PELAPISAN LILIN DAN VOID VOLUME KEMASAN UNTUK MEMPERTAHANKAN KESEGARAN BUAH RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)
VERAYANTI BR SEMBIRING
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pelapisan Lilin dan Void Volume Kemasan untuk Mempertahankan Kesegaran Buah Rambutan (Nephelium lappaceum L.) adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2014 Verayanti Br Sembiring NIM F14100076
ABSTRAK VERAYANTI BR SEMBIRING. Pelapisan Lilin dan Void Volume Kemasan untuk Mempertahankan Kesegaran Buah Rambutan (Nephelium lappaceum L.). Dibimbing oleh EMMY DARMAWATI Buah Rambutan (Nephelium lappaceum L.) buah lokal Indonesia yang banyak digemari oleh konsumen Indonesia, tetapi kulit dan rambut buah rambutan cepat layu (2-3 hari) dan menghitam, hal ini yang mengurangi minat konsumen untuk membeli walaupun daging buah masih layak dikonsumsi. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan konsentrasi larutan lilin dan void volume kemasan yang terbaik untuk mempertahankan kesegaran buah rambutan. Pelapisan lilin dilakukan pada kulit rambutan dengan 3 konsentrasi yaitu 0%, 2% dan 5% serta pengemasan dengan void volume kemasan sebesar 0% dan 25% dan disimpan pada suhu 10oC. Hasil pengamatan dan analisis statistik menunjukkan bahwa untuk mempertahankan kesegaran buah rambutan adalah dengan perlakuan pelapisan lilin dengan konsentrasi 2% dan yang dikemas dengan void volume 25%. Pada perlakuan tersebut buah rambutan berdasarkan penampakan kulit dan rambut masih diterima oleh konsumen sampai hari ke-12, sedangkan untuk perlakuan kontrol hanya sampai hari ke-8. Kata kunci: void volume, kemasan, pelapisan lilin, rambutan
ABSTRACT VERAYANTI BR SEMBIRING. Wax Coating and Packaging (Void Volume) to Maintain the Freshness of Rambutan (Nephelium lappaceum L.). Supervised by EMMY DARMAWATI. Rambutan fruit (Nephelium lappaceum L.) is one of Indonesian local fruits that have been favored by consumers, but, it peels and hairs can be easily withered and blackened in 2-3 days. This problem will significantly decrease the interest of consumer although the flesh of fruit can be safely consumed. The purpose of this research was to determine the best concentration of wax solution and packaging (void volume) to maintain the freshness of rambutan fruit. This research was conducted in 3 different concentrations (0 %, 2 %, and 5%) of wax solution and 2 different void volume combinations (0 % and 25%) of packaging with 10oC of temperature. According to observation and statistical analysis showed that the best results were 2 % wax coating and 25 % void volume of packaging. Based on that treatment, peel and hair appearance of the fruit could be accepted by consumer until twelve day, whereas the control treatment only until eigth day. Keywords: void volume, packaging, wax coating, rambutan fruit.
PELAPISAN LILIN DAN VOID VOLUME KEMASAN UNTUK MEMPERTAHANKAN KESEGARAN BUAH RAMBUTAN (Nephelium Lappaceum L.)
VERAYANTI BR SEMBIRING
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul SkripsI : Pelapisan Lilin dan Void Volume Kemasan untuk Mempertahankan Kesegaran Buah Rambutan (Nephelium lappaceum L.) Nama : Verayanti Br Sembiring NIM : F14100076
Disetujui oleh
Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Desrial, M.Eng Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih pada karya ilmiah ini adalah pelapisan lilin lebah pada rambutan segar dengan judul Pelapisan Lilin dan Void Volume Kemasan untuk Mempertahankan Kesegaran Buah Rambutan (Nephelium lappaceum L.) telah dilaksanakan sejak Februari 2014. Terima kasih penulis ucapkan kepada orangtua penulis Armin Sembiring dan Irawati Br Sitepu atas dukungan dan doanya. Terimakasih kepada Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si selaku pembimbing, serta yang telah banyak memberi saran dalam pelaksanaan penelitian sampai penulisan karya ilmiah ini selesai. Terimakasih kepada Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, M.Si dan Dr. M Yulianto, ST., MT selaku dosen penguji serta saran kepada penulis. Terima kasih kepada Bapak Sulyaden dan Mas Abas atas bantuannya di laboratorim selama pelaksanaan penelitian. Disamping itu, terima kasih penulis sampaikan saudara-saudara Veranita Sembiring, Herbyna Sembiring, Dodimanta Sembiring. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Silvia, Fitria, Septa, Indi, Buddy, Dhanny, Dinar, Aulia, Asiyah, Mungil serta temam-teman ANTARES 47 atas kerjasamanya selama perkuliahan dan atas bantuannya selama penelitian ini. Terimakasih juga kepada Kak Selvi, Evi, Febri, Apri dan Meli atas dukungan dan doanya.Terima kasih juga kepada PMK IPB dan Kopelkhu atas pengalaman-pengalaman yang sangat berharga buat saya selama di IPB. .
Bogor, Oktober 2014 Verayanti Br Sembiring
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Buah rambutan (Nephelium lappaceum L.)
2
Pelilinan
4
Pengemasan pada plastik Polyethilen (PE)
5
Penyimpanan Suhu Dingin
6
METODOLOGI
6
Waktu dan Tempat Penelitian
6
Bahan dan Alat
6
Prosedur Penelitian
7
Analisis Data
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
13
Pengaruh Perlakuan Pelapisan Lilin dan Penyimpanan Suhu dingin terhadap Laju Respirasi
13
Pengaruh Perlakuan Pelapisan Lilin dan Void Volume kemasan Terhadap Parameter Mutu
15
Pemilihan Kombinasi Perlakuan Terbaik
26
KESIMPULAN DAN SARAN
26
Kesimpulan
26
Saran
27
DAFTAR PUSTAKA
27
LAMPIRAN
29
RIWAY
41
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Kandungan nutrisi buah rambutan per 100 gram daging buah Karakteristik beberapa varietas buah rambutan Alat, kegunaan dan ketelitian alat Formulasi pengenceran emulsi lilin Ordinat diagram Hunter Rangkuman perlakuan terbaik
3 4 7 7 21 26
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Buah rambutan (Nephelium lappaceum L.) Pembuatan larutan lilin lebah Buah rambutan yang sudah dilapisi dengan larutan lilin Pemberian void volume pada pada kemasan Sistem notasi warna Hunter Bagan alir prosedur penelitian Grafik laju produksi CO2 buah rambutan Grafik laju Konsumsi O2 buah rambutan Grafik susut bobot buah rambutan selama penyimpanan Grafik kadar air kulit perkiraan buah rambutan penyimpanan Grafik nilai warna L pada kulit buah rambutan selama penyimpanan Grafik nilai warna a pada kulit buah rambutan selama penyimpanan Grafik nilai warna b buah pada kulit rambutan selama penyimpanan. Grafik perubahan derajat putih pada daging buah rambutan selama penyimpanan. Grafik persentase jumlah rambut segar buah rambutan selama penyimpanan. Grafik total padatan terlarut pada daging buah rambutan selama penyimpanan Organoleptik kesegaran kulit buah rambutan Organoleptik warna kulit buah rambutan Organoleptik rasa daging buah rambutan
2 8 8 9 11 12 14 14 16 17 18 1
1
19
20 2 21
22 23 24 25 25
2
DAFTAR LAMPIRAN 1 Perubahan warna kulit buah dan jumlah rambut segar pada buah rambutan selama penyimpanan. 2 Perubahan warna kulit buah rambutan pada perlakuan P0%K0% berdasarkan sistem notasi warna Hunter selama 16 hari penyimpanan 3 Perubahan warna kulit buah rambutan pada perlakuan P0%K25% berdasarkan sistem notasi warna Hunter selama 16 hari penyimpanan 4 Perubahan warna kulit buah rambutan pada perlakuan P2%K0% berdasarkan sistem notasi warna Hunter selama 16 hari penyimpanan 5 Perubahan warna kulit buah rambutan pada perlakuan P2%K25% berdasarkan sistem notasi warna Hunter selama 16 hari penyimpanan. 6 Perubahan warna kulit buah rambutan pada perlakuan P5%K0% berdasarkan sistem notasi warna Hunter selama 16 hari penyimpanan 7 Perubahan warna kulit buah rambutan pada perlakuan P5%K25% berdasarkan sistem notasi warna Hunter selama 16 hari penyimpanan 8 Uji analisis ragam untuk laju produksi CO2 buah rambutan 9 Uji analisis ragam untuk laju konsumsi O2 buah rambutan 10 Uji analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk susut bobot 11 Uji analisis ragam kadar air kulit buah rambutan 12 Uji analisis ragam dan uji Duncan untuk warna kulit (nilai L) 13 Uji analisis ragam untuk warna kulit (nilai a) 14 Uji analisis ragam dan uji Duncan untuk warna kulit (nilai b) 15 Uji analisis ragam dan uji Duncan untuk warna daging buah 16 Uji analisis ragam dan uji Duncan untuk total padatan terlarut 17 Uji analisis ragam persentase rambut segar
30 34
34
35
35
36
36 37 37 37 37 38 38 38 39 39
40
