PEMETAAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO
REZA PRADIPTA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
PEMETAAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO
REZA PRADIPTA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN REZA PRADIPTA. Pemetaan Distribusi Suhu Permukaan Sebagai Dasar Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Sidoarjo. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan SITI BADRIYAH RUSHAYATI Kabupaten Sidoarjo mendapat limpahan pengembangan ekonomi akibat letaknya yang berbatasan dengan Kota Surabaya. Kebutuhan ruang yang meningkat memungkinkan untuk mengubah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kabupaten Sidoarjo menjadi areal perdagangan, industri maupun permukiman penduduk serta dapat berakibat pada suhu yang semakin meningkat pula. Dengan diketahuinya hubungan antara suhu permukaan dengan jarak ke RTH di Kabupaten Sidoarjo, RTH di Kabupaten Sidoarjo diharapkan mampu berperan maksimal dalam memodifikasi suhu udara kota. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan membangun model hubungan jarak antara RTH terhadap suhu permukaan serta memberikan alternatif pengembangan RTH di Kabupaten Sidoarjo. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menggunakan penginderaan jauh dengan menggunakan satelit Landsat 7 ETM. Pengolahan citra satelit dilakukan untuk menentukan klasifikasi penutupan lahan dan estimasi suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo. Pada penutupan lahan berupa RTH (rumput dan semak, sawah, ladang, vegetasi rapat, vegetasi jarang) dilakukan penghitungan jarak dengan menggunakan prinsip euclidean distance. Dengan demikian, fungsi RTH pada penelitian ini merupakan fungsi jarak antar kelas vegetasi. Analisis regresi dilakukan untuk menghubungkan suhu permukaan, rumput dan semak, sawah, ladang, vegetasi rapat dan vegetasi jarang. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh model dengan persamaan y = 28,7 + 0,00348 x1 + 0,593 Ln x2 + 0,565 Ln x3 dengan y adalah suhu permukaan, x1 adalah jarak titik amatan terhadap rumput dan semak, x2 adalah jarak titik amatan terhadap ladang dan x3 adalah jarak titik amatan terhadap vegetasi jarang. Dalam persamaan ini vegetasi rapat tidak berpengaruh nyata terhadap suhu permukaan diduga karena tersebarnya secara dominan persawahan dan perladangan serta luasan vegetasi rapat yang cukup kecil. Alternatif pengembangan RTH sebaiknya dilakukan pada lokasi dengan suhu permukaan tinggi yakni kawasan sekitar PT Tjiwi Kimia, Kecamatan Sidoarjo dan Waru, jalur by pass kendaraan Krian-Tarik, serta jalan sekitar kawasan semburan lumpur Porong. Pengembangan RTH di Kabupaten Sidoarjo dilakukan dengan penanaman pohon, pembuatan taman vertikal pada pekarangan rumah, penanaman dan pengkayaan jenis RTH sempadan sungai, penanaman dan pengkayaan jenis pada RTH jalur kendaraan serta pembuatan taman vertikal di lokasi perkantoran ataupun industri. Kata kunci : Penginderaan jauh, RTH, suhu permukaan.
SUMMARY REZA PRADIPTA. Surface Temperature Distribution Mapping Basal Green Space Development on Sidoarjo Regency. Under Supervision of LILIK BUDI PRASETYO and SITI BADRIYAH RUSHAYATI Sidoarjo Regency had an surplus economic development due to its location boundary with Surabaya City. The increased space requirement allows for changing the green space in Sidoarjo Regency to be a trade area, industrial and residential area and may result in increasing the temperature too. With discovery of the relation between surface temperature with the green space distance in Sidoarjo Regency, green space at Sidoarjo Regency is expected can get maximal role in modify city air temperature. The research aims is to assess and build the relationship models between the green space distance with surface temperature and provide an alternative green space development in Sidoarjo Regency. The used method to achieve this goal is remote sensing using Landsat 7 ETM satellite. Satellite image processing is done to determine the land cover classification and surface temperature estimation in Sidoarjo Regency. On the land cover like green space (grass and bush, rice field, farm, close vegetation, rare vegetation) the distance was calculated using the euclidean distance principle. In addition, the function of green space in this research is a function of the distance between vegetation classes. Regression analysis had used to relate the surface temperature, grass and bush, rice field, farm, close vegetation and rare vegetation. Based on analytical result had obtained a model with equation y = 28,7 + 0,00348 x1 + 0,593 Ln x2 + 0,565 Ln x3 with y is the surface temperature, x1 is a distance of observation point to grass and bush, x2 is a distance of observation point to farm and x3 is a distance of observation point to rare vegetation. In this equation, close vegetation does not affect significantly to surface temperature because the rice fields and farming are spread and the close vegetation area is quite small. Alternative green space development is should be done on location with a high surface temperature which the area is around PT Tjiwi Kimia, Sidoarjo and Waru district, Krian-Tarik by pass roads, and roads around the area of Porong mudflow. Green space development at Sidoarjo Regency was done by planting trees, creating a vertical garden on home yard, planting and enriching the river border green space, planting and enriching green space of roads and creating a vertical garden at the office or industrial site. Keywords: Remote sensing, green space, surface temperature.
PERNYATAAN Bismillahhirrahmanirrahim. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Esa, saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemetaan Distribusi Suhu Permukaan Sebagai Dasar Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Sidoarjo” adalah hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dalam penyusunannya dan belum pernah dipergunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2012
Reza Pradipta NIM. E34070028
Judul Skripsi
: Pemetaan
Distribusi
Suhu
Permukaan
Sebagai
Dasar
Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Sidoarjo Nama
: Reza Pradipta
NIM
: E34070028
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc
Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si
NIP. 19620316 198803 1 002
NIP. 19650704 200003 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 198403 1 003
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan seluruh karunia, rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penyusunan skripsi dapat berjalan lancar. Skripsi ini memuat pokok bahasan mengenai kondisi suhu permukaan serta kondisi jarak antara Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kabupaten Sidoarjo. Seluruh hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kondisi RTH serta menjadi pertimbangan bagi pengembangan dan pengelolaan RTH di Kabupaten Sidoarjo. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu diharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan orang lain.
Bogor, April 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 25 April 1989 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Abe Suprihatin dan Sri Suparti. Penulis melakukan pendidikan di SDN Pabean 3, Sedati kemudian melanjutkan ke SMPN 1 Waru Sidoarjo. Penulis melanjutkan studinya di SMAN 2 Surabaya dan pada tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah menjadi ketua lorong 9 di asrama TPB IPB gedung C1 pada 2007-2008. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif berkegiatan di Uni Konservasi Fauna (UKF), pada 2008-2009 menjadi anggota Departemen Infokom UKF dan pada 2009-2010 penulis menjadi ketua Departemen Infokom UKF. Penulis pernah menjadi panitia Bina Corps Rimbawan (BCR) Fakultas Kehutanan pada tahun 2009 dan 2010 serta menjadi anggota tim Sepakbola Fakultas Kehutanan di tahun 2010 dan 2011. Penulis pernah mendapatkan hibah dana dari program Mahasiswa Wirausaha (PMW) 2010 untuk usaha Es Krim Madu. Penulis juga aktif dalam organisasi mahasiswa daerah, Himpunan Mahasiswa Surabaya Gresik Sidoarjo Mojokerto (Himasurya plus), menjadi ketua Departemen Olahraga dan Seni pada 2009-2010 dan pada kepengurusan 2010-2011 menjadi ketua umum Himasurya plus. Penulis pernah melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Papandayan-Cagar Alam (CA) Leuweung Sancang, Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan Perhutani unit III KPH Cianjur, penulis juga telah melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional (TN) Gunung Merbabu. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi berjudul “Pemetaan Distribusi Suhu Permukaan Sebagai Dasar Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Sidoarjo” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si.
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si terima ksih atas segala bimbingan dan arahannya. 2. Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc selaku ketua pada sidang komprehensif dan moderator pada seminar penelitian serta Ir. Oemijati Rachmatsjah, MS selaku wakil penguji dari Departemen Silvikultur, terima kasih atas masukan yang diberikan. 3. Kepada seluruh staf Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Jawa Timur, Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Sidoarjo, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Sidoarjo, Badan Perencanaan Daerah Sidoarjo, Stasiun Meteorologi Juanda, Badan Pusat Statistik Sidoarjo, serta Dirjen Kesatuan Bangsa dan Politik Kemendagri RI terima kasih atas bantuan yang diberikan. 4. Keluarga besar yang selalu penulis banggakan, ibu bapakku, Sri Suparti dan Abe Suprihatin, kakak Ryan Wicaksono dan adik Citra Delonix Regia. Inilah persembahan kecil penulis untuk kalian. 5. Putri Yasmin Nurul Fajri, Age Kridalaksana, Erlina Yanti, yang selalu membantu dari masa pembuatan proposal hingga pengolahan data. Kak Adi’38, Rifda, terima kasih atas pinjaman peralatan dan bantuan selama penelitian. 6. Penghuni kontrakan IC Balio 33b: Rizki A Pambudi, John S Lembong, Sony S Budiawan, Akrom Mubarok, Mufti F Barri, Rizki Mohfar, dan Niku Khoiru Graito Utomo terima kasih atas kebersamaan dan motivasi selama ini. Kuntoro Bayu Aji 41, Raden Yosi ZM 41, Dwi Suryana 41, Andhy P Sayogo 41, Entol M Aaf Afnan 41, Heri Sudarno 41, Andi N Cahyana 41 dan M Faesal R Khakim 41 terima kasih telah banyak menceritakan pengalaman dan memberi inspirasi. 7. Teman-teman Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial: Irham Fauzi, Angga Zaelani, Sri Gosleana, I Made Haribhawana, yang banyak memberi ilmu baru. Agus Prayitno, Age I Pertiwi, Ardi C Yunianto, Mahdi, Caca & Muis 43 terima kasih atas saran yang diberikan. 8. Teman teman di Omda Himasurya plus: Sudi, Julianto, Mita, Ita, Kuswanto, Winda, Nandya, Mahardi, Bergas dan Miftachu mari kita bangun tanah
kebanggaan kita. Helga, Haryo, Endita, Laras, Ruli, Davidia, Indira, Mas Rofik, Mbak Sika terima kasih selalu mengingatkan penelitian ini. 9. Teman teman di UKM Uni Konservasi Fauna: Hana, Dini, Agung, Bang Ucok. Kepada tim redaksi Animal Eyes: Yeni, Reyna, Peni, Heri, Dika, Nurol, Aidell, Nanang, Erry Kurniawan, Pakde Fatkurrahman, terima kasih mau bertukar pikiran mengajari tulisan tersebut. Juli, Risma, Mastika, Sifa’3, terima kasih untuk ilmu yang diberikan. 10. Keluarga besar KSHE 44 KOAK: Asih, Choirunnisa, Gita, serta Gigih selamat berjuang. Terima kasih untuk Indah Sulistin Rahayu, Rona, Irvan, Dinar, Metha, Neina, Rahmi, Brigitta, Dewanti, Teman BCR Seruni dan Sarlita, Teman Gebyar AK 5 2008, Tim PKL Merbabu 2011, dan Zulfikri teman dari masa TPB penulis. Terima kasih untuk Hireng Ambaraji, Nini Sriani, Windy Mardiqa Riani, Atik Wuryani, atas pengalamannya menjalankan wirausaha EDU Honey ice cream. 11. Teman-teman FAHUTAN 44 Langau: Erry Wicaksono, Aditya Pradhana, Andrie Ridzki, Rian Slamet, Novan Indra terima kasih atas masukan yang diberikan. Tantri Janiatri, Vivi Selviana, Eri Septyawardani, IP Arimbawa, dan semua teman di Laboratorium Remote Sensing MNH, terima kasih telah berbagi ilmu. Terima kasih untuk Nur Samsi Irawan, Rizki Saputra, Jayus, Renato, Teman BCR AK 7 Annonaceae, Temen P2EH, Teman P2H, A Purwaningsih dan M Nuswantari. 12. Bu Evan, Bu Ratna, A’ Dudi, Mas Saipul, Babeh serta semua staf, pegawai dan mamang bibi di Fakultas Kehutanan, terima kasih atas bantuan yang diberikan. Nono GFM, Guntur & Arif ARL44, Ikin ARL46, Anang & Bagus FKH, N Rahmadiyanti serta Yohanna Dalimunthe terima kasih telah banyak memberi inspirasi. 13. Semua Guru dari TK, SD, SMP dan SMA yang telah mengajarkan penulis serta semua teman di kompleks Pabean Asri dan teman dari TK, SD, SMP, SMA, terima kasih untuk Egisa T Maris, Arlingga T dan SN Prawindrijo. 14. Keluarga di Cikaret Bogor, Tangerang dan Jakarta: Om Kris, Tante Farah, Anne Erythriana, Mbah Jumali, Om Teguh, Bule Leli, Om Saring dan Bule Tika. Terima kasih telah memberi dukungan dan kesediannya menampung penulis. Semua pihak yang belum bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu hingga selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih.
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ....................................................................................
i
DAFTAR ISI ...................................................................................................
v
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
ix
PENDAHULUAN ..........................................................................
1
1.1 Latar Belakang.................................................................................
1
1.2 Tujuan ..............................................................................................
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................
3
2.1 Suhu Permukaan ..............................................................................
3
2.2 Ruang Terbuka Hijau.......................................................................
4
2.3 Penginderaan Jauh ...........................................................................
5
2.4 Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Studi Suhu Permukaan .............
7
BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................
9
3.1 Tempat dan Waktu...........................................................................
9
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................
9
3.3 Pengolahan Citra Satelit Landsat .....................................................
10
3.3.1 Perbaikan citra (image restoration) ......................................
10
3.3.2 Pemotongan citra (subset image) ..........................................
10
3.3.3 Klasifikasi citra (image classification) .................................
10
BAB I.
3.3.4 Pengolahan citra landsat band 6 untuk estimasi suhu permukaan ............................................................................
11
3.4 Penentuan Jarak dengan Metode Euclidean Distance .....................
12
3.5 Pembuatan Model ............................................................................
13
3.6 Survey Lapangan .............................................................................
14
BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ...............................
16
4.1 Letak Geografis ...............................................................................
16
4.2 Kondisi Fisik Lingkungan ...............................................................
16
4.2.1 Topografi ..............................................................................
16
4.2.2 Kondisi iklim ........................................................................
16
4.2.3 Geologi .................................................................................
17
4.3 Keadaan Penduduk ..........................................................................
17
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................
18
5.1 Penutupan Lahan .............................................................................
18
5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo ...................................
18
5.1.2 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo tahun 2011 ................
20
5.2 Distribusi Suhu Permukaan .............................................................
28
5.2.1 Suhu permukaan Kabupaten Sidoarjo ..................................
28
5.2.2 Distribusi suhu permukaan Kabupaten Sidoarjo tahun 2011
31
5.2.3 Hubungan suhu permukaan dengan tutupan lahan ...............
33
5.3 Penentuan Pengaruh Jarak Jangkau Ruang Terbuka Hijau terhadap Suhu Permukaan ...............................................................
36
5.4 Pengembangan Ruang Terbuka Hijau .............................................
39
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................
43
6.1 Kesimpulan ......................................................................................
43
6.2 Saran ................................................................................................
44
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
45
LAMPIRAN ....................................................................................................
48
vi
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1
Aplikasi dan saluran spektral (band) thematic mapper ............................
6
2
Konstanta K1 dan K2 untuk Landsat 5/TM dan Landsat 7/ETM .............
12
3
Distribusi tutupan lahan Kabupaten Sidoarjo ...........................................
20
4
Suhu permukaan Kabupaten Sidoarjo tahun 2011 ....................................
28
5
Hubungan suhu permukaan dengan lahan RTH di Kabupaten Sidoarjo ..
33
6
Rencana pengembangan RTH...................................................................
40
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1
Peta wilayah administrasi Kabupaten Sidoarjo. ........................................
9
2
Diagram alir tahapan penelitian. ...............................................................
15
3
Tambak di wilayah Waru (kiri) dan Sungai Porong (kanan). ...................
21
4
Lahan terbangun di Kecamatan Sedati......................................................
22
5
Sawah di Kecamatan Balongbendo (kiri) dan Prambon (kanan). .............
