Manggaro, November 2010 Vol.11 No.2:40-45 PEMETAAN PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI : PENYAKIT BARU PADA TANAMAN BAWANG MERAH DI INDONESIA Zurai Resti1), Ujang Khairul1), Yulmira Yanti1) 1)
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas Kampus Limau Manis Padang 25163 ABSTRACT
The reseach was done with in plantation and in vitro experiment for one year. First step was decided sample location, The location sample was in Nort Sumatera, West Sumatera, West Java, Middle Java, and East Java, the second steps was characterisation Xanthomonas axonopodis pv allii (Xaa), third steps was Hipersensitive reaction, and the indicator plant was Nicotiana tabaccum. The result of the experiment showed that the disease was distributed in sentra production of onions in Indonesia. In North Sumatera disease incidence was 33,2 % - 86, 5%, disease severitas was 24,1% - 80, 2 %, in West Sumatera disease incidence was 20,4% - 76,5%, disease severitas was 25,2% - 85,5%. In West Java disease incidence was 46,2% - 78,8%, disease severitas 39,6% - 75,3%. In Middle Java disease incidence was 56,7 % - 89,4%, disease severitas 47,8% - 75,7%. In East Java disease incidence 47,8% 94,5%, disease severitas 17,1% - 33,4%. Isolate of Xaa was Gram Negative, colony xaa on NGA medium was regular, convec, yellow, and slimy. Xaa produced pectinase and xanthomonadine pigment. Hipersensitive reaction of xaa showed that necrotic symptom emergence after 2 x 24 hours. Potogenisity reaction showed that the Xaa isolate was pathogenic. Keywords: Xanthomonas axonopodis pv allii (Xaa), Onions, Blight leaf, Hipersensitive reaction PENDAHULUAN Penyakit hawar daun bakteri pada tanaman bawang merah pertama kali dilaporkan pada tahun 1971 di Kepulauan Barbados. Penyakit ini telah menyebabkan kerugian yang serius di Colorado dan California Amerika Serikat dengan kehilangan hasil mencapai 50 % (Roumagnac et al, 2004). Penyakit hawar daun bakteri yang disebabkan oleh Xanthomonas axonopodis pv.allii dapat ditransmisikan melalui benih (seed-transmitted pathogen) dan telah tersebar di hampir seluruh penjuru dunia seperti Amerika Serikat, Brazil, Jepang, Afrika Selatan Georgia dan Perancis (Crop Protection Compendium, 2002; Roumagnac et al, 2004). Namun belum ada laporan resmi mengenai keberadaan penyakit ini di Indonesia (Pusat Karantina Pertanian, 2005). Dengan semakin meningkatnya lalu lintas perdagangan benih dewasa ini dan belum memadainya perangkat pengujian kesehatan benih di Indonesia, dikhawatirkan penyakit kanker bakteri ini telah masuk dan tersebar di pertanaman bawang merah di Indonesia. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Fadli (2005) dan Resti (2005) dimana telah terdeteksi keberadaan bakteri ini pada pertanaman bawang merah di Sumatera Barat. Benih bawang merah di Sumatera Barat sebahagian besar berasal dari Sumatera Utara dan Jawa Tengah sehingga diduga penyakit ini lebih dahulu telah menyebar di sentra-sentra produksi bawang merah di Sumatera dan Jawa. Oleh karena itu sangat diperlukan langkahlangkah antisipatif yang aktif agar penyakit ini tidak menyebabkan kerugian yang lebih besar pada petani bawang merah di kemudian hari. Sebagai tahap awal perlu dilakukan pemetaan sebaran penyakit ini di pertanaman bawang merah di Indonesia, sehingga untuk kedepan dapat
