benar dari suatu strategi pemasaran, akan membuat brand loyalty menjadi asset stategis bagi perusahaan. Beberapa potensi yang dapat diberikan oleh brand loyalty kepada perusahaan, yaitu “reduced marketing costs, trade leverage, attracting new customers, dan provide time to respond to competitive threats”. Durianto et al., 2001, hal. 127 [13]. Menurut Durianto et al. 2001, hal. 40 [13] beberapa tingkatan brand loyalty adalah: 1. Switcher (Konsumen yang suka berpindah - pindah) Pelanggan yang berada pada tingkat switcher loyalty adalah pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar dari piramida brand loyalty pada umumnya. Pelanggan dengan switcher loyalty memiliki perilaku sering berpindah-pindah merek, sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek-merek yang dikonsumsi. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah membeli suatu produk karena harga yang murah atau karena faktor insentif lain. Untuk eksplorasi Switcher dapat diajukan pertanyaan seperti berikut: “seberapa sering anda berpindah merek karena faktor harga?” 2. Habitual buyer (Konsumen yang membeli karena kebiasaan) Habitual behavior merupakan aktivitas rutin konsumen dalam membeli suatu merek produk, meliputi proses pengambilan keputusan pembelian dan kesukaan Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 7
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 terhadap merek produk tersebut. Pelanggan yang berada dalam tingkatan habitual buyer dapat dikategorikan sebagai pelanggan yang puas dengan merek produk yang dikonsumsi atau setidaknya pelanggan tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek tersebut. Untuk eksplorasi Habitual buyer dapat diajukan pertanyaan seperti berikut: “Apakah anda membeli suatu merek produk hanya karena kebiasaan?” 3. Satisfied buyer (Konsumen yang puas dengan pembelian yang dilakukan) Pada tingkatan satisfied buyer, pelanggan suatu merek masuk dalam kategori puas bila pelanggan mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja pelanggan memindahkan pembelian ke merek lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau risiko kinerja yang melekat dengan tindakan pelanggan beralih merek. Untuk eksplorasi satisfied buyer dapat diajukan pertanyaan seperti berikut: “puaskah anda dalam menggunakan merek ini?” 4. Liking of the brand (menyukai merek) Pelanggan yang masuk dalam kategori liking of the brand merupakan pelanggan yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pelanggan bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya, baik yang dialami pribadi maupun oleh kerabat atau pun disebabkan oleh perceived quality yang tinggi. Meskipun demikian, sering kali rasa suka ini merupakan suatu perasaan yang sulit diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan ke dalam sesuatu yang spesifik. Untuk eksplorasi liking of brand dapat diajukan pertanyaan seperti berikut: “Apakah anda benar-benar menggunakan merek ini?” 5. Committed buyer (Konsumen yang komit terhadap merek yang dibeli) Pada tahapan loyalitas committed buyer pelanggan merupakan pelanggan setia (loyal). Pelanggan memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi pelanggan dipandang dari segi fungsi maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya diri pelanggan. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain. Untuk eksplorasi committed buyer dapat diajukan pertanyaan seperti berikut: “Apakah anda menyarankan dan mempromosikan ke orang lain untuk membeli merek produk yang sama?” Lebih lanjut brand loyalty merupakan ukuran kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merupakan inti dari brand equity yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek. Apabila loyalitas merek meningkat, maka kerentaan kelompok pelanggan dari serangan kompetitor dapat dikurangi. Rangkuti, 2004, hal. 60-61 [11]. Brand loyalty secara kualitatif berbeda dengan keempat atribut dari elemen brand equity lainnya karena atribut ini terkait dengan pengalaman konsumen setelah menggunakan merek tersebut. Oleh sebab itu, brand loyalty tidak dapat tercapai bila konsumen belum memiliki pengalaman dalam menggunakan atau mengkonsumsi produk dari merek tersebut. Brand loyalty terbagi atas tingkat loyalitas konsumen terhadap suatu merek dari yang paling rendah (switcher/price sensitive) hingga paling tinggi (commited buyer). Tiap tingkatan brand loyalty mewakili tantangan pemasaran yang berbeda dan juga mewakili tipe asset yang berbeda dalam pengelolaan dan eksploitasinya. Tingkatan (hirarki) brand loyalty yang disebutkan di atas, yaitu mulai dari switcher (tingkat yang paling rendah-dengan porsi yang paling besar), habitual buyer, satisfied buyer, liking of the brand, hingga committed buyer Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 8
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 (tingkat paling tinggi-dengan porsi yang paling kecil) adalah sangat sesuai bagi merek yang belum memiliki brand equity yang kuat. Sebaliknya bagi merek dengan brand equity yang kuat, maka tingkatan atau hirarki brand loyalty dimulai dari switcher (tingkat yang paling rendah-dengan porsi yang paling kecil), habitual buyer, satisfied buyer, liking of the brand, hingga committed buyer (tingkat paling tinggi-dengan porsi yang paling besar) seperti pada gambar 2.2 berikut. Durianto et al., 2001, hal. 130 [13].
GAMBAR 2.2 HIRARKI BRAND LOYALTY METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan ini dikategorikan ke dalam metode penelitian komparatif. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara sistematis, aktual dan akurat mengenai perbandingan elemen-elemen brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty pada merek Alfamart dan Indomaret. Variabel Penelitian Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Jurnal Measuring Brand Equity Across Products and Markets, (Aaker, 1996), yang menerangkan tatacara pengukuran dari empat variabel yang membangun brand equity: brand awareness, brand association, perceived quality dan brand loyalty. Dari keseluruhan item-item pernyataan diterjemahkan seperti pada tabel 3.1 berikut. Tjiptono et al, 2004, hal. 248 [15]: Tabel 3-1: VARIABEL PENELITIAN No
Pertanyaan/Pernyataan
Skala
A
Brand Awareness
Sum Scale
1
Top of Mind, nama minimarket yang paling disebutkan pertama kali.
%
Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 9
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 2
Brand Recall, merek-merek minimarket yang dapat disebutkan secara langsung dan tidak diberikan petunjuk atau bantuan dari pewawancara
%
3
Brand Recognition, jika merek yang di ukur (dalam hal ini Alfamart dan Indomaret) tidak disebutkan pada Top of Mind dan Brand Recall, maka kepada responden akan diberikan pertanyaan dengan bantuan.
y/n
B
Brand Association (BAS)
STS SS
1
Apa yang terlintas di benak responden ketika disebutkan Minimarket merek Alfamart (Pertanyaan Terbuka)
%
2
Apa yang terlintas di benak responden ketika disebutkan Minimarket merek Indomaret (Pertanyaan Terbuka)
%
C
Perceived Quality (PQ)
JS SB
Persepsi terhadap Minimarket merek Alfamart dan merek Indomaret dalam hal :
D
Tempat parkirnya
Harganya Murah
Kualitas Produk yang dijual
Kelengkapan Produknya
Penataan Produknya / Display
Kenyamanan Suasananya
Keramahan Pelayanannya
Kecepatan Pelayanannya
Kebersihan Ruangannya
Kedekatan dengan rumah
Pencahayaannya Brand Loyalty (BL)
Brand Switcher : Jika minimarket ALFAMART memberikan potongan harga (Diskon), sementara minimarket INDOMARET tidak 1 memberikan potongan harga, Seberapa besar kemungkinan Anda untuk berbelanja di minimarket ALFAMART yang memberikan potongan harga? Brand Switcher : Jika minimarket INDOMARET memberikan potongan harga (Diskon), sementara minimarket ALFAMART tidak 2 memberikan potongan harga, Seberapa besar kemungkinan Anda untuk berbelanja di minimarket INDOMARET yang memberikan potongan harga? Habitual Buyer : 3 Apakah Anda setuju bahwa alasan Anda berbelanja di minimarket ALFAMART hanya karena kebiasaan saja? Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 10
SK SB
Likert
Likert
Likert
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 4
5
6
7 8
9
10
Habitual Buyer : Apakah Anda setuju bahwa alasan Anda berbelanja di minimarket INDOMARET hanya karena kebiasaan saja? Satisfied Buyer: Seberapakah tingkat kepuasan Anda secara keseluruhan terhadap minimarket ALFAMART, (Kualitas Produk, Kualitas pelayanan dan Harga) Satisfied Buyer: Seberapakah tingkat kepuasan Anda secara keseluruhan terhadap minimarket INDOMARET, (Kualitas Produk, Kualitas pelayanan dan Harga) Liking The Brand: Apakah Anda menyukai berbelanja di minimarket ALFAMART? Liking The Brand: Apakah Anda menyukai berbelanja di minimarket INDOMARET? Committed Buyer: Seberapa besar kemungkinan Anda untuk merekomendasikan kepada tetangga/ keluarga maupun teman-teman Anda untuk berbelanja di Minimarket ALFAMART? Committed Buyer: Seberapa besar kemungkinan Anda untuk merekomendasikan kepada tetangga/ keluarga maupun teman-teman Anda untuk berbelanja di Minimarket INDOMARET?
