PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 7 UNTUK ESTIMASI UMUR TANAMAN KELAPA SAWIT (STUDI KASUS DI PTPN VIII CISALAK BARU, BANTEN)
YUDI ASWANDI A1405286
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ABSTRACT YUDI ASWANDI. Use of Landsat 7 Image to Estimate The Age of Oil Palm (Case Study at PTPN VIII Cisalak Baru, Banten). Supervised by KHURSATUL MUNIBAH and BOEDI TJAHJONO. Oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) is a commodity increasingly in demand due to its increasing utilization. Indonesia together with Malaysia have 85% market share of crude palm oil (CPO) of the world. It is estimated the world CPO demand will continue to increase every year. This is due to the wide utilization in industry, increasing demand of population growth, and as comodity for production of biofuels as alternative energy sources instead of fossil fuels in vehicles. Oil palm growth is closely related to physical changes in canopy density and biomass. These changes can be monitored by remote sensing. The Landsat 7 used was data of 2010 year. This study tried to take advantage of Landsat 7 to estimate the age of oil palm . The study was conducted on land owned by PTPN VIII Cisalak Baru, Banten. The scope of the study was limited on the analysis of visual characteristics of the Landsat 7 gap-filled and make a model of an estimated age of the plant oil palm. The analysis showed that there is a gap-filled image that can be used for visual identification of objects in the composite images. Models are made in the form of a functional relationship between plant age and the combination of the selected channel in the form of linear regression. Variables used in the modeling of spectral lines and spectral values are extracted from each plant age. The model test results indicate that the model is good enough to predict the age of oil palm plantations in the range of 6-16 years.
Keywords: Oil palm age, SLC-off, gap-filled, regression model.
RINGKASAN YUDI ASWANDI. Pemanfaatan Citra Landsat 7 Untuk Estimasi Umur Tanaman Kelapa Sawit (Studi Kasus Di PTPN VIII Cisalak Baru, Lebak). Dibawah bimbingan KHURSATUL MUNIBAH dan BOEDI TJAHJONO. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditi yang semakin banyak dibutuhkan karena pertambahan kegunaannya. Malaysia bersama Indonesia memenuhi 85% pangsa pasar crude palm oil (CPO) dunia. Diperkirakan kebutuhan CPO dunia akan terus meningkat setiap tahun. Hal ini disebabkan karena pemanfaatannya yang luas di bidang industri, pertambahan jumlah penduduk, ditambah lagi saat ini kelapa sawit menjadi komoditi untuk pembuatan biofuel sebagai sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil pada kendaraan. Pertumbuhan tanaman sawit erat kaitannya dengan kerapatan kanopi dan perubahan fisik biomassa. Perubahan tersebut dapat dipantau dengan penginderaan jauh. Penelitian ini mencoba memanfaatkan data Landsat 7 untuk memperkirakan umur tanaman kelapa sawit. Data Landsat 7 yang digunakan adalah data tahun 2010. Penelitian dilakukan di lahan kelapa sawit milik PTPN VIII Cisalak Baru, Lebak. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada analisis karakteristik visual citra Landsat 7 hasil gap-filled dan membuat model estimasi umur tanaman kelapa sawit. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat citra hasil gap-filled dapat digunakan untuk identifikasi objek secara visual pada citra komposit. Model yang dibuat berupa hubungan fungsional antara umur tanaman dan kombinasi saluran terpilih dalam bentuk regresi linier. Variabel yang digunakan dalam pembuatan model adalah saluran spektral dan nilai spektral yang diekstrak dari tiap umur tanaman. Hasil uji model menunjukkan bahwa model cukup bagus digunakan untuk memprediksi umur tanaman kelapa sawit pada umur antara 6-16 tahun. Kata kunci: Umur kelapa sawit, SLC-off, gap-filled, model regresi.
PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 7 UNTUK ESTIMASI UMUR TANAMAN KELAPA SAWIT (STUDI KASUS DI PTPN VIII CISALAK BARU, BANTEN)
YUDI ASWANDI A1405286
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul
: Pemanfaatan Citra Landsat 7 untuk Estimasi Umur Tanaman Kelapa Sawit (Studi Kasus Di PTPN VIII Cisalak Baru, Banten) Nama Mahasiswa : Yudi Aswandi NRP : A14052386
Menyetujui, Pembimbing Skripsi 1
Pembimbing Skripsi 2
Dr. Khursatul Munibah, M.Sc. NIP. 19620515 199003 2 001
NIP. 19600103 198903 1 002
Dr. Boedi Tjahjono, M.Sc.
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP. 1962113 198703 1003
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Asahan, Sumatera Utara, pada tanggal 14 Juni 1987. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Supatmo dan Ibu Sipon. Tahun 1999 penulis lulus dari SDN 010124 Aek Loba, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan di SLTP YP Sultan Hasanuddin Aek Kanopan. Selanjutnya tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kualuh Hulu, dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih mayor Manajemen Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi MPM KM IPB dan DPM Faperta pada tahun 2007/2008, serta organisasi FORCES IPB pada tahun 2008/2009, dan asisten praktikum untuk mata kuliah Penginderaan Jauh dan Intepretasi Citra serta mata kuliah Geomorfologi dan Analisis Lanskap pada tahun ajaran 2008/2009. Penulis pernah mengikuti lomba karya tulis Program Kreativitas Mahasiswa bidang penelitian dengan judul “Pengujian Beberapa Galur Ganggang Hijau (Chlorophyta) dengan Metode Open Race-Way Pond Sebagai Bahan Baku Biofuel”, dibiayai oleh Dikti pada tahun 2009.
vi
PRAKATA
Puji dan rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2010 ini adalah tanaman kelapa sawit, dengan judul “Pemanfaatan Citra Landsat 7 Untuk Estimasi Umur Tanaman Kelapa Sawit (Studi Kasus PTPN VIII Cisalak Baru, Banten)”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Khursatul Munibah, M.Sc. dan Dr. Boedi Tjahjono, MSc. selaku pembimbing yang mengarahkan saya untuk sampai pada tujuan penelitian saya ini. Di samping itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. PTPN VIII Cisalak Baru, Lebak yang telah memberikan kemudahan kepada saya selama melakukan penelitian di lapang. 2. Bapak Ahmad selaku Kepala Afdeling 2 PTPN VIII Cisalak Baru, Lebak, atas bantuan akomodasi untuk saya selama penelitian di lapang. 3. Teman-teman kelas Manajemen Sumberdaya Lahan angkatan 42, santrisantri Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Inaayah Bogor, dan rekan-rekan di Yayasan Pewaris Peradaban 554 atas doa dan motivasinya. 4. Pihak-pihak yang juga ikut membantu saya dalam melakukan penelitian ini yang tidak saya sebutkan di sini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2012 Penulis
vii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................... viivii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... ixix DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xx BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 11 1.1 Latar Belakang .............................................................................................1 1 1.2 Perumusan Masalah .................................................................................... 3 3 1.3 Tujuan Penelitian .........................................................................................3 3 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 44 2.1 Tanaman Kelapa Sawit ................................................................................4 5 2.2 Sistem Penginderaan Jauh ............................................................................511 2.3 Citra Landsat 7.............................................................................................1113 2.4 Karakteristik Data Penginderaan ................................................................1314 2.5 Karakteristik Spektral Vegetasi ..................................................................1415 2.6 Image Enhancement ....................................................................................1518 2.7 Interpretasi Citra ........................................................................................1919 2.8 Model Estimasi Umur Tanaman Kelapa Sawit ...........................................2021 BAB III METODE PENELITIAN………………………………………………. 2221 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................2221 3.2 Alat dan Bahan …....................................................................................... 2322 3.3 Metodologi..................................................................................................... 2325 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 2725 4.1 Pengisian Gap Citra ……............................................................................2726 4.2 Penggabungan Citra …................................................................................3230 4.3 Interpretasi Visual Tanaman Kelapa Sawit …………..……………………3433 4.4 Model Regresi................................................................................................. 3837 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................... 4544 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 4645 LAMPIRAN ............................................................................................................ 4948
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Karakteristik Instrumen Landsat 7 ………………………………….…..…...1212 2. Saluran pada Citra Landsat 7 ………………………………………….….....1313 3. Jenis dan Sumber Data …………………………………………………….....2321 4. Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian …………………………............2321 5. Hasil Perhitungan Nilai OIF untuk Citra Komposit ………………………..… 3231 6. Ciri Kenampakan Tiap Kelompok Umur Tanaman Kelapa Sawit…………....3634 7. Koefisien Korelasi dari Hubungan Linier Umur Tanaman Kelapa Sawit dengan Nilai Spektral …………………………………………..…….4140 8. Perbandingan Umur Tanaman di Lapang dengan Umur Hasil Uji Model ………………………………………………………………..………..4342
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Komponen Utama Sistem Penginderaan Jauh ……………………………….. 6
6 2. Spektrum Elektromagnetik ………………….……………………..................... 8 8 3. Jenis Penginderaan Jauh Ditinjau Dari Panjang Gelombang ………………... 9 9 4. Reflektan Spektral untuk Tanah, Vegetasi, dan Air ……….……………….….. 11 11 5. Satelit Landsat 7 dengan Sensor ETM+ ……………………………………..… 11 11 6. Hasil Proses Perentangan Kontras…………………………………………….16 24 7. Hasil Konversi Histogram dalam Penginderaan Jauh…………………………16 26 8. Peta Lokasi Penelitian ………………………………………………………..22 26 9. Diagram Alir Penelitian………………………………………………………... 26 26 10. Citra Landsat 7 dengan SLC-off ………………………………..………….....27 27 11. Pengisian Gap pada Citra Landsat 7………………………………………..…27 28 12. Perbandingan Kejelasan Objek pada Masing-Masing Citra…………………..28 28 13. Nilai DN Daerah Pemukiman …………………………….………………..…29 29 14. Nilai DN Kelapa Sawit Umur 2 Tahun……..……………………………….…. 30 29 15. Nilai DN Kelapa Sawit Umur 6 Tahun ……………..………..……………….. 30 30 16. Nilai DN Kelapa Sawit Umur 14 Tahun..……….………………………..…… 31 31 17. Nilai DN Sungai …………………………………………….…………….….31 32 18. Citra Komposit 245 ………………………………………….…………..…….. 32 33 19. Citra Komposit 542 …………………………...………………………..…..…33 35 20. Deleniasi Sampel Kelompok Umur Tanaman Kelapa Sawit.…………...……34 36 21. Perbandingan Hasil Interpretasi Visual dengan Peta Referensi…………..…..36 37 22. Kelompok Umur Tanaman Kelapa Sawit………………………....................… 37 41 23. Nilai Reflektansi Tiap Umur Tanaman …………………….…..…………….38 42 24. Region Kelompok Umur dan Region Uji Umur ………………………………. 42 25. Perbandingan Umur Nyata dengan Umur Hasil Uji Model …………...……… 43
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Statistik Citra Komposit ………………………………………………………5048 2. Perbandingan Statistik Citra Hasil Gap-filled dengan Citra Pengisi………….5149 3. Nilai Rataan DN Region Ekstraksi Umur Tanaman Kelapa Sawit …………..5452 4. Nilai Rataan DN Region Uji Umur Tanaman Kelapa Sawit…………………..5553 5. Langkah-Langkah Ekstraksi Nilai Pixel pada Citra Gap-filled dan Citra Pengisi………………………………………………………………………….. 5654
1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditi andalan Indonesia untuk memenuhi permintaan dunia dan konsumsi domestik atas minyak kelapa sawit. Dalam Siaran Pers Kemenperin (2007), disebutkan bahwa minyak kelapa sawit memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 1,6% dan kontribusi terhadap ekspor sebesar US$ 4,7 miliar. Pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia berkembang pesat sebagai akibat jumlah penduduk maupun tingkat konsumsi per kapita yang semakin meningkat. Semakin berkembangnya jenis-jenis industri hulu pabrik kelapa sawit maupun industri hilir oleokimia, oleomakanan, farmasi,
hingga
industri konversi minyak sawit sebagai bahan bakar biodiesel. Selain itu, di antara berbagai jenis tanaman penghasil minyak nabati, kelapa sawit tanaman dengan potensi produksi minyak tertinggi. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Hingga tahun 2010, sekitar 43,60% produksi minyak sawit dunia dihasilkan oleh Indonesia (Kementerian Pertanian, 2010). Peningkatan luas lahan kelapa sawit memerlukan manajemen yang baik dari segala sisi. Sehingga produksi dapat dipertahankan sesuai dengan kebutuhan pasar domestik dan dunia. Secara umum, produksi tanaman sawit berkaitan dengan umur tanaman. Tanaman sawit memiliki pola tanam yang teratur, karena ditanam dalam blok sesuai tahun tanam. Perkembangan umur tanaman akan mengalami perubahan fisik biomassa dan kerapatan kanopi. Sehingga dapat dipantau dengan data penginderaan jauh. Data penginderaan jauh yang digunakan adalah data Landsat 7. Landsat 7 merupakan satelit sumberdaya bumi yang dibuat oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA). Landsat 7 dilengkapi dengan sensor Enhanced Thematic Mapper plus (ETM+), sistem kalibrasi untuk pengaruh
2
radiasi matahari, melakukan perekaman setiap 16 hari sekali, dan area perekaman seluas 185x185 Km (Kusumowidagdo, 2006). Landsat 7 memiliki kelebihan pada band 8 (saluran pankromatik) yang memiliki resolusi spasial 15 m. Sehingga, bila digabungkan (difusi) dengan suatu kombinasi band akan didapat citra komposit warna dengan resolusi spasial 15 m. Hal ini cukup membantu dalam melakukan kegiatan interpretasi citra. Sejak Mei 2003, sensor Scanning Line Corrector pada Landsat 7 mengalami kerusakan (SLC-off). Akibatnya kondisi citra kurang baik, karena seluas 22% wilayah rekaman hilang. Gap-filled adalah teknik memperbaiki kondisi citra SLC-off agar memiliki informasi relatif utuh (USGS, 2005). Saluran pankromatik pada Landsat 7 berfungsi untuk memperjelas kenampakan objek. Pemisahan suatu objek dari objek lain dapat diketahui dengan pengenalan ciri spektral (spectral signature). Ciri spektral merupakan pola kecerahan relatif pada saluran spektral yang memberikan karakteristik suatu objek yang diinformasikan dalam bentuk Digital Number (DN) (Hunt, 1980). Dengan demikian, DN tanaman sawit dapat dipisahkan sesuai dengan perbedaan umur tanaman. McMorrow (2001) mengatakan bahwa secara struktur tanaman kelapa sawit mirip dengan hutan. Sehingga, lebih mudah melakukan pemodelan secara empiris. Kustiyo (2003) telah berhasil dalam mengidentifikasi umur tanaman padi pada fase vegetatif berdasarkan ciri spektral dan mengembangkan model estimasi umur tanaman. Dalam penelitian selanjutnya Noviar (2004) menunjukkan bahwa tanaman semangka dapat masih dapat dikenali dari ciri spektral pada lahan dengan vegetasi yang heterogen. Sedangkan dalam penelitian Jansen (2004) menunjukkan bahwa indeks vegetasi MIRI, RVI, dan NDVI dari Landsat TM tidak berkorelasi dengan umur tanaman sawit. Dengan pola tanam yang teratur dan sifat fenologi tanaman kelapa sawit yang dapat dipantau dengan menggunakan citra Landsat 7, maka parameter DN tanaman kelapa sawit diharapkan memiliki korelasi yang tinggi dengan umur tanaman. Sehingga dapat diturunkan model estimasi umur tanaman sawit. Lebih lanjut, model dapat prediksi produksi sawit semua tanaman sawit di Indonesia secara makro.
3
1.2 Perumusan Masalah Kelapa sawit merupakan komoditi yang memiliki peningkatan luas lahan yang cepat dan persebaran lahan yang luas di Indonesia. Peningkatan luas lahan dan persebaran lahan tersebut harus dapat diketahui guna memudahkan manajemen terutama rencana tata ruang lahan dan memperkirakan volume produksi nasional. Untuk itu dibutuhkan suatu data yang dapat membantu dalam mengidentifikasi tanaman sawit dan umur tanaman. Dengan pola tanam yang teratur dan dalam perkembangan umur tanaman mengalami perubahan fisik biomassa dan kerapatan kanopi, maka tanaman kelapa sawit dapat dipantau dengan penginderaan jauh. Dalam penelitian ini digunakan citra Landsat 7 yang memiliki saluran multispectral yang dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi vegetasi dengan menggunakan metode tertentu. Berdasarkan latar belakang di atas, perlu dilakukan penelitian tentang kemampuan data Landsat 7 hasil gap-filled untuk mengamati fenologi kelapa sawit yang berkaitan dengan model estimasi umur tanaman sawit. Sebagai daerah studi kasus adalah area perkebunan PTPN VIII Cisalak Baru, Banten. 1. 3 Tujuan Penelitian 1. Memperbaiki gap pada citra Landsat 7 dengan metode SLC-off to SLC-off. 2. Menginterpretasi kelapa sawit pada berbagai umur tanaman. 3. Membuat model regresi dari hubungan antara umur tanaman kelapa sawit dengan nilai spektral pada citra. 1.4 Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan citra satelit Landsat 7 dapat dimanfaatkan untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit tumbuh baik pada dataran rendah di daerah tropis yang beriklim basah, yaitu di sepanjang garis khatulistiwa antara 23,5o LU-23,5o LS, memiliki curah hujan 1250-3000 mm/tahun merata di sepanjang tahun dengan bulan kering tidak lebih dari 3 bulan, memiliki suhu 22-23oC, dan kelembaban 5090%, dataran berada di atas 400 m dan matahari bersinar sepanjang tahun dengan minimal 5 jam/hari (PPKS, 2003). Kelapa sawit memiliki waktu tumbuh yang panjang, kira-kira hingga 30 tahun. Secara morfologi umur tanaman bisa diketahui dari perubahan daun, batang, akar, bunga dan buah. Daun pada tanaman sawit tersusun secara spiral dari titik tumbuh. Setiap primordium daun terpisah dari primordium sebelumnya pada spiral genetik berdasarkan suatu sudut, yaitu sudut divergen yang besarnya 137,5o. Susunan spiral mengikuti deret Fibonacci, yaitu 1:1:2:3:5:8:13:21 dan seterusnya, dimana setiap angka pada susunan spiral merupakan penjumlahan dari dua angka sebelumnya. Pada batang kelapa sawit dewasa, susunan kelipatan 8 daun umumnya bias ditemui, tetapi kelipatan 5, 13, dan 21 juga dapat dijumpai. Luas daun tanaman sawit meningkat secara progresif pada umur sekitar 8-10 tahun setelah tanam. Biasanya luas daun pada umur yang sama beragam dari satu daerah ke daerah lain, tergantung dari faktor-faktor seperti kesuburan dan kelembaban tanah serta tingkat stress air (Pahan, 2006). Pada batang tanaman sawit, penebalan dan pembesaran batang terjadi karena aktivitas penebalan meristem primer yang terletak di bawah meristem pucuk dan ketiak daun. Pada tahun pertama atau kedua, pertumbuhan membesar terlihat sekali pada bagian pangkal, dimana diameter batang bisa mencapai 60 cm. Setelah itu batang akan mengecil biasanya hanya berdiameter 40 cm, tetapi pertumbuhan tingginya menjadi lebih cepat. Umumnya, pertambahan tinggi batang bisa mencapai 35-75cm/tahun, tergantung pada keadaan lingkungan tumbuh dan keragaman genetik (Pahan, 2006).
5
Dari sisi produksi, pada umumnya tanaman sawit sudah menghasilkan buah pada usia tiga tahun setelah tanam. Kelapa sawit akan berproduksi maksimal pada usia 8-14 tahun. Setelah itu akan menurun. Jumlah produksi per hektar per tahun dipengaruhi oleh kesesuaian lahan dan kondisi lingkungan yang ‘favorable’. Secara umum, temperatur tahunan, ketersediaan air, dan retensi hara menjadi faktor yang banyak menentukan tingkat produksi. Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Perkebunan RI (2009), luas areal perkebunan kelapa sawit pada level nasional sebesar 7 juta ha dengan perkiraan produksi sebesar 18,5 juta ton. Ada peningkatan luas areal rata-rata sebesar 2% setiap tahunnya dengan peningkatan produktivitas rata-rata sebesar 2,9%. Sentra produksi minyak sawit Indonesia terutama berasal dari tujuh provinsi yang memberikan kontribusi sebesar 81,80% terhadap produksi minyak sawit Indonesia. Provinsi Riau dan Sumatera Utara merupakan provinsi sentra produksi terbesar yang berkontribusi masing-masing sebesar 28,52% dan 17,77%, disusul berturut-turut provinsi Sumsel, Kalteng, Jambi, Kalbar dan Sumbar masingmasing sebesar 10,19%, 7,92%, 7,04%, 5,44%, dan 4,94%. 2.2 Sistem Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah suatu ilmu untuk memperoleh informasi tentang objek (permukaan bumi dan perairan) atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh pada jarak tertentu tanpa kontak langsung dengan objek melalui pengukuran reflektansi ataupun emisi objek dengan gelombang elektromagnetik (Lillesand dan Kiefer, 1979 ). Secara garis besar, penginderaan jauh dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1) sistem data fotografik (pictorial) yang menghasilkan gambar berbentuk foto atau yang dikenal dengan foto udara dan memakai waha pesawat terbang, dan 2) sistem data numerik adalah sistem yang umumnya menggunakan wahana satelit, dimana hasil yang direkam merupakan data digital berbentuk angka. Angka-angka tersebut diterjemahkan oleh komputer agar dapat ditampilkan sebagai gambar.
6
Komponen Utama Sistem Penginderaan jauh Pada dasarnya komponen utama sistem penginderaan jauh meliputi: wahana, sensor, sumber energi, interaksi antara energi dan obyek, sistem pengolahan data dan aplikasinya (Gambar 1).
Gambar 1 Komponen Utama Sistem Penginderaan Jauh (Sumber: Sutanto, 1986) Wahana Sistem satelit dalam penginderaan jauh tersusun atas pemindai (scanner) dengan dilengkapi sensor pada wahana (platform) satelit, dan sensor tersebut dilengkapi oleh detektor. Ada banyak wahana yang digunakan untuk penginderaan jauh, antara lain, satelit, pesawat udara, pesawat ultralight, pesawat aeromodelling, balon udara, atau bahkan layang-layang. Dalam pembahasan berikutnya, wahana yang dikaji hanya khusus satelit untuk penginderaan jauh. Berdasarkan cara mengorbitnya, satelit penginderaan jauh dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu: a. Satelit geostasioner, satelit ini mengorbit pada ketinggian sekitar 36.000 km dari bumi pada posisi tetap di atas suatu wilayah tertentu. Orbit ini disebut juga sinkron bumi (geosynchronous). Pada umumnya satelit cuaca merupakan satelit
geostasioner,
misalnya
satelit
(Geosynchronous Meteorological Satellite).
GOES,
Meteosat,
dan
GMS
7
b. Satelit sinkron matahari yang mengorbit bumi dengan melintas dekat kutub dan memotong arah rotasi bumi. Orbit sinkron matahari adalah orbit yang mengkombinasikan ketinggian dan inklinasi (kemiringan) sedemikian rupa sehingga satelit tersebut melintas di atas titik tertentu dari permukaanbumi pada waktu matahari lokal (local solar time) sama. Orbit tersebut dapat menempatkan satelit pada cahaya matahari yang konstan, dan keadaan ini menguntungkan bagi satelit penginderaan jauh, satelit mata-mata, maupun satelit cuaca. Karena itu, umumnya satelit penginderaan jauh termasuk dalam kelompok ini, misalnya Landsat, SPOT, dan ERS. Ketinggian satelit ini sekitar 700–900 km. Sensor Sensor adalah alat perekam energi elektromagnetik yang datang dari obyek. Namun, setiap sensor mempunyai keterbatasan, sebab tidak ada sensor yang mampu merekam seluruh energi tersebut. Parameter yang menjadi ukuran kemampuan suatu sensor adalah resolusi, yaitu batas kemampuan memisahkan/ mengidentifikasi obyek. Ada lima jenis resolusi yang dikenal dalam penginderaan jauh, yaitu resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik, resolusi temporal, dan resolusi termal. Sensor dapat juga dibedakan atas sensor pasif dan sensor aktif. Sensor pasif mendeteksi pantulan atau pancaran radiasi elektromagnetik dari sumber alam, sedangkan sensor aktif mendeteksi respon pantulan dari obyek yang diradiasi dari sumber energi buatan, seperti radar. Sumber Energi Seluruh sistem penginderaan jauh memerlukan sumber energi. Sumber energi ini dapat berupa sumber energi alami, misalnya matahari, maupun sumber energi buatan. Sumber energi alami digunakan untuk sistem penginderaan jauh pasif, sedangkan sumber energi buatan digunakan untuk sistem penginderaan jauh aktif. Energi yang umumnya digunakan dalam penginderaan jauh adalah energi elektromagnetik.
8
Radiasi elektromagnetik adalah suatu pembawa energi elektromagnetik dengan mentransmisikan getaran medan elektromagnetik melalui ruang atau materi. Energi
elektromagnetik
dapat
dibedakan
berdasarkan
panjang
gelombangnya. Spektrum elektromagnetik sangat luas, yaitu meliputi spektra kosmik, Gamma, X, ultra violet, sinar tampak, infra merah, gelombang mikro, dan gelombang radio. Umumnya dalam penginderaan jauh, istilah spektrum menunjuk pada bagian tertentu seperti spektrum sinar tampak, spektrum infra merah, dan spektrum ultra violet. Istilah saluran (band) digunakan untuk porsi yang lebih kecil, misalnya saluran biru, hijau, dan merah pada spektrum sinar tampak. Bagian spektrum sinar tampak mencakup bagian yang kecil sebab kepekaan spektrum mata manusia hanya 0,4 m sampai dengan 0,7 m. Ultra violet 0,03 – 0,04 m, sedangkan infra merah refleksi 0,7 – 3 m. Sistem penginderaan jauh pasif menerima energi yang dipantulkan dan atau dipancarkan oleh tampakan bumi. Distribusi spektral energi pantulan sinar matahari dan energi pancaran dari benda tidak seragam. Tingkat energi matahari yang sampai di bumi bervariasi menurut waktu, tempat, cuaca, dan kondisi permukaan bumi (materi, kemiringan, dan kekasaran). Spektrum elektromagnetik tersebut disajikan pada Gambar 2. ultra violet
biru
hijau
merah
infra merah
Sinar Tampak Panjang Gelombang
sinar kosmis
10-6 m
10-4
10-1
sinar Y
sinar X
ultra violet
1
10
infra infra merah merah refleksi panas
105
108
gelombang TV dan mikro radio
Gambar 2 Spektrum Elektromagnetik (Sumber: http://ml.scribd.com/doc /57120187/-Presentasi-indraja) Berdasarkan daerah panjang gelombangnya, penginderaan jauh dapat dibagi dalam tiga jenis (Gambar 3) yaitu:
9
a. Penginderaan jauh sinar tampak dan inframerah reflektif: sumber energi adalah matahari. Matahari memancarkan energi elektromagnetik dengan panjang gelombang puncak 0,5 m. Data terutama tergantung dari pantulan obyek di permukaan bumi. Jadi informasi tentang obyek dapat diperoleh dari pantulan spektral. Namun, radar laser merupakan pengecualian sebab dia tidak menggunakan energi matahari namun energi laser dari sensor. Penginderaan jauh sinar tampak dan inframerah reflektif
Penginderaan jauh gelombang mikro
Penginderaan jauh inframerah panas
sensor
sensor
sensor a
b
Sumber Radiasi
matahari
obyek
obyek
Obyek
pantulan
radiasi termal
radiasi gel. mikro
radar koef. hmb. balik
Radiasi pantulan a
Radiasi pancaran
Radian Spektral
b
0,5 m Spektrum Elektromagnetik Sensor: kamera detektor foto sensor gel. mikro
UV
Sinar tampak
0,4 m 0,3 m
3 m Inframerah reflektif
10 m Inframerah termal
panjang gelombang Gelombang mikro 1 mm
0,7 m 0,9 m 14 m
1 mm
30 cm
Gambar 3 Jenis Penginderaan Jauh Ditinjau dari Panjang Gelombang (Sumber: http://ml.scribd.com/doc/57120187/Presentasi-indraja)
10
b. Penginderaan jauh inframerah panas: sumber energi adalah energi radian dari obyek itu sendiri sebab setiap obyek dengan temperatur normal akan memancarkan radiasi elektro-magnetik dengan puncak sekitar 10 m. c. Penginderaan jauh gelombang mikro: terbagi atas penginderaan jauh gelombang mikro pasif (radiasi gelombang mikro dipancarkan dari obyek yang dideteksi) dan aktif (mendeteksi koefisien hamburan balik). Interaksi antar Energi dan Obyek Tiap benda mempunyai karakteristik tersendiri dalam menyerap dan memantulkan energi yang diterimanya. Karakteristik ini disebut karakteristik spektral atau tanda-tangan spektral. Obyek yang banyak memantulkan energi elektromagnetik tampak cerah, sedangkan yang banyak menyerap tampak gelap. Suatu obyek memancarkan fluks radian spektral unik tergantung pada temperatur dan sifat emisiviti (pancaran) obyek tersebut. Radiasi ini disebut radiasi termal karena terutama tergantung pada temperatur. Interaksi energi dengan obyek akan menimbulkan tiga hal, yaitu dipantulkan, diserap, atau diteruskan (ditransmisikan). Reflektan adalah perbandingan fluks sinar datang pada permukaan dengan fluks sinar pantulannya. Asumsi dasar dalam penginderaan jauh adalah bahwa reflektan spektral bersifat unik dan berbeda dari satu obyek dengan obyek lain yang berbeda. Pengenalan objek di permukaan bumi didasarkan pada nilai reflektan energi elektromagnetik yang dipancarkan oleh objek yang direkam oleh sensor. Di permukaan bumi terdapat tiga kelompok objek utama, yaitu vegetasi, tanah, dan air yang masing-masing memancarkan energi elegtromagnetik dengan panjang gelombang tertentu. Sifat-sifat inilah yang dipergunakan oleh poenginderaan jauh untuk mengenali objek-objek atau tipe-tpe penutupan lahan di permukaan bumi (Lillesand dan Kiefer, 1979 ). Gambar 4 memperlihatkan grafik reflektan spektral untuk tanah, vegetasi, dan air
11
80 70 60 50 Persentase Reflektan 40 30 20 10 E 0 0.4
A Keterangan:
A = tanah lempung berlumpur B = tanah musk C = vegetasi B D = air sungai keruh C E = air sungai jernih
D 0.8
1.2 1.6 2.0 Panjang Gelombang
2.4
Gambar 4 Reflektan Spektral untuk Tanah, Vegetasi, dan Air (Sumber: Lillesand and Kiefer, 1986) Sistem Pengolahan Data dan Aplikasinya
Hasil akhir suatu proses pengolahan penginderaan jauh tergantung pada tujuan dan kebutuhan si pengguna. Sebab itu, pihak pengguna merupakan komponen penting dalam sistem penginderaan jauh. Diterima-tidaknya hasil penginderaan jauh tergantung pada kecermatan, keterpercayaan, dan kesesuaian dengan kebutuhan pengguna. Berbagai aplikasi penginderaan jauh telah meluas keberbagai bidang kajian, antara lain di bidang pemetaan, pertanahan, geologi, kehutanan, pertanian, keteknikan, kelautan, kajian bencana alam, pertambangan, dan sebagainya. 2.3 Citra Landsat 7
Gambar 5 Satelit Landsat 7 (Sumber: Landsat Handbook, 2009)
12
Landsat 7 (Gambar 5) dengan sensor ETM+ merupakan turunan dari Thematic Mapper (TM) yang dipasang untuk Landsat 4 dan 5, tetapi lebih terkait erat dengan Enhanced Thematic Mapper (ETM) yang hilang karena Landsat 6 gagal orbit. Desain sensor ETM+ seperti sensor ETM pada Landsat 6 ditambah dua sistem model kalibrasi untuk gangguan radiasi matahari dengan penambahan lampu kalibrasi untuk fasilitas koreksi radiometrik. Sensor ETM+ bekerja pada 3 resolusi, yaitu 30 resolusi meter untuk saluran 1-5, resolusi 60 meter untuk saluran 6, dan resolusi 15 meter untuk saluran 8. Karakteristik instrumen Landsat 7 terdapat pada Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik Instrumen Landsat 7 No.
Parameter
Landsat-7
Keterangan
1
Sensor
ETM+
Resolusi Spasial
Pankhromatik (PA)
15 m (B8)
2,5 m identik 1: 10.000
Visible (VIS)
30 m (B1, B2, B3)
5 m identik 1:20.000
Near Infrared (NIR)
30 m (B4)
10 m identik 1:40.000
Short Infrared (SWIR)
30 m (B5, B7)
20 m identik 1:50.000
Thermal Infrared (TIR)
60 m (B6)
30 m identik 1:100.000
2
Ketelitian di lapang - produk standar
250 m
- produk ortho
-
3
Ukuran frame citra
185 km x 185 km
4
Pemanfaatan: - suberdaya alam
ME, MA
- mitigasi bencana
MA, ME
- kartografi
MA
- urban
MA, ME
- sumberdaya pesisir
ME, MA
-
-
Sumber: Kusumowidagdo (2006) Keterangan: MA= Skala Makro; ME= Skala Menengah
Fungsi-fungsi aplikasi dari delapan saluran pada Landsat 7 dapat dilihat pada Tabel 2.
13
Tabel 2 Saluran pada Citra Landsat 7 Kisaran Saluran Kegunaan Utama Gelombang (µm) 1 0,45 – 0,52 Penetrasi tubuh air, analisis penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi. Pembedaan vegetasi dan lahan. 2 0,52 – 0,60 Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak diantara dua saluran penyerapan. Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan untuk membedakan tanaman sehat terhadap tanaman yang tidak sehat 3 0,63 – 0,69 Saluran terpenting untuk membedakan jenis vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil 4 0,76 – 0,90 Saluran yang peka terhadap biomasa vegetasi. Juga untuk identifikasi jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air. 5 1,55 – 1,75 Saluran penting untuk pembedaan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman, kondisi kelembapan tanah. 6 2,08 – 2,35 Untuk membedakan formasi batuan dan untuk pemetaan hidrotermal. 7 10,40 – 12,50 Klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi. Pembedaan kelembapan tanah, dan keperluan lain yang berhubungan dengan gejala termal. 8 Pankromatik Studi kota, penajaman batas linier, analisis tata ruang Sumber: Lillesand dan Kiefer, 1979 dengan modifikasi.
2.4 Karakterisitik Data Penginderaan Jauh Karakteristik data dalam penginderaan jauh dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu resolusi spektral dan resolusi spasial. Resolusi Spektral adalah banyaknya saluran yang dapat diserap oleh sensor. Semakin banyak saluran yang dapat diserap oleh sensor maka resolusi spektralnya semakin tingi. Resolusi spektral berkaitan langsung dengan kemampuan sensor untuk dapat mengidentifikasi objek. Karakteristik Spektral adalah karakteristik objek dalam berinteraksi dengan gelombang elektromagnetik. Sebagai contoh air mempunyai sifat banyak menyerap sinar matahari sehingga sinar yang dipantulkan sedikit, sebagai akibatnya maka air akan tampak gelap pada citra.
14
Resolusi Spasial adalah kemampuan sensor dalam membedakan dua objek yang jaraknya berdekatan atau jarak minimum antar dua objek yang masih data dibedakan. Dengan kata lain objek yang berjarak lebih kecil dari resolusi spasial akan tampak sebagai objek tunggal pad citra. Karakteristik Spasial adalah karakterisitik objek dalam hubungannya dengan keruangan seperti bentuk, ukuran, bayangan tekstur, pola dan asosiasi. Sebagai contoh pasar yang dikenali berdasarkan bangunan yang besar dengan pola yang teratur yang berjarak rapat satu sama lain, situsnya di tepi jalan, dan berasosiasi dengan tempat parker kendaraan. Resolusi Temporal adalah waktu yang dibutuhkan oleh satelit untuk meliput kembali satu objekyang sama di permukaan bumi. Resolusi temporal yang tinggi berarti satelit hanyamembutuhkan waktu yang singkat untuk mengorbit (memutari) bumi. Karakter spektral dan spasial digunakan untuk mengenali objek yang tergambar pada citra. Proses pengenalan kenampakan pada citra disebut sebagai proses interpretasi citra. Pada dasarnya interpretasi citra terdiri dari dua proses, yaitu pengenalan objek pada citra dan proses analisis-klasifikasi-sintesis untuk menentukan keteraturan atau pola keterkaitan antar unsur lingkungan.
2.5 Karakteristik Spektral Vegetasi Daun tanaman memantulkan, menyerap, meneruskan, dan memancarkan sinar yang diterima dari sinar matahari. Banyaknya sinar yang dipantulkan ditentukan oleh kuatnya sinar matahari, banyaknya sinar yang diserap, dan dipancarkan kembali. Pada panjang gelombang tampak (0,4-0,7 µm) pigmentasi mendominasi tanggapan spektral dari tumbuhan, keberadaan klorofil sangat penting pada panjang gelombang ini. Pantulan (reflektansi) dan pemancaran sinar matahari pada saluran biru (0,4-0,5 µm) dan merah (0,6-0,7 µm) relatif rendah, karena kandungan klorofil pada daun menyerap energi paling tinggi pada panjang gelombang 0,45 µm dan 0,65 µm (Rambe, 1989). Pada panjang gelombang inframerah, pantulan meningkat sangat cepat (pada 0.8 µm dan tetap tinggi sampai 1,3 µm). Pantulan tinggi berkaitan dengan
15
kenyataan bahwa pada panjang gelombang ini serapan klorofil daun sangat kecil, sedangkan struktur internal daun lebih berperan dalam pertambahan pantulan. Pada saluran spektral 1,2-2,3 µm (inframerah dekat), struktur internal daun kurang berperan memberikan informasi kandungan air dalam jaringan daun. Pada saluran spektral 1,4 µm, 1,95 µm, dan 2,6 µm pantulan menjadi rendah sesusai dengan saluran serapan air yang utama. Saluran spektral 2,5-2,6 µm (inframerah jauh) daun menunjukkan serapan radiasi lama persentase yang lebih tinggi lagi sekitar 15% dari jumlah energi yang terserap diteruskan, dan sekitar 25% dihamburkan. Pada julat gelombang inframerah jauh ini terjadi pantulan yang rendah.
2.6 Image Enhancement Didefinisikan sebagai suatu teknik untuk meningkatkan kualitas gambar atau citra sehinga menjadi lebih baik dan lebih mudah untuk diidentifikasi atau diinterpretasi kenampakan objek yang ada pada citra. Tipe penajaman citra meliputi perentangan kontras, konversi histogram, komposit citra, dan fusi data (ERDAS, 1999). Perentangan Kontras Perentangan kontras dapat diformulasikan dengan hubungan sistematis y= f(x) dimana x adalah data asli dan y adalah data luaran. Secara garis besar ada dua tipe perentangan, yaitu linier dan nonlinier seperti pada Gambar 6. Perentangan linier menggunakan hubungan sistematis y= ax+b dimana a dan b merupakan konstanta, sedangkan perentangan nonlinier ada beberapa macam diantaranya fold convertion, saw convertion, continuous function. Fold convertion merupakan perentangan
kontras
mengikuti
kurva
multiple
liner.
Perentangan
ini
menguntungkan karena perentangan kontras dapat dilakukan dengan bagian per bagian sesuai dengan nilai spektral yang diinginkan untuk dipertajam/direntang. Saw convertion hampir sama dengan fold convertion, tetapi perentangannya tidak kontinyu.
Perentangan
dengn
continuous
eksponesial, logaritmik, dan polinomial.
function
menggunakan
fungsi
16
Gambar 6 Hasil Proses Perentangan Kontras (Sumber: Jensen,1986) Konversi Histogram Konversi histogram bertujuan untuk melakukan perentangan kontras dengan cara mengubah bentuk histogram nilai spektal citra asli menjadi histogram baru sehinga menghasilkan citra data gambar yang lebih jelas. Teknik yang biasa digunakan adalah histogram equalization dan histogram normalization. Histogram equalization adalah teknik mengkonversi histogram citra asli menjadi histogram yang terdistribusi merata. Sedangkan histogram normalization menghasilkan histogram yang terdistribusi normal. Proses konversi histogram ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7 Hasil Konversi Histogram dalam Penginderaan Jauh (Sumber: http://www.nrcan.gc.ca/)
17
Komposit Citra Komposit citra dibuat untuk mendapatkan tampilan visual citra yang optimal untuk identifikasi lahan dengan tujuan menonjolkan detail bentuk kenampakan dengan memanfaatkan konfigurasi variasi nilai spektral dan penajaman. Guna menampilkan citra komposit warna ke layar monitor hanya diperlukan tiga saluran, yaitu dengan cara memasukkan ke dalam layer merah (Red), hijau (Green), dan biru (Blue). Ketiga layer ini merupakan warna dasar bagi pembentukan warna yang dapat dilihat monitor. Jika masing-masing saluran menggunakan resolusi radiometrik 8 bit, berarti tiap saluran mempunyai jumlah maksimum 256 tingkat keabuan, maka kombinasi dari ketiga layer tersebut dapat menghasilkan 2563 warna. Komposit warna dapat dilakukan dengan melakukan pemilihan kombinasi saluran terbaik dengan parameter Optimum Index Factor (OIF) yang dikembangkan oleh Chaves et al. (1982, dalam Jensen, 1986). Cara ini meranking kombinasi tiga saluran spektral yang dapat dibuat dari citra multispektral. Nilai OIF secara statistik menghitung pembagian antara jumlah standar deviasi nilainilai spektral pada tiga saluran dengan jumlah nilai absolut koefisien korelasi antara tiap dua dari tiga saluran. Untuk memperoleh nilai OIF maka digunakan persamaan sebagai berikut:
Keterangan: Sk
=
∑
∑
( )
= Standar deviasi nilai-nilai spektral pada saluran
Abs (rj) = Nilai absolut koefisien antara tiap dua dari tiga saluran Dari perhitungan nilai OIF akan terdapat banyak kombinasi yang kemudian ditentukan urutan nilai OIF. Nilai OIF tertinggi akan dipilih sebagai kombinasi saluran terbaik. Dari kombinasi saluran terbaik tersebut selanjutnya akan dilakukan kombinasi kembali, yaitu dengan cara membolak-balik urutannya sehingga akan didapatkan 6 kombinasi baru. Keenam kombinasi tersebut bisa
18
berbeda dalam warna, namun jumlah urutannya akan tetap sama, sehingga pengubahan susunan kombinasi tidak akan mengubah kedetilan informasi. Fusi Data Untuk mempertajam informasi spektral dan spasial, maka dilakukan fusi data yang merupakan penggabungan citra dengan informasi spektral dan informasi spasial. Fusi multispektral adalah penggabungan kombinasi antar saluran yang memiliki resolusi spektral yang berbeda dan resolusi spasial yang sama. Dalam citra Landsat 7 saluran yang digunakan adalah saluran 1, 2, 3, 4, 5, dan 7 yang masing-masing memiliki resolusi spasial 30 m, dan saluran 8 yang memiliki resolusi spasial 15 m. Saluran 6 tidak digunakan dalam fusi karena memiliki resolusi spasial yang berbeda, yaitu 60 m. Fusi spasial merupakan penggabungan saluran-saluran yang memiliki resolusi spasial berbeda. Pada Landsat 7 dilakukan penggabungan antara citra multispektral (saluran 1, 2, 3, 4, 5, dan 7) yang memiliki resolusi spasial 30 m dengan pankromatik (saluran 8) yang memiliki resolusi spasial 15 m, sehingga hasil akhirnya akan didapatkan citra baru yang memiliki resolusi spasial 15 m. Fusi multispasial dilakukan dengan menggunakan kombinasi saluran yang sudah terpilih. Berbagai teknik fusi data yang dikenal adalah Principal Component, Multiplicative, dan Brovey Transform (ERDAS, 1999). Principal Component. Teknik ini mentransformasikan data multispektral menjadi komponen utama (PC) 1,2,…,n dimana PC1 mempunyai informasi paling banyak, dan berkurang sampai PCn. Fusi data dengan komponen utama digunakan dengan langkah sebagai berikut: PC1 diganti dengan data yang mempunyai informasi tekstur, kemudian ditransformasikan balik menjadi saluran semula. Multiplicative. Pada suatu kombinasi warna RGB (542) dengan intensitas dari saluran pankromatik dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: dari domain RGB (542) ditransformasikan ke domain HIS (542). Intensitas hasil transformasi diganti dengan saluran pankromatik, sehingga menjadi I(Pan)HIS(542). I(Pan)HIS(542) ditransformasikan balik menjadi RGB yang merupakan hasil dari gabungan saluran 542 dengan intensitas dari pankromatik.
19
Brovey
Transform.
Teknik
baik
digunakan
untuk
mempertajam
kenampakan air, dan menampilkan daratan dengan lebih alami. Jika kombinasi saluran RGB (542) digabung dengan saluran pakromatik, maka Brovey Transform: RED
: B5/(B2+B4+B5)*Pan
GREEN
: B4/(B2+B4+B5)*Pan
BLUE
: B2/(B2+B4+B5)*Pan
Data Landsat 7 saluran 1-5, dan 7 dengan resolusi spasial 30x30 meter digabungkan dengan Landsat saluran pankromatik dengan resolusi spasial 15x15 meter akan memperjelas kenampakan visual, dimana kesan warna didapat dari data Landsat multispektral, sedangkan kesan tekstur diambil dari data Landsat saluran pankromatik. 2.7 Interpretasi Citra Interpretasi citra visual dapat didefiniskan sebagai aktivitas visual untuk mengkaji citra yang menunjukkan gambaran muka bumi yang tergambar di dalam citra tersebut untuk tujuan identifikasi obyek dan menilai maknanya (Howard, 1991 ). Dari interpretasi citra dapat diperoleh informasi kualitatif dan kuantitatif dari sebuah citra melaui pengenalan bentuk, lokasi, tekstur, fungsi, kualitas, kondisi, hubungan antar objek yang ada, dan lain-lain dengan mengunakan pengetahuan dan pengalaman manusia. Beberapa elemen yang paling banyak digunakan dalam interpretasi citra adalah ukuran, bentuk, bayangan, rona, warna, teksktur, pola, dan asosiasi. Rona adalah ukuran relatif cerah gelapnya suatu citra yang mencerminkan ukuran banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh suatu objek dan direkam oleh sensor hitam putih. Misalnya pasir kering akan terefleksi menjadi putih, sedangkan pasir basah akan terefleksi menjadi hitam. Warna penting untuk mengidentifikasi benda-benda yang rumit. Misalnya jenis tumbuh-tumbuhan dan spesies dapat lebih mudah dibedakan dengan memperjelas warna.
20
Tekstur adalah derajat kekasaran atau kehalusan yang ditunjukkan oleh suatu kenampakan pada citra. Misalnya padang rumput yang sejenis akan memperlihatkan sebuah tekstur yang halus, hutan pinus akan memperlihatkan tekstur yang kasar. Pola adalah susunan ruang yang teratur mengenai kenampakan objek permukaan bumi. Keteraturan bisaanya mengulang bentuk yang sama dengan tetap memperhatikan sebuah objek. Asosiasi adalah kombinasi elemen interpretasi untuk mengidentifikasi sesuatu objek denganbantuan karakeristik geografi, konfigurasi lingkungan atau konteks dari sebuah objek di sekitarnya. Unsur-unsur ini dapat digunakan satu persatu atau secara gabungan. Selain unsur-unsur tersebut, diperlukan pula suatu teknik interpretasi citra, yaitu suatu cara ilmiah dalam metode penginderaan jauh. Cara tersebut antara lain menggunakan data acuan/lapangan, penanganan data, dan penerapan konsep multi, seperti multispektral, multispasial, dan multitemporal. 2.8 Model Estimasi Umur Tanaman Kelapa Sawit McMorrow (2001) mengatakan bahwa tanaman kelapa sawit secara struktur memiliki kemiripan dengan hutan. Kerapatan kanopi pada tanaman yang homogen memudahkan dalam pengenalan ciri spektral (spectral signature). Pembuatan model estimasi umur mengadopsi dari hasil penelitian Kustiyo (2003) yang berjudul “Model Estimasi Fase Tumbuh dan Luas
Panen Padi Sawah
dengan Menggunakan Data Landsat 7”. Dalam penelitiannya Kustiyo mengambil sampling area dengan kriteria tertentu dari setiap petak tanaman padi yang sudah diketahui umurnya pada masa vegetatif. Dari setiap sampel tersebut diekstrak rataan digital number (DN). DN tersebut merupakan ciri spektral, sehingga dapat dikorelasikan dengan umur tanaman padi. Parameter indeks vegetasi tidak digunakan dalam penelitian ini. Karena menurut Jansen (2004) bahwa MIRI, RVI dan NDVI tidak berkorelasi dengan umur tanaman sawit. Strategi pembuatan model dilakukan dengan cara mencari hubungan fungsional terbaik antara umur tanaman dengan saluran-saluran citra
21
Landsat 7. Korelasi yang digunakan adalah regresi linier ganda yang dirumuskan seperti formula dibawah: y =a0+a1s1+…+ansn Keterangan: y
= umur tanaman
a1 = koefisien regresi dari saluran ke-i s1 = nilai spektral saluran ke-i n
= jumlah saluran y digunakan Pendugaan model terbaik dilakukan bertahap dengan cara mengurangi
jumlah saluran yang digunakan satu demi satu (all possible regression method). Pada tahap pertama, umur tanaman dikorelasikan dengan semua saluran multispektral landat 7 yaiu 1, 2, 3, 4, 5, dan 7. Dari 6 saluran, diambil satu saluran untuk dilakukan kombinasi sehingga akan nada 6 kombinasi masingmasing terdiri dari 5 saluran. Dari 6 kombinasi ini dikorelasikan dengan umur tanaman dan diambil kombinasi dengan koefisien korelasi paling besar. Pada tahap kedua kombinasi dari 5 saluran dengan nilai koefisien paling besar diambil satu saluran lagi, sehingga diperoleh 5 kombinasi dimana setiap kombinasi terdiri dari 4 saluran. Masing-masing kombinasi dikorelasikan dengan umur tanaman padi, dan diambil kombinasi dengan nilai koefisien paling besar.
22
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai analisis data Landsat 7 untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit mengambil daerah studi kasus di areal perkebunan PTPN VIII Cilasak Baru, Banten. PTPN VIII Cisalak Baru memiliki luas kebun sawit sebesar 4 796.881 ha terbagi dalam lima afdeling yang tersebar di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Kabupaten Lebak terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304 472 ha (3 044.72 Km²). Daerah penelitian ini memiliki batas-batas sebagai berikut: sebelah Utara
: Rangkasbitung
sebelah Selatan
: Luewidamar
sebelah Barat
: Cileles
sebelah Timur
: Curugbitung
Daerah penelitian memiliki jenis tanah podsolik merah kuning dengan topografi berbukit bergelombang dan kemiringan lereng dari landai hingga curam. Kabupaten Lebak berada dalam kompleks perbukitan, berdekatan dengan Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun di bagian Timur. Lokasi penelitian seperti ditunjukan pada Gambar 8.
Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian
23
Dari PTPN VIII Cisalak Baru diperoleh data lapang yang selanjutnya diolah di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor untuk pengolahan data. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Februari 2010 hingga bulan Januari 2011. 3.2 Alat dan Bahan Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dirinci seperti pada Tabel 3 dan Tabel 4: Tabel 3 Jenis dan Sumber Data Jenis Data
Sumber Data
Deskripsi tanaman tiap tingkatan umur
Pengamatan di lapang
Rekaman GPS area penelitian
Pengamatan di lapang
Peta Kebun
PTPN VIII Cisalak Baru
Peta Digital RBI Kabupaten Lebak, Banten
Lab. Inderaja IPB
Citra Landsat 7 tanggal 26-04-2010* dan 13-06-2010*
U.S. Geological Survey
dengan daerah liputan path 123/row 064 wilayah Provinsi Banten Keterangan: * = Citra Landsat 7 tanggal 26-04-2010 digunakan sebagai citra pengisi gap pada citra utama tanggal 13-06-2010 dalam proses gap-filling.
Tabel 4 Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian Hardware Software
Cek Lapang
Seperangkat komputer
Erdas Imagine 8.6
GPS Magellan Platinum
Printer
Minitab 15
Kamera digital
Microsoft Word 2007
Alat tulis
Microsoft Excel 2003
3.3 Metodologi Penelitian ini dilakukan dengan empat tahap yaitu: (1) persiapan dan pengolahan citra, (2) interpretasi citra, (3) pembuatan model, dan (4) verifikasi model.
24
1) Tahap Persiapan dan Pengolahan Citra Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data berupa citra Landsat dengan kualitas terbaik yaitu bebas tutupan awan pada area penelitian dan data rekaman GPS tiap kelompok umur tanaman kelapa sawit di lapang. Pengolahan citra Landsat 7 meliputi pemotongan citra (cropping) dan melakukan pengisian gap pada citra (gap-filled). a) Pemotongan Citra (Cropping) Pemotongan citra dilakukan untuk mendapatkan daerah penelitian (region of interest) dengan tujuan agar pengolahan data yang lebih fokus dan lebih rinci pada daerah tersebut. Pemotongan citra ini didasarkan pada posisi koordinat yang terdapat di peta administrasi kebun PTPN VIII Cisalak Baru dengan proyeksi UTM (Universal Transfer Mercator). b) Pengisian Gap Citra (Gap-filled) Citra yang diperoleh dari United States Geological Survey (USGS) adalah citra dengan dengan kondisi memiliki gap, karena sensor Scan Line Corrector pada Landsat 7 dalam keadaan mati (SLC-off). Akibatnya kondisi citra kurang baik karena seluas 22% wilayah rekaman hilang. Gap-filled adalah teknik memperbaiki kondisi citra SLC-off agar memiliki informasi relatif utuh. Adapun metode yang digunakan adalah SLC-off to SLC-off gap-filled method (USGS, 2005) dimana citra dengan tanggal rekaman 26-04-2010 digunakan sebagai citra pengisi untuk citra utama tanggal rekaman 13-06-2010. Analisis visual dilakukan untuk melihat homogenitas piksel suatu kelas pada area gap. Analisis statistik citra dilakukan untuk mengetahui perbedaan sebaran nilai piksel pada citra. Analisis statistik citra dilakukan pada citra pengisi dan citra hasil gap-filled. Hasil analisis grafis dan analisis statistik digunakan sebagai dasar untuk menentukan citra mana yang akan digunakan sebagai pengambilan region untuk ekstraksi nilai spektral dari tiap kelompok umur 2) Tahap Interpretasi Citra Dalam tahap interpretasi citra dilakukan klasifikasi citra secara visual. Citra yang digunakan adalah citra komposit kemudian, dilakukan fusi data. Pemilihan citra komposit dan pemilihan citra hasil fusi terbaik masing-masing dengan
25
menggunakan metode Optimum Index Factor (OIF). Metode OIF akan meranking nilai deviasi dari kombinasi tiga saluran spektral citra Landsat 7. Kombinasi saluran dengan nilai OIF tertinggi akan dipilih sebagai citra komposit terbaik. Kemudian pada citra komposit tersebut dilakukan deleniasi tiap kelompok umur tanaman kelapa sawit yang dibantu dengan data hasil survei lapang. 3) Tahap Pembuatan Model Pada tahap ini dilakukan ekstraksi nilai spektral citra dari tiap kelompok umur kemudian dicari hubungan fungsional antara umur dan kombinasi saluran terpilih dalam bentuk regresi linier. Nilai spektral yang diekstrak merupakan nilai digital number (DN). Pembuatan region dan ektraksi nilai spektral tiap sampel dikerjakan dengan tampilan citra komposit. Pembuatan region mengikuti data rekaman GPS blok tiap umur tanaman dengan mempertimbangkan region yang diambil tidak berada di dekat batas antar objek, tidak berada di daerah bayangan awan atau gunung, dan berada di daerah yang relatif datar. DN yang digunakan sebagai variabel bebas pada model adalah nilai rataan (mean). 4) Tahap Uji Model Pada tahap ini model diverifikasi dengan membandingkan umur nyata tanaman dengan umur prediksi. Umur prediksi didapatkan dari nilai modus piksel region ukuran 3x3 (extract 8 pixel average) dari citra yang dipilih dari hasil analisis grafis dan analisis statistik pada Tahap Pengisian Gap Citra yang kemudian dimasukkan ke dalam model. Adapun region uji diambil dengan ketentuan, yaitu region diambil di blok tanaman yang berbeda dari region pembuatan model, tidak di batas antar objek, tidak berada di daerah bayangan, berada di daerah yang relatif datar, dan sebaran piksel mengacu pada suatu kelompok umur. Data kelompok umur diketahui dari Peta Kebun PTPN VIII Cisalak Baru, Banten. Seluruh rangkaian kegiatan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 9.
26
PetaRBI (Terkoreksi)
Citra Landsat 7
Pengolahan Citra (Cropping & Gap-Filled)
Data Lapang: - Rekaman GPS - PetaKebun - Data tanaman
Citra Hasil Gap-Filled (Citra Pengisi & Citra Utama)
Analisis visual dan statistik citra hasil gap-filled
Citra Komposit
Nilai Optimum Index Factor tertinggi
Interpretasi Visual
Peta Tanaman Kelapa Sawit Berdasarkan Umur
Realisasi Tanaman: - Umur tanaman di lapang
Kajian Pembuatan Model Estimasi Umur Tanaman Sawit
Gambar 9. Diagram Alir Penelitian
27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengisian Gap Citra Citra Landsat 7 yang diedarkan setelah 31 Mei 2003 terdapat gap sebesar 22% dari wilayah scanning yang diakibatkan tidak berfungsinya Scan Line Corrector (SLC-off) pada Landsat 7. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengisian gap (gap filled). Citra Landsat dengan kondisi gap ditunjukkan pada Gambar 10.
Path 123/Row 064 Lebak, Banten Tanggal akusisi 13-06-2010 SLC-off Kombinasi saluran 321
Gambar 10 Citra Landsat 7 dengan SLC-off
Citra utama Tanggal 13-06-2010 Kombinasi saluran 432
Citra pengisi Tanggal 26-04-2010 Kombinasi saluran 432
Citra hasil gap-filled Kombinasi saluran 432
Gambar 11 Pengisian Gap pada Citra Landsat 7
28
Dalam proses gap-filled (Gambar 11), terjadi proses penyamaan histogram antara citra tanggal edar 26-04-2010 (citra pengisi) dengan citra tanggal rilis 1306-2010 (citra utama). Area gap diisi oleh piksel-piksel baru hasil dari suatu algoritma untuk mengekstrak piksel ukuran nxn (adaptif) dari citra utama dan citra pengisi di sekitar gap (lokal) dan melakukan koreksi radiometrik terhadap piksel baru dan bias yang terjadi melalui regresi linier. Proses ini disebut adaptive local linear histogram matching (Storey et al, 2005). Sehingga pada citra hasil pengisian gap (Gambar 9) tidak terjadi perbedaan hamburan warna yang nyata antara citra utama dengan citra pengisi yang pada umumnya akan ditemui pada jalur gap. Berdasarkan tampilan visual, hasil gap-filled dari dua citra yang digunakan memberikan informasi objek yang cukup baik secara umum (Gambar 12). Karena dua citra yang digunakan dalam penelitian ini direkam dalam waktu yang relatif dekat, maka area gap diisi dengan baik tanpa terlihat anomali wana dan bentuk objek. Perubahan luasan objek, tekstur, dan warna juga tidak berbeda nyata.
B
B A
Citra utama Tanggal 13-06-2010 Kombinasi saluran 432
B A
Citra pengisi Tanggal 26-04-2010 Kombinasi saluran 432
A
Citra hasil gap-filled Kombinasi saluran 432
Keterangan: A = kelapa sawit umur 13 tahun
B = sungai
Gambar 12 Perbandingan Kejelasan Objek pada Masing-Masing Citra
Dalam proses pengisian gap, piksel dari citra pengisi mengisi piksel-piksel kosong (gap) pada citra utama. Dimana masing-masing piksel dari kedua citra sangat mungkin nilainya berbeda meskipun dalam satu kelompok umur. Hal ini bisa disebabkan oleh pengaruh atmosfer, azimuth matahari, dan topografi. Penyebab tersebut menjadikan nilai reflektansi yang diterima suatu objek yang
29
sama pada masing-masing citra berbeda. Penyamaan histogram saat proses gapfilled menghasilkan citra gap-filled memiliki sebaran nilai piksel satu kelompok umur menjadi tersebar merata. Konsep dasar dari penyamaan histogram (histogram equalization) adalah dengan merentangkan histogram. Sehingga perbedaan piksel menjadi lebih besar atau dengan kata lain citra berubah lebih jelas, dan cerah. Pada daerah pemukiman (Gambar 13) nilai DN citra hasil gap-filled tersebar pada rentang 39-93, sedangkan nilai DN citra pengisi tersebar pada rentang 54-122. Pada tanaman kelapa sawit usia 2 tahun (Gambar 14) nilai DN citra hasil gap-filled tersebar pada rentang 35-96, sedangkan nilai DN citra pengisi tersebar pada rentang 43114. Pada tanaman kelapa sawit usia 6 tahun (Gambar 15) nilai DN citra hasil gap-filled tersebar pada rentang 28-81, sedangkan nilai DN citra pengisi tersebar pada rentang 33-94. Pada tanaman kelapa sawit usia 14 tahun (Gambar 16) nilai DN citra hasil gap-filled tersebar pada rentang 23-82, sedangkan nilai DN citra pengisi tersebar pada rentang 25-95. Pada daerah sungai (Gambar 17) nilai DN citra hasil gap-filled tersebar pada rentang 25-77, sedangkan
nilai DN citra
pengisi tersebar pada rentang 29-89.
GrafikReflektansi Nilai DN pada Daerah Pemukiman Grafik Nilai pada Daerah Pemukiman
140
Reflektansi
120 100
Mean (Gap-Filled)
80
Min. (Gap-Filled)
60
Max. (Gap-Filled)
40
Mean (Citra Pengisi)
20
Min. (Citra Pengisi)
0
Max. (Citra Pengisi) 1
2
3
4
5
67
Band Gambar 13 Nilai Digital Number Daerah Pemukiman
30
Grafik Nilai DN pada Kelapa Sawit UmurUmur 2 Tahun Grafik Nilai Reflektansi pada Kelapa Sawit 2 Tahun
120
Reflektansi
100 80
Mean (Gap-Filled)
60
Min. (Gap-Filled) Max. (Gap-Filled)
40
Mean (Citra Pengisi)
20
Min. (Citra Pengisi)
0
Max. (Citra Pengisi) 1
2
3
4
5
76
Band Gambar 14 Nilai Digital Number Kelapa Sawit Umur 2 Tahun
Reflektansi
Grafik Nilai DN pada Kelapa Sawit Sawit Umur 2Umur Tahun 6 Tahun Grafik Nilai Reflektansi pada Kelapa
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Mean (Gap-Filled) Min. (Gap-Filled) Max. (Gap-Filled) Mean (Citra Pengisi) Min. (Citra Pengisi) Max. (Citra Pengisi) 1
2
3
4
5
76
Band Gambar 15 Nilai Digital Number Kelapa Sawit Umur 6 Tahun
31
Reflektansi
Grafik Nilai Reflektansi pada Kelapa Sawit Umur 14 Tahun 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Mean (Gap-Filled) Min. (Gap-Filled) Max. (Gap-Filled) Mean (Citra Pengisi) Min. (Citra Pengisi) Max. (Citra Pengisi) 1
2
3
4
5
67
Band Gambar 16 Nilai Digital Number Kelapa Sawit Umur 14 Tahun
Reflektansi
Grafik Nilai Reflektansi pada Daerah Sungai 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Mean (Gap-Filled) Min. (Gap-Filled) Max. (Gap-Filled) Mean (Citra Pengisi) Min. (Citra Pengisi) Max. (Citra Pengisi) 1
2
3
4
5
6
Band Gambar 17 Nilai Digital Number Sungai
32
4.2 Penggabungan Citra Fusi multispektral adalah penggabungan saluran-saluran yang memiliki resolusi spektral yang berbeda dan resolusi spasial yang sama. Berdasarkan perhitungan nilai OIF, kombinasi saluran 245 memiliki nilai tertinggi, yaitu sebesar 28.96909. Gambar 18 adalah tampilan citra dengan kombinasi saluran 245.
Citra Landsat 7 daerah penelitian Path 123/Row 064 Kombinasi saluran 245
Gambar 18 Citra Komposit 245 Urutan kombinasi saluran citra Landsat 7 berdasarkan nilai OIF disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil Perhitungan Nilai OIF untuk Citra Komposit Kombinasi Kombinasi Nilai OIF Urutan Nilai OIF Saluran Saluran 2,4,5 28.96909 1 2,5,6 17.08035 3,4,5 28.77061 2 1,2,5 16.22434 1,4,5 25.15195 3 1,5,6 15.62021 3,4,6 24.39909 4 2,3,4 13.37399 2,4,6 22.37804 5 2,3,6 12.09808 4,5,6 21.86717 6 1,3,4 12.04508 1,4,6 20.90187 7 1,2,4 11.15053 2,3,5 19.76446 8 1,3,6 11.08097 1,3,5 19.19474 9 1,2,6 9.590797 3,5,6 19.03313 10 1,2,3 6.667804
Urutan 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
33
Kombinasi saluran terbaik berdasarkan Tabel 5 adalah kombinasi 245. Dari kombinasi terseleksi 245 ini selanjutnya dipilih warna komposit RGB 542 karena menampilkan warna yang alami dengan kontras paling tegas dan paling jelas dalam menampilkan penutup lahan. Perubahan urutan ini tidak mengubah kedetilan informasi. Tampak pada kombinasi saluran 542 (Gambar 19) tanah terbuka dan pemukiman berwarna merah, tumbuhan dengan warna hijau, dan air dengan warna biru.
Citra Landsat 7 daerah penelitian Path 123/Row 064 Kombinasi saluran 542
Gambar 19 Citra Komposit 542 Tingginya nilai OIF pada proses pemilihan citra komposit menunjukkan bahwa citra RGB 542 mempunyai rentang warna yang lebih besar sehingga menghasilkan citra yang lebih banyak warna serta mempunyai korelasi antar saluran yang lebih rendah. 4.3 Interpretasi Visual Tanaman Kelapa Sawit Interpretasi citra lahan kelapa sawit dilakukan secara visual. Hasil interpretasi visual tanaman kelapa sawit berbagai umur secara disajikan pada Gambar 18 dan Tabel 6.
34
Gambar 20 Deleniasi Sampel Kelompok Umur Tanaman Kelapa Sawit
Unsur interpretasi yang berperan penting dalam membedakan tanaman kelapa sawit pada berbagai umur adalah warna dan tekstur. Pada Gambar 20, vegetasi ditampilkan dalam dalam rentang warna hijau, badan air dalam rentang warna biru, dan tanah terbuka dalam rentang warna merah. Pada tanaman kelapa sawit di PTPN VIII Cisalak baru dapat dikelompokkan menjadi Tanaman Belum Menghasilkan atau TBM (<3 tahun), tanaman taruna (3-7 tahun), tanaman dewasa (8-20 tahun), dan tanaman tua (>20 tahun). Kelompok TBM relatif mudah dilakukan deleniasi karena memiliki kenampakan yang cerah dan tekstur yang halus. Pada kelompok tanaman umur taruna dan umur dewasa sedikit sukar dibedakan karena memiliki tektur yang hamper sama dan rentang warna yang berdekatan. Data yang diperoleh dari survei lapang sangat membantu dalam melakukan deleniasi pada kelompok umur
35
tersebut. Sedangkan pada kelompok umur tua mudah dilakukan deleniasi karena memiliki warna cenderung gelap dan bertekstur kasar. Tabel 6 Ciri Kenampakan Tiap Kelompok Umur Tanaman Kelapa Sawit Kelompok Ciri Objek Umur (Tahun) 2 Berwarna putih-merah, tekstur halus 3 Berwarna putih kekuningan, tekstur halus 6 Berwarna kuning-hijau, tektur halus 7 Berwarna hijau muda, tektsur halus 8 Berwarna hijau, tektur halus 9 Berwarna lebih hijau dari umur 8 tahun, tekstur halus 13 Berwarna hijau, tektur sedang 14 Berwarna lebih hijau dari umur 13 tahun, tekstur sedang 16 Berwarna hijau, tekstur kasar 21 Berwarna lebih hijau dari umur 16 tahun, tekstur kasar 24 Berwarna hijau tua, tekstur kasar
Dari Gambar 19, kesulitan dalam intrepretasi umur tanaman sebenarnya lebih disebabkan keadaan sesungguhnya lahan PTPN VIII Cisalak Baru. Topografi yang berbukit dan berada diantara hutan rakyat serta pemanfaatan sungai yang berada di areal perkebunan oleh petani setempat untuk bertanam padi menyulitkan untuk membedakan antar objek dari sisi rentang warna. Sinar matahari yang jatuh tidak merata di lahan yang berbukit menyebabkan perbedaan kontras meskipun sebenarnya satu kelompok umur. Hal ini dijumpai pada kelompok umur 6, 7, 8, 9 dan 24 tahun. Morfologi tajuk tanaman kelapa sawit berkaitan dengan kanopi. Namun, di areal perkebunan PTPN VIII Cisalak Baru yang berada pada kompleks perbukitan, kanopi yang tampak dipengaruhi oleh kemiringan lereng. Sehingga dalam interpretasi visual terdapat faktor pembatas terhadap luasnya tajuk dalam penglihatan secara vertikal.
36
Gambar 21 Perbandingan Hasil Interpretasi Visual dengan Peta Referensi
37
Faktor lain yang berpengaruh dalam interpretasi citra adalah panjang tajuk dan arah pertumbuhan tajuk. Di areal PTPN VIII Cisalak Baru tanaman kelapa sawit ditanam dengan jarak 5 m antar tanaman. Kelompk TBM memiliki panjang tajuk 1-2 m. Kelompok umur ini pada citra sulit dilakukan deleniasi karena warna tanaman kelapa sawit sama dengan warna tanaman sela. Pada tanaman umur taruna memiliki panjang tajuk 2-3 m dan pada kelompok umur ini terdapat tumpang tindih tajuk antar tanaman sepanjang 0,25-0,5 m. Pada tanaman umur dewasa memiliki panjang tajuk 3-4 m dan terjadi tumpang tindih tajuk sepanjang 0,5-2 m. Pada tanaman umur tua memiliki panjang tajuk 3-4,5 m dan tumpang tindih tajuk terjadi sepanjang 0,5-1 m (Gambar 22).
