PEMBUATAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) DARI BONGGOL PISANG (Musa paradisica)
Oleh : ADI SAPUTRA NIM : 110500047
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARIND A 2014
PEMBUATAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) DARI BONGGOL PISANG (Musa paradisica)
Oleh : ADI SAPUTRA NIM : 110500047
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2014
HALAMAN PENGESAHAN Judul Karya Ilmiah
:
Pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL) dari Bonggol Pisang (Musa paradisica)
Nama
:
Adi Saputra
NIM
:
110500047
Program Studi
:
Budidaya Tanaman Perkebunan
Jurusan
:
Manajemen Pertanian
Pembimbing,
Penguji I
Penguji II
Ir. Budi Winarni, M.Si. Riama Rita Manuiiang,S.P., M.P. NIP.196109141990012001 NIP.197011162000032002
Menyetujui, Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan PoliteknikPertanianNegeriSamarinda
Nur Hidayat, S.P., M.Sc. NIP. 197210252001121001
Lulus ujianpadatanggal ….
Rossy Mirasari, S.P., M.P. NIP. 197806242005012002
Mengesahkan, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian PoliteknikPertanianNegeriSamarinda
Ir. Hasanudin, M.P. NIP. 196308051989031005
ABSTRAK ADI SAPUTRA Pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL) dari Bonggol Pisang (Musa paradisica) (dibawah bimbingan BUDI WINARNI). Pisang merupakan jenis tanaman yang mempunyai beberapa komposisi baik kandungan karbohidrat, protein, fosfor dan kandungan lainnya yang penting dan dibutuhkan oleh manusia. Komposisi antara satu jenis pisang dengan lainnya hampir sama hanya jumlah kandungan gizinya yang berbeda. Semua bagian tanaman pisang dari akar sampai daun memiliki manfaat, terutama yang banyak dikonsumsi masyarakat adalah buahnya. Sedangkan bagian tanaman pisang yang lain, yaitu jantung, batang, kulit buah, dan bonggol jarang dimanfaatkan dan dibuang begitu saja menjadi limbah pisang. Semua limbah pisang tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan mikroorganisme lokal. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat MOL dari bonggol pisang dan menganalisis kandungan unsur hara yang terdapat pada MOL tersebut, yang meliputi pH, C-Oganik, N, P2O dan K2O serta melakukan perbandingan terhadap kualitas MOL yang dihasilkan dengan Standar Teknis Mutu Pupuk Organik. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, terhitung sejak bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Agustus 2014 yang meliputi persiapan tempat penelitian, alat, bahan dan pengambilan data. Penelitian dilakuan di Gang Karya Abadi Harapan Baru, Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda Seberang. Hasil penelitian diuji di Laboratorium Pusat Rehabilitasi Hutan Tropika Humida (PUSREHUT) Unmul Samarinda. Dari hasil penelitian terjadi perubahan warna pada MOL, sedangkan dari hasil uji kimia di laboratorium menunjukkan bahwa kandungan unsur hara MOL yang dihasilkan adalah pH (3,84) dan C-Organik (0,58 %) belum memenuhi Standar Teknis Mutu Pupuk Organik,sedangkan unsur N (0,004 %), P2O5 (0,03 %), K2O (0,13 %) sudah memenuhi StandarTeknis Mutu Pupuk Organik. Kata kunci : mikroorganisme lokal (MOL), bonggol pisang.
RIWAYAT HIDUP
ADI SAPUTRA.
Lahir pada tanggal 1 November 1992 di Kecamatan Muara
Bengkal, Kabupaten Kutai Timur merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Ifransyah dan Ibu Misnawati. Pada tahun 1998 memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 006 di Desa Muara Bengkal, Kabupaten Kutai Timur dan lulus pada tahun 2004. Kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 01 Muara Bengkal dan lulus pada tahun 2007. Melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas SMAN 01 Muara Bengkal, Kabupaten Kutai Timur dan lulus pada tahun 2010. Pendidikan tinggi dimulai pada tahun 2011 di Politehnik Pertanian Negeri Samarinda Jurusan Menejemen Pertanian Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. Pada tanggal 1 Maret sampai 1 Mei 2014 mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Multi Pacific International. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Diploma III, penulis mengadakan penelitian dengan judul “Pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL) dari Bonggol Pisang”.
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan Laporan Karya Ilmiah yang berjudul "Pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL) dari Bonggol Pisang" sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda . Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-
besarnya kepada: 1.
Kedua orang tua serta keluarga yang telah memberikan dukugan dan do'a kepada penulis
2.
Ibu Ir. Budi Winarni, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberi saran dan masukan kepada penulis.
3.
Ibu Riama Rita Manullang, S.P., M.P. selaku dosen penguji 1
4.
Ibu Rossy Mirasari,S.P., M.P. selaku dosen penguji 2
5.
Bapak Nur Hidayat, S.P., M.Sc. selaku Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan.
6.
Bapak Ir. Hasanudin, M.P. selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian
7.
Bapak Ir. Wartomo, M.P. selaku Direktur Politeknik Petanian Negeri Samarinda
8.
Seluruh staf dan teknisi Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan yang telah banyak memberikan masukan baik dalam proses belajar mengajar maupun di luar jam perkuliahan
9.
Teman-teman di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, atas bantuan saran dan kerjasamanya dalam menyelesaikan Karya Ilmiah ini. Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih terdapat kekurangan.
Mudah-mudahan penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Penulis Kampus Sungai Keledang 2014
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix I.
PENDAHULUAN .................................................................................... 1
II.
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4 A. Mikroorganisme Lokal (MOL) .......................................................... 4 1. Pupuk organik........................................................................... 4 2. Pupuk organik cair.................................................................... 6 3. Mikroorganisme lokal ............................................................... 7 B. Unsure Hara..................................................................................... 8 C. Tanaman Pisang……...……………………………………...............
III.