22
6
Ladang jagung di Kecamatan Balongbendo dan ladang tebu di Kecamatan Krian.......................................................................................
23
7
Rumput di kawasan Bandara Udara Juanda, Kecamatan Sedati. ..............
24
8
Jalur hijau jalan di Kecamatan Sidoarjo dan Kecamatan Buduran. ..........
25
9
Kawasan lumpur Lapindo, Kecamatan Porong. .......................................
25
10 Hutan rapat di Kecamatan Sidoarjo dan arboretum Balai KSDA Kementrian Kehutanan Jawa Timur di Kecamatan Sedati. ......................
26
11 Peta kasifikasi tutupan lahan Kabupaten Sidoarjo 2011. ..........................
27
12 Peta distribusi suhu permukaan Kabupaten Sidoarjo 2011. ......................
30
13 Grafik suhu permukaan pada berbagai tipe penutupan lahan. ..................
35
14 Peta sebaran titik amatan pengukuran jarak. .............................................
36
15 Uji kenormalan residual model 1 terhadap suhu permukaan. ...................
37
16 Taman atap di kawasan Bandara Udara Juanda, Kecamatan Sedati. ........
42
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1
Uji akurasi klasifikasi lahan ......................................................................
2
Penutupan lahan per wilayah kecamatan di Kabupaten Sidoarjo tahun
49
2011...........................................................................................................
51
3
Data pembuatan model .............................................................................
53
4
Data validasi model ...................................................................................
57
5
Analisis regresi lahan RTH terhadap suhu permukaan .............................
61
6
Alternatif tanaman dan ilustrasi untuk pengembangan RTH ....................
62
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Sidoarjo merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang mengalami
perkembangan pesat terutama di bidang industri, perdagangan, dan jasa. Hal ini disebabkan oleh letak Kabupaten Sidoarjo berbatasan dengan Kota Surabaya yang menyebabkan Kabupaten Sidoarjo mendapat limpahan pengembangan ekonomi akibat hubungan kegiatan perekonomian antara Kabupaten Mojokerto, Malang, dan Pasuruan dengan Kota Surabaya. Kegiatan pembangunan dilakukan seiring perekonomian yang meningkat sehingga dapat menyebabkan peningkatan suhu. Selain itu, pembangunan yang terjadi dapat menyebabkan berubahnya iklim mikro kota yang berpengaruh terhadap kenyamanan setiap penduduk Kabupaten Sidoarjo. Luas total wilayah Kabupaten Sidoarjo sebesar 71.424,25 ha. Pada akhir tahun 2009, berdasarkan data dari registrasi penduduk, jumlah penduduk di Kabupaten Sidoarjo sebanyak 1.964.761 jiwa. Jumlah penduduk yang padat akan mengakibatkan kegiatan pembangunan semakin meningkat serta dapat berakibat pada suhu yang semakin meningkat pula. Alikodra dan Syaukani (2004) menjelaskan bahwa kepadatan penduduk yang amat tinggi telah menekan lingkungan hidup yang amat mencemaskan. Hal ini akan berdampak pada lingkungan yang akan semakin terdegradasi, miskin hutan, pekat pencemaran dan hilangnya keanekaragaman jenis. Kebutuhan ruang di Kabupaten Sidoarjo turut meningkat seiring dengan kegiatan pembangunan di bidang ekonomi dan meningkatnya pertambahan penduduk. Pemenuhan kebutuhan ruang bagi kegiatan perekonomian dan penduduk Kabupaten Sidoarjo kemungkinan besar dapat mengubah Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi areal perdagangan, industri maupun permukimanpermukiman penduduk. Dengan berkurangnya RTH akan dapat mengakibatkan semakin meningkatnya suhu udara kota. Rijal (2008), menyebutkan bahwa pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat, baik yang disebabkan oleh kelahiran maupun angka urbanisasi, serta pertambahan sarana dan prasarana
2
pendukung berakibat terhadap penggunaan lahan yang pada akhirnya akan menggeser daerah RTH kota. Ruang Terbuka Hijau memiliki kemampuan untuk menurunkan suhu udara. Moniaga (2008) menyebutkan bahwa RTH memiliki fungsi secara ekologi dalam ameliorasi iklim. RTH dapat memodifikasi suhu, dimana daun-daun tanaman menyerap sinar matahari kemudian mengubah gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan O2. Vegetasi pada RTH menguapkan uap air sehingga suhu di bawah tegakan pohon menjadi rendah dibandingkan di luar tegakan pohon. Keberadaan RTH yang penting ini kurang mendapat perhatian, terutama dalam tata letak penempatannya. Dengan diketahuinya lokasi-lokasi yang tepat dalam penempatan RTH, fungsi RTH dapat dimaksimalkan dalam memodifikasi suhu udara kota serta meredam panas. Penentuan jarak antar RTH perlu diketahui sehingga fungsi RTH dapat efektif dalam menciptakan iklim mikro. Hubungan antara suhu permukaan dengan jarak ke RTH di Kabupaten Sidoarjo dilakukan dengan teknik penginderaan jauh. Pendugaan penentuan jarak antar RTH dilakukan, serta sebaran suhu permukaan dipetakan. Dengan diketahuinya hubungan antara suhu permukaan dengan jarak ke RTH di Kabupaten Sidoarjo, diharapkan dapat memberikan rekomendasi mengenai tata letak RTH yang akan direncanakan sehingga RTH di Kabupaten Sidoarjo mampu berperan maksimal dalam memodifikasi suhu udara kota.
1.2
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan membangun model hubungan
jarak antara RTH terhadap suhu permukaan serta memberikan alternatif pengembangan RTH di Kabupaten Sidoarjo.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk
suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan untuk vegetasi dapat dipandang sebagai suhu permukaan kanopi tumbuhan dan pada tubuh air merupakan suhu dari permukaan air tersebut. Ketika radiasi melewati permukaan suatu obyek, fluks energi tersebut akan meningkatkan suhu permukaan obyek. Hal ini akan meningkatkan fluks energi yang keluar dari permukaan benda tersebut. Energi panas tersebut akan dipindahkan dari permukaan yang lebih panas ke udara di atasnya yang lebih dingin. Sebaliknya, jika udara lebih panas dan permukaan lebih dingin, panas akan dipindahkan dari udara ke permukaan di bawahnya (Rosenberg 1974 diacu dalam Fajri 2011). Vogt (1996) diacu dalam Prasasti (2004) mengatakan, suhu permukaan merupakan salah satu parameter kunci bagi neraca energi di permukaan dan juga merupakan parameter klimatologis yang utama. Suhu permukaan dapat mengendalikan fluks energi gelombang panjang yang kembali ke atmosfer dan sangat tergantung pada keadaan parameter permukaan lainnya, seperti albedo, kelembaban permukaan, kondisi dan tingkat penutupan vegetasi. Respon suhu permukaan sangat ditentukan oleh radiasi matahari yang datang pada permukaan, dan oleh parameter-parameter yang berhubungan dengan kondisi permukaan serta atmosfer seperti kelembaban tanah, termal inersia dan albedo. Pada permukaan bervegetasi, suhu permukaan kanopi secara tidak langsung dikendalikan oleh ketersediaan air pada mintakat (zone) perakaran dan secara langsung oleh evapotranspirasi (Carlson 1986 diacu dalam Prasasti 2004). Konsentrasi penduduk pada wilayah tertentu ditambah dengan adanya industri dan perdagangan serta transportasi kota yang padat menyebabkan terjadinya thermal pollution yang kemudian membentuk pulau panas atau heat island. Heat island terjadi karena adanya emisi panas yang direfleksikan dari permukaan bumi ke atmosfer (Setyowati 2008). Heat island merupakan suatu
4
fenomena atau kejadian peningkatan suhu udara di wilayah perkotaan dibandingkan dengan daerah di sekitarnya hingga mencapai 3-10 oC. Fenomena ini disebabkan oleh adanya perubahan tata guna lahan dari vegetasi menjadi daerah yang beraspal, beton dan lahan terbuka (Khomarudin 2004). Heat island adalah suatu fenomena suhu udara di daerah yang padat bangunan lebih tinggi daripada suhu udara di sekitarnya, baik di desa maupun di pinggir kota. Fenomena heat island ditandai dengan adanya suatu daerah yang memiliki suhu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di sekitarnya (Givoni 1989 diacu dalam Adiningsih et al. 2001). Umumnya suhu udara yang tertinggi akan terdapat di pusat kota dan akan menurun secara bertahap ke arah pinggir kota (sub urban) sampai ke desa. Suhu tahunan rata-rata di kota lebih besar sekitar 3 oC dibandingkan dengan pinggir kota (Landsberg 1981 diacu dalam Adiningsih et al. 2001). Khomarudin (2004) menyebutkan bahwa heat island terbentuk jika sebagian tumbuh-tumbuhan (vegetasi) digantikan oleh aspal dan beton untuk jalan, bangunan dan struktur lain diperlukan untuk mengakomodasi pertumbuhan populasi manusia. Permukaan yang tergantikan tersebut lebih banyak menyerap panas matahari dan juga lebih banyak memantulkannya, sehingga menyebabkan suhu permukaan dan suhu lingkungan naik.
2.2
Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 tahun 2007
tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, RTH Kawasan Perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 29 menyebutkan bahwa RTH terdiri dari RTH publik dan RTH privat dengan proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota, yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat.
5
Moniaga (2008) menyebutkan bahwa RTH memiliki fungsi secara ekologi dalam ameliorasi iklim. RTH dapat memodifikasi suhu, pada siang hari daundaun tanaman menyerap sinar matahari dalam proses asimilasi, yang mengubah gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan O2. Bersama vegetasi lain menguapkan uap air melalui proses evapotranspirasi, oleh karena itu suhu di bawah tegakan pohon menjadi rendah dibandingkan di luar tegakan pohon. Fracillia (2007) mengatakan, keberadaan vegetasi atau permukaan air dapat menurunkan suhu karena sebagian energi radiasi matahari yang diserap permukaan akan dimanfaatkan untuk menguapkan air dari jaringan tumbuhan (transpirasi) atau langsung dari permukaan air atau permukaan padat yang mengandung air (evaporasi). Ruang Terbuka Hijau juga dapat berfungsi dalam merekayasa lingkungan. Polutan berupa gas atau partikel debu yang berasal dari industri antara lain karbon monoksida, dari kendaraan bermotor, atau dari rumah tangga, partikelpartikel tersebut dapat dijebak oleh daun-daun, cabang dan ranting melalui proses impaction yang berfungsi sebagai filter di udara (Moniaga 2008). Keberadaan RTH pada wilayah perkotaan sangat diperlukan, untuk mengembalikan kondisi lingkungan perkotaan yang telah tercemar sehingga mampu memperbaiki keseimbangan ekosistem kota. Hilangnya RTH merupakan pemicu munculnya heat island dan hilangnya pengendali emisi (gas buang) kota. Antara lain berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan hidup, perubahan sifat-sifat radioaktif termal, aerodinamik dan hidrologi, terjadi perubahan iklim setempat, sampai perubahan ekosistem alami (Setyowati 2008).
2.3
Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan suatu ilmu atau teknologi untuk
memperoleh informasi atau fenomena alam melalui analisis suatu data yang diperoleh dari hasil rekaman obyek, daerah atau fenomena yang dikaji. Perekaman atau pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat pengindera (sensor) yang dipasang pada pesawat terbang atau satelit (Lillesand & Kiefer 1990).
6
Teknologi penginderaan jauh satelit dipelopori oleh NASA Amerika Serikat dengan diluncurkannya satelit sumberdaya alam yang pertama, yang disebut ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellites) pada tanggal 23 Juli 1972, menyusul ERTS-2 pada tahun 1975, satelit ini membawa sensor RBV (Return Beam Vidicon) dan MSS (Multi Spectral Scanner) yang mempunyai resolusi spasial 80 x 80 m. Satelit ERTS-1, ERTS-2 yang kemudian setelah diluncurkan berganti nama menjadi Landsat 1, Landsat 2, diteruskan dengan seriseri berikutnya (Lillesand & Kiefer 1990). Isdiyantoro (2007) menyebutkan, Landsat 7 merupakan kelanjutan dari Landsat 4, 5, dan 6, mempunyai karakteristik yang sama dengan Landsat 5 yang masih bergenerasi. Pada Landsat 7 mempunyai 2 sensor yaitu ETM+ (Enhanced Thematic Mapper) dan HRMSI (High Resolution Multispectral Stereo Image). Landsat 7 ETM+ mempunyai resolusi spasial 15 m untuk pankromatik dan 30 m untuk multispektral, resolusi temporal 16 hari, resolusi spektral dan radiometrik 7 kanal. Sedangkan Landsat 7 HRMSI mempunyai resolusi spasial 4,5 m untuk pankromatik dan 10 m untuk multispektral, resolusi temporal 3 hari, resolusi spektral dan radiometrik 4 kanal. Tabel 1 Aplikasi dan saluran spektral (band) thematic mapper 1
Kisaran Gelombang 0,45-0,52 µm
2
0,52-0,60 µm
3
0,63-0,69 µm
4
0,76-0,90 µm
5
1,55-1,75 µm
6 7
2,08-2,35 µm 10,40-12,50 µm
Saluran
Kegunaan Peningkatan penetrasi ke dalam tubuh air, mendukung analisis sifat khas penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi. Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak di antara dua saluran spektral serapan klorofil. Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan penilaian kesuburan. Saluran terpenting untuk memisahkan vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu bagian serapan klorofil dan memperkuat kontras antar kenampakan vegetasi dan non-vegetasi Saluran yang peka terhadap biomassa vegetasi, juga untuk identifikasi jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dengan tanaman, serta lahan dan air. Penentuan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman, dan kondisi kelembaban tanah. Pemisahan formasi batuan Saluran inframerah termal, bermanfaat untuk klasifikasi vegetasi, analisis ganguan vegetasi, pemisahan kelembaban tanah, dan sejumlah gejala lain yang berhubungan dengan panas.
Sumber: Lillesand & Kiefer (1990)
7
2.4
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Studi Suhu Permukaan Perubahan suhu udara pada dasarnya merupakan resultante dari berbagai
proses yang terjadi dalam suatu kawasan. Banyak aspek yang terlihat di dalamnya, termasuk di antaranya adalah perubahan penggunaan lahan yang sering dianggap sebagai penyebab peningkatan suhu kawasan. Dampak dari perubahan penggunaan lahan itu adalah perubahan suhu yang meningkat dari waktu ke waktu (Fracillia 2007). Peningkatan suhu dipelajari untuk memahami dampak perubahan lingkungan terhadap iklim mikro. Fenomena ini akan mempengaruhi permintaan energi, kesehatan masyarakat dan kondisi lingkungan (Chen et al. 2001 diacu dalam Fracillia 2007). Vazquet et al. (1997) diacu dalam Prasasti (2004) mengatakan hasil pengukuran kanal termal pada data satelit dapat digunakan dalam pemetaan pola suhu permukaan pada skala waktu dan spasial yang lebih luas. Suhu permukaan dapat diduga dari data kanal inframerah termal, dan khusus pada data NOAAAVHRR dengan menggunakan algoritma Split Window. Sedangkan, pada data Landsat-ETM dapat diduga dari nilai digital (Digital Number) kanal 6 (radiasi inframerah panas) yang telah terkoreksi secara radiometris (Malaret et al. 1985 diacu dalam Prasasti 2004). Baumann (2001) diacu dalam Khomarudin (2004), mengkaji heat island dengan data Landsat sensor 6 untuk mendeteksi daerah heat island di Washington DC, namun hasilnya tidak tergambar heat island yang luas tetapi kecil. Hal ini disebabkan oleh vegetasi yang masih mendominasi kota, sehingga sebaran heat island tidak mengumpul. Estes et al. (1999) diacu dalam Khomarudin (2004), mendeteksi heat island dengan data Landsat TM sensor 6 untuk dua kota sekaligus yaitu Atlanta dan Salt Lake City. Pada kedua hasil penelitiannya terlihat terjadi perubahan suhu permukaan di wilayah perkotaan dengan daerah perkampungan. Adiningsih et al. (1994) diacu dalam Adiningsih et al. (2001), mengkaji heat island dan perkembangannya di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi berdasarkan analisis suhu udara permukaan harian dari satelit NOAAAVHRR. Hasilnya menunjukkan, heat island berkembang cepat di musim kemarau dan sering terjadi di pusat kota.
