i ../'
I
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMPLEMENTASI
PROGRAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) OLEH
PEMERINTAH KOTA DEPOK
Adinda Bunga Ayu Putri dan Afiati Indri Wardani
Program Sarjana Ekstensi IOOu Administrasi Negara
Fakultas lImu Sosial dan llmu Politik
Abstrak Refonnasi birokrasi dalam Kementerian Pendidikan dan Budaya di tabun 2011 mengakibatkan pembinaan PAUD fonnal dan nonfonnal dilaksanakan oleh Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini Nonfonnal dan Infonnal (Ditjen PAUDNI). Pemerintah menginginkan agar kebijakan tersebut juga disesuaikan di tingkat propinsi, kabupatenlkota, serta kecamatan guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja pembinaan PAUD. Namun, hingga tahun 2012 kebijakan tersebut belum diterapkan di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia, tennasuk Kota Depok. Tujuan dari peneJitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi implementasi program PAUD fonnal dan nonfonnal oleh Pemerintah Kota Depok terkait dengan kebijakan pembinaan PAUD fonnal dan nonfonnal menjadi satu atap. Penelitian ini menggunakan pendekatan positivis dengan jenis penelitian deskriptif. HasH dari penelitian ini adalah implementasi program PAUD di Kota Depok telah cukup baik, meskipun terdapat hambatan dalam faktor komunikasi dan sumber daya. Kata kunci:
Impelementasi program;Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Abstract Bureaucratic refonn in Ministry ofEducation and Culture in 201 I give eflbct of fonnal and nonfonnal early childhood education developmented by Directorate General of Nonfonnal and Infonnal Early Childhood Education (Ditjen PAUDNl). Government suggest that policy should be implemented by all local government in Indonesia in order to efficiency and effectiveness in implementation of early childhood education. However, until 2012, the policy has not been implemented by all local government in Indonesia, include the government ofDepok City. Purpose of this paper is to detennine the factors influencing the government of Depok City early childhood education program implementation. This study uses a positivist approach with descriptive research. The result of this study indicates that the government's programs are well implemented although there are some obstacles related in communication and resources in the process. Keyword:
Programme Implementation;Early Childhood Education.
Pendabuluan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tabun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003). Pembinaan PAUD baik fonnal, non fonnal, maupun infonnal di
Analisis faktor-faktor…, Adinda Bunga Ayu, FISIP UI, 2013
Indonesia secara teknis dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini yang bergerak di bawah naungan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal dan Informal (Ditjen PAUDNI) yang sebelumnya bemama Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI). Pada tahun 2011 terdapat reorganisasi di dalam Ditjen PAUDNI, yakni masuknya Taman Kanak-Kanak (TK) ke Ditjen PAUDNI' yang sebelumnya ditangani oIeh Ditjen Mandikdasmen (bttp:/lluarsekolahbisa.com). Kebijakan PAUD formal dan nonformal yang pembinaannya mulai disatukan dalam satu bidang telah diterapkan di pusat, dan pemerintah sendiri menginginkan agar kebijakan tersebut juga disesuaikan di tingkat propinsi, kabupaten/kota. serta kecamatan guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinetja pembinaan PAUD. Untuk itulah diperlukan partisipasi pemerintah propinsi dan pemerintah kabupatenlkota untuk turnt serta menerapkan kebijakan yang telah ditetapkan. Namun, hingga tahun 2012 pembinaan PAUD yang dilakukan dalam satu atap atau satu bidang masih belum sepenuhnya diterapkan oleh seluruh kabupatenlkota di Indonesia, hal ini dibuktikan dengan pelaksanaan PAUD formal dan nonformal yang masih terpisah bidang di Dinas Pendidikan Kota Depok. Dalam struktur organisasi Dinas Pendidikan Kota Depok hingga tahun 2012, penyelenggaraan PAUD formal (TK) masih dilaksanakan oleh Bidang Pendidikan Dasar, dan penyelenggaraan PAUD
nonformal
dilaksanakan
oleh
Bidang
PNFI.
Dengan
dilaksanakannya
kebijakan
penyelenggaraan PAUD formal dan nonformal menjadi satu atap dalam Ditjen PAUDNI, menyebabkan Kota Depok hams menyesuaikan dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan untuk program PAUD formal dan nonformal yang telah menjadi satu atap dengan kondisi saat ini di Dinas Pendidikan Kota Depok pelaksanaan PAUD formal masih terpisah bidang dengan PAUD nonformal. Dengan otonomi pendidikan, penyelenggaraan PAUD di Kota Depok diatur dalam Peraturan Daerah (perda) Nomor 08 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam Perda Nomor 08 Tahun 2010, walikota menetapkan kebijakan daerah bidang pendidikan sesuai kewenangannya, termasuk menetapkan target tingkat partisipasi pendidikan atau Angka Partisipasi Kasar (APK). Angka Partisipasi Kasar (APK) menunjukkan banyaknya anak yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan tertentu pada wilayah tertentu. Dengan perbandingan antara jumlah siswa di jenjang pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia tertentu (Ikhtisar Data Pendidikan Nasional Tahun 200512006). Semakin tinggi APK berarti semakin banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan pada suatu wilayah.
Analisis faktor-faktor…, Adinda Bunga Ayu, FISIP UI, 2013
Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD fonnal dan nonfonnal di Kota Depok sejak tabun 2006 hingga 2011 mengalami peningkatan dan penurunan. Hingga tabun 2010, jumlah APK PAUD mencapai hingga 25,06%. Jumlab anak usia dini (0·6 tabun) yang mengenyam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Kota Depok hingga tahun 2012 mencapai 26254 anak, Pemerintab Kota Depok memiliki target sasaran Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD dari tabun 2011 hingga tabun 2016 mencapai sebesar 28,22% (Renstra Dinas Pendidikan Kota Depok Tabun 2011-2016).
Tabell Jumlab Peserta Didik Pendidikan ADak Usia Dini Kota Depok No
Kecamatan
Jumlah Peserta Didik TK
1 Sawangan 2 Bojongsari 3 Pancoranmas 4 Cipayung 5 Sukmajaya 6
Cilodong
7 Cimanggis 8 Tapos 9 Beji 10 Limo
11
Cinere Total
..
