Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Trias Aditya Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
Key words: SRGI, pemetaan kolaboratif, web services, chaining, WCTS
RINGKASAN Berlakunya Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI) 2013 sebagai sistem referensi tunggal pemetaan di Indonesia membawa konsekuensi produksi peta dan informasi baru harus menggunakan sistem koordinat berbasis SRGI. Produksi peta dan aplikasi baru untuk suatu tujuan tertentu seringkali mengharuskan adanya integrasi beragam data, peta, dan aplikasi yang sudah ada. Seiring dengan perkembangan teknologi pemetaan saat ini, peta dan aplikasi geospasial disajikan sebagai produk peta siap cetak (offline) maupun peta berbasis internet (online). Makalah ini akan membahas penerapan pemetaan kolaboratif untuk di atas lapangan dan meja (offline) maupun pada media internet (online). Untuk mendukung penyediaan peta offline, pemetaan kolaboratif yang memungkinkan integrasi peta dan data multi-pihak perlu menggunakan data dan peta dasar berbasis sistem koordinat nasional sebagai acuan aktivitas penggambaran dan integrasi data. Untuk mewujudkan penyediaan peta online, pemetaan kolaboratif perlu menerapkan standar internasional terkait akses data, pemrosesan dan transformasi koordinat sebagai sebuah layanan berbasis web. Dalam hal ini layanan transformasi koordinat dengan standar WCTS dapat disediakan sebagai sumberdaya tunggal untuk memenuhi kebutuhan transformasi koordinat secara online. Di samping itu, WCTS dapat digunakan sebagai bagian dari sumberdaya-sumberdaya online yang disusun sebagai sebuah rantai proses (service chaining). Peluang dan tantangan pemanfaatan SRGI sebagai sistem acuan dalam pemetaan kolaboratif untuk menghasilkan informasi dan solusi baik secara offline maupun online akan dibahas untuk merumuskan rekomendasi penerapan pemetaan kolabroatif guna mendukung kebijakan peta tunggal.
1/20 Trias Aditya Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Seminar dan Workshop ISI 2014 SRGI 2013 MENUJU SISTEM ACUAN TUNGGAL PEMETAAN NASIONAL Pekanbaru, Riau, 21 – 22 Mei 2014
Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Trias Aditya Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
1. PENDAHULUAN Sistem Referensi Geospasial 2013 merupakan suatu sistem referensi koordinat nasional yang digunakan dalam pendefinisian dan penentuan posisi horizontal dan vertikal titik di atas permukaan bumi maupun nilai gayaberat berikut perubahannya sebagai fungsi waktu. SRGI ditetapkan sebagai referensi tunggal survei dan pemetaan di Indonesia yang kompatibel dengan sistem referensi geospasial global. SRGI terdiri dari: (i) sistem referensi koordinat (mengacu pada International Terrestrial Reference System), (ii) kerangka referensi koordinat (realisasi dari sistem referensi koordinat melalui sebaran staisun dan titik kontrol geodesi dengan nilai koordinat awal didefinisikan pada epoch 2012.0 tanggal 1 Januari 2012 dan terikat kepada kerangka referensi global ITRF2008), (iii) datum geodetik, dan (iv) perubahan nilai koordinat sebagai nilai waktu. Tujuan utama adanya SRGI 2013 adalah untuk menyediakan referensi tunggal horisontal dan vertikal guna mendukung kebijakan one-map policy. Berlakunya Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI) 2013 sebagai sistem referensi tunggal pemetaan di Indonesia membawa konsekuensi bahwa produksi peta dan informasi baru harus menggunakan sistem koordinat berbasis SRGI. Secara konsep, penggunaan kerangka referensi koordinat yang baru menimbulkan perubahan nilai koordinat suatu titik yang sebelumnya dinyatakan di atas sistem koordinat berdatum geodetik nasional ‘95 (DGN95). Hal ini berdampak pada aktivitas pembuatan peta-peta baru. Peta-peta baru dapat dihasilkan dari aktivitas pengumpulan data geospasial baru maupun dari pengintegrasian data geospasial dan peta lama. Produksi peta dan aplikasi baru untuk suatu tujuan tertentu seringkali mengharuskan adanya integrasi beragam peta dan aplikasi yang sudah ada. Integrasi beragam peta dan aplikasi yang ada dapat melibatkan beragam sumber data dan beragam penyedia data sebagai sebuah proses kolaboratif. Proses kolaboratif meliputi kegiatan pengumpulan, validasi, dan penggabungan data geospasial untuk suatu tujuan tertentu yang melibatkan partisipasi dan sinkronisasi multi pihak penyedia data geospasial, meliputi pihak pemerintah, swasta dan masyarakat. Dalam perkembangan sains informasi geospasial, fenomena tersebut sering disebut sebagai pemetaan kolaboratif. Proses pemetaan kolaboratif dapat berlangsung di atas lapangan dan studio untuk menghasilkan produk peta siap cetak (offline) maupun di atas browser untuk menghasilkan peta dan layanan instan (online). Makalah ini akan berfokus pada kebutuhan yang harus dipenuhi pada saat penyusunan produk peta kolaboratif untuk disajikan dalam koordinat yang mengacu kepada SRGI 2013 baik secara offline dan online. Di akhir makalah, disajikan 2/20 Trias Aditya Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Seminar dan Workshop ISI 2014 SRGI 2013 MENUJU SISTEM ACUAN TUNGGAL PEMETAAN NASIONAL Pekanbaru, Riau, 21 – 22 Mei 2014
peluang dan tantangan aktualisasi dan impelementasi peta kolaboratif produk cetak dan produk web berbasis SRGI. 2. PEMETAAN KOLABORATIF BERBASIS SRGI 2.1 Integrasi Data dan Informasi Geospasial Integrasi data geospasial umumnya dilakukan untuk menghasilkan suatu produk atau keluaran baru. Ketika proses integrasi data melibatkan beragam data dilakukan, keluaran dari proses ini dapat berupa data, peta, informasi, ataupun solusi baru. Berikut adalah penjelasan yang membedakan keempat hal tersebut. Data : adalah angka, teks, gambar, video atau format lain yang belum terorganissi dan masih mentah yang merupakan hasil pengukuran, perekaman dan penulisan fakta dan kejadian yang dapat dibaca oleh manusia dan disimpan serta diakses oleh komputer. Peta : adalah hasil keluaran proses kompilasi, pemrosesan, analisis dan penyajian data geospasial melalui piranti lunak standar industri bidang bidang survei dan pemetaan informasi geospasial dasar dan tematik. Informasi : merupakan data yang telah diproses dan selanjutnya diinterpretasi oleh piranti lunak pengelola data sehingga diperoleh arti dan maksud dari data yang disajikan. Solusi : merupakan bentuk standar dan pendekatan acuan yang diberikan untuk memecahan suatu permasalahan yang melibatkan penanganan data dan informasi geospasial. Layanan berbasis web (services): merupakan satu titik akses yang dapat melayani permintaan yang dikirim oleh klien dan atau sumberdaya web dengan suatu respon dalam bentuk data, informasi, peta,atau pun solusi. Contoh hasil integrasi yang menghasilkan data geospasial baru adalah: data pengukuran survei topografi digabungkan dengan data survei pengeboran lahan gambut menghasilkan data kedalaman gambut. Contoh peta baru hasil integrasi adalah penggunaan peta morfologi wilayah, peta tataguna lahan, peta kelompok rentan bencana banjir, dan peta permukiman untuk menghasilkan peta kerentananan terhadap bahaya banjir. Adapun contoh informasi baru adalah integrasi informasi kemacetan lalu lintas pada segmen tertentu dengan informasi panjang segmen jalan sehingga didapatkan informasi estimasi waktu tempuh menuju titik tujuan. Contoh solusi adalah model dan template analisis