PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 7+ETM UNTUK ANALISIS NERACA ENERGI PADA BEBERAPA JENIS TUTUPAN LAHAN DI PROVINSI JAMBI
AHMAD SHALAHUDDIN
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul pemanfaatan citra Landsat 7+ETM untuk analisis neraca energi pada beberapa jenis tutupan lahan di Provinsi Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2013 Ahmad Shalahuddin NIM G24090051
ABSTRAK AHMAD SHALAHUDDIN. Pemanfaatan Citra Landsat 7+ETM Untuk Analisa Neraca Energi Pada Beberapa Tutupan Lahan Di Provinsi Jambi. Dibimbing oleh TANIA JUNE. Perubahan fungsi lahan terjadi di Provinsi Jambi. Perubahan hutan menjadi bentukan lahan lain telah mempengaruhi iklim mikro wilayah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakter albedo, neraca energi, dan suhu beberapa jenis tutupan lahan di Provinsi Jambi dengan memanfaatkan citra Landsat 7+ETM. Kerapatan vegetasi memiliki pengaruh yang besar terhadap neraca radiasi dan energi. Wilayah dengan kerapatan vegetasi tinggi akan memiliki nilai albedo yang rendah karena sebagian radiasi datang akan tertangkap diantara kanopi. Wilayah dengan kerapatan vegetasi tinggi seperti hutan dan taman nasional memiliki nilai radiasi netto tinggi. Proporsi neraca energi juga dipengaruhi oleh kerapatan vegetasi. Wilayah dengan kerapatan vegetasi wilayah tinggi memiliki proporsi fluks bahang penguapan lebih tinggi dari wilayah dengan kerapatan vegetasi rendah. Wilayah dengan vegetasi dan kebasahan wilayah yang tinggi menyebabkan suhu udara wilayah tersebut menjadi lebih rendah. Selain kerapatan vegetasi suhu udara juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat serta karakter permukaan dalam menerima radiasi. Kata kunci: Landsat 7+ETM, neraca energi, neraca radiasi, perubahan fungsi lahan ABSTRACT AHMAD SHALAHUDDIN. Using Landsat 7+ETM image for energy balance estimation on multiple land cover in Jambi Province. Supervised by TANIA JUNE Landuse change has occurred in Jambi province. Forest changed into others land formation has effect for microclimate regions. This research is to estimate the character of albedo, energy balance and temperature in several landuse types in Jambi by using Landsat 7+ETM image. Vegetation density affects energy and radiationon balance. Area with high vegetation density has low albedo because coming radiation is trapped between vegetation canopies. Area with high density like forest and national park has a high net radiation. Proportion of energy balance is strongly influenced by land cover characters. Vegetations with high density has highest proportion of evaporation heat flux more than low density. Area with high vegetation density and high humidity cause low temperature. Either vegetation density, temperature is influence by altitude and surface character in receiving radiation. Kata Kunci: Energy balance, Landsat 7+ETM, landuse change, radiation balance
PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 7+ETM UNTUK ANALISIS NERACA ENERGI PADA BEBERAPA JENIS TUTUPAN LAHAN DI PROVINSI JAMBI
AHMAD SHALAHUDDIN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi Nama NIM
: Pemanfaatan Citra Landsat 7+ETM untuk Analisis Neraca Energi pada Beberapa Jenis Tutupan Lahan di Provinsi Jambi : Ahmad Shalahuddin : G24090051
Disetujui oleh
Dr Ir Tania June M.Sc
Pembimbing
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
1 9 SEP 2013
Judul Skripsi Nama NIM
: Pemanfaatan Citra Landsat 7+ETM untuk Analisis Neraca Energi pada Beberapa Jenis Tutupan Lahan di Provinsi Jambi : Ahmad Shalahuddin : G24090051
Disetujui oleh
Dr Ir Tania June M.Sc Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Rini Hidayati MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia dan belas kasih-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah pemanfaatan citra Landsat 7+ETM untuk menganalisis karakter neraca energi pada beberapa jenis tutupan lahan di Provinsi Jambi. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 dan diselesaikan pada bulan Mei 2013. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian CRC990-IPB dimana Dr. Ir. Tania June, M.Sc merupakan counterpart peneliti IPB. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Tania June, M.Sc selaku pembimbing sekripsi yang telah banyak memberikan ide, keritik, saran, dan masukannya sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Fauzan Nurrahman dan Nurul Fahmi yang telah mengajarkan metode dasar pengolahan citra satelit. Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Bregas Budiyanto, Ass.dpl selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberi pelajaran selama penulis menjalani perkuliahan di Departemen Geofisika dan Meteorologi. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh staf pengajar yang telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Muharrom, Dodik M Nurul Yaman, Khabib Dhunka, Rizal Khoirul Insani, Ervan Ferdiansyah, dan seluruh teman serta karib kerabat yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman selama menjalani perkuliahan. Terima kasih penulis ucapkan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, bantuan, motivasi, dan kasih sayangnya. Terima kasih juga kepada seluruh karib kerabat atas segala bantuan yang telah diberikan selama menjalani masa perkuliahan di Institut Pertanian Bogor. Terima kasih kepada Kementrian Agama RI yang telah memberikan donasi dan motivasi untuk menjalani perkuliahan di Institut Pertanian Bogor. Saya berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan.
Bogor, Mei 2013
Ahmad Shalahuddin
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
METODE
1
Bahan
2
Alat
3
Prosedur Analisis Data
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Geografis Wilayah Provinsi Jambi
8
Karakter Iklim Wilayah Provinsi Jambi
8
Indeks Kerapatan Vegetasi
9
Albedo
11
Energi
13
Suhu Udara
16
SIMPULAN DAN SARAN
18
Simpulan
18
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
29
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Koordinat wilayah sampel amatan Path/Row citra Landsat Citra Landsat untuk melakukan Gap Fill Iklim tahunan rata-rata 2009, 2010 dan 2011 Provinsi Jambi Fluks bahang penguapan dan fluks bahang terasa
2 2 3 9 15
DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir penelitian 2 Peta pola ruang dan sebaran komoditas unggulan Provinsi Jambi 3 Sebaran ARVI dan Nilai NDVI Provinsi Jambi 4 Hubungan antara NDVI dengan ARVI 5 Sebaran albedo Provinsi Jambi 2012 6 Absorbsivitas dan transmisivitas radiasi gelombang pendek di kanopi 7 Absorbsivitas dan transmisivitas radiasi cahaya tampak di kanopi 8 Hubungan albedo permukaan dengan indeks kerapatan vegetasi 9 Sebaran radiasi netto dan neraca energi wilayah Provinsi Jambi 10 Hubungan radiasi netto dengan indeks kerapatan vegetasi 11 Suhu udara rata-rata beberapa jenis tutupan lahan Provinsi Jambi 12 Hubungan suhu udara dengan indeks kerapatan vegetasi 13 Suhu udara secara spasial pada 12 jenis tutupan lahan
3 8 10 10 11 12 12 13 14 15 16 17 18
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
ARVI dan NDVI Radiasi gelombang pendek Radiasi gelombang pendek netto dan albedo Radiasi netto dan fluks bahang permukaan Fluks bahang terasa dan fluks bahang penguapan Suhu udara dan suhu permukaan
23 24 25 26 27 28