14
METODE PENELITIAN .......................................................................... 18 A. Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... 18 B. Alat dan Bahan ................................................................................ 18 C. Prosedur Penelitian ......................................................................... 18 D. Pengamatan..................................................................................... 19
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 20 A. Hasil ................................................................................................. 20 B. Pembahasan .................................................................................... 21
V.
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 24 A. Kesimpulan ..................................................................................... 24 B. Saran................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 25 LAMPIRAN....................................................................................................... 26
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1. Standar Teknis Mutu Pupuk ........... .......................................................... 27 2. Dokumentasi Kegiatan Penelitian .............................................................. 28
DAFTAR TABEL No 1. Hasil Hasil Uji Kimia di Laboratorium .....................................................
Halaman 20
1
I. PENDAHULUAN Bonggol pisang merupakan bagian dari pohon pisang yang tidak dipergunakan dan kurang dioptimalkan pemanfaatannya di masyarakat. Ketersediaan bonggol pisang yang cukup banyak pada masyarakat pedesaan nampaknya belumlah cukup memberi inspirasi guna penganekaragaman manfaat bonggol pisang. Kurangnya informasi dan lemahnya inovasi dari masyarakat mungkin merupakan kondisi nyata kendala yang tak dapat dipungkiri. Manfaat bonggol pisang antara lain selain hasil fermentasinya sebagai pelarut pestisida nabati, bonggol pisang juga dapat dijadikan bahan PPPK (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) yaitu air bongol dapat dimanfaatkan sebagai obat disentri, pendarahan usus, obat sakit amandel, dan sebagai penyubur rambut. Pada waktu paceklik dapat digunakan sebagai makanan ternak. Di desa-desa dimana jarang terdapat kulkas, bonggol pisang dapat digunakan sebagai penyimpanan obat suntik. Di zaman Jepang banyak penduduk yang membuat cangklong dari bonggol pisang sebagai pipa rokok dan bahan bakunya dari bonggol pisang. Mikroorganisme lokal (MOL) adalah cairan yang terbuat dari bahan-bahan alami yang disukai sebagian media hidup dan berkembangnya mikroorganisme yang berguna untuk mempercepat penghancuran bahan-bahan organik atau sebagai dekomposer dan sebagai aktivator atau tambahan nutrisi bagi tumbuhan yang disengaja dikembangkan dari mikroorganisme yang berada di tempat tersebut. Larutan MOL adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia setempat. Larutan MOL mengandung unsur mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan
2
organik, perangsang tumbuhan, dan sebagai agens pengendali hama dan penyakit tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai pendekomposer pupuk hayati dan sebagai pestisida organik terutama sebagai fungisida. Salah satu aktivator yang cukup murah adalah larutan MOL (Darmono dan Panji, 1999). Mikroorganisme lokal atau kumpulan mikro organisme dapat digunakan sebagai pupuk mikroba bagi tanaman.
Selain itu MOL juga dapat digunakan untuk
dekomposter dalam pembuatan kompos. Kegunaan MOL sebagai pupuk tergantung dari bahan MOL itu sendiri. Misalnya pupuk dengan kandungan N tinggi untuk masa pertumbuhan tanaman bahan dasarnya dari akar tanaman kacang-kacangan atau daun-daunan terutama dari jenis leguminacea (gamal, lamtoro, dll). Untuk pupuk dengan kandungan P tinggi untuk masa pembentukan buah, bahan dasarnya batang pisang. Pupuk dengan kandungan K tinggi bahan dasarnya sabut kelapa.Tetapi selain ketiga jenis tersebut di atas sebetulnya semua bahan organik baik dari unsur tumbuhan maupun binatang bisa dijadikan bahan MOL dan bisa diaplikasikan untuk pupuk cair. Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber mikroorganisme. Bahan dasar untuk fermentasi larutan MOL dapat berasal dari hasil pertanian, perkebunan, maupun limbah organik rumah tangga. Karbohidrat sebagai sumber nutrisi untuk mikroorganisme dapat diperoleh dari limbah organik seperti air cucian beras, singkong, gandum, rumput gajah, dan daun gamal. Sumber glukosa berasal dari cairan gula merah, gula pasir, dan air kelapa, serta sumber
3
mikroorganisme berasal dari kulit buah yang sudah busuk, terasi, keong, nasi basi, dan urin sapi (Hadinata, 2008). Mikroorganisme yang tumbuh dan berkembang pada suatu bahan dapat menyebabkan berbagai perubahan pada fisik maupun komposisi kimia, seperti adanya perubahan warna, pembentukan endapan, kekeruhan, pembentukan gas, dan bau asam (Hidayat, 2006). Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat MOL dari bonggol pisang dan menganalisis kandungan unsur hara yang yang terdapat pada MOL tersebut, yang meliputi pH, C-Oganik, N, P2O dan K2O serta melakukan perbandingan terhadap kualitas MOL yang dihasilkan dengan Standar Teknis Mutu Pupuk Organik. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, terhitung sejak bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Agustus 2014 yang meliputi persiapan tempat penelitian, alat, bahan dan pengambilan data. Penelitian dilakuan di Gang Karya Abadi Harapan Baru, Kecamatan Loajanan Ilir, Samarinda Seberang. Hasil penelitian diuji di Laboratorium Pusat Rehabilitasi Hutan Tropika Humida (PUSREHUT) Unmul Samarinda. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para masyarakat umumnya dan petani khususnya, tentang pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL) dari bonggol pisang.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Mokroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal adalah suatu aktivator dengan memanfaatkan mikroorganisme yang ada di sekeliling kita untuk mempercepat pembuatan pupuk organik padat dan pupuk organik cair. 1. Pupuk Organik Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik atau makluk hidup yang telah mati.
