perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PEMBERDAYAAN KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BOYOLALI SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH DI KABUPATEN BOYOLALI
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Yoga Fernandes NIM. E0008259
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PEMBERDAYAAN KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BOYOLALI SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH DI KABUPATEN BOYOLALI
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Yoga Fernandes NIM. E0008259
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Yoga Fernandes. 2012. PEMBERDAYAAN KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BOYOLALI SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH DI KABUPATEN BOYOLALI. Fakultas Hukum UNS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas mengenai pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali, serta untuk mengetahui Kendala-kendala apa saja yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dalam pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan, dan bagaimana solusi terbaik untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data berasal dari sumber data primer yaitu hasil wawancara dengan pegawai negeri sipil di Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali. Sumber data sekunder berasal dari literatur, buku-buku ilmiah, makalah/hasil ilmiah para sarjana, dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek penelitian. Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut: penerimaan pengaduan, penelitian masalah, mediasi, menentukan opsi yang dipilih, serta formalisasi kesepakatan yang dipilih. Kendala-kendala dalam pelaksanaan mediasi berasal dari Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali, dari para pihak, dan dari putusan mediasi itu sendiri. Demikian halnya dengan solusi terkait pelaksanaan mediasi, masih berasal dari ketiga kategori tersebut. Kata kunci: Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali, sengketa pertanahan, mediasi, kendala dan solusi
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Yoga Fernandes. 2012. EMPOWERING BOYOLALI LAND OFFICE AS THE MEDIATOR ON LAND DISPUTE RESOLUTION IN BOYOLALI. Faculty of Law UNS. This study aims to know clearly about the land dispute mediation by the Boyolali Land Office, and also to find out the obstacles in land dispute mediation, and find what is the best solution to overcome that obstacles.. This study uses empirical legal research is descriptive with qualitative approach. Data resources based on primary data sources that come from interviews with civil servants at the Boyolali Land Office. Secondary data sources come from the literature, scholarly books, papers / scientific results of the scholars, and documents relating to the object of research. From the results of research and discussion can be concluded that the land dispute mediation by Boyolali Land Office is as follows: receiving complaint, problem research, mediation, assessing settlement options, and formalizing settlement. The obstacles of mediation come from Boyolali Land Office, each parties, and from mediation verdict it selves. And so it is with solution of the obstacle from land dispute mediation.
Key words: Boyolali Land Office, land dispute, mediation, obstacle and solution
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis dalam pembuatan skripsi ini dari awal dan akhir,
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan
skripsi
berjudul
“PEMBERDAYAAN KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BOYOLALI SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH DI KABUPATEN BOYOLALI”. Skripsi ini membahas tentang bagaimana pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali serta kendala apa saja yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dalam pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan, dan bagaimana solusi terbaik untuk mengatasi kendalakendala tersebut. Dalam penyusunan skripsi ini, Penulis banyak mengalami hambatan dan kesulitan, tetapi atas bantuan, dorongan dan dukungan dari semua pihak yang telah banyak membantu, akhirnya Skripsi ini dapat terselesaikan. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya antara lain kepada : 1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. 2. Bapak Pius Triwahyudi, S.H, M.Si., selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara. 3. Bapak Purwono Sungkowo Raharjo, S.H., selaku pembimbing skripsi dalam penelitian hukum ini yang telah menyediakan waktu, pikiran, dan petunjuk, bimbingan maupun motivasinya kepada penulis hingga terselaikannya skripsi ini. 4. Bapak Prof. Dr. Supanto, S.H.,M.Hum selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menjalani kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. 5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada Penulis.
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Karyawan dan Staff Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu kelancaran perkuliahan. 7. Bapak Samodra Yogalelana, S.H, bapak Suprayogo, bapak Hartadi,APthn, bapak Kasinem, serta bapak Tjahjo Tri Rahardjo selaku pegawai Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara di Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali yang selalu bersedia membimbing penulis dan telah banyak membantu serta memberikan izin untuk melakukan penulisan. 8. Ibuku tercinta, Almarhum Ayah yang selalu ku banggakan, adik-adikku serta keluarga besar penulis atas dorongan moril
maupun spirituil
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 9. Teman-teman di Riau, khususnya alumni SDN 004 Tembilahan, MTsn 094 Tembilahan, dan SMAN 1 Teluk Kuantan. 10. Teman-teman Fakultas Hukum UNS. 11. Sahabat-sahabat karibku mas Ari, mas Yayak, mas Roris, mas Lukman, mas Yuhdi dan Dedi. Sahabat seperjuangan di FOSMI, BEM FH UNS, DEMA UNS, serta di Ikatan Keluarga, Pelajar, dan Mahasiswa Riau Surakarta (IKPMRS). 12. Seorang yang tercinta, terkasih dan selalu memberikan semangat, Ardela Distri Dinani, nothing gonna change my love for you. 13. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, Semoga Allah SWT membalas kebaikan pada kita semua. Amin. Akhirnya penulis berharap semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat pada pihak-pihak yang berkepentingan. Dan demi kesempurnaan penulisan Skripsi ini, segala sumbangan pemikiran dan kritik yang membawa kebaikan dengan senang hati penulis perhatikan. Surakarta,
Agustus 2012
YOGA FERNANDES
commit to user viii
E0008259
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ..............................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ..............................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ...
iii
HALAMAN PERNYATAAN ..............................................................................
iv
ABSTRAK .............................................................................................................
v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vii DAFTAR ISI ..........................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah .....................................................................
1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................
5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................
5
D. Manfaat Penelitian ..............................................................................
6
E. Metode Penelitian ...............................................................................
7
F. Sistematika .......................................................................................... 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 12 A. Kerangka Teori ................................................................................... 12 1. Tinjauan Umum Tentang Pemberdayaan .................................. 12 a. Pengertian Pemberdayaan ..................................................... 12 2. Tinjauan Umum Tentang Mediasi.............................................. 13 a. Pengertian Mediasi ................................................................ 13 b. Pendekatan Mediasi ............................................................... 16 c. Prinsip-prinsip Med iasi ......................................................... 19 d. Jenis Negosiasi ....................................................................... 26 e. Tipe Mediator ........................................................................ 27
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id x
3. Tinjauan Tentang Sengketa Pertanahan .................................... 30 a. Pengertian Sengketa Pertanahan ........................................... 30 b. Sifat Permasalahan Sengketa Pertanahan ............................ 31 c. Bentuk-bentuk Sengketa Pertanahan .................................... 31 B. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 33 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................... 35 A. Pelaksanaan
Mediasi
Sengketa
Pertanahan
oleh
Kantor
Pertanahan Kabupaten Boyolali ......................................................... 35 1.
Penelitian Permasalahan ............................................................ 35
2.
Kompetensi para Pihak ............................................................... 36
3.
Musyawarah ................................................................................ 37 a.
Persiapan ............................................................................... 39
b. Memulai Mediasi ................................................................... 42 c.
Menyamakan Pemahaman dan Menetapkan Agenda Musyawarah ........................................................................... 45
d. Identifikasi Kepentingan ...................................................... 48 e.
Generalisasi Opsi-opsi para Pihak ....................................... 51
f.
Penentuan Opsi yang Dipilih ............................................... 53
g. Negosiasi Akhir .................................................................... 54 h. Formulasi Kesepakatan Penyelesaian Sengketa ................. 56 B. Kendala-kendala yang Dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dalam Pelaksanaan Mediasi Sengketa Pertanahan, serta Solusi untuk Mengatasi Kendala-kendala tersebut............................ 57 1. Kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dalam Pelaksanaan Mediasi Sengketa Pertanahan .. 57 2. Solusi untuk Mengatasi Kendala dalam Pelaksanaan Mediasi Sengketa Pertanahan ................................................................. 61 BAB IV PENUTUP................................................................................................ A. Simpulan .............................................................................................. 64 B. Saran .................................................................................................... 66
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id xi
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id xii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1: Jumlah Pokok Permasalahan ............................................................. 48 Tabel 2: Jumlah Kasus berdasarkan Tipologi................................................... 48 Tabel 3: Jumlah penyelesaian kasus pertanahan di Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali ............................................................................................... 54
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1
: Kerangka Pemikiran ..................................................................... 33
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
: Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali.
Lampiran 2
: Surat keterangan penelitian dari Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia tidak dapat terpisahkan dengan keberadaan manusia lainnya, khususnya ketika mereka telah mengenal pergaulan dalam kehidupannya. Mereka saling membutuhkan dan ditakdirkan tidak dapat hidup tanpa bantuan manusia atau makhluk hidup lainnya, inilah mengapa manusia disebut juga sebagai makhluk sosial atau zoon politicon. Karena keberadaannnya tersebut maka setiap saat dalam menyelenggarakan keh idupan dan penghidupannya, mereka selalu berinteraksi satu sama lain. Dalam keadaan demikianlah seringkali terjadi persinggungan bahkan benturan kepentingan antar manusia tersebut, yang tidak jarang berubah menjadi sengketa dan atau konflik yang tajam. Agar tata kehidupan masyarakat dapat berlangsung secara harmonis, diperlukan suatu perlindungan terhadap penyelenggaraan kepentingan manusia. Hal ini dapat terwujud apabila terdapat suatu pedoman, norma, kaedah, ataupun patokan yang dipatuhi oleh mereka. Gangguan terhadap kepentingan yang dapat memunculkan sengketa dan atau konflik harus dicegah atau tidak dibiarkan berlangsung secara terus menerus, karena akan mengganggu keseimbangan tatanan masyarakat. Manusia akan selalu berusaha agar tatanan masyarakat dalam keadaan seimbang, karena keadaan tatanan tersebut menciptakan suasana tertib, damai, aman, yang merupakan jaminan kelangsungan hidupnya (Sudikno Mertokusumo, 1991: 4). Demikian juga terhadap penyelenggaraan kepentingan manusia yang berkaitan dengan kebutuhan akan tanah, dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai permasalahan-permasalahan pertanahan yang memerlukan penanganan yang serius. Bagi bangsa Indonesia, tanah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam rangka penyelenggaraan hidup dan kehidupan manusia. Di lain pihak, bagi negara dan pembangunan, tanah juga menjadi modal dasar bagi penyelenggaraan kehidupan bernegara dalam rangka integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan sebagian besar untuk mewujudkan kemakmuran
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
rakyat sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”.
Pernyataan bahwa tanah dipergunakan untuk kemakmuran rakyat juga dipertegas kembali dalam Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau disebut juga UUPA. Sebagai roadmap dari pengaturan pertanahan nasional, di dalam UUPA disebutkan bahwa: Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari negara tersebut pada ayat (2) Pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Oleh karena kedudukannya yang demikian itulah penguasaan, pemilikan, penggunaan maupun pemanfaatan tanah perlu memperoleh jaminan perlindungan hukum dari pemerintah. Perlindungan hukum dapat diberikan apabila terdapat kepastian hukum akan hak tanah yang bersangkutan. Kepastian hukum adalah suatu kondisi dimana kenyataan yang manifest (das sein) sesuai dengan kondisi yang diharapkan (das sollen). Implementasinya di bidang pertanahan adalah suatu jaminan terhadap produk-produk pertanahan yang dijamin kebenarannya. Ini berarti data yang termuat di dalam produk-produk tersebut sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya di lapangan. Namun demikian jaminan kepastian hukum yang didambakan tersebut seringkali tidak sesuai dengan harapan masyarakat, terbukti dengan adanya sengketa atau permasalahan-permasalahan pertanahan yang diadukan atas produk-produk dari pertanahan tersebut di atas. Di Indonesia kepastian hukum ini sudah seharusnya ditujukan untuk melindungi masyarakat khususnya mereka yang secara ekonomi masih lemah dan termarjinalisasi oleh kuatnya cengkraman para kapitalis. Ini dimaksudkan untuk dapat mewujudkan keadilan dalam bidang pertanahan, dan menghindari hilangnya akses untuk meraih keadilan tersebut (Jacqueline A.C. Vel dan Stepanus Makambombu, 2010: 18).
Berbagai pengaduan masalah pertanahan pada dasarnya merupakan suatu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
fenomena yang mempersoalkan kebenaran suatu kondisi hukum yang berkaitan dengan pertanahan, yang berupa produk-produk pertanahan, riwayat perolehan tanah, penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, pembebasan tanah dan sebagainya. Pendek kata, hampir semua aspek pertanahan dapat mencuat menjadi sumber dan potensi sengketa pertanahan. Untuk mengantisipasi permasalahan-permasalahan, sengketa maupun konflik pertanahan yang berkembang, kualitas maupun kuantitas yang sudah tidak relevan dari ketentuan Perundang-undangan yang ada perlu kebijakan untuk menghadirkan peraturan perundang-undangan baru yang mengatur tentang konflik pertanahan sesuai dengan kebutuhan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang penologi dan viktimologi yang dapat memberikan perlindungan hukum sesuai dengan rasa keadilan hukum masyarakat (H. Hambali Thalib, 2009: 188). Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa semua permasalahan memerlukan penyelesaian secara tuntas. Apalagi permasalahan di b idang pertanahan yang karena keberadaannya, tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan hidup dan kehidupan manusia. Bermacam-macam lembaga yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah pertanahan tersebut, salah satunya adalah Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) atau Mediasi. Masingmasing lembaga penyelesaian sengketa pertanahan mempunyai keunggulan dan kekurangan, demikian pula dengan mediasi. Pilihan penyelesaian sengketa melalui cara perundingan/mediasi ini mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan berperkara di muka pengadilan yang tidak menarik dilihat dari segi waktu, biaya, dan pikiran/ tenaga. Di samping itu, kurangnya kepercayaan atas kemandirian lembaga peradilan dan kendala administratif yang melingkupinya, membuat pengadilan merupakan pilihan terakhir untuk penyelesaian sengketa. Mediasi memberikan kepada para pihak perasaan kesamaan kedudukan dan upaya penentuan hasil akhir perundingan dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa tekanan dan paksaan. Lembaga mediasi di bidang pertanahan, meskipun sering dilakukan oleh aparat Badan Pertanahan Nasional (BPN) namun dalam kenyataannya lembaga tersebut belum tersosialisasi dengan optimal. Hal in i dikarenakan sebab-sebab
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
seperti pemahaman yang kurang tepat mengenai penyelesaian sengketa itu sendiri, adanya kekurangpercayaan pada efektivitas pelaksanaan putusan mediasi dan adanya kekhawatiran akan menimbulkan kerancuan dari pemanfaatan lembaga arbitrase yang telah ada. Atas dasar adanya kelebihan maupun kekurangan mediasi pertanahan tersebut, perlu adanya suatu pengoptimalan fungsi mediator khususnya dari Badan Pertanahan Nasional selaku pihak yang bersinggungan langsung dengan masyarakat
dan
persoalan
agraria
untuk
menyelesaikan
permasalahan-
permasalahan seperti konflik dan sengketa pertanahan yang ada di daerah-daerah seperti permasalahan dan sengketa tanah di Kabupaten Boyolali yang akan diangkat o leh penulis dalam penelitian ini. Sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, Boyolali mempunyai luas sekitar 101.510,0965 Ha dengan berbagai jenis kontur tanah (http://www.boyolalikab.go.id/). Dengan luas sebesar itu, bidang-bidang tanah di Kabupaten Boyolali memiliki potensi yang besar untuk kepentingan ekonomi maupun sosial. Potensi-potensi tersebut tentu saja seiring sejalan dengan potensi konflik dan sengketa di dalamnya, mengingat nilai ekonomis dari bidang-bidang tanah di Kabupaten Boyolali itu sendiri yang selalu meningkat berbanding lurus dengan berjalannya waktu. Dari data yang ada, jumlah permasalahan dan kasus pertanahan yang terjadi di Kabupaten Boyolali adalah sebanyak 13 (tiga belas) kasus dalam kurun waktu 2011 saja, ini baru jumlah yang dilaporkan di Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dan belum termasuk permasalahan lain yang belum dilaporkan, yang jumlahnya bisa lebih besar dari data yang terlapor (sumber: Sie. SKP Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali). Berangkat dari kondisi dan data-data yang ada, sudah sewajarnya para pemegang kepentingan terkait pertanahan di Kabupaten Boyolali, dalam hal ini adalah Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali untuk mengoptimalkan dan memberdayakan peranannya sebagai mediator dalam penyelesaian sengketasengketa pertanahan di Kabupaten Boyolali guna membantu masyarakat mendapatkan keadilan secara win-win solution dengan all win result.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk menyusun dan mengkaji lebih mendalam mengenai kinerja Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa tanah di Kabupaten Boyolali dalam rangka pemberdayaan fungsi mediasi yang ada melalui sebuah tulisan
yang
berjudul
KABUPATEN
“PEMBERDAYAAN
BOYOLALI
SEBAGAI
KANTOR
PERTANAHAN
MEDIATOR
DALAM
PENYELESAIAN SENGKETA TANAH DI KABUPATEN BOYOLALI”.
