Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
KERAGAAN HASIL TEKNOLOGI PENGELOLAAN HAMA KUMBANG BUBUK PADA TANAMAN JAGUNG DAN SORGUM M. Sudjak Saenong dan S. Mas’ud Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Tulisan ini membahas tentang hasil-hasil penelitian/kajian teknologi pengelolaan hama kumbang bubuk pada tanaman jagung dan sorgum yang dilaksanakan di Balitsereal Maros. Komponen teknologi yang berbasis pada penggunaan sumber/bahan nabati sebagai pestisida alami seperti penggunaan tanaman Lantana camara, Ageratum conysoides, Andropogan nardus, dan Capdicum annum yang efektivitasnya disandingkan dengan pestisida pembanding yang efektif menekan hama target seperti Decis 2,5 EC dan Dursban dengan konsentrasi bahan aktif 0,1 %. Aspek lain yang dikaji adalah efek repellensi (penolakan) dari serangga target oleh penggunaan beberapa tanaman uji seperti Zingiken Zerumbet, Z. Americans, Acarus casamus, Abrus precorpius, Caesolpinia sappana. Di samping itu upaya pencarían sumber-sumber ketahanan juga dilakukan yakni mencari sumber ketahanan dan faktor genetik yang berpeluang untuk dipindahkan kepada varietas unggul dengan seleksi S1 yang waktu siklusnya mencapai tiga periode pertanaman Kata Kunci : Hasil teknologi, hama kumbang bubuk, jagung dan sorgum
PENDAHULUAN Jagung merupakan sumber kalori utama bagi sebagian masyarakat Indonesia. Sumbangan jagung sebagai bahan makanan yang langsung dikonsumsi masyarakat Indonesia mencapai angka 10% dari total masukan protein dan kalori. Data survey menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi perkapita antara 15-20 kg/tahun (Anonim 1988). Data ini menunjukkan bahwa jagung berperanan dalam menyumbang kebutuhan pangan dan pakan nasional. Pada tahun 1996 saja, kebutuhan jagung untuk bahan baku industri mencapai jumlah permintaan senilai 3.510.000 ton (Badan Pengendali Bimas 1996). Masalah yang paling mendasar dan yang merupakan kendala bagi usahatani jagung adalah adanya kehilangan hasil yang cukup besar oleh infestasi hama gudang, khususnya dari spesies hama kumbang bubuk jagung S. zeamais Motsch. Hama kumbang S. zeamais Motsch (Coleoptera: Curculionidae) merupakan salah satu hama penting yang dominan menyerang biji jagung dan sorgum pada periode penyimpanan (Rejesus 1981; ICRISAT 1988). Hama ini menyerang merusak biji, menggerek dan melubangi biji dan meninggalkan sisa-sisa gerekan berupa bubuk (Melchor 1981; Mangundihardjo 1978). Penurunan berat akibat serangan hama ini sangat drastik (Morallo dan Javier 1980). FAO (1977) melaporkan bahwa kehilangan hasil akibat infestasi hama ini dapat mencapai 9,6 – 20,2% pada periode penyimpanan. Sidik (1979) mencatat rekor 22% pada periode 6 bulan, sedangkan Husain (1982) mencatat rekor 14,8% pada periode 3 bulan. Kehilangan hasil secara nasional berkisar antara 0,5 – 2,0% dari total produksi tiap tahunnya (Sidik et al. 1985). Angka kehilangan hasil secara nasional mencapai 20% terjadi sewaktu panen, penjemuran, pemipilan, pengangkutan, dan penyimpanan (rejesus 1981; ICRISAT 1988; FAO 1977). Kehilangan hasil dari tiap-tiap tahap tersebut berlainan menurut daerah dan sistem produksinya. Akan tetapi, tahap penyimpanan merupakan tahap yang paling kritis,
410
ISBN :978-979-8940-27-9
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
dan hama gudang merupakan faktor utama yang menimbulkan masalah pada tahap ini yang biasanya terjadi sangat drastis sekali (Morallo dan Javier 1980; Bedjo 1992). Sampai saat in varietas atau galur jagung yang tahan serangan hama kumbang bubuk belum ada. Oleh sebab itu pembentukan galur/family yang tahan terhadap serangan hama ini perlu segera diupayakan. Pengendalian Hama Kumbang Bubuk Sitophilus Zeamais Secara Hayati Penelitian Wakman et al. (2003) telah meneliti tumbuhan Lantana camara, Ageratum conysoides, A. nardus dan C. annum yang diekstrak dengan cara sebagai berikut : daun dari tumbuhan tersebut dikumpulkan, kemudian dikeringkan tanpa kena sinar matahari, pada suhu kamar (26 oC) selama seminggu dan kemudian digiling menjadi tepung. Tepung ini dimasukkan ke labu gelas (round bottom flask) ditambahkan satu liter air destilasi. Hidrodestilasi dilakukan selama 14 jam pada alat destilasi “Clevenger apparatus”. Minyak yang diperoleh didehidrasi dengan “anhydrous sodium sulphate”, disimpan direfrigerator pada T 4 oC (Sofoware 1984). Minyak dari tumbuhan di atas, kemudian diencerkan pada tiga konsentrasi yaitu 50%, 20%, dan 10% untuk dicobakan pada kumbang bubuk. Kumbang bubuk dipelihara pada biji jagung yang dipindahkan tiap dua hari, untuk mendapatkan umur yang seragam. Varietas jagung yang digunakan adalah Tuxpeno atau Maros Sintetik-2 (MS2). Hasil ekstrak yang telah diencerkan kemudian dicobakan pada serangga uji yaitu kumbang bubuk dengan metode film treatment. Tiga konsentrasi dari ekstrak tanaman dicobakan. Pembandingnya adalah pestisida Azodrin. Rancangan yang digunakan adalah rancangan kelompok dengan tiga ulangan. Untuk mengetahui sifat repellensi tumbuhan tersebut, biji jagung bersama dengan kumbang bubuk yang telah di mass rearing dimasukkan ke dalam toples. Kemudian potongan tanaman ditambahkan. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah serangga yang menghindar (bersifat repellent), keluar dari toples 3 jam, 6 jam, 12 jam, 24 jam, dan 30 jam sesudah tanaman ditambahkan ke toples. Rancangan yang digunakan adalah rancangan kelompok dengan 3 ulangan. Tabel 1. Mortalitas kumbang bubuk (%) berbagai konsentrasi ekstrak bahan nabati 24 jam setelah aplikasi. Bahan Nabati Lantana camara Ageratum conyzoides Andropogon nardus Capsicum annum Pembanding : Decis 2,5 EC Konsentrasi 0,1% Dursban Konsentrasi 0,1% Sumber : Wakman et al. (2003)
50 10 86,70 65,30 0
Konsentrasi (%) 20 4,30 35,30 45,70 0
10 0 5,70 5,30 0
100
100
100
100
100
100
Data pada Tabel di atas menunjukkan bahwa hanya dua bahan nabati yang dapat menyebabkan kematian serangga yang signifikan yaitu A. conyzoides dengan mortalitas 86,7% dan sereh dengan mortalitas 65,3%. Pada konsentrasi yang lebih rendah efektivitas A. conyzoides, mortalitas kumbang bubuk hanya 5,7% pada konsentrasi 10%. Ekstrak