dikembangkan metode untuk membatasi penyebaran penyakit ini ke daerah lain. Karena sumber inokulum primer patogen ini adalah dari benih yang terinfeksi, maka sebagai langkah preventif yang tepat untuk membatasi penyebaran adalah upaya perlakuan benih (seed treatment.). Dewasa ini penggunaan bahan kimia yang berbahaya seperti antibiotik, HCI, NaOCl, merupakan metode standard untuk perlakuan benih. Namun dengan semakin meningkat kesadaran masyarakat akan kesehatan, kelestarian dan kerusakan lingkungan, maka penggunaan mikroba antagonis sebagai bahan bioseed treatment perlu dikembangkan, karena lebih efisien dan efektif dan tidak mencemari lingkungan. Untuk bioseed treatment, sekarang sedang dikembangkan penggunaan agens pengendalian hayati diantaranya adalah Bacillus polymixa (Aspiras & Crus, 1985), Pseudomonas fluorescens (Machmud, 1985), strain avirulen dari Ralstonia solanacearum (Chen & Echandi, 1984 ; Khairul et al, 2001), dan Bacillus subtilis (Khairul, 2005). Oleh karena penyakit ini baru terdeteksi di Indonesia (khususnya di Sumatera Barat), masih banyak fenomena tentang penyakit ini yang belum terungkap, termasuk cara pengelolaanya, maka perlu dirumuskan beberapa langkah awal yang dapat memecahkan masalah yang akan timbul di kemudian hari diantaranya adalah : bagaimana cara mendeteksi bakteri Xaa ini dengan cepat dan mudah pada benih yang terinfeksi dan bagaimana tindakan fitosanitari yang tepat dalam pengelolaan penyakit ini sehingga dapat mencegah penyebaran penyakit ini ke daerah lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memetakan daerah sebaran bakteri Xanthomonas axonopodis pv.allii penyebab penyakit hawar daun bakteri pada daerah sentra produksi bawang merah di Jawa dan Sumatera (1), serta untuk mengetahui
Manggaro, November 2010 Vol.11 No.2:40-45 karakter morfologis dari isolat Xanthomonas axonopodis pv.allii dari berbagai sentra produksi tanaman bawang merah di Jawa dan Sumatera (2). Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: dengan didapatkannya informasi tentang sebaran dan tingkat serangan penyakit ini di sentra produksi bawang merah Indonesia, maka diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam merancang langkah-langkah antisipatif yang aktif agar penyakit ini tidak menyebabkan kerugian yang lebih besar pada petani bawang merah di kemudian hari. METODE PENELlTIAN Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dan laboratorium yang dilaksanakan selama satu tahun. Tahapannya adalah sebagai berikut: Pemetaan daerah sebaran penyakit hawar daun bakteri. Langkah pertama penetapan lokasi dimulai dengan penetapan propinsi di Sumatera dan Jawa yang dikategorikan sebagai sentra produksi bawang merah. Sebagai pedoman digunakan buku Budidaya Bawang merah yang diterbitkan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura Departemen Pertanian tahun 2005. Berdasarkan buku tersebut, dua propinsi di Pulau Sumatera, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, ditetapkan sebagai propinsi sentra produksi bawang merah. Sementara Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur ditetapkan sebagai sentra produksi bawang merah di Pulau Jawa. Di setiap propinsi tersebut ditetapkan kabupaten yang akan dievaluasi berdasarkan data dari Dinas Pertanian setempat. Lokasi pengambilan sampel tanaman ditetapkan berdasarkan data dari Dinas Pertanian di masing-masing kabupaten. Sampel tanaman yang diambil adalah berupa benih dan daun yang dicurigai terserang penyakit hawar daun bakteri. Sampel berupa daun dan benih disimpan dalam kertas koran dan di bawa ke laboratorium. Sebelum diamati sampel tersebut disimpan dalam refrigerator. Tanah yang berada di sekitar tanaman bergejala Xaa juga diambil sebagai contoh. Isolasi dan Karakterisasi Xaa dari sampel tanaman bawang merah. Metode ekstraksi yang digunakan adalah dengan memotong bagian tanaman yang menunjukkan gejala dan merendamnya selama 15 menit dalam buffer PBT pada suhu 4°C. Kemudian potongan tersebut diekstraksi dengan jalan dihancurkan menggunakan alu dan lumpang porselen. Suspensi hasil ekstraksi dipindahkan ke dalam tabung eppendorf steril. Kemudian dilakukan pengenceran sampai 10-7 dengan menambahkan buffer PBS. Masing-masing suspensi (10-5, 10-6 dan 10-7) dipipet sebanyak 100 µl ke medium YPGA (Fatmi & Schaad 1991) dan disebar dengan rata menggunakan glass rod steril dan cawan petri ditutup dengan rapat. Masing-masing suspensi diulang dua