KB
TPA
Total SPS
522
1394
0
223
2139
660
929
0
29
1618
2553
1130
0
244
3927
431
606
0
28
1065
2497
734
0
90
3321
1117
627
0
43
1787
3074
1117
0
511
4702
1737
1061
0
289
3087
1596
783
0
82
2461
786
569
0
130
1485
368
191
0
103
662
15341
9141
0
1772
26254
Sumber: DlDas Pendidikan Kota Depok
Jumlab anak usia dini (0-6 tabun) di Kota Depok yang mengenyam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah sebanyak 26254 anak dengan jumJah lembaga PAUD fonnal dan nonfonnal yang terdapat di Kota Depok sebanyak 912 lembaga dan jumlah tenaga pendidik sebanyak 3266 orang di tabun 2012. Kondisi tersebut menuntut terbentuknya keJjasama dan koordinasi antara pelaksana di lapangan dengan pembuat program PAUD di Kota Depok, seperti pihak Dinas Pendidikan Kota Depok dengan para penilik dan pengawas TK dalam hal pembinaan PAUD fonnal dan nonfonnal. Selain dengan penilik serta pengawas TK, Pemerintab Kota Depok juga dapat bekeJjasama dengan organisasi Mitra yang bergerak di bidang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) seperti HIMPAUDI dan IGTKI. Sekretaris Ditjen PAUDNI (2011) mengatakan bahwa sebagus apapun kebijakan dan program Ditjen PAUDNI
Analisis faktor-faktor…, Adinda Bunga Ayu, FISIP UI, 2013
bila tanpa bantuan organisasi mitra tidak akan berarti apa-apa, tidak akan betjalan sesuai harapan bila tidak dibantu oleh masyarakat atau stake holdemya (www.itjen.depdiknas.go.id). Dengan dijadikannya PAUD fonnal dan nonfonnal menjadi satu atap maka memengaruhi pelaksanaan dibawahnya, seperti di Kota Depok, menurut Kepala Seksi TKlSD Dinas Pendidikan Kota Depok, Bapak Khaerudin (2012) mengatakan kalau Kota Depok masih dalam tahap persiapan dan menunggu keputusan terbaru dari walikota mengenai perubahan tugas pokok dan fungsi serta struktur organisasi di Dinas Pendidikan Kota Depok. Hal tersebut menuntut pihak-pihak lain yang terkait dalam pelaksanaan program PAUD di Kota Depok juga harus menyesuaikan dengan kebijakan pembinaan PAUD fonnal dan nonfonnal satu atap yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti penilik, pengawas TK, organisasi profesi PAUD nonfonnal HIMPAUDI Kota Depok, organisasi profesi PAUD fonnal IGTKI Kota Depok, dan para pengelola serta guru PAUD formal dan nonfonnal Kota Depok. Pihak Dinas Pendidikan Kota Depok harus mampu bertindak fleksibel dengan kebijakan yang telah diturunkan dari pemerintah agar tidak menimbulkan kebingungan bagi para pelaksana di bawahnya, meskipun terhambat dengan kebijakan lama. Berdasarkan pennasalahan tersebut, maka penelitian ini ingin melihat: Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi implementasi program PAUD fonnal dan nonformal, bagaimanakah implementasi Program PAUD fonnal dan nonfonnal oleh Pemerintah Kota Depok terkait dengan kebijakan pembinaan PAUD fonnal dan nonfonnal satuatap? Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi implementasi program PAUO fonnal dan nonformal oleh Pemerintah Kota Depok terkait dengan kebijakan pembinaan PAUD fonnal dan nonfonnal menjadi satu atap.
Tinjauan Teoritis Implementasi kebijakan publik merupakan salah satu tahapan dalam kebijakan publik. Program-program yang telah direncanakan haruslah diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Pembahasan mengenai implementasi kebijakan publik itu sendiri dapat berupa konsep implementasi dan model-model implementasi kebijakan.
A. Implementasi Kebijakan Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan sebagai tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang (Winarno,2007:144). Implementasi pada sisi yang lain menurut Lester dan Stewart merupakan fenomena yang
Analisis faktor-faktor…, Adinda Bunga Ayu, FISIP UI, 2013
kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, keluaran (output) maupun sebagai suato dampak (outcome) (Winamo,2007:144). Dengan dilaksanakannya implementasi kebijakan maka akan dapat terlihat suato perubahan yang dapat diukur dalam masalah yang luas yang dapat dikaitkan dengan program, undang-undang publik, dan keputusan yudisial. Mazmanian dan Sabastier mendefmisikan implementasi kebijakan sebagai:
"Implementation is the carrying out ofa basic policy decision, usually incorporated in a statute but which can also take the form of important executive orders or court decisions." (Hill & Hupe,2002:7). Dalam pendapat Mazmanian dan Sabastier tersebut, implementasi kebijakan merupakan pelaksanaan dari keputusan kebijakan, dan biasanya dimasukkan ke dalam undang-undang. Idealnya keputusan tersebut merupakan identifikasi dari masalah-masalah yang akan ditangani. Menurut George C. Edward III (1980) implementasi kebijakan adalah:
" ... the stage ofpolicymaking between the establishment ofa policy -- such as the the passage ofa legislative act, the issuing ofan executive order, the handing down ofa judicial decision, or the promulgation ofa regulatory rule --- and the consequences of the policy for the people whom it affects. " (Edward 111,1980: I). Dalam pendapat Edward III tersebut implementasi kebijakan adalah salah sato tahap kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya (Winamo,2007: 174). Jika suato kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan ito mungkin akan mengalami kegagalan sekaJipun kebijakan ito diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan yang telah melalui perencanaan yang baik kemungkinanjuga akan mengalami kegagalan.
B. Model Implementasi George Edward m Implementasi kebijakan yang efektif yaito apabila kebijakan tersebut tepat dan dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan. Serta para pelaksana kebijakan dapat mengimplementasikan kebijakan yang telah terencana dengan baik. Masalah utama administrasi publik menurut George Edward III (1980) adalah lack of attention to implementation. Tanpa adanya implementasi yang efektif maka keputusan para pembuat kebijakan tidak akan dapat sukses dilaksanakan. Edward III mengkaji implementasi kebijakan melalui empat faktor yang memengaruhi implementasi kebijakan publik. Keempat faktor tersebut mencakup komunikasi, sumber-sumber, disposisi, dan struktur birokrasi. Keempat faktor yang diuraikan oleh Edward III dapat memberikan gambaran mengenai prakondisi
Analisis faktor-faktor…, Adinda Bunga Ayu, FISIP UI, 2013
,{ f
prakondisi yang diperlukan agar implementasi kebijakan berhasil dan hambatan-hambatan utama yang menyebabkan gagainya suatu implementasi kebijakan. a. Faktor Komunikasi (Communication)
Syarat utama suatu kebijakan dapat beJjalan secara efektif adalah para pelaksana yang menjalankan kebijakan tersebut mengetahui apa yang seharusnya dilakukan. Perintah pelaksanaan harus terlebih dahulu ditransmisikan kepada para pelaksana Pada umumnya, komunikasi-komunikasi tersebut haruslah akurat dan secara akurat dirasakan oleh para penerima perintah (Edward III, 1980: 11). Untuk itulah dalam faktor komunikasi terdapat tiga aspek yang harus diperhatikan, yaitu transmisi (trammission), kejelasan (clarity), dan konsistensi (consistency).
Transmisi (trammission). Keputusan politik dan perintah pelaksanaan haruslah ditransmisikan terIebih dahulu kepada para pelaksana kebijakan. Dimensi transmisi menghendaki
agar
kebijakan
publik tidak hanya disampaikan
kepada
pelaksana
(implementors) kebijakan, tetapi juga disampaikan kepada kelompok sasaran kebijakan dan pihak lain yang berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan publik tersebut. Menurut Edward III (1980), persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan (Edward III, 1980: 11). Kejelasan. Kejelasan pada petunjuk-petunjuk pelaksanaan juga harus ada, karena jika petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak jelas maka para pelaksana (implementor) akan mengalami kebingungan tentang apa yang harus mereka lakukan. Kebijakan yang ada harus dikomunikasikan secara jelas. Ketidakjelasan pesan komunikasi yang disampaikan berkenaan dengan implementasi kebijakan akan mendorong teJjadinya interpretasi yang salah bahkan mungkin bertentangan dengan makna pesan awal. Konsistensi. Hal lainnya yang berkaitan dengan petunjuk-petunjuk pelaksanaan adalah konsistensi. Keputusan-keputusan yang bertentangan akan membingungkan dan menghalangi staf administratif dan menghambat kemampuan mereka untuk melaksanakan kebijakan kebijakan secara efektif (Wmamo:2007, I 77). Jadi walaupun perintah-perintah yang disampaikan kepada para pelaksana kebijakan mempunyai unsur-unsur kejelasan, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan mergalankan tugasnya dengan baik. Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efeklif: maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten danjelas.
Analisis faktor-faktor…, Adinda Bunga Ayu, FISIP UI, 2013
· .
... "
b. Faktor Somber-Somber (Resources) Sumber-sumber berkenaan dengan ketersediaan sumber daya pendukung. khususnya sumber daya manusia. Hal ini berkenaan dengan kecakapan pelaksana kebijakan publik untuk
carry out kebijakan secara efektif. Bagaimanapun jelas dan konsistennya ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan, serta bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber daya untuk melakukan peketjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif (Widodo,2007:98). Sumber daya yang dimaksud meJiputi sumber daya manusia (staffj, informasi
(information), kewenangan (authority), dan fasilitas (facilities) yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan (Edward Ill,1980:53).
Somber Daya Manosia (slaJJ). Edward III (1980) menegaskan bahwa "Probably the most essential resources in implementing policy is staff' (Widodo,2007:98). Dalam hal ini, sumber manusia (staffj harus cukup kuantitas dan kualitas. Sumber daya manusia dalam pelaksanaan kebijakan juga bermain penting, karena sekaJipun perintah-perintah dalam pelaksanaan kebijakan sudahjelas dan kebijakan itu sendiri telah ditransmisikan dengan tepat. namun bila sumber daya manusia yang melaksanakannya terbatas baik darijumlah (kuantitas) maupun keahlian (kuaIitas) pelaksanaan kebijakan tersebut tidak akan berjalan efektif.
Informasi (inforllUltion). Informasi mengenai program-program adalah penting. terutarna jika terkait dengan kebijakan yang barn ataupun kebijakan-kebijakan yang melibatkan persoalan teknis. Kurangnya informasi yang diberikan kepada pelaksana dapat menyebabkan
kurangnya
pengetahuan
para
pelaksana
untuk
bagaimana
mengimplementasikan kebijakan tersebut, dan hal tersebut dapat memunculkan konsekuensi secara langsung. Pertarna, beberapa tanggung jawab secara sungguh-sungguh tidak akan dapat dipenuhi atau tidak dipenuhi tepat pada waktunya. Kedna, ketidakefisienan karena kebijakan yang tidak tepat menyebabkan unit-unit pemerintahan lain atau organisasi-organisasi dalam sektor swasta membeli perlengkapan. mengisi formulir, atau menghentikan kegiatan-kegiatan yang tidak diperlukan (Winamo,2007: 184).
Kewenangan (authority). Kewenangan juga merupakan salah satu sumber daya yang menunjang keefektifan pelaksanaan suatu kebijakan. George Edward ill (1980) menegaskan bahwa kewenangan (authority) yang cukup untuk membuat keputusan sendiri yang dimiliki oleh suatu lembaga akan memengaruhi lembaga tersebut dalam menjalankan suatu kebijakan (Widodo.2007:103). Kurangnya wewenang yang efektif disadari oleh para pejabat dan karena
Analisis faktor-faktor…, Adinda Bunga Ayu, FISIP UI, 2013
itu, para pejabat membutuhkan kerjasama dengan pelaksana-pelaksana lain jika ingin melaksanakan program-program dengan berhasil. FasiJitas (facility). Edward III (1980) menegaskan bahwa sumber daya peralatan merupakan sarana yang digunakan untuk operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung, tanah, dan sarana yang semuanya akan memudahkan dalam memberikan pelayanan dalam implementasi kebijakan (Widodo,2007: 102). Para pelaksana kebijakan mungkin saja sudah dirasa cukup secara kualitas dan kuantitas, tetapi apabila tidak didukung dengan fasilitas yang memadai dalam pelaksanaan kebijakan maka pelaksanaan tersebut tidak akan berhasil.
c. Faktor Keeenderangan atau Disposisi Disposisi diartikan oleh Edward III (l980) sebagai kecenderungan, keinginan atau kesepakatan
para
pelaksana
(implementors)
untuk
melaksanakan
kebijakan
(Widodo,2007:104). Disposisi juga dapat dikatakan sebagai watak dan karakteristik yang dimiliki
oleh
implementor,
seperti
komitmen,
kejujuran,
dan
sifat
demokratis
(Subarsono,2010:92). Disposisi yang tinggi menurut Edward III (l980) dan Van Hom & Van Matter
(1974)
berpengaruh
pada
tingkat
keberhasilan
pelaksanaan
kebijakan
(Widodo,2007: 104).