Bahan organik ini akan mengalami
pembusukan oleh mikroorganisme sehingga sifat fisiknya akan berbeda dari semula. Pupuk organik termasuk pupuk majemuk lengkap karena kandungan unsur hara lebih dari satu unsur dan mengandung unsur mikro (Hidayat, 2006). Berdasarkan cara pembuatannya pupuk organik terbagi menjadi dua kelompok yaitu pupuk organik alami dan pupuk organik buatan, jenis pupuk yang tergolong dalam kelompok pupuk organik alami benar-benar langsung diambil dari alam, seperti sisa hewan, tumbuhan, tanah baik dengan atau tanpa sentuhan teknologi, seperti pupuk kandang, kompos, pupuk hijau dan pupuk burung. Pupuk organik buatan untuk memenuhi kebutuhan pupuk tanaman yang bersifat alami atau non kimia, berkuallitas baik, dengan bentuk ukuran dan kemasan yang praktis, mudah didapat, didistribusikan dan diapliasikan, serta kandungan hara yang lengkap dan terukur.
Berdasarkan bentuknya ada dua
jenis yaitu padat dan cair (Marsono dan Paolus, 2001). Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari pelapukan bahan-bahan
5
organik berupa sisa-sisa tanaman, fosil manusia dan hewan, kotoran hewan dan batu-batuan organik yang terbentuk dari tumpukan kotoran hewan selama ratusan tahun.
Pupuk organik juga dapat berasal dari limbah industri, seperti
limbah rumah potong hewan, limbah industri minyak atsiri, ataupun limbah industri yang telah diolah, sehingga tidak lagi mengandung bahan beracun. Sebagai hasil pelapukan sisa-sisa makhluk hidup, pupuk organik termasuk pupuk yang lengkap. Artinya, didalam pupuk tersebut terkandung unsur makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman.
Sayangnya, kadar
unsur-unsur tersebut di dalam pupuk organik tergolong rendah, sehingga aplikasinya ke tanaman harus dilakukan dalam jumlah banyak.
Namun,
unsur-unsur organik di dalam pupuk ini baru bisa dimanfaatkan tanaman setelah melalui proses dekomposisi di dalam tanah. Karena itu, pupuk organik banyak diaplikasikan sebagai pupuk dasar. Meskipun unsur-unsur haranya tergolong sedikit, pupuk organik lebih ramah lingkungan dibanding pupuk lainnya.
Berikut ini beberapa keunggulan
yang dimiliki pupuk organik. a. Memperbaiki dan menjaga struktur tanah agar tetap gembur, sehingga pertumbuhan akar tanaman menjadi lebih baik. b. Meningkatkan daya serap dan daya pegang tanah terhadap air, sehingga ketersediaan
air
yang
dibutuhkan
tanaman
memadai.
Pasalnya,
bahan-bahan organik tersebut dapat mengikat air lebih banyak dan lebih lama.
6
c. Menaikkan kondisi kehidupan di dalam tanah.
Bahan organik menjadi
makanan utama bagi organisme dalam tanah, seperti cacing, semut dan mikroorganisme tanah. Cacing dan semut dapat membantu menjaga kegemburan tanah.
Sementara jasad renik dalam tanah amat berperan
dalam mengubah pupuk organik menjadi senyawa-senyawa yang dapat diserap tanaman. d. Mengurangi tersekatnya fosfat dan meningkatkan ketersediaan unsur-unsur hara bermanfaat.
Bahan organik mengandung asam humus yang
membantu membebaskan unsur-unsur yang tersekat, sehingga mudah diserap tanaman. Pupuk organik yang telah umum dikenal masyarakat yaitu pupuk kandang, kompos, humus, pupuk hijau dan pupuk guano atau kotoran kelelawar. Pupuk-pupuk tersebut dapat dianggap sebagai pupuk organik alami. Artinya, pupuk langsung diambil dari alam tanpa sentuhan tekhnologi. Selain pupuk-pupuk tersebut, kini banyak beredar pupuk-pupuk organik produksi pabrik di pasaran.
Bahan dasar pembuatannya tetap berupa bahan
organik, tetapi telah diproses secara modern untuk memenuhi tuntutan konsumen.
Pupuk organik yang dijual di pasaran cukup mudah didapat,
mudah pendistribusian dan banyak pengaplikasiannya, serta tidak diragukan kualitasnya.
Sebab, kandungan unsur hara yang terdapat dalam pupuk
tersebut sudah lengkap dan terukur (Redaksi AgroMedia, 2007).
7
2. Pupuk Organik Cair Menurut Darmono ( 1999), pupuk organik cair adalah pupuk yang bahan
dasarnya
berasal
dari
hewan
atau
tumbuhan
yang
sudah
mengalami fermentasi dan bentuk produknya berupa cairan. Penggunaan pupuk cair memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut: a. Pengaplikasiannya lebih mudah jika dibandingkan dengan pengaplikasian pupuk organik padat. b. Unsur hara yang terdapat di dalam pupuk cair mudah diserap tanaman. c. Mengandung mikroorganisme yang jarang terdapat dalam pupuk organik padat. d. Pencampuran pupuk cair organik dengan pupuk organik padat Sedangkan menurut Radaksi Agromedia (2007),
pupuk organik cair
adalah larutan dari hasil pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk organik ini adalah dapat secara cepat mengatasi defesiensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara, dan mampu menyediakan hara secara cepat. Dibandingkan dengan pupuk cair anorganik, pupuk organik cair umumnya tidak merusak tanah dan tanaman walaupun digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk ini juga memiliki
bahan
pengikat, sehingga
larutan
pupuk
yang diberikan ke
permukaan tanah bisa langsung digunakan oleh tanaman. Biasanya, untuk mempercepat proses pengomposan harus dilakukan dalam kondisi aerob karena tidak menimbulkan bau. Namun, proses
8
mempercepat pengomposan dengan bantuan EM4 berlangsung secara anaerob (sebenarnya semi anaerob karena masih ada sedikit udara dan cahaya). Dengan metode ini, bau yang dihasilkan ternyata dapat hilang bila proses belangsung dengan baik (Purwasasmita, 2009). 3. Mikroorganisme Lokal Larutan MOL adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dari berbagai sumber daya yang tersedia setempat. Larutan MOL mengandung sumber hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, agen pengendali hama dan digunakan baik
perangsang pertumbuhan dan sebagai
penyakit tanaman sehingga MOL dapat
sebagai dekomposer, pupuk hayati dan sebagai herbisida
organik terutama sebagai fungisida (Purwasasmita, 2009). Cara membuat MOL itu mudah, semua ada di sekitar kita bisa kita pakai. Semua bahan kita campur dengan larutan yang mengandung glukosa seperti nira, air gula, atau air kelapa, lalu ditutup dengan kertas dan dibiarkan selama 7 hari setelah itu bisa digunakan. Peran MOL dalam kompos selain sebagai penyuplai nutrisi juga berperan sebagai komponen biorektor yang bertugas menjaga proses tumbuh tanaman secara optimal.