B. Rumusan Masalah Untuk memperjelas agar permasalahan yang ada dapat dibahas secara lebih terarah dan sesuai dengan sasaran yang diharapkan, penulis akan merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali? 2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dalam pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan, serta bagaimana solusi terbaik untuk mengatasi kendala-kendala tersebut?
C. Tujuan Penelitian Suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas sehingga dapat memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Terdapat dua jenis tujuan dalam suatu penelitian, yaitu tujuan obyektif dan tujuan subyektif. Tujuan obyektif merupakan tujuan yang berasal dari tujuan penelitian itu sendiri, sedangkan tujuan subyektif berasal dari penulis. Adapun tujuan obyektif dan subyektif yang hendak dicapai dalam penelitian in i adalah: 1. Tujuan Obyektif a. Mengetahui pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali. b. Mengetahui Kendala-kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dalam pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan, serta solusi terbaik untuk mengatasi kendala-kendala tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
2. Tujuan Subyektif a. Memperoleh data-data dan informasi yang dibutuhkan bagi penyelesaian penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Menambah dan memperluas pengetahuan serta wawasan penulis di bidang hukum pertanahan, dan sebagai sarana untuk menerapkan teori-teori dan pengetahuan yang telah diperoleh selama kuliah di Fakultas Hukum UNS.
D. Manfaat Penelitian Penulisan suatu penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat yang dapat diperoleh, terutama bagi bidang ilmu yang diteliti. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya dan Hukum Administrasi Negara pada khususnya. b. Menambah referensi ilmiah di bidang hukum tentang pertanahan khususnya dibidang mediasi sengketa pertanahan. c. Penulisan hukum ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penulisan sejenis untuk selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Menjadi wahana bagi penulis
untuk mengembangkan
penalaran,
membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus menerapkan ilmu yang telah diperoleh. b. Memberikan pemikiran alternatif yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
informasi
dalam
kaitannya
dengan
hal-hal yang
menyangkut permasalahan yang diangkat. c. Hasil
dari
penulisan
hukum
ini
diharapkan
dapat
membantu
pengembangan hukum terutama dalam penyelesaian sengketa pertanahan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
melalui mediasi oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali di Kabupaten Boyolali.
E. Metode Penelitian Penelitian merupakan cara-cara ilmiah untuk memahami dan memecahkan masalah sehingga didapatkan kebenaran ilmiah (Muhammad Idrus, 2009: 9). Suatu penelitian ilmiah dapat dipercaya kebenarannya apabila disusun dengan menggunakan suatu metode yang tepat. Metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran dalam disiplin ilmu pengetahuan yang terkait. Metode adalah pedoman-pedoman, cara seorang ilmuwan mempelajari dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapi (Soerjono Soekanto, 2006:6). Adapun hal-hal yang berkenaan dengan metode penelitian dalam penelitian ini, penulis uraikan sebagai berikut: 1. Jenis penelitian Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan jenis penelitian yang tergolong dalam penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris adalah penelitian yang pada awalnya meneliti data-data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan data primer di lapangan terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2006: 52). 2. Sifat Penelitian Dalam penelitian hukum ini, penulis menggunakan penelitian hukum yang bersifat deskriptif. Suatu penelitian yang bersifat deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya, terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu di dalam memperkuat teori-teori yang lama, atau di dalam kerangka menyusun teori-teori yang baru (Soerjono Soekanto, 2006: 10). 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode pendekatan kualitatif. Adapun pendekatan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Lexy J. Maleong, 2007: 6). 4. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali. 5. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data 1) Data Primer Data yang diperoleh dari keterangan atau fakta langsung dan segera diperoleh dari sumber-sumber data di lapangan. Data ini diperoleh di Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali. 2) Data Sekunder Data yang tidak diperoleh secara langsung, yaitu data yang mendukung dan menunjang kelengkapan data primer melalui bahan kepustakaan, majalah, buku-buku ilmiah dan lain sebagainya. b. Sumber Data 1) Sumber Data Primer Pihak yang terkait secara langsung dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini pihak yang terkait yaitu: Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali. 2) Sumber Data Sekunder Jenis data yang mempunyai hubungan yang erat dan secara langsung mendukung sumber data primer yang diperoleh dari literatur, bukubuku ilmiah, makalah/hasil ilmiah para sarjana, dan dokumendokumen yang berhubungan dengan obyek penelitian. 6. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan cara untuk mendapatkan data yang diinginkan oleh peneliti. Dengan ketetapan penggunaan teknik pengumpulan data, maka data yang diperoleh akan sesuai dengan yang diinginkan. Sebagaimana yang telah
diketahui, di dalam
commit to user
penelitian
ini teknik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
pengumpulan data yang digunakan penulis, yaitu studi dokumen dan wawancara. a. Studi Dokumen atau Bahan Pustaka Suatu metode untuk mengumpulkan data melalui dokumen-dokumen resmi, buku-buku, laporan, perundang-undangan, publikasi dari berbagai organisasi dan bahan kepustakaan lainnya yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang diteliti. b. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Lexy J. Maleong, 2007: 186). Wawancara dimaksudkan untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, perasaan, dan motivasi. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan metode wawancara digunakan untuk memperoleh data yang tidak dapat diperoleh dengan cara pengamatan. Metode ini dilakukan dengan percakapan formal yang menggunakan pedoman wawancara yang bersifat baku. Wawancara bersifat depth interview (wawancara secara mendalam), berstruktur maupun tidak berstruktur, menggunakan petunjuk umum
wawancara
dan
dimungkinkan
dalam
kondisi
tertentu
menggunakan wawancara pembicaraan informal dan tertutup, dilaku kan langsung kepada pihak terkait yaitu Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali khususnya Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara. 7. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk menggunakan teknik analisis data berupa model analisis interaktif (interactive model of analysis). Model analisis interaktif yaitu data yang terkumpul akan dianalisa melalui tiga tahap, yaitu mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Model analisis seperti ini dilakukan melalui suatu proses antar tahap-tahap, sehingga data yang terkumpul akan saling berhubungan satu dengan yang lain dan benar-benar merupakan data yang mendukung penulisan penelitian (HB. Soetopo, 2002: 37). Ketiga tahap tersebut yaitu:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
a. Reduksi Data Mereduksi
data
d itujukan
untuk
mempertegas,
memperpendek,
memfokuskan, membuang hal-hal yang tidak penting yang muncul dari catatan dan pengumpulan data, serta mengatur sedemikian rupa sehingga penarikan kesimpulan dapat dilakukan. b. Penyajian Data Merupakan berbagai informasi yang memungkinkan penarikan kesimpulan penelitian dapat dilakukan, sajian data dapat meliputi berbagai jenis matriks, gambar atau skema, jaringan kerja, kaitan kegiatan dan atau tabel. c. Penarikan Kesimpulan Upaya menarik kesimpulan dari semua hal yang terdapat dalam reduksi data dan sajian data, dimana sebelumnya data diuji likuiditasnya agar kesimpulan menjadi leb ih kuat (HB. Soetopo, 2002: 96).
F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan dalam penelitian ini terbagi dalam 4 (empat) bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan, dan penutup. Secara rinci, sistematikanya adalah sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Bab in i berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, sistematika penelitian, dan jadwal penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis memaparkan sejumlah landasan teori yang berkaitan erat dengan masalah yang diangkat. Tinjauan pustaka dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: 1. Kerangka teori yang berisikan tentang tinjauan mengenai pemberdayaan, mediasi dan sengketa pertanahan. 2. Kerangka pemikiran yang berisikan tentang gambaran alur berpikir berupa konsep yang akan dijelaskan dalam penelitian ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini memuat hasil penelitian dan pembahasan berkaitan dengan rumusan masalah yang ada, yaitu pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dan Kendala-kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dalam pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan, serta solusi terbaik untuk mengatasi kendala-kendala tersebut.
BAB IV
PENUTUP Dalam bab ini penulis mengemukakan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, serta memberikan saran berkaitan dengan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Pemberdayaan a. Pengertian Pemberdayaan Ife mengemukakan bahwa pemberdayaan mengacu pada kata “empowerment,” yang berarti memberi daya, memberi ”power” (kuasa), kekuatan, kepada pihak yang kurang berdaya. Segala potensi yang dimiliki oleh
pihak
yang
kurang
berdaya
itu
ditumbuhkan,
diaktifkan,
dikembangkan sehingga mereka memiliki kekuatan untuk membangun dirinya (J. Ife, 1995). MacArdle mengartikan pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang-orang secara konsekuen melaksanakan keputusan itu. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan “keharusan” untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan tanpa tergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal (J. McArd le, 1989: 47-54). Pemberdayaan dapat diartikan sebagai suatu pelimpahan atau pemberian kekuatan (power) yang akan menghasilkan hierarki kekuatan dan ketiadaan kekuatan, seperti yang dikemukakan Simon dalam tulisannya tentang Rethinking Empowerment. Simon menjelaskan bahwa pemberdayaan suatu aktivitas refleksi, suatu proses yang mampu diin isiasikan dan dipertahankan hanya oleh agen atau subyek yang mencari kekuatan atau penentuan diri sendiri (self-determination). Sementara proses lainnya hanya dengan memberikan iklim, hubungan, sumbersumber dan alat-alat prosedural yang melaluinya masyarakat dapat meningkatkan kehidupannya. Pemberdayaan merupakan sistem yang berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik. Dengan demikian
commit to user 12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
pemberdayaan bukan merupakan upaya pemaksaan kehendak, proses yang dipaksakan, kegiatan untuk kepentingan pemrakarsa dari luar, keterlibatan dalam kegiatan tertentu saja, dan makna-makna lain yang tidak sesuai dengan pendelegasian kekuasaan atau kekuatan sesuai potensi yang dimiliki masyarakat (Barbara Levy Simon, 1987: 27-39). Sulistiyani menjelaskan lebih rinci bahwa secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar "daya" yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau proses pemberian daya, kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya.
Berdasarkan
beberapa
pengertian
pemberdayaan
yang
dikemukakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau memberikan daya, kekuatan atau kemampuan kepada individu dan masyarakat lemah agar dapat mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan kebutuhan dan potensi serta masalah yang dihadapi dan sekaligus memilih alternatif pemecahnya dengan mengoptimalkan sumberdaya dan potensi yang
dimiliki
secara
mandiri
(www.damandiri.or.id/file/
dasminsiduipbbab2.pdf).
2. Tinjauan tentang Mediasi a. Pengertian Mediasi Mediasi merupakan suatu proses penyelesaian masalah melalui negosiasi dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang netral (Maria SW Sumardjono, 2008: 4). Netralitas disini dimaksudkan bahwa mediator tidak mempengaruhi para p ihak dalam menentukan, menerima atau menolak alternatif penyelesaian yang ditawarkan oleh masing-masing pihak, karena mediator merupakan
corong untuk menyampaikan
keinginan-keinginan para pihak dalam menyelesaikan masalahnya. Namun dalam pelaksanaannya, netralitas tersebut tidak berlangsung secara kaku.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Untuk memperoleh titik temu penyelesaian masalah, seringkali mediator harus melakukan intervensi terhadap penyampaian keinginan para pihak, namun terbatas pada klarifikasi, informasi dan akomodasi kepentingan para pihak yang dimaksud, tidak berkenaan dengan substansi penyelesaian masalah. Menurut Moore sebagaimana dikutip Maria D. Muga, mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi oleh para pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral yang tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih dalam upaya mencapai kesepakatan secara sukarela dalam penyelesaian permasalahan yang disengketakan (Maria D. Muga, 2008: 34). Sementara itu H. Priyatna Abdurrasyid mengemukakan bahwa mediasi merupakan suatu proses dimana sengketa antara dua pihak atau lebih (apakah berupa perorangan, kelompok atau perusahaan) diselesaikan dengan menyampaikan sengketa tersebut pada pihak ketiga yang mandiri dan independen yang berperan untuk membantu para pihak untuk mencapai penyelesaian
yang
dapat diterima
atas
masalah
yang
disengketakan. Selain itu, dinyatakan pula bahwa mediasi merupakan tata cara berdasarkan ‘iktikad baik’ dimana para pihak yang bersengketa menyampaikan saran-saran melalui jalur yang bagaimana sengketa akan diselesaikan oleh mediator. Melalui mediasi in i d imungkinkan kepada mediator untuk memberikan penyelesaian yang inovatif melalui suatu bentuk penyelesaian yang tidak dilakukan oleh pengadilan, akan tetapi para
pihak
yang bersengketa
memperoleh
manfaat
yang
saling
menguntungkan (Priyatna Abdurrasyid, 2002: 43). Dalam mediasi, kondisi politik, sosial dan ekonomi sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaannya. Selain itu, ada beberapa kondisi lain yang berpengaruh terhadap mediasi dalam kaitannya hubungan berbangsa, seperti hubungan keetnisan, kedekatan secara geografis, intrik politik, serta permasalahan keuangan (Frederic S. Pearson, 2001: 283).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Alternatif penyelesaian sengketa, termasuk mediasi merupakan sekumpulan prosedur atau mekanisme yang berfungsi memberikan pilihan atau suatu cara penyelesaian sengketa melalui bentuk alternatif agar memperoleh
putusan
akhir
dan
mengikat
para
pihak
(Priyatna
Abdurrasyid, 2002: 17). Alternatif penyelesaian sengketa ditujukan untuk penyelesaian sengketa dan konflik dalam berbagai situasi dan kondisi, seperti untuk kegiatan bisnis, keluarga, organisasi, perorangan, serta di tingkat berbangsa dan bernegara sekalipun. Saat ini perkembangan Alternatif penyelesaian sengketa sudah cukup pesat dengan berbagai metode yang ada, dan perkembangan itu akan terus ada mengingat teknologi yang ada sekarang memungkinkan melahirkan sesuatu yang baru seperti penyelesaian sengketa secara online yang memudahkan para pencari keadilan menemukan apa yang seharusnya ada dengan biaya dan waktu yang akan semakin terjangkau (Tania Sourdin, 2007). Gary Goodpaster dalam bukunya menyatakan bahwa mediasi merupakan proses negosiasi penyelesaian masalah, dimana satu pihak luar, tidak berpihak, netral, dan tidak bekerjasama dengan para pihak yang bersengketa, untuk membantu mereka guna mencapai suatu kesepakatan hasil negosiasi yang memuaskan. Istilah mediasi pada umumnya digunakan untuk merujuk suatu proses resolusi sengketa di luar litigasi, dimana satu pihak yang tidak terlibat sengketa mencampuri untuk mengarah pada suatu penyelesaian (Gary Goodpaster, 1995: 241). Sementara itu negosiasi yang merupakan salah satu instrumen dari lembaga alternatif penyelesaian sengketa maupun mediasi adalah salah suatu kegiatan untuk mempertemukan dua kepentingan atau lebih yang saling bertentangan sehingga terdapat kesamaan persepsi dalam rangka penyelesaian suatu masalah. Dengan demikian, kegiatan negosiasi adalah mengupayakan para pihak untuk mencapai kata sepakat tentang penyelesaian masalah yang sedang dihadapi. Penyelesaian masalah melalui mediasi pada hakekatnya merupakan penciptaan komunikasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
antara pihak-pihak yang berkepentingan dalam permasalahan yang bersangkutan. Berdasarkan pengertian di atas, kedudukan mediator sangat berperan dalam proses negosiasi yang bersangkutan. Tugasnya adalah mengupayakan agar tercipta komunikasi di antara para pihak dan menjaga mereka
agar
diselesaikan.
tetap
dalam
kerangka
Pada
hakekatnya
permasalahan
segala
yang
permasalahan,
hendak terutama
permasalahan keperdataan dapat diselesaikan melalu i lembaga mediasi. Oleh karena itu sebenarnya mediasi dapat menjadi salah satu alternatif penyelesaian masalah, termasuk di bidang pertanahan. Pada mediasi, penyelesaian suatu masalah lebih mengedepankan kepuasan
dari para
pihak
yang
bersengketa.