PENDAHULUAN Latar belakang Buah rambutan merupakan produk holtikultura yang mempunyai potensi besar di pasar lokal maupun ekspor, yang ditunjukkan dengan permintaanyang cukup besar. Ekspor rambutan Indonesia sampai saat ini telah rutin dilakukan diantaranya untuk pasar Hongkong, Taiwan, Singapore, Saudi Arabia, United Arab Emirate, Qatar, Belanda, Prancis dan Germany. Masalah yang sering muncul pada produk pertanian dalam bentuk segar adalah kerusakan yang timbul akibat proses respirasi dan transpirasi yang masih berlangsung setelah produk pertanian dipanen. Oleh karena itu, penanganan pasca panen pada buah rambutan segar bertujuan untuk memperlambat laju respirasi dan transpirasi, sehingga perubahan mutu buah dapat diperlambat. Perubahan mutu buah rambutan umumnya dimulai dengan perubahan pada rambut dan kulit buah menjadi layu, walaupun cita rasa daging buah masih dapat diterima oleh konsumen (Brown et al. 1985). Kerusakan yang terjadi pada buah rambutan segar adalah kulit buah menjadi coklat dan kering (Rosalina 2010). Hasil penelitian O’hare et al. (1994) menunjukkan rambut buah menjadi lebih cepat rusak karena jumlah stomata terbanyak pada buah rambutan terdapat pada rambut buah, hampir mencapai 50–70 stomata per mm2 dan jenis stomata tersebut membuka secara permanen sehingga laju transpirasi tinggi. Penelitian Brown et al. (1985) menunjukkan bahwa penggunaan kantong plastik polyethylene (PE) tertutup rapat memberikan hasil yang signifikan dalam mempertahankan susut bobot buah rambutan pada suhu rendah, dan buah dapat bertahan sampai hari kesembilan. Hasil penelitian Widjanarko (2000) menunjukkan bahwa kesegaran buah rambutan yang dikemas dengan menggunakan plastik polypropylene (PP) bertahan sampai hari ke-12. Penyimpanan buah rambutan varietas Rong-Rien menggunakan plastik Low Density Polyethylene (LDPE) dengan berbagai ventilasi mampu mempertahankan kesegaran buah sampai hari ke-12. Kesegaran dari buah rambutan sering kali dilihat hanya dari tampak luar saja, seperti kesegaran dari rambut buah rambutan, sehingga penting dilakukan penanganan yang tepat untuk mempertahankan kesegaran rambut pada kulit buah rambutan.Untuk mempertahankan kesegaran rambut buah rambutan adalah dengan menutup stomata rambut buah dengan pelapisan lilin dikombinasikan dengan void volume kemasan (ruang kosong dalam kemasan) dan penyimpanan suhu dingin. Peran pelapisan lilin yang biasanya dilakukan terhadap buah-buahan adalah untuk mengurangi terjadinya respirasi, memberikan kenampakan yang lebih menarik, memperlambat transpirasi dan menghindari kontaminasi mikroorganisme (Pujimulyani 2012). Pengemasan dilakukan untuk mengurangi terjadinya transpirasi atau penguapan air dari buah rambutan. perlakuan pemberian void volume kemasan adalah untuk meneliti pengaruh ruang bebas kemasan dalam mengurasi traspirasi buah rambutan dan untuk menghindari pengembunan air pada buah rambutan. Keuntungan lain dari pemberian lapisan lilin adalah meningkatkan kilat buah-buahan, sehingga kenampakannya menjadi lebih menarik dan lebih dapat
2
diterima oleh para konsumen. Disamping pengemasan dan pelapisan lilin, pendinginan juga berperan untuk memperpanjang daya simpan buah. Penyimpanan dingin merupakan cara yang paling umum dan ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagiproduk hortikultura (Pantastico 1986). Penyimpanan pada suhu dingin bertujuan untuk menekan kecepatan respirasi dan transpirasi sehingga proses ini berjalanlambat dan sebagai akibatnya daya simpannya cukup panjang dengan susut bobot minimal, berdasarkan hasil penelitian Senjaya T (2006) menujukkan bahwa untuk mempertahankan mutu buah rambutan suhu penyimpanan dingin yang terbaik untuk buah rambutan adalah 10oC. Perumusan Masalah Penurunan mutu buah rambutan diawali dengan perubahan warna kulit dan layunya rambut buah walaupun kualitas dari daging buah masih dapat diterima. Sehingga dibutuhkan penanganan pascapanen yang tepat agar warna pada kulit rambutan tetap segar. Penutupan stomata pada rambut buah rambutan dengan memberikan lapisan lilin yang dikombinasikan dengan perlakuan void volume kemasan diharapkan mampu mempertahankan kesegaran kulit dan rambut buah selama dalam pendistribusian dan penyimpanan buah rambutan. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan konsentrasi pelapisan lilin dan void volume pada kemasan untuk mempertahankan kesegaran dan memperpanjang umur simpan buah rambutan segar. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Menentukan konsentrasi lilin yang terbaik untuk mempertahankan kesegaran kulit buah rambutan 2. Menganalisa pengaruh pemberian ruang kosong (void volume) pada kemasan kantong plastik terhadap perubahan kesegaran kulit dan rambut buah rambutan. 3. Menentukan kombinasi perlakuan konsentrasi lilin dan void volume kemasan kantong plastik yang optimum untuk mempertahankan kesegaran buah rambutan.
TINJAUAN PUSTAKA Buah Rambutan(Nephelium lappaceum L.) Buah rambutan (Nephelium lappaceum L.) merupakan buah musiman yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia maupun masyarakat diluar Indonesia. Bagian isi buah rambutan terdiri dari daging buah dan biji. Bagian yang dimakan adalah daging buah yang berwarna putih sampai kekuningan, transparan atau buram, manis, dan berair. Selain dari rasa yang manis buah rambutan juga mengandung beberapa kandungan nutrisi. Hasil penelitian Lam et al. (1987)
3
menunjukkan kandungan nutrisi pada buah rambutan dapat dilihat pada Tabel 1. Pada Gambar 1 dapat dilihat bentuk dan visualisasi dari buah rambutan.
(a) (b) Gambar 1 Buah rambutan (Nephelium LappaceumL.) (a) Buah rambutan dengan kulit dan rambut yang segar (b) Buah rambutan dengan kulit dan rambut sudah menghitam Tabel 1 Kandungan nutrisi buah rambutan per 100 gram daging buah Kandungan Nutrisi Air Protein Lemak Abu Glukosa Fruktosa Sukrosa Serat makanan Asam malat Asam sitrat Vitamin C Niasin Kalsium Zat besi Thiamin Riboflavin
Jumlah Kandungan 82.1 gram 0.9 gram 0.3 gram 0.3 gram 2.8 gram 3.0 gram 9.9 gram 2.8 gram 0.05 gram 0.31 gram 70.0 miligram 0.5 miligram 15 miligram 0.8 miligram 0.01 miligram 0.07 miligram
Sumber : Lam et al. (1987)
Menurut Broto (1990) terdapat 22 varietas buah rambutan yang tumbuh di Indonesia, baik yang berasal dari galur murni maupun dari hasil okulasi atau penggabungan dari dua jenis galur yang berbeda, dari ke 22 varietas buah rambutan yang tumbuh di Indonesia, hanya beberapa varietas yang dibudidayakan oleh masyarakat, dengan pertimbangan nilai ekonomis yang relatif tinggi. Faktor yang membedakan dari masing-masing varietas adalah sifat buah, yang meliputi: warna daging buah, kandungan air daging buah, bentuk buah, warna kulit dan ukuran rambut. Untuk karakteristik beberapa varietas rambutan dapat dilihat di Tabel 2
4
Tabel 2 Karakteristik beberapa varietas buah rambutan NoVarietas 1. Binjai
Karakteristik - merupakan rambutan terbaik di indonesia - ukuran buah cukup besar dan lonjong - kulit buah berwarna merah darah sampai merah tua - rambut agak kasar dan jarang - daging buah rasanya manis dan sedikit asam
2. Rapiah
- rambutan mutu tinggi - bentuk buah bulat, kecil-sedang, dan kurang menarik - kulit buah berwarna hijau-kuning-merah tidak merata - rambut agak jarang, sangat pendek dan kasar - daging buah manis dan agak kering, kenyal, ngelotok, dan tebal
3. Lebak Bulus
- produktivitas rata-rata 160-170 ikat per pohon - bentuknya bulat, besar dan menarik - kulit buah berwarna merah-kuning - rambut panjang, agak kasar dan halus - daging buah rasanya segar manis-asam, banyak mengandung air dan ngelotok
4. Sinyonya
- buah pada setiap pohonnya banyak, dan cocok untuk diokulasi - kulit buah berwarna merah tua sampai merah anggur - rambut halus dan rapat - daging buah rasanya manis asam, banyak mengandung air, lembek dan tidak ngelotok
5. Cimacan
- bentuk buah lonjong, besar dan menarik - kulit berwarna merah kekuningan sampai merah tua - rambut panjang, kasar dan agak jarang - daging buah rasanya manis dan sedikit berair
6. Silengkeng
- bentuk buah agak bulat, kecil dan kurang menarik - kulit buah berwarna merah dan agak keras - rambut kasar, dan agak jarang - daging buah rasanya manis, banyak mengandung air, agak kenyal dan kurang ngelotok
Sumber : Broto (1990)
Pelilinan Pelilinan merupakan salah satu cara untuk memperpanjang umur penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran segar, karena dengan pelilinan akan mengurangi laju respirasi dan transpirasi pada buah dan sayuran segar. Lapisan lilin untuk komoditi hortikultura segar harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu: (a) tidak berpengaruh terhadap bau dan rasa komoditi, (b) tidak beracun, (c) mudah kering dan tidak lengket, (d) tidak mudah pecah, mengkilap dan licin,
5
(e) mudah diperoleh dan murah harganya (Muchtadi et al. 1992). Pelapisan lilin dapat mengurangi gejala pencoklatan daging buah (internal browning) karena chilling injury, mengurangi kehilangan air, diaplikasikan bersama dengan fungisida dan memperbaiki penampakan buah (Paul 1997). Suatu lapisan lilin tambahan juga untuk menghindarkan keadaan anaerobik di dalam buah dan memberikan perlindungan yang diperlukan terhadap serangan organismeorganisme pembusuk. Lilin lebah merupakan salah satu jenis yang banyak digunakan untuk produk hortikultura. Lilin lebah adalah hasil proses metabolisme dari kelenjar malam yang dimiliki lebah, hasil metabolisme itu dikeluarkan (diekskresi) melalui ruas-ruas bagian abdomen (Maduterapi 2008). Lilin lebah mengandung senyawa organik hidrokarbon jenuh dan tak jenuh, ester-ester dan alkohol monoester, kolesterol dan sedikit mineral-mineral tetentu. Warna lilin bervariasi, kuning atau oranye bersih, pada suhu kamar akan beku dan sedikit lunak, pada suhu dingin bersifat mudah pecah sedangkan pada suhu 85°F keadaannya lunak tetapi tidak melekat di tangan kalau dipijat, berbau khas, beraroma tanaman-tanaman (Novaliana 2008). Lapisan lilin untuk komoditi hortikultura digunakan lilin lebah yang dibuat dalam bentuk emulsi lilin dengan konsentrasi 4-12%. Keberhasilan pelapisan lilin untuk buah-buahan dan sayuran tergantung dari ketebalan lapisan lilin. Pelilinan yang terlalu tipis tidak berpengaruh nyata terhadap pengurangan penguapan air. Jika lapisan lilin terlalu tebal dapat menyebabkan kerusakan, bau, dan rasa yang menyimpang akibat udara di dalam sayuran dan buah-buahan terlalu banyak mengandung CO2 dan sedikit O2 (Nugroho 2002). Penelitian Ryandra (2011) menyimpulkan bahwa berdasarkan perbandingan laju respirasi, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan pengamatan secara visual konsentrasi pelilinan yang paling baik dibandingkan perlakuan lain, untuk penyimpanan suhu ruang adalah 11% dan pada suhu 15°C adalah 9% untuk buah sawo.