PENDAHULUAN Latar Belakang Telah terjadi pengurangan luas hutan di seluruh Indonesia. Luas hutan juga berkurang di Provinsi Jambi. Pada pertengahan tahun 1990-an terdapat 10717 km2 lahan hutan berubah fungsi. Bahkan terdapat 5229 km2 hutan sudah mengalami penggundulan (Forest Watch Indonesia 1996). Sebab utama perubahan lahan di Jambi adalah tingginya minat masyarakat terhadap perkebunan karet dan kelapa sawit. Tercatat pertambahan luas perkebunan karet pada tahun 2002 adalah sebesar 1 km2. Angka ini terus meningkat hingga pada tahun 2008 pertambahan luas perkebunan karet mencapai angka 199 km2. Selain itu besarnya minat masyarakat terhadap dua komoditas ekspor ini juga dapat dilihat dari jumlah petani karet dan kelapa sawit yang berjumlah 2463280 dan 168053 orang pada tahun 2008. Angka ini merupakan angka tertinggi dibandingkan jenis perkebunan lain (Jambi Dalam Angka 2007, 2008, 2009, 2010). Perubahan fungsi lahan berdampak terhadap iklim pada skala mikro. Perubahan iklim karena adanya perubahan fungsi lahan dapat dilihat dengan pendekatan neraca energi. Pendekatan neraca energi bagi pengamatan iklim penting dilakukan karena dapat memberikan informasi mengenai kondisi iklim suatu wilayah (Seller et al. 1997). Model iklim berbasis citra dapat digunakan untuk menduga karakter iklim suatu wilayah. Penggunaan model citra dapat menghasilkan data dengan resolusi spasial yang baik. Selain itu penggunaan citra satelit dapat memberikan hasil yang baik untuk wilayah kajian luas dan homogen (Yang 2000). Penelitian dengan menggunakan citra Landsat 7+ETM telah banyak dilakukan. Penelitian mengenai pendugaan umur padi dengan Landsat 7+ETM dilakukan oleh Dirgahayu (2005). Pemanfaatan citra Landsat untuk menghitung radiasi transmisi oleh Maharani (2012). Pemanfaatan Landsat 7+ETM dalam menentukan potensi geotermal oleh Utama (2012). Penelitian tentang pemetaan telah dilakukan di Provinsi Jambi. Pemetaan hotspot Provinsi Jambi dilakukan oleh Yonatan (2006). Pemanfaatan data spot untuk menduga cadangan karbon di hutan perbatasan Jambi oleh Roswiniarti (2008). Pemetaan neraca energi pada wilayah Bungo Jambi oleh Setiawan (2006). Tujuan Penelitian Analisis karakter biofisik dari berbagai jenis tutupan lahan di Provinsi Jambi dengan menggunakan citra Landsat 7+ETM
METODE Penelitian dilakukan dengan menggunakan Citra Landsat 7+ETM. Wilayah kajian penelitian adalah Provinsi Jambi dengan tanggal akuisisi tahun 2012 dengan titik contoh seperti pada Tabel 1. Pengolahan citra dilakukan di
2 Laboratorium Departemen Geofisika dan Meteorologi Terapan Institut Pertanian Bogor. Tabel 1 Koordinat wilayah sampel amatan Jenis Tutupan Lahan Perkebunan Sawit 1 Perkebunan Sawit 2 Perkebunan Sawit 3 Perkebunan Sawit 4 Perkebunan Karet Pertambangan Perkotaan Taman Nasional Bukit Tigapuluh Taman Nasional Bukit Duabelas Taman Nasional Kerinci Taman Nasional Serbak Hutan Harapan
Ketinggian Batas Koordinat Wilayah (mdpl) Lintang Selatan Bujur Timur o o o o 2 1'44"-2 1'45" 103 35'18"-103 35'20" 21 o o o o 1 24'47"-1 27'48" 103 35'36"-103 40'53" 12 o o o o 1 24'47"-1 27'48" 103 40'36"-103 45'53" 12 1o24'47"-1o27'48" 103o45'36"-103o51'53" 12 o o o o 2 1'44"-2 1'45" 103 32'48"-103 40'53" 31 o o o o 1 40'41"-1 42'52" 102 58'15"-102 55'25" 31 o o o o 1 34'26"-1 4'56" 103 32'48"-103 40'53" 23 1o1'39"-1o5'14" 102o23'18"-102o28'16" 262 1o50'11"-1o55'35"
102o49'34"-102o 42'53"
81
1o41'53"-1o45'31" 1o37'47"-1o40'50" 2o4'14"-2o21'54"
101o30'35"-101o35'58" 104o16'4"-104o19'49" 103o0'22"-103o28'0"
857 7 70
Data ketinggian rata-rata wilayah diunduh dari http://srtm.csi.cgiar.org
Bahan Adapun bahan yang digunakan untuk pendugaan neraca energi adalah citra Landsat 7+ETM, peta tutupan lahan Provinsi Jambi, peta administrasi spasial Indonesia dan Provinsi Jambi sebagai peta referensi. Selain itu juga digunakan data iklim tahunan BMKG Provinsi Jambi, Deputi Kerinci, dan Bandara Sultan Thaha Jambi sebagai data pembanding. Provinsi Jambi terletak pada path/row 125/61, 126/1, 125/62, dan 126/62 dalam citra Landsat. Citra Landsat Provinsi Jambi untuk empat path/row dalam satu waktu yang sama memiliki kualitas kurang baik. Keempat path/row Provinsi Jambi selama selang waktu satu tahun yang relatif sama maka digunakan empat citra dengan tanggal akuisisi berbeda. Citra Landsat 7+ETM yang digunakan untuk menduga neraca energi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Path/Row citra Landsat Path/ Row 125/61 125/62 126/61 126/62
Tanggal Akuisisi 10 Januari 2013 10 Januari 2013 21 April 2012 24 Mei 2012
Dalam citra Landsat 7+ETM terdapat garis-garis hitam sebagai data hilang. Data hilang pada citra dapat ditutup dengan menggunakan beberapa metode. Metode yang umum dilakukan adalah menutup data hilang dengan data citra pada
3 tanggal berbeda. Adapun citra yang digunakan sebagai citra Gap Fill dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Citra Landsat untuk melakukan Gap Fill Path/ Row 125/61 125/61 125/62 125/62 126/61 126/62
Tanggal Akuisisi 08 Agustus 2012 18 Mei 2012 18 Mei 2012 08 Agustus 2012 30 Desember 2011 01 Maret 2011
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian adalah seperangkat komputer beserta perangkat lunak pembantu. Perangkat lunak yang digunakan adalah Er Mapper 7.1 dan Arc Gis 9.3 sebagai perangkat lunak pengolah citra. Digunakan juga Microsoft Office 2009 sebagai perangkat lunak pengolah data dan Adobe Photoshop CS3 sebagai perangkat lunak untuk membuat tampilan peta. Prosedur Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan beberapa proses. Langkah pertama yang dilakukan adalah proses pre-processing yang meliputi koreksi dan pemotongan citra dengan peta admnistrasi Provinsi Jambi. Setelah itu dilakukan klasifikasi untuk menentukan jenis tutupan lahan. Proses pengolahan dilanjutkan dengan penentuan neraca energi, indeks vegetasi dan suhu udara. Secara sederhana peroses pengolahan citra melewati langkah kerja seperti pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alir penelitian
4 Proses Pre Processing Koreksi geometrik dilakukan untuk memastikan koordinat citra sudah tepat dengan koordinat sebenarnya. Koreksi ini dilakukan dengan membuat GCP (Ground Control Point) pada citra. Citra acuan yang digunakan adalah peta administrasi Jambi dan Sumatra. Koreksi radiometrik dilakukan untuk mengurangi gangguan karena pengaruh atmosfer. Pemotongan wilayah dilakukan untuk memisahkan daerah amatan dalam peta. Pemotongan juga berguna untuk meringankan proses pengolahan citra pada tahap selanjutnya. Pemotongan citra dilakukan dengan menggunakan peta administrasi Jambi. Klasifikasi Lahan Klasifikasi citra dilakukan dengan metode klasifikasi tak terbimbing (Unsupervised Classification). Klasifikasi dilakukan dengan mengkombinasikan kanal 5, 4, 2. Penentuan Nilai NDVI dan ARVI Nilai ARVI dan NDVI diturunkan dari kanal merah, biru, dan inframerah dekat. Persamaan untuk menentukan ARVI danNDVI adalah: ARVI = NDVI = Keterangan: = Nilai reflektansi inframerah dekat = Nilai reflektansi gelombang merah = Nilai reflektansi gelombang biru = Skala perbesaran karena pengaruh Skala perbesaran menunjukan karakter pemantulan gelombang biru di atmosfer yang disebabkan oleh partikel debu. Skala perbesaran memiliki nilai spesifik pada wilayah tertentu. Untuk wilayah yang belum diketahui skala perbesarannya dapat diasumsikan bernilai 1 (Gin-rong et al 2004). Pendugaan Suhu Permukaan Nilai tiap piksel citra Landsat adalah nilai digital (Digital Number). Untuk menginterpolasi nilai Digital Number menjadi nilai Spectral Radian dapat menggunakan persamaan berikut (USGS 2002): ............................. (1) Keterangan: Lλ = Spectral Radiance pada kanal ke-I (W m-2sr-1µm-1) QCal = Nilai Digital Number kanal ke-i Lmin = Nilai minimum Spectral Radiance kanal ke-i (W m-2sr-1µm-1) Lmax = Nilai maksimum Spectral Radiance kanal ke-i (W m-2sr-1µm-1) QCalmin = Minimum pixel value (0) QCalmax = Maksimum pixel value (255)
5 Suhu kecerahan (Brightness Temperature) diturunkan dari nilai Spectral Radiance kanal termal. Kanal termal Landsat 7+ETM adalah kanal 61 dan 62. Persamaan yang digunakan untuk menghitung suhu kecerahan adalah persamaan berikut (USGS 2002): .......................................................................................... (2) Keterangan: TB = Suhu kecerahan (K) = Konstanta kalibrasi pertama (666.09 W m-2sr-1μm-1) K1 K2 = Konstanta kalibrasi kedua (1282.71 K) Suhu permukaan didapat dari suhu kecerahan. Terdapat beberapa persamaan yang bisa digunakan untuk menghitung suhu permukaan. Diantaranya adalah persamaan berikut (Weng 2001): ....................…................................................. (3) Keterangan: TB = Suhu kecerahan (K) Ts = Suhu permukaan yang terkoreksi (K) λ = Panjang gelombang radiasi emisi (11.5 µm) ∂ = h c/σ (1.438 x 10-2 mK) h = Konstanta Planck (6.26 x 10-34 J sec) c = Kecepatan cahaya (2.9998 x 108 m sec-1) ε = Emisivitas σ = Konstanta Stefan Boltzmann (5.67 x 10-8 Wm-2K-4) Tb = Suhu kecerahan (K-1) Penentuan Neraca Energi dan Suhu Udara Pendugaan albedo dengan citra satelit dilakukan dengan menggunakan kanal cahaya tampak. Pada Landsat kanal cahaya tampak adalah kanal 1, 2, dan 3. Albedo ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut (USGS 2002): α=