Dengan
demikian
penyelesaian masalah itu harus mampu mengakomodasi kepentingan mereka masing-masing. “A dispute arise when two (or more) people (or group) perceive that their interest, needs, or goals are incompatible and seek to maximize fulfillment of their own interest, needs, or achievement of their own goals often at the expense of the others” (Anonim, bahan Alternative Dispute Resolution Training, FHUI-LRP-AusAid, 2003). Berdasarkan pengertian d i atas, sebenarnya mediasi merupakan suatu alternatif penyelesaian masalah yang dapat menjawab permasalahan ketidakadilan maupun masalah ketimpangan, dengan pelaksanaannya yang harus hati-hati karena untuk tercapainya tujuan penyelesaian secara ideal, dan para pihak harus ditempatkan pada kedudukan yang sama dan sederajat. b. Pendekatan Mediasi Menurut Sir Laurence Street yang dikutip dari bahan Alternative Dispute
Resolution
Training,
FHUI-LRP-AusAid,
yang dimaksud
pendekatan (approach) disini adalah acuan yang digunakan dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi, yaitu dari sudut pandang mana suatu sengketa diselesaikan. Untuk menciptakan kondisi masyarakat yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
harmonis,
setiap
permasalahan
yang
menyebabkan
terganggunya
kehidupan masyarakat harus dipulihkan dalam keadaan semula (restitutio in integrum), dengan berpedoman pada norma-norma atau kaidah-kaidah yang berlaku. Namun demikian penyelesaian suatu masalah atau sengketa tidak selalu harus dilakukan dengan pendekatan norma atau kaidah hukum. Hal ini untuk lebih memberikan bobot kemanfaatan penyelesaian sengketa yang bersangkutan (Anonim, bahan Alternative Dispute Resolution Training, FHUI-LRP-AusAid, 2003). Dengan
memberikan
bobot
yang
lebih
besar
pada
asas
kemanfaatan tersebut (Zweckmassigkeit), penyelesaian masalah dirasakan dapat lebih memenuhi keinginan para pihak yang bersengketa. Oleh karena itu mediasi merupakan suatu peluang yang perlu dikembangkan dalam masyarakat. Yang d imaksud kemanfaatan adalah tingkat kepuasaan yang diperoleh oleh para pihak. Ini dapat terwujud apabila kepentingan mereka masing-masing sejauh mungkin dapat diakomodasi di dalam putusan penyelesaian sengketanya. Perkembangan pendekatan yang digunakan bagi penyelesaian suatu sengketa banyak dipengaruhi oleh sistem ketatanegaraan yang berlaku pada suatu negara. Demikian pula lembaga-lembaga penyelesaian sengketanya. Penyelesaian suatu masalah atau sengketa selalu dapat didekati melalui tiga aspek, yaitu: aspek kekuasaan atau kewenangan (power), aspek hak atau hukum (rights) dan aspek kepentingan (interest) (Sanusi dan JT. Manafe: 24). Dalam pelaksanaannya berbagai pendekatan tersebut dapat digabung atau merupakan gabungan dari dua atau lebih aspek pendekatan. Misalnya gabungan dari pendekatan aspek kekuasaan (power) dengan aspek hukum (rights) yang akan melahirkan penyelesaian sengketa seperti arbitrase. Dari aspek kekuasaan (power), penyelesaian suatu masalah dilakukan melalui kekuasaan dalam berbagai bentuk. Hal ini dapat terlihat melalui cara-cara seperti unjuk rasa (demonstrative), intimidasi, paksaan maupun bentuk-bentuk penekanan yang lain bahkan dalam eskalasi yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
ekstrim bisa berbentuk perang. Cara ini memang dapat dilakukan dan dalam banyak kasus dapat menyelesaikan sengketa secara proporsional. Akan tetapi apabila dilakukan secara berleb ihan atau membabi-buta, meskipun sepintas lalu dapat menyelesaikan masalah namun tidak jarang juga menyisakan permasalahan lain yang pada suatu ketika muncul menjadi permasalahan baru. Dalam negara yang bersifat otoriter, kekuasaan (power) biasanya menduduki peran sentral dalam menyelesaikan segala persoalan di negara tersebut, termasuk menyelesaikan sengketa. Tentu saja kekuasaan tersebut yang telah memperoleh justifikasi dari sistem perundang-undangan atau hukum positif yang berlaku di negara tersebut. Penyelesaian sengketa dengan pendekatan kekuasaan ini lebih mengutamakan efektivitas hasil penyelesaian tersebut, daripada dampak filosofis maupun sosiologisnya terhadap para pihak. Meskipun segala tindakan tetap dijustifikasi dengan pranata hukum namun efektivitasnya disandarkan pada kekuatan berlakunya secara yurid is. Bahwa hukum positif harus ditaati apa adanya. Dari aspek hukum, penyelesaian suatu masalah atau sengketa (das sein) dicoba dengan menerapkan prinsip-prinsip das sollen. Semua masalah akan diselesaikan secara hitam putih, tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi timbulnya masalah yang bersangkutan, sehingga yang menjadi acuan dalam penyelesaian sengketa tersebut adalah kebenaran hak dan perlindungan hukumnya. Yang benar harus dilindungi, demikian pula yang salah harus dikenai sanksi. Terhadap sengketa tersebut aspek hukum memegang peran yang sangat penting. Oleh karena itu peraturan perundang-undangan selalu menjadi sumber penerapan hukum dalam penyelesaian sengketa tersebut. Pendekatan hukum mengutamakan aspek kepastian hukum dan keadilan dalam setiap penyelesaian sengketa. Rasio logisnya, karena hukum berfungsi sebagai sarana untuk menjaga keseimbangan tatanan kehidupan manusia baik secara pribadi, dalam bermasyarakat maupun bernegara. Setiap gangguan terhadap keseimbangan tersebut harus dikembalikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
melalui penegakan hukum, dimana pelaksanaannya dengan menerapkan hukum apa adanya. Pendekatan penyelesaian seperti ini akan memberikan perlindungan hukum yang pasti kepada masyarakat. Penyelesaian sengketa dengan pendekatan hukum, dilakukan oleh lembaga peradilan negara. Adapun tujuannya adalah untuk memperoleh penyelesaian sengketa yang didasarkan pada kebenaran data formil dan materiil dilihat dari aspek hukum serta mencapai keseimbangan antara aspek kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatannya. Penyelesaian sengketa dengan pendekatan hukum tersebut tidak menutup upaya perdamaian. Perdamaian atau dading dalam penyelesaian suatu perkara dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu: perdamaian di dalam persidangan dan perdamaian di luar persidangan. Dari aspek kepentingan, suatu masalah menghendaki penyelesaian secara adil dan memberikan manfaat optimal bagi para pihak. Oleh karena itu
pertimbangan
utama dalam
penyelesaian
adalah
sejauhmana
kepentingan para pihak harus memperoleh perlakuan secara proporsional sepanjang tidak bertentangan dengan hukum. Dengan pertimbangan tersebut penyelesaian suatu masalah dapat diterima secara sukarela oleh yang bersangkutan (Sanusi dan JT. Manafe, 2003: 25-32). c. Prinsip-prinsip Med iasi Jelaslah bahwa mediasi merupakan suatu lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh dalam mengatasi persoalanpersoalan di dalam masyarakat. Mengingat tujuan utama mediasi adalah menyelesaikan masalah, bukan sekadar menerapkan norma maupun menciptakan ketertiban saja maka pelaksanaannya harus didasarkan pada prinsip-prinsip umum, yakni sebagai berikut: 1) Sukarela Penyelesaian sengketa melalui lembaga mediasi pada prinsipnya harus berdasarkan keinginan para pihak secara sukarela. Artinya, tidak dapat ditentukan penyelesaian suatu masalah apabila salah satu pihak tidak menghendaki hal itu. Ini disebabkan rumusan penyelesaian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
masalah yang dicapai merupakan kesepakatan para pihak yang bersangkutan. Kesepakatan pada hakekatnya merupakan persesuaian kehendak para pihak yang untuk mengakhiri sengketa yang sedang berlangsung. Tentu saja kesepakatan tersebut baru dapat diperoleh apabila kehendak untuk menyelesaikan sengketa itu dilakukan secara sukarela. Artinya tidak ada paksaan, kekh ilafan atau bahkan penipuan. Prinsip sukarela ini sangat penting karena para pihak mempunyai kehendak yang bebas untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek sengketa. Hal ini d imaksudkan agar dikemudian hari tidak terdapat keberatan-keberatan atas kesepakatan yang telah diambil dalam rangka penyelesaian sengketa tersebut. Kekhilafan, paksaan maupun penipuan dapat menyebabkan batalnya kesepakatan yang diperoleh. Dalam proses mediasi, masing-masing pihak diminta untuk menyampaikan keinginan-keinginan penyelesaian
masalahnya.
Dari
yang dipilih
(option) bagi
keinginan-keinginan
tersebut,
dilakukan negosiasi untuk memperoleh the best alternative to negotiation agreement (BATNA), yang merupakan the better solution dari opsi-opsi yang ditawarkan. Dengan sukarela maka dalam menyampaikan opsi-opsi maupun dalam melakukan negosiasi atau penawaran (offer) terhadap opsi tersebut, tidak terjadi kesesatan. Artinya, apa yang dimaksud di dalam kesepakatannya adalah apa yang akan diterima dan dilaksanakan oleh para pihak (Sanusi dan JT. Manafe, 2003: 33-36). 2) Independen dan Tidak Memihak (Independent and Neutrality) Penyelesaian sengketa melalui mediasi harus bebas pengaruh dari pihak manapun, baik dari masing-masing pihak, mediator maupun dari pihak ketiga. Untuk itu mediator harus independen dan netral. Independen berarti bebas dari pengaruh pihak manapun, sedangkan netral berarti mediator tidak boleh mempengaruhi para pihak dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
melakukan penawaran atau menyampaikan opsi-opsinya, namun demikian mediator boleh mengusulkan alternatif penyelesaian atas sengketa tersebut. Apabila mediator dapat menempatkan diri dalam kedudukan yang netral maka hasil negosiasi merupakan resultan dari opsi-opsi murni para pihak. Mediator tidak mempunyai kepentingan materiil apapun atas penyelesaian sengketa yang d iajukan. Ia hanya mencoba memfasilitasi para pihak agar mereka memperoleh penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak dengan melakukan negosiasi dengan para pihak secara adil. Oleh karena itu mediator tidak boleh berpihak pada salah satu pihak yang bersengketa (disputants). Namun dalam upaya negosiasi, seringkali sulit dihindari adanya intervensi dari mediator (authoritative mediator). Meskipun demikian, intervensi ini biasanya tidak berkaitan langsung dengan substansi sengketa, melainkan untuk meluruskan opsi-opsi yang disampaikan. Tujuannya agar kesepakatan (argreement) yang dicapai dapat dilaksanakan secara efektif (Sanusi dan JT. Manafe, 2003: 36-37). 3) Hubungan personal antar pihak (relationship) Didalam suasana hubungan yang baik akan tercipta suatu suasana saling percaya, saling menghormati diantara pihak-pihak yang terlibat dalam proses mediasi. Keadaan ini akan mempermudah komunikasi yang sangat diperlukan untuk melakukan negosiasi, agar tidak terdapat informasi yang tersembunyi atau yang disembunyikan
(lack-
informations). Untuk membangun suasana yang diperlukan tersebut, maka harkat dan martabat para pihak didudukkan pada posisi yang wajar. Dalam proses penyelesaian sengketa tersebut tidak boleh terjadi kesenjangan
status
yang
demikian
tajam.
Mediator
harus
mengupayakan bahwa semua pihak harus berada dalam posisi yang sejajar, dan tidak dipengaruhi oleh status sosial, ekonomi, kedudukan dalam birokrasi, dan sebagainya. Apabila kesenjangan tersebut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
berkembang di dalam proses mediasi, maka dapat dipastikan akan muncul pula informasi-informasi yang sesat. Hal ini disebabkan adanya penekanan, keseganan ataupun ketakutan-ketakutan oleh salah satu pihak kepada pihak lainnya. Akibatnya kesepakatan yang dihasilkan bukan merupakan penyelesaian yang terbaik, melainkan suatu penyelesaian sengketa yang semu. Hubungan antara para pihak (relationships) tidak hanya diperlukan dalam atau selama proses mediasi saja, melainkan juga diperlukan bagi pelaksanaan putusan penyelesaian tersebut dan sesudahnya. Hubungan para pihak diupayakan tetap terjaga meskipun persengketaannya telah selesai. In ilah yang menjadi alasan mengapa penyelesaian sengketa melalui mediasi bukan saja berupaya untuk mencapai solusi terbaik, tetapi juga solusi tersebut tidak mempengaruhi hubungan personal. Jadi ada pemisahan antara hubungan personal dengan hubungan persengketaan itu. Hal ini merupakan salah satu kelebihan yang lain dari alternatif penyelesaian sengketa melalui mediasi. Selain mediasi, boleh dikatakan hampir tidak ada penyelesaian sengketa yang tidak berpengaruh terhadap hubungan personal. Pada penyelesaian sengketa dengan menggunakan pendekatan hak atau hukum (rights), misalnya perkara-perkara di pengadilan. Para pihak yaitu penggugat dan tergugat dihadapkan
dalam
berhadapan
pihak
dengan
satu lain
keadaan dimana satu pihak sebagai
lawan.
Disini
akan
menghasilkan penyelesaian sengketa dalam konteks ‘menang dan kalah’. Penyelesaian yang demikian akan selalu meninggalkan ketidakpuasan dari pihak yang kalah atau dikalahkan. Pelaksanaan putusannya pun seringkali harus dilakukan secara paksa (eksekusi). Demikian
pula
penyelesaian
sengketa
dengan
pendekatan
kekuasaan atau power based. Didalamnya selalu terdapat paksaan, baik dalam bentuk penekanan-penekanan atau memaksakan kehendak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
sampai dengan paksaan secara fisik. Oleh karena itu hasilnya selalu meninggalkan ketidakpuasan bagi pihak yang dikalahkan. Dari uraian di atas, penyelesaian sengketa dengan menggunakan pendekatan hukum
(rights) maupun
kekuasaan
(power) tidak
memperhatikan aspek hubungan personal para pihak (relationships) yang bersengketa. Hal ini berbeda dengan penyelesaian sengketa melalui mediasi, dimana hubungan tersebut menjadi prinsip yang harus diperhatikan (Sanusi dan JT. Manafe, 2003: 37-39). 4) The Best Alternative to Negotiation Agreement (BATNA) BATNA merupakan alternatif terbaik dari opsi-opsi yang ditawarkan para pihak. Seorang mediator yang baik akan berusaha agar negosiasi terhadap opsi-opsi tersebut dapat menghasilkan suatu kesepakatan yang mampu mengakomodasi kepentingan para pihak secara proporsional. Penyelesaian sengketa dengan mediasi lebih merupakan solusi, penyelesaian atau jalan keluar terbaik daripada sekadar proses maupun hasil rumusan penyelesaian sengketanya itu sendiri (better solution than the best alternative to negotiation agreement). Hal ini dilihat dari keseluruhan proses, hasil dan dampak yang timbul sebagai akibat penyelesaian sengketa yang bersangkutan. Dari segi prosesnya, para pihak mempunyai kebebasan untuk mengemukakan opsi dan negosiasi terhadap pihak lainnya. Mereka lebih aktif dalam proses mencari titik temu atas perbedaan-perbedaan di antara para pihak. Jadi dalam proses mediasi para pihak mempunyai kedudukan yang penting sehingga hubungan personal di antara mereka harus tetap dijaga. Dari
aspek
hasil,
penyelesaian
sengketa
melalu i mediasi
merupakan resultan yang optimal dari keinginan dan kepentingan masing-masing
pihak
terhadap
obyek
sengketa.
Inilah
yang
dimaksudkan sebagai The Best Alternative to Negotiation Agreement (BATNA) tersebut di atas. Bahkan apabila dikaitkan dengan terpeliharanya hubungan personal di antara mereka, penyelesaian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
tersebut merupakan solusi atau jalan keluar terbaik terhadap perbedaan-perbedaan kepentingan mereka. Dari aspek dampak yang dicapai, maka penyelesaian sengketa melalui
mediasi
tersebut
disamping
mampu
menghasilkan
penyelesaian yang dapat mengakomodasi kepentingan para pihak secara optimal juga mempunyai keunggulan yaitu dengan tidak terganggunya. Hubungan personal atau relationships di atas. Hal ini tentu sangat berarti di dalam pergaulan sosial di masyarakat. BATNA b iasanya dihasilkan dari proses mediasi d imana mediator bersifat independen. Hal ini baru dapat dilakukan apabila karakteristik obyek sengketa sepenuhnya dalam lingkup kehendak bebas dan sepenuhnya dari para pihak. Artinya, penentuan putusan tersebut tidak dibatasi faktor-faktor ekstern, seperti peraturan perundang-undangan, nilai-nilai sosial, moral, etika dan sebagainya (Sanusi dan JT. Manafe, 2003: 39-42). 5) Menggunakan pendekatan kepentingan (Interest Based) Penyelesaian
sengketa
melalui
mediasi
berpedoman
pada
kepentingan masing-masing pihak. Kepentingan merupakan motif yang berada di balik sengketa yang terjadi. Interest are the motivations behind every demand. There are the needs, fears and wants of human being. It is different from a position. A position is merely one way to satisfy a set of interest (Anonim, bahan Alternative Dispute Resolution Training, FHUI-LRP-Aus Aid, 2003). Kepentingan seringkali dan hampir pasti tidak tampak pada sengketanya itu sendiri. Ia mungkin berada di balik sengketa, sehingga untuk mengetahui harus menggalinya lebih dahulu. Kepentingan merupakan motif, latar belakang, keinginan ataupun alasan dari pihakpihak yang bersengketa. Apabila orang bersengketa dan bersedia diselesaikan melalui lembaga mediasi, hendaknya dicari kepentingan masing-masing. Bukan tidak mungkin sengketa itu dilatarbelakangi oleh faktor hak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
saja, tetapi dapat disebabkan oleh faktor lain seperti harga diri, kebutuhan, penghargaan, balas dendam dan sebagainya. Faktor-faktor ini sebenarnya bukan faktor hukum, melainkan faktor-faktor sosial, ekonomi, agama, reputasi dan sebagainya. Karena sifatnya yang berada di bawah permukaan dari persoalan yang muncul menjadi sengketa tersebut maka penyelesaian sengketa melalui pendekatan hukum (rights) atau kekuasaan (power) saja seringkali
tidak
dapat
menyentuh
akar
permasalahannya.