411
ISBN :978-979-8940-27-9
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
daun lombok tidak menunjukkan efek insektisida terhadap kumbang bubuk. L. camara juga menunjukkan efek insektisida terhadap kumbang bubuk akan tetapi kurang efektif disbanding A. conyzoides dan sereh. Jika dibandingkan dengan insektisida anorganik Decis 2,5 EC dan Dursban dengan konsentrasi hanya 0,1% dapat menyebabkan kematian 100%. Tabel 2. Mortalitas kumbang bubuk (%) pada konsentrasi 50% bahan nabati hari setelah aplikasi. Nahan nabati 1 Lantana camara 10 Ageratum conyzoides 95 Andropogon nardus 64 Kontrol 0 Sumber : Wakman et al. (2003)
2 5 60 40 0
Hari setelah aplikasi 3 4 5 0 0 0 50 50 0 10 10 0 0 0 0
6 0 0 0 0
7 0 0 0 0
Dari hasil ini nampak bahwa Ageratun conyzoides dapat efektif hingga 3 hari setelah aplikasi, pada hari keempat mortalitasnya tinggal 20% dan pada jari kelima tidak efektif lagi. Andropogon nardus masa efektifnya lebih pendek hanya 2 hari. Tabel 3. Jumlah serangga yang pindah (efek repellent) pada bahan yang diberi bahan nabati (jagung 800 g + 20 g bahan nabati, dan 100 ekor kumbang bubuk). Bahan Nabati Lantana camara Ageratum conyzoides Andropogon nardus Capsicum annum Kontrol Sumber : Wakman et al. (2003)
3 17 24 21 15 1
6 4 12 7 6 1
….. Jam setelah aplikasi 12 18 3 0 7 1 2 1 1 0 1 0
24 0 1 0 0 0
26 0 0 0 0 0
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keempat bahan nabati tersebut dapat berfungsi sebagai repellent artinya jika ada bahan nabati tersebut kumbang bubuk relatif akan menghindar Ageratum conyzoides dan Andropogon nardus menunjukkan hasil yang lebih baik disbanding yang lain. Aplikasi Pestisida Nabati Yang Efektif Untuk Hama Gudang Sitophilus Zeamais (Tandibang, 2004) Penelitian Tandiabang (2004) adalah pengujian cara aplikasi pestisida nabati untuk pengendalian hama gudang S. zeamais dilakukan di laboratorium Hama Penyakit Balitsereal pada tahun 2004. Hasil pengujian pendahuluan tahun 2003 menunjukkan bahan nabati A. nardus dan A. conyzoydes memberi harapan untuk dikembangkan. Pengujian yang telah dilakukan dari beberapa formulasi sereh (minyak, potongan sereh, dan tepung sereh) menunjukkan bahwa ketiga formulasi tersebut memberikan efek repellent terhadap kumbang bubuk. Rata-rata serangga yang pindah adalah berturut-turut 28,2; 37,0, 29,8 ekor kumbang bubuk selama seminggu untuk minyak sereh, potongan sereh, dan tepung sereh dibanding dengan kontrol 52,2 ekor (Tandiabang, 2004).
412
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Pengujian beberapa formulasi dari Ageratum conyzoides (minyak, patongan segar, dan tepung) menunjukkan pula bahwa ketiga bentuk tersebut memberikan efek repellent terhadap kumbang bubuk. Rata-rata serangga yang pidah berturut-turut 9; 34,2; 24,8 ekor kumbang bubuk selama seminggu, dibanding dengan kontrol 53,8 ekor (Tandiabang, 2004)(Tabel 4). Hasil penelitian terhadap berbagai formulasi sereh menunjukkan bahwa minyak sereh dan tepung lebih baik dibanding potongan segar. Efek repellet kedua formulasi tersebut mencapai 45% dan 44%, yang artinya formulasi minyak dan tepung dari sereh dapat menolak kehadiran serangga 45% dibanding dengan kontrol. Dalam bentuk formulasi yang sama dari A. conyzoides (potongan segar, minyak, dan tepung) menunjukkan bahwa minyak dan tepung (lebih baik dibanding potongan segar. Minyak Ageratum efek repellent dapat mencapai 85%, sedang tepung hanya 56%. Bila dibandingkan kedua tumbuhan tersebut Ageratum dan Conyzoides tampaknya lebih baik dibanding sereh. Bila ingin memperbaiki efektivitas repellent dengan meningkatkan takaran dari bahan tanaman tersebut. Dari cara pembuatannya baik biaya ekstrak dan lainlain, formulasi tepung lebih murah, hanya saja tidak praktis dalam aplikasinya. Mungkin perlu diperbaiki dalam formulasi pellet (tablet), sehingga lebih mudah pemberiannya. Tabel 4. Jenis tumbuhan, populasi serangga yang pindah (efek repellent oleh perlakuan sereh dan A. conyzoides. Daftar jenis tumbuhan yang digunakan No.
Nama Tumbuhan
Bagian tanaman yang digunakan 1. Lempuyang gajah (Zingiber zerumbet) Rimpang 2. Lempuyang emprit (Zingiber americans) Rimpang 3. Jeringau (Acorus calamus) Rimpang 4. Saga (Abrus precatorius Biji 5. Secang (Caesolpinia sappan) Daun, bunga, biji Populasi serangga yang pindah (efek repellent) setelah diberi perlakuan dengan sereh Perlakuan Hari (ekor) Jumlah (ekor) 1 2 3 7 Minyak 9,2 5,2 2,4 11,4 28,2 Potongan 10,8 3,8 4,8 17,6 37,0 Tepung 12,6 3,4 1,6 12,2 29,8 Kontrol 10,4 11,6 4,4 25,8 52,2 Populasi serangga yang pindah (efek repellent) setelah diberi perlakuan dengan A. conyzoides. Perlakuan Hari (ekor) Jumlah (ekor) 1 2 3 7 Minyak 4,2 1,6 0,4 2,8 9,0 Potongan 14,0 7,0 3,4 9,8 34,2 Tepung 8,6 6,0 1,6 8,6 24,8 Kontrol 23,4 8,2 4,6 17,6 53,8 Tandiabang (2004) Pengujian terhadap secang, saga, jeringai, lempuyang Gajah, lempuyang emprit dalam bentuk potongan segar meunjukkan bahwa saga dan lempuyang Gajah menunjukkan efek repellent sampai 46% dan 45%, sedangkan pengujian dalam bentuk
413
ISBN :978-979-8940-27-9
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
tepung menunjukkan secang efek repellent mencapai 61%, sedang lempuyang Gajah 55%. Lempuyang Gajah, dan secang perlu dikaji lebih lanjut baik takaran maupun formulasi yang praktis dalam aplikasinya (Tandiabang, 2004) (Tabel 5). Tabel 5. Jumlah serangga yang pindah (efek repellent) setelah diberi bahan tumbuhan (potongan segar) dan preparat tepung Jumlah serangga yang pindah (efek repellent) setelah diberi bahan tumbuhan (potongan segar). Bahan tumbuhan Hari (ekor) 1 2 3 4 5 6 Secang (buah) 22,0 2,0 0,0 2,0 1,6 1,0 Saga (buah) 15,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,6 Jeringau (umbi) 16,0 3,0 2,0 2,3 2,0 1,3 Lempuyang Gajah (umbi) 14,0 3,0 1,0 1,0 1,0 1,0 Lempurang Emprit (umbi) 15,0 1,6 2,6 1,3 2,6 2,0 Kontrol 24,0 4,0 3,3 2,0 3,0 2,2 Jumlah serangga yang pindah (efek repellent) setelah diberi bahan tumbuhan (tepung) dalam bentuk tepung.
