PEMANFAATAN TEKNOLOGI SILASE PADA HIJAUAN TANAMAN SORGUM
MUHAMMAD ASRIANTO MALIK
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Teknologi Silase pada Hijauan Tanaman Sorgum adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2015
Muhammad Asrianto Malik D251130416
RINGKASAN MUHAMMAD ASRIANTO MALIK. Pemanfaatan Teknologi Silase pada Hijauan Tanaman Sorgum. Dibimbing oleh PANCA DEWI MANU HARA KARTI dan LUKI ABDULLAH. Sorgum merupakan tanaman serealia yang berpotensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marjinal, serta relatif tahan terhadap gangguan hama/ penyakit. Tanaman sorgum yang terdiri dari biji sorgum dan hijauan sorgum berpotensi sebagai pakan ternak. Namun, pengembangan sorgum untuk pakan ternak masih menggunakan varietas konvensional yang didesain bukan untuk pakan karena memiliki kandungan lignin yang tinggi. Beberapa hasil penerapan teknologi mutasi serta persilangan pada tanaman sorgum menghasilkan galur sorgum dengan kandungan lignin yang lebih rendah dan kandungan nutrisi yang lebih tinggi. Sorgum jenis inilah yang dapat didesain sebagai sorgum khusus untuk pakan. Sorgum brown midrib (BMR) merupakan jenis sorgum hasil pemuliaan yang memiliki kandungan lignin lebih rendah dan kandungan nutrisi yang lebih tinggi. Salah satu kendala penyediaan hijauan pakan di Indonesia adalah penyediaan sepanjang tahun yang tidak kontinyu, pada musim penghujan produksi hijauan melebihi kebutuhan dan pada musim kemarau produksi hijauan kurang dari kebutuhan. Kendala tersebut dapat diatasi melalui usaha-usaha pengawetan hijauan pakan pada saat produksinya melimpah dengan penerapan teknologi fermentasi berupa teknologi silase. Penelitian ini terdiri dari dua kajian yang dilakukan secara bertahap. Kajian pertama untuk menguji kualitas nutirisi perbedaan tanaman sorgum dengan dan tanpa rangkum bunga serta menguji efektivitas penambahan aditif berupa dedak padi dan inokulum yang berasal dari ekstrak sorgum yang difermentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman sorgum manis dengan dan tanpa rangkum bunga memiliki kualitas yang sama baik serta silase yang dihasilkan dari tanaman sorgum manis lebih efektif dibuat dengan tanpa penambahan aditif. Kajian kedua bertujuan untuk menguji pengaruh perbedaan varietas, waktu fermentasi, dan umur panen terhadap kualitas silase tanaman sorgum. Hasil yang didapatkan adalah jenis sorgum BMR Patir 3.7 menghasilkan kualitas silase yang lebih baik daripada jenis sorgum lainnya. Waktu fermentasi silase tanaman sorgum selama 28 hari menghasilkan kualitas silase yang lebih baik diantara waktu fermentasi lainnya. Umur panen terbaik untuk menghasilkan silase yang berkualitas baik adalah umur panen 95 hari setelah tanam. Kata kunci: lignin, silase, sorgum brown midrib
SUMMARY MUHAMMAD ASRIANTO MALIK. Utilization of Silage Technology to the Sorghum Forage. Supervised by PANCA DEWI MANU HARA KARTI and LUKI ABDULLAH. Sorghum is potential forage to develop in Indonesia as it tolerant to drought and puddle, able to grow in marginal land, and relatively resistance of parasite. Sorghum plant consists of seed, stem and leave, has potency as a fodder. Otherwise, the development program of sorghum as a fodder still uses conventional variety which is designed not to be a fodder because of high lignin content. Some mutation applications and also sorghum crossbred technology resulted low lignin sorghum with higher nutrient value. This kind of sorghum can be designed as particular sorghum as fodder. Sorghum brown midrib (BMR) is type of plant breeding result with lower lignin and higher nutrient value. One of handicap in forage provision in Indonesia is discontinue a whole year forage production, a surplus production during rainy season but scarcity in the dry season. That stumbling stone can be overcome by forage preservation during rainy season with ensilage fermentation technology. This research consisted of two studies which was done step by step. First study is to determine the nutrient differences between flowered or non-flowered sorghum, and evaluate the effectiveness of additives of rice bran and fermented sorghum extract inoculum on the silage quality. The result of the experiment showed sweet sorghum forage with or without flower have similar quality and also it was more effective to use no additive in purpose of sorghum silage. The second study is to evaluate the effect of different variety, age of harvesting, and fermentation time on the quality of sorghum silage. The result showed type of BMR sorghum Patir 3.7 resulted better silage quality than the rest of sorghum. Silage fermentation time of 28 days resulted better silage quality among the others time treatments. The best harvesting time to get good quality silage was 95 days after planting. Keywords: lignin, silage, sorghum brown midrib
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMANFAATAN TEKNOLOGI SILASE PADA HIJAUAN TANAMAN SORGUM
MUHAMMAD ASRIANTO MALIK
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Despal, SPt MScAgr
Judul Tesis : Pemanfaatan Teknologi Silase pada Hijauan Tanaman Sorgum Nama : Muhammad Asrianto Malik NIM : D251130416
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi Ketua
Prof Dr Ir Luki Abdulah, MScAgr Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dwierra Evvyernie, MS MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 26 Januari 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak tahun 2013 ini ialah silase tanaman sorgum, dengan judul “Pemanfaatan Teknologi Silase pada Hijauan Tanaman Sorgum”. Bagian dari tesis ini sedang dalam proses penerbitan pada di Media Peternakan sebagai publikasi yang berjudul “Physical and Chemical Quality of Sweet Sorghum Silage (Sorghum bicolor L. Moench) with Addition of Rice Bran and Fermented Sorghum Extract”. Terima kasih penulis ucapkan kepada PT. Kaltim Prima Coal yang telah memberikan beasiswa penuh kepada penulis selama program sarjana langsung magister (Sinergi) Fast Track angkatan I terlebih khusus buat Ibu Nurul M. Karim, Ibu Yuliana Datubua, Bapak Budi Santoso, dan Ibu Jumaiah atas perhatian lebihnya kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi dan Bapak Prof Dr Ir Luki Abdullah, MScAgr selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan sumbangan saran, waktu, dan pikiran serta dengan sabar dan ikhlas membimbing penulis selama mengikuti pendidikan magister. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Ibu Dr Despal, SPt MScAgr selaku dosen penguji pada ujian sidang tesis dan selaku koordinator Mata Kuliah Metodologi Penelitian dan Rancangan Percobaan atas kritik dan saran serta kesempatan yang diberikan kepada penulis selama 3 tahun untuk mendalami mata kuliah tersebut. Penulis memberikan apresiasi khusus kepada segenap jiwa yang berperan penting selama penulis mengikuti pendidikan magister: Ketua program studi INP Ibu Dr Ir Dwierra Evvyernie, MS MSc dan sekretaris program studi INP Ibu Prof Dr Ir Sumiati, MSc atas masukan terhadap penulisan karya ilmiah ini dan selama proses pendidikan, staf program studi INP (Mas Supri dan Bu Ade) atas bantuan administrasinya, Ibu Dian Anggraeny atas bantuan dan kebaikan hati menerima penulis sebagai anggota Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, teman seperjuangan program Sinergi S1-S2 (Fast Track) INTP (Ardi, Dyah, Endah, dan Fina) atas motivasi dan kesabarannya dalam saling mengingatkan, serta seluruh pihak yang berkontribusi besar dalam penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini (Ayu, Fajrin, Hanah, Ican, Tenti, Pewe, Mas Nanang, Mbak Puput, kelas INP 2012 dan INP 2013, kelas INTP 46 Nutritiousz, kelas INTP 48 Desolator, serta sahabat-sahabat lain yang tidak dapat disebutkan semua. Ucapan terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta (Bapak Malik dan Ibu Rahima), kakak-kakak tersayang serta seluruh keluarga besar atas doa, dukungan dan motivasinya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan bahan referensi dalam bidang pertanian dan peternakan. Bogor, Februari 2015 Muhammad Asrianto Malik
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan
1 1 2
2 KUALITAS FISIK DAN KIMIAWI SILASE TANAMAN SORGUM MANIS (Sorghum bicolor L. Moench) DENGAN PENAMBAHAN ADITIF BERUPA DEDAK PADI DAN EKSTRAK SORGUM TERFERMENTASI 3 ABSTRAK 3 ABSTRACT 3 PENDAHULUAN 3 METODE 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 SIMPULAN 7 3 KUALITAS SILASE TANAMAN SORGUM PADA BERBAGAI UMUR PEMANENAN DENGAN PERBEDAAN VARIETAS DAN WAKTU FERMENTASI 8 ABSTRAK 8 ABSTRACT 8 PENDAHULUAN 9 METODE 9 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 SIMPULAN 17 4 PEMBAHASAN UMUM
17
5 SIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
34
DAFTAR TABEL 1 Kualitas nutrisi tanaman sorgum manis (dengan dan tanpa rangkum bunga) 2 Kualitas silase tanaman sorgum manis 3 Kualitas fisik silase (aroma, warna, tekstur, dan keberadaan jamur) tanaman sorgum 4 Suhu silase tanaman sorgum 5 Kualitas kimiawi (pH, BK, dan nilai fleigh) silase tanaman sorgum 6 Protein kasar silase tanaman sorgum 7 Kualitas kimiawi silase (NH3 dan TVFA) tanaman sorgum
6 7 11 12 13 15 16
DAFTAR GAMBAR 1 Pola pengaruh waktu fermentasi silase tanaman sorgum terhadap pH silase yang dihasilkan 2 Pola pengaruh umur panen tanaman sorgum terhadap pH silase yang dihasilkan 3 Pola pengaruh umur panen tanaman sorgum terhadap BK silase yang dihasilkan 4 Pola pengaruh umur panen tanaman sorgum terhadap PK silase yang dihasilkan 5 Pola pengaruh waktu fermentasi silase tanaman sorgum terhadap NH3 silase yang dihasilkan 6 Pola pengaruh umur panen tanaman sorgum terhadap NH3 silase yang dihasilkan
14 13 14 15 17 16
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil sidik ragam kualitas silase 2 Hasil sidik ragam suhu silase 3 Hasil uji lanjut Duncan interaksi jenis sorgum dengan umur panen terhadap suhu silase 4 Hasil uji lanjut Duncan interaksi waktu fermentasi dengan umur panen terhadap suhu silase 5 Hasil sidik ragam pH silase 6 Hasil uji lanjut Duncan faktor jenis sorgum terhadap pH silase 7 Hasil uji lanjut Duncan faktor waktu fermentasi terhadap pH silase 8 Hasil uji lanjut Duncan faktor umur panen terhadap pH silase 9 Hasil uji polinomial orthogonal faktor waktu fermentasi terhadap pH silase 10 Hasil uji polinomial orthogonal faktor umur panen terhadap pH silase 11 Hasil sidik ragam bahan kering silase 12 Hasil uji lanjut Duncan faktor umur panen terhadap bahan kering silase
23 24 24 25 25 25 26 26 26 27 27 27