.......................................................................................... (4)
Keterangan: α = Albedo d2 = Jarak astronomi bumi matahari (sr) ESUNλ = Rata-rata nilai solar spectral irradiance pada kanal tertentu Lλ = Spektral Radiance (W m-2sr-1µm-1) Cos Ө = Sudut zenith matahari Jarak astronomi bumi dan matahari merupakan fungsi dari waktu. Jarak astronomi diturunkan dari nilai Julian Day saat citra diambil. Adapun persamaan untuk menentukan jarak astronomi adalah persamaan berikut:
6 d2= (1-0.01674 cos (0.9856(Julian day-4)))2.............................................. (5) Radiasi gelombang pendek keluar diturunkan dari jumlah energi yang ditangkap oleh kanal cahaya tampak citra Landsat. Nilai Spectral Radian kanal cahaya tampak dikonversi menjadi radiasi gelombang pendek keluar dengan persamaan berikut: Rs out = ........................................................................ (6) Keterangan: Rs out = Radiasi gelombang pendek keluar (W m-2) = Phi (3.14) = Nilai Spectral Radian kanal ke I (W m-2 sr-1µm-1) d2 = Jarak astronomi bumi dan matahari (sr) = Nilai tengah kanal ke I (µm) Albedo adalah nisbah perbandingan nilai radiasi gelombang pendek keluar dengan radiasi gelombang pendek masuk. Radiasi gelombang pendek masuk ditentukan dengan kombinasi radiasi gelombang pendek keluar dan albedo. Persamaan untuk menentukan radiasi gelombang pendek masuk adalah sebagai berikut: Rs in =
........................................................................................... (7)
Keterangan: Rs in = Radiasi gelombang pendek masuk (W m-2) Rs out = Radiasi gelombang pendek keluar (W m-2) = Albedo permukaan Radiasi gelombang panjang yang dipancarkan bumi sebanding dengan suhu permukaan bumi. Adapun persamaan menentukan radiasi gelombang panjang keluar adalah sebagai berikut: Rl out =
..................................................................................... (8)
Keterangan: Rl out = Radiasi gelombang panjang keluar (W m-2) = Nilai emisivitas permukaan = Konstanta Stefan Boltzmann (5.67 x 10-8 W m-2 K-4) Ts = Nilai suhu permukaan objek (K) Radiasi netto merupakan selisih radiasi masuk dan keluar permukaan. Komponen radiasi netto permukaan bumi adalah radiasi gelombang pendek masuk, radiasi gelombang pendek keluar dan gelombang panjang keluar. Dalam penentuan radiasi netto diasumsikan bahwa radiasi gelombang panjang masuk bernilai nol. Secara matematis radiasi netto dapat ditentukan dengan persamaan:
7 Rn =
- Rs out –
................................................................. (9)
Keterangan: Rn = Radiasi netto (W m-2) Rs out = Radiasi gelombang pendek keluar (W m-2) = Albedo permukaan = Nilai emisivitas permukaan = Konstanta Stefan Boltzmann (5.67 x 10-8 W m-2 K-4) Ts = Nilai suhu permukaan objek (K) Fluks bahang permukaan (G) secara empiris memiliki proporsi sebesar 10% dari total radiasi netto (Rn). Untuk menentukan fluks ini dapat digunakan persamaan: G=Rn (0.1) ........................................................................................... (10) Pendugaan fluks bahang terasa dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan rasio Bown. Persamaan untuk menentukan fluks bahang terasa adalah sebagai berikut: H=
......................................................................................... (11)
Keterangan: H = Fluks bahang terasa (W m-2) = Rasio Bown Rn = Radiasi netto (W m-2) G = Fluks bahang permukaan (W m-2) Energi fotosintesis dan tersimpan diabaikan dalam perhitungan neraca energi. Dengan mengabaikan nilai fluks energi fotosintesis dan tersimpan, fluks bahang penguapan dapat ditentukan dengan persamaan: LE = Rn-H-G
...................................................................................... (12)
Keterangan: LE = Fluks bahang penguapan (W m-2) H = Fluks bahang terasa (W m-2) Rn = Radiasi netto (W m-2) G = Fluks bahang permukaan (W m-2) Suhu udara dapat diturunkan dari nilai suhu permukaan dan fluks bahang terasa. Persamaan untuk menentukan suhu udara adalah: Ta = Ts –
.................................................................................... (13)
Keterangan: H = Fluks bahang terasa (W m-2) ρair = Kerapatan udara lembab (1.27 kg m-3)
8 Cp Ts Ta rah
= Panas spesifik udara pada tekanan konstan (1004 J Kg-1 K-1) = Suhu permukaan (K) = Suhu udara (K) = Tahanan aerodinamik (s m-1)
HASIL DAN PEMBAHASAN Geografis Wilayah Provinsi Jambi Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0o45’- 2o45’ lintang selatan dan 101o10’-104o55’ bujur timur. Luas Provinsi Jambi adalah 53435 km2 dengan luas daratan 50160 km2 dan perairan 3275 km2. Terdapat 19165 km2 lahan nonpertanian dan 32249 km2 lahan pertanian non-sawah pada tahun 2009. Lahan nonpertanian ini mencakup rawa-rawa yang belum difungsikan, hutan negara, dan rumah. Lahan pertanian non sawah mencakup tegalan, ladang, perkebunan, hutan rakyat, tambak, kolam, padang penggembalaan, dan lahan yang belum difungsikan (Jambi Dalam Angka 2009). Secara spasial Provinsi Jambi memiliki jenis tutupan lahan dengan fungsi berbeda (Gambar 2). .
Gambar 2
Peta pola ruang dan sebaran komoditas unggulan Provinsi Jambi (Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum 2012) Karakter Iklim Wilayah Provinsi Jambi
Provinsi Jambi terletak di sekitar garis khatulistiwa dengan iklim tropis. Pengukuran unsur iklim yang terlampir dalam laporan pemerintahan provinsi
9 dilakukan oleh BMKG Provinsi Jambi, Bandar Udara Sultan Thaha Jambi, dan Deputi Perbo Kerinci. Adapun hasil pengukuran yang dilakukan di tiga titik pengamatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Iklim tahunan rata-rata 2009, 2010 dan 2011 Provinsi Jambi Uraian
Stasiun Deputi Perbo Sultan Thaha Kerinci Jambi
Suhu Maksimum (Co) Suhu Minimum (Co) Suhu Rata-rata (Co) Kelembaban Maksimum (%) Kelembaban Minimum (%) Kelembaban Rata-rata (%) Tekanan Udara(mb) Kecepatan Angin (knot) Curah Hujan (mm/tahun) Lama Penyinaran (Jam/hari)
Klimatologi Jambi
29,8 16,3 22,2
32,6 22,8 26,8
33,2 22,2 26,6
98 52 83 923 7 1005 3
99 55 85 1010 4 1882 4
99 65 86 3 2121 4
Sumber: Jambi Dalam Angka (2010, 2011, 2012)
Indeks Kerapatan Vegetasi Kerapatan vegetasi dalam citra satelit dapat ditunjukan dengan beberapa indeks. Diantara indeks yang dapat digunakan adalah ARVI (Atmopherically Resistant Vegetation Index) dan NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). Nilai ARVI dan NDVI diturunkan dari radiasi gelombang pendek dan inframerah dekat (Gin-rong et al 2004). ARVI merupakan indeks kerapatan vegetasi yang juga memasukan kanal biru sebagai kanal yang sensitif terhadap nilai partikel debu di atmosfer. Hubungan antara NDVI dan ARVI suatu wilayah dapat menjelaskan jumlah partikel debu di atmosfer. NDVI merupakan indeks yang mengkombinasikan reflektansi spektral merah dan inframerah dekat. Nilai reflektan spektral inframerah dekat memiliki korelasi positif terhadap tebal daun (Slaton 2001). Spektral biru dan merah dibutuhkan oleh tanaman untuk fotosintesis sehingga reflektan spektral biru dan merah dapat menjelaskan jumlah energi yang digunakan tanaman untuk fotosintesis (Campbell et al 2008). Hukum Beer menjelaskan bahwa secara tidak langsung reflektan spektral biru dan merah memiliki korelasi dengan LAI wilayah (Mavi dan Tupper 1984). Persamaan NDVI menjelaskan bahwa nilai NDVI meningkat dengan meningkatnya luas serta biomassa daun. Jenis tutupan lahan yang berbeda memiliki nilai ARVI dan NDVI berbeda. Pertambangan memiliki nilai ARVI sebesar 0.2 dan NDVI sebesar 0.016. Perkotaan memiliki nilai ARVI sebesar -0.1 dan NDVI 0. Perkebunan kelapa sawit memiliki nilai ARVI pada selang 0.74-0.85 dengan selang NDVI 0.3-0.4. perkebunan karet dan Taman Nasional Bukti Tigapuluh, Kerinci dan Hutan Harapan memiliki nilai ARVI sebesar 0.9 dan NDVI sebesar 0.4. Taman Nasional Sabak dan Bukit Duabelas memiliki nilai ARVI sebesar 0.8 dan NDVI 0.3 (Gambar 3).
10
Gambar 3 Sebaran ARVI dan nilai NDVI Provinsi Jambi Perkebunan kelapa sawit memiliki nilai indeks vegetasi yang berbeda. Perkebunan kelapa sawit 1 memiliki nilai tertinggi diikuti perkebunan kelapa sawit 2, 3, dan 4 secara berurutan. Bila indeks kerapatan vegetasi hanya dipengaruhi oleh umur tanaman maka dapat disimpulkan perkebunan kelapa sawit 1 adalah perkebunan kelapa sawit tua dan perkebunan kelapa sawit 2, 3, dan 4 lebih muda. Perkebunan kelapa sawit tua memiliki kerapatan vegetasi sama dengan kerapatan vegetasi hutan dan taman nasional. Perkotaan memiliki kerapatan vegetasi dominan lebih rendah dari pertambangan. Akan tetapi nilai kerapatan vegetasi maksimum di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan pertambangan (Lampiran 1). Wilayah dengan kerapatan vegetasi tinggi di perkotaan tersebar di tengah wilayah perkotaan sebagai ruang terbuka hijau dan taman kota (Gambar 3). 1,50
y = 1,611x + 0,157 R² = 0,723
ARVI
1,00
-0,40
0,50 0,00 -0,20-0,50 0,00
0,20
0,40
0,60
NDVI
Gambar 4 Hubungan antara NDVI dengan ARVI Terdapat perbedaan besar antara nilai ARVI dan NDVI pada Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Perbedaan nilai ini mungkin disebabkan oleh komponen debu di atmosfer yang memantulkan cahaya matahari pada spektral biru sebelum mencapai permukaan (Lampiran 1). ARVI dan NDVI menunjukan korelasi yang baik. Besar korelasi antara keduanya menunjukan sedikitnya jumlah partikel debu di atmosfer pada daerah amatan (Gambar 4).
11 Albedo Albedo adalah perbandingan radiasi gelombang pendek keluar dengan radiasi gelombang pendek masuk ke permukaan. Nilai albedo sangat dipengaruhi oleh sudut datang matahari, karakter permukaan, serta kerapatan vegetasi wilayah (Dobos 2003). Albedo suatu wilayah menurun dengan menurunnya kerapatan vegetasi (Heidden et al. 2011). Nilai albedo lahan bervegetasi lebih besar dari lahan non-vegetasi karena radiasi matahari masuk di antara celah kanopi dan terperangkap di dalamnya (Dobos 2003). Perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Bongo Provinsi Jambi memiliki nilai albedo 0.05-0.07. Hutan alam memiliki albedo 0.04-0.06 dan pemukiman 0.07-0.14 (Setiawan 2006).
1 2 3 4 5
Gambar 5 Sebaran albedo Provinsi Jambi 2012 Lebih dari 70% daratan Provinsi Jambi merupakan lahan bervegetasi yang terbagi dalam lima kelas yaitu lahan bervegetasi 1, 2, 3, 4, dan 5 dengan nilai albedo rata-rata sebesar 0.045, 0.06, 0.04, 0.043, dan 0.075. Lahan kelas 1 merupakan lahan dengan kerapatan vegetasi cukup tinggi. Daerah kelas 1 tersebar diantara hutan dataran tinggi serta beberapa perkebunan kelapa sawit. Daerah kelas 2 adalah wilayah bervegetasi dengan kerapatan vegetasi rendah yang tersebar diantara perkebunan kelapa sawit dan perkotaan. Nilai albedo menunjukan bahwa 30% lahan di Provinsi Jambi termasuk dalam lahan bervegetasi dalam kelas 3 dengan nilai albedo rata-rata 0.04. Lahan jenis ini mendominasi wilayah di sekitar taman nasional dan hutan. Daerah kelas 4 merupakan wilayah dengan kerapatan vegetasi tertinggi. Kelas ini berada di wilayah hutan dan inti hutan. Selain itu yang masuk dalam kelas vegetasi 4 ini adalah perkebunan kelapa sawit tua serta perkebunan karet. Kelas vegetasi 5 merupakan vegetasi dengan kerapatan rendah. Kelas ini tersebar disekitar lahan terbangun dan terbuka. Rendahnya nilai albedo dominan memberi kesimpulan bahwa sebagian besar wilayah Provinsi Jambi merupakan lahan dengan tutupan vegetasi rapat (Gambar 5).
12 Beberapa tutupan lahan menunjukkan albedo yang berbeda. Perkotaan dan pertambangan memiliki albedo maksimum 0.12-0.15. Nilai albedo maksimum perkebunan kelapa sawit 0.06-0.08. Perkebunan karet, hutan dan taman nasional memiliki nilai albedo maksimum 0.05-0.07 (Gambar 5). Nilai albedo minimum, maksimum, dan dominan pada sampel wilayah terlampir dalam Lampiran 3. Radiasi gelombang pendek terletak pada spektral panjang gelombang kurang dari 4 µm. Berdasarkan panjang gelombangnya radiasi gelombang pendek memiliki karakter berbeda (Wallace dan Hobbs 2006). Spektral cahaya tampak memiliki nilai penyerapan tinggi (Gambar 6).
Gambar 6
Absorbsivitas dan transmisivitas radiasi gelombang pendek di kanopi. Disadur dari Mavi dan Tupper 1984 Spektral biru dan merah merupakan spektral yang dibutuhkan oleh tanaman untuk fotosintesis. Hampir 90% radiasi pada spektral biru dan merah yang sampai di kanopi diserap oleh tanaman. Selain itu lebih dari 5% yang sampai di atas permukaan vegetasi diteruskan ke permukaan bumi dan kurang dari 5% dipantulkan kembali ke atmosfer (Gambar 7).
Gambar 7
Absorbsivitas dan transmisivitas radiasi cahaya tampak di kanopi. Disadur dari Mavi dan Tupper 1984
Penentuan albedo pada citra Landsat 7+ETM hanya menggunakan spektral cahaya tampak. Hal ini menjadikan nilai albedo yang dihasilkan model lebih kecil dari nilai albedo pengukuran langsung yang memasukan seluruh spektral gelombang pendek.
Albedo
13 0,15
y = -0,021x + 0,093 R² = 0,06
0,10
y = -0,028x + 0,073 R² = 0,615
0,05
y = -0,008x + 0,042 R² = 0,189
-0,50
0,150,00
Albedo
0,00
0,10
0,50 ARVI
0,05 0,00
-0,50
0,00
0,50
1,00 1,50 y = -0,191x + 0,161 R² = 0,454 y = -0,058x + 0,071 R² = 0,548 y = -0,010x + 0,041 R² = 0,078 1,00
1,50
NDVI
Gambar 8
Hubungan Albedo permukaan dengan indeks kerapatan vegetasi. Warna merah menunjukan albedo minimum, biru menunjukan albedo ratarata dan hijau albedo maksimum beberapa jenis tutupan lahan
Kerapatan vegetasi permukaan sangat mempengaruhi albedo permukaan. Kerapatan vegetasi memiliki korelasi negatif dengan nilai albedo. Wilayah dengan kerapatan vegetasi tinggi memiliki albedo rendah dan wilayah dengan kerapatan vegetasi rendah memiliki albedo tinggi. Selain kerapatan vegetasi karakter permukaan juga sangat mempengaruhi nilai albedo. Wilayah dengan warna permukaan lebih cerah umumnya memiliki nilai albedo lebih tinggi bila dibandingkan dengan wilayah dengan warna permukaan lebih gelap (Gambar 8). Hutan dan taman nasional memiliki kerapatan vegetasi tinggi sehingga nilai albedo jenis tutupan lahan tersebut bernilai rendah. Perkotaan dan pertambangan dengan kerapatan vegetasi rendah memiliki albedo tinggi. Perkebunan kelapa sawit tua memiliki albedo sebesar hutan dan taman nasional. Energi Neraca energi adalah informasi mengenai nilai setiap komponen energi. Jumlah energi di permukaan bumi akan terkonversi menjadi fluks bahang terasa, fluks bahang permukaan dan fluks bahang penguapan (Seller et al. 1997). Pembagian proporsi neraca energi sangat ditentukan oleh jenis tutupan lahan. Lahan basah dengan kerapatan vegetasi tinggi akan meningkatkan proporsi fluks bahang penguapan (Khomaruddin 2005). Rn=LE+H+G.......................................................................................... (14) Keterangan: Rn = Radiasi netto (W m-2)
14 LE H G
= Fluks bahang penguapan (W m-2) = Fluks bahang terasa (W m-2) = Fluks permukaan tanah (W m-2)
Radiasi netto merupakan selisih radiasi masuk dan keluar (Tapper 2002). Radiasi netto merupakan unsur penting dalam perhitungan neraca energi. Radiasi netto merupakan unsur penentu mekanisme evapotranspirasi, fisis, biologis dan mekanisme lainnya (Rossenberg 1983).
Gambar 9 Sebaran radiasi netto dan neraca energi wilayah Provinsi Jambi Beberapa jenis tutupan lahan memiliki nilai radiasi netto berbeda. Jenis tutupan lahan dengan radiasi netto terendah adalah pertambangan dan perkotaan dengan nilai 283 dan 293 W m-2. Perkebunan kelapa sawit memiliki nilai radiasi netto 329-347 W m-2. Nilai radiasi netto perkebunan karet adalah 352 W m-2 . Lahan dengan radiasi netto tertinggi adalah hutan dan taman nasional dengan nilai 339-367 W m-2. Nilai radiasi netto pertambangan adalah 283 W m-2 (Gambar 9).
Rn (W m-2)
15 500 400 300 200 100 0
Rn (W m-2)
-0,50
-0,50
Gambar 10
y = 81,67x + 284,1 R² = 0,595 0,00
500 400 300 200 100 0
0,50
1,00
1,50
ARVI y = 170,9x + 286,0 R² = 0,725
0,00
0,50 NDVI
1,00
1,50
Hubungan radiasi netto dengan indeks kerapatan vegetasi
Kerapatan vegetasi sangat mempengaruhi nilai radiasi netto permukaan. Terdapat korelasi positif antara kerapatan vegetasi dan radiasi netto permukaan. Daerah dengan kerapatan vegetasi tinggi memiliki nilai radiasi netto tinggi dan daerah dengan kerapatan vegetasi rendah memiliki radiasi netto rendah. Besar nilai radiasi netto permukaan dipengaruhi oleh kerapatan vegetasi wilayah. Semakin rapat vegetasi permukaan semakin tinggi radiasi netto di permukaan (Tracy et al. 2004). Indeks vegetasi NDVI memiliki hubungan linier terhadap radiasi netto lebih kuat dibandingkan dengan ARVI dan radiasi netto (Gambar 10). Tabel 5 Fluks bahang penguapan dan fluks bahang terasa Jenis Tutupan Lahan Perkebunan Sawit 1 Perkebunan Sawit 2 Perkebunan Sawit 3 Perkebunan Sawit 4 Perkebunan Karet Pertambangan Wilayah Perkotaan Taman Nasional Bukit Duabelas Taman Nasional Bukit Tigapuluh Taman Nasional Kerinci Taman Nasional Serbak Hutan Harapan
LE (W m-2) 260 257 247 255 264 213 220 269 270 275 254 273
H (W m-2) 52 51 49 51 53 43 44 54 43 55 51 55
Rs in (W m-2) 786 800 823 804 799 807 799 788 813 811 826 790
Fluks bahang penguapan adalah total energi yang digunakan untuk menguapkan air. Besarnya proporsi fluks bahang penguapan dan fluks bahang terasa dipengaruhi kebasahan wilayah. Nilai fluks bahang penguapan perkotaan dan pertambangan adalah 220 W m-2 dan 213 W m-2. Nilai fluks bahang
16 penguapan perkebunan sawit adalah 247-260 W m-2. Nilai fluks bahang penguapan perkebunan karet adalah sebesar 264 W m-2. Taman nasional memiliki fluks bahang penguapan dengan nilai 254-275 W m-2. Nilai fluks bahang penguapan akan semakin meningkat dengan meningkatnya kebasahan wilayah dan proporsi fluks bahang terasa akan semakin kecil (Murokhis et al. 2005). Beberapa jenis tutupan lahan memiliki fluks bahang terasa berbeda. Nilai fluks bahang terasa perkebunan kelapa sawit 1, 2, 3, 4, perkotaan, dan pertambangan 52-43 W m-2. Perkebunan karet, hutan dan taman nasional memiliki nilai fluks bahang terasa 53-55 W m-2. Kerapatan vegetasi, kebasahan wilayah, jumlah luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Terbangun (RTB) terbukti mempengaruhi nilai fluks bahang terasa suatu wilayah. Suhu Udara Suhu udara memiliki nilai berbeda. Pertambangan dan perkotaan memiliki kisaran suhu 27-29oC. Suhu perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet adalah 23-27oC. Hutan dan taman nasional memiliki kisaran suhu udara 19-23oC (Gambar 11). 30
T (Co)
25 20 15 10 5 0
Jenis Tutupan Lahan
Gambar 11 Suhu udara rata-rata beberapa jenis tutupan lahan Provinsi Jambi Suhu udara perkotaan dan pertambangan memiliki nilai terbesar. Kebasahan dan kerapatan vegetasi yang rendah menjadikan lahan tersebut memiliki suhu udara lebih besar. Kerapatan vegetasi dan kebasahan wilayah yang tinggi pada hutan dan taman nasional menyebabkan suhu udara lebih rendah pada kedua jenis tutupan lahan tersebut. Perkebunan kelapa sawit dengan kerapatan vegetasi berbeda memiliki suhu udara berbeda. Perkebunan dengan kerapatan vegetasi tinggi memiliki suhu udara yang lebih rendah dibandingkan dengan perkebunan dengan kerapatan vegetasi rendah.
17
Ta (Co)
40,0 30,0 20,0 y = -2,740x + 25,69 R² = 0,099
10,0 0,0
-0,50
0,00
1,00
1,50
ARVI
40,0 Ta (Co)
0,50
y = -4,669x + 25,32 R² = 0,080
20,0 0,0
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
NDVI
Gambar 12
Hubungan suhu udara dengan indeks kerapatan vegetasi Suhu udara di permukaan dipengaruhi oleh kerapatan vegetasi. Wilayah dengan kerapatan vegetasi tinggi memiliki suhu udara lebih rendah dibandingkan daerah kerapatan vegetasi rendah. Akan tetapi hubungan linier kerapatan vegetasi dengan suhu udara hanya berpengaruh 8% terhadap suhu permukaan (Gambar 12). Terdapat faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap suhu udara diantaranya adalah ketinggian tempat serta karakter permukaan dalam menerima radiasi matahari. Suhu udara di dataran tinggi memiliki nilai lebih rendah dibandingkan dengan dataran rendah. Akan tetapi Taman Nasional Kerinci dengan ketinggian 857 m2 di atas permukaan laut memiliki suhu udara rata-rata 21oC lebih tinggi dibandingkan Taman Nasional Bukit Tigapuluh dengan ketinggian 262 m2 yang memiliki suhu udara 19oC. Taman Nasional Bukit Tigapulah di Provinsi Jambi terletak di sisi gunung yang membelakangi cahaya matahari. Rendahnya jumlah radiasi persatuan luas yang diterima permukaan Taman Nasional Bukit Tigapuluh menjadikan taman nasional ini memiliki suhu udara lebih rendah dibandingkan Taman Nasional Kerinci dengan ketinggian lebih tinggi (Lampiran 6). Jenis tutupan lahan secara spasial memiliki karakter suhu udara berbeda. Perkotaan memiliki suhu paling tinggi dibandingkan jenis tutupan lahan lain. Pada perkotaan terdapat beberapa titik wilayah dengan suhu udara lebih rendah. Wilayah dengan suhu rendah disebabkan adanya lahan terbuka hijau di perkotaan. Wilayah dengan suhu rendah juga terdapat di batas luar wilayah perkotaan. Wilayah bersuhu rendah perkebunan kelapa sawit berbentuk persegi dengan perbedaan suhu yang nyata. Bentukan ini disebabkan oleh pola tanam perkebunan kelapa sawit. Hutan dan taman nasional didominasi oleh wilayah dengan suhu udara rendah. Terdapat titik wilayah dengan suhu tinggi akibat adanya lahan terbuka. Selain itu tepi luar hutan memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan inti hutan (Gambar 13).