Bahan tumbuhan Secang (buah) Saga (buah) Jeringau (umbi) Lempuyang Gajah (umbi) Lempurang Emprit (umbi) Kontrol
Hari (ekor) 4 5 2,0 1,6 1,0 1,0 2,3 2,0 1,0 1,0
7 0,0 1,6 3,3 1,8 1,3 2,0
Jumlah (ekor) 28,6 22,2 28,9 22,8 28,4 40,0
6 1,0 1,6 1,3 1,0
7 0,0 1,6 3,3 1,8
Jumlah (ekor) 28,6 22,2 28,9 22,8
1 22,0 15,0 16,0 14,0
2 2,0 1,0 3,0 3,0
3 0,0 1,0 2,0 1,0
15,0
1,6
2,6
1,3
2,6
2,0
1,3
28,4
24,0
4,0
3,3
2,0
3,0
2,2
2,0
40,0
Tandiabang (2004)
SUMBER-SUMBER KETAHANAN Sumber-sumber ketahanan dari faktor genetik berpeluang untuk dapat dipindahkan kepada varietas unggul, yakni dengan cara seleksi saudara kandung yang selanjutnya dilakukan dengan seleksi berulang S1. Diperlukan tiga periode pertanaman untuk menghasilkan satu siklus. Seleksi dinilai sudah mantap apabila telah menampilkan keseragaman yang maksimum antara lain minimal telah dicapai empat siklus seleksi (Dahlan dan slamet, 1992). Penggunaan Varietas Tahan Sebagai Teknologi Unggulan Perakitan varietas jagung untuk ketahanan terhadap hama kumbang bubuk di Indonesia belum dilakukan kecuali untuk aspek penutupan kelobot. Menurut Painter (1968), kelobot yang tertutup dan lebih panjang dari tongkolnya dapat mengurangi infeksi kumbang bubuk sejak biji masih berada di lapangan. Informasi ketahanan jagung terhadap infestasi hama kumbang bubuk juga masih kurang. Kim et al. (1988), menyatakan bahwa lapisan luar biji jagung yang tersusun dari jaringan internal adalah factor utama ketahanan tanaman dalam mencegah peletakan telur hama kumbang bubuk. Peneliti lain seperti Widstrom et al. (1975) menemukan 6 galur murni jagung tropis yang
414
ISBN :978-979-8940-27-9
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
tahan terhadap hama kumbang bubuk dengan karakter utama terletak pada struktur kotiledon biji, sedangkan Tipping et al. (1989) dan Tadesse et al. (1994) menemukan bahwa ketahanan jagung terhadap hama kumbang bubuk lebih ditentukan oleh factor genetic. Factor genetik yang berperan dapat bersifat non preferen (dalam peletakan telur, makanan dan berlindung) dan antibiosis (beracun bagi serangga hama). Materi seleksi dan pembentukan populasi Materi seleksi untuk eprakitan varietas jagung unggul baru berasal dari populasi dasar yang ebrsumber dari Malang komposit A, Malang komposit F, dan P31, yakni MCA(FS)C5, MCA(FSC6), MCF(FS)C5, MCF(FSC6), AC(FS)C5, AC(FS)C6, P31(FS)C5, dan P31(FS)C6 masing-masing disilang diri (selfing) sehingga dihasilkan 749 galur. Galur-galur tersebut selanjutnya dievaluasi ketahanannya terhadap hama kumbang bubuk di laboratorium. Ratio ragam genotype terhadap ragam total dan pendugaan kemajuan seleksi juga diamati. Satuan heritabilitas tercatat berkisar antara 0,83 – 0,99 dengan nilai rata-rata 0,97 menunjukkan bahwa keragaman disebabkan oleh factor genetic, yang berarti peluang untuk mendapatkan jagung yang tahan hama kumbang bubuk cukup besar. Malang komposit A (MCA) memiliki tingkat serangan yang lebih rendah disbanding populasi lain. Dari kedua populasi tersebut apabila dipilih galur yang intensitas serangannya kurang dari 10% kemudian dilakukan seleksi S1, maka akan diperoleh populasi baru yang tahan, yang selanjutnya dapat dikembangkan sebagai sumber ketahanan (Tabel 6) (Oman Suherman et al., 1996). Tabel 6. Populasi awal dan jumlah galur yang siuji serta nilai pendugaan kemajuan seleksi ketahanan jagung terhadap hama kumbang bubuk. Populasi MCA(FS)C5 MCA(FS)C6 MCF(FS)C5 MCF(FS)C6 AC(FS)C5 AC(FS)C6 P31(FS)C5 P31(FS)C6
Jumlah galur 94 75 127 141 59 105 89 749
Populasi
Biji rusak rata-rata unit (%)
Keterangan 25 Varietas local x Bromo Komposit varietas local Arjuna x Cettar (Populasi 31 dari CIMMYT)
Biji rusak populasi (%)
Heritabilitas (plot)
E (GS)
Nilai harapan populasi baru 4,02 2,40 5,94 7,00 19,15 65,10 71,05 29,84
MCA(FS)C5 3,58 25,68 0,979 -21,66 MCA(FS)C6 2,10 32,53 0,989 -30,12 MCF(FS)C5 4,50 52,37 0,967 -46,43 MCF(FS)C6 6,20 46,45 0,983 -39,44 AC(FS)C5 18,60 73,55 0,935 -54,40 AC(FS)C6 63,10 91,67 0,979 -26,57 P31(FS)C5 68,10 87,91 0,838 -16,83 P31(FS)C6 28,92 74,79 0,980 -44,95 Keterangan : E (GS) = Pendugaan kemajuan seleksi, nilai negatif berarti serangan Kumbang bubuk berkurang Sumber: Oman Suehrman et al. (1996)
415
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Pembentukan galur/famili Menurut Dahlan (1988), pembentukan galur/famili dalam rangka perbaikan genotype jagung tahan terhadap hama kumbang bubuk dipilih metode seleksi selfing (silang diri) agar terjadi segregasi pada lokus homozygote, sehingga karakter yang tidak diinginkan akan muncul dan mudah dibuang. Seleksi tersebut cocok bila dikombinasikan dengan kegiatan sekelsi daya hasil dan penyaringan terhadap hama atau penyakit. Sedangkan seleksi full-sib (seleksi saudara kandung) dilakukan dengan cara menyilangkan diantara tanaman superior (kekar, sehat, penampilan baik, tidak rebah) ke dalam famili baru yang membawa sifat tahan etrhadap hama kumbang bubuk (Tabel 7). Untuk full-sibb (seleksi saudara kandung), galur antar famili yang berpenampilan baik disilang. Galur-galur tersebut berasal dari individu tanaman yang memiliki karakter tinggi, umur tongkol kelur, rambut, dan umur panen yang bervariasi. Makin tinggi seleksi, makin seragam keragaman dalam populasinya (Tabel 8). Tabel 7. Jumlah galur dari populasi bahan seleksi selfing, ketegapan, umur keluar rambut, umur panen, tinggi tanaman, tipe biji, dan jumlah biji untuk pengamatan ketahanan kumbang bubuk. Populasi MCF(FS)C5 MCF(FS)C6 MCA(FS)C5 MCA(FS)C6 P31(FS)C6 Populasi MCF(FS)C5 MCF(FS)C6 MCA(FS)C5 MCA(FS)C6 P31(FS)C6 Populasi
Half-sibb 43 60 31 7 4 Tinggi tanaman (cm) 124-156 110-148 115-165 110-153 124-169
Selfing (silang diri) 48 62 5 5 21 Tipe biji Semiflint-flint Semiflint-flint Semiflint-flint Semiflint-flint Flint Nilai kisaran Ketegapan Silking (hari) MCF(FS)C5 3-5 53-62 MCF(FS)C6 3-5 54-60 MCA(FS)C5 3-5 54-64 MCA(FS)C6 3-5 55-62 P31(FS)C6 1-3 56-62 Sumber: Oman Suherman dan Muslimah Hamdani (1996)
Total galur 91 122 36 12 25 Jumlah biji per tongkol 52-102 62-114 12-98 14-84 15-73 Panen (hari) 93-100 94-100 94-105 95-100 95-105
Penyaringan galur terhadap infestasi serangga Galur-galur hasil persilangan metode seleksi selfing dan full-sibb yang telah dipilih (seleksi 5 generasi dan 6 generasi) kemudian diuji ketahanannya etrhadap tekanan serangga imago hama kumbang bubu di laboratorium. Dari 750 galur yang diuji, ternyata ada 62 galur yang mempunyai nilai kerusakan lebih kecil dari 10% yaitu 10 galur dari populsi MCF(FS)C5, 8 galur dari MCF(FSC6, 24 galur dari MCA(FS)C5, 19 galur dari MCA(FS)C6, dan 1 galur asal P31(FS)C6. Selanjutnya galur yang mempunyai kerusakan biji 11-20% sebanyak 82 galur, yaitu 17 galur MCF(FS)C5, 25 galur MC(FS)C6, 24 asal MCA(FS)C5, 9 galur asal (MCA(FS)C6, 1 galur AC(FS)C6, dan 6 galur asal P31(FS)C5 (Tabel 14) (Masmawati et al., 1996).
