PENDAHULUAN
Latar Belakang Ayam kampung juga dikenal dengan sebutan ayam bukan ras (buras). Penyebaran ayam kampung sangat luas dan dapat dijumpai di kota maupun desa. Penampilan ayam kampung sangat beragam, begitu pula sifat genetiknya. Potensi ayam kampung patut dikembangkan untuk meningkatkan gizi masyarakat dan dapat dipakai untuk menaikkan pendapatan keluarga. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi adalah rendahnya mutu genetik ayam kampung. Cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu genetik ayam kampung adalah dengan inseminasi buatan (IB). Penggunaan sperma cair untuk IB pada ternak ayam masih menimbulkan banyak permasalahan, terutama menyangkut rendahnya motilitas dan daya tahan hidup spermatozoa setelah penampungan. Kondisi ini diduga berkaitan dengan ketidakmampuan plasma seminalis untuk mencegah kerusakan integritas membran plasma yang diakibatkan oleh proses peroksidasi (Aurich et al., 1997). Peroksidasi terjadi akibat adanya peningkatan senyawa oksigen reaktif sebagai hasil metabolisme spermatozoa. Upaya untuk menghambat peroksidasi lipid dapat dilakukan dengan cara menambahkan antioksidan dalam pakan (Dasrul et al., 2012). Aktivitas antioksidan pada sperma sangat penting dalam melindungi membran spermatozoa terhadap efek merusak dari radikal bebas dan zat racun dari metabolisme (Surai, 2003).
1
Penelitian Zarena dan Sankar (2009) menunjukkan bahwa salah satu feed additive ayam kampung yang mengandung antioksidan adalah kulit
manggis.
Wahyuningtyas
et
al.
(2013)
menyatakan
bahwa
penambahan tepung kulit manggis dalam pakan meningkatkan kualitas sperma itik Mojosari. Sunaiyah et al. (2013) menyatakan bahwa penambahan tepung kulit manggis sebanyak 1,0% dalam ransum meningkatkan fertilitas burung puyuh. Wati et al. (2013) menyatakan bahwa penambahan 1,0 sampai 1,5% tepung kulit manggis dalam ransum meningkatkan fertilitas itik Mojosari. Berdasarkan uraian di atas, untuk melengkapi kajian terhadap manfaat kulit manggis, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung kulit manggis dalam pakan terhadap kualitas sperma ayam kampung.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung kulit manggis dalam pakan terhadap kualitas sperma ayam kampung.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk menambah informasi ilmiah mengenai penggunaan tepung kulit manggis sebagai aditif pakan yang mampu meningkatkan kualitas sperma ayam kampung.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Kampung Ayam Kampung digolongkan ke dalam bangsa Galliformes (unggas). Ayam asli Indonesia mempunyai keragaman sangat besar dan bervariasi dalam warna bulu, kulit, paruh, bentuk tubuh, penampilan produksi, pertumbuhan, dan reproduksinya. Ayam kampung merupakan ayam lokal yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia, memiliki beberapa rumpun dengan karakteristik morfologis yang berbeda dan khas berdasarkan daerah asal (Nataamijaya, 2000). Ayam kampung merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di tanah air. Ayam kampung diindikasikan dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau atau green jungle fowls (Gallus varius). Ayam kampung juga merupakan spesies unggas lokal yang populasinya tersebar di seluruh tanah air. Ayam kampung termasuk dalam salah satu kekayaan hayati bangsa Indonesia yang telah lama dibudidayakan sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan alam, terutama di pedesaan (Setioko dan Iskandar, 2005). Ayam kampung yang dipelihara secara tradisional mencapai umur dewasa kelamin sekitar 6 hingga 7 bulan, tapi bila dipelihara secara intensif dapat mempercepat umur dewasa kelamin pada ayam kampung (Resnawati dan Bintang, 2013).
