PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG
Oleh : Asep Permana C01400003
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Oktober 2005
ASEP PERMANA C01400003
RINGKASAN ASEP PERMANA. Pemanfaatan Larutan Nutrien yang dibawa oleh Serat Jagung dalam Budidaya Ikan Mas Cyprinus carpio L. Di Keramba Jaring Apung. Dibimbing oleh R. UMAR HASAN SAPUTRA dan D. DJOKOSETIYANTO. Ikan sebagaimana makhluk hidup lainnya, untuk dapat tumbuh dan berkembang memerlukan makanan. Walaupun pakan yang dikonsumsi berupa padatan, namun sesungguhnya yang dimanfaatkan oleh tubuh adalah nutrien essensial yang terdapat dalam pakan tersebut. Saat ini telah berhasil dibuat nutrien essensial secara sintetis dalam bentuk larutan nutrien, sehingga memberikan peluang untuk digunakan dalam budidaya ikan. Salah satu sistem budidaya ikan yang cukup banyak dilakukan di Indonesia adalah Keramba Jaring Apung (KJA). Pemberian larutan nutrien secara langsung ke perairan di KJA tidak memungkinkan karena arealnya terlalu luas dan airnya bersifat me ngalir. Sehingga diperlukan adanya media pembawa larutan nutrien yang tidak menyumbang apapun terhadap pertumbuhan. Dengan demikian pertumbuhan yang terjadi benar-benar karena faktor larutan nutrien tersebut. Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemanfaatan larutan nutrien yang dibawa oleh serat jagung dalam budidaya ikan mas di KJA. Percobaan ini menggunakan empat perlakuan dosis larutan nutrien per kg media pembawa dan terdiri dari tiga tahap perlakuan. Tahap pertama adalah dosis larutan nutrien sebesar 2% (kolam H1), 4% (kolam H2), 6% (kolam H3) dan 8% (kolam H4) dengan penambahan garam 10 g untuk masing- masing perlakuan. Tahap kedua sama seperti tahap pertama tetapi ditambahkan amonia sebesar 2% dari dosis larutan nutrien unt uk masing- masing perlakuan. Demikian pula dengan tahap ketiga, hanya penambahan amonia ditingkatkan menjadi 20 g untuk masingmasing perlakuan. Kondisi awal ikan tiap perlakuan yaitu; H1 mempunyai biomassa 110 kg, bobot rata-rata 40 g/ekor, kepadatan 2750 ekor/kolam dan perbandingan panjang dan tinggi rata-rata (cm) sebesar 11,27:4,03 (2,79); H2 mempunyai biomassa 110 kg, bobot rata-rata 40 g/ekor, kepadatan 2750 ekor/kolam dan perbandingan panjang dan tinggi rata-rata (cm) sebesar 11,12:4,03 (2,75); H3 mempunyai biomassa 105 kg, bobot rata-rata 20 g/ekor, kepadatan 5250 ekor/kolam dan perbandingan panjang dan tinggi rata-rata (cm) sebesar 8,98:3,25 (2,76); H4 mempunyai biomassa 105 kg, bobot rata-rata 25 g/ekor, kepadatan 4200 ekor/kolam dan perbandingan panjang dan tinggi rata-rata (cm) sebesar 9,05:3,30 (2,74). Pemberian larutan nutrien dilakukan dengan sistem sekenyangnya (ad satiation). Hasil percobaan menunjukan bahwa ikan mas mengalami pertumbuhan dengan pertumbuhan harian 0,62-0,84% dan konversi pakan berdasarkan larutan nutrien sebesar 0,18-0,61 serta tingkat kelangsungan hidup berkisar antara 97,2498,62%. Sesuai hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa larutan nutrien terbukti mampu menumbuhkan ikan mas.
PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
Judul
:
PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG
Nama NRP
: :
Asep Permana C01400003
Disetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
R. Umar Hasan Saputra, M.Si NIP. 132 092 239
Dr. D.Djokosetiyanto NIP. 130 536 671
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031
Tanggal Lulus : 6 Oktober 2005
KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan kekuatan-Nya sehingga penulis dapat menyele saikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Larutan Nutrien yang dibawa oleh Serat Jagung dalam Budidaya Ikan Mas Cyprinus carpio L. di Keramba Jaring Apung”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada R. Umar Hasan Saputra, M. Si dan Dr. D. Djoko Setiyanto selaku dosen pembimbing, Bapak Ade Durachman, Mang Punpun, Dadan, Dedi yang telah membantu penulis selama penelitian di Cirata, Pak Jajang, kokolot lingkungan yang selalu setia menganalisa air sampel, Adil dan semua teman BDP 37 yang banyak memberi semangat dan bantuan. Bapak dan Mimih atas doa-doa serta Nyun atas dorongan semangat dan segalanya. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharap saran dan kritik yang bersifat membangun. Terakhir penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dalam perkembangan ilmu perikanan ke depannya.
Bogor, Oktober 2005
Asep Permana
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 11 September 1981 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Rukman dan Tarmunah. Pendidikan formal diawali di Taman Kanak-Kanak Kartini Ciwalen selama dua tahun (19861988). Pada tahun 1988-1994 penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Ciwalen 02. Kemudian pada tahun 1994-1997 menempuh pendidikan lanjutan di SMP Negeri 02 Dayeuhluhur dan pada tahun 1997-2000 di SMU Negeri 01 Dayeuhluhur. Penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur USMI
(Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2000 dan memilih program studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama di IPB penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi diantaranya menjadi panitia TAMBAK (Temu Angkatan Mahasiswa Baru Akuakultur) 2001 dan 2002, Ketua Panitia WorkShop Teknologi Manajemen Akuakultur 2002, panitia bazaar akuakultur dan lainnya. Penulis juga aktif di HIMAKUA (Himpunan Mahasiswa Akuakultur) sebagai pengurus di Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia periode 2002-2003, FKM-C (Forum Komunikasi Muslim-C
(2003-2004)
dan
Organisasi
Mahasiswa
Daerah
FORSIMALAYA (Forum Silaturahmi Mahasiswa Cilacap Bercahaya). Penulis juga menjadi asisten mata kuliah Fisika Kimia Perairan (2003-2004), Dasar-dasar Budidaya Perairan (2003-2004) dan Fisiologi Hewan Air (2004-2005). Penulis melakukan praktek kerja lapang pembenihan udang windu (Penaeus monodon Fabr) di P.T. Tirtamutiara Makmur Situbondo dan pembesaran kerapu bebek (Cromileptes altivelis) di BBAP Situbondo Jawa Timur. Untuk menyelesaikan studi di FPIK, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Larutan Nutrien yang dibawa oleh Serat Jagung dalam Budidaya Ikan Mas Cyprinus carpio L. di Keramba Jaring Apung” yang bertempat di Cirata, Cianjur.
DAFTAR ISI Hal
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix I.
PENDAHULUAN .................................................................................. 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1.2 Tujuan Penelitian...............................................................................
1 1 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 2.1 Ikan Mas Cyprinus carpio L. ............................................................ 2.1.1 Biologi Ikan Mas ..................................................................... 2.1.2 Kebutuhan Nutrisi Ikan Mas ................................................... 2.1.3 Parameter Kualitas Air ............................................................