Untuk memperoleh nilai (skor) masing-masing variabel, pertanyaan-pertanyaan berdasarkan pada Frekuensi dan Skala Likert (skala 1 sampai 5) berikut. 1=Buruk Sekali, 2=Buruk, 3=Cukup, 4=Baik, 5=Sangat Baik Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian yang dilakukan pengumpulan data untuk mendapatkan keterangan yang diperlukan untuk pembahasan masalah dalam penelitian. Pengumpulan data dilakukan sesuai dengan jenis datanya, yaitu dengan cara: 1. Teknik Kepustakaan Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dan disusun oleh orang lain yang digunakan oleh penulis sebagai data penelitian. Data tersebut berbentuk teoriteori yang diperoleh dari buku-buku referensi, majalah, laporan-laporan, perpustakaan yang berhubungan dengan objek penelitian. 2. Teknik Lapangan a) Wawancara Tekhnik Lapangan adalah data yang dikumpulkan dan disusun oleh penulis sendiri yang diperoleh dengan cara melakukan wawancara tatap muka (face to face interview). b) Kuesioner Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dari setiap responden adalah Kuesioner. Pertanyaan yang digunakan adalah kombinasi dari pertanyaan terbuka (open ended) dan pertanyaan tertutup (close ended), dimana responden diberi kesempatan menjawab dengan kata-kata sendiri. Pertanyaan terbuka (open ended) adalah daftar pertanyaan dimana peneliti tidak menyediakan kemungkinan jawaban yang akan diberikan oleh responden. Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 11
Likert
Likert
Likert
Likert Likert
Likert
Likert
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Penggunaan pertanyaan terbuka dalam penelitian ini adalah mengenai merekmerek yang diketahui (Brand Awareness) dan asosiasi yang melekat pada sebuah merek (Brand Association). Pertanyaan tertutup (close ended) adalah daftar pertanyaan dimana peneliti telah menyediakan kemungkinan jawaban yang akan diberikan oleh responden. Sebagian besar pertanyaan dalam penelitian ini menggunakan pertanyaan tertutup. c) Skala Pengukuran Untuk memperoleh nilai (skor) masing-masing variabel, pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner berdasarkan pada Frekuensi dan Skala Likert. Skor skala likert yang digunakan terbatas pada alternatif jawaban 1 (satu) hingga maksimal 5 (lima), dengan ketentuan penilaian masing-masing alternatif jawaban diberikan label/ skor sebagai berikut:
Kebiasaan
Kemungkinan
Sangat Tidak Setuju
1
Tidak Setuju
2
Ragu-ragu
3
Setuju
4
Sangat Setuju
5
Skala Interval
Sangat Kecil
1
Kecil
2
Biasa saja
3
Besar
4
Sangat Besar
5
Kepuasan
Skala
Skala
Sangat Tidak Puas
1
Tidak Puas
2
Biasa Saja
3
Puas
4 Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 12
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Sangat Puas
5
Kesukaan
Skala
Sangat Tidak Suka 1 d) Uji Validitas Validitas adalah suatu ukuran Tidak Suka 2 yang menunjukkan tingkatBiasa Saja 3 tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu Suka 4 instrumen yang valid atau sahih Sangat Suka 5 mempunyai validitas yang tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas yang rendah. Arikunto, 2002, hal. 145 [16]. Uji signifikansi dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan r tabel untuk degree of freedom (df) = n-2, dimana n adalah jumlah sampel yang diuji coba. Dengan menggunakan software SPSS untuk mendapatkan Cronbach Alpha dikolom corelated item-total corelation, jika r hitung lebih besar dari r tabel dan nilai positif maka butir pertanyaan tersebut dikatakan valid atau layak digunakan dalam pengambilan data. Pengukuran validitas instrumen penelitian ini dilakukan terhadap sample sebanyak 30 responden. e) Uji Reliabilitas Adalah suatu ukuran yang menunjukkan derajat dipercayanya suatu instrumen. Instrumen dapat dikatakan reliabel apabila menghasilkan data yang cukup dipercaya untuk digunakan dalam pengumpulan data. Menurut Ghozali 2005, hal. 42 [17] untuk memudahkan mencari reliabilitas dapat menggunakan rumus Alpha. Software SPSS memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik Cronbach Alpha (a). Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60. pengukuran reliabilitas instrumen dilakukan dengan menguji instrumen terhadap 30 responden. Populasi, Sample dan Teknik Sampling Populasi. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penulis untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya oleh penulis. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai populasi adalah: - Pria dan Wanita - Pernah berbelanja di minimarket Alfamart dan minimarket Indomaret dalam 6 bulan terakhir - Berdomisili di lingkungan perumahan Taman Harapan Baru, kelurahan Pejuang, Kecamatan Medan Satria, Bekasi, Jawa Barat Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah atau elemen atau karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Jika populasi besar dan peneliti tidak mungkin untuk menelitii semua, tetapi mengambil sebagian dari populasi untuk dijadikan sampel yang diharapkan dapat memberi gambaran keadaan populasi. Dalam penelitian ini sampel berjumlah 100 orang sebagai responden. Teknik Pengambilan Sampel Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 13
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Teknik yang digunakan untuk mengambil sampel adalah simple random sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama kepada seluruh anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Pengambilan sampel secara acak/random dilakukan penulis langsung kepada responden yang dituju. Teknik Analisis Data Untuk pengukuran data pada penelitian ini, peneliti menggunakan Frekuensi dan Skala Likert. Skala ini juga disebut juga sebagai method of summated ratings karena nilai peringkat setiap jawaban atau tanggapan dijumlahkan sehingga mendapat nilai total. Data-data tersebut selanjutnya akan diolah melalui tahap editing, coding, dan diwujudkan dalam tabel (tabulasi data). Setelah itu dilakukan analisa statistik yaitu analisa deskriptif yang digunakan untuk mendeskripsikan variabel-variabel, untuk mengetahui karakteristik responden serta untuk melihat atribut-atribut yang mempengaruhi perilaku konsumen. Setiap pertanyaan di dalam kuesioner akan di input ke dalam variabel-variabel Software SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) versi 12. Adapun langkah-langkah analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1 Mengetahui Perbandingan Brand Awareness minimarket merek Alfamart dengan Indomaret adalah menggunakan software SPSS. Variabelvariabel yang digunakan adalah variabel Top Of Mind, Brand Recall dan Brand Recognation 2. Mengetahui Perbandingan Brand Association minimarket merek Alfamart dengan Indomaret adalah menggunakan software SPSS. Variabelvariabel yang mewakili elemen Brand Association adalah variabel dengan jawaban terbuka (open ended). Perbandingan dilakukan dengan membandingkan secara langsung frekuensi asosiasi positif masing-masing merek. Disamping itu, dilakukan juga perbandingan asosiasi negatif pada masing-masing merek. 3. Mengetahui perbandingan Perceived Quality minimarket merek Alfamart dengan Indomaret dengan membandingkan nilai rata-rata (mean) dari 11 faktor yang diajukan. 4. Mengetahui perbandingan Brand Loyalty minimarket merek Alfamart dengan Indomaret dengan membandingkan nilai rata-rata masing-masing dari elemen yang membangun Brand Loyalty, diantaranya: Switcher, Habitual Buyer, Satisfied Buyer, Liking the Brand dan Committed Buyer. 5. Mengetahui perbandingan Brand Equity minimarket merek Alfamart dengan Indomaret dengan melakukan pembandingan masing-masing elemen ekuitas merek. Kerangka Penelitian Penelitian ini membandingkan brand equity yang hanya dilihat dari empat elemen saja yakni; brand awareness, brand association, perceived quality dan brand loyalty, Keempat elemen tersebut memberikan fungsi bagi pembentukan brand equity; yangi akan membandingkan brand equity dari Alfamart dan Indomaret seperti pada gambar berikut: Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 14
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Gambar 3-2: KERANGKA PENELITIAN