Fungsi dari biorektor sangatlah kompleks, fungsi yang telah
teridentifikasi antara lain adalah penyuplai nutrisi melalui sumber mekanisme eksudat. Kontrol mikroba sesuai kebutuhan tanaman, menjaga kestabilatan kondisi tanah menuju kondisi ideal bagi pertumbuhan tanaman bahkan kontrol terhadap penyakit yang dapat menyerang tanaman (Purwasasmita, 2009).
9
B. Unsur Hara Menurut Parnata (2004), unsur hara yang dibutuhkan tanaman beraneka ragam. Sedikitnya ada 60 jenis unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.Dari sekian banyak unsur hara tersebut, sebanyak 16 unsur atau senyawa di antaranya merupakan unsur hara esensial yang mutlak dibutuhkan tanaman untuk mendukung pertumbuhannya. Kekurangan hara bisa menyebabkan pertumbuhan tanaman dapat terganggu, menimbulkan penyakit, dan bisa menyebabkan tanaman mati. Dari 16 unsur hara, 3 di antaranya tidak terlalu bermasalah karena ketersediaannya di alam melimpah. Ketiga unsur hara tersebut adalah karbon (C), hidrogen (H2O) dan oksigen (O2). Ketiganya dapat diperoleh bebas dari udara. Kebutuhan air dapat diperoleh dari tanah dan dari air penyiraman. Unsur hara lainnya sering menjadi masalah bagi pertumbuhan tanaman jika kebutuhan unsur hara tersebut tidak terpenuhi. Ketigabelas unsur ini adalah hara yang diperoleh tanaman dari tanah. Unsur hara ini dapat dikelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak. Unsur hara makro terdiri dari nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), sulfur (S), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg). Unsur hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah sedikit. Unsur hara mikro ada 7 jenis, yaitu besi (Fe), klor (Cl), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), boron (Bo), dan molibdenum (Mo).
10
1. Unsur hara makro a. Karbon (C) Karbon yang digunakan oleh tumbuhan berasal dari karbondioksida (CO2) yang ada di udara. Karbondioksida merupakan hasil respirasi (pernapasan manusia) atau pembakaran sempurna zat-zat organik. Karbon berfungsi untuk membentuk karbohidrat, lemak, dan protein yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu, berfungsi membentuk selulosa
yang
merupakan
dinding
sel
dan
memperkuat
bagian
tanaman.Unsur karbon juga bisa menciptakan rasa dan wangi pada air yang terdapat di dalam buah dan bunga serta membentuk warna daun dan bunga. b. Hidrogen Hidrogen diperoleh tanaman dengan memecah air (H2O).
Hidrogen
berguna dalam proses pembentukan gula (glukosa) menjadi karbohidrat dan sebaliknya, serta proses pembentukan lemak dan protein.
Proses untuk
menghasilkan glukosa dikenal dengan proses asimilasi karbondioksida atau respirasi. c. Oksigen (O2) Oksigen diperoleh tanaman dari air dan udara. Sekitar 21% volume udara adalah oksigen. Oksigen diisap tanaman dari udara melalui respirasi. Oksigen dibutuhkan tanaman untuk membentuk bahan organik tanaman. Seluruh tanaman, baik akar, batang, daun, bunga, dan buah memerlukan oksigen. Oksigen dibutuhkan dalam sel tanaman karbohidrat menjadi energi.
untuk mengubah
11
d. Nitrogen (N) Tumbuhan memerlukan nitrogen untuk pertumbuhan terutama pada fase vegetatif yaitu pertumbuhan cabang, daun, dan batang. Nitrogen juga bermanfaat dalam proses pembentukan hijau daun atau korofil. Klorofil sangat berguna untuk membantu proses fotosintesis. Selain itu, nitrogen bermanfaat
dalam
pembentukan
protein,
lemak,
dan
berbagai
persenyawaan organik lainnya. Kekurangan nitrogen dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak normal atau kerdil.
Daunnya akan menguning lalu mengering dan
mati. Buah yang kekurangan nitrogen pertumbuhannya tidak sempurna, cepat masak, dan kadar proteinnya kecil. e. Fosfor (P) Bagi tanaman, fosfor berguna untuk membentuk akar sebagai bahan dasar protein, mempercepat penuaan buah, memperkuat batang tanaman, meningkatkan hasil biji-bijian dan umbi-umbian. Selain itu, fosfor juga berfungsi untuk membantu proses asimilasi dan respirasi. Kekurangan fosfor bisa menyebabkan pemasakan buah terlambat, warna daun lebih hijau dari pada keadaan normalnya, daun yang sudah tua tampak menguning sebelum waktunya.
Kekurangan fosfor yang parah
menyebabkan tanaman tidak berbuah. f. Kalsium (Ca) Kalsium berfungsi sebagai pengatur pengisapan air
dari dalam
tanah. Kalsium juga berguna untuk menghilangkan (penawar) racun dalam
12
tanaman. Selain itu, kalsium berguna untuk mengaktifkan pembentukan bulu-bulu akar dan biji serta menguatkan batang. Kalsium bisa digunakan untuk menetralkan kondisi tanah. Kekurangan kalsium dapat menyebabkan pertumbuhan pucuk ranting terhambat dan batang tanaman tidak kokoh.