3 3 3 3 4
III. BAHAN DAN METODE ...................................................................... 3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................ 3.2 Metode Penelitian.............................................................................. 3.3 Prosedur Penelitian............................................................................ 3.3.1 Perlakuan H1 ........................................................................... 3.3.2 Perlakuan H2 ........................................................................... 3.3.3 Perlakuan H3 ........................................................................... 3.3.4 Perlakuan H4 ........................................................................... 3.4 Parameter yang Diamati .................................................................... 3.4.1 Parameter Kualitas Air ............................................................. 3.4.2 Kelangsungan Hidup ................................................................ 3.4.3 Pertumbuhan Harian................................................................. 3.4.4 Pertumbuhan Bobot Mutlak ..................................................... 3.4.5 Pertumbuhan Panjang Mutlak .................................................. 3.4.6 Pertumbuhan Tinggi Mutlak .................................................... 3.4.7 Konversi Pakan ........................................................................ 3.4.8 Analisa Data .............................................................................
8 8 8 8 8 9 9 9 10 10 10 10 10 11 11 11 11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 4.1 Hasil .................................................................................................. 4.1.1 Kualitas Air .............................................................................. 4.1.1.1 Perlakuan H1 ..................................................................... 4.1.1.2 Perlakuan H2 ..................................................................... 4.1.1.3 Perlakuan H3 ..................................................................... 4.1.1.4 Perlakuan H4 .....................................................................
12 12 12 12 12 12 12
4.1.2 Tingkat Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan harian, pertambahan bobot, FCR dan panjang serta tinggi mutlak ..................... 14
4.1.2.1 Perlakuan H1 ..................................................................... 4.1.2.2 Perlakuan H2 ..................................................................... 4.1.2.3 Perlakuan H3 ..................................................................... 4.1.2.4 Perlkauan H4 ..................................................................... 4.2 Pembahasan....................................................................................... V.
14 14 15 15 16
KESIMPULAN ...................................................................................... 21 5.1 Kesimpulan........................................................................................ 21 5.2 Saran .................................................................................................. 21
DAFTAR PUS TAKA ..................................................................................... 22
DAFTAR TABEL Hal 1. Parameter kualitas air kolam perlakuan H1 ...................................................... 12 2. Parameter kualitas air kolam perlakuan H2 ...................................................... 12 3. Parameter kualitas air kolam perlakuan H3 ...................................................... 13 4. Parameter kualitas air kolam perlakuan H4 ...................................................... 13 5. Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambahan bobot, FCR dan panjang serta tinggi mutlak pada kolam perlakuan H1...................... 14 6. Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambahan bobot, FCR dan panjang serta tinggi mutlak pada kolam perlakuan H2 ...................... 14 7. Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambahan bobot, FCR dan panjang serta tinggi mutlak pada kolam perlakuan H3 ...................... 15 8. Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambhan bobot, FCR dan panjang serta tinggi mutlak pada kolam perlakuan H4 ...................... 15
DAFTAR LAMPIRAN Hal 1. Kandungan nutrien terlarut .............................................................................. 23 2. Suhu selama penelitian (ºC) ............................................................................ 24 3. Kematian ikan Mas Cyprinus carpio L. .......................................................... 26 4. Panjang (cm) dan tinggi (cm) ikan Mas Cyprinus carpio L ........................... 28
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagaimana makhluk hidup lainnya, untuk dapat tumbuh dan berkembang memerlukan makanan. Di dalam akuakultur walaupun pakan yang biasanya digunakan berbentuk padat (pelet atau ikan rucah), namun sesungguhnya yang dimanfaatkan oleh tubuh adalah nutrien essensial yang terdapat dalam pakan tersebut. Dengan telah ditemukannya teknologi untuk membuat nutrien essensial secara cepat, murah dan telah berada pada tingkat industri memungkinkan terjadinya efisiensi dan efektifitas dalam sistem akuakultur. Hal ini sangat diperlukan mengingat kondisi budidaya ikan khususnya yang dilakukan dalam Keramba Jaring Apung (KJA) di Waduk Cirata saat ini menghadapi masalah yaitu semakin mahalnya harga pakan akibat naiknya harga tepung ikan sebagai bahan baku utama pakan. Kondisi yang memprihatinkan ini semakin diperparah dengan lingkungan perairan yang buruk sebagai akibat akumulasi limbah dari sisa pakan dan kotoran ikan. Keramba Jaring Apung (KJA) merupakan salah satu sistem akuakultur yang saat ini cukup banyak dilakukan di Indonesia. Berbeda dengan sistem kolam, penggunaan larutan nutrien secara langsung pada sistem ini akan menjadi tidak efisien karena penyebaran nutrien terlalu luas. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah digunakannya pembawa dari nutrien tersebut agar langsung dapat dimanfaatkan oleh ikan. Pembawa yang dimaksud bukan merupakan sumber nutrien namun hanya berupa serat saja. Sehingga tidak akan menyumbang apapun terhadap pertumbuhan. Dengan demikian pertumbuhan yang terjadi dapat dianggap hanya karena larutan nutrien yang diberikan. Untuk menghadapi masalah ini maka telah dilakukan percobaan penggunaan larutan nutrien di KJA dengan pembawa berupa serat dari jagung (Corn Brand) dan ikan mas sebagai ikan model.
1.2 Tujuan Percobaan ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian larutan nutrien pada budidaya ikan mas di KJA.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Mas Cyprinus carpio L. 2.1.1 Biologi Ikan Mas Menurut Saanin (1984) dalam klasifikasinya, ikan mas termasuk dalam : Ordo
: Ostariophysi
Sub Ordo : Cyprinoide Famili
: Cyprinidae
Genus
: Cyprinus
Spesies
: Cyprinus carpio Linne Ardiwinata (1971) dalam Suprayitno (1986) menyatakan bahwa ikan mas
mulai dikenal di daerah Galuh (Ciamis) Jawa Barat sekitar tahun 1810. Suprayitno (1986) menyatakan bahwa dari segi warna ikan, ditemukan ikan mas merah, hitam, hijau, kuning, putih, biru, keperakan, coklat kemerahan, dan belang-belang campuran beberapa warna. Sedangkan bentuk badan, sirip dan sisiknya mencirikan varitas, misalnya ikan mas : Sinyonya, Kumpay, Kancra Domas, Punten, Kaca, Schupper dan Taiwan serta Majalaya. Asmawi (1983) menyatakan bahwa daerah untuk pemeliharaan ikan mas adalah pada kisaran ketinggian 150 sampai 600 m di atas permukaan laut, pH berkisar antara 7 sampai 8 dan suhu optimal antara 20 sampai 25ºC. Ikan ini hidup di tempat-tempat yang dangkal dengan arus yang tidak begitu deras, baik di sungai-sungai, danau-danau, maupun di genangan-genangan air lainnya.
2.1.2 Kebutuhan Nutrisi Ikan Mas Kondisi sekarang dimana budidaya dilakukan secara intensif memerlukan adanya pakan buatan yang kualitas dan kuantitasnya sesuai dengan kebutuhan ikan. Pakan yang dibuat haruslah yang sederhana, murah dan tercukupi kebutuhan nutrisinya, bahkan melebihi dari yang terkandung dalam pakan alami (Huet, 1971). Makanan berfungsi utama sebagai penyedia energi bagi aktivitas sel-sel tubuh. Karbohidrat, lemak dan protein merupakan zat gizi dalam makanan yang berfungsi sebagai sumber energi tubuh (Buwono, 2000).