yang dimanfaatkan untuk mencari tempat terbaik (suitability analysis) untuk pembuatan halte bus. Contoh layanan baru yang dapat dihasilkan dari proses chaining (penyinambungan layanan) adalah penyediaan akses informasi cuaca dan ramalan cuaca yang disusun dari gazetteer service, geocoding service, dan weather service. Proses integrasi untuk menghasilkan data baru, peta baru, informasi baru, dan solusi baru tersebut, pada aktualisasi yang sesungguhnya, mensyaratkan adanya sistem koordinat yang sama. Untuk mendukung hal ini, idealnya setiap data, informasi dan layanan yang diintegrasikan berada dalam sistem koordinat yang sama dan mengacu pada SRGI yang sudah diterbitkan. Meskipun pada prinsipnya semua data dan informasi geospasial dapat diintegrasikan namun sebenarnya yang membatasi layaknya integrasi data dan peta, selain sistem koordinat tunggal yang digunakan, adalah tingkat kedetilan peta. 3/20 Trias Aditya Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Seminar dan Workshop ISI 2014 SRGI 2013 MENUJU SISTEM ACUAN TUNGGAL PEMETAAN NASIONAL Pekanbaru, Riau, 21 – 22 Mei 2014
Saat melibatkan data yang berasal dari peta beragam skala atau citra beragam resolusi, maka idealnya peta hasil direpresentasikan mengikuti peta dengan skala terkecil. Hal ini sangat ideal karena apabila beragam peta dengan beragam skala digabung secara geometri, maka terdapat distorsi dan ketidakakuratan representasi pada peta-peta yang memiliki skala lebih kecil dibanding representasi fitur-fitur geospasial peta berskala terbesar. Namun demikian, untuk beberapa alasan tertentu misalnya faktor cakupan dan kelengkapan data yang lebih luas, maka peta berskala terbesar dan citra beresolusi tertinggi dapat menjadi dasar pengintegrasian data dengan beberapa syarat. Pertama, peta dengan skala lebih kecil atau citra resolusi lebih rendah hanya digunakan untuk mendapatkan gambaran atau indikasi posisi dan letak fiturfitur geospasial tertentu. Artinya representasi fitur geospasial dan kenampakan pada peta skala kecil dan data beresolusi lebih rendah hanya digunakan sebagai bahan interpretasi dan digitasi pada sumberdata yang memiliki skala lebih besar. Kedua, selisih antar skala tidak boleh terlalu ekstrim, misalnya integrasi peta berskala menengah (misal 1:50.000) dengan peta skala besar (misal 1:5.000), dikarenakan level kedetilan keduanya sudah sangat berbeda, bahkan tipe data pada dua skala yang berlainan untuk satu fitur yang sama dapat sangat berbeda.
2.2 Pemetaan Kolaboratif Pemetaan kolaboratif memiliki tujuan penyusunan peta untuk mendukung aktivitas tertentu yang melibatkan proses akuisisi dan penyajian data geospasial dari beragama sumber dan instansi. Proses pemetaan yang dilaksanakan disebut kolaboratif karena pada umumnya melibatkan beragam data, beragam institusi dan pihak (termasuk masyarakat), melibatkan pekerjaan studio dan lapangan (validasi dan survei langsung dengan GPS) yang berorientasi pada berbagi pakai dan saling melengkapi. Seriring dengan perkembangan teknologi pemetaan saat ini, peta dan aplikasi geospasial disajikan sebagai produk peta siap cetak (offline) maupun peta berbasis internet (online). Makalah ini akan fokus membahas pada strategi pemetaan kolaboratif untuk media offline maupun online. 2.2.1 Pemetaan Kolaboratif offline Untuk mendukung penyediaan peta offline, pemetaan kolaboratif yang memungkinkan integrasi peta dan data multi-pihak perlu menggunakan data dan peta dasar berbasis sistem koordinat nasional berbasis SRGI serta standar survei dan pemetaan pendukung sebagai acuan aktivitas penggambaran dan integrasi data geospasial. Pada umumnya pemetaan kolaboratif merupakan usaha bersama untuk menghasilkan informasi tematik baru yang didapatkan dari proses pengelolaan dan analisis data dari beragam sumber. Dalam hal ini, dibutuhkan peta dasar atau peta acuan yang baik dan sesuai kebutuhan penyajian detil pada skala tujuan/target. Untuk memberikan ilustrasi contoh peta kolaboratif yang dihasilkan adalah peta risiko banjir lahar di Sungai Code (2011) dan peta kolaboratif validasi area terdampak langsung Gunung Merapi (2013). Kedua aktivitas pemetaan ini masing-masing melibatkan beragam sumber data dan partisipasi pemangku kepentingan. Keduanya menggunakan peta dasar hasil pemetaan foto udara, dimana peta dasar di Code dihasilkan dari pemotretan tanpa awak di-fusi-kan dengan citra satelit tahun 2011 sedangkan peta dasar di Merapi dihasilkan dari pemotretan 4/20 Trias Aditya Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Seminar dan Workshop ISI 2014 SRGI 2013 MENUJU SISTEM ACUAN TUNGGAL PEMETAAN NASIONAL Pekanbaru, Riau, 21 – 22 Mei 2014
foto udara dan LIDAR tahun 2012. Sistem koordinat yang digunakan pada kedua kasus tersebut dinyatakan dengan kode geodetik sebagai epsg:32749 yaitu (UTM Zone 49 S pada WGS84).
(A) Peta Partisipatif Dampak Banjir Lahar di Sungai Code (Skala 1:5.000)
(B) Peta Kolaboratif Area Terdampak Langsung Awan Panas Gunung Merapi (skala 1:2.500)
Gambar 1. Contoh hasil pemetaan kolaboratif; 1A. Kawasan permukiman terdampak lahar di Sungai Code 1B. Dusun terdampak awan panas di Gunung Merapi. Peta dasar yang digunakan merupakan kanvas dalam proses pemetaan kolaboratif. Data dan informasi geospasial yang diintegrasikan diplotkan dengan menyesuaikan geometri dan detil informasi yang ada di atas peta dasar. Pada kasus pemetaan kolaboratif di Sungai Code (Aditya 2014), data tervalidasi hasil pemetaan partisipatif dan bidang tanah dari Kantor Pertanahan diintegrasikan dengan cara menjadikan detil fitur topografi (misalnya jalan, sungai) yang digambarkan di atas peta dasar sebagai acuan. Dalam hal ini koordinat data hasil pemetaan partisipatif dan peta bidang tanah dibawa ke sistem koordinat UTM 49 S pada WGS 84. Pada kasus pemetaan kolaboratif di Merapi (Aditya 2013), di atas peta dasar, peta rencana tata ruang PU, peta partisipatif warga, peta rencana tapak hunian tetap, peta blok pertanahan, peta area terdampak langsung hasil survei 2010, peta Kawasan Rawan Bahaya 2010, peta batas daerah dari Kabupaten Sleman diintegrasikan ke atas kanvas yaitu peta dasar pemetaan Merapi hasil survei foto udara dan LIDAR. Semua koordinat dinyatakan sebagai epsg:32749. Selanjutnya dilakukan workshop pemetaan partisipatif melibatkan pemangku kepentingan dan 5/20 Trias Aditya Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Seminar dan Workshop ISI 2014 SRGI 2013 MENUJU SISTEM ACUAN TUNGGAL PEMETAAN NASIONAL Pekanbaru, Riau, 21 – 22 Mei 2014