416
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Tabel 8. Karakter agronomi persilangan full-sibb (seleksi daudara kandung) dari dua family Karakter tanaman AC(FS)C5 Tinggi tanaman (cm) 99,0 – 152,8 Letak tongkol (cm) 45,1 – 110,6 Umur tongkol berambut (hari) 53,0 – 59,0 Umur tanaman (hari) 88,0 – 98,0 Skor ketegapan 3–7 Tipe biji Semiflint Warna biji Kuning muda Jumlah biji/tongkol 50 Berat (g/1000 biji) 200 Sumber: Oman Suherman dan Muslimah Hamdani (1996)
Famili AC(FS)C6 115,4 – 149,8 45,6 – 85,7 52,0 – 57,0 85,0 – 92,0 3–5 Flint Kuning kecoklatan 150 120
Kajian dinamika serangga Hasil penelitian Metchor (1981) menemukan bahwa varietas Kretek dan DMR Composit#1 dengan biji yang kecil dan kandungan amylase tinggi lebih disenangi untuk oviposisi, perkembangan larva dan survival disbanding varietas Metro dan Harapan. Pada pengkajian populasi galur/varietas Malang Komposit A dan F dikumpulkan bahwa galur MCF(FS)C6-61 dan MCA(FS)C15-14 tergolong tahan karena mengalami tingkat kerusakan yangrendah (<10%) (Surtikandi et al., 1996). Hal yang sama ditemukan Masmawati et al. (1996) bahwa dari pengujian 445 galur/vatietas, ada 21 galur yang tidak mengalami kerusakan yang terdiri dari 5 galur persilangan dalam, 5 galur persilangan antar tanaman, 1 galur persilangan bebas dan 10 galur persilangan antar galur. Fenomena etrsebut member arti bahwa factor jenis makanan termasuk kualitas, tekstur, jenis varietas maupun galur berbepangaruh terhadap kecenderungan serangga hama kumbang bubuk dalam mengakses sumber makanan. Pada pengujian akses makan oleh perbedaan varietas, preferensi tercatat pada varietas (16.13%) dan Bisma (14,01%), terendah GM30 (0.20%), sedangakan mortalitas tertinggi GM30 (45,50% dan 51,75%) dan Rama masing-masing (27,50% dan 25,25%) terendah semar-2 dan GM27 (0,00%). Kerusakan biji tertinggi Semar-2 (61,75%), terendah Wisanggeni (2,00%). Ini artinya bahwa serangga lebih memilih Arjuna, Semar2, dan Bisma pada waktu makan dan tidak menyenangi GM30 dan Rama. Pada pengamatan progeny, Nampak bahwa dari semua interval pengamatan, Semar-2, Bisma, GM27, dan GM30, pemunculan serangga progeninya lebih tinggi disbanding yang lain dengan nilai rata-rata masing-masing 8,28 ekor, 6,78 ekor, dan 16 ekor yang terendah tercatat pada varietas Wisanggeni (Tabel 9).
417
ISBN :978-979-8940-27-9
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
Tabel 9. Tingkat kerusakan galur/biji jagung yang lebih kecil dari 20% terhadap hama kumbang bubuk. No
Pedegree/galur
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29 30. 31 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48.
MCF(FS)C5-101 MCF(FS)C5-101 MCF(FS)C5-121 MCF(FS)C5-90 MCF(FS)C5-73 MCF(FS)C5-21 MCF(FS)C5-48 MCF(FS)C5-26 MCF(FS)C5-37 MCF(FS)C5-23 MCF(FS)C5-126 MCF(FS)C5-61 MCF(FS)C5-9 MCF(FS)C5-76 MCF(FS)C5-91 MCF(FS)C5-36 MCF(FS)C5-29 MCF(FS)C5-45 MCF(FS)C5-54 MCF(FS)C5-52 MCF(FS)C5-79 MCF(FS)C5-87 MCF(FS)C5-16 MCF(FS)C5-24 MCF(FS)C5-125 MCF(FS)C5-49 MCF(FS)C5-10 MCF(FS)C6-92 MCF(FS)C6-116 MCF(FS)C6-134 MCF(FS)C6-124 MCF(FS)C6-19 MCF(FS)C6-48 MCF(FS)C6-140 MCF(FS)C6-114 MCF(FS)C6-56 MCF(FS)C6-93 MCF(FS)C6-63 MCF(FS)C6-120 MCF(FS)C6-83 MCF(FS)C6-85 MCF(FS)C6-115 MCF(FS)C6-119 MCF(FS)C6-135 MCF(FS)C6-96 MCF(FS)C6-34 MCF(FS)C6-108 MCF(FS)C6-5
Biji rusak (%) 0,0 0,0 0,0 2,0 3,0 5,0 5,5 8,0 8,0 10,0 10,7 11,6 12,0 14,0 14,0 16,8 17,3 17,3 17,3 18,0 18,0 18,7 19,0 19,0 19,2 19,3 20,0 0,0 0,0 0,0 6,0 8,0 8,7 9,0 10,0 10,8 11,0 11,3 11,6 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 13,1 14,0 14,0 16,0
No.
Pedegree/galur
49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96.
MCF(FS)C6-90 MCF(FS)C6-91 MCF(FS)C6-97 MCF(FS)C6-54 MCF(FS)C6-112 MCF(FS)C6-32 MCF(FS)C6-35 MCF(FS)C6-113 MCF(FS)C6-73 MCF(FS)C6-126 MCF(FS)C6-109 MCF(FS)C6-79 MCA(FS)C5-86 MCA(FS)C5-88 MCA(FS)C5-2 MCA(FS)C5-91 MCA(FS)C5-3 MCA(FS)C5-40 MCA(FS)C5-48 MCA(FS)C5-51 MCA(FS)C5-205 MCA(FS)C5-92 MCA(FS)C5-92 MCA(FS)C5-56 MCA(FS)C5-83 MCA(FS)C5-7 MCA(FS)C5-54 MCA(FS)C5-89 MCA(FS)C5-60 MCA(FS)C5-85 MCA(FS)C5-82 MCA(FS)C5-63 MCA(FS)C5-75 MCA(FS)C5-76 MCA(FS)C5-50 MCA(FS)C5-30 MCA(FS)C5-5 MCA(FS)C5-26 MCA(FS)C5-35 MCA(FS)C5-49 MCA(FS)C5-66 MCA(FS)C5-74 MCA(FS)C5-81 MCA(FS)C5-84 MCA(FS)C5-36 MCA(FS)C5-23 MCA(FS)C5-45 MCA(FS)C5-59
Biji rusak (%) 16,0 16,0 16,0 16,4 16,8 18,0 18,0 18,0 18,4 19,3 19,6 20,0 0,0 0,8 3,0 3,6 4,0 4,0 4,0 4,5 4,8 6,8 7,0 7,2 7,3 7,3 7,6 8,0 8,4 8,7 9,0 9,0 9,0 9,3 9,5 10,0 10,8 10,0 11,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,8 13,0 13,0 13,0 13,0
No.