13 Hasil uji polinomial orthogonal faktor umur panen terhadap bahan kering silase 14 Hasil sidik ragam nilai fleigh silase 15 Hasil uji lanjut Duncan faktor jenis sorgum terhadap nilai fleigh silase 16 Hasil uji lanjut Duncan faktor waktu fermentasi terhadap nilai fleigh silase 17 Hasil uji lanjut Duncan faktor umur panen terhadap nilai fleigh silase 18 Hasil sidik ragam protein kasar silase 19 Hasil uji lanjut Duncan faktor umur panen terhadap protein kasar silase 20 Hasil uji lanjut Duncan interaksi waktu fermentasi dengan umur panen terhadap protein kasar silase 21 Hasil uji polinomial orthogonal faktor umur panen terhadap protein kasar silase 22 Hasil sidik ragam NH3 silase 23 Hasil uji lanjut Duncan faktor waktu fermentasi terhadap NH3silase 24 Hasil uji lanjut Duncan faktor umur panen terhadap NH3silase 25 Hasil uji polinomial orthogonal faktor waktu fermentasi terhadap NH3 silase 26 Hasil uji polinomial orthogonal faktor umur panen terhadap NH3 silase 27 Hasil sidik ragam total volatile fatty acid silase
28 28 29 29 29 29 30 30 30 31 31 31 31 32 33
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Klasifikasi utama tanaman sorgum secara umum dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu sorgum manis/ sweet sorghum (biasa digunakan sebagai hay, silase, maupun sirup), sorgum nonsakarik (biasa digunakan untuk produksi biji), broomcorn (pemanfaatan malainya sebagai bahan pembuat sapu), dan grass sorghum (dimanfaatkan sebagai hijauan dan pastura). Tanaman sorgum jenis sorgum manis/ sweet sorghum sangat palatabel sebagai hijauan pakan karena batangnya yang renyah dan manis (Ahlgren 1956). Sorgum merupakan tanaman serealia yang berpotensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan tanaman sorgum mempunyai daerah adaptasi yang luas, yaitu toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marjinal, serta relatif tahan terhadap gangguan hama/ penyakit (Sirappa 2003). Tanaman sorgum terdiri dari bagian hijauan dan bagian biji yang mempunyai potensi untuk dijadikan pakan ternak ruminansia. Selama ini, pengembangan sorgum untuk pakan ternak masih menggunakan varietas konvensional yang didesain bukan untuk pakan. Faktor pembatas penggunaan sorgum konvensional sebagai hijauan pakan adalah tingginya kandungan lignin. Penerapan teknologi mutasi serta persilangan pada tanaman sorgum menghasilkan galur sorgum dengan kandungan lignin yang lebih rendah dan kandungan nutrisi yang lebih tinggi. Sorgum jenis inilah yang dapat didesain sebagai sorgum khusus untuk pakan. Brown midrib (BMR) merupakan suatu istilah dari hasil mutasi genetik beberapa spesies rerumputan yang menghasilkan tanaman dengan kandungan lignin yang rendah. Beberapa tahun terkahir BMR diterapkan pada hijauan sorgum, sudan grass, dan jagung (Miller and Stroup 2003). Sorgum brown midrib (BMR) merupakan varietas sorgum hasil pemuliaan yang pemanfaatannya difokuskan untuk pakan ternak. Sorgum BMR memiliki kandungan lignin lebih rendah, kandungan nutrisi yang lebih tinggi, dan produksi biomassa 12% lebih rendah dibandingkan dengan sorgum konvensional (Oliver et al. 2004; Mustafa et al. 2004). Salah satu kendala hijauan pakan di Indonesia adalah penyediaan sepanjang tahun yang tidak kontinyu, pada musim penghujan produksi hijauan melebihi kebutuhan dan pada musim kemarau produksi hijauan kurang dari kebutuhan. Kendala tersebut dapat diatasi melalui usaha-usaha pengawetan hijauan pakan pada saat produksinya melimpah dengan penerapan teknologi fermentasi (Diwyanto dan Inounu 2001). Salah satu usaha dalam penerapan teknologi fermentasi adalah melalui proses ensilase untuk menghasilkan silase. Silase merupakan salah satu teknik pengawetan pakan atau hijauan pada kadar air tertentu melalui proses fermentasi mikrobial oleh bakteri yang berlangsung di dalam tempat yang disebut silo (McDonald et al. 2002). Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas silase hijauan tropis adalah dengan penggunaan aditif pada proses ensilase yang dapat menstimulasi fermentasi bakteri asam laktat (BAL) (Bureenok et al. 2006). Penambahan aditif seperti dedak padi yang memiliki kandungan nutrisi menurut Hartadi et al. (2005) yaitu serat kasar (SK) 11.6%, protein kasar (PK) 13.8%, dan bahan ekstrak tanpa
2 nitrogen (BETN) 48.7% diharapkan dapat meningkatkan kualitas silase. Ridwan et al. (2005) melaporkan bahwa penambahan dedak padi 1 - 5% pada pembuatan silase rumput gajah berpengaruh terhadap kualitas silase. Penambahan aditif lain yang sudah umum dilakukan adalah penambahan starter BAL pada silase. Ohshima et al. (1997) melaporkan bahwa penggunaan ekstraksi hijauan alfalfa yang difermentasi sebagai campuran pembuatan silase pada hijauan alfalfa menghasilkan kualitas silase yang lebih baik dibandingkan dengan inokulum yang berasal dari aditif BAL komersial. Santoso et al. (2009) melaporkan bahwa penambahan ekstraksi rumput tropika yang difermentasi sebanyak 3% (v/b) pada rumput tropika sejenis dapat meningkatkan kualitas fermentasi silase yang dihasilkan. Faktor penting lain untuk menentukan keberhasilan pembuatan silase adalah kondisi hijauan. Kondisi hijauan yang akan dibuat silase dan saat proses ensilase sangat penting untuk menentukan tercapainya kondisi optimum silase. Pada kondisi optimum, pertumbuhan bakteri yang diinginkan akan menghasilkan perubahan yang efisien pada gula tanaman sehingga silase yang dihasilkan berkualitas baik (Sapienza and Bolsen 1993). Kondisi lain yang juga berpengaruh pada keberhasilan pembuatan silase adalah kadar air hijauan yang berkorelasi dengan umur pemanenan dan lamanya waktu feremntasi silase (ensilase) berlangsung. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: a. Menguji penggunaan aditif berupa dedak padi dan ekstrak sorgum terfermentasi terhadap kualitas silase tanaman sorgum. b. Menguji pengaruh perbedaan varietas, umur panen, dan waktu fermentasi terhadap kualitas silase tanaman sorgum.
3
2 KUALITAS FISIK DAN KIMIAWI SILASE TANAMAN SORGUM MANIS (Sorghum bicolor L. Moench) DENGAN PENAMBAHAN ADITIF BERUPA DEDAK PADI DAN EKSTRAK SORGUM TERFERMENTASI ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji perbedaan kualitas hasil panen tanaman sorgum manis dengan dan tanpa rangkum bunga serta menguji efektivitas kualitas silase yang dihasilkan dengan penambahan aditif berupa dedak padi 3% dan ekstrak sorgum terfermentasi 3%. Percobaan disusun menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan meliputi, (A) silase tanaman sorgum manis tanpa penambahan aditif, (B) silase tanaman sorgum manis dengan penambahan dedak padi 3%(b/b), dan (C) silase tanaman sorgum manis dengan penambahan ekstrak sorgum terfermentasi 3% (v/b). Peubah yang diukur adalah kondisi awal bahan dan kualitas silase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman sorgum manis dengan dan tanpa rangkum bunga memiliki kualitas yang sama baik serta silase yang dihasilkan dari tanaman sorgum manis lebih efektif dibuat dengan tanpa penambahan aditif. Kata kunci: dedak padi, ekstrak sorgum terfermentasi, kualitas silase, sorgum manis ABSTRACT The objective of this research was to determine the different quality of harvested crop with or without flower and also to evaluate affectivity of silage quality resulted with addition of additive such as 3% rice bran and 3% fermented sorghum extract. The experiment was designed with completely randomized design with three treatment and four replicates. The treatment were (A) sweet sorghum silage without additive, (B) sweet sorghum silage with 3% rice bran (w/w), and (C) sweet sorghum silage with 3% fermented sorghum extract (v/w). Variables measured were early condition of forage and silage quality. The result of the experiment showed sweet sorghum forage with or without flower have similar quality and also it was more effective to use no additive in purpose of sorghum silage. Keywords: fermented sorghum extract, rice bran, silage quality, sweet sorghum forage.
PENDAHULUAN Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) dikenal sebagai tanaman onta atau “a camel among crops” karena memiliki daya adaptasi yang luas dan sangat tahan terhadap kondisi lahan marjinal seperti kekeringan, lahan masam, lahan salin, dan
4 lahan alkalin (FAO 2002). Menurut BALITSEREAL (2012), sorgum manis varietas numbu berbunga 50% pada umur kurang lebih 69 hari. Kendala hijauan pakan di Indonesia adalah kandungan nutrisi yang rendah dan keterbatasan penyediaan sepanjang tahun. Kendala tersebut dapat diatasi melalui usaha-usaha pengawetan hijauan pakan pada saat produksinya melimpah, penggunaan sumber pakan inkonvensional, serta aplikasi teknologi fermentasi (Diwyanto dan Inounu 2001). Salah satu usaha dalam penerapan teknologi fermentasi adalah melalui proses ensilase untuk menghasilkan silase. Silase merupakan salah satu teknik pengawetan pakan atau hijauan pada kadar air tertentu melalui proses fermentasi mikrobial oleh bakteri yang berlangsung di dalam tempat yang disebut silo (McDonald et al. 2002). Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas silase hijauan tropis adalah dengan penggunaan aditif pada proses ensilase yang dapat menstimulasi fermentasi Bakteri Asam Laktat (BAL) (Bureenok et al. 2006). Penambahan aditif seperti dedak padi yang memiliki kandungan nutrien menurut Hartadi et al. (2005) yaitu serat kasar (SK) 11.6%, protein kasar (PK) 13.8%, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 48.7% diharapkan dapat meningkatkan kualitas silase. Ridwan et al. (2005) melaporkan bahwa penambahan dedak padi 1 - 5% pada pembuatan silase rumput gajah berpengaruh terhadap kualitas silase. Penambahan aditif berupa BAL komersial sudah banyak digunakan sebagai starter pada pembuatan silase, namun penelitian Ohshima et al. (1997) yang menggunakan hijauan dari daerah subtropika menunjukkan bahwa penggunaan BAL yang diperoleh dari estrak rumput sejenis yang sudah difermentasi menghasilkan kualitas silase yang lebih baik dibandingkan dengan inokulum yang berasal dari aditif BAL komersial. Santoso et al. (2009) melaporkan bahwa penambahan ekstrak rumput terfermentasi 3% (v/b) pada rumput sejenis dapat meningkatkan kualitas fermentasi silase. Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan kualitas hasil panen tanaman sorgum manis dengan dan tanpa rangkum bunga serta menguji efektivitas silase yang dihasilkan dengan penambahan aditif berupa dedak padi 3% dan ekstrak sorgum terfermentasi 3%. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 8 bulan, dari bulan Mei 2013 sampai Desember 2013. Materi Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tanaman sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) varietas Numbu yang ditanam dan di panen dari kebun percobaan Cikabayan IPB serta bahan-bahan untuk analisis kualitas silase. Peralatan yang digunakan meliputi peralatan untuk pembuatan silase yang terdiri dari silo berupa toples plastik ukuran 2.5 liter dengan selotip sebagai perekat agar kondisi kedap udara serta alat-alat untuk analisis kualitas silase.
5 Pembuatan Silase Tanaman Sorgum Tanaman sorgum dipanen pada umur 70 hari setelah tanam. Setelah panen, tanaman dilayukan selama 2.5 - 3 jam kemudian dicacah berukuran 3 - 5 cm dan dihomogenkan. Tanaman sorgum tersebut kemudian dimasukkan ke dalam toples plastik berukuran 2.5 liter, ditekan hingga cukup padat sehingga kondisi anaerob dapat terjadi. Silo yang selesai dibuat, disimpan dalam ruangan pada suhu kamar selama 21 hari. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Data perbedaan hasil panen tanaman sorgum antara tanaman sorgum yang memiliki rangkum bunga dengan tanaman sorgum tanpa rangkum bunga dianalisis menggunakan Uji-T. Rancangan percobaan yang digunakan pada pembuatan silase tanaman sorgum adalah adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan; A (silase tanpa penambahan aditif), B (silase dengan penambahan dedak padi 3%), dan C (silase dengan penambahan ekstrak sorgum terfermentasi 3%). Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Data yang didapatkan pada percobaan ini dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (1955) dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 16. Peubah yang diamati. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Kondisi awal bahan. Pengukuran kondisi awal bahan meliputi: a) kandungan bahan kering (BK), abu, kalsium (Ca), fosfor (P), protein kasar (PK), lemak kasar (LK), dan serat kasar (SK) sorgum menggunakan metode AOAC (2005); b) kandungan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) sorgum menggunakan rumus perhitungan BETN = BK-(abu+PK+LK+SK); c) kandungan TDN sorgum menggunakan rumus perhitungan Hartadi (1980); d) kandungan neutral detergent fiber (NDF), acid detergent fiber (ADF), dan selulosa (Van Soest et al. 1991); dan e) kandungan water soluble carbohydrate (WSC) sebelum ensilase menggunakan metode fenol oleh Dubois et al. (1956) yang dimodifikasi Buysse dan Merckx (1993). Kualitas silase. Peubah kualitas silase yang diamati meliputi: a) kandungan bahan kering (BK), abu, kalsium (Ca), fosfor (P), protein kasar (PK), lemak kasar (LK), dan serat kasar (SK) silase sorgum menggunakan metode AOAC (2005); b) kandungan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) silase sorgum menggunakan rumus perhitungan BETN = BK-(abu+PK+LK+SK); c) kandungan TDN silase sorgum menggunakan rumus perhitungan Hartadi (1980); d) kandungan neutral detergent fiber (NDF), acid detergent fiber (ADF), dan selulosa (Van Soest et al. 1991); dan h) residual water soluble carbohydrate (WSC) silase menggunakan metode fenol oleh Dubois et al. (1956) dimodifikasi Buysse dan Merckx (1993). HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Awal Bahan Tanaman sorgum manis varietas Numbu dalam penelitian ini dipanen pada umur 70 hari dengan memanfaatkan seluruh bagian tanaman. Umur panen
6 Tabel 1 Kualitas nutrisi tanaman sorgum manis (dengan dan tanpa rangkum bunga) Nutrien BK (%) Abu (%) Ca (%) P (%) PK (%) LK (%) SK (%) BETN (%) TDN (%) NDF (%) ADF (%) Hemiselulosa (%) Selulosa (%) WSC (%)
Tanaman Sorgum Manis Dengan rangkum bunga Tanpa rangkum bunga 17.24 ± 0.06 16.67 ± 1.05 5.04 ± 0.15 4.68 ± 0.21 1.07 ± 0.63 0.59 ± 0.03 0.47 ± 0.16 0.30 ± 0.00 12.07 ± 0.20 12.69 ± 0.45 1.40 ± 0.07 1.76 ± 0.43 32.73 ± 2.48 34.07 ± 1.63 48.77 ± 2.20 46.80 ± 0.96 58.77 ± 1.76 58.61 ± 1.51 94.60 ± 3.86 86.70 ± 6.37 78.27 ± 11.17 79.48 ± 6.27 16.33 ± 7.30 7.22 ± 0.09 53.67 ± 11.85 51.69 ± 2.30 9.15 ± 0.04 10.69 ± 2.83
Nilai-P 0.57 0.18 0.37 0.29 0.22 0.36 0.59 0.37 0.93 0.27 0.91 0.22 0.84 0.52
BK: bahan kering, Ca: mineral kalsium, P: mineral fosfor, PK: protein kasar, LK: lemak kasar, SK: serat kasar, BETN: bahan ekstrak tanpa nitrogen, TDN: total digestible nutrient, NDF: neutral detergent fiber, ADF: acid detergent fiber, WSC: water soluble carbohydrate.
tanaman 70 hari merupakan kondisi sorgum varietas Numbu pada fase berbunga 50% (BALITSEREAL 2012). Kondisi panen tersebut menghasilkan hasil panen tanaman memiliki dan tidak memiliki rangkum bunga. Perbandingan kandungan nutrien tanaman dengan dan tanpa rangkum bunga ditampilkan pada tabel 2.1. Berdasarkan hasil uji-T yang dilakukan tidak terdapat perbedaan (P>0.05) antara hasil panen tanaman sorgum manis (dengan dan tanpa rangkum bunga). Owen and Webster (1963) membagi kematangan tanaman sorgum ke dalam 6 fase, yaitu 1) bloom, 2) milk, 3) soft-dough, 4) medium-dough, 5) hard-dough, dan 6) mature. Tanaman sorgum manis varietas Numbu mengalami fase berbunga 50% pada umur 70 hari (BALITSEREAL, 2012) yang berarti fase tersebut tanaman berada pada kondisi milk to the soft-dough stage yang sesuai untuk hijauan bahan silase (Doggett 1970). Tidak terdapatnya perbedaan (P>0.05) antara hasil panen tanaman sorgum tersebut dikarenakan kandungan bulir/ biji sorgum pada fase tersebut masih tinggi kandungan airnya yang menyebabkan nutrien lainnya belum dominan. Kandungan nutrien biji sorgum pada fase mature menurut Ward (1968) adalah 87.6% BK, 10.5% PK, 3.3% LK, 2.0% SK, 82.5% BETN, dan 1.7% abu. Kadar WSC tanaman sorgum manis pada penelitian ini berkisar antara 9.15 - 10.69% masih lebih tinggi dari nilai kandungan WSC hijauan yang berkualitas baik untuk pembuatan silase yaitu 3 - 5% (McDonald et al. 1991). Kualitas Silase Peubah kualitas nutrien disajikan pada Tabel 2.2. Peubah yang menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05) adalah bahan kering (BK), abu, dan Ca. Kandungan BK tertinggi diperoleh dari perlakuan B (19.65%) atau silase dengan penambahan dedak padi dan terendah diperoleh dari perlakuan C
7 (16.07%) atau silase dengan penambahan ekstrak sorgum terfermentasi. Kandungan BK silase ini lebih rendah dari yang dilaporkan oleh Podkowka and Podkowka (2011) yaitu sekitar 20.88%. Tabel 2 Kualitas silase tanaman sorgum manis Nutrien BK total Abu Ca P PK LK SK BETN TDN NDF Hemiselulosa ADF Selulosa
A 17.32 ± 0.42b 5.04 ± 0.37a 1.23 ± 0.46a 0.61 ± 0.35 13.91 ± 0.32 2.95 ± 0.55 34.63 ± 1.13 45.90 ± 1.19 59.32 ± 1.24 89.92 ± 2.17 28.69 ±11.89 61.24 ±13.91 47.17 ± 9.96
Perlakuan B 19.65 ± 0.57c 6.66 ± 0.63b 0.93 ± 0.19a 0.59 ± 0.29 11.29 ± 3.46 3.17 ± 0.44 35.39 ± 1.34 45.57 ± 3.98 57.74 ± 1.60 89.70 ± 3.14 16.41 ± 8.83 73.29 ±11.42 48.06 ± 6.10
C 16.07 ± 0.73a 4.68 ± 0.61a 3.03 ± 0.07b 0.22 ± 0.14 12.85 ± 0.93 2.37 ± 0.00 36.36 ± 2.69 48.82 ± 3.36 61.89 ± 0.00 90.44 ± 3.13 12.85 ± 7.52 77.59 ± 7.28 53.95 ± 3.11
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan); A: silase tanpa penambahan bahan aditif, B: silase dengan penambahan dedak padi 3%, C: silase dengan penambahan ekstrak sorgum terfermentasi 3%. BK: bahan kering, PK: protein kasar, LK: lemak kasar, SK: serat kasar, BETN: bahan ekstrak tanpa nitrogen, TDN: total digestible nutrient, NDF: neutral detergent fiber, ADF: acid detergent fiber.
Kandungan abu tertinggi diperoleh dari perlakuan B (6.66%) sedangkan yang terendah adalah C (4.68%), namun C (4.68%) tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan A (5.04%). Hal ini diduga karena penambahan dedak padi pada perlakuan B. Penambahan dedak padi sebanyak 3% menyebabkan kandungan kadar abu dan BK meningkat. Hasil penelitian Owen and Webster (1963) pada silase sorgum fase milk to the soft-dough stage menunjukkan hasil proksimat sebagai berikut, 20.6 - 22% BK, 9.3 - 9.7% PK, 26.5 - 28.6% SK, 2.6 - 3.1% LK, 7.8% abu, dan 51.3 - 53.4% BETN. Kandungan PK (11.29 – 13.91%) dan SK (34.63 – 36.63%) pada penelitian ini lebih tinggi dari pada penelitian yang dilakukan Owen and Webster (1963). Hasil analisis fraksi serat yang meliputi NDF, ADF, hemiselulosa dan selulosa pada penelitian ini menunjukkan hasil tidak berbeda (P>0.05). Nilai NDF (89.70 – 90.44%), ADF (61.24 – 77.59%), dan selulosa (47.17 – 53.95%) pada penelitian ini lebih tinggi dari penelitian Mahanta (2004), yaitu NDF (79.89 – 81.96%), ADF (48.96 – 51.00%), dan selulosa (38.84 – 39.38%). SIMPULAN Tanaman sorgum manis dengan dan tanpa rangkum bunga memiliki kualitas yang sama baik serta silase tanpa penambahan aditif lebih efektif dibuat dengan tanpa penambahan aditif.
8
3 KUALITAS SILASE TANAMAN SORGUM PADA BERBAGAI UMUR PEMANENAN DENGAN PERBEDAAN VARIETAS DAN WAKTU FERMENTASI ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh perbedaan varietas, umur panen, dan waktu fermentasi terhadap kualitas silase tanaman sorgum. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok pola faktorial 3x3x4 dengan 3 kelompok. Faktor pertama adalah perbedaan jenis tanaman sorgum (sorgum varietas Samurai I (M17), sorgum BMR galur Patir 3.6, dan sorgum BMR galur Patir 3.7), faktor kedua adalah umur pemanenan tanaman (85 hari, 95 hari, dan 105 hari), dan faktor ketiga adalah waktu fermentasi silase (7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari). Peubah yang diamati meliputi kualitas fisik silase (aroma, tektur, warna, keberadaan jamur, dan suhu) dan kualitas kimiawi silase (pH, bahan kering, protein kasar, total asam lemak terbang (TVFA), N-NH3, dan nilai fleigh). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jenis sorgum, waktu fermentasi silase, dan umur panen tanaman sorgum mempengaruhi kualitas silase yang dihasilkan. Jenis sorgum BMR Patir 3.7 menghasilkan kualitas silase yang lebih baik daripada jenis sorgum lainnya. Waktu fermentasi silase tanaman sorgum selama 28 hari menghasilkan kualitas silase yang lebih baik diantara waktu fermentasi lainnya. Umur panen terbaik untuk menghasilkan silase yang berkualitas baik adalah umur panen 95 hari setelah tanam. Kata kunci: jenis sorgum, kualitas fisik, kualitas kimiawi, umur panen, waktu fermentasi ABSTRACT The objective of this research was to determine the effect of different variety, harvesting time, and time of fermentation to sorghum silage quality. The experimental design of this research was 3x3x4 factorial of randomized blocked design with three replicates. First factor was the different type of sorghum (Samurai I (M17) variety sorghum, BMR sorghum Patir 3.6, and BMR sorghum Patir 3.7), second factor was sorghum harvesting time (85 days, 95 days, and 105 days), and the third factor was time of fermentation (7 days, 14 days, 21 days and 28 days). Variables measured included silage physical quality (aroma, texture, color, fungi, and temperature) and silage chemical quality (pH, dry matter, crude protein, Total volatile fatty acid (TVFA), N-NH3, and fleigh Point). The result showed that different variety, harvesting time, and time of fermentation affecting silage quality. Type of BMR sorghum Patir 3.7 resulted better silage quality than the rest of sorghum. Silage fermentation time of 28 days resulted better silage quality among the others time treatments. The best harvesting time to get good quality silage was 95 days after planting. Keywords: chemical quality, harvesting time, physical quality, sorghum, time of fermentation
9 PENDAHULUAN Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan tanaman serealia yang berpotensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan tanaman sorgum mempunyai daerah adaptasi yang luas, yaitu toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marjinal, serta relatif tahan terhadap gangguan hama/ penyakit (Sirappa 2003). Tanaman sorgum terdiri dari hijauan pakan dan biji yang mempunyai potensi untuk dijadikan pakan ternak ruminansia. Selama ini, pengembangan sorgum untuk pakan ternak masih menggunakan varietas konvensional yang didesain bukan untuk pakan. Sorgum brown midrib (BMR) merupakan varietas sorgum hasil pemuliaan yang pemanfaatannya difokuskan untuk pakan ternak. Sorgum BMR memiliki kandungan lignin lebih rendah, kandungan nutrisi yang lebih tinggi, dan produksi biomassa 12% lebih rendah (Oliver et al. 2004; Mustafa et al. 2004). Salah satu kendala hijauan pakan di Indonesia adalah penyediaan sepanjang tahun yang tidak kontinyu. Kendala tersebut dapat diatasi melalui usaha-usaha pengawetan hijauan pakan pada saat produksinya melimpah, penggunaan sumber pakan inkonvensional, serta aplikasi teknologi fermentasi (Diwyanto dan Inounu 2001). Salah satu usaha dalam penerapan teknologi fermentasi adalah melalui proses ensilase untuk menghasilkan silase. Silase merupakan salah satu teknik pengawetan pakan atau hijauan pada kadar air tertentu melalui proses fermentasi mikrobial oleh bakteri yang berlangsung di dalam tempat yang disebut silo (McDonald et al. 2002). Kondisi hijauan pada saat akan dibuat silase dan saat proses ensilase sangat penting untuk menentukan tercapainya kondisi optimum. Pada kondisi optimum, pertumbuhan bakteri yang diinginkan akan menghasilkan perubahan yang efisien pada gula tanaman (Sapienza and Bolsen 1993). Kondisi lainnya adalah kadar air hijauan yang berkorelasi dengan umur pemanenan dan lamanya waktu proses pembuatan silase (ensilase) berlangsung. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh perbedaan jenis sorgum, waktu fermentasi, dan umur panen terhadap kualitas silase tanaman sorgum. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Agrostologi, dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 10 bulan, dari bulan Januari sampai Oktober 2014. Materi Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tanaman sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) varietas Samurai I (M17) dan varietas Brown Midrib (galur Patir 3.6 dan galur Patir 3.7) yang ditanam dan di panen dari kebun percobaan Cikabayan IPB serta bahan-bahan untuk analisis kualitas silase.