Webster and Lim (2002) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan energi untuk ikan yaitu : aktivitas, temperatur, ukuran ikan, laju pertumbuhan, spesies, dan konsumsi pakan. Protein bersama dengan mineral dan air merupakan bahan baku utama dalam pembentukan sel-sel dan jaringan tubuh, sedangkan protein bersama dengan mineral dan vitamin berfungsi dalam pengaturan suhu tubuh, pengaturan keseimbangan asam basa, pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh, serta pengaturan proses metabolisme dalam tubuh (Buwono, 2000). Webster and Lim (2002) menyatakan bahwa carp adalah ikan omnivor dan dapat menggunakan lemak dan karbohidrat lebih efektif sebagai sumber energinya, dan oleh karena itu kandungan energi tercerna lebih penting dibandingkan kandungan lipid dalam pakan. Watanabe et al. (1974)
dalam
Shepherd and Bromage (1992) menyatakan bahwa ikan mas membutuhkan asam linoleat (18:2-n6) dan asam linolenat (18:3- n3) masing- masing sebesar 1%. Ogino et al. (1976) dalam Webster and Lim (2002) menyatakan bahwa ikan mas menggunakan karbohidrat lebih efektif sebagai sumber energi. Level optimum untuk ikan mas adalah sekitar 30-40% (Takeuchi et al. 1971 dalam Webster and Lim, 2002).
3.2 Parameter Kualitas Air Stickney (1993) menyatakan bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan pada umumnya berkisar antara 20-30°C. Min (1985) menyatakan bahwa metabolisme ikan dipengaruhi oleh suhu, nafsu makan ikan akan menurun ketika suhu turun dibawah 15°C dan akan berhenti makan ketika suhu dibawah 5-7°C . Untuk cyprinids pada suhu dibawah 13°C pertumbuhannya akan berhenti dan pada suhu kurang dari 5ºC akan berhenti makan. Begitu juga untuk reproduksi, cyprinids mempunyai toleransi terhadap suhu yang tinggi dan tidak akan memijah kalau suhu perairan tidak cukup panas. Di eropa, carp mulai memijah pada suhu 18 sampai 20ºC di akhir musim semi (Huet, 1971). Stickney (1993) menyatakan bahwa di kolam, DO terendah terjadi pada dini hari yang disebabkan karena konsumsi dari tanaman dan hewan selama malam hari dimana proses fotosintesis tidak terjadi. Pada kenyataannya, seluruh
ikan-ikan tropis menginginkan nilai DO mendekati 5 mg/l, walaupun ada spesies seperti lele dan tilapia dapat beradaptasi pada nilai DO yang lebih rendah. Stres pada ikan- ikan tropis sering terjadi ketika DO jatuh dibawah 3 mg/l dan kematian ikan biasanya terjadi ketika DO turun lebih rendah lagi (Stickney, 1993). Shepherd and Bromage (1992) menyatakan bahwa carp, catfish dan tilapia dapat bertahan pada kadar DO dibawah 2 mg/l tetapi hanya dalam waktu yang singkat. Kebutuhan oksigen terlarut oleh ikan berbeda-beda sesuai dengan spesiesnya, untuk cyprinids umumnya sekitar 6 sampai 7 mg/l (Huet, 1971). Sedangkan (Mckee and Wolf, 1963 dalam Boyd, 1990) menyatakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 3 mg/l. Ikan dapat merasakan respon yang berbeda terhadap adanya konsentrasi CO2 bebas dan akan berusaha menghindari daerah yang konsentrasi CO2 nya tinggi (Hoglund, 1961 dalam Boyd, 1990). Walaupun begitu, ikan masih bisa mentoleransi konsentrasi CO2 sampai 10 mg/l atau lebih asalkan konsentrasi DO tinggi. Kebanyakan spesies ikan dapat bertahan hidup dalam perairan yang mengandung sampai 60 mg/l CO2 bebas (Hart, 1944; Haskel and Davies, 1958 dalam Boyd, 1990). Ketika kadar oksigen rendah, karbondioksida akan terasa pengaruhnya dan akan menghalangi proses pengambilan oksigen oleh ikan (Boyd, 1982). Sedangkan air yang mendukung optimalnya tingkat populasi ikan biasanya mengandung kurang dari 5 mg/l CO2 bebas (Ellis, 1937 dalam Boyd, 1990). Dalam perairan yang digunakan untuk budidaya intensif, tingkat CO2 bebas berfluktuasi dari 0 mg/l di sore hari sampai 5 atau 10 mg/l di malam hari dengan tidak menyebabkan pengaruh yang negatif terhadap ikan (Boyd, 1990). Air dengan nilai pH antara 6,5 sampai 9 merupakan kondisi optimum dalam produksi ikan (Ellis, 1937 dalam Boyd, 1990). Jika pH perairan dibawah 6,5 atau lebih dari 9-9,5 dalam waktu yang lama, reproduksi dan pertumbuhan akan berkurang (Boyd, 1982). Nilai pH di kolam akan selalu berubah sepanjang harinya sebagai akibat dari fotosintesis. Dalam perairan yang miskin akan buffer pH, nilai pH akan turun sampai 6 di pagi hari dan akan meningkat sampai 9 atau lebih di sore hari.