Ini
menyebabkan sengketa tersebut tidak selesai dengan tuntas. Mediasi bekerja dengan prinsip pendekatan kepentingan. Artinya putusan mediasi baru mempunyai makna yang sebenarnya apabila putusan tersebut telah dapat dan didasarkan pada kepentingan para pihak tersebut. Tugas mediator harus menggali sebanyak mungkin kepentingan-kepentingan dari masing-masing pihak. Sebab apabila kepentingan tersebut tidak tergali maka akan sulit untuk menciptakan better solution. Mediator harus mampu: a) Menggali kepentingan (interest) para pihak. b) Mengklarifikasi kepentingan (interest) dari para pihak. c) Mengestimasi atau memprediksi kepentingan (interest) pihak lainnya. d) Mengestimasi dan memprediksi kepentingan (interest) pihak ketiga yang relevan dengan permasalahan tersebut. Jadi mengetahui kepentingan yang sebenarnya dari pihak-pihak yang bersengketa sangat diperlukan dalam suatu proses penyelesaian masalah melalui mediasi. Penyelesaian sengketa yang bersangkutan selalu harus disesuaikan dengan kepentingan yang dimaksud (interest based). Apabila hal ini luput dari peran mediator, bukan tidak mungkin hakekat penyelesaian sengketa tersebut telah bergeser dari pendekatan kepentingan (interest based) ke pendekatan hukum (rights based) atau bahkan ke pendekatan kekuasaan (power based) (Sanusi dan JT. Manafe, 2003: 43-44).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
d. Jenis Negosiasi Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, mediasi dilakukan melalui negosiasi-negosiasi. Dalam hal in i terdapat dua macam negosiasi, yaitu negosiasi kompetitif (competitive negotiation) dan negosiasi kooperatif
(cooperative negotiation).
Dalam
negosiasi kompetitif,
penyelesaian sengketa bertumpu pada positional dispute. Jadi focus permasalahannya yang akan diselesaikan. Oleh karena itu dikembangkan pendekatan penyelesaian dengan hukum (rights based). Yang penting disini
adalah
pokok
sengketa
tersebut
memperoleh
keputusan
penyelesaian, sehingga terdapat kepastian mengenai posisi obyek sengketa yang dimaksud. Disini tentu saja tidak mempertimbangkan faktor-faktor non-teknis di balik terjad inya sengketa tersebut. Para
pihak
menghendaki
bagaimana
sebesar
mungkin
kepentingannya dapat diakomodasi. Para pihak akan membandingkan alternatif-alternatif penyelesaian yang dapat mengakomodasi sebanyak mungkin kepentingan tersebut. Jadi sifat penyelesaian sengketa atau masalahnya masih diwarnai dengan keuntungan yang sebanyak mungkin dapat dicapai oleh salah satu pihak dalam sengketa d imaksud. Meskipun demikian dalam mediasi terhadap sengketa ini, prinsip-prinsip mediasi tetap harus mewarnai putusan penyelesaian sengketa yang bersangkutan. Hanya saja ada penekanan-penekanan tertentu dari prinsip-prinsip tersebut, sementara itu prinsip yang lain kurang diperhatikan. Apabila mengenai sengketa batas tanah misalnya, yang terpenting dalam negosiasi kompetitif ini adalah masalah tersebut selesai melalui mediasi,
dengan
cara
apakah
diperoleh
manfaat
yang
lebih
menguntungkan bagi para pihak. Tidak dipersoalkan apakah setelah penyelesaian tersebut, para pihak merasa puas atau tidak. Hal sebaliknya terjadi pada negosiasi kooperatif (cooperative negotiation). Penyelesaian sengketa mengutamakan kerjasama dari para pihak dan untuk keuntungan atau kemanfaatan di masa yang akan datang. Jadi dalam sengketa batas tersebut tidak semata-mata ditekankan pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
terdapatnya kepastian melainkan juga apakah penyelesaian dapat menciptakan kepuasan yang dapat diterima oleh para pihak, sehingga di masa yang akan datang itu tidak mengganggu interaksi atau hubungan personal di antara mereka. Disini mungkin akan terlihat pengorbanan salah satu pihak, demi mengakomodasi kepentingan p ihak lawannya. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa didasarkan pada akar permasalahan yang sebenarnya, dimana digunakan pendekatan kepentingan (interest based) (Sanusi dan JT. Manafe, 2003: 44-45). e. Tipe Mediator Negosiasi dalam rangka mediasi sebenarnya tidak asing dalam kehidupan kita sehari-hari. Hampir setiap orang melakukan atau pernah melakukan
mediasi
beranekaragamnya
ataupun kepentingan
negosiasi. manusia
Hal di
ini dalam
disebabkan pergaulan
bermasyarakat, sehingga menimbulkan persinggungan atau konflik kepentingan tersebut. Namun konflik telah dapat diselesaikan dengan mekanisme sosial sehingga kehidupan masyarakat kembali dalam keseimbangan. Dari sanalah muncul mediator-mediator atau negosiator alamiah. Dari kenyataan mediasi di lapangan, pada hakekatnya terdapat tiga macam tipe mediator. Masing-masing didasarkan pada perannya dalam menyelesaikan masalah yang diajukan kepadanya, yaitu: 1) Mediator Jaring Sosial (Social Network Mediator) Mediator ini sering dijumpai dalam kehidupan sosial masyarakat sehari-hari. Yang menjadi mediator biasanya tokoh-tokoh informal dalam masyarakat, misalnya ulama atau tokoh-tokoh agama lainnya, tokoh adat, tokoh pemuda dan sebagainya. Mereka biasanya diminta untuk menjadi mediator dalam permasalahan keluarga, rekan kerja, tetangga dan sebagainya. Mediator semacam
ini biasanya adalah
orang-orang yang
berwibawa, mempunyai pengaruh besar dalam masyarakat atau orangorang yang disegani. Kekuatan mediator di sini tumbuh dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
pengakuan sosial lingkungan masyarakatnya. Sebagai hal demikian maka orientasi penyelesaian sengketa yang diajukan kepadanya biasanya didasarkan pada nilai-nilai sosial yang berlaku. Itu berupa nilai-nilai keagamaan atau nilai religius dan sakral lainnya, adatkebiasaan, sopan santun, moral dan sebagainya. Mediator ini akan menggali kepentingan dari pihak-pihak yang bersengketa, namun sekaligus akan memberikan justifikasi dari aspek sosial tersebut di atas. Jadi putusan mediasi melalui mediator ini disamping dimaksudkan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi juga untuk mengembalikan keseimbangan nilai-nilai sosial yang dilanggar. 2) Mediator sebagai Pejabat yang Berwenang (Authoritative Mediator) Mediator authoritatif merupakan orang yang mempunyai posisi, potensi dan kapasitas pelaksanaan
yang kuat yang dapat mempengaruhi
dan hasil mediasi.
Dikatakan
authoritatif karena
kekuasaannya, mediator memberikan pendapat-pendapat yang akan mempengaruhi opsi, negosiasi serta putusan mediasi. Mediator jenis ini biasanya adalah pejabat-pejabat atau tokoh-tokoh formal yang mempunyai kompetensi di bidang sengketa yang ditangani. Dari pengertian ini maka authoritative mediator disayaratkan orang yang mempunyai pengetahuan yang cukup berkaitan dengan sengketa yang ditanganinya. Tujuannya agar dalam proses mediasi tersebut, mediator dapat memberikan pendapat jalan keluar yang tidak melanggar ketentuan yang berlaku bagi sengketa yang bersangkutan. Hal
ini
dimaksudkan
agar
putusan
sengketa
mediasi dapat
dilaksanakan secara efektif, baik dalam arti pelaksanaan fisik maupun tindak lanjut administrasinya (khususnya di bidang pertanahan). Bahwa meskipun mediasi menempatkan suatu penyelesaian sengketa pada kebebasan para pihak, namun putusannya harus tetap di dalam kerangka hukum. Bahwa penyelesaian sengketa tersebut tidak boleh menyebabkan dilanggarnya ketentuan-ketentuan hukum yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
menguasai obyek sengketa. Disinilah kewajiban mediator tersebut untuk mengarahkan kesepakatan-kesepakatan para pihak agar tidak melanggar
ketentuan
perundang-undangan.
Mediasi
ini sering
digunakan pula dalam penyelesaian sengketa pertanahan yang diajukan ke BPN. Instansi BPN yang menerima pengaduan atas sengketa tersebut dapat mengupayakan penyelesaian sengketa secara damai. 3) Mediator Independen (Independent Mediator) Mediator independen adalah mediator profesional, yaitu seorang yang berprofesi sebagai mediator atau orang-orang yang mempunyai legitimasi untuk melakukan negosiasi-negosiasi dalam proses mediasi. Ini bisa berupa konsultan hukum, arbiter, pengacara atau orang-orang lain yang ditunjuk secara resmi sebagai mediator umum. Sesuai dengan predikatnya, mediator ini menjalankan tugas dengan tidak memihak serta tidak mempengaruhi para pihak dalam proses negosiasi. Tugasnya memfasilitasi agar para pihak dapat menciptakan solusi penyelesaian sengketa yang terbaik. Untuk dapat berfungsi independen, sengketa yang diselesaikan harus merupakan sengketa mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundangundangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Ini artinya kedudukan obyek hak tersebut termasuk penguasaan dan pemilikannya tidak terpengaruh oleh faktor-faktor lain. Terhadap obyek sengketa tersebut dapat melakukan perbuatan apa saja, dengan batasan-batasan menurut undang-undang tersebut. Meskipun demikian dalam prakteknya, mediator juga tidak dapat menyerahkan sepenuhnya penyelesaian sengketa yang bersangkutan pada kehendak para pihak saja. Ia juga wajib menyampaikan hal-hal yang dapat membatasi isi putusan mediasi dan pelaksanaannya. Jadi meskipun independen, dalam batasan-batasan tertentu mediator dapat mempengaruhi opsi yang ditawarkan serta negosiasinya. Hal ini dimaksudkan agar kesepakatan yang dicapai dapat dilaksanakan secara efektif (Sanusi dan JT. Manafe, 2003: 46-48).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
3. Tinjauan tentang Sengketa Pertanahan a. Pengertian Sengketa Pertanahan Konflik yang secara umum sering juga diistilahkan sama dengan sengketa, sebenarnya dapat dijelaskan dari asal katanya. Konflik berasal dari conflict dalam bahasa inggris, sedangkan sengketa berasal dari kata dispute, yang keduanya berarti perselisihan dan percekcokan, serta pertentangan antara dua pihak atau lebih. Perbedaan keduanya adalah bahwa suatu konflik tidak akan berkembang menjadi suatu sengketa, apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasaan tidak puas atau keprihatinan. Sedangkan suatu konflik dapat menjadi sengketa, jika pihak yang tadinya merasa tidak puas dipendam perasaannya atau masih terbatas pada keprihatinan, kemudian berubah menjadi kejengkelan bahkan kerap kali berubah menjadi kemarahan yang diungkapkan langsung kepada pihak-pihak yang menjadi penyebab kerugian. Oleh karena itu, sengketa merupakan kelanjutan dari konflik yang tidak dapat diselesaikan (Agung Basuki Prasetyo, 2008: 142). Menurut kamus besar bahasa Indonesia, sengketa adalah segala sesuatu
yang
menyebabkan
perbedaan
pendapat,
pertikaian
atau
pembantahan timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang / badan) yang berisi keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Menurut Ali Achmad sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya (Ali Achmad Chomzah, 2003: 14). Menurut Rusmadi Murad sengketa adalah perselisihan yang terjadi antara dua belah pihak atau lebih karena merasa diganggu dan merasa dirugikan oleh pihak-pihak tersebut atas penggunaan hak dan penguasaan tanahnya, yang diselesaikan melalui musyawarah atau melalui pengadilan,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
sedangkan masalah pertanahan yang lebih bersifat tekn is, penyelesaiannya cukup melalui petunjuk-petunjuk teknis
kepada aparat pelaksana
berdasarkan kebijakan meupun peraturan yang berlaku (Rusmadi Murad, 1991: 22). Sedangkan menurut Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan Pasal 1 butir 1, disebutkan: sengketa tanah adalah perbedaan pendapat mengenai: 1) Keabsahan suatu pihak. 2) Pemberian hak atas tanah. 3) Pendaftaran hak atas tanah termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan instansi badan pertanahan nasional. b. Sifat Permasalahan Sengketa Pertanahan Sifat permasalahan dari suatu sengketa tanah secara garis besar ada empat macam (Rusmadi Murad, 1991: 23), antara lain: 1) Masalah atau persoalan yang menyangkut prioritas untuk dapat ditetapkan sebagai pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak; ataupun terhadap tanah yang belum ada hak di atasnya. 2) Bantahan terhadap suatu alas hak atau bukti perolehan yang digunakan sebagai dasar pemberian hak (berkaitan dengan masalah keperdataan). 3) Kekeliruan atau kesalahan pemberian hak yang d isebabkan karena penerapan peraturan yang kurang tepat ataupun tidak benar. 4) Sengketa atau masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial praktis yang bersifat strategis. c. Bentuk-bentuk Sengketa Pertanahan Menurut Maria S.W. Sumardjono secara garis besar peta permasalahan tanah dikelompokkan lima (Maria S.W. Sumardjono, 1982: 28), yaitu : 1) Masalah penggarapan rakyat atas tanah areal perkebunan, kehutanan, proyek perumahan yang ditelantarkan dan lain-lain; 2) Masalah yang berkenaan dengan pelanggaran ketentuan Landerform;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
3) Ekses-ekses penyediaan tanah untuk keperluan pembangunan; 4) Sengketa perdata berkenaan dengan masalah tanah; 5) Masalah yang berkenaan dengan hak ulayat masyarakat hukum adat. Dalam konteks tipologi, BPN membagi sengketa pertanahan dibagi menjadi sengketa penguasaan dan pemilikan, sengketa prosedur penetapan dan pendaftaran tanah, sengketa batas/letak bidang tanah, sengketa ganti rugi eks tanah partikelir, sengketa tanah ulayat, sengketa tanah obyek landreform, sengketa pengadaan tanah, dan sengketa pelaksanaan putusan (http://portaldaerah.bpn.go.id/Propinsi/Kalimantan-Selatan/Kotabanjarmasin/Artikel/Mediasi-Sengketa-Tanah.aspx). Selain
itu, Boedi Harsono
dalam
bukunya Arie Sukanti
Hutagalung, menyebutkan beberapa jenis masalah tanah yang dapat disengketakan yang terdiri dari (Ari Sukanti Hutagalung, 2002: 52): 1) Sengketa mengenai bidang mana yang dimaksud; 2) Sengketa mengenai batas-batas bidang tanah; 3) Sengketa mengenai luas bidang tanah; 4) Sengketa mengenai status tanahnya: tanah negara atau tanah hak; 5) Sengketa mengenai pemegang hak; 6) Sengketa mengenai hak yang membebaninya; 7) Sengketa mengenai pemindahan hak; 8) Sengketa mengenai penunjuk lokasi dan penetapannya untuk suatu proyek atau swasta; 9) Sengketa mengenai pelepasan / pembebasan tanah; 10) Sengketa mengenai pengosongan tanah; 11) Sengketa mengenai pemberian ganti kerugian; 12) Sengketa mengenai pembatalan hak; 13) Sengketa mengenai pemberian hak; 14) Sengketa mengenai pencabutan hak; 15) Sengketa mengenai pemberian sertifikat; 16) Sengketa mengenai alat-alat pembuktian adanya hak/perbuatan; dan/atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
17) Sengketa mengenai tanah waris, dan sengketa-sengketa lainnya.
