JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (Oktober, 2013) ISSN: 2301-9271
Pemanfaatan Citra Landsat 7 ETM+ untuk Menganalisa Kelembaban Hutan Berdasarkan Nilai Indeks Kekeringan (Studi Kasus : Hutan KPH Banyuwangi Utara) Adnindya Rizka Falahnsia 1) dan Teguh Hariyanto 2) Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 e-mail:
[email protected] Abstrak—Kelembaban tanah merupakan salah satu variabel kunci dalam proses hidrologi yang berperan penting dalam menentukan ketersediaan air sebagai unsur yang sangat fundamental dalam kehidupan manusia. Kelembaban tanah merupakan salah satu parameter penting untuk banyak proses hidrologi, biologi dan biogeokimiaSalah satu metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi kelembaban tanah adalah TVDI (TemperatureVegetation Dryness Index). TVDI merupakan indeks kekeringan yang dihitung berdasarkan parameter empirik dari hubungan antara temperatur permukaan (TS) dan indeks vegetasi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). Indeks tersebut dikaitkan dengan kelembaban tanah dan diperoleh hanya berdasarkan input dari informasi satelit penginderaan jauh. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan model TVDI dengan menggunakan indeks vegetasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dan suhu permukaan LST (Land Surface Temperature) dari data citra Landsat 7 ETM+ Tahun 2000, kawasan hutan KPH Banyuwangi Utara akuisisi 23 Juni 2000 dan 9 Juli 2000. Dari penelitian ini didapat formula pada kawasan hutan KPH Banyuwangi Utara adalah TVDI = (LST – (5,9355*NDVI +18,.045))/((-17,7455*NDVI) + 44,836). Daerah dengan nilai TVDI 0 – 0,2 (basah) dan 0,2 – 0,4 (agak basah) memiliki luas secara beturut-turut yaitu 60,12 Ha dan 12.334,41 Ha. Kata kunci--NDVI, LST, TVDI, Landsat I.
K
PENDAHULUAN
elembaban tanah merupakan salah satu variabel kunci dalam proses hidrologi yang berperan penting dalam menentukan ketersediaan air sebagai unsur yang sangat fundamental dalam kehidupan manusia. Kelembaban tanah adalah air yang ditahan pada ruang diantara partikel tanah. Kelembaban tanah merupakan salah satu parameter penting untuk banyak proses hidrologi, biologi dan biogeokimia. Informasi mengenai kelembaban tanah diperlukan untuk kalangan luas di pemerintahan maupun swasta yang antara lain berkaitan erat dengan cuaca dan iklim, potensi run-off dan kontrol banjir, erosi tanah dan
kemiringan lereng, manajemen sumber daya air, geoteknik, dan kualitas air. Informasi kelembaban tanah juga bisa digunakan untuk prediksi cuaca, peringatan awal kekeringan, penjadwalan irigasi, dan perkiraan panen [3]. Wilayah kabupaten Banyuwangi mempunyai luas sekitar 5.782,50 km2, sebagian besar masih merupakan hutan. Kawasan hutan ini diperkirakan mencapai 183.396,3 Ha atau sekitar 31,72 persen [7]. Luas kawasan hutan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyuwangi Utara adalah 56.118,98 ha terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Situbondo. Wilayah kerja Perum Perhutani KPH Banyuwangi Utara berdasarkan pembagian hutan, berada di tiga bagian hutan yaitu hutan Alas Buluh-Gombeng (masuk Kabupaten Banyuwangi), hutan Bitakol, dan hutan Kendeng Timur Laut (masuk Kabupaten Situbondo) [4]. Wilayah penelitian yang dipilih yaitu KPH Banyuwangi Utara. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi kelembaban tanah adalah TVDI (Temperature-Vegetation Dryness Index). TVDI merupakan indeks kekeringan yang dihitung berdasarkan parameter empirik dari hubungan antara temperatur permukaan (TS) dan indeks vegetasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). Indeks tersebut dikaitkan dengan kelembaban tanah dan diperoleh hanya berdasarkan input dari informasi satelit penginderaan jauh [6]. Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk memonitor kondisi kelembaban tanah secara lebih efektif dan efisien adalah penginderaan jauh. Kondisi umum yang membuat teknik ini lebih menarik dibandingkan metode konvensional antara lain data yang diperoleh berupa data digital, pengukuran mencakup daerah yang lebih terdistribusi dibandingkan dengan pengukuran konvensional yang hanya berupa titik-titik tertentu (sampel) [1] Metode penginderaan jauh ini memanfaatkan citra Landsat 7 ETM untuk mengidentifikasi indeks kekeringan lahan. Dalam penelitian ini, untuk menganalisis kelembaban hutan digunakan citra satelit Landsat 7 ETM pada bulan Juni 2000 dan Juli 2000, dengan metode penghitungan indeks kekeringan yaitu TVDI yang ditentukan berdasarkan hubungan suhu permukaan tanah dengan indeks vegetasi algoritma Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). Pengamatan TVDI ini dapat dilakukan pada saat musim kemarau.