survei GPS menggunakan GPS tipe geodetik untuk memvalidasi batas dusun dan batas ATL (Area Terdampak Langsung). Sistem koordinat peta akhir meski sudah dinyatakan ke dalam sistem koordinat nasional yaitu menggunakan UTM sebagai sistem proyeksi (BIG 2013b), namun belum dinyatakan di atas SRGI 2013. Hal ini dikarenakan peta dasar yang digunakan sebagai acuan masing-masing diproduksi pada tahun 2011 dan 2012 (serta diupdate dengan survei GPS teliti pada tahun 2013) , yang berarti sebelum diterbitkannya ketentuan SRGI 2013. Oleh karenanya, sistem koordinat peta akhir apabila sangat diperlukan dapat diproyeksikan ke SRGI 2013. Pada umumnya pemetaan kolaboratif lahir dari adanya motivasi untuk menghasilkan peta tunggal sebagai dasar perencanaan dan aksi untuk semua instansi. Sebagai contoh pemetaan kolaboratif Merapi. Kegiatan ini berawal dari kenyataan banyaknya data spasial (data GIS) dan citra satelit merepresentasikan area bahaya/terdampak yang dihasilkan sebagai produk kegiatan respon instansi pemerintah dan swasta, sedangkan sampai dengan saat respon berjalan belum juga disepakati peta dasar sebagai panduan penataan ruang dan implementasi aturan Bupati tentang area terdampak langsung. Inisiatif pemetaan kolaboratif tersebut sekaligus dilakukan untuk menggabungkan dan melakukan validasi data dari beragam sumber. Dari dua kasus pemetaan kolaboratif tersebut, disajikan startegi pemetaan kolaboratif berupa data kolaboratif, metode, proses dan penyajian hasil. A. Data Kolaboratif Data yang dikontribusikan dalam proses pemetaan kolaboratif hendaknya diketahui spesifikasi teknis dan riwayat pembuatan datanya. Hal ini dapat diperoleh melalui metadata. Namun sayangnya, data yang tersedia dari institusi penyedia data umumnya diperoleh tanpa metadata.Idealnya deskipsi, riwayat dan kualitas data (baik geometri maupun atribut) terdokumentasikan di dalam metadata. Untuk kasus seperti ini, seperti halnya pada dua kasus pemetaan kolaboratif disebut di atas, dibutuhkan usaha ekstra untuk mendapatkan riwayat data dengan cara melakukan wawancara kepada pengelola data. Dari data yang dikontribusikan hendaknya dilakukan pemilahan guna menentukan jenis penggunaan data, yaitu: 1. Data penyusun peta dasar misalnya foto udara, data elevasi, peta dasar pendaftaran tanah. 2. Data penyusun informasi tematik misalnya peta bangunan, peta KRB, peta perencanaan berbasis komunitas, hasil survei lapangan area terdampak langsung. B. Metode Pada dasarnya metode yang dilakukan adalah gabungan teknik survei dan pemetaan yang ada yaitu: pengumpulan dan pemrosesan data primer, kompilasi data, pemetaan partisipatif, pekerjaan GIS (Geographic Information Systems) dan Kartografi. Pengumpulan dan pemrosesan data primer meliputi pemotretan foto udara dan LIDAR serta survei GPS/GNSS untuk menghasilkan peta citra terektifikasi. Kompilsi data meliputi pengumpulan dan penggabungan data sekunder untuk melengkapi data dasar maupun untuk menyajikan data tematik di atas peta dasar. Pemetaan partisipatif dimanfaatkan untuk mengumpulkan masukan 6/20 Trias Aditya Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Seminar dan Workshop ISI 2014 SRGI 2013 MENUJU SISTEM ACUAN TUNGGAL PEMETAAN NASIONAL Pekanbaru, Riau, 21 – 22 Mei 2014
data bahkan koreksi dan validasi terhadap obyek tergambar kepada perwakilan warga atau instansi pemangku kepentingan. Sedangkan pekerjaan GIS dan kartografi merupakan kegiatan untuk mengintegrasikan hasil proses kolaboratif dalam bentuk basisdata spasial kolaborasi serta mengkomunikasikan hasil proses kolaboratif dalam bentuk peta. C. Proses Salah satu hal yang membedakan pemetan kolaboratif dengan pemetaan konvensional lainnya adalah diperlukannya komunikasi antar pemangku kepentingan, koordinasi dan kegiatan fasilitasi untuk mengakomodasi interaksi antar pemangku kepentingan dalam menyepakati data, metode serta dalam melakukan validasi dan koreksi terhadap hasil pemetaan. Terkait dengan hal ini, dari pengalaman dua kasus pemetaan kolaboratif, proses pemetaan yang dilakukan dapat mendukung perbaikan kualitas data (dasar dan tematik) dalam hal: Kontribusi bagi pembaharuan dan peningkatan kualitas data geospasial dasar 1. Tambahan penggambaran fitur geospasial fitur-fitur geospasial obyek buatan manusia dan alami acuan (topografi). 2. Perbaikan posisi, dimensi dan representasi obyek topografi yang tergambar pada peta dasar yang disepakati. 3. Perbaikan nama tempat yang ada di peta dasar Kontribusi bagi pembaharuan dan peningkatan kualitas data geospasial tematik 1. Tambahan data tematik berbasis lokasi fitur-fitur geospasial yang tertuang dalam peta dasar, misalnya data keterdampakan dan kesiapsiagaan. 2. Perbaikan data dan informasi tematik setelah adanya validasi dan umpan balik dari peserta pemetaan kolaboratif. Proses koordinasi dan fasilitasi interaksi yang terjadi, misalnya untuk kegiatan pemetaan kolaboratif di Merapi, dapat dirangkum melalui grafik sebagai berikut:
Gambar 2. Proses pemetaan disertai koordinasi, survei bersama, komunikasi publik, pemetaan partisipatif dan workshop pemetaan di 3 desa. 7/20 Trias Aditya Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Seminar dan Workshop ISI 2014 SRGI 2013 MENUJU SISTEM ACUAN TUNGGAL PEMETAAN NASIONAL Pekanbaru, Riau, 21 – 22 Mei 2014
D. Penyajian Hasil Penyajian hasil tidak saja sebatas menyajikan peta dasar dan informasi tematik yang dibawa sebagai hasil proses survei pemetaan kolaboatif dengan menerapkan prinsip desain kartografi, namun juga merepresentasikan peta dalam sistem koordinat nasional terproyeksi (UTM) ataupun dalam sistem koordinat geografis (apabila diperlukan). Termasuk untuk menyajikan peta dalam sistem koordinat bereferensi pada SRGI 2013. Dikarenakan kegiatan survei dan pemetaan dilakukan sebelum SRGI 2013 dikeluarkan, maka transfromsi koordinat harus dilakukan sepanjang titik-titik referensi pengkuran dan survei yang ada sudah dihitung koordinatnya di dalam SRGI 2013. Sepanjang ketersediaan deskripsi parameter shift datum bagi semua titik kontrol pemetaan dalam SRGI 2013 belum ada (sesuai Perka No. 15/2013 merupakan tanggung jawab BIG) maka peta hasil pemetaan kolaboratif dapat disimpan dalam sistem koordinat koordinat nasional yang belum terupdate ke SRGI 2013. 2.2.2 Pemetaan Kolaboratif online Untuk mewujudkan penyediaan peta online, pemetaan kolaboratif perlu menerapkan standar internasional terkait akses data, pemrosesan dan transformasi koordinat sebagai sebuah layanan berbasis web. Secara konseptual, cara online membutuhkan fasilitasi interaksi antar sumberdaya web dari beragam sumber penyedia peta seperti halnya cara offline dijelaskan di atas. Hanya saja tingkat interaksi manusia di dalam proses banyak diambil alih oleh mesin komputer melalui jaringan internet. Secara garis besar jenis kolaborasi yang diperoleh ada dua: A. Pemetaan kolaboratif berfokus pada pengumpulan data masukan dari pengguna langsung melalui antar muka peta online dinamik. Contoh: aplikasi pemetaan online yang mengakomodasi partisipasi pemangku kepentingan untuk membuat data titik, garis, maupun luasan berikut atributnya, sekaligus mengakomodasi koreksi dan validasi dari pengguna yang lain terhadap data partisipasi yang sudah di gambar. Selanjutnya, hasil pemetaan bersama secara online tersebut didownload dan dijadikan acuan untuk maisng-masing kegiatan pengguna. Internet Peta online
Kontribusi penambahan dan perbaikan data geospasial oleh pengguna
Pengguna individu atau Pengguna individu atau kelompok Pengguna individu atau kelompok kelompok
Gambar 3. Konsep pemetaan kolaboratif dengan aplikasi peta online dinamik B. Pemetaan kolaboratif menggunakan beberapa layanan web services dengan atau tanpa membentuk rantai proses (services chaining). Contoh: layanan chaining yang 8/20 Trias Aditya Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Seminar dan Workshop ISI 2014 SRGI 2013 MENUJU SISTEM ACUAN TUNGGAL PEMETAAN NASIONAL Pekanbaru, Riau, 21 – 22 Mei 2014
melibatkan web services geocoding, web services transformasi koordinat, dan web services pembuatan area penyangga (buffer) serta web services tumpangsusun untuk evaluasi area aman permukiman bebas bahaya tanah longsor.
Web services
Internet Web services
Web services Antarmuka aplikasi
Web services
Gambar 4. Konsep pengkolaborasian sumberdaya web services dari beragam penyedia layanan web untuk memberikan solusi bereferensi data geospasial. Perbedaan mendasar keduanya adalah, kolaborasi pertama dilakukan oleh beragam pengguna pada saat bersamaan (synchronous) atau saat tidak bersamaan (asynchronous) melalui suatu aplikasi peta online dinamik, sedangkan kolaborasi kedua dilakukan oleh beragam web services melalui orkestrasi maupun penggabungan services yang diakses oleh seorang pengguna melalui suatu aplikasi. Sangat dimungkinkan, kombinasi antara keduanya diwujudkan sehingga suatu aplikasi diakses oleh beragam pengguna dan melibatkan beragam web services. A. Pemetaan kolaboratif dengan aplikasi peta online dinamik Pemetaan online ini disusun dari empat komponen utama yaitu antarmuka peta sebagai kanvas kolaborasi, partisipasi pengguna, basisdata dan sumberdaya web pendukung, dan piranti untuk memfasilitasi interaksi pengguna. 1. Antarmuka peta sebagai kanvas kolaborasi Antarmuka peta yang digunakan umumnya memanfatkan layanan peta online yang dapat dikustomisasi dan diisi dengan konten melalui penerapan API (Application Programming Interfaces). API berisi pustaka javascript yang memungkinkan pengembang menyesuaikan peta yang ada sesuai dengan desain dan tujuan aplikasi yang dikembangkan (misalnya sebagai aplikasi pemasaran properti, penjualan barang, penataan ruang, pendaftaran tanah, dll). Peta online semacam ini menyediakan pilihan peta latar (misalnya peta jalan, citra satelit, peta dengan ketinggian topografi). Kustomisasi yang dilakukan umumnya meliputi pengaturan peta latar (termasuk memasukkan peta lokal sebagai peta latar) dan tampilan aplikasi. Dalam konteks pemetaan kolaboratif, melalui antarmuka peta yang dikembangkan, pengguna dapat berinteraksi untuk menggambar data spasial (geometri) dan memberikan masukan (sebagai atribut). Pemasukan data spasial tersebut dilakukan 9/20 Trias Aditya Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Seminar dan Workshop ISI 2014 SRGI 2013 MENUJU SISTEM ACUAN TUNGGAL PEMETAAN NASIONAL Pekanbaru, Riau, 21 – 22 Mei 2014
dalam rangka menambah data baru ataupun melakukan koreksi terhadap data yang sudah ada. Selanjutnya pengguna lain dapat melakukan validasi dan verifikasi terhadap data yang dimasukkan. Sampai dengan saat ini, ragam peta online yang tersedia sangat beragam, misalya OpenLayers, GoogleMaps, Bing Maps, OpenStreetMap, ArcGIS map services. Di samping itu tersedia juga peta online 3D berbentuk globe misalnya WorldWind, Virtual Earth, dan GoogleEarth API. Masing-masing produk memiliki spesifikasi teknis beragam misalnya mengenai jenis API yang disediakan, metode akses, strategi pembuatan style (gaya penyajian), dan sistem koordinat yang digunakan. Khusus terkait sistem koordinat yang digunakan oleh peta online misalnya Bing Maps, GoogleMaps, OpenStreetMap, ESRI menggunakan sistem koordinat yang dikenal sebagai “popular visualization spehere” atau “spherical-mercator”. Hal ini dikarenakan proyeksi mercator diterapkan bukan pada bidang datar tetapi pada model ellipsoid beradius sama (spheroid). Pada software SIG, sistem koordinat peta online ini dikenal sebagai Pseudo-Mercator (epsg:3857) (EPSG 2014). Detail parameter dari sistem referensi koordinat ini adalah (EPSG 2014): PROJCS["WGS 84 / Pseudo-Mercator", GEOGCS["WGS 84", DATUM["WGS_1984", SPHEROID["WGS 84",6378137,298.257223563, AUTHORITY["EPSG","7030"]], AUTHORITY["EPSG","6326"]], PRIMEM["Greenwich",0, AUTHORITY["EPSG","8901"]], UNIT["degree",0.0174532925199433, AUTHORITY["EPSG","9122"]], AUTHORITY["EPSG","4326"]], PROJECTION["Mercator_1SP"], PARAMETER["central_meridian",0], PARAMETER["scale_factor",1], PARAMETER["false_easting",0], PARAMETER["false_northing",0], UNIT["metre",1, AUTHORITY["EPSG","9001"]], AXIS["X",EAST], AXIS["Y",NORTH], EXTENSION["PROJ4","+proj=merc +a=6378137 +b=6378137 +lat_ts=0.0 +lon_0=0.0 +x_0=0.0 +y_0=0 +k=1.0 +units=m +nadgrids=@null +wktext +no_defs"], AUTHORITY["EPSG","3857"]]
Adapun untuk peta online 3D bentuk bola bumi (globe) misalnya GoogleEarth dan VirtualEarth ArcGlobe, sistem koordinat yang digunakan Cylindrical (Plate Carree) Projection atau proyeksi silinder Plate Carree yang diproyeksikan ke bentuk globe dengan datum WGS 84 sebagai dasar referensi citra Google. Detil parameter dari sistem referensi koordinat ini adalah (EPSG 2014):
10/20 Trias Aditya Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Seminar dan Workshop ISI 2014 SRGI 2013 MENUJU SISTEM ACUAN TUNGGAL PEMETAAN NASIONAL Pekanbaru, Riau, 21 – 22 Mei 2014
PROJCS["World_Plate_Carree", GEOGCS["GCS_WGS_1984", DATUM["WGS_1984", SPHEROID["WGS_1984",6378137,298.257223563]], PRIMEM["Greenwich",0], UNIT["Degree",0.017453292519943295]], PROJECTION["Plate_Carree"], PARAMETER["False_Easting",0], PARAMETER["False_Northing",0], PARAMETER["Central_Meridian",0], UNIT["Meter",1], AUTHORITY["EPSG","54001"]]
2. Partisipasi pengguna Pengguna dalam pemetaan online dapat merupakan pengguna individu (bahkan cenderung ke arah khalayak atau crowd) dan pengguna kelompok (perwakilan institusi maupun lembaga). Partisipasi pengguna di dalam pemetaan kolaboratif dapat dibedakan berdasarkan tingkat interaksinya: - antar pengguna berkomunikasi melalui peta (sekedar berbagi data dan informasi tidak berdampak pada adanya kerjasama), - antar pengguna berkoordinasi melalui peta koordinasi (berbagi pakai data dan informasi geospasial yang sama melalui kesepakatan dan berdampak pada adanya kerjasama), - antar pengguna sinkronisasi aktivitas melalui peta (menyelaraskan hasil pemakaian data dan informasi geospasial bersama untuk dilanjutkan oleh masing-masing pengguna berfokus pada efisiensi kerjasama). Adapun berdasarkan jenis interaksi pengguna ke peta dapat dikelompokkan sebagai berikut: - pengguna berkontribusi melakukan upload data geospasial (baik peta digital, citra raster, maupun data vektor), - pengguna berkontribusi memberikan komentar (data atribut), - pengguna berkontribusi membuat fitur geospasial yang baru (data geometri dan data atribut) saat berinteraksi (“on the fly”) berupa nama tempat atau fenomena geospasial yang direpresentasikan sebagai titik, garis dan luasan, - pengguna berkontribusi melakukan koreksi terhadap fitur geospasial yang sudah ada, - pengguna berkontribusi melakukan validasi dan konfirmasi terhadap kualitas data yang dikontribusikan (dapat dalam bentuk persetujuan misalnya “like” atau masukan komentar), - Pengguna menyimpan sebagian atau keseluruhan data dan informasi yang ada pada peta kolaboratif online.