B. Kerangka Pemikiran
Sengketa Pertanahan
Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali
Mediasi
Berhasil
Gagal
Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan mediasi dan solusi penyelesaiannya
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan: Setiap bidang tanah tidak lepas dari potensi-potensi permasalahan baik itu konflik, maupun sengketa. Sengketa tanah tersebut terjadi akibat berbagai faktor pemicu, dan hampir terjadi d i seluruh daerah di Indonesia, termasuk di Kabupaten Boyolali, yang akan menjadi concern utama penelitian ini. Atas keberadaan sengketa-sengketa yang ada di Kabupaten
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Boyolali, Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali sebagai lembaga yang legitimate khusus menangani permasalahan pertanahan memiliki urgensi untuk menyelesaikan sengketa-sengketa tersebut melalui berbagai upaya, salah satunya adalah melalui pelaksanaan mediasi. Dari pelaksanaan mediasi ini ada dua kemungkinan hasil yang akan ditemui, yaitu gagal atau berhasil, serta efektif ataupun tidak. Menarik untuk mengetahui kendalakendala apa saja yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dalam pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan, serta bagaimana solusi terbaik untuk mengatasi kendala-kendala tersebut . Jadi bisa disimpulkan bahwa concern penelitian ini akan ada pada bagaimana pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dan mengungkap kendala-kendala apa saja yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dalam pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan, serta bagaimana solusi terbaik untuk mengatasi kendala-kendala tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Pelaksanaan Mediasi Sengketa Pertanahan oleh Kantor PertanahanKabupaten Boyolali
Penyelesaian sengketa pertanahan dapat dilakukan melalui bermacammacam lembaga, termasuk oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali sendiri yang dilakukan oleh unit struktural menurut struktur organisasi maupun unit prosedural oleh Seksi Sengketa, Konflik, dan Perkara (SKP). Penanganan sengketa tersebut dilakukan dengan mekanisme yang pada pokoknya dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Penelitian Permasalahan Penelitian
masalah
pada
dasarnya
untuk
mengetahui
relevansi
permasalahan yang diadukan sebelumnya. Sebagaimana yang diutarakan oleh bapak Suprayogo selaku Kasie Perkara Pertanahan di Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan tindaklanjut proses penanganannya. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ditentukan bahwa apabila ternyata pengaduan yang bersangkutan tidak beralasan maka permasalahan tersebut harus ditolak. Kriteria untuk menentukan relevansi permasalahan tersebut didasarkan pada kompetensi pihak pengadu terhadap obyek masalah yang diadukan. Disamping itu juga didasarkan pada alasan materiil mengenai berkaitan dengan status tanah, kondisi obyektif di lapangan serta hal-hal lain yang harus memperoleh perlindungan hukum. Sebagai contoh meskipun secara historis pengadu mempunyai hubungan yang relevan dengan obyek yang dipermasalahkan akan tetapi karena kebijakan politik pertanahan, pengaduan yang bersangkutan tidak dapat dikabulkan; misalnya penuntutan pengembalian tanah (reclaiming action) atas tanah-tanah
obyek
Undang-Undang
Nomor
1
Tahun
1958
tentang
Penghapusan Tanah-tanah Partikelir, Undang-Undang Nomor 3 Prp. Tahun 1960 tentang Penguasaan Benda-benda Tetap Milik Perseorangan Warga-
commit to user 35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
negara Belanda, tanah swapraja dan sebagainya.Namun pada kenyataannya, di Boyolali sendiri tidak pernah terjadi penolakan atau tidak dikabulkannya pengaduan-pengaduan
yang
disampaikan
oleh
masyarakat
terkait
permasalahan pertanahan, hal ini karena Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali pada dasarnya berperan sebagai fasilitator mediasi, dan jika dalam pengaduan tersebut masih ada beberapa data yang kurang, Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dapat menjadi fasilitator dengan melakukan penelitianpenelitian terkait permasalahan yang ada. 2. Kompetensi Para Pihak Sebelum proses mediasi dilakukan perlu diteliti terlebih dahulu kewenangan dari para pihak yang bersengketa. Perlu diingat bahwa mediasi dimungkinkan karena para pihak dapat berbuat bebas terhadap kebendaan miliknya. Sebagaimana yang diutarakan oleh bapak Suprayogo selaku Kasie Perkara Pertanahan di Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali. Oleh karena itu kewenangan para pihak terhadap obyek sengketa sangat penting untuk diklarifikasi terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar putusan mediasi dapat dilaksanakan secara sukarela dan tidak ada keberatan lagi dari p ihak-pihak yang merasa dirugikan. Pertama, harus dipastikan terlebih dahulu hubungan hukum para pihak terhadap obyek sengketa. Mereka bisa sebagai pemilik maupun kuasanya. Apabila para pihak atau salah satunya tidak mempunyai hubungan hukum dengan obyek sengketa maka mediasi tidak dapat dilanjutkan. Sebagai pemilik pun juga harus diketahui apakah merupakan satu-satunya atau bersama-sama dengan pemilik yang lain. Dalam obyek sengketa merupakan milik bersama maka semua pihak yang terkait harus hadir, kecuali mereka memberi kuasa kepada salah satu. Untuk mengetahui hubungan hukum tersebut perlu diteliti identitas para p ihak dan identitas atau bukti-bukti dari obyek sengketa. Kedua hal ini harus terdapat hubungan keterkaitan secara langsung. Artinya, hubungan antara subyek (para pihak) dan obyeknya harus bersesuaian. Identitas subyek hak minimal harus tercantum dan termuat di dalam bukti tanah yang menjadi obyek sengketa. Dapat juga terjadi hubungan subyek dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
hubungan tersebut telah melalui proses derivatif yang belum tercatat di dalam bukti obyek tanahnya. Oleh karena itu perlu dilengkapi dengan bukti-bukti derivatifnya tersebut, misalnya dalam hal pewarisan harus ada surat keterangan waris. Kedua, apabila para pihak diwakili oleh kuasanya maka disamping identitas tersebut, perlu pula diteliti kewenangan yang diberikan oleh para pihak sebagai pemberi kuasa kepada penerima kuasa dimaksud. Sekiranya kewenangan penerima kuasa terbatas maka negosiasi yang dilakukan tidak boleh melampaui kewenangan yang diberikan. Hal ini mungkin dapat menimbulkan
kesulitan-kesulitan
dalam
proses
negosiasi.
Idealnya
kewenangan yang diberikan kepada kuasa bersifat penuh, mencakup perbuatan-perbuatan hukum yang dapat dilakukan oleh pemberi kuasa sepanjang
tidak
bertentangan
dengan
peraturan
perundang-undangan
(misalnya larangan kuasa mutlak). Meskipun pengurusan kepentingan para pihak dapat dikuasakan, tetapi dalam beberapa hal kehadiran pihak-pihak materiil sangat diperlukan. Dalam proses mediasi seringkali perlu diketahui keinginan pribadi dari para pihak atau akar permasalahan yang sebenarnya, sehingga negosiasi dengan kuasanya saja kurang memperoleh hasil yang maksimal. Kewenangan penerima kuasa tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis sehingga dapat dipergunakan sebagai
dokumen
penyelesaian
sengketa
yang
bersangkutan.
Tidak
dipenuhinya persyaratan kompetensi tersebut menyebabkan putusan mediasi menjadi error in persona. Bahwa kesepakatan hanya berlaku bagi para pihak yang membuatnya. 3. Musyawarah Setelah diketahui pokok permasalahan dan duduk permasalahannya maka Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dapat mengambil prakarsa untuk mempertemukan kedua belah pihak dalam sebuah forum musyawarah yang terdiri dari negosiasi-negosiasi dan mediasi. Sebagaimana yang diutarakan oleh bapak Suprayogo selaku Kasie Perkara Pertanahan di Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali. Upaya untuk mempertemukan kedua belah pihak ini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
merupakan wujud dari asas-asas umum pemerintahan yang baik dengan cara memberikan
kesempatan yang sama untuk menyatakan pendapatnya
berdasarkan asas audi et alteram partem. Tujuannya adalah untuk mengklarifikasi data yang ada pada masing-masing pihak dan untuk mengupayakan perdamaian. Untuk tujuan tersebut pertama-tama disiapkan dasar legitimasi tim yang akan melakukan mediasi. Namun tim ini bersifat tentatif, artinya tidak selalu dilakukan oleh tim khusus. Berdasarkan tugas pokok dan fungsinya, musyawarah atau mediasi dapat dilakukan oleh unit/pejabat struktural pada unit kerja terkait. Di tingkat pusat, mediasi tersebut biasanya dilakukan oleh Ketua Sekretariat Penanganan Sengketa Pertanahan sebagaimana dimaksud dalam PMNA/KBPN Nomor 1 Tahun 1999 atau oleh Sub Direktorat yang kewenangannya terkait sebagaimana dimaksud di dalam ketentuan-ketentuan atau pasal-pasal Keputusan Kepala BPN Nomor 6 Tahun 2001. Dalam hal perlu dibentuk tim khusus, maka diterbitkan Surat Keputusan Kepala BPN tentang Pembentukan Tim
Penyelesaian
Sengketa
dimaksud
dengan
keanggotaan dan tugas serta wewenangnya. Adapun kewenangan tim biasanya dirumuskan dengan cara menyiapkan bahan bagi penyelesaian sengketa dimaksud;
melaksanakan
musyawarah
atau
mediasi;
merumuskan
rekomendasi penyelesaian sengketa kepada Kepala BPN sebagai bahan pertimbangan
penyelesaian
sengketa
tersebut; dan melaporkan
hasil
musyawarah atau mediasi. Di Kabupaten Boyolali sendiri, tim penyelesaian sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dilaksanakan Seksi Sengketa, Konflik, dan Perkara (SKP) yang keanggotaannya terdiri dari Ketua (merangkap anggota), Sekretaris (merangkap anggota) dan Anggota-anggota. Namun apabila permasalahannya cukup besar dan kompleks, seperti halnya yang terjadi pada sengketa tanah di Desa Dukuh, Kecamatan Banyudono, antara Pemerintah Desa Dukuh melawan Perhimpunan Pendidikan Kristen Surakarta (PPKS) yang tercatat dalam Nomor Register Kasus: 1/I/2011, yang dapat dikatakan sebagai suatu kasus yang cukup besar karena jika dilihat dari luas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
tanah yang disengketakan, yaitu 4.420 m 2, maka kasus ini dapat dikategorikan demikian, selain itu kompleksitas dari kasus tersebut dapat menimbulkan efek negatif lain, seperti kenyataan bahwa kasus ini tidak hanya antara Pemerintah Desa Dukuh dengan PPKS saja, tetapi juga melibatkan Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali yang dinilai telah lalai melakukan tindakan yang mengakibatkan terjadinya cacat administrasi atas obyek tanah 4.420 m2 tersebut. Untuk kasus seperti Dukuh, tim ini tidak hanya terdiri dari Seksi Sengketa, Konflik, dan Perkara (SKP) saja, tetapi juga bisa melibatkan SeksiSeksi lain seperti Seksi Pendaftaran Hak, Seksi Survey, Pengukuran dan Pemetaan, Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan, dan Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan. Seksi-seksi seperti yang disebutkan tadi tidak hanya membantu untuk urusan teknis saja, namun memberikan masukan-masukan konstruktif untuk penyelesaian sengketa pertanahan melalui musyawarah dalam mediasi in i. Musyawarah merupakan bagian terpenting dari proses pelaksanaan mediasi, hal ini karena inti dari mediasi itu sendiri yang berupa kristalisasi dari beberapa musyawarah yang terjadi di dalamnya. Adapun proses musyawarah dapat dimulai dengan tahapan sebagai berikut (Sanusi dan JT. Manafe, 2003: 67): a. Persiapan Persiapan mediasi oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dimaksudkan adalah persiapan untuk mempertemukan kedua belah pihak. Tentu saja hal ini baru dapat dilakukan setelah diketahui pokok permasalahan serta duduk permasalahannya melalui sebuah pengaduan. Pengaduan masyarakat ditangani oleh Seksi Sengketa, Konflik, dan Perkara (SKP). Selanjutnya untuk mengetahui duduk permasalahannya, maka diadakan penelitian dengan meminta laporan-laporan dari pihakpihak.Maksudnya
agar
mereka
memperoleh
kesempatan
untuk
menyampaikan informasi, baik berupa sanggahan maupun memperkuat pengaduan. Disamping itu dimaksudkan pula sebagai upaya mewujudkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
transparansi penanganan sengketanya serta untuk memperoleh data yang obyektif. Berdasarkan laporan dan data lainnya dilakukan pengkajian untuk ditentukan proses penanganan sengketanya. Apabila permasalahannya telah mengandung kepastian maka ditindaklanjuti dengan memberikan putusan atau tanggapan terhadap pengaduan tersebut. Misalnya pengaduan tindaklanjut pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde), atau permintaan ganti kerugian atas tanah-tanah yang terkena ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-tanah Partikelir. Dikatakan bahwa pengaduan tersebut telah mempunyai kepastian antara lain karena penyelesaiannya hanya merupakan pelaksanaan dari putusan
yang
telah
ada.
Terhadap
putusan
pengadilan
tinggal
menindaklanjuti dengan pelaksanaan administrasinya. Demikian pula bagi permintaan ganti rugi tersebut, tinggal realisasinya saja, karena hal ini telah ditentukan di dalam Undang-Undang yang bersangkutan. Dalam hal sengketa tersebut penyelesaiannya masih belum mengandung kepastian. Artinya, penyelesaiannya tidak harus berupa putusan tertentu maka dapat dilakukan mediasi. Terhadap suatu sengketa yang putusannya sudah dapat ditentukan dan tidak dapat lain dari yang ditentukan itu, tidak dapat diselesaikan melalui lembaga mediasi. Apabila dilakukan juga, mediasi tersebut pada hakekatnya merupakan mediasi semu. Misalnya pengaduan yang putusannya ‘mau tidak mau’ harus
melalui
pembatalan
hak.