18
Gambar 13 Suhu udara secara spasial pada 12 jenis tutupan lahan (a) warna biru tua menunjukan suhu 18-20oC (b) warna kuning menunjukan suhu 21-27oC (c) warna merah menunjukan suhu 27-29oC SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sebagian besar wilayah di Provinsi Jambi merupakan lahan bervegetasi dengan kerapatan tinggi. Perubahan fungsi lahan Provinsi Jambi dapat mempengaruhi komposisi neraca energi dan radiasi. Nilai albedo dan radiasi netto merupakan unsur iklim yang dipengaruhi oleh kerapatan vegetasi. Semakin tinggi kerapatan vegetasi suatu wilayah maka nilai albedonya akan semakin kecil dan radiasi netto wilayah tersebut akan semakin besar. Perkotaan dan pertambangan memiliki ARVI dan NDVI -0.1 dan 0.2 dengan albedo 0.07 serta radiasi netto sebesar 283 W m-2 dan 293 W m-2. Perkebunan kelapa sawit memiliki ARVI dan NDVI 0.74-0.85 dan 0.3-0.4 dengan nilai albedo 0.05-0.06 serta radiasi netto sebesar 329-347 W m-2. Perkebunan karet, hutan dan taman nasional memiliki ARVI dan NDVI 0.8-0.9 dan 0.3-0.4 dengan albedo 0.04-0.05 serta radiasi netto sebesar 339-367 W m-2. Kerapatan vegetasi juga mempengaruhi proporsi antara fluks bahang penguapan dan fluks bahang terasa. Wilayah dengan vegetasi rapat dan basah memiliki proporsi fluks bahang penguapan lebih besar dibandingkan wilayah dengan kerapatan vegetasi dan kebasahan wilayah rendah. Suhu udara beberapa jenis tutupan lahan sangat dipengaruhi oleh ketinggian dan kerapatan vegetasi. Semakin tinggi wilayah atau semakin rapat tutupan vegetasi wilayah maka semakin rendah suhu udara wilayah tersebut. Selain
19 dipengaruhi oleh ketinggian wilayah nilai suhu udara juga sangat dipengaruhi oleh karakter permukaan dalam menerima cahaya matahari. wilayah yang terdapat dibalik bayangan matahari memiliki suhu udara lebih rendah. Saran Perubahan fungsi lahan menyebabkan perubahan karakter iklim mikro suatu wilayah. Sehingga penetapan kebijakan yang lebih ramah lingkungan perlu diperhatikan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Pembagian wilayah dengan batas ruang yang lebih ketat pun perlu dilakukan. Selain itu perlu dilakukan pengamatan perubahan fungsi lahan serta iklim secara berkala sebagai landasan kebijakan pemerintah. Metode pendugaan karakter iklim dengan citra satelit perlu disempurnakan dengan memasukan unsur-unsur lain yang mempengaruhi kondisi iklim amatan seperti unsur kimiawi, hidrologi, dan biologi. Selain itu perlu dilakukan koreksi dan kalibrasi dengan menggunakan data pengukuran setiap kondisi iklim, lintang serta ketinggian tempat. Selain memasukan unsur hidrologi perlu juga dilakukan penelitian untuk menghasilkan nilai-nilai yang dibutuhkan dalam metode penelitian satelit seperti penentuan nilai konstanta bown serta pengaruhnya terhadap sudut datang matahari dan ketinggian tempat. Selain itu perlu dilakukan koreksi terhadap nilai konstanta tahanan aerodinamik dalam menentukan suhu udara dari suhu permukaan serta panas terasa. DAFTAR PUSTAKA Adiningsih ES, Kustiyo. 2005. Variability of Normalized Difference Vegetation Indices in Sumatra and its Relation to Climate Anomalies (Keragaman Indeks Vegetasi di Sumatera dan Hubungannya dengan Anomali Iklim). Jurnal Agromet 19 (1): 21 – 38. Aladosb I, Foyo-Morenoa I, Olmoa FJ, Alados-Arboledasa L. 2003. Short Communication Relationship between Net Radiation and Solar Radiation for Semi-Arid Shrub-Land. Journal of Agricultural and Forest Meteorology. 116(1):221–227.Doi:10.1016/S0168-1923(03)00038-8. Anonim. 1999. Landsat 7 Handbook. http://landsathandbook.gsfc.nasa.gov/. 12 Januari 2013]. Anthonia PM, Lawb EB, Unswortha HM, Vonga JR. 2000. Variation of Net Radiation over Heterogeneous Surfaces: Measurements and Simulation in a Juniper–Sagebrush Ecosystem. Journal of Agricultural and Forest Meteorology. 102(1):275–286. Badan Pusat Statistika Provinsi Jambi. 2009. Jambi Dalam Angka 2008. Jambi: BPS. Badan Pusat Statistika Provinsi Jambi. 2010. Jambi Dalam Angka 2009. Jambi: BPS. Badan Pusat Statistika Provinsi Jambi. 20011. Jambi Dalam Angka 2010. Jambi: BPS. Campbell, N. A., dan J. B. Reece. 2008. Biologi Edisi ke 8 Jilid 1. (diterjemahkan dari : Biology Eighth Edition, penerjemah : D.T. Wulandari). Penerbit Erlangga. Jakarta. 190-191 hal.
20 De Jager C, Duhau S, Van Geel B. 2010. Quantifying and Specifying the Solar Influence on Terrestrial Surface Temperature. Journal of Atmospheric and Solar-Terrestrial Physics. 72(1):926–937.Doi:10.1016/J.Jastp.2010.04.011 Departemen Dalam Negeri. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007. Tentang: Penataan Ruang. Dirgahayu D, Pawati. 2005. Rice Crop Modeling Using Age Index Based on Landsat 7ETM. International Conference of Map Asia, 22-25 Agustus 2005. GIS Development. Dobos E. 2003. Albedo. Encyclopedia of Soil Science. DOI: 10.1081/EESS.120014334. Fung CC, E Brown M. 2006. Intra-Seasonal Ndvi Change Projection in SemiArid Africa. Remote Sensing of Environment. 101(1):249– 256.Doi:10.1016/J.Rse.2005.12.014. Handoko. 1993. Radiasi Surya. In: Handoko (Eds), Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya. Bogor. Pp: 25-36. Holdena ZA, Abatzogloub JT, Lucec CH, Baggettd LS. 2011. Empirical Downscaling ff Daily Minimum Air Temperature at very Fine Resolutions in Complex Terrain. Journal of Agricultural and Forest Meteorology. 151(1):1066–1073.Doi:10.1016/J.Agrformet.2011.03.011. Khomaruddin MR, Bey A, Risdiyanto I. 2005. Identifikasi Neraca Energi di Beberapa Penggunaan Lahan untuk Deteksi Daerah Potensi Kekeringan di Surabaya, Gersik dan Sidoarjo. Pertemuan Ilmiah Tahunan Mapin XIV. Kustas WP, Daughtry CST. 1990. Estimation of the Soil Heat Flux/Net Radiation Ratio from Spectral Data. Agricultural and Forest Meteorology. 49:205-223. Kogan FN, Zhu X. 2001. Evolution of Long-Term Errors in Ndvi Time Series 1985-1999. Adv Space Res. 28:I49-153. Julien Y, Sobrino JA. 2010. Comparison of Cloud-Reconstruction Methods for Time Series of Composite NDVI Data. Remote Sensing of Environment 114(1): 618–625.Doi:10.1016/J.Rse.2009.11.001. Liu GR, Liang CK, Kuo TH, Lin TH, Huang SJ. 2004. Comparation of the NDVI, ARVI and AFRI Vegetation Index, Along qith their Relation with The AOD Using Spot 4 Vegetation Index;. TAO. 15(2):15-31. Liu X, Cheng Z, Yan L, Yin ZY. 2009. Elevation Dependency of Recent and Future Minimum Surface Air Temperature Trends in the Tibetan Plateau and it’s Surroundings. Journal of Global and Planetary Change. 68(1):164– 174.Doi:10.1016/J.Gloplacha.2009.03.017. Maharani A. 2012. Metode Neraca Energi Untuk Perhitungan Radiasi Transmisi Menggunakan Data Citra Landsat 7+ETM+. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Mavi HS, Tupper GJ. 1984. Agrometeorology : Principles and Applications of Climate Studies in Agriculture. New York : Food Products Press. Mcfarlanda TM, Van Riper C III , Johnsona GE. 2012. Evaluation of NDVI to Assess Avian Abundance and Richness Along the Upper San Pedro River. Journal of Arid Environments. 77(1):45-53. Doi:10.1016/J.Jaridenv.2011.09.010. Moody EG, King MD, Schaaf CB, Hall DK, Platnick S. 2007. Northern Hemisphere Five-Year Average (2000–2004) Spectral Albedos of Surfaces in the Presence of Snow: Statistics Computed from Terra MODIS Land Products.