Pengemasan Pada Plastik Polyethylene (PE) Pengemasan bertujuan untuk memberikan proteksi terhadap produk agar tidak mudah rusak. Khusus untuk produk makanan, terutama produk segar atau produk yang akan didistribusikan ke tempat lain yang jauh, pengemasan juga ditujukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi dengan mikroba. Menurut Saccharow dan Griffin (1980), pengemasan berfungsi agar produk pangan mudah dan aman untuk transport, untuk mencegah kontaminasi, serta mencegah kerusakan dan perubahan-perubahan bahan pangan. Polyethilen merupakan volume terbesar dari plastik tipis berlapis tunggal (single film) yang digunakan dalam industri pengemasan fleksibel. Polietilen dengan kepadatan rendah (dibuat dengan tekanan dan suhu tinggi) merupakan plastik tipis yang murah dengan kekuatan tegangan yang sedang dan terang,dan merupakan penahan air yang baik tetapi jelek terhadap oksigen. Keuntungan yang terbesar adalah kemampuannya untuk ditutup sehingga memberi tutup yang rapat terhadap cairan. Polyethilen dengan kepadatan tinggi (suhu dan tekanan rendah) memberi perlindungan yang baik terhadap air dan meningkatkan stabilitas terhadap panas, sedangkan polyprophilen lebih kaku, kuat dan ringan daripada
6
Polyethilen dengan daya tembus uap air yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap. Plastik tipis yang tidak mengkilap mempunyai daya tahan yang cukup rendah terhadap suhu, tetapi bukan penahan gas yang baik (Buckle et al. 1987).
Penyimpanan Suhu Dingin Penyimpanan buah rambutan dalam bentuk segar merupakan usaha untuk memperpanjang waktu pemakaian buah pada kondisi yang dikehendaki, baik kondisi fisik mapun kimiawinya. Proses penyimpanan buah segar tidak ditujukan untuk memperbaiki mutu buah, tetapi menjaga dan mempertahankan daya gunanya dengan meminimalkan faktor-faktor yang dapat mengakibatkan penurunan mutu buah selama penyimpanan. Daya guna buah meliputi kualitas, kuantitas, harga dan ketersediaanya Laju perubahan mutu pangan sangat dipengaruhi oleh suhu disekitarnya, termasuk pada produk segar seperti buah-buahan dan sayuran segar. Pengaturan suhu rendah pada lingkungan penyimpanan buah-buahan atau sayuran akan menyebabkan aktivasi metabolisme pascapanen menjadi menurun dan perubahan kimia yang terjadi akan berlangsung lambat. Selama penanganan buah-buahan akan mengalami penurunan berat karena kehilangan air dan CO2 yang disebabkan oleh penguapan dan respirasi. Apabila buah-buahan disimpan dengan suhu rendah (dingin), maka proses respirasi dapat kurangi sehingga kehilangan CO2 akan berkurang tetapi jumlah air yang hilang akan meningkat karena akan meningkatkan proses penguapan air. Proses penguapan air justru dapat menjadi cepat terutama bila kelembaban relatif udara di keadaan optimum (85%-90%) (Soedibyo 1979).
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukanpada bulan Februari–Mei 2014 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan adalah buah rambutan varietas lebak bulus yang diambil dari Kalijati, Subang, Jawa Barat sebanyak 52 kg, kemasan plastik polyethylene (PE) sebanyak 100 kemasan, bahan pelapis yaitu lilin lebah (bee wax) sebanyak 1 kg. Alat serta kegunaan dapat dilihat pada Tabel 3.
7
Tabel 3 Alat, kegunaaan serta ketelitian alat yang digunakan Alat/Instrumen
Kegunaan Mengukur total padatan terlarut Penyimpanan suhu dingin Mengukur warna kulit dan daging buah Mengukur laju respirasi Mengeringkan kulit buah untuk mengukur kadar air kulit Mengukur berat kulit buah sebelum dan sesudah di oven Mengukur susut bobot Wadah kulit buah rambutan di dalam oven Mengukur larutan Mencampur larutan Dokumentasi
Refractometer Refrigerator Chromameter Cosmotector Oven Timbangan analitik Timbangan digital Cawan petri Gelas ukur Mixer Kamera digital
Ketelitian 0.01 0.01 0.01 0.0001 0.01 0.1 -
Prosedur Penelitian Penelitian Pendahuluan 1. Pembuatan Emulsi Lilin Pembuatan emulsi lilin 12% sebagai larutan stok dan menentukan konsentrasi pelilinan untuk penelitian tahap selanjutnya, kisaran konsentrasi emulsi lilin yang digunakan adalah 2% dan 5% (berat/volume). Untuk mendapatkan emulsi lilin dengan konsentrasi yang diinginkan, dilakukan pengenceran emulsi lilin 12% (larutan standar) dengan air tidak sadah. Formulasi pengencerannya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Formulasi Pengenceran Emulsi Lilin Konsentrasi larutan (%) 2 5
Perbandingan Emulsi lilin 12% (ml) 1 1
Sumber : Balai Penelitian Hortikultur
Air (ml) 5 1.4
8
Emulsi lilin 12% (larutan standar) dibuat dengan memanaskan aquades 850 ml (suhu 90-95°C). Air (aquades) yang telah mendidih dihomogenisasi, kemudian ditambahkan 10 ml trietanolamin dan 20 ml asam oleat sedikit demi sedikit. Sementara itu, masih dalam keadaan dihomogenisasi, tambahkan lilin cair sedikit demi sedikit. Proses pencampuran dilakukan 10 menit. Emulsi yang terbentuk kemudian didinginkan untuk digunakan lebih lanjut.Gambar hasil larutan lilin dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Pembuatan larutan lilin lebah Pelapisan Lilin Pelapisan lilin dilakukan dengan metode pencelupan selama 60 detik kemudian ditiriskan hingga kering. Pelapisan lilin lebah yang terdiri atas dua perlakuan yaitu konsentrasi 2% dan 5% (berat/volume). Hasil pelapisan lilin pada buah rambutan dapat dilihat pada Gambar 3.
(a) (b) Gambar 3 buah rambutan yang sudah dilapisi dengan larutan lilin (a) Buah rambutan dilapisi dengan konsentrasi larutan lilin 2% (b) Buah rambutan dilapisi dengan konsentrasi larutan lilin 5%
Pengemasan Pengemasan dilakukan dengan menggunakan kemasan plastik PE. Berat per kemasan 300 gram. Void volume dihitung berdasarkan volume buah 300 gram buah rambutan. Void volume 0% dilakukan dengan membuat posisi seal pada kemasan rapat dengan buah, sedangkan void volume 25% dilakukan dengan membuat posisi seal dengan buah membuat ruang kosong kurang lebih 25% dari volume buah. Pengemasan dengan void volume kemasan dapat dilihat pada Gambar 4. Void volume merupakan jarak antara seal kemasan dengan permukaan produk pengisi dalam kemasan. void volume berfungsi sebagai tempat
9
pengembunan air hasil dari respirasi bahan dalam kemasan selama penyimpanan. Perlakuan void volume 0% dan 25% dilakukan untuk menganalisa pengaruh perlakuan void volume 25% dalam mempertahankan kesegaran buah rambutan, dibanding dengan void volume 0%. Void volume 0% akan menurunkan kualitas buah lebih cepat karena air dari hasil respirasi akan menempel pada kulit buah rambutan, sedangkan void volume 25% menjadi ruang bebas untuk penguapan uap air, sehingga uap air yang mengembun tidak menempel pada permukaan kulit buah.