Amonia merupakan gas beracun bagi ikan, tingkat toksiknya akan meningkat ketika konsentrasi oksigen terlarut rendah (Markens and Downing, 1957 dalam Boyd, 1990). Tetapi pengaruh ini tidak terjadi di kolam ikan karena konsentrasi CO2 biasanya tinggi ketika oksigen terlarut rendah. Lloyd and Herbert (1960) dalam Boyd (1990) menyatakan bahwa toksisitas amonia berkurang dengan meningkatnya konsentrasi karbondioksida, hal ini dikarenakan tingginya konsentrasi karbondioksida dapat menurunkan pH dan mereduksi perbandingan total amonia nitrogen yang beracun, bentuk tidak terionisasi. Konsentrasi sublethal amonia disebabkan oleh perubahan pathologi dalam organ ikan dan jaringan (Smith and Piper, 1975 dalam Boyd 1990). Pengaruh amonia terhadap jaringan selalu terjadi dalam kisaran 0,006 sampai 0,34 mg/l. Pertumbuhan yang lambat dari ikan- ikan yang dipelihara dalam tangki ditandai dengan adanya akumulasi amonia (Smith and Piper, 1975; Andrews et al.1971 dalam Boyd 1990). Robinette (1976) dalam Boyd (1990) melaporkan bahwa konsentrasi amonia sebesar 0,12 mg/l menyebabkan perlambatan pertumbuhan dan kerusakan insang pada Channel catfish, sedangkan pada konsentrasi 0,06 mg/l tidak menyebabkan pengaruh yang berbahaya. Shepherd and Bromage (2002) menyatakan bahwa pada pH dibawah 7 amonia tidak menyebabkan masalah dalam budidaya ikan, tetapi pada kadar yang kecilpun jika ada pada pH yang lebih tinggi akan berbahaya. Kawamoto (1961) dalam Zonneveld et al.(1991) menyatakan bahwa daya racun amonia untuk ikan mas adalah 2.0 mg/l. Stickney (1993) menyatakan bahwa kadar toksisitas nitrit berbeda antara ikan yang satu dengan lainnya. Toksisitas nitrit tergantung pada pH dan chloride (Russo and Thurston, 1991 dalam Stickney, 1993). Penambahan calcium chloride atau sodium chloride ke dalam air merupakan satu cara yang efektif untuk mengurangi toksisitas nitrit dalam budidaya di kolam (Tomasso et al. 1979, 1980; Huey et al. 1980; Schwedler and Tucker, 1983 dalam Stickney, 1993). Kadar dari masing- masing bahan sebesar 60 mg/l telah terbukti berhasil. Hollerman and Boyd (1980) dalam Boyd (1982) mengatakan bahwa nitrit dihasilkan dari proses reduksi nitrat oleh bakteri dalam keadaan anaerobik. Konsentrasi toksik nitrit berbeda-beda tergantung spesies, untuk catfish sekitar 13
mg/l NO2 -N dan untuk salmonid 0,3 mg/l NO2 -N. Secara umum kadar nitrit yang biasa terkandung di kolam berkisar antara 0.5- 5 mg/l NO2 -N. Stickney (1979) menyatakan bahwa nitrogen dapat dirubah menjadi amonia, setelah itu melalui proses nitrifikasi akan dirubah menjadi nitrit dan nitrat. NH3 ? NO2- ? NO3Proses ini dilakukan oleh bakteri aerobik. Nitrosomonas adalah bakteri yang berperan dalam merubah amonia menjadi nitrit dan Nitrobacter merupakan bakteri nitrifikasi yang merubah nitrit menjadi nitrat (Meade, 1976 dalam Stickney, 1979). Wedemeyer (1996) menyatakan bahwa nitrat umumnya tidak berbahaya bagi ikan. Effendi (2000) menyatakan bahwa kadar nitrat yang melebihi 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat nitrogen melebihi 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi dan selanjutnya terjadi blooming. Stickney (1979) menyatakan bahwa kadar nitrat yang bersifat racun terhadap perairan belum diketahui. Hart et al. (1945) dalam Stickney (1979) mengindikasikan bahwa dalam 95% kasus yang ditemukan, perairan dengan kadar nitrat 4,2 mg/l tidak mengganggu kesehatan ikan.
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Percobaan dilaksanakan mulai bulan Mei sampai Juli 2005 yang bertempat di Keramba Jaring Apung, Jatinenggang, Cirata, Cianjur. Pengujian kualitas air dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Metode Percobaan Percobaan terdiri dari empat perlakuan (H1, H2, H3 dan H4). Ada tiga tahap perlakuan selama percobaan, tahap pertama dilakukan mulai hari pertama sampai hari ke-5 (14 - 18 Mei 2005), tahap kedua mulai hari ke-6 sampai hari ke30 (19 - 12 Juni 2005) dan tahap ketiga mulai hari ke-31 sampai hari ke-60 (13 Juni – 12 Juli 2005). Wadah yang digunakan untuk percobaan berupa satu unit jaring apung yang terdiri dari empat wadah pemeliharaan (jaring) yang biasanya disebut kolam. Masing – masing wadah berukuran 7 x 7 x 3 m. Sebelum dipakai jaring tersebut dibersihkan dan diperiksa untuk menghindari adanya kebocoran.
3.3 Prosedur Percobaan 3.3.1 Perlakuan H1 Pada kolam perlakuan H1, kondisi ikan awal yang digunakan mempunyai biomassa 110 kg, bobot rata-rata 40 g/ekor, kepadatan 2750 ekor/kolam dan perbandingan panjang dan tinggi rata-rata (cm) sebesar 11,27 : 4,03 (2,79). Pada kolam perlakuan H1, perlakuan tahap pertama dosisnya sebesar 20 g larutan nutrien dengan ditambah garam 10 g. Setelah selesai tahap pertama, dilanjutkan tahap kedua yaitu berupa penambahan amoniak ke dalam larutan nutrien. Dosis dari amoniak yang digunakan sebesar 2% dari dosis larutan nutrien. Sedangkan untuk tahap ketiga, dosis amoniak menjadi 20 g/kg serat untuk masing- masing perlakuan. Untuk dosis larutan nutrien dan garamnya pada tiap tahap sama seperti tahap 1.
3.3.2 Perlakuan H2 Pada kolam perlakuan H2, kondisi ikan awal yang digunakan mempunyai biomassa 110 kg, bobot rata-rata 40 g/ekor, kepadatan 2750 ekor/kolam dan perbandingan panjang dan tinggi rata-rata (cm) sebesar 11,12 : 4,03 (2,75). Pada kolam perlakuan
H2, perlakuan tahap pertama dosisnya sebesar 40 g larutan
nutrien dengan ditambah garam 10 g. Setelah selesai tahap pertama, dilanjutkan tahap kedua yaitu berupa penambahan amoniak ke dalam larutan nutrien. Dosis dari amoniak yang digunakan sebesar 2% dari dosis larutan nutrien. Sedangkan untuk tahap ketiga, dosis amoniak menjadi 20 g/kg serat untuk masing- masing perlakuan. Untuk dosis larutan nutrien dan garamnya pada tiap tahap sama seperti tahap 1.
3.3.3 Perlakuan H3 Pada kolam perlakuan H3, kondisi ikan awal yang digunakan mempunyai biomassa 105 kg, bobot rata-rata 20 g/ekor, kepadatan 5250 ekor/kolam dan perbandingan panjang dan tinggi rata-rata (cm) sebesar 8,98 : 3,25 (2,76). Pada kolam perlakuan
H3, perlakuan tahap pertama dosisnya sebesar 60 g larutan
nutrien dengan ditambah garam 10 g. Setelah selesai tahap pertama, dilanjutkan tahap kedua yaitu berupa penambahan amoniak ke dalam larutan nutrien. Dosis dari amoniak yang digunakan sebesar 2% dari dosis larutan nutrien. Sedangkan untuk tahap ketiga, dosis amoniak menjadi 20 g/kg serat untuk masing- masing perlakuan. Untuk dosis larutan nutrien dan garamnya pada tiap tahap sama seperti tahap 1.
3.3.4 Perlakuan H4 Pada kolam perlakuan H4, kondisi ikan awal yang digunakan mempunyai biomassa 105 kg, bobot rata-rata 25 g/ekor, kepadatan 4200 ekor/kolam dan perbandingan panjang dan tinggi rata-rata (cm) sebesar 9,05 : 3,30 (2,74). Pada kolam perlakuan H4, perlakuan tahap pertama dosisnya sebesar 80 g larutan nutrien dengan ditambah garam 10 g. Setelah selesai tahap pertama, dilanjutkan tahap kedua yaitu berupa penambahan amoniak ke dalam larutan nutrien. Dosis dari amoniak yang digunakan sebesar 2% dari dosis larutan nutrien. Sedangkan
untuk tahap ketiga, dosis amoniak menjadi 20 g/kg serat untuk masing- masing perlakuan. Untuk dosis larutan nutrien dan garamnya pada tiap tahap sama seperti tahap 1. Kandungan nutrien dari pakan terlarut dapat dilihat dalam Lampiran 1. Masing – masing campuran tersebut dilarutkan dalam air sebanyak 200 ml dan dicampurkan dengan 1 kg serat sampai meresap secara merata. Serat yang digunakan terbuat dari serat jagung. Fungsi dari serat ini adalah sebagai pembawa larutan nutrien yang akan diserap oleh ikan setelah serat tersebut dimakan dan dicerna. Pemberian dilakukan dengan sistem ad satiation atau sekenyangnya.
