57
PEMBAHASAN Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia Hasil pertemuan yang dilakukan pengusaha sumber benih kelapa sawit yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Perkebunan pada tanggal 12 Februari 2010, menyepakati rencana produksi kecambah kelapa sawit sebesar 150 juta kecambah dari potensi produksi sebesar 215 juta kecambah (Ditjenbun 2010). PPKS memiliki proporsi terbesar dalam menyediakan kecambah kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Rencana dan potensi detiap perusahaan sumber benih kelapa sawit di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 18. 18 20
PT. Bakti Tani Nusantara 10
PT. Bina Sawit Makmur
30 15
PT. Tunggal Yunus Estate PT. Dami Mas Sejahtera
Rencana Produksi 20 20
Potensi Produksi
30 20
PT. London Sumatera
25 32
PT. Socfin Indonesia
40 35
PPKS
50
0
10
20 30 40 Produksi kecambah (juta butir)
50
60
Gambar 18. Rencana dan Potensi Produksi Kecambah Kelapa Sawit 2010 (Ditjenbun, 2010) Seperti ditunjukkan pada Gambar 18, bahwa PPKS memiliki potensi yang lebih tinggi dalam memproduksi kecambah kelapa sawit dibandingkan dengan sumber benih lain. Dengan potensi yang dimilikinya, PPKS merencanakan produksi kecambah yang lebih besar dibandingkan sumber benih lain. Pada tahun 2009 saja PPKS mampu memproduksi kecambah sebanyak 39 220 325 butir melampaui rencana produksi tahun 2010. Kecambahnya banyak diserap oleh perkebunan besar dan perkebunan rakyat dengan harga terjangkau yaitu Rp 6000 – Rp 7000/butir. Hal ini menjadi keunggulan bagi PPKS yang merupakan sumber benih pertama dan terbesar di Indonesia dengan pengelolaan yang baik mampu menghasilkan bahan tanaman secara optimal, dimana pada tahun 2009 PPKS Unit
58
Marihat saja dapat memproduksi benih sebanyak 48 503 862 butir dari target sebesar 30 146 499 butir. Pengelolaan yang baik terbukti dengan mendapatkannya sertifikasi mutu terhadap bahan tanaman produksi PPKS yaitu ISO 9001:2008 dari TUV Internasional.
Penyiapan Tandan Benih Menjadi Benih Produksi benih memegang peranan penting dalam pengadaan bahan tanaman kelapa sawit. Dalam upaya menyediakan benih yang baik diperlukan rangkaian proses produksi benih yang cermat dan teliti seperti proses penyiapan benih. Penyiapan benih adalah kegiatan mempersiapkan benih yang baik untuk diproses lebih lanjut yaitu dipatahkan dormansinya dan dikecambahkan. Tahapan dalam kegiatan penyiapan benih yang dilakukan di Divisi Produksi PPKS yaitu: penerimaan tandan benih, pencincangan tandan benih, fermentasi, pemipilan, pengupasan, seleksi benih, penyimpanan stock dan barecode. Secara rinci deskripsi dari setiap tahapan penyiapan benih telah disampaikan di bagian pelaksanaan magang. Capaian produksi benih Secara umum tidak terdapat masalah di dalam peroses produksi penyiapan benih di PPKS Marihat. Semua kegiatan produksi berjalan sesuai instruksi kerja yang berlaku. Selain itu dengan adanya sasaran mutu yang dikeluarkan oleh perusahaan maka proses produksi senantiasa berupaya meningkatkan kinerja dan mutunya. Hal ini dapat dilihat dari hasil pencapaian proses produksi Seksi Persiapan Benih terhadap sasaran mutu tahun 2010 yaitu menekan tingkat kerusakan biji selama proses menjadi benih maksimal 1.0% dari jumlah biji yang dipasok dari Divisi Pohon Induk. Sampai saat ini tingkat kerusakan biji pada persipan benih masih dibawah 1.0% yaitu 0.40%. Namun demikian, perlu langkah-langkah perbaikan untuk meningkatkan produksi dan kinerja karyawan. Jumlah produksi yang fluktuatif setiap tahunnya dikarenakan jumlah pasokan tandan dari pohon induk tidak sama setiap tahun Semakin tingginya jumlah tandan yang dipasok Divisi Pohon Induk maka tidak menutup kemungkinan semakin meningkatnya tingkat kerusakan biji pada proses
59
produksi benih. Kerusakan biji dalam penyiapan benih ditimbulkan oleh proses pencincangan dan pengupasan. Selama ini tingkat kerusakan dihitung di akhir kedua proses tersebut, sehingga tidak dapat ditentukan proses mana yang lebih besar menimbulkan kerusakan, apakah tingkat kerusakan pada pencincangan lebih besar dibandingkan pengupasan atau sebaliknya. Oleh karena itu, perlu dilakukannya análisis terhadap timbulnya tingkat kerusakan pada proses pencincangan dan pengupasan. Adanya pemisahan perhitungan tingkat kerusakan biji di masing-masing proses persiapan benih (pencincangan dan pengupasan) maka evaluasi terhadap kerusakan biji dan proses kerja dapat dilakukan dengan mudah, serta tingkat efektifitas dan efisiensi produksi benih pun akan lebih baik. Kegiatan penyiapan benih sangat memperhatikan mutu benih. Mutu benih merupakan input yang paling penting dalam pertanian, karena merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan tumbuh benih di lapang. Mutu benih yang semakin tinggi maka kemampuan benih untuk tumbuh di lapang juga tinggi. Mutu benih mencakup mutu genetik, fisik, dan fisiologis. Sadjad (1997) menyatakan bahwa mutu genetik adalah benih yang mempunyai identitas genetik yang murni dan mantap, dan apabila ditanam mewujudkan kinerja pertanaman yang homogen sesuai yang dideskripsikan oleh pemulianya. Mutu fisiologik adalah mutu benih yang ditentukan oleh viabilitas dan kadar air benih sehingga mampu menghasilkan tanaman yang normal. Sedangkan mutu fisik ditentukan oleh keseragaman benih. Kemurnian varietas sangat diperhatikan oleh PPKS dalam memproduksi benih, karena kemurnian varietas akan mempengaruhi mutu genetik dari benih tersebut. Hal ini dapat terlihat pada setiap tahap kegiatan penyiapan benih, benih dari setiap persilangan/tandan tidak boleh tercampur. Label identitas setiap persilangan benih yang diterima persiapan benih harus dalam kondisi melekat pada tandan tersebut dan akan dibawa terus di setiap tahapan penyiapan benih. Efisiensi dan Efektifitas Sistem Kerja Secara garis besar kegiatan penyiapan benih adalah mengolah tandan benih menjadi benih. Dengan demikian tahapan-tahapan dalam persiapan benih sangat berkaitan dengan perlakuan fisik. Kerusakan biji pada proses pengolahan
60
tandan benih menjadi benih ditimbulkan dari kegiatan pencincangan dan pengupasan, sehingga kegiatan ini sangat mempengaruhi mutu fisik benih. Kegiatan penyiapan benih di PPKS sudah cukup baik seperti telah dijelaskan sebelumnya, walaupun dalam teknis kegiatan penyiapan benih di Divisi Produksi PPKS masih dilakukan secara manual kecuali pengupasan buah menggunakan mesin. 1.
Pencincangan dan pemipilan Kegiatan pencincangan dan pemipilan masih dikerjakan manual yang
memerlukan tenaga yang cukup besar, membutuhkan energi lebih dan keahlian dari pekerja yang melakukannya. Dengan demikian hasil pekerjaan dapat dipengaruhi oleh kondisi pekerja, terutama untuk pencincangan yang berpengaruh terhadap tingkat kerusakan benih. Pekerja memegang peranan penting dalam melakukan setiap kegiatan penyiapan benih. Pembagian kerja di Persiapan Benih Divisi Produksi PPKS untuk pencincangan, pemipilan dan pengupasan dilakukan oleh 12 orang dan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok pencincang, pemipil dan pengupas. Setiap kelompok bertanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing. Setiap pekerja dari setiap kelompok masing-masing mengerjakan ± 30 tandan/hari. Dengan demikian pekerjaan yang dilakukan dalam setiap minggu (Senin – Jumat) oleh setiap kelompok adalah 600 tandan. Pencincangan dan pemipilan masing-masing dilakukan oleh empat orang pekerja. Apabila ada satu atau lebih pekerja yang tidak masuk kerja karena sakit atau alasan lainnya maka pekerjaan setiap kelompok akan berat. Setiap kelompok harus tetap menyelesaikan tugasnya untuk memproses 600 tandan setiap minggunya, karena tandan yang diterima pada minggu itu harus selesai diproses dalam waktu satu minggu. Oleh karena itu, perlu diadakannya mesin cincang dan pemipil tandan benih (secara mekanis) untuk melakukan proses pencincangan dan pemipilan. Dengan adanya mesin pencincang dan pemipil diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam penyiapan benih, serta dapat meningkatkan mutu fisik benih. Pekerjaan tidak lagi tergantung terhadap tenaga/energi pekerja dan dapat mempersingkat waktu proses persiapan benih yang sebelumnya satu minggu bisa menjadi 2 – 3 hari.
61
a
b
c
a. Mesin Pencincang & pemipil b. Pemutar mesin c. Penampang mesin
Gambar 19. Ilustrasi Mesin Pencincang dan Pemipil (sketsa oleh penulis) 2.
Seleksi benih Seleksi benih sama seperti proses-proses sebelumnya masih dilakukan
secara manual dan sortasi dilakukan dengan kotak ayakan sederhana. Pekerja seleksi benih adalah perempuan, karena perempuan lebih peka dalam menyeleksi dibandingkan laki-laki. Pekerjaan ini membutuhkan ketelitian dan kepekaan pekerjanya. Kondisi pekerja dapat mempengaruhi seleksi benih, seperti ketidakhadiran pekerja, kondisi kesehatan pekerja (penglihatan dan ingatan dalam penghitungan benih). Oleh karena itu, perlu pengadaan mesin pemilah atau sortasi benih diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas seleksi benih, serta meningkatkan mutu benih. a b c d e
a. b. c. d. e. f.
Pintu masuk benih Ayakan lubang sedang Pintu keluar benih besar Ayakan lubang kecil Pintu keluar benih sedang Pintu keluar benih kecil
f
Gambar 20. Ilustrasi Mesin Grading Benih (sketsa oleh penulis)
62
Evaluasi Pengaruh Waktu Panen Tandan Benih Kelapa Sawit terhadap Warna Cangkang Biji Biji putih atau coklat muda dalam produksi benih akan diafkir atau dimusnahkan, tidak dilanjutkan pada proses produksi selanjutnya. Selain itu, biji putih tidak diminati konsumen karena warnanya. Menurut Lubis (2008), biji putih memiliki cangkang berwarna putih, lembut, poreus, tipis sangat mudah menghisap air tetapi juga sangat cepat kering, mudah dimasuki organisme, dan biji ini tidak baik untuk bibit. Cangkang biji merupakan organ yang berasal dari tanaman induk, sehingga diduga warna cangkang putih merupakan karakter genetis yang diturunkan oleh induknya. Hasil evaluasi yang dilakukan terhadap nomor induk lapangan dan nomor buku induk pada data produksi selama tiga tahun (2007 2009) menunjukkan bahwa terdapat pohon induk yang sama pada tahun yang sama menghasilkan tandan berbiji putih dan juga menghasilkan tandan berbiji normal. Dengan demikian, warna cangkang putih bukan merupakan karakter genetis yang selalu diturunkan oleh induknya, karena pohon induk yang pernah menghasilkan tandan biji putih tidak seterusnya akan menghasilkan biji putih, tetapi bisa juga tandan dari pohon induk tersebut berbiji normal. Jumlah tandan berbiji putih pada tahun 2009 lebih banyak dibanding tahun 2008 dan 2007, secara berurutan 95, 87 dan 71 tandan. Tinggi rendahnya jumlah tandan biji putih setiap tahunnya berbeda tergantung jumlah pasokan tandan benih yang diterima Divisi Produksi dari Divisi Pohon Induk. Semakin tinggi jumlah tandan benih varietas tertentu maka diduga semakin tinggi tandan berbiji putih pada varietas tersebut. Hasil evaluasi terhadap umur tandan menunjukkan bahwa hari setelah serbuk berpengaruh nyata terhadap warna cangkang biji. Terdapat perbedaan umur tandan (hari setelah serbuk) antara tandan yang berbiji putih dengan berbiji normal. Tandan biji putih lebih muda dibanding umur tandan biji normal. Umur tandan berbiji putih rata-rata pada 143.67 hari dan warna normal pada 145.94 hari. Lubis (2008) menyatakan bahwa warna cangkang biji berubah seiring pertumbuhan dan perkembangan komposisi buah kelapa sawit.
