PEMBUATAN TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) DAN APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN ROTI TAWAR
SKRIPSI
SAIDATUL HUSNAH F24062670
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PURPLE SWEET POTATO (Ipomoea batatas cultivar Ayamurasaki) FLOUR PRODUCTION AND ITS APPLICATION IN BREAD MAKING
Saidatul Husnah and Sutrisno Koswara Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO. Box 220, Bogor, West Java, Indonesia
ABSTRACT Purple sweet potato (Ipomoea batatas cultivar Ayamurasaki) contains high amount of anthocyanin. Purple sweet potato flour will be more available to be used in bakery products and more effective in storage condition. This study was designed to produce purple sweet potato flour that has good appearance characteristic and high anthocyanin, then its application in bread making. The result showed that flour steamed 7 minutes of fleshed (1 cm) purple sweet potato and dried with tray drying has the highest total anthocyanin (188,11 mg Cy-3-glucoside/100 g flour) and the best colour appearance (L 42.08, a 13.04, b -2.88, and hue 347.7). Substituted bread by 40% purple sweet potato flour has the highest acceptability by 70 untrained panellists. This bread has L 38.11-39.41, a 21.2221.84, b -0.37- -0.33, hue 358.3-359.1, and contains 96.41 mg Cy-3-glucoside/100 g bread. Physical analysis showed that loaf bread technique has specific volume 2.44 cm3/g and 0.13 kgF firmness. Based on the data, loaf bread technique is more suitable method in bread making that is substituted with purple sweet potato flour. Keywords: purple sweet potato, flour, anthocyanin, bread
SAIDATUL HUSNAH. F24062670. Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki.) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar. Di bawah bimbingan Sutrisno Koswara. 2010.
RINGKASAN Ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki merupakan bahan pangan yang mengandung antosianin tinggi dengan efek radical scavenging tinggi. Pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki yang telah dilakukan di lapang menunjukkan warna yang kurang optimal. Selain itu, pemanfaatannya dalam pengolahan pangan masih terbatas. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah mempelajari teknik pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki, mengaplikasikannya ke dalam formulasi roti tawar, mengetahui tingkat substitusi tepung ubi jalar ungu ke dalam formulasi roti tawar yang dapat diterima panelis, dan mengetahui karakteristik fisikokimia roti tawar ubi jalar ungu. Tepung ubi jalar ungu dibuat dengan mengukus potongan ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki setebal 0.5; 1; dan 1.5 cm pada suhu 100 oC. Pengukusan dilakukan selama 5, 7, 10, 15, dan 20 menit. Pengeringan yang digunakan adalah oven dan matahari. Tepung ubi jalar ungu yang memiliki warna terbaik dan antosianin tinggi disubstitusikan ke dalam pembuatan roti tawar sebesar 20%, 30%, dan 40%. Roti tawar yang paling disukai panelis, diamati karaktestik fisikokimia. Tepung ubi jalar ungu yang dihasilkan dari potongan ubi jalar 1 cm yang dikukus selama 10 menit dan dikeringkan dengan oven pengering memiliki karakteristik terbaik. Kandungan antosianinnya adalah 188.11 mg Cy-3-glikosida/100 g tepung dengan karakter warna merah (a) sebesar 13.04, warna biru (b) -2.88, hue 347.7 dan tingkat kecerahan (L) 42.08. Rendemen tepung ubi jalar ungu (ukuran 100 mesh) yaitu 11.25%-14.79%. Analisis proksimat tepung ubi jalar ungu menunjukkan kadar air 7.17% (bk), abu 1.72% (bk), protein 3.27% (bk), lemak 0.89% (bk), serat kasar 3.60% (bk), dan karbohidrat 86.66% (bk). Berdasarkan uji rating hedonik, tingkat substitusi 40% tepung ubi jalar ungu dalam formula roti tawar memiliki nilai tertinggi (agak disukai hingga disukai). Roti tawar dengan substitusi 40% tepung ubi jalar ungu dalam bentuk loaf memiliki volume spesifik sebesar 2.44 cm3/g dan nilai firmness 0.13 kgF, sedangkan bentuk roti sobek memiliki volume spesifik 2.08 cm3/g dan nilai firmness 0.15 kgF. Berdasarkan data tersebut, bentuk yang sesuai untuk diterapkan dalam pembuatan roti tawar ubi jalar ungu adalah bentuk loaf utuh. Hasil analisis warna menunjukkan bahwa roti ini berwarna ungu, dengan nilai L 38.11-39.41, a 21.22-21.84, b -0.37- -0.33, dan hue 358.3-359.1. Hasil analisis kimia roti dengan tingkat substitusi 40% tepung ubi jalar ungu berturut-turut dari kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar, aw, dan antosianin adalah 28.57% (bk), 2.59% (bk), 9.61% (bk), 7.46% (bk), 3.25% (bk), 0.8668, dan 96.41 mg Cy-3-glikosida/100 g roti.
PEMBUATAN TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) DAN APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN ROTI TAWAR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : SAIDATUL HUSNAH F24062670
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi
: Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar
Nama
: Saidatul Husnah
NRP
: F24062670
Menyetujui, Pembimbing Akademik,
(Ir.Sutrisno Koswara, M.Si.) NIP 19640505.199103.1.003
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
(Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.) NIP 19650814.199002.1.001
Tanggal Ujian Akhir Sarjana : 28 Oktober 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik. Skripsi ini belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2010 Yang membuat pernyataan
Saidatul Husnah F24062670
BIODATA PENULIS
Saidatul Husnah. Lahir di Pasuruan, 10 Juni 1988 dari pasangan Moh. Hasyim dan Lilik Muassomah, sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDI KHA. Wahid Hasyim Bangil tahun 2000, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 1 Bangil tahun 2003, dan SMA Darul Ulum 2 Jombang pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Departemen Agama RI. Penulis aktif di berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, diantaranya menjadi Staf HRD UKM FORCES (Forum For Scientific Studies) pada tahun 2007, pimpinan redaksi majalah peduli pangan dan gizi “EMULSI” pada tahun 2009, anggota IKALUM (Ikatan Alumni Mahasiswa Darul Ulum), ketua divisi Informasi dan Komunikasi CSS MoRA (Community of Santri Scholar Ministry of Religious Affair) pada tahun 2009. Selain aktif di organisasi, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar (2007-2008), Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Penulis pernah menerima penghargaan sebagai juara III Lomba Penelitian Teknik Kimia di Universitas Diponegoro tahun 2009. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul “Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar” di bawah bimbingan Ir. Sutrisno Koswara, M.Si.
KATA PENGANTAR
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9. 10. 11.
12. 13. 14. 15. 16.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dari penelitian yang dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST CENTER dengan judul “Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar”. Penelitian dan penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan baik moril, materil, maupun spirituil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : Bapak, Ibu, Ning Sun, Mas Anam, dan Azza atas segala doa, kasih sayang, dukungan, dan kerja kerasnya selama ini. Direktorat Jenderal Departemen Agama RI yang telah membiayai masa studi dan penelitian penulis selama di IPB. Direktorat Kerja Sama IPB yang telah membimbing dan mengawasi penulis selama masa studi di IPB. Bapak Ir. Sutrisno Koswara, MSi. selaku dosen pembimbing yang telah sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan studinya selama di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB. Bapak Ir. Subarna, M.Si. dan Ibu Elvira Syamsir, S.TP., M.Si. atas kesediaannya menjadi dosen penguji pada ujian akhir dan atas masukan yang diberikan. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis, semoga ilmu yang diberikan menjadi ilmu yang bermanfaat. Saffiera Karleen sebagai teman satu bimbingan yang telah banyak membantu dari awal hingga akhir penelitian. Teman, kakak, dan adikku di IKALUM (Ikatan Alumni Mahasiswa Darul Ulum) IPB, Lingga, Dina, Ratih, Akmal, Koko, Mas Beni, Mas Asif, Mas Syaiful, Sukma, Tika, Indri, Ufa, Galuh, dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Teman-teman terbaikku di ITP Zatil, Arini, Neng, Wina, Ovi, serta teman-teman ITP 43 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Teman-teman satu laboratorium Dewi, Desi, Kak Tuti, Husna, Widi, Zaki, Nadia, Dessy, Tsani, Yogi, Victor, Mbak Alin, dan Mas Nono atas bantuan dan semangatnya. Laboran yang sudah sangat membantu selama penelitian, Pak Sobirin, Pak Sidik, Pak Rojak, Mas Edi, Pak Wahid, Pak Gatot, Pak Adi, Bu Rubiyah, Bu Antin, Mba Darsih, Pak Jun, Pak Deni, Pak Hendi, Pak Iyas, dan Pak Nurwanto. Keluarga besar TPG/ ITP angkatan 41, 42, 43, 44, 45 atas kebersamaannya selama ini. Keluarga besar CSS MoRA IPB yang telah memberi inspirasi, semangat, bantuan, dan dukungannya yang telah diberikan kepada penulis. Semoga rasa kekeluargaan kita makin erat. Seluruh keluarga besar Forum for Scientific Studies (FORCES) Seluruh keluarga besar Majalah EMULSI Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama masa studi di Institut Pertanian Bogor yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Bogor, Oktober 2010 Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.................................................................................................................... iii DAFTAR ISI..................................................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL..........................................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................................................
viii
I. PENDAHULUAN..................................................................................................................... A. LATAR BELAKANG......................................................................................................... B. TUJUAN PENELITIAN...................................................................................................... C. MANFAAT PENELITIAN……..........................................................................................
1 1 1 2
II.TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................................ A. UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas var. Ayamurasaki)................................................. 1. Botani Ubi Jalar Ungu….............................................................................................. 2. Anatomi dan Morfologi Ubi Jalar Ungu....................................................................... 3. Komposisi Kimia Ubi Jalar Ungu………………………………................................. 4. Tepung Ubi Jalar Ungu….…………………………………………………………… B. ANTOSIANIN..................................................................................................................... 1. Antosianin secara Umum…………………………………………………………….. 2. Antosianin pada Ubi Jalar Ungu……………………………………………………... 3. Stabiltas Antosianin………………………………………………………………….. C. TEKNOLOGI PEMBUATAN ROTI.................................................................................. 1. Bahan……………………………...…………………………………………………. 2. Proses Pembuatan……………………………………………………………………. 3. SSL (Sodium Stearoyl Lactylate)……………………………………………………. D. ROTI SUBSTITUSI BAHAN LOKAL...............................................................................
3 3 3 4 5 6 8 8 9 10 11 11 12 12 12
III.METODOLOGIPENELITIAN................................................................................................ A. BAHAN DAN ALAT.......................................................................................................... 1. Bahan……………………………………………………………................................ 2. Alat…………………………………………………………………………………… B. METODE PENELITIAN ….……………………………………………………………... 1. Penelitian Tahap I : Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu……………………………. 2. Penelitian Tahap II : Pembuatan Roti Tawar Substitusi Tepung Ubi Jalar Ungu………………………………………………………………………………….. C. ANALISIS……………....................................................................................................... 1. Uji Organoleptik…………........................................................................................... 2. Analisis Fisik…............................................................................................................ a. Volume Spesifik Adonan………….………….…………………………………. b. Potensi Pengembangan Adonan……….………………………............................. c. Volume Spesifik Roti…….…………..………………………............................... d. Analisis Tekstur…………………………………………………………………... e. Analisis Warna…...……………………..……………………............................... 3. Analisis Kimia……………………………………………………………………….. a. Kadar Air Metode Oven………………………………………………………… b. Kadar Abu……………………………………………………………………….. c. Kadar Lemak Metode Soxhlet………………………………............................... d. Kadar Protein Metode Kjeldahl………………………………………………… e. Kadar Karbohidrat (by difference)………………………………………………
14 14 14 14 14 15 16 19 19 19 19 19 20 20 21 21 21 21 22 22 23
iv
Kadar Serat Kasar……………………………………………………………….. Total Antosianin…………………………………………………………………
23 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................................
26
A. PENELITIAN TAHAP I : PEMBUATAN TEPUNG UBI JALAR UNGU……………... 1. Kondisi Proses………….............................................................................................. 2. Analisis Antosianin Tepung Ubi Jalar Ungu................................................................ 3. Analisis Warna Tepung Ubi Jalar Ungu……………………………………………... 4. Rendemen Tepung Ubi Jalar Ungu……………………………………………........... 5. Analisis Proksimat Tepung Ubi Jalar Ungu Terpilih………………………………… B. PENELITIAN TAHAP II……............................................................................................ 1. Formulasi Roti Tawar................................................................................................... 2. Pembuatan Roti Tawar Ubi Jalar Ungu.......………………………………………… 3. Roti Tawar Ubi Jalar Ungu........................................................................................... 4. Uji Organoleptik........................................................................................................... 5. Analisis Fisik Roti Substitusi Terpilih……………………………………………….. 6. Analisis Kimia Roti Substitusi Terpilih…………………………................................ 7. Produk Olahan Ubi Jalar Ungu varietas Ayamurasaki……………………………….
26 26 29 30 31 33 34 34 35 37 40 41 44 46
V. SIMPULAN DAN SARAN……............................................................................................... A. SIMPULAN......................................................................................................................... B. SARAN................................................................................................................................
47 47 47
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................
49
LAMPIRAN..................................................................................................................................
53
f. g.
v
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Deskripsi ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki ..........................................................
5
Tabel 2.
Kandungan kimia dan karakter fisik ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki ................
6
Tabel 3.
Komposisi kimia tepung ubi jalar...............................................................................
7
Tabel 4.
Gugus pengganti pada struktur kation flavium antosianin utama ...............................
9
Tabel 5.
Formulasi dasar roti tawar .......................................................................................... 17
Tabel 6.
Formulasi roti tawar ubi jalar ungu ............................................................................ 17
Tabel 7.
Pengaturan TAXT-2 untuk mengukur crumb firmness .............................................. 20
Tabel 8.
Karakteristik warna tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki .............................. 30
Tabel 9.
Kesetimbangan massa tiap proses dan rendemen pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki ................................................................................................. 32
Tabel 10. Hasil analisis proksimat tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki ....................... 33 Tabel 11. Hasil uji rating hedonik roti tawar dengan substitusi tepung ubi jalar ungu .............. 40 Tabel 12. Hasil analisis fisik adonan dan roti tawar ubi jalar ungu bentuk loaf utuh dan sobek
41
Tabel 13. Hasil analisis proksimat roti ubi jalar ungu 40% ........................................................ 44
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Bentuk daun pada tanaman ubi jalar .......................................................................
3
Gambar 2.
Tanaman ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki dan bunganya ................................
4
Gambar 3.
Ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki ......................................................................
4
Gambar 4.
Inti kation flavium ..................................................................................................
8
Gambar 5.
Diagram alir penelitian ........................................................................................... 15
Gambar 6.
Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar ungu di dalam penelitian ....................... 16
Gambar 7.
Diagram alir pembuatan roti tawar metode straight dough yang dimodifikasi ...... 18
Gambar 8.
Tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki yang dibuat dari penjemuran ampas dan pati secara terpisah ................................................................................ 26
Gambar 9.
Potongan ubi jalar ungu dengan ketebalan 1 cm ..................................................... 28
Gambar 10. Hasil pengukuran kadar antosianin tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki (mg Cy-3-glikosida/100 g tepung) .......................................................................... 29 Gambar 11. Tepung ubi jalar ungu var. Ayamurasaki berbagai perlakuan ................................ 31 Gambar 12. Pengupasan kulit ubi jalar ungu dengan hand-held peeler ..................................... 32 Gambar 13. Roti tawar dari 100% tepung terigu ........................................................................ 34 Gambar 14. Crumb roti tawar dari 100% tepung terigu ............................................................. 35 Gambar 15. Roti tawar 100% tepung terigu dan roti ubi jalar ungu dengan penampakan crumb dan crust ...................................................................................................... 39 Gambar 16. Roti tawar ungu dalam bentuk sobek ...................................................................... 39 Gambar 17. Grafik potensi pengembangan adonan roti ubi jalar ungu ...................................... 42
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Pengukuran antosianin tepung ubi jalar ungu ..................................................... 54
Lampiran 2.
Pengukuran warna tepung ubi jalar ungu ............................................................ 55
Lampiran 3.
Kesetimbangan massa tiap proses dan rendemen pembuatan tepung ubi jalar ungu var. Ayamurasaki batch I ........................................................................... 56
Lampiran 4.
Kesetimbangan massa tiap proses dan rendemen pembuatan tepung ubi jalar ungu var. Ayamurasaki batch II .......................................................................... 56
Lampiran 5.
Analisis proksimat dan nilai kalori tepung ubi jalar 7 menit steam oven ........... 57
Lampiran 6.
Kuesioner uji organoleptik .................................................................................. 58
Lampiran 7.
Data uji organoleptik atribut pada roti tawar ubi jalar ungu ................................ 59
Lampiran 8.
Hasil analisis sidik ragam sensori parameter warna pada roti ubi jalar ............... 61
Lampiran 9.
Uji Duncan parameter warna pada roti ubi jalar ungu......................................... 61
Lampiran 10. Hasil analisis sidik ragam sensori parameter aroma pada roti ubi jalar ungu ...... 62 Lampiran 11. Uji Duncan parameter aroma pada roti ubi jalar ungu ........................................ 62 Lampiran 12. Hasil analisis sidik ragam sensori parameter tekstur pada roti ubi jalar ungu .... 63 Lampiran 13. Uji Duncan parameter tekstur pada roti ubi jalar ungu ..................................... 63 Lampiran 14. Hasil analisis sidik ragam sensori parameter rasa pada roti ubi jalar ungu ......... 64 Lampiran 15. Uji Duncan parameter rasa pada roti ubi jalar ungu ........................................... 64 Lampiran 16. Hasil pengukuran volume spesifik roti tawar dengan substitusi tepung ubi jalar ungu............................................................................................................. 65 Lampiran 17. Potensi pengembangan adonan roti ubi jalar ungu .............................................. 66 Lampiran 18. Hasil pengukuran warna roti ubi jalar ungu ........................................................ 67 Lampiran 19. Kadar air roti ubi jalar ungu 40% bentuk loaf ..................................................... 67 Lampiran 20. Kadar air roti ubi jalar ungu 40% bentuk sobek .................................................. 67 Lampiran 21. Kadar abu roti ubi jalar ungu 40% bentuk loaf ................................................... 68 Lampiran 22. Kadar abu roti ubi jalar ungu 40% bentuk sobek ................................................ 68 Lampiran 23. Kadar lemak roti ubi jalar ungu 40% .................................................................. 68 Lampiran 24. Kadar protein roti ubi jalar ungu 40% bentuk loaf .............................................. 69 Lampiran 25. Kadar protein roti ubi jalar ungu 40% bentuk sobek ........................................... 69 Lampiran 26. Kadar serat roti ubi jalar ungu 40%..................................................................... 69 Lampiran 27. Hasil analisis Aw roti ubi jalar ungu 40% ........................................................... 70 Lampiran 28. Hasil analisis kadar antosianin roti ubi jalar ungu ............................................... 70
viii
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Produksi ubi jalar ungu di Indonesia masih sedikit karena permintaannya belum banyak seperti ubi jalar jenis lain. Ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki merupakan varietas yang berasal dari Jepang. Produksi ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki di Indonesia sebesar 1.5-5 ton/ha, sedangkan ubi jalar secara umum produksinya lebih dari 12 ton/ha (Sulistyowati, 2010). Kandungan air ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki sekitar 67.77% (Widjanarko 2008). Hal ini mempersulit proses penyimpanannya. Menurut Setiawati et al. (1994), penyimpanan ubi jalar pada suhu kamar selama satu bulan dapat menyebabkan kerusakan sebesar 15%. Untuk mengatasinya, ubi jalar dapat diolah menjadi tepung. Proses pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki yang telah dilakukan di lapang menghasilkan kualitas tepung dengan warna ungu pucat. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan optimasi pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki. Modifikasi yang dilakukan dalam pembuatan tepung ubi jalar ungu pada penelitian ini adalah metode pengukusan. Metode ini dipilih berdasarkan hasil penelitian Northern Philippines Root Crop Research and Training Center (Benguet, Filipina). Kualitas tepung yang bagus akan dihasilkan dengan memotong ubi jalar yang telah dicuci setebal 2 cm kemudian mengukusnya selama 15 menit pada suhu 100 oC (Rumbaoa et al. 2009). Metode pengeringan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengeringan dengan oven dan pengeringan matahari (penjemuran). Produk akhir berupa tepung ubi jalar dapat dimanfaatkan dalam pembuatan produk pangan. Roti tawar dan produk bakery lain di Indonesia umumnya dibuat dari tepung terigu yang diimpor. Meningkatnya kebutuhan tepung terigu berbanding lurus dengan meningkatnya pemanfaatan tepung terigu dalam produk pangan. Pada Januari 2010 terjadi kenaikan impor terigu sebesar 275.9%, yaitu dari 15,968 ton menjadi 60,029 ton (BPS 2010). Beberapa penelitian serupa di Indonesia telah menggunakan bahan lokal, seperti singkong, kacang tunggak, kacang gude, kacang kedelai, jagung, sorgum, ubi jalar, sukun, pisang, dan beras dalam substitusi pembuatan bakery. Hathorn et al. (2008) di Amerika Serikat membuat roti dengan suplementasi 65% tepung ubi jalar merah (oranye). Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki dan aplikasinya dalam pembuatan roti tawar. Roti tawar merupakan pilihan pengembangan produk dengan substitusi tepung ubi jalar ungu karena roti tawar disukai berbagai kalangan dan tingkatan umur. Ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki merupakan jenis ubi jalar yang mulai ditanam oleh petani di Bogor akhir-akhir ini. Usaha ini seharusnya didorong oleh berkembangnya model pengolahan ubi jalar ungu yang dapat diterapkan di skala industri rumah tangga. Dengan dilakukan penelitian ini, diharapkan masyarakat lebih tertarik untuk meningkatkan produksinya dan melakukan pengolahan pasca panen.
B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan: 1. Mempelajari teknik pembuatan tepung ubi jalar ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) yang mempunyai warna ungu dengan kadar antosianin tinggi 2. Mengaplikasikan tepung ubi jalar ungu hasil optimasi ke dalam formulasi pembuatan roti tawar
1
3. 4.
Mengetahui tingkat substitusi tepung ubi jalar ungu ke dalam formulasi pembuatan roti tawar yang dapat diterima panelis Mengetahui karakteristik fisik dan kimia roti tawar dengan tingkat substitusi tepung ubi jalar ungu yang terpilih
C. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini memberikan informasi tentang pengolahan ubi jalar ungu menjadi tepung ubi jalar ungu yang mempunyai warna ungu dengan kadar antosianin tinggi. Aplikasinya dalam pembuatan roti tawar dapat dijadikan salah satu model dalam pemanfaatan potensi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) bagi masyarakat.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) 1. Botani Ubi Jalar Ungu Secara umum, ubi jalar digolongkan oleh ahli taksonomi ke dalam famili Convolvulaceae, genus Ipomoea, dan spesies Ipomoea batatas. Ubi jalar termasuk tanaman palawija (Sarwono 2005) yang memiliki biji berkeping dua (dikotiledon). Tanaman ubi jalar berbentuk herbaceous, yaitu tidak berkayu, berwarna hijau atau ungu. Batangnya kadang tumbuh menjalar, merambat atau setengah tegak dengan panjang 1-5 meter dengan diameter 3-10 mm. Bentuk daunnya bermacam-macam, yaitu berbentuk bulat, menyerupai jantung, dan menjari (Gambar 1). Warnanya ada yang hijau atau ungu (Gambar 1), demikian pula batangnya (Suismono, 1995). Ukuran bunganya sedang, berwarna putih atau putih keunguan pucat dan warna ungu di bagian tengahnya (Prana dan Danimiharja 1981).
