PEMBIAKAN IN VITRO DAN ANALISIS MOLEKULER KELAPA KOPYOR
SUKENDAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
ABSTRACT SUKENDAH. In Vitro Propagation and Molecular Analysis of Kopyor Coconut. Supervised by SUDARSONO, WITJAKSONO, and NURUL KHUMAIDA Kopyor coconut is a mutant that cannot be propagated by conventional technique. Morphologically kopyor coconut cannot be differentiated from normal coconut. The aims of these studies were to improve efficiency of coconut zygotic embryo culture and to develop a protocol for clonal propagation through somatic embryogenesis. Moreover, the study was to design a molecular marker to differentiate kopyor coconut from normal one. A series of experiments such as: additions of organic addenda, subculture period, increasing of plantlet rooting by IBA on the zygotic embryo culture technique and embryo splitting technique were carried out to increase the production of plantlets and seedling of kopyor coconut. To develop a protocol of somatic embryogenesis, some experiments were conducted such as: factors that affected callus induction (2,4-D concentration, mode of excision embryo, explant age, and organic addenda), effect of gelled gum concentration, BAP and 2,4-D on the formation of somatic embryos, and effect of ABA on the development of somatic embryos. Designing molecular marker was done to analyze genes related to kopyor trait such as α-D galactosidase, sucrose synthase (SUS), abscicic acid insensitive (ABI), and stearoyl acyl carrier protein desaturase (SACPD). Some of those markers were used to analyze the genetic diversity of kopyor fruited and normal coconut. For plantlet production, efficiency of coconut zygotic embryo culture increased to 80% by addition liquid coconut endosperm 150 ml/l in the germination phase, excising the embryo explants into two pieces, subculturing of plantlet every 2-3 months, addition of IBA 1-2 mg/l to induce root of plantlet. For clonal propagation, a protocol of coconut somatic embryogenesis has been established and consisted of callus initiation, callus proliferation, somatic embryo and plantlet formation. Growth regulator 2,4-D at concentration of 50-125 uM induced coconut embryogenic callus. Amino acid was the best organic addendum to increase callus formation, while BAP 10 mg/l+2,4-D 2-5 mg/l was the best concentration on the somatic embryo and plantlet formation. A specific molecular marker for α-D galactosidase was designed to analyze kopyor, kopyor fruited and normal coconut. Based on some specific markers of CnSUS1A, CnSUS1B, CnABI3, CnSACPD, and EgFAD3, kopyor fruited coconut from East Java could be separated from Central Java. Some progenies of hybrid kopyor fruited coconuts in the Central Java are suggested to be originated from tall and dwarf kopyor fruited coconut of the Central Java.
Key words: zygotic embryo culture, somatic embryo, α-D galactosidase, molecular marker.
RINGKASAN SUKENDAH. Pembiakan In Vitro dan Analisis Molekuler Kelapa Kopyor. Dibimbing oleh SUDARSONO, WITJAKSONO, dan NURUL KHUMAIDA. Kelapa kopyor bernilai komersial tinggi, tersedia terbatas dengan harga mahal. Endosperma mempunyai nilai gizi yang lebih sehat dari pada endosperma kelapa normal. Keterbatasan dalam penyediaan disebabkan oleh alasan genetik (mutan) yang terjadi pada bagian endosperma, sehingga endosperma tidak fungsional dan embrio tidak dapat berkecambah secara alami. Satu-satunya cara memperbanyak kelapa kopyor adalah dengan teknik in vitro melalui metode kultur embrio yang telah dikembangkan selama 35 tahun. Walaupun demikian, teknik-teknik yang ada belum mampu menghasilkan bibit secara efisien. Oleh sebab itu perlu modifikasi teknik kultur in vitro untuk meningkatkan efisiensinya. Ada dua pendekatan yang dilakukan, yaitu; (1) memperbaiki kultur embrio sigotik pada tahap perkecambahan, pertumbuhan planlet, dan tahap sebelum aklimatisasi, serta mengembangkan teknik pembelahan eksplan embrio, (2) mengembangkan teknik pembiakan klonal dengan embriogenesis somatik melalui tahap kalus. Perbaikan kultur embrio sigotik dilakukan dengan menambahkan berbagai macam bahan aditif (air