Jika kekurangannya parah,
ujung akar dan akar rambut akan mati sehingga tanaman juga mati. Selain itu, pucuk daun dan kuntum bunga akan berjatuhan. g. Sulfur (S) Sulfur atau belerang sangat membantu tanaman dalam membentuk bintil akar. Pertumbuhan lainnya yang didukung adalah pertumbuhan tunas dan pembentukan hijau daun (klorofil). Sulfur merupakan unsur penting dalam pembentukan berbagai asam amino. Kekurangan belerang menyebabkan daun muda berubah warna menjadi hijau muda, mengilap agak keputih-putihan, selanjutnya akan berubah menjadi kuning hijau.
Pertumbuhan tanaman menjadi terhambat,
tanaman akan tampak kerdil, kurus, dan batangnya pendek. h. Magnesium (Mg) Magnesium berfungsi membantu proses pembentukan hijau daun atau klorofil.
Selain itu, berfungsi untuk membentuk karbohidrat, lemak, dan
minyak. Kekurangan magnesium dapat menyebabkan pucuk dan bagian di antara jari-jari daun tampak tidak berwarna.
Kondisi ini akan tampak
pertama kali di bagian bawah daun, kemudian meningkat kebagian atas
13
daun akan berbentuk tipis tidak seperti biasanya. i. Kalium (K) Kalium karbohidrat.
berfungsi
untuk membantu pembentukan protein dan
Selain itu, kalium berfungsi untuk memperkuat jaringan
tanaman dan berperan dalam pembentukan antibodi tanaman yang bisa melawan penyakit dan kekeringan.
Jika kekurangan kalium, tanaman tidak
tahan terhadap penyakit, kekeringan, dan udara dingin. Kekurangan kalium dapat menghambat pertumbuhan tanaman serta daun tampak agak kriting dan mengkilap. Lama kelamaan daun akan menguning di bagian pucuk dan pinggirannya. Akhirnya, bagian daun antara jari-jari menguning, sedangkan jari-jarinya tetap hijau. Selain itu, kekurangan kalium menyebabkan tangkai daun lemah sehingga mudah terkulai dan kulit biji keriput. 2. Unsur hara mikro a. Klor (Cl) Klor bermanfaat untuk membantu meningkatkan atau memperbaiki kualitas
dan
kuantitas
produksi
tanaman.
Kekurangan
klor
akan
menyebabkan produktifitas menurun. b. Besi (Fe) Zat besi berperan dalam proses fisiologi tanaman seperti proses pernapasan dan pembentukan zat hijau daun (klorofil).
Kekurangan zat
besi akan menyebabkan daun berwarna kuning, kemudian berguguran.
14
c. Mangan (Mn) Mangan bermanfaat dalam proses asimilasi dan berfungsi sebagai komponen utama dalam pembentukan enzim dalam tanaman.
Kekurangan
mangan dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, terutama pada tanaman holtikultura seperti sayuran.
Di bagian daun yang
kekurangan mangan seperti ditemukan warna kekuningan atau merah. Selain itu, pembentukan biji tidak akan bagus. d. Tembaga (Cu) Tembaga bermanfaat bagi tanaman dalam proses pembentukan klorofil dan sebagai komponen utama dalam pembentukan enzim tanaman. Kekurangan tembaga menyebabkan ujung daun secara tidak merata sering ditemukan layu. Bahkan, pada defisit tembaga yang parah akan menyebabkan klorosis (warna daun menjadi pucat akibat kerusakan klorofil), tetapi jaringannya tidak mati. e. Boron (Bo) Boron merupakan zat yang banyak manfaatnya.
Boron membawa
karbohidrat ke seluruh jaringan tanaman. Boron juga bermanfaat dalam proses mempercepat penyerapan kalium dan berperan pada pertumbuhan tanaman khususnya pada bagian yang masih aktif. Selain itu, berfungsi juga dalam meningkatkan kualitas produksi sayuran dan buah-buahan. Kekurangan boron menyebabkan daun klorosis yang dimulai di bagian bawah daun. Setelah itu, daun mengering dan mati.
Pertumbuhan daun
juga menjadi kerdil, kuncup mati, dan berwarna hitam. Selain itu,
15
kekurangan boron dapat menimbulkan penyakit fisiologi. f. Molibdenum (Mo) Molibdenum berfungsi untuk mengikat nitrogen bebas dari udara. Selain itu, berfungsi sebagai komponen pembentukan enzim pada bakteri akar tanaman leguminosae.
Gejala kekurangan molibdenum akan
menyebabkan perubahan warna daun, kemudian daun mengerut dan mengering. Kekurangan molibdenum yang parah dapat menyebabkan tanaman mati. Gejala ini mudah dilihat pada tanaman sayur yang kekurangan molibdenum g. Seng (Zn) Seng mempunyai fungsi dalam pembentukan hormon tanaman yang berguna untuk pertumbuhan.