ANALISIS DATA, PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Profil Minimarket Indomaret Indomaret merupakan jaringan minimarket yang menyediakan kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari-hari dengan luas penjualan kurang dari 200 m2. Dikelola oleh PT. Indomarco Prismatama, gerai pertama dibuka pada November 1968 di Kalimantan. Tahun 1997 perusahaan mengembangkan bisnis gerai waralaba pertama di Indonesia, setelah Indomaret teruji dengan lebih dari 230 gerai. Pada Mei 2003 Indomaret meraih penghargaan “perusahaan waralaba 2003” dari Presiden Megawati Soekarnoputri. Hingga Agustus 2010 Indomaret mencapai 4531 gerai. Dari total itu 2679 gerai adalah milik sendiri dan sisanya 1852 gerai waralaba milik masyarakat, yang tersebar di kota-kota di Jabotabek, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jogjakarta, Bali dan Lampung. Di DKI Jakarta terdapat sekitar 488 gerai. Indomaret mudah ditemukan di daerah pemukiman, gedung perkantoran dan fasilitas umum karena penempatan lokasi gerai di dasarkan pada motto “mudah dan hemat”, lebih dari 3.500 jenis makanan dan non-makanan tersedia dengan harga bersaing, memenuhi hampir semua kebutuhan konsumen seharihari, didukung oleh pusat distribusi, yang menggunakan teknologi mutakhir, Indomaret merupakan salah satu asset bisnis yang sangat menjanjikan, keberadaan Indomaret diperkuat oleh anak perusahaan dibawah bendera grup INTRACO yaitu Indogrosir, Finco, BSD Plaza dan Charmart. Sasaran pemasaran Indomaret adalah konsumen semua kalangan masyarakat, lokasi gerai yang strategis dimaksudkan untuk memudahkan Indomaret melayani sasaran demografinya yaitu keluarga. Sistem distribusi dirancang se efisien mungkin dengan jaringan pemasok yang handal dalam menyediakan produk terkenal dan berkualitas serta sumber daya manusia yang kompeten, menjadikan Indomaret memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen. Saat ini Indomaret memiliki 8 pusat distribusi di Ancol Jakarta, Cimanggis Depok, Tangerang, Bekasi, Parung Bogor, Bandung, Semarang dan Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 15
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Surabaya. Dengan menjalin lebih dari 500 pemasok, Indomaret memiliki posisi baik dalam menentukan produk yang akan dijualnya. Laju pertumbuhan gerai Indomaret yang pesat dengan jumlah transaksi 14,99 juta transaksi per bulan didukung oleh sistem teknologi yang handal. Sistem teknologi informasi Indomaret pada setiap point of sales di setiap gerai mencakup sistem penjualan, persediaan dan penerimaan barang. Sistem ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan saat ini dengan memperhatikan perkembangan jumlah gerai dan jumlah transaksi di masa mendatang. Indomaret berupaya meningkatkan pelayanan dan kenyamanan belanja konsumen dengan menerapkan sistem check out yang menggunakan scanner di setiap kasir dan pemasangan fasilitas pembayaran Debit BCA. Pada setiap pusat distribusi diterapkan digital picking system (DPS). Sistem teknologi informasi ini memungkinkan pelayanan permintaan dan suplai barang dari pusat distribusi ke toko-toko dengan tingkat kecepatan yang tinggi dan efisiensi yang optimal. Visi Indomaret sendiri adalah menjadi aset nasional dalam bentuk jaringan ritel waralaba yang unggul dalam persaingan global. Sedangkan mottonya adalah “mudah & hemat”. Budaya yang diterapkan dalam tubuh perusahaan Indomaret adalah dalam bekerja kami menjunjung tinggi nilainilai: a) Kejujuran, kebenaran dan keadilan, b) Kerja sama tim, c) Kemajuan melalui inovasi yang ekonomis, d) Kepuasan pelanggan. Sedangkan jalur distribusi yang diterapkan oleh Indomaret yang memiliki lebih dari 400 produsen/suppliers/distributor/ pemasok besar dan kecil, dan dalam pengadaan barang-barang, adalah menerapkan 2 sistem, yakni langsung dengan pabrik-pabrik besar yang sifatnya nasional, yakni pabrik-pabrik yang mensuplai tidak hanya Indomaret tetapi juga toko-toko lainnya seperti Alfa, Carrefour, dan lain-lain, termasuk juga pasar-pasar tradisional di Indonesia, seperti yang terdapat pada Table 4-1, dan tidak langsung, lewat pusat distribusi yang disebut merchandizing, yakni dengan pemasok-pemasok kecil (industri rumah tangga) untuk jenis-jenis barang tertentu. TABEL 4-1 : PRODUSEN /SUPPLIERS/DISTRIBUTOR/PEMASOK No
Nama Perusahaan
1
Indomarco Adi Prima
2
Nestle Distribution Indonesia
3
Unilever Indonesia
4
Tiga Raksa Satria
5
Tesori Mulia
6
Sayap Mas Utama
7
Nusa Pro Telemedia Persada
8
Nirwana Lestari
9
Artha Boga Cemerlang
10
Indomarco Perdana
11
Lainnya (> 400 suppliers)
Sumber: Indomaret, Jakarta 2003. Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 16
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Sistem pengadaan barang di Indomaret dapat dilihat pada gambar 4-1, dimana pengiriman dapat dilakukan langsung dari pabrik-pabrik besar yang sifatnya nasional, yakni pabrik-pabrik yang mensuplai tidak hanya Indomaret tetapi juga toko-toko lainnya seperti Alfa, Carrefour, dan lain-lain, termasuk juga pasarpasar tradisional di Indonesia. Pengiriman secara tidak langsung, lewat pusat distribusi yang disebut merchandizing, yakni dengan pemasok-pemasok kecil (industri rumah tangga)
GAMBAR 4-1 : SISTEM PENGADAAN BARANG INDOMARET Adapun struktur organisasi dalam setiap toko Indomaret dapat dilihat pada gambar 4-2 berikut:
Kepala Toko
Wakil Kepala Toko
Merchandiser
Kasir
Wiraniaga
GAMBAR 4-2 : STRUKTUR ORGANISASI GERAI INDOMARET Profil Minimarket Alfamart PT Sumber Alfaria Trijaya (SAT) atau Alfamart merupakan perusahaan nasional yang bergerak dalam bidang perdagangan umum dan jasa eceran yang menyediakan kebutuhan pokok dan sehari-hari. Alfamart dapat dimiliki masyarakat luas dengan cara kemitraan. Berdiri pada tahun 1989 sebagai perusahaan dagang aneka produk oleh Djoko Susanto dan keluarga yang kemudian mayoritas kepemilikannya dijual kepada PT. HM Sampoerna pada Desember 1989. Tahun 1994 struktur kepemilikan berubah menjadi 70% PT HM Sampoerna Tbk dan 30% PT Sigmantara Alfindo (keluarga Djoko Susanto). Toko pertama dibuka 18 oktober 1999 dengan nama ”Alfa Minimart” di Jl. Beringin Raya, Karawaci, Tangerang. Pada tanggal 1 Januari 2003 berubah nama menjadi Alfamart. Tahun 2006, PT HM Sampoerna Tbk menjual sahamnya, sehingga struktur kepemilikan menjadi PT Sigmantara Alfindo (60%) dan PT Cakrawala Mulia Prima (40%). Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 17
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Setahun kemudian Alfamart sebagai Jaringan Minimarket Pertama di Indonesia yang memperoleh Sertifikat ISO 9001:2000 untuk Sistem Manajemen Mutu. Jumlah gerai mencapai 2000 toko dan telah memasuki pasar Lampung. Alfamart menjadi perusahaan publik pada tanggal 15 Januari 2009 di Bursa Efek Indonesia. Jumlah gerai ada 3000 toko dan sudah memasuki Pasar Bali. Visi dari Alfamart adalah menjadi jaringan distribusi retail terkemuka yang dimiliki oleh masyarakat luas, berorientasi kepada pemberdayaan pengusaha kecil, pemenuhan kebutuhan dan harapan konsumen, serta mampu bersaing secara global”, sedangkan misinya adalah: 1. Memberikan kepuasan kepada pelanggan/konsumen dengan berfokus pada produk dan pelayanan yang berkualitas unggul. 2. Selalu menjadi yang terbaik dalam segala hal yang dilakukan dan selalu menegakkan tingkah laku/etika bisnis yang tertinggi. 3. Ikut berpartisipasi dalam membangun negara dengan menumbuh kembangkan jiwa wiraswasta dan kemitraan usaha. 4. Membangun organisasi global yang terpercaya, tersehat dan terus bertumbuh dan bermanfaat bagi pelanggan, pemasok, karyawan, pemegang saham dan masyarakat pada umumnya. Sedangkan budaya yang dijunjung dalam bekerja adalah: 1). Integritas yang tinggi, 2). Inovasi untuk kemajuan yang lebih baik, 3). Kualitas & Produktivitas yang tertinggi, 4). Kerjasama Team. Yang menjadi target dari pemasaran Alfamart adalah area perumahan, fasilitas publik, dan gedung perkantoran, sedangkan motto yang digunakan Alfamart adalah “belanja puas harga pas”. Struktur organisasi dalam setiap gerai Alfamart juga tidak berbeda dengan gerai Indomaret, yaitu dalam setiap gerai Alfamart terdiri atas 10-12 karyawan. Rinciannya: seorang kepala toko, satu asisten kepala toko, seorang merchandiser, 3-4 kasir, 4-5 pramuniaga, seperti terlihat pada gambat 4-3.