3
Bobot dewasa ayam kampung jantan sekitar 1,5 hingga 1,8 kg dan betina sekitar 1,0 sampai 1,4 kg. Ayam kampung yang dipelihara secara ekstensif mencapai umur dewasa kelamin sekitar 6 sampai 7 bulan dengan bobot 1,4 hingga 1,6 kg. Rata-rata produksi telur per periode bertelur sekitar 10 butir dan dalam produksi dalam setahun mencapai 40 hingga 45 butir dengan bobot rata-rata sekitar 40 g per butir (Sartika dan Iskandar, 2007). Proses spermatogenesis pada ayam terjadi pada temperatur tubuh 41ºC. Daya hidup sperma ayam kampung dapat mencapai 102 menit di luar tubuh pada suhu kamar (Johari et al., 2009). Karakteristik sperma ayam kampung diantaranya volume 0,25 ml, pH 7,1, konsentrasi 3,19 milyar/ml, dan motilitas sperma 80% (Saleh dan Sugiyatno, 2006). Sperma unggas menghasilkan volume yang rendah tetapi memiliki konsentrasi spermatozoa yang tinggi. Perbedaan konsentrasi pada setiap ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: pakan, bangsa yang berbeda, kondisi kesehatan ternak dan berat badan ternak (Malik et al., 2013).
Konsumsi Pakan Konsumsi
pakan
adalah
variabel
yang
dipakai
untuk
mengambarkan banyaknya pakan yang dimakan ternak pada periode waktu tertentu. Ayam mengkonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi (Wahju, 2004). Konsumsi pakan ayam kampung sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhannya agar
4
tercapai sistem pemeliharaan yang efisien. Pakan berkualitas harus mengandung nutrien yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan umur dan tujuan pemeliharaan (Resnawati dan Bintang, 2013). Kebutuhan pakan ayam kampung (buras) berdasarkan tingkat umurnya dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Kebutuhan pakan ayam buras berdasarkan tingkat umur Umur (minggu) Konsumsi pakan (g/ekor/hari) 1 – 10 20 – 50 10 – 12 50 – 70 12 – 20 70 – 100 >20 100 – 150 Sumber: Pramudyati (2009) Konsumsi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: kualitas pakan, metode pemberian pakan, kondisi kesehatan ayam, temperatur lingkungan, tempat pakan, kondisi kesehatan ayam, dan sistem pemeliharaan (Sidadolog, 2001). Konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh tingkat palatabilitas pakan yang merupakan daya tarik suatu bahan pakan, yang dapat menimbulkan selera makan pada ternak. Palatabilitas pakan sangat berhubungan dengan kualitas pakan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang meliputi: rasa, warna, bau, bahan pakan, level protein dan energi, serta ukuran partikel pakan.
Tambahan Pakan Tambahan pakan atau aditif pakan adalah bahan pakan yang tidak mengandung nutrien yang ditambahkan dalam pakan untuk memberikan
5
efek tertentu bagi ternak yang memakannya (Zuprizal, 2006). Dono (2012) menjelaskan bahwa saat ini ada beberapa aditif pakan yang dapat ditambahkan pada pakan unggas,
seperti:
antibiotik,
antioksidan,
probiotik, prebiotik, sinbiotik, enzim, fitobiotik, dan senyawa asam organik. Senyawa antioksidan yang merupakan salah satu aditif pakan, dapat berupa senyawa alami maupun senyawa sintetik. Senyawa antioksidan sintetis pada saat ini sudah mulai ditinggalkan karena memiliki sifat karsinogenik dan antioksidan yang berasal dari alam mulai memegang peranan penting. Senyawa bioaktif yang bersifat antioksidan alami banyak ditemukan di berbagai kulit buah (Lisdawati dan Kardono 2006). Hasil penelitian Wati et al. (2013) menunjukkan bahwa pakan yang ditambah tepung kulit manggis sebagai aditif pakan berpengaruh positif meningkatkan fertilitas telur itik Mojosari. Pada penelitian tersebut juga dilaporkan bahwa prosentase fertilitas itik Mojosari yang diberi pakan dengan penambahan tepung kulit manggis pada perlakuan 1,5% yaitu (86 ± 4,53)% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan tepung kulit manggis yaitu (78 ± 4,11)%. Hasil penelitian Said dan Maulana (2014) juga menunjukkan bahwa pemberian ekstrak buah merah (Pandanus
conoideus
Lam.)
pada
pakan
meningkatkan
spermatozoa dan spermatogenesis mencit (Mus mucullus).
6
kualitas
Kulit Manggis Manggis (Garcinia mangostana L.) telah dibudidayakan selama berabad-abad di daerah tropis. Pohon ini banyak terdapat di Asia Tenggara, seperti: di Indonesia, serta di Semenanjung Malaya, Myanmar, Thailand, Kamboja, dan Vietnam (Akao et al., 2008). Tanaman Manggis mempunyai taksonomi sebagai berikut (Rukmana, 1995): Kingdom : Plantae Divisi
: Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Guttiferanales
Family
: Guttifereae
Genus
: Garcinia
Spesies
: Garcinia mangostana L.
Senyawa bioaktif buah manggis banyak ditemukan pada bagian kulit buahnya di antaranya adalah: xanthone, mangostin, garsinon, flavonoid, tannin, gartanin, gamma mangostin, alfa mangostin garsinon E, dan epikatelin (Tukiran et al., 2015). Xanthone diketahui sebagai senyawa utama dalam kulit manggis sebesar 107,76 mg per 100 g, yang berfungsi sebagai antioksidan, antidiabetik, antikanker, anti inflamasi, anti mikrobia, dan anti jamur (Orozco dan Failla, 2013). Xanthone juga berfungsi sebagai senyawa fenolik yang dapat berpartisipasi dalam perlindungan terhadap tindakan oksigen reaktif berbahaya, terutama radikal bebas
7
(Zarena dan Sankar, 2009). Kulit manggis selain mengandung senyawa bioaktif juga mengandung beberapa nutrien lain. Adapun kandungan nutrien tepung kulit manggis dapat dilihat pada Tabel 2 berikut: Tabel 2. Kandungan nutrien tepung kulit manggis (g/100g) Kandungan nutrien Kadar Energi (kcal) 76 Protein (g) 0,5 Lemak (g) 0 Karbohidrat (g) 18,4 Serat kasar (g) 0,3 Abu (mg) 0,2 Sumber: Salakpetch (2000) Penambahan tepung kulit manggis diharapkan dapat membantu melawan radikal bebas sehingga proses spermatogenesis dalam saluran reproduksi berjalan dengan normal (Sunaiyah et al., 2013).
Antioksidan Antioksidan adalah substansi yang diperlukan untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal tersebut. Christijanti et al. (2010) menyatakan bahwa sistem antioksidan pada sperma berperan penting dalam melindungi membran spermatozoa terhadap efek merusak dari radikal bebas dan zat racun dari metabolisme. Permatasari et al. (2014) juga menyatakan bahwa xanthone adalah senyawa antioksidan yang memiliki gugus hidroksi (-OH) yang efektif mengikat radikal bebas di dalam tubuh. Berdasarkan hal tersebut, kerusakan pada membran sel spermatozoa akibat radikal bebas dapat dihambat, sehingga ikatan antara hormon yang berperan dalam proses 8
spermatogenesis dengan reseptor hormon tidak terganggu dan proses spermatogenesis lebih optimal.
Sperma Sperma adalah cairan yang mengandung spermatozoa dan plasma sperma yang dihasilkan oleh kelenjar tambahan. Plasma sperma berfungsi sebagai buffer dan sumber makanan sel spermatozoa, sehingga fertilitas dapat terjaga. Plasma sperma disekresikan dari dinding kloaka yang merupakan pelindung dan penyedia nutrien bagi spermatozoa (Aghai et al., 2010). Spermatozoa pada unggas berbentuk oval berekor (filiformis). Kepala spermatozoa terdiri dari nukleus dan bagian atasnya tertutup oleh akrosom yang berbentuk kerucut sedikit melengkung. Ekor spermatozoa terdiri dari leher, bagian tengah, bagian utama dan ujung (Gilbert, 1980). Kualitas
sperma
spermatozoa 1,80
ayam
lokal
miliar/ml,
tergolong
baik
dengan
konsentrasi
motilitas 3,39 dari skala 4,
jumlah
spermatozoa hidup 75,40%, dan pH 7,80 (Nataamijaya et al., 2005). Sperma membutuhkan nutrien-nutrien agar kualitas dan kuantitasnya tetap baik. Adapun beberapa nutrien yang dibutuhkan sperma antara lain seperti yang disajikan pada Tabel 3.
9
Tabel 3. Nutrien yang dibutuhkan sperma Nutrien Fruktosa Selenium Kalsium Magnesium Zinc Antioksidan Asam Folat Vitamin A, E, dan C
Vitamin B 12, Vitamin B9 Nikel
Fungsi/Peran Energi spermatozoa Meningkatkan motilitas sperma produksi sperma, pematangan, motilitas, dan kapasitas fertilisasi produksi sperma, pematangan, motilitas, dan kapasitas fertilisasi Pembentukan sperma, motilitas sperma dan metabolisme hormone melindungi sperma dari kerusakan oksidatif lebih lanjut selama produksi sperma Nutrisi penting dalam pembentukan DNA, RNA dan pembentukan sperma meningkatkan kualitas sperma dan produksisperma melalui perlindungan membran spermatozoa Terlibat dalam sintesis RNA dan DNA meningkatkan kesehatan sperma Meningkatkan produksi sperma
Sumber : Cheah and Yang (2011)
Proses pembentukan sel sperma (spermatogenesis) terjadi di jaringan epitel tubulus seminiferus di bawah kontrol hormon gonadothropin dan hipofisis (pituitaria bagian depan). Tubulus semineferus ini terdiri atas sel sertoli dan sel germinalis. Spermatogenesis terjadi dalam tiga fase, yaitu: fase spermatogonial, fase meiosis, dan fase spermiogenesis. Proses spermatogenesis tersebut membutuhkan waktu sekitar 13 sampai 14 hari (Yuwanta, 2004).
Penampungan Sperma Metode penampungan sperma pada unggas yang efektif adalah dengan cara pengurutan pada bagian abdominal (Donoghue and Wishart,
10
2000). Ayam dipegang dengan tangan kanan pada kaki dan diurut pada bagian punggung dari arah depan ke belakang sampai sekitar kloaka dengan tangan kiri, dan sperma yang keluar ditampung dengan tabung penampung yang diarahkan ke kloaka. Pengurutan dilakukan selama 2 sampai 3 menit untuk setiap ekor ayam jantan (Asmarawati et al., 2013).
Evaluasi sperma Hafez (1993) menyatakan bahwa pemeriksaan sperma secara makroskopik meliputi: volume sperma, warna sperma, bau sperma, konsistensi sperma (derajat kekentalan sperma), dan pH sperma. Pemeriksaan sperma secara mikroskopik meliputi: daya gerak (motilitas) spermatozoa, konsentrasi sperma, daya hidup (viabilitas) sperma, dan abnormalitas sperma. Volume sperma Volume sperma ayam umumnya sangat sedikit, namun memiliki konsentrasi sperma yang tinggi. Volume yang ditampung dengan metode pemijatan akan lebih banyak, jika dibandingkan dengan penampungan sperma saat perkawinan alami. Volume sperma pada saat kawin alami adalah 0,35 ml, sedangkan untuk metode pemijatan adalah 0,88 ml (Parker, 1972).
11
Warna dan bau sperma Sperma ayam berwarna putih seperti air susu. Sperma yang normal, pada umumnya memiliki bau amis khas disertai dengan bau dari hewan itu sendiri. Bau busuk bisa terjadi apabila sperma rusak dan mengandung nanah yang disebabkan karena infeksi organ atau saluran reproduksi hewan jantan (Garner dan Hafez, 2000).
Konsistensi sperma Konsistensi atau derajat kekentalan sperma, berkaitan dengan warna sperma. Warna sperma (normal) dapat memprediksikan konsistensi spermatozoa, yaitu kental atau warna krem (1000 sampai 2000 juta spermatozoa/ml), spermatozoa/ml),
encer cair
atau
atau
keruh
agak
(500
keruh
(100
sampai sampai
900
juta
400
juta
spermatozoa/ml), dan jernih (kurang dari 100 juta spermatozoa/ml) (Ismaya, 2014). Kartasudjana (2001) menambahkan bahwa konsistensi atau kekentalan atau viskositas juga memiliki kaitan dengan konsentrasi sperma di dalamnya. Wahyuni (2002) menyatakan bahwa apabila saat digoyangkan
dalam
tabung
sperma
bergerak
lambat,
maka
itu
menunjukkan bahwa tingkat viskositas (kekentalan) sperma tinggi. Namun,
apabila
agak
cepat
berarti
menandakan sperma tersebut encer.