3. Basisdata dan sumberdaya web pendukung Basisdata yang dipasang pada peta online dapat merupakan basisdata spasial (mengakomodasi penyimpanan data dengan tipe geometri,misalnya PostgreSQL dengan ekstensi PostGIS) maupun basisdata umum. Basisdata dilakukan untuk menyimpan konten lokal dan menyimpan data geoetri dan atribut yang terbentuk hasil 11/20 Trias Aditya Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Seminar dan Workshop ISI 2014 SRGI 2013 MENUJU SISTEM ACUAN TUNGGAL PEMETAAN NASIONAL Pekanbaru, Riau, 21 – 22 Mei 2014
kolaborasi antar pengguna. Sumberdaya web pendukung dapat dalam bentuk halaman web tempat foto, video, grafik yang dirujuk oleh tautan web asal berada, ataupun dalam bentuk layanan web (web services), maupun pemrosesan cloud (cloud computing).
4. Piranti penunjang interaksi pengguna Peta online juga dilengkapi piranti-piranti (tools) untuk menunjang kebutuhan interaksi pengguna. Interaksi pengguna dapat dikelompokkan berdasarkan kegunaannya: a. Navigasi dasar dengan peta (misalnya perbesaran, perkecilan, pergeseran). b. Pengaturan data (misalnya pemilihan peta latar, pemilihan lapis data, klasifikasi data). c. Pemuatan data dan informasi baru (misalnya tautan ke foto/video/web, pemanggilan data lokal, pemanggilan data dari luar) d. Pencarian data dan informasi (melakukan pencarian berdasarkan kata kunci, melakukan penjelajahan struktur data, mencari nilai atribut tertentu) e. Penggambaran geometri dan atau raster (melakukan penggambaran titik, garis, luasan; atau menyisipkan foto/citra di atas peta). f. Penambahan data atribut (memberikan keterangan dalam bentuk komentar di atas fitur/representasi geospasial, menambahkan keterangan dalam bentuk tabel terhadap satu fitur atau lapis data geospasial). Kustomisasi melalui API memungkinkan modifikasi dan pengembangan pirantipiranti penunjang interaksi tersebut di atas. Dalam pemetaan kolaboratif fungsi-fungsi pendukung interaksi pengaturan data, pencarian data dan informasi, penggambaran geometri, penyisipan foto dan penambahan data atribut direalisasikan melalui pirantipiranti khusus. Piranti-piranti khusus ini mendukung komponen antarmuka peta sebagai kanvas kolaborasi.
B. Pemetaan kolaboratif melibatkan web services Web services adalah metode akses dan komunikasi menggunakan protokol terstandar yang menghubungkan dua atau lebih titik akses aplikasi dalam kegiatan tukar menukar data dan informasi melalui web. Web services bidang geospasial adalah penerapan web services dalam memfasilitasi proses pengumpulan, pengolahan, dan diseminasi data dan informasi geospasial. Standar pokok yang perlu diterapkan untuk web services meliputi: SOAP (Simple Object Access Protocol), WSDL (Web Services Description Language), dan UDDI (Universal Description, Discovery and Integration). Ketiganya adalah protokol web services berbasis XML (eXtensible Markup Language), dengan spesifikasi WSDL untuk mendeskripsikan kemampuan dan bagaimana cara mengakses web service, SOAP ditujukan untuk melakukan akses web service, UDDI untuk mendukung register dan publikasi web service. Adapun geospatial web services mengacu pada standar dan spesifikasi layanan web yang dapat diterapkan di lingkungan web services dengan melibatkan data dan fungsi pemrosesan data geospasial. Salah satu ciri khas web services dibandingkan kerangka kerja teknologi yang 12/20 Trias Aditya Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Seminar dan Workshop ISI 2014 SRGI 2013 MENUJU SISTEM ACUAN TUNGGAL PEMETAAN NASIONAL Pekanbaru, Riau, 21 – 22 Mei 2014
lain, selain spesifikasi teknis tersebut, adalah komposisi empat tingkat (four tier): yaitu lapis klien, lapis aplikasi, lapis pemrosesan data, dan lapis manajemen informasi (OGC 2005; OGC 2010). Layanan web services yang tersedia pada bidang geospasial dapat dikategorikan berdasarkan kegunaannya (Percivall 2010): 1. Akses data Geospasial : Standar untuk melakukan akses data spasial tersedia untuk download data vektor (Web Feature Services – WFS), download data raster (Web Coverage Services- WCS), penyajian peta dalam bentuk citra (Web Map Services – WMS) 2. Manajemen data dan informasi : Standar untuk mengatur publikasi dan penemuan metadata serta akses data melalui katalog yaitu Catalog Service Web (CSW). 3. Pemrosesan Data: Standar untuk melakukan akses pemrosesan data (Web Processing Services – WPS), dimana klien mendapatkan hasil pemrosesan yang dilakukan oleh sumberdaya web (misalnya proses pembuatan area penyangga dan proses tumpangsusun melalui web). 4. Transformasi koordinat: Standar untuk memfasilitasi transformasi koordinat dari suatu sistem koordinat ke sistem koordinat yang lain dengan atau tanpa melibatkan transformasi datum melalui WCTS (Web Coordinate Transformation Services). 5. Pengukuran melalui sensor: adalah standar untuk memastikan interoperabilitas hasil pengukuran in-situ atau di lapangan dari sensor-sensor yang terhubung melalui web yang disekanl sebagai Sensor Web Enablement (SWE) (Mandl et al. 2008). Layanan web services di atas pada dasarnya dapat dilihat sebagai titik akses individual yang selanjutnya dapat dirangkai untuk membentuk rantai (chaining) guna menghasilkan data dan informasi baru dari suatu proses menyinambungkan beberapa layanan web services (Alameh 2002). Pembentukan rantai services dapat berupa: - Rantai proses dikoordinasikan secara keseluruhan oleh klien - Rantai proses dilakukan dengan cara agregasi oleh klien melalui satu antarmuka pengumpul proses - Rantai proses dikendalikan melalui diagram alir menggunakan bahasa workflow misalnya BPEL (Business Process Execution Language) (Fleuren and Muller 2008) Contoh skenario chaining dicontohkan pada aktivitas penanggulangan bencana, layanan katalog di-sinambungkan dengan WCTS dan layanan katalog dalam konteks Infrastruktur Data Spasial (Aditya and Lemmens 2003). Atau contoh skenario pembentukan rantai proses dengan web services untuk skenario manajemen bencana yang lain digagas oleh (Li et al. 2007; Weiser and Zipf 2007). Ilustrasi chaining sebuah aplikasi analisis potensi keterdampakan akibat bencana tsunami yang menggabungkan web services (WS) nama tempat, WFS, transformasi koordinat, tumpangsusun ditunjukkan sebagai berikut:
13/20 Trias Aditya Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Seminar dan Workshop ISI 2014 SRGI 2013 MENUJU SISTEM ACUAN TUNGGAL PEMETAAN NASIONAL Pekanbaru, Riau, 21 – 22 Mei 2014
WS Nama Tempat
WFS
WCTS
WS Tumpang Susun (Intersect)
Gambar 5. Ilustrasi pemanfaatan chaining (pembauatn rantai proses) web services untuk aplikasi analisis keterdampakan bahaya tsunami. Web Services Gazetteer (Listing Nama Tempat) menerima masukan input berupa teks nama tempat (misalnya nama desa) yang selanjutnya memberikan hasil luaran berupa area bernilai koordinat tempat yang ditanyakan dalam sistem koordinat tertentu (dalam hal ini misalnya adalah sistem koordinat TM-3). Selanjutnya are berkoordinat ini diproses oleh Web Feature Services (WFS) menjadi data vektor berformat GML (Geography Markup Language). Untuk aplikasi estimasi keterdampakan ini, skenarionya adalah koordinat yang dapat diproses harus dinyatakan sebagai nilai koordinat UTM berbasis SRGI 2013. Untuk itu data GML yang didapat dari WFS dikirim ke proses selanjutnya yaitu Web Coordinate Transformation Service (WCTS) agar poligon atau area yang didapat ditransformasi menjadi data berkoordinat dalam sistem proyeksi UTM merujuk pada SRGI 2013. Data luaran ini selanjutnya dikirim ke Web Processing Services (WPS) penghitung potensi keterdampakan dengan cara melakukan analisis keterdampakan dengan cara menumpangsusunkan poligon dengan area bahaya tsunami untuk mendapatkan informasi area mana saja dari poligon area nama desa yang berpotensi terdampak tsunami. Setiap web services yang terlibat dalam chaining merupakan layanan web services yang independen satu terhadap lainnya. Bagi pengguna manusia (user) yang bekerja dengan browser, proses dari services chaining atau pembuatan rantai proses dapat terlihat transparan (jelas terlihat), opaque (keruh tidak terlihat) maupun translucent (diantara keruh dan transparan). Proses pembuatan rantai proses dapat dikoordinasikan oleh klien ataupun disediakan oleh satu antarmuka pemadu (agregator) atau sebagai proses terdefinisi dengan bahasa workflow. Ilustrasi chaining di atas dapat dilihat sebagai sebuah kolaborasi karena setiap web services disediakan oleh penyedia layanan yang berbeda, misalnya gazetteer nama tempat disediakan oleh kantor pertanahan (misalnya Badan Pertanahan Nasional). Sedangkan WFS dan WCTS oleh badan survei pemetaan (misalnya Badan Informasi Geospasial), dan web services tumpang susun untuk analisis keterdampakan disediakan oleh badan penanggulangan bencana (misalnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Dari bermacam-macam standar web services pada bidang geospasial tersebut, WCTS sangat relevan untuk mamfasilitasi integrasi beragam data dan aplikasi agar memiliki koordinat dalam sistem referensi yang sama. Menilik Peraturan terkait SRGI (BIG 2013a), maka layanan terkait deskripsi dan juga layanan aplikasi transformasi yang dimaksud dalam peraturan tersebut sudah selayaknya mengacu pada standar internasional dan spesifikasi teknis dari OGC, termasuk penerapan WCTS.