8
Suhu udara permukaan di masing-masing penutup lahan umumnya meningkat setiap tahun karena adanya pertambahan luas penutup lahan yang banyak menghasilkan panas yaitu industri, lahan terbuka dan pemukiman. Sementara penutup lahan yang mampu meredam suhu seperti vegetasi tinggi, tanaman semusim dan badan air berkurang sehingga mengakibatkan peningkatan suhu (Adiningsih et al. 2001). Suhu permukaan DKI Jakarta tahun 1997 adalah sebesar 26,2 oC dan tahun 2004 mengalami kenaikan sebesar 0,4 oC yaitu menjadi 26,6 oC. Perubahan lahan menjadi wilayah pemukiman akan menyebabkan suhu yang tinggi (Fracillia 2007). Tursilowati (2007a) menyatakan bahwa, secara analisa kuantiatif dengan statistik terhitung adanya perluasan daerah dengan suhu tinggi (30-35 oC) yang terletak pada kawasan terbangun yang terdiri dari pemukiman dan industri di pusat Kota Bandung per tahun kira-kira 12.606 ha atau 4,47%. Tursilowati (2007a) mengatakan, daerah penyebaran urban heat island terletak di pusat Kota Bandung. Tingginya laju urbanisasi yang ditandai dengan meningkatnya lahan terbangun (pemukiman dan industri) menjadi salah satu penyebab meluasnya urban heat island yaitu bertambah luasnya area yang bersuhu tinggi (di atas 30 oC). Pada tahun 1994, Kota Surabaya masih memiliki suhu 25-28 oC di wilayah bagian selatan dan timur, namun pada tahun 2002 suhu ini terganti oleh suhu yang lebih tinggi (lebih dari 29 oC) hampir di semua wilayah. Hal ini menunjukkan bahwa di Kota Surabaya, urban heat island telah menyebar di seluruh area (Tursilowati 2007b). Tursilowati (2007b) menyebutkan bahwa dampak perubahan penggunaan lahan dan penutupan lahan pada skala yang lebih besar di Surabaya yakni bergantinya variabel iklim. Perubahan variabel iklim yaitu suhu udara (urban heat island), kelembaban relatif (RH) dan Temperature Humidity Index (THI).
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten
Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Sumber: Peta RTRW Kab. Sidoarjo & Peta RBI (dengan modifikasi)
Gambar 1 Peta wilayah administrasi Kabupaten Sidoarjo. 3.2
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer
yang dilengkapi dengan paket Sistem Informasi Geografis (perangkat keras dan lunak) dengan software Erdas Imagine 9.1, ArcGIS 9.3, Minitab 14. Alat yang digunakan di lapangan meliputi Global Positioning System (GPS) receiver, kamera digital, dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat 7 ETM path/row 118/065 Kabupaten Sidoarjo dengan tanggal akuisisi 28 Mei 2011, peta administrasi Kabupaten Sidoarjo dan peta Rupa Bumi Indonesia (RBI).
10
3.3
Pengolahan Citra Satelit Landsat
3.3.1
Perbaikan citra (image restoration) Perbaikan citra perlu dilakukan terhadap data citra satelit, yang
dimaksudkan untuk memperbaiki data citra yang mengalami distorsi pada saat ditransmisikan ke bumi, ke arah gambaran yang lebih sesuai dengan gambaran sebenarnya. Koreksi geometrik bertujuan untuk memulihkan citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat geografi. Hal pertama yang perlu dilakukan dalam koreksi geometrik adalah penentuan tipe proyeksi dan sistem koordinat yang akan digunakan. Penyeragaman data-data ke dalam sistem koordinat dan proyeksi yang sama perlu dilakukan, guna mempermudah dalam proses pengintegrasian data-data selama penelitian. Proyeksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Universal Transverse Mercator (UTM) dan sistem koordinat geografik menggunakan garis latitude (garis barat-timur) dan garis longitude (garis utara-selatan).
3.3.2
Pemotongan citra (subset image) Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi
obyek penelitian, dimana peta administrasi Kabupaten Sidoarjo hasil digitasi (peta digital) dijadikan acuan pemotongan citra. Batas wilayah yang akan dipotong dibuat dengan area of interest (aoi), yaitu pada wilayah yang termasuk ke dalam Kabupaten Sidoarjo.
3.3.3
Klasifikasi citra (image classification) Persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pengklasifikasian
adalah menetapkan kelas-kelas spektral yang terliput oleh citra satelit, kemudian membuat aturan penetapan klasifikasi setiap piksel ke dalam kelas-kelas yang telah ditentukan. Pemilihan kelompok-kelompok piksel ke dalam kelas klasifikasi merupakan proses pemilihan obyek (feature selection). Dalam penelitian ini, untuk klasifikasi citra menggunakan proses klasifikasi terbimbing (supervised classification) yang prosesnya melalui pemilihan kategori informasi atau kelas yang diinginkan dan kemudian memilih
11
daerah latihan (training area) yang mewakili tiap kategori. Tahapan yang dilakukan dalam klasifikasi terbimbing menggunakan software Erdas Imagine 9.1 1.
Pengenalan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra dengan berpedoman pada titik kontrol yang diambil pada lokasi penelitian menggunakan GPS receiver.
2.
Pemilihan daerah (area of interest) yang diidentifikasi sebagai satu tipe penutupan lahan berdasarkan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra.
3.
Proses klasifikasi citra yang dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan pola-pola spektral yang telah ditetapkan pada saat proses pemilihan daerah.
4.
Menggabungkan daerah-daerah yang memiliki tipe penutupan lahan yang sama (recode).
5.
Pengkoreksian citra hasil klasifikasi dengan membandingkannya dengan citra sebelum diklasifikasi. Setelah dilakukan pengoreksian terhadap citra hasil klasifikasi, dilakukan
uji akurasi. Penutupan lahan di wilayah Kabupaten Sidoarjo dibedakan menjadi lahan terbuka, lahan terbangun, rumput dan semak, sawah, ladang, vegetasi rapat, vegetasi jarang, badan air dan tidak ada data.
3.3.4
Pengolahan citra landsat band 6 untuk estimasi suhu permukaan Untuk estimasi nilai suhu permukaan, dibangun sebuah model pada model
maker pada software Erdas Imagine 9.1 untuk mengkonversi nilai-nilai piksel pada band 6 Landsat 7 ETM. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah nilai DN (Digital Number) untuk dilakukan konversi menjadi nilai spektral radiansi. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk mengkonversi nilai digital menjadi nilai spektral radiansi (USGS 2002, YCEO 2010). 𝐶𝑉R1 = keterangan: CVR1 : QCAL : LMINi : LMAXi : QCALMIN : QCALMAX :
𝐿𝑀𝐴𝑋 (𝑖) − 𝐿𝑀𝐼𝑁(𝑖) × 𝑄𝐶𝐴𝐿 − 𝑄𝐶𝐴𝐿𝑀𝐼𝑁 + 𝐿𝑀𝐼𝑁(𝐼) 𝑄𝐶𝐴𝐿𝑀𝐴𝑋 − 𝑄𝐶𝐴𝐿𝑀𝐼𝑁
the cell value as radiance digital number spectral radiance scales to QCALMIN spectral radiance scales to QCALMAX 1 (LGPS Products); 0 (NPLAS Products) Maximum pixel value (255)
12
Dengan diketahuinya nilai spektral radiansi, selanjutnya nilai spektral radiansi tersebut dikoreksi dengan memasukkan faktor emisivitas. 𝐶𝑉𝑅2 = keterangan: CVR2 : CVR1 : L↑MINi : L↓MAXi : ɛ : τ :
𝐶𝑉𝑅1 − 𝐿 ↑ 1 − 𝜀 − 𝐿↓ 𝜀 𝜀𝜏
the atmospherically corrected cell value as radiance the cell value as radiance upwelling Radiance (0,50) downwelling Radiance (0,84) transmittance (0,93) emissivity (typically 0.95)
Kemudian dilakukan konversi spektral radiansi yang terkoreksi untuk mengetahui suhu permukaan (USGS 2002):
𝑇=
𝐾2 𝐾1 +1) ln(𝐶𝑉 𝑅2
Keterangan : T : Suhu Efektif (K) K2 : Konstanta Kalibrasi 2 K1 : Konstanta Kalibrasi 1 CVR2 : Nilai radiansi terkoreksi
Tabel 2 Konstanta K1 dan K2 untuk Landsat 5/TM dan Landsat 7/ETM Satelit Landsat 5/TM Landsat 7/ETM
K1 (W/(m2*ster*µm) 607.76 666.09
K2 (Kelvin) 1260.56 1282.71
Sumber : USGS (2002)
3.4
Penentuan Jarak dengan Metode Euclidean Distance Euclidean distance merupakan teknik penghitungan jarak antara dua
obyek dengan menggunakan teorema phytagoras. Dalam penelitian ini, kelas penutupan lahan yang meliputi rumput dan semak, sawah, ladang, vegetasi rapat dan vegetasi jarang akan dihubungkan dengan penutupan lahan yang serupa. Dengan demikian, akan dihasilkan fungsi jarak antar vegetasi rapat yang satu dengan vegetasi rapat yang lainnya dalam lokasi penelitian, begitupun dengan rumput dan semak, sawah, ladang serta vegetasi jarang. Jarak-jarak tersebut digunakan sebagai peubah penjelas yang selanjutnya akan digunakan sebagai penduga suhu permukaan di suatu titik amatan.
13
3.5
Pembuatan Model Data yang diperoleh dari hasil interpretasi pada citra, selanjutnya dijadikan
sebagai peubah untuk menentukan atau menduga pengaruh jarak RTH terhadap suhu permukaan. 1. Penentuan Peubah Penentuan peubah dilakukan untuk mengetahui jenis peubah yang mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh model. Dalam menentukan jenis peubah, terlebih dahulu perlu dilakukan analisa hubungan tiap peubah. Pada penelitian kali ini, peubah yang menjadi kajian penelitian yaitu suhu permukaan, rumput dan semak, sawah, ladang, vegetasi rapat dan vegetasi jarang. Peubah penjelas berupa rumput dan semak, sawah, ladang, vegetasi rapat dan vegetasi jarang merupakan fungsi jarak yang diperoleh dari tahap penentuan jarak dengan metode euclidean distance. 2. Penentuan Titik Amatan Titik yang digunakan adalah titik pada penutupan lahan berupa lahan terbangun dan lahan terbuka pada wilayah kajian. Pada titik-titik tersebut akan ditentukan berbagai peubah penjelas yang selanjutnya akan diekstraksi sebagai suatu model. 3. Uji Asumsi Dalam memodelkan dengan menggunakan analisis regresi, maka diharapkan data mengikuti asumsi sebagai berikut : a. Galat dari peubah penjelas menyebar normal. b. Ragam pada peubah penjelas homogen (homoskendastisitas). c. Diantara peubah penjelas tidak terdapat multikolinieritas dan bila terdapat multikolinieritas, maka hanya digunakan peubah inti yang merupakan peubah utama yang paling berpengaruh terhadap suhu permukaan. d. Galat pada model linier bersifat bebas antara satu observasi dengan observasi berikutnya atau yang biasa disebut dengan tidak ada autokorelasi antar galat pada model. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi, dapat dilakukan dengan menggunakan statistik uji Durbin-Watson. Apabila nilai D-W mendekati angka 2, maka tidak terjadi autokorelasi.
14
4. Analisis Regresi Analisis regresi yang digunakan adalah dengan menghubungkan suhu permukaan, rumput dan semak, sawah, ladang, vegetasi rapat dan vegetasi jarang yang diperoleh dari data yang telah diolah. Selanjutnya, kelima prediktor tersebut akan dihubungkan dengan suhu permukaan titik amatan yang didasarkan pada koordinat titik tersebut. 5. Penentuan Peubah yang Berpengaruh Pada saat meregresikan suatu prediktor terhadap peubah respon, akan ada beberapa prediktor yang tidak berpengaruh terhadap peubah penjelas. Pada kondisi demikian, perlu adanya pemilihan prediktor yang berpengaruh dan selanjutnya dilakukan kembali analisis regresi. 6. Validasi Model Proses validasi model dimaksudkan untuk menguji kelayakan model untuk menduga titik-titik lain di wilayah kajian. Pada penelitian ini diambil 336 titik amatan. Validasi dilakukan dengan menggunakan 50% dari titik amatan, sehingga data yang digunakan untuk validasi adalah sebanyak 168 data dengan titik tersebar secara acak dan mewakili seluruh wilayah kajian.
3.6
Survey Lapangan Survey lapangan bertujuan untuk mengetahui kondisi lapangan dan
perubahan penutupan lahan. Pengambilan titik kontrol dilakukan tidak secara menyeluruh, melainkan hanya beberapa tempat saja yang dianggap dapat mewakili masing-masing kelas klasifikasi penutupan lahan. Setiap lokasi survey yang mewakili masing-masing kelas penutupan lahan, diambil titik koordinatnya dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) receiver.
15
Landsat 7 ETM Perbaikan citra
Pemotongan citra
Band 6
Band 1,2,3,4,5,dan 7
Suhu Permukaan
Klasifikasi terbimbing
Badan Air
Sawah Rumput &Semak
Ladang
Vegetasi rapat
Vegetasi jarang
Euclidean distance
Titik amatan Uji Asumsi Tidak
Terpenuhi Ya
Analisis regresi
Tidak Nyata
Model
Validasi
Gambar 2 Diagram alir tahapan penelitian.
Lahan Terbangun Lahan Terbuka
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis
4.1
Sidoarjo merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Timur. Secara geografis letak Kabupaten Sidoarjo berada di antara 7o 3’ - 7o 5’ Lintang Selatan dan 112o 5’ - 112o 9’ Bujur Timur. Kabupaten Sidoarjo terdiri atas 18 kecamatan, 322 desa dan 31 kelurahan. Kabupaten Sidoarjo memiliki luas wilayah 71.424,25 ha dengan batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut: 1.
Sebelah utara
: Kotamadya Surabaya dan Kabupaten Gresik
2.
Sebelah timur
: Selat Madura
3.
Sebelah selatan
: Kabupaten Pasuruan
4.
Sebelah barat
: Kabupaten Mojokerto
4.2
Kondisi Fisik Lingkungan
4.2.1
Topografi Wilayah Kabupaten Sidoarjo berada di dataran rendah. Ditinjau dari
topografi, Kabupaten Sidoarjo merupakan dataran delta dengan ketinggian antara 0-25 m. Wilayah bagian timur memiliki ketinggian 0-3 m dengan luas 19.006 ha (29,99%) merupakan daerah pantai dan pertambakkan. Wilayah bagian tengah, yang berair tawar (40,81%) dengan ketinggian 310 m dari permukaan laut merupakan daerah pemukiman, perdagangan dan pemerintahan. Wilayah bagian barat, meliputi 29,20%, dengan ketinggian 10-25 m dari permukaan laut merupakan daerah pertanian. 4.2.2
Kondisi iklim Kabupaten Sidoarjo beriklim tropis dan mengenal 2 musim yaitu musim
kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau berkisar antara bulan Mei sampai September dan musim penghujan berkisar di bulan Oktober sampai April. Kabupaten Sidoarjo memiliki suhu udara berkisar antara 20 °C hingga 35 °C. Kelembaban udara di Kabupaten Sidoarjo berkisar antara 51-89%, serta kecepatan angin sebesar 25 km/jam (BMKG 2011).