41 kali. Biakan dalam cawan petri tersebut diinkubasi selama 5 x 24 jam pada suhu kamar. Dari hasil pencawanan pada medium YPGA, semua bakteri yang menunjukkan ciri-ciri Xaa dimumikan. Isolat-isolat tersebut selanjutnya diidentifikasi dan diuji lebih lanjut mengenai patogenisitas. Untuk identifikasi Xaa dilakukan pengujian karakter morfologis dan karakter fisiologis. Karakter morfologis meliputi bentuk, warna koloni, dan adanya lendir pada medium YPGA (Nunez et al, 2001), sedangkan karakter fisiologis meliputi Uji gram dengan KOH 3% (Klement, Rudolph dan Sand, 1990), produksi pigmen xanthomonadin, produksi enzim pektinase (Schaad et al, 2001). Uji Hipersensitivitas dan Patogenisitas. Tanaman indikator yang digunakan untuk uji hipersensitivitas adalah tanaman tembakau (Nicotiana tabaccum) sebagai tanaman indikator yang umum. Isolat-isolat Xaa dari berbagai sentra produksi bawang merah (hasil 4.1.2) ditumbuhkan pada medium YPGA selama 5 x 24 jam. Suspensi bakteri diperoleh dengan memanen koloni yang tumbuh pada medium YPGA tersebut diatas dengan menambahkan air steril sampai didapatkan suspensi bakteri dengan kerapatan sekitar 106 cfu/ml. Pengukuran kerapatan sel bakteri dalam suspensi tersebut menggunakan metode turbidimetrik dengan bantuan spektronik digital pada panjang gelombang 620 nm. Selanjutnya suspensi bakteri tersebut sebanyak 100 µl diinfiltrasi dengan hati-hati menggunakan syringe steril ke jaringan daun, air steril digunakan sebagai kontrol negatif. Uji patogenisitas Xaa dilakukan pada tanaman bawang merah varietas Medan yang berumur 6 minggu. Tanaman bawang merah diinokulasi pada daun dengan menusuk bagian permukaan daun menggunakan jarum pentul steril, selanjutnya diolesi dengan suspensi Xaa (106 CFU/ml) dan disungkup dengan plastik bening, setelah itu diinkubasi 7 x 24 jam (Hamzah, 1993) Rumah kaca yang digunakan dijaga sedemikian rupa agar segala kemungkinan penyebaran penyakit ini keluar dari lokasi penelitian tidak terjadi. Untuk itu, rumah kaca yang digunakan untuk penelitian, pada bagian dalamnya dibatasi/dipagari dengan kain kasa sehingga kemungkinan masuk dan keluarnya serangga penyerbuk dapat dihindari. Begitu juga dengan segala macam alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini secepatnya dimusnahkan begitu selesai digunakan. Pemusnahannya mengikuti prosedur sistem aseptik sehingga kemungkinan penyebaran penyakit ini karena kelalaian peneliti dapat dihindari. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran dan Tingkat serangan Penyakit Hawar Daun Bakteri Dari hasil survey di beberapa daerah sentra produksi bawang merah di Indonesia yang meliputi :
Manggaro, November 2010 Vol.11 No.2:40-45 Sumatera (Sumatera Utara dan Sumatera Barat) dan di Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur) diketahui penyakit hawar daun bakteri ini telah
42 menyebar dengan insidensi penyakit berkisar antara 20,4 % sampai 100%, dan severitas penyakit berkisar antara 14,7% sampai 85,5% (Tabel 1) (Gambar 1).
Tabel 1. Insidensi dan severitas penyakit hawar daun bakteri dibeberapasentra produksi bawang merah di Indonesia No 1
Propinsi Sumatera Utara
Kabupaten Simalungun
2
Sumatera Barat
Karo Solok
3.
Jawa Barat
Cirebon
Bandung 4.
Jawa Tengah
Brebes
Banjar Negara
5.
Jawa Timur
Malang Probolinggo
Kecamatan Sidamanik Harang Gaol Tiga Ras Tiga Rungu Tongging Lekok Alahan Panjang Taratak Tangah Aia Batumbuak Gebang Losari Jalaksana Garawangi Pangalengan Pacet Larangan Wanasari Brebes Wanayasa Batur Pejawaran Dau Junrejo Dringu Leces
Insidensi (%) 86,5 % 68,9 % 48,2 % 33,2 % 58,4 % 76, 5% 58,9 % 48,2% 20,4% 78,5 % 56,8 % 67,5 % 46,2 % 78,8 % 76,4 % 79,8 % 74,7 % 89,4 % 56,7 % 67,8 % 78,8 % 94,5 % 83,7 % 37,0 % 49,2 %
Severitas(%) 80, 2 % 59, 9 % 35, 2 % 24, 1 % 48, 2 % 85,5% 60,2 % 35,2% 25,2% 75,3 % 49,8 % 56,7 % 39,6 % 68,6 % 66,8 % 67,8 % 68,5 % 75,7 % 47,8 % 53,7 % 68,5 % 33,4 % 27,8 % 17,1 % 14,7 %
Gambar 1. Gejala serangan penyakit hawar daun di lapangan. (a) Kondisi pertanaman bawang merah di Jawa Tengah, (b) Kondisi pertanaman bawang merah di Sumatera Utara, (c) Kondisi pertanaman bawang merah di Sumatera Barat, (d) Gejala spesifik penyakit hawar daun.
Manggaro, November 2010 Vol.11 No.2:40-45
43
Gambar 2. Hasil isolasi dan karakterisasi isolat Xaa dari daerah sampel. (a).Koloni Xaa pada medium NGA, (b) Produksi pigmen xanthomonadin, (c) gram negative, (d) uji pektinase, dan (e) HR pada daun kembang pukul empat
Gambar 3. Hasil uji hipersensitif dan patogenisitas isolat Xaa. (a).reaksi HR positif pada daun tembakau, (b) dan (c) gejala hawar daun bakteri pada tanaman bawang merah rentan
Isolasi dan Karakterisasi Xaa dari sampel tanaman bawang merah Semua isolat Xaa yang diisolasi dari daerah sampel yang meliputi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, menunjukkan ciri–ciri Xaa yaitu gram negarif, koloni pada medium NGA umur 5 x 24 jam berbentuk bulat, sedikit cembung, berwarna kuning dan permukaan koloni berlendir, menghasilkan enzim pektinase. Dan HR positif pada daun kembang pukul empat (Gambar 2). Uji Hipersensitivitas dan Patogenisitas Hasil pengujian reaksi hipersensitif dari isolat Xaa memperlihatkan bahwa gejala nekrotik muncul 2 x 24 jam dimana gejala seperti kebasahbasahan (water soaking), sedangkan dari uji patogenisitas yang menggunakan varitas rentan, gejala hawar daun bakteri muncul pada hari ke 24 (Gambar 3).