Kekurangan seng akan menyebabkan daun
berwarna kuning atau kemerahan, daun berlubang, mengering, bahkan bisa mati. C. Tanaman Pisang Taksonomi tanaman pisang adalah sebagai berikut (Darmono, 1999). Kingdom
: Plantae
Devisi
: Spermatophyta
Sub. Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotylae
Bangsa
: Musales
Suku
: Musaceae
Marga
: Musa
16
Jenis
: Musa paradisiaca Pisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan raksasa berdaun
besar memanjang dari suku Musaceae. Beberapa jenisnya (Musa acuminata, M. balbisiana, dan M. paradisiaca) menghasilkan buah konsumsi yang dinamakan sama. Hampir semua bagian pisang dapat dimanfaatkan salah satunya yaitu bonggolnya yang dapat dijadikan mikroorganism lokal. Hal ini disebabkan karena pisang mengandung zat pengatur tumbuh Giberellin dan Sitokinin. Selain itu dalam MOL bonggol pisang tersebut juga mengandung 7 mikro organisme yang sangat berguna bagi tanaman yaitu : Azospirillium, Azotobacter, Bacillus, Aeromonas, Aspergillus, mikroba pelarut phospat dan mikro baselulotik. MOL bonggol pisang juga tetap
bisa digunakan untuk dekomposer atau mempercepat proses
pengomposan (Lukitaningsih, 2010). Pisang merupakan tanaman asli daerah Asia Tenggara. Tanaman dari suku Musaceae ini memiliki nama latin Musa paradisiaca. Tanaman pisang merupakan tanaman yang serba guna, mulai dari akar sampai daun dapat dimanfaatkan. Seperti negara Asia Tenggara lainnya, tanaman ini banyak ditemukan di Indonesia, terutama di daerah yang banyak mendapat sinar matahari. Pohon pisang bisa mencapai ketinggian 3 m. Batangnya yang berupa batang semu berpelepah berwarna hijau sampai coklat. Jantung pisang yang merupakan bunga pisang berwarna merah tua keunguan. Di bagian dalamnya terdapat bakal pisang. Bonggol pisang merupakan bagian pisang yang mempunyai nilai ekonomis rendah. Masyarakat kebanyakan tidak memanfaatkan bonggol pisang. Secara
17
umum pemanfaatan tanaman pisang sudah dimulai sejak zaman dulu. Banyak terdengar cerita pada jaman penjajahan Belanda dan Jepang, rakyat Indonesia sangat
kekurangan
pangan,
sehingga
masyarakat
di
daerah
tertentu
mengonsumsi bonggol pisang sebagai pengganti beras dan gandum. Selama ini pohon pisang masih terbatas buahnya saja yang dikonsumsi dan dimanfaatkan, padahal berguna.
sejatinya
masih
banyak
lagi
bagian
darinya
yang
sangat
Sebagai contah umbi batang (bonggol) pisang sangat jarang
dimanfaatkan oleh masyarakat padahal sebenarnya sangat bermanfaat. Sampai sekarang, masih jarang sekali masyarakat memanfaatkan bonggol pisang ini, padahal selain untuk bahan makanan karena mengandung amilum yang tinggi yaitu 66,2%, juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan alkohol. Alkohol tersebut dapat berfungsi sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM). Alkohol yang diperoleh tersebut juga dapat dipergunakan sebagai bahan industri kimia, bahan kecantikan dan kedokteran. Disamping itu bonggol pisang juga mengandung banyak cairan (getah) yang bersifat menyejukkan dan berkhasiat menyembuhkan luka terutama pada bonggol pisang kepok dan klutuk (Lukitaningsih, 2010). Air cucian beras merupakan bahan yang digunakan sebagai sumber karbohidrat, karbohidrat disini berfungsi sebagai bahan makanan untuk mikro organisme yang ada dalam larutan pupuk. Glukosa selain dari gula pasir, gula merah atau gula batu yang diencerkan dengan air atau dihancurkan sampai halus, bisa juga diperoleh dari nira atau air kelapa. Glukosa digunakan sebagai energy bagi mikro organisme.
18
Pisang umumnya dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunun dengan ketinggian 2000 m dpl. Pisang dapat tumbuh pada iklim tropis basah, lembab dan panas dengan curah hujan optimal adalah 1.520–3.800 mm/tahun dengan 2 bulan kering (Darmono, 1999). Potensi kandungan pati bonggol pisang yang besar dapat dimanfaatkan sebagai alternatif bahan bakar yaitu, bioetanol. Bahan berpati yang digunakan sebagai bahan baku bioetanol disarankan memiliki sifat yaitu berkadar pati tinggi, memiliki potensi hasil yang tinggi, fleksibel dalam usaha tani dan umur panen (Purwasasmita, 2009). Pisang merupakan jenis tanaman yang mempunyai beberapa komposisi baik pada kandungan karbohidrat, protein, fosfor dan kandungan lainnya yang penting dan dibutuhkan oleh manusia. Komposisi antara satu jenis pisang dengan lainnya hampir sama hanya jumlah kandungan gizinya yang berbeda. Bonggol pisang mengandung mikrobia pengurai bahan organik. Mikrobia pengurai tersebut terletak pada bonggol pisang bagian luar maupun bagian dalam (Sutanto, 2002). Jenis mikrobia yang telah diidentifikasi pada MOL bonggol pisang antara lain Bacillus sp., Aeromonas sp., dan Aspergillus nigger. Mikrobia inilah yang biasa menguraikan bahan organic. Mikrobia pada MOL bonggol pisang akan bertindak sebagai dekomposer bahan organik yang akan dikomposkan (Sutanto, 2002).
19
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Gang Karya Abadi, Kelurahan Harapan Baru, Kecamatan Loajanan Ilir, Samarinda Seberang dan di Laboratorium Tanah Pusat Rehabilitasi Hutan Tropika Humida (PUSREHUT) Universitas Mulawarman Samarinda. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, terhitung sejak bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2014. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan -
Ember
-
Parang
-
Kantong plastik
-
Karet ban
-
Sendok kayu
-
Pisau
- Timbangan Bahan yang digunakan -
Bonggol pisang 1,5 kg
-
Gula merah 200 g
-
Air cucian beras 3 l
20
C. Prosedur Penelitian 1. Persiapan - Menebang pohon pisang - Menyiapkan alat untuk mengambil bonggpl pisang - Bonggol pisang dicongkel menggunakan parang Bonggol pisang yang merupakan bahan utama diambil menggunakan parang dengan cara digali. -
Bahan yang digunakan sebagai sumber glukosa adalah gula merah dan air beras merupakan sumber karbohidrat.
2. Pembuatan MOL - Bonggol pisang dicincang kecil-kecil dengan ukuran sekitar 2 cm sebanyak 1,5 kg lalu dimasukan ke dalam ember - Dimasukkan Air cucian beras sebanyak 3 l dan irisan gula merah 200 g - Lalu diaduk menggunakan kayu secara merata dan ditutup menggunakan kantong plastik yang diikat menggunakan karet ban - Didiamkan selama dua minggu, setelah itu tutup baru dibuka dan diamati perubahan warna. - Pengambilan sampel MOL dilakukan dengan cara meremas bonggol pisang, kemudian mengaduk larutan MOL untuk diambil sampel larutan MOL. D. Pengamatan Pengamatan yang pada penelitian ini hanya dilakukan secara visual, yaitu melihat warna bonggol pisang sebelum dan sesudah difermentasikan. Pengujian laboratorium dilakukan dengan menguji kandungan unsur hara
21
yang terkandung di dalam MOL di Laboratorium. Unsur hara yang diuji adalah C-Organik, pH, kadar total N, P2O5 dan K2O, kemudian dilakukan perbandingan kandungan unsur hara MOL dengan Standar Teknis Mutu Pupuk Organik.