Mediasi
mengupayakan
penyelesaian
sengketa
disini
dengan
sifatnya
tidak
negosiasi-negosiasi,
melainkan hanya mengupayakan agar para pihak dapat menerima dengan sportif suatu putusan penyelesaian sengketa pertanahan. Para pihak tidak bebas lagi mengajukan penawaran atau negosiasi terhadap putusan tersebut. Hal yang dapat dilakukan para pihak, maksimal hanya menunda pelaksanaan putusan yang bersangkutan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Pelaksanaan putusan yang lain dari yang telah diputus, akan menyebabkan
pelanggaran
hukum,
misalnya
berdasarkan
putusan
pengadilan suatu hak atas tanah harus dibatalkan karena penerbitannya cacat hukum, dimana subyek haknya bukan satu-satunya pemilik tanah yang bersangkutan. Kasus ini biasanya terjadi dalam pewarisan tanah. Namun tidak jarang juga terjadi di atas tanah negara dimana disamping pihak yang tercatat di dalam buku tanah, masih terdapat pihak lain yang sebenarnya juga memperoleh prioritas untuk diberikan hak tanahnya.Pada kasus tersebut tidak dapat diselesaikan melalui mediasi yang sebenarnya. Bahwa putusan penyelesaian sengketa tersebut tidak boleh lain dari putusan pengadilan. Jadi harus tetap melalui pembatalan hak. Sebab apabila hal ini tidak dilaksanakan maka akan terdapat pelanggaran. Pertama, terjadi inkonsistensi penerapan hukum. Bahwa sengketa yang telah diputus oleh karena adanya kesepakatan, menjadi tidak dapat dilaksanakan. Kedua, terjadi penyelundupan hukum. Bahwa dengan pembatalan tersebut maka status tanahnya menjadi tanah negara. Dalam setiap pemberian hak tanah atas tanah negara pada prinsipnya dikenakan uang pemasukan dan bea perolehan hak tanah dan bangunan. Apabila kesepakatan tersebut ditolerir, artinya hak tanah yang semula menjadi obyek sengketa tidak dibatalkan maka ada penyelundupan hukum yang berupa hilangnya uang pemasukan kepada negara. Jadi kesepakatan yang dicapai pada hakekatnya untuk menyiasati agar pihak yang akan memperoleh hak tersebut, minimal tidak membayar uang pemasukan kepada negara. Setelah jelas permasalahannya dapat diselesaikan melalui mediasi maka dilakukan pemanggilan kepada pihak-pihak terkait. Selain itu juga ditentukan unit mana yang akan melakukan mediasi tersebut. Adapun persiapan-persiapan untuk melaksanakan mediasi, adalah: 1) Pembentukan tim penanganan sengketa Untuk melakukan mediasi, biasanya dibentuk tim khusus. Namun adanya tim tersebut tidak merupakan suatu keharusan. Adakalanya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
pejabat struktural yang berwenang dapat langsung menyelenggarakan mediasi. Untuk ditingkat BPN pusat, tim tersebut ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala BPN, dengan susunan keanggotaan terdiri dari: seorang ketua, seorang sekretaris dan beberapa anggota. Untuk tingkat daerah, seperti di Kabupaten Boyolali tim penanganan sengketa juga sama seperti di tingkat pusat, dan ditetapkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali. 2) Penyiapan bahan Selain persiapan prosedural, disiapkan juga bahan-bahan yang diperlukan
untuk
melakukan
mediasi
terhadap
pokok
persengketaannya. Sebelumnya tim mediasi harus telah memperoleh gambaran persengketaan dimaksud dalam bentuk resume maupun telaahan singkat. Hal ini dimaksudkan agar tim mediasi sudah menguasai substansi permasalahan yang akan diselesaikan. Hal ini sangat diperlukan karena mediasi terhadap sengketa pertanahan oleh Kantor pertanahan Kabupaten Boyolali bersifat authoritative. Artinya, mediator harus dapat meluruskan persoalan dan memberikan saran bahkan peringatan apabila kesepakatan yang diupayakan cenderung melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku di bidang pertanahan. Sejauh dalam kewenangan publik, mediator dapat melakukan campur tangan dalam proses negosiasi yang berlangsung. Misalnya apabila dengan kesepakatan tersebut akan merugikan kepentingan pemegang hak tanggungan, kepentingan ahli waris lain ataupun melanggar hakekat pemberian haknya (berkaitan dengan tanah redistribusi). 3) Undangan/Surat Panggilan Para pihak yang berkepentingan serta instansi yang terkait diundang oleh tim untuk mengadakan musyawarah penyelesaian sengketa dimaksud. Di dalam undangan harus dijelaskan pula acara yang akan dibahas dan para pihak atau pejabat instansi tersebut dapat diminta untuk membawa serta data atau informasi yang diperlukan. b. Memulai mediasi (beginning the mediation)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
1) Mengatasi hambatan hubungan antar pihak (relationship problems) Sebelum mediasi dimulai, sebaiknya dilakukan upaya untuk mengatasi masalah hubungan personal (relationship problems) dengan cara mencairkan suasana diantara kedua belah pihak yang bersengketa. Misalnya
dengan
melakukan
pembicaraan-pembicaraan
ringan
sehingga masing-masing pihak berada di dalam suasana yang akrab atau sekurang-kurangnya tidak kaku. 2) Penataan struktur pertemuan Dalam rangka memulai mediasi ini penting pula dipertimbangkan pengaturan teknis pertemuan berkaitan dengan posisi tempat duduk. Dari pengalaman yang sering dipergunakan, bentuk forum pertemuan berupa huruf U atau lingkaran dengan mediator diujung meja, namun bentuk-bentuk forum ini dapat disesuaikan berdasarkan kondisi tempat pertemuan. 3) Penjelasan peran mediator Upaya selanjutnya adalah menjelaskan peran mediator sebagai pihak ketiga yang tidak memihak. Upaya ini diperlukan agar para pihak bersedia menyampaikan informasi sebanyak-banyaknya. Dalam hal-hal tertentu, persoalan yang dibicarakan sebaiknya kehendak para pihak jangan dibatasi.Dalam rangka memulai mediasi ini dapat dikemukakan kedudukan para pihak dan kedudukan mediator sendiri. Kunci dari sesi ini adalah penegasan mengenai kesediaan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui mediasi dan oleh mediator Kantor Pertanahan. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa kedudukan mediator harus netral. Artinya tidak boleh memihak pada salah satu dari mereka. Namun demikian dalam hal-hal tertentu, berdasarkan kewenangannya (otoritas) mediator dapat melakukan intervensi maupun campur tangan dalam proses mencari kesepakatan dari persoalan-persoalan yang disengketakan. Campur tangan ini bukan merupakan keberpihakan mediator kepada salah-satunya, melainkan untuk menempatkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
kesepakatan yang hendak dicapai sesuai dengan hukum pertanahan. Jadi para pihak harus menyadari bahwa kedudukan Kantor Pertanahan yang memberikan fasilitas mediasi bersifat authoritatif. Hal ini perlu dipahami terlebih dahulu oleh para pihak agar tidak menimbulkan dugaan yang a priori sifatnya. 4) Klarifikasi para pihak Permulaan proses mediasi perlu diperhatikan benar-benar. Tidak jarang terjadi, karena permulaan yang kurang baik dapat menimbulkan rasa a priori pada salah satu pihak atau kedua-keduanya akan kesungguhan dan obyektivitas upaya penyelesaian sengketa dimaksud. Keadaan ini tentu akan menimbulkan kendala tersendiri bagi kelancaran berlangsungnya mediasi. Selain itu para pihak perlu mengetahui kedudukannya, hak dan kewajibannya. Dalam mediasi para pihak mempunyai kedudukan yang sama. Oleh karena itu semua ketentuan-ketentuan mediasi berlaku sama bagi keduanya. Demikian pula hak-hak dan kewajibannya. Masing-masing pihak berhak untuk memperoleh informasi yang disampaikan pihak lawan. Hal ini d imaksudkan agar apabila terdapat informasi yang dirasakan tidak benar, pihak lawan dapat membantah dan meminta klarifikasi. Sementara itu masing-masing juga wajib menghormati pihak
lainnya, demikian pula kepada mediator.
Kewajiban ini berlangsung sampai pada pelaksanaan kesepakatan yang dihasilkan. 5) Pengaturan pelaksanaan mediasi Dalam permulaan mediasi ini dapat dikemukakan aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat di dalam mediasi. Aturan-aturan tersebut dapat berasal dari inisiatif mediator, atau disusun baru berdasarkan kesepakatan para pihak. Aturan-aturan tersebut berlaku baik bagi mediator maupun para pihak. Penyimpangan terhadap aturan teresebut hanya dapat dilakukan dengan persetujuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
kedua belah pihak. Aturan-aturan tersebut antara lain untuk menentukan: a) Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh mediator. b) Aturan dan tata tertib diskusi dan negosiasi. c) Pemanfaatan sesi kaukus. d) Pemberian waktu untuk ‘berfikir’. Perumusan aturan tersebut mungkin akan mengundang perdebatan yang panjang. Namun bagi mediator yang sudah terbiasa melakukan tugas sebagai mediator, tidak sulit untuk mengatasi hal ini. c. Menyamakan pemahaman dan menetapkan agenda musyawarah (defining the issues and setting an agenda) Setelah permulaan mediasi tersebut dilalui maka tahap berikutnya adalah menentukan fokus permasalahan yang hendak diselesaikan dan menetapkan agenda pembicaraan. 1) Menyamakan pemahaman (defining the issues) Dalam rangka menyamakan pemahaman (defining the issues) tersebut para pihak diminta untuk menyampaikan permasalahannya serta opsi-opsi alternatif penyelesaian yang ditawarkan, sehingga ditarik benang merah permasalahannya agar proses negosiasi selalu terfokus pada issue tersebut. Dari opsi tersebut tidak tertutup kemungkinan permasalahannya,
terjadi
kesalah-pahaman
pengertian-pengertian
yang
baik terkait
mengenai dengan
sengketanya maupun hal-hal yang berkaitan dengan status tanah dan sebagainya. Misalnya mengenai pengertian status tanah negara dan individualisasi. Perbedaan-perbedaan yang terjadi harus diatasi sehingga para pihak akan mempunyai pemahaman yang sama mengenai persoalan yang hendak dibicarakan. Pembahasan, diskusi, musyawarah, maupun negosiasi terhadap suatu persoalan (issues) yang tidak sama pemahamannya hanya akan membuang-buang waktu dan akan menimbulkan kesesatan mengenai substansi hasilnya. Oleh karena itu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
upaya untuk menyamakan pemahaman mengenai berbagai hal tersebut sangat penting disepakati bersama. Tentu saja kesepakatan mengenai berbagai persoalan tersebut tidak boleh diserahkan sepenuhnya kepada para pihak. Pejabat Kantor Pertanahan harus memberikan koreksi apabila pengertian-pengertian persoalan yang disepakati tidak sesuai dengan
peraturan
perundang-undangan.
Dalam
suatu
diskusi,
musyawarah, atau komunikasi apapun, kesamaan pemahaman sangat diperlukan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesesatan, dimana apa yang dimaksud oleh satu pihak dipahami lain oleh pihak lawannya. Akibatnya
seandainya
berhasil
dicapai
kesepakatan
akan
mengakibatkan kesesatan atau kekhilafan mengenai obyeknya (error in subjectum). 2) Menetapkan agenda musyawarah (setting on agenda) Setelah
persoalan-persoalan
yang
dapat
menimbulkan
misinterpretasi diatasi maka barulah ditentukan agenda yang perlu dibahas. Tentu saja hal ini d ilakukan setelah diketahui persoalanpersoalan yang melingkupi sengketa yang bersangkutan. Menetapkan agenda musyawarah tidak kalah pentingnya dengan kegiatan lainnya. Hal ini dimaksudkan agar proses musyawarah, diskusi atau negosiasi dapat terarah dan tidak melebar atau keluar dari fokus persoalan. Mediator harus dapat menjaga momen pembicaraan, sehingga tidak terpancing atau terbawa oleh pembicaraan para pihak. Dengan telah disepakatinya persoalan yang hendak dimintakan penyelesaiannya, maka mediator menyusun agenda atau acara diskusi yang mencakup substansi permasalahan maupun alokasi waktu bahkan jadwal pertemuan berikutnya apabila diperlukan. Dalam menyusun agenda ini dapat dipergunakan
catatan-catatan
mediator atau
menuangkannya pada papan tulis. Penentuan
agenda
pembicaraan
harus
pula
memperoleh
persetujuan kedua belah pihak. Misalanya dalam sengketa tumpangtindih (overlapping) batas tanah, agenda yang akan dibahas antara lain:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
a) Batas tanah yang disengketakan. b) Penguasaan tanah yang disengketakan. c) Bangunan yang ada di atasnya, dan sebagainya. Ketiga persoalan tersebut harus dibahas satu-persatu dan terfokus. Selama proses mediasi, konsistensi pada persoalan yang dibicarakan harus tetap dipegang. Tidak diperkenankan misalnya, diskusi melebar sampai menyangkut kasus yang lain yang juga melibatkan kedua belah pihak, misalnya diskusi berkembang ke masalah pewarisan tanah di tempat lain yang kebetulan kedua belah pihak terikat pertalian darah, atau masalah-masalah tanah yang bersangkutan tidak dikuasai secara fisik atau bahkan masalah-masalah non teknis lainnya. Peran mediator untuk mengelola diskusi agar tetap terfokus sangat penting agar diskusinya tidak berlarut-larut. Persoalan (issue) pertama membahas batas tanah, yang tentu saja termasuk luasnya yang tumpang-tindih itu. Putusan terhadap persoalan yang pertama ini tentunya benar atau tidak batas tanah tersebut, dimana batas yang sebenarnya serta berapa luasnya. Pembahasan atau diskusi tidak akan berlanjut apabila belum terdapat putusan (yang disetujui oleh kedua belah pihak) mengenai hal ini. Persoalan kedua, penguasaan tanahnya. Setelah terdapat kejelasan mengenai persoalan yang pertama maka sebagaimana selanjutnya penguasaan tanah tersebut. Maksudnya, apakah tanah tersebut dikembalikan kepada yang seharusnya atau tetap dibiarkan dikuasai menurut keadaan nyata (existing). Demikian pula prestasi dan kontraprestasi atau kompensasi kepada yang pemiliknya. Persoalan ketiga, status bangunan. Apabila batas tanahnya dikembalikan kepada yang seharusnya. Harus pula dibicarakan mengenai bangunan yang berada di atasnya. Apakah dilakukan pembongkaran, dengan ganti kerugian atau tidak maupun kewajiban siapa yang harus membongkarnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Persoalan-persoalan tersebut dan pembahasan lanjutannya sangat bervariatif. Masing-masing persoalan dapat berkembang sesuai dengan hasil diskusi. Disamping menetapkan persoalan-persoalan yang akan dibahas,
perlu
pula
perencanaan
jadwal
waktu
pembahasan.
Kemungkinan mediasi tidak dapat dilakukan dalam satu atau dua kali pertemuan. Hal ini dimaksudkan agar putusan yang diambil dapat mencerminkan obyektivitas dan memenuhi kepentingan kedua belah pihak. Disamping itu penentuan jadwal diskusi atau negosiasi pada hari yang lain, memberikan waktu kepada para pihak untuk merenungkan kembali hal-hal yang dapat dicapai dalam kesepakatan yang dihasilkan atau mendiskusikannya dengan pihak-pihak lain yang dirasakan perlu. Putusan mediasi hendaknya bukan terkesan sebagai penyelesaian sengketa yang diputus dengan terburu-buru. d. Identifikasi kepentingan (identifying the interest of the disputants) Berdasarkan permasalahan yang disampaikan para pihak maka dilakukan identifikasi untuk menentukan pokok permasalahan yang sebenarnya serta relevansinya untuk dilakukan negosiasi. Selain itu, pokok permasalahan perlu diketahui untuk dijadikan masukan dalam pendataan di Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali, d imana dari hasil pendataan terkait pokok permasalahan pertanahan yang terjadi di boyolali, diperoleh data terkait jumlah pokok permasalahan dalam kurun waktu 2009, 2010, dan 2011 dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel 1: Jumlah Pokok Permasalahan Pertanahan di Kabupaten Boyolali pada Tahun 2009, 2010, dan 2011. No 1.
2.
Tahun
Sengketa
Konflik
Perkara
Jumlah
2009
9
-
6
15
2010
12
-
5
17
3.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
2011 Jumlah
9
1
3
13
30
1
14
45
Sumber: Seksi Sengketa, Konflik, dan Perkara Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali. Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa jumlah pokok permasalahan pertanahan yang terjadi di Boyolali mengalami fluktuasi dalam tiga tahun terakhir. Jumlah permasalahan yang paling tinggi terjadi pada tahun 2010 dengan 17 (tujuh belas) pokok permasalahan yang terdiri dari 12 (dua belas) sengketa dan lima perkara. Sedangkan jumlah permasalahan paling sedikit terjadi pada tahun 2011 yang lalu dengan 13 (tiga belas) permasalahan, terdiri dari sembilan sengketa, satu konflik, dan tiga perkara. Sedangkan pada tahun 2009 sendiri tercatat ada 15 (lima belas) permasalahan, sehingga jika dijumlahkan seluruhnya maka dari tiga tahun terakhir terjadi 45 (empat puluh lima) permasalahan pertanahan yang terjadi di Kabupaten Boyolali. Tabel 2: Jumlah Kasus berdasarkan Tipologi Permasalahan Pertanahan di Kabupaten Boyolali pada Tahun 2009, 2010, dan 2011. No 1.
Tipologi
2009
2010
2011
Jumlah
penguasaan pemilikan
14
9
-
23
-
2
-
2
-
2
3
5
1
-
1
2
-
-
1
1
tanah Penetapan hak dan
2.
pendaftaran tanah Batas dan/atau letak
3.
bidang tanah Pelaksanaan putusan
4.
pengadilan Tumpang tindih
5.