Pedegree/galur
97. 98. 99. 100. 101. 102 103. 104. 105. 106. 107. 108. 109. 110. 111. 112. 113. 114. 115. 116. 117. 118. 119. 120 121. 122. 123 124. 125. 126. 127. 128. 129. 130. 131. 132. 133. 134. 135. 136. 137. 138. 139. 140. 141. 142. 143. 144.
MCA(FS)C5-79 MCA(FS)C5-57 MCA(FS)C5-10 MCA(FS)C5-37 MCA(FS)C5-28 MCA(FS)C5-19 MCA(FS)C5-55 MCA(FS)C5-16 MCA(FS)C5-41 MCA(FS)C5-62 MCA(FS)C5-4 MCA(FS)C5-33 MCA(FS)C6-49 MCA(FS)C6-59 MCA(FS)C6-62 MCA(FS)C6-63 MCA(FS)C6-27 MCA(FS)C6-50 MCA(FS)C6-30 MCA(FS)C6-60 MCA(FS)C6-9 MCA(FS)C6-5 MCA(FS)C6-70 MCA(FS)C6-58 MCA(FS)C6-42 MCA(FS)C6-57 MCA(FS)C6-64 MCA(FS)C6-4 MCA(FS)C6-52 MCA(FS)C6-71 MCA(FS)C6-41 MCA(FS)C6-48 MCA(FS)C6-12 MCA(FS)C6-35 MCA(FS)C6-32 MCA(FS)C6-73 MCA(FS)C6-17 MCA(FS)C6-44 AC(FS)C6-44 AC(FS)C6-2 AC(FS)C6-58 P31(FS)C6-24 P31(FS)C6-6 P31(FS)C6-2 P31(FS)C6-9 P31(FS)C6-70 P31(FS)C6-76 P31(FS)C6-104
Sumber: Masmawati et al. (1996)
418
Biji rusak (%) 13,3 14,4 15,0 15,3 15,6 16,7 18,0 18,5 41,0 62,0 4,0 33,0 49,0 59,0 62,0 63,0 27,0 50,0 30,0 60,0 9,0 5,0 70,0 58,0 42,0 57,0 64,0 4,0 52,0 71,0 41,0 48,0 12,0 35,0 32,0 73,0 17,0 33,0 33,0 2,0 58,0 24,0 6,0 2,0 9,0 70,0 76,0 104,0
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Resume Teknologi Yang Mendukung Upaya-Upaya Pengendalian KOMPONEN TEKNOLOGI YANG DIHASILKAN Komoditi Jagung Pembentukan galur/family yang tahan Perbaikan genotype tanaman jagung terhadap ketahanan kumbang bubuk S. zeamais dilakukan dengan dua metode yaitu seleksi S1 dan seleksi saudara kandung. Populasi dasar MCA. MCF, dan P31 asal adri Balittan Malang yang merupakan hasil studi heritabilitas memperlihatkan bahwa ketahanan biji terhadap kumbang bubuk disebabkan oleh factor genetic. Galur/family saudara kandung yang tahan hama kumbang bubuk selanjutnya disilang diri (selfing) dan persilangan antara dua tanaman, baik dalam maupun antar family (full-sib). Hasilnya adalah berupa benih dalam bentuk galur/family baru yang mengandung sifat tahan hama kumbang bubuk untuk disaring kembali dan dilakukan seleksi silang pada siklus berikutnya.
419
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Tabel 10. Rata-rata persentase preferensi, mortalitas, kerusakan biji, dan perkembangan progeny pengujian dinamika serangga oleh perbedaan varietas. No Uraian Varietas Uji Arjuna Semar-2 Bisma Wisan GM27 GM30 Rama ggeni I. Preferensi 24 16,13 13,50 4,69 2,63 6,94 1,63 1,00 48 5,02 10,06 5,65 1,65 3,17 2,65 1,81 72 8,30 13,61 14,01 1,00 6,09 0,20 0,60 II. Mortalitas 24 0,45 1,38 1,00 0,56 0,50 6,25 2,25 48 1,95 2,57 1,77 0,94 0,85 45,50 25,25 72 0,98 0,00 1,04 0,40 0,00 51,75 27,50 III. Kerusakan biji (%) 3,75 14,00 2,75 0,50 4,50 25,57 2,25 Induk 14,25 47,75 4,45 1,50 34,50 23,47 25,25 Progenis 18,00 61,75 47,25 2,00 39,00 4,28 27,50 Total IV. Berat biji (%) Awal 30,98 27,88 25,23 28,18 21,47 6,25 31,38 Akhir 30,42 24,65 22,59 28,15 19,99 45,50 30,49 Penyusutan (%) 0,91 6,15 5,52 3,57 3,57 51,75 1,44 V. Pengamatan bulan ke (ekor) 0,50 1,00 3,75 0,00 0,25 0,25 0,25 II 3,25 7,25 7,75 1,00 2,50 2,25 2,75 III 0,75 1,00 0,00 0,50 0,25 0,75 0,25 IV 3,75 10,50 16,50 0,75 10,50 14,25 0,75 V 0,75 10,50 10,75 0,00 15,50 18,50 3,00 VI 2,00 16,75 7,00 1,25 5,50 4,25 0,75 VII 3,33 13,00 4,25 0,00 4,25 5,50 9,00 VIII 3,33 6,25 4,25 0,00 2,00 3,50 8,50 IX Sumber: Sudjak Saenong et al. (1997) Hasilnya sebanyak 141 galur diperuntukkan sebagai bahan seleksi S1 dengan karate tanaman umur keluar rambut 53-64 hari, umur panen 93-105 hari, tinggi tanaman 110-169 cm dengan ukuran biji kecil dari tipe semi mutiara hingga mutiara, dan sebanyak 314 famili merupakan bahan seleksi saudara kandung. Family tersebut berasal dari karakter tanaman seperti tinggi antara 99-153 cm, umur keluar tongkol 45-110 hari, umur panen 88-99 hari dan bentuk biji semi mutiara hingga mutiara (Oman Suherman dan Muslimah Hamdani, 1996). Penyaringan galur Penggunaan varietas tahan dalam menekan kehilangan hasil akibat infestasi hama gudang merupakan upaya alternative yang ditempuh untuk menekan dan memperkecil tingkat kerugian petani. Penelitian penyaringan terhadap hama bubuk S. zeamais bertujuan untuk mendapatkan galur/biji yang tahan terhadap hama bubuk. Hasil penelitian dari 750 galur yang diuji ternyata ada 62 galur yang mempunyai nilai kerusakan biji < 10% yaitu 10 galur asal MCF(FS)C5, 8 galur asal MCF(FS)C6. Sedangkan galur yang mempunyai kerusakan biji 11-20% sebanyak 82 galur yaitu 17 galur asal MCA(FS)C5,
420
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
25 galur asal MCA(FS)C6, 24 galur asal MCF(FS)C5, 9 galur asal MCA(FS)C6, 1 galur asal AC(FS)C6 dan 6 galur asal P31(FS)C6 (Masmawati et al., 1996). Heritabilitas ketahanan genotype Delapan populasi jagung yaitu MCA(FS)C5, MCA(FS)C6, MCF(FS)C6, AC(FS)C5, P31(FS)C5 dan P31(FS)C6 masing-masing dilakukn silang diri (selfing) sehingga dihasilkan 749 galur. Galur-galur tersebut dievaluasi ketahanannya terhadap gudang kumbang bubuk Sitophilus zeamais. Tujuan penelitian untuk mempelajari ratio ragam genotip terhadap ragam total dan menduga kemajuan seleksi. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan ulangan 1-5 kali. Satuan unit percobaan terdiri dari 50 biji yang dimasukkan kedalam toples plastic ditutup kain kasa dan diinfestasi dengan 10 ekor kumbang dewasa. Persentase kerusakan biji diamati setelah dua bulan disimpan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa heretabilitas yang besar ini menunjukkan bahwa keragaman disebabkan oleh factor genetic yang berarti peluang mendapatkan jagung tahan hama kumbang bubuk besar. Malang komposit F(MCF) dan Malang komposit A(MCA) memiliki tingkat serangan lebih rendah dibanding populasi lain. Dari kedua populasi tersebut apabila dipilih galur yang intensitas serangannya kurang dari 100% kemudian dilakukan seleksi S1, maka akan diperoleh populasi baru yang tahan. Galur dari populasi MCF dan MCA yang tahan kumbang bubuk dapat dikembangakan sebagai sumber ketahanan pada varietas baru (Oman Suherman et.al., 1996). Kehilangan Hasil dengan Penundaan Panen Potensi reproduksi dan perkembangan hama Sitophilus zeamais ditentukan oleh beberapa factor seperti jenis varietsa