Kepala Toko
Wakil Kepala Toko
Merchandiser
Kasir
Wiraniaga
GAMBAR 4-3 : STRUKTUR ORGANISASI GERAI ALFAMART Kemudian untuk sistem pengadaan barang yang diterapkan oleh Alfamart adalah sistem yang mana pabrik-pabrik, khususnya yang skala besar, mensuplai produknya ke pusat distribusi (Alfa Distribution Centre), yang selanjutnya disalurkan ke semua toko Alfamart. Sedangkan pabrik-pabrik kecil atau pabrik baru mensuplai langsung ke Alfamart. Alfamart juga mempunyai kontrak bisnis dengan sejumlah pengumpul komoditi-komoditi pertanian. Pabrik-pabrik dan pengumpul-pengumpul pertanian yang mensuplai Alfamart juga mensuplai tokoBernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 18
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 toko dan distributor lainnya. Sumber: Tambunan, Nirmalawati, dan Silondae, (2004:17-18 (37)
GAMBAR 4-4: SISTEM DISTRIBUSI MINIMARKET ALFAMART Uji Validitas dan Reliabilitas Uji Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas yang tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas yang rendah. Arikunto, 2002: hal 132 [26]. Uji signifikansi dilakukan dengan membandingkan nilai r-hitung dengan r-tabel untuk degree of freedom (df) = n-2, dimana n adalah jumlah sampel yang diuji coba. Pada penampilan output SPSS pada Cronbach Alpha dikolom corelated item-total corelation, jika r hitung lebih besar dari r tabel dan nilai positif maka butir pertanyaan tersebut dikatakan valid atau layak digunakan dalam pengambilan data. Pengukuran validitas instrumen penelitian ini dilakukan terhadap seluruh responden. Hasil perhitungan validitas dapat dilihat dalam tabel 5-1 berikut:Tabel 5-1: Hasil Uji Validitas No Item
Variabel
rhitung
rtabel
Keterangan
.740
0,361
Valid
Perceived Quality 1
Tempat parkirnya
Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 19
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 2
Harganya Murah
.812
0,361
Valid
3
Kualitas Produk yang dijual
.876
0,361
Valid
4
Kelengkapan Produknya
.756
0,361
Valid
5
Penataan Produknya / Display
.838
0,361
Valid
6
Kenyamanan Suasananya
.985
0,361
Valid
7
Keramahan Pelayanannya
.943
0,361
Valid
8
Kecepatan Pelayanannya
.924
0,361
Valid
9
Kebersihan Ruangannya
.916
0,361
Valid
10
Kedekatan dengan rumah
.734
0,361
Valid
11
Pencahayaannya
.789
0,361
Valid
Brand Loyalty 1
Switcher
.500
0,361
Valid
2
Habitual Buyer
.421
0,361
Valid
3
Satisfied Buyer
.633
0,361
Valid
4
Liking The Brand
.618
0,361
Valid
5
Committed Buyer
.754
0,361
Valid
Sumber : Data primer, 2010 (lampiran). Berdasarkan hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa r hitung lebih besar dari r tabel untuk jumlah sample sebanyak 30 responden dan dengan taraf signifikan 5%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini valid dan dapat digunakan dalam pengambilan data. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan derajat dipercayanya suatu instrumen. Instrumen dapat dikatakan reliabel apabila menghasilkan data yang cukup dipercaya untuk digunakan dalam pengumpulan data. Untuk memudahkan mencari reliabilitas dapat menggunakan rumus Alpha, Ghozali, 2005: hal 42 [27]. SPSS memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik Cronbach Alpha (a). Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,60. pengukuran reliabilitas instrumen diperoleh dari hasil uji coba instrumen terhadap 30 responden. Hasil perhitungan reliabilitas dapat dilihat dalam tabel 5-2 berikut : Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 20
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Tabel 5-2: Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Variabel
Cronbach Alpha
Keterangan
Perceived quality (BQ)
0,843
Reliabel
Brand loyalty (BL)
0,663
Reliabel
Sumber: Data primer, 2010 (lampiran). Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas pada tabel di atas, diketahui nilai Cronbach Alpha sebesar 0,843. Dengan nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0.60, maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dianggap reliabel. Analisa Data dan Pembahasan Profil Responden Berdasarkan hasil yang ditampilkan pada tabel 5-3 mengenai Gender responden, diperoleh bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini adalah wanita, yaitu sebanyak 55 orang atau 55 persen, sedangkan sisanya yaitu dengan gender laki-laki sebanyak 45 orang atau 45 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumen yang sering berbelanja atau mengunjungi minimarket Alfamart dan Indomaret di Taman Harapan Baru, Bekasi adalah responden wanita. TABEL 5-3 Gender Responden Gender
Count
Col %
Pria
45
45.0%
Wanita
55
55.0%
100
100.0%
Total Sumber : Data primer 2010.
Pada tabel 5-4 mengenai Usia responden, diperoleh bahwa mayoritas yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah di antara range usia 31 tahun hingga 40 tahun, yaitu sebanyak 49 orang atau 49 persen dari total keseluruhan responden dalam penelitian ini. Dengan demikian diindikasikan bahwa para konsumen minimarket Alfamart dan Indomaret di Taman Harapan Baru, Bekasi diketahui masih relatif muda dan masih memiliki daya beli yang kuat. TABEL 5-4 Usia Responden Usia Kurang dari 20 Tahun 20 s/d 25 tahun
Count
Col %
4
4.0%
14
14.0%
Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 21
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 26 s/d 30 tahun
21
21.0%
31 s/d 35 tahun
25
25.0%
36 s/d 40 tahun
24
24.0%
41 s/d 45 tahun
7
7.0%
46 s/d 50 tahun
4
4.0%
Lebih dari 50 tahun
1
1.0%
100
100.0%
Total Sumber : Data primer 2010.
Kemudian, pada tabel 5-5 mengenai pekerjaan responden menjelaskan bahwa mayoritas yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah berprofesi sebagai pegawai swasta, yaitu sebanyak 54 responden atau 54 persen dan ibu rumah tangga sebanyak 35 responden atau 35 persen dari total keseluruhan responden dalam penelitian ini. Artinya, konsumen minimarket Alfamart dan Indomaret di Taman Harapan Baru, Bekasi pengunjungnya mayoritas adalah para pegawai swasta dan seorang ibu rumah tangga. TABEL 5-5 PEKERJAAN RESPONDEN Pekerjaan
Count
Col %
Mahasiswa/ Pelajar
3
3.0%
Ibu Rumah Tangga
35
35.0%
Pegawai Negeri
1
1.0%
Pegawai Swasta
54
54.0%
Wiraswasta
6
6.0%
Profesional (Dokter, Guru, Dosen, Dll)
1
1.0%
100
100.0%
Total Sumber : Data primer 2010.