10 Peralatan yang digunakan meliputi peralatan untuk pembuatan silase yang terdiri dari silo berupa toples plastik ukuran 2 liter dengan selotip sebagai perekat agar kondisi kedap udara serta alat-alat untuk analisis kualitas silase. Pemanenan dan Pembuatan Silase Tanaman Sorgum Pemanenan tanaman sorgum dilakukan sesuai dengan perlakuan yaitu pada umur 85, 95, dan 105 hari. Setelah dipanen, tanaman sorgum selanjutnya dichopping dan dilayukan selama 24 jam dengan tujuan menurunkan kadar air sehingga siap untuk dibuat silase. Silase dibuat menggunakan toples plastik berukuran 2 liter yang selanjutnya dikondisikan kedap udara dengan bantuan selotip. Proses ensilase (waktu fermentasi) dilakukan berdasarkan perlakuan yaitu 7, 14, 21, dan 28 hari. Pemanenan Silase Silase dipanen disesuaikan dengan waktu ensilase yang diterapkan sebagai perlakuan (7, 14, 21, dan 28 hari). Pemanenan dilakukan dengan membuka silo kemudian dilakukan pengukuran suhu silase. Selanjutnya dilakukan pengamatan sifat fisik berupa aroma, tekstur, warna, dan keberadaan jamur dengan pengujian sensori. Persentase jamur diukur dengan menimbang jumlah bagian berjamur yang dibandingkan dengan jumlah total silase. Tahap selanjutnya adalah mengeringkan silase di dalam oven 60 oC. Silase yang sudah kering siap untuk dilakukan analisis selanjutnya. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) pola faktorial dengan pola faktorial 3 x 3 x 4 dengan 3 kelompok. Faktor pertama adalah perbedaan jenis tanaman sorgum (C1 = sorgum varietas Samurai I (M17); C2 = sorgum BMR galur Patir 3.6; C3 = sorgum BMR galur Patir 3.7), faktor kedua adalah umur pemanenan tanaman (D85 = umur 85 hari; D95 = umur 95 hari; D105 = umur 105), dan faktor ketiga adalah waktu fermentasi (F7 = fermentasi 7 hari; F14 = fermentasi 14 hari; F21 = fermentasi 21 hari; F28 = fermentasi 28 hari). Data pada pengamatan karakteristik fisik (aroma, warna, tekstur, dan keberadaan jamur) dianalisis secara deskriptif sedangkan data lainnya pada karakteristik fisik berupa suhu dan kualitas kimiawi dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (1955) dan uji polinomial orthogonal (untuk faktor kuantitatif) dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 16. Peubah yang diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Kalitas fisik silase. Pengukuran kualitas fisik silase dilakukan dengan pengujian sensori untuk peubah aroma, tekstur, warna, dan keberadaan jamur, sedangkan suhu diukur menggunakan termometer. Kualitas kimiawi silase. Peubah kualitas kimiawi silase yang diamati meliputi: a) nilai pH silase menggunakan prosedur Naumann dan Bassler (1997); b) kandungan bahan kering (BK) silase menggunakan metode AOAC (1990); c) kandungan protein kasar (PK) silase menggunakan metode Kjeldahl yang
11 dikemukakan oleh AOAC (1990); d) konsentrasi N-NH3 silase menggunakan metode mikrodifusi Conway (Conway and O’Malley 1942); e) konsentrasi total volatile fatty acid (TVFA) menggunakan teknik destilasi uap atau Steam Destilation (General Laboratory Procedure 1966); serta f) perhitungan kualitas silase berdasarkan nilai fleigh berdasarkan formula Kilic (1984): NF = 220+(2 x BK(%) – 15) - (40 x pH) HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Fisik Silase Kualitas silase dapat dilihat dari kualitas fisik silase yang dihasilkan (Ferreira and Mertens 2005). Kualitas fisik silase meliputi warna, bau, tekstur, dan keberadaan jamur serta suhu. Kualitas fisik silase tanaman sorgum manis dapat dilihat pada Tabel 3.1. Aroma silase tanaman sorgum manis menunjukkan aroma asam dan wangi fermentasi. Aroma silase yang dihasilkan termasuk kedalam kriteria kualitas silase yang baik. Silase berkualitas baik memiliki aroma asam dan wangi (Abdelhadi et al. 2005). Warna silase yang dihasilkan menunjukkan warna hijau atau sama dengan warna tanaman sorgum sebelum ensilase. Saun and Heinrichs (2008) menyatakan bahwa warna pada silase menggambarkan hasil fermentasi selama proses ensilase dan silase yang berkualitas baik adalah silase yang berwarna hampir sama dengan bahan sebelum ensilase. Tabel 3 Kualitas fisik silase (aroma, warna, tekstur, dan keberadaan jamur) tanaman sorgum Perlakuan
Aroma
Jenis Sorgum (JS) Samurai I (M17) Asam Patir 3.6 Asam Patir 3.7 Asam Umur Panen (UP) 85 hari Asam 95 hari Asam 105 hari Asam Waktu Fermentasi (WF) 7 hari Asam 14 hari Asam 21 hari Asam 28 hari Asam
Peubah Warna Tekstur
Jamur (%)
Hijau Hijau Hijau
Padat Padat Padat
2.33 2.84 3.94
Hijau Hijau Hijau
Padat Padat Padat
0.55 2.54 6.02
Hijau Hijau Hijau Hijau
Padat Padat Padat Padat
0.54 1.87 3.37 6.36
Tekstur silase yang dihasilkan menunjukkan tekstur yang padat atau tidak menggumpal, tidak berlendir, dan remah. Silase yang baik memiliki tekstur lembut (Sandi et al. 2010). Persentase jamur berdasarkan rataan dari seluruh perlakuan menunjukkan kurang dari 10%. Menurut Davies (2007), persentase bagian berjamur pada silase berkualitas baik adalah kurang dari 10%. Faktor jenis sorgum menunjukkan bahwa secara rata-rata jenis sorgum yang menghasilkan
12 Tabel 4 Suhu silase tanaman sorgum Peubah Suhu
Efek Perlakuan JS
UP
WF
JS.UP
JS.WF
WF.UP
JS.WF.UP
(1) 25.21 ± 1.15
(1) 24.86 ± 0.57
(1) 24.52 ± 1.00
**
ns
**
ns
(2) 25.31 ± 1.23
(2) 24.68 ± 1.15
(2) 25.37 ± 1.12
(3) 25.29 ± 1.13
(3) 26.26 ± 0.97
(3) 25.57 ± 1.39
(4) 25.61 ± 0.73 **P < 0.01, ns: P > 0.05, JS: jenis sorgum; (1): Samurai I (M17), (2): Patir 3.6, (3): Patir 3.7. UP: umur panen; (1): 85 hari, (2): 95 hari, (3): 105 hari. WF: waktu fermentasi; (1): 7 hari, (2): 14 hari, (3): 21 hari, (4): 28 hari.
persentase jamur paling sedikit adalah Samurai I (M17). Berdasarkan faktor umur panen dan waktu fermentasi, persentase jamur secara rata-rata semakin meningkat seiring semakin lamanya umur panen tanaman sorgum dan semakin lamanya waktu fermentasi silase tanaman sorgum. Suhu silase tanaman sorgum secara statistik menunjukkan adanya interaksi (P<0.01) antara JS dengan UP dan WF dengan UP. Interaksi antara JS dengan UP menghasilkan suhu tertinggi pada kombinasi JS(2)UP(3) dengan nilai 26.33oC, namun secara statistik nilai tersebut sama dengan kombinasi JS(1)UP(3) dan JS(3)UP(3) dengan nilai berturut-turut 26.25oC dan 26.21oC. Interaksi antara WF dengan UP menghasilkan suhu tertinggi pada kombinasi WF(3)UP(3) dengan nilai sebesar 27.39oC. Berdasarkan hasil yang didapatkan pada interaksi antara JS dan UP terlihat bahwa seluruh jenis sorgum yang diujikan pada UP(3) atau umur panen tanaman 105 hari menghasilkan suhu yang lebih tinggi dari pada kombinasi perlakuan lainnya. Hal demikian juga terlihat pada interaksi antara WF dan UP. Kombinasi UP(3) dengan WF(3) atau waktu fermetasi silase 21 hari menghasilkan suhu tertinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya. Levital et al. (2009) menyatakan bahwa suhu maksimum yang dapat dihasilkan oleh silase adalah 30oC yang terjadi pada hari 4-14 ensilase kemudian akan mengalami penurunan seiring bertambah lamanya waktu fermentasi (ensilase). Kualitas Kimiawi Silase Kualitas kimiawi silase yang meliputi nilai pH, bahan kering (BK), dan nilai fleigh disajikan pada Tabel 3.3. Hasil pengukuran nilai pH menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0.01) untuk setiap faktor JS, UP, dan WF, namun tidak terdapat interaksi antara faktor-faktor tersebut (P>0.05). Silase yang dihasilkan dari sorgum jenis Samurai I (M17) memiliki pH terendah dibandingkan dua jenis sorgum lainnya (P<0.05). Pengaruh faktor WF terhadap pH disajikan pada Gambar 1. Lama fermentasi silase sorgum mempengaruhi pH silase yang dihasilkan secara kuadratik dengan nilai R2 sebesar 0.0325. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa faktor WF hanya dapat menjelaskan keragaman pH silase sebesar 3.25% sisanya 96.75% dijelaskan oleh faktor diluar WF. Pengaruh faktor UP terhadap pH disajikan pada Gambar 2. Lama pemanenan tanaman sorgum mempengaruhi pH silase yang dihasilkan secara kuadratik dengan nilai R2 sebesar 0.6895. Nilai tersebut berarti bahwa faktor UP dapat menjelaskan keragaman pH silase sebesar 68.95%. Berdasarkan pola kuadratik pada Gambar 2, nilai pH minimum didapatkan pada umur panen 101 hari. Rata-rata nilai pH yang
13 dihasilkan berkisar antara 3.51 - 4.10 yang termasuk kategori silase baik sekali. Wilkins (1988) menyatakan bahwa kualitas silase dapat digolongkan menjadi empat kategori, yaitu baik sekali (pH 3.2 - 4.2), baik (pH 4.2 - 4.5), sedang (pH 4.5 - 4.8), dan buruk (pH >4.8). Tabel 5 Kualitas kimiawi (pH, BK, dan nilai fleigh) silase tanaman sorgum Faktor Jenis Sorgum (JS) Samurai I (M17) Patir 3.6 Patir 3.7 Umur Panen (UP) 85 hari 95 hari 105 hari Waktu Fermentasi (WF) 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari
pH
Kualitas Kimiawi Silase BK (%) Nilai Fleigh
3.51 ± 0.41a 3.72 ± 0.41b 3.67 ± 0.35b
16.48 ± 1.99 15.88 ± 1.67 15.56 ± 1.88
97.72 ± 18.21b 88.12 ± 17.73a 89.17 ± 15.51a
4.10 ± 0.33b 3.40 ± 0.13a 3.40 ± 0.15a
14.98 ± 1.49a 15.54 ± 1.51a 17.40 ± 1.72b
71.00 ± 13.55a 100.19 ± 6.31b 103.83 ± 7.36b
15.90 ± 1.94 16.09 ± 1.57 16.11 ± 2.01 15.80 ± 2.01
91.09 ± 17.46ab 87.18 ± 19.91a 92.94 ± 15.88b 95.49 ± 16.70b
3.64 ± 0.40b 3.75 ± 0.47c 3.61 ± 0.35ab 3.52 ± 0.35a
Angka-angka pada faktor dan kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
Kandungan bahan kering (BK) merupakan aspek penting penentuan kualitas silase. Hasil pengukuran kadar BK pada Tabel 3.3 menunjukkan perbedaan (P<0.05) pada faktor UP, sedangkan faktor JS dan WF tidak berbeda (P>0.05). Gambar 3 menunjukkan pola hubungan linear antara lama panen tanaman sorgum setelah panen dan BK silase yang dihasilkan dengan nilai R2 sebesar 0.2794. Pola pada Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin lama umur pemanenan tanaman sorgum maka semakin tinggi pula BK silase yang dihasilkan. Secara keseluruhan,
Gambar 1 Pola pengaruh waktu fermentasi silase tanaman sorgum terhadap pH silase yang dihasilkan
14
Gambar 2 Pola pengaruh umur panen tanaman sorgum terhadap pH silase yang dihasilkan BK silase tanaman sorgum yang dihasilkan masih lebih rendah dari yang dilaporkan oleh Podkowka dan Podkowka (2011) yang menyatakan bahwa dalam silase sorgum biasanya terdapat hanya sekitar 20.88% BK. .