(a) (b) (c) Gambar 1. Bentuk daun pada tanaman ubi jalar :(a) bulat, (b) meyerupai jantung, dan (c) menjari Ubi jalar secara umum berasal dari Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika Tengah. Ubi jalar termasuk tanaman tropis-subtropis dengan daerah persebaran 30 oLU sampai 30 oLS. Daerah ini meliputi lingkup Indonesia yang terletak pada 6 oLU sampai 11 oLS, sehingga ubi jalar cocok tumbuh di Indonesia. Selain itu, kondisi iklim di Indonesia sesuai untuk pertumbuhan ubi jalar, yaitu curah hujan tinggi (750-1,500 mm/tahun), sinar matahari 11-12 jam/hari, dan kelembaban udara (RH) 50-60% (Rukmana 1997). Ubi jalar secara umum memiliki banyak keunggulan antara lain umur relatif pendek, daya penyesuaian tertinggi terhadap kondisi lingkungan yang buruk, dan terbukti perannya dalam musim paceklik atau bencana alam sebagai alternatif makanan. Dengan daya adaptasi yang luas, tanaman ini dapat ditanam sepanjang waktu, asalkan kebutuhan air pada awal pertumbuhannya cukup (Widodo 1989). Kebanyakan ubi jalar ditanam di sawah dan tegalan sebagai palawija. Penanaman di sawah dilakukan di musim kering setelah panen padi dan di tegalan pada penghabisan musim hujan (Suismono 1995). Tanaman ubi jalar varietas Ayamurasaki memiliki daun menyerupai jantung dengan bagian tunasnya hampir terlihat ungu. Bagian batang dan tulang daunnya pun hampir terlihat ungu. Bunganya berwarna putih keunguan dan warna ungu di bagian tengahnya (Gambar 2).
3
(a)
(b)
(c)
Gambar 2. Tanaman ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki dan bunganya : (a) tanaman ubi jalar ungu yang sedang bertunas, (b) tanaman ubi jalar ungu yang sedang berbunga, dan (c) bunga ubi jalar ungu.
2. Anatomi dan Morfologi Ubi Jalar Ungu Susunan anatomi dan morfologi ubi jalar berbeda tiap varietas. Suismono (1995) menjelaskan bahwa ubi jalar memiliki sembilan macam bentuk yaitu bulat, bulat elips, elips, bulat di bawah, bulat di atas, bulat panjang ukuran kecil, bulat panjang ukuran besar, elips ukuran besar panjang, dan panjang kecil tak beraturan. Ubi jalar dapat dibagi menjadi empat kategori berdasarkan bentuk permukaan umbi yaitu ubi jalar dengan permukaan berkerut seperti kulit, urat darah, panjang tengah menyempit dan berlekuk atau membujur. Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) biasa disebut Ipomoea batatas blackie karena memiliki kulit dan daging umbi yang berwarna ungu kehitaman (ungu pekat). Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki adalah jenis ubi jalar ungu yang ditanam di Jepang dan memiliki kandungan antosianin tinggi (Yamakawa et al. 1998). Kata Ayamurasaki dalam bahasa Jepang artinya adalah ungu. Berdasarkan warna kulit dan daging umbinya, ubi jalar dapat dibedakan menjadi sembilan jenis, yaitu : putih, krem, kuning, oranye, coklat, jingga, merah, merah muda, merah gelap, dan ungu. Warna daging sering digunakan sebagai tanda membedakan jenis ubi jalar karena mewakili sifat fisikokimia sebagai bahan olahan. Perbedaan warna ubi jalar disebabkan oleh perbedaan pigmen yang terkandung (Suismono 1995). Pigmen yang menyusun warna ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki termasuk dalam jenis antosianin yang didominasi oleh sianidin dan peonidin dalam bentuk mono- atau diasilasinya (Kano et al. 2005). Ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki dapat dilihat pada Gambar 3, dan deskripsi lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Gambar 3. Ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki
4
Asal
Tabel 1. Deskripsi ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki : Persilangan „Kyushu-109‟ dan „Satsumahikari‟
Tipe tanaman
:
Semi kompak
Diameter buku ruas
:
Sedang
Panjang buku ruas
:
Pendek
Warna dominan sulur
:
Hijau muda sampai hijau
Bentuk kerangka daun
:
Berbentuk hati sampai cuping
Kedalaman cuping daun
:
Tepi daun berlekuk sedang
Jumlah cuping daun
:
Bercuping satu sampai tiga
Bentuk cuping pusat
:
Elips
Ukuran daun dewasa
:
Sedang
Warna daun dewasa
:
Hijau
Warna daun muda
:
Hijau
Panjang tangkai daun
:
Pendek
Bentuk umbi
:
Elips membulat
Warna kulit umbi
:
Ungu
Warna daging umbi
:
Ungu
Rasa umbi
:
Enak
Sumber : Sulistyowati 2010
3. Komposisi Kimia Ubi Jalar Ungu Ubi jalar ungu mengandung vitamin (A, B1, B2, C, dan E), mineral (kalsium, kalium, magnesium, tembaga, dan seng), serat pangan, serta karbohidrat bukan serat (Suda et al. 2003). Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi. Total kandungan antosianin ubi jalar varietas Ayamurasaki bervariasi pada setiap tanaman, yaitu berkisar antara 20 mg/100 g sampai 924 mg/100 g berat basah (Widjanarko 2008). Pigmennya lebih stabil bila dibandingkan antosianin dari sumber lain, seperti kubis merah, elderberi, bluberi, dan jagung merah (Kano et al. 2005). Kandungan nutrisi ubi jalar ungu juga lebih tinggi bila dibandingkan ubi jalar varietas lain, terutama kandungan lisin, Cu, Mg, K, Zn yang berjumlah rata-rata 20% (Widjanarko 2008). Tabel 2 menunjukkan kandungan kimia dan karakter fisik ubi jalar ungu.
5
Tabel 2. Kandungan kimia dan karakter fisik ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki Sifat Kimia dan Fisik Jumlah Kadar air (%bb)
67.77
Kadar abu (%bk)
3.28
Kadar pati (%bk)
55.27
Gula reduksi (%bk)
1.79
Kadar lemak (%bk)
0.43
Kadar antosianin (mg/100g)
923.65
Aktivitas antioksidan (%)
61.24
Warna (L)
37.50
Warna (a)
14.20
Warna (b)
11.50
Sumber : Widjanarko 2008
Kestabilan dan kandungan antosianin yang lebih tinggi pada ubi jalar ungu daripada sumber lain, menjadikannya sebagai pilihan alternatif pewarna alami (Kano et al. 2005). Beberapa industri pewarna dan minuman beralkohol di Jepang menggunakan ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki sebagai bahan baku penghasil antosianin. Ubi jalar ungu juga telah dikembangkan dalam bentuk produk es krim, sirup, mi, pia, dan yogurt. Antosianin yang terkandung dalam ubi jalar ungu juga memiliki fungsi fisiologis, seperti antioksidan, antikanker, antibakteri, perlindungan terhadap kerusakan hati, pencegah penyakit jantung dan stroke. Ubi jalar ungu bisa menjadi antikanker karena mengandung zat aktif berupa selenium dan iodin, serta jumlahnya dua puluh kali lebih tinggi dari jenis ubi jalar lainnya. Ubi jalar ungu memiliki aktivitas antioksidan 2.5 kali dan antibakteri 3.2 kali lebih tinggi daripada beberapa varietas bluberi. Ubi jalar ungu juga berperan dalam membantu kelancaran peredaran darah (Kano et al. 2005).
4. Tepung Ubi Jalar Ungu Kandungan air yang tinggi pada ubi jalar dapat dikurangi dengan mengubahnya menjadi bentuk tepung. Selain mudah dalam proses penyimpanan, bentuk tepung mempunyai umur simpan yang panjang. Tepung ubi jalar diperoleh dengan melakukan pembersihan, pengecilan ukuran, pengeringan, penggilingan, dan pengayakan. Hal (2000) menerangkan berbagai perlakuan tambahan yang dapat diterapkan dalam pembuatan tepung ubi jalar. Ubi jalar ditimbang, disortir, dicuci, dan dibersihkan kulitnya. Umbi yang telah dikupas tersebut diiris dengan ketebalan tertentu atau disawut, lalu direndam dalam larutan pemutih (bleaching), dan dipres untuk menghilangkan kelebihan air. Perlakuan selanjutnya adalah penataan umbi pada baki dan selanjutnya dikeringkan. Umbi yang telah kering digiling dan diayak. Kandungan air ubi jalar yang tinggi menghasilkan rendemen penepungan yang kecil. Woolfe (1992) yang diacu dalam Hal (2000) menyebutkan rendemen penepungan ubi jalar di Filipina yaitu 12%-37%. Tepung ubi jalar memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan pati ubi jalar, antara lain : a) dapat disimpan dalam waktu lama sehingga dapat memenuhi kebutuhan pengguna ubi jalar sepanjang tahun, b) dapat digunakan sebagai bahan baku industri secara langsung, c) tepung ubi memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi berbagai macam
6
produk olahan (Jiang 2001). Di banyak negara, tepung ubi jalar digunakan sebagai suplementasi tepung terigu dalam pembuatan produk bakery, pancake, puding, dan lainnya. Manfaat yang terkandung dalam tepung ubi jalar bergantung pada komposisi kimia umbi, terutama berhubungan dengan waktu panen. Hal (2000) menyatakan kandungan protein dan serat tertinggi terdapat pada ubi jalar yang dipanen pada bulan keempat dan akan menurun pada bulan kelima, sedangkan kandungan gula akan meningkat pada bulan kelima. Secara keseluruhan, waktu pemanenan yang optimum adalah bulan keempat karena tepung yang akan dihasilkan memiliki kandungan nutrisi lebih baik dibandingkan dengan tepung singkong. Pada Tabel 3 dapat dilihat komposisi kimia tepung berbagai jenis ubi jalar. Tabel 3. Komposisi kimia tepung ubi jalar Tepung Ubi Jalar Komponen Kimia a Putih Kuningb
Ungub
Air (%bb)
6.87-7.70
6.77
7.00
Abu (% bk)
2.79-2.94
4.71
5.31
Lemak (%bk)
0.71-0.81
0.91
0.81
Protein (%bk)
2.3-3.0
4.42
2.79
Serat Pangan (%bk)
2.83-3.90
5.54
4.72
Karbohidrat (%bk)
86.1-94.1
83.19
83.81
Pati (%bk)
66.7-70.7
-
-
Total Gula (%bk)
10.3-15.2
-
-
Gula pereduksi (%bk)
3.80-10.35
-
-
Sumber :
(a) Hamed et al. (1973) (b) Susilawati dan Medikasari (2008)
Pengeringan merupakan faktor yang penting dan paling menentukan dalam pembuatan tepung. Pengeringan adalah proses termudah dan termurah untuk mengurangi kapasitas penyimpanan ubi jalar. Martin (1984) melaporkan bahwa ubi jalar dalam bentuk sawut akan lebih mudah untuk dikeringkan dan digiling, walaupun proses pengerjaannya lebih sulit, berbeda dengan ubi jalar yang digiling dalam bentuk potongan yang dikeringkan. Pengeringan yang dapat dilakukan untuk membuat tepung ubi jalar adalah pengeringan matahari dan pengering buatan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melakukan optimasi pembuatan tepung ubi jalar. Salah satunya, Northern Philippines Root Crop Research and Training Center (Benguet, Filipina) menyatakan bahwa cara untuk membuat tepung ubi jalar yang berkualitas adalah dengan memotong ubi jalar yang telah dicuci setebal 2 cm dan mengukusnya selama 15 menit pada suhu 100 oC. Perlakuan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pencoklatan akibat pemotongan. Proses selanjutnya adalah pendinginan, pengupasan (peeling), dan pemotongan menjadi bentuk kubus dengan ukuran 2 cm3. Pengeringan ubi jalar tersebut dilakukan menggunakan metode freeze drying. Untuk menjaga kualitas, tepung disimpan pada suhu 4 oC dalam wadah yang dapat dengan mudah dikemas kembali hingga akan digunakan (Rumbaoa et al. 2009). Proses pemanasan awal (pre-heating) akan mengurangi tingkat kecerahan warna ungu dan meningkatkan kekuatan gel dari ubi jalar (Steed et al. 2008). Karakteristik bahan yang memiliki kekuatan gel tinggi akan menghasilkan produk dengan tekstur yang diinginkan.
7
Beberapa produk yang membutuhkan karakater kekuatan gel tinggi adalah pia, kue, dan mashed sweetpotato.
B. ANTOSIANIN 1. Antosianin secara Umum Kata antosianin berasal dari bahasa Yunani (anthos yang berarti bunga dan kyanos yang berarti biru). Pigmen ini umumnya terkandung dalam tanaman dan dideteksi oleh penglihatan manusia sebagai warna merah hingga biru keunguan. Senyawa ini mengandung komponen fenolik dan termasuk kelompok flavonoid (Kong et al. 2003). Warnanya begitu menarik sehingga dapat dimanfaatkan untuk pewarna alami makanan. Antosianin dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan besar, yaitu antosianidin, aglikon, dan glukosida. Glukosida merupakan bentuk antosianin yang paling sering dijumpai. Telah ditemukan dua puluh jenis glukosida, namun hanya enam yang memegang peranan penting dalam bahan pangan, yaitu pelargonidin, sianidin, delfinidin, peonidin, petunidin, dan malvidin (Astawan dan Kasih 2008). Seluruh senyawa antosianin merupakan senyawa turunan dari kation flavium (Francis 1985). Gambar 4 menunjukkan inti kation flavium.
Gambar 4. Inti kation flavium. Inti kation flavium memiliki tujuh cabang yang akan diisi oleh gugus pengganti. Jenis gugus yang mengganti akan menentukan jenis antosianidin. Pada setiap inti kation flavium terdapat sejumlah molekul yang berperan sebagai gugus pengganti. Pada Tabel 4 dapat dilihat sejumlah gugus pengganti yang paling umum ditemui pada antosianin.
8
Tabel 4. Gugus pengganti pada struktur kation flavium antosianin utama Antosianidin R1 R2 R3 R4 R5 R6 Aurantinidin
R7
-H
-OH
-H
-OH
-OH
-OH
-OH
Sianidin
-OH
-OH
-H
-OH
-OH
-H
-OH
Definidin
-OH
-OH
-OH
-OH
-OH
-H
-OH
Europinidin
-OCH3
-OH
-OH
-OH
-OCH3
-H
-OH
Luteolinidin
-OH
-OH
-H
-H
-OH
-H
-OH
Pelargonidin
-H
-OH
-H
-OH
-OH
-H
-OH
Malvidin
-OCH3
-OH
-OCH3
-OH
-OH
-H
-OH
Peonidin
-OCH3
-OH
-H
-OH
-OH
-H
-OH
Petunidin
-OH
-OH
-OCH3
-OH
-OH
-H
-OH
Rosinidin
-OCH3
-OH
-H
-OH
-OH
-H
-OCH3
Sumber : Martin et al. (2009)
Sejak lama manusia mengonsumsi antosianin yang terkandung dalam buah atau sayuran yang dimakan. Selama ini tidak pernah terjadi suatu penyakit atau keracunan yang disebabkan pengonsumsian pigmen ini. Oleh karena itu, antosianin merupakan salah satu sumber pewarna untuk makanan yang dapat menggantikan bahan pewarna sintetik (Brouillard 1982). Bahkan pada abad ke-12, senyawa ini telah dipercaya memiliki khasiat seperti obat (Astawan dan Kasih 2008). Antosianin memiliki potensi biologis dan fungsi farmakologis, seperti antioksidatif (Shih et al. 2007), antiinflamatori (Karlsen et al. 2007), antitumor (Shih et al. 2005), dan kemampuan menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler (Prior dan Wu 2006).
4. Antosianin pada Ubi Jalar Ungu Keberadaan antosianin pada suatau tanaman tidak selalu sama jenis dan komposisinya (Philpott et al. 2004). Namun, pigmen ini umumnya terdapat pada bagian epidermis dan sel mesofil periferal suatu bahan pangan (Astawan dan Kasih 2008). Jenis antosianin pada ubi jalar ungu adalah bentuk mono- atau diasilasi dari jenis peonidin dan sianidin (Terahara et al. 2000; 2004). Antosianin dari ubi jalar ungu lebih stabil daripada pigmen yang terkandung di dalam strawberi, kubis merah, dan perilla (Zhang et al. 2009). Bahkan efek free radical scavengingnya lebih tinggi daripada pigmen yang terkandung dalam kubis merah, kulit anggur, elderberi, dan jagung ungu, serta asam askorbat (Kano et al. 2005; Philpott et al. 2004). Oleh karena itu, ubi jalar ungu merupakan sumber antosianian yang baik untuk diaplikasikan dan diolah lebih lanjut. Steed dan Truong (2008) mengatakan bahwa total antosianin yang terdapat pada ubi jalar ungu yang ditanam di Carolina, Amerika Serikat mengandung 107.8 mg antosianin/100 g umbi basah. Berbeda halnya dengan kadar antosianin ubi jalar varietas Ayamurasaki yang diteliti oleh Widjanarko (2008) yang menunjukkan hingga 923.65 mg antosianin/100 g umbi basah.
9
5. Stabilitas Antosianin Antosianin merupakan senyawa yang reaktif. Sifat reaktif ini disebabkan oleh inti kation flavium pada pigmen antosianin yang kekurangan elektron. Pigmen ini ternyata memiliki kestabilan yang rendah, baik ketika berada dalam jaringan bahan pangan ataupun di dalam produk pangan. Reaksi yang terjadi umumnya menyebabkan terjadinya kehilangan warna. Beberapa faktor kimia dan fisik yang dapat mempengaruhi kestabilan antosianin adalah enzim, oksigen, asam askorbat, gula dan senyawa turunannya, pH, logam, suhu, cahaya, kondensasi, serta sulfur dioksida (Markakis 1982). Setiap faktor memberikan kontribusi terhadap diskolorisasi antosianin. Selain itu jenis antosianin juga berpengaruh terhadap kestabilannya. Namun yang paling mempengaruhi dalam proses diskolorisasi antosianin adalah suhu, cahaya, oksigen, dan pH. Laju kehilangan warna antosianin secara enzimatik lebih tepatnya disebabkan oleh glukosidase yang menghidrolisis grup 3-glikosidik menjadi glikon yang tidak stabil. Kerusakan antosianin juga dapat disebabkan oleh fenolase yang membutuhkan katekol atau o-dihidroksifenol lainnya untuk aktivasi (Jurd 1992). Peng dan Markakis (1963) menyimpulkan bahwa perubahan warna fenolase-katekol-antosianin juga melibatkan enzim untuk oksidasi. Peroksidase dapat mengkatalisis terjadinya diskolorisasi antosianin. Begitu juga dengan kehadiran fenolase (fenoloksidase dan polifenoloksidase). Fenolase akan bereaksi dengan antosianin. Reaksinya akan terjadi sangat kuat ketika ada senyawa fenolik untuk menjadi substrat daripada antosianin sebagai substratnya. Pirokatekol dalam bahan pangan akan dioksidasi oleh fenolase menjadi o-benzokuinon. Sistem enzimatik yang dapat menyebabkan diskolorisasi antosianin dapat ditemukan pada kapang, akar, daun, dan buah (Markakis 1982). Antosianin yang terkandung dalam bahan pangan akan teroksidasi oleh o-benzokuinon tersebut menjadi senyawa yang tidak berwarna. Hal inilah yang menyebabkan hilanganya warna merah keunguan yang ditampakkan oleh antosianin. Enzim yang dapat merusak antosianin dapat diinaktivasi dengan pemanasan. Siegel et al. (1971) melaporkan bahwa buah ceri yang diberi perlakuan dikukus selama 45-60 detik sebelum dibekukan akan meminimalisasi terjadinya kerusakan antosianin pada proses pengolahan selanjutnya. Panas yang terdapat dalam proses pengolahan dan penyimpanan bahan pangan, akan merusak keberadaan antosianin. Terdapat hubungan logaritmik antara kerusakan antosianin dengan temperatur, begitu pula dengan hubugan yang terjadi antara kerusakan antosianin dengan waktu pemanasan pada suhu konstan. Markakis (1982) menjelaskan bahwa terjadinya pembukaan heterosiklik dan susunan kalkon merupakan tahap pertama yang terjadi dalam proses degradasi antosianin. Cahaya memegang peranan penting dalam pembentukan pigmen antosianin, yaitu berkaitan dengan proses fotosintesis. Hal ini terjadi dalam proses pematangan dan perubahan warna merah pada buah stroberi. Begitu pula sebaliknya, cahaya mempercepat degradasi antosianin. Jenis antosianin yang paling stabil terhadap keberadaan cahaya adalah diglikosida yang termetilasi atau terasilasi. Non-asilasi diglikosida merupakan jenis antosianin yang kurang stabil, bahkan monoglikosida paling tidak stabil (Markakis 1982). Derajat keasaman (pH) akan mempengaruhi warna dan penampakan dari pigmen antosianin. pH juga mempengaruhi stabilitas antosianin. Antosianin akan lebih stabil pada kondisi asam (pH 2-4.5) daripada kondisi netral atau basa. Kestabilan antosianin pada pH rendah akan menurun secara perlahan dengan kehadiran oksigen dalam sistem pangan. Pada
10
kisaran pH yang sama, kehadiran oksigen dapat mempercepat terjadinya kerusakan antosianin (Markakis 1982). Nebesky et al. (1949) yang diacu dalam Markakis (1982) mengatakan bahwa oksigen dan suhu merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kerusakan antosianin. Asam askorbat diduga menginduksi kerusakan antosianin yang dijembatani oleh kehadiran H2O2. Asam askorbat yang teroksidasi oleh oksigen dan ion tembaga akan membentuk H2O2. Peroksida ini akan mengubah antosianin menjadi senyawa yang tidak berwarna. Meschter (1953) yang diacu dalam Markakis (1982) melaporkan bahwa asam dehidroaskorbat juga dapat membuat antosianin menjadi tidak berwarna dengan laju reaksi yang lebih rendah daripada asam askorbat. Gula dan senyawa turunannya juga dapat menyebabkan degradasi antosianin. Gula jenis fruktosa, arabinosa, laktosa, dan sorbosa paling berpengaruh dalam kerusakan antosianin daripada sukrosa, glukosa, dan maltosa. Antosianin dapat mengalami kondensasi dengan sendirinya dan dengan senyawa organik lainnya. Kondensasi antosianin dengan senyawa lainnya akan menghasilkan pergeseran batokromik dan kenaikan absorptivitas. Kondisi ini dinamakan dengan kopigmentasi. Pengolahan terhadap ubi jalar ungu menyebabkan penurunan antosianin. Kerusakan antosianin sekitar 10%-30% terjadi pada ubi ungu varietas Ayamurasaki akibat penggorengan dan pengukusan, hampir 70% warna ubi jalar ungu rusak akibat proses pembuatan selai (Widjanarko 2008).
C. TEKNOLOGI PEMBUATAN ROTI 1. Bahan Bahan baku standar pembuatan roti tawar adalah tepung terigu, air, yeast (khamir), gula, dan garam. Hasil roti tawar sering disebut dengan lean bread. Tepung yang sering digunakan dalam pembuatan roti tawar adalah tepung terigu yang terbuat dari gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Kandungan protein dari tepung yang baik untuk pembuatan roti tawar adalah antara 12%-13%, misalnya tepung terigu dengan merk Cakra yang terdapat di pasaran (Bogasari). Tepung terigu dapat membentuk adonan dan dapat menahan gas selama fermentasi dan pemanggangan sehingga menghasilkan roti yang mengembang, ringan, dan beraerasi baik (Pyler 1973). Sifat ini dimungkinkan karena kandungan gluten dalam terigu. Gluten sebagian terdiri dari protein (75%-80%), pati yang tidak tercuci (5%-15%), lemak (5%-10%), dan sejumlah kecil mineral. Menurut Fance (1976), paling tidak terdapat lima jenis protein gandum yaitu albumin yang larut dalam air, globulin dan prolamin yang larut dalam garam, gliadin yang larut dalam alkohol 70%, dan glutenin yang larut dalam alkali encer. Glutenin dan gliadin bersama-sama membentuk gluten. Pada bentuk ini, glutenin berperan sebagai perekat elastis dan gliadin berperan dalam kestabilan dan keteguhan adonan (Shewry 2003). Air berfungsi sebagai medium pencampuran bahan-bahan dan berperan terhadap terjadinya reaksi-reaksi kimia, enzimatis, dan reaksi fisika selama proses pembuatan roti tawar. Dengan adanya air, bahan-bahan seperti tepung terigu, garam, gula, dan yeast serta bahan tambahan lainnya dapat tercampur merata selama proses pengadonan (Pyler 1973). Pada proses pengadonan terjadi reaksi-reaksi kimia dengan adanya interaksi pati-sukrosa-air
11
dan juga reaksi enzimatis yang terjadi pada pati oleh yeast karena penambahan air terutama pada tahap fermentasi (Pyler 1973). Reaksi fisik terjadi pada saat pemanggangan dengan adanya proses gelatinisasi pati (Dreese et al. 1988). Yeast adalah penghasil gas CO2 yang berperan dalam pengembangan adonan dan penghasil aroma pada saat proses fermentasi (Pyler 1973). Menurut Matz (1972), yeast yang biasa digunakan dalam pembuatan roti adalah Saccharomyces cerevisiae sehingga disebut ragi roti. Pyler (1973) mengatakan bahwa proses fermentasi yeast di dalam adonan mengakibatkan perubahan-perubahan di dalam adonan yaitu penguraian senyawa-senyawa yang dapat difermentasi, akumulasi gas CO2, alkohol, asam, dan ester, perubahan kemasan adonan, dan pelunakan struktur gluten menjadi elastis. Menurut Pyler (1973), yeast dapat ditambahkan atau dicampur langsung dengan tepung atau bahan kering lainnya ataupun dicairkan terlebih dahulu dengan air pada suhu 40-45 oC sebelum digunakan pada saat pengadonan. Yeast yang ditambahkan ke dalam adonan memerlukan waktu adaptasi selama ± 45 menit sebelum memperbanyak diri dan memecah karbohidrat (Pyler 1973). Menurut Pyler (1973), aktivitas yeast dapat ditingkatkan dengan penambahan gula. Gula merupakan sumber makanan yang dapat dipakai secara langsung oleh yeast. Jika adonan dibuat tanpa menggunakan gula, yeast akan menggunakan gula dari tepung yang hanya ada dalam jumlah sedikit, kemudian enzim diastase atau amilase dari tepung akan memecah pati menjadi gula sederhana. Proses enzimatik ini memerlukan waktu lebih lama sehingga dapat menghambat pengembangan adonan. Berbeda dengan kasus ketika gula yang ditambahkan dalam jumlah terlalu banyak. Hal ini dapat meningkatkan efek pengawetan dari gula karena air dalam matriks adonan akan terikat dengannya. Selain itu, gula yang terlalu banyak akan menurunkan efektivitas yeast. Selain sebagai sumber makanan bagi yeast, gula menyumbangkan rasa manis pada roti, memperbaiki aroma, dan mempunyai peran dalam pembentukan warna crust saat pemanggangan (Kotschevar 1975). Garam adalah bahan yang penting untuk mendapatkan aroma standar roti tawar, tetapi terkadang garam tidak digunakan dalam pembuatan roti. Garam berfungsi sebagai pengontrol aktivitas yeast dan berperan terhadap kekuatan gluten, terutama wild yeast (Kotschevar 1975).
2. Proses Pembuatan Proses pembuatan roti tawar secara garis besar meliputi proses pencampuran (mixing), pengadonan (kneading), fermentasi (fermentation), pencetakan (rounding), dan pemanggangan (roasting) (Ahza 1980). Menurut Matz (1972), roti tawar merupakan produk makanan yang dihasilkan dari proses pengadonan fermentasi dan pemanggangan dari tepung terigu yang dicampur dengan air, yeast, gula, garam, dan shortening. Pengembangan volume roti tawar merupakan parameter yang penting dalam menentukan kualitas roti tawar. Oleh karena itu, proses pengadonan, fermentasi, dan pemanggangan merupakan proses penting yang menentukan pengembangan roti tawar.
3. SSL (Sodium Stearoyl Lactylate) SSL termasuk golongan anion surfaktan dan diketahui sebagai agen penguat adonan. Surfaktan ini bersifat larut air dan tidak larut dalam larutan garam kalsium (Stauffer 1990). Emulsifier jenis ini sangat cocok ditambahkan dalam formulasi roti dengan metode straight dough karena penambahannya akan mengecilkan ukuran gas yang terperangkap ketika mixing
12
dan yang terbentuk ketika fermentasi (Stauffer 1990). Pada suhu 80 oC ke atas, keberadaan 0.5% SSL akan membantu proses pengembangan adonan, sama halnya dengan keberadaan 3% shortening dalam adonan (Moore dan Hoseney 1986). Eliasson (1983) melaporkan bahwa SSL mampu menurunkan laju rekristalisasi pati.
D. ROTI SUBSTITUSI BAHAN LOKAL Tepung terigu merupakan pemegang peran penting dalam teknologi pembuatan roti tawar, terutama tepung terigu yang mengandung protein tinggi. Kandungan glutenin dan gliadin yang hampir sama komposisinya menyebabkan tekstur adonan roti yang dibentuk pun menjadi sempurna. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi tepung dari bahan lain untuk diolah menjadi produk bakery, walaupun hasilnya tidak semaksimal ketika menggunakan 100% tepung terigu. Subarna (1992) mengatakan bahwa tingkat substitusi bahan selain tepung terigu pada pembuatan roti hanya mampu mencapai angka 30%. Akan terjadi penurunan mutu yang sangat terlihat nyata ketika ditambahkan tepung lain lebih dari 30%. Beberapa bahan lokal yang pernah diteliti dan diolah menjadi produk bakery adalah singkong, kacang tunggak, kacang gude, kacang kedelai, jagung, sorgum, ubi jalar, sukun, pisang, dan beras. Bahan lokal tersebut digunakan secara parsial menggantikan tepung terigu baik digunakan sendiri atau dicampur antara beberapa bahan lokal membentuk tepung komposit. Secara nyata akan terjadi penurunan kualitas mutu roti yang dihasilkan oleh bahan selain tepung terigu, berbanding terbalik dengan jumlah bahan lokal yang disubstitusi (Hathorn et al. 2008). Pemakaian tepung selain terigu, misalnya tepung dari kacang-kacangan, tepung dari serealia selain gandum (Rohadi 1982), dan tepung umbi-umbian (Muharam 1992) dapat dilakukan dalam pembuatan roti tawar. Penggantian sebagian tepung terigu dapat menyebabkan kualitas crumb turun, volume roti rendah, dan timbul aroma menyimpang (Rohadi 1982). Penggunaan bahan baku selain tepung terigu dimaksudkan untuk berbagai tujuan. Tujuan tersebut adalah adanya keinginan untuk mengurangi ketergantungan akan kebutuhan gandum yang hanya diproduksi di negara tertentu dan adanya isu akan penyakit yang berhubungan dengan saluran pencernaan karena alergi terhadap gluten (Mezaize et al. 2009). Penambahan sejumlah bahan pembantu tertentu dilakukan agar dihasilkan produk bakery yang masih memenuhi mutu roti tawar pada umumnya. Beberapa bahan lainnya yang ditambahkan adalah (1) hidrokoloid (carboxymethylcellulose [CMC], guar gum, hydroxypropylmethylcellulose [HPMC], dan xanthan gum) (2) dough improver (Potassium bromate [KBrO3]) (3) emulsifier (sodium stearoyl lactylate [SSL] dan gliseril monostearat [GMS]) (4) enzim (malt dan α-amilase dari mikroba) (Nakai dan Wing 2000).
13
III.
METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bahan untuk membuat tepung ubi jalar ungu, bahan untuk roti tawar ubi jalar ungu, dan bahan analisis. Bahan yang digunakan untuk membuat tepung ubi jalar ungu adalah ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki yang didapat dari lahan pertanian di Cibungbulang, Bogor. Bahan yang digunakan untuk membuat roti tawar ubi jalar ungu adalah tepung ubi jalar ungu hasil optimasi, tepung terigu (protein tinggi), air es, shortening, gula pasir, susu skim, garam, ragi roti, emulsifier (Sodium Stearoyl Lactylate), dan bread improver. Bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk analisis adalah aquades, K2SO4, HgO, H2SO4, NaOH-Na2S2O3, HBO3, HCl, NaOH, heksana, larutan etanol 95%, methilene blue, metanol pro analis, dan buffer Na-fosfat.
2. Alat
1. 2. 3. 4.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu Alat untuk membuat tepung, yaitu : pengukus, pisau, disc mill, ayakan, tray pengering, baskom, penyawut (schredder), dan oven pengering. Alat untuk membuat roti, yaitu : varymixer, loyang roti tawar berukuran 22, oven, proofer, bread slicer, pisau roti, timbangan, gelas ukur, baskom, dan termometer. Alat untuk analisa kimia, yaitu Erlenmeyer, cawan aluminium, timbangan analitik, labu Kjeldahl, destilator, buret, corong, dan peralatan gelas. Alat untuk analisa fisik, yaitu gelas ukur, gelas piala, dan loyang.
B. METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan terdiri atas dua tahap, yaitu tahap pembuatan tepung ubi jalar ungu dan tahap pembuatan roti tawar dengan substitusi tepung ubi jalar ungu. Gambar 5 menunjukkan tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian.
14
Ubi Jalar ungu
Perlakuan Pemotongan (0.5; 1; 1.5 cm)
Pengukusan (5, 7, 10, 15, dan 20 menit) Pengeringan
Penjemuran 9-12 jam
Oven pengering 55-60 oC, 5-6 jam Tepung ubi Jalar ungu
Pengamatan secara visual Formula I dan II
Pengukuran antosianin dan warna
Pemilihan tepung ubi jalar ungu Analisis Proksimat
Substitusi dalam adonan roti tawar : 20%, 30%, dan 40%
Pemilihan formula roti
Formula terpilih
Uji organoleptik (hedonik)
Keterangan : Penelitian tahap I Penelitian tahap II
Roti tawar ungu terpilih
Analisis kimia dan fisik
Gambar 5. Diagram alir penelitian
1. Penelitian Tahap I : Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu Penelitian tahap I dilakukan untuk menentukan proses pembuatan tepung ubi jalar ungu sehingga dihasilkan warna ungu yang terbaik. Perlakuan yang digunakan adalah tebal potongan ubi jalar (0.5; 1; 1.5 cm), waktu pengukusan (steaming) selama 5, 7, 10, 15, dan 20 menit serta metode pengeringan dengan oven pengering pada suhu 55-60 oC selama 5-6 jam dan matahari (dijemur 9-12 jam). Pembuatan tepung ubi jalar ungu yang dilakukan dalam
15
penelitian ini disajikan dalam Gambar 6. Tepung ubi jalar ungu yang dibuat kemudian diukur intensitas warnanya menggunakan Chromameter Minolta dan kadar antosianinnya.
Ubi Jalar ungu
Pengupasan
Pemotongan (0.5; 1; 1.5 cm)
Pengukusan 100 oC (5, 7, 10, 15, dan 20 menit)
Pengecilan ukuran (penyawutan)
Pengeringan (oven pengering dan matahari)
Penggilingan
Pengayakan
Tepung ubi jalar ungu Gambar 6. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar ungu di dalam penelitian
2. Penelitian Tahap II : Pembuatan Roti Tawar Substitusi Tepung Ubi Jalar Ungu Pada penelitian ini dilakukan pembuatan roti tawar dengan substitusi tepung ubi jalar ungu hasil penelitian tahap I. Variabel yang digunakan adalah tepung ubi jalar ungu yang ditambahkan ke dalam formulasi roti tawar. Dalam tahap penentuan formulasi dilakukan uji coba formula roti tawar untuk dilakukan substitusi selanjutnya. Formula roti tawar yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5. Penggunaan bahan lain dalam formulasi ini dihitung berdasarkan basis tepung yang digunakan (100%). Dari kedua formula dasar roti, dipilih formula yang menghasilkan roti tawar dengan ciri-ciri yaitu mempunyai warna kulit (crust) berwarna kuning kecoklatan, warna remah (crumb) putih krem, tekstur remah yang lembut, aroma harum (khas roti), dan mempunyai pengembangan paling bagus.
16
Bahan
Tabel 5. Formulasi dasar roti tawar Formula I (%)
Tepung terigu protein tinggi
Formula II (%)
100
100
Shortening
5
8
Gula pasir
6
7.5
Garam
2
2
Susu skim
2
2
Ragi instan
1
1
Bread improver
0.5
0.7
Air es
60
60
Formula roti tawar terbaik dari hasil pengamatan, bagian tepung terigu (100%) diganti beberapa bagian dengan tepung ubi jalar ungu hasil penelitian tahap I. Tepung ubi jalar ungu yang digunakan adalah 20%, 30%, dan 40%. Persentase tersebut dihitung dari 100% tepung terigu yang digunakan dalam formula dasar roti tawar. Tabel 6 menunjukkan formulasi roti tawar ubi jalar ungu.
Bahan
Tabel 6. Formulasi roti tawar ubi jalar ungu Substitusi 20% Substitusi 30% Substitusi 40%
Tepung terigu protein tinggi
80
70
60
Tepung ubi jalar ungu
20
30
40
Shortening
8
8
8
Gula pasir
7.5
7.5
7.5
Garam
2
2
2
Susu skim
2
2
2
Ragi instan
1
1
1
Bread improver
0.7
0.7
0.7
Air es
60
60
60
Emulsifier (SSL)
0.4
0.4
0.4
Roti tawar dalam penelitian ini dibuat dengan metode straight dough. Jumlah air yang digunakan dalam formulasi roti tawar ubi jalar ungu, sama dengan jumlah air yang digunakan dalam formulasi roti tawar 100% tepung terigu. Roti tawar yang disubstitusi dengan tepung ubi jalar ungu tersebut diuji secara organoleptik berdasarkan uji rating hedonik oleh 70 panelis tidak terlatih menurut ASTM (American Standard Testing Material). Penilaian terhadap produk akan lebih difokuskan pada warna, aroma, tekstur, dan rasa. Pemberian skor pada uji rating hedonik menggunakan sistem skala kategori yaitu sangat suka (1), suka (2), agak suka (3), netral (4), agak tidak suka (5), tidak suka (6), dan sangat tidak suka (7). Hasil uji organoleptik tersebut dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dilanjutkan dengan metode Duncan apabila hasil yang diperoleh berbeda nyata antar sampel. Produk terpilih akan dianalisis secara kimia dan fisik. Roti tawar dibuat dengan mencampur bahan dengan menggunakan varimikser (untuk basis tepung minimal 500 g). Semua bahan (kecuali shortening) dicampur dan diaduk pada
17
kecepatan sedang selama 6 menit hingga terbentuk bulatan adonan utuh. Shortening disisipkan di bagian tengah bulatan adonan tersebut dan diaduk kembali pada kecepatan sedang hingga semua bahan kalis (9-14 menit). Adonan yang telah kalis berarti semua bahan telah tercampur rata, tidak menempel pada wadah, dan kering pada bagian luar. Adonan yang telah kalis dibulatkan (punch) lalu difermentasi pada suhu ruang selama 60 menit. Setelah tahap fermentasi selesai, adonan tersebut dibagi (dividing) menjadi ukuran 350 g (sesuai volume loyang yang digunakan) kemudian dibulatkan (rounding) seperti bola dan diistirahatkan selama 20 menit. Adonan yang telah mengembang, ditekan dan di-roll hingga gasnya hilang (moulding). Tahap selanjutnya adalah pembentukan loaf roti tawar. Loaf tersebut dimasukkan ke dalam loyang yang telah dioles dengan shortening untuk dilakukan proofing selama 60 menit pada suhu 38 oC dan RH 75%-85%. Tahap terakhir adalah pemanggangan pada suhu 190 oC selama ± 30 menit. Gambar 7 menunjukkan tahap pembuatan roti tawar metode straight dough.
Tepung terigu, tepung ubi jalar ungu, air, gula, susu skim, garam, ragi roti, bread improver
Pencampuran dan pengadukan (6 menit)
Bulatan adonan
Shortening
Pencampuran dan pengadukan hingga kalis (9-14 menit)
Fermentasi awal (27-30 oC, 80-85% RH, selama 60 menit)
Pembentukan (dividing, rounding, intermediate proofing, moulding)
Proofing (38 oC, 75-85% RH, selama 60 menit)
Pemanggangan (190 oC selama 30 menit)
Depanning dan Pendinginan
Roti tawar ungu Gambar 7. Diagram alir pembuatan roti tawar metode straight dough (Subarna, 1992) yang dimodifikasi
18
C. ANALISIS 1. Uji Organoleptik Uji organoleptik yang dilakukan pada roti tawar ubi jalar ungu adalah uji rating hedonik. Panelis diminta untuk menilai produk pada 7 skala hedonik, sangat suka (1), suka (2), agak suka (3), netral (4), agak tidak suka (5), tidak suka (6), dan sangat tidak suka (7). Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih yang berjumlah 70 orang. Jumlah ini merupakan batas minimal panelis yang digunakan dalam uji rating hedonik menurut ASTM (American Standard Testing Material). Parameter yang digunakan dalam uji rating hedonik terhadap roti tawar ubi jalar adalah warna, aroma, tekstur, dan rasa. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (Analysis of Variance / ANOVA) untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara ketiga tingkat substitusi yang diberikan pada taraf (α) 0.5%. Jika terdapat perbedaan, analisis dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Test.
2. Analisis Fisik a. Volume Spesifik Adonan
1. 2.
3. 4.
Pengukuran volume adonan dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : Gelas piala yang akan digunakan dalam pengukuran volume adonan diisi dengan jewawut hingga batas skala. Biji jewawut ini lalu disisihkan. Adonan sejumlah 30 g yang telah kalis dimasukkan ke dalam gelas piala yang telah diketahui volumenya lalu ditambahkan biji jewawut yang digunakan pada prosedur nomor 1 hingga batas skala. Sisa biji jewawut yang tidak digunakan pada prosedur nomor 2 diukur volumenya dengan gelas ukur dan dicatat sebagai volume adonan (V) Volume spesifik adonan ini dinyatakan dalam satuan cm3/g Volume spesifik adonan =
V 30 g
keterangan : V = Volume roti yang diukur
b. Potensi Pengembangan Adonan Pengukuran potensi pengembangan adonan dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : 1. Adonan sejumlah 30 g yang telah kalis dimasukkan ke dalam gelas piala dan diukur volumenya. 2. Volume adonan roti tersebut dicatat tiap 5 menit hingga volumenya menurun kembali. 3. Dibuat grafik hubungan volume adonan dengan waktu.
19
c. Volume Spesifik Roti
1. 2. 3. 4.
Pengukuran volume roti dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : Wadah yang akan digunakan dalam pengukuran volume roti diisi dengan jewawut hingga batas atas. Biji jewawut ini lalu disisihkan. Potongan roti yang telah ditimbang (M) dimasukkan ke dalam wadah yang digunakan pada prosedur nomor 1 lalu diisi dengan biji jewawut pada prosedur nomor 1. Sisa biji jewawut pada prosedur nomor 2 diukur volumenya dengan gelas ukur dan dicatat sebagai volume roti (V). Volume spesifik roti dinyatakan dalam satuan cm3/g. Volume spesifik roti =
V M
keterangan : V = Volume roti yang diukur M = Massa roti yang diukur
d. Analisis Tekstur Probe yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 36 mm dengan radius* (P/36R) menggunakan 5 kg load cell. Pengaturan TAXT–2 yang digunakan adalah untuk sampel roti. Tujuan tes ini adalah untuk menentukan ketegaran (firmness) roti menggunakan metode Standar AACC (74-09). Pengaturan TAXT-2 untuk mengukur crumb firmness dalam Tabel 7.
Mode
Tabel 7. Pengaturan TAXT-2 untuk mengukur crumb firmness : Measure Force in Compression
Option
:
Return to start
Pre-test speed
:
1.0 mm/s
Test speed
:
1.7 mm/s
Post-test speed
:
10.0 mm/s
Strain
:
40%
Trigger type
:
Auto – 5 g
Tare mode
:
Auto
Data acquisition rate
:
250 pps
Sampel roti dipotong dengan ketebalan 25 mm atau 12.5 mm. Jika sampel roti diiris dengan ketebalan 12.5 mm harus diukur menggunakan 2 potong secara bersamaan. Sampel diletakkan di atas landasan lalu ditekan oleh probe. Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara gaya untuk mendeformasi dan waktu. Kurva tersebut menunjukkan karakteristik bread firmness. Kurva tersebut mempunyai puncak (+) yang diakibatkan oleh 40% kompresi. Nilai distance pada puncak (+) dicatat dan dikonversikan menjadi 25% kompresi dan dicatat force-nya. Nilai ini merupakan nilai bread firmness.
20
Sebelum dilakukan tes, „%strain‟ pengukuran harus dikalibrasi terlebih dahulu. Jarak antara ujung probe dengan landasan yang ideal adalah sekitar 30 mm.
e. Analisis Warna (Metode Hunter) Pengukuran warna dilakukan menggunakan Chromameter CR 310 Minolta. Sampel roti ditempatkan pada alas putih. Untuk sampel tepung ditempatkan pada wadah sampel tepung. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, b, dan derajat Hue. L menyatakan parameter kecerahan (warna kromatis, 0: hitam sampai 100: putih). Derajat Hue menunjukkan warna yang terlihat. Nilai hue dikelompokkan sebagai berikut : oHue 342-318 : Red purple; oHue 162-198 : Green; oHue 18-54 : Red; oHue 306-342 : Purple; oHue 54-90 : Yellow red; o Hue 270-306: Blue purple; oHue 90-126 : Yellow; oHue 198-234 : Blue green; oHue 234270 : Blue; dan oHue 126-162 : Yellow green.