kelapa 150 ml/l, air santan 150 ml/l, thio-urea 50 mg/l, dan thio-urea 100 mg/l) di media Eeuwens pada fase perkecambahan. Pada fase pertumbuhan planlet, menambahkan air kelapa konsentrasi 100, 150, 200 ml/l dan mengatur periode subkultur, yaitu 1, 2, 3, dan 4 bulan. Pada fase sebelum aklimatisasi, memberi perlakuan IBA 1, 2, 3 mg/l ke dalam media kultur untuk meningkatkan perakaran planlet. Teknik pembelahan eksplan embrio dilakukan dengan cara membelah embrio sigotik dan kecambah pada titik tumbuh di daerah meristem apikal menjadi dua belahan. Ke dalam media kultur ditambahkan BAP konsentrasi 2.5-7.5 mg/l untuk menginduksi proliferasi tunas samping. Pengembangan teknik embriogenesis somatik dilakukan dengan melalui beberapa tahap, yaitu: inisiasi kalus, proliferasi kalus, pembentukan dan pematangan embrio somatik, dan perkembangan/pembentukan planlet. Kalus embriogenik diinduksi dengan 2,4-D pada konsentrasi 50, 75, 100 dan 125 uM dan model pembelahan embrio secara longitudinal & horizontal. Untuk meningkatkan pembentukan kalus ke dalam media ditambahkan bahan aditif seperti asam amino, casein hydrolisate, dan air kelapa. Pada tahap pembentukan embrio somatik, ZPT BAP 10 mg/l yang dikombinasikan dengan 2,4-D 2.5 dan 5.0 mg/l digunakan menginduksi pembentukan embrio somatik, sedangkan untuk perkembangan embrio somatik digunakan perlakuan konsentrasi phytagel dan ZPT ABA 25 dan 50 uM. Analisis morfologi dan histologi juga dilakukan untuk mengamati perkembangan kalus, embrio somatik dan kecambah asal embrio somatik. Berdasarkan pangamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil, yaitu: persentase perkecambahan embrio ditingkatkan mencapai 95% pada perlakuan air kelapa 150 ml/l. Pada fase planlet, penambahan air kelapa meningkatkan jumlah planlet yang lengkap, yaitu planlet dengan perkembangan tunas dan akar primer dan lateral. Lama periode yang paling tepat untuk melakukan subkultur adalah setiap 2-3 bulan sekali. Pemberian IBA 1 mg/l mampu menghasilkan planlet
dengan akar primer sebesar 85.7%, sedangkan untuk menginduksi keluarnya akar lateral diperlukan IBA 2 mg/l. Pada penelitian ini, untuk pertama kalinya telah berhasil menginduksi tunas dan akar dari eksplan embrio sigotik yang dibelah. Pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan 58% belahan embrio dapat tumbuh menjadi planlet, tunas, atau akar saja. Perlakuan BAP 5.0-7.5 mg/l pada eksplan belah kecambah meningkatkan perolehan planlet sampai 100%. Konsentrasi BAP yang paling baik untuk menghasilkan planlet lebih banyak adalah 5 mg/l. ZPT BAP juga berpengaruh pada pertumbuhan tunas planlet meskipun tidak berpengaruh pada pertumbuhan akar. Protokol teknik embriogenesis somatik telah berhasil dikembangkan untuk pertama kalinya pada kelapa kopyor dalam penelitian ini. Pembentukan kalus embriogenik kelapa kopyor memerlukan zat pengatur tumbuh 2,4- D dengan konsentrasi antara 50-125 uM. Bahan aditif asam amino dapat meningkatkan produksi kalus embriogenik. Struktur embrio somatik mulai terbentuk ketika kultur dipindah dari media yang mengandung 2,4-D tinggi ke media dengan 2.4-D lebih rendah dan dikombinasikan dengan BAP. BAP 10 mg/l+2,4-D 5 mg/l menghasilkan embrio somatik lebih banyak daripada BAP 10 mg/l+2,4-D 2.5 mg/l. Sebaliknya, BAP 10 mg/l+2,4-D 2.5 mg/l lebih baik dalam meningkatkan jumlah planlet. Penambahan ABA dan phytagel tidak banyak berpengaruh pada perkembangan embrio somatik. Analisis morfologi memperlihatkan bahwa embrio somatik kelapa kopyor mirip dengan embrio sigotiknya. Planlet asal embrio sigotik mempunyai batang ramping tegar dengan daun lurus. Planlet asal embrio sigotik mempunyai satu akar primer dan akar-akar lateral yang keluar dari akar primer. Sementara itu, planlet asal embrio somatik mempunyai daun sedikit tidak beraturan dan akar primer lebih dari satu dan tidak bisa dibedakan antara akar primer dan akar lateral. Perkembangan embrio somatik juga menghasilkan bentuk-bentuk yang abnormal seperti bentuk akar tanpa tunas, kecambah dengan banyak tunas, atau kecambah dengan tunas dan akar berasal dari embrio yang berbeda. Morfologi bibit kelapa kopyor