Gambar 3 Pola pengaruh umur panen tanaman sorgum terhadap BK silase yang dihasilkan Nilai fleigh merupakan perhitungan yang digunakan untuk mengukur kualitas silase berdasarkan nilai kandungan bahan kering (BK) dan pH silase. Hasil perhitungan nilai fleigh menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0.01) untuk setiap faktor JS, UP, dan WF, namun tidak terdapat interaksi antara faktor-faktor tersebut (P>0.05. Nilai fleigh yang didapatkan berdasarkan rataan nilai secara keseluruhan berkisar antara 71.00 – 100.83. Ozturk (2005) mengklasifikasikan kualitas silase berdasarkan nilai fleigh. Silase dengan nilai fleigh lebih dari 85 dikategorikan silase berkualitas sangat baik sedangkan silase dengan nilai fleigh 60 - 80 dikategorikan silase berkulitas baik.
15 Tabel 6 Protein kasar silase tanaman sorgum Peubah PK
Efek Perlakuan JS
UP
WF
JS.UP
JS.WF
WF.UP
JS.WF.UP
(1) 8.14 ± 1.26
(1) 10.65 ± 1.10b
(1) 9.53 ± 1.46
ns
*
ns
ns
(2) 9.67 ± 1.22
(2) 8.55 ± 0.97a
(2) 9.06 ± 1.40
(3) 9.87 ± 1.17
(3) 8.49 ± 1.01a
(3) 9.08 ± 1.40
(4) 9.24 ± 1.51 *: P < 0.05, ns: P > 0.05, JS: jenis sorgum; (1): Samurai I (M17), (2): Patir 3.6, (3): Patir 3.7. UP: umur panen; (1): 85 hari, (2): 95 hari, (3): 105 hari. WF: waktu fermentasi; (1): 7 hari, (2): 14 hari, (3): 21 hari, (4): 28 hari. Angka-angka pada faktor dan kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
Kualitas kimiawi selanjutnya yang disajikan pada Tabel 3.4 adalah protein kasar (PK). PK silase tanaman sorgum secara statistik menunjukkan adanya interaksi (P<0.05) antara JS dan WF. Nilai PK tertinggi didapatkan dari kombinasi perlakuan JS(3)WF(1) dengan nilai 10.30%. Pola hubungan antara UP dengan PK silase dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan pola hubungan kuadratik antara lama pemanenan tanaman sorgum terhadap PK silase yang dihasilkan dengan nilai R2 sebesar 0.496. Besarnya kandungan protein silase dipengaruhi oleh besarnya kandungan protein bahan dan juga perombakan protein kasar. Protein bahan akan mengalami penguraian pada saat ensilase, protein akan dirombak menjadi asam amino dan polipetida yang kemudian diurai lebih lanjut menjadi amonia, VFA, dan CO2. Kondisi ini akan terjadi secara intensif apabila suplai oksigen mencukupi.
Gambar 4 Pola pengaruh umur panen tanaman sorgum terhadap PK silase yang dihasilkan Kualitas kimiawi berupa amonia (NH3) dan total volatile fatty acid (TVFA) disajikan pada Tabel 3.5. Perombakan protein menjadi ammonia nitrogen (NH3) pada silase tanaman sorgum manis menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada faktor UP (P<0.01) dan WF (P<0.05) tetapi faktor JS dan interaksi antar faktor menunjukkan hasil tidak berbeda (P>0.05). Pola pengaruh faktor WF terhadap NH3 dapat dilihat pada Gambar 5. Pengaruh lama fermentasi mempengaruhi NH3 secara lineardengan nilai R2 sebesar 0.0271. Pola pengaruh faktor UP terhadap
16 Tabel 7 Kualitas kimiawi silase (NH3 dan TVFA) tanaman sorgum Perlakuan Jenis Sorgum (JS) Samurai I (M17) Patir 3.6 Patir 3.7 Umur Panen (UP) 85 hari 95 hari 105 hari Waktu Fermentasi (WF) 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari
Kualitas Kimiawi Silase NH3 (%)
TVFA (mM)
3.43 ± 1.88 3.99 ± 2.22 3.74 ± 1.32
120.42 ± 38.65 116.86 ± 44.93 126.34 ± 39.85
5.49 ± 1.88c 2.34 ± 0.74a 3.33 ± 0.97b
120.42 ± 38.65 121.94 ± 39.30 122.96 ± 44.63
3.22 ± 1.90a 3.83 ± 1.89ab 3.65 ± 1.50ab 4.18 ± 2.01b
115.62 ± 38.21 116.29 ± 50.53 131.88 ± 37.48 123.29 ± 34.34
TVFA: total volatile fatty acid. Angka-angka pada faktor dan kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
NH3 diwakili oleh kurva kuadratik (Gambar 6) dengan nilai R2 sebesar 0.5151. Berdasarkan rataan setiap faktor, nilai NH3 berkisar antara 3-6%. Menurut Chamberlain and Wilkinson (1996), konsentrasi NH3 kurang dari 5% dikategorikan dalam silase yang sangat baik, sedangkan silase berkualitas baik mempunyai konsentrasi NH3 antara 5 - 10%.
Gambar 5 Pola pengaruh waktu fermentasi silase tanaman sorgum terhadap NH3 silase yang dihasilkan Asam lemak terbang (VFA) merupakan hasil dari penguraian bahan organik selama ensilase. Konsentrasi VFA silase yang dihasilkan menunjukkan hasil yang tidak berbeda (P>0.05) untuk setiap faktor. Variasi konsentrasi total VFA silase
17
Gambar 6 Pola pengaruh umur panen tanaman sorgum terhadap NH3 silase yang dihasilkan secara umum dipengaruhi beberapa faktor yaitu jenis tanaman, kadar bahan kering pada saat panen, populasi bakteri, kehilangan selama panen maupun saat proses ensilase, cuaca pada saat panen, kandungan karbohidrat bahan (Saun and Heinrichs 2008). Silase yang berkualitas baik adalah silase dengan dominasi asam laktat (>60%) pada komposisi total asam lemak terbang (VFA) silase. SIMPULAN Perbedaan jenis sorgum, waktu fermentasi silase, dan umur panen tanaman sorgum mempengaruhi kualitas silase yang dihasilkan. Jenis sorgum BMR Patir 3.7 menghasilkan kualitas silase yang lebih baik daripada jenis sorgum lainnya. Waktu fermentasi silase tanaman sorgum selama 28 hari menghasilkan kualitas silase yang lebih baik diantara waktu fermentasi lainnya. Umur panen terbaik untuk menghasilkan silase yang berkualitas baik adalah umur panen 95 hari setelah tanam.