(a) (b) Gambar 4 Pemberian void volume pada pada kemasan (a) Pengemasan dengan void volume pada kemasan 25% (b) Pengemasan dengan void volume pada kemasan 0% Penyimpanan Setelah pengemasan buah rambutan disimpan di refrigerator dengan suhu penyimpanan 10oC. Penyimpanan dilakukan pada suhu 10oC, perlakuan kontrol dilakukan pengemasan pada plastik PE dengan void volume pada kemasan 0% dan 25% dan tanpa pelapisan lilin.
Pengukuran Parameter Mutu Respirasi Pengukuran laju repirasi buah rambutan segar yang disimpan pada suhu ruang dan suhu 10oC dan suhu ruangan. Pengukuran gas di dalam jar gelas dilakukan setiap 3 jam sampai laju respirasi terhenti. Laju respirasi dihitung berdasarkan laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2. Laju respirasi dihitung dengan persamaan (Mannapperuma dan Singh 1989) : 𝑣
𝑑𝑥
R = 𝑤 𝑥 𝑑𝑡 Dimana :
(1) R v w
dx dt
= laju respirasi (ml/kg.jam) = void volume pada wadah (ml) = berat sampel (kg) = laju perubahan konsentrasi CO2 atau O2 (%/jam)
10
Susut Bobot Pengukuran susut bobot dilakukan sebelum buah disimpan (bo) dan akhir pengamatan (bt). Perhitungan susut bobot buah dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : Susut Bobot = Keterangan :
𝑏𝑜 −𝑏𝑡 𝑏𝑜
𝑥 100%
(2)
bo = bobot awal pengamatan (g) bt = bobot akhir pengamatan (g) Pengukuran Warna Kulit, Warna Daging Buah dan Rambut Warna kulit dan warna daging buah diukur dengan chromameter Minolta tipe CR-200 dengan cara menempelkan alat sensornya pada permukaan rambutan, maka akan dihasilkan nilai-nilai dengan symbol y, x, z. Melalui alat ini akan diperoleh tingkat intensitas cahaya dengan sistem notasi warna Hunter dalam bentuk 3 parameter yaitu L, a* dan b* yang dapat dilihat pada Gambar 5. Alat chromameter menggunakan sistem notasi warna Hunter dicirikan dengan 3 parameter L, a, b, masing-masing dengan kisaran 0 sampai 100. Notasi L menyatakan parameter kecerahan (light) dengan rentang nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai L menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah hijau, dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai 100 untuk warna merah, dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru, kuning, dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru, sedangkan untuk warna daging buah rambutan dilihat dari tingkat derajat putihnya. Intensitas warna daging buah diukur dengan menggunakan chromameter Minolta CR-400. Nilai L, a, dan b dapat digunakan untuk menentukan derajat putih. Rumus (Argasasmita 2008) yang digunakan adalah sebagai berikut: W = 100-((100-L)2+(a2+b2))0.5 Keterangan : W = Derajat putih L = nilai L yang terbaca pada chromameter A = nilai a yang terbaca pada chromameter B = nilai b yang terbaca pada chromameter
(3)
Pengukuran pada bagian kulit buah dilakukan untuk melihat kecenderungan terjadinya perubahan warna merah selama penyimpanan. Selain pengukuran warna dengan chromameter, perubahan warna kulit rambutan sebagai salah satu parameter kesegaran juga akan dihitung jumlah spot warna coklat di kulit dan rambut rambutan.
11
Gambar 5 Sistem notasi warna Hunter Total Padatan Terlarut (TPT) Besar total padatan terlarut pada buah rambutan diukur dengan menggunakan refracktometer digital. Daging buah diambil sarinya (dipress hingga sarinya keluar), lalu hasilnya dimasukkan pada prisma refractometer. Besarnya nilai padatan dinyatakan dengan derajat oBrix. Kadar Air Kadar air kulit buah Rambutan diukur menggunakan metode oven. Kadar air kulit di ukur dengan memotong kulit buah rambutan, timbang kulit sebanyak 5 gram, kemudian dimasukkan kedalam oven dengan suhu 1050C selama 20 jam dan timbang kembali. Kadar air kulit buah rambutan dapat dihitung menggunakan persamaaan sebagai berikut ; KA =
𝑤 𝑎𝑖𝑟 𝑤 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑥 100% ; 𝑤𝑎𝑖𝑟 = 𝑤𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 - 𝑤𝑘𝑏𝑟
Dimana: KA 𝑤𝑎𝑖𝑟 𝑤𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑤𝑘𝑏𝑟
(4)
𝑤𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑤𝑎𝑖𝑟 + 𝑤𝑘𝑏𝑟 = Kadar air (%) = Berat air (g) = Berat kulit rambutan sebelum dikeringkan (g) = Berat kulit setelah dikeringkan (g)
Organoleptik Uji organoleptik dilakukan terhadap kesegaran warna kulit, warna rambut dan rasa daging buah rambutan. Pengujian dilakukan dengan mengambil beberapa panelis (15 orang) untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap parameter yang akan dianalisa dengan menggunakan skala hedonik. Penilaian berdasarkan kriteria suka dan tidak suka dan kemudian dikonversikan dalam bentuk angka. Selang angka yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Sangat tidak suka 5. Agak suka 2. Tidak suka 6. Suka 3. Agak tidak suka 7. Sangat suka 4. Netral
12
Gambar 6 Alur prosedur penelitian Analisis Data Data hasil penelitian dianalisa untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan yaitu pelapisan lilin dan volume ruang bebas dalam kemasan terhadap kesegaran rambut, kulit dan daging buah rambutan. Metode analisa yang digunakan adalah analisis varian (ANOVA). Alat bantu pengolah data menggunakan software SPSS.
13
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Pelapisan Lilin dan Penyimpanan Suhu Dingin Terhadap Laju Respirasi Respirasi merupakan proses metabolisme dengan cara menggunakan O2 dalam pembakaran senyawa yang lebih kompleks (pati, gula, protein, lemak, dan asam organik) menghasilkan molekul yang lebih sederhana yaitu CO2 dan H2O serta menghasilkan energi yang dapat digunakan oleh sel-sel untuk reaksi sintesa. Perlakuan P0%T27 memiliki laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2 yang tinggi yaitu laju produksi CO2 mencapai 43.0 ml CO2/kg.jam dan konsumsi O2 mencapai 51.3 ml O2/kg.jam. Pengukuran respirasi buah dengan perlakuan P0%T27 hanya dilakukan selama 1 hari karena pada hari kedua sudah terdapat kontaminasi jamur pada permukaan kulit rambutan. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh proses distribusi buah rambutan yang terkendala karena transportasi dan perjalanan sehingga terlambat selama 6 jam dari rencana pengamatan. Buah rambutan dengan perlakuan P2%T27% dan P5%T27% memiliki laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2 yang dengan berturut-turut yaitu 38.6 ml CO2/kg.jam, 37.5 ml CO2/kg.jam, 49.6 ml O2/kg.jam serta 49.1 ml O2/kg.jam. Pengukuran dilakukan sampai dua hari pengamatan, karena pada hari kedua sudah ada kontaminasi jamur pada kulit buah rambutan. Dilihat dari hasil laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2 dari perlakuan P0%T27%, P2%T27% dan P5%T27% perlakuan pelapisan lilin tidak berpengaruh terhadap laju respirasi buah rambutan. Buah rambutan dengan perlakuan P0%T10, P2%T10 dan P5%T10 memiliki laju produksi CO2 yang tinggi di hari awal sampai hari ke-3 penyimpanan, kemudian menurun sampai hari ke-6 dan pada akhir penyimpanan mengalami peningkatan kembali karena permukaan kulit buah rambutan sudah ada kontaminasi jamur (Gambar 7). Grafik hasil pengamatan (Gambar 7 dan 8) menunjukkan bahwa laju respirasi buah rambutan pada perlakuan P0%T10, P2%T10 dan P5%T10 tidak berbeda dan pengukuran dilakukan sampai hari ke-7. Buah rambutan dengan perlakuan P0%T10 menunjukkan laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2 di awal penyimpanan yaitu berturut-turut sebesar 25.4 ml O2/kg.jam dan 30.9 ml CO2/kg.jam kemudian terus menurun sampai hari ke-6 dan meningkat kembali pada hari ke-7, buah rambutan dengan perlakuan P2%T10 dan P5%T10 menunjukkan laju konsumsi O2 dan produksi CO2 nya tinggi di hari awal penyimpanan yaitu beturut-turut mencapai 21.5 ml O2/kg.jam dan 28.1 ml CO2/kg.jam, 23.2 ml O2/kg.jam dan 30.9 ml CO2/kg.jam. Pengukuran hanya dilakukan sampai hari ke-7 karena pada hari ke-7 permukaan kulit buah rambutan sudah ada kontaminasi dari jamur sehingga laju produksi CO2 pada hari ke-7 meningkat. Dilihat dari hasil pengamatan pemberian lapisan lilin pada kulit buah rambutan tidak berpengaruh dalam memperlambat respirasi buah rambutan, tetapi perlakuan suhu 10oC berpengaruh terhadap memperlambat laju respirasi buah rambutan, meskipun berdasarkan analisis statistik suhu tidak berpengaruh nyata dalam memperlambat laju respirasi buah rambutan.
