Perkawinan Anak dan Dampaknya Pada Pemiskinan Perempuan
Disampaikan dalam lokakarya Perkawinan Anak Kampus UI Salemba, 09-10 Juni 2015 Misiyah – Misi Institut KAPAL Perempuan Jl. Kalibata Timur Raya No.5 Jakarta Selatan Email:
[email protected],
[email protected]
Alur Presentasi
1. Massifnya Perkawinan anak di Indonesia
2. Rendahnya Pendidikan Perempuan sebagai dampak langsung dari perkawinan anak
3. Siklus Pemiskinan Perempuan dan Perkawinan Anak (Feminisasi Kemiskinan)
4. Penutup dan rekomendasi
Massifnya Perkawinan Anak di Indonesia
•
•
Hampir separuh dari perkawinan di Indonesia adalah perkawinan dibawah umur yaitu 43,85% (Data Statistik, 2010) Perkawinan dibawah umur terjadi secara massif di seluruh provinsi di Indonesia 77.77% perkawinan dibawah umur adalah perempuan (Penelitian E-net for Justice, Monitoring Pendidikan di Indonesia, 2007)
Sebaran Perkawinan dibawah umur di seluruh Provinsi Indonesia BPS, 2011 Umur (Tahun) Provinsi (Province)
10-15
16-18
Aceh
7,19
30,09
18 tahun kebawah 37,28
Sumatera Utara
3,33
20,82
24,15
Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kepulauan Bangka Belitung Bengkulu
7,34 7,07 2,64 13,34 10,20 6,66 11,59
25,95 27,09 16,91 36,63 33,17 31,46 34,35
33,29 34,16 19,55 49,97 43,37 38,12 45,94
Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah
11,31 6,41 16,05 14,85 10,85
33,52 19,96 36,21 32,95 36,16
44,83 26,37 52,26 47,80 47,01
DI Yogyakarta
2,84
22,87
25,71
Jawa Timur
16,42
36,47
52,89
Bali Nusa Tenggara Barat
3,03 6,15
20,35 31,97
23,38 38,12
Lanjutan sebaran Umur (Tahun) Provinsi (Province)
18 tahun kebawah
10-15
16-18
Nusa Tenggara Timur
2,19
19,04
21,23
Kalimantan Barat
8,12
32,46
40,58
Kalimantan Tengah
9,56
36,22
45,78
Kalimantan Selatan
16,78
36,93
53,71
Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo
8,07 3,25 9,04
27,24 23,33 31,58
35,31 26,58 40,62
Sulawesi Tengah
8,90
33,24
42,14
Sulawesi Selatan
12,46
30,35
42,81
Sulawesi Barat
13,68
35,88
49,56
Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua
8,72 3,67 5,46 7,60
33,67 21,72 30,62 29,77
42,39 25,39 36,08 37,37
Papua Barat
7,18
25,62
32,80
Indonesia
11,52
32,33
43,85
Tingginya Kecenderungan Perkawinan Anak pada Keluarga-Keluarga Miskin • Di Sekolah Perempuan Desa Mondoluku dan Kesamben Kulon Kecamatan Wringin Anom, Kabupaten Gresik ini ditemukan
152
yang menikah dibawah 18 tahun dari 275 anggota, dan mereka hidup dibawah garis kemiskinan • Di Sekolah Perempuan Desa Pijot dan Montong Betok
106
Kabupaten Lombok Timur ditemukan dari 182 anggota, dan mereka hidup dibawah garis kemiskinan • Di Sekolah Perempuan Pulau, kec.Liukang Tupabiring Utara kab. Pangkajene Kepulauan, Sulsel ditemukan
127
yang menikah dibawah 18 tahun dari 301 anggota dan mereka hidup dibawah garis kemiskinan .