4 PEMBAHASAN UMUM Sorgum merupakan tanaman serealia yang berpotensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marjinal, serta relatif tahan terhadap gangguan hama/ penyakit (Sirappa 2003). Klasifikasi utama tanaman sorgum secara umum dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu sorgum manis/ sweet sorghum (biasa digunakan sebagai hay, silase, maupun sirup), sorgum nonsakarik (biasa digunakan untuk produksi biji), broomcorn (pemanfaatan malainya sebagai bahan pembuat sapu), dan grass sorghum (dimanfaatkan sebagai hijauan dan pastura). Tanaman sorgum jenis sorgum manis/ sweet sorghum sangat palatabel sebagai hijauan pakan karena batangnya yang renyah dan manis (Ahlgren 1956). Tanaman sorgum yang terdiri dari biji sorgum dan hijauan sorgum berpotensi sebagai pakan ternak. Selama ini, pengembangan sorgum untuk pakan
18 ternak masih menggunakan varietas konvensional yang didesain bukan untuk pakan karena memiliki kandungan lignin yang tinggi. Beberapa hasil penerapan teknologi mutasi serta persilangan pada tanaman sorgum menghasilkan galur sorgum dengan kandungan lignin yang lebih rendah dan kandungan nutrisi yang lebih tinggi. Sorgum jenis inilah yang dapat didesain sebagai sorgum khusus untuk pakan. Sorgum BMR merupakan jenis sorgum yang memiliki kandungan lignin lebih rendah, kandungan nutrisi yang lebih tinggi, dan produksi biomassa 12% lebih rendah dibandingkan dengan sorgum konvensional (Oliver et al. 2004; Mustafa et al. 2004). Penelitian ini menggunakan 4 jenis sorgum, 1 jenis (sorgum manis varietas Numbu) digunakan pada penelitian tahap pertama dan 3 jenis (sorgum manis varietas Samurai I (M17), sorgum BMR galur Patir 3.6, dan sorgum BMR galur Patir 3.7) digunakan pada penelitian tahap kedua. Sorgum varietas Numbu merupakan varietas sorgum yang telah resmi dirilis yang diperuntukkkan sebagai varietas penghasil biji, sedangkan sorgum varietas Samurai I (M17) diperuntukkan sebagai varietas untuk bahan baku pembuatan bioetanol. Sorgum BMR Patir 3.6 dan Patir 3.7 merupakan jenis sorgum berupa galur yang masih dalam proses pengujian. Nama BMR adalah kependekan dari brown midrib yang merupakan suatu istilah dari hasil mutasi genetik beberapa spesies rerumputan yang menghasilkan tanaman dengan kandungan lignin yang rendah. Miller and Stroup (2003) menyatakan bahwa BMR telah diterapkan pada hijauan sorgum, sudan grass, dan jagung. Tanaman sorgum varietas Numbu pada penelitian tahap pertama dipanen pada umur 70 hari. Hal ini mengacu pada BALITSEREAL (2013) yang melaporkan bahwa sorgum varietas Numbu berbunga 50% kurang lebih 69 hari setelah tanam. Menurut tingkat kematangan biji sorgum berdasarkan Owen and Webster (1963), umur 70 hari tersebut adalah fase milk to the soft-dough yang merupakan fase yang baik untuk hijauan sebagai bahan silase (Dogget 1970). Umur panen 70 hari atau fase berbunga 50% diartikan bahwa sebagian tanaman pada umur tersebut sudah memiliki bunga dan sebagian lainnya belum memiliki bunga. Perbedaan ada dan tidak adanya rangkum bunga berdasarkan kualitas nutrisi telah ditampilkan pada Tabel 2.1. Seluruh peubah yang ditampilkan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05) berdasarkan Uji-T. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kualitas antara sorgum yang memiliki rangkum bunga dengan yang tidak memiliki rangkum bunga. Silase merupakan suatu teknik pengawetan pakan atau hijauan pada kadar air tertentu melalui proses fermentasi mikrobial oleh bakteri asam laktat yang berlangsung di dalam tempat yang disebut silo (McDonald et al. 2002). Jenis tanaman hijauan yang cocok sebagai bahan baku silase hendaknya memiliki produksi BK dan kecernaan yang tinggi, memiliki kapasitas buffer yang rendah, dan memiliki kandungan WSC yang tinggi pula (Demirel 2011). Kandungan WSC sorgum yang ditampilkan pada Tabel 2.1 berkisar antara 9.15 – 10.69%. Nilai tersebut lebih tinggi dari syarat WSC bahan untuk pembuatan silase yaitu 35% (McDonald et al. 1991). Proses ensilasi secara garis besar terbagi atas 4 fase yaitu (1) fase aerob, (2) fase fermentasi, (3) fase stabil dan (4) fase pemberian pada ternak (Moran 2005). Salah satu upaya mempercepat fase tersebut adalah dengan penambahan aditif
19 pada bahan sebelum dibuat silase. Menurut McDonald et al (2002) zat aditif yang dapat ditambahakan dalam silase terdiri atas 2 klasifikasi yaitu stimulan fermentasi seperti sumber gula, inokulan, dan ezim yang dapat mendorong pertumbuhan bakteri asam laktat dan inhibitor fermentasi seperti asam dan formalin yang dapat menghambat sebagian atau seluruh pertumbuhan mikroba. Penelitian tahap pertama menggunakan bahan aditif berupa dedak padi dan inokulan yang bersumber dari hasil ekstraksi tanaman sorgum yang difermentasi. Taraf penggunaan 3% pada penelitian ini adalah berdasarkan Ridwan et al. (2005) yang melaporkan bahwa penambahan dedak padi 1-5% pada pembuatan silase rumput gajah berpengaruh terhadap kualitas silase yang dihasilkan. Inokulum yang digunakan pada penelitian ini menggunakan hasil ekstrasi tanaman sorgum dan bukan inokulum komersial. Hal ini berdasarkan penelitian Ohshima et al. (1997) yang melaporkan bahwa penggunaan ekstraksi hijauan alfalfa yang difermentasi sebagai campuran pembuatan silase hijauan alfalfa menghasilkan kualitas silase yang lebih baik dibandingkan dengan inokulum yang berasal dari komersial. Taraf penggunaan 3% pada penelitian ini berdasarkan Santoso et al. (2009) yang melaporkan bahwa penambahan ekstraksi rumput tropika yang difermentasi sebanyak 3% pada pembuatan silase rumput tropika sejenis dapat meningkatkan kualitas silase yang dihasilkan. Berdasarkan hasil yang didapatkan pada penelitian tahap pertama, silase tanaman sorgum yang dihasilkan dengan penambahan aditif memiliki kualitas yang sama baiknya dengan silase yang tidak ditambahkan aditif (kontrol). Hasil ini digunakan selanjutnya pada penelitian tahap kedua sehingga pada penelitian tahap kedua pembuatan silase tidak menggunakan tambahan aditif. Penelitian pada tahap kedua lebih menekankan pada aspek hijauan dan proses ensilasenya sehingga rancangan penelitian dibuat faktorial dengan 3 faktor (jenis sorgum berbeda, waktu fermentasi berbeda, dan umur panen tanaman yang berbeda). Kondisi hijauan yang akan dibuat silase dan saat proses ensilase sangat penting untuk menentukan tercapainya kondisi optimum silase. Pada kondisi optimum, pertumbuhan bakteri yang diinginkan akan menghasilkan perubahan yang efisien pada gula tanaman sehingga silase yang dihasilkan berkualitas baik (Sapienza and Bolsen 1993). Kualitas silase secara umum terbagi 3, yaitu kualitas silase berdasarkan fisik, kimiawi, dan biologi. Kualitas berdasarkan fisik meliputi warna, bau, tekstur, dan keberadaan jamur serta suhu. Kualitas kimiawi atau yang biasa disebut kualitas kimiawi meliputi kandungan nutrien berdasarkan analisis proksimat dan analisis van soest, nilai pH, asam lemak terbang/ volatile fatty acid (VFA), perombakan protein yang diukur sebagai amonia/ N-NH3, kandungan gula, serta perhitungan kualitas berdasarkan nilai fleigh. Kualitas yang ketiga adalah kualitas biologis meliputi kecernaan silase yang dapat diukur berdasarkan metode In Vitro atau In Vivo. Penelitian ini hanya mengukur silase berdasarkan kualitas fisik dan kimiawi. Berdasarkan kualitas fisik, silas yang dihasilkan memiliki kualitas yang sangat baik untuk semua perlakuan yang diberikan. Berdasarkan kualitas kimiawi, pada penelitian tahap pertama dengan perlakuan pemberian aditif pada silase menghasilkan kualitas silase yang sama baiknya untuk semua perlakuan yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas silase tanaman sorgum manis tanpa penambahan aditif lebih efektif dari pada silase sorgum manis dengan
20 penambahan aditif. Pada penelitian tahap kedua, perbandingan jenis sorgum antara varietas sorgum manis dengan sorgum BMR menghasilkan kualitas sorgum BMR memiliki kualitas yang lebih baik daripada sorgum manis. Hal ini berarti bahwa sorgum BMR yang tujuan pemuliaannya sebagai bahan pakan efektif digunakan untuk menggantikan sorgum konvensional. Berdasarkan faktor peningkatan umur panen tanaman sorgum, semakin lama umur pemanenan tanaman sorgum maka akan meningkatkan suhu dan BK silase tetapi akan menurunkan pH, PK, dan NH3 silase. Sedangkan berdasarkan faktor peningkatan waktu fermentasi silase, semakin lama waktu fermentasi silase maka akan meningkatkan suhu dan NH3 silase tetapi akan menurunkan pH dan PK silase. Kualitas silase terbaik didapatkan dari kombinasi umur panen tanaman 95 hari setelah tanam dan waktu fermentasi selama 28 hari.
5 SIMPULAN Kualitas silase tanaman sorgum manis dengan penambahan aditif berupa dedak padi dan ekstrak sorgum terfermentasi menghasilkan silase dengan kualitas yang sama baik dengan silase yang tidak ditambahkan aditif. Sorgum BMR efektif digunakan sebagai sorgum bahan pakan untuk menggantikan penggunaan sorgum konvensional. Kombinasi waktu fermentasi dan umur panen yang menghasilkan kualitas silase yang terbaik adalah waktu fermentasi 28 hari dan umur panen 95 hari setelah tanam.
DAFTAR PUSTAKA Abdelhadi LO, Santini FJ, Gagliostro GA. 2005. Corn silage of high moisture corn supplements for beef heifers grazing temperate pasture; effects on performance ruminal fermentation and in situ pasture digestion. Anim Feed Sci Technol. 118: 63-78. Ahlgren GH. 1956. Forage corp 2nd edition. New York (US): McGraw-Hill Book Company INC [AOAC] Association of Official Agricultural Chemists. 1990. Official Methods of Analysis of the Association of Analytical Chemist. 15th Ed. Arlington (US): Assoc of Official Analytical Chemist. [AOAC] Association of Official Agricultural Chemists. 2005. Official Methods of Analysis. 17th Ed. Washington DC (US): Assoc of Official Analytical Chemist.. [BALITSEREAL] Balai Penelitian Tanaman Serealia. Varietas numbu (sorgum) [Internet]. Jakarta (ID): Departemen Pertanian Indonesia. [diunduh 2013 Juli 20]. Tersedia pada: http://balitsereal.litbang.deptan. go.id/ind/index.php Bureenok S, Namihira T, Mizumachi S, Kawamoto Y, Nakada T. 2006. The effect of epiphytic lactic acid bacteria with or without different byproduct from defatted rice bran and green tea waste on napiergrass (Pennisetum purpureum Shumach) silage fermentation. J Sci Food Agric. 86:1073-1077. doi: 10.1002/jsfa.2458
21 Buysse J, Merckx R. 1993. An improved colorimetric method to quantify sugar content of plant tissue. J Exp Bot. 44:1627-1629. Chamberlain AT, Wilkinson JM. 1996. Feeding the Dairy Cow. Lincoln (US): Chalcombe. Conway EJ, O’Malley E. 1942. Microdiffusion methods: ammonia and urea using buffered absorbents (revised methods for ranges greater than 10 μg N). J Biochem. 36: 655-661. Davies D. 2007. Improving silage quality and reducing CO2 emission [Internet]. California (US): Dow Chemical. [diunduh 2013 Juli 22]. Tersedia pada: http://www.dow.com/silage/tools/experts/ improving.htm. Demirel R, Akdemir F, Saruhan V, Demirel DS, Akinci C, Aydin F. 2011. The determination of qualities in different whole-plant silages among hybrid maize cultivars. Afr. J. Agri. Res. 6(24): 5469-5474 Diwyanto K, Inounu I. 2001. Ketersediaan teknologi dalam pengembangan ruminansia kecil. Seminar Nasional Domba dan Kambing. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. hlm 121-130. Doggett H. 1970. Sorghum. London (GB): Longmans, Green and Co Ltd. Dubois M, Gilles KA, Hamilton JK, Rebers PA, Smitth F. 1956. Calorimetric Method for Determination of Sugars and Related Substances Division of Biochemistry. Minn (US): University of Minnesota. Duncan DB. 1955. Multiple range and multiple F tests. Biometrics. 11:1-42. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2002. Sweet sorghum in China [Internet]. Hebei (CN): FAO. [diacu 2013 Juli 20]. Tersedia pada: http://www.fao.org/ag/magazine/ 0202sp2.htm Ferreira G, Mertens DR. 2005. Chemical and physical characteristics of corn silages and their effects on in vitro dissappearance. J Dairy Science 88: 4414 – 4425. [GLP] General Laboratory Procedure. 1966. General Laboratory Procedure. Wisconsin (US): University of Wisconsin. Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Lebdosukodjo S, Tillman AD. 1980. Tabel-Tabel Dari Komposisi Bahan Makanan Ternak Untuk Indinesia. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr. Hartadi H, Reksohadiprojo S, Tilman AD. 2005. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr. Kilic A. 1984. Silo Yemi (Silage Feed). Izmir (TR): Bilgehan Pr. Levital T, Mustafa AF, Seguin P, Lefebvre G. 2009. Effects of a propionic acidbased additive on short-term ensiling characteristics of whole plant maize and on dairy cow performance. Anim Feed Sci Technol. 152:21–32. Mahanta SK, Pachauri VC. 2004. Nutritional Evaluation of Two Promising Varieties of Forage Sorghum in Sheep Fed as Silage. AJAS, 18 (12): 1715-1720. McDonald P, Edwards R, Greenhalgh J. 1991. The Biochemistry of Silage. 2nd Ed. Marlow (GB): Chalcombe. McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. Harlow (GB): Pearson Education. Miller FR, Stroup JA. 2003. Brown midrib forage sorghum, sudangrass, and corn: What is the potential?. 33rd California Alfalfa dan Forage Symposium 1719 December 2003.