Pembahasan Penyakit hawar daun bakteri merupakan penyakit penting pada tanaman bawang merah, di Indonesia penyakit ini sampai tahun 2006 belum dilaporkan oleh Badan Karantina Departemen Pertanian. Penyakit ini pertama kali dilaporkan oleh Fadli (2005) dan Resti (2005) di daerah pertanaman bawang merah masyarakat di Alahan Panjang Sumatera Barat. Dari Hasil survey lapangan ternyata penyakit ini telah menyebar dibeberapa sentra produksi bawang merah di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa dengan insidensi penyakit berkisar antara 20,4% sampai 94,5 % dan severitas penyakit berkisar antara 14,7 sampai 85,5%. Penyebaran penyakit ini di beberapa daerah sentra produksi bawang merah salah satunya ditenggarai karena belum optimalnya fungsi dari Badan Karantina Departemen Pertanian, penyakit ini sudah menjadi masalah besar sejak tahun 1971 di Kepulauan Barbados. Penyakit ini telah
Manggaro, November 2010 Vol.11 No.1 :40-45 menyebabkan kerugian yang serius di Colorado dan California Amerika Serikat dengan kehilangan hasil mencapai 50 % (Roumagnac et al, 2004) Penyakit hawar daun bakteri dapat ditransmisikan melalui benih (seed-transmitted pathogen) dan telah menyebar ke seluruh dunia, dengan semakin meningkatnya lalu lintas perdagangan benih dewasa ini dan belum memadainya perangkat pengujian kesehatan benih di Indonesia, seharusnya hal ini menjadi alasan penting bagi Badan Karantina untuk mewaspadai benih bawang merah impor terutama yang berasal dari negara yang sudah dilaporkan terinfeksi penyakit ini. Gejala penyakit hawar daun bakteri ditemukan di seluruh daerah sampel berupa bercak nekrose di ujung daun, gejala ini sesuai dengan laporan Nunez et al, (2001), dimana gejala khas penyakit hawar daun adalah bercak kecil kebasahan yang meluas dan memanjang pada ujung daun, selanjutnya menjadi bercak klorosis dan mengering (nekrotik). Schwartz and Otto (2000) melaporkan bahwa gejala dapat ditemukan pada daun muda atau daun tua dan pada serangan berat dapat menyebabkan tanaman mati sebelum membentuk umbi. Infeksi primer dapat berasal dari penyebaran bakteri dari benih ke daun, bakteri menyebar pada bagian tersebut melalui air hujan, air tanah, dan melalui kultur teknis seperti pemangkasan, dan penggemburan tanah. Begitu berada di dalam tanaman, bakteri memasuki sistem pembuluh dan bergerak serta memperbanyak diri di jaringan xylem, bergerak di dalamnya dan keluar menuju phloem selanjutnya akan membentuk luka dan menghasilkan gejala hawar daun (Paulraj et al, 1993). Perkembangan penyakit hawar daun bakteri sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Sebahagian besar bawang merah di daerah sampel ditanam di dataran tinggi yang bersuhu antara 18 – 290C, suhu ini cocok untuk perkembangan penyakit ini, menurut Roumagnac et al (2004) suhu optimum untuk perkembangan penyakit ini berkisar antara 28-350C. Infeksi primer dapat berasal dari penyebaran bakteri dari benih ke daun, bakteri menyebar pada bagian tersebut melalui air hujan, air tanah, dan melalui kultur teknis seperti pemangkasan, dan penggemburan tanah. Begitu berada di dalam tanaman, bakteri memasuki sistem pembuluh dan bergerak serta memperbanyak diri di jaringan xylem, bergerak di dalamnya dan keluar menuju phloem selanjutnya akan membentuk luka dan menghasilkan gejala hawar daun (Paulraj et al, 1993). Hasil pengujian karakter morfologis dan fisiologis didapatkan bahwa bakteri yang diisolasi mempunyai ciri-ciri: gram negarif, koloni pada medium NGA umur 5 x 24 jam berbentuk bulat, sedikit cembung, berwarna kuning dan permukaan koloni berlendir, menghasilkan pigmen xanthomonadin dan enzim pektinase, HR positif pada tembakau dan kembang pukul empat, menurut Nunez et al. (2001). Bakteri Xaa tumbuh baik pada medium Yeast Pepton Glucosa Agar (YPGA), dan