3.4 Parameter yang Diamati 3.4.1 Parameter kualitas Air Parameter kualitas air yang diukur meliputi DO, pH, NH3 , NO2 , NO3 dan CO2 . Pengukuran kualitas air ini dilakuakan 30 hari sekali. Sedangkan suhu diukur setiap hari. 3.4.2 Kelangsungan Hidup (SR) Menurut Effendie (1997), kelangsungan hidup ikan uji dapat dicari dengan rumus sebagai berikut: SR =
Nt x 100 % No
Keterangan : SR = tingkat kelangsungan hidup (%) Nt = jumlah ikan mas pada akhir pemeliharaan No = jumlah ikan pada awal pemeliharaan 3.4.3 Pertumbuhan harian (a) Wt = Wo (1 + 0,01 α)t Keterangan : α
= laju pertumbuhan harian (%)
Wt = bobot rata – rata ikan mas pada waktu t hari (g) Wo = bobot rata – rata ikan mas pada awal penelitian (g) t
= lama waktu pengamatan (hari)
3.4.4 Pertumbuhan Bobot Biomassa h = Wt - Wo Keterangan : h
= pertumbuhan bobot biomassa (kg)
Wt = bobot biomassa ikan mas pada akhir pemeliharaan (kg) Wo = bobot biomassa ikan mas pada awal pemeliharaan (kg) 3.4.5 Pertumbuhan Panjang Mutlak (Pm) Pertumbuhan panjang mutlak (Pm) dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Pm = Pt - Po Keterangan : Pm = Pertumbuhan panjang mutlak (cm) Pt = Panjang ikan pada waktu ke-t (cm) Po = Panjang ikan pada waktu awal (cm) 3.4. 6 Pertumbuhan Tinggi Mutlak (Tm) Pertumbuhan tinggi mutlak (Tm) dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Tm = Tt - To Keterangan : Tm = Pertumbuhan tinggi mutlak (cm) Tt = Tinggi ikan pada waktu ke-t (cm) To = Tinggi ikan pada waktu awal (cm) 3.4.7 Konversi Pakan (FCR) FCR = F/Wt-Wo Keterangan : FCR = Konversi Pakan F
= Jumlah total pakan yang dikonsumsi (kg)
Wt
= Bobot biomassa ikan uji pada akhir pemeliharaan (kg)
Wo = Bobot biomassa ikan uji pada awal pemeliharaan (kg) 3.5 Analisa Data Hasil data yang diperoleh selama percobaan dianalisa secara deskriptif.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan hasil percobaan selama 60 hari, diperoleh nilai kualitas air, tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertumbuhan bobot mutlak, panjang dan tinggi mutlak serta nilai konversi pakan. 4.1.1 Kualitas Air Untuk parameter suhu pada tiap kolam perlakuan berkisar antara 29-30ºC. Data suhu selama percobaan dapat dilihat pada Lampiran 2. 4.1.1.1 Perlakuan H1 Parameter kualitas air selain suhu pada kolam perlakuan H1dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel 1. Parameter kualitas air kolam perlakuan H1 Parameter DO (mg/l) CO2 (mg/l) pH NH3 (mg/l) NO2 (mg/l) NO3 (mg/l)
0 hari 2.5 11,98 7,22 0,0043 0,1198 0,3305
Perlakuan H1 30 hari 1.75 11,98 6,97 td 0,2141 0,2199
60 hari 4.81 11,98 6,26 td 0,0743 0,156
Keterangan : td = tidak terdeteksi
4.1.1.2 Perlakuan H2 Parameter kualitas air selain suhu pada kolam perlakuan H2 dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2. Parameter kualitas air kolam perlakuan H2 Parameter DO (mg/l) CO2 (mg/l) pH NH3 (mg/l) NO2 (mg/l) NO3 (mg/l)
0 hari 2,5 11,98 7,2 0,009 0,13 0,3559
Keterangan : td = tidak terdeteksi
Perlakuan H2 30 hari 2,1 9,98 6,95 td 0,1087 0,3783
60 hari 4,15 11,98 6,4 td 0,0495 0,184
4.1.1.3 Perlakuan H3 Parameter kualitas air selain suhu pada kolam perlakuan H3 dapat dilihat dalam Tabel 3. Tabel 3. Parameter kualitas air kolam perlakuan H3 Parameter DO (mg/l) CO2 (mg/l) pH NH3 (mg/l) NO2 (mg/l) NO3 (mg/l)
0 hari 2,5 11,98 7,23 0,0035 0,1198 0,3644
Perlakuan H3 30 hari 1,7 11,98 7,02 0,0051 0,1383 0,2859
60 hari 3,72 11,98 6,29 td 0,0693 0,16
Keterangan : td = tidak terdeteksi
4.1.1.4 Perlakuan H4 Parameter kualitas air selain suhu pada kolam perlakua n H4 dapat dilihat dalam Tabel 4. Tabel 4. Parameter kualitas air kolam perlakuan H4 Parameter DO (mg/l) CO2 (mg/l) pH NH3 (mg/l) NO2 (mg/l) NO3 (mg/l)
0 hari 2,5 11,98 7,2 0,0062 0,13 0,3729
Perlakuan H4 30 hari 2,17 9,98 7,01 0,0115 0,0691 0,3299
60 hari 3,96 11,98 6,32 td 0,0941 0,236
Keterangan : td = tidak terdeteksi
Nilai oksigen terlarut untuk masing- masing perlakuan mempunyai kecenderungan yang sama yaitu mengalami peningkatan diakhir percobaan. Untuk nilai karbondioksida secara umum menunjukkan pola yang stabil. Sedangkan untuk nilai pH cenderung mengalami penurunan selama percobaan. Untuk nilai amonia semua perlakuan mengalami penurunan sampai akhir percobaan, walaupun untuk perlakuan H3 dan H4 sempat meningkat pada hari ke30. Nilai nitrit pada semua perelakuan berfluktuasi, tetapi kecenderungannya menurun diakhir percobaan. Dan untuk nilai nitrat mengalami penurunan sampai akhir percobaan untuk semua perlakuan.