Tabel 5-6 mengenai Pendidikan responden menjelaskan bahwa mayoritas yang berpartisipasi dalam penelitian ini menurut pendidikan adalah sekolah menengah umum (SMU) yaitu sebanyak 73 orang (73%), sedangkan sisanya adalah yang berpendidikan SD hingga Sarjana. Hal ini mengindikasikan bahwa para konsumen Minimarket Alfamart dan Indomaret di Taman Harapan Baru, Bekasi memiliki tamatan pendidikan yang cukup sedang yaitu SMU. Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 22
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 TABEL 5-6 PENDIDIKAN TERAKHIR YANG DITAMATKAN Pendidikan
Count
Col %
SMP
6
6.0%
SMU
73
73.0%
Diploma
14
14.0%
Strata 1
7
7.0%
100
100.0%
Total Sumber : Data primer 2010.
Sedangkan pada tabel 5-7 mengenai rata-rata pengeluaran per bulan responden menjelaskan bahwa mayoritas yang berpartisipasi dalam penelitian ini menurut pengeluaran adalah diantara range Rp1.000.000 sampai dengan Rp2.000.000 yaitu sebanyak 40 orang, kemudian diikuti oleh responden yang berpengeluaran Rp2.000.001 sampai dengan Rp3.000.000 yaitu sebanyak 31 orang atau 31 persen. Sedangkan sisanya adalah responden yang berpengeluaran kurang dari Rp1.000.000 hingga Rp6.000.000 per bulan. Artinya bahwa daya beli masyarakat di Taman Harapan Baru, Bekasi cukup tinggi. TABEL 5-7 RATA-RATA PENGELUARAN PER BULAN Pengeluaran Per Bulan
Count
Col %
1
1.0%
Rp 1.000.000 s/d Rp 2.000.000
40
40.0%
Rp 2.000.001 s/d Rp 3.000.000
31
31.0%
Rp 3.000.001 s/d Rp 4.000.000
17
17.0%
Rp 4.000.001 s/d Rp 5.000.000
8
8.0%
Rp 5.000.001 s/d Rp 6.000.000
3
3.0%
100
100.0%
Kurang dari Rp 1.000.000,-
Total Sumber : Data primer 2010.
Perbandingan Brand Awareness Minimarket Alfamart dengan Indomaret Top of Mind Top of Mind adalah merek yang pertama kali dapat disebutkan oleh responden ketika ditanyakan mengenai merek-merek minimaket. Pada tabel 5-8 mengenai Top of Mind, menjelaskan bahwa dari 100 responden yang dijadikan Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 23
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 sampel menyebutkan Alfamart sebagai merek yang paling di ingat (Top of Mind) sebanyak 68%. Sementara merek Indomaret disebutkan oleh 31% responden. Sisanya sebesar 1% menyebutkan merek CeriaMart sebagai merek minimarket yang paling di ingat. Dengan kondisi ini, menunjukkan bahwa dalam hal Top of Mind merek minimarket Alfamart mengungguli merek minimarket Indomaret di wilayah Taman Harapan Baru, Bekasi. TABEL 5-8 TOP OF MIND Top of Mind
Count
Col%
Alfamart
68
68.0%
Indomaret
31
31.0%
Ceria Mart
1
1.0%
100
100.0%
Total Sumber : Data primer 2010.
Peneliti mencoba melihat lebih dalam untuk mengetahui pada demographi manakah Top of Mind merek Alfamart mengungungguli merek merek Indomaret. TABEL 5-9 Top of Mind Berdasarkan Gender Top of Mind
Pria
Wanita
Alfamart
68.9%
67.3%
Indomaret
28.9%
32.7%
Ceria Mart
2.2%
0.0%
100.0%
100.0%
Total
TABEL 5-10 Top of Mind Berdasarkan Pendidikan Top of Mind
SMP
SMU
Diploma
S1
Alfamart
50.0%
69.9%
64.3%
71.4%
Indomaret
50.0%
30.1%
35.7%
14.3%
Ceria Mart
0.0%
0.0%
0.0%
14.3%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
Total
Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 24
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Pada tabel 5-9 dapat dijelaskan bahwa Top of Mind minimarket merek Alfamart unggul secara konsisten pada gender wanita maupun pria. Pada tabel 5-10 menunjukkan bahwa, semakin tinggi jenjang pendidikan responden, maka semakin tinggi pula keunggulan minimarket merek Alfamaret dibandingkan merek Indomaret dalam hal Top of Mind. Brand Recall Brand Recall adalah merek yang mampu disebutkan oleh responden ketika ditanyakan mengenai merek-merek minimaket dengan tanpa diberikan bantuan dari peneliti atau pewawancara. Pada tabel 5-11 menunjukkan bahwa seluruh responden mampu menyebutkan minimarket merek Alfamart dan merek Indomaret. Sehingga Brand Recall kedua merek tersebut adalah sebesar 100%. Disamping itu, selain minimarket merek Alfamart dan merek Indomaret, responden mampu mengingat dan menyebutkan merek-merek minimarket lainnya seperti CeriaMart, Circle K, Kopti, Mutiara dan 7Eleven dan Yomart. Dalam hal Brand Recall, minimarket merek Alfamart memiliki skor yang sama dengan minimarket merek Indomaret. TABEL 5-11 Brand Recall Brand Recall
Count
Col %
Alfamart
100
100.0%
Indomaret
100
100.0%
Ceria Mart
21
21.0%
Circle K
8
8.0%
Kopti
4
4.0%
Mutiara
2
2.0%
7 Eleven
1
1.0%
Yomart
1
1.0%
100
237.0%
Total
Secara keseluruhan dalam hal Brand Awareness, minimarket merek Alfamart mengungguli minimarket merek Indomaret dalam hal Top of Mind. Untuk itu, merek Indomaret perlu lebih agresif melakukan komunikasi tentang mereknya terutama pada masyarakat sekitarnya, sehingga mampu meningkatkan Top of Mind Indomaret. Salah satu cara yang cukup jarang dilakukan oleh Indomaret adalah membuat brosur kemudian diantarkan atau disebarkan kepada masyarakat di wilayah Taman Harapan Baru, Bekasi. Perbandingan Brand Association Minimarket Alfamart dengan Indomaret Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 25
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Brand Association atau Asosiasi Merek adalah asosiasi yang melekat pada sebuah merek. Jika disebutkan sebuah merek, maka responden ataupun pelanggan akan secara otomatis mengingat sesuatu. Sesuatu yang diingat tersebut, dapat saja relevan dengan merek yang disebutkan dan dapat juga terjadi sebaliknya. Disamping relevansinya, asosiasi terhadap sebuah merek, seringkali juga dilihat dari bentuk asosiasinya. Apakah asosiasi tersebut positif, netral atau bahkan negatif. Pada penelitian ini, kepada responden ditanyakan mengenai asosiasi terhadap minimarket merek Alfamart. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5-12 berikut ini: TABEL 5-12 Brand Association Minimarket Alfamart Asosiasi
Count
Col %
Harganya Murah
42
42.0%
Produknya Lengkap
37
37.0%
Dekat dengan Rumah
35
35.0%
Banyak Promonya
19
19.0%
Suasananya Nyaman
15
15.0%
Harganya Mahal
10
10.0%
Ada Kartu AKU nya
8
8.0%
Petugasnya Ramah
7
7.0%
Parkirnya Luas
7
7.0%
Buka 24 jam
5
5.0%
Warna Merah
5
5.0%
Pelayanannya cepat
3
3.0%
Harganya Standar
3
3.0%
Belanja Hemat Harga Pas
3
3.0%
Tempat saya berbelanja
3
3.0%
Penataannya Rapi
2
2.0%
Produknya Tidak Lengkap
2
2.0%
Produk yang dijual berkualitas
2
2.0%
Ruangannya Bersih
1
1.0%
Ada ATMnya
1
1.0%
Tempat berbelanja
1
1.0%
Parkirnya Aman
1
1.0%
100
212.0%
Total
Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 26
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Pada hasil analisa Brand Association minimarket merek Alfamart, nampak ada 5 asosiasi teratas yaitu : “Harganya murah”, “Produknya Lengkap”, “Dekat dengan Rumah”, “Banyak Promonya” dan “Suasananya Nyaman”. Kelima asosiasi tersebut adalah asosiasi yang positif terhadap merek Alfamart. Dari keseluruhan asosiasi yang ada, ada dua asosiasi yang nampaknya negatif. Yaitu asosiasi mengenai “Harganya mahal” dan “Produknya tidak lengkap. Dengan masingmasing persentase sebesar 10% dan 2%. Sementara asosiasi terhadap minimarket merek Indomaret. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5-13 berikut ini: TABEL 5-13 Brand Association Minimarket Indomaret Asosiasi