3. Analisis Kimia a. Kadar Air Metode Oven (Apriyantono et al. 1989) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Sejumlah sampel (sekitar lima gram) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100 oC selama kurang lebih enam jam atau sampai beratnya konstan. Selanjutnya cawan beserta isinya didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Perhitungan kadar air dilakukan dengan rumus :
Keterangan
: % bb % bk W W1 W2
= kadar air per bahan basah (%) = kadar air per bahan kering (%) = bobot bahan awal sebelum dikeringkan (g) = bobot contoh + cawan kosong kering (g) = bobot cawan kosong (g)
b. Kadar Abu (AOAC 1995) Cawan porselen dikeringkan dalam tanur bersuhu 400–600 oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3–5 g sampel ditimbang dan dimasukkan dalam cawan porselen. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400– 600 oC selama 4–6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
21
Keterangan
: % bb % bk W W1 W2
= kadar abu per bahan basah (%) = kadar abu per bahan kering (%) = bobot bahan awal sebelum diabukan (g) = bobot contoh + cawan kosong setelah diabukan (g) = bobot cawan kosong (g)
c. Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995) Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100–110 oC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel tepung ditimbang sebanyak lima gram, dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut (heksana atau dietil eter). Refluks dilakukan selama lima jam (minimum) dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven yang bersuhu 100 oC sampai beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Kadar lemak dihitung dengan rumus :
Keterangan
: % bb % bk W W1 W2
= kadar lemak per bahan basah (%) = kadar lemak per bahan kering (%) = bobot contoh (g) = bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g) = bobot labu lemak kosong (g)
d. Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 1995) Sejumlah kecil sampel (kira–kira membutuhkan 3–10 ml HCL 0.01N atau 0.02 N) yaitu sekitar 0.1 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan 0.9 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4. Jika bobot sampel lebih dari 15 mg, ditambahkan 0.1 ml H2SO4 untuk setiap 10 mg bahan organik di atas 15 mg. Sampel dididihkan selama 1–1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam alat destilasi, dibilas dengan akuades, dan ditambahkan 10 ml larutan NaOH–Na2S2O3. Gas NH3 yang dihasilkan dari reaksi dalam alat destilasi ditangkap oleh H3BO3 dalam erlenmeyer yang telah ditambahkan 3 tetes
22
indikator (campuran 2 bagian merah metil 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian methylene blue 0.2% dalam alkohol). Kondensat tersebut kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N yang sudah distandardisasi hingga terjadi perubahan warna kondensat menjadi abu–abu. Penetapan blanko dilakukan dengan metode yang sama seperti penetapan sampel. Kadar protein dihitung dengan rumus : %N=
-
kadar protein (%bb) = % N x faktor konversi
Keterangan
: % bb % bk %N
= kadar protein per bahan basah (%) = kadar protein per bahan kering (%) = kandungan nitrogen pada contoh (%)
e. Kadar Karbohidrat (by difference) Kadar karbohidrat basis basah dan basis kering dihitung dengan menggunakan persamaan (8.1) dan (8.2). Kadar karbohidrat (% bb) = 100% - (P + A+ KA + L) Kadar karbohidrat (% bk) = 100% - (P + A + L) Keterangan
: % bb % bk P A KA L
= kadar karbohidrat per bahan basah (%) = kadar karbohidrat per bahan kering (%) = kadar protein (%) = kadar abu (%) = kadar air (%) = kadar lemak (%)
f. Kadar Serat Kasar (AOAC 1995) Prinsip dari analisis serat kasar adalah menimbang residu setelah contoh diperlakukan dengan asam dan basa kuat. Contoh digiling sampai dapat melewati saringan berdiameter 1 mm. Sebanyak 2 gram contoh ditimbang, diekstrak lemaknya dengan soxhlet dan pelarut petroleum eter atau heksana. Contoh bebas lemak dipindahkan secara kuantitatif ke dalam erlenmeyer 600 ml lalu ditambahkan 200 ml larutan H 2SO4 0.255 N. Erlenmeyer tersebut diletakkan di pendingin balik (wadah harus dalam keadaan tertutup) dan dididihkan selama 30 menit dengan sesekali digoyangkan. Larutan NaOH 0.625 N sebanyak 200 ml ditambahkan kemudian contoh dididihkan kembali selama 30 menit dengan pendingin balik sambil sesekali digoyangkan. Kertas saring dikeringkan di dalam oven, didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Contoh yang telah selesai
23
dididihkan, didinginkan dan disaring melalui kertas yang telah diketahui beratnya sambil dicuci dengan K2SO4 10%. Residu di kertas saring dicuci dengan air mendidih dilanjutkan dengan alkohol 95%. Kertas saring dikeringkan di dalam oven 100-105 oC sampai berat konstan (1-2 jam), didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar serat kasar basis basah dan basis kering didasarkan pada persamaan :
Keterangan
: % bb % bk W W1 W2
= kadar serat kasar per bahan basah (%) = kadar serat kasar per bahan kering (%) = bobot contoh (g) = bobot residu + kertas saring kering (g) = bobot kertas saring kering (g)
g. Total Antosianin (Giusti dan Worlstad 2001) Sebanyak 1 g sampel diekstrak menggunakan metanol (85%) dan HCl (15%) dan didiamkan selama 2 jam pada ruang gelap. Sejumlah 1 ml sampel hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam 2 buah tabung reaksi. Tabung reaksi pertama ditambah larutan potasium klorida (0.025 M) pH 1 sebanyak 9 ml dan tabung reaksi kedua ditambahkan larutan sodium asetat (0.4 M) pH 4.5 sebanyak 9 ml. Pengaturan pH dalam pembuatan potasium klorida dan sodium asetat menggunakan HCl pekat. Absorbansi dari kedua perlakuan pH diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm dan 700 nm setelah didiamkan selama 15 menit. Nilai absorbansi sampel ekstrak dihitung dengan menggunakan persamaan: A = [(A530-A700)pH1 – (A530 – A700)pH4.5]. Total antosianin dihitung sebagai sianidin-3-glikosida menggunakan koefisien ekstingsi molar sebesar 26,900 L cm-1 dan berat molekul sebesar 449.2 g/mol. Total antosianin dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: A x BM x FP x 1000 Total Antosianin
= ε530 nm x b
Keterangan : A = Absobansi ε = Koefisien absortivitas (26,900) b = Diameter kuvet (1 cm) BM = Berat molekul Sianidin-3-Gikosida (449.2 g/mol) FP = Faktor pengenceran
24
Konsentrasi antosianin selanjutnya dinyatakan dalam mg Cy-3-glikosida/100 g sampel. Pada penelitian ini, kadar antosianin diukur pada roti tawar ubi jalar ungu yang merupakan produk akhir.
25
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN TAHAP I : PEMBUATAN TEPUNG UBI JALAR UNGU 1. Kondisi Proses Desain proses pembuatan tepung ubi jalar ungu ditujukan agar dapat diterapkan di industri rumah tangga dan industri kecil, khususnya koperasi Harum Jaya, Cibungbulang, Bogor. Tepung ubi jalar ungu yang dibuat di koperasi Harum Jaya memiliki warna ungu pudar dan agak berwarna coklat. Tepung ubi jalar ungu tersebut dibuat seperti pembuatan tepung ubi jalar putih. Tepung ubi jalar ungu diperoleh dari pengeringan secara terpisah antara pati dan padatan (ampas) ubi jalar ungu. Ubi jalar ungu yang telah dibersihkan, diparut lalu diperas untuk memisahkan ampas dan larutan pati. Larutan pati diendapkan untuk diambil patinya, dan dibuang airnya. Pati dan ampas ubi jalar ungu dijemur hingga kering. Ampas dan pati yang dijemur secara terpisah akan lebih cepat kering daripada parutan ubi jalar karena jumlah air yang harus diuapkan lebih sedikit. Umumnya penjemuran parutan ubi jalar membutuhkan waktu 2-3 hari, sedangkan penjemuran pati dan ampas ubi jalar secara terpisah hanya membutuhkan waktu 1 hari. Meskipun lebih efisien, cara ini kurang sesuai untuk diterapkan dalam pembuatan tepung ubi jalar ungu karena akan menghasilkan tepung dengan penampakan warna ungu yang tidak cerah dan menarik seperti pada umbi basahnya. Gambar 8 menunjukkan tepung ubi jalar ungu yang dibuat dengan cara penjemuran ampas dan pati secara terpisah.
Gambar 8. Tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki yang dibuat dari penjemuran ampas dan pati secara terpisah Warna tepung ubi jalar ungu pada Gambar 8 menunjukkan warna ungu pucat dan sedikit kecoklatan. Hal ini disebabkan oleh terlarutnya antosianin ketika parutan ubi jalar ungu diperas. Antosianin merupakan pigmen yang larut dalam air (Markakis 1982). Air perasan tersebut hanya diambil patinya saja, sehingga antosianin yang terkandung di dalamnya terbuang. Selain itu, pencampuran pati dan ampas yang telah kering pada proses penggilingan menyebabkan warnanya agak sedikit pucat karena warna putih pati ubi jalar ungu yang bercampur dengan ampas. Warna sedikit kecoklatan pada tepung ubi jalar disebabkan adanya pencoklatan enzimatis ketika dilakukan pemarutan. Pencoklatan ini terjadi karena enzim yang aktif dari ubi jalar belum sempat dinon-aktifkan sesaat setelah dikupas dan bereaksi dengan udara yang mengandung oksigen sehingga menghasilkan senyawa polifenol peroksidase. Dalam tahap pertama penelitian dilakukan optimasi proses pembuatan tepung ubi jalar dengan modifikasi pengukusan pada potongan ubi jalar sehingga dihasilkan tepung dengan warna yang stabil, seragam, dan diharapkan memiliki kandungan antosianin yang optimal.
26
Pengukusan yang dilakukan dapat menginaktivasi senyawa tripsin inhibitor dan menginaktivasi polifenol peroksidase yang terbentuk setelah pengupasan. Pengukusan merupakan cara paling mudah yang dapat diterapkan dalam industri rumah tangga untuk menginaktivasi enzim penyebab pencoklatan. Selain itu, panas yang diberikan selama proses pengukusan akan merata ke seluruh jaringan potongan ubi jalar ungu daripada pencelupan pada air panas. Ketika proses pengeringan terjadi degradasi warna ungu yang dicirikan oleh lepasnya cincin antosianin. Jurd (1992) menyatakan bahwa pemanasan pada basa anhidrat dari malvidin, sianidin, dan peonidin 3,5-diglukosidase pada pH 7 akan mengubah sebagian strukturnya menjadi bentuk kalkon dan sebagian lagi terdekomposisi dengan kehilangan cincin B sehingga menghasilkan senyawa yang tidak berwarna. Senyawa ini didefinisikan sebagai kumarin glukosida (XXVIII). Antosianin yang larut air akan terbawa oleh uap air yang menghilang sehingga warnanya pudar. Pembuatan tepung ubi jalar ungu dilakukan dengan mengupas kulit ubi jalar ungu dan segera merendamnya dalam air hingga proses selanjutnya. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pencoklatan enzimatis. Ubi yang telah bersih tersebut dipotong dan dikukus. Tebal potongan yang dicoba adalah setelah 0.5, 1, dan 1.5 cm. Waktu pengukusan yang telah dilakukan adalah 5, 7, 10, 15, dan 20 menit. Cara pengeringan yang dilakukan, yaitu menggunakan oven pengering pada suhu 55-60 oC dan pengeringan matahari (penjemuran). Berdasarkan hasil trial dan error yang telah dilakukan, ketebalan potongan ubi jalar sebesar 0.5 cm akan mempercepat terjadinya pelunakan jaringan akibat pengukusan. Pengukusan potongan ubi jalar setebal 0.5 cm selama 7 menit sudah mampu membuat seluruh bagian ubi menjadi lunak. Kondisi ini tidak memungkinkan untuk dilakukan penyawutan sebelum dikeringkan karena bagian ubi sangat lunak dan mengandung air sekitar 70%. Bahkan, ubi kukus tersebut dapat menyatu jika dilumatkan. Dengan alasan ini, selanjutnya perlakuan kombinasi antara ketebalan 0.5 cm dengan waktu pengukusan lainnya tidak dilakukan. Ketebalan potongan ubi jalar ungu sebesar 1 cm menghasilkan karakteristik ubi yang baik ketika diberi pemanasan. Waktu pengukusan selama 5 menit masih belum mampu membuat stabil warna ubi yang dihasilkan. Setelah didinginkan, ubi masih berubah menjadi sedikit kecoklatan. Pemberian panas selama 7 dan 10 menit dianggap cukup untuk membuat perubahan warna yang menarik, tetapi tidak terlalu mengubah tekstur ubi menjadi terlalu lunak sehingga masih memungkinkan untuk dilakukan penyawutan pada proses selanjutnya. Pengukusan potongan ubi jalar selama 15 menit telah membuat ubi jalar ungu menjadi matang dan lunak. Begitu juga dengan lama pengukusan selama 20 menit yang menyebabkan ubi jalar ungu menjadi sangat lunak dan kurang memungkinkan untuk dilakukan penyawutan. Gambar 9 menunjukkan potongan ubi jalar ungu setebal 1 cm sebelum dan sesudah pengukusan 7 menit.
27
(a) (b) Gambar 9. Potongan ubi jalar ungu dengan ketebalan 1 cm : (a) sebelum pengukusan dan (b) sesudah pengukusan selama 7 menit Pengukusan potongan ubi setebal 1.5 cm selama 5 menit tidak terlalu mengubah tekstur ubi menjadi lunak, bahkan masih dapat dikatakan seperti ubi mentah. Lama pengukusan 7 dan 10 menit menghasilkan ubi jalar ungu yang agak lunak di bagian luarnya, sedangkan bagian dalam masih keras. Warna yang dihasilkan pada bagian potongan tersebut pun berbeda. Bagian luar potongan ubi sudah berwarna cerah, sedangkan bagian dalamnya masih pucat dan tekstur masih keras. Pengukusan selama 15 menit menghasilkan potongan ubi jalar cukup matang, tetapi masih ada bagian di dalam potongan yang masih keras. Pengukusan selama 20 menit mampu membuat potongan ubi jalar setebal 1.5 cm menjadi sangat lunak dan lembek di bagian luarnya, sedangkan bagian dalam cukup lunak. Hal ini terjadi karena penetrasi panas yang kurang merata akibat terlalu tebalnya jaringan ubi jalar yang harus terpapar panas. Bagian luar potongan ubi jalar yang terpapar panas secara langsung akan menjadi lebih cepat lunak daripada bagian dalamnya. Perlakuan tebal potongan menunjukkan korelasi positif dengan lamanya waktu pengukusan yang diperlukan untuk mencapai hasil optimal. Semakin tebal potongan, makin lama waktu pengukusan. Selain itu, ketebalan yang berlebihan (di atas 1 cm) menyebabkan penetrasi panas yang kurang merata pada potongan ubi jalar. Hal ini tentunya menyebabkan perbedaan warna jaringan ubi jalar pada ketebalan yang berbeda. Ketebalan potongan ubi jalar ungu yang kurang dari 1 cm menyebabkan kemudahan terdegradasinya antosianin karena panas. Berdasarkan pertimbangan kemudahan persiapan, kemudahan proses, efektivitas waktu, dan lama pengukusan yang berhubungan dengan biaya produksi, dipilih ketebalan potongan ubi jalar setebal 1 cm. Tahap yang dilakukan setelah pengukusan adalah penyawutan. Tujuan penyawutan adalah memperkecil ukuran ubi jalar ungu sekaligus memperluas permukaannya sehingga mempercepat proses pengeringan. Kontak udara panas yang kering dengan permukaan sawut ubi jalar akan membawa air bebas yang berada dalam jaringan. Bentuk ubi jalar yang disawut akan lebih mudah digiling daripada bentuk potongan (Hal 2000). Waktu pengukusan yang dipilih untuk diteliti pada tahap selanjutnya adalah 7 dan 10 menit. Penampakan warna yang paling cerah dan menarik diamati berdasarkan visualisasi mata normal dari kombinasi antara tebal potongan dan waktu pengukusan ubi jalar ungu tersebut. Dari kombinasi tersebut dipilih 4 perlakuan optimal dalam pembuatan tepung ubi jalar ungu, yaitu perlakuan pengukusan 7 menit dengan pengeringan oven (7 menit steam oven), pengukusan 10 menit dengan pengeringan oven (10 menit steam oven), pengukusan 7 menit dengan pengeringan matahari (7 menit steam matahari), dan pengukusan 10 menit dengan pengeringan matahari (10 menit steam matahari).
28
Pemilihan waktu optimasi ini juga dilihat berdasarkan suhu gelatinisasi pati ubi jalar. Dhania (2006) melaporkan bahwa tepung ubi jalar ungu mengalami awal gelatinisasi pada suhu 77.25 oC dan puncaknya pada suhu 81 oC. Pengukusan pada suhu lebih tinggi dari suhu gelatinisasi (100 oC) dianggap mampu menggelatinisasi sebagian pati yang terdapat pada potongan ubi jalar tersebut.
2. Analisis Antosianin Tepung Ubi Jalar Ungu
Total antosianin (mg Cy-3-glikosida/100g tepung)
Tepung ubi jalar ungu yang dibuat berdasarkan perlakuan lama pengukusan dan metode pengeringan diukur kandungan antosianinnya. Dapat dilihat pada Gambar 10 bahwa tepung ubi jalar ungu yang dihasilkan dari perlakuan 7 menit steam dengan pengeringan oven memiliki nilai antosianin tertinggi, yaitu 188.11 mg Cy-3-glikosida/100 g tepung. Perlakuan pengukusan yang sama dengan pengeringan matahari menghasilkan tepung dengan kandungan antosianin yang tidak jauh berbeda dengan pengeringan menggunakan oven, sedangkan perlakuan pengukusan 10 menit menunjukkan jumlah antosianin yang lebih rendah, yaitu 167.26 mg Cy-3-glikosida/100 g untuk tepung dengan pengeringan matahari dan 169.39 mg Cy-3-glikosida/100 g untuk tepung dengan pengeringan oven. Hal ini menunjukkan bahwa lamanya waktu pengukusan memberi pengaruh terhadap penurunan jumlah antosianin pada pembuatan tepung ubi jalar. Metode pengeringan sedikit berpengaruh terhadap nilai antosianin. Pengeringan menggunakan oven menghasilkan tepung ubi jalar ungu dengan kandungan antosianin yang lebih tinggi daripada metode penjemuran (Gambar 10). Proses pengeringan dengan oven berlangsung secara konstan dengan suhu yang lebih tinggi (55–60 oC) daripada penjemuran (30-40 oC). Hal ini menyebabkan keluarnya air pada pengeringan dengan oven lebih singkat sehingga kontak antosianin dengan udara panas lebih singkat. Penjemuran membutuhkan waktu lebih lama untuk mengeringkan tepung ubi jalar ungu, sehingga memungkinkan terjadinya kontak antosianin dengan oksigen lebih lama, walaupun dengan suhu lebih rendah.
188,11
186,23
1900 1850 1800 1750
169,39 167,26
1700 1650 1600 1550
7 menit steam 10 menit steam 7 menit steam 10 menit steam matahari matahari oven oven
Gambar 10. Hasil pengukuran kadar antosianin tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki (mg Cy-3-glikosida/100 g tepung).
29
Truong dan Steed (2008) melaporkan bahwa total antosianin yang terdapat pada bagian kulit ubi jalar ungu (varietas lokal Carolina Utara, Amerika Serikat) lebih tinggi daripada bagian umbinya. Kulit ubi jalar ungu yang tidak dikukus mempunyai 174.7 mg Cy-3glikosida/100 g kulit, sedangkan umbinya mengandung 101.5 mg Cy-3-glikosida/100 g umbi. Pada penelitian ini tidak diukur total antosianin yang terdapat pada umbi mentah, tetapi langsung pada tepung yang telah mengalami modifikasi proses. Melihat total antosianin yang terdapat pada tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki sejumlah 188.11 mg Cy-3glikosida/100 g tepung (pada perlakuan pengukusan 7 menit dan pengeringan oven), dapat diasumsikan bahwa total antosianin pada ubi jalar mentah lebih tinggi.
3. Analisis Warna Tepung Ubi Jalar Ungu Kandungan antosianin dalam bahan pangan menunjukkan warna merah keunguan yang beragam. Hal ini disebabkan perbedaan jenis, komposisi, dan jumlah antosianin yang terdapat dalam suatu bahan pangan Antosianin yang terkandung dalam ubi jalar ungu adalah jenis sianidin dan peonidin (Terrahara et al. 2004). Kombinasi kedua jenis antosianin tersebut menghasilkan warna ungu pekat pada ubi jalar yang juga mengandung pati. Intensitas warna tepung ubi jalar ungu diukur menggunakan Chromameter Minolta CR310. Alat ini menggunakan sistem CIE L, a, dan b. Nilai L, a, b, diubah dari sistem koordinat persegi menjadi sistem koordinat silinder. Nilai L menunjukkan kecerahan, a menunjukkan warna kemerahan hingga kehijauan, dan b menunjukkan warna kekuningan hingga kebiruan. Tingkat kecerahan warna tepung ubi jalar ungu paling tinggi terdapat pada perlakuan 7 menit steam oven, yang menujukkan angka 42.08. Nilai a yang bernilai positif pada tepung ubi jalar ungu tersebut menunjukkan warna merah, semakin tinggi nilainya, makin berwarna merah senyawa tersebut. Perlakuan 7 menit steam oven mempunyai nilai a urutan ketiga terbesar karena warna yang ditimbulkan tidak terlalu merah, yaitu 13.04. Perlakuan ini juga memiliki nilai b yang bernilai negatif yang berarti warna ini mendekati warna biru. Namun, nilai yang ditunjukkan perlakuan ini bernilai paling besar (mendekati 0) karena intensitas warna biru yang kecil. Nilai hue yang ditunjukkan perlakuan 7 menit steam oven ini menunjukkan angka terbesar yaitu 347.7. Karakter ini menunjukkan bahwa perlakuan pengukusan selama 7 menit dan pengeringan menggunakan oven mempunyai warna paling menarik daripada perlakuan lainnya. Tabel 8 menunjukkan karakteristik warna tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki. Tabel 8. Karakteristik warna tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki Perlakuan (tebal potongan ± 1 cm) L a b Hue 7 menit steam matahari
41.31
12.90
-3.39
345.4
10 menit steam matahari
40.53
13.20
-3.73
344.3
7 menit steam oven
42.08
13.04
-2.88
347.7
10 menit steam oven
41.86
13.23
-3.34
345.9
Melihat penampakan yang menarik dari tepung ubi jalar ungu dengan perlakuan 7 menit steam oven (Gambar 11), maka perlakuan ini yang dianggap paling optimal dalam pembuatan tepung ubi jalar ungu. Selain itu, pertimbangan mudahnya produksi dan pengontrolan proses pengeringan, menjadi dasar lain pengambilan keputusan. Oleh karena itu,
30
tepung ubi jalar ungu dengan pengukusan 7 menit dan pengeringan oven yang dipilih untuk ditambahkan dalam formulasi roti tawar adalah tepung
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 11. Tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki berbagai perlakuan : (a) 7 steam oven, (b) 10 steam oven, (c) 7 steam matahari, dan (d) 10 steam matahari
4. Rendemen Tepung Ubi Jalar Ungu Pembuatan tepung ubi jalar ungu berarti membuang sejumlah air yang terkandung di dalam umbinya. Dalam prosesnya kemungkinan terdapat kehilangan bahan karena menempel pada alat, sortir, atau tercecer. Hal ini mempengaruhi persentase rendemen yang dihasilkan dari proses penepungan. Rendemen yang didapatkan dari hasil pembuatan tepung ubi jalar ungu berukuran 100 mesh adalah 14.79% untuk produksi pertama dan 11.25% untuk produksi kedua. Pada Tabel 9 dapat dilihat rendemen tiap tahap dan rendemen proses berdasarkan basis ubi mentah pada pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki. Rendemen tiap tahap merupakan rendemen yang dihitung berdasarkan basis bentuk ubi jalar pada proses sebelumnya, sedangkan rendemen proses dihitung dari basis ubi mentah hingga proses tersebut. Dhania (2006) mengatakan bahwa rendemen tepung ubi jalar ungu ukuran 60 mesh yang diproduksi di daerah Cibungbulang, Bogor adalah 23.95%. Rendahnya rendemen yang dihasilkan pada penelitian ini disebabkan ukuran mesh yang terlalu kecil sehingga padatan yang lolos ayakan lebih sedikit. Efektivitas penggilingan untuk menghasilkan ukuran tepung ubi jalar ungu 100 mesh lebih rendah. Sawut ubi jalar ungu yang telah kering bersifat sedikit liat, sehingga sulit dipecah menjadi bentuk tepung. Ubi giling yang tidak lolos ayakan memiliki warna yang lebih gelap dengan bagian tepinya agak mengkilat daripada tepung yang lolos ayakan 100 mesh. Pengukusan yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya, meningkatkan kandungan gula dalam sawut ubi jalar yang telah kering. Woolfe (1992) mengatakan bahwa terjadi peningkatan kandungan gula ketika ubi jalar dimasak. Kandungan gula pada ubi jalar ungu mentah sekitar 15.26%.
31
Tabel 9. Kesetimbangan massa tiap proses dan rendemen pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki Produksi Rendemen Produksi Rendemen Rendemen batch I
tiap tahap
Rendemen
batch II
tiap tahap
proses *
Bentuk bahan
(kg)
(%)
proses * (%)
(kg)
(%)
(%)
Ubi mentah
33.2700
-
-
-
-
Ubi kupas
28.9600
87.05
87.05
17.2460
84.67
84.67
Ubi kukus
28.9100
99.83
86.90
17.2250
99.88
84.57
Ubi sawut
28.6350
99.05
86.07
17.0360
98.90
83.64
Ubi oven
10.9250
38.15
32.84
5.7365
33.67
28.16
Ubi giling
10.1700
93.09
30.57
5.5832
97.33
27.41
4.9200
48.38
14.79
2.2920
41.05
11.25
20.3680
Ubi ayakan (100 mesh) *(basis ubi mentah)
Rendemen penepungan yang dihasilkan dari kedua batch produksi cukup berbeda. Proses pengupasan akan mengurangi rendemen ubi sekitar 12.95%-15.33%. Pengupasan akan menghilangkan kulit umbi. Proses ini dilakukan secara manual menggunakan hand-held peeler (Gambar 12). Alat ini dipilih karena lebih mudah dan cepat digunakan daripada menggunakan pisau biasa. Mesin abrasive peeler tidak digunakan karena akan dihasilkan rendemen yang sangat kecil. Penggunaan abrasive peeler kurang efektif jika diterapkan pada ubi jalar yang ukurannya tidak sama besar dan tidak rata permukaannya.
Gambar 12. Pengupasan kulit ubi jalar ungu dengan hand-held peeler. Pengurangan bobot ubi jalar ungu paling besar selama proses pembuatan tepung adalah proses pengeringan. Ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki mengandung 67.77% air (Widjanarko 2008). Proses pengeringan berarti menghilangkan sejumlah air yang terkandung dalam bahan pangan atau untuk mencapai target tertentu dalam bahan pangan. Pada produksi tepung ubi jalar ungu I, kehilangan air sebesar 61.85%, sedangkan pada II air yang dibuang sebesar 66.33%. Perbedaan angka ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kadar air ubi jalar mentah yang diolah. Faktor yang mempengaruhinya antara lain, perbedaan umur panen, musim penanaman, dan tempat tanam dari ubi jalar. Ukuran ubi jalar yang digunakan dalam proses penepungan juga berpengaruh terhadap persentase rendemen yang dihasilkan. Ukuran umbi yang terlalu kecil mempunyai bobot kehilangan lebih besar daripada yang berukuran besar. Umbi yang berukuran kecil jika dibandingkan dengan umbi berukuran besar dalam bobot yang sama, memiliki luas permukaan yang lebih besar. Luas permukaan kulit yang besar berarti kehilangan kulit umbi lebih banyak
32
dan akan berpengaruh terhadap bobot hasil. Umbi yang ukurannya kecil memiliki kandungan bahan kering dan pati lebih sedikit daripada umbi yang berukuran besar, sedangkan massa sisanya adalah air.
5. Analisis Proksimat Tepung Ubi Jalar Ungu Terpilih Tepung ubi jalar ungu yang mendapatkan perlakuan 7 menit steam oven dipilih sebagai tepung terbaik karena mengandung antosianin tinggi dan penampakan warna yang menarik. Tepung ubi jalar ungu yang dihasilkan dari optimasi proses pembuatannya dianalisis kandungannya. Tabel 10 menunjukkan hasil analisis proksimat tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki yang terpilih. Tabel 10. Hasil analisis proksimat tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki Komposisi
Jumlah
Kadar air (%bb)
7.17
Kadar abu (%bk)
1.72
Kadar lemak (%bk)
0.89
Kadar protein (%bk)
3.27
Kadar karbohidrat (%bk)
86.66
Serat kasar (%bk)
3.60
Kadar air tepung ubi jalar berkisar antara 4.4%-13.2%. Beragamnya kadar air tepung ubi jalar bergantung pada metode pengeringan, waktu pengeringan, waktu dan kondisi penyimpanan (Hal 2000). Pengeringan sawut ubi jalar ungu pada penelitian ini menghasilkan tepung ubi jalar ungu dengan kadar air 7.17%. Kadar abu yang terkandung dalam bahan pangan dipengaruhi oleh jumlah mineral yang berada di dalam tanah. Tepung ubi jalar ungu yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki kadar abu sebesar 1.72% (bk). Jumlah ini lebih rendah dari kadar abu tepung ubi jalar ungu yang diteliti oleh Susilawati dan Medikasari (2008), yaitu 5.31% (bk). Hal (2000) juga melaporkan bahwa proses pengupasan dapat mengurangi kandungan abu dalam tepung ubi jalar. Ubi jalar ungu memiliki kandungan protein yang tidak terlalu besar. Berdasarkan hasil analisis proksimat yang dilakukan, tepung ubi jalar ungu ini memiliki kadar protein sebesar 3.27% (bk). Kandungan protein ini lebih tinggi dari jenis ubi jalar putih, yang hanya sekitar 2.3%-3.0% (Hamed et al. 1973). Ubi jalar ungu juga mengandung lemak walaupun kadarnya sangat kecil. Berdasarkan hasil analisis, kadar lemak ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki ini adalah 0.89% (bk). Angka ini lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh Widjanarko (2008) bahwa kandungan lemak ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki adalah 0.43% (bk). Bahan kering lainnya yang terkandung dalam ubi jalar ungu adalah serat. Serat kasar merupakan bagian pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar seperti asam sulfat (H 2SO4 1.25%) dan natrium hidroksida (NaOH 1.25%) (Muchtadi 2001). Nilai kadar serat kasar lebih kecil daripada serat pangan karena asam sulfat dan natrium hidroksida mempunyai kekuatan lebih besar untuk menghidrolisis pangan daripada enzim pencernaan yang akan menghidrolisis pangan menjadi
33
bentuk serat pangan. Berdasarkan hasil penghitungan, tepung ubi jalar ungu memiliki kadar serat kasar sebesar 3.60% (bk). Produk dengan kandungan serat kasar yang rendah memiliki mutu yang baik karena akan membuat tekstur menjadi halus. Kadar serat kasar umbi dipegaruhi oleh varietas, umur panen, dan cara pemupukan (Sosrosoedirdjo 1972). Shreve et al. (1977) melaporkan bahwa serat kasar pada umbi umumnya mengandung komponen selulosa dan lignin. Berdasarkan optimasi pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki yang telah dilakukan, modifikasi metode pengukusan 7 menit pada potongan ubi jalar ungu setebal 1 cm dengan pengeringan oven merupakan cara yang direkomendasikan untuk menghasilkan tepung ubi jalar ungu dengan kandungan antosianin sebesar 188.11 mg Cy-3-glikosida/100 g tepung dan karakteristik warna L 42.08, a 13.04, b -2.88, dan hue 347.7. Tepung ubi jalar varietas Ayamurasaki memiliki kadar air 7.17%, kadar abu 1.72% (bk), lemak 0.89% (bk), protein 3.27% (bk), serat kasar 3.60% (bk), dan karbohidrat 86.66% (bk).
B. PENELITIAN TAHAP II 1. Formulasi Roti Tawar Penentuan persentase bahan adonan roti tawar selain tepung terigu protein tinggi dan tepung ubi jalar ungu dihitung dari berat total tepung yang digunakan. Tahap pertama yang dilakukan dalam formulasi roti tawar adalah pemilihan formula yang menghasilkan roti tawar terbaik. Formula roti tawar yang digunakan selanjutnya adalah formula II. Hal ini dilihat dari pengembangan dan tekstur roti tawar yang lebih baik. Pada massa adonan yang sama, volume roti tawar yang dihasilkan oleh formula II lebih besar daripada formula I. Hal ini dapat dilihat dari tinggi roti tawar formula II 9.5 cm, sedangkan formula I hanya mempunyai tinggi 9.1 cm. Gambar 13 menunjukkan roti tawar 100% tepung terigu pada formula I dan II dengan dengan berat adonan yang sama tiap loaf -nya.
(a) (b) Gambar 13. Roti tawar dari 100% tepung terigu : (a) formula I dan (b) formula II Hasil yang diperlihatkan dari kedua formula roti tawar ini mempresentasikan jumlah dan jenis bahan penyusun yang digunakan. Pada formula I digunakan jumlah shortening dan gula pasir lebih sedikit daripada formula II, yaitu 5%. Shortening berperan dalam mengikat jaringan gluten dan protein lainnya sehingga lebih menyatu dan tidak mudah untuk kehilangan air (Stauffer 1990). Semakin banyak jumlah shortening yang digunakan, air yang terikat
34
dalam adonan lebih mampu bertahan dan tekstur dari roti tawar menjadi lebih baik. Gula dalam adonan roti berfungsi sebagai pemberi cita rasa manis dan sebagai sumber makanan bagi khamir untuk hidup dan menghasilkan gas CO2 (Stauffer 1990). Semakin banyak gula pasir yang digunakan, khamir akan tumbuh lebih cepat sehingga gas CO2 yang dihasilkan juga banyak. Tekstur crumb roti yang dihasilkan pada formula II lebih baik dan lebih lembut daripada formula I. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 14.
(a) (b) Gambar 14. Crumb roti tawar dari 100% tepung terigu : (a) formula I dan (b) formula II
2. Pembuatan Roti Tawar Ubi Jalar Ungu Pembuatan roti tawar dari bahan baku selain tepung terigu belum bisa menghasilkan kualitas roti seperti roti yang dibuat dari 100% tepung terigu. Dalam pembuatan roti perlu ditambahkan emulsifier yang mampu membantu pengembangan adonan dan memerangkap gas yang dihasilkan oleh khamir. Emulsifier yang dapat ditambahkan adalah SSL (Sodium Stearoyl Lactylate). Bahan ini cocok ditambahkan dalam formulasi roti dengan metode straight dough. Penambahan SSL akan mengecilkan ukuran gas yang terperangkap ketika pengadukan dan yang terbentuk ketika fermentasi (Stauffer 1990). Pada suhu 80 oC ke atas, penggunaan 0.5% SSL akan membantu proses pengembangan adonan, sama seperti dengan penggunaan 3% shortening (Moore dan Hoseney 1986). Eliasson (1983) mengatakan bahwa SSL mampu menurunkan laju rekristalisasi pati. Untuk mengantisipasi terjadinya penurunan mutu roti yang disubstitusi dengan tepung ubi jalar ungu, dilakukan uji coba penambahan SSL sebesar 0.4% pada formula roti tawar dari 100% tepung terigu. Hasil pengamatan menunjukkan adanya perbedaan tekstur dan tinggi roti antara adonan yang menggunakan SSL dan tidak. Oleh karena itu, formula roti tawar ubi jalar ungu menggunakan SSL. Penggantian bagian tepung terigu secara parsial oleh tepung ubi jalar ungu menyebabkan terjadinya perbedaan proses dalam pembuatan roti tawar. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, penggunaan tepung ubi jalar ungu dalam formula roti tawar memberikan karakteristik proses dan produk yang berbeda tiap tingkat substitusi. Pencampuran dan Pengadukan. Pencampuran dilakukan untuk mencampur bahan menjadi satu dan membentuk adonan yang kalis dengan ciri-ciri lembut, elastis, ekstensibel, tidak lengket, dan kering. Pada tahap pencampuran, adonan juga mengalami proses pengadukan. Bahan yang telah tercampur mengalami proses peregangan, pelipatan, dan penekanan sehingga terbentuk lapisan gluten yang elastis dan tipis. Pada tahap ini, gas dari udara sekitar juga diperangkap dalam lapisan gluten tersebut, sehingga adonan yang dihasilkan mempunyai tekstur agak berongga. Adonan roti tawar yang disubstitusi dengan 20% tepung ubi jalar ungu menunjukkan karakteristik pengadukan yang masih normal seperti pada pembuatan roti tawar 100% tepung terigu. Dua menit pertama, semua bahan kecuali shortening, diaduk dalam kecepatan rendah
35
lalu ditingkatkan menjadi kecepatan sedang hingga adonan tercampur semua. Setelah 6 menit pengadukan, shortening diisi ke dalam bulatan adonan. Waktu yang dibutuhkan oleh adonan dengan substitusi 20% tepung ubi jalar ungu hingga kalis adalah 17 menit. Adonan dengan substitusi 30% tepung ubi jalar ungu mencapai kondisi kalis pada menit 16 menit pengadukan, sedangkan tingkat substitusi 40% membutuhkan waktu hingga 19 menit. Keadaan ini menunjukkan bahwa pati yag terdapat pada tepung ubi jalar ungu lebih bersifat mudah dan cepat menyerap semua air pada menit pertama, sehingga waktu pengadukan menjadi lebih pendek. Penambahan air pada semua tingkat substitusi tidak dibedakan dengan formula roti tawar dari 100% tepung terigu. Hal ini menyebabkan perubahan karakteristik pengadukan yang berbeda untuk masing-masing tingkat substitusi. Adonan akan menjadi lengket ketika pengadukan dilakukan melebihi waktu proses. Fermentasi. Fermentasi bertujuan mematangkan adonan sehingga adonan mudah ditangani dan bermutu baik serta membentuk cita rasa roti. Selama proses fermentasi akan terbentuk gas CO2 dan alkohol. Gula-gula sederhana seperti glukosa dan fruktosa digunakan sebagai substrat penghasil CO2. Gas CO2 yang terbentuk menyebabkan adonan roti mengembang, sedangkan alkohol berkontribusi memberikan aroma roti. Adonan roti tawar dengan substitusi 20% mempunyai rasio pengembangan paling besar daripada substitusi 30% dan 40%. Setelah fermentasi, warna adonan menjadi sedikit pucat, lebih elastis, dan mudah ditangani dibandingkan dengan adonan sebelum fermentasi. Rasio pengembangan adonan menurun dengan bertambahnya tingkat substitusi. Adonan dengan tingkat substitusi 40% memiliki rasio pengembangan paling rendah, gas yang dibentuk dari proses fermentasi paling sedikit, sehingga adonan lebih liat dan agak sulit ditangani. Pembentukan (dividing, rounding, intermediate proofing, sheeting, dan moulding). Adonan yang sudah mengembang lalu dibagi (dividing) agar menghasilkan ukuran roti yang seragam. Pembulatan adonan (rounding) bertujuan menahan gas CO2 yang terbentuk selama fermentasi, mengurangi kelengketan, dan memudahkan adonan menyerap udara luar sehingga mencapai volume optimum. Intermediate proofing berupa pengistirahatan adonan agar fermentasi dapat dilanjutkan dan adonan menjadi elastis kembali setelah kehilangan gas, teregang, dan terkoyak selama penimbangan. Pemipihan adonan (sheeting) dilakukan untuk menghilangkan gas CO2 agar rongga-rongga dalam adonan yang terbentuk selama fermentasi seragam dan merata. Proses pemipihan memberikan kontribusi dalam pembentukan remah (crumb) yang seragam. Pembentukan (moulding) bertujuan memperoleh bentuk adonan yang sesuai. Moulding dilakukan dengan menggulung dan merekatkan sisi adonan menjadi bentuk gulungan (loaf) roti. Adonan diletakkan di loyang dengan sambungan pada bagian bawah. Setelah mengalami fermentasi, adonan roti ditimbang dan dibagi menjadi beberapa bagian dengan berat 350 g. Berat ini didapatkan dari hasil pengamatan yang dilakukan terhadap roti tawar dari 100% tepung terigu untuk mencapai bentuk optimumnya setelah mengalami proofing dan pemanggangan. Pada berat adonan yang sama, akan dilihat kemampuan dan karakteristik roti yang dihasilkan dengan tingkat substitusi tepung ubi jalar ungu yang berbeda. Pada tahap sheeting, gas yang terperangkap dalam adonan harus dikeluarkan dengan cara menekan lembaran adonan yang telah dibentuk. Perlakuan ini bertujuan menghasilkan roti dengan pori crumb yang berukuran sama. Adonan roti tawar dengan tingkat substitusi tepung ubi jalar sebesar 20% dan 30% masih mudah untuk dibentuk menjadi loaf roti. Lapisan
36
gluten yang terbentuk dapat dikelim. Adonan dengan tingkat substitusi 40% bersifat lebih lengket daripada tingkat substitusi lainnya. Proofing. Fermentasi akhir (proofing) akan menghasilkan adonan yang mengembang, remah roti yang berpori, dan volume optimum. Tahap ini dilakukan dalam ruangan atau alat yang diatur pada suhu 38 oC dan RH 75% selama 60 menit. Tinggi adonan roti tawar yang dibuat dari 100% tepung terigu setelah proses proofing mampu mencapai 9.0 cm, adonan roti dengan substitusi 20% setinggi 8.6 cm, adonan roti dengan substitusi 30% setinggi 5.2 cm, dan substitusi 40% hanya mampu mempunyai tinggi 3.5 cm. Waktu yang dilakukan untuk proofing harus tepat. Ketika waktu proofing lebih pendek, adonan roti tidak akan mengembang dengan optimal sehingga volume roti tidak optimal. Ketika waktu proofing terlalu lama (overproofing), adonan roti akan mengalami penurunan volume ketika proses pemanggangan. Pemanggangan. Pemanggangan merupakan tahap pematangan adonan dan pembentukan aroma khas roti. Pada proses ini terjadi peningkatan volume adonan. Pada suhu 65 oC aktivitas ragi terhenti. Karamelisasi gula, pembentukan kulit, denaturasi protein, gelatinisasi pati, dan pembentukan remah yang kokoh terjadi ketika suhu adonan mencapai 60-82 oC. Pemanggangan dilakukan pada suhu 190 oC-200 oC selama ±30 menit. Adonan roti tawar yang dibuat dari 100% tepung terigu membutuhkan waktu 28 menit untuk menghasilkan roti yang matang. Adonan roti tawar dengan substitusi 20%, 30%, dan 40% membutuhkan waktu pemanggangan berturut-turut 30, 33, dan 35 menit. Peningkatan waktu pemanggangan berbanding lurus dengan peningkatan tingkat substitusi tepung ubi jalar ungu pada adonan roti tawar. Adonan roti dengan tingkat substitusi 40% bersifat lebih basah bagian crumb-nya sehingga membutuhkan waku pemanggangan lebih lama. Depanning dan Pendinginan. Pelepasan roti dari loyang setelah pemanggangan dinamakan depanning. Tujuannya untuk memudahkan aliran udara panas yang masih mengandung air dari dalam roti sehingga roti cepat dingin. Jika depanning tidak segera dilakukan, bagian tepi roti akan menjadi basah karena uap air dari dalam roti terhambat alirannya. Proses pendinginan dilakukan pada suhu ruang agar roti tidak mengalami kerusakan saat dipotong.
3. Roti Tawar Ubi Jalar Ungu Pencoklatan crust terjadi pada suhu lebih dari 110 oC. Pembentukan crust dan warna coklat yang terbentuk ketika pemanggangan merupakan kontributor utama penghasil aroma khas roti. Warna coklat pada crust dihasilkan dari reaksi Maillard yang terjadi ketika terdapat asam amino bebas dan gugus karbonil. Selain itu, lapisan gluten yang elastis dan kokoh mampu menahan gas yang terbentuk ketika proses pemanggangan. Keberadaan tepung ubi jalar ungu yang mengganti sebagian tepung terigu protein tinggi memiliki korelasi linear dengan penurunan kualitas mutu roti tawar seperti pada umumnya. Pada penelitian ini dibuat roti tawar dengan bobot adonan 350 g untuk tiap loyang yang digunakan. Roti Tawar 100% Tepung Terigu. Roti tawar yang dibuat dari 100% tepung terigu memiliki crust yang kering, kokoh, dan berwarna coklat keemasan. Roti tawar ini mempunyai tinggi ± 9.5 cm untuk massa adonan 350 g, dengan karakter crumb yang lembut dan berwarna putih cenderung krem. Aromanya khas roti tawar dan sedikit tercium aroma susu. Rasanya tawar, sedikit gurih, dan sedikit asin.
37
Roti Tawar dengan Substitusi 20% Tepung Ubi Jalar Ungu. Roti tawar yang disubstitusi 20% tepung ubi jalar ungu menunjukkan karakter roti yang tidak jauh berbeda dengan roti tawar 100% terigu. Hal ini ditunjukkan dari tinggi roti (mewakili volume) hanya terpaut kurang dari 0.4 cm dari roti tawar 100% tepung terigu. Roti tawar dengan substitusi 20% tepung ubi jalar ungu mempunyai tinggi ± 9.1 cm. Roti ini bagian crumb-nya berwarna ungu yang cenderung pucat. Crust yang terbentuk berwarna coklat, namun teksturnya tidak kaku seperti roti tawar 100% terigu. Aroma ubi jalar belum tercium dengan jelas pada roti ini. Rasanya pun tidak begitu jelas, antara roti tawar biasa atau roti tawar yang mendapat substitusi tepung ubi jalar. Roti Tawar dengan Substitusi 30% Tepung Ubi Jalar Ungu. Substitusi tepung ubi jalar ungu sebanyak 30% menghasilkan roti tawar dengan tinggi sekitar 6.5 cm dengan penampakan warna ungu sedang. Crumb yang dihasilkan sudah mulai kasar dan beremah, bagian bawahnya agak sedikit bantat dan basah. Namun, roti ini masih cukup lembut hingga 3 hari. Bagian crust-nya berwarna coklat, teksturnya cenderung lebih lembut dan agak sedikit keriput, tidak keras seperti crust roti tawar dari 100% tepung terigu. Rasa yang dihasilkan dari roti tawar subtitusi 30% ini sudah berasa ubi, sedikit gurih, dan lebih manis dari roti tawar. Roti Tawar dengan Substitusi 40% Tepung Ubi Jalar Ungu. Penggantian terigu protein tinggi sebanyak 40% dengan tepung ubi jalar ungu mengakibatkan penurunan pada volume roti. Tinggi roti tawar yang dihasilkan sekitar 4.5 cm, yaitu hanya mengalami pengembangan setinggi 2 cm dari tinggi loaf roti sebelum di-proofing. Roti ini memiliki tekstur crumb yang lebih lembut, lebih basah (dapat dikatakan bantat), dan berwarna ungu sedikit gelap. Bagian crust-nya tidak terlalu berwarna coklat, yaitu berwarna ungu cenderung gelap dengan tekstur keras. Rasa yang dihasilkan dari roti tawar subtitusi 40% ini sangat berasa ubi, gurih, dan lebih manis dari roti tawar dengan substitusi lainnya. Aromanya sangat harum dan khas ubi jalar yang dipanggang. Penggantian beberapa bagian tepung terigu dengan tepung ubi jalar ungu memberikan efek yang cukup nyata. Hal ini dapat terlihat pada crust dan tinggi roti (jumlah bobot adonan sama) yang dihasilkan. Semakin tinggi tingkat substitusi tepung ubi jalar, crust yang terbentuk semakin tidak tegar seperti crust roti tawar dari 100% tepung terigu. Hal ini berhubungan dengan jumlah gluten yang terkandung dalam adonan. Jumlah gluten dalam adonan roti mempengaruhi lapisan atau film yang dibentuk dan mempengaruhi retensinya terhadap kemampuan untuk menahan gas. Jumlah gula yang terkandung dalam ubi jalar juga meningkatkan kelengketan roti, sehingga volume roti menurun. Gambar 15 menunjukkan bagian crumb dan crust roti tawar 100% tepung terigu dan roti tawar dengan substitusi tepung ubi jalar ungu.
38
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 15. Roti tawar 100% tepung terigu dan roti ubi jalar ungu dengan penampakan crumb dan crust : (a) roti tawar 100% tepung terigu, (b) substitusi 20%, (c) substitusi 30%, dan (d) substitusi 40% Proses setelah pemanggangan merupakan proses yang cukup penting dalam pembuatan roti tawar substitusi ini. Ditemukan fakta bahwa terjadi penurunan volume roti. Hal ini dilihat dari terjadinya penurunan tinggi roti setelah pemanggangan yang ditandai dengan mengerutnya permukaan bagian atas dan samping (crust). Lapisan gluten yang terbentuk tidak dapat menahan gas yang terbentuk ketika proses fermentasi dan pemanggangan. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi dalam teknik pembuatan roti tawar substitusi ubi jalar. Modifikasi teknik pembuatan yang dilakukan adalah dengan membentuk loaf roti dalam porsi kecil. Teknik ini membentuk jenis roti mirip dengan roti sobek. Diasumsikan bahwa tidak terjadi penurunan volume roti yang signifikan ketika tidak terdapat panas lagi yang mengenai roti. Hal ini disebabkan berat roti yang ditanggung dalam 1 loaf tidak berlebihan, sehingga mengurangi efek bantat akibat proses depanning. Gambar 16 menunjukkan adonan dan roti tawar ungu dalam bentuk roti sobek.
(a) (b) Gambar 16. Roti tawar ungu dalam bentuk sobek : (a) sebelum proofing baking
dan (b) setelah
Pembentukan roti tawar yang menyerupai teknik pembuatan roti manis pada umumnya dan didukung oleh warna ungu menciptakan persepsi bahwa roti yang disubstitusi ubi jalar ungu ini merupakan roti manis. Penggunaan gula pasir sebanyak 7.5% yang ditambah dengan rasa manis dari tepung ubi jalar ungu menghasilkan roti dengan tingkat kemanisan yang
39
kurang jelas spesifikasinya. Dari segi tingkat kemanisan roti ini tidak dapat dikatakan sebagai roti tawar atau bahkan dikatakan sebagai roti manis. Oleh karena itu jumlah gula yang ditambahkan dalam formulasi roti ditingkatkan menjadi 10% sehingga diharapkan tingkat kemanisannya menyerupai roti manis. Pemilihan angka ini dilakukan berdasarkan trial dan error. Penambahan gula juga mempengaruhi derajat pengembangan adonan dan volume roti. Gula digunakan sebagai nutrisi oleh khamir untuk melakukan proses fermentasi. Semakin banyak nutrisi, makin banyak gas CO2 yang dihasilkan dari hasil fermentasi.
4. Uji Organoleptik Substitusi tepung ubi jalar ungu dalam formulasi roti tawar yang telah dilakukan, diujikan daya terimanya terhadap 70 panelis tidak terlatih. Menurut Chambers dan Wolf (1996) uji afektif minimal menggunakan 30 panelis pada skala laboratorium, tetapi menurut ASTM (American Standard Testing Material) jumlah panelis minimal untuk uji rating hedonik adalah 70 orang panelis tidak terlatih. Tabel 9 menunjukkan hasil uji rating hedonik terhadap 3 sampel, yaitu roti ubi jalar ungu dengan tingkat substitusi 20%, 30%, 40%. Hasil uji rating hedonik tersebut menunjukkan adanya tingkat kesukaan yang cukup tinggi (di atas skala netral). Secara keseluruhan, substitusi tepung ubi jalar ungu dalam formula roti tawar dapat diterima oleh panelis sampai 40% substitusi. Tabel 11 menunjukkan bahwa tidak terdapat nilai hasil uji yang menunjukkan angka 4 (netral) untuk semua atribut yang diujikan (warna, aroma, tekstur, dan rasa) pada tiap-tiap formula. Tabel 11. Hasil uji rating hedonik roti tawar dengan substitusi tepung ubi jalar ungu Nilai1
Tingkat substitusi tepung ubi
Keterangan
jalar ungu
Warna
Aroma
Tekstur
Rasa
Signifikansi
0.000
0.000
0.036
0.001
:
c
3.9
b
3.5
b
3.3b
20%
3.9
30%
2.6b
3.9b
3.3a, b
3.4b
40%
2.2a
3.1a
3.0a
2.7a
Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada uji beda Duncan (p>0.05). 1 Nilai: 1= sangat disukai, 2= disukai, 3= agak disukai, 4= netral, 5= agak tidak disukai, 6= tidak disukai, 7= sangat tidak disukai
Melihat skor hasil uji organoleptik untuk semua atribut, formula dengan tingkat substitusi tepung ubi jalar ungu 40% mendapat skor tertinggi dan berbeda nyata (p>0.05) dengan tingkat subtitusi lainnya kecuali untuk atribut tekstur. Atribut yang memiliki nilai kesukaan paling kecil adalah aroma. Aroma ubi jalar sangat khas pada roti tawar ini walaupun tingkat substitusinya di bawah 50%. Panelis lebih menyukai roti tawar dengan 40% substitusi tepung ubi jalar ungu karena karakteristik roti ini paling menonjol dan tegas daripada tingkat substitusi lainnya. Karakteristik yang menonjol dari roti dengan substitusi 40% adalah warna terlihat paling ungu, aromanya khas ubi panggang, tekstur yang lembut, dan rasa yang paling enak.
40
5. Analisis Fisik Roti Substitusi Terpilih Penentuan karakteristik fisik pada formula terpilih adalah volume adonan, rasio pengembangan adonan, volume spesifik roti, tekstur roti, dan warna roti. Analisis ini dilakukan untuk roti tawar dalam bentuk loaf utuh dan bentuk sobek. Hal ini dilakukan untuk melihat perbedaan karakteristik fisik akibat teknik pembuatan roti substitusi tepung ubi jalar ungu ini, sehingga dapat ditentukan teknik terbaik untuk pembuatan selanjutnya. Berdasarkan hasil uji organoleptik yang dilakukan, roti tawar yang dipilih untuk dilakukan analisis selanjutnya adalah roti tawar dengan substitusi tepung ubi jalar ungu sebesar 40%. Tabel 12 menunjukkan hasil analisis fisik adonan dan roti tawar ubi jalar ungu bentuk loaf utuh dan sobek. Tabel 12. Hasil analisis fisik adonan dan roti tawar ubi jalar ungu bentuk loaf utuh dan sobek Karakter fisik adonan dan roti Bentuk Loaf utuh
Sobek
Volume spesifik adonan (cm /g)
0.83±0.00
0.83±0.00
Crumb firmness (kgF)
0.13±0.01
0.15±0.01
Volume spesifik roti (cm3/g)
2.44 ±0.06
2.08 ±0.06
3
Warna roti
L : 38.11-39.41 a
: 21.22-21.84
b
: -0.37- -0.33
hue : 358.3 – 359.1 Volume Spesifik Adonan. Adonan roti tawar yang disubstitusi tepung ubi jalar ungu berwarna ungu secara merata dengan intensitas warna ungu tergantung jumlah yang disubstitusikan. Sejumlah 30 g adonan roti tawar yang disubstitusi tepung ubi jalar ungu sebanyak 40% memiliki volume sebesar 25 cm3. Hal ini menunjukkan bahwa volume spesifik adonan adalah 0.83 cm3/g. Volume adonan roti tawar yang berbentuk loaf utuh ataupun bentuk sobek tidak berbeda karena yang diukur adalah adonannya, bukan produk yang sudah jadi (roti). Dicatat pula volume adonan roti tawar dengan jumlah substitusi tepung ubi jalar ungu sebanyak 30% dan 20%. Dalam berat yang sama, penambahan 30% menunujukkan volume 25 cm3, sedangkan penambahan 20% tepung ubi jalar ungu dalam formulasi roti tawar menunjukkan volume sebesar 26 cm3. Dengan kata lain, volume spesifik adonan dengan substitusi 20% dan 30% secara berturut-turut 0.87 cm3/g dan 0.83 cm3/g. Perbedaan ini disebabkan oleh menurunnya kemampuan adonan roti untuk memerangkap gas ketika dilakukan mixing dalam struktur lapisan gluten yang terbentuk. Semakin banyak jumlah tepung ubi jalar ungu yang ditambahkan ke dalam formulasi roti tawar, makin rendah volumenya dalam jumlah bobot yang sama. Potensi Pengembangan Adonan. Adonan roti perlu mengalami tahap yang cukup panjang untuk dapat menjadi roti. Adonan roti tawar memerlukan waktu fermentasi lebih panjang daripada adonan roti manis ataupun jenis roti lainnya. Adanya khamir dalam adonan roti tawar dapat menghasilkan gas CO 2 yang akan menghasilkan tekstur berongga dan menjadikan roti lebih mengembang. Gas yang dihasilkan ini akan mencapai angka tertentu
41
dan berbeda tiap formulasi. Hal yang mempengaruhi jumlah gas yang dihasilkan adalah jumlah substrat dan aktivitas yeast. Dalam waktu tertentu, adonan roti tawar akan mengalami pengembangan karena volumenya diisi dengan gas CO2. Hingga waktu tertentu, akan diproduksi gas CO2 dalam jumlah tertentu dan akan mengalami tahap optimal (tidak terjadi kenaikan volume adonan). Adonan roti tawar yang disubstitusi tepung ubi jalar ungu sebanyak 20% mampu meningkatkan volume adonannya hingga 130 cm3 dari 26 cm3 selama 150 menit. Adonan roti tawar yang disubstitusi tepung ubi jalar ungu sebanyak 30% mampu meningkatkan volume adonannya hingga 120 cm3 dari 25 cm3 selama 155 menit. Adonan roti tawar yang disubstitusi tepung ubi jalar ungu sebanyak 40% hanya mampu meningkatkan volume adonannya hingga 79 cm3 dari 25 cm3 selama 130 menit. Melihat karakter pengembangan adonan yang berbeda antara ketiga tingkat substitusi, perlu diperhatikan lamanya waktu fermentasi. Gambar 17 menunjukkan potensi pengembangan adonan roti tawar dengan substitusi tepung ubi jalar ungu.
Volume Pengembangan (cm3)
140 120 100 80 Substitusi 40%
60
substitusi 30%
40
Substitusi 20%
20 0 0
50
100
150
200
Waktu Pengembangan (menit) Gambar 17. Grafik potensi pengembangan adonan roti tawar ubi jalar ungu Proses fermentasi yang terus dilanjutkan pada adonan yang sudah mencapai volume maksimum, akan menyebabkan penurunan volume. Hal ini disebabkan kemampuan lapisan gluten yang dibentuk adonan ini mulai berkurang sehingga gas CO2 yang dihasilkan keluar dari adonan dan berakibat pada penurunan volume. Volume maksimum dan waktu optimal yang telah diteliti tersebut merupakan batas waktu adonan mulai dari proses setelah pengadukan hingga baking untuk menghasilkan roti dengan volume optimal. Waktu ini dapat dibagi menjadi waktu fermentasi, dividing, fermentasi intermediet, dan proofing. Volume Spesifik Roti. Volume spesifik roti dihitung dari rasio volume roti dengan beratnya. Penghitungan volume spesifik dihitung dari potongan roti yang telah ditimbang terlebih dahulu. Sistem pengukuran volume potongan roti dilakukan dengan sedikit modifikasi. Greene dan Bovell-Benjamin (2004) mendefinisikan pengukuran volume roti menggunakan metode penggantian. Hathorn et al. (2008) menggunakan kacang sebagai bahan pengganti tepung terigu dalam metode penggantian ini. Dalam penelitian ini digunakan biji
42
jewawut untuk membantu pengukuran volume spesifik. Jewawut memiliki butiran yang lebih kecil sehingga pendekatan volumenya lebih teliti. Pengukuran volume roti hanya diambil dalam bentuk potongan karena lebih mudah untuk diukur daripada mengukur 1 loaf roti. Volume spesifik roti ubi jalar ungu yang dibuat dalam bentuk loaf utuh adalah 2.44 ± 0.06 cm3/g, sedangkan roti bentuk sobek memiliki volume spesifik 2.08 ± 0.06 cm3/g (Tabel 11). Makin tinggi volume spesifik berarti makin besar volume roti yang diukur. Bentuk loaf memiliki volume spesifik lebih besar daripada bentuk sobek karena bentuk ini mampu menahan gas yang dihasilkan selama proses fermentasi dan pemanggangan dalam strukturnya yang kompak. Bentuk roti sobek yang tidak saling rekat satu loaf dengan loaf lainnya dapat menyebabkan gas yang dihasilkan saat proses proofing dan pemanggangan keluar dari bentuk kompak roti. Analisis Tekstur. Roti tawar ubi ungu yang merupakan formula terpilih oleh 70 panelis berdasarkan uji rating hedonik dianalisis kualitas teksturnya menggunakan Texture Analyzer TA-XT 2. Tabel 11 menunjukkan bahwa bentuk loaf utuh pada roti tawar dengan substitusi 40% memiliki nilai firmness sebesar 0.13 kgF, sedangkan bentuk sobek bernilai 0.15 kgF. Hal ini menunjukkan bahwa roti tawar yang dibuat menggunakan metode roti sobek lebih bersifat firm daripada bentuk loaf. Namun, nilai force tersebut tidak berbeda secara nyata. Tingginya nilai firmness roti ubi jalar ungu dalam bentuk sobek ini karena teknik pembuatannya yang lebih kompleks dan letak loaf kecilnya berarah mendatar, sedangkan bentuk loaf utuh lebih sederhana dalam teknik pembuatannya. Analisis Warna. Warna memegang peran penting dalam penentuan karakteristik roti, terutama dalam segi penampakan. Pada umumnya roti memiliki penampakan yang terang bagian crumbnya dan sedikit kecoklatan pada bagian crust. Roti yang mempunyai penampakan terang umumnya terbuat dari tepung terigu. Saat ini berkembang roti dengan penampakan warna yang tidak putih, seperti Rye bread dan roti gandum utuh yang berwarna lebih gelap. Akan tampak tidak wajar, jika Rye bread memiliki warna yang terang karena akan menimbulkan kecurigaan konsumen dengan penambahan bahan yang bermcam-macam untuk memutihkan warna roti yang semula gelap. Roti tawar dengan substitusi tepung ubi jalar ungu ini akan menunjukkan penampakan yang berwarna ungu. Semakin banyak jumlah tepung ubi ungu yang dicampur di dalam adonan, makin pekat warna ungu yang ditampakkan. Warna ungu ini akan menjadi sedikit kemerahan setelah roti mengalami proses pemanggangan. Hal ini terjadi karena antosianin akan terdegradasi dalam suhu tinggi menjadi berwarna merah. Antosianin sebenarnya sangat labil terhadap perubahan suhu, namun ketika senyawa ini terikat dalam adonan, kondisinya untuk terdegradasi menjadi lebih kecil. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas warna roti ubi jalar ungu menghasilkan nilai L yang berkisar antara 38.11 hingga 39.41. Angka ini tidak terlalu berbeda jauh dengan intensitas warna yang dimiliki oleh tepung ubi ungu (L 42.08) yang ditambahkan dalam formulasi roti tawar ini. Nilai a yang berhasil dideteksi dari roti ubi jalar ungu ini adalah 21.22 hingga 21.84. Intensitas ini menunjukkan bahwa roti ini hampir gelap. Nilai b dari roti ubi jalar ungu ini adalah -0.37 hingga -0.33 menunjukkan bahwa roti ini mengandung unsur warna kekuningan walau agak gelap. Hal ini disebabkan karena lebih dari 60% dari berat total roti tawar ungu ini berwarna putih kekuningan. Nilai hue 358.3 sampai 359.1 menunjukkan bahwa roti ini berada dalam kisaran warna ungu.
43
6. Analisis Kimia Roti Substitusi Terpilih Proksimat. Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kadar komponen tertentu dalam bahan pangan secara estimasi. Analisis proksimat merupakan analisis dasar dari suatu bahan pangan yang terdiri dari kadar air, abu protein, lemak, karbohidrat. Hasil analisis proksimat roti ubi jalar ungu dengan substitusi 40% disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Hasil analisis proksimat roti ubi jalar ungu 40% Analisis proksimat dan aw
Rata-rata ± sd Bentuk loaf
Bentuk sobek
Kadar air (%bb)
28.57± 0.30
27.13 ± 0.16
Kadar abu (%bk)
2.59 ± 0.03
2.53 ± 0.03
Kadar lemak (%bk)
7.46 ± 0.07
7.46 ± 0.07
Kadar protein (%bk)
9.61 ± 0.15
9.42 ± 0.15
Kadar serat (%bk) K Kadar karbohidrat (by difference) (%bk) a aw
3.25 ± 0.05
3.25 ±0.05
48.51± 0.27
50.20±0.18
0.867 ± 0.024
0.872 ± 0.012
Antosianin (mg Cy-3-glikosida/100 g roti)
96.41±1.43
Kadar air suatu bahan pangan umumnya digunakan sebagai indikator penentuan mutu bahan pangan. Air yang terkandung dalam roti perlu diketahui karena air merupakan komponen pangan yang memberikan pengaruh terhadap sensori, fisik, dan mikrobiologi roti. Gallagher (2003) melaporkan bahwa kadar air yang tinggi dapat meningkatkan volume loaf roti. Dapat dilihat pada Tabel 13 bahwa kadar air roti ubi jalar ungu bentuk loaf lebih besar daripada bentuk sobek. Kadar air roti ubi jalar ungu bentuk loaf sekitar 28.57 ± 0.30% (bb), sedangkan roti ubi jalar ungu yang berbentuk sobek mempunyai kadar air sebesar 27.13 ± 0.16% (bb). Hal ini sesuai dengan volume spesifik roti dalam bentuk loaf utuh lebih besar daripada bentuk sobek. Kondisi kadar air yang berbeda antara kedua bentuk ini disebabkan karena bentuk sobek lebih memungkinkan keluarnya air dari sela-sela roti, sedangkan bentuk loaf utuh memiliki kemampuan memerangkap air lebih besar. Sebenarnya, kadar air roti ubi jalar ungu ini dianggap rendah karena pada umumnya roti tawar memiliki kandungan air sebesar 36.60 ± 2.0 hingga 41.56 ± 0.2 g/100g (Hathorn et al. 2008). Sidhu et al. (1997) melaporkan bahwa roti Arab memiliki kandungan air yang rendah, yaitu sebesar 28.3 hingga 29.3 g/100g. Kandungan air yang dianggap rendah ini disebabkan oleh bentuk roti Arab yang lebih tipis dan memiliki permukaan yang lebar daripada roti tawar pada umumnya, sehingga memungkinkan untuk terjadinya kehilangan air ketika proses baking dan pendinginan. Rendahnya kadar air pada roti substitusi tepung ubi jalar ungu ini disebabkan kemampuan adonan untuk mengikat air rendah. Penambahan tepung ubi jalar ungu akan menurunkan kemampuan adonan untuk mengikat air. Tepung ubi jalar ungu tidak memiliki protein gliadin dan glutelin yang dapat digunakan untuk mengikat air, berbeda dengan tepung terigu yang berasal dari gandum yang dapat memerangkap air dalam bentuk kompleks protein gluten. Kandungan air dan kompleks protein gluten ini juga akan mempengaruhi tekstur roti
44
yang tidak dapat menahan gas yang dihasilkan ketika proses fermentasi atau pemanggangan. Oleh karena itu kejadian robeknya lapisan film roti sering terjadi. Hal ini pula yang akan mempengaruhi bentuk fisik roti tawar ubi jalar ungu ini. Kadar abu roti ubi jalar ungu dapat dilihat di Tabel 12. Kandungan abu roti tersebut berkisar antara 2.53 ± 0.03 hingga 2.59 ± 0.03% (bk). Kandungan abu roti ini hampir mirip dengan roti tawar dengan substitusi tepung kacang kedelai dan tepung barley, yaitu sekitar 2.1-2.4 g/100g. Kandungan abu yang cukup tinggi ini disumbang oleh kehadiran tepung ubi jalar ungu dalam adonan roti. Hathorn (2008) melaporkan bahwa terjadi peningkatan kadar abu pada roti yang disubstitusi tepung ubi jalar. Kadar abu dari tepung gandum hard red spring dilaporkan oleh Dansby dan Bovell-Benjamin (2003) berkisar 1.6 g/100 g, sedangkan Anderson, Westerlund, Tilly, dan Aman (1993) melaporkan kandungan abu yang lebih rendah pada tepung gandum musim semi dan musim gugur, yaitu sebesar 0.5-0.7 g/100g. Kadar lemak roti ubi jalar ungu ini adalah 7.46 ± 0.07% (bk) (Tabel 12). Kadar ini lebih tinggi daripada kadar lemak roti gandum dengan substitusi tepung ubi jalar hidroponik yang berkisar antara 3.0-6.0 g/100g. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jumlah shortening yang digunakan dalam formula adonan roti tawar. Shortening merupakan penyumbang terbesar komponen lemak yang terkandung dalam roti tawar ubi jalar. Penambahan emulsifier dalam formulasi juga akan meningkatkan kadungan lemak dalam roti. Emulsifier yang berupa Sodium Stearoyl Lactylate mengandung gugus fungsi yang bisa dideteksi sebagai lemak. Kadar protein roti ubi jalar ini berkisar 9.41-9.61% (bk) (Tabel 12). Angka ini lebih rendah daripada kadar protein yang terdapat pada roti umumnya yang berkisar 11% hingga 12.6% (Švec dan Hrušková 2009). Hal ini terjadi karena substitusi tepung ubi jalar ungu yang hanya mempunyai protein sekitar sepertiga dari tepung terigu protein tinggi. Kadar serat roti ubi jalar ini cukup tinggi yaitu 3.25±0.05% (bk) (Tabel 12). Kadar serat yang dihitung dalam analisis adalah serat kasar. Penambahan tepung ubi jalar ungu akan meningkatkan kandungan serat dari roti ini. Ubi jalar secara umum terkenal dengan kandungan seratnya yang bermanfaat sebagai prebiotik. Water activity (aw) merupakan rasio dari tekanan uap air dengan air di dalam produk pada kondisi suhu tertentu (Penfield dan Campbell 1990). Nilai aw mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam suatu produk. Semakin tinggi nilai a w, makin tinggi kemungkinan suatu pangan untuk ditumbuhi mikroba. Kondisi aw yang rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Dari hasil perhitungan menggunakan aw-meter, nilai aw roti ubi jalar ungu diketahui berkisar antara 0.867 ± 0.024 hingga 0.872 ± 0.012 (Tabel 12). Angka ini lebih rendah dari yang dilaporkan oleh Lazaridou et al. (2007) tentang roti bebas gluten (0.9740.986). Markova dan Wadso (1998) menemukan bahwa nilai aw sebesar 0.850 dapat memicu tumbuhnya kapang hingga konsentrasi oksigen berada di bawah ambang batas. Nilai a w dan cara mempertahankan crumb firmness berhubungan erat dengan teknik penyimpanan roti. Peningkatan crumb firmness berbanding terbalik dengan nilai aw. Konsumen lebih menyukai roti yang mempunyai crumb firmness yang optimum (Primo-Martin et al. 2006). Kadar antosianin. Tepung ubi jalar ungu mengandung pigmen antosianin yang tidak dapat ditemukan di dalam tepung terigu dan roti tawar pada umumnya. Pigmen antosianin akan memberikan penampakan warna ungu terhadap roti ubi jalar ini. Warna ungu pada roti ubi jalar ini akan menjadi ciri khas dan menunjukkan adanya substitusi tepung ubi jalar ungu di dalamnya. Semakin tinggi tingkat substitusi tepung ubi jalar di dalam adonan roti, semakin tinggi intensitas warna ungu dan semakin tinggi pula kandungan antosianinnya. Kandungan antosianin dari roti ubi jalar ungu diukur menggunakan teknik spektrofotometri.