jagung, kondisi kadar air awal, lama penyimpanan dan jenis wadah simpanan dan waktu panen yang tepat. Populasi kumbang bubuk meningkat pada wadah yang tidak kedap air dan disimpan yang terlalu lama. Penelitian bertujuan untuk mengetahui informasi kehilangan hasil dengan penundaan panen 1-3 minggu. Perlakuan terdiri dari 4 yakni a) panen pada saat matang fisiologis, b) panen ditunda 1 minggu, c) panen ditunda 2 minggu dan c) panen ditunda 3 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa panen yang terlambat tidak berpengaruh terhadap kerusakan biji yang disimpan dalam bentuk pipilan. Kadar air biji dalam bentuk pipilan sebelum disimpan dalam bentuk klobot, panen yang ditunda 2-3 minggu dapat mengakibatkan kerusakan biji. Penyusunan bobot pada panen pertama lebih tinggi dari pada panen yang tertunda 2-3 minggu jika disimpan dalam bentuk pipilan (Tandiabang et. al., 1996). Efek Tekanan Serangga Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh padat populasi (tekanan serangga) perbedaan bentuk biji (gigi dan mutiara) terhadap tingkat kerusakan benih. Sebanyak 100 biji jagung varietas Arjuna dengan kadar air awal 13% ditaruh dalam grlas percobaan tembus pandang yang ditutu kain kasa. Gelas percobaan diinfeksikan dengan serangga Sitophilus zeamais dewasa yang diambil dari sangkar pemeliharaan dengan 3 tingkat padat populasi masing-masing 10,25 dan 50 serangga tiap gelas. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 10 ulangan. Untuk memperoleh populasi serangga yang seragam, 200 pasang serangga dewasa yang diambil dari sangkar pemeliharaan dimasukkan ke dalam toples peneluran yang berisi jagung Arjuna selama 5 hari. Selanjutnya semua pasangan serangga dikeluarkan kembali dari wadah peneluran dan dikembalikan ke sangkar pemeliharaan. Telur yang menetas dibiarkan sampai dewasa untuk selanjutnya digunakan pada percobaan I dan II. Untuk percobaan II prosedur yang
421
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
ditempuh sama dengan percobaan I hanya menggunakan perbedaan bentuk biji yakni jagung uji dipilih bentuk biji tipe gigi dan mutiara. Pengamatan etrhadap serangga yang hidup, serangga yang mati, biji rusak dan biji sehat dilakukan pada 30 dan 60 hari setelah infeksi serangga. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan meningkatnya persentase serangga yang hidup, serangga mati dan kerusakan benih dengan ebrtambahnya waktu, akan tetapi tidak berbanding lurus dengan pada populasi serangga. Pada pengamatan 30 hari setelah infeksi, mortalitas cenderung menurun dengan semakin rendahnya populasi, sedang pada pengamatan natalitas, yakni natalitas semakin besar pada populasi yang rendah. Pada pengamatan kerusakan, nampak bahwa pada pengamatan 30 hari setelah infeksi, data kerusakan biji berfluktuasi dari tiap perlakuan. Akan tetapi pada pengamatan 60 hari setalh infeksi kerusakan biji meningkat dengan meningkatnya padat populasi. Pada percobaan kedua Nampak bahwa natalitas, mortalitas, dan persentase kerusakan benih jagung yang berbentuk mutiara lebih tinggi dari yang berbentuki gigi (Sudjak Saenong, 1997). Manfaat bahan nabati Pengeringan jagung yang berklobot lebih lama dari pada yang berbentuk tongkol, dan yang berbentuk tongkol lebih lama dari yang pipilan. Akan tetapi pipilan jagung pada kondisi air tinggi banyak merusak daya tumbuh, apalagi bila menggunakan alat pemipil yang tajam. Disatu sisi penyimpanan benih jagung pada kondisi lingkungan yang jelek sulit untuk mempertahankan mutu sampai musim berikutnya. Oleh sebab itu untuk meningkatkan mutu dilakukan pengeringan dengan pengasapan dan penyimpanan benih yang dicampur dengan bahan nabati seperti darun sereh, daun dringo, abu sekam, abu dapur, dan arang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan arang, abu sekam, dan daun dringo dapat menekan serangan Sitophilus sp. dengan tingkat serangan ebrturut-turut 2,25%, 5,18%, dan 3,37% dibanding tanpa perlakuan yang mencapai skor serangan 17,21% (Abdul Fattah dan Syafaruddin, 1996). Komoditi Sorgum Peranan kadar air Pengaruh kadar air awal, suhu, kelembaban udara terhadap tingkat serangan kumbang bubuk pada periode penyimpanan sangat besar yang pada akhirnya akan terkait dengan rendahnya mutu biji (Bedjo, 1992). Menurut Kalshoven (1981) perkembangan populasi kumbang bubuk akan berlangsung cepat jika kadar air bahan simpan lebih dari 15%. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai kadar air awal biji sorgum terhadap perkembangan S. zeamais. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan 4 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kumbang bubuk S. zeamais apada perlakuan kadar air awal 6% pada wadah toples plastic relative terhambat, sedangkan pada perlakuan 6, 8, dan 10% pada wadah jerigen plastic merupakan kadar air yang baik karena dapat menghambat laju populasi S. zeamais. Persentase daya tumbuh pada penyimpanan wadah jerigen plastic masih relative tinggi dibandingkan dengan wadah toples (Syahrir Mas’ud et al., 1996). Pengaruh perbedaan warna sumber makanan Tingkah laku serangga dalam memilih makanan, meletakkan telur, berpindah tempat (migrasi) pada umumnya banyak dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain
422
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