Laju produksi CO2 (ml CO2/kg.jam)
14
60 50 40 30 20 10 0 0
1
2
3
4
5
6
7
Hari P0%T10
Keterangan P0%T10 P2%T10 P5%T10 P0%T27 P2%T27 P5%T27
P2%T10
P5%T10
P0%T27
P2%T27
P5%T27
: : Konsentrasi lapisan lilin 0% dan disimpan pada suhu 10oC : Konsentrasi lapisan lilin 2% dan disimpan pada suhu 10oC : Konsentrasi lapisan lilin 5% dan disimpan pada suhu 10oC : Konsentrasi lapisan lilin 0% dan disimpan pada suhu ruang : Konsentrasi lapisan lilin 2% dan disimpan pada suhu ruang : Konsentrasi lapisan lilin 5% dan disimpan pada suhu ruang
Laju konsumsi O2 (ml O2/kg.jam)
Gambar 7 Grafik laju produksi CO2 buah rambutan 60 50 40 30 20 10 0 0
1
2
3
4
5
6
7
Hari P0%T10
P2%T10
P5%T10
P0%T27
P2%T27
P5%T27
Gambar 8 Grafik laju konsumsi O2 buah rambutan Faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi produk pertanian yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal meliputi tingkat perkembangan, susunan kimia jaringan, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan, sedangkan faktor eksternal antara lain suhu, etilen, O2 yang tersedia, zatzat pengatur pertumbuhan dan kerusakan buah (Pantastico 1986).
15
Analisis ragam pada Lampiran 8 dan 9 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi pelilinan menunjukkan nilai sig sebesar 0.646 yang lebih besar dari 0.500 sehinnga perlakukan pelapisan lilin tidak berpengaruh nyata dan suhu menunjukkan nilai 0.262 lebih kecil dari 0.500 sehingga perlakuan suhu berpengaruh nyata terhadap laju respirasi buah rambutan.
Pengaruh Perlakuan Pelapisan Lilin dan Void Volume Kemasan Terhadap Parameter Mutu Susut Bobot Susut bobot buah rambutan diukur untuk mengetahui penurunan bobot buah selama penyimpanan. Setelah melakukan pengamatan selama 16 hari dan membandingkan antara bobot awal dengan bobot akhir dari setiap perlakuan, masing-masing perlakuan mengalami peningkatan susut bobot, tetapi ada perbedaan besar penurunan bobot dari setiap perlakuan. Susut bobot dipengaruhi oleh respirasi dan transpirasi. Berdasarkan Gambar 9 menunjukkan bahwa penurunan bobot paling tinggi adalah pada perlakuan P0%K0% sebesar 0.71%, sedangkan penurunan bobot paling rendah adalah perlakuan P2%K0% sebesar 0.35%. Penurunan bobot pada perlakuan ini adalah akibat kehilangan air pada produk. Kehilangan air disebabkan oleh penyimpanan buah pada suhu rendah. Perlakuan P0%K0% mengalami penurunan susut bobot yang paling tinggi disebabkan oleh tidak ada pelapisan lilin pada permukaaan kulit, sehingga mengakibatkan transpirasi yang tinggi. Grafik susut bobot (Gambar 9) menunjukkan bahwa penurunan bobot yang paling rendah adalah perlakuan P2%K0%, hal ini disebabkan oleh pelapisan lilin pada permukaan kulit dan void volume 0% sehingga mengurangi penguapan air pada buah rambutan. Menurut Muchtadi (1992) Kehilangan bobot pada buahbuahan yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat adanya proses penguapan dan kehilangan karbon (CO2) selama respirasi. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses transpirasi dan respirasi melalui stomata. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan susut bobot, akan tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Kehilangan air dalam jumlah banyak akan menjadi layu dan keriput.
16
0.8
Susut bobot (%)
0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Hari
Keterangan P0%K0% P0%K25% P2%K0% P2%K25% P5%K0% P5%K25%
P0% K0%
P0% K25%
P2% K0%
P2% K25%
P5% K0%
P5% K25%
: : Konsentrasi lapisan lilin 0% dan void volume pada kemasan 0% : Konsentrasi lapisan lilin 0% dan void volume pada kemasan 25% : Konsentrasi lapisan lilin 2% dan void volume pada kemasan 0% : Konsentrasi lapisan lilin 2% dan void volume pada kemasan 25% : Konsentrasi lapisan lilin 5% dan void volume pada kemasan 0% : Konsentrasi lapisan lilin 5% dan void volume pada kemasan 25%
Gambar 9 Grafik susut bobot buah rambutan selama penyimpanan Analisis sidik ragam pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa perlakuan pelapisan larutan lilin berpengaruh nyata sedangkan void volume kemasan tidak berpengaruh nyata terdapat susut bobot buah rambutan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa konsentrasi larutan lilin yang terbaik untuk pelapisan pada buah segar rambutan adalah konsentrasi 2%. Kadar Air Kulit Kadar air kulit pada buah berkaitan dengan jumlah air yang dikandung pada kulit buah. Kadar air kulit akan menurun karena adanya aktifitas fisiologis buah yaitu respirasi dan transpirasi. Daya tahan simpan buah rambutan juga dibatasi oleh penurunan tampilan visual, penurunan kualitas dan perkembangan penyakit (O’Hare 1995). Dilihat dari hasil pengukuran kadar air kulit pada Gambar 10 setiap perlakuan menghasilkan kadar air kulit yang fluktuatif karena sampel yang digunakan untuk setiap pengamatan tidak berasal dari buah yang sama.
Kadar air (%)
17
82.0 81.0 80.0 79.0 78.0 77.0 76.0 75.0 74.0 73.0 72.0 71.0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Hari P0% K0%
P0% K25%
P2% K0%
P2% K25%
P5% K0%
P5% K25%
Gambar 10 Grafik kadar air kulit buah rambutan selama penyimpanan Secara umum, buah rambutan dengan perlakuan pelapisan dan tanpa pelapisan mengalami peningkatan kadar air kulit selama penyimpanan. Hal ini disebabkan penyerapan air hasil pengembunan di dalam kemasan, pengembunan terjadi di dalam kemasan diakibat oleh respirasi pada bahan sehingga akan menghasilkan uap air, karena penyimpanan pada suhu dingin maka tekanan akan meningkat, sehingga uap air akan berubah menjadi cairan. Berdasarkan grafik terlihat bahwa void volume 25% untuk semua perlakuan pelilinan menunjukkan peningkatan kadar air kulit, walaupun berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan perbedaan tersebut tidak berpengaruh nyata. Analisis ragam pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa perlakuan pelapisan lilin dan penyimpanan dengan void volume pada kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air kulit buah rambutan. Warna Kulit Warna kulit buah rambutan sangat mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen, warna kulit digunakan sebagai indikator untuk menentukan kualitas buah rambutan. Warna kulit buah rambutan akan sangat cepat mengalami perubahan warna menjadi hitam karena respirasi pada buah rambutan tergolong tinggi, hal ini disebabkan oleh rambut pada kulit buah rambutan memiliki banyak stomata. a.
Derajat Warna L (Tingkat Kecerahan) Derajat nilai L menunjukan tingkat kecerahan warna produk yang diukur. Rentang nilai L adalah 0 sampai 100. Nilai 0 menerangkan warna hitam sampai nilai 100 untuk warna putih. Gambar 11 menunjukkan bahwa untuk perlakuan P0%K0% dan P0%K25% mengalami peningkatan nilai derajat L sampai hari ke-6, hal ini menunjukan bahwa warna kulit mengalami perubahan warna menjadi menjadi lebih cerah sampai hari ke-6, tetapi mulai hari ke-8 sampai hari ke-16 nilai L menjadi turun. Penurunan nilai L tersebut menunjukkan bahwa warna kulit buah rambutan menjadi kehitaman.
Nilai L
18
50.0 49.0 48.0 47.0 46.0 45.0 44.0 43.0 42.0 41.0 40.0 39.0 38.0 37.0 36.0 35.0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Hari P0% K0%
P0% K25%
P2% K0%
P2% K25%
P5% K0%
P5% K25%
Gambar 11 Grafik nilai warna L pada kulit buah rambutan selama penyimpanan Perubahan nilai L pada perlakuan P2%K0% dan P2%K25%, nilai L meningkat sampai hari ke-8 kemudian mengalami penurunan dari hari ke-8 sampai hari ke-16, hal ini menunjukkan bahwa warna kulit mengalami perubahan warna kulit menjadi kusam mulai hari ke-10. Pada perlakuan pelapisan lilin P5%K0% dan P5%K25% peningkatan nilai L terjadi sampai hari ke-8 dan hari ke-8 sampai hari ke-16 nilai L menurun. Grafik menunjukkan peningkatan nilai L pada perlakuan P5%K25% karena lapisan lilin yang berwarna putih sehingga nilai L semakin tinggi. Hasil dari grafik pengamatan menunjukkan bahwa pelapisan lilin dapat mepertahan tingkat kecerahan kulit buah rambutan. Perubahan warna terjadi karena adanya reaksi pencoklatan (browning) yang menyebabkan berkurangnya tingkat kecerahan. Menurut Rusmono (1989), reaksi pencoklatan terjadi akibat kerusakan mekanis sehingga oksigen berhubungan langsung dengan senyawa fenol (substrat) dan dikatalis oleh enzim polifenol oksidase membentuk melanin dengan cepat. Reaksi ini akan semakin cepat apabila terdapat cukup oksigen di sekitar bahan serta keadaan suhu cukup untuk aktivitas enzim. Berdasarkan analisis ragam pada Lampiran 12 pelapisan lilin sangat berpengaruh nyata terhadap kecerahan warna kulit (nilai L pada kulit), tetapi void volume kemasan tidak berpengaruh nyata. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa konsentrasi larutan lapisan lilin yang terbaik adalah konsentrasi 2%. Derajat Warna a (Tingkat Kemerahan) Nilai a menunjukkan nilai positif untuk warna merah dan nilai negatif untuk warna hijau. Gambar 12 menunjukkan penurunan nilai dari hari ke-4 sampai hari ke-16 terjadi pada perlakuan P0%K0% dan P0%K25% sedangkan pada perlakuan P2%K0%, P2%K25%, P5%K0% dan P5%K25% mengalami penurunan dari hari ke-6 sampai hari ke-16. Penghambatan penurunan nilai a pada buah rambutan dipengaruhi oleh penyimpanan pada suhu yang sama yaitu suhu 10oC. Penyimpanan pada suhu rendah mampu menekan proses fisiologis khususnya b.
19
Nilai a
degradasi zat warna termasuk klorofil. Penghambatan ini terjadi karena ATP yang diperlukan enzim klorofilase maupun enzim lainnya kurang tersedia, karena respirasi yang menghasilkan energi terhambat akibat rendahnya ketersediaan oksigen. Hasil grafik tersebut menunjukkan bahwa pelapisan lilin dapat menghambat degradasi warna pada kulit buah rambutan. 18.0 16.0 14.0 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Hari P0% K0%
P0% K25%
P2% K0%
P2% K25%
P5% K0%
P5% K25%
Gambar 12 Grafik nilai warna a pada kulit buah rambutan selama penyimpanan Berdasarkan analisis ragam pada Lampiran 13 bahwa pelapisan lilin pada kulit rambutan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai warna a pada kulit rambutan, dan juga void volume kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat warna a pada kulit rambutan. Kombinasi antara pelapisan lilin dan void volume kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat warna a pada kulit rambutan. Derajat Warna b (Tingkat Kekuningan) Nilai b merupakan atribut nilai yang menunjukkan warna kuning dan biru suatu sampel yang diukur. Nilai b positif menunjukkan derajat kekuningan sampel. Nilai b negatif menunjukkan derajat kebiruan suatu sampel. Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa masing masing perlakuan mengalami peningkatan nilai warna b sampai hari tertentu. Rambutan yang dengan perlakuan P2%K0%, P2%K25%, P5%K0% dan P5%K25% mengalami peningkatan nilai warna b sampai hari ke-6, ini berarti terjadi peningkatan warna kuning pada kulit, sedangkan perlakuan P0%K0% dan P0%K25% peningkatan nilai warna b sampai hari ke-4 dan penurunan nilai warna b sampai akhir penyimpanan. Penurunan nilai b terjadi karena lebih rentan terhadap pembusukan. c.
Nilai b
20
9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Hari P0% K0%
P0% K25%
P2% K0%
P2% K25%
P5% K0%
P5% K25%
Gambar 13 Grafik nilai warna b buah pada kulit rambutan selama penyimpanan Pada analisis ragam pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa pelapisan lilin berpengaruh nyata terhadap tingkat warna b pada kulit, sedangkan void volume kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat perubahan warna b pada warna kulit rambutan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa konsentrasi lapisan lilin yang terbaik untuk peningkatan warna kemerahan pada buah rambutan adalah konsentrasi 2%. Perubahan warna kulit pada buah rambutan dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan sistem notasi warna Hunter (Lampiran 2 – Lampiran 7) menunjukkan perubahan warna kulit buah rambutan menjadi warna kehitaman pada akhir penyimpanan yang berarti kulit buah rambutan membusuk. Sistem notasi warna Hunter juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perubahan warna yang nyata diantara setiap perlakuan. Perubahan warna menjadi menghitam juga dapat dilihat berdasarkan perubahan titik ordinat diagram Hunter pada Table 5. Tabel 5 Ordinat diagram Hunter selama 16 hari penyimpanan Perlakuan P0% K0% P0% K25% P2% K0% P2% K25% P5% K0% P5% K25%
Hari ke0 (12.73,5.54) (12.65,5.32) (12.21,5.43) (12.80,5.20) (12.33,5.04) (12.29,5.17)
16 (3.29,2.29) (2.92,3.04) (3.68,3.02) (4.34,3.21) (1.86,2.21) (3.71,3.36)
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa selama penyimpanan, titik ordinat mengalami penurun pada setiap perlakuan.Perlakuan P2% K25% menunjukkan penurunan titik ordinat yang paling rendah dibanding dengan perlakuan yang
21
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan P2% K25% mengalami perubahan warna kulit menjadi hitam lebih lama.
Derajat putih
Warna Daging Buah Rambutan Selama penyimpanan, buah tidak hanya mengalami perubahan pada warna kulit, perubahan pada warna daging buah juga akan terjadi. Pengukuran warna daging buah juga sama dengan pengukuran warna kulit yaitu derajat warna L, derajat warna a serta derajat warna b, kemudian dikonversi menjadi derajat putih. Derajat putih suatu bahan merupakan kemampuan memantulkan cahaya dari bahan tersebut terhadap cahaya yang mengenai permukaannya (Indrasti 2004). Gambar 14 menunjukkan bahwa derajat putih pada daging buah rambutan perlakuan P0%K0% Dan P0%K25% mengalami peningkatan derajat putih pada daging buah sampai hari ke-2, kemudian penurunan nilai derajat putih dari hari ke-4 sampai hari ke-16 penyimpanan. Penurunan derajat putih disebabkan oleh daging buah yang mulai berubah menjadi warna kecoklatan karena mulai membusuk. Perlakuan yang lainnya mengalami peningkatan derajat putih daging sampai hari ke-8 dan menurun dari hari ke-10 sampai hari hari ke-16. Hal ini terjadi karena daging buah mengalami perlambatan laju respirasi dan penundaan pematangan buah. Berdasarkan grafik perlakuan terbaik adalah perlakuan P5%K25%. Berdasarkan analisis ragam Lampiran 15 pelapisan lilin sangat berpengaruh nyata dan void volume kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan warna daging buah rambutan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa konsentrasi lapisan lilin yang terbaik untuk penundaan pencoklatan daging buah pada buah rambutan adalah konsentrasi 5%. 60.0 58.0 56.0 54.0 52.0 50.0 48.0 46.0 44.0 42.0 40.0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Hari P0% K0%
P0% K25%
P2% K0%
P2% K25%
P5% K0%
P5% K25%
Gambar 14 Grafik perubahan derajat putih pada daging buah rambutan selama penyimpanan.
22
Persentase Rambut Segar Jumlah rambut segar dihitung berdasarkan luas permukaan tertentu pada buah rambutan yang diamati. Rambut yang segar merupakan salah satu kriteria mutu yang penting bagi konsumen. Pada buah rambutan rambut–rambut yang berada pada permukaan kulit akan cepat menghitam, hal ini disebabkan oleh pada rambut- rambut tersebut terdapat stomata- stomata, sehingga respirasi yang tinggi terjadi pada rambut buah rambutan. Berdasarkan Gambar 15 grafik persentase rambut segar yang masih ada sampai hari ke-16 hanya terdapat pada perlakuan P2%K25%. Semua perlakuan mengalami penurunan jumlah rambut segar sampai hari ke-16. Jumlah rambut segar pada perlakuan P0%K0% menjadi 0 pada hari ke-12, perlakuan P0%K25% pada hari ke-14 sedangkan perlakuan P5%K0% dan P5%K25% pada hari ke-16. Hasil dari diagram batang dapat dilihat bahwa pelapisan lilin pada buah rambutan dapat menunda perubahan warna pada warna rambut pada kulit rambutan. Diagram menunjukkan bahwa perlakuan yang paling baik adalah perlakuan dengan konsentrasi lapisan lilin 2% dan void volume kemasan 25% walaupun berdasarkan analisis statistik perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata . Analisis ragam pada Lampiran 17 menunjukkan bahwa konsentrasi lilin serta void volume pada kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah rambut segar rambutan.
Persentase rambut segar
120 100 80 60 40 20 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Hari P0% K0%
P0% K25%
P2% K0%
P2% K25%
P5% K0%
P5% K25%
Gambar 15 Grafik persentase jumlah rambut segar buah rambutan selama penyimpanan. Total Padatan Terlarut Penurunan mutu buah tidak hanya terjadi pada perubahan fisik buah saja, tetapi perubahan secara kimia. Perubahan proses secara kimiawi selama masa penyimpanan seperti rasa dari asam menjadi manis, terbentuknya vitamin-vitamin serta timbulnya aroma yang khas karena terbentuknya senyawa-senyawa volatil. Perubahan kimia tersebut terutama pada perubahan rasa manis pada daging buah dapat diperlihatkan melalui total padatan terlarut (Muchtadi et al. 2010).