22 Moran J. 2005. Tropical dairy farming: feeding management for small holder dairy farmers in the humid tropics. Porto (PT): Lanlink Pr. Mustafa AF, Hassanat F, Seguin P. 2004. Chemical composition and in situ ruminal nutrient degradability of normal and brown midrib forage pearl millet grown in southwestern Quebec, Can. J. Anim. Sci. 84: 737–740. Naumann C, Bassler R. 1997. VDLUFA-Methodenbuch Band III, Die chemische Untersuchung von Futtermitteln. 3rd Ed. Darmstadt (NL): VDLUFA Verlag. Oliver AL, Grant RJ, Pedersen JF, O’Rear J. 2004. Comparison of brown midrib-6 and - 18 forage sorghum with conventional sorghum and corn silage in diets of lactating dairy cows. J. Dairy Sci. 87: 637–644. Ohshima M, Kimura E, Yokota H. 1997. A methods of making good quality silage from direct cut alfalfa by spraying previously fermented juices. Anim Feed Sci Technol. 66: 129-137. Owen FG, Webster OJ. 1963. Effect of sorghum maturity at harvest and variety on certain chemical constituents in sorghum silage. Agron. J., 55:167 Ozturk D, Kizilsimsek M, Kamalak A, Canbolat O, Ozkan CO. 2005. Effects of ensiling alfalfa with whole-crop maize on the chemical composition and nutritive value of silage mixtures. Kahramanmaras (TR): Kahramanmaras Sutcu Imam University. Podkowka Z, Podkowka L. 2011. Chemical composition and quality of sweet sorghum and maize silages. Journal of Central European Agriculture, 2011, 12(2) Ridwan R, Ratnakomala S, Kartina G, Widyastuti Y. 2005. Pengaruh penambahan dedak padi dan Lactobacillus plantarum 1BL-2 dalam pembuatan silase rumput gajah. Med Pet. 28(3):117-123. Sandi S, Laconi EB, Sudarman A, Wiryawan KG, Mangundjaja D. 2010. Kualitas nutrisi silase berbahan baku singkong yang diberi enzim cairan rumen sapi dan Leuconostoc mesenteroides. Med Pet. 33(1):25-30. Santoso B, Hariadi TjB, Manik H, Abubakar H. 2009. Kualitas rumput unggul tropika hasil ensilase dengan bakteri asam laktat dari ekstrak rumput terfermentasi. Med Pet. 32(2):137-144. Sapienza DA, Bolsen KK. 1993. Teknologi Silase (Penanaman, Pembuatan, dan Pemberdayaan pada Ternak). Martoyoedo RBS, penerjemah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Terjemahan dari: Pioneer Seeds. Saun RJV, Heinrichs AJ. 2008. Trouble shooting silage problem. Di dalam: Proceedings of the Mid-Atlantic Conference; 2008 May 26; Pensylvania, United States of America. Pensylvania (US): Pen State’s College. hlm 2-10. Sirappa MP. 2003. Prospek pengembangan sorgum di Indonesia sebagai komoditas alternatif untuk pangan, pakan, dan industri. Jurnal Litbang Pertanian. 22: 133-140. Van Soest PJ, Robertson JB, Lewis BA. 1991. Methods for dietary fiber, neutral detergent fiber, and nonstarch polysaccharides in relation to animal nutrition. J. Dairy Sci. 74: 3583-3597. Ward G, Smith EF. 1968. NutritiveValue of Sorghum Silage as Influenced by Grain Content. J. Dairy Sci. 51: 69. Wilkins RJ. 1988. The Preservation of Forage. Orskov ER, editor. Amsterdam (NL): Elsevier Science.
23 Lampiran 1 Hasil sidik ragam kualitas silase Peubah
Sumber Keragaman BK Perlakuan Galat Total Abu Perlakuan Galat Total PK Perlakuan Galat Total LK Perlakuan Galat Total SK Perlakuan Galat Total BETN Perlakuan Galat Total TDN Perlakuan Galat Total NDF Perlakuan Galat Total Hemiselulosa Perlakuan Galat Total ADF Perlakuan Galat Total Selulosa Perlakuan Galat Total
Jumlah Derajat Kuadrat Bebas 26.425 2 3.097 9 29.522 11 8.217 2 2.338 8 10.555 10 13.923 2 38.906 9 52.829 11 0.516 2 1.487 6 2.004 8 8.294 2 29.593 9 37.887 11 26.713 2 85.618 9 112.330 11 15.013 2 12.339 6 27.352 8 4.688 2 67.770 9 72.458 11 464.048 2 723.266 9 1187.313 11 562.118 2 1005.645 9 1567.762 11 104.933 2 385.082 9 490.014 11
Kuadrat F Nilai-P Tengah 13.212 38.393 0.000 0.344 4.109 14.058 0.292
0.002
6.962 4.323
1.610
0.252
0.258 0.248
1.041
0.409
4.147 3.288
1.261
0.329
13.356 9.513
1.404
0.295
7.507 2.056
3.650
0.092
2.344 7.530
0.311
0.740
232.024 80.363
2.887
0.107
281.059 111.738
2.515
0.136
52.466 42.787
1.226
0.338
A: silase tanpa penambahan bahan aditif, B: silase dengan penambahan dedak padi 3%, C: silase dengan penambahan ekstrak sorgum terfermentasi 3%. BK: bahan kering, PK: protein kasar, LK: lemak kasar, SK: serat kasar, BETN: bahan ekstrak tanpa nitrogen, TDN: total digestible nutrient, NDF: neutral detergent fiber, ADF: acid detergent fiber.
24 Lampiran 2 Hasil sidik ragam suhu silase Jumlah Derajat Kuadearat Kuadrat Bebas Tengah 140.287 37 3.792 68957.787 1 68957.787 .074 2 .037 .199 2 .100 21.157 3 7.052 54.088 2 27.044 1.144 12 .095 .468 6 .078 .801 4 .200 62.356 6 10.393 3.926 70 .056 69102.000 108 144.213 107
Sumber Keragaman Model Terkoreksi Intersep Kelompok JS WF UP JS*WF*UP JS*WF JS* UP WF *UP Galat Total Total Terkoreksi
F
Nilai-P
67.604 1.230E6 .660 1.775 125.747 482.199 1.699 1.390 3.570 185.305
.000 .000 .520 .177 .000 .000 .086 .231 .010 .000
JS: jenis sorgum, WF: waktu fermentasi, UP: umur panen
Lampiran 3 Hasil uji lanjut Duncan interaksi jenis sorgum dengan umur panen terhadap suhu silase JSxUP JS(1)UP(2) JS(2)UP(2) JS(3)UP(1) JS(1)UP(1) JS(3)UP(2) JS(2)UP(1) JS(3)UP(3) JS(1)UP(3) JS(2)UP(3) Signifikansi
Jumlah 12 12 12 12 12 12 12 12 12
Subset
1 24.5417 24.6250
0.3920
2 24.6250 24.7917
0.0890
3
4
24.7917 24.8333 24.8750 24.9583
0.1200
26.2083 26.2500 26.3333 0.2280
JS: jenis sorgum; (1): Samurai I (M17), (2): Patir 3.6, (3): Patir 3.7. UP: umur panen; (1): 85 hari, (2): 95 hari, (3): 105 hari.
25 Lampiran 4 Hasil uji lanjut Duncan interaksi waktu fermentasi dengan umur panen terhadap suhu silase WFxUP
Jumlah
WF(1)UP(2) WF(2)UP(1) WF(3)UP(2) WF(4)UP(1) WF(1)UP(3) WF(3)UP(1) WF(2)UP(2) WF(1)UP(1) WF(4)UP(3) WF(4)UP(2) WF(2)UP(3) WF(3)UP(3) Signifikansi
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
Subset 1 23.222
2
3
4
5
6
7
8
24.167 24.167 24.667 24.889 25.167 25.167 25.444 26.000 26.167 26.778 1.000
1.000
.050
1.000
1.000
.140
1.000
27.389 1.000
WF: waktu fermentasi; (1): 7 hari, (2): 14 hari, (3): 21 hari, (4): 28 hari. UP: umur panen; (1): 85 hari, (2): 95 hari, (3): 105 hari.
Lampiran 5 Hasil sidik ragam pH silase Sumber Keragaman Model Terkoreksi Intersep Kelompok JS WF UP JS*WF*UP JS*WF JS* UP WF *UP Galat Total Total Terkoreksi
Jumlah Derajat Kuadearat F Nilai-P Kuadrat Bebas Tengah 14.542 37 0.393 10.739 0.000 1424.565 1 1424.565 3.892E4 0.000 0.282 2 0.141 3.852 0.026 0.886 2 0.443 12.104 0.000 0.689 3 0.230 6.274 0.001 11.794 2 5.897 161.122 0.000 0.248 12 0.021 0.566 0.862 0.131 6 0.022 0.596 0.732 0.099 4 0.025 0.679 0.609 0.413 6 0.069 1.881 0.096 2.562 70 0.037 1441.669 108 17.104 107
JS: jenis sorgum, WF: waktu fermentasi, UP: umur panen
Lampiran 6 Hasil uji lanjut Duncan faktor jenis sorgum terhadap pH silase JS (1) (3) (2) Signifikansi
Jumlah 36 36 36
Subset 1 3.5061
1.0000
JS: jenis sorgum; (1): Samurai I (M17), (2): Patir 3.6, (3): Patir 3.7.
2 3.6736 3.7158 0.3530
26 Lampiran 7 Hasil uji lanjut Duncan faktor waktu fermentasi terhadap pH silase WF (4) (3) (1) (2) Signifikansi
Jumlah 27 27 27 27
Subset 2
1 3.5278 3.6070
3
3.6070 3.6426
0.1330
0.4970
3.7500 1.0000
WF: waktu fermentasi; (1): 7 hari, (2): 14 hari, (3): 21 hari, (4): 28 hari.
Lampiran 8 Hasil uji lanjut Duncan faktor umur panen terhadap pH silase UP (2) (3) (1) Signifikansi
Jumlah 36 36 36
Subset 1 3.3972 3.3992 0.9660
2
4.0992 1.0000
UP: umur panen; (1): 85 hari, (2): 95 hari, (3): 105 hari.
Lampiran 9 Hasil uji polinomial orthogonal faktor waktu fermentasi terhadap pH silase Kontras polinomial faktor waktu fermentasi
Peubah pH silase
Linear
Perkiraan kontras Nilai terhipotesa Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) Galat Standar Signifikansi Selang kepercayaan 95% untuk Batas bawah perbedaan Batas atas
-0.109 0 -0.109 0.037 0.004 -0.182 -0.036
Kuadratik
Perkiraan kontras Nilai terhipotesa Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) Galat Standar Signifikansi Selang kepercayaan 95% untuk Batas bawah perbedaan Batas atas
-0.093 0 -0.093 0.037 0.013 -0.167 -0.020
Kubik
Perkiraan kontras Nilai terhipotesa Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) Galat Standar Signifikansi Selang kepercayaan 95% untuk Batas bawah perbedaan Batas atas
0.070 0 0.070 0.037 0.061 -0.003 0.144
27 Lampiran 10 Hasil uji polinomial orthogonal faktor umur panen terhadap pH silase Peubah pH silase
Kontras polinomial faktor umur panen Linear
Perkiraan kontras Nilai terhipotesa Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) Galat Standar Signifikansi Selang kepercayaan 95% untuk Batas bawah perbedaan Batas atas
-0.495 0 -0.495 0.032 0.000 -0.559 -0.431
Kuadratik
Perkiraan kontras Nilai terhipotesa Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) Galat Standar Signifikansi Selang kepercayaan 95% untuk Batas bawah perbedaan Batas atas
0.287 0 0.287 0.032 0.000 0.224 0.351
Lampiran 11 Hasil sidik ragam bahan kering silase Sumber Keragaman Model Terkoreksi Intersep Kelompok JS WF UP JS*WF*UP JS*WF JS* UP WF *UP Galat Total Total Terkoreksi
Jumlah Derajat Kuadearat F Nilai-P Kuadrat Bebas Tengah 172.643 37 4.666 1.617 0.042 27557.834 1 27557.834 9.548E3 0.000 0.352 2 0.176 0.061 0.941 15.802 2 7.901 2.738 0.072 1.874 3 0.625 0.216 0.885 114.856 2 57.428 19.898 0.000 18.649 12 1.554 0.538 0.882 11.590 6 1.932 0.669 0.675 4.122 4 1.030 0.357 0.838 5.398 6 0.900 0.312 0.929 202.032 70 2.886 27932.508 108 374.674 107
JS: jenis sorgum, WF: waktu fermentasi, UP: umur panen
Lampiran 12 Hasil uji lanjut Duncan faktor umur panen terhadap bahan kering silase UP (1) (2) (3) Signifikansi
Jumlah 36 36 36
UP: umur panen; (1): 85 hari, (2): 95 hari, (3): 105 hari.