17
4.2.3
Geologi Struktur tanah Kabupaten Sidoarjo terdiri atas lapisan tanah aluvial kelabu
yang merata di 18 kecamatan seluas 47.017,64 ha. Asosiasi aluvial kelabu dan aluvial coklat seluas 4.970,23 ha yang hanya terletak di Kecamatan Krembung, Balongbendo, Tarik dan Prambon. Lapisan tanah aluvial hidromart seluas 21.361,23 ha menyebar di 8 kecamatan. Lapisan tanah gromosol kelabu tua seluas 870,70 ha hanya terletak di Kecamatan Buduran dan Gedangan. Kabupaten Sidoarjo memiliki beberapa lapisan batuan, untuk batuan alluvium seluas 24.602,07 ha yang tersebar di semua kecamatan. Lapisan batuan plistosen fasien sedimen seluas 2.736 ha terdapat di 6 kecamatan yakni Kecamatan Buduran, Taman, Sidoarjo, Waru, Gedangan dan Sedati. Daerah air tanah, payau, dan air asin mencapai luas 16.312,69 ha. Kedalaman air tanah ratarata 0-5 m dari permukaan tanah.
4.3
Keadaan Penduduk Penduduk Kota Sidoarjo pada akhir tahun 2009, berdasarkan data dari
registrasi penduduk, sebanyak 1.964.761 jiwa dengan kepadatan penduduk Sidoarjo 2.751 jiwa/ km2. Penduduk laki-laki sebanyak 988.166 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 976.595 jiwa (BPS Sidoarjo 2010). Mata pencaharian penduduk Kabupaten Sidoarjo di sektor perikanan & kelautan, pertanian, industri dan jasa.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Penutupan Lahan
5.1.1
Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan
yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Berdasarkan pengolahan citra satelit Landsat 7 ETM path/ row 118/065 pada 28 Mei 2011, didapatkan hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM wilayah Kabupaten Sidoarjo. Hasil interpretasi dilakukan dengan klasifikasi terbimbing dengan luas penutupan lahan berdasarkan pengolahan citra sebesar 71.931,04 ha, yaitu dengan klasifikasi penutupan lahan sebagai berikut: 1.
Lahan Terbuka Lahan terbuka dalam tipe penutupan lahan ini merupakan lahan kosong tidak bervegetasi seperti tanah gundul, dan areal proyek pembangunan yang awalnya merupakan areal bervegetasi. Berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM, lahan terbuka menunjukkan warna merah muda. Proses klasifikasi tipe penutupan lahan berupa lahan terbuka dicirikan dengan warna merah muda.
2.
Lahan Terbangun Lahan terbangun dalam tipe penutupan lahan ini berupa areal permukiman, kawasan industri, serta perkantoran. Selain itu, areal perdagangan, pusat perbelanjaan, pusat pemerintahan termasuk pula dalam lahan terbangun. Hasil interpretasi citra menunjukkan tipe klasifikasi ini berwarna merah muda gelap. Proses klasifikasi tipe penutupan lahan berupa lahan terbangun dicirikan dengan warna merah marun.
3.
Rumput dan semak Tipe penutupan lahan untuk rumput dan semak di lokasi penelitian berupa rerumputan serta semak-semak. Berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM, kelas rumput dan semak berwarna kuning kehijauan. Proses klasifikasi tipe penutupan lahan berupa rumput dan semak dicirikan dengan warna kuning.
19
4.
Sawah Sawah dalam tipe penutupan lahan ini berupa pertanian lahan basah terutama yang ditanami padi. Hasil interpretasi citra menunjukkan tipe klasifikasi ini berwarna biru keunguan (untuk sawah basah) serta warna hijau kebiruan (untuk sawah dengan tanaman padi). Proses klasifikasi sawah dicirikan dengan warna hijau kekuningan.
5.
Ladang Tipe penutupan lahan berupa ladang merupakan areal pertanian lahan kering yang ditumbuhi oleh tanaman semusim. Sebagian besar ladang di Kabupaten Sidoarjo ditanami tebu dan jagung. Hasil interpretasi citra menunjukkan tipe klasifikasi ini berwarna hijau terang serta berwarna oranye. Proses klasifikasi tipe penutupan lahan berupa ladang dicirikan dengan warna oranye.
6.
Vegetasi Rapat Tipe penutupan lahan untuk vegetasi rapat di Kabupaten Sidoarjo berupa hutan kota yang kompak dan rapat. Pada citra Landsat 7 ETM, penutupan lahan berupa vegetasi rapat terinterpretasi berwarna hijau tua. Proses klasifikasi tipe vegetasi rapat dicirikan dengan warna hijau gelap.
7.
Vegetasi Jarang Tipe penutupan lahan untuk vegetasi jarang di Kabupaten Sidoarjo berupa jalur hijau jalan. Penutupan lahan berupa vegetasi jarang, pada citra Landsat 7 ETM terinterpretasi berwarna abu-abu kehijauan, sedangkan proses klasifikasi tipe vegetasi jarang dicirikan dengan warna hijau terang.
8.
Badan Air Badan air dalam tipe penutupan lahan ini merupakan semua penampakan air yakni sungai, danau dan tambak. Hasil interpretasi citra menunjukkan tipe klasifikasi ini berwarna biru terang. Proses klasifikasi badan air dicirikan dengan warna biru. Warna biru secara umum juga digunakan sebagai ciri pada pengkelasan tipe penutupan lahan badan air dengan tujuan untuk mudah dipahami.
20
9.
Tidak Ada Data Tipe tidak ada data merupakan tipe penampakan permukaan bumi yang tertutup awan dan bayangan awan. Hasil interpretasi citra menunjukkan awan berwarna putih, bayangan awan berwarna abu-abu gelap. Citra yang terkena stripping (bergaris) termasuk ke dalam tipe tidak ada data. Stripping terjadi karena setelah tahun 2003 satelit perekaman citra mengalami kerusakan, sehingga citra satelit yang didapatkan pada 28 Mei 2011 mengalami stripping.
5.1.2 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo tahun 2011 Kabupaten Sidoarjo memiliki luas sebesar 71.931,04 ha berdasarkan pengolahan citra Landsat 7 ETM. Analisis hasil uji akurasi yang telah dilakukan untuk citra Landsat 7 ETM dengan tanggal akuisisi 28 Mei 2011, didapatkan nilai akurasi Overall Classification Accuracy sebesar 85,12% dan Overall Kappa Statistic 81,91%. Badan Survey Geologi Amerika Serikat (USGS) menetapkan tingkat ketelitian interpretasi minimum tidak kurang dari 85% dan ketelitian untuk beberapa kategori kurang lebih sama. Hasil uji akurasi kappa yang didapatkan adalah kurang dari 85%, hal ini dapat disebabkan karena titik ground check yang diperoleh kurang tersebar secara merata pada daerah penelitian. Data-data mengenai luas wilayah berbagai tipe penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo tahun 2011 dihasilkan dari proses klasifikasi citra Landsat 7 ETM. Tabel 3 Distribusi tutupan lahan Kabupaten Sidoarjo No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tutupan Lahan Lahan Terbuka Lahan Terbangun Rumput dan Semak Sawah Ladang Vegetasi Rapat Vegetasi Jarang Badan Air Tidak Ada Data TOTAL
Luas Hektar ( ha) 2.208,90 11.623,20 5.730,09 10.915,42 8.910,54 1.330,84 2.219,80 16.939,88 12.052,37 71.931,04
Persen (%) 3,07 16,16 7,97 15,17 12,39 1,85 3,09 23,55 16,76 100
21
Penutupan lahan dengan luasan terbesar yang berada di Kabupaten Sidoarjo adalah tipe badan air (Tabel 3). Badan air sebagian besar merupakan tambak-tambak di wilayah timur Kabupaten Sidoarjo. Selain tambak, badan air di Kabupaten Sidoarjo juga terdiri dari sungai dan danau. Sungai Porong merupakan salah satu sungai yang mengalir melewati Kabupaten Sidoarjo (Gambar 3). Badan air memiliki luas wilayah mencapai 16.939,88 ha yang menempati 23,55% dari luas wilayah Kabupaten Sidoarjo. Penutupan lahan berupa badan air dengan luasan paling besar terdapat di Kecamatan Jabon yakni seluas 4.511,89 ha atau 54,90% luas wilayah kecamatan. Penutupan lahan berupa badan air dengan persentase luasan paling besar terdapat di Kecamatan Sedati yakni mencapai 56,00% luas wilayah kecamatan atau seluas 4.436,54 ha. Lokasi tambak di Kabupaten Sidoarjo sebagian besar terdapat di Kecamatan Jabon dan Sedati. Penutupan lahan berupa badan air dengan luasan paling kecil terdapat di Kecamatan Tulangan yakni seluas 54,49 ha atau 1,72% luas wilayah kecamatan.
Gambar 3 Tambak di wilayah Waru (kiri) dan Sungai Porong (kanan). Tipe penutupan lahan berupa lahan terbangun menempati urutan kedua sebagai tipe penutupan lahan dengan luasan terbesar di Kabupaten Sidoarjo. Lahan terbangun memiliki luas sebesar 11.623,20 atau mencapai 16,16% dari luas wilayah Kabupaten Sidoarjo. Lahan terbangun di Kabupaten Sidoarjo berupa permukiman, kawasan industri, perkantoran, pasar dan lain-lain (Gambar 4). Berdasarkan klasifikasi citra Landsat 7 ETM pada 28 Mei 2011, lahan terbangun dengan luasan terbesar terdapat di Kecamatan Waru yakni seluas 1.166,22 ha atau sebesar 37,85% dari luas wilayah kecamatan. Kecamatan Waru
22
merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar yaitu 210.592 jiwa atau 10,69% dari total penduduk Sidoarjo (BPS Sidoarjo 2010). Lahan terbangun di Kecamatan Sidoarjo, yang merupakan wilayah pusat kota dan pusat aktivitas manusia baik kegiatan pemerintahan maupun kegiatan perdagangan, menempati 18,28% luas wilayah kecamatan atau seluas 1.136,73 ha.
Gambar 4 Lahan terbangun di Kecamatan Sedati. Lahan terbangun dengan luasan terkecil terdapat di Kecamatan Krembung yakni seluas 347,30 ha atau menempati 12,05% dari luas kecamatan. Lahan terbangun dengan persentase luasan terkecil terdapat di Kecamatan Jabon, yakni sebesar 4,23% dari luas wilayahnya atau sebesar 347,69 ha. Hasil sensus yang dilakukan BPS Sidoarjo (2010) menyebutkan bahwa Kecamatan Jabon merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit yaitu 58.274 jiwa atau hanya 3,05% dari seluruh penduduk Sidoarjo.
Gambar 5 Sawah di Kecamatan Balongbendo (kiri) dan Prambon (kanan). Sawah memiliki luas wilayah mencapai 10.915,42 ha atau sebesar 15,17% dari luas wilayah Kabupaten Sidoarjo (Gambar 5). Berdasarkan pengolahan citra Landsat 7 ETM, kecamatan dengan luasan terbesar untuk tipe penutupan lahan berupa sawah terdapat di Kecamatan Jabon yakni seluas 1.458,27 ha atau sebesar
23
17,74% dari luas wilayahnya. Kecamatan Sukodono merupakan kecamatan dengan persentase luasan terbesar untuk penutupan lahan berupa sawah yakni sebesar 25,12% (824,93 ha) dari luas wilayahnya dijadikan lahan persawahan. Kecamatan dengan luasan terkecil untuk tipe penutupan lahan berupa sawah terdapat di Kecamatan Waru yakni seluas 243,66 ha atau sebesar 7,91% dari luas wilayah kecamatan. Tipe penutupan lahan berupa ladang memiliki luas sebesar 8.910,54 ha. Luas ladang mencapai 12,39% dari luas Kabupaten Sidoarjo. Ladang di Kabupaten Sidoarjo kebanyakan ditanami oleh tanaman jagung dan tebu (Gambar 6). Kecamatan Krembung memiliki tipe penutupan lahan berupa ladang dengan luasan terbesar yakni mencapai 989,54 ha atau sebesar 34,34% dari luas wilayah kecamatan. Kecamatan Jabon merupakan kecamatan dengan persentase terkecil untuk luasan penutupan lahan berupa ladang yakni sebesar 3,99% dari luas wilayah kecamatan atau sebesar 327,65 ha merupakan ladang.
Gambar 6 Ladang jagung di Kecamatan Balongbendo dan ladang tebu di Kecamatan Krian. Tipe penutupan lahan berupa rumput dan semak memiliki luas sebesar 5.730,09 ha. Luas ini setara dengan 7,97% dari luas wilayah Kabupaten Sidoarjo. Berdasarkan klasifikasi citra Landsat 7 ETM pada 28 Mei 2011 kecamatan dengan luasan terbesar untuk tipe penutupan lahan berupa rumput dan semak terdapat di Kecamatan Wonoayu yakni seluas 480,52 ha atau sebesar 13,93% dari luas wilayah kecamatan. Kecamatan Sedati merupakan kecamatan dengan luasan terbesar kedua untuk penutupan lahan berupa rumput dan semak, yakni sebesar 468,43 ha atau mencapai 5,91% dari luas wilayah Kecamatan Sedati (Gambar 7).
24
Kecamatan Gedangan merupakan kecamatan yang memiliki luasan terkecil untuk tipe penutupan lahan berupa rumput dan semak, yakni sebesar 177,67 ha atau sebesar 7,47 % dari luas wilayah kecamatan. Kecamatan yang memiliki persentase luasan terkecil untuk tipe penutupan lahan berupa rumput dan semak adalah Kecamatan Jabon, yakni menempatkan 3,00% dari luas wilayahnya atau sebesar 246,23 ha merupakan rumput dan semak.
Gambar 7 Rumput di kawasan Bandara Udara Juanda, Kecamatan Sedati. Berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM pada 28 Mei 2011, tipe penutupan lahan berupa vegetasi jarang memiliki luas mencapai 2.219,80 ha. Vegetasi jarang memiliki luas yang mencakup 3,09% dari luas Kabupaten Sidoarjo. Vegetasi jarang di Kabupaten Sidoarjo terdiri dari jalur hijau jalan (Gambar 8). Kecamatan dengan luasan terbesar untuk penutupan lahan berupa vegetasi jarang adalah Kecamatan Jabon yakni sebesar 195,47 ha atau mencapai 2,38% luas wilayah kecamatan. Kecamatan dengan persentase luasan terbesar untuk tipe penutupan lahan berupa vegetasi jarang adalah Kecamatan Balongbendo, vegetasi jarang di Kecamatan Balongbendo menempati 5,09% (160,71 ha) dari luas wilayah kecamatan. Kecamatan dengan luasan terkecil untuk tipe penutupan lahan berupa vegetasi jarang adalah Kecamatan Porong. Vegetasi jarang di Kecamatan Porong tersebar pada lahan seluas 65,59 ha (2,10%). Kecamatan dengan persentase luasan terkecil untuk tipe penutupan lahan berupa vegetasi jarang adalah Kecamatan Sedati, vegetasi jarang di Kecamatan Sedati menempati 1,83% (144,92 ha) dari luas wilayah kecamatan.
25
Gambar 8 Jalur hijau jalan di Kecamatan Sidoarjo dan Kecamatan Buduran. Lahan terbuka mencakup 3,07% dari luas wilayah Kabupaten Sidoarjo. Lahan terbuka memiliki luas mencapai 2.208,90 ha yang merupakan lahan kosong tidak bervegetasi dan berupa areal proyek pembangunan yang awalnya merupakan areal bervegatasi. Kecamatan Porong merupakan kecamatan dengan lahan terbuka terluas yakni sebesar 336,93 ha atau mencapai 10,76 % dari luas wilayah kecamatan (Gambar 9). Kecamatan dengan luasan terkecil untuk penutupan lahan berupa lahan terbuka adalah Kecamatan Tarik, yakni seluas 50,14 ha atau sebesar 1,37% dari luas wilayah kecamatan. Kecamatan dengan persentase luasan terkecil untuk penutupan lahan berupa lahan terbuka adalah Kecamatan Jabon. Lahan terbuka di Kecamatan Jabon menempati 1,03% dari luas wilayah kecamatan atau sebesar 84,90 ha.