yang dihasilkan dari kultur in vitro, dan bibit kelapa berbuah kopyor yang dihasilkan oleh petani, serta bibit kelapa normal tidak bisa dibedakan. Untuk membedakan ketiga jenis bibit ini sedini mungkin hanya bisa dilakukan dengan penanda (marker) molekuler. Fenomena kopyor pada tanaman kelapa ada kaitannya dengan gen α-D Galaktosidase yang ditemukan tidak aktif pada endosperma kelapa kopyor. Untuk itu dalam penelitian ini dikembangkan penanda molekuler gen α-D Galaktosidase yang dirancang dari runutan nukleotida DNA kelapa berbuah kopyor. Hasil analisis runutan nukleotida DNA kelapa berbuah kopyor menunjukkan runutan nukleotida DNA α-D Galaktosidase kelapa tersebut berbeda dengan runutan nukleotida DNA α-D Galaktosidase normal dari berbagai spesies tanaman. Diduga kuat bahwa DNA α-D Galaktosidase kelapa berbuah kopyor telah mengalami mutasi. Dengan demikian runutan nukleotida DNA α-D Galaktosidase kelapa berbuah kopyor dapat dijadikan penanda molekuler untuk membedakan tanaman kelapa yang berpotensi menghasilkan buah kelapa kopyor dengan kelapa yang hanya berpotensi menghasilkan buah normal. Dalam penelitian ini, maka untuk pertama kalinya dihasilkan 4 (empat) pasangan primer spesifik, GAL22 (GAL22-F2 & GAL22-R2); GAL23 (Gal22-F2 & Gal33-R3); GAL33 (GAL33-F3 & GAL33-R3), dan GAL13 (GAL11-F1 & GAL33-R3) yang
dapat digunakan untuk membedakan tanaman kelapa yang berpotensi menghasilkan buah kelapa kopyor dengan kelapa yang hanya berpotensi menghasilkan buah normal. Komposisi senyawa endosperma buah kelapa kopyor ditemukan berbeda dengan endosperma buah kelapa normal. Endosperma kelapa kopyor mengandung sukrosa dan karbohidrat lebih tinggi daripada kelapa normal. Sebaliknya, kandungan lemak lebih rendah. Asam lemak pada endosperma kelapa kopyor lebih banyak terdiri dari asam oleat (C18:1) dan asam linoleat (C18:2). Berdasarkan perbedaan tersebut dirancang sejumlah primer spesifik untuk gen Sucrose synthase (SUS), Stearoyl acyl carrier protein desaturase (SACPD), dan Absicid acid insensitive (ABI). Enam (6) pasang primer telah berhasil dirancang, yaitu 4 pasang primer spesifik untuk gen SUS (CnSUS1A, CnSUS1B, CnSUS2A, CnSUS2B), sepasang primer gen SACPD (CnSACPD), dan dua pasang gen ABI (CnABI3A dan CnABI3B). Enam primer spesifik tersebut di atas ditambah dengan primer spesifik gen FAD (EgFAD), gen LTP (EgLTP), gen FATB (EgFATB), dan gen ARF1 (EgARF1) digunakan untuk menganalisis keragaman genetik menggunakan metode SSCP (Single Strand Conformation Polymorphism) pada populasi kelapa berbuah kopyor di P. Jawa. Hasil analisis menunjukkan bahwa populasi kelapa berbuah kopyor asal Jawa Timur membentuk subgroup tersendiri yang terpisah dari subgroup populasi asal Jawa Tengah. Meskipun demikian belum bisa dibedakan antara populasi kelapa berbuah kopyor dengan populasi kelapa normal. Kelapa berbuah kopyor jenis dalam, genjah dan hibrida juga belum bisa dipisahkan secara tegas dengan primer-primer tersebut.
Kata kunci: kultur embrio, embriogenesis somatik, penanda molekuler, keragaman genetik
PEMBIAKAN IN VITRO DAN ANALISIS MOLEKULER KELAPA KOPYOR
SUKENDAH
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Agronomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Disertasi : Pembiakan In Vitro dan Analisis Molekuler Kelapa Kopyor Nama : Sukendah NIM : A. 361050161
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc. Ketua
Dr. Ir. Witjaksono, M.Sc. Anggota
Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.S. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Agronomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Agus Purwito, M.S. Dr. Ir. Darda Effendi, M.Si.
Penguji pada Ujian Terbuka: Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc. Dr. Ir. Bambang Heliyanto, M.Sc.
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi yang berjudul: Pembiakan In Vitro dan Analisis Molekuler Kelapa Kopyor adalah karya sendiri dan belum pernah penulis ajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, 18 Agustus 2009
Sukendah A. 361050161
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tujuan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB