825
Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap ... (Moch. Nurdin)
PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad Nurdin *) , Ani Widiyati *) , Kusdiarti *) , dan Irsyaphiani Insan **) *)
**)
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Jl. Sempur No. 1, Bogor 16154 E-mail:
[email protected] Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya
ABSTRAK Frekuensi pemberian pakan ikan dengan jumlah pakan yang tepat akan memaksimalkan pemanfaatan pakan oleh ikan sehingga diharapkan pertumbuhan ikan akan maksimal, efisiensi biaya produksi dan mengurangi pencemaran lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi pemberian pakan ikan yang optimal terhadap pertumbuhan, sintasan, dan konversi pakan pada pembesaran ikan mas (Cyprinus carpio) di keramba jaring apung. Jaring yang digunakan berukuran 7 m x 7 m x 3 m. Padat tebar ikan adalah 50 ekor/m3 berukuran 11,2±0,9 g/ekor. Pakan yang diberikan adalah pakan tenggelam komersial dengan kandungan protein 26%-28% sebanyak 3%-5% dari bobot biomassa per hari. Lama penelitian 3 bulan, rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan frekuensi pemberian pakan berbeda, yaitu: 2 kali/hari, 3 kali/hari, dan 4 kali/hari. Analisis data menggunakan analisis sidik ragam dengan uji lanjutan Tuckey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi pemberian pakan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan bobot mutlak dan sintasan ikan, tetapi tidak tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konversi pakan. Pemeliharaan ikan mas terbaik bila dipelihara di keramba jaring apung dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali/hari dengan nilai pertumbuhan bobot mutlak, sintasan, dan konversi pakan yaitu berturut-turut 132,0±9,6 g; 73,9±1,8%; dan 1,54±0,04. KATA KUNCI:
frekuensi pemberian pakan, pertumbuhan, sintasan, konversi pakan, keramba jaring apung
PENDAHULUAN Budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) merupakan sistem budidaya secara intensif dengan padat tebar tinggi dan keharusan pemberian pakan sebagai energi untuk pertumbuhan. Usaha budidaya ikan di KJA yang berkembang pesat adalah budidaya ikan mas (Cyprinus carpio) yang dilakukan di waduk/danau, dan salah satunya adalah Waduk Cirata, Jawa Barat. Pada umumnya sistem pemeliharaan ikan yang dilakukan pada KJA di Waduk Cirata adalah sistem polikultur, ikan mas dipelihara di jaring tunggal dan ikan nila dipelihara di jaring ganda. Pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ikan yang sangat besar peranannya sebagai penentu pertumbuhan dan profit. Pakan berfungsi sebagai sumber energi dan materi bagi kehidupan, pertumbuhan, dan reproduksi ikan. Kenyataan menunjukkan bahwa cara pemberian pakan yang dilakukan pembudidaya ikan di KJA Waduk Cirata kebanyakan menggunakan sistem pompa, yakni ikan akan terus diberikan pakan hingga kenyang dan sering (berlebihan). Pemberian pakan sampai kenyang merupakan suatu pemborosan, apalagi dengan frekuensi yang relatif dekat karena sifat sistem pencernaan ikan yang mampu mengeluarkan pakan yang sudah dimakan jika pemberian pakan berlebihan. Pemberian pakan dalam jumlah berlebih akan meningkatkan biaya produksi bila ditinjau dari segi ekonomi, dan dari segi lingkungan akan menyebabkan turunnya kualitas air akibat pencemaran. Pencemaran lingkungan budidaya dapat disebabkan oleh pakan yang termakan dan tidak termakan oleh ikan. Tidak semua makanan yang dimakan oleh ikan digunakan untuk pertumbuhan, sebagian besar energi dari makanan digunakan untuk metabolisme basal (pemeliharaan), sisanya digunakan untuk aktivitas, pertumbuhan dan reproduksi (Fujaya, 2004). Pakan yang termakan namun tidak tercerna oleh ikan, dikeluarkan dari tubuh ikan berupa feses.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
826
Pakan yang tidak termakan oleh ikan akan langsung jatuh ke perairan dan mengalami proses pembusukan. Frekuensi pemberian pakan adalah kekerapan waktu pemberian pakan dalam sehari. Frekuensi pemberian pakan antara lain tergantung pada ukuran badan ikan (Siregar, 1999). Frekuensi pemberian pakan ikan dengan jumlah pakan yang tepat akan memaksimalkan pemanfaatan pakan oleh ikan sehingga diharapkan pertumbuhan ikan akan maksimal, efisiensi biaya produksi dan mengurangi pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan hasil pada produksi pembesaran ikan mas di KJA maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi pemberian pakan ikan yang optimal terhadap pertumbuhan, sintasan, dan konversi pakan pada pembesaran ikan mas (Cyprinus carpio). BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan selama 3 bulan di keramba jaring apung (KJA) Waduk Cirata (Jawa Barat). Jaring yang digunakan berukuran 7 m x 7 m x 3 m dengan diameter mata jaring satu inci. Hewan uji yang digunakan untuk penelitian adalah ikan mas (Cyprinus carpio) dengan rata-rata bobot awal 11,2±0,9 g/ekor. Padat tebar ikan setiap jaring adalah 50 ekor/m3. Persiapan wadah pemeliharaan dilakukan dengan memeriksa jaring yang dipakai tidak robek, memperbaiki simpul-simpul yang lepas, dan membersihkan jaring sehingga kotoran berupa tanaman, hewan, atau sisa pakan terlepas. Penebaran benih ikan dilakukan pada saat pagi hari. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan dan masing-masing perlakuan terdiri atas dua ulangan. Perlakuan yang diujikan dalam penelitian ini adalah perbedaan frekuensi pemberian pakan, yaitu: (A) Frekuensi pemberian pakan sebanyak 2 kali sehari, yaitu pukul 09.00 dan 15.00 WIB. (B) Frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari, yaitu pukul 08.00, 12.00, dan 16.00 WIB. (C) Frekuensi pemberian pakan sebanyak 4 kali sehari, yaitu pukul 07.00, 10.00, 13.00, dan 16.00 WIB. Jenis pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan tenggelam komersial yang berukuran 3 mm dengan kandungan protein 26%-28%. Penghitungan jumlah pakan yang diberikan sebanyak 3%-5% dari total biomassa yang disesuaikan dengan umur ikan. Persentase jumlah pakan yang dikonsumsi semakin menurun dengan semakin meningkatnya umur ikan. Penimbangan ikan dilakukan secara rutin setiap 2 minggu sekali untuk penghitungan total biomassa dan jumlah pakan yang diperlukan. Parameter yang diamati adalah pertambahan bobot mutlak, sintasan, dan konversi pakan (Effendie, 1997). Data dukung dilakukan analisis kualitas air terhadap suhu, pH, DO, dan amonia. Sintasan dihitung menggunakan rumus berikut: SR Nt/No x 100%
di mana: SR = Sintasan Nt = Jumlah ikan pada akhir penelitian (ekor) No = Jumlah ikan pada awal penelitian (ekor) Pertambahan bobot mutlak dihitung dengan menggunakan rumus berikut: BM Wt - Wo
di mana: BM = Bobot pertumbuhan mutlak (g) Wt = Bobot akhir rata-rata ikan pada akhir penelitian (g)
827
Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap ... (Moch. Nurdin)
Wo = Bobot awal rata-rata ikan pada awal penelitian (g) Konversi pakan dihitung menggunakan rumus berikut:
FCR
di mana: FCR = F = Wt = Wo =
F Wt - Wt
Konversi pakan Jumlah total pakan (kg) Bobot total ikan akhir penelitian (kg) Bobot total ikan awal penelitian (kg)
Data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95%, kemudian dilanjutkan dengan uji lanjutan Tuckey untuk mengetahui beda nyata antar perlakuan. HASIL DAN BAHASAN Jumlah pakan yang diberikan selama penelitian 3%-5% dari bobot biomassa ikan. Diduga jumlah pakan yang diberikan sesuai dengan kapasitas lambung ikan dan efisien karena jumlah pakan yang diberikan tersebut habis dimakan ikan dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Menurut Insan et al. (2005), pada budidaya intensif di KJA dengan kepadatan tinggi dan ransum harian rendah (3%) adalah efektif dengan diperolehnya jumlah pakan yang tidak termakan paling rendah (15,08%), sedangkan cara pemeliharaan petani dengan pemberian pakan “sistem pompa” tidak efisien yang menghasilkan jumlah pakan yang tidak termakan paling tinggi (37,80%).
Bobot badan ikan (g)
Pertumbuhan adalah perubahan ikan, baik bobot badan maupun panjang dalam jangka waktu tertentu (Effendie, 1997). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan frekuensi pemberian pakan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan mas (Gambar 1). Peningkatan frekuensi pemberian dengan pemberian jumlah sedikit akan mengurangi terbuangnya pakan saat pemberian, meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan dan dapat mengoptimalkan pertumbuhan (Azwar et al., 2004). Pada awal pemeliharaan, pertumbuhan ikan berjalan lambat kemudian cepat seiring dengan penambahan jumlah pakan yang diberikan.
160
FF 2
140
FF 3
120
FF 4
100 80 60 40 20 0 1
15
30
45
60
75
Hari ke-
Gambar 1. Grafik pertumbuhan ikan mas (Cyprinus carpio) selama penelitian dengan frekuensi pemberian pakan berbeda.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
828
Tabel 1. Nilai rata-rata pertambahan bobot mutlak individu, sintasan, dan konversi pakan ikan mas (Cyprinus carpio) selama penelitian dengan frekuensi pemberian pakan berbeda Perlakuan
Pertambahan bobot mutlak (g)
A (FF2) B (FF3) C (FF4)
114,3±10,2ab 132,0±9,6b 100,0±2,3ab
Sintasan (%)
Konversi pakan
71,1±1,8a 1,56±0,10a 73,9±1,8ab 1,54±0,04a 80,0±3,2ab 1,53±0,07a
Keterangan: Huruf superskrip yang beda dalam kolom sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Dari hasil penelitian ini memperlihatkan adanya pengaruh perbedaan frekuensi pemberian pakan terhadap pertambahan bobot badan ikan mas. Pertambahan bobot mutlak tertinggi pada perlakuan B dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari, yaitu sebesar 132,0±9,6 g. Hal ini sejalan dengan petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh Ditjen Perikanan (1994), pakan ikan mas diberikan sebanyak 3% dari biomassa per hari dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali per hari, yaitu pagi, siang, dan sore. Namun, pertumbuhan bobot mutlak perlakuan B tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan frekuensi pemberian pakan sebanyak 2 (A) dan 4 (C) kali sehari. Kelompok Cyprinidae (ikan mas) tidak memiliki lambung sehingga perlu lebih sering diberi pakan dalam seharinya, namun jumlahnya tidak terlalu banyak. Sintasan ikan merupakan jumlah ikan yang mampu bertahan hidup hingga akhir pemeliharaan. Perbedaan frekuensi pemberian pakan mempengaruhi sintasan ikan. Sintasan ikan mas tertinggi pada perlakuan C dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 4 kali sehari, yaitu sebesar 80,0±3,2%. Sedangkan nilai sintasan terendah pada perlakuan A dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 2 kali sehari, yaitu sebesar 71,1±1,8%. Persaingan dalam memperoleh pakan akan menguntungkan bagi individu ikan yang gesit dalam mengkonsumsi pakan yang diberikan. Dalam keadaan lapar, ikan cenderung untuk segera untuk memenuhi kebutuhannya dengan berusaha mengkonsumsi pakan yang tersedia. Oleh karena itu, akan ada ikan yang tidak mendapatkan pakan dari kebutuhan semestisnya. Hal ini mempengaruhi rendahnya sintasan karena salah satu fungsi pakan juga meningkatkan daya tahan tubuh ikan. Indikator untuk menentukan efektivitas pakan adalah besar kecilnya nilai konversi pakan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan frekuensi pemberian pakan tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap nilai konversi pakan. Rata-rata konversi pakan tertinggi pada perlakuan A dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 2 kali sehari, yaitu sebesar 1,56±0,10. Hal ini diduga pada frekuensi pemberian pakan sebanyak 2 kali sehari, jumlah pakan yang diberikan berlebih sehingga pakan tidak seluruhnya dikonsumsi oleh ikan, akibat keterbatasan kemampuan lambung