Count
Col %
Harganya Mahal
37
37.0%
Harganya Murah
24
24.0%
Produknya Lengkap
17
17.0%
Produknya Tidak Lengkap
15
15.0%
Dekat dengan Rumah
14
14.0%
Petugasnya Ramah
13
13.0%
Jumlahnya sedikit
10
10.0%
Suasananya Nyaman
10
10.0%
Banyak Promonya
8
8.0%
Parkirnya Luas
6
6.0%
Penataannya Berantakan
5
5.0%
Produk yang dijual berkualitas
5
5.0%
Ruangannya Bersih
4
4.0%
Tidak ada Promonya
3
3.0%
Harganya Standar
3
3.0%
Ruangannya Kotor
2
2.0%
Pelayanannya cepat
2
2.0%
Pelayanannya Lambat
2
2.0%
Ruangannya Sempit
2
2.0%
Tempat saya berbelanja
2
2.0%
Warna Biru
2
2.0%
Ada ATMnya
1
1.0%
Tempat berbelanja
1
1.0%
Warna Merah
1
1.0%
Tempatnya luas
1
1.0%
Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 27
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 100
190.0%
Pada hasil analisa Brand Association minimarket merek Indomaret, nampak ada 5 asosiasi teratas yaitu : “Harganya Mahal”, “Harganya Murah”, “Produknya Lengkap”, “Produknya Tidak Lengkap” dan “Dekat Dengan rumah”. Dari kelima asosiasi tersebut tiga diantaranya adalah asosiasi positif, namun dua diantaranya adalah asosiasi yang negatif terhadap merek Indomaret. Dari keseluruhan asosiasi yang ada, ada delapan asosiasi yang nampaknya negatif. Yaitu asosiasi mengenai “Harganya Mahal”, “Produknya Tidak Lengkap”, “Jumlahnya Cabangnya Sedikit”, “Penataannya Berantakan”, “Tidak ada Promonya”, “Ruangannya Kotor”, “Pelayanannya Lambat” dan “Ruangannya Sempit”. Dengan kondisi ini, minimarket merek Indomaret perlu melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan asosiasi positifnya dan mengurangi asosiasi-asosiasi negatifnya. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah mengkomunikasikan bahwa harga jual produk-produk di Indomaret, sama dengan harga jual produk-produk di minimarket lainnya. Dapat dilakukan dengan menyebarkan brosur, atau bahkan menantang konsumen untuk membuktikan, produk-produk apa saja yang dijual lebih mahal dibandingkan dengan harga pada minimarket lainnya. Disamping itu, merek Indomaret perlu melakukan berbagai promo dalam bentuk potongan harga maupun product bundling untuk meningkatkan antusiasme masyarakat agar berbelanja ke Indomaret. Perbandingan Perceived Quality Minimarket Alfamart dengan Indomaret Perceived Quality adalah persepsi konsumen terhadap kualitas dari faktor-faktor yang dijadikan alasan dalam memilih minimarket. Dari berbagai asosiasi yang ada pada Brand Association, maka peneliti memilih sebanyak 11 (sebelas) faktor untuk dibandingkan terhadap persepsi kualitas merek Alfamart dan merek Indomaret. Faktor-faktor tersebut adalah hal-hal yang berhubungan tempat parkirnya, harganya murah, kualitas produk yang dijual, kelengkapan produknya, penataan produknya/ display, kenyamanan suasananya, keramahan pelayanannya, kecepatan pelayanannya, kebersihan ruangannya, kedekatan dengan rumah, dan pencahayaannya. Hasil analisa dari ke 11 faktor tersebut dapat dilihat pada tabel 5-14 sebagai berikut:
TABEL 5-14 Perceived Quality Perceived Quality
Delta
Alfamart
Indomaret
Tempat Parkirnya
3.5
3.4
0.1
Harganya Murah
3.7
3.4
0.3
Kualitas Produk yang dijual
4.0
3.9
0.1
Kelengkapan Produknya
3.9
3.6
0.2
Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 28
A-I
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Penataan Produknya/ Display
3.9
3.8
0.1
Kenyamanan Suasananya
3.9
3.9
0.0
Keramahan Pelayanannya
4.0
3.9
0.1
Kecepatan Pelayanannya
3.9
3.8
0.1
Kebersihan Ruangannya
4.0
3.9
0.1
Kedekatan dengan Rumah
4.0
3.8
0.2
Pencahayaannya
3.9
3.9
0.0
42.5
41.2
1.3
Total
Pada tabel di atas, minimarket merek Alfamart dipersepsi lebih baik jika dibandingkan dengan persepsi konsumen terhadap minimarket merek Indomaret. Selisih skor merek Alfamart terhadap merek Indomaret cukup tinggi pada faktor harganya murah, dekat dengan rumah dan kelengkapan produknya. Nilai ini konsisten dengan asosiasi negatif yang dimiliki oleh merek Indomaret. Secara keseluruhan, skor perceived quality merek Alfamart lebih baik dibandingkan dengan skor merek Indomaret, namun perbedaan skornya relatif lebih kecil. Oleh karena itu, hal ini masih memudahkan bagi merek Indomaret jika ingin melakukan perbaikan. Perbaikan yang perlu diprioritaskan adalah melakukan perbandingan harga langsung dengan minimarket merek Alfamaret. Jika harga jual di minimarket Indomaret terbukti lebih mahal jika dibandingkan dengan harga jual di minimarket Alfamart, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah menekan para suplier untuk dapat memberikan harga yang bersaing. Namun, jika ternyata harga jual di minimarket merek Indomaret relatif sama dengan harga jual di minimarket Alfamart, maka permasalahannya terletak pada persepsi. Sehingga jalan keluarnya adalah melakukan komunikasi berupa penyebaran brosur kepada masyarakat sekitar yang berisikan bahwa hargaharga di minimarket merek Indomaret relatif sama atau bahkan lebih murah jika dibandingkan dengan harga-harga di minimarket lainnya. Perbandingan Brand Loyalty Minimarket Alfamart dengan Indomaret Brand loyalty terkait dengan pengalaman konsumen setelah menggunakan merek. Oleh sebab itu, brand loyalty tidak dapat tercapai bila konsumen belum memiliki pengalaman dalam menggunakan atau mengkonsumsi produk dari merek tersebut. Analisa brand loyalty dilakukan secara bertingkat (hirarki). Di mulai dari switcher, habitual buyer, satisfied buyer, liking of the brand, hingga committed buyer (tingkat paling tinggi-dengan porsi yang paling kecil). Switcher Switcher adalah pelanggan yang memiliki loyalitas terhadap merek yang paling rendah. Konsumen kategori switcher akan beralih kepada merek lain hanya karena terpengaruh oleh penawaran diskon atau program promo lainnya. Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 29
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Analisa mengenai switcher dilakukan dengan menggunakan pertanyaan secara langsung (direct question). Kepada responden ditanyakan “Jika minimarket Alfamart/ Indomaret memberikan potongan harga (diskon), sementara minimarket Alfamart/ Indomaret tidak memberikan potongan harga, Seberapa besar kemungkinan Anda untuk berbelanja di minimarket Alfamart/ Indomaret yang memberikan potongan harga? Responden yang memberikan jawaban besar atau sangat besar, adalah responden yang tidak loyal pada minimarket lainnya. Sebaliknya, responden yang memberikan jawaban kecil dan sangat kecil, adalah responden yang loyal kepada minimarket merek kompetitor. Hasil analisa Brand Loyalty untuk kategori switcher tertera pada tabel 515 di bawah ini: TABEL 5-15 Brand Loyalty – Switcher Switcher
Alfamart
Indomaret
1.0%
2.0%
Biasa Saja
13.0%
33.0%
Besar
80.0%
58.0%
6.0%
7.0%
Total
100.0%
100.0%
Mean (Rata-Rata)
3.91
3.70
Kecil
Sangat Besar