44 NGA, koloni berwarna kuning, cembung, bulat dan berlendir, sementara itu menurut Schwatz and Otto (2000). Sel bakteri Xaa berbentuk batang, gram negatif, aerob obligat, oksidasi negatif, metabolisme oksidatif dari glukosa, menghasilkan pati dan pigmen xanthomonadin KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Penyakit hawar daun bakteri telah menyebar di daerah sentra produksi bawang merah Indonesia dengan insidensi berkisar antara 20,4% sampai 94,5 % dan severitas penyakit berkisar antara 14,7 sampai 85,5%. 2) Isolat Xaa yang diisolasi dari beberapa daerah sentra produksi bawang merah mempunyai karakter yang mirip dengan bakteri Xaa yang menjadi penyebab penyakit hawar daun bakteri pada bawang merah. DAFTAR PUSTAKA Aspiras RB, Cruz AR. 1985. Potential biological control of bacterial wilt in tomato and potato with Bacillus polymyxa FU6 and Pseudomonas flourescens. Di dalam: Persley G.J. (ed) Bacterial Wilt Disease in Asia and the South Pasific. Proceeding of an international workshop held at PCARRD. Los Banos, Philippines 8 – 10 October 1985. ACIAR Proceeding N0.13. Hal. 89 – 92 Chen WY, Echandi E. 1984. Effects of avirulent bacteriocin producing strain of Pseudomonas solanacearum on the control bacterial wilt. Plant Pathology 33: 245-253. Crop Protection Compendium 2002. Distribution map for Xanthomonas axonopodis pv.allii. http://www.cabicompendium.org/cpc/datashee t.asp Fadli Z. 2005. Uji ketahanan beberapa varietas bawang terhadap penyakit hawar daun bakteri (Xanthomonas axonopodis pv.allii.) di Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok. [Skripsi]. Padang: Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Fatmi M, Schaad, NW. 1991. Seed treatments for eradicating Xanthomonas axonopodis pv.allii. Plant Disease 75: 383-385. Hamzah. A. 1993. Manual identifikasi bakteri. Pusat Karantina Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian Republik Indonesia.. Khairul U, Hanafiah A, Aprianto. 2001. Pemanfaatan strain avirulen Burkholderia solanacearum untuk pengendalian penyakit layu bakteri pada tanaman cabai dan metoda aplikasinya. Laporan Penelitian Dana SPP/DPP. Padang: Lembaga Penelitian Universitas Andalas.
Manggaro, November 2010 Vol.11 No.1 :40-45
Khairul U. 2005. Analisis Keragaman Molekuler Bacillus subtilis Dengan Teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) Dan Studi Potensi Antagonisnya Terhadap Ralstonia solanacearum Penyebab Penyakit Layu Pada Tanaman Cabai. Laporan Penelitian Dosen Muda (BBI). Jakarta: Dikti Depdiknas. Klement Z, Rudolph, K, Sands, DC, Eds. 1990. Methods in Phytobacteriology. Budapest: Akademiai Kiado. Machmud M, 1985. Bacterial wilt in Indonesia. In Bacterial Wilt Disease in Asia and the South Pasific. ACIAR Proceedings. 13 : 3034 Nunez JJ, Gilbertson RL, Meng X, Davis, RM. 2002. Frist report of Xanthomonas leaf blight of onion in California. Plant Dis 86:330-337. Paulraj L, Garrow WO. 1993. Leaf blight og onion in Barbados caused by Xanthomonas campestris. Plant Dis. 86 330 - 336
45 Pusat Karantina Pertanian. 2005. Daftar Organisme pengganggu Tumbuhan yang dilaporkan belum terdapat di wilayah Republik Indonesia. http://www.deptan.ao.id/CAQ /lndex.htm Resti Z. 2005. Tingkat serangan penyakit hawar daun bakteri yang disebabkan oleh Xanthomonas axonopodis pv allii pada beberapa jenis tanaman bawang (Allium sp). Artikel penelitian Dana DIPA. Padang: Lembaga Penelitian Universitas Andalas. Roumagnac P, Pruvost O, Chiroleu O, Hughes, H. 2004. Spatial and temporal analysis of bacterial blight of onion caused by Xanthomonas axonopodis pv. allii. Phytophatology 94: 138-146. Schaad NW, Jones JB, Chun W. 2001. Laboratory Guide for Identification of Plant. Pathogenic Bacteria. St Paul: The American Phytopatology Society. Schwartz H, Otta K. 2000. Frist report of leaf blight of onion caused by Xanthomonas campestris in Colarado. Plant Dis 84. 922-926.