14/20 Trias Aditya Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Seminar dan Workshop ISI 2014 SRGI 2013 MENUJU SISTEM ACUAN TUNGGAL PEMETAAN NASIONAL Pekanbaru, Riau, 21 – 22 Mei 2014
3. PELUANG DAN TANTANGAN PEMETAAN KOLABORATIF OFFLINE DAN ONLINE BERBASIS SRGI 2013 UNTUK MENDUKUNG KEBIJAKAN PETA TUNGGAL Berdasarkan deskripsi masing-masing pemetaan kolaboratif baik secara offline (di lapangan) maupun online (di media internet), dapat dilihat adanya potensi pendayagunaan pemetaan kolaboratif sekaligus adanya gap yang masih harus ditutup untuk mendukung kebijakan peta dan sistem referensi tunggal (one-map policy). Pembelajaran yang didapatkan dari pemetaan kolaboratif sebelum diberlakukannya SRGI 2013 dan ketersediaan standar untuk mendukung akses dan proses data geospasial dengan web services dapat dilihat sebagai dasar mengemukakan potensi kolaborasi online dan offline. Selanjutnya, dari masing-masing jenis kolaborasi baik offline maupun online, pemberlakukan SRGI menimbulkan tantangan baru yang unik dan spesifik. Dalam pemetaan kolaboratif offline atau secara konvensional dengan pendekatan face-to-face meeting-to-meeting dan survey-to-survey, pada dasarnya peluang yang ada adalah terciptanya koordinasi, efisiensi dan pemanfaatan data dan informasi geospasial yang lebih baik disamping adanya peningkatan kualitas data karena adanya partisipasi koeksi dan pengkinian data dari pemangu kepentingan. Konsekuensi diberlakukannya sistem referensi yang bersifat semi-dinamik di Indonesia mengharuskan kelengkapan data dan informasi terkait status dan nilai koordinat terkini semua jaring kontrol geodesi yang ada di lapangan yang digunakan sebagai kerangka kontrol pemetaan. Tantangan terbesar yang ada adalah minimnya kelengkapan informasi tersebut sampai dengan hampir satu tahun diberlakukannya SRGI 2013. Dalam pemetaan kolaboratif yang berfokus pada pengumpulan data masukan via antar muka peta, antarmuka peta online yang ada idealnya direpresentasikan dalam sistem koordinat terproyeksi (misalnya UTM) yang mengacu pada datum berbasis SRGI 2013. Sementara itu, peta latar yang tersedia sebagai antarmuka pendukung aplikasi seperti: GoogleMaps API, Bing Maps API, ArcGIS Services dan OpenLayers API menggunakan sistem koordinat peta Pseudo Mercator yang berbeda dengan UTM berbasis SRGI 2013. Selanjutnya, pemetaan kolaboratif dengan mewujudkan chaining memerlukan web services untuk transformasi koordinat yang mengacu pada standar internasional WCTS (Web Coordinate Transformation Services). Layanan transformasi koordinat dalam bentuk web services memerlukan informasi shift datum untuk melakukan transformasi beragam sistem referensi lokal maupun nasional sebelum berlakunya SRGI 2013 ke sistem referensi SRGI 2013. Sesuai amanah Perka SRGI, BIG bertanggung jawab di dalam menyediakan informasi detil terkait transformasi ke sistem referensi tunggal SRGI 2013. Sayangnya layanan semacam ini dalam bentuk web services belum tersedia. Berikut diuraikan secara sistematis, peluang dan tantangan pemetaan kolaboratif dalam mewujudkan peta tunggal dan sistem referensi tunggal sebagai dasar kegiatan survei dan pemetaan di Indonesia. Ulasan ini difokuskan pada potensi pengembangan dan kompleksitas dari pemberlakuan sistem referensi tunggal SRGI 2013.
15/20 Trias Aditya Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Seminar dan Workshop ISI 2014 SRGI 2013 MENUJU SISTEM ACUAN TUNGGAL PEMETAAN NASIONAL Pekanbaru, Riau, 21 – 22 Mei 2014
Jenis Kolaborasi Pemetaan Kolaboratif Offline
Peluang
Tantangan
Percepatan pembuatan peta dasar di daerah menggunakan pendekatan pemetaan kolaboratif (terutama penyediaan peta dasar skala 1:10.000 dan 1:5.000)
Penyediaan foto dan citra tegak (tereferensi terhadap model terain digital) belum dapat dipenuhi secara cepat oleh instansi pemerintah, terlebih apabila dipersyaratkan bahwa sistem koordinat yang digunakan harus bereferensi pada SRGI. Deskripsi titik-titik kontrol geodesi termasuk nilai koordinat berikut perubahannya sebagai fungsi waktu belum disediakan. Juga deskripsi titik referensi kerangka kontrol vertikal belum tersedia. Selain itu petunjuk teknis penggunaan SRGI 2013 untuk pemetaan dasar dan tematik di lapangan belum tersedia. Penyediaan metadata belum menjadi prioritas penyedia data geospasial, disamping itu aturan dan standar pendukung untuk menjamin kualitas data belum diterapkan secara penuh.
Pengkinian data dan informasi geospasial dasar dan tematik (misalnya nama tempat, nama jalan, lokasi tempat penting, luasan lahan swah baku terkoreksi) dapat dilakukan secara terstruktur dengan melibatkan partisipasi pemerintah, swasta dan masyarakat
Pemetaan Kolaboratif Online
Peningkatan kualitas IGD (Informasi Geospasial Dasar) dan IGT (Informasi Geospasial Tematik) dapat dikelola sebagai gerakan bersama mengikuti prosedur yang disusun oleh lembaga berwenang (misalnya BIG untuk peta dasar) Efisiensi penyelenggaraan pemerintahan khusunya untuk tema-tema penting seperti pengelolaan dan penataan ruang (misalnya penyusunan Rencana Detil tata Ruang) serta penanggulangan bencana (misalnya penyusunan Rencana Penangggulangan Bencana) dapat diwujudkan dengan prinsip berbagi pakai, berbagi hasil pemetaan sehingga terwujud peta dasar tunggal sebagai dasar aktivitas semua instansi dan pemangku kepentingan terkait Penyediaan layanan aplikasi SRGI 2013 terutama trasnformasi koordinat sebagai aplikasi katalog maupun sebagai web services (WCTS) memudahkan pengguna umum dalam memproduksi data dan informasi geosapsial ke dalam sistem referensi SRGI.
Semakin populernya pemetaan online, dimana setiap institusi penyedia data geospasial saat ini menyediakan layanan data dan informasi berbasis geospasial, membuka peluang aktivitas pengkinian dan validasi data geospasial (baik geometri maupun atribut) dapat dilakukan secara online.
Standar dan spesifikasi teknis pemetaan kolaboratif sebagai salah satu metode pengkinian dan pembaharuan data geospasial tunggal perlu segera disusun.
Saat ini layanan transformasi koordinat belum tersedia untuk semua datum nasional maupun lokal yang dipergunakan di Indonesia dan dan banyaknya titik kontrol geodesi orde 0,1, 2 (horisontal) maupun jaring kontrol vertikal yang ada. Idealnya, deskripsi jaringan kontrol survei pemetaan pertanahan (orde 3 dan orde 4) yang mengacu kepada SRGI juga disediakan. Realisasi SRGI sebagai sistem koordinat dalam bentuk peta online sulit diwujudkan karena lembaga dan instansi mengembangkan aplikasi pemetaan online menggunakan layanan GoogleMaps, Bing Maps, ArcGIS Online yang menggunakan sistem koordinat Pseudo-Mercator (epsg:3857).
16/20 Trias Aditya Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Seminar dan Workshop ISI 2014 SRGI 2013 MENUJU SISTEM ACUAN TUNGGAL PEMETAAN NASIONAL Pekanbaru, Riau, 21 – 22 Mei 2014
Saat ini tersedia standar dan contoh aplikasi web services yang dapat diterapkan untuk mengembangkan aplikasi berdasar pada mekanisme chaining /pembuatan rantai proses yang memudahkan pengguna umum tanpa harus berinteraksi secara detil terhadap masing-masing web services. Koordinasi dan sinkronisasi kegiatan yang bertumpu pada peta (misalnya penataan ruang, pengelolaan perbatasan, manajemen kebencanaan, pengelolaan pertanahan) dapat diwujudkan melalui aplikasi web khususnya melalui Infrastruktur Data Spasial (IDS). WCTS dapat dikembangkan sebagai layanan pembangkit pemasukan (misalnya pembayaran per click atau pembayaran per paket data).
Web services belum banyak disediakan oleh lembaga dan institusi di Indonesia, terlebih web services untuk transformasi koordinat (WCTS) belum tersedia.
Prosedur dan layanan bantuan teknis pemanfaatan peta online dinamik dan web services untuk mendukung koordinasi dan sinkronisasi melalui IDS perlu disusun dan dilengkapi dengan contoh nyata aplikasi.
4. REKOMENDASI PENERAPAN PEMETAAN KOLABORATIF OFFLINE DAN ONLINE BERBASIS SRGI Berdasarkan peluang dan tantangan yang ada, berikut ini diberikan rekomendasi langkahlangkah penyempurnaan SRGI 2013 untuk mendukung kegiatan pemetaan kolaboratif dalam rangka menerapkan kebijakan peta tunggal. 1. Pembuatan basisdata parameter datum geodetik Selain penyusunan deskripsi titik kontrol pemetaan seperti yang diamahan dalam Perka No. 15/2013, kompilasi basisdata parameter datum geodetik dan penghitungan shift datum masing-masing kasus transformasi perlu dilakukan dan disusun sebagai basisdata yang dapat diakses oleh pengguna. Idenya adalah tersedianya aplikasi deskripsi sistem koordinat yang ada seperti yang tersedia di epsg.io, namun dilengkapi dengan nilai parameter transformasi koordinat ke SRGI 2013. 2. Penyusunan petunjuk teknis dan prosedur pemetaan berbasis SRGI Selain prosedur dan contoh penerapan pemetaan kolaboratif yang pernah ada, yang lebih penting adalah tersedianya petunjuk teknis dan prosedur tetap pengukuran dan pemetaan yang menghasilkan peta bersistem referensi SRGI. Petunjuk teknis terkait pencarian informasi titik kontrol, cara pengukuran dan pengolahan data hasil pengukuran sangat diperlukan. Meski demikian petunjuk teknis ini dikhususkan bagi profesional dan surveyor dengan kualifikasi analis dan bukan pengguna umum. Pengguna umum sangat disarankan untuk disediakan layanan pengolahan dan trasnformasi koordinat sehingga pada sisi pengguna, peralihan sistem referensi ke SRGI tidak menimbulkan banyak beban. 3. Penyediaan foto dan citra tegak bereferensi SRGI Fungsi foto dan citra tegak dalam proses pemetaan kolaboratif sangatlah penting. Baik secara offline (peta cetak) maupun online (peta dinamik), peta foto merupakan kanvas dalam aktivitas kolaborasi baik dalam penambahan data baru, koreksi dan validasi data geospasial. Penyediaan foto dan citra tegak bereferensi SRGI sangat membantu efisien dalam proses pembuatan peta dikarenakan inisiator dan pemangku kepentingan 17/20 Trias Aditya Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Seminar dan Workshop ISI 2014 SRGI 2013 MENUJU SISTEM ACUAN TUNGGAL PEMETAAN NASIONAL Pekanbaru, Riau, 21 – 22 Mei 2014
tidak harus dibebani tugas untuk mengolah foto dan citra yang didapatkan ke dalam sistem koordinat yang mengacu pada SRGI. Hal ini mengingat definisi dan deskripsi titik kontrol pemetaan termasuk titik referensi tinggi dan DTM (Digital terrain Model) nya perlu didefinisikan dalam SRGI. Dalam pemetaan online, hasil pemetaan kolaboratif kadangkala perlu dicetak, untuk itu penyediaan peta acuan dalam sistem koordinat bereferensi ke SRGI akan sangat membantu. 4. Penyusunan profil SRGI sebagai sistem referensi untuk pemetaan online Seperti dijelaskan pada sub bab sebelumnya, sistem koordinat mayoritas peta online adalah pseudo-mercator (epsg:3857).Sistem ini berbeda dengan SRGI . Idealnya apabila merujuk pada Undang-Undang, peta yang ditampilkan di web dan portal nasional dinyataan sebagai UTM dan bereferensi pada SRGI. Oleh karenanya, perlu diagendakan pembuatan prodil sistem koordinat UTM dalam SRGI 2013 sebagai sistem koordinat peta online nasional.Hal ini tidaklah mudah, karena industri geospasial sudah menerima Pseudo-Mercator sebagai sistem koordinat de facto bagi peta-peta online. Untuk itu perlu dipikirkan deskripsi dan parameter peralihan sistem koordinat dari pseudo mercator ke UTM bereferensi pada SRGI 2013. Selain itu melakukan registrasi terhadap sistem koordinat nasional bereferensi SRGI juga perlu ditempuh agar pada software SIG versi selanjutnya sistem koordinat terproyeksi Indonesia sudah mengacu pada SRGI. 5. Penyusunan layanan WCTS Layanan transformasi koordinat dalam bentuk web services (digunakan oleh mesin atau server) perlu segera diganedakan agar aplikasi pemetaan secara keseluruhan lebih cepat mengadopsi SRGI 2013. Bagi pengguna umum (manusia) antarmuka trasnformasi koordinat dengan data masukan angka nilai koordinat atau data GML juga perlu disiapkan. 6. Penyusunan aplikasi berbasis webservices dan contoh-contoh pemanfaatan rantai proses (chaining) services Penyusunan aplikasi berbasis web services dalam konteks Infrastruktur Data Spasial perlu diberikan contoh. Misalnya untuk memudahkan layanan web services WCTS bagi pengguna dapat disediakan sebagai layanan tunggal maupun layanan terkolaborasi dengan services yang lain. Contoh untuk hal ini adalah, penyinambungan WCTS dengan web services yang lain (misalnya WPS penyedia analisis area penyangga, WPS tumpangsusun data) guna mewujudkan rantai proses yang berguna bagi tema-tema tertentu (misalnya chaining untuk mendukung penataan ruang dan manajemen kebencanaan). Juga, diperlukan metadata untuk setiap jenis data dan web services baru.