Tanaman kelapa sawit usia 1 tahun (tanaman muda)
Tanaman kelapa sawit usia 3 tahun (tanaman taruna)
Tanaman kelapa sawit usia14 tahun (tanaman dewasa)
Tanaman kelapa sawit usia 24 tahun (tanaman tua)
Gambar 22 Kelompok Umur Tanaman Kelapa Sawit Panjang tajuk dan arah pertumbuhan tajuk berbeda pada tiap umur tanaman. Panjang tajuk bertambah sesuai dengan fase tumbuhnya, tetapi arah
38
tumbuhnya berbeda dimana pada tajuk bagian bawah arah tumbuh akan membentuk sudut lebih kecil dan cenderung mengarah ke bawah. 4.4 Model Regresi Ekstraksi Nilai Spektral Citra Landsat memiliki tujuh saluran spektral. Tiap saluran memiliki besaran gelombang yang berbeda-beda. Sehingga tiap objek yang terekam pada citra menyimpan nilai reflektansi. Nilai reflektansi diinformasikan dalam bentuk digital number yang dapat diekstrak dengan perangkat pengolah citra. Gambar 23 merupakan hasil ekstraksi digital number dari berbagai umur tanaman kelapa sawit.
Reflektansi
Grafik Nilai DN TiapTiap Umur Tanaman Kelapa Sawit Grafik Nilai Reflektansi Umur Tanaman Kelapa Sawit 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Saluran 1 Saluran 2
Saluran 3 Saluran 4 Saluran 5 Saluran 7 1
2
3
4
5
6
7
2
3
6
7
8 Umur 9 13
8
9
14
16
10 11 21
24
Gambar 23 Nilai Reflektansi Tiap Umur Tanaman
Ekstraksi nilai spektral citra Landsat 7 dilakukan dengan perangkat lunak Erdas Imagine 8.6 dengan cara membuat poligon mengikuti area rekaman GPS dari tiap umur tanaman sawit. Dari Gambar 23 dapat diketahui bahwa saluran 5 yang memberikan informasi reflektansi tanah menunjukkan nilai reflektansi yang cenderung menurun dari usia muda hingga tua. Hal ini dikarenakan sifat tumbuh tanaman kelapa sawit. Semakin bertambah umur tanaman sawit, maka tajuk
39
tumbuh makin panjang dan menutup kenampakan tanah, sehingga nilai reflektansi tanah semakin kecil. Saluran 4 yang memberikan informasi reflektansi vegetasi menunjukkan nilai reflektansi yang tinggi pada tanaman muda (< 3 tahun). Hal ini dikarenakan pada kelompok umur tersebut terdapat banyak tanaman sela. Sehingga reflektansi tidak hanya dari tajuk tetapi juga dari tanaman sela.
Model Estimasi Umur Tanaman Kelapa Sawit Model yang dikaji pada penelitian ini menggunakan parameter nilai spektral dari tiap kelompok umur. Adapun metode yang digunakan untuk menghasilkan model prediksi umur tanaman sawit mengadopsi metode penelitian Kustiyo (2003) dalam bentuk regresi linier ganda. Pendugaan model terbaik dilakukan bertahap dengan cara mengurangi jumlah saluran yang digunakan satu demi satu (all possible regression method). Pada tahap pertama, umur tanaman dikorelasikan dengan semua saluran multispektral landat 7 yaiu 1, 2, 3, 4, 5, dan 7. Dari 6 saluran, diambil satu saluran untuk dilakukan kombinasi sehingga akan nada 6 kombinasi masing-masing terdiri dari 5 saluran. Dari 6 kombinasi ini dikorelasikan dengan umur tanaman dan diambil kombinasi dengan koefisien korelasi paling besar. Pada tahap kedua kombinasi dari 5 saluran dengan nilai koefisien paling besar diambil satu saluran lagi, sehingga diperoleh 5 kombinasi dimana setiap kombinasi terdiri dari 4 saluran. Masing-masing kombinasi dikorelasikan dengan umur tanaman padi, dan diambil kombinasi dengan nilai koefisien paling besar. Dari Tabel 4.5 dapat dijelaskan sebagai berikut: korelasi linier umur dengan 6 saluran multispektral diperoleh nilai r2 = 0.905. Pada Tahap I dengan membuang saluran 4 akan mengubah sedikit nilai korelasi, sehingga saluran 4 dikeluarkan atau tidak disertakan pada tahap selanjutnya. Pada tahap selanjutnya perubahan nilai korelasi tidak berubah signifikan dengan membuang saluran 7 dan saluran 3. Pada tahap selanjutnya dengan membuang saluran 1 dan menyisakan dua saluran, nilai korelasi yang paling tinggi adalah r2 = 0.733, maka disimpulkan bahwa untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit cukup diwakili dengan saluran 2 dan saluran 5 dari citra Landsat 7.
40
Persamaan regresi untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit dengan memanfaat data Landsat 7 adalah: y = - 1,1 + 1,46 x2 - 0,901 x5
dimana:
y
= umur tanaman
x2
= nilai spektral saluran ke-2
x5
= nilai spektral saluran ke-5
2
R (adj) = 66,6%
Saluran 2 merupakan saluran yang berhubungan dengan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak di antara dua salurn penyerapan. Sedangkan saluran 5 merupakan saluran penting untuk pembedaan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman, dan kondisi kelembaban tanah (Lillesand dan Kiefer, 1979). Dalam hal kaitannya dengan estimasi umur tanaman sawit, saluran 2 dan saluran 5 dianggap saluran yang signifikan berkorelasi dengan umur tanaman kelapa sawit.
41 39
Tabel 7 Koefisien Korelasi dari Hubungan Linier Umur Tanaman Kelapa Sawit dengan Nilai Spektral Persamaan Regresi Koefisien Korelasi Tahapan Kombinasi Saluran y=a0+a1x1+a2x2+a3x3+a4x4+a5x7+a7x7 (r2) 2,3,4,5,7 y = 54,4 + 2,06 x2 - 2,92 x3 - 0,075 x4 - 0,49 x5 - 0,11 x7 0.793 1,3,4,5,7 y = 145 - 1,32 x1 - 1,33 x3 + 0,274 x4 + 0,01 x5 - 1,08 x7 0.740 1,2,4,5,7 y = 242 - 5,03 x1 + 2,84 x2 + 0,198 x4 - 0,70 x5 - 0,90 x7 0.814 I 1,2,3,5,7 y = 382 - 6,55 x1 + 4,71 x2 - 4,56 x3 - 1,07 x5 + 1,31 x7 0.898* 1,2,3,4,7 y = 338 - 5,32 x1 + 3,31 x2 - 3,57 x3 + 0,025 x4 - 1,18 x7 0.858 1,2,3,4,5 y = 363 - 6,31 x1 + 4,08 x2 - 3,62 x3 + 0,168 x4 - 0,672 x5 0.893 2,3,5,7 y = 53,2 + 1,97 x2 - 2,88 x3 - 0,525 x5 - 0,09 x7 0.792 1,3,5,7 y = 110 - 0,53 x1 - 1,24 x3 + 0,213 x5 - 1,37 x7 0.730 II 1,2,3,7 y = 335 - 5,28 x1 + 3,34 x2 - 3,58 x3 - 1,16 x7 0.858 1,2,5,7 y = 220 - 4,53 x1 + 2,89 x2 - 0,568 x5 - 1,07 x7 0.809 1,2,3,5 y = 347 - 5,94 x1 + 4,18 x2 - 3,70 x3 - 0,608 x5 0.889* 2,3,5 y = 53,6 + 1,99 x2 - 2,93 x3 - 0,555 x5 0.792 1,3,5 y = 116 - 0,43 x1 - 1,90 x3 - 0,210 x5 0.717 III 1,2,5 y = 225 - 4,82 x1 + 3,12 x2 - 1,02 x5 0.800* 1,2,3 y = 404 - 5,57 x1 + 3,08 x2 - 5,62 x3 0.695 2,5 y = - 1,1 + 1,46 x2 - 0,901 x5 0.733 IV 1,5 y = 79 - 0,59 x1 - 0,509 x5 0.690 1,2 y = 209 - 2,35 x1 - 1,13 x2 0.500 Keterangan:
* y ai xi n
= saluran tidak disertakan lagi dalam tahapan selanjutnya = umur tanaman = koefisien regresi dari saluran ke-i = nilai spektral saluran ke-i = jumlah saluran yang digunakan
42
Uji Model Uji model dilakukan dengan mengambil nilai rataan jendela 3x3 piksel dari tiap umur tanaman. Pengambilan region uji diambil dengan ketentuan, yaitu region di ambil di blok tanaman yang berbeda dari region pembuatan model, tidak di batas antar objek, tidak berada di daerah bayangan, berada di daerah yang relatif datar, dan sebaran piksel mengacu pada suatu kelompok umur seperti pada Gambar 24.
= region ekstraksi nilai spektral
= region uji
Gambar 24 Region Kelompok Umur dan Region Uji Umur
43
Tabel 8 Perbandingan Umur Tanaman di Lapang dengan Umur Hasil Uji Model Umur Tanaman di Lapang 2 3 6 7 8 9 13 14 16 21 24
Umur Hasil Uji Model -2 -1 7 7 8 9 14 14 16 20 20
Umur
Grafik Perbandingan Umur Nyata dengan Umur Hasil Uji Model 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4
Umur Nyata Umur Uji
2
3
6
7
8
9
13
14
16
21
24
Gambar 25 Perbandingan Umur Nyata dengan Umur Hasil Uji Model
Dari Tabel 8 dan Gambar 25 dapat diketahui bahwa model cukup bagus digunakan untuk memprediksi tanaman kelapa sawit yang berumur 6-21 tahun. Hal ini dikarenakan sifat fenologi tanaman lapang yang memiliki sifat pertumbuhan tajuk yang semakin panjang dan warna daun yang semakin hijau sesuai dengan tingkat umur, sehingga reflektansi hanya diterima dari tanaman kelapa sawit. Namun model tidak bagus untuk memprediksi tanaman kelapa sawit
44
pada umur tanaman muda (<3 tahun) karena reflektansi tidak hanya diterima dari tajuk tanaman kelapa sawit, tetapi tanaman penutup tanah di antara kelapa sawit seperti kacang-kacangan dan tanaman perdu. Model juga tidak bagus untuk memprediksi tanaman yang berumur >21 tahun. Tanaman kelapa sawit pada umur >21 tahun memiliki sifat agronomis batang pohon yang tinggi dan pertumbuhan tajuk yang mengarah ke bawah. Faktor bayangan tanaman kelapa sawit dan arah tajuk yang mengarah ke bawah menyebabkan nilai reflektansi rendah.
44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Dengan teknik SLC-off to SLC-off gap-filled method dihasilkan citra yang relatif baik dalam memberikan informasi kenampakan objek di permukaan bumi, dalam hal ini tanaman kelapa sawit. 2. Secara visual umur tanaman kelapa sawit dapat dibedakan dengan kunci interpretasi tekstur, pola tanam, dan rentang warna dari citra Landsat 7 hasil gap-filled. 3. Citra Landsat 7 dapat dimanfaatkan untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit dengan menggunakan model regresi ganda. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa saluran 2 dan saluran 5 berkorelasi dengan umur tanaman kelapa sawit. Saran 1.