(overlapping)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Waris
-
4
5
9
Lain-lain
-
-
3
3
15
17
13
45
6. 7. jumlah Sumber: Seksi Sengketa, Konflik, dan Perkara Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali. Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa dari beberapa tipologi permasalahan pertanahan yang terjadi d i Kabupaten Boyolali dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, permasalahan penguasaan pemilikan tanah menjadi jenis permasalahan yang paling banyak terjadi dengan 23 (dua puluh tiga) kasus, dengan rincian 14 (empat belas) kasus terjadi di 2009, dan sembilan kasus di 2010. Sedangkan tipe permasalahan yang paling sedikit terjadi dalam kurun waktu tiga tahun terakhir adalah permasalahan tumpang tindih (overlapping). Permasalahan tumpang tindih ini hanya terjadi satu kali dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, tepatnya pada tahun 2011. Kasus tumpang tindih yang dimaksud merupakan konflik yang terjadi di kecamatan Banyudono, Kab. Boyolali yang disebabkan oleh penerbitan sertip ikat hak pakai diatas lahan yang masih bersertipikat hak guna bangunan. Pokok permasalahan tersebut harus selalu menjadi fokus proses mediasi selanjutnya. Apabila terdapat penyimpangan maka mediator dapat mengingatkan untuk kembali pada fokus permasalahan. Setelah dipero leh duduk permasalahan yang sebebarnya (dalam kasus di atas misalnya benar telah terjadi tumpang-tindih/overlapping), tugas mediator untuk menggali kepentingan yang terdapat di balik persoalan yang muncul ke permukaan tersebut. Jadi kepentingan para pihak bukan pokok sengketa yang muncul, melainkan motif, latar belakang atau persoalan-persoalan yang berada dibalik sengketa dimaksud. Sebagaimana kasus tumpang-tindih batas tanah di atas, meskipun pengaduan atau sengketa yang diajukan mengandung kebenaran, tetapi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
penyelesaiannya mungkin tidak harus dilakukan eksekusi batas tanah. Penyelesaian sengketanya dapat berbentuk lain, misalnya: 1) Batas tanah tetap dikembalikan tetapi atas bangunan pihak lain, diberikan kompensasi. 2) Tanah yang overlapping tersebut direlakan untuk diberikan kepada yang secara existing menguasainya. 3) Tanah yang menjadi obyek sengketa dibeli oleh yang menguasainya, dan sebagainya. Ini dapat dinegosiasi setelah kepentingan para pihak (interest) diketahui. Dengan diketahuinya kepentingan masing-masing pihak berkaitan dengan sengketa tersebut maka banyak cara untuk menetapkan penyelesaian sengketanya. Namun apapun bentuk penyelesaian yang disepakati, kedua belah pihak memperoleh keuntungan, misalnya dengan diberikannya ganti rugi, maka tanah yang menjadi obyek sengketa tidak perlu dikembalikan. Pihak yang berhak atas tanah tersebut mendapat keuntungan dengan memperoleh ganti rugi sedangkan pihak lawannya juga mendapat keuntungan dengan tidak dibongkarnya bangunan miliknya. Kepentingan yang dijadikan fokus mediasi, dapat menentukan kesepakatan penyelesaiannya. Oleh karena itu, kepentingan tersebut tidak perlu harus selalu dilihat dari aspek hukum saja, melainkan dapat dari aspek-aspek lain sepanjang memungkinkan dilakukan negosiasi dan hasilnya tidak melanggar hukum. Dalam hal ini kemampuan mediator menggali kepentigan, menawarkan opsi-opsi penyelesaian serta melakukan negosiasi sangat berperan dalam menentukan substansi kesepakatan. e. Generalisasi opsi-opsi para pihak (generating options for settlement) Setelah semua pihak mengemukakan opsi-opsi sebagai alternatif yang diminta maka dilakukan generalisasi alternatif-alternatif tersebut sehingga terdapat hubungan antara alternatif dengan permasalahannya. Dengan generalisasi ini maka terdapat sekelompok opsi yang tidak dibedakan dari siapa yang manyampaikan tetapi bagaimana cara menyelesaikan opsi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
tersebut melalui negosiasi. Dengan generalisasi opsi (maupun alternatif yang ditawarkan) maka proses negosiasi menjadi lebih mudah. Opsi adalah sejumlah tuntutan dan alternatif penyelesaian terhadap sengketa dalam suatu proses mediasi. Opsi tersebut ditawarkan setelah duduk permasalahan yang sebenarnya diketahui. Kedua belah pihak dapat mengajukan opsi-opsi penyelesaian yang diinginkan. Selain itu dalam mediasi authoritatif, mediator juga dapat mengemukakan opsi atau alternatif penyelesaian yang lain. Generalisasi opsi yang dipilih misalnya: batas tanah tetap dibiarkan untuk dikuasai seperti keadaan secara nyata (existing), namun pihak yang seharusnya berhak, meminta ganti rugi. Disinilah akan dilaku kan negosiasi-negosiasi tersebut secara intensif guna memperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi yang dimaksud. Jadi kegiatan dalam generalisasi ini, telah terfokus pada pemilihan opsi penyelesaian sengketa yang akan dinegosiasi realisasinya. Dalam momen ini, mediator harus ekstra hati-hati, karena proses diskusi yang tidak terkendali akan menyebabkan
opsi
yang
telah
disepakati
menjadi
batal,
dan
berlangsungnya mediasi akan menjadi lebih sulit, karena persoalan yang telah disepakati menjadi mentah kembali. Bukan tidak mungkin salah satu pihak meminta ganti kerugian yang tinggi, karena dia menyadari posisinya di pihak yang menang. Sebaliknya pihak lawan terpaksa mengalah atau menolak opsi yang telah disepakati di atas. Dalam situasi inilah seringkali diperlukan seorang yang berwibawa atau mempunyai pengaruh kuat kepada para pihak sebagaimana fungsi mediator jaring sosial (social network mediator). Jadi generalisasi terhadap opsi-opsi dilakukan untuk proses negosiasi sehingga akan mengarah pada kesepakatan yang mungkin dapat dicapai. Tawar-menawar opsi dalam tahap ini biasanya berlangsung sangat alot, dan tidak tertutup kemungkinan akan terjadi dead-lock. Disinilah seorang mediator harus menggunakan sesi pribadi (private session atau caucus) di atas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Tahap ini merupakan tahap terpenting dalam proses mediasi. Adapun kegiatannya adalah negosiasi dengan cara tawar-menawar terhadap opsiopsi yang telah ditetapkan. Bukan tidak mungkin dalam proses tersebut terjadi kondisi yang tidak diinginkan. Dalam hal ini mediator harus mengingatkan para pihak tentang maksud dan tujuan serta fokus permasalahan yang dihadapi. Sesi untuk berbicara secara pribadi dengan salah satu pihak, harus sepengetahuan dan dengan persetujuan pihak lawan. Untuk perlakuan yang adil pihak lawan harus juga diberikan kesempatan untuk menggunakan sesi pribadi yang sama. Proses negosiasi seringkali harus dilaku kan berulangkali dalam waktu yang berbeda. Untuk itu penetapan waktu harus memperhatikan kepentingan para pihak secara seimbang. Hasil dari tahap ini adalah serangkaian daftar opsi yang dapat dijadikan alternatif penyelesaian sengketa yang bersangkutan. f. Penentuan opsi yang dipilih (assesing settlement options) Setelah diperoleh daftar opsi tersebut maka dilakukan pengkajian terhadap opsi-opsi tersebut oleh masing-masing pihak. Mereka akan menentukan menerima atau menolak opsi dimaksud. Untuk menentukan keputusannya, tentu saja mereka akan menghitung keuntungan dan kerugiannya bagi masing-masing pihak. Dalam kegiatan ini dimungkinkan para pihak melakukan konsultasi dengan pihak ketiga seperti pengacara atau penasehat hukumnya. Demikian pula mediator maupun para pihak dapat meminta keterangan mengenai posisi opsi-opsi tersebut kepada pakar di bidang yang bersangkutan. Sebagaimana maksud dari mediasi untuk memperoleh putusan yang win-win solution, maka seorang mediator harus mampu mempengaruhi para pihak untuk tidak menggunakan kesempatan guna menekan pihak lawan. Disini diperlukan perhitungan dengan pertimbangan-pertimbangan logis-rasional dan obyektif untuk merealisasi kesepakatan terhadap opsi yang dipilih tersebut. Dalam kasus sebelumnya, yaitu menentukan bentuk dan besarnya ganti rugi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Banyak cara untuk menghitung seberapa besar ganti rugi rasional yang harus diberikan, misalnya: 1) Tidak dihitung berdasarkan seberapa besar keuntungan yang dapat diperoleh, seandainya tanah tersebut tidak dikuasai pihak lawannya. Tetap i dapat dipertimbangkan pula seberapa besar pengorbanan yang telah dikeluarkan oleh pihak lawan itu selama menguasai tanah dimaksud. 2) Itikad baik salah satu pihak pada waktu memperoleh tanah tersebut. 3) Seberapa besar pengaruh keuntungannya terhadap salah satu pihak, apabila tanah tersebut dikembalikan atau
tidak dikembalikan
kepadanya, dan sebagainya. Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka suatu pihak tidak akan memanfaatkan kesempatan untuk menekan pihak lainnya. Oleh karena itu kemampuan mediator akan diuji untuk melakukan negosiasi dalam sesi ini. Dengan berbekal pada kepentingan (interest) para pihak, pemilihan opsi dan negosiasi alternatif penyelesaiannya harus selalu dikembalikan pada kepentingan tersebut, misalnya apabila kepentingannya hanya masalah rasa tersinggung pribadi, mengapa harus meminta ganti kerugian yang sangat tinggi. Bukankah dengan memperbaiki hubungan personal, sebenarnya kepentingannya sudah terpenuhi. Hasil dari kegiatan ini adalah berupa putusan mengenai opsi yang diterima kedua belah pihak, namun demikian hal ini belum final. Artinya, pada prinsipnya masing-masing pihak menerima opsi-opsi tertentu, namun konsekuensi dari penerimaan tersebut masih harus dibicarakan lebih lanjut, misalnya apabila opsi yang dapat diterima berupa: ‘batas tanah dibiarkan seperti semula sehingga bangunan yang terdapat di dalam batas tanah tersebut tidak perlu dibongkar’, selanjutnya apa konsekuensi dari opsi ini, masih harus dilakukan musyawarah ataupun negosiasi lagi dalam tahap negosiasi akhir. g. Negosiasi akhir (final bargaining)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Kegiatan ini merupakan proses negosiasi terhadap tindak-lanjut sebagai konsekuensi dari opsi yang telah diterima oleh kedua belah pihak. Setelah diketahui opsi-opsi yang diterima maka bersama-sama dilakukan negosiasi final yang merupakan kesepakatan para pihak, yang sebenarnya hanya merupakan klarifikasi untuk memperoleh ketegasan mengenai opsi yang telah disepakati bagi penyelesaian sengketa dimaksud. Hasil dari tahap ini adalah putusan penyelesaian sengketa yang merupakan kesepakatan dari para pihak yang bersengketa. Jadi secara anatomis, kesepakatan tersebut pada pokoknya berisi mengenai opsi yang diterima, hak dan kewajiban para pihak. Untuk menegaskan kesepakatan yang dicapai perlu diklarifikasi kembali kepada para pihak. Dengan klarifikasi tersebut, diharapkan para pihak akan memahami kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai, menyadarinya untuk kemudian menumbuhkan niat untuk secara sukarela melaksanakannya. Penegasan tersebut diperlukan agar para pihak tidak ragu-ragu lagi akan pilihannya untuk menyelesaikan sengketa dimaksud. Dengan demikian secara teknis kesepakatan tersebut tidak mengandung kelemahan yang dapat mengganggu pelaksanaannya di lapangan. Namun terkadang dalam tahap ini bisa terjadi negosiasi yang gagal dikarenakan
para
pihak
tidak
menemukan
kesepakatan
yang
menguntungkan kedua belah pihak atau masing-masing pihak berikeras terhadap opsinya sendiri. Kegagalan seperti ini masih ditemukan dalam pelaksanaan mediasi oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali, dari data yang ada jumlah mediasi yang berhasil atau mencapai kata sepakat, dan yang gagal adalah sebagai berikut: Tabel 3: Jumlah penyelesaian kasus pertanahan di Kabupaten Boyolali oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali pada Tahun 2009, 2010, dan 2011. No
Tahun
Selesai
Tidak selesai
2009
5
10
1.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
2010
1
16
2011
4
9
10
35
2. 3. Jumlah
Sumber: Seksi Sengketa, Konflik, dan Perkara Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali. Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa dari tiga tahun terakhir, penyelesaian kasus yang paling banyak berhasil atau selesai adalah pada tahun 2009 dengan lima kasus pertanahan yang selesai. Sedangkan penyelesaian kasus yang paling sedikit adalah pada tahun 2010, dengan hanya satu kasus yang selesai. Sedangkan untuk kasus yang tidak terselesaikan, paling banyak terjadi pada tahun 2010 dengan 16 (enam belas) kasus, dan paling sedikit terjadi pada tahun 2011 dengan hanya sembilan kasus. Secara keseluruhan jumlah kasus yang tidak terselesaikan lebih banyak dibanding kasus yang terselesaikan, yaitu 35 (tiga puluh lima) kasus berbanding 10 (sepuluh) kasus. h. Formulasi kesepakatan penyelesaian sengketa (formalizing settlement) Kesepakatan final tersebut dirumuskan dalam bentuk kesepakatan atau agreement. Dengan tercapainya kesepakatan dimaksud maka secara substantif mediasi telah selesai. Sedangkan tindak-lanjut pelaksanaannya di bidang pertanahan menjadi kewenangan pejabat tata usaha negara. Dalam
rangka
penyelenggaraan
mediasi tersebut
setiap
kegiatan
hendaknya dicatat. Biasanya dibuat dalam bentuk notulen yang ditandatangani notulis dan mediator. Hasil mediasi dilaporkan kepada pejabat yang berwenang untuk ditindak-lanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Formalisasi suatu kesepakatan dituangkan secara tertulis dengan menggunakan format perjanjian. Demikian pula bukti-bukti dari proses berlangsungnya mediasi serta kesepakatan-kesepakatan yang diperoleh.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Untuk itu dalam setiap kegiatan mediasi perlu dibuatkan berita acara atau notulis dari mediasi yang berlangsung. Agar mempunyai kekuatan mengikat maka berita acara tersebut harus ditandatangani pula oleh para pihak serta mediator. Selain itu, kesepakatan yang termuat dalam perjanjian perlu untuk memperhatikan kesesuaian substansinya dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, sebab salah syarat sahnya perjanjian adalah suatu sebab yang halal, yakni suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh peraturan perundang-undangan dan/atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.
B.
Kendala-kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali
dalam pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan, serta solusi untuk mengatasi kendala-kendala tersebut 1. Kendala-kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dalam pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan. Sebagaimana yang diutarakan oleh bapak Suprayogo selaku Kasie Perkara Pertanahan di Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali, kendala-kendala yang dimaksud antara lain: a. Kendala dari para pihak. 1) Sebagian pihak memandang Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dapat menyelesaikan seluruh permasalahan yang diadukan dalam mediasi, dan mampu memberikan putusan yang adil untuk kedua belah pihak meski para pihak tidak mengutarakan opsi-opsi penyelesaian yang seharusnya ada untuk menjamin obyektifitas hasil putusan. Fenomena ini menjadi kendala tersendiri karena semua permasalahan yang penyelesaiannya dilakukan secara mediasi dipasrahkan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali untuk diselesaikan secara adil, dan para pihak hanya tinggal melaksanakan putusan atau kesepakatan itu jika dirasa tidak merugikan kepentingannya. Intinya para pihak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
tidak terlibat atau melibatkan diri secara aktif dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi tersebut. 2) Sebagian pihak tidak memahami fungsi dan tujuan mediasi, yaitu untuk menghasilkansuatu rencana atau kesepakatan kedepan yang dapat diterima dandijalankan oleh para pihak yang bersengketa. Selain itu,
jugamempersiapkan
para
pihak
yang
bersengketa
untuk
menerimakonsekuensi dari keputusan yang mereka buat dengan mengurangikekhawatiran dan dampak negatif lainnya dari suatu konflik, karena parapihak yang bersengketa telah dibantu untuk mencapai konsensus melalui mediasi. Karena kurangnya pemahaman pihak terkait fungsi dan tujuan mediasi sebagaimana disebutkan diatas, maka tidak jarang terjadi mislead atau kesalahpahaman di antara para pihak bahkan dengan mediatornya sendiri, dan ini akan mempengaruhi kesepakatan-kesepakatan yang akan dilaksanakan. Ketidakpahaman atas fungsi dan tujuan mediasi ini juga dapat berakibat tidak ditemukannya titik temu dari permasalahan yang disengketakan tersebut, sehingga mediasi tersebut berhenti di tengah jalan dan pada akhirnya sengketa tersebut dibawa ke jalur litigasi
atau
pengadilan
yang
putusannya
memiliki
kekuatan
eksekutorial. 3) Pihak-pihak masih ada yang ingin menang sendiri dan bersikukuh mempertahankan argumentasi masing-masing, serta terkesan hanya menuntut haknya saja tanpa mau melaksanakan kewajiban-kewajiban hukumnya sendiri dan juga memperhatikan hak-hak dari pihak lawannya. Kondisi ini memang sesuatu yang manusiawi bagi pihakpihak, namun tetap saja perlu pembatasan-pembatasan yang tegas antara wilayah hukum masing-masing pihak. Dalam kondisi inilah peran mediator sangat diharapkan untuk dapat mengambil alih arah pelaksanaan mediasi yang dijalankan agar tidak mengikuti keinginan atau ‘jalan cerita’ salah satu pihak yang ingin menang sendiri tanpa memperhatikan kerugian pihak lawannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
4) Pihak-pihak masih ada yang tidak bisa atau tidak mau dipertemukan dalam mediasi dengan berbagai alasan. Seperti terkait masalah waktu dan tempat pelaksanaan mediasi. Ada pihak yang tidak datang karena waktu dan tempat tidak sesuai dengan dengan yang diinginkannya, atau memandang tempat pelaksanaannya tidak netral dan dapat mempengaruhi hasil kesepakatan mediasi karena bisa saja terjadi tekanan-tekanan dari pihak lawan dan pendukungnya. Selain itu juga ada pihak yang tidak ingin dimediasi dengan alasan hanya ingin menyelesaikan sengketa yang ada melalui jalur hukum atau melalu i pengadilan serta menganggap opsi yang ditawarkan dari pihaknya merupakan opsi yang terbaik. Pihak-pihak seperti ini menilai mediasi tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat dan lemah dalam hal eksekusinya. Kasus pihak yang tidak mau dimediasi terjadi untuk kasus tumpang tindih atau overlapping Hak Guna Bangunan dengan Hak Pakai di desa Dukuh, Kecamatan Banyudono, Boyolali yang tercatat dalam Kasus Pertanahan Register Nomor 1/I/2011. Pihak Desa Dukuh beranggapan opsinya agar proses peralihan HGB ditangguhkan sampai berakhirnya hak tersebut, dan mengklaimnya sebagai asset desa merupakan opsi terbaik bagi semua pihak. 5) Pihak-pihak masih ada yang mengerahkan kekuatan massa dalam jumlah besar selama proses pelaksanaan mediasi tengah berlangsung. Tindakan-tindakan seperti ini ditujukan untuk mempengaruhi jalannya mediasi dimana tekanan-tekanan yang berasal dari massa diharapkan berdampak pada pihak lawan untuk mengikuti keinginan dan kepentingan pihak yang mengarahkan massa tersebut, sehingga jalannya mediasi tidak obyektif lagi. Tekanan-tekanan dan intimidasi tersebut tidak hanya ditujukan terhadap pihak lawan, tetapi juga kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali sebagai mediator sengketa
pertanahan.