23
22.0
TPT (% Brix)
21.0 20.0 19.0 18.0 17.0 16.0 15.0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Hari P0% K0%
P0% K25%
P2% K0%
P2% K25%
P5% K0%
P5% K25%
Gambar 16 Grafik total padatan terlarut pada daging buah rambutan selama penyimpanan Gambar 16 dapat dilihat bahwa grafik total padatan terlarut pada buah rambutan dengan lapisan lilin dan tanpa lapisan lilin cenderung mengalami penurunan mulai hari ke-6, hal ini disebabkan terhambatnya proses penguraian gula, asam pektat, pektinat dan lainnya menjadi senyawa sederhana, akibat terhambatnya proses fisiologis termasuk respirasi. Grafik menunjukkan bahwa perlakuan P0%K0% dan P0%K25% mengalami peningkatan total padatan terlarut sampai hari ke-4, kemudian menurun sampai hari ke-16 hal ini disebabkan TPT yang terkandung dalam buah akan lebih cepat meningkat ketika buah mengalami kematangan dan akan terus menurun seiring dengan lama penyimpanan buah. Proses pematangan dan pembusukan akan menyebabkan kandungan karbohidrat dan gula berubah. Pantastico et al. (1986) menyatakan bahwa peningkatan atau akumulasi total gula tidak berlangsung lama karena setelah mencapai maksimum maka total gula secara bertahap akan menurun. Grafik yang menunjukan Perlakuan P2%K0% dan P2%K25% penurunan TPT lebih lambat terjadi pada hari ke-10, karena proses pematangan buah terhambat. Berdasarkan analisis ragam pada Lampiran 16 menunjukkan bahwa perlakuan dengan pelapisan lilin berpengaruh nyata sedangkan perlakuan void volume kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut pada buah rambutan. Berdasarkan uji lanjut Duncan pelapisan lilin dengan konsentrasi 2% merupakan perlakuan pelilinan yang terbaik. Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan untuk mengukur tingkat kesukaan dan mutu buah rambutan dengan menggunakan panelis yaitu 15 orang mahasiswa. Mutu yang diujikan adalah kesegaran kulit, warna kulit dan rasa daging buah setelah disimpan. Skor nilai yang digunakan adalah 1 (Sangat tidak suka), 2 (Tidak suka), 3 (Agak tidak suka), 4 (Netral), 5 (Agak suka), 6 (Suka), 7 (Sangat suka) dengan nilai batas penerimaan panelis 3.5.
24
a.
Kesegaran Kulit Kesegaran kulit buah rambutan dinilai melalui visual panelis, dengan memberi nilai mutu yang telah ditetapkan. Dilihat dari Gambar 17 untuk nilai mutu kesegeran kulit buah rambutan berdasarkan penilaian panelis, sampai hari ke-8 penyimpanan semua sampel perlakuan masih dapat diterima oleh panelis, tetapi pada hari ke-10 buah rambutan dengan perlakuan P0%K0%, P5%K0% dan P5%K25% sudah tidak dapat diterima oleh panelis. Hal ini dikarenakan pada hari ke-10 penyimpanan warna kulit buah rambutan sudah mengalami perubahan warna menjadi hitam dan rambut pada permukaan kulit juga mengalami perubahan warna menjadi hitam, sehingga menurunkan tingkat kesukaan panelis.Perlakuan P2%K0% dan P2%K25% masih diterima oleh panelis sampai hari ke-12. 7.0 6.0
Nilai mutu
5.0
Batas penerimaan
4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 2
4
6
8
10
12
14
16
Hari Buah segar
P0%K0%
P0%K25%
P2%K0%
P2%K25%
P5%K0%
P5%K25%
Gambar 17 Organoleptik kesegaran kulit buah rambutan Warna Kulit Berdasarkan Gambar 18 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan buah rambutan dapat diterima oleh panelis sampai hari ke-8 penyimpanan. Hari ke-10 penyimpanan, buah rambutan dengan perlakuan P2%K25% warna kulit buah rambutan dapat diterima oleh panelis, sedangkan perlakuan yang lainnya sudah tidak dapat diterima panelis. Hal ini disebabkan oleh perubahan warna pada buah rambutan menjadi hitam. b.
25
7.0 6.0
Nilai mutu
5.0
Batas penerimaan
4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 2
4
6
8
10
12
14
16
Hari Buah segar
P0%K0%
P0%K25%
P2%K0%
P2%K25%
P5%K0%
P5%K25%
Gambar 18 Organoleptik warna kulit buah rambutan c.
Rasa Daging Buah Rasa danging buah rambutan pada hari ke-8 untuk semua perlakuan berada di atas batas penerimaan, sehingga semua perlakuan masih dapat diterima oleh panelis.
7.0 6.0
Nilai mutu
5.0
Batas penerimaan
4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 2
4
6
8
10
12
14
16
Hari Buah segar
P0%K0%
P0%K25%
P2%K0%
Gambar 19 Organoleptik rasa daging buah rambutan Pada Gambar 19 dilihat bahwa hari ke-10 dan 12 semua perlakuan berada di atas batas penerimaan kecuali buah rambutan P0%K25%. Pada hari ke-14 sampai hari-16 rasa daging buah rambutan dari semua perlakuan sudah berada di bawah batas penerimaan. Rasa daging buah rambutan tidak dapat diterima lagi oleh panelis disebabkan daging sudah busuk. Berdasarkan hasil penilaian panelis, rasa daging buah yang terbaik adalah rasa daging buah pada perlakuan P2%K25%.
26
Pemilihan Perlakuan Terbaik Perlakuan yang terbaik untuk mempertahankan kesegaran buah rambutan ditentukan berdasarkan hasil pengamatan terhadap parameter mutu yang diukur dan berdasarkan analisis statistika. Hasil perlakuan yang terbaik dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Rangkuman perlakuan terbaik Parameter mutu Perlakuan terbaik Susut bobot P2%K0% Kadar air kulit Total padatan terlarut P2%K25% Warna kulit P2%K25% Warna daging buah P2%K25% Persentase rambut segar P2%K25% Organoleptik P2%K25% Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa perlakuan yang terbaik untuk mempertahankan kesegaran buah rambutan adalah P2%K25%.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Perlakuan pelapisan lilin pada kulit buah rambutan tidak berpengaruh dalam memperlambat proses respirasi buah rambutan, laju respirasi lebih dominan dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Laju respirasi pada suhu ruang (26oC - 28oC) laju produksi CO2 mencapai 43.0 ml CO2/kg.jam dan konsumsi O2 mencapai 51.3 ml O2/kg.jam, sementara laju respirasi pada suhu 10oC produksi CO2 30.9 ml CO2/kg.jam dan laju konsumsi O2 sebesar 25.4 ml O2/kg.jam. Berdasarkan hasil pengamatan laju repirasi semakin rendah akan menurunkan susut bobot, memperlambat perubahan warna kulit menjadi hitam, memperlambat perubahan warna daging buah menjadi coklat, memperlambat penurunan total padatan terlarut dan memperlambat pelayuan rambut pada kulit buah rambutan. Kesegaran kulit buah rambutan dapat ditunjukkan oleh susut bobot, kadar air kulit dan warna kulit buah. Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis ragam menunjukkan bahwa untuk mempertahankan parameter mutu tersebut perlakuan yang terbaik adalah perlakuan pelapisan dengan konsentrasi larutan lilin 2%. Selama penyimpanan 16 hari dengan perlakuan pelapisan lilin 2% diperoleh susut bobot 0.35%, kadar air 76.93%. Warna kulit pada ordianat diagram hunter (4.34;3.21) dengan nilai L 39.26. Buah rambutan dapat diterima oleh panelis sampai hari ke-12 penyimpanan. Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis statistik, pemberian void volume kemasan (ruang kosong dalam kemasan) tidak berpengaruh terhadap perubahan
27
parameter mutu kesegaran buah rambutan, tetapi penilaian secara subyektif yaitu uji organoleptik menunjukkan bahwa pemberian void volume sebesar 25% merupakan perlakuan yang terbaik. Kesegaran rambutan masih diterima konsumen sampai dengan hari ke-12 dengan nilai penerimaan sebesar 3.93 dari rangking nilai 0 sampai 7 dan buah dapat diterima oleh panelis sampai hari ke-12. Secara keseluruhan kombinasi yang terbaik untuk mempertahankan kesegaran buah rambutan adalah pelapisan lilin dengan konsentrasi 2% dengan void volume kemasan 25%. Saran 1. Untuk penelitian selanjutnya perlu pemberian lubang-lubang ventilasi (perforasi) pada kemasan untuk menghidari pengembunan di dalam kemasan agar buah tidak cepat busuk dan rusak. Pengembunan terjadi di dalam kemasan diakibatkan oleh respirasi yang menghasilkan uap air, uap air yang dihasilkan akan mengembun diakibatkan oleh meningkatnya massa uap air pada kemasan karena tekanan udara dalam kemasan meningkat. 2. Untuk alasan akurasi perlakuan pelilinan dan void volume yang terbaik dilakukan perlakuan yang lebih banyak untuk menjamin hasil kondisi perlakuan pelapisan lilin dan void volume yang terbaik. 3. Bahan yang diamati atau diukur sebaiknya dilakukan tanpa perusakan bahan atau pengamatan dilakukan dengan cara non dekstruktif.