Gambar 9 Kawasan lumpur Lapindo, Kecamatan Porong. Vegetasi rapat merupakan tipe penutupan lahan dengan luasan terkecil di Kabupaten Sidoarjo. Vegetasi rapat memiliki luas sebesar 1.330,84 ha. Luasan ini mencakup 1,85% dari luas wilayah Kabupaten Sidoarjo. Vegetasi rapat terdiri dari hutan kota yang kompak dan rapat serta arboretum (Gambar 10). Berdasarkan klasifikasi citra Landsat 7 ETM pada 28 Mei 2011 tipe penutupan lahan berupa
26
vegetasi rapat dengan luasan terbesar terdapat di Kecamatan Tarik yakni seluas 140,51 ha atau sebesar 3,85% dari luas wilayah kecamatan. Kecamatan Sukodono memiliki tipe penutupan lahan berupa vegetasi rapat dengan persentase luasan terbesar, vegetasi rapat menempati 3,87% dari luas wilayahnya atau sebesar 126,96 ha. Kecamatan dengan luasan terkecil untuk penutupan lahan berupa vegetasi rapat adalah Kecamatan Waru, yakni seluas 31,04 ha atau sebesar 1,01% dari luas wilayah kecamatan. Kecamatan dengan persentase luasan terkecil untuk penutupan lahan berupa vegetasi rapat adalah Kecamatan Sidoarjo yakni menempati 0,73% dari luas wilayah kecamatan atau seluas 45,17 ha.
Gambar 10 Hutan rapat di Kecamatan Sidoarjo dan arboretum Balai KSDA Kementrian Kehutanan Jawa Timur di Kecamatan Sedati. Tipe tidak ada data memiliki luas mencapai 16,76% dari luas wilayah Kabupaten Sidoarjo. Kelas tidak ada data memiliki luas sebesar 12.052,37 ha. Kelas tidak ada data terdiri dari awan dan bayangan awan. Awan disebabkan kondisi cuaca pada saat pengambilan data. Bayangan awan dipengaruhi oleh adanya awan, serta luasannya dipengaruhi oleh sudut kemiringan matahari terhadap bumi, jenis awan dan ketinggian awan pada saat perekaman/ pengambilan citra dilakukan. Kelas tidak ada data juga disebabkan karena citra Landsat 7 ETM yang digunakan berbentuk stripping.
Gambar 11 Peta kasifikasi tutupan lahan Kabupaten Sidoarjo 2011.
27
28
5.2
Distribusi Suhu Permukaan
5.2.1
Suhu permukaan Kabupaten Sidoarjo Suhu permukaan yang diperoleh merupakan suhu permukaan hasil
pendugaan menggunakan satelit pada satu waktu, dan bukan merupakan suhu rataan dari berbagai waktu dan kondisi. Nilai suhu permukaan yang diperoleh merupakan dugaan nilai suhu permukaan yang terekam pada saat pencitraan satelit 28 Mei 2011. Hasil interpretasi dan analisis citra Landsat 7 ETM menunjukkan suhu permukaan Kabupaten Sidoarjo pada 28 Mei 2011 berkisar di antara < 26 oC hingga mencapai ≥ 40 oC. Nilai suhu terendah tercatat pada selang < 26 oC. Suhu dengan selang ini mencapai 0,01% luas wilayah Kabupaten Sidoarjo atau sebesar 10,64 ha. Nilai suhu tertinggi tercatat pada selang ≥ 40 oC. Suhu dengan selang ini hanya mencapai luas 7,86 ha atau sebesar 0,01 % dari luas wilayah Kabupaten Sidoarjo dan merupakan suhu dengan luasan wilayah terkecil di Kabupaten Sidoarjo (Tabel 4). Tabel 4 Suhu permukaan Kabupaten Sidoarjo tahun 2011 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Selang (oC) < 26 26 - <27 27 - <28 28 - <29 29 - <30 30 - <31 31 - <32 32 - <33 33 - <34 34 - <35 35 - <36 36 - <37 37 - <38 38 - <39 39 - <40 ≥ 40 Tidak ada data TOTAL
Luas Hektar (ha) 10,64 12,39 126,63 7.676,73 15.587,84 6.086,18 11.822,14 6.574,01 4.777,28 3.448,72 1.863,57 334,14 105,35 38,02 8,41 7,86 13.451,10 71.931,040
Persen (%) 0,01 0,02 0,18 10,67 21,67 8,46 16,44 9,14 6,64 4,79 2,59 0,46 0,15 0,05 0,01 0,01 18,70 100
29
Berdasarkan hasil perhitungan luasan distribusi spasial suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo pada citra Landsat 7 ETM pada 28 Mei 2011, luasan wilayah terbesar nilai distribusi spasial suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo yaitu suhu dengan selang 29 - <30 oC. Suhu dengan selang ini mencapai luas 15.587,84 ha atau 21,67% dari luas wilayah Kabupaten Sidoarjo. Suhu di Kabupaten Sidoarjo tersebar dominan mulai dari selang 28 - <29 oC hingga 32 - <33oC, suhu pada masing-masing selang ini memiliki luasan lebih dari 6.000 ha.
Gambar 12 Peta distribusi suhu permukaan Kabupaten Sidoarjo 2011.
30
31
5.2.2
Distribusi suhu permukaan Kabupaten Sidoarjo tahun 2011 Berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM pada 28 Mei 2011,
didapatkan nilai distribusi suhu permukaan Kabupaten Sidoarjo berada pada selang < 26 oC sampai dengan ≥ 40 oC. Pada pencitraan 28 Mei 2011, suhu dengan nilai < 26 oC terdistribusi menyebar secara acak pada lahan terbangun, lahan terbuka, rumput dan semak, sawah, ladang dan badan air, selain itu suhu juga terekam pada awan, sehingga masuk dalam kelas tidak ada data. Suhu dengan selang 26 - <27 oC menyebar secara acak pada semua kelas penutupan lahan yang sebagian besar terdapat pada lahan terbangun, selain itu, terekam pada awan sehingga masuk dalam kelas tidak ada data. Suhu dengan selang 27 - <28 oC tersebar di timur laut dan tenggara pada penutupan lahan berupa badan air serta di tengah Kabupaten Sidoarjo terdapat pada penutupan lahan berupa ladang. Distribusi suhu permukaan dengan selang 28 - <29 oC sebagian besar berada pada penutupan lahan berupa badan air (tambak) di sepanjang timur Kabupaten Sidoarjo yang berbatasan dengan laut, serta sebagian lagi terdapat pada ladang di tengah kabupaten. Suhu dengan selang 29 - <30 oC terekam di timur Kabupaten Sidoarjo yakni pada badan air (tambak) yang terdapat di sepanjang laut, sebagian pada penutupan lahan berupa sawah dan ladang yang tersebar di barat dan barat daya kabupaten. Distribusi suhu permukaan dengan selang 30 - <31 oC tersebar di timur Kabupaten Sidoarjo pada penutupan lahan berupa badan air (tambak) yang mulai mengarah ke kawasan perkotaan, sebagian lagi terdapat pada sawah, ladang, vegetasi rapat, dan vegetasi jarang yang tersebar secara merata dari barat daya hingga barat laut Kabupaten Sidoarjo. Suhu dengan selang 31 - <32 oC dan 32 - <33 oC terdistribusi merata dari barat hingga ke tengah menuju kawasan perkotaan Kabupaten Sidoarjo pada semua tipe penutupan lahan. Suhu dengan selang 33 - <34 oC tersebar merata dan mulai mengarah ke kanan dan kiri jalan utama di pusat kabupaten. Suhu dengan selang 34 - <35 oC terdistribusi sebagian di utara kabupaten yang berbatasan dengan Kota Surabaya, sebagian tersebar di sepanjang kanan dan kiri jalan utama di pusat Kabupaten Sidoarjo yang merupakan lahan terbangun, sebagian lagi terdapat di sepanjang kanan dan kiri jalan utama dari utara menuju barat Kabupaten Sidoarjo.
32
Distribusi suhu permukaan pada selang 35 - <36 oC terdapat di sepanjang kanan dan kiri jalan utama di pusat kabupaten, di utara kabupaten berupa kawasan permukiman dan industri yang berbatasan dengan Kota Surabaya, di barat kabupaten yang berupa kawasan industri PT Tjiwi Kimia, serta di kawasan Bandara Udara Internasional Juanda. Distribusi suhu permukaan pada selang 36 - <37 oC dan 37 - <38 oC memusat di barat kabupaten yang berupa kawasan industri PT Tjiwi Kimia, di kawasan Bandara Udara Internasional Juanda, serta di lokasi lumpur Lapindo-Porong. Suhu permukaan dengan selang 38 - <39 oC dan 39 - <40 oC terdistribusi memusat, di barat kabupaten yang berupa kawasan industri PT Tjiwi Kimia, serta di lokasi lumpur Lapindo-Porong. Suhu dengan selang ≥40 oC terdistribusi semakin memusat ke arah pusat semburan lumpur Lapindo-Porong. Hasil pengolahan citra satelit memperlihatkan, terdapat suatu gambaran bahwa suhu permukaan di kawasan perkotaan Kabupaten Sidoarjo khususnya di sepanjang kanan dan kiri jalan utama di pusat kabupaten memiliki suhu permukaan yang lebih tinggi dibandingkan kawasan perdesaan yang berada di barat daya kabupaten. Suhu permukaan di kawasan perdesaan tercatat mulai dari selang 29 - <30 oC, sedangkan suhu permukaan di kawasan perkotaan tercatat mulai dari selang 34 - <35 oC. Perbedaan nilai suhu permukaan ini menunjukkan bahwa telah terjadi fenomena pulau panas atau heat island di Kabupaten Sidoarjo. Fenomena heat island merupakan suatu fenomena atau kejadian peningkatan suhu udara di wilayah perkotaan dibandingkan dengan daerah sekitarnya hingga mencapai 3-10 oC (Khomarudin 2004). Bauman (2001) diacu dalam Khomarudin (2004) menyebutkan efek heat island pada kondisi perkotaan dengan didominasi oleh beton, aspal dan bangunan dapat menimbulkan peningkatan suhu udara permukaan kota karena kemampuan menyeimbangkan pemantauan dan penyerapan energi radiasi berkurang. Tursilowati (2007a) menyebutkan struktur buatan manusia seperti jalan dan bangunan biasanya mempunyai albedo rendah daripada permukaan natural dan menyerap lebih banyak radiasi tampak. Hal ini memperlihatkan bahwa vegetasi yang berkurang dan bertambahnya permukaan urban menimbulkan efek heat island.
33
5.2.3
Hubungan suhu permukaan dengan tutupan lahan Berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM pada 28 Mei 2011,
terdapat hubungan antara suhu permukaan dengan masing-masing penutupan lahan. Adiningsih et al. (2001) menyebutkan suatu pola interval suhu udara tinggi di permukaan kota khususnya pada penutupan lahan permukiman, lahan terbuka, dan industri dapat disebabkan oleh proses konveksi, yakni panas dipindahkan bersama-sama dengan molekul-molekul udara yang bergerak, sehingga udara dipanaskan oleh permukaan bumi akibat radiasi matahari, dan udara akan mengembang dan naik menuju tekanan yang lebih rendah. Sementara itu suhu akan menurun pada jenis lahan tanaman semusim, vegetasi tinggi dan tubuh air. Hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM menunjukkan nilai suhu permukaan dominan pada lahan RTH (rumput dan semak, sawah, ladang, vegetasi rapat, vegetasi jarang) di Kabupaten Sidoarjo lebih rendah dibandingkan dengan tipe penutupan lahan berupa lahan terbuka dan lahan terbangun. Suhu permukaan dominan pada tipe penutupan lahan berupa lahan terbuka dan lahan terbangun masing-masing berada pada selang 33 - <34 oC. Pada lahan RTH, suhu permukaan dominan berada diantara selang 29 - <32 oC (Tabel 5). Data ini menunjukkan pentingnya mempertahankan keberadaan lahan bervegetasi yakni RTH, sehingga pengembangan RTH lebih ke arah mempertahankan dan menambah yang sudah ada. Tabel 5 Hubungan suhu permukaan dengan lahan RTH di Kabupaten Sidoarjo No 1 2 3
4
Tutupan Lahan Lahan Terbuka Lahan Terbangun RTH a. Rumput / Semak b. Sawah c. Ladang d. Vegetasi rapat e. Vegetasi jarang Badan Air
Suhu Permukaan Dominan (oC) 33 - <34 33 - <34 31 - <32 31 - <32 29 - <30 29 - <30 31 - <32 29 - <30
Ruang terbuka hijau berperan penting dalam perkotaan karena setiap pengurangan luasan RTH akan berakibat naiknya suhu udara dengan nilai relatif lebih besar pada wilayah perkotaan dibandingkan dengan kabupaten. Tipe penutupan lahan yang memiliki vegetasi yang rapat dengan jumlah pepohonan
34
yang banyak, dapat memberikan kesejukan pada daerah kota yang panas akibat pantulan panas matahari dari gedung bertingkat dan juga aspal (Effendy 2007 diacu dalam Heksaputri 2011). Tipe penutupan lahan berupa lahan terbuka memiliki suhu permukaan dominan pada selang 33 - <34 oC. Lahan terbuka pada selang ini mencapai luasan sebesar 453,32 ha. Fajri (2011) menyatakan bahwa karakteristik penutupan pada lahan terbuka, sebagian besar energi yang diterimanya digunakan untuk memanaskan
udara
sehingga
banyak
dari
radiasinya
digunakan
untuk
memanaskan atmosfer. Lahan terbangun memiliki kisaran suhu permukaan dominan pada selang 33 - <34 oC. Luasan lahan terbangun pada selang ini mencapai 2.651,03 ha. Fajri (2011) menyebutkan bahwa lahan terbangun akan memiliki suhu permukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penutupan lahan lainnya berkaitan dengan albedo yang tinggi pada lahan terbangun menyebabkan radiasi gelombang pendek yang diterimanya akan lebih dominan untuk dipantulkan dibandingkan dengan radiasi gelombang panjang yang dipancarkan. Selain itu kapasitas kalor pada perkerasan yang cenderung lebih rendah, sehingga kemampuan obyek dalam menyimpan energi yang diterima menjadi rendah dibanding energi yang dipantulkan. Adiningsih et al. (2001) menyebutkan penutup lahan berupa industri dan permukiman dengan bahan beton, permukaannya akan cepat menjadi panas dan suhunya cepat meningkat. Hal ini disebabkan oleh beton memiliki kapasitas kalor kecil dengan konduktivitas termal yang sangat besar. Penutupan lahan berupa rumput dan semak, suhu permukaan dominan berada pada selang 31 - <32 oC. Rumput dan semak pada selang ini memiliki luasan sebesar 1.760,19 ha. Sawah memiliki kisaran suhu permukaan dominan pada selang 31 - <32 oC. Luasan sawah pada selang ini mencapai 4.909,98 ha. Tipe penutupan lahan berupa ladang, suhu permukaan dominan berada pada selang 29 - <30 oC. Luasan ladang pada selang ini sebesar 3.496,69 ha (Gambar 13). Penutupan lahan berupa vegetasi rapat memiliki suhu permukaan dominan pada selang 29 - <30 oC. Vegetasi rapat pada selang ini memiliki luasan mencapai 371,37 ha. Suhu permukaan dominan pada tipe penutupan lahan berupa vegetasi
35
jarang berada pada selang 31 - <32 oC. Luasan vegetasi jarang pada selang ini sebesar 606,78 ha.
Gambar 13 Grafik suhu permukaan pada berbagai tipe penutupan lahan. Pada lahan bervegetasi baik berupa rumput dan semak, ladang maupun vegetasi dan sawah, memiliki radiasi pantul yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan terbangun. Hal ini disebabkan energi yang diterima oleh tumbuhan sebagian besar digunakan untuk metabolisme tumbuhan dan hanya beberapa bagian yang dipantulkan kembali ke atmosfer (Fajri 2011). Suhu permukaan pada vegetasi rapat dapat bernilai lebih rendah karena karakteristik vegetasi rapat dengan ketinggian tanaman yang lebih besar dibandingkan vegetasi lainnya menyebabkan penggunaan energi untuk proses fisiologis tumbuhan lebih besar dibandingkan dengan rumput dan semak, sawah, maupun ladang yang memiliki tinggi tanaman lebih terbatas. Badan air memiliki kisaran suhu permukaan dominan pada selang 29 - <30 oC dengan luasan distribusi pada selang ini mencapai 7.717,15 ha (Gambar 13). Fajri (2011) menyebutkan bahwa dengan kapasitas kalor yang besar, badan air mampu menampung energi radiasi yang lebih besar sehingga menyebabkan radiasi yang dipantulkan juga akan cenderung lebih kecil dibandingkan penutupan lahan yang lain. Air dengan kapasitas kalor yang besar memungkinkan penyerapan kalor secara besar-besaran dan melepaskan secara lambat melalui evaporasi. Dengan adanya uap air yang ditambahkan ke udara melalui evaporasi dalam jumlah besar menjadikan udara lebih sejuk (Adiningsih et al. 2001). Waluyo (2009) menyatakan bahwa radiasi sinar matahari akan
36
menembus permukaan air dan disimpan dalam waktu yang lama kemudian dilepaskan dalam bentuk panas. Khomarudin et al. (2005) menyebutkan bahwa jika terjadi perubahan lahan dari vegetasi menjadi pemukiman (perkotaan) akan meningkatkan energi untuk
memanaskan
udara
dan
menurunkan
evapotranspirasi.