4.1.2 Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambahan biomassa, FCR dan panjang serta tinggi mutlak 4.1.2.1 Perlakuan H1 Tabel 5. Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambahan biomassa, FCR dan panjang serta tinggi mutlak pada perlakuan H1 Parameter
Perlakuan H1
SR (%)
98.55
a (%)
0.75
? W (kg)
63
? Nutrien non garam (kg)
11.30
FCR Nutrien non garam
0.18
? Nutrien + garam (kg)
15.09
FCR Nutrien + garam
0.24
? Serat pembawa (kg)
375
FCR serat
5.9
Pm : Tm (awal)
11.27 : 4.03 (2.79)
Pm : Tm (akhir)
13.47 : 4.80 (2.80)
Keterangan : Pm dan Tm = Panjang dan Tinggi mutlak
4.1.2.2 Perlakuan H2 Tabel 6. Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambahan biomassa, FCR dan panjang serta tinggi mutlak pada perlakuan H2 Parameter
Perlakuan H2
SR (%)
98.62
a (%)
0.84
? W (kg)
72
? Nutrien non garam (kg)
22.10
FCR Nutrien non garam
0.31
? Nutrien + garam (kg)
26.34
FCR Nutrien + garam
0.37
? Serat pembawa (kg)
425
FCR serat
5.9
Pm : Tm (awal)
11.12 : 4.03 (2.75)
Pm : Tm (akhir)
13.88 : 4.95 (2.80)
Keterangan : Pm dan Tm = Panjang dan Tinggi mutlak
4.1.2.3 Perlakuan H3 Tabel 7. Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambahan biomassa, FCR dan panjang serta tinggi mutlak pada perlakuan H3 Parameter
Perlakuan H3
SR (%)
98.29
a (%)
0.62
? W (kg)
47
? Nutrien non garam (kg)
28.60
FCR Nutrien non garam
0.61
? Nutrien + garam (kg)
32.50
FCR Nutrien + garam
0.69
? Serat pembawa (kg)
395
FCR serat
8.4
Pm : Tm (awal)
8.98 : 3.25 (2.76)
Pm : Tm (akhir)
11.48 : 4.23 (2.71)
Keteranga n : Pm dan Tm = Panjang dan Tinggi mutlak
4.1.2.4 Perlakuan H4 Tabel 8. Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambahan biomassa, FCR dan panjang serta tinggi mutlak pada perlakuan H4 Parameter
Perlakuan H4
SR (%)
97.24
a (%)
0.83
? W (kg)
67.5
? Nutrien non garam (kg)
39.80
FCR Nutrien non garam
0.59
? Nutrien + garam (kg)
44.08
FCR Nutrien + garam
0.65
? Serat pembawa (kg)
425
FCR serat
6.3
Pm : Tm (awal)
9.05 : 3.30 (2.74)
Pm : Tm (akhir)
12.28 : 4.47 (2.74)
Keterangan : Pm dan Tm = Panjang dan Tinggi mutlak
Secara umum SR untuk semua perlakuan nilainya hampir sama. Kematian ikan hampir terjadi setiap hari selama percobaan pada semua perlakuan, namun jumlahnya sedikit. Data kematian ikan mas selama percobaan dapat dilihat pada Lampiran 3. Untuk pertumbuhan harian nilainya berkisar antara 0.62- 0.84 %. Untuk pertambahan biomassa, perlakuan H1 dan H2 (ukuran ikan awal 40 g) menunjukan bahwa perlakuan H2 pertambahan biomassanya lebih besar dibanding H1. Sedangkan untuk perlakuan H3 dan H4 (ukuran ikan awal 20-25 g) perlakuan H4 pertambahannya lebih besar dibanding H3. Nilai konversi pakan terendah berdasarkan jumlah larutan nutrien yang digunakan adalah perlakuan H1. Sedangkan berdasarkan jumlah pelet pembawa yang digunakan adalah perlakuan H1 dan H2. Pertambahan panjang dan tinggi perlakuan H2 lebih tinggi dibanding H1 sedangkan untuk perlakuan H3 dan H4, pertambahan panjang dan tinggi H4 lebih tinggi dibanding H3. Data panjang dan tinggi mutlak tiap sampling dapat dilihat pada Lampiran 4.
4.2 Pembahasan Secara umum kisaran nilai parameter kualitas air pada KJA di Jatinenggang, Jangari, Cianjur selama percobaan masih cukup layak untuk budidaya. Suhu selama percobaan berada pada kisaran yang optimum untuk pertumbuhan yaitu antara 29-30°C . Hal ini sesuai dengan Stickney (1993) yang menyatakan bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan umumnya berkisar antara 20-30°C. Pada kisaran suhu sebesar ini ikan memiliki nafsu makan dan tingkat metabolisme yang tinggi. Nilai suhu yang cukup tinggi ini disebabkan karena perairan di Waduk Cirata sangat terbuka. Sehingga sinar matahari dapat langsung masuk ke perairan. Namun sesekali terjadi penurunan suhu akibat cuaca mendung sepanjang hari, pada kondisi ini maka pemberian pakan tidak dilakukan. Hal ini dikarenakan ikan kurang nafsu makan dan tidak efisien dalam pemanfaatan pakan. Untuk parameter oksigen terlarut, nilainya cukup rendah pada semua perlakuan terutama pada hari ke-30. Untuk perlakuan H1 dan H3, nilai DO sebesar itu dapat menyebabkan ikan kehilangan nafsu makan (Min, 1985). Nilai DO ini naik pada akhir percobaan sampai pada kisaran dimana intensitas makan
tinggi dan pertumbuhan cepat yaitu pada perlakuan H1 dan H2 (Min, 1985). Namun secara umum kandungan oksigen terlarut pada semua perlakuan berada pada kisaran yang tidak diinginkan di kolam yaitu nilainya < 5 mg/l (Swingle, 1969 dalam Boyd, 1990). Rendahnya kandungan oksigen terlarut ini dimungkinkan karena pemakaiannya oleh organisme air seperti ikan, bakteri dan lainnya. Sementara itu proses fotosintesis belum terjadi secara optimal karena kurangnya cahaya matahari. Ini biasanya terjadi pada dini hari sampai pagi hari (Boyd, 1990). Pernyataan ini cukup memberi alasan me ngapa nilai DO selama percobaan rendah, karena pengukuran DO dilakukan pada pagi hari. Rendahnya kandungan oksigen terlarut ini mempengaruhi kandungan karbondioksida dalam perairan. Selama percobaan, nilai karbondioksida berada pada level yang cukup tinggi. Akan tetapi masih berada dalam kisaran yang bisa ditoleransi yaitu antara 9,98-11,98 mg/l (Boyd, 1990). Tingginya nilai karbondioksida ini berasal dari proses respirasi semua biota perairan pada malam hari. Nilai karbondioksida yang cukup tinggi ini mempengaruhi nilai pH dari perairan, semakin tinggi nilai karbondioksida maka akan menurunkan pH (Boyd, 1982). Selama percobaan, nilai pH semakin menurun sampai akhir percobaan. Nilainya berkisar antara 6,26-7,23; kisaran ini masih cukup optimal untuk budidaya ikan (Ellis, 1937 dalam Boyd, 1990). Untuk tingkat toksisitas amonia di perairan dipengaruhi oleh suhu dan pH. Pada awal percobaan nilai amonia berkisar antara 0,0035-0,009 mg/l dan tertinggi pada perlakuan H2. Nilai ini menggambarkan kondisi air waduk Cirata sebelum diberi perlakuan pakan nutrien terlarut. Nilai sebesar ini belum berpengaruh terhadap pertumbuhan, perlambatan pertumbuhan mulai terjadi pada konsentrasi 0,12 mg/l (Robinette, 1976 dalam Boyd, 1990). Setelah diberikan perlakuan selama 30 hari, nilai amonia pada perlakuan H1 dan H2 mengalami penurunan, namun untuk perlakuan H3 dan H4 nilainya naik mencapai nilai tertinggi 0,0115 mg/l pada perlakuan H4. Tetapi setelah 60 hari, nilainya turun pada semua perlakuan. Fenomena ini menunjukkan bahwa pemakaian larutan nutrien tidak menyebabkan adanya limbah yang menyebabkan meningkatnya amonia tetapi justru dapat menurunkan kandungan amonia perairan.