63
Cangkang biji berwarna putih merupakan salah satu tahap dari pertumbuhan dan perkembangan komposisi buah dan pada akhir tahap cangkang berwarna coklat tua atau hitam. Dapat dilihat pada Lampiran 5 mengenai hasil penelitian terhadap pertumbuhan dan perkembangan komposisi buah sejak satu bulan penyerbukan sampai matang (160 hari) yang dilakukan di Marihat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa cangkang sudah berwarna coklat tua pada hari ke-139 setelah penyerbukan (Lubis, 2008). Namun perlu diketahui bahwa dalam perkembangannya warna cangkang pada hari ke-139 belum serempak berwarna coklat tua, sebaiknya pemanenan dihindari pada umur tersebut. Selanjutnya Lubis (2008) menyatakan bahwa panen tandan benih biasanya 5 – 6 bulan (150 – 180 hari) setelah anthesis ketika tandan sudah matang ditandai jika sudah ada 1 – 2 buah luar yang terlepas. Oleh karena itu, waktu panen tandan benih sangat berpengaruh terhadap warna biji dari tandan yang dipanen. Panen tidak tepat pada waktunya dapat mengakibatkan pemanenan tandan yang masih berbiji putih.
Pengujian Daya Tumbuh Kecambah Kelapa Sawit Siap Salur Berdasarkan Lama Penyimpanan Kecambah kelapa sawit adalah calon bibit kelapa sawit yang berasal dari benih yang telah melalui masa pematahan dormansi dan telah tumbuh plumula dan radikula ± 2 cm. Kecambah yang baik memiliki plumula dan radikula yang sehat dan tegap, tumbuh lurus, tidak cacat dan tidak luka. Radikula berukuran diameter lebih kecil dan berwarna lebih kekuningan dibandingkan dengan plumula. Hasil percobaan menunjukkan bahwa sampai penyimpanan empat minggu kondisi kecambah semakin memanjang, radikula dan plumula berwarna kuningkecoklatan, kesegaran menurun, dan mengering. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lubis (2008) yaitu kecambah dapat bertahan 3 – 5 hari, jika lebih maka bakal akar dan bakal daun akan kepanjangan, kering dan busuk Serangan jamur biasa terlihat pada bagian sekitar plumula dan radikula kecambah. Gejala serangan jamurnya yaitu sebagai berikut:
64
Terlihat koloni-koloni jamur berwarna putih kekuningan atau biru-kehijauan dengan struktur pembawa spora yang jelas.
Infeksi ringan pada radikula dan plumula yang sedang berkembang berupa bintik-bintik coklat kehitaman Purba (2009) menyatakan bahwa gejala serangan jamur seperti ini disebut
Penyakit Tunas (Brown-Germ disease). Faktor-faktor penyebab penyakit tunas yaitu : (1) kadar air biji > 17%, (2) permukaan kulit biji kurang bersih, banyak serabut, dan (3) ruang pengecambahan kurang bersih dan terlalu lembab. Semakin lama penyimpanan tidak berarti semakin tinggi serangan jamur. Seperti pada periode penyimpanan minggu ke-3, varietas Simalungun tidak terserang jamur sedangkan varietas Langkat terserang. Selain itu, persentase kecambah yang terserang jamur pada minggu ke-2, 3 dan 4 berbeda-beda, tidak menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi pada saat pengemasan kurang bersih atau terlalu lembab sehingga tingkat serangan berbedabeda pada setiap kantong kemasan. Melalui percobaan ini diketahui bahwa penyimpanan, varietas dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap persentase hidup kecambah di Pre Nursery. Rata-rata persentase hidup kecambah untuk setiap perlakuan > 95%. Semakin lama penyimpanan dapat menyebabkan kecenderungan persentase hidup bibit semakin menurun. Hal ini terjadi karena proses penyimpanan menurunkan kesegaran kecambah, timbul dan meningkatnya serangan jamur, plumula dan radikula