Hal
ini
mengakibatkan suhu udara di wilayah perkotaan akan meningkat, demikian juga dengan kelembaban udara akan menurun, tingkat kekeringan akan tinggi, sehingga kenyamanan akan menjadi lebih rendah. Menjaga keseimbangan antara vegetasi dan bangunan di wilayah perkotaan perlu dilakukan, sehingga akan menjadikan kota lebih nyaman.
5.3
Penentuan Pengaruh Jarak Jangkau Ruang Terbuka Hijau terhadap Suhu Permukaan Penentuan pengaruh jarak jangkau RTH dilakukan dengan menentukan
pengaruh dari jarak titik amatan pada penutupan lahan berupa rumput dan semak, sawah, ladang, vegetasi rapat, vegetasi jarang terhadap suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo. Titik amatan adalah titik-titik yang tersebar di lahan terbangun dan lahan terbuka yang akan diekstraksi sebagai pembangkit model (Gambar 14).
Gambar 14 Peta sebaran titik amatan pengukuran jarak.
37
Berdasarkan prediktor-prediktor tersebut, dilakukan analisis regresi linier mengenai pengaruh dari masing-masing prediktor terhadap suhu permukaan. Hasil analisis bentuk hubungan antara masing-masing lahan RTH terhadap suhu permukaan didapatkan bahwa jarak rata-rata sawah dan vegetasi rapat tidak berpengaruh nyata terhadap suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo. Hal ini ditunjukkan oleh nilai uji t pada sawah dan vegetasi rapat yang lebih dari 0,05 yakni sawah bernilai 0,907 dan vegetasi rapat bernilai 0,412. Oleh karena itu kedua prediktor tersebut tidak digunakan sebagai penduga suhu permukaan di wilayah Kabupaten Sidoarjo. Pemodelan selanjutnya hanya menggunakan tiga prediktor yaitu jarak titik amatan terhadap rumput dan semak, jarak titik amatan terhadap ladang dan jarak titik amatan terhadap vegetasi jarang. Dari hasil regresi tersebut, dihasilkan model: y = 28,7 + 0,00348 x1 + 0,593 Ln x2 + 0,565 Ln x3….(1) keterangan: y : x1 : x2 : x3 :
Suhu Permukaan Jarak titik amatan terhadap rumput dan semak Jarak titik amatan terhadap ladang Jarak titik amatan terhadap vegetasi jarang
Berdasarkan hasil uji Kolmogorov-Smirnov, diperoleh bahwa residual dari persamaan tersebut menyebar normal dengan nilai kemungkinan lebih dari 0,150 (Gambar 15). Pada uji autokorelasi dengan menggunakan metode Durbin-Watson, diperoleh nilai uji D-W sebesar 1,844. Nilai tersebut mendekati 2, sehingga dapat dikatakan bahwa galat model tersebut tidak saling beratutokorelasi. 99,9
99 95
Persen
90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1
0,1
-3
-2
-1
0
1
2
3
Nilai Residu
Gambar 15 Uji kenormalan residual model 1 terhadap suhu permukaan.
38
Selanjutnya dilakukan validasi dengan menggunakan 50% dari data titik amatan yang terdiri dari berbagai tipe penutupan lahan untuk menilai kualitas persamaan 1. Data menunjukkan, suhu permukaan hasil dugaan memiliki nilai korelasi sebesar 44,7%. Nilai korelasi ini terbilang cukup kecil dalam menduga suhu permukaan berdasarkan ketiga prediktor tersebut. Persamaan 1 memiliki koefisien determinasi sebesar 41,8%. Model ini belum dapat dikatakan cukup menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo. Angka ini menunjukkan bahwa besarnya pengaruh variabel jarak rata-rata rumput dan semak, ladang dan vegetasi jarang terhadap suhu permukaan sebesar 41,8% dan sisanya (58,2%) dipengaruhi faktorfaktor lain di luar model ini, yakni dapat berupa albedo, radiasi netto, kelembaban air, kelembaban udara dan lain-lain. Hasil penelitian Fajri (2011) menyebutkan suhu permukaan di Kota Bogor dipengaruhi oleh pengaruh jarak rata-rata RTH, albedo dan radiasi netto. Pembuatan model tersebut cukup menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi suhu permukaan di Kota Bogor dilihat dari koefisien determinasi yang bernilai 88,0%. Berdasarkan hasil regresi persamaan 1 didapatkan bahwa vegetasi jarang memiliki pengaruh yang cukup nyata terhadap suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo diduga disebabkan oleh cukup dekatnya jarak antar vegetasi jarang dari titik amatan. Keberadaan vegetasi jarang terutama jalur hijau jalan harus dipertahankan dan perlu ditambah karena pengaruh yang terlihat nyata dalam mempengaruhi suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo. Pengaruh vegetasi rapat di Kabupaten Sidoarjo tidak nyata pada daerah perkotaan diduga karena jarak yang berjauhan antara masing-masing vegetasi rapat dari titik amatan serta tersebarnya secara merata vegetasi lainnya dalam bentuk persawahan dan perladangan di Kabupaten Sidoarjo yang mengakibatkan dampak eksistensi vegetasi rapat tidak terlihat nyata. Vegetasi rapat tidak berpengaruh nyata terhadap suhu permukaan, hal ini dapat disebabkan oleh luasan pada vegetasi rapat yang tidak terlalu besar. Namun, keberadaan vegetasi rapat tetap perlu dipertahankan bahkan ditambah.
39
Tauhid (2008) menyebutkan bahwa keberadaan vegetasi memiliki efek menurunkan suhu udara. Efek vegetasi efektif dalam menekan kenaikan suhu udara, pada jarak sejauh 8 m (area terluar tajuk) hingga 12 m dari pusat kanopi, efek vegetasi masih efektif menekan kenaikan suhu udara. Pohon dengan lebar tajuk mencapai 8 meter, suhu udara pada pusat kanopi (pohon) lebih rendah dibandingkan titik pada jarak 12 m dan 24 m, sedangkan suhu udara pada jarak 12 m dari pusat kanopi lebih rendah dari suhu udara pada jarak 24 m dari pusat kanopi. Sedangkan Wonorahardjo et al. (2007) melakukan analisis pengaruh vegetasi pada lingkungan termal dengan zona ukur sejauh 300 m, didapatkan bahwa semakin banyak pohon, maka temperatur udara semakin rendah. 5.4
Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo didominasi oleh RTH yang hampir
menutupi lebih dari 40% wilayah Kabupaten Sidoarjo. Berdasarkan hasil analisis regresi linier didapatkan bahwa jarak titik amatan antar RTH terutama rumput dan semak, ladang dan vegetasi jarang cukup signifikan, namun hanya berpengaruh 41,8% terhadap suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo. Hasil ini menunjukkan masih terdapat faktor lainnya yang dapat mempengaruhi suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo selain jarak titik amatan antar RTH, namun demikian keberadaan RTH tetap perlu dipertahankan. Hal ini berkaitan dengan fungsi RTH dalam mempengaruhi iklim mikro kota. Keberadaan RTH sangatlah penting dalam rangka pengembangan kota/ perkotaan yang lebih baik. Perencanaan RTH diperlukan untuk mengatur dan mengelola ruang atau lahan agar dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan tujuan. RTH yang ada pada suatu wilayah diharapkan dapat sejalan dengan perkembangan kota yang terjadi sehingga dapat diarahkan untuk menciptakan, memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan (Haris 2006). Pemetaan
distribusi
suhu
permukaan
menunjukkan
bahwa
suhu
permukaan dengan selang tinggi terdapat secara mengelompok di utara kabupaten yang berbatasan dengan Kotamadya Surabaya, di sepanjang kanan kiri jalan yang terletak di pusat kabupaten, di sekitar pusat semburan lumpur Lapindo-Porong serta di barat Kabupaten Sidoarjo. Berdasarkan distribusi suhu permukaan
40
diperoleh daerah-daerah dengan kisaran suhu permukaan tertentu. Kisaran suhu permukaan ini digunakan sebagai acuan alternatif dalam pengembangan RTH di Kabupaten Sidoarjo. Tabel 6 Rencana pengembangan RTH Daerah Pengembangan Kawasan PT Tjiwi Kimia ( Kecamatan Tarik )
Kawasan Industri
Alternatif Penghijauan kawasan industri, Taman vertikal, RTH sempadan sungai
II
Kecamatan Waru, Sidoarjo
Permukiman, Industri, Perdagangan, Perkantoran
Jalur hijau, Taman vertikal, Taman pekarangan
III
Kecamatan Krian,
Jalur by-pass kendaraan
Jalur hijau jalan
Lahan terbuka
Jalur hijau jalan
I
Taman, Balongbendo, Tarik IV Kecamatan Porong
Kawasan PT Tjiwi Kimia menjadi prioritas pengembangan RTH dikarenakan nilai suhu permukaan yang terekam di daerah ini cukup tinggi. Suhu permukaan pada kawasan ini mencapai nilai 40
o
C. Pada kawasan yang
direncanakan sebagai zona industri ini, juga akan dibangun Kawasan Water Front City yaitu semua aktivitasnya berorientasi sungai (Kab.Sidoarjo 2009). Sebagai zona industri, bentuk penghijauan yang dapat dilakukan yakni dengan penanaman tumbuhan di sekitar kawasan industri. Bentuk penghijauan lainnya yang dapat dilakukan adalah pembuatan taman vertikal, yakni penanaman tumbuhan yang dilakukan pada bidang vertikal, dapat dilakukan pada dinding-dinding bangunan industri yang cukup kuat dan kokoh. Wilayah Kecamatan Tarik yang akan dikembangkan menjadi Kawasan Water Front City, akan berpotensi menggunakan Sungai Porong yang melewati kecamatan tersebut menjadi pusat pengembangannya. Pengembangan RTH dapat dilakukan pada sempadan sungai, yakni dengan penanaman dan pengkayaan jenis pada sempadan sungai. Kecamatan
Waru
dan
Kecamatan
Sidoarjo
menjadi
prioritas
pengembangan RTH dikarenakan memiliki nilai suhu permukaan yang tinggi. Dengan didominasi penutupan lahan berupa lahan terbangun, yakni kawasan permukiman, industri, maupun kawasan perdagangan dan perkantoran, bentuk
41
penghijauan yang dapat dilakukan adalah penanaman pada jalur kendaraan, pembuatan taman vertikal dan taman pekarangan pada rumah-rumah warga. Jalur by pass kendaraan yang melewati Kecamatan Tarik, Balongbendo Taman dan Krian dapat dikembangkan menjadi jalur hijau jalan. Pada sepanjang jalan ini, pengembangan tata ruang diarahkan menuju zona industri (Kab.Sidoarjo 2009).
Di
sepanjang
jalur
dapat
dilakukan
penanaman
pohon
yang
dikombinasikan perdu dan semak yang pemilihan jenis tanamannya dapat meredusir partikel. Kecamatan Porong, menjadi prioritas karena merupakan daerah dengan nilai suhu permukaan tertinggi. Hasil penelitian mencatat suhu permukaan bernilai hampir 43 oC terekam pada pusat semburan lumpur Lapindo. Pada pusat semburan lumpur dan kawasan sekitarnya direncanakan sebagai Kawasan Lindung Geologi yang pengembangan dan pemanfaatannya didasarkan pada kondisi geologi lingkungan setempat dan dilakukan secara hati-hati (Kab.Sidoarjo 2009). Pengembangan RTH dapat dilakukan dengan penanaman pohon pada sepanjang jalur jalan di sebelah tanggul bagian barat. Penanaman pohon dapat dilakukan dengan media pot yang cukup besar. Pembuatan taman atap juga dapat dilakukan sebagai tindakan mengurangi peningkatan suhu permukaan (Gambar 16). Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dapat menetapkan kebijakan bagi bangunan-bangunan yang baru akan dibangun khususnya bangunan perkantoran dan industri untuk menyediakan lahan di atapnya menjadi taman atap. Pemilik bangunan yang mematuhi kebijakan ini dapat diberi insentif mengenai kemudahan pengurusan perpanjangan izin ataupun pembayaran pajak dan lain-lain. Tanaman yang ditanam pada taman atap dapat berupa jenis rumput-rumputan, tanaman merambat, semak serta perdu dengan karakteristik perakaran yang tidak terlalu dalam. Dengan memanfaatkan atap bangunan untuk ditanami tumbuhan, radiasi matahari dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk proses metabolismenya sehingga gelombang panjang yang dipantulkan kembali menjadi lebih sedikit. Penelitian Liu (2002) mengenai perbandingan kemampuan efisiensi energi pada taman atap menyebutkan bahwa, membran pada atap biasa menyerap radiasi matahari dan mencapai suhu sekitar
42
70 oC (158 oF) sedangkan membran pada taman atap menyerap radiasi matahari tetap sekitar 25 oC (77 oF).
Gambar 16 Taman atap di kawasan Bandara Udara Juanda, Kecamatan Sedati. Selain itu pengembangan RTH di lokasi lain Kabupaten Sidoarjo dapat dilakukan dengan menambah jalur hijau jalan. Penghijauan dilakukan pada jalur hijau jalan dengan menanaminya dengan pohon, perdu maupun tanaman lainnya pada sepanjang jalur jalan. Penanaman pohon pada jalur-lajur hijau jalan dengan lokasi yang tersebar di Kabupaten Sidoarjo akan dapat memberikan efek lebih baik dalam menurunkan suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo. Dari hasil analisis regresi didapatkan bahwa vegetasi jarang berpengaruh cukup nyata terhadap suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo, hal ini dapat dijadikan acuan bahwa penambahan jalur hijau jalan akan dapat berpengaruh nyata terhadap suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan Bentuk hubungan RTH dan suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo
menghasilkan persamaan y = 28,7 + 0,00348 x1 + 0,593 Ln x2 + 0,565 Ln x3 dengan y adalah suhu permukaan, x1 adalah jarak titik amatan terhadap rumput dan semak, x2 adalah jarak titik amatan terhadap ladang dan x3 adalah jarak titik amatan terhadap vegetasi jarang. Model persamaan RTH dan suhu permukaan memiliki pola sebanding di mana semakin dekat jarak lahan terbangun maupun lahan terbuka terhadap RTH, maka suhu permukaan pada lahan terbangun maupun lahan terbuka akan semakin rendah. RTH yang berpengaruh nyata di Kabupaten Sidoarjo adalah rumput/semak, ladang dan vegetasi jarang. Pengaruh vegetasi rapat di Kabupaten Sidoarjo tidak nyata pada daerah perkotaan diduga karena tersebarnya secara dominan persawahan dan perladangan, jarak yang berjauhan antara masing-masing vegetasi rapat serta luasan vegetasi rapat yang cukup kecil. Alternatif pengembangan RTH sebaiknya dilakukan pada lokasi dengan suhu permukaan tinggi yakni kawasan sekitar PT Tjiwi Kimia, Kecamatan Sidoarjo dan Waru, jalur by pass kendaraan Krian-Tarik, serta jalan sekitar kawasan semburan lumpur Lapindo-Porong. Pengembangan RTH di Kabupaten Sidoarjo dilakukan dengan penanaman pohon, pembuatan taman vertikal pada pekarangan rumah, penanaman dan pengkayaan jenis RTH sempadan sungai, penanaman dan pengkayaan jenis pada RTH jalur kendaraan serta pembuatan taman vertikal di lokasi perkantoran ataupun industri.
44
6.2
Saran Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dapat menetapkan kebijakan bagi
bangunan-bangunan yang baru akan dibangun khususnya bangunan perkantoran dan industri untuk menyediakan lahan di atapnya menjadi taman atap. Pemilik bangunan yang mematuhi kebijakan ini dapat diberi insentif mengenai kemudahan pengurusan perpanjangan izin ataupun pembayaran pajak dan lain-lain. Selain itu pengembangan RTH di lokasi lain Kabupaten Sidoarjo dapat dilakukan dengan menambah jalur hijau jalan. Penghijauan dilakukan pada jalur hijau jalan dengan menanaminya dengan pohon, perdu maupun tanaman lainnya pada sepanjang jalur jalan. Penanaman pohon pada jalur-lajur hijau jalan dengan lokasi yang tersebar di Kabupaten Sidoarjo akan dapat memberikan efek lebih baik dalam menurunkan suhu permukaan di Kabupaten Sidoarjo.
DAFTAR PUSTAKA Adiningsih ES, Soenarmo SH. Mujiasih S. 2001. Kajian Perubahan Distribusi Spasial Suhu Udara Akibat Perubahan Penutup Lahan (Studi Kasus Cekungan Bandung). Warta LAPAN Vol.3 (1): 29-44 Alikodra HS, Syaukani HR. 2004. Bumi Makin Panas Banjir Makin Luas Menyibak Tragedi Kehancuran Hutan. Bandung: Penerbit Nuansa. [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2011. Prakiraan Cuaca Provinsi Jawa Timur. http://meteo.bmkg.go.id/prakiraan/propinsi/16 [21 Juni 2011]. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidoarjo. 2010. Kabupaten Sidoarjo Dalam Angka 2010. Sidoarjo: BPS Kabupaten Sidoarjo. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Fajri PYN. 2011. Pemodelan Pengaruh Jarak Jangkau Ruang Terbuka Hijau Terhadap Suhu Permukaan di Perkotaan (Studi Kasus: Kota Bogor) [Skripsi]. Bogor: Departemen Geofisika Dan Meteorologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Fracillia L. 2007. Analisis Korelasi Ruang Terbuka Hijau dan Temperatur Permukaan dengan SIG dan Penginderaan Jauh (Studi Kasus: DKI Jakarta) [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Haris VI. 2006. Analisis Distribusi dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan jauh (Studi Kasus di Kota Bogor) [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Heksaputri SF. 2011. Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kabupaten Bandung. [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Isdiyantoro. 2007. Pendugaan Cadangan Karbon Pohon Pada Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota di Kodya Jakarta Timur Menggunakan Citra Landsat [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [Kab.Sidoarjo] Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sidoarjo dan Bupati Sidoarjo. 2009. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo nomor 6 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009-2029. Sidoarjo: Pemerintah Kabupaten Sidoarjo.
46
[Kemendagri] Kementrian Dalam Negeri. 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Jakarta: Kemendagri Khomarudin MK. 2004. Mendeteksi Pulau Panas (Heat Island) dengan Data Satelit Penginderaan Jauh. Warta LAPAN Vol.6 (2): 74-81 Khomarudin MR, Bey A, Risdiyanto I. 2005. Identifikasi Neraca Energi di Beberapa Penggunaan Lahan untuk Deteksi Daerah Potensi Kekeringan Di Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo. Surabaya: Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV. 14 – 15 September 2005. Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Terjemahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Liu KKY. 2002. Energy efficiency and environmental benefits of rooftop gardens. Construction Canada vol 44 (2): 20-23 Martono DN. 2008. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh dan Uji Validasinya untuk Deteksi Penyebaran Lahan Sawah dan Penggunaan/ Penutupan Lahan. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi. Yogyakarta, 21 Juni 2008. Moniaga IL. 2008. Studi Ruang Terbuka Hijau Kota Manado dengan Pendekatan Sistem Dinamik [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Prasasti I. 2004. Analisis Hubungan Penutupan Lahan dan Parameter Turunan Data Penginderaan Jauh dengan Albedo Permukaan [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rijal S. 2008. Perencanaan Hutan Kota dengan Sistem Informasi Geografis di Kota Watampone. Jurnal Hutan dan Masyarakat. Vol 3 (2): 189-199 Setyowati DL. 2008. Iklim Mikro dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Semarang. Jurnal Manusia dan Lingkungan. Vol 15 (3): 125-140 Tauhid. 2008. Kajian Jarak Jangkau Efek Vegetasi Pohon Terhadap Suhu Udara Pada Siang Hari di Perkotaan (Studi Kasus: Kawasan Simpang Lima Kota Semarang) [Tesis]. Semarang: Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. Tursilowati L. 2007a. Urban Heat Island dan Kontribusinya Pada Perubahan Iklim dan Hubungannya dengan Perubahan Lahan. Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global - Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi. Bandung, 15 November 2007.
47
Tursilowati L. 2007b. Use Of Remote Sensing and GIS to Compute Temperature Humidity Index As Human Comfort Indicator Relate With Land Use-Land Cover Change (Lulc) In Surabaya. The 73rd International Symposium on Sustainable Humanosphere 2007. [USGS] United States Geological Survey. 2002. Landsat 7 Data User Handbook. America: USGS. Waluyo P. 2009. Distribusi Spasial Suhu Permukaan dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau di Kota Semarang [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Wonorahardjo S, Tedja S, Edward B. 2007. Studi Pengaruh Kualitas Vegetasi pada Lingkungan Termal Kawasan Kota di Bandung Menggunakan Data Citra Satelit. Bandung: Laboratorium Teknologi Bangunan, Institut Teknologi Bandung. [YCEO] The Yale Center for Observation. 2010. Converting Landsat TM and ETM+ thermal bands to temperature. http://www.yale.edu/ceo [21 Januari 2012]
LAMPIRAN
Lampiran 1 Uji akurasi klasifikasi lahan CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT ----------------------------------------Image File : e:/prof r pradipta/peta peta/end landsat 7 etm 2011 28 mei/07 klasifikasi/sda_rekl1811end.img User Name : toshiba Date : Tue Dec 13 02:12:06 2011
ERROR MATRIX -------------
Classified Data --------------Tidak Ada Data Lahan Terbuka Lahan Terbangun Rumput / Semak Sawah Ladang Vegetasi Rapat Vegetasi Jarang Badan Air
Reference Data -------------Tidak Ada Lahan Terb ------------------0 0 0 13 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1
Lahan Terb ---------0 1 47 0 0 0 0 0 1
Rumput / S ---------0 0 1 10 1 0 0 0 0
Column Total
0
49
12
Classified Data --------------Tidak Ada Data Lahan Terbuka Lahan Terbangun Rumput / Semak Sawah Ladang Vegetasi Rapat Vegetasi Jarang Badan Air
Reference Data -------------Sawah Ladang ------------------0 0 1 0 1 1 0 1 24 0 0 16 0 0 0 0 0 0
Vegetasi R ---------1 0 4 0 0 0 3 0 0
Vegetasi J ---------1 0 5 1 0 0 0 10 1
Column Total
26
8
18
Classified Data --------------Tidak Ada Data Lahan Terbuka Lahan Terbangun Rumput / Semak Sawah Ladang Vegetasi Rapat Vegetasi Jarang Badan Air
Reference Data -------------Badan Air Row Total ------------------0 2 0 15 1 60 0 12 1 27 0 16 0 3 0 10 20 23
Column Total
22
15
18
168
----- End of Error Matrix -----
Lampiran 1 Lanjutan ACCURACY TOTALS ---------------Class Reference Name Totals ------------------Tidak Ada Data 0 Lahan Terbuka 15 Lahan Terbangun 49 Rumput / Semak 12 Sawah 26 Ladang 18 Vegetasi Rapat 8 Vegetasi Jarang 18 Badan Air 22 Totals
168
Overall Classification Accuracy =
Classified Totals ---------2 15 60 12 27 16 3 10 23
Number Correct ------0 13 47 10 24 16 3 10 20
168
143
85.12%
----- End of Accuracy Totals -----
KAPPA (K^) STATISTICS --------------------Overall Kappa Statistics = 0.8191 Conditional Kappa for each Category. -----------------------------------Class Name ---------Tidak Ada Data Lahan Terbuka Lahan Terbangun Rumput / Semak Sawah Ladang Vegetasi Rapat Vegetasi Jarang Badan Air
Kappa ----0.0000 0.8536 0.6941 0.8205 0.8685 1.0000 1.0000 1.0000 0.8499 ----- End of Kappa Statistics -----
Producers Accuracy ----------86.67% 95.92% 83.33% 92.31% 88.89% 37.50% 55.56% 90.91%
Users Accuracy ------86.67% 78.33% 83.33% 88.89% 100.00% 100.00% 100.00% 86.96%
Lampiran 2 Penutupan lahan per wilayah kecamatan di Kabupaten Sidoarjo tahun 2011 Tutupan Lahan No
Kecamatan
Luas
TOTAL Lahan terbuka
1
2
Wonoayu
Waru
4
5
Tulangan
Tarik
Tanggulangin
7
8
Taman
Sukodono
Sidoarjo
Sedati
Ladang
Vegetasi rapat
Vegetasi jarang
Badan air
Tidak ada data
486,44
480,52
631,87
858,03
60,11
90,46
65,33
689,33
3.450,08
Persen (%)
2,55
14,10
13,93
18,31
24,87
1,74
2,62
1,89
19,98
100
145,28
1.166,22
180,34
243,66
146,84
31,04
82,76
614,80
470,02
3.080,94
4,72
37,85
5,85
7,91
4,77
1,01
2,69
19,95
15,26
100
166,74
435,41
403,53
423,29
949,63
51,48
82,22
54,49
602,45
3.169,25
Persen (%)
5,26
13,74
12,73
13,36
29,96
1,62
2,59
1,72
19,01
100
Hektar ( ha)
50,14
469,82
315,37
869,28
574,30
140,51
162,91
131,94
939,83
3.654,11
Persen (%)
1,37
12,86
8,63
23,79
15,72
3,85
4,46
3,61
25,72
100
126,95
502,20
179,62
751,41
247,89
67,47
112,98
567,56
442,56
2.998,64
4,23
16,75
5,99
25,06
8,27
2,25
3,77
18,93
14,76
100
Hektar ( ha)
Hektar ( ha)
Hektar ( ha)
Hektar ( ha)
149,19
1.151,60
232,34
506,92
217,84
60,16
112,68
134,17
572,44
3.137,34
Persen (%)
4,76
36,71
7,41
16,16
6,94
1,92
3,59
4,28
18,25
100
Hektar ( ha)
77,78
675,69
334,07
824,93
409,33
126,96
150,98
101,24
583,43
3.284,42
Persen (%)
2,37
20,57
10,17
25,12
12,46
3,87
4,60
3,08
17,76
100
189,38
1.136,73
375,01
559,64
372,16
45,17
124,29
2.516,12
900,28
6.218,77
3,05
18,28
6,03
9,00
5,98
0,73
2,00
40,46
14,48
100
134,58
683,78
468,43
676,15
339,08
64,02
144,92
4.436,54
974,62
7.922,13
1,70
8,63
5,91
8,53
4,28
0,81
1,83
56,00
12,30
100
Hektar ( ha) Persen (%)
9
Sawah
87,98
Persen (%) 6
Rumput / Semak
Hektar ( ha)
Persen (%) 3
Lahan terbangun
Hektar ( ha) Persen (%)
Lampiran 2 Lanjutan Tutupan Lahan No
Kecamatan
Luas
TOTAL Lahan terbuka
10
Prambon
11
Porong
12
Krian
13
Krembung
14
Jabon
15
Gedangan
16
Candi
17
Buduran
18
Balongbendo
Lahan terbangun
Rumput / Semak
Sawah
Ladang
Vegetasi rapat
Vegetasi jarang
Badan air
Tidak ada data
Hektar ( ha)
57,80
416,46
396,98
498,90
922,07
106,00
133,27
91,82
745,43
3.368,75
Persen (%)
1,72
12,36
11,78
14,81
27,37
3,15
3,96
2,73
22,13
100
336,93
374,36
310,11
477,25
507,92
36,80
65,59
554,74
466,32
3.130,02
Hektar ( ha) Persen (%)
10,76
11,96
9,91
15,25
16,23
1,18
2,10
17,72
14,90
100
Hektar ( ha)
156,05
701,26
358,86
546,91
456,77
86,14
129,13
88,22
708,29
3.231,64
Persen (%)
4,83
21,70
11,10
16,92
14,13
2,67
4,00
2,73
21,92
100
Hektar ( ha)
70,51
347,30
359,02
403,45
989,54
50,43
84,19
64,24
512,74
2.881,42
Persen (%)
2,45
12,05
12,46
14,00
34,34
1,75
2,92
2,23
17,79
100
Hektar ( ha)
84,90
347,69
246,23
1.458,27
327,65
70,89
195,47
4.511,89
976,06
8.219,05
Persen (%)
1,03
4,23
3,00
17,74
3,99
0,86
2,38
54,90
11,88
100
102,98
838,98
177,67
260,19
350,36
70,61
103,21
70,19
403,62
2.377,80
Hektar ( ha) Persen (%)
4,33
35,28
7,47
10,94
14,73
2,97
4,34
2,95
16,97
100
Hektar ( ha)
91,03
836,69
285,22
809,03
296,66
72,59
149,01
1.087,75
645,85
4.273,84
Persen (%)
2,13
19,58
6,67
18,93
6,94
1,70
3,49
25,45
15,11
100
115,65
671,95
241,26
405,41
330,42
69,98
135,04
1.755,26
652,20
4.377,17
Hektar ( ha) Persen (%)
2,64
15,35
5,51
9,26
7,55
1,60
3,08
40,10
14,90
100
Hektar ( ha)
65,01
380,61
385,49
568,84
614,07
120,47
160,71
93,58
766,89
3.155,67
Persen (%)
2,06
12,06
12,22
18,03
19,46
3,82
5,09
2,97
24,30
100
Lampiran 3 Data pembuatan model Jarak Rumput / Jarak Sawah Jarak Jarak Vegetasi Jarak Vegetasi Suhu Permukaan Semak (m) (m) Ladang (m) Rapat (m) Jarang (m) (oC) 1 60 85 67 162 67 35 2 67 60 60 153 108 34 3 85 95 124 212 218 36 4 85 60 60 67 42 33 5 67 150 67 190 127 35 6 153 313 268 127 258 35 7 42 60 95 85 30 33 8 67 108 85 60 120 34 9 212 67 95 150 201 35 10 108 90 95 228 120 35 11 60 67 60 30 124 33 12 60 85 90 242 124 36 13 192 268 175 255 242 36 14 120 417 108 218 446 35 15 127 150 67 150 182 36 16 67 30 95 42 60 34 17 150 210 180 218 201 36 18 108 124 127 360 150 35 19 150 242 170 170 212 36 20 95 42 60 361 67 33 21 150 85 42 247 124 35 22 85 95 30 134 134 34 23 90 95 85 212 150 33 24 42 42 42 134 90 34 25 124 150 67 60 120 34 26 67 95 85 85 90 33 27 90 67 60 127 67 33 28 134 120 60 180 108 34 29 108 175 30 459 153 34 30 108 268 30 485 190 33 31 162 134 182 335 170 34 32 190 162 170 162 212 35 33 60 134 90 201 124 36 34 192 190 120 417 313 36 35 124 153 30 488 240 34 36 661 390 633 1191 1015 39 37 124 30 30 150 90 35 38 85 67 90 108 162 34 39 95 67 120 85 108 35 40 90 120 42 108 108 34 41 67 85 30 60 95 34 42 85 134 150 127 108 35