Harapannya
agar
mediator
dari Kantor
Pertanahan Kabupaten Boyolali ini lebih mendengarkan pihak dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
massa yang besar tadi sehingga kesepakatan yang dihasilkan pada akhirnya lebih menguntungkan pihak tersebut. Tidak hanya intimidasi maupun tekanan, terkadang massa yang dikerahkan juga melakukan paksaan-paksaan, baik kepada pihak lawan maupun mediator dari Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali untuk mengikuti keinginan mereka dengan melaksanakan apapun yang dianggap menguntungkan bagi mereka tanpa memandang untung rugi bagi pihak lawan. Kejadian seperti ini pernah terjadi seperti kasus tumpang tindih hak di desa Dukuh. 6) Pihak-pihak ada yang tidak segera melaksanakan hasil kesepakatan yang diraih dalam proses mediasi. Kondisi-kondisi seperti ini terjad i karena beberapa sebab, seperti pihak yang seharusnya melaksanakan suatu kewajiban hukum dalam kesepakatan tersebut merasa terpaksa untuk menyetujui opsi-opsi yang ditawarkan pihak lawan. Oleh karena itu pihak yang mendapat tekanan dan paksaan itu merasa kesepakatan yang dihasilkan tersebut cacat hukum dan tidak mau untuk segera melaksanakannya. Pihak-pihak seperti ini biasanya lebih memilih jalur hukum karena dinilai lebih formal dan mengikat. Ini tidak terlepas dari anggapan beberapa pihak yang menyatakan putusan dari mediasi tidak mengikat, karena tidak dikeluarkan oleh pejabat atau instansi yang berwenang dan memiliki legitimasi yang kuat. b. Kendala dari Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali. 1) Dalam pelaksanaan mediasi, kendala yang dirasa sangat menyulitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali adalah ketika menghadapi sebuah sengketa, alat-alat bukti yang diberikan oleh pihak-pihak yang terlibat tidak mencukupi atau kurang untuk dapat menyelesaikan sengketa yang dihadapi. Misalnya ketika terjadi permasalahan terkait jual beli tanah yang dilakukan secara di bawah tangan, dan pihak yang berkepentingan secara langsung telah meninggal, saksi-saksi yang melihat dan menyaksikan kesepakatan jual beli tersebut ternyata juga tidak ada, ini akan menjadi permasalahan tersendiri karena saksi-saksi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
tersebut sangat diperlukan untuk menentukan keabsahan jual beli tersebut. Beberapa alat bukti lain yang biasanya diperlukan dalam proses mediasi adalah seperti Buku C Desa, Surat Penguasaan Fisik, Surat Pernyataan Kesaksian, Surat Pernyataan dari Kepala Desa, Surat Keterangan Waris, Surat Kematian, Surat Keterangan Pembagian Waris, Akta Jual Beli, Saksi-saksi, serta surat-surat dan alat-alat bukti lain yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi ini. c. Kendala terkait putusan mediasi. 1) Kendala yang dirasakan para pihak terhadap putusan mediasi adalah bahwa putusan mediasi tersebut tidak dapat langsung dieksekusi. Misalnya untuk putusan yang mengisyaratkan adanya pembagian tanah, seperti sengketa tanah waris, maka para ahli waris yang berhak sesuai kesepakatan mediasi tidak dapat langsung memiliki dan menguasai tanah tersebut, tetapi harus melalui beberapa prosedur lagi seperti persetujuan dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk proses pembagian tanah. Ini artinya putusan mediasi terkadang dinilai kurang komprehensif, bersifat parsial, sulit untuk dieksekusi secara langsung, dan juga terkadang belum final. Meski mediasi telah selesai, pelaksanaan kesepakatan masih tetap harus dilaksanakan. Jadi harus ada kesinambungan.
2. Solusi untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan. a. Solusi terkait kendala dari para pihak. Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali perlu memberikan pengertianpengertian dan pemahaman-pemahaman secara intens dan benar kepada masing-masing pihak terkait kedudukan pihak dalam proses mediasi tersebut. Pengertian-pengertian dan pemahaman tersebut bisa berupa penjelasan dari tujuan dan fungsi mediasi serta penjelasan hak-hak dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
kewajiban-kewajiban setiap pihak termasuk mediator dari Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali agar masalah-masalah dan kendalakendala yang timbul selama proses mediasi dapat dihindari seperti halnya ketika para pihak yang hanya ingin menang sendiri dengan bersikeras terhadap argumen dan opsinya sendiri atau menggunakan berbagai cara untuk ‘memenangkan’ mediasi tersebut seperti menggunakan tekanan dan paksaan melalu i pengerahan massa dan sebagainya. Pemahaman ini juga bertujuan agar para pihak berkomitmen untuk melaksanakan hasil putusan mediasi, apapun bentuknya, karena putusan tersebut pastilah telah d iekstraksi dari setiap opsi-opsi yang ditawarkan masing-masing pihak, dan merupakan solusi yang terbaik bagi kedua pihak yang hanya akan bisa diraih melalui penyelesaian sengketa lewat jalur mediasi dan akan sulit untuk diraih jika melalui jalur formal seperti pengadilan, yang pastinya akan ada yang menang dan kalah serta akan menyita banyak tenaga, waktu dan biaya untuk penyelesaiannya, dan itu merupakan hal yang menjadikan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang perlu untuk diberdayakan lebih lanjut dalam masyarakat ketika terjadi persinggungan-persinggungan maupun sengketa, seperti halnya sengketa pertanahan. Untuk kendala-kendala yang bersifat lebih teknis, seperti waktu dan tempat tidak sesuai keinginan pihak, serta ketika pihak mengerah kan massa, hal-hal seperti ini bisa menjadi bahan masukan untuk Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali untuk lebih sering melakukan komunikasi dengan para pihak. Komunikasi menjadi penting untuk menghadapi pihak-pihak yang mengerahkan massa. Komunikasi yang baik akan dapat mempengaruhi pola pikir massa bahwa mediasi akan memberikan jalan keluar terbaik bagi kedua belah pihak karena esensi dari mediasi adalah mengasilkan win-win solution, sehingga kepentingan pihak yang mengarahkan massa dapat diakomodir dengan baik.Komunikasi juga menjadi solusi ketika tidak ditemukannya titik temu terkait persoalan netralitas tempat dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
waktu pelaksanaan mediasi. Komunikasi yang baik akan membuat para pihak bisa menerima opsi yang netral dari mediator terkait tempat dan waktu pelaksanaan mediasi, sehingg hal-hal yang tidak diinginkan seperti adanya pengerahan massa dari salah satu pihak dapat dihindari. b. Solusi terkait kendala dari Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali. Terkait kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali seperti disebutkan di atas, bahwa kurangnya alat bukti untuk penyelesaian sebuah sengketa menjadi hal yang paling menyulitkan seperti ketika terjadi cacat administrasi dalam penerbitan sertipikat maupun permasalahanpermasalahan lainnya. Kurangnya alat bukti ini dapat diatasi dengan melakukan penelitian. Penelitian yang dimaksud disini biasanya oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali berupa penelitian terhadap Data Yuridis Administratif dan Data Fisik. Penelitian terhadap Data Yuridis Administratif ini berupa penelitian terhadap Hak Atas Tanahnya, meliputi juga pemilik, asal-usul hak, dan bagaimana Hak Atas Tanah tersebut didaftarkan. Sedangkan penelitian Data Fisik berupa penelitian terhadap bidang tanah yang bersangkutan. Penelitian ini meliputi pengukuran luas tanah, penguasaan, peruntukan, dan batas-batas dari tanah tersebut. Baik Data Fisik maupun Data Yuridis Administratif harus memiliki kesesuaian, karena jika tidak sesuai, maka ada indikasi terjadinya cacat administrasi yang disebagian kasus berasal dari ketidakcermatan administrasi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali. c. Solusi terkait kendala dari putusan mediasi. Terkait kendala putusan mediasi yang tidak bisa langsung dieksekusi karena masih perlu tindakan hukum lanjutan seperti diperlukannya persetujuan dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk pembagian tanah, maka hal ini sulit untuk dicarikan solusinya agar putusan tersebut bisa langsung merubah suatu kondisi hukum seperti kepemilikan bidang tanah untuk beberapa orang atau ahli waris dalam pembagian tanah waris. Kendala ini terjadi karena aturan hukum positif kita yang mengharuskan adanya prosedur seperti yang dimaksud diatas, yang dengan alasan adanya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
suatu keharusan akan kepastian hukum, telah mengesampingkan asas-asas kesederhanaan khususnya dalam mediasi tersebut. Memang cukup sulit untuk memperbaiki kondisi seperti ini, namun hal tersebut bukan tidak mungkin dirubah, salah satu solusinya adalah dengan merubah aturanaturan prosedural atau aturan-aturan hukum yang dinilai menghambat putusan mediasi, sehingga dapat langsung dirasakan efeknya oleh para pihak. Namun untuk kendala dimana ada salah satu pihak yang tidak segera melaksanakan putusan mediasi dan diindikasikan adanya wan prestasi (breach of contract) atas putusan tersebut, maka solusinya dapat kita jumpai dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Undang-undang ini mengatur sebuah mekanisme hukum yang dimaksudkan untuk memperkuat kekuatan hukum dari kesepakatan mediasi, yaitu Pasal 6 ayat (7). Pasal 6 ayat (7) menegaskan bahwa kesepakatan penyelesaian sengketa secara tertulis bersifat final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan. Selain itu dengan dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, kesepakatan-kesepakatan penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat diajukan kepada Pengadilan Tingkat Pertama di lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama untuk kemudian dikuatkan dengan apa yang dinamakan Akta Perdamaian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP A. Simpulan Untuk menyempurnakan skripsi ini maka penulis akan menyimpulkan dari apa yang telah diuraikan tersebut di muka, sebagai berikut: 1. Pelaksanaan Mediasi Sengketa Pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali Secara garis besar pelaksanaan mediasi di Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahap pertama dalam proses mediasi tentu saja Penerimaan Pelaporan dari pihak yang bersangkutan. Setelah itu dilanjutkan dengan penelitian permasalahan guna mengetahui relevansi permasalahan yang diadukan. Perlu juga mengetahui Kompetensi para Pihak, karena kompetensi ini terkait dengan kewenangan pihak atas obyek sengketa sehingga perlu diklarifikasi terlebih dahulu. Setelah penelitian permasalahan dan kompetensi para pihak telah terlaksana, maka pelaksanaan musyawarah dapat dilaksanakan. Musyawarah ini terbagi dalam beberapa tahap lagi, dimulai dengan melakukan persiapan seperti pembentukan tim penanganan sengketa, penyiapan bahan, dan menyebarkan undangan. Setelah persiapan selesai, mediasi dapat dimulai. Mediasi diawali dengan mengatasi hambatan hubungan antar pihak dengan mencairkan suasana yang tegang. Dilanjutkan dengan penataan struktur pertemuan agar mediasi berjalan lebih santai. Setelah hal teknis selesai, mediator akan menjelaskan perannya sebagai p ihak ketiga yang tidak memihak, dan diharapkan agar para pihak bersedia menyampaikan informasi sebanyak-banyaknya. Selanjutnya ada sesi klarifikasi para pihak, dimaksudkan agar apabila terdapat informasi yang dirasakan tidak benar, pihak lawan dapat membantah dan meminta klarifikasi. Tahapan berikutnya ada pengaturan pelaksanaan mediasi, disini diatur hal-hal seperti apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh mediator serta aturan dan tata tertib diskusi dan negosiasi.
commit to user 65
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
Selanjutnya adalah menyamakan pemahaman dan menetapkan agenda musyawarah atau dengan kata lain menentukan fokus permasalahan yang hendak diselesaikan dan menetapkan agenda pembicaraan. Setelah itu dilakukan identifikasi kepentingan, tujuannya untuk menentukan pokok permasalahan yang sebenarnya serta relevansinya untuk dilakukan negosiasi. Tahapan krusial berikutnya adalah ketika generalisasi opsi-opsi yang diperoleh dari pihak-pihak. Setelah semua pihak mengemukakan opsi-opsi sebagai alternatif yang diminta maka dilakukan generalisasi alternatifalternatif tersebut sehingga terdapat hubungan antara alternatif dengan permasalahannya. Setelah dilakukan generalisasi opsi maka selanjutnya ada penentuan opsi yang dipilih. Setelah diperoleh daftar opsi tersebut maka dilakukan pengkajian terhadap opsi-opsi tersebut oleh masing-masing pihak. Mereka akan menentukan menerima atau menolak opsi dimaksud. Tahapan selanjutnya adalah negosiasi akhir. Kegiatan ini merupakan proses negosiasi terhadap tindak-lanjut sebagai konsekuensi dari opsi yang telah diterima oleh kedua belah pihak dan merupakan penegasan atas opsi yang dipilih dan akan dilaksanakan. Setelah tahapan demi tahapan terlaksana, maka kesepakatan diformulasikan dalam sebuah kesepakatan penyelesaian sengketa yang berformat perjanjian. 2. Kendala-kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dalam pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan, serta solusi untuk mengatasi kendala-kendala tersebut Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan mediasi ini dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu yang berasal dari para pihak, Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali, maupun dari putusan mediasi itu sendiri, demikian halnya dengan solusi yang akan diberikan, pembagiannya berasal dari ketiga kategori tersebut. Kendala dari para pihak adalah ketika sebagian atau para pihak tidak memahami arti dan tujuan mediasi, sehingga terkadang ada pihak yang menyerahkan seluruh penyelesaian masalah kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali. Selain itu ada juga pihak yang hanya ingin menang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
sendiri dengan memaksakan opsi dari pihaknya. Kendala lain adalah ketika pihak ada yang tidak mau atau tidak bias dipertemukan, atau ketika pihak telah menggunakan kekuatan massa, serta ketika pihak tidak mau melaksanakan hasil kesepakatan. Solusi untuk kendala-kendala dari para pihak diatas adalah dengan memberikan pemahaman terkait mediasi, mulai dari kedudukan masingmasing pihak maupun tujuan dan fungsi dari mediasi itu sendiri. Selain itu perlu juga untuk membangun komunikasi yang baik dengan setiap pihak agar kendala-kendala yang bersifat teknis bisa diselesaikan. Kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali adalah ketika menghadapi sebuah sengketa, alat-alat bukti yang diberikan oleh pihakpihak yang terlibat tidak mencukupi atau kurang untuk dapat menyelesaikan sengketa yang dihadapi. Solusi untuk kendala ini adalah dengan melakukan penelitian-penelitian baik terhadap data fisik maupun data yuridis. Kendala yang berasal dari putusan mediasi adalah bahwa putusan mediasi tersebut tidak dapat langsung dieksekusi, kurang komprehensif, bersifat parsial, dan juga terkadang belum final. Solusinya bisa dengan menguatkan isi putusan mediasi dengan membuat akta perdamaian yang dikeluarkan oleh pengadilan, seh ingga putusan tadi memiliki kekuatan eksekutorial.
B. Saran Dari hasil penelitian dan pembahasan, beberapa saran dapat penulis sampaikan sebagai berikut : 1. Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali perlu memberdayakan atau bahkan menambah sumber daya manusia dalam menjalankan proses mediasi agar mampu menggali lebih dalam setiap permasalahan pertanahan yang diadukan sehingga ketidakpahaman pihak terkait mediasi yang dapat berimbas pada gagalnya mediasi dapat diminimalisir, dan diharapkan dapat berefek domino pada turunnya angka mediasi yang gagal. 2. Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali perlu meningkatkan pelayanannya terkait keadministrasian untuk membantu masyarakat dalam melakukan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
penelitian data yuridis terkait masalah yang diadukan, sebab system administrasi yang bagus akan mempermudah penelitian masalah dan akan meminimalisir kecacatan dalam mediasi tersebut. Keadministrasian ini misalnya sistem pengarsipan dari data-data yuridis yang berkaitan dengan sebuah kasus. 3. Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali perlu untuk mendaftarkan setiap putusan mediasi ke pengadilan untuk dikuatkan menjadi akta perdamaian. Hal ini untuk memberikan kekuatan eksekutorial guna memastikan p ihak-pihak menjalankan isi putusan.
commit to user