45
Jumlah antosianin yang masih tersisa dari proses pembuatan roti tawar dengan substitusi 40% tepung ubi jalar ungu berkisar antara 96.41±1.43 mg Cy-3-glikosida/100 g roti (Tabel 12). Hal ini menujukkan bahwa terjadi penurunan kandungan antosianin yang cukup besar jika dibandingkan dengan tepung ubi jalar ungu. Total antosianin pada tepung ubi jalar ungu adalah 188.11 mg Cy-3-glikosida/100 g tepung. Penurunan kandungan antosianin pada pembuatan roti ini sebesar 48.75%. Hal ini terjadi karena dalam pembuatan roti dibutuhkan proses pemanggangan dengan suhu tinggi mencapai 190 oC - 200 oC. Antosianin yang sangat tidak stabil terhadap suhu tinggi, akan terdegradasi pada kondisi seperti ini. Melihat proses pembuatan dan produk akhir, roti tawar dengan substitusi tepung ubi jalar ungu lebih sesuai dibuat seperti teknik pembuatan roti tawar (bentuk loaf). Hal ini ditunjukkan oleh karakteristik fisikokimia roti. Teknik pembuatan roti tawar memiliki volume spesifik, tekstur crumb, dan nilai aw lebih baik.
7. Produk Olahan Ubi Jalar Ungu varietas Ayamurasaki Potensi pigmen antosianin tinggi yang terkandung dalam ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki, juga diteliti penggunaannya dalam pembuatan produk keripik simulasi (chips) dan spreads. Keripik simulasi yang dibuat dari tepung ubi jalar ungu ini mengalami penurunan antosianin yang cukup kecil, yaitu sekitar 12.94%. Dalam pembuatan chips ubi jalar ungu, tepung ubi jalar ungu yang digunakan sebesar 90%. Dalam pembuatan spreads ubi jalar ungu mengalami penurunan cukup besar, walaupun panas yang digunakan tidak terlalu banyak, yaitu sebesar 90.43%. Penggunaan tepung ubi jalar ungu dalam formula spreads hanya 9%, sehingga antosianin yang terkandung dalam produk pun menjadi lebih kecil, yaitu sebesar 17.55 mg Cy-3-glikosida/100 g spreads.
46
V.
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN Pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki dapat dilakukan dengan memodifikasi proses agar diperoleh penampakan warna ungu yang optimal. Proses pengukusan potongan ubi jalar ungu setebal 1 cm selama 7 menit sebelum proses penyawutan merupakan salah satu alternatif untuk memperbaiki penampakan warna ungu yang memudar pada tepung ubi jalar ungu di pasaran. Teknologi ini lebih tepat jika diterapkan pada industri rumah tangga atau kecil yang banyak melibatkan tenaga kerja. Warna tepung ubi jalar ungu ini ditampilkan oleh nilai L 42.08, a 13.04, b -2.88, dan hue 347.7 dengan kadar antosianin sebesar 188.11 mg Cy-3glikosida/100 g tepung. Kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar, dan karbohidrat tepung ubi jalar ungu berturut-turut adalah 7.17% (bb), 1.72 % (bk), 3.27% (bk), 0.89% (bk), 3.60% (bk), dan 86.66% (bk). Rendemen penepungan yang dihasilkan adalah 11.25% hingga 14.79%. Tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki dapat diaplikasikan dalam pembuatan roti tawar. Penggunaannya dalam formulasi roti tawar mampu diterima oleh panelis hingga substitusi 40% dengan nilai tingkat kesukaan agak disukai hingga disukai secara keseluruhan. Roti tawar dengan substitusi 40% tepung ubi jalar ungu dalam bentuk loaf memiliki volume spesifik sebesar 2.44 cm3/g dan nilai firmness 0.13 kgF, sedangkan bentuk roti sobek memiliki volume spesifik 2.08 cm3/g dan nilai firmness 0.15 kgF. Berdasarkan data tersebut, bentuk yang sesuai untuk diterapkan dalam pembuatan roti tawar ubi jalar ungu adalah bentuk loaf utuh. Hasil analisis warna menunjukkan bahwa roti ini masih berwarna ungu, dengan nilai L 38.11-39.41, a 21.2221.84, b -0.37- -0.33, dan hue 358.3-359.1. Hasil analisis kimia roti dengan tingkat substitusi 40% tepung ubi jalar ungu ini berturut-turut dari kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar, a w, dan antosianin adalah 28.57% (bb), 2.59% (bk), 9.61% (bk), 7.46% (bk), 3.25% (bk), 0.8668, dan 96.41 mg Cy-3-glikosida/100 g roti.
B. SARAN Pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki untuk menghasilkan tepung berwarna ungu yang menarik dan kandungan antosianin tinggi sudah dilakukan. Rendemen tepung yang dihasilkan tergolong rendah. Oleh karena itu, perlu diteliti efisiensi pembuatan tepung ubi jalar ungu. Selain itu, metode pembuatan tepung yang dilakukan dalam penelitian ini lebih sesuai jika diterapkan dalam industri rumah tangga atau industri yang melibatkan banyak tenaga kerja. Perlu dilakukan modifikasi urutan proses pembuatan tepung ubi jalar ungu, yaitu melakukan pengukusan ubi jalar yang telah disawut, jika metode ini akan diterapkan dalam industri besar. Namun, perlu diteliti waktu pengukusan atau blansir yang tepat, untuk menghasilkan tepung ubi jalar ungu dengan karakteristik baik. Modifikasi berupa pengukusan pada potongan ubi jalar ungu yang telah dilakukan pada pembuatan tepung ubi jalar ungu, secara tidak langsung akan mengubah karakteristik tepung. Oleh karena itu, perlu diteliti karakteristik fisikokimia tepung ubi jalar ungu. Hasilnya dapat digunakan sebagai pedoman untuk pengolahan dan aplikasi tepung ubi jalar ungu sehingga dihasilkan produk pangan dengan karakteristik optimal.
47
Pembuatan roti tawar ungu dalam penelitian ini menggunakan jumlah air yang sama untuk semua tingkat substitusi tepung ubi jalar ungu, sehingga perlu dilakukan modifikasi proses (terutama lama pengadukan) untuk setiap tingkat substitusi. Namun, roti yang dihasilkan belum optimal karakteristiknya. Oleh karena itu, dapat diteliti jumlah air yang harus ditambahkan dalam formula roti tawar dengan tingkat substitusi tepung ubi jalar ungu yang paling disukai oleh panelis, yaitu 40%.
48
DAFTAR PUSTAKA Ahza, A. B. 1980. Substitusi parsial tepung gandum (Triticum aestivum Linn) dengan tepung sorgum (Shorgum bicolor (Linn.) Moench) dan tepung kacang tunggak (Vigna unguilata (Linn.) Walp.) pada pembuatan roti. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Jurusan Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anderson, R., Westerlund, E., Tilly, A.-C., dan A ˚ man, P. 1993. Natural variations in the chemical composition of white flour. Journal of Cereal Science. 17: 183–189. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis, 16 th ed. AOAC International, Gaithersbug, Maryland. Apriyantono, A. Fardiaz, D., Puspitasari, N. L. Sedarnawati, dan Budiaynto, S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB Press, Bogor. Astawan, M. dan Kasih, A.L. 2008. Khasiat Warna-warni Makanan. PT. Gramedia, Jakarta. Badan Pusat Statistika. 2010. Tingkat Impor Tepung Terigu. BPS, Jakarta. Brouillard, R. 1982. Chemical structure of anthocyanins. Di dalam : Markakis, P. (ed). Anthocyanin as Food Colors. Academic Press, New York. Chambers, E. and M. B. Wolf. 1996. Sensory Testing Methods. American Society For Testing and Materials, West Conshohocken, PA. Dansby, M. Y., dan Bovell-Benjamin, A. C. 2003. Production and proximate composition of a hydroponic sweetpotato flour during extended storage. Journal of Food Processing and Preservation. 27: 153–164. Dhania, S. 2006. Langkah awal penggandaan skala tepung ubi jalar dan beberapa karakteristiknya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dreese, P. C., Faubion, J. M., dan Hoseney, R. C. 1988. Dynamic rheological properties of flour, gluten, and gluten-starch dough. I. Temperature-dependent changes during heating. Cereal Chemistry. 85 (4): 398-353. Edmond, J. B. dan Ammerman, G. R. 1971. Sweet Potatoes Production, Processing, Marketing. AVI Publishings Co. Inc., Westport, Connecticut. Eliasson, A. C. 1983. Differential scanning calorimetry studies on wheat starch-gluten mixtures. II. Effect of gluten and sodium stearoyl lactylate on starch crystallization during ageing of wheat starch gels. J. Cereal Sci.1:207-213. Fance, W. J. 1976. The Student‟s Technology of Bread Making and Confectionary. Rotlage and Keegan Paul, London. Francis, F. J. 1985. Pigments and other colorants. Di dalam: Fennema, O. R. , editor. Food Chemistry. Marcel Dekker, Inc., New York dan Basel. Gallagher, E., Gormley, T. R., dan Arendt, E. K. 2003. Crust and crumb characteristics of gluten free breads. Journal Food Engineering. 56: 156–161. Giusti, M. dan Wrolstad, R. 2001. Characterization and measurement of anthocyanins by UV-visible spectroscopy. Di dalam: Wrolstad, R., dan Schwartz, S., editors. Current Protocols in Food Analytical Chemistry. JohnWiley & Sons Inc., New York. p F1.2.1–13. Greene, J. L., dan Bovell-Benjamin, A. C. 2004. Macroscopic and sensory evaluation of bread supplemented with sweetpotato flour. J. Food Sci. 69 : 167–173. Hal, M. van. 2000. Quality of sweetpotato flour during processing and storage. Food Rev. Int. 16 (1): 1-37. Hamed, M. G. E., Hussein, M. F., Refain, F. Y., dan El-Samahy, S. K. 1973. Cereal Chem. 50 (2): 133
49
Hathorn, C. S., Biswas, M. A., Gichuhia, P. N., dan Bovell-Benjamin, A. C. 2008. Comparison of chemical, physical, micro-structural, and microbial properties of breads supplemented with sweetpotato flour and high-gluten dough enhancers. LWT. 41: 803-815. Jiang, X. 2001. Sweet potato processing and product research and development at the Sichuan Academy of Agricultural Sciences. Di dalam: Sweet Potato Post Harvest Research and Development in China. Proc. of an Int. Workshop at International Potato Center, pp 114-126. Jurd, L. 1992. Some advances in the chemistry of anthocyanin-type plant pigments. Di dalam: Chichester, C. O., editor. The Chemistry of Plant Pigments. Academic Press, New York. pp 123-142. Kano, M., Takayanagi, T., Harada, K., Makino, K., dan Ishikawa, F. 2005. Antioxidative activity of anthocyanins from purple sweet potato Ipomoea batatas cultivar Ayamurasaki. J. Biosci, Biotecnol, Biochem. 69(5) : 979-988. Karlsen, A., Retterstøl, L., Laake, P., Paur, I., Kjølsrud-Bøhn, S., Sandvik, L., Blomhoff, R., 2007. Anthocyanins inhibit nuclear factor-B activation in monocytes and reduce plasma concentrations of pro-inflammatory mediators in healthy adults. J. Nutr. 137, 1951–1954. Kong , J. M., Chia, L. S., Goh, N. K., Chia, T. F., dan Brouillard, R. 2003. Analysis and biological activities of anthocyanins. Phytochemistry. 64 : 923-933. Kotschevar, L. H. 1975. Standards, principles, and techniques in “Quantity Food Production”. A Division of Cahner Publishing Co., Inc., Boston, Massachussets. Lazaridou, A., Duta, D., Papageorgiou, M., Belc, N., dan Biliaderis, C. G. 2007. Effects of hydrocolloids on dough rheology and bread quality parameters in gluten-free formulations. Journal of Food Engineering. 79: 1033–1047. Markakis, P. 1982. Stability of anthocyanins in foods. Di dalam: Markakis, P, editor. Anthocyanins as Food Colors. Academic Press, New York, pp 163-178. Markova, N., dan Wadso¨ , L. 1998. A microcalorimetric method of studying mouldactivity. International Biodeterioration Biodegradation. 42: 25–28. Martin, W. 1984. Journal Agriculture. Univ. Puerto Rico. 68 (4): 423. Matz, S. A. 1972. Bakery Technology and Engineering. The AVI Publishing Company. Inc. Westport, Connecticut. Meilgard, M., G.V. Civille dan B.T. Carr, 1999. Sensory Evaluation Techniques (3rd Ed). CRC Press, New York. Meschter, E. E. 1953. Fruit color loss. Effects of carbohydrate and other factors on strawberry products. J. Agr. Food Chem. 1: 574. Mezaize, S. Chevallier, S., Bail, A Le , Lamballerie, M de. 2009. Optimization of gluten-free formulations for french-style breads. J. Food Sci. Vol. 74, Iss. 3 : pg. E140. Moore, W. R. dan Hoseney, R. C. 1986. The effects of flour lipids on the expansion rate and volume of bread baked in a resistance oven. Cereal Chem. 63 : 172-174. Muchtadi, D. 2001. Kajian terhadap serat makanan dan antioksidan dalam berbegai jenis sayuran untuk pencegahan penyakit degenerative. Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bogor. Muharam, S. 1992. Studi karakteristik fisiko-kimia dan fungsional tepung singkong (Manihot esculenta Cranta) dengan modifikasi pengukusan, penyangraian, dan penambahan GMS serta aplikasinya dalam pembuatan roti tawar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nakai, S. dan Wing, P. L. 2000. Breadmaking. Di dalam: Food Proteins Processing Applications. Nakai, S. dan Modler, H. W, editors. Wiley-VCH, New York. Nebesky, E. A., Esselen, W. B., Mc Connell, J. E. W., dan Fellers. 1949. Food Res. 14: 261-274.
50
Penfield, M. P. dan Campbell, A. M. 1990. Experimental food science (3 rd ed). San Diego, CA: Academic Press pp. 362–421. Peng, C. Y. dan Markakis, P. 1963. Effects of phenolase on anthocyanins. Nature (London). 199: 597. Philpott, M., Gould, K.S., Lim, C., Ferguson, L.R., 2004. In situ and in vitro antioxidant activity of sweet potato anthocyanins. J. Agric. Food Chem. 52, 1511–1513. Prana, M. S. dan Danimiharja, S. 1981. Root and Tuber Crops. IBPGR Secretariat, Roma. Primo-Martı´n, C., van de Pijpekamp, A., van Vliet, T., de Jongh, H. H. J., Plijter, J. J., dan Hamer, R. J. 2006. The role of gluten network in the crispness of bread crust. Journal of Cereal Science. 43: 342–352. Prior, R.L., Wu, X.L., 2006. Anthocyanins: structural characteristics that result in unique metabolic patterns and biological activities. Free Radic. Res. 40, 1014–1028. Pyler, E. Y. 1973. Baking Science and Technology, vol. I. Siebel Publishing Co., Chicago Rohadi, D. 1982. Pengaruh pencampuran tepung jagung terhadap sifat-sifat fisik dan organoleptik roti tawar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rukmana, R. 1997. Ubi Jalar Budidaya dan Pascapanen. Kanisius, Yogyakarta. Rumbaoa, R. G. O., Cornago, D. F., dan Geronimo, I. M. 2009. Phenolic content and antioxidant capacity of Philippine sweet potato (Ipomoea batatas) varieties. Food Chemistry. 113: 11331138. Sarwono, B. 2005. Ubi jalar. Penebar Swadaya. Jakarta. Setiawati, Y., Sudaryono, dan Setyono, A. 1994. Studi Penyimpanan Ubi Jalar Segar. Dalam: Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pascapanen Ubi Jalar untuk Mendukung Agroindustri Ubi Jalar. Sidhu, J. S., Al-Saqer, J., dan Al-Zenki, S. 1997. Comparison of methods for the assessment of the extent of staling in bread. Food Chemistry. 58:161–167. Siegel, A. Markakis, P. dan Bredford, C. L. 1971. J. Food Sci. 36: 962-963. Shewry, P. R. 2003. Wheat gluten proteins. Di dalam : Shewry, R. P. dan Lookhart, G. L. (eds). AACC International, Inc. Minnesota. Shih, P.H., Yeh, C.T., dan Yen, G.C., 2005. Effects of anthocyanidin on the inhibition of proliferation and induction of apoptosis in human gastric adenocarcinoma cells. Food Chem. Toxicol. 43, 1557–1566. Shih, P.H., Yeh, C.T., dan Yen, G.C., 2007. Anthocyanins induce the activation of phase II enzymes through the antioxidant response element pathway against oxidative stress-induced apoptosis. J. Agric. Food. Chem. 55, 9427–9435. Shreve, R. N. dan Brink, J. K. 1977. Chemical Process Industries. Mc Graw Hill Book Co. Auckland. Sosrosoedirdjo. 1972. Bercocok Tanam Ketela Pohon. Yasa Guna. Jakarta. Stauffer, C. E. 1990. Functional Additives for Bakery Foods. Van Nostrand Reinhold, New York. Steed, L. E. dan Truong, V. D. 2008. Anthocyanin content, antioxidant activity, and selected physical properties of flowable purple-fleshed sweetpotato purees. J. Food Sci. 73 (5) :15-221. Steed, L. E., Truong, V. D., Simunovic, J. Sandeep., K. P., Kumar, P., Cartwright, G. D., dan Swartzel, K. R. 2008. Continous flow microwave-assisted processing and aseptic packaging of purple-fleshed sweetpotato purees. J. Food Sci. 73 (9) : E455-E462. Subarna. 1992. Baking Technology, Pelatihan Singkat Prinsip-prinsip Teknologi bagi Food Inspector. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suda, I., Oki, T., Masuda, M., Kobayashi, M., Nishiba, Y., dan Furuta, S. 2003. Review: physiological functionality of purple-fleshed sweet potatoes containing anthocyanins and their utilization in foods. J. Agricultural RQ. 37(3) : 167–73.
51
Suismono. 1995. Kajian teknologi pembuatan tepung ubi jalar (Ipomoea batatas L.) dan manfaatnya untuk produk ekstrusi mi basah. Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sulistyowati, D. D. 2010. Pengaruh Klon dan Generasi Bibit Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam). Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Susilawati dan Medikasari. 2008. Kajian Formulasi Tepung Terigu dan Tepung dari Berbagai Jenis Ubi Jalar Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Biskuit Non-Flaky Crackers. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II 2008. Universitas Lampung, 17-18 November 2008. Švec, I. dan Hrušková, M. 2009. Evaluation of wheat bread features. J. Food Engineering. Article in press. Tanudjaja, J. K. 1990. Substitusi parsial tepung gandum (triticum vulgare) dengan tepung singkong (Manihot esculenta Crantz) pada pembuatan roti manis. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Terahara, N., Konczak-Islam, I., Nakatani, M., Yamakwa, O., Goda, Y., dan Honda, T. 2000. Antocyanins in callus induced from purple storage root of Ipomoea batatas L. Phytochemistry 54: 919–22. Terahara, N., Konczak, I., Ono, H., Yoshimoto, M., dan Yamakawa, O. 2004. Characterization of acylated anthocyanins in callus induced from storage root of purple-fleshed sweet potato, Ipomoea batatas L. J Biomed Biotechnol 5:279–86. Widjanarko, S. 2008. Efek pengolahan terhadap komposisi kimia dan fisik ubi jalar ungu dan kuning. http://simonbwidjanarko.wordpress.com/2008/06/19/efek-pengolahan-terhadap-komposisikimia-fisik-ubi-jalar-ungu-dan-kuning/ [10 Januari 2010] Widodo, Y. 1989. Prospek dan strategi pengembangan ubi jalar sebagai sumber devisa. J. Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 8 (4) : 83-88. Woolfe, J. A. 1992. Sweetpotato an untapped food resource. Cambridge University Press, New York, p. 15. Yamakawa, O., Suda, I., dan Yoshimoto, M. 1998. Development and utilization of sweet potato cultivars with high anthocyanin content. J. Foods Food Ingredients. 178: 69-78. Zhang, Z. F., Fan, S. H., Zheng, Y. L., Wua, D. M., Shan, Q., dan Hu, B. 2009. Purple sweet potato color attenuates oxidative stress and inflammatory response induced by D-galactose in mouse liver. Food and Chemical Toxicology. 47: 496–501.