Dalam proses nitrifikasi, amonia dirombak menjadi nitrit dan nitrat. Pada awal percobaan, nilai nitrit berada pada kisaran yang aman bagi ikan. Dan seiring dengan penurunan nilai amonia pada hari ke-30, kandungan nitrit pada perlakuan H1 meningkat tetapi pada perlakuan H2 sedikit menurun. Fenomena peningkatan ini cukup wajar sebagai akibat dari proses nitrifikasi. Tetapi fenomena yang cukup aneh terjadi pada hari ke-60 dimana pada saat amonia turun, nilai nitrit justru menurun. Ini membuktikan bahwa adanya pemanfaatan amonia oleh larutan nutrien. Hal ini didukung dengan nilai nitrat yang kecil juga pada hari ke-60. Dan secara umum nilai nitrat yang didapat selama percobaan kecenderungannya menurun dan ada dalam kisaran yang aman. Dan secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi air di Waduk Cirata masih layak untuk budidaya dan kematian yang terjadi lebih karena faktor penyakit, sedangkan air hanya sebagi media pembawa penyakit. Penggunaan larutan nutrien ternyata memberikan nilai SR yang sangat tinggi (diatas 97 %), dan dicapai justru pada saat banyaknya kematian ikan mas di kolam lain dimana SR bisa mencapai 50 % . Padahal pada kondisi normal saja nilai SR hanya sekitar 90 % (hasil wawancara dengan petani). Fenomena ini kemungkinan disebabkan karena nutrien ini pada dasarnya bersifat terlarut dan memberikan kesempatan yang sama bagi ikan untuk mendapatkannya. Walaupun teknis yang digunakan melalui penitipan nutrien melalui serat yang dipeletkan, tetapi tidak dipungkiri ketika masuk air akan mengalami leaching. Tetapi karena pada saat leaching ikan- ikan sudah berkumpul disekitar serat pembawa sehingga proses penyerapan larutan nutrien yang leaching akan semakin mudah jika dibandingkan dengan pemberian larutan nutrien secara langsung mengingat wadah budidaya berupa KJA yang terlalu luas. Untuk keperluan pertumbuhan, setiap makhluk hidup memerlukan nutrisi yang bersifat essensial dan non essensial. Dari data pertumbuhan terlihat bahwa nutrien terlarut mampu menyumbang energi untuk pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendie (1997) yang menyatakan bahwa pertumbuhan terjadi apabila ada kelebihan input energi dan asam amino yang berasal dari makanan. Dalam penelitian ini, energi dan asam amino yang dipakai untuk pertumbuhan berasal dari larutan nutrien. Sedangkan serat pembawa tidak menyumbangkan
apapun karena kandungannya yang berupa serat sampai 88%. Dan telah dibuktikan oleh seorang petani ikan di KJA, ternyata penggunaan serat tanpa larutan nutrien memberikan pertumbuhan yang stagnan bahkan menurun. Dari data pertumbuhan bobot biomassa terlihat bahwa ada pengaruh peningkatan dosis larutan nutrien terhadap pertumbuhan. Ini terlihat dengan naiknya pertumbuhan biomassa pada perlakuan H2. Namun pada perlakuan H3 dan H4 kembali mengalami penurunan. Dari sini dapat dilihat bahwa walaupun larutan nutrien dapat memberikan kesempatan yang sama bagi ikan untuk mendapatkannya, tetapi karena teknis yang digunakan melalui pembawa berupa serat yang dipeletkan ternyata ada pengaruh lain yaitu ukuran serat yang dipeletkan tersebut. Pada percobaan ini ukuran serat yang dipeletkan adalah 5 mm sedangkan ukuran ikan ada dua yaitu perlakuan H1 dan H2 (40 g/ekor) serta perlakuan H3 dan H4 (20-25 g/ekor). Ternyata untuk ukuran ikan yang kecil cukup kesulitan untuk memakan serat tersebut mengingat ukuran bukaan mulutnya yang kecil. Sehingga dengan alasan tersebut dalam membahas pengaruh larutan nutrien terhadap pertumbuhan bobot, dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu ikan berukuran besar dan kecil. Dengan pemisahan ini, ternyata dapat dilihat adanya pengaruh peningkatan dosis terhadap pertumbuhan biomassa. Dimana semakin meningkat dosis larutan nutrien pertumbuhan biomassanya juga semakin meningkat. Tetapi dari nilai peningkatan biomassanya jelas terlihat bahwa ikan besar lebih optimal dalam memanfaatkan nutrien terlarut dibanding ikan kecil. Hal ini berkaitan dengan kesesuaian ukuran bukaan mulut dengan serat pembawa. Jika dilihat dari pertumbuhan hariannya, selama 60 hari masa percobaan terlihat bahwa pertumbuhan harian yang paling tinggi sebesar 0,84 % pada perlakuan H2. Dengan rumus yang sama, ternyata nilai pertumbuhan harian sebesar ini cukup kecil jika dibandingkan dengan pertumbuhan harian yang menggunakan pakan konvensional (2.19-2.4 %). Ini dimungkinkan karena belum ditemukannya dosis yang optimal dan juga teknis yang tepat yang memungkinkan ikan dapat memanfaatkan larutan nutrien secara sempurna. Pertumbuhan ikan mas juga berkaitan dengan karakteristik morfometrik, yakni berkaitan dengan ukuran tubuh seperti panjang total, panjang baku dan lainnya. Perbandingan panjang dan tinggi mutlak juga menunjukkan hasil yang
berbeda antara ikan besar dan ikan kecil. Untuk perlakuan H1 dan H2 pertumbuhan panjang lebih dominan, artinya ikan lebih memanjang dalam pertumbuhannya. Dan pertumbuhan seperti ini biasanya lebih disukai oleh pasar. Sedangkan pada perlakuan H3 dan H4, ikan cenderung tumbuh sebanding antara panjang dan tinggi bahkan pada perlakuan H3 pertumbuhan tingginya lebih dominan. Penggunaan larutan nutrien juga menghasilkan nilai FCR yang rendah. Nilainya mencapai 0.18 pada perlakuan H1 yang berarti untuk menghasilkan 1 kg daging hanya membutuhkan 0.18 kg larutan nutrien. Nilai FCR yang rendah ini menggambarkan bahwa pemanfaatan larutan nutrien ini sangat efisien karena sifatnya yang siap serap. Selanjutnya apabila dilihat nilai ekonomis dari penggunaan serat, walaupun nilai FCR nya tinggi namun karena harganya yang murah maka teknologi ini tetap cukup menguntungkan. Permasalahannya adalah pada pembawa (serat) larutan nutrien yang digunakan selama percobaan. Ukuran dari serat yang dipeletkan ini pada ukuran 5 mm, sehingga terjadi ketidakefisienan jika dihubungkan dengan ukuran bukaan mulut ikan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Walaupun belum dapat ditentukan nilai optimalnya, namun telah terbukti bahwa larutan nutrien mampu menumbuhkan ikan mas dengan tingkat pertumbuhan 0.62-0.84 % dan nilai FCR dari larutan nutrien non garam sebesar 0.18-0.61 serta SR berkisar antara 97.24-98.62 %.