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil 1. Pengamatan Visual MOL (warna) Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pembuatan MOL yang terbuat dari bahan bonggol pisang, gula merah dan air cucian beras dengan proses fermentasi yaitu selama 2 minggu terlihat bahwa selama proses fermentasi terjadi perubahan fisik bonggol pisang, antara lain ditandai dengan perubahan warna.
Pada awal pembuatan MOL larutan bonggol pisang
memiliki karakteristik berwarna kuning, setelah di fermentasi selama 2 minggu terjadi perubahan pada warna larutan berwarna kuning kecokelatan, gumpalan-gumpalan telah halus dan terdapat jamur berwarna putih pada permukaan larutan. 2. Hasil uji kimia Setelah fermentasi selesai, kemudian dilakukan uji laboratorium untuk mengetahui kandungan unsur hara yang meliputi pH, C-Organik, N, P2O5 dan K2O dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1.
Hasil Uji Kimia di Laboratorium
1
Ph
-
3,84
Standar Teknis Minimal Mutu Pupuk Organik 4-8
2
C-Organik
%
0,58
≥4
3
N Total
%
0,004
<2
4
P2O5
%
0,03
<2
5
K2O
%
0,13
<2
No.
Parameter
Satuan
Hasil
Sumber : Laboratorium PUSREHUT Universitas Mulawarman (2014)
23
B. Pembahasan Pisang merupakan tanaman yang semua bagian pisang dapat dimanfaatkan. Salah satunya yaitu bonggolnya yang dapat dijadikan mikro organisme lokal. Hal ini disebabkan karena pisang mengandung zat pengatur tumbuh Giberellin dan Sitokinin. Selain itu dalam MOL bonggol pisang tersebut juga mengandung 7 mikro organisme yang sangat berguna bagi tanaman yaitu :Azospirillium, Azotobacter, Bacillus, Aeromonas, Aspergillus, mikroba pelarut phospat dan mikroba selulotik. MOL bonggol pisang tetap bisa digunakan untuk dekomposer atau mempercepat proses pengomposan (Lukitaningsih, 2010). Air cucian beras merupakan bahan yang digunakan sebagai sumber karbohidrat, karbohidrat disini berfungsi sebagai bahan makanan untuk mikro organisme yang ada dalam larutan pupuk. Glukosa selain dari gula pasir, gula merah atau gula batu yang diencerkan dengan air atau dihancurkan sampai halus, bisa juga diperoleh dari nira atau air kelapa. Glukosa digunakan sebagai energi bagi mikroorganisme. Bahan-bahan yang dipakai dalam percobaan ini diperuntukkan agar kebutuhan bakteri akan karbohidrat, glukosa dan zat pengatur tumbuh dapat terpenuhi demi kualitas pupuk yang sesuai dengan yang diharapkan. 1. Warna Berdasarkan hasil pengamatan pada larutan MOL setelah difermentasi terjadi perubahan warna dari kuning pada saat sebelum difermentasi dan menjadi kuning kecoklatan setelah dilakukan fermentasi, perubahan warna hanya diamati secara visual. Terdekomposisinya bahan-bahan organik yang
24
disebabkan
oleh
aktivitas
bermacam-macam
mikroorganisme
akan
menyebabkan terjadinya perubahan warna (Sutanto, 2002). Mikroorganisme yang tumbuh dan berkembang pada suatu bahan dapat menyebabkan berbagai perubahan pada fisik maupun komposisi kimia, seperti adanya perubahan warna, pembentukan endapan, kekeruhan, pembentukan gas, dan bau asam (Hidayat, 2006). 2. Derajat keasaman ( pH ) Keasaman atau pH dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme.
Kisaran pH
yang baik sekitar 6,5-7,5 (netral).
(Hadinata, 2008). Derajat keasaman pada MOL akan mengalami penurunan
karena
sejumlah mikroorganisme yang terlibat mengubah bahan organik menjadi asam organik. Pada proses selanjutnya, mikroorganisme dari jenis lain akan mengkonversikan asam organik yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan mendekati normal (Fardiaz, 1989). Kondisi asam biasanya diatasi dengan pemberian kapur. Namun dengan pemantauan suhu bahan MOL secara tepat waktu dan benar sudah dapat mempertahankan kondisi pH tetap pada titik netral (Hadinata, 2008). 3. C-Organik Dari hasil uji kimia di laboratorium pada penelitian MOL daun gamal memiliki nilai C-Organik 0,58 %.
MOL bonggol pisang belum sesuai dengan
Standar Teknis Mutu Pupuk Organik. Hal ini diduga karena disebabkan kandungan C-organik telah dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana
25
oleh mikroorganisme yang terdapat dalam larutan MOL. Senyawa organik akan berkurang sedangkan senyawa anorganik akan terbentuk semakin banyak. Sumber energi mikroorganisme adalah bahan organik yang diuraikan menjadi bahan–bahan yang lebih sederhana. Energi yang dihasilkan berupa energi kimia yang diperlukan untuk aktivitas sel misalnya untuk perkembangan, pembentukan spora dan biosintesis (Purwasasmita, 2009). 4. N Total Bedasarkan dari hasil uji kimia di laboratorium pada penelitian MOL dari bonggol pisang memiliki nilai N 0,004% dan sudah memenuhi Standar Teknis Mutu Pupuk Organik. Hal ini disebabkan karena MOL dari bonggol pisang yang digunakan sebagai bahan baku penelitian ini memiliki kandungan unsur N. Tanaman pisang (Musa paradisica) merupakan salah satu jenis tanaman Musa dengan kandungan unsur hara yang tinggi (Purwasasmita, 2009). 5. Fosfor (P) Bedasarkan hasil uji kimia pada penelitian MOL bonggol pisang memiliki kandungan P sebesar 0.03 %. Berdasarkan nilai tersebut maka MOL bonggol pisang yang dihasilkan sudah sesuai dengan Standar Teknis Minimal Mutu Pupuk Organik.Hal ini disebabkan karena selain unsur N, bonggol pisang juga mengandung unsure P (Purwasasmita, 2009). 6. Kalium (K) Dari hasil uji kimia pada penelitian MOL bonggol pisang maka diperoleh Nilai kalium (K) 0,13 %, hasil tersebut sudah memenuhi Standar Teknis Minimal Mutu Pupuk Organik.