Penelitian dengan topik yang sama perlu dilakukan pada wilayah yang memiliki topografi relatif datar
untuk memudahkan identifikasi
kenampakan objek guna menghindari pengaruh arah sinar matahari dan keterbatasan penglihatan vertikal dalam menentukan luasan tajuk. Pada topografi berbukit perlu dilakukan koreksi topografi untuk mengembalikan nilai keabuan elemen gambar (piksel) citra pada nilai yang sebenarnya sebagai akibat perubahan pencahayaan pada permukaan bumi karena pengaruh sudut elevasi matahari. 2.
Penelitian dengan topik yang sama perlu dilakukan pada citra Quickbird karena memiliki resolusi spasial yang lebih baik daripada Landsat 7.
46
DAFTAR PUSTAKA Atekan. 2009. Estimasi Luas Dan Produksi Padi Sawah melalui Analisis Citra Landsat ETM+ Pada Lahan sawah Berbeda Bahan Induk (Studi Kasus Di Kabupaten Ngawi Jawa Timur) [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Buana, L., D. Siahaan, dan S. Adiputra. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit. DeMers, M. 2005. Fundamentals of Geographic Information Systems Third Edition. USA: John Wiley & Sons, Inc. Direktorat Jendral Perkebunan RI. 2009. http://ditjebun.deptan.do.id ERDAS. 1999. Erdas Field Guide. USA: ERDAS, Inc. EROS Data Center. 2003. Preliminary Assessment of The Value of Landsat 7 ETM+ Data Following Scan Line Corrector Malfuntion. http://landsat.usgs.gov/documents/SLC_off_Scientific_Usability.pdf (19 Juli 2010) EROS Data Center. 2004. Assessment of Landsat 7 ETM+ SLC-off Gap-filled Data for Impervious Surface and Canopy Cover Estimation. http://landat.usgs.gov/documents/can_cover_impervious_scloff_ dewitz.pdf (19 Juli 2010) Fauji, Y. et al. 2007. Kelapa Sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran (Edisi Revisi). Jakarta: Penebar Swadaya. Muller, C. 2002. Modeling Soil-Biosphere Interactions. United Kingdom: CABI Publishing. Hardjowigeno, S., dan Widiatmaka. 2005. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan. Yogyakarta: UGM Press. Howard, J.A. 1991. Penginderaan Jauh untuk Sumberdaya Hutan: Teori dan Aplikasinya. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Hunt, G.R. 1980. Elektromanetic Radiation: The Communication Link in Remote Sensing. New York: John Willey & Sons Inc. Ibrahim, S.H., Z.A. Khalid M. 2000. Application of Optical Remote Sensing Technology for Oil Palm Management. http://www.gisdevelopment.net /aars/acrs/2000/ps3/ps302.asp (12 Juli 2009). Jensen, J.R. 1986. Introductory Digital Image Processing and Remote Sensing Perspective. London: Prentice Hall. Jensen, J.R. 2000. Remote Sensing of The Environment: An Earth Resources Perspective. USA: Prentice Hall. Kemenperin. 2007. Siaran Pers: Prospek Dan Permasalahan Industri Sawit. http://www.kemenperin.go.id/artikel/494/Prospek-Dan-Permasalahan-IndustriSawit (12 Juli 2009)
47
Kementerian Pertanian. 2010. Outlook Komoditas Pertanian Perkebunan. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementerian Pertanian. Kustiyo. 2003. Model Estimasi Fase Tumbuh dan Luas Panen Padi Sawah dengan Menggunakan Data Landsat 7 [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Kusumowidagdo, M. 2006. Perbandingan Sistem Penginderaan Jauh Landsat dan SPOT. Berita Inderaja LAPAN No. 9 Volume V: 15-18. Lillesand, T.M., dan R.W. Kiefer. 1979. Remote ImageInterpretation.USA: John Wiley & Sons, Inc.
Sensing
And
Lo, C.P. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. UI-Press. Jakarta. Mesev, V. 2007. Integration of GIS and Remote Sensing. USA: John Wiley & Sons, Inc. McMorrow, J. 2001. Linear Regression Modelling for the Estimation of Oil Palm Age from Landat TM. Int. Journal of Remote Sensing, 2001, Vol. 22, page: 2235-2264. Natural Resources Canada. 2008. Image Enhancement. http://www.nrcan.gc.ca/ earth-sciences/geography-boundary/remote-sensing/fundamentals/2187 (6 Agustus 2012) NASA. 2009. Landsat 7 Science Data User Book. http://landsathandbook.gsfc. nasa.gov/handbook (19 Juli 2009) Noviar, H. 2004. Interpretasi Citra Satelit Landsat ETM+ untuk Mengidentifikasi Areal Tanaman Semangka. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya. Pohl, C, and J.L. Van Genderen. 1998. Multisensor Image Fusion in Remote Sensing: Concepts, Methods, and Applications. Int. J. Remote Sensing, 1998, Vol. 19, No. 5: 823-854. Purwadhi, S.H. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Rambe, A. 1989. Analisis Digital Data Satelit untuk Menduga Luas Areal Tanaman Padi [disertasi]. Bogor: Program Studi Ilmu Tanah. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Roy, P.S., and S.A. Ravan. 1996. Biomass Estimation Using Satellite Remote Sensing Data: An Investigation on Possible Approches for Natural Forest. J. Biosci, 1996, Vol. 21, No. 4: 535-561. Schowengerdt, R.A. 1997. Remote Sensing: Models and Methodes for Image Processing Second Edition. USA: Academic Press.
48
Storey, J., P. Scaramuzza, G. Schmidt, dan J. Barsi. 2005. Landsat 7 Scan Line Corrector-Off Gap-Filled Product Development. http://landsat.usgs.gov /documents/SLC_Gap_Fill_Methodology.pdf (19 Juli 2010) Sunarmo, S.H. 2003. Penginderaan Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi Geografi untuk Bidang Ilmu Kebumian. Bandung: Penerbit ITB. Surlan. 2002. Potensi Kartografis Data Landsat-7 untuk Pemetaan Penutup/Penggunaan Lahan. [tesis]. Bogor:Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Jilid 1. Yogyakarta: UGM Press Tiffany, T. et al. 2011. Aplikasi Remote Sensing pada Bidang Luar Angkasa. http://ml.scribd.com/doc/57120187/Presentasi-indraja (2 Agustus 2011) United States Geological Survey. 2010. http://landat.usgs.gov Wahyunto, S.R. Murdiyanti, dan S. Ritung. 2004. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh dan Uji Validasinya untuk Deteksi Penyebaran Lahan Sawah dan Penggunaan/Penutupan Lahan. Informatika Pertanian Volume 13:745-769
49
LAMPIRAN
50
Lampiran 1: Statistik Citra Komposit Statistik Citra Komposit 542 Basic Stats Band 5 Band 4 Band 2
Min 0 0 0
Max Mean Stdev 255 117.301.361 56.397.297 255 139.965.658 56.847.570 255 69.266.174 53.411.800
Nilai Korelasi Antar Saluran pada Citra Komposit Correlation Band 5 Band 4 1.000.000 0.330306 Band 5 0.330306 1.000.000 Band 4 0.315984 -0.491099 Band 2
Band 2 0.315984 -0.491099 1.000.000
51
Lampiran 2. Perbandingan Statistik Citra Hasil Gap-Filled dengan Citra Pengisi Citra Pemukiman
Statistik Pemukiman Gap-Filled Band Mean Min. 1 70 65 2 56 51 3 52 44 4 62 60 5 78 72 7 46 39
Max. 77 64 65 63 93 61
Citra Pengisi Mean Min. 79 72 67 59 70 56 68 64 98 88 65 54
Citra Tanaman Kelapa Sawit Umur 2 Tahun
Max. 89 79 87 70 122 84
52
Lampiran 2 (lanjutan) Statistik Tanaman Kelapa Sawit Umur 2 Tahun Band 1 2 3 4 5 7
Gap-Filled Mean Min. 64 63 52 50 40 37 88 83 82 79 36 35
Max. 65 57 45 96 86 39
Citra Pengisi Mean Min. 68 67 60 57 48 43 10 96 104 99 48 45
Max. 71 68 58 113 111 54
Citra Tanaman Kelapa Sawit Umur 6 Tahun
Statistik Tanaman Kelapa Sawit Umur 6 Tahun Band 1 2 3 4 5 7
Gap-Filled Mean Min. 62 61 47 46 35 34 80 78 68 66 30 28
Max. 63 48 36 81 71 33
Citra Pengisi Mean Min. Max. 65 64 67 50 49 52 37 35 40 93 91 94 82 79 86 36 33 42
53
Lampiran 2 (lanjutan) Citra Tanaman Kelapa Sawit Umur 14 Tahun
Statistik Tanaman Kelapa Sawit Umur 14 Tahun Gap-Filled Citra Pengisi Band Mean Min. Max. Mean Min. Max. 1 61 60 61 63 62 64 2 44 44 45 47 46 48 3 32 31 33 33 31 34 4 79 78 82 92 90 95 5 54 53 57 64 62 68 7 24 23 25 27 25 29 Citra Sungai
Statistik Sungai Band 1 2 3 4 5 7
Gap-Filled Mean Min. 66 62 52 44 44 34 66 60 56 51 28 25
Max. 71 57 53 77 60 32
Citra Pengisi Mean Min. Max. 73 65 81 60 46 69 56 35 71 74 65 89 66 59 71 33 29 39
54
Lampiran 3. Nilai Rataan DN Region Ekstraksi Umur Tanaman Kelapa Sawit Umur 2 3 6 7 8 9 13 14 16 21 24
1 63 63 61 62 62 61 61 62 62 61 61
2 52 52 46 47 47 44 45 45 47 44 45
Band 3 37 38 35 35 35 33 34 33 33 32 33
4 91 94 77 77 76 75 79 77 78 76 70
5 82 81 68 64 61 55 55 54 57 54 51
6 34 35 29 29 27 25 24 24 24 24 23
55
Lampiran 4. Nilai Rataan DN Region Uji Umur Tanaman Kelapa Sawit
Umur 2 3 6 7 8 9 13 14 16 21 24
1 63 65 60 61 61 61 61 59 61 60 60
Band 2 3 54 42 55 41 45 34 46 34 46 35 44 33 44 33 43 31 44 32 43 31 43 31
4 87 88 78 81 80 75 82 78 76 66 67
5 89 89 64 65 64 58 55 53 53 46 46
6 42 41 29 29 28 25 24 23 24 21 21
56
Lampiran 5. Langkah-Langkah Ekstraksi Nilai Pixel pada Citra Gap-Filled dan Citra Pengisi
1. Buka program Erdas Imagine 8.6 2. Tampilkan tiga jendela Viewer yang masing-masing menampilkan citra hasil gap-filled (Viewer #1), citra utama (Viewer #2), dan citra pengisi (Viewer #3). 3. Samakan kombinasi saluran. Pilih saluran yang paling membantu membedakan antar objek pada citra. Misal kombinasi 542 (true color). 4. Hubungkan geografi antar citra dengan dari menu View>Link/Unlink Viewers>Geographical. 5. Carilah objek pada Viewer #1 yang terletak pada Viewer #2. Gunakan Interactive Zoom In untuk memperbesar objek. Pilih lokasi objek dengan Inquire Cursor ( ). Kursor akan menunjukkan lokasi yang sama pada masing-masing Viewer . Misal objek sungai seperti pada gambar di bawah ini.
Viewer #1 (Citra hasil gap-filled)
Viewer #2 (Citra utama)
Viewer #3 (Citra pengisi)
6. Aktifkan jendela Profil Tools ( ), pilih Spectral. Kemudian ekstrak nilai pada jendela spektral objek yang dipilih dengan mengaktifkan tombol Spectral Profile kemudian klik pada Viewer #1. Pada jendela Spectral Profile akan ditampilkan nilai piksel masing-masing saluran dari objek yang dipilih dalam bentuk grafik. Untuk melihat statistik piksel objek dalam bentuk tabel pilih View>Tabular Data. 7. Langkah 6 diulang untuk Viewer #3. 8. Bandingkan nilai statistik objek dari Tabular Data Viewer #1 dengan Tabular Data Viewer #2.