1
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (Oktober, 2013) ISSN: 2301-9271 Tujuan penelitian dari tugas akhir ini adalah untuk mengetahui pemrosesan citra Landsat 7 ETM dalam menganalisis kelembaban hutan dengan algoritma TVDI, untuk mengetahui pemetaan dan sebaran kelembaban hutan di hutan KPH Banyuwangi Utara berdasarkan nilai TVDI, dan untuk mengetahui tingkat kelembaban hutan di hutan KPH Banyuwangi Utara. II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1.
Lokasi Penelitian Secara geografis kawasan hutan KPH Banyuwangi Utara berada pada 7o14’52” samapai 8o16’11” LS dan pada 114o08’41” sampai BT. Kawasan hutan KPH 114o49’48” Banyuwangi Utara terbagi menjadi tiga bagian yaitu Bitakol, Alas-Buluh Gombel, dan Kendeng Timur Laut. Adapun batas – batas wilayah KPH Banyuwangi Utara adalah sebagai berikut : Utara : Daerah pertanian dan pemukiman penduduk di Kecamatan Asembagus dan Banyuputih Timur : Daerah pertanian dan pemukiman penduduk di Kecamatan Asembagus sepanjang selat Bali Selatan : Daerah pertanian dan pemukiman penduduk di Kecamatan Kalipuro dan Giri, KPH Banyuwangi Barat Barat : Cagar alam Kawah Ijen, KPH Bondowoso
memperoleh model TVDI. Kemudian dilakukan klasifikasi tigkat kekeringan berdasarkan nilai TVDI seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Kisaran Tingkat Kekeringan Berdasarkan TVDI [1] Tingkat TVDI Kekeringan Basah 0 < TVDI ≤ 0.2 Agak Basah 0.2 < TVDI ≤ 0.4 Normal 0.4 < TVDI ≤ 0.6 Agak Kering 0.6 < TVDI ≤ 0.8 Kering 0.8 < TVDI ≤ 1.0 Citra Landsat 7 ETM+ Juni 2000
Citra Landsat 7 ETM+ Juli 2000
Penggabungan Citra (Mozaicking) Peta Vektor Kab. Banyuwangi
Koreksi Geometrik Tidak RMSE ≤1 pixel
Ya Citra Terkoreksi
Pemotongan Citra (Cropping)
Komposit Citra
Algoritma NDVI
Algoritma Land Surface Temperature (LST)
Citra Bernilai NDVI
Citra Bernilai LST
Analisa Regresi
Algoritma TVDI
Data Suhu di Kabupaten Banyuwangi
Citra Bernilai TVDI
Groundtruth
Analisa
Peta Kelembaban Hutan di KPH Banyuwangi Utara Bernilai TVDI
Gambar 2.Diagram Alir Pengolahan Data Gambar 1. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, analisa kelembaban menggunakan indeks kekeringan pada kawasan hutan KPH Banyuwangi Utara menggunakan perhitungan parameter empirik dari hubungan antara suhu permukaan (LST) dan indeks kekeringan (NDVI). Indeks tersebut dikaitkan dengan kelembaban tanah dan diperoleh hanya berdasarkan input dari informasi satelit penginderaan jauh Temperature Vegetation Drynes Index (TVDI) yang didasarkan pada pauh. Data NDVI dan LST diintegrasikan untuk mendapatkan nilai maksimum dan minimum pada setiap nilai NDVI. Pengambilan sampel dilakukan di beberapa kawasan hutan KPH Banyuwangi Utara secara merata. Hasil dari pengambilan sampel selanjutnya akan diplot ke dalam grafik dan dianalisa secara statistic (regresi linier) untuk
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Analisa Indeks Vegetasi Mengetahui luas kawasan hutan berdasarkan klasifikasi indeks vegetasi NDVI b. Analisis Suhu Permukaan Metode yang digunakan adalah dengan membandingkan hasil pengolahan citra dengan data suhu yang diperoleh dari BMKG. c. Analisis Indeks Kekeringan Mengidentifikasi dan mengklasifikasikan kelas kekeringan menggunakan data hasil pengolahan citra indeks kekeringan.