21 Remote Sensing of Environment. 111(1): 337–345. Doi:10.1016/J.Rse.2007.03.026. Roswiniarti O, Solichin, Suwarsono. 2008. Potensi Pemanfaatan Data Spot untuk Estimasi Cadangan dan Emisi Karbon di Hutan Rawa Gambut Merang Sumatera Selatan. PIT Mapin XVII, Bandung 10-12-2008. Seller, PJ. Dickinson RE, Randal DA, Betts KA, Hall FG, Berry JA, Collatz J, Denning AS, Mooney A, Nobre HA et al. 1997. Modeling the Exchange of Energy, Water and Carbon between Continents and the Atmosphere. Science 275:502-509. Setiawan R. 2006. Model Neraca Energi untuk Perhitungan Leaf Area Indeks (LAI) di Lahan Bervegetasi Menggunakan Data Citra Satelit. [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Schneider D. Roberts DA. Kyriakidis PC. 2008. A VARI-Based Relative Grenness from MODIS Data for Computing the Fire Potential Index. Remote Sensing of Environment. 112(1):1151–1167.Doi:10.1016/J.Rse.2007.07.010. Singh D. Evaluation Of Long-Term NDVI Time Series Derived From Landsat Data Through Blending With MODIS Data. Atmósfera. 25(1):43-63. Slaton MR, Hunt ER, Smith WK. Estimating Near-Infrared Leaf Reflectance From Leaf Structural Characteristics. American Journal Of Botany. 88(2): 278–284. Sobrino JA, Gomez M, Jimenez-Munoz JC, Olioso A. 2007. Applicantion of a Simple Algorithm to Estimate Daily Evapotranspiration from NOAA-AVHRR Images for The Liberiang Peninsula. Remote Sensing of Environment. 110(1); 139-148. ; Doi:10.1016/J.Rse.2007.02.013. Sobrino JA, Gomez M, Jimenez-Munoz JC, Olioso A, Ghehebounic G. 2005. A Simple Algorithm to Estimate Evapotranspiration from DAIS Data Application to the DAISEX Compaigns. Journal of Hydrology. 315(1):117-125. Doi:10.1016/J.Hydrol.2005.03.027. Tang B, Li ZL. 2008. Estimation of Instantaneous Net Surface Longwave Radiation from Modis Cloud-Free Data. Remote Sensing of Environment. 112: 3482-3492.Doi:10.1016/J.Rse. 2008.04.004. Taha H. 1997. Urban Climates And Heat Islands: Albedo, Evapotranspiration, And Anthropogenic Heat. Energy And Buildings. 25:99-103. Trimmel H, Hagen K, Schari B, Erich MR, Scharf B, Weighs. 2013. The Influence of Vegetation on Energy Balance within Urban Settlements. Vienna. University of Natural Resources and Applied Life sciences. Twine ET, Kucharik JC, Foley AJ. 2004. Effects of Land Cover Change on The Energy and Water Balance of Mississippi River Basin. Journal of hydrology vol 5. American Meteorology Society. Utama w, Aini DN, Rekswanda GNW. 2012. Citra Satelit DEM dan Landsat 7+ETM dalam Analisis Patahan Manifestasi Geothermal Sebagai Tinjauan Awal untuk Penentuan Eksplorasi Geomagnetik di Wilayah Tiris Probolinggo. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah. Surabaya. ISSN 2301-6752. Wallace MJ, Hobbs VP. 2006. Atmospheric Science. Amsterdam. Boston. Heidelberg. London. New York. Oxford. Paris. San Diego. San Fransisco. Singapore. Sydney. Tokyo: Elsevier Academic Press
22 Wang X, Zender CS. 2010. MODIS Snow Albedo Bias at High Solar Zenith Angles Relative to Theory and to Insitu Observations in Greenland. Remote Sensing of Environment. 114(1):563–575.Doi:10.1016/J.Rse.2009.10.014. Weissa JL, Gutzlera DS, Coonrodb JEA, Dahmc CN. 2004. Seasonal and InterAnnual Relationships between Vegetation and Climate in Central New Mexico, USA. Journal of Arid Environments. 57(1):507–534.Doi:10.1016/S01401963(03)00113-7. Yonatan D. 2006. Studi Sebaran Titik Panas (Hotspot) Sebagai Indikator Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Jambi Tahun 2000-2004. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
23 LAMPIRAN Lampiran 1 ARVI dan NDVI jenis tutupan lahan Perkebunan Sawit 1
Indeks ARVI
Min 0.3
Mod 0.85
Max 1
NDVI
0.07
0.4
0.46
ARVI
0.02
0.82
1
NDVI
0.15
0.4
0.47
ARVI
0.2
0.81
0.9
NDVI
0.14
0.34
0.43
Perkebunan Sawit 4
ARVI NDVI
0.28 0.2
0.74 0.3
0.9 0.36
Perkebunan Karet
ARVI NDVI
0.2 0.2
0.9 0.4
1 0.5
Pertambangan
ARVI NDVI
0 -0.2
0.2 0.016
0.4 0.2
Perkotaan
ARVI NDVI
-0.4 -0.3
-0.1 0
0.8 0.47
Taman Nasional Bukit Tigapuluh
ARVI NDVI
0.4 0.061
0.8 0.3
0.95 0.45
Taman Nasional Bukit Duabelas
ARVI NDVI
0.7 0.3
0.9 0.4
0.1 0.5
Taman Nasional Kerinci
ARVI NDVI
0.3 0
0.8 0.3
0.95 0.5
Taman Nasional Serbak
ARVI NDVI
0.7 0.2
0.9 0.4
1 0.5
Perkebunan Sawit 2
Perkebunan Sawit 3
Hutan Harapan
ARVI 0.7 0.9 1 NDVI 0.26 0.4 0.5 Keterangan: Perkebunan karet 1 lebih tua dari perkebunan karet 2, 3 dan 4. Perkebunan karet 2 lebih tua dari perkebunan karet 3 dan 4. Perkebunan karet 3 lebih muda dari perkebunan karet 4.
24 Lampiran 2 Radiasi gelombang pendek Rs in (W m-2)
Jenis Tutupan Lahan Perkebunan Sawit 1
Perkebunan Sawit 2
Perkebunan Sawit 3
Perkebunan Sawit 4
Perkebunan Karet
Pertambangan
Perkotaan
Taman Nasional Bukit Tigapuluh Taman Nasional Bukit Duabelas Taman Nasional Kerinci Taman Nasional Serbak Hutan Harapan
Rs out (W m-2)
Min
Mod
Max
Min
Mod
Max
Vegetasi
741
779
840
27
36
54
Non Vegetasi
755
799
876
38
53
105
Vegetasi
746
800
838
30
40
59
Non Vegetasi
734
803
889
37
52
107
Vegetasi
750
827
877
30
50
61
Non Vegetasi
732
806
890
40
53
87
Vegetasi
746
816
863
32
49
69
Non Vegetasi
744
797
878
42
54
97
Vegetasi
737
798
849
26
37
57
Non Vegetasi
738
799
913
37
53
137
Vegetasi
731
806
874
31
39
72
Non Vegetasi
733
807
907
36
55
109
Vegetasi
722
794
868
30
39
76
Non Vegetasi
715
804
964
36
78
145
Vegetasi
771
813
851
32
39
49
Vegetasi
744
788
832
22
32
42
Vegetasi
754
811
855
26
35
44
Vegetasi
768
826
868
29
45
63
761 790 834 27 32 42 Vegetasi Keterangan : Neraca radiasi yang dimasukan dalam perhitungan hanya menggunakan sebagian panjang gelombang PAR (Photosintetic Active Radiation) tidak seluruh radiasi gelombang pendek.
25 Lampiran 3 Radiasi gelombang pendek netto dan Albedo Rs net (W m-2)
albedo
Jenis Tutupan Lahan Perkebunan Sawit 1 Vegetasi
0,05
0,07
0,12
717
747
771
6
0,04
0,05
0,07
716
760
780
96
0,05
0,07
0,12
697
751
783
4
0,04
0,06
0,07
720
777
815
74
0,06
0,07
0,10
692
753
803
26
0,04
0,06
0,08
713
767
794
38
Non Vegetasi
0,06
0,07
0,11
701
743
781
62
Vegetasi
0,04
0,05
0,07
711
762
792
95
Non Vegetasi
0,05
0,07
0,15
701
746
776
5
Vegetasi
0,04
0,05
0,08
700
766
802
76
Non Vegetasi
0,05
0,07
0,12
698
752
798
24
Vegetasi
0,04
0,05
0,09
692
755
793
46
Non Vegetasi
0,05
0,10
0,15
679
726
819
54
Vegetasi
0,04
0,05
0,06
739
774
802
100
Vegetasi
0,03
0,04
0,05
723
757
790
100
Vegetasi
0,03
0,04
0,05
728
776
810
100
Vegetasi
0,04
0,05
0,07
739
781
805
100
Non Vegetasi Perkebunan Sawit 2 Vegetasi Non Vegetasi Perkebunan Sawit 3 Vegetasi Non Vegetasi Perkebunan Sawit 4 Vegetasi
Perkebunan Karet
Pertambangan
Perkotaan
Taman Nasional Bukit Tigapuluh Taman Nasional Bukit Duabelas Taman Nasional Kerinci Taman Nasional Serbak
Luas Wilayah Min Mod Max Min Mod Max (%) 0,04 0,05 0,06 713 743 786 94
0,04 0,04 0,05 734 759 792 100 Vegetasi Keterangan: Nilai albedo bernilai lebih kecil dari nilai seharusnya karena dalam perhitungan hanya menggunakan spektral cahaya tampak. Data dengan cetak tebal dimasukan dalam Gambar 5.
Hutan Harapan
26 Lampiran 4 Radiasi netto dan fluks bahang permukaan Rn (W m-2)
Jenis Tutupan Lahan Perkebunan Sawit 1
Perkebunan Sawit 2
Perkebunan Sawit 3
Perkebunan Sawit 4
Perkebunan Karet
Pertambangan
Perkotaan
Taman Nasional Bukit Tigapuluh Taman Nasional Bukit Duabelas Taman Nasional Kerinci Taman Nasional Serbak Hutan Harapan
G (W m-2)
Min
Mod
Max
Min
Mod
Max
Vegetasi
294
347
380
29
35
38
Non Vegetasi
253
303
333
25
30
33
Vegetasi
292
342
378
29
34
38
Non Vegetasi
252
306
328
25
31
33
Vegetasi
294
329
366
29
33
37
Non Vegetasi
268
300
323
27
30
32
Vegetasi
297
340
354
30
34
35
Non Vegetasi
247
293
323
25
29
32
Vegetasi
295
352
384
29
35
38
Non Vegetasi
231
295
337
23
29
34
Vegetasi
275
341
371
28
34
37
Non Vegetasi
237
283
326
24
28
33
Vegetasi
273
335
367
27
34
37
Non Vegetasi
225
258
346
22
26
35
Vegetasi
336
359
381
34
36
38
Vegetasi
325
360
393
33
36
39
Vegetasi
336
367
396
34
37
40
Vegetasi
336
367
396
34
37
40
314 339 372 31 34 37 Vegetasi Keterangan : Fluks bahang permukaan diasumsikan bernilai 10% dari total radiasi netto
27 Lampiran 5 Fluks bahang terasa dan fluks bahang penguapan Jenis Tutupan Lahan
H (W m-2) Min Mod Max
LE (W m-2) Min Mod Max
Perkebunan Sawit 1
22
26
28
243
286
313
Non Vegetasi 190
227
250
38
45
50
22
26
28
241
282
312
Non Vegetasi 189
230
246
38
46
49
22
25
27
243
271
302
Non Vegetasi 201
225
243
40
45
49
22
26
27
245
281
292
Non Vegetasi 185
220
242
37
44
48
22
26
29
243
290
317
Non Vegetasi 173
221
252
35
44
50
21
26
28
227
281
306
Non Vegetasi 178
213
244
36
43
49
Perkotaan
20 Vegetasi Non Vegetasi 169
25 193
28 259
225 34
277 39
303 52
Taman Nasional Bukit Tigapuluh Taman Nasional Bukit Duabelas Taman Nasional Kerinci Taman Nasional Serbak
Vegetasi
25
27
29
277
296
315
Vegetasi
24
27
29
268
297
324
Vegetasi
25
28
30
278
303
327
Vegetasi
24
25
28
259
279
307
Perkebunan Sawit 2
Perkebunan Sawit 3
Perkebunan Sawit 4
Perkebunan Karet
Pertambangan
Hutan Harapan
Vegetasi
Vegetasi
Vegetasi
Vegetasi
Vegetasi
Vegetasi
25 27 29 279 301 324 Vegetasi Keterangan : Nilai fluks bahang terasa dan fluks bahang penguapan hanya menggunakan faktor jenis tutupan lahan dan tidak belum memasukan neraca air serta unsur atmosfer lainnya
28 Lampiran 6 Suhu udara dan suhu permukaan Ta (Co)
Jenis Tutupan Lahan Perkebunan Sawit 1
Perkebunan Sawit 2
Perkebunan Sawit 3
Perkebunan Sawit 4
Perkebunan Karet
Pertambangan
Perkotaan
Taman Nasional Bukit Tigapuluh Taman Nasional Bukit Duabelas Taman Nasional Kerinci Taman Nasional Serbak Hutan Harapan
Vegetasi
Ts (Co)
Ketinggian Tempat Min Mod Max Min Mod Max (m) 23 23 23 23 23 23 21
Non Vegetasi
24
25
26
28
27
28
Vegetasi
23
23
23
23
23
23
Non Vegetasi
25
25
26
28
28
28
Vegetasi
23
23
24
23
23
24
Non Vegetasi
26
27
27
29
30
30
Vegetasi
24
24
25
24
24
25
Non Vegetasi
28
28
28
30
31
31
Vegetasi
23
23
23
23
23
23
Non Vegetasi
24
25
26
28
27
28
Vegetasi
24
25
25
24
25
25
Non Vegetasi
28
29
29
30
32
32
Vegetasi
23
23
24
23
23
24
Non Vegetasi
27
29
29
29
31
32
Vegetasi
17
19
21
17
19
21
262
Vegetasi
22
22
21
22
22
21
81
Vegetasi
18
21
22
18
21
22
857
Vegetasi
20
22
22
20
22
22
7
23 23 23 Vegetasi 23 23 23 Keterangan : Data ketinggian tempat diunduh dari http://srtm.csi.cgair.org
12
12
12
31
31
23
70
29
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta 13 November 1991 sebagai anak kedua dari Bapak Marholan dan Ibu Heriyani. Penulis memiliki seorang kakak perempuan bernama Marshela sobri serta dua orang adik bernama Nisfu Khoirunnisa dan Ahlul Fikri. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2003 di SDN Kebayoran Lama Selatan 01 Jakarta Selatan. Penulis melanjutkan jenjang pendidikan di Pondok Pesantren Miftahul Ulum dan bersekolah di Madrasah Tsanawiyah Manaratul Islam. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di MTs Manaratul Islam Pada tahun 2006 dan melanjutkan pendidikan menengah atas di yayasan yang sama. Penulis menyelesaikan pendidikan di Madrasah Aliyah Manaratul Islam pada tahun 2009. Penulis melanjutkan pendidikan di IPB pada tahun 2009 melalui jalur beasiswa yang diprogramkan oleh Departement Agama RI. Penulis mendalami neraca energi dan radiasi sebagai bidang khusus penelitian di Departemen Geofisika Meteorologi IPB. Selama menjalani perkuliahan penulis aktif di organisasi CSS MoRA IPB yang merupakan komunitas yang didirikan oleh mahasiswa yang mendapatkan beasiswa departemen agama. Di CSS MoRA penulis berposisi sebagai anggota sejak tahun 2009 dan menjadi pengurus pada periode 2010-2011. Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdatul Ulama) sejak tahun 2010 dan menjadi pengurus di tahun yang sama dalam bidang kajian fiqih.