26
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Kandungan unsur hara mikroorganisme lokal (MOL) dari hasil penelitian yang dilakukan uji laboratorium ialah pH 3,84 % dan C-Organik 0,58 %, dan bila dibandingkan dengan persyaratan teknis mutu pupuk organak cair belum memenuhi standar, sedangkan kandungan N total 0,004%, P2O5 0,03 % dan K20,13 % sudah memenuhi persyaratan teknis mutu pupuk organak cair. B. Saran 1. Perlu dilakukannya
penelitian lanjutan denganwaktu yang berbeda agar
dapat menghasilkan MOL dengan kualitas terbaik. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang identifikasi mikroorganisme yang terdapat dalam larutan MOL. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan cara mengaplikasikannya padatanaman dan sebagai dekomposer pupuk organik.
27
DAFTAR PUSTAKA Darmono dan T. Panji, 1999. Pupuk Organik: Cair dan Padat Pembuatan, Penebar Swadaya. Jakarta. Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. IPB. Bogor. Hadinata, I. 2008. Membuat Mikroorganisme Lokal. Rajawali Press. Jakarta. . Hidayat. 2006. Mikrobiologi Industri. Andi Offset. Yogyakarta. Lukitaningsih, D. 2010. Bioteknologi GrafindoPersada. Jakarta.
Mikroba
untuk
Marsono dan Paolus. 2001. Pupuk Akar, Jenis, dan Aplikasi. Jakarta.
Pertanian
Organik.
Penebar Swadaya.
Parnata, AS. 2004. Pupuk Organik Cair. Agromedia Pustaka. Jakarta. Purwasasmita. 2009. Pemberdayaan Mikroorganisme Lokal Sebagai Upaya Peningkatan Kemandirian Petani. RedaksiAgroMedia. 2007 .Petunjuk Pemupukan. AgroMedia Pustaka. Jakarta. Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik: Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Kanisius. Yogyakarta.
28
LAMPIRAN
29
Lampiran 1. Standar Teknis Mutu Pupuk Organik (Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/OT.140/2/2009) No.
1. 2. 3. 4. 5.
6. 7.
8.
9. 10. 11.
Parameter
Satuan
Peraturan Teknis
%
Granul/Pelet Murni Diperkaya Mikroba >12 >12 15-25 15-25 <2 <12
%
4-15*)
10-20*)
-
15-25*)
15-25*)
ppm ppm ppm ppm
≤10 <1 <50 <10 4-8
≤10 <1 <50 <10 4-8
≤2,5 <0,25 <12,5 <2,5 4-8
≤10 <1 <50 <10 4-8
≤10 <1 <50 <10 4-8
% % %
<6*** <6** <6**
<5*** <5** <5**
<2 <2 <2
<6*** <6** <6**
<6*** <6** <6**
<102
<102
<102
<102
<102
-
>102
-
-
>102
mm
2-5
2-5
-
-
-27
ppm
Min 0. Maks 8000 Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks 8000
Min 0. Maks 8000
Min 0. Maks
Min 0. Maks 8000
Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks
Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks
Min 0. Maks 5000
ppm
Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks
Min 0. Maks 5000
B
ppm
Min 0. Maks 2500
Min 0. Maks 2500
Min 0. Maks
Min 0. Maks 2500
Co
ppm
Min 0. Maks 20
ppm
Min 0. Maks 20 Min 0. Maks 10
Min 0. Maks 20 Min 0. Maks 10
Min 0. Maks
Mo
Min 0. Maks 2500 Min 0. Maks 20 Min 0. Maks 10
C-Organik C/N rasio Bahan Ikutan (Plastik, kaca, kerikil) Kadar Air Kadar Logam Berat As Hg Pb Cd Ph Kadar total : N P2O5 K2O Mikroba Patogen (Ecolli, Salmonella) Mikroba Fungsional Ukuran Unsur Mikro : Fe
%
Mn
ppm
Cu
ppm
Zn
Min 0. Maks 10
Cair/Pasta ≥4 <2
Remah/Cair Murni Diperkaya Mikroba ≥4 ≥12 15-25 15-25 <2 <2
Min 0. Maks
Keterangan : *) Kadar air berdasarkan bobot asal **) Bahan-bahan tertentu yang berasal dari bahan organik alami diperbolehkan mengandung kadar P2O5 dan K2O >60% (dibuktikan dengan hasil laboratorium) ***) N-total N organik N-NH4 N-NO3 : C/N, N N-total. (P2O5 = Posfor, K2O = Kalium)
30
lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Gambar 1. Bonggol Pisang
Gambar 2. Air Cucian Beras
31
Gambar 3. Gula Merah
Gambar 4. Pemotongan Bonggol Pisang
32
Gambar 5. Pemindahan Bonggol Pisang ke Dalam Ember
Gambar 6. Bonggol Pisang Yang Sudah dicincang
33
Gambar 7. Pengisian Air Cucian Beras ke Dalam Ember
Gambar 8. Penambahan Gula Merah ke Dalam Ember
34
Gambar 9. Pengadukan Bahan yang Telah Dimasukan
Gambar 10. MOL dari Bonggol Pisang