52
LAMPIRAN
53
Lampiran 1 Pengukuran antosianin tepung ubi jalar ungu Teknik
Ulangan 1
10 menit steam oven 2 1 7 menit steam oven 2 1 10 menit steam matahari 2 1 7 menit steam matahari 2
Total antosianin (mg Cy-3-glukosida /100 g)
Rerata Total antosianin (mg Cy-3-glukosida /100 g)
169.83 169.57
169.39± 0.38
169.08 169.08 188.11 188.11
188.11±0.61
188.86 187.36 166.32 167.82
167.26±0.71
167.82 167.07 185.85 186.61
186.23±0.32
186.10 186.36
54
Lampiran 2 Pengukuran warna tepung ubi jalar ungu Perlakuan Ulangan L a 10 matahari I 40.81 13.13 40.82 13.13 40.82 13.08 II 40.24 13.30 40.25 13.29 40.25 13.29 Rata-rata 40.53 13.20 10 oven
I
II
Rata-rata 7 matahari
I
II
Rata-rata 7 oven
I
II
Rata-rata
B -3.73 -3.73 -3.72 -3.75 -3.74 -3.73 -3.73
Hue 344.2 344.2 344.2 344.3 344.4 344.4 344.3
40.87 40.88 40.88 42.84 42.84 42.84 41.86
13.49 13.49 13.51 12.98 12.96 12.96 13.23
-3.99 -4.00 -4.00 -2.70 -2.68 -2.69 -3.34
343.6 343.5 343.6 348.3 348.4 348.3 345.9
40.46 40.46 40.46 42.16 42.17 42.17 41.31
13.27 13.29 13.27 12.52 12.54 12.52 12.90
-3.79 -3.80 -3.79 -2.98 -2.98 -2.97 -3.39
344.1 344.1 344.1 346.7 346.7 346.8 345.4
41.96 41.96 41.96 42.19 42.21 42.22 42.08
13.45 13.46 13.46 12.63 12.62 12.60 13.04
-3.33 -3.34 -3.34 -2.42 -2.43 -2.42 -2.88
346.2 346.2 346.2 349.2 349.1 349.2 347.7
55
Lampiran 3Kesetimbangan massa tiap proses dan rendemen pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki batch I Rendeme Penyusutan n proses proses dihitung Jumlah % Rendemen dihitung dari dari ubi Bentuk ubi jalar ungu (kg) Penyusutan tiap proses ubi mentah mentah Ubi mentah 33.2700 12.95 87.05 12.95 87.05 Ubi yang telah dikupas 28.9600 0.17 99.83 13.10 86.90 Ubi yang telah dikukus 28.9100 0.95 99.05 13.93 86.07 Ubi yang telah disawut 28.6350 61.85 38.15 67.16 32.84 Ubi yang telah dioven 10.9250 6.91 93.09 69.43 30.57 Ubi giling 10.1700 51.62 48.38 85.21 14.79 Ubi ayakan 100 mesh 4.9200
Lampiran 4Kesetimbangan massa tiap proses dan rendemen pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki batch II Rendemen Penyusutan proses proses dihitung Jumlah % Rendemen dihitung dari dari ubi Bentuk ubi jalar ungu (kg) Penyusutan tiap proses ubi mentah mentah Ubi mentah 20.3680 15.33 84.67 15.33 84.67 Ubi yang telah dikupas 17.2460 0.12 99.88 15.43 84.57 Ubi yang telah dikukus 17.2250 1.10 98.90 16.36 83.64 Ubi yang telah disawut 17.0360 66.33 33.67 71.84 28.16 Ubi yang telah dioven 5.7365 2.67 97.33 72.59 27.41 Ubi giling 5.5832 58.95 41.05 88.75 11.25 Ubi ayakan 100 mesh 2.2920
56
Lampiran 5 Analisis proksimat dan nilai kalori tepung ubi jalar 7 menit steam oven Keterangan Kadar air (bb)
Kadar abu (bk)
Kadar lemak (bk)
Kadar protein (bk)
Kadar karbohidrat (bk)
Serat Kasar (bk)
Ulangan
Nilai (%)
1
6.98
2
7.36
1
1.86
2
1.66
1
0.87
2
0.91
1
3.53
2
3.49
1
86.76
2
86.57
1
3.55
2
3.65
Rerata
SD
RSD analisis
RSD hitung
7.17
0.27
3.8378
2.9736
1.72
0.14
8.0589
3.6721
0.89
0.03
2.9140
4.0729
3.27
0.05
1.51902
3.3461
86.66
0.13
0.1511
2.0436
3.60
0.07
1.9643
3.2981
Nilai Kalori (kkal/100g) = (4 kkal/g x kadar karbohidrat) + (4 kkal/g x kadar protein) + (9 kkal/g x kadar lemak) = (4 kkal/g x 86.66 g) + (4 kkal/g x 3.27 g) + (9 kkal/g x 0.89 g) = 346.64 kkal + 13.08 kkal + 8.01 kkal = 367.73 kkal/100 g tepung ubi jalar ungu
57
Lampiran 6 Kuisioner uji organoleptik
Nama : Tanggal : No. Hp : Instruksi : 1. Dihadapan Anda terdapat sampel roti. Anda diminta untuk menilai tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, tekstur, dan rasa dengan memberi tanda √ pada tingkat kesukaan yang menurut anda sesuai. 2. Cicipi sampel dari kiri ke kanan dan netralkan indera pencicip anda dengan air sebelum menguji sampel selanjutnya. 3. Jangan membandingkan antar sampel. Tingkat kesukaan
nilai
sangat suka
1
Suka
2
agak suka
3
Netral
4
Agak tidak suka
5
tidak suka
6
sangat tidak suka
7
Warna
Aroma
Tekstur
Rasa
kode sampel
kode sampel
kode sampel
kode sampel
58
Lampiran 7 Data uji organoleptik atribut pada roti tawar ubi jalar ungu Warna Aroma Tekstur Panelis 20% 30% 40% 20% 30% 40% 20% 30% 40% 1 6 2 2 2 2 5 2 6 5 2 1 2 2 3 3 2 2 1 1 3 3 2 2 3 3 2 3 2 2 4 3 2 1 4 2 2 3 2 1 5 4 3 5 4 4 4 5 5 6 6 3 3 5 4 4 4 3 4 5 7 4 3 2 2 2 1 2 4 2 8 2 1 2 4 3 4 3 3 1 9 5 4 3 4 5 5 3 3 5 10 3 4 3 3 5 3 3 3 2 11 3 2 2 3 3 3 5 4 3 12 1 6 1 1 4 2 2 2 1 13 6 3 2 5 3 4 6 5 3 14 5 3 2 5 6 3 3 3 5 15 5 3 2 4 3 2 4 4 3 16 2 3 2 2 5 2 3 3 2 17 6 5 2 3 5 2 6 5 5 18 2 1 1 3 1 2 2 4 2 19 5 2 2 3 2 3 2 5 4 20 5 2 2 3 3 4 4 5 3 21 4 3 2 5 5 4 6 2 3 22 6 6 6 6 3 6 2 3 3 23 4 4 2 6 6 3 4 5 4 24 6 4 1 6 5 4 3 3 2 25 2 2 3 2 3 4 4 3 2 26 5 3 1 4 5 4 5 2 3 27 6 4 3 6 5 4 4 4 4 28 6 2 1 1 4 3 5 2 2 29 5 2 2 4 5 2 5 2 2 30 3 5 5 6 5 6 5 5 5 31 3 2 2 2 3 2 3 3 2 32 4 3 2 3 5 2 5 2 2 33 3 2 2 4 5 2 3 2 2 34 2 2 2 5 3 2 3 2 2 35 5 4 4 4 4 4 4 4 4 36 6 3 2 6 5 5 3 2 4 37 3 3 2 3 3 3 3 3 2 38 1 1 1 1 2 2 2 2 5 39 5 2 2 4 4 2 4 3 3 40 5 4 3 4 5 4 5 4 3 41 3 2 1 4 4 3 2 2 2 42 2 2 2 5 5 2 7 6 2 43 4 2 4 6 5 3 4 4 4 44 7 3 2 4 2 3 6 6 3 45 5 2 2 4 3 4 3 5 3 46 5 2 3 3 5 2 2 3 2 47 3 4 4 5 3 4 2 2 3
20% 2 3 2 3 5 4 3 4 3 3 5 2 5 3 4 2 3 3 3 4 2 6 4 1 4 5 5 4 4 4 3 5 4 3 5 6 2 4 2 5 4 3 5 2 3 2 2
Rasa 30% 5 1 2 2 3 3 2 4 4 3 2 6 5 3 3 5 2 4 3 6 2 6 6 2 5 3 5 3 5 6 3 3 5 3 5 4 3 2 2 5 3 5 6 2 2 3 3
40% 2 1 1 2 4 4 3 2 3 2 3 5 3 5 3 3 1 1 5 3 4 3 2 1 3 3 4 2 4 6 2 2 2 2 5 2 3 3 2 2 3 2 4 1 2 2 5
59
48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 Rerata
3 3 5 4 6 5 5 5 4 2 6 3 2 6 3 3 2 3 3 3 3 6 3 3.93
2 1 3 3 2 2 2 2 3 2 2 1 2 3 2 2 3 3 2 2 1 2 1 2.60
1 1 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 1 1 1 1 1 2.20
4 3 5 6 5 3 2 5 3 3 5 4 2 6 4 5 3 6 3 2 3 6 2 3.83
6 2 5 2 5 3 2 3 3 6 5 2 5 5 4 6 5 3 5 2 5 3 2 3.84
4 2 4 4 3 2 5 3 3 3 2 3 2 2 4 4 2 5 2 3 2 2 1 3.07
2 2 5 6 2 2 2 3 2 3 3 3 2 3 5 5 6 2 2 2 3 6 2 3.47
4 2 3 5 2 1 2 2 5 6 2 2 2 2 3 6 6 4 3 2 3 5 3 3.34
2 3 2 3 2 1 2 2 2 3 2 5 3 5 4 4 3 5 3 5 2 6 2 3.00
1 4 5 3 4 3 2 3 2 2 2 3 2 4 3 3 5 3 2 2 3 3 2 3.30
2 2 5 2 3 1 2 3 3 3 2 3 5 3 5 4 4 3 3 2 3 2 3 3.40
1 2 3 2 4 1 2 2 1 3 2 5 2 2 2 2 2 4 1 5 2 7 1 2.71
60
Lampiran 8 Hasil analisis sidik ragam sensori parameter warna pada roti ubi jalar Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: NILAI Type III Sum of Squares df 272.586(a) 71 1777.719 1 157.948 69 114.638 2 168.695 138 2219.000 210 441.281 209 a R Squared = .618 (Adjusted R Squared = .421) Source Corrected Model Intercept PANELIS SAMPEL Error Total Corrected Total
Mean Square 3.839 1777.719 2.289 57.319 1.222
F 3.141 1454.251 1.873 46.889
Sig. .000 .000 .001 .000
Lampiran 9 Uji Duncan parameter warna pada roti ubi jalar ungu NILAI Duncan SAMPEL
N
Subset 1
3 2 1 Sig.
70 70 70
2
3
2.20 2.60
3.93 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.222. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 70.000. b Alpha = .05.
61
Lampiran 10 Hasil analisis sidik ragam sensori parameter aroma pada roti ubi jalar ungu Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: NILAI Type III Sum of Squares df 207.557(a) 71 2743.243 1 27.800 2 179.757 69 168.200 138 3119.000 210 375.757 209 a R Squared = .552 (Adjusted R Squared = .322) Source Corrected Model Intercept SAMPEL PANELIS Error Total Corrected Total
Mean Square 2.923 2743.243 13.900 2.605 1.219
F 2.398 2250.699 11.404 2.137
Sig. .000 .000 .000 .000
Lampiran 11 Uji Duncan parameter aroma pada roti ubi jalar ungu NILAI Duncan SAMPEL
N
Subset 1
3 2 1 Sig.
70 70 70
2 3.10
3.86 3.89 1.000 .879 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.219. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 70.000. b Alpha = .05.
62
Lampiran 12 Hasil analisis sidik ragam sensori parameter tekstur pada roti ubi jalar ungu Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: NILAI Type III Sum of Squares df 224.510(a) 71 2247.471 1 216.195 69 8.314 2 169.019 138 2641.000 210 393.529 209 a R Squared = .571 (Adjusted R Squared = .350) Source Corrected Model Intercept PANELIS SAMPEL Error Total Corrected Total
Mean Square 3.162 2247.471 3.133 4.157 1.225
F 2.582 1835.007 2.558 3.394
Sig. .000 .000 .000 .036
Lampiran 13 Uji Duncan parameter tekstur pada roti ubi jalar ungu NILAI Duncan SAMPEL
N
Subset 1
3 2 1 Sig.
70 70 70
2 3.00 3.34
3.34 3.47 .069 .493 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.225. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 70.000. b Alpha = .05.
63
Lampiran 14 Hasil analisis sidik ragam sensori parameter rasa pada roti ubi jalar ungu Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: NILAI Type III Sum of Squares df 202.871(a) 71 2068.005 1 183.662 69 19.210 2 166.124 138 2437.000 210 368.995 209 a R Squared = .550 (Adjusted R Squared = .318) Source Corrected Model Intercept PANELIS SAMPEL Error Total Corrected Total
Mean Square 2.857 2068.005 2.662 9.605 1.204
F 2.374 1717.903 2.211 7.979
Sig. .000 .000 .000 .001
Lampiran 15 Uji Duncan parameter rasa pada roti ubi jalar ungu NILAI Duncan SAMPEL
N
Subset 1
3 1 2 Sig.
70 70 70
2 2.71
3.30 3.40 1.000 .591 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.204. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 70.000. b Alpha = .05.
64
Lampiran 16 Hasil pengukuran volume spesifik roti tawar dengan 40% substitusi tepung ubi jalar ungu Massa potongan roti Volume potongan roti volume spesifik Sampel (g) (cm3) roti (cm3/g) Loaf I 20.64 49.5 2.3983 13.73 33 2.4035 Loaf II 18.97 48 2.5303 10.34 25 2.4178 rata-rata 2.4375 Sd 0.0624 log C -1.6131 RSD analisis 2.5619 RSD hitung 3.4980 Sobek I Sobek II
19.97 18.2 17.28 15.22
40.5 37 37 32 rata-rata Sd log C RSD analisis RSD hitung
2.0280 2.0330 2.1412 2.1025 2.0762 0.0551 -1.6827 2.6535 3.5835
65
Lampiran 17 Potensi pengembangan adonan roti ubi jalar ungu substitusi 40% Volume (cm3) Waktu (menit) U1 U2 Rata-rata 0 25 25 25 5 25 25 25 10 25 25 25 15 25 25 25 20 25 25 25 25 26 26 26 30 26 26 26 35 30 30 30 40 35 35 35 45 35 35 35 50 38 40 39 55 39 42 40.5 60 42 42 42 65 44 43 43.5 70 44 48 46 75 48 50 49 80 50 52 51 85 54 52 53 90 58 59 58.5 95 59 60 59.5 100 60 60 60 105 64 64 64 110 65 67 66 115 68 70 69 120 68 71 69.5 125 70 71 70.5 130 78 80 79 135 78 80 79 140 78 80 79 145 77 80 78.5 150 77 80 78.5 155 77 80 78.5 160 77 80 78.5 165 77 80 78.5 Keterangan : massa adonan yang diukur adalah 30 g.
66
Lampiran 18 Hasil pengukuran warna roti ubi jalar ungu L A Sampel 1 1a 39.56 21.39 39.57 21.38 39.56 21.37 2a 39.13 21.28 39.58 21.52 39.59 21.54 3a 39.12 20.58 39.25 20.80 39.37 21.14 Rata-rata 39.41 21.22 Sampel 2
1b
2b
3b
Rata-rata
39.22 39.23 39.25 36.71 36.64 36.87 38.27 38.42 38.38 38.11
21.61 21.61 21.66 21.34 21.34 21.34 22.42 22.65 22.57 21.84
b -0.32 -0.30 -0.30 -0.32 -0.35 -0.35 -0.33 -0.34 -0.36 -0.33
Hue 358.2 358.2 358.3 358.4 359.2 358.3 357.8 358.0 358.0 358.3
-0.35 -0.38 -0.36 -0.29 -0.28 -0.28 -0.46 -0.45 -0.45 -0.37
359.3 359.2 359.2 359.3 359.5 358.7 358.9 358.9 358.9 359.1
Lampiran 19 Kadar air roti ubi jalar ungu 40% bentuk loaf
Sampel 1 2
Ulangan 1 2 1 2
Bobot sampel (g) 5.0197 5.0624 5.0350 5.0125
Bobot cawan kosong (g) 3.1286 3.0775 3.1363 3.1470
Bobot cawan dan sampel akhir (g) 6.7242 6.7076 6.7147 6.7206 rata-rata Sd log C RSD analisis RSD hitung
Kadar air (%bb) 28.3702 28.2929 28.9295 28.7062 28.5747 0.2969 -0.5440 1.0389 2.4150
Kadar air (%bk) 39.6067 39.4562 40.7053 40.2647 40.0083 0.5824 -0.3979 1.4558 2.2957
Kadar air (%bb) 27.2774 27.0286 27.2666 26.9532 27.1314 0.1653 -0.5665 0.6091 2.4339
Kadar air (%bk) 37.5089 37.0400 37.4884 36.8985 37.2339 0.3112 -0.4291 0.8358 2.3207
Lampiran 20 Kadar air roti ubi jalar ungu 40% bentuk sobek
Sampel 1 2
Ulangan 1 2 1 2
Bobot sampel (g) 5.0144 5.0195 5.0175 5.0124
Bobot cawan kosong (g) 3.1288 3.1609 3.1371 3.1913
Bobot cawan dan sampel akhir (g) 6.7754 6.8237 6.7865 6.8527 rata-rata Sd log C RSD analisis RSD hitung
67
Lampiran 21 Kadar abu roti ubi jalar ungu 40% bentuk loaf
Sampel 1 2
Ulangan 1 2 1 2
Bobot sampel (g) 3.0094 3.0290 3.0444 3.0924
Bobot cawan kosong (g) 25.5039 22.0517 35.0154 18.1487
Bobot cawan dan sampel akhir (g) 25.5593 22.1079 35.0708 18.2066 rata-rata Sd log rata-rata RSD analisis RSD hitung
kadar abu (%bb) 1.8409 1.8554 1.8197 1.8723 1.8471 0.0223 -1.7335 1.2077 3.6471
Kadar abu (%bk) 2.5774 2.5977 2.5477 2.6214 2.5860 0.0312 -1.5874 1.2077 3.4670
Bobot cawan dan sampel akhir (g) 25.5593 22.1079 35.0708 18.2066 rata-rata Sd log rata-rata RSD analisis RSD hitung
kadar abu (%bb) 1.8409 1.8554 1.8197 1.8723 1.8471 0.0223 -1.7335 1.2077 3.6471
Kadar abu (%bk) 2.5263 2.5462 2.4973 2.5695 2.5348 0.0306 -1.5961 1.2077 3.4774
Bobot labu setelah disoxlet (g) 56.769 61.101 57.322 61.1055 rata-rata Sd log rata-rata RSD analisis RSD hitung
Kadar lemak (%bk) 7.4623 7.4140 7.4156 7.5675 7.4649 0.0720 -1.1270 0.9647 2.9557
Lampiran 22 Kadar abu roti ubi jalar ungu 40% bentuk sobek
Sampel 1 2
Ulangan 1 2 1 2
Bobot sampel (g) 3.0094 3.0290 3.0444 3.0924
Bobot cawan kosong (g) 25.5039 22.0517 35.0154 18.1487
Lampiran 23 Kadar lemak roti ubi jalar ungu 40%
Sampel 1 2
Ulangan 1 2 1 2
Bobot sampel kering (g) 3.0272 3.0240 3.0220 3.0208
Bobot labu kosong (g) 56.5431 60.8768 57.0979 60.8769
68
Lampiran 24 Kadar protein roti ubi jalar ungu 40% bentuk loaf Bobot sampel Sampel Ulangan (g) ml HCl N HCl %N 1 1 0.1504 5.40 0.0217 1.0911 2 0.1505 5.50 0.0217 1.1105 2 1 0.1570 5.75 0.0217 1.1129 2 0.1524 5.40 0.0217 1.0767 Kadar air 28.5747 % rata-rata Sd log C RSD analisis RSD hitung
Kadar protein (%bb) 6.8191 6.9408 6.9559 6.7297 6.8614 0.1070 -1.1636 1.5601 2.9934
Lampiran 25 Kadar protein roti ubi jalar ungu 40% bentuk sobek Bobot sampel Sampel Ulangan (g) ml HCl N HCl %N 1 1 0.1504 5.40 0.0217 1.0911 2 0.1505 5.50 0.0217 1.1105 2 1 0.1570 5.75 0.0217 1.1129 2 0.1524 5.40 0.0217 1.0767 Kadar air 27.1314% rata-rata Sd log C RSD analisis RSD hitung
Lampiran 26 Kadar serat roti ubi jalar ungu 40% Bobot Bobot kertas Sampel Ulangan sampel (g) (g) 1 1 1.0088 0.5470 2 1.0040 0.5408 2 1 1.0026 0.5693 2 1.0040 0.5723
Bobot kertas dan sampel (g) 0.5800 0.5741 0.6016 0.6045 rata-rata Sd log C RSD analisis RSD hitung
Kadar protein (%bk) 9.5472 9.7176 9.7387 9.4220 9.6064 0.1499 -1.0174 1.5601 2.8456
Kadar protein (%bb) 6.8191 6.9408 6.9559 6.7297 6.8614 0.1070 -1.1636 1.5601 2.9934
Kadar protein (%bk) 9.3581 9.5251 9.5458 9.2353 9.4161 0.1469 -1.0261 1.5601 2.8542
Kadar serat (%bk) 3.2712 3.3167 3.2216 3.2072 3.2542 0.0499 -1.4876 1.5337 3.3491
69
Lampiran 27 Hasil analisis Aw roti ubi jalar ungu 40% Ulangan Bentuk Rataroti 1 2 3 rata Loaf I 0.8370 0.8760 0.8920 0.8683 Loaf II 0.8360 0.8760 0.8840 0.8653 0.8668
Sobek I Sobek II
0.8630 0.8610
0.8780 0.8630
0.8840 0.8860
0.8750 0.8700 0.8725
Sd 0.0283 0.0257 0.0242
RSD analisis 3.2580 2.9718 2.7959
log C -2.0613 -2.0628 -2.0621
RSD hitung 4.0859 4.0880 4.0870
0.0108 0.0139 0.0115
1.2362 1.5968 1.3143
-2.0580 -2.0605 -2.0592
4.0812 4.0847 4.0830
Lampiran 28 Hasil analisis kadar antosianin roti ubi jalar ungu Sampel 1
Ulangan 1
Rata-rata 2
Rata-rata 2
1
Rata-rata 2
Rata-rata
Total antosianin (mg Cy-3-glukosida /100g) 94.93 96.60 94.93 95.52 96.02 94.68 95.60 95.35
Rerata Total antosianin (mg Cy-3-glukosida /100g)
96.41±1.43
97.52 96.44 97.52 97.19 95.43 100.28 96.94 97.60
70