5.2 Saran Mencari alternatif penggunaan berbagai macam serat dan penyesuaian ukuran serat dengan ukuran bukaan mulut.
DAFTAR PUSTAKA Asmawi S. 1983. Pemeliharaan Ikan dalam Keramba. P.T. Gramedia. Jakarta. Boyd CT. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier scientific Publishing Company. The Netherland. 316 p. _________ . 1990. Water Quality in Pond for Aquaculture. Birmingham. Publ.Co.Alabama. P:25-186. Buwono ID. 2000. Kebutuhan Asam Amino Esensial dalam Ransum Ikan. Kanisius. Yogyakarta. Effendie. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. Effendi H. 2000. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor. 258 hal. Effendi I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta. Huet M. 1971. Textbook of Fishes Culture, Breeding and Cultivation of Fish Fishing News (Book) Ltd. Lo ndon. 436 p. Min LK. 1985. Training Manual Integrated Fish Farming in China. http://www.fao.org/docrep/field/003/AC233E/AC233E01.htm. [12 Juli 2005]. Saanin. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi. Binacipta. Bogor. Shepherd J and Bromage N. 1992. Intensive Fish Farming. Oxford. Blackwell Scientific Publications. London. Stickney RR. 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. John Willey and Sons. New York. 375 hal. _________ . 1993. Culture of Non Salmonids Freshwater Fishes. CRC Press Inc. Florida. Suprayitno. 1986. Budidaya Ikan Mas Air Deras. Direktorat Jenderal Perikanan. Balai Budidaya Air Tawar. Sukabumi. Webster and Lim CE. 2002. Nutrient Requirements and Feeding of Finfish for Aquaculture. CABI Publishing. Walingford Oxon. UK. Zooneveld N, Huisman LA, Boon JH. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 318 hal.
Lampiran 1. Hasil Analisa Larutan Nutrien PARAMETER
SATUAN
HASIL ANALISIS
PROTEIN ASAM AMINO Aspartat Glutamat Serin Glisin Histidin Arginin Treonin Alanin Prolin Tyrosin Valin Metionin Sistin Isoleusin Leusin Penilalanin Lisin Triptopan
%
8,0
mg/100g protein mg/100g protein mg/100g protein mg/100g protein mg/100g protein mg/100g protein mg/100g protein mg/100g protein mg/100g protein mg/100g protein mg/100g protein mg/100g protein mg/100g protein mg/100g protein mg/100g protein mg/100g protein mg/100g protein mg/100g protein
576 1711 331 364 295 467 304 757 846 375 491 154 172 349 1164 465 272 64
LEMAK ASAM LEMAK Laurat Palmitat Stearat Oleat Linoleat Linolenat
%
3,4
% terhadap lemak % terhadap lemak % terhadap lemak % terhadap lemak % terhadap lemak % terhadap lemak
0,94 0,26 0,72 0,16 0,34 0,42
VITAMIN Vitamin A Vitamin B Vitamin C Vitamin K
mcg/g mcg/g mcg/g mcg/g
111,4 22,9 74,9 43,5
MIKROBIOLOGI Total Plate Count Kapang Rhizopus sp
CFU/mL CFU/mL
80 10
MINERAL Besi (Fe) Kalsium (Ca) Magnesium (Mg) Tembaga (Cu) SO2
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
38,36 4,44 2,67 0,62 0,03
Lampiran 2. Suhu selama penelitian (ºC) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
TANGGAL 14/5/05 15/5/05 16/5/05 17/5/05 18/5/05 19/5/05 20/5/05 21/5/05 22/5/05 23/5/05 24/5/05 25/5/05 26/5/05 27/5/05 28/5/05 29/5/05 30/5/05 31/5/05 01/6/05 02/6/05 03/6/05 04/6/05 05/6/05 06/6/05 07/6/05 08/6/05 09/6/05 10/6/05 11/6/05 12/6/05 13/6/05 14/6/05 15/6/05 16/6/05 17/6/05 18/6/05 19/6/05 20/6/05 21/6/06 22/6/07 23/6/05 24/6/05 25/6/05 26/6/05 27/6/05 28/6/05 29/6/05
H1 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 30 29 30 29
PERLAKUAN H2 H3 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 30 30 29 29 30 30 29 29
H4 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 30 29 30 29
48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
30/6/05 01/7/05 02/7/05 03/7/05 04/7/05 05/7/05 06/7/05 07/7/05 08/7/05 09/7/05 10/7/05 11/7/05 12/7/05
30 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29
30 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29
30 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29
30 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29
Lampiran 3. Kematian Ikan Mas Cyprinus carpio L. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
TANGGAL 14/5/05 15/5/05 16/5/05 17/5/05 18/5/05 19/5/05 20/5/05 21/5/05 22/5/05 23/5/05 24/5/05 25/5/05 26/5/05 27/5/05 28/5/05 29/5/05 30/5/05 31/5/05 01/6/05 02/6/05 03/6/05 04/6/05 05/6/05 06/6/05 07/6/05 08/6/05 09/6/05 10/6/05 11/6/05 12/6/05 13/6/05 14/6/05 15/6/05 16/6/05 17/6/05 18/6/05 19/6/05 20/6/05 21/6/06 22/6/07 23/6/05 24/6/05 25/6/05 26/6/05 27/6/05 28/6/05 29/6/05
H1
1 2
PERLAKUAN H3 4 6 1 2
H2 1
H4 5 4
1 2
1 1
1 1
1 1
1 4 1
1 1
2
1
1
1
1
1 1
2
1
5 4
1
1
1 1
1 6 1 1 1 1
1
1 1 1 1
3 1 1
3 4 1
1 1 1 2
2 5 2
1 1
2 2
1
2 1
1 3 3 3 4 2 4 2 2 3 4
48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 Total
30/6/05 01/7/05 02/7/05 03/7/05 04/7/05 05/7/05 06/7/05 07/7/05 08/7/05 09/7/05 10/7/05 11/7/05 12/7/05
2 1 1 2 3 10 3 1 2
1 40
1 1 2 2 1
1 1 1 1 38
4 2 2 2 2 3 8 2 4 4 2 90
4 4 14 4 1 2 9 2 3 7 4 4 3 116
Lampiran 4. Panjang (cm) dan Tinggi rata-rata (cm) Ikan Mas Cyprinus carpio L.
No RATA2
No RATA2
0 hari p t 11.27 4.03
H1 30 hari p t 13.37 4.70
60 hari p t 13.47 4.80
0 hari p t 8.98 3.25
H3 30 hari p t 11.03 3.90
60 hari p t 11.48 4.23
0 hari p t 11.12 4.03
H2 30 hari p t 13.27 4.75
60 hari p t 13.88 4.95
0 hari p t 9.05 3.30
H4 30 hari p t 10.70 3.80
60 hari p t 12.28 4.47