1 I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong
bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu belum dapat diimbangi oleh peningkatan produksi. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi ternak harus diimbangi dengan pemberian pakan berkualitas baik. Pakan merupakan salah satu faktor yang memegang peran penting dalam proses produksi, 70% biaya produksi terbesar berasal dari pakan. Salah satu penyebab rendahnya produksi ternak di Indonesia adalah kurang tersedianya bahan pakan berkualitas secara berkelanjutan dalam jumlah cukup, salah satunya pakan ternak ruminansia. Sorgum adalah tanaman serealia yang memiliki toleransi terhadap kekeringan. Berdasarkan produktivitasnya sorgum merupakan serealia terbesar kelima di dunia. Diantara lima varietas sorgum yang ada di dunia yaitu varietas bicolor, guinea, caudatum, kaffir dan durra, varietas Sorghum bicolor adalah salah satu varietas yang tumbuh dominan di wilayah ASEAN. Penggunaan biji sorgum dalam ransum untuk ternak banyak digunakan karena nilai nutrisinya tidak jauh berbeda dengan jagung. Sorgum mengandung zat makanan yang cukup lengkap dan komposisi asam amino sorgum cukup lengkap baik asam amino esensial maupun non esensial serta mengandung vitamin penting seperti vitamin A, vitamin K, vitamin B6, vitamin B12 dan choline sehingga sorgum sangat berpotensi untuk dijadikan pakan. Sorgum memiliki anti nutrisi antara lain tanin,
2 asam fitat, proteinase inhibitor dan cyanogenic glycosides. Tanin merupakan anti nutrisi aktif alami pada tanaman (metabolit sekunder) yang termasuk dalam golongan polifenol. Tanin dapat berinteraksi dengan protein (baik enzim maupun non enzim) membentuk kompleks tanin-protein sehingga dapat menghambat kerja enzim-enzim pencernaan. Tanin juga diketahui dapat membentuk kompleks yang stabil dengan mineral, polimer selulosa, hemiselulosa dan pektin sehingga dapat menurunkan nilai zat makanan dan kecernaannya. Pengolahan terhadap biji sorgum sebelum diberikan kepada ternak ruminansia untuk meningkatkan kualitas, diantaranya yaitu melalui proses pengolahan secara kimia dengan perendaman menggunakan larutan alkali, salah satu larutan alkali yang sering digunakan yaitu NaOH.
NaOH merupakan
senyawa basa kuat yang dapat menghidrolisis kadar senyawa tanin dengan zat makanan dalam biji sorgum sehingga mampu meningkatkan kecernaan bahan pakan tersebut. Pengolahan secara alkali dengan NaOH dapat memperbaiki nilai kecernaan, diantaranya ditandai dengan produksi Volatile Fatty Acid (VFA) dan amonia (NH3) pada cairan rumen yang meningkat. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh dosis NaOH dan waktu dalam dosis perendaman biji sorgum (Sorghum bicolor) terhadap produksi VFA dan NH3 pada cairan rumen sapi perah FH (in vitro).
3 1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka masalah yang dapat
diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1)
Bagaimana perbedaan pengaruh dosis NaOH 0,1 N dan waktu dalam dosis perendaman biji sorgum (Sorghum bicolor) terhadap produksi VFA dan NH3 cairan rumen sapi perah FH (in vitro).
2)
Berapa dosis NaOH 0,1 N dan waktu dalam dosis perendaman biji sorgum (Sorghum bicolor) yang menghasilkan produksi VFA dan NH3
pada
cairan rumen sapi perah FH (in vitro) yang paling baik. 1.3
Maksud dan Tujuan Adapun Maksud dan Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah
sebagai berikut: 1)
Mengetahui perbedaan pengaruh dosis NaOH 0,1 N dan waktu dalam dosis perendaman biji sorgum (Sorghum bicolor) terhadap produksi VFA dan NH3 pada cairan rumen sapi perah FH (in vitro).
2)
Mengetahui dosis NaOH 0,1 N dan waktu dalam dosis perendaman biji sorgum (Sorghum bicolor) yang menghasilkan produksi VFA dan NH3 pada cairan rumen sapi perah FH (in vitro) yang paling baik.