DAFTAR PUSTAKA Argasasmita TU. 2008. Karakteristisasi sifat fisikokimia dan indeks glikemik varietas beras beramilosa rendah dan tinggi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Borchert NB, Malco CC, Pramod VM, Menghui R, Dmitri BP, Joe PK. 2014. Application of gas sensing technologies for non-destructive monitoring of void volume gases (O2 and CO2) during chilled storage of packaged mushrooms (Agaricus bisporus) and their correlation with product quality parameters. Food Packaging and Shelf Life. 25(1):1-13. Brown BI, Wong LS, Watson BI. 1985. Use of plastik film packaging and low temperature storage for postharvest handling of rambutan, carambola and sapodilla. Melbourne (AUS). Proc Postharvest Horticulture. 2(1):272-286. BrotoW. 1990. Kajian sifat-sifat mutu buah rambutan (Nephelium lappaceum, Linn) varietas binjai pada saat panen [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 1987. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari: Food Science. Hidayat L. 2005. Penyimpanan buah rambutan (Nephelium lappaceum, Linn) terolah minimal dalam kemasan atmosfer termodifikasi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
28
Indrasti F. 2004. Pemanfaatan tepung talas belitung (Xanthosoma saginifolium) dalam pembuatan cookie [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lam PF, Kosiyachinda S, Lizada MCC, Mendoza DBJr, Prabawati S, Lee SK. 1987. Postharvest physiology and storage of rambutan in pf. Fruit Development, Postharvest Physiology and Marketing In Asean. Asean Food Handling Bureau. 4(2):39-50. Mahisworo K, Susanto, Anung A. 1989. Bertanam Rambutan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Mannaperuma JD, Singh RP, Montero ME. 1989. Simultaneous gas diffusion and chemical reaction in foods stored in modified atmosphere. Food Enginering. 14(2):167-183. Muchtadi TR. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor (ID): Diktat UPG IPB. Nugroho W. 2002. Pengaruh pelilinan terhadap kualitas dan daya simpan buah durian (Durio zibhetinus) varietas rancamaya pada suhu kamar [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Novaliana N. 2008. Pengaruh pelapisan dan suhu simpan terhadap kualitas dan daya simpan buah nenas (Ananas comosus (L).Merr) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ozdokur KV, Levent Pt, Hasan E, Suna T, Nilertas. 2012. Headspace voltammetry: A novel voltammetric method for volatile organics and a case study for phenol. Food Chemistry.98(1):34-39. Pantastico EB. 1986. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Kamariyani, penerjemah. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada. Terjemahan dari: Postharvest Physiology, Handling and Utilization of Tropical and Subtropical Fruit and Vegetables. Paull RE. 1997. Postharvest physiology and storage of tropical and subtropical fruits. Mitra S K, editor. London (UK): CABI Publishing. Pujimulyani D. 2012. Teknologi Pengolahan Sayur-sayuran dan Buah-buahan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Refilia NR. 2013. Kajian konsentrasi dan metode pelilinan buah manggis (Garciana Mangostana L.) semi-cutting selama penyimpanan dingin [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rosalina Y. 2010. Teknologi Pengemasan atmosfir termodifikasi menggunakan bahan pengemas LDPE antifog dengan perforasi pada penyimpanan buah rambutan [tesis]. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor. Ryandra R. 2011. Lama penyimpanan dan mutu buah sawo (Achras Zapota, L) kultivar sukatali st1 yang dilapisi lilin [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sacharow S, Griffin RC. 1980. Chemical and compotition of the seed. AVI Publishing Connecticut. Senjaya AT. 2006. Kajian penyimpanan buah rambutan (Nephelium Lappaceum, Linn.) dalam kemasan atmosfir termodifikasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Soedibyo M. 1979. Penanganan Pascapanen Buah-Buahan dan Sayuran (Khusus Pengepakan, Pengangkutan dan Penyimpanan). Jakarta (ID): Lembaga Penelitian Hortikultura.
29
O’Hare TJ. 1995. Postharvest physiology and storage of rambutan. Postharvest Biology and Technology.6(1):189-199. Widjanarko SB. 2000. Changes in respiration, composition and sensory characteristics of rambutan packed with plastic films during storage at low temperature. Agricultural Technology.1(1):1-8.
P5%K0%
P2%K0%
P0%K0%
Perlakuan
0
2
4
Lama penyimpanan (Hari)
6
Lampiran 1 Perubahan warna kulit buah dan jumlah rambut segar pada buah rambutan selama penyimpanan.
30
8
30
P5%25%
P2%K25%
P0%K25%
Perlakuan
0
2
4
Lama penyimpanan (Hari) 6
8
31
31
P5%K0%
P2%K0%
P0%K0%
Perlakuan
32
10
12
14
Lama penyimpanan (Hari)
16
32
P5%K25%
P2%K25%
P0%K25%
Perlakuan
10
12
Lama penyimpanan (Hari) 14
16
33
33
34
Lampiran 2 Perubahan warna kulit buah rambutan pada perlakuan P0%K0% berdasarkan sistem notasi warna Hunter selama 16 hari penyimpanan
Lampiran 3 Perubahan warna kulit buah rambutan pada perlakuan P0%K25% berdasarkan sistem notasi warna Hunter selama 16 hari penyimpanan
35
Lampiran 4 Perubahan warna kulit buah rambutan pada perlakuan P2%K0% berdasarkan sistem notasi warna Hunter selama 16 hari penyimpanan
Lampiran 5 Perubahan warna kulit buah rambutan pada perlakuan P2%K25% berdasarkan sistem notasi warna Hunter selama 16 hari penyimpanan
36
Lampiran 6 Perubahan warna kulit buah rambutan pada perlakuan P5%K0% berdasarkan sistem notasi warna Hunter selama 16 hari penyimpanan
Lampiran 7 Perubahan warna kulit buah rambutan pada perlakuan P5%K25% berdasarkan sistem notasi warna Hunter selama 16 hari penyimpanan
37
Lampiran 8 Uji analisis ragam untuk laju produksi CO2 buah rambutan Type III Sum Source of Squares df Mean Square F
Sig.
Suhu
311.760
1
311.760
1.274
.262
Konsentrasi_Lilin
215.220
2
107.610
.440
.646
56.325
2
28.163
.115
.891
22019.292
90
244.659
Suhu * Konsentrasi_Lilin Error
Total 44431.200 96 Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata Lampiran 9 Uji analisis ragam untuk laju konsumsi O2 buah rambutan Type III Sum of Squares
Source Suhu
df
Mean Square
F
Sig.
1023.773
1
1023.773
3.859
.053
204.768
2
102.384
.386
.681
55.442
2
27.721
.104
.901
Error
23877.648
90
265.307
Total
38849.170
96
Konsentrasi_Lilin Suhu * Konsentrasi_Lilin
Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata Lampiran 10 Uji analisis ragam dan uji lancut Duncan untuk susut bobot Type III Sum of Squares
Source
df
Mean Square
F
Sig.
Pelilinan
.239
2
.119
4.030
.021
Kemasan
.007
1
.007
.237
.628
Pelilinan * Kemasan
.027
2
.014
.460
.633
Error
3.021
102
.030
Total
7.804
108
Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata Uji lanjut Duncan susut bobot Subset Pelilinan
N
1
P5%
36
.1703
P2%
36
.1719
P0%
36
Sig.
2
.2708 .967
1.000
38
Lampiran 11 Uji analisis ragam untuk kadar air Type III Sum of Squares
Source
df
Mean Square
F
Sig.
Pelilinan
13.091
2
6.545
.998
.372
Kemasan
1.101
1
1.101
.168
.683
Pelilinan * Kemasan
1.814
2
.907
.138
.871
102
6.559
Error
669.022
Lampiran 12 Uji analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk warna kulit (nilai L) Type III Sum of Squares
Source
df
Mean Square
F
Sig.
Pelilinan
185.815
2
92.908
16.332
.000
Kemasan
3.872
1
3.872
.681
.411
15.810
2
7.905
1.390
.254
580.229
102
5.689
Pelilinan * Kemasan Error
Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata Uji lanjut Duncan nilai L Subset Pelilinan
N
1
P0%
36
39.5817
P5%
36
42.2086
P2%
36
42.4972
Sig.
1.000
2
.609
Lampiran 13 Uji analisis ragam untuk warna kulit (nilai a) Type III Sum Source of Squares df Mean Square
F
Pelilinan
67.244
2
33.622
2.041
.135
Kemasan
18.089
1
18.089
1.098
.297
7.017
2
3.508
.213
.809
1680.235
102
16.473
Pelilinan * Kemasan Error
Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata
Sig.
39
Lampiran 14 Uji analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk warna kulit (nilai b) Type III Sum Source of Squares df Mean Square F Sig. Pelilinan
17.992
2
8.996
2.690
.073
Kemasan
8.074
1
8.074
2.415
.123
.991
2
.496
.148
.862
Error
341.053
102
3.344
Total
3275.237
108
Pelilinan * Kemasan
Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata Uji lanjut Duncan nilai b Subset Pelilinan
N
1
P0%
36
4.6339
P5%
36
5.3261
P2%
36
Sig.
2 5.3261 5.6047
.111
.519
Lampiran 15 Uji analisis ragam dan uji lanju Duncan untuk warna daging buah Type III Sum of Squares
Source
df
Mean Square
F
Sig.
Pelilinan
196.178
2
98.089
11.457
.000
Kemasan
7.954
1
7.954
.929
.337
.429
2
.214
.025
.975
Error
873.307
102
8.562
Total
298510.367
108
Pelilinan * Kemasan
Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata Uji lanjut Duncan derajat putih daging buah Subset Pelilinan
N
1
P0%
36
50.5897
P2%
36
53.2022
P5%
36
53.6439
Sig.
1.000
2
.523
40
Lampiran 16 Uji analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk total padatan terlarut Type III Sum of Squares
Source
df
Mean Square
F
Sig.
Pelilinan
5.780
2
2.890
3.235
.043
Kemasan
.053
1
.053
.060
.807
1.145
2
.572
.641
.529
Error
91.112
102
.893
Total
38307.220
108
Pelilinan * Kemasan
Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata Uji lanjut Duncan total padatan terlarut Subset Pelilinan
N
1
P0%
36
18.5250
P5%
36
18.8111 18.8111
P2%
36
19.0917
Sig.
.202
2
.211
Lampiran 17 Uji analisis ragam untuk persentase rambut segar Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Pelilinan
4653.574
2
2326.787
1.421
.246
Kemasan
4268.898
1
4268.898
2.608
.109
Pelilinan * Kemasan
2958.463
2
1479.231
.904
.408
166963.167
102
1636.894
Error
Total 405261.000 108 Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata
41
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Berastagi pada tanggal 10 Juli 1992 dari pasangan Armin Sembiring dan Irawati Br Sitepu. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas dari SMA Negeri 1 Berastagi pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti kuliah, penulis juga aktif sebagai anggota Komisi pelayanan khusus, Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (Kopelkhu PMK IPB) pada tahun 2010-2013 dan menjadi pengurus pada tahