PENATALAKSANAAN KASUS OLIGODONTIA PADA ANAK PEREMPUAN SINDROM ECTODERMAL DYSPLASIA Arlette Suzy Puspa Pertiwi*,**, Inne Suherna Sasmita*, Eka Chemiawan *Bagian Kedokteran Gigi Anak FKG Unpad, Jl Sekeloa Selatan I Bandung **Dokter Gigi Mitra RSI Al-Ihsan, Jl. KiastraManggala Baleendah
ABSTRAK Oligodontia merupakan istilah yang menunjukkan tidak adanya lebih dari enam gigi pada rahang, baik rahang atas maupun rahang bawah secara kongenital. Keadaan ini merupakan kelainan yang jarang terjadi dan biasanya merupakan suatu manifestasi dari kelainan herediter seperti ectodermal dysplasia, yaitu suatu kelainan perkembangan struktur-struktur yang berasal dari ektoderm (rambut, gigi, kuku, kulit, dan jaringan keringat) yang diturunkan. Makalah ini membahas penatalaksanaan kasus oligodontia yang berkaitan dengan ectodermal dysplasia dan lengkapi dengan laporan kasus. Kata kunci: oligodontia, ectodermal dysplasia, gigi tiruan ABSTRACT Oligodontia is a term to describe the congenitally absence of more than six teeth in either mandible or maxilla. This is a rare condition and usually related to the manifestation of hereditary disorders such as ectodermal dysplasia. The latter was the inherited disorder of ectoderm structure development (hair, teeth, nail, skin, and sweat glands). This paper discuss about the management of oligodontia related to ectodermal dysplasia completed by a case report. Keywords: oliigodontia, ectodermal dysplasia, protheses PENDAHULUAN Gigi sulung dan permanen memiliki berbagai variasi dalam jumlah, ukuran dan bentuk gigi serta struktur jaringan gigi. Kelainan ini dapat terjadi secara genetik ataupun dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Salah satu kelainan dalam jumlah gigi adalah oligodontia. 1
Oligodontia, hipodontia, dan anodontia merupakan istilah yang menunjukkan derajat missing teeth, namun istilah hipodontia lebih sering dipergunakan karena menunjukkan setiap jumlah missing teeth. Oligodontia menunjukkan tidak adanya lebih dari enam gigi dan anodontia menunjukkan tidak adanya seluruh gigi dalam rongga mulut.1 Gigi-gigi yang biasanya tidak ada adalah gigi terakhir dalam setiap seri (insisif lateral, premolar kedua, dan molar ketiga). Secara klinis, yang terpenting bukan jumlah hilangnya gigi, tetapi tipe gigi yang hilang. Hilangnya insisif sentral, kaninus, atau molar permanen pertama jarang terjadi. Multiple missing teeth seringkali merupakan manifestasi dari beberapa kelainan bawaan, antara lain ectodermal dysplasia (ED), celah langit-langit, trisomi 21, sindrom William, sindrom Rieger, dan sindrom craniosynostosis.1 Oligodontia merupakan istilah yang menunjukkan tidak adanya lebih dari enam gigi pada rahang, baik rahang atas maupun rahang bawah secara kongenital. Keadaan ini merupakan kelainan yang jarang terjadi dan biasanya merupakan suatu manifestasi dari kelainan herediter seperti ED.1,2 ED adalah suatu kelainan perkembangan struktur-struktur yang berasal dari ektoderm (rambut, gigi, kuku, kulit, dan jaringan keringat) yang diturunkan2. Pertama ditemukan oleh Thurnam pada tahun 1848 dan sampai saat ini terdapat lebih dari 170 subtipe yang berbeda secara klinis. Insidensi diperkirakan sekitar 7 dalam 10,000 kelahiran.3 ED merupakan suatu kelainan herediter yang bisa berbentuk dominan autosomal maupun resesif X-linked.3,4 Bentuk resesif X-linked hipohidrotik 2
merupakan kelainan yang paling sering terjadi. Kelainan ini mengenai tangan panjang kromosom X (Xq12-q13.1). Pada kondisi ini, kelainan sering terlihat pada anak lakilaki dengan multiple missing teeth, rambut yang tipis dan jarang, kulit yang kering, hipoplasia maksila, bibir yang tipis, pigmentasi sekitar mulut dan mata.2 Gigi-gigi berbentuk konus dan kecil, biasanya terdapat diastema yang besar di anterior. ED sangat jarang terjadi pada anak perempuan. Pada pemeriksaan dental, wanita heterozigot dapat teridentifikasi dengan manifestasi yang lebih terbatas pada missing tooth tunggal atau bentuk insisif lateral yang konus.2 Perawatan oligodontia pada anak-anak dengan ED sangat kompleks dan melibatkan pedodontis, ortodontis, serta prostodontis.1 Tujuan perawatan adalah untuk memperbaiki fungsi pengunyahan dan bicara, mempertahankan dimensi vertikal, dan mengembalikan penampilan estetik. Idealnya, untuk alasan sosial, perawatan harus dimulai sekitar usia 2-3 tahun.2 Rencana perawatan harus dipertimbangkan secara multidisiplin dengan mempertimbangkan kebutuhan saat ini dan masa depan serta perkembangan anak.4 Perawatan-perawatan yang dapat dilakukan antara lain mahkota komposit untuk memperbaiki bentuk gigi yang konus, gigi tiruan sebagian lepasan, surgical exposure gigi-gigi yang impaksi, penatalaksanaan ruangan secara ortodontik, pembuatan mahkota veneer dan jembatan, serta implan osseointegrasi setelah pertumbuhan selesai.4,5
LAPORAN KASUS Seorang anak perempuan, 14 tahun, datang ke poli gigi RSI Al-Ihsan dengan 3
keluhan utama tidak erupsinya beberapa gigi anterior pada rahang atas dan bawah. Tidak adanya gigi-gigi tersebut terjadi sejak bayi. Tidak ada riwayat kelainan tersebut dalam keluarga.
Gambar 1. Profil pasien. Gambar kanan menunjukkan rambut yang jarang dan tipis
Pemeriksaan fisik sesuai dengan perkembangan usia dengan ciri-ciri fisik sesuai dengan gambaran ED (kulit kering, rambut jarang dan tipis, pigmentasi sekitar mulut dan mata). Pemeriksaan intra oral menunjukkan tidak adanya gigi-gigi 15, 14, 12, 11, 21, 22, 24, 25, 35, 34, 32, 31, 41, 42, 44, 45; persistensi 55, 51, 61, 65, 75, 85; maksila kurang berkembang. Foto panoramik menunjukkan agenesi gigi-gigi 15, 14, 12, 11, 21, 22, 24, 25, 35, 34, 32, 31, 41, 42, 44, 45. Gigi 51 dan 61 terdapat karies mengenai pulpa serta diastema 5 mm. Oklusi posterior berada pada cusp to cusp. Pasien dan orang tua pasien menginginkan gigi 51 dan 61 diekstraksi dan diganti dengan gigi tiruan. Namun, karena pasien tidak ingin terlihat tidak bergigi pada bagian anterior RA, maka direncanakan dibuat gigi tiruan imediate RA.
4
Pencetakan RA dan RB dilakukan satu minggu sebelum ekstraksi gigi 51 dan 61 dilanjutkan dengan pembuatan gigi tiruan lepasan untuk mengganti gigi 12, 11, 21, 22, 32, 31, 41, 42. Ekstraksi gigi 51 dan 61 dilakukan dibawah anestesi lokal yang langsung dilakukan pemasangan gigi tiruan imadiate dari akrilik. Cangkolan yang digunakan adalah C-clasp pada gigi 16, 55, 65, 26, 36, dan 46.
Gambar 2. Model kerja (die cast)
Gambar 3. Foto Panoramik 5
Gambar 4. Intraoral. Gambar kanan, setelah ekstraksi 51 dan 61
Penyesuaian gigi tiruan dilakukan 2 kali, yaitu 1 minggu dan 2 minggu setelah insersi. Pasien merasa puas dengan perubahan pada penampilan, bicara, dan pengunyahan.
Gambar 5. Insersi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan
PEMBAHASAN Oligodontia secara kongenital memerlukan rencana perawatan yang seksama dan pertimbangan yang serius mengenai perawatan-perawatan yang akan dipilih 6
dalam rangka mempertahankan gigi-gigi yang ada dan untuk mendapatkan hasil jangka panjang yang optimal. Pengembalian fungsi pengunyahan, bicara, dan estetik harus dipertimbangkan dalam melakukan rencana perawatan.2 Menurut Finn (2003), pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan diindikasikan pada kasus hilangnya gigi-gigi secara kongenital misalnya pada oligodontia karena ED.6 Dalam kasus ini, pada bagian anterior atas masih terdapat persistensi gigi 51 dan 61 yang dipisahkan oleh diastema selebar 5 mm. Gigi 51 dan 61 nonvital dengan karies mengenai pulpa. Pada gigi-gigi tersebut sulit untuk dilakukan restorasi untuk memperbaiki bentuk mahkota, oleh karena itu (dan juga atas permintaan pasien) diputuskan untuk diekstraksi dan selanjutnya dibuat gigi tiruan lepasan. Gigi tiruan dibuat dari akrilik dengan pertimbangan ekonomis karena pasien masih dalam tahap pertumbuhan sehingga gigi tiruan perlu dibuat kembali dalam interval waktu tertentu sesuai dengan pertumbuhan rahang pasien. Prognosis pada kasus ini adalah baik, karena pasien dapat menerima gigi tiruan dengan baik dan terjadi perbaikan dalam fungsi pengunyahan, bicara, dan estetik pasien.
KESIMPULAN Perawatan kasus hilangnya gigi-geligi secara kongenital yang berhubungan dengan kelainan EDdapat dilakukan dengan pembuatan gigi tiruan lepasan sebagian. Pembuatan gigi tiruan ini harus dapat mengembalikan atau memperbaiki fungsi pengunyahan, bicara, dan estetik. Selain itu, pembuatan gigi tiruan pada anak-anak harus mempertimbangkan aspek tumbuh kembang anak. 7
ED merupakan kelainan genetik yang jarang terjadi dan lebih sering pada pria. Kami melaporkan kasus suspect ED yang terjadi pada wanita. Berbagai variasi dapat terjadi sebagai gambaran ED, maka klinisi harus menyadari bahwa ED memperlihatkan berbagai gambaran yang harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding pada setiap pasien dengan anomali bentuk, struktur, atau jumlah gigi.
DAFTAR PUSTAKA 1. Welbury RR. Paediatric dentistry. New York: Oxford Univ. Press, 2000: 2745. 2. Koch G. Pediatric dentistry, a clinical approach. Copenhagen: Munksgaard, 2001: 91, 258, 261, 266 3. Ryan FS, Mason C, Harper JI. Ectodermal dysplasia – an unusual dental presentation. The Journal of Clinical Pediatric Dentistry: 2005; 30(1): 55-8. 4. Cameron AC. Handbook of pediatric dentistry. 2nd ed. Sydney: Mosby, 2003: 186–90. 5. Guckes AD, McCarthy GR, Brahim J. Use of endoosseous implants in a 3year-old child with ectodermal dysplasia: case report and 5-year follow-up. AAPDJ: 1997;19; 282-5. 6. Finn SB. Clinical pedodontics.4th ed. New Delhi: WB. Saunders Company, 2003: 616– 7. 7. Goodman RM, Gorlin RJ. Atlas of the face in genetic disorder. St. Louis: CV Mosby Co, 1977: 382–3. 8. Ectodermal Dysplasia. (Editorial) Available at www.dental.mu.edu. Accessed in 13th March 2006. 9. Dental Management of Development Disorder. (Editorial) Available at www.dentalimplans-usa.com. Accessed in 13th March 2006 10. Mathewson RJ, Primosch RE. Fundamentals of pediatric dentistry. 3rd ed. St. Louis: Quintessence Publishing, 1995: 344-5. 11. Ohno K, Ohmori I. Anodontia with hypohidrotic ectodermal dysplasia in a young female: a case report. Pediatr Dent: 2000;22: 49-52. 12. Nussbaum R.L. Thompson & thompson genetics in medicine. Philadelphia: WB. Saunders Company, 2001: 336–45.
8