Trauma membekas korban perkawinan anak “Saya selalu menyiapkan dan memegang silet. Bila suami saya mendekat, saya mengancamnya untuk bunuh diri. Saya dipukuli orangtua, dipaksa suami ke dukun, dan dibawakan ABRI supaya saya mau. Saya menolak terus dan akhirnya saya berhasil dan baru mendapat surat cerai resmi setelah 13 tahun kemudian (penuturan DR, P. Sakuala, Pangkajene Kepulauan, Sulsel)
Rendahnya Pendidikan Perempuan di Indonesia sebagai dampak langsung dari Perkawinan Anak 1) 77.77% menikah dibawah umur 18 tahun adalah anak-anak perempuan. Rumah tangga miskin yang tidak sekolah, penyebabnya menjadi pekerja anak 1.3% dan 28.66% menikah dibawah umur (penelitian E-net For Justice, yang dilakukan kepada 6.241 rumah (23.589 informan), 2007 2) 71% anak dari keluarga miskin berpeluang tidak lulus SMA (Sumber: leaflet Bank Dunia: Tumbuhnya masalah ketimpangan di Indonesia, 2014) 3) Banyak pelaku pernikahan anak di usia SMP (Ditdamduk BKKBN 2012) 4) Indonesia dalam kurun waktu 1990-2012 tergolong memiliki indeks ketimpangan gender (GII) yang tinggi setara dengan Negara-negara miskin seperti Laos dan Kamboja. Salah satu indikatornya adalah pendidikan .
lanjutan: Rendahnya Pendidikan Perempuan 5) Secara nasional rata-rata lama sekolah bagi perempuan berumur 15 tahun ke atas baru mencapai 7,68 tahun, artinya rata-rata perempuan Indonesia baru mampu menempuh jenjang pendidikan hanya sampai jenjang SMP (BPS RI - Susenas, 2012) 6) Angka putus sekolah perempuan lebih tinggi dari pada anak laki-laki (Indeks Kesenjangan Gender Indonesia, KNPP-PA, 2013) 7) Presentase penduduk perempuan yang tidak memiliki ijazah lebih besar dibanding laki-laki dan (data Susenas tahun 2012) 8) Anak permpuan yang miskin, berpendidikan rendah dan tinggal di pedesaan cenderung untuk menikah sebelum berusia 18 tahun (UNFPA, 2012)
SIKLUS PERKAWINAN ANAK DAN PEMISKINAN PEREMPUAN
Pemiskinan Perempuan
PERKAWINAN ANAK
Bekerja di sector informal dengan upah rendah, rentan kekerasan, tanpa jaminan kesehatan
Pendidikan perempuan lebih rendah
Kalah dalam persaingan pasar tenaga kerja layak
Derajat kemiskinan ekonomi pada kelompok yang menikah usia 18 tahun kebawah: • Di kelompok umur 10-14 tahun, 61% dari mereka yang ada di kelompok umur ini tinggal di 2 kuintil terbawah. • Di kelompok umur 15-19 tahun 44% sisanya tinggal di 2 kuintil terbawah. • Ketiga kelompok umur lainnya memiliki persentase yang mirip, yakni sekitar 45-60% dari mereka yang menikah di bawah usia 18 tahun tinggal di 3 kuintil teratas (Semeru, 2013)
Kemiskinan Antar Generasi
Sumber: leaflet Bank Dunia: Tumbuhnya masalah ketimpangan di Indonesia, 2014
Perkawinan anak berdampak terhadap menurunnya kualitas hidup perempuan
Rendahnya akses , partisipasi dan kontrol
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Pendidikan Rendah bahkan buta huruf
PERKAWIN AN ANAK
Tidak memiliki otonomi
rentan eksploitasi & subordinasi dalam keluarga
Kualitas kesehatan reproduksi yang rendah
Rentan terhadap trafficking pendapatan rendah
Bagaimana Faktanya? Situasi Terkini Kualitas Hidup Perempuan di Indonesia Laporan capaian MDGs Pemerintah Indonesia 2013 dinyatakan on-the track, namun justru gagal pada indikator-indikator yang terkait langsung dengan perempuan yaitu: 1. Kemiskinan: • Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional 15,10% (1990) 11,47% (2013) : Target: 7,55% ▼ • Proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah tingkat konsumsi minimum: ▼ 2. Lingkungan (terkait langsung dengan kesejahteraan) • Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak: Perdesaan 11,10% (1993) 44.09% (2013 55,55% ▼ • Proporsi rumah tangga kumuh perkotaan 20,75% (1993) 13,39% (2013) 6% (2020) ▼
Lanjutan: Situasi Terkini Perempuan
3. Kesehatan: 1) Angka Kematian Balita per 1000 kelahiran hidup 97 (1991) 40 (2012) Target: 32 ▼ 2) Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup 68 (1991) 32 (2012) Target: 23 ▼ 3) Angka Kematian Ibu per 100,000 kelahiran hidup 390 (1991) 359 (2012) target: 102 ▼ 4) Prevalensi HIV dan AIDS (persen) dari total populasi - 0,43% (2012) ▼ 5) Proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV dan AIDS 21,25% (2012)* ▼
Kualilats hidup perempuan terkait aspek ekonomi, politik, hukum, dll
•
80% dari TKI di luar negeri adalah perempuan yang bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) di luar negeri dengan tingkat resiko bekerja yang tinggi mulai penyiksaan, perkosaan, diperdagangkan, sampai pembunuhan
•
Bekerja di dalam negeri manempati posisi kerja di sector informal seperti pelayan toko, PRT, buruh tani/ nelayan, buruh perkebunan, yang upahnya berkisar antara Rp.9,000 sampai 20,000 dengan jam kerja panjang lebih dari 10 jam kerja.
•
Dalam laporan The Global Gender Gap 2014 posisi Indonesia ada di posisi 97 dibawah negara miskin seperti Vietnam, Laos dan berada jauh dari sesama negara middle yaitu Philipina yang gapnya hanya 9
•
Kuota 30% dalam parlemen tidak tercapai bahkan hanya 17,3 %
•
KDRT: tahun 2013 terjadi 279.760 kekerasan perempuan yang terdiri dari 263.285 kasus dan terbanyak adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT): Komnas Perempuan.
Efektifitas Anggaran: Penurunan angka kemiskinan jauh tidak sebanding dengan pengeluaran anggaran 100
94
90 80 A n g g a ra n K e m is k in a n (R p T riliu n ) 70
63
66
60 51 50
42
40 30 20 10
23 A n g k a K e m is k in a n (% )
18 1 6 ,7
16
1 7 ,8
2004
2005
2006
1 6 ,6
1 5 ,4
1 4 ,2
1 3 ,3
2007
2008
2009
2010
0
Sumber: Menkokesra, BPS 2010
Faktor Penyebab
•
Produk Hukum yang mendiskriminasi perempuan terutama UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan
•
Pembangunan yang tidak sinergis, misalnya program penanggulangan kemiskinan, perlindungan sosial, kesehatan, pendidikan, tidak menyentuh isu perkawinan anak.
•
Budaya Patriarki: mitos-mitos perawan tua, perempuan harus mempunyai pelindung (suami), perempuan mengurus “sumur,dapur,kasur”
• •
Rendahnya kesadaran kritis dan otonomi perempuan
•
Fundamentalisme masyarakat dan menajamnya anti dialog: perkawinan anak dengan dalih agama akan sulit disentuh
Lemahnya tekanan publik: isu perkawinan anak tidak menjadi isu penting dalam masyarakat
Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Kemiskinan di Indonesia yang gagal mencapai target MDGs pada tahun 2015 yang mestinya sudah menurun sampai 7,55%, salah satunya karena pembangunan telah mengabaikan isu-isu perempuan khususnya isu perkawinan anak sebagai salah satu penyebab matarantai kemiskinan.
2. Bahwa Indonesia sudah semestinya tidak boleh memiliki Undang-Undang yang melegalkan perkawinan dibawah umur karena berdampak pada diskriminasi dan berpotensi melanggar UndangUndang Dasar 1945, karena itu sudah waktunya direvisi dengan menaikkan usia perkawinan setara dengan laki-laki yaitu 21 tahun atau minimal diatas 18 tahun sesuai dengan UU Perlindungan Anak, UU Sisdiknas, Nawacita, RPJMN,dll
Kesimpulan dan Rekomendasi 3. Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan menjadi keharusan agar pembangunan merespons akar masalah kemiskinan perempuan yaitu budaya patriarki dan fundamentalisme
4. Dibutuhkan dukungan publik, kesadaran kritis perempuan untuk mengontrol dan memastikan upaya-upaya berjalan sesuai dengan tujuannya.
Multipihak Mendesakkan Penghentian perkawinan dibawah Umur dan masuk dalam agenda Musrenbang tingkat kabupaten Lombok Timur, Feb 2014
Break The Silent!!!