2
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (Oktober, 2013) ISSN: 2301-9271 III. HASIL DAN ANALISA 3.1. Hasil Koreksi Geometrik Citra dan SOF Koreksi geometrik citra satelit Landsat 7 ETM+ tahun 2000 dilakukan dengan menggunakan peta vektor Kabupaten Banyuwangi. Sistem Proyeksi yang digunakan adalah Universal Transverse Mercator Zona 50 S dan datum yang dipakai yaitu WGS 1984. Hasil koreksi geometrik yang dilakukan dengan 7 titik GCP yang terdistribusi secara merata, dari konfigurasi 7 titik GCP. Hasil koreksi geometrik citra Landsat 7 ETM+ Tahun 2000 dengan ratarata RMS error sebesar 0,117586 dan SOFnya sebesar 0,2250. Hasil perhitungan RMS Error akan disajikan dalam tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2. Hasil Perhitungan RMS Error Citra Landsat 7 ETM+ Tahun 2000
lapangan. Hasil groundtruth akan disajikan pada tabel 3 sebagai berikut : Tabel 3. Hasil Groundtruth Lokasi
RPH Bajulmati
RPH Selogiri
3.4.
X
Y
0207211 0207081 0205943 0209443 0209357 0208943 0212778 0210518
9120470 9120606 9119424 9122792 9122828 9122862 9102826 9103586
Suhu (oC) 34 35 33.8 34.4 34.3 34.5 33.1 28.5
Kelembaban (%) 43 42 44 42 40 42 49 59
Keterangan Vegetasi Sedang Vegetasi Jarang Vegetasi Rapat Vegetasi Sedang Vegetasi Jarang Vegetasi Rapat Vegetasi Rapat Vegetasi Rapat
Perhitungan Indeks Vegetasi (NDVI) Penentuan kelas indeks vegetasi pada algoritma NDVI mengacu pada peraturan Departemen Kehutanan tahun 2003 yang membagi kelas NDVI menjadi tiga kelas, yaitu jarang, sedang, dan rapat. Tabel 4. Kisaran Tingkat Kerapatan NDVI [2] Tingkat Kelas Kisaran NDVI Kerapatan 1 -1,0 s.d 0,32 Jarang 2 0,32 s.d 0,42 Sedang 3 >0,42 s.d 1,0 Tinggi
3.2.
Pemotongan Citra (Cropping) Pemotongan citra dilakukan untuk memfokuskan proses pengolahan citra pada kawasan hutan KPH Banyuwangi Utara.
a 3.3.
b
Gambar 3. Citra (a) Sebelum Pemotongan (b) Sesudah Pemotongan Pengecekan Lapangan (Groundtruth)
Pengecekan lapangan untuk mengecek kebenaran hasil klasifikasi citra berdasarkan rentang nilai yang yang menunjukkan vegetasi jarang, vegetasi sedang, dan vegetasi rapat dengan kelembaban di lapangan menggunakan bantuan alat GPS Navigasi untuk pengukuran koordinat dan Higro-Termometer untuk mengukur suhu dan kelembaban. Pengecekan lapangan dilakukan di kawasan hutan Resort Pemangku Hutan (RPH) Dalam Bajulmati dan RPH Selogiri.