Dengan jumlah persentase yang menjawab besar dan sangat besar untuk berpindah berbelanja ke Alfamart yaitu sebesar 86%, menunjukkan bahwa jika Alfamart melakukan kegiatan diskon atau pemotongan harga, maka akan dapat menarik 86% pelanggan Indomaret ke Alfamart. Dengan catatan, bahwa Minimarket merek Indomaret tidak melakukan kegiatan yang sama. Sebaliknya ada sebesar 65% pelanggan minimarket merek Alfamart akan berpindah ke minimarket merek Indomaret, jika Indomaret program melakukan pemotongan harga sementara minimarket Alfamart tidak melakukan kegiatan yang sama. Dengan skor nilai rata-rata minimarket merek Alfamart sebesar 3.91 menunjukkan bahwa tingkat switcher pelanggan Indomaret lebih tinggi jika dibandingkan dengan tingkat switcher pelanggan Alfamart ke Indomaret dengan nilai rata-rata sebesar 3.70. Habitual Buyer Habitual buyer adalah pelanggan yang memiliki loyalitas terhadap merek yang relatif sedang. Konsumen kategori habitual buyer adalah konsumen yang tidak memiliki loyalitas. Penggunaan merek atau dasar pengambilan keputusan dalam memilih merek minimarket untuk berbelanja, lebih karena alasan kebiasaan saja. Setiap responden diajukan pertanyaan untuk mengukur habitual buyer, pertanyaan yang diajukan adalah: Apakah Anda setuju bahwa alasan Anda Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 30
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 berbelanja di minimarket Alfamart/ Indomaret hanya karena kebiasaan saja? Tingkat loyalitas terhadap merek yang ditanyakan tergantung pada tingkat kesetujuan konsumen. Semakin setuju, maka menunjukkan bahwa loyalitasnya semakin rendah. Sebaliknya, semakin tidak setuju maka semakin tinggi loyalitasnya. Hasil analisa habitual buyer pada tabel 5-16 menunjukkan bahwa jumlah konsumen yang menyatakan setuju dan sangat setuju berbelanja minimarket merek Alfamart hanya karena kebiasaan saja adalah sebanyak 10% atau dengan rata-rata sebesar 2.39. Sementara jumlah konsumen yang menyatakan setuju dan sangat setuju berbelanja minimarket merek Indomaret hanya karena kebiasaan saja adalah sebanyak 12% atau dengan rata-rata sebesar 2.72. TABEL 5-16 Brand Loyalty – Habitual Buyer Habitual Buyer
Alfamart
Indomaret
1.0%
1.0%
Tidak Setuju
69.0%
38.0%
Ragu-ragu
20.0%
49.0%
Setuju
10.0%
12.0%
Total
100.0%
100.0%
Mean (Rata-Rata)
2.39
2.72
Sangat Tidak Setuju
Dengan nilai rata-rata habitual buyer merek Alfamart sebesar 2.39 dan untuk merek Indomaret sebesar 2.72, menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil konsumen yang menyatakan setuju berbelanja di minimarket merek Alfamart hanya karena kebiasaan. Sementara jumlah yang menyatakan setuju bahwa berbelanja di minimarket merek Indomaret hanya karena kebiasaan relatif sedikit lebih banyak. Satisfied Buyer Satisfied buyer adalah pelanggan yang menyatakan puas terhadap kualitas pelayanan, kualitas produk dan harga yang dikeluarkan untuk mendapatkan pelayanan atau produk tertentu. Kepada konsumen, ditanyakan mengenai tingkat kepuasan mereka secara keseluruhan terhadap minimarket Alfamart/ Indomaret. Kepuasan konsumen seperti yang ditampilkan pada tabel 5-17 di bawah ini. TABEL 5-17 Brand Loyalty – Satisfied Buyer Satisfied Buyer
Alfamart
Indomaret
Tidak Puas
1.0%
4.0%
Biasa Saja
31.0%
62.0%
Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 31
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Puas
65.0%
32.0%
3.0%
2.0%
Total
100.0%
100.0%
Mean (Rata-Rata)
3.70
3.32
Sangat Setuju
Jumlah konsumen yang menyatakan puas dan sangat puas terhadap minimarket merek Alfamart adalah sebanyak 68%. Sementara Jumlah konsumen yang menyatakan puas dan sangat puas terhadap minimarket merek Indomaret adalah sebanyak 34%. Secara rata-rata, tingkat nilai kepuasan konsumen terhadap minimarket Alfamart relatif cukup tinggi, yaitu sebesar 3.70 bila dibandingkan dengan nilai rata-rata, tingkat kepuasan konsumen terhadap minimarket Indomaret yang hanya sebesar 3.32. Liking The Brand Liking The Brand adalah pelanggan yang sungguh-sungguh menyukai merek yang telah dipilihnya. Pada tingkatan ini, dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Untuk mengetahui rasa suka terhadap merek ini, kepada pelanggan ditanyakan pertanyaan: Apakah anda menyukai berbelanja di minimarket Alfamart/ Indomaret. Hasil analisa seperti yang ditampilkan pada tabel 5-18 menunjukkan bahwa yang menyatakan suka dan sangat suka berbelanja di minimarket Alfamart adalah sebanyak 53%. Sementara yang menyatakan suka dan sangat suka berbelanja di minimarket Indomaret sebanyak 27%. Jika dilihat dari hasil analisa rata-rata (mean), nilai rata-rata pelanggan yang menyatakan suka berbelanja di minimarket Alfamart lebih tinggi yaitu sebesar 3.57. Angka tersebut relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rata-rata yang menyatakan suka berbelanja di minimarket Indomaret 3.30 TABEL 5-18 Brand Loyalty – Liking The Brand Liking The Brand
Alfamart
Indomaret
Tidak Suka
1.0%
1.0%
Biasa Saja
46.0%
72.0%
Suka
48.0%
23.0%
5.0%
4.0%
Total
100.0%
100.0%
Mean (Rata-Rata)
3.57
3.30
Sangat Suka
Committed Buyer Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 32
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 Committed buyer adalah pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggan sebagai pelanggan suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka. Sehingga mereka cenderung untuk merekomendasikan merek yang digunakan kepada pihak-pihak lain. Untuk mengukur tingkat keterikatan pelanggan dengan merek, maka kepada responden ditanyakan: seberapa besar kemungkinan mereka untuk merekomendasikan kepada tetangga/ keluarga maupun teman-teman mereka untuk berbelanja di Minimarket Alfamart/ Indomaret. Hasil analisa seperti yang ditampilkan pada tabel 5-19 menunjukkan bahwa yang menyatakan besar dan sangat besar untuk merekomendasikan tetangga/ keluarga maupun teman-teman mereka untuk berbelanja di Minimarket Alfamart adalah sebanyak 20%. Sementara yang menyatakan besar dan sangat besar merekomendasikan tetangga/ keluarga maupun teman-teman mereka untuk berbelanja di Minimarket Indomaret sebanyak 6%. Jika dilihat dari hasil analisa rata-rata (mean), nilai rata-rata pelanggan yang menyatakan suka berbelanja di minimarket Alfamart lebih tinggi yaitu sebesar 3.20. Angka tersebut relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rata-rata yang menyatakan suka berbelanja di minimarket Indomaret 3.07. TABEL 5-19 Brand Loyalty – Committed Buyer Committed Buyer
Alfamart
Indomaret
1.0%
1.0%
Biasa Saja
79.0%
93.0%
Besar
19.0%
4.0%
1.0%
2.0%
Total
100.0%
100.0%
Mean (Rata-Rata)
3.20
3.07
Kecil
Sangat Besar
Secara keseluruhan dalam hal Brand Loyalty, dimulai dari kategori Switcher, Habitual buyer, Satisfied Buyer, Liking the Brand dan Committed Buyer minimarket merek Alfamart memiliki skor yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan skor rata-rata minimarket merek Indomaret. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa merek Alfamart memiliki konsumen dengan tingkat loyalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat loyalitas terhadap minimarket Indomaret. Brand Loyalty merupakan elemen yang cukup penting dalam Brand equity, terlebih dalam kondisi pasar dengan tingkat persaingan yang sangat ketat. Agar suatu produk maupun pelayanan dapat bertahan dalam persaingan dan keluar sebagai pemenang dibutuhkan konsumen yang memiliki Brand Loyalty yang tinggi. Disarankan kepada minimarket merek Indomaret untuk melakukan upaya-upaya dalam rangka meningkatkan loyalitas konsumennya. Loyalitas dapat ditingkatkan dengan membership marketing, yaitu berupa kartu anggota yang dapat difungsikan sebagai point reward jika melakukan Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 33