memanjang sehingga sukar ditanam, dan hal ini dapat menyebabkan kecambah mati di pembibitan. Penyimpanan yang tidak berpengaruh terhadap persentase hidup kecambah bukan berarti kecambah yang hidup tersebut normal semua, karena penyimpanan akan meningkatkan resiko bibit abnormal. Penyimpanan kecambah berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit. Peubah pertumbuhan bibit seperti jumlah daun, tinggi bibit, dan diameter batang semakin menurun seiring lamanya penyimpanan kecambah. Penyimpanan yang terbaik untuk pertumbuhan tinggi bibit pada varietas Simalungun yaitu penyimpanan 0 – 1 minggu dan untuk varietas Langkat yaitu penyimpanan 0 – 2 minggu. Penyimpanan terbaik untuk jumlah daun bibit pada varietas Simalungun dan
65
Langkat yaitu penyimpanan 0 – 2 minggu. Sedangkan penyimpanan terbaik untuk diameter batang pada varietas Simalungun dan Langkat yaitu penyimpanan 0 – 1 minggu. Selama
penyimpanan
kecambah
melakukan
metabolisme
dengan
menggunakan air dan pasokan metabolit dari cadangan makanan. Semakin lama penyimpanan maka air yang dipakai semakin tinggi dan penggunaan cadangan makanan meningkat. Sehingga mengakibatkan kesegaran kecambah menurun dan kecambah mengering. Kecambah yang belum berfotosintesis harus beradaptasi untuk dapat tumbuh baik dengan sisa cadangan makanan dan selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan bibit tersebut. Grafik pertumbuhan bibit 4 – 8 MST dapat dilihat pada Lampiran 6. Menurut Mugnisjah (2007), pertumbuhan kecambah ditandai dengan bobot kering struktur embrio yang semakin berat dengan semakin tuanya umur kecambah. Sebaliknya, bobot organ cadangan makanan (endosperma dan kotiledon) semakin ringan, berakhir dengan habis atau tidak diperlukannya lagi cadangan makanan tersebut (kotiledon digugurkan oleh tanaman muda). Lubis (2008) menambahkan bahwa fotosintesis bibit kelapa sawit dimulai pada umur satu bulan, yaitu ketika daun pertama telah terbentuk dan selanjutnya secara berangsur-angsur peranan endosperm sebagai suplai bahan makanan mulai digantikan. Diduga bibit yang berasal dari kecambah yang telah mengalami penyimpanan, pada umur 0 – 1 bulan pertumbuhannya menggunakan sisa cadangan makanan yang telah terpakai kecambah selama penyimpanan. Dengan demikian, semakin lama penyimpanan maka akan mempengaruhi pertumbuhan bibit dan menyebabkan penurunan keragaan tumbuh bibit di pembibitan. Selain itu, kecambah yang tumbuh memanjang, kering, dan terserang jamur selama penyimpanan dapat mengakibatkan penurunan keragaan tumbuh bibit seperti jumlah daun, tinggi bibit, dan diameter batang. Penanaman kecambah yang terlambat atau terlalu lama disimpan termasuk sebagai kegiatan kultur teknis. Lubis (2008) menyatakan kultur teknis yang kurang baik dapat menimbulkan abnormalitas bibit. Hasil percobaan ini menduga abnormalitas bibit meningkat seiring lamanya penyimpanan. Hal ini dapat dilihat
66
dari persentase abnormalitas pada bibit yang berasal dari kecambah yang disimpan 2 – 3 minggu lebih tinggi dibandingkan bibit yang berasal dari kecambah yang disimpan 0 – 1 minggu. Penyimpanan menyebabkan kecambah bertambah panjang sehingga kecambah sulit ditanam dan mudah patah. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan bibit abnormal. Selain itu, jamur pada kecambah dapat mempengaruhi pertumbuhan bibit dan menyebabkan bibit abnormal. Seperti pada penyimpanan dua minggu (P2), tingkat serangan jamur dan persentase abnormalitasnya tertinggi dibanding perlakuan lainnya.