Tabel 2. Kualitas air pemeliharaan ikan mas (Cyprinus carpio) selama penelitian Parameter
Nilai pengukuran
Suhu (°C) pH DO (mg/L) Amonia (mg/L)
26-30 7,34-7,65 4,24-4,98 0,007-0,010
829
Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap ... (Moch. Nurdin)
untuk menampung pakan. Ikan yang diberi pakan sebanyak 2 kali sehari akan mengalami lapar yang terlalu lama sehingga pada saat pakan diberikan, lambung ikan telah kosong dan nafsu makan tinggi. Dalam kondisi ini, ikan akan makan sebanyak-banyaknya sehingga isi lambung mencapai maksimum dan proses pencernaan tidak akan berjalan sempurna. Pakan yang bercampur dengan enzim dapat dicerna dengan baik, sedangkan yang lain tidak dicerna dan dikeluarkan oleh tubuh sebagai kotoran (Hickling, 1971). Nilai konversi pakan yang rendah merupakan indikator efektivitas ikan dalam memanfaatkan pakan. Nilai konversi pakan terendah pada perlakuan C dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 4 kali sehari, yaitu sebesar 1,53±0,07. Perlakuan C (4 kali sehari) lebih baik daripada perlakuan A (2 kali sehari) dan perlakuan B (3 kali sehari). Selisih nilai konversi pakan sedikit saja akan mempengaruhi biaya produksi yang cukup besar karena pakan merupakan komponen biaya produksi terbesar terutama pada budidaya ikan intensif. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 4 kali sehari menunjukkan pemberian pakan lebih efesien dan efektif karena banyak pakan yang dimanfaatkan oleh ikan. Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa kualitas air media pemeliharaan selama penelitian ini masih layak untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan. Suhu yang baik untuk ikan berkisar antara 27°C-30°C. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7,0-8,5. Di perairan danau, oksigen lebih banyak dihasilkan oleh fotosintesis alga yang banyak terdapat pada mintakan epilimnion, kadar oksigen perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/L. Kadar oksigen terlarut untuk pemeliharaan ikan disyaratkan lebih dari 3 mg/L. Kadar amonia bebas melebihi 0,2 mg/L bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan (Effendi, 2000). Boyd (1982) mengemukakan bahwa kandungan amonia dalam air sebaiknya kurang dari 1,2 mg/L. KESIMPULAN Frekuensi pemberian pakan terbaik pada produksi pembesaran ikan mas (Cyprinus carpio) di keramba jaring apung Waduk Cirata sebanyak 3 kali/hari dengan nilai pertambahan bobot mutlak (132,0±9,6 g), sintasan (73,9±1,8%), dan konversi pakan (1,54±0,04). DAFTAR ACUAN Azwar, Z.I., Suhenda, N., & Praseno, O. 2004. Manajemen pakan pada usaha budidaya ikan di keramba jaring apung. Lokakarya Pengembangan Budidaya Perikanan di Perairan Waduk. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta, hlm. 37–44. Boyd, E.C. 1982. Water quality management for pond fish culture. Elsevier Scientific Publishing Company. Auburn University. Auburn, Alabama, 318 pp. Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian. 1994. Petunjuk teknis paket teknologi budidaya ikan mas di jaring apung mini. Ditjen Perikanan Deptan. Jakarta. Effendi, H. 2000. Telaahan kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor, 258 hlm. Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Rineka Cipta. Jakarta, 179 hlm. Hickling, C.F. 1971. Fish Culture. Faber and Faber. London, 317 hlm. Insan, I., Suhenda, N., & Rusmedi. 2005. Aspek manajemen pemberian pakan pada budidaya ikan mas dalam keramba jaring apung. J. Pen. Per. Indonesia, 11(1): 25-32. Siregar, A. 1999. Membuat Pelet Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
830