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 pembelanjaan dalam frekuensi tertentu maupun melakukan pembelanjaan dalam jumlah transaksi tertentu. Perbandingan Brand Equity Minimarket Alfamart dengan Indomaret Jika dibandingkan setiap elemen yang membangun Brand Equity minimarket merek Alfamart dan merek Indomaret dapat dilihat pada tabel 5-20 di bawah ini. TABEL 5-20 Brand Equity Brand Equity
Alfamart
Indomaret
Awareness - Top Of Mind
68%
31%
Awareness - Brand Recall
100%
100%
Brand Association (Positif)
176%
104%
Brand Association (Negatif)
12%
76%
Perceived Quality
42,5
41,5
Brand Loyalty – Switcher
86%
65%
Brand Loyalty – Habitual Buyer
10%
12%
Brand Loyalty – Satisfied Buyer
68%
34%
Brand Loyalty – Like The Brand
53%
27%
Brand Loyalty – Committed Brand
20%
6%
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa hampir pada semua elemen pembangun Brand Equity, minimarket merek Alfamart memiliki skor yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan skor yang dimiliki oleh merek Indomaret. Hal ini menunjukkan secara nyata bahwa ekuitas merek Alfamart lebih baik secara keseluruhan maupun secara parsial terhadap elemen-elemennya di wilayah Taman Harapan Baru, Bekasi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Tingkat Brand Awareness minimarket merek Alfamart dalam hal Top of Mind dengan skor 68%, mengungguli merek Indomaret yang hanya memperoleh skor 31%. Sementara untuk Brand Recall, keduanya memperoleh skor yang sama yaitu 100%. Artinya seluruh responden dalam penelitian ini, mampu menyebutkan merek Alfamart dan Indomaret tanpa harus diberikan bantuan. 2. Minimarket merek Alfamart memiliki asosiasi yang lebih baik dibandingkan dengan asosiasi yang dimiliki oleh Indomaret. Jumlah persentase Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 34
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 asosiasi positif terhadap merek Alfamart lebih banyak dibandingkan dengan asosiasi positif yang dimiliki oleh Indomaret. Sebaliknya, jumlah asosiasi negatif merek Alfamart relatif lebih sedikit dibandingkan dengan asosiasi negatif dari Indomaret. 3. Persepsi kualitas yang dimiliki oleh minimarket merek Alfamart terhadap 11 (sebelas) faktor yang diuji, cenderung lebih baik dibandingkan dengan persepsi kualitas Indomaret. Persepsi kualitas yang memiliki perbedaan yang cukup signifikan terutama dalam hal “harganya murah”, “kelengkapan produk yang dijual” dan “dekat dengan rumah”. 4. Secara keseluruhan dalam hal Brand Loyalty, dimulai dari kategori Switcher, Habitual buyer, Satisfied Buyer, Liking the Brand dan Committed Buyer minimarket merek Alfamart memiliki skor yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Indomaret. 5. Pada hampir semua elemen pembangun Brand Equity, minimarket merek Alfamart memiliki skor yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan skor yang dimiliki oleh merek Indomaret. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara nyata bahwa ekuitas merek Alfamart secara keseluruhan lebih baik dibandingkan dengan minimarket Indomaret di wilayah Taman Harapan Baru, Bekasi. Saran Dengan mengetahui bahwa ekuitas merek Indomaret berada dibawah ekuitas merek Alfamart baik dilihat secara keseluruhan maupun dari setiap elemen-elemen pembangunnya, maka pengelola minimarket merek Indomaret di wilayah Taman Harapan Baru Bekasi, perlu melakukan perbaikan. Perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan berbagai kegiatan yang terprogram dan tidak berbentuk hit and run. Program ini perlu dilakukan secara rutin dan berkesinambungan. Manajemen Indomaret perlu meyakinkan konsumen bahwa harga produk yang dijual di Indomaret, sama saja atau bahkan lebih murah dari harga peoduk yang dijual di Alfamart. Pembuatan kartu anggota (member card) seperti yang telah dilakukan oleh merek Alfamart dengan kartu AKUnya, dapat dicontoh, karena hal ini dapat menciptakan keterikatan secara emosional (emotional bonding) antara konsumen dan Indomaret sebagai penyedia jasa ritel. Kegiatan promo pada saat ada produk yang melakukan promosi harus dikomunikasikan dengan intens kepada masyarakat sekitar, karena kegiatan ini sangat mempengaruhi image masyarakat yang menyatakan bahwa harga jual produk di Indomaret lebih mahal dari produk yang di jual di Alfamart. DAFTAR PUSTAKA [1] Kotler, Philip (2003) “Marketing Management”, Prentice Hall, 11th Edition. [2] David McNally and Karl D. Speak. (2004). “Be Your Own Brand”. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. [3] Temporal, P and Lee, K.C. (2001). “Hi-Tech Hi-Touch Branding: Creating Brand Power in the Age of Technology”. John Wiley & Sons (Asia) Pte Ltd. [4] Susanto, A.B., & Wijanarko, H. (2004). “Power branding: Membangun merek unggul dan organisasi pendukungnya”. Jakarta: Quantum Bisnis dan Manajemen (Mizan Group). Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 35
ESENSI Volume 15 No.2/Agustus 2012 [5] Fera K., A. Radityani, dan M. Kristanti, (2007), “Analisa hubungan brand strategy yang dilakukan Goota japanese charcoal grill and cafe dan brand Equity yang sudah diterima konsumen” Jurnal Manajemen Perhotelan, vol. 3, no. 1, 4356. [6] Kotler, P., and Armstrong, G. (2004). “Principles of marketing (10 New Jersey: Prentice Hall.
th
ed)”.
[7] Christodoulides, George, Leslie de Chernatony, Olivier Furrer, Eric Shiu, and Temi Abimbola (2006). "Conceptualising and Measuring the Equity of Online Brands." Journal of Marketing Management, Volume 22, 799-82. [8] Aaker David A., and Alexander L. Biel, (1993), “Brand Equity and Advertising: Advertising’s Role Building Strong Brand”. Lawrence Erlbaum Associates Inc., Publised New Jersey. [9]
Aaker, David A. (1991), Managing Brand Equity, San Francisco: Free Press.
[10] Kim, W.G., H.B. Kim., (2004). “Measuring Customer-based Restaurant Brand Equity”. Cornell hotel and Restaurant Administration Quarterly 45 (2), 115-31. [11] Rangkuti, Freddy. (2004). “The Power of Brands Teknik Mengelola Brand Equity dan Strategi Pengembangan Merek, Plus Analisis Kasus dengan SPSS”. Jakarta : PT. Gramedia Utama. [12] Johannes M. and Hatane S., (2007) “Analisis Tingkat Brand Loyalty Pada Produk Shampoo Merek “Head & Shoulders” Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol. 2, No.2. [13] Durianto, D., Sugiarto, & Sitinjak, T., (2001). “Strategi menaklukkan pasar melalui riset ekuitas dan perilaku konsumen”. Jakarta: Gramedia. [14] Zeithaml, A. Valerie, A. Parasuraman and Leonard, L. Berry, (1990), Delivering Quality Service: Balancing Customer Perception and Expectations. [15] Tjiptono, F., Y. Chandra dan A. Diana, (2004). Marketing Scales. Andi, Yogyakarta. [16] Arikunto, Suharsimi. (2002). Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Prosedur
Penelitian
Suatu
Pendekatan
[17] Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS, Badan. Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Bernard E. Silaban dan Sukardi Arifin: “Analisis Perbandingan.... 36