menentukan klasifikasi vegetasinya didasarkan pada jarak tanam pohon di
Nilai NDVI yang diperoleh untuk daerah studi penelitian ini memiliki rentang antara -0,357576 sampai 0,606061 dengan nilai rata – rata 0,12424. Untuk rincian nilai NDVI dijelaskan pada tabel 5. Tabel 5. Perhitungan Citra Menggunakan Indeks Vegetasi (NDVI) NDVI Jumlah (%) -0,35 – (-0,20) 1,909 -0,19 – 0,09 7,361 0,10 – 0,29 38,874 0,30 – 0,49 50,816 0,50 – 0,59 1,035 >0,60 0,005 Total 100 Model TVDI memerlukan variabilitas tutupan vegetasi yang ditunjukkan melalui rentang nilai NDVI, sehingga merepresentasikan keseluruhan rentang dari unsur kelembaban permukaan, dari basah hingga kering, dan dari permukaan bervegetasi jarang hingga bervegetasi rapat di kawasan hutan KPH Banyuwangi Utara. Rincian jumlah luasan kawasan hutan KPH Banyuwangi Utara dijelaskan pada tabel 6. Tabel 6. Jumlah Luasan Berdasarkan Klasifikasi NDVI Klasifikasi Luas (Ha) Luas (%) Vegetasi Jarang 7.535,34 54,4 Vegetasi Sedang 4.263,3 30,7 Vegetasi Rapat 2.069,1 14,9
3
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (Oktober, 2013) ISSN: 2301-9271
Gambar 4. Peta Indeks Vegetasi NDVI
3.5.
Gambar 5. Peta Suhu Permukaan Berdasarkan Perhitungan Citra Landsat 7 ETM+
Perhitungan Suhu Permukaan (LST)
Tabel 8 merupakan data suhu kabupaten di wilayah hutan KPH Banyuwangi Utara pada tahun 2000 yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Kabupaten Banyuwangi. Berdasarkan perhitungan suhu permukaan meggunakan citra Landsat 7 ETM+ bulan Juni dan Juli tahun 2000 diperoleh suhu minimum di wilayah hutan KPH Banyuwangi Utara berkisar 20 oC dan maksimum 30 oC sedangkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika Kabupaten Banyuwangi tahun 2000, suhu rata - rata pada bulan Juni dan Juli yaitu 25,8oC.
Proses pengolahan citra dengan menggunakan algoritma LST menghasilkan nilai suhu rata – rata pada kawasan hutan KPH Banyuwangi Utara yaitu 20,8oC dengan suhu minimum 13,9oC dan suhu maksimum 27,7oC. Rincian nilai suhu dijelaskan pada tabel 7. Tabel 7. Hasil Perhitungan Suhu Permukaan Citra Landsat 7 ETM+ Tahun 2000 Range Suhu (oC) Jumlah (%) 13,9 – 15,9 0,70 16,0 – 17,9 0,73 18,0 – 19,9 4,08 20,0 – 21,9 16,48 22,0 – 23,9 7,06 24,0 – 25,9 0,49 26,0 – 27,9 0,16 Tabel 8. Data Suhu Udara Rata – rata di Sekitar Wilayah KPH Banyuwangi Utara Tahun 2000 Bulan Suhu Rata – rata Tahun 2000 (oC) Januari 26,3 Februari 26,1 Maret 27,0 April 27,2 Mei 26,9 Juni 25,8 Juli 25,8 Agustus 25,6 September 27,1 Oktober 27,5 Nopember 27,2 Desember 27,3 Rata – rata 26,7 Maksimum 27,3 Minimum 25,6
3.6.
Perhitungan Indeks Kekeringan TVDI Model TVDI memanfaatkan hubungan segitiga antara NDVI dan temperatur untuk menentukan indeks kelembaban tanah. Scatterplot antara NDVI pada sumbu x dan temperatur pada sumbu y akan membentuk segitiga.