Pengangkatan birokrasi. Kecendemngan-kecendemngan pelaksana menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan. Hanya yang menjadi persoalan adalah bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi, untuk itulah perlu kehati-hatian dalam proses pengangkatan birokrat agar disposisi yang ditunjukan positif dan sesuai dengan yang diinginkan. Insentif. Sulit untuk mengubah personil dalam birokrasi pemerlntahan, dan hal tersebut tidak dapat menjamin proses implementasi kebijakan dapat berjalan lancar. Cara lain yang lebih berpotensi untuk mengatasi masalah disposisi para pelaksana adalah dengan mengubah disposisi dari pelaksana yang ada melalui manipulasi insentif (Edward Ill, 1980: 107). Pada umumnya orang bertindak menumt kepentingannya sendiri. maka dengan cara memanipulasi insentif-insentif oleh para pembuat kebijakan tingkat tinggi besar kemungkinan akan memengaruhi tindakan-tindakan para pelaksana kebijakan.
d. Faktor Struktur Birokrasi Struktur birokrasi berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik. Tantangannya adalah bagaimana agar tidak terjadi bureaucratic fragmentation (birokrasi yang terpecah-pecah) karena struktur ini
Analisis faktor-faktor…, Adinda Bunga Ayu, FISIP UI, 2013
menjadikan proses implementasi menjadi jauh dan efektif. Struktur birokrasi ini mencakup aspek-aspek seperti struk.tur organisasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam organisasi yang bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan organisasi luar dan sebagainya. Standard Operating Procedures (SOP), merupakan aspek struktural paling dasar dalam
suatu organisasi. Dengan terdapatnya SOP, para pelaksana dapat memanfaatkan waktu yang tersedia. Selain ito, SOP juga menyeragamkan tindakan-tindakan dan para pejabat dalam organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas, yang pada gilirannya dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar (orang dapat dipindahkan dengan mudah dan suatu tempat ke tempat lain) dan kesamaan yang besar dalam penerapan peraturan-peraturan (Winarno,2007 :204). Fragmentasi, struk.tur birokrasi yang ter-fragmentasi dapat meningkatkan gagalnya komunikasi, dimana para pelaksana kebijakan akan mempunyai kesempatan yang besar beritalinstruksinya akan terdistorsi. Selain ito, konsekuensi yang paling buruk dan ftagmentasi birokrasi adalah usaha untuk menghambat koordinasi. Karena adanya alasan alasan prioritas dan badan-badan yang berbeda dapat mendorong para birokrat untuk menghindan koordinasi dengan badan-badan lain. Sedangkan penyebaran wewenang dan sumber-sumber untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang kompleks membutuhkan koordinasi (Winarno,2007:206). C. Operasionalisasi Konsep Penelitian Peneliti menganalisis pelaksanaan program PAUD fonnal dan nonfonnal oleh Dinas Pendidikan Kota Depok berdasarkan empat faktor implementasi George Edward
m,
yaitu
komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struk.tur birokrasi. Adapun peneliti telah merancang konsep penelitian yang berisi empat faktor-faktor yang memengaruhi implementasi dalam tabel operasionalisasi konsep berikut: Tabe12.2 Operasionalisasi Konsep Konsep
Variabel
Kategori
Dimensi
Implementasi
Faktor-faktor
Baik
Komunikasi
Kebijakan
yang
Buruk
memengaruhi
Indikator 1. Transmisi 2. Kejelasan 3. Konsistensi
implementasi kebijakan
Analisis faktor-faktor…, Adinda Bunga Ayu, FISIP UI, 2013
Basil Pene6tian Pada tabun 2011 telah terjadi refonnasi birokrasi di Kementerian Pendidikan dan Budaya, sehingga pembinaan PAUD fonnal dan nonfonnal dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonfonnal dan Infonnal (Ditjen PAUDNI). Perubahan
struktur birokrasi tersebut berpengaruh pada pelaksanaan di tingkat daerah, sebagai contoh adalah Propinsi Jawa Barat. Pada pemerintahan Propinsi Jawa Bam, Bidang Pendidikan Nonfonnal dan Infonnal (PNFI) telah mencakup pelayanan PAUD Fonnal dan Infonnal. Namun, pada tingkat kota, belum seluruh kota menerapkannya. Kota Depok adalah salah satu yang belum melakukan perubahan dalam tatanan struktur birokrasi pada dinas pendidikannya. Pelaksanaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Kota Depok menjadi tanggung jawab dinas pendidikan, pelaksananya adalah Bidang Pendidikan Dasar (pendas) dan Bidang Pendidikan Nonfonnal dan Infonnal (pNFI). Dalam Bidang Pendas, yang melaksanakan pembinaan PAUD formal (TK) adalah Seksi TKlSD. Sedangkan dalam Bidang PNFI, yang melaksanakan pembinaan PAUD nonformal (KB, TPA, dan SPS) adalah Seksi PAUD. Meskipun belum terjadi perubahan tugas dan fungsi dalam struktur birokrasi di Dinas Pendidikan Kota Depok, namun tidak menutup kemungkinan terjadinya koordinasi dan kerjasama antara kedua seksi yang berbeda bidang tersebut dalam menjalankan program PAUD fonnal dan nonfonnal. Berdasarkan data PAUD yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kota Depok, hingga tabun 2012 jumlah lembaga PAUD formal dan nonformal di Kota Depok mencapai hingga 912 lembaga yang tersebar di 11 kecamatan Kota Depok. Berikut adalah data rekapitulasi seluruh jumlah lembaga PAUD fonnal dan nonfonnal hingga tabun 2012:
Tabe14.1 Rekapitolasi Jumlah Lembaga PAUD Formal dan Nonformal Kota Depok Tabun2012 NO KECAMATAN 1 2
3 4 5 I 6 7 i 8 9
SAWANGAN BOJONGSARI PANCORAN MAS CIPAYUNG SUKMAJAYA CILOOONG CIMANGGIS TAPOS BEJI
JENIS LEMBAGA PAUD TPA SPS KB 32 26
36 32
0 0
16 4
TOTAL 84 62
65 23 72 42 80 66 35
36 27 24 27 23 47 23
0 0 1 0 0 0 0
16 10 17 10 21 7 5
117 60 114 79 124 120 63
TK
Analisis faktor-faktor…, Adinda Bunga Ayu, FISIP UI, 2013 -
------
...-~...
10 LIMO 11
CINERE JUMLAH
.
..
25 22
20
488
11 3
56
8
0 0
303
1
120
912
33
Swnber: Seksi PAUD Dmas Pendidikan Kota Depot
Dalam pelaksanaan program PAUD fonnal dan nonfonnal di Kota Depok., Seksi
TKlSD dan Seksi PAUD tidak melaksanakan sendiri, tetapi juga dibantu oleh para pelaksana di lapangan yang menyentuh langsung ke lembaga PAUD fomal dan nonfonnal. Wewenang
dan tanggung jawab di lapangan tersebut dipegang oleh penilik dan pengawas TK di tiap kecamatan. Penilik adalah tenaga kependidikan dengan tugas utama melakukan kegiatan pengendaJian mutu dan evaluasi dampak program pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan kesetaraan dan keaksaraan, serta kursus pada jalur Pendidikan Nonfonnal dan Infonnal. Pengawas adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab
dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan. Selain bekerjasama dengan penilik dan pengawas TK, Seksi TKlSD dan Seksi PAUD juga bekerjasama dengan organisasi mitra yaitu HIMPAUDI Kota Depok dan IGTKI Kota Depok. Kedua organisasi mitra tersebut merupakan wadah para pendidik PAUD fonnal dan nonfonnal, jadi kerjasama yang terkait dengan organisasi mitra tersebut terkait dengan peningkatan mutu pendidik PAUD fonnal dan nonfonnal di Kota Depok. HIMPAUDI merupakan organisasi profesi untuk guru-guru PAUD nonfonnal (KB, TPA, dan SPS),
sedangkan IGTKI adalah organisasi profesi untuk guru-guru P AUD nonfonnal (TK).
Pembabasan Peneliti mengambil lokasi penelitian di Dinas Pendidikan Kota Depok dengan melakukan wawancara terhadap Kepala Seksi TKlSD, Kepala Seksi PAUD, pengawas TK, penilik., pengurus HIMPAUDI Kota Depok., pengurus IGTKI Kota Depok., serta beberapa pengelola lembaga PAUD fonnal dan nonfonnal yang terdapat di Kota Depok. Materi wawancara yang disampaikan terkait dengan empat faktor implementasi kebijakan publik George Edward III, yaitu komunikasi, sumber-sumber, disposisi, dan struktur birokrasi. Berdasarkan basil wawancara yang telah dilakukan maka disajikan analisis dari masing masing faktor tersebut. A. Komunikasi Dalam dimensi komunikasi, peneliti membahas mengenai komunikasi pada saat pengimplementasian program PAUD fonnal dan nonfonnal yang dilakukan oleh Dinas
Analisis faktor-faktor…, Adinda Bunga Ayu, FISIP UI, 2013
Pendidikan Kota Depok dengan beberapa pihak yang terkait daiarn pelaksanaannya. Daiarn Dinas Pendidikan yang dilihat adalah komunikasi yang terbentuk antara Seksi TKlSD dan Seksi PAUD terhadap para pelaksana seksi, penilik, pengawas TK, dan organisasi Mitra (HIMPAUDI dan IGTKI). Komunikasi yang terjadi diantara pihak-pihak tersebut sangatiah penting demi kelancaran pelaksanaan program PAUD formal dan nonformal di Kota Depok.
a. Transmisi Komunikasi Transmisi komunikasi adalah salah satu faktor yang memengaruhi kelancaran proses komunikasi. Transmisi dapat diartikan sebagai penyaluran komunikasi. Penyaluran komunikasi yang biasa terjadi adalah dari atas ke bawah, yaitu dari pembuat kebijakan ke para pelaksana kebijakan, tetapi tidak menutup kemungkinan jika terjadinya transmisi dari bawah ke atas, semua bergantung pada permasalahan apa yang dikomunikasikan. Penyaluran komunikasi yang terjadi dari Dinas Pendidikan Kota Depok kepada para pelaksana di lapangan dapat berupa penyaluran informasi, salah satunya adalah informasi mengenai kebijakan pembinaan PAUD formal dan nonformal satu atap serta pembentukan gugus PAUD terpadu. Penyaluran komunikasi yang terjadi di Dinas Pendidikan Kota Depok mengenai kebijakan pembinaan PAUD formal dan nonformal satu atap dan pembentukan gugus PAUD terpadu dilakukan secara hierarkis. Penyaluran komunikasi yang terjadi adalah dari Pemerintah Propinsi Jawa Barat kepada Dinas Pendidikan Kota Depok dan kemudian dari Dinas Pendidikan Kota Depok disalurkan kepada para pelaksana yang menyentuh lembaga lembaga PAUD formal dan nonformal di Kota Depok secara langsung, seperti pengawas TK, penilik:, HIMPAUDI Kota Depok, dan IGTKI Kota Depok. Penyaluran komunikasi mengenai kebijakan gugus PAUD terpadu kepada seluruh pelaksana program PAUD formal dan nonformal oleh Dinas Pendidikan Kota Depok terbilang cukup singkat, karena daIam kurun waktu satu bulan setelah sosialisasi tanggal 30 Oktober 2012 dilaksanakan, dilanjutkan kembali sosialisasi ke lembaga-lembaga PAUD formal dan nonformal serta pemetaan terhadap gugus PAUD formal dan nonformal yang telah terbentuk. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pengawas TK dan penilik, gugus PAUD terpadu di Kota Depok ditargetkan akan mulai dibentuk pada Bulan Desember 2012. Jika dilihat dari waktu penyaluran komunikasi hingga target waktu pembentukan gugus PAUD terpadu maka hanya memakan waktu dua bulan. Hal ini dirasa kurang efektif mengingat waktu yang singkat untuk melakukan sosialisasi dan persiapan pembentukan gugus PAUD terpadu. Namun Dinas Pendidikan Kota Depok tidak dapat mengelubkan hal tersebut karena
Analisis faktor-faktor…, Adinda Bunga Ayu, FISIP UI, 2013
penyaluran komunikasi mengenai kebijakan gugus PAUD terpadu bam diperoleh pihak Dinas Pendidikan Kota Depok dari Pemerintah Propinsi Jawa Barat pada Bulan Oktober 2012. b. Kejelasan Komunikasi Kebijakan mengenai PAUD formal dan nonformal menjadi satu atap telah diketahui oleh seluruh pihak yang terkait dalam pelaksanaan program PAUD formal dan nonformal di Kota Depok, seperti Kepala Seksi PAUD, Kepala Seksi TKlSD, penilik, pengawas TK, HIMPAUDI Kota Depok, dan IGTKI Kota Depok. Kebijakan mengenai pembinaan PAUD formal dan nonformal satu atap yang telah disampaikan oleh pemerintah propinsi telah jelas diterima oleh pelaksana kebijakan PAUD formal dan nonformal di Kota Depok, namun ketidakjelasan komunikasi justru muncul dari penyampaian kebijakan pembinaan PAUD formal dan nonformal satu atap oleh pihak Dinas Pendidikan Kota Depok kepada lembaga PAUD formal dan nonformal dengan tidak menjelaskan alasan Dinas Pendidikan Kota Depok belurn dapat menyatukan pelayanan PAUD formal dan nonformal menjadi satu atap. Ketidakjelasan komunikasi juga dilakukan oleh Walikota Depok dan jajarannya yang tidak memberlkan penjelasan kepada pihak Dinas Pendidikan Kota Depok mengapa belurn mengubah peraturan daerah yang mengatur struktur birokrasi Dinas Pendidikan Kota Depok, sebingga membuat Dinas Pendidikan Kota Depok belurn dapat meyatukan pembinaan PAUD formal dan nonformal dalam satu bidang. Maka tidak heran bila muncul kebingungan dari pihak Dinas Pendidikan Kota Depok maupun dari pihak pengelola lembaga PAUD terhadap pelaksanaan kebijakan pembinaan PAUD formal dan nonformal satu atap di Kota Depok. c. Konsistensi Komunikasi Kebijakan pembinaan PAUD formal dan nonformal satu atap telah diketahui oleh seluruh pelaksana kebijakan PAUD formal dan nonformal di Kota Depok. Dimulai dari kepala seksi bingga pelaksana di lapangan telah mendapatkan sosialisasi dan pembinaan mengenai kebijakan tersebut. Namun, sosialisasi mengenai kebijakan pembinaan PAUD formal dan nonformal satu atap belurn disesuaikan dengan pelaksanaan kebijakan tersebut di Dinas Pendidikan Kota Depok. Kebijakan pembinaan PAUD formal dan nonformal satu atap belurn diterapkan di Dinas Pendidikan Kota Depok karena pembinaan PAUD formal (TK) dilakukan oleh Kepala Seksi TKlSD di bawah Bidang Pendidikan Dasar, sedangkan pembinaan PAUD nonformal (KB, TPA, dan SPS) dilakukan oleh Kepala Seksi PAUD di bawah Bidang PNFI. Hal tersebut dapat terlihat dalam Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 06 tahun 2010 tentang Organisasi Perangkat Daerah, serta Peraturan Walikota Depok Nomor 06 tahun 2010 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pendidikan Kota Depok.
Analisis faktor-faktor…, Adinda Bunga Ayu, FISIP UI, 2013
Kebijakan gugus PAUD terpadu barn pertama kali disosialisasikan di Kota Depok pada Bulan Oktober 2012. Hasil dari sosialisasi tersebut adalah persiapan pembentukan gugus PAUD terpadu yang dimulai dengan sosialisasi ke lembaga PAUD formal dan nonformal yang dilaksanakan pada Bulan November 2012 oleh penilik dan pengawas TK. Selain sosialisasi. penilik dan pengawas TKjuga melakukan pemetaan ulang terbadap gugus PAUD formal dan gugus PAUD nonformal yang telah sejak awal dibentuk untuk selanjutnya dihimpun kembali lembaga PAUD formal dan nonformal yangjaraknya berdekatan ke dalam satu gugus. Dalam hal ini dapat terlihat bahwa kebijakan pembentukan gugus PAUD terpadu telah dalam tahap persiapan pembentukan. Serta terdapatnya kesesuaian terhadap kebijakan gugus PAUD terpadu yang telah dikomunikasikan melalui sosialisasi meskipun masih dalam tahap persiapan oleh pihak Dinas Pendidikan Kota Depok. B. Sumber Daya Dalam dimensi sumber daya
ini.
peneliti membahas mengenai kecukupan secara
kualitas dan kuantitas sumber daya yang tersedia selama pelaksanaan kebijakan PAUD formal dan nonformal oleh Dinas Pendidikan Kota Depok dan pelaksana Iainnya, seperti penilik dan pengawas TK. Sumber daya yang dibahas mencakup sumber daya star, informasi. kewenangan, dan fasilitas yang tersedia.
a. Staff Dalam menjalankan kebijakan PAUD formal dan nonformaI. Kepala Seksi TKlSD dan Kepala Seksi PAUD dibantu oIeh staf pelaksana. Jumlah staf pelaksana yang membantu Seksi PAUD dan Seksi TKlSD berbeda. Seksi TKlSD dibantu oleh delapan orang staf pelaksana. Seksi PAUD dibantu oleh tiga orang stafyang membantu Kepala Seksi PAUD. Jumlah staf pelaksana kedua seksi tersebut menurut Kepala Seksi PAUD dan Kepala Seksi TKlSD kurang dan masih perlu penambahan stat: namun Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok belum menambahkan jumlah staf pelaksana meskipun surat pengajuan penambahan staf telah dilayangkan oleh Kepala Seksi TKlSD. Setiap satu tahun dilaksanakan pelatihan untuk Kepala Seksi TKlSD, Kepala Seksi PAUD, dan stafpelaksana. Tugas pembinaan lembaga PAUD formal dan nonformal dilaksanakan oleh tangan panjang Dinas Pendidikan Kota Depok, yaitu penilik dan pengawas TK. Jumlah pengawas TK di Kota Depok adalah deJapan orang, sedangkan jumlah penilik adaJah 11 orang. Setiap satu orang penilik dan pengawas TK melakukan pembinaan di satu kecamatan. Jika dilihat dari jumlah kecamatan Kota Depok, jumlah pengawas TK tidak sesuai dengan kecamatan yang berjumlah 11 kecamatan. Penilik meskipun jumlahnya telah sesuai dengan jumlah kecamatan di Kota Depok, namun masih terdapat penilik yang mengeluhkan mengenai jumlah penilik
Analisis faktor-faktor…, Adinda Bunga Ayu, FISIP UI, 2013
yang temyata masih dirasa kurang karena jumlah PAUD nonfonnal dalam satu kecamatan yang tidak sebanding dengan jumlah penilik yang hanya satu orang dalam melakukan pembinaan ke seluruh lembaga PAUD nonfonnal di satu kecamatan. Pengawas TK mengatakan pada Bulan Mei 2012 sedang berlangsung proses seleksi pengawas TK untuk penambahan jumlah pengawas TK, namun bingga Bulan November 2012 jumlah pengawas tetap delapan orang. Kuantitas temyata memengaruhi kualitas kerja. lwnlah penilik dan pengawas TK yang kurang temyata memengaruhi hasil pelaksanaan pembinaan yang tertuang dalam laporan bulanan penilik dan pengawas TK serta kehadiran dalam membina lembaga PAUD fonnal dan nonfonnal. Ketidaktelitian dalam pembuatan laporan dan terdapatnya lembaga PAUD formal dan nonfonnal yang jarang didatangi penilik maupun pengawas TK mengurangi kualitas kerja penilik dan pengawas TK. Hingga Kepala Seksi TKlSD dan Kepala Seksi PAUD melakukan teguran pada pengawas TK dan penilik yang melakukan kekurangan dalam kualitas kerjanya. b. Informasi Infonnasi mengenai penyelenggaraan program PAUD fonnaJ dan nonfonnal dapat diperoleh melalui sosialisas~ buku petunjuk teknis, maupun mengunduh infonnasi di internet. Informasi dalam bentukjuknis yang dibuat oleh Ditjen PAUDNI diperbaharui setiap tabunnya dan dapat dengan mudah diunduh melalui website Kemdikbud. Infonnasi yang terkait dengan pelaksanaan program PAUD fonnal dan nonfonnal diperoleh Dinas Pendidikan Kota Depok secara langsung dari Pemerintab Propinsi lawa Barat melalui pertemuan, seperti infonnasi mengenai pembinaan PAUD fonnal dan nonfonnal satu atap serta pembinaan gugus PAUD terpadu. Namun, infonnasi mengenai program PAUD fonnal dan nonfonnal tidak hanya bersumber dari Pemerintab Propinsi Jawa Barat maupun Dinas Pendidikan Kota Depok, seperti infonnasi mengenai gugus PAUD terpadu diperoleh salah satu pengelola PAUD nonfonnal di Kota Depok dari sosialisasi yang dilaksanakan oleh HIMPAUDI pusat di tabun 2011. Infonnasi tidak hanya mengalir kepada pelaksana kebijakan, untuk itu infonnasi juga perlu dicari agar para pelaksana kebijakan tidak tertinggal mengenai infonnasi terbaru. c. Kewenangan Kewenangan yang dimiliki oleh Kepala Seksi TKlSD dan Kepala Seksi PAUD adalah menyusun program PAUD fonnal dan nonformal di Kota Depok. Seperti pengelolaan bantuan lembaga PAUD fonnal dan nonfonna~ pendataan lembaga PAUD fonnal dan nonfonnal, sosialisasi mengenai program PAUD formal dan nonfonnal, pelatiban terbadap guru PAUD fonnal dan nonfonnal, melakukan monitoring dan evaluasi terhadap bantuan lembaga PAUD
Analisis faktor-faktor…, Adinda Bunga Ayu, FISIP UI, 2013
fonnal dan fonnal. Dalam menjalankan wewenangnya tersebut, Kepala Seksi PAUD dan Kepala Seksi TKlSD dibantu oleh staf pelaksana Seksi PAUD. Kepala Seksi PAUD dan Kepala Seksi TKlSD tidak dapat melakukan pembinaan terhadap seluruh lembaga PAUD formal dan nonformal di Kota Depok yang jumlahnya mencapai hingga 912 lembaga. Agar pembinaan PAUD formal dan PAUD nonformal berjalan secara efektif dan efisien maka yang menjalankan pembinaan secara langsung kepada para lembaga PAUD fonnal dan lembaga PAUD nonformal di kecamatan menjadi wewenang penilik dan pengawas TK. d. Fasilitas Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari lapangan, pelaksanaan program PAUD formal dan nonformal yang dilaksanakan oleh Seksi PAUD dan Seksi TKlSD jika dilihat dari segi fasilitas yang disediakan masih kurang. Sarana berupa gedung kantor yang berupa ruko menjadi keluhan bagi Kepala Seksi PAUD dan Kepala Seksi TKlSD karena besar ruangan yang kurang sehingga tidak dapat memuat lemari untuk menyimpan berkas-berkas. Selain itu fasilitas berupa prasarana yang disediakan kurang memadai dengan jumlah
star pelaksana
yang bekerja. Jumlah komputer yang disediakan dalam Bidang PNFI hanya berjumlah dua unit, sedangkan staf yang bekerja dalam ruangan berjumlah enam orang termasuk dua Kepala Seksi. yaitu Kepala Seksi PAUD dan Kepala Seksi Pendidikan Masyarakat. Selain komputer. terdapat pula laptop yang disediakan oleh Bidang Umum kepada masing-masing bidang. Bidang PNFI memperoleh dua unit laptop yang diberikan pada tabun 2012. sedangkan Bidang Pendas memperoleh tiga unit laptop yang juga diberikan pada tabun 2012. Pengadaan laptop dan komputer di Bidang Pendas dan Bidang PNFI menjadi wewenang Bidang Umum dan setiap tabunnya disesuaikan denganjumlah anggaran yang disediakan. Penilik dan pengawas TK ditempatkan di Kantor Unit Pelaksana Teknis (UP1) di setiap kecamatan, karena mempermudah akses penilik dan pengawas TK dalam membina lembaga PAUD formal (TK) dan lembaga PAUD nonformal (KB. TPA, dan SPS) yang tersebar di setiap kecamatan. FasiIitas yang diperoleh penilik dan pengawas TK terbilang kurang cukup, karena penilik dan pengawas hanya disediakan meja kerja tanpa dilengkapi prasarana mendukung seperti komputer ataupun printer. Selain prasarana yang kurang, penilik dan pengawas juga mengeluhkan mengenai tidak disediakannya kendaraan bermotor selama menjalankan tugas berkeliling membina lembaga PAUD formal dan lembaga PAUD nonformal di kecamatan. Namun, meskipun tidak difasilitasi dengan kendaraan bermotor. penilik dan pengawas TK memperoleh fasilitas berupa uang transpor.