5. KESIMPULAN Beragam peta dan aplikasi geospasial dapat diintegrasikan melalui pendekatan pemetaan kolaboratif. Pemetaan kolaboratif dilakukan secara offline yaitu menggunakan metode surveyto-survey, rapat face-to-face melibatkan beragam pemangku kepentingan, beragam data dengan ativitas pokok yaitu menambah IGD dan IGT, memvalidasi data yang ada serta menyepakati hasil untuk selanjutnya digunakan oleh masing-masing pengguna dari beragam pemangku kepentingan. Peta dasar maupun peta tematik yang dihasilkan merupakan peta 18/20 Trias Aditya Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Seminar dan Workshop ISI 2014 SRGI 2013 MENUJU SISTEM ACUAN TUNGGAL PEMETAAN NASIONAL Pekanbaru, Riau, 21 – 22 Mei 2014
awal yang selanjutnya dijadikan referensi aktivitas masing-masing pengguna. Pemetaan kolaboratif secara online dilakukan dengan peta online dinamik yang menjadikan muka peta sebagai kanvas kolaborasi dalam melakukan pembuatan data baru, koreksi maupun validasi data geospasial. Pendekatan online lainnya yaitu memanfaatkan web services sebagai layanan tunggal maupun dalam bentuk rantai proses (chaining) untuk menyelesaikan suatu kasus khusus bereferensi lokasi. Pada kedua jenis kolaborasi tersebut, sistem koordinat peta acuan memegang peranan penting dalam proses kolaborasi. Perubahan referensi sistem koordinat ke SRGI membawa konsekuensi penting yaitu perlunya penyediaan deskripsi titik kontrol dan layanan aplikasi untuk mendukung transformasi koordinat agar perubahan ke sistem referensi nasional berjalan sesuai harapan. Beberapa tantangan dari dalam negeri yang merupakan tugas berat di anatarnya adalah penyediaan deskripsi dan layanan teknis terkait SRGI. Sedangkan contoh tantangan dari luar adalah layanan peta online seperti GoogleMaps, Bing Maps, ArcGIS online menggunakan sistem koordinat Pseudo-Mercator dan belum tersedia profil sistem koordinat mengacu pada SRGI. Meskipun peluang pemetaan kolaboratif cukup banyak dan sangat bermanfaat, potensi penerapan pemetaan kolaboratif akan terkendala nantinya apabila tantangan-tantangan terkait penerapan SRGI belum optimal diatasi. Setidaknya ada enam langkah strategis yang perlu diwujudkan guna mendukung penerapan pemetaan kolaboratif: (i) pembuatan basisdata parameter datum geodetik yang digunakan di Indonesia, (ii) petunjuk teknis dan prosedur pemetaan berbasis SRGI, (iii) penyediaan foto dan citra tegak berbasis SRGI, (iv) Penyusunan profil SRGI sebagai sistem referensi untuk pemetaan online, (v) Pembuatan layanan WCTS, (vi) Pembuatan aplikasi-aplikasi bersumber dari pendayagunaan web services sebagai rantai yang melibatkan WCTS untuk aplikasi populer dan penting misalnya penataan ruang dan kebencanaan.
DAFTAR PUSTAKA Aditya, T. (2013). "Use of Aerial Imageries Data in Collaborative Mapping in Merapi Affected Area - Practice and Lessons-Learnt." Asian Conference on Remote Sensing, Bali. Aditya, T. (2014). "Collaborative Disaster Risk Management in Kali Code." Living Landscapes, Connected Communities, J. Vaz and N. Aphinives, eds., Areca Books, Kuala Lumpur, 260-264. Aditya, T., and Lemmens, R. (2003). "Chaining Distributed GIS services." Pertemuan Ilmiah Tahunan XII, Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia, Bandung, July 29 - 30, 8. Alameh, N. (2002). "Service chaining of interoperable geographic information web services." Internet Computing, 7(1), 22-29. BIG, B. I. G. (2013a). "Peraturan Kepalan Badan Informasi Geospasial No. 15 Tahun 2013 Tentang Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013." BIG, 11. BIG, B. I. G. (2013b). "Peraturan Kepalan Badan Informasi Geospasial No. 29 Tahun 2013 Tentang Standar Pemrosesan Data Geospasial." BIG, 11. EPSG. (2014). "Coordinate Systems Worldwide." European Petroleum Survey Group EPSG. Fleuren, T., and Muller, P. (2008). "BPEL workflows combining standard OGC web services and grid-enabled OGC web services." Software Engineering and Advanced Applications, 2008. SEAA'08. 34th Euromicro Conference, 337-344. Li, J., Zlatanova, S., Fabbri, A., Weiser, A., and Zipf, A. (2007). "Web Service Orchestration 19/20 Trias Aditya Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Seminar dan Workshop ISI 2014 SRGI 2013 MENUJU SISTEM ACUAN TUNGGAL PEMETAAN NASIONAL Pekanbaru, Riau, 21 – 22 Mei 2014
of OGC Web Services for Disaster Management." Geomatics Solutions for Disaster Management, Springer Berlin Heidelberg, 239-254. Mandl, D., Cappelaere, P., Frye, S., Sohlberg, R., Ong, L., Chien, S., Tran, D., Davies, A., Sullivan, D., and Falke, S. (2008). "Sensor web 2.0: Connecting earth's sensors via the internet." Proceedings of NASA Earth Science Technology Conference 2008, June 2426, 2008. OGC. (2005). "OWS2 Common Architecture: WSDL SOAP UDDI." J. Sonnet, ed., Open Geospatial Consortium Inc. OGC (2010). "OGC Web Services Common Standard." OGC 06-121r9, Open Geospatial Consortium Inc. Percivall, G. (2010). "Progress in ogc web services interoperability development." StandardBased Data and Information Systems for Earth Observation, L. Di and H. K. Ramapriyan, eds., Springer, 37-61. Weiser, A., and Zipf, A. (2007). "Web service orchestration of OGC web services for disaster management." Geomatics Solutions for Disaster Management, Springer, 239-254. BIOGRAFI PEMAKALAH Trias Aditya adalah dosen S1 Teknik Geodesi/S2 dan S3 Teknik Geomatika dan Anggota Pusat Pengembangan Infrastruktur Data Spasial (PPIDS) di Universitas Gadjah Mada. Makalah dan bidang riset riset yang ditekuni adalah Geoinformatika meliputi topik-topik: Infrastruktur Data Spasial, Kartografi, Basisdata Spasial Terapan dengan fokus aplikasi pada Pemetaan Kolaboratif, Kadaster 3D, dan SIG untuk Manajemen Bencana. KONTAK Nama lengkap Institusi Alamat Kota, Propinsi Tel. Fax Email
: Dr. Trias Aditya : Teknik Geodesi Fakultas Teknik UGM : Jl. Grafika No. 2 Yogyakarta : Yogyakarta, Provinsi DIY :0274-520226 :0274-520226 :
[email protected]
20/20 Trias Aditya Peluang dan Tantangan Integrasi Peta dan Aplikasi Geospasial Melalui Pemetaan Kolaboratif Berbasis SRGI 2013 Seminar dan Workshop ISI 2014 SRGI 2013 MENUJU SISTEM ACUAN TUNGGAL PEMETAAN NASIONAL Pekanbaru, Riau, 21 – 22 Mei 2014