Gambar 6. Peta Sebaran Sampel
Gambar 7. Korelasi antara Indeks Vegetasi (NDVI) dengan Suhu Permukaan (LST)
4
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (Oktober, 2013) ISSN: 2301-9271 Gambar 6 menunjukkan daerah pengambilan sampel menggunakan citra Landsat 7 ETM+ di wilayah hutan KPH Banyuwagi Utara yang berupa data Indeks Vegetasi (NDVI) dan suhu permukaan (LST). Pada gambar 7 untuk kawasan hutan KPH Banyuwangi Utara dapat ditunjukkan bahwa batas kering mempunyai persamaan yaitu LSTmax = -11,81*NDVI + 26,791, sedangkan batas basahnya LSTmin = 5,9355*NDVI + 18,045. Berdasarkan hasil persamaan batas kering dan batas basah tersebut maka persamaan model TVDI untuk kawasan hutan KPH Banyuwangi Utara dapat disederhanakan sebagai berikut:
terbesar adalah kawasan hutan dengan kondisi basah yaitu 12.334,41 Ha. Hasil pengolahan tersebut menunjukkan adanya nilai TVDI yang negatif (TVDI < 0) dan lebih dari 1 (TVDI > 1). Hal ini diakibatkan oleh penentuan temperatur minimum yang menggunakan temperatur minimum rata-rata dan model temperatur maksimum yang menggunakan regresilinier. Dengan demikian, nilai TVDI yang diperoleh harus disortir (threshold) terlebih dahulu sesuai dengan kisaran nilai TVDI (0 < TVDI< 1). IV. KESIMPULAN
Dari persamaan di atas diperoleh peta persebaran kekeringan lahan berdasarkan perhitungan indeks kekeringan (TVDI) sebagai berikut:
Berdasarkan hasil penelitian tugas akhir ini, dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Dari hasil klasifikasi tingkat kerapatan vegetasi berdasarkan nilai NDVI didapat bahwa vegetasi jarang mempunyai luas 7.535,34 Ha; vegetasi sedang mempunyai luas sebesar 4.263,3 Ha; dan vegetasi rapat 2.069,1 Ha. b. Model kekeringan lahan (TVDI) yang diperoleh berdasarkan integrasi antara parameter indeks vegetasi (NDVI) dan suhu permukaan (LST) dari data Landsat 7 ETM+ kawasan hutan KPH Banyuwangi Utara akuisisi 23 Juni 2000 dan akuisisi 9 Juli 2000 adalah sebagai berikut :
c. Gambar 4.7 Peta Indeks Kekeringan TVDI
Bentuk segitiga dari scatterplot NDVI dan temperatur merupakan pendekatan sederhana dari bentuk sebenarnya. Untuk menghasilkan segitiga yang lebih baik diperlukan data dengan variabilitas tutupan lahan dari vegetasi jarang hingga vegetasi rapat. Untuk nilai NDVI yang rendah maka nilai temperatur maksimumnya tinggi, sedangkan untuk nilai NDVI yang tinggi maka nilai temperatur maksimumnya rendah. Dengan kata lain, nilai temperatur maksimum semakin berkurang ketika kerapatan vegetasi dari tanah gundul hingga daerah bervegetasi penuh semakin bertambah. Tabel 4.7 Jumlah Luasan Berdasarkan Klasifikasi TVDI Klasifikasi Luas (Ha) Luas (%) Agak Basah 60,12 0,5 Basah 12.334,41 99,5 Hasil pengolahan citra didapat bahwa pada kawasan hutan KPH Banyuwangi Utara hanya terklasifikasi daerah basah dan agak basah dengan nilai minimum 0,009790 dan maksimum 0,250397. Berdasarkan tabel 4.7 luas daerah yang
Kawasan hutan KPH Banyuwangi Utara pada tahun 2000 berdasarkan nilai indeks kekeringan TVDI terklasifikasi menjadi dua kelas yaitu kelas basah (12.334,41 Ha) dan kelas agak basah (60,12 Ha). DAFTAR PUSTAKA
[1] Andersen, J.A. 2001. Distributed Hydrological Modelling and Application of Remote Sensing Data. Tesis Environment & Resources DTU. Denmark : Technical University of Denmark. [2] Departemen Kehutanan. 2003. SejarahKawasan Ekosistem Tangkahan.
5
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (Oktober, 2013) ISSN: 2301-9271 [5] Ray, T.W. 1995. Vegetation in Remote Sensing FAQS. Er Mapping Applications. Earth Resources Mapping Pty. Ltd. Perth, West Australia. [6] Sandholt, I., Rasmussen, K. and Andersen, J. 2002. A Simple Interpretation of the Surface Temperature/Vegetation Index Space for Assessment of Surface Moisture Status. Remote Sensing of Environment 79 (2002) 213-224. Elsevier Science Inc. [7] http://banyuwangikab.bps.go.id dikunjungi pada tanggal 13 Januari 2013 pukul 16.00 BBWI
6