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan sumber informasi ilmiah
mengenai perbedaan pengaruh dosis NaOH 0,1 N dan waktu dalam dosis perendaman biji sorgum (Sorghum bicolor) terhadap produksi VFA dan NH3 pada cairan rumen sapi perah FH (in vitro), sehingga dapat meningkatkan kecernaan bahan pakan tersebut dan dapat mengoptimalkan pemberian pakan.
4 1.5
Kerangka Penelitian Sorgum merupakan tanaman serbaguna yang dapat digunakan sebagai
sumber bahan pakan dan bahan baku industri. Sebagai sumber bahan pakan sorgum banyak digunakan untuk pengganti jagung karena kandungan zat makanan sorgum hampir sama seperti jagung.
Tanaman sorgum yang biasa
digunakan pada ternak yaitu biji sorgum, karena biji sorgum memiliki kandungan zat makanan yang sangat lengkap seperti karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin dibandingkan bagian tanaman sorgum lainnya. Kandungan zat makanan dalam biji sorgum diantaranya kadar protein 11%, lebih tinggi dibandingkan dengan beras yang hanya 6,8%.
Kandungan
mineral mikro terdiri dari besi, fosfor, dan vitamin B. Penggunaan biji sorgum dalam ransum bersifat suplementer (substitusi) terhadap jagung karena kandungan zat makanannya tidak berbeda dengan jagung. Biji sorgum memiliki kandungan antinutrisi yang dapat menghambat kecernaan pada ternak, akibatnya apabila diberikan pada ternak, nilai kecernaan biji sorgum akan menurun. Kandungan tanin dapat dikurangi dengan cara pengolahan secara kimia terlebih dahulu dengan menggunakan NaOH, yang merupakan senyawa alkali dan mempunyai pH basa serta mampu memotong ikatan tanin pada biji sorgum tersebut. Larutan basa kuat NaOH merupakan alkali paling efektif dalam meningkatkan kecernaan limbah pertanian dan industri karena mampu membengkakkan ikatan tanin menjadi lebih besar sehingga kecernaannya meningkat (Soedjono dkk., 1985). Tinggi rendahnya VFA dipengaruhi oleh tingkat fermentabilitas bahan pakan, jumlah karbohidrat yang mudah larut, pH rumen, kecernaan bahan pakan, jumlah serta macam bakteri yang ada dalam rumen (Arora, 1995).
VFA
merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat dan merupakan sumber energi
5 utama ruminansia asal rumen. Peningatan produksi VFA menunjukkan mudah atau tidaknya pakan tersebut difermentasi oleh mikroba rumen. Produk VFA di dalam cairan rumen dapat digunakan sebagai tolak ukur fermentabilitas pakan (Hartati, 1998).
Pakan yang masuk ke dalam rumen difermentasi untuk
menghasilkan produk berupa VFA, serta gas metan dan CO2 (McDonald dkk., 2002). Pengukuran NH3 secara in vitro dapat digunakan untuk mengestimasi degradasi protein dan kegunaanya oleh mikroba. Pakan yang defisiensi protein atau tinggi kandungan protein yang lolos degradasi, konsentrasi NH3 rumen akan rendah yaitu lebih rendah dari 50 mg/1 atau 3,57 mM dan pertumbuhan organisme rumen akan lambat (Satter dan Slyter, 1974). Sebaliknya jika degradasi lebih cepat daripada sintesis protein mikroba maka NH3 akan terakumulasi dan melebihi konsetrasi optimumnya yaitu berkisar antara 85-300 mg/ atau 6-12 mM (McDonald dkk., 2002).
Protein di dalam rumen dihidrolisis oleh enzim
proteolitik yang dihasilkan mikroba rumen menjadi oligopeptida (Rahmadi dkk., 2010).
Mikroba dapat memanfaatkan oligopeptida yang mudah terfermentasi
untuk membuat protein tubuhnya, sebagian dihidrolisis lagi menjadi asam amino. Mikroba rumen akan merombak asam-asam amino sebanyak 82% menjadi amonia untuk menyusun tubuhnya.