kondisi kelembaban uadara, warna sumber makanan, temperature, jenis makanan, dan cahaya (Weston and Hoffman, 1991; Weston and Hoffman, 1992). Penelitian pengaruh perbedaan warna sumber makanan terhadap preferensi serangga S. zeamais jantan dan betina telah dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap menggunakan bahan jagung dan sorgum. Varietas/sumber makanan uji ditaruh dalam gelas kecil yang tembus pandang dan disusun secara melingkar dalam baskom ukuran 10 liter. Setiap baskom pengujian diinfeksi sebanyak 100 ekor serangga jantan dan betina serta pengaruh kondisi terang dan kedar cahaya. Pengamatan jumlah serangga yang berada pada gelas dilakukan pada interval 24, 28, dan 72 jam setelah infeksi. Hasil penelitian menunukkan bahwa terdapat perbedaan preferensi serangga pada fase gelap dan terang. Pada fase terang, trend menaik tercatat pada jagung putih dan varietas Ipcasi untuk sorgum, trend mendatar tercatat pada varietas ICSH91222 dan Wray sedang yang menurun tercatat pada varietas IS3552 dan jagung kuning. Dari ketiga interval pengamatan secara umum jagung putih dan jagung kuning mencatat skor yang tertinggi sebagai preferred food (makanan yang dipilih) dibandingkan sorgum, sedangkan yang dikategorikan sebagai uinpreferred food. Pada fase gelap, trend menaik etrcatat pada varietas Selayat dan Upcasi, mendatar tercatat pada IS3552, ICSH91222, dan jagung putih. Secara umut jagung putih dan jagung kuning skor yang tertinggi sebagai preferred food pada semua interval pengamatan, sedang yang etrendah etrcatat pada Lokal Selayar (Sudjak Saenong dan Muslimah Hamdani, 1996). Pengaruh jenis varietas Di samping faKtor-faktor seperti warna, cahaya, temperatur, ternyata eprbedaan varietas juga sangat berpengaruh terhadap tingka laku serangga. Menurut Ryoo et al. (1992), jenis makanan/jenis varietas sangat berpengaruh terhadap perilaku serangga dalam memilih makanan dan meletakkan telur. Penelitian pengaruh varietas etrhadap kecenderungan serangga S. zeamais dalam memilih makanan dan meletakkan telur telah dilakukan dengan menggunakan rancangan rancangan acak lengkap dengan 4 ulangan dengan menggunakan bahan sorgum dan jagung. Varietas yang diuji ditaruh dalam baskom besar secara melingkar dan diinfeksi dengan serangga dengan kepadatan 50 ekor tiap varietas uji. Infeksi serangga ke dalam baskom pengujian dilakukan dalam 2 cara yaitu: 1) menggunakan serangga yang sama , yakni serangga dimasukkan hanya satu kali kemudian diadakan pengamatan jumlah serangga yang ada pada gelas makanan pada interval 24, 48, 72 jam setelah infeksi dan 2) menggunakan serangga yang berbeda yakni serangga dimasukkan sebanyak tiga kali dan diadakan pengamatan jumlah serangga yang ada pada gelas makanan pada interval 24, 28, dan 72 jam setelah infeksi. Digunakan sebanyak 400 ekor serangga tiap baskom setelah setiap satu tahap penginfeksian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa preferensi serangga pada pengujian dengan metode pertama 57,89% berfluktuasi dari ketiga interval waktu pengamatan, 10,52% menunjukkan trend menaik yakni tercatat pada varietas ICSV1 dan Keris M3, 15,79% menunjukkan trend mendatar tercatat pada varietas IS23509, M2 dan 1/k-B-247-1-1, sedang selebihnya 10,52% menunjukkan tren menurun tercatat pada varietas ICSV Lm90502 dan IS6973. Pada pengujian dengan metode kedua, preferensi serangga 57,89% berfluktuasi pada setiap interval pengamatan, 26,31% menunjukkan trend menurun, tercatat pada varietas GJ38, Wray, ICSV1, Upcasi, dan R10, 10,52% menunjukkan trend mendatar, tercatat pada varietas M2 dan Keris M3, sedang 5,26% menunukkan trend menaik tercatat pada varietas Keller (Sudjak Saenong dan Muslimah Hamdani, 1996).
423
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Mekanisme resistensi Pemilihan suatu inang sebagai sumber makanan erat kaitannya dengan kesesuaian makanan suatu spesies serangga hama dalam pertumbuhan populasi atau dalam memperbanyak dan melanjutkan keturunannya. Penggunaan varietas tahan merupakan salah satu usaha pengendalian hama yang relatif murah dan aman terhadap lingkungan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui factor penyebab suatu galur/varietas biji sorgum sehingga tidak atau kurang disenangi oleh kumbang bubuk S. zeamais. Sebanyak 6 galur/varietas introduksi dan local masing-masing ICSV1, ICSV-88013 dan SPV-462 (introduksi) dan Batara Tojeng eja (local Selayar-2), Batara Tojen Bae (Lokal Selayar-3) dan Batara Tojeng (Lokal Jeneponto) digunakan dalam penelitian yang disusun secara acak lengkap diulang 6 kali. Rata-rata suhu dan kelembaban nisbi selama berlangsungnya percobaan masing-masing 29,47oC dan RH 80,64% dengan pada air + 14%. Masingmasing galur/varietas diambil sebanyak 10 g yang disimpan dalam gelas plastic dan diinokulasi 2 pasang serangga S. zeamais. Hasil penelitian menunjukkan atau ketahanan varietas yang diuji terhadap S. zeamais disebabkan oleh adanya sekam yang membungkus/melindungi biji pada varietas local, sedang factor lain seperti besar/bobot biji, kandungan abu, serat kasar, lemak, protein, amilosa, dan tannin tidak mempengaruhi ketahanan suatu varietas etrhadap S. zeamais (Pabbage et al., 1997a). Preferensi serangga Secara alami kecenderungan serangga dalam memilih makanan banyak dipengaruhi oleh beberapa factor. Factor-faktor tersebut antara lain jenis dan kerusakan bahan simpanan, nilai gizinya, akdar air, warna dan tingkat kekersan kulit. Studi preferensi telah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh varietas/galur terhadap perilaku serangga dalam memilih makanan. Penelitian disusun secara acak lengkap dan diulang 4 kali, pada kondisi suhu rata-rata 28,93oC dan kelembaban nisbi udara 83,12%, serta kadar air bahan uji 14%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tercatat ada 4 spesies hama gudang yang ditemukan memilih sorgum bentuk biji pada awal penyimpanan yaitu Tribolium castaneum, S. zeamais, Cryptolestes pussilus, dan Sitotroga cerealella, sedang yang memilih sorgum bentuk tepung ada 3 spesies yaitu T. castaneum, S. zeamais, dan C. pussilus. Pada penyimpanan setelah 4 dan 6 bulan ada 5 spesies yaitu T. castaneum, S. zeamais, C. pussilus, S. cerealella, dan Doloessa viridis baik dalam bentuk biji maupun tepung. Pada awal penyimpanan sorgum bentuk biji T. castaneum lebih tertarik pada ICSV1. Preferensi dan perkembangan S. zeamais pada sorgum tidak dipengaruhi oleh ukuran biji dan kandungan amilosa biji. Perkembangan populasi T. castaneum lebih tinggi pada tepung sorgum, sebaliknya S. zeamais lebih tinggi pada sorgum bentuk biji. Perkembangan populasi S. zeamais dalam sorgum bentuk biji lebih tinggi pada varietas Batara Tojeng dibanding dengan varietas/galur lainnya (Pabbage et al. 1997b). KESIMPULAN Pestisida nabati sebagai bahan yang mudah diperoleh pada tingkat petani mempunyai harapan untuk dikembangkan. Dari hasil tersebut di atas menunjukkan Ageratum conyzoides memberikan harapan untuk dikembangkan, karena tanaman ini mudah tumbuh dan kadang-kadang di kebun sebagai gulma. Cara penyediaan atau bentuk pemberiannya perlu dicari yang lebih mudah oleh karena minyak ekstrak sulit dan mahal penyediaannya. Sereh A. nardus, selain digunakan sebagai bumbu masak, juga berpeluang digunakan sebagai pestisida nabati. Cara penyediaan yang
424
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
murah dan efektif perlu dicari. Meskipun demikian nampaknya masa keefektifannya baik sebagai pestisida maupun repellent relatif pendek hanya 3 – 4 hari. Hal ini disebabkan tidak stabilnya sifat yang dimiliki bahan nabati. Minyak dan tepung sereh memberikan efek repellent 45% dan 44%, sedang minyak dan tepung A. conyzoides masing-masing 85% dan 56%. Formulasi yang lebih mudah aplikasinya seperti pellet (tablet) dan dosis perlu diperbaiki untuk meningkatkan efektivitas repellent. Dari tumbuhan lain yang diuji secang, saga, jeringau, lempuyang Gajah, lempuyang emprit, nampkanya secang dan lempuyang Gajah perlu dikaji lebih jauh. Efek repellent pada percobaan ini mencapai 55% dan 61% masing-masing untuk lempuyang Gajah dan secang. Dengan satuan heritabilitas antara 0,83 – 0,99 pada nilai rata-rata 0,97 menunjukkan bahwa keragaman tanaman disebabkan oleh factor genetic. Ini berarti bahwa sebenarnya peluang untuk mendapatkan jagung yang tahan terhadap hama kumbang bubuk cukup besar. Hal ini dapat terlihat setelah kedua populasi diuji dengan uji makan paksa (force feeding) tercatat ada 62 galur yang mempunyai nilai kerusakan <10%, ada 21 galur yang tidak mengalami kerusakan sama sekali, yakni 5 galur persilangan dalam, 5 galur persilangan antar tanaman, 1 galur persilangan bebas, dan 10 galur persilangan antar galur. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1988. Kordinasi Program Penelitian Nasional Jagung. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Badan Penelitian Pengembangan Pertanian. Badan Pengendali Bimas. 1996. Ikhtiar mempertahankan swasembada beras dan mewujudkan swasembada jagung dan kedelai. P.6.1-6.14. Bedjo. 1992. Pengaruh kadar air awal biji jagung terhadap laju infestasi kumbang bubuk dalam Astanto et al. (ed). Risalah Hasil Penelitian Tanaman Pangan Malang Tahun 1991. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. P.294-298. Dahlan, M. 1988. Pembentukan dan produksi benih varietas bersari bebas. Dalam Subandi et al. (ed). Jagung. Puslitbangtan Bogor. Pp.101.118. Dahlan, M. dan S. Slamet. 1992. Pemuliaan tanaman jagung. Dalam Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman I. Perhimpunan Pemulia Tanaman Indonesia. Komda Jatim. Hal.1738. FAO. 1977. Analysis of an FAO survey of postharvest crop losses in developing countries (AGPP:
425
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Oman Suherman dan M. Hamdani. 1996. Pembentukan galur/family untuk penyaringan ketahanan jagung terhadap hama kumbang Sitophilus zeamais. Hasil-hasil Penelitian Hama dan Penyakit Tanaman Tahun 1995-1996. Badan Litbang Pertanian. Balitjas Maros. P.7-14. Pabbage, M.S., Suarni, Nurnina, N., dan Masmawati. 1997. Mekanisme resistensi galur/varietas biji sorgum terhadap kumbang bubuk Sitophilus zeamais Motcsh (Coleoptera:Curculionidae) Painter. 1968. Insect Resistance in Crop Plant. The Univ. Pross. Of Kansas. Lowrence. Rejesus, B.M. 1981. Stored product pest problems and research needs in the Philippines. Proceeding of Biotrop Symposium on Pest of stored product. Bogor. Pp.47-63. Sidik, M. 1979. Extent of damage to stored milled rice by insect infestation. Manhattan, Kansas, Kansas University. Unpublished. M.Sc dissertation. Sofowora, A. 1984. Medical Plants and Traditional Medicine in Africa, Wiley. Ibadan. Sidik M., H. Halid, and R.I. Pranata. 1985. Pest problem and the use of pesticide in grain storage in Indonesia. ACIAR Prociding No.14. Pesticides and Humid Tropical Grain Storage System. Sudjak Saenong, M. 1997. Pengaruh perbedaan padat populasi terhadap tingkat serangga hama kumbang bubuk Sitophilus sp. Kumpulan Seminar Mingguan. Balitjas, 1977. Sudjak Saenong, M., Muslimah Hamdani, dan Masmawati. 1996a. pengaruh perbedaan warna sumber makanan pada konidisi terang dan kedap cahaya terhadap preferensi serangga Sitophilus sp. jantan dan betina. Prosiding Seminar dan Pertemuan Tahunan X PEI, PFI, dan HPTI Komda Sul-Sel. Maros 10 Januari 1996. P.76-84. Sudjak Saenong, M., Muslimah Hamdani, dan Masmawati. 1996b. pengaruh varietas terhadap kecenderungan serangga Sitophilus sp. dalam memilih makanan. Prosiding Seminar dan Pertemuan Tahunan X PEI, PFI, dan HPTI Komda Sul-Sel. Maros 10 Januari 1996. P.7075. Surtikanti, Oman Suherman, and D. Baco. 1977. Penyaringan galur jagung S1 terhadap hama gudang Sitophilus zeamais Motsch. Hasil Penelitian Hama dan Penyakit 1996/1997. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain. Hal.42-44. Tadesse, A.T., G. Medhin, and M. Hulluka. 1994. Comparison of some maize genotype resistance to the maize weevil Sitophilus zeamais Motsch in Ethiophia. Fourth Eastern and Souther. Africa Regional Maize Conference. 28th . March 1th, April 1994. Tandiabang, J., S. Mas’ud, dan M.S. Pabbage. 1996. Kehilangan hasil jagung oleh kumbang bubuk Sitophilus zeamais dengan penundaan panen. Hasil-hasil Penelitian Hama dan Penyakit Tanaman Tahun 1995/1996. Badan Litbang Pertanian. Balitjas Maros. P.28-34. Tandiabang, J Masmawati, M. Yasin, dan M. Sudjak Saenong. 2004. Pengendalian Hama Kumbang Bubuk Sitophilus Zeamais Motch Secara Hayati. Laporan Akhir Kelti Hama Dan Penyakit. Balai Penelitian Tanaman jagung dan Serealia Lain. Tipping, P.W., P.I. Cornelius, D.E. Legg, C.G. Poneleit, and I.G. Radriquez. 1989. Inheritance of resistance in whole kernel maize to eviposition by the maize weevil (Coleoptera: Curculioniade). J. Econ. Entomol. 82:1466-1469. Wakman W, J. Tandiabang, Masmawati, Suarni, M. Sudjak Saenong, Haris Talanca, M. Yasin, Said Kontong, Sutjiati. 2003. Laporan Akhir Pengelolaan Hama Dan Penyakit Utama Jagung Secara Hayati. Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain Widstrom, N.W., W.D. Hanson, and I.M. Redlinger. 1975. Inheritance of maize weevil resistance in maize. Crop. Sci.15:467-470.
426