Analisis faktor-faktor…, Adinda Bunga Ayu, FISIP UI, 2013
c. Disposisi Kebijakan dapat menjadi efektif dilaksanakan bila terdapat komitmen dan kesediaan para pelaksana kebijakan untuk menjalankannya Komitmen dan kesediaan staf pelaksana
dalam menjalankan kebijakan berkaitan dengan sifat, watak, dan karakteristik yang dimiliki. Watak dan karakteristik merupakan suatu disposisi atau kecenderungan-kecenderungan. Dengan dilakukannya penempatan staf maka akan terlihat kecenderungan-kecenderungan staf dalam melaksanakan kebijakan. Dalam indikator ini, peneliti membahas mengenai pengangkatan birokrat dan pemberian insentif terhadap Kepa1a Seksi TKlSD, Kepala Seksi PAUD, penilik, dan pengawas TK. a Pengangkatan Birokrat Pengangkatan jabatan sebagai Kepala Seksi TKlSD dan Kepala Seksi PAUD berdasarkan SK Walikota Depok. Walikota Depok dibantu oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Depok dalam hal pengadaan serta mutasi pegawai. Disposisi yang ditunjukkan oleh Kepala Seksi TKlSD dan Kepala Seksi PAUD selama menjalankan tugas adalah bersifat positit: dengan jumlah staf yang kurang, namun baik Kepala Seksi TKlSD maupun Kepala Seksi PAUD tetap menjalankan tugasnya. Begitu pula dengan penilik dan pengawas TK, meskipun di kantor tempat bekeJja hanya mendapatkan fasilitas berupa meja keJja tanpa dilengkapi prasarana seperti komputer serta tidak difasilitasi dengan kendaraan bermotor untuk membina lembaga PAUD formal dan lembaga PAUD nonformal di kecamatan, namun penilik dan pengawas TK tetap menjalankan tugasnya dan selalu memberikan laporan bulanan pembinaan di kecamatan setiap bulan kepada Dinas Pendidikan Kota Depok. Penilik dan pengawas TK pengangkataDnya berdasarkan proses seleksi yang dilaksanakan melalui dua tahap, yaitu seleksi di tingkat kota dan seleksi tingkat propinsi. b. Pemberian Insentif Kecenderungan-kecenderungan yang ditunjukkan oleh pelaksana kebijakan PAUD formal dan nonformal di Kota Depok adalah positif. Namun meskipun pelaksana kebijakan seperti Kepala Seksi PAUD, Kepala Seksi TKlSD, penilik dan pengawas telah menunjukkan kecenderungan yang positit: hal tersebut tidak diimbangi dengan pemberian fasilitas yang memadai untuk menjalankan tugas. Hal yang sarna juga dirasakan oleh penilik dan pengawas TK karena selain jumlahnya yang kurang, fasilitas yang diperoleh pun kurang, seperti tidak disediakannya alat trasnportasi yang dapat memudahkan mobilitas penilik dan pengawas TK selama menjalankan tugas berkeliling kecamatan. Hasil kerja penilik dan pengawas TK dalam melakukan pembinaan terhadap lembaga PAUD formal dan nonformal dibayarkan dalam bentuk uang transpor yang dinilai berdasarkan laporan bulanan hasil membina lembaga
Analisis faktor-faktor…, Adinda Bunga Ayu, FISIP UI, 2013
PAUD formal dan nonformal. Bila tidak. memberikan basil laporan bulanan, selain mendapatkan teguran secara lisan dari kepala seksi, penilik dan pengawas TK juga tidak. mendapatkan uang transpor. D. Struktur Birokrasi Jabatan, wewenang, pembagian tugas dalam organisasi dapat dUihat melalui struktur birokrasi. Bila membahas mengenai struktur birokrasi, maka didalamnya mencak.up pula Standard Operating Procedures (SOP) dan fragmentasi pada struktur birokrasi. Dengan terdapatnya SOP maka akan meminimalisir terjadinya fragmentasi dalam struktur birokrasi, selain itu dengan terdapatnya koordinasi dan kerjasama antar bagian dapat menghambat terwujudnya fragmentasi birokrasi. Dalam dimensi ini, peneliti menjelaskan mengenai SOP yang berlaku dalamjabatan Kepala Seksi TKlSD, Kepala Seksi PAUD, penilik dan pengawas TK serta hubungan dan kerjasama serta koordinasi yang terbentuk antara Kepala Seksi
TKlSD dan Kepala Seksi PAUD dengan penilik dan pengawas TK. Berdasarkan struktur organisasi Dinas Pendidikan Kota Depok, pembinaan PAUD formal (TK) masih dilaksanakan oleh Bidang Pendidikan Dasar (pendas), dan pembinaan PAUD nonformal (KB, TPA, dan SPS) dilaksanakan oleh Bidang PNFI. Meskipun dilaksanakan oleh dua bidang yang berbeda, tetapi tetap terjalin koordinasi dan kerjasama dalam penyusunan program dan pelaksanaan program PAUD. Bidang Pendas yang menjadi tanggung jawab Kepala Seksi TKlSD menangani pelayanan ijin operasional dan laporan lembaga PAUD formal (TK), sedangkan bantuan-bantuan lembaga PAUD formal (TK) dilaksanakan oleh Bidang PNFI. Koordinasi juga tidak. hanya terjalin antara Seksi PAUD dengan Seksi TKlSD saja, tetapi juga terhadap penilik dan pengawas TK. Seperti koordinasi yang terjalin antara Seksi PAUD dan Seksi TKlSD dengan penilik serta pengawas TK dalam proses pemberian ijin operasionallembaga PAUD formal dan nonformal.
Kesimpolan Pelaksanaan program PAUD formal dan nonformal tidak terlepas dari faktor komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Hambatan-hambatan yang ditemui
pada saat pelaksanaan program PAUD formal dan nonformal adalah pertama pada masalah kejelasan komunikasi mengenai pelaksanaan pembinaan PAun formal dan nonformal yang belum satu atap di Dinas Pendidikan Kota Depok. Hambatan kedua yaitu mengenai jumlah pelaksana yang kurang sehingga mempengaruhi kualitas kerja, khususnya bagi penilik dan pengawas TK. Hambatan ketiga yaitu fasilitas yang masih kurang secara kualitas dan kuantitas diperoleh pelaksana kebijakan. Hambatan keempat yaitu Dinas Pendidikan Kota
Analisis faktor-faktor…, Adinda Bunga Ayu, FISIP UI, 2013
Depok belum melakukan perubahan struktur organisasi serta tugas pokok dan fungsi sehingga mempengaruhi pembinaan PAUD formal (TK) belum sepenuhnya dilaksanakan satu atap dengan pembinaan PAUD nonformal (KB, TPA, dan SPS).
Saran Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan beberapa
~
yaitu sosialisasi
mengenai kebijakan pembinaan PAUD formal dan nonformal satu atap oleh pihak Dinas Pendidikan Kota Depok seharusnya disertai dengan penjelasan kepada lembaga PAUD formal
dan nonformal mengenai alasan mengapa Dinas Pendidikan Kota Depok belum melaksanakan pembinaan PAUD formal dan nonformal satu atap. Jumlah penilik dan pengawas TK di kecamatan seharusnya ditambah, mengingat jumlab lembaga PAUD formal dan nonformal yang terus meningkat setiap tabunnya. Dinas Pendidikan Kota Depok sudah seharusnya melakukan reformasi birokrasi dalam struktur organisasinya, yang dimana pembinaan PAUD formal dan nonformal dapat dilakukan oleh satu bidang. Sehingga pelaksanaan program PAUD formal dan nonformal dapat menjadi Iebih efektif dan efisien.
Kepostakaan Buku:
Dye, Thomas R. 2008. Understanding Pubic Policy, 11th ed. New Jersey: Pearson Education, Inc. Edward ill, George C. 1980. Implementing Public Policy. Washington D.C: Congressional Quarterly Press. Widodo, Joko. 2007. Ana/isis Kebijalcan Pub/it. Malang: Bayumedia Publishing. Winamo, Budi. 2007. K.ebijakan Publik Teori & Proses. Yogyakarta: Media Pressindo. Hil~
Michael and Peter Hupe. 2002. Implementing Public Policy: Governance in Theory and in Practice. London: SAGE Publication Inc.
ArtikeI: http://luarsekolahbisa.coml2011/04/kemdiknas-akan-canangkan-gerakan-nasional-paudi diunduh tanggal15 Januari 2012 http://www.itjen.depdiknas.goJdiberita-98.html diunduh tanggal5 Juni 2012.
Analisis faktor-faktor…, Adinda Bunga Ayu, FISIP UI, 2013