Mikroba rumen terutama bakteri tidak
mempunyai sistem trasnportasi untuk menggunakan asam amino ke dalam tubuhnya. Mikroba mendegradasi protein dalam rumen tidak mengenal batas, proses degradasi protein tersebut dapat berlangsung terus walaupun amonia yang dihasilkan telah cukup memenuhi kebutuhan mikroba rumen. Amonia merupakan sumber nitrogen utama dan penting untuk sintesis mikroba (Sakinah, 2005). Konsentrasi NH3 yang optimum berkisar antara 5-6
6 mg/100 ml cairan rumen. Kekurangna sumber N dapat menurunkan produksi mikroba per unit karbohidrat tercerna. Sebaliknya, apabila kelebihan NH3 akan diserap melalui dinding rumen dan dibawa ke hati untuk sintesis urea (Susanti, dkk., 2002). Sumbangan NH3 pada ternak ruminansia sangat penting mengingat bahwa perkusor protein mikroba adalah amonia dan senyawa karbon, makin tinggi kadar NH3 di rumen maka kemungkinan makin banyak protein mikroba yang terbentuk sebagai sumber protein tubuh.
Konsentrasi nitrogen amonia
sebesar 5 mg persen setara dengan 3,57 mM sudah mencukupi kebutuhan nitrogen mikroba (Astuti dkk., 1993). Kandungan faktor anti nurisi pada daging buah kopi (polifenol, tannin dan kafein) dapat diturunkan dengan kombinasi perlakuan alkalis (NaOH) dengan perlakuan fermentatif yang menunjukkan bahwa perlakuan yang optimal ternyata cukup dengan menggunakan larutan alkalis 5,0% atau 10,0% NaOH (Rojas dkk., 2002). Disamping itu, perlakuan alakalis terhadap kulit buah kako menggunakan larutan basa abu bakaran kulit buah kakao dengan derajat kebasaan setara dengan 8,0% NaOH dapat meningkatkan degradabilitas bahan pakan dari 45% tanpa perlakuan menjadi 60% (Smith dkk., 1985). Derajat kebasaan tersebut konsumsi pakan menurun, sehingga disarankan untuk menggunakan bakaran kulit buah kakao dalam larutan tidak lebih dari 35g per 100 g larutan yaitu setara dengan 6% larutan NaOH. Perendaman biji-bijian seperti sorgum biasanya dilakukan di dalam larutan NaOH dengan konsentrasi 4 – 5% selama 24 jam dan berdampak kepada meningkatnya taraf kecernaan bahan pakan. Menggunakan larutan NaOH 8% (8g NaOH/100g) dan menghasilkan peningkatan kecernaan sebesar 15% unit (Oshio dkk., 1990).
Perendaman bahan pakan kasar dalam larutan NaOH, tanpa
7 pembilasan tetapi disimpan dengan dosis 1.5 % larutan NaOH direndam selama 0.5–1 jam dan disimpan selama 6 hari. Bahan pakan disemprot dengan larutan NaOH dalam suatu ruangan dengan dosis 5.5 kg NaOH, disimpan selama 12 jam. (Sundstol, 1988). Perlakuan pemberian NaOH secara efektif digunakan untuk sorgum dalam menonaktifkan tanin dengan perendaman selama 4 jam dengan dosis 0,3% NaOH. Perendaman biji sorgum dengan dosis 0,4% NaOH selama 30 menit mengakibatkan pengurangan sekitar 76% tanin dan 48% fenol. (Beta dkk., 2000). Perendaman biji sorgum dengan 10 % NaOH 0,1 N selama 15 menit mampu menurunkan tanin berkisar 80% (Zahra dkk., 2013). Berdasarkan uraian tersebut, pemberian dosis NaOH pada perendaman biji sorgum sangat perlu dilakukan agar kecernaan biji sorgum meningkat.
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut
dapat ditarik hipotesis bahwa pemberian dosis 15% NaOH 0,1 N dan waktu 15 menit dalam dosis 15 % NaOH 0,1 N pada biji sorgum (Sorghum bicolor) dapat menghasilkan produksi VFA yang tinggi dan NH3 yang rendah pada cairan rumen sapi perah FH (in vitro). 1.6
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan februari sampai Maret 2016,
bertempat di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.