No
54
Lampiran 3 Lanjutan Jarak Rumput / Jarak Sawah Jarak Jarak Vegetasi Jarak Vegetasi Suhu Permukaan Semak (m) (m) Ladang (m) Rapat (m) Jarang (m) (oC) 43 95 162 60 90 120 34 44 30 277 124 153 175 34 45 30 182 108 95 150 33 46 134 150 162 234 242 35 47 60 120 30 153 127 34 48 67 134 60 120 95 34 49 85 127 42 124 108 34 50 30 42 95 67 42 34 51 60 67 95 42 60 34 52 60 134 60 170 90 33 53 212 247 108 242 210 36 54 67 95 67 95 67 34 55 67 60 42 228 67 34 56 108 124 67 418 192 34 57 90 150 134 108 85 36 58 124 182 67 134 162 35 59 108 124 95 150 218 36 60 108 108 134 182 127 34 61 150 85 192 182 134 35 62 67 108 67 67 42 32 63 108 67 67 67 42 33 64 67 42 60 85 85 33 65 90 60 30 67 30 33 66 90 127 150 85 95 33 67 95 124 30 150 124 33 68 108 85 85 67 108 34 69 30 67 90 108 67 33 70 42 120 60 60 42 33 71 67 150 60 124 60 33 72 30 162 42 150 30 33 73 42 42 67 577 541 32 74 30 67 42 60 42 33 75 95 323 108 108 60 33 76 30 42 85 108 30 32 77 108 134 42 242 120 34 78 85 67 90 60 90 33 79 90 85 124 60 67 33 80 95 120 42 631 258 33 81 30 277 42 95 60 33 82 67 192 30 430 190 33 83 95 153 60 408 85 34 84 108 85 60 95 67 34
No
55
Lampiran 3 Lanjutan Jarak Rumput / Jarak Sawah Jarak Jarak Vegetasi Jarak Vegetasi Suhu Permukaan Semak (m) (m) Ladang (m) Rapat (m) Jarang (m) (oC) 85 85 124 60 108 95 35 86 60 95 30 285 67 34 87 95 90 120 150 67 35 88 190 85 108 95 95 35 89 67 212 30 402 60 32 90 361 408 481 600 421 35 91 391 295 190 484 335 35 92 134 124 108 234 212 36 93 108 218 124 150 134 35 94 124 108 124 108 95 35 95 153 366 134 376 270 35 96 85 153 162 272 134 36 97 150 150 150 247 201 35 98 162 190 95 201 258 35 99 60 212 85 127 175 33 100 120 124 153 108 300 35 101 60 108 120 323 162 34 102 127 108 153 153 162 36 103 95 108 67 150 212 34 104 175 134 108 182 108 35 105 120 124 134 134 190 35 106 95 90 95 212 212 35 107 162 331 228 242 391 36 108 124 162 95 426 150 35 109 124 153 150 175 180 35 110 90 120 108 660 268 37 111 134 150 124 242 170 34 112 120 150 108 124 124 35 113 90 150 90 95 108 34 114 162 134 256 384 242 37 115 60 256 108 120 95 34 116 108 153 30 95 108 35 117 127 283 175 150 272 34 118 60 170 108 247 255 34 119 30 108 120 228 108 33 120 153 150 90 247 201 35 121 134 108 30 95 90 35 122 124 182 120 170 95 36 123 95 319 85 124 108 35 124 182 150 180 30 90 35 125 95 150 150 150 268 35 126 67 192 134 272 201 35
No
56
Lampiran 3 Lanjutan Jarak Rumput / Jarak Sawah Jarak Jarak Vegetasi Jarak Vegetasi Suhu Permukaan Semak (m) (m) Ladang (m) Rapat (m) Jarang (m) (oC) 127 127 150 95 60 134 35 128 95 124 108 162 162 35 129 85 108 95 306 175 35 130 67 108 134 218 201 37 131 120 134 108 180 134 34 132 108 95 95 162 150 34 133 90 212 108 297 90 35 134 108 201 150 309 201 35 135 192 170 150 268 150 35 136 150 124 108 42 95 33 137 108 162 108 180 153 36 138 127 150 95 150 150 34 139 95 108 134 240 150 35 140 210 124 108 256 212 35 141 175 277 201 391 175 36 142 124 541 124 216 342 35 143 201 108 67 234 272 35 144 60 124 60 108 85 35 145 67 124 162 134 120 36 146 108 134 162 124 67 36 147 90 108 90 180 153 34 148 120 124 162 216 153 36 149 67 108 95 85 201 34 150 124 95 190 150 153 35 151 90 256 60 150 228 36 152 85 124 134 95 90 34 153 108 162 95 190 192 35 154 127 90 95 190 150 35 155 42 67 120 120 67 34 156 120 153 67 300 190 35 157 242 85 127 240 108 35 158 85 120 67 108 95 35 159 85 108 85 90 95 34 160 90 108 67 190 95 34 161 170 153 124 134 90 34 162 85 127 95 134 120 35 163 212 108 60 474 362 35 164 108 365 90 182 90 34 165 108 134 120 124 162 35 166 60 124 120 212 95 34 167 95 127 134 162 124 35 168 60 108 95 212 95 34
No
Lampiran 4 Data validasi model No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Jarak Rumput / Semak (m) 90 90 85 90 134 95 60 108 30 240 127 124 190 153 182 228 60 85 95 42 240 170 67 67 30 134 67 67 170 192 120 90 108 85 90 685 212 90 42 42 90 162 134 60
Jarak Sawah Jarak Jarak Vegetasi Jarak Vegetasi Suhu Permukaan (m) Ladang (m) Rapat (m) Jarang (m) (oC) 192 175 679 212 35 240 162 218 201 36 67 120 150 127 34 150 85 90 120 34 95 90 85 124 36 60 90 95 67 33 150 30 190 120 34 67 42 313 60 33 108 108 218 85 35 67 60 60 85 33 60 134 458 408 36 42 67 60 67 35 212 228 417 256 36 150 150 242 218 35 216 108 258 218 35 201 153 342 180 36 95 42 391 242 34 60 42 124 162 34 60 30 404 30 33 134 30 190 182 34 258 228 400 180 35 175 42 300 127 35 60 120 85 95 34 60 67 85 108 34 134 90 42 42 34 124 127 90 85 34 95 60 95 85 34 67 42 283 95 35 175 30 816 162 33 192 150 216 95 35 182 95 162 192 34 124 108 277 170 32 330 190 300 283 35 67 67 85 120 33 108 190 134 175 37 671 577 908 700 35 95 67 108 124 35 108 108 67 170 35 67 60 42 95 33 85 134 153 60 35 212 108 212 210 35 60 150 234 190 34 150 30 85 108 32 108 60 67 85 33
58
Lampiran 4 Lanjutan No 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88
Jarak Rumput / Semak (m) 108 134 85 30 60 95 30 42 90 67 67 153 190 127 182 90 67 42 42 42 60 85 67 60 60 85 90 124 182 30 67 95 120 90 108 42 60 90 150 95 60 201 95 95
Jarak Sawah Jarak Jarak Vegetasi Jarak Vegetasi Suhu Permukaan (m) Ladang (m) Rapat (m) Jarang (m) (oC) 162 134 212 134 36 150 90 247 182 35 134 30 218 150 33 85 60 190 124 33 120 30 484 644 33 170 30 272 90 34 108 60 95 42 35 134 67 150 192 34 153 42 218 95 33 218 30 134 95 33 85 85 85 95 34 190 95 503 153 35 67 150 277 42 36 67 108 67 95 35 124 216 216 153 36 127 42 108 180 35 150 30 90 30 34 108 60 67 120 33 67 42 42 30 33 60 60 134 85 33 108 42 85 95 33 60 30 67 90 33 67 30 192 30 33 120 60 67 90 33 67 90 85 90 33 162 85 170 134 34 90 85 124 150 35 134 30 713 474 33 67 42 534 124 34 67 60 212 124 34 180 60 242 108 33 67 30 234 30 34 60 30 175 67 33 67 67 67 120 35 67 60 95 90 34 342 60 212 95 33 108 42 693 85 32 108 67 150 85 33 90 192 255 216 35 60 90 150 120 33 108 30 134 42 34 192 124 256 212 36 124 95 134 108 34 60 90 162 108 34
59
Lampiran 4 Lanjutan No 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132
Jarak Rumput / Semak (m) 60 379 594 108 150 90 162 153 108 124 85 90 108 60 134 124 153 127 150 175 134 90 95 108 127 300 201 108 150 90 162 60 85 67 108 150 108 67 162 162 108 90 90 108
Jarak Sawah Jarak Jarak Vegetasi Jarak Vegetasi Suhu Permukaan (m) Ladang (m) Rapat (m) Jarang (m) (oC) 210 90 301 228 36 313 480 589 524 35 430 134 830 759 35 60 95 85 95 36 277 90 190 277 36 216 67 134 85 34 182 153 175 216 36 192 150 391 277 36 108 108 153 153 36 60 127 95 67 35 124 85 60 134 34 153 120 162 150 34 162 90 323 390 35 300 95 277 258 35 170 90 124 190 34 134 95 170 175 35 150 153 170 127 35 108 153 67 150 34 190 150 150 175 35 192 124 180 201 34 201 162 150 270 34 127 108 484 234 37 180 134 182 153 34 162 108 577 153 34 153 90 285 212 35 124 67 134 124 36 218 192 313 240 35 150 60 256 108 35 153 90 192 150 35 127 67 120 108 35 95 108 365 201 34 67 95 67 90 33 228 60 268 255 35 192 67 351 170 34 162 95 258 150 36 134 95 127 108 35 216 127 268 153 34 60 67 134 85 35 150 134 95 127 34 201 150 190 153 36 67 95 90 108 34 95 90 42 124 34 60 127 201 108 35 175 124 95 150 35
60
Lampiran 4 Lanjutan No 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168
Jarak Rumput / Semak (m) 182 124 150 85 60 150 120 108 60 95 108 150 120 124 95 108 108 95 60 90 153 67 67 85 60 67 85 127 120 95 95 95 127 90 134 85
Jarak Sawah Jarak Jarak Vegetasi Jarak Vegetasi Suhu Permukaan (m) Ladang (m) Rapat (m) Jarang (m) (oC) 212 150 228 234 35 127 150 242 120 35 175 120 365 150 35 175 124 201 162 35 90 90 60 108 34 175 85 153 134 35 192 90 192 212 35 301 124 376 325 36 240 150 424 256 34 150 150 258 120 35 127 120 417 127 36 153 150 190 175 35 295 67 175 175 35 150 108 192 150 35 170 108 67 124 35 150 85 134 162 35 85 85 90 95 34 124 67 182 153 35 60 120 85 182 33 120 67 90 85 35 124 85 272 150 35 120 108 42 67 35 212 120 182 162 35 127 108 192 120 35 134 60 124 95 33 150 67 108 90 34 175 120 192 192 35 150 127 190 85 35 124 153 134 150 34 150 60 295 108 35 182 90 579 124 34 162 67 277 360 35 277 242 342 297 35 212 90 242 201 37 120 180 331 95 35 201 108 120 192 35
Lampiran 5 Analisis regresi lahan RTH terhadap suhu permukaan Analisis Regresi rumput dan semak, sawah, ladang, vegetasi rapat, vegetasi jarang terhadap suhu permukaan Regression Analysis: Suhu versus me-rum/sem; ln me-sawah; ... The regression equation is Suhu = 28,5 + 0,00394 me-rum/sem + 0,018 ln me-sawah + 0,563 ln me-ladang - 0,000515 me-v.rapat + 0,616 ln me-v.jarang Predictor Constant me-rum/sem ln me-sawah ln me-ladang me-v.rapat ln me-v.jarang S = 0,858096
Coef 28,5378 0,003940 0,0177 0,5634 -0,0005148 0,6157 R-Sq = 42,1%
SE Coef 0,8578 0,001370 0,1520 0,1468 0,0006257 0,1637
T 33,27 2,88 0,12 3,84 -0,82 3,76
P 0,000 0,005 0,907 0,000 0,412 0,000
VIF 1,9 1,4 1,5 1,9 2,0
R-Sq(adj) = 40,3%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 5 162 167
SS 86,661 119,285 205,946
MS 17,332 0,736
F 23,54
P 0,000
Durbin-Watson statistic = 1,86336
Residual Plots for Suhu Analisis Regresi rumput dan semak, ladang, vegetasi jarang terhadap suhu permukaan Regression Analysis: Suhu versus me-rum/sem; ln me-ladang; ln me-v.jara The regression equation is Suhu = 28,7 + 0,00348 me-rum/sem + 0,593 ln me-ladang + 0,565 ln me-v.jarang Predictor Constant me-rum/sem ln me-ladang ln me-v.jarang S = 0,854655
Coef 28,6824 0,003485 0,5931 0,5654
SE Coef 0,7511 0,001236 0,1411 0,1394
R-Sq = 41,8%
T 38,19 2,82 4,20 4,06
P 0,000 0,005 0,000 0,000
VIF
R-Sq(adj) = 40,8%
1,6 1,4 1,5
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 3 164 167
SS 86,155 119,791 205,946
MS 28,718 0,730
F 39,32
P 0,000
Durbin-Watson statistic = 1,84416
Residual Plots for Suhu Correlations: suhu; suhu duga Pearson correlation of suhu and suhu duga = 0,447 P-Value = 0,000
Lampiran 6 Alternatif tanaman dan ilustrasi untuk pengembangan RTH Jenis tanaman penghijauan sekitar kawasan industri No 1 2 3 4
Nama lokal Sengon Akasia Lamtoro-gung Kersen
No 1 2 3 4 5 6
Nama lokal Flamboyan Puspa Kenanga Bungur Trembesi Tanjung
Nama Ilmiah Paraserienthes falcataria Acacia auriculiformis Leucaena leucocephala Muntingia calabara
Kelembaban S S
Kebutuhan air I Si
Tipe P P P P
Kebutuhan air I
Tipe P
I I I I
P P P P
Kebutuhan air I I I Si I Si Si I Si I I I
Tipe Cl Cl Cl Cl Gr Gr Gr Gr Gr Cl Gr S
Jenis tanaman alternatif pada RTH sempadan sungai Nama Ilmiah Kelembaban Delonix regia S Schima wallichii Canangium odoratum S Lagerstomia speciosa S Samanea saman S Mimusops elengi S Sumber: Permen PU no. 5 tahun 2008
Jenis tanaman vertikal dan taman pekarangan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama lokal Ivy Congea Dolar-dolaran Pasiflora Krokot Lili paris Lantana Opiopogon putih Pandan varigata Sirih belanda Kadaka Kuping gajah
Nama Ilmiah Hedera helix Congea tomentosa Ficus repens Passiflora sp Althernantera sp. Chlorophytum sp. Lantana camara Ophiopogon sp. Pandanus pygmaeus Scindaptus aureus Asplenium nidus Anthurium crystallinum
Kelembaban L S L S S S S S S L L L
Keterangan: Kelembaban : L: Lembab; S: Sedang; K: Kering Kebutuhan air : N: Nonintensif ; Si: Semiintensif; I:Intensif; B: Basah Tipe : P: Pohon ; Pd: Perdu; Cl: Climber; S: Semak; Gr; Groundcover
http://yogiebalance.blogspot.com
http://www.petanibunga.com
http://www.petanibunga.com
Lampiran 6 Lanjutan Jenis tanaman alternatif pada jalur kendaraan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama lokal Krey payung Mahoni Tanjung Bungur Angsana Akasia Trembesi Flamboyan Oleander Teh-tehan
Nama Ilmiah Kelembaban Felicium decipiens S Swietenia macrophylla Mimusops elengi S Lagerstomia speciosa S Pterocarpus indicus S Acacia mangium Samanea saman S Delonix regia S Nerium oleander S Acalypha macrophylla S Sumber: Permen PU no. 5 tahun 2008
Kebutuhan air I
I I Si Si
Tipe P P P P P P P P Pd Sm
Kebutuhan air I Si Si Si I
Tipe Sm Gr Gr Gr Pd
I I I
Jenis tanaman pada taman atap No 1 2 3 4 5
Nama lokal Pacing Rumput kawat Lidah mertua Lantana Hanjuang
Nama Ilmiah Costus sp. Cynodon dactylon Sansevieria trifasciata Lantana camara Cordyline terminalis
Kelembaban S S K S S
Keterangan: Kelembaban : L: Lembab; S: Sedang; K: Kering Kebutuhan air : N: Nonintensif ; Si: Semiintensif; I:Intensif; B: Basah Tipe : P: Pohon ; Pd: Perdu; Cl: Climber; Sm: Semak; Gr; Groundcover
Sumber: Permen PU no. 5 tahun 2008