12
sedang
dan
apabila
cepat
Derajat keasaman (pH) Pengukuran derajat keasaman (pH) sperma dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan kertas pH atau lebih teliti lagi diukur dengan pH meter (Kismiati, 1997). Derajat keasaman sperma ayam pada umumnya adalah 7,3 (Maslikowski et al., 2015). Sperma yang pekat biasanya mudah mengalami perubahan pH menjadi lebih asam. Hal tersebut dapat terjadi akibat adanya penimbunan asam laktat sebagai akibat aktivitas metabolisme sperma (Ismaya, 2014). Motilitas sperma Spermatozoa
umumnya
mempunyai
kecenderungan
untuk
bergerak bersama-sama ke satu arah, sehingga membentuk suatu gelombang-gelombang yang tebal atau tipis dan bergerak cepat atau lambat. Gelombang bergerak cepat atau lambat tergantung dari konsentrasi sperma hidup di dalamnya. Kualitas sperma yang baik dapat dilihat dari tingkat keaktifan pergerakan sperma. Gerakan massa spermatozoa dapat dilihat dengan jelas di bawah mikroskop biasa dengan pembesaran kecil (10x10) dan cahaya yang dikurangi (Toelihere, 1993). Pemeriksaan motilitas merupakan cara pemeriksaan visual dengan bantuan mikroskop yang dinyatakan secara komparatif. Pemeriksaan motilitas massa dan individu dilakukan pada sperma segar yang baru dikoleksi dan belum diencerkan (Mathevon et al., 1998). Petters et al. (2008) menyatakan bahwa sperma ayam memiliki motilitas sekitar 82,5%.
13
Konsentrasi sperma Penilaian konsentrasi atau jumlah spermatozoa per milliliter sperma sangat penting karena faktor inilah yang menggambarkan sifat-sifat sperma dan dipakai sebagai salah satu kriteria penentuan kualitas sperma. Konsentrasi digabung dengan volume dan persentase sperma motil akan memberikan jumlah sperma motil per ejakulat, yaitu kuantitas yang menentukan berapa betina yang dapat diinseminasi dengan ejakulat tersebut. Metode penghitungan konsentrasi sperma bermacam-macam, seperti: penghitungan dengan haemocytometer, kolorimeter fotoelektrik, dan penghitungan secara elektronik. Metode yang dipakai tergantung pada situasi, kebutuhan, kebiasaan, dan tersedia tidaknya alat yang dipergunakan (Toelihere, 1993). Nataamijaya et al. (2005) menyatakan bahwa spermatozoa ayam memiliki konsentrasi sekitar 1,80 miliar sel/ml. Viabilitas sperma Pengamatan terhadap viabilitas atau daya hidup spermatozoa dilakukan dengan pewarnaan eosin 2%. Daya hidup spermatozoa diamati dari perubahan warna pada spermatozoa tersebut. Jika spermatozoa berwarna merah artinya spermatozoa tersebut menyerap eosin (mati) (Salimah, 2014). Perbedaan zat warna antara sel-sel sperma yang mati dan yang hidup digunakan untuk melindungi jumlah sperma hidup secara objektif pada waktu sperma segar dicampur dengan zat warna (eosin 2%). Sel-sel sperma yang hidup tidak atau sedikit sekali menghisap warna sedangkan yang mati akan mengambil warna karena permeabilitas
14
dinding meningkat sewaktu mati. Tujuan pewarnaan diferensial adalah untuk mengetahui persentase sel-sel sperma yang mati dan yang hidup (Hafez, 1993). Abnormalitas sperma Hafez
(1993)
menyatakan
bahwa
abnormalitas
sperma
dikelompokan menjadi 2, yaitu: abnormalitas primer dan abnormalitas sekunder.
Abnormalitas
primer
terjadi
pada
testis
saat
proses
spermatogenesis tepatnya di tubuli semiferi. Abnormalitas primer ditandai oleh kepala yang terlampau kecil (microcephalic) atau terlalu besar (macrocephalic), kepala yang lebar, ekor atau badan berganda dan lainlain.
Abnormalitas sekunder terjadi di epididymis sewaktu ejakulasi.
Toelihere (1993) menyatakan bahwa setiap spermatozoa yang abnormal tidak dapat membuahi sel telur, tanpa memandang apakah abnormalitas tersebut terjadi di dalam tubuli seminiferi, dalam epididimis atau oleh perlakuan yang tidak wajar terhadap ejakulat. Selama abnormalitas spermatozoa belum mencapai 20% dari contoh sperma, maka sperma tersebut masih dapat dipakai untuk inseminasi.
15