Subset 1 14.9850 15.5400 0.1700
2
17.3967 1.0000
28 Lampiran 13 Hasil uji polinomial orthogonal faktor umur panen terhadap bahan kering silase Kontras polinomial faktor umur panen
Peubah BK silase
Linear
Perkiraan kontras Nilai terhipotesa Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) Galat Standar Signifikansi Selang kepercayaan 95% untuk Batas bawah perbedaan Batas atas
1.705 0 1.705 0.283 0.000 1.141 2.270
Kuadratik
Perkiraan kontras Nilai terhipotesa Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) Galat Standar Signifikansi Selang kepercayaan 95% untuk Batas bawah perbedaan Batas atas
0.531 0 0.531 0.283 0.065 -0.033 1.096
Lampiran 14 Hasil sidik ragam nilai fleigh silase Sumber Keragaman Model Terkoreksi Intersep Kelompok JS WF UP JS*WF*UP JS*WF JS* UP WF *UP Galat Total Total Terkoreksi
Jumlah Derajat Kuadearat F Nilai-P Kuadrat Bebas Tengah 28181.193 37 761.654 11.004 .000 907628.338 1 907628.338 1.311E4 .000 488.775 2 244.388 3.531 .035 1994.899 2 997.450 14.410 .000 989.322 3 329.774 4.764 .004 23311.491 2 11655.746 168.389 .000 440.333 12 36.694 .530 .888 251.105 6 41.851 .605 .726 169.104 4 42.276 .611 .656 536.163 6 89.360 1.291 .273 4845.340 70 69.219 940654.871 108 33026.534 107
JS: jenis sorgum, WF: waktu fermentasi, UP: umur panen
29 Lampiran 15 Hasil uji lanjut Duncan faktor jenis sorgum terhadap nilai fleigh silase JS
Subset
Jumlah
(2) (3) (1) Signifikansi
1 88.1239 89.1747
36 36 36
2
97.7208 1.0000
0.5940
JS: jenis sorgum; (1): Samurai I (M17), (2): Patir 3.6, (3): Patir 3.7.
Lampiran 16 Hasil uji lanjut Duncan faktor waktu fermentasi terhadap nilai fleigh silase WF (2) (1) (3) (4) Signifikansi
Jumlah 27 27 27 27
Subset 2
1 87.1822 91.0881
91.0881 92.9367 95.4856 0.0700
0.0890
3 87.1822 91.0881
0.0890
WF: waktu fermentasi; (1): 7 hari, (2): 14 hari, (3): 21 hari, (4): 28 hari.
Lampiran 17 Hasil uji lanjut Duncan faktor umur panen terhadap nilai fleigh silase UP (1) (2) (3) Signifikansi
Jumlah 36 36 36
Subset
1 71.0022
1.0000
2 100.1906 103.8267 0.0680
UP: umur panen; (1): 85 hari, (2): 95 hari, (3): 105 hari.
Lampiran 18 Hasil sidik ragam protein kasar silase Sumber Keragaman Model Terkoreksi Intersep Kelompok JS WF UP JS*WF*UP JS*WF JS* UP WF *UP Galat Total Total Terkoreksi
Jumlah Derajat Kuadearat F Nilai-P Kuadrat Bebas Tengah 190.282 37 5.143 12.074 .000 9196.772 1 9196.772 2.159E4 .000 .101 2 .051 .119 .888 64.242 2 32.121 75.415 .000 3.803 3 1.268 2.976 .037 109.143 2 54.572 128.126 .000 2.137 12 .178 .418 .952 6.243 6 1.040 2.443 .033 1.439 4 .360 .845 .502 3.174 6 .529 1.242 .296 29.815 70 .426 9416.869 108 220.096 107
JS: jenis sorgum, WF: waktu fermentasi, UP: umur panen
30 Lampiran 19 Hasil uji lanjut Duncan faktor umur panen terhadap protein kasar silase UP
Subset
Jumlah
(3) (2) (1) Signifikansi
1 8.4856 8.5492
36 36 36
2
10.6492 1.0000
0.6800
UP: umur panen; (1): 85 hari, (2): 95 hari, (3): 105 hari.
Lampiran 20 Hasil uji lanjut Duncan interaksi waktu fermentasi dengan umur panen terhadap protein kasar silase JSxWF
Jumlah
JS(1)WF(3) JS(1)WF(4) JS(1)WF(2) JS(1)WF(1) JS(2)WF(1) JS(3)WF(2) JS(2)WF(3) JS(2)WF(2) JS(3)WF(4) JS(3)WF(3) JS(2)WF(4) JS(3)WF(1) Signifikansi
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
Subset 1 7.8267 7.9056 8.0167
2
3
4
8.8233 9.4633 9.4967 9.5644 9.6789 9.8356 9.8378 9.9856 0.5650
1.0000
0.1490
9.6789 9.8356 9.8378 9.9856 10.3011 0.0740
JS: jenis sorgum; (1): Samurai I (M17), (2): Patir 3.6, (3): Patir 3.7. WF: waktu fermentasi; (1): 7 hari, (2): 14 hari, (3): 21 hari, (4): 28 hari.
Lampiran 21 Hasil uji polinomial orthogonal faktor umur panen terhadap protein kasar silase Kontras polinomial faktor umur panen
Peubah PK silase
Linear
Perkiraan kontras Nilai terhipotesa Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) Galat Standar Signifikansi Selang kepercayaan 95% untuk Batas bawah perbedaan Batas atas
-1.530 0 -1.530 0.109 0.000 -1.747 -1.313
Kuadratik
Perkiraan kontras Nilai terhipotesa Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) Galat Standar Signifikansi Selang kepercayaan 95% untuk Batas bawah perbedaan Batas atas
0.831 0 0.831 0.109 0.000 0.614 1.048
31 Lampiran 22 Hasil sidik ragam NH3 silase Sumber Keragaman Model Terkoreksi Intersep Kelompok JS WF UP JS*WF*UP JS*WF JS* UP WF *UP Galat Total Total Terkoreksi
Jumlah Derajat Kuadearat F Nilai-P Kuadrat Bebas Tengah 259.736 37 7.020 4.755 .000 1495.515 1 1495.515 1.013E3 .000 22.081 2 11.040 7.478 .001 5.696 2 2.848 1.929 .153 12.808 3 4.269 2.892 .041 187.038 2 93.519 63.346 .000 11.113 12 .926 .627 .812 5.426 6 .904 .613 .719 12.423 4 3.106 2.104 .089 3.151 6 .525 .356 .904 103.343 70 1.476 1858.594 108 363.079 107
*JS: jenis sorgum, WF: waktu fermentasi, UP: umur panen
Lampiran 23 Hasil uji lanjut Duncan faktor waktu fermentasi terhadap NH3silase WF
(1) (3) (2) (4) Signifikansi
Subset
Jumlah
1 3.2244 3.6526 3.8263
27 27 27 27
2 3.6526 3.8263 4.1815 0.1360
0.0890
WF: waktu fermentasi; (1): 7 hari, (2): 14 hari, (3): 21 hari, (4): 28 hari.
Lampiran 24 Hasil uji lanjut Duncan faktor umur panen terhadap NH3silase UP (2) (3) (1) Signifikansi
Jumlah 36 36 36
1 2.3428
Subset 2
3
3.3275
1.0000
UP: umur panen; (1): 85 hari, (2): 95 hari, (3): 105 hari.
1.0000
5.4933 1.0000
32 Lampiran 25 Hasil uji polinomial orthogonal faktor waktu fermentasi terhadap NH3 silase Kontras polinomial faktor waktu fermentasi
Peubah NH3 silase
Linear
Perkiraan kontras Nilai terhipotesa Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) Galat Standar Signifikansi Selang kepercayaan 95% untuk Batas bawah perbedaan Batas atas
0.603 0 0.603 0.234 0.012 0.137 1.070
Kuadratik
Perkiraan kontras Nilai terhipotesa Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) Galat Standar Signifikansi Selang kepercayaan 95% untuk Batas bawah perbedaan Batas atas
-0.036 0 -0.036 0.234 0.876 -0.503 0.430
Kubik
Perkiraan kontras Nilai terhipotesa Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) Galat Standar Signifikansi Selang kepercayaan 95% untuk Batas bawah perbedaan Batas atas
0.331 0 0.331 0.234 0.162 -0.136 0.797
Lampiran 26 Hasil uji polinomial orthogonal faktor umur panen terhadap NH3 silase Kontras polinomial faktor umur panen
Peubah NH3 silase
Linear
Perkiraan kontras Nilai terhipotesa Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) Galat Standar Signifikansi Selang kepercayaan 95% untuk Batas bawah perbedaan Batas atas
-1.531 0 -1.531 0.203 0.000 -1.935 -1.128
Kuadratik
Perkiraan kontras Nilai terhipotesa Perbedaan (Perkiraan - terhipotesa) Galat Standar Signifikansi Selang kepercayaan 95% untuk Batas bawah perbedaan Batas atas
1.688 0 1.688 0.203 0.000 1.284 2.092
33 Lampiran 27 Hasil sidik ragam total volatile fatty acid silase Sumber Keragaman Model Terkoreksi Intersep Kelompok JS WF UP JS*WF*UP JS*WF JS* UP WF *UP Galat Total Total Terkoreksi
Jumlah Derajat Kuadearat F Nilai-P Kuadrat Bebas Tengah 54334.100 37 1468.489 .844 .710 1601433.558 1 1601433.558 920.156 .000 1761.607 2 880.803 .506 .605 1625.304 2 812.652 .467 .629 4651.839 3 1550.613 .891 .450 117.716 2 58.858 .034 .967 28206.357 12 2350.530 1.351 .211 8254.562 6 1375.760 .790 .580 4316.246 4 1079.061 .620 .650 5400.470 6 900.078 .517 .793 121827.587 70 1740.394 1777595.245 108 176161.687 107
JS: jenis sorgum, WF: waktu fermentasi, UP: umur panen
34
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pare-Pare pada tanggal 25 Agustus 1991 dari Bapak Malik dan Ibu Rahima. Penulis merupakan anak bungsu dari tujuh orang bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sengata Utara dan pada tahun yang sama penulis diterima di S1 IPB Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) serta lulus pada bulan Agutus 2013. Sejak semester 7 program S1 penulis terdaftar sebagai mahasiswa program Sinergi S1-S2 (Fast Track) pogram studi Ilmu Nutrisi dan Pakan Sekolah Pasca Sarjana IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Metodologi Penelitian dan Rancangan Percobaan pada tahun ajaran 2013/2014 dan 2014/2015. Penulis juga aktif sebagai anggota kehormatan UKM Karate IPB pada tahun 2013 - sekarang. Adapun prestasi yang pernah penulis raih adalah juara 1 lomba lari 400 m pada acara Dekan Cup tahun 2014. Penulis juga ikut berpartisipasi sebagai perserta dalam Kejuaraan Nasional Futsal antar Mahasiswa Peternakan di UNSOED tahun 2013, peserta Gashuku dan Ujian “DAN” INKAI wilayah Zone III di Cibubur tahun 2014, serta peserta kejuaraan Open Tournament UPI Karate Cup di UPI Bandung 2014. Selama mengikuti kuliah S1 dan S2 penulis mendapatkan beasiswa penuh dari PT. Kaltim Prima Coal. Karya ilmiah dengan judul “Physical and Chemical Quality of Sweet Sorghum Silage (Sorghum bicolor L. Moench) with Addition of Rice Bran and Fermented Sorghum Extract” sedang dalam proses untuk diterbitkan pada Media Peternakan. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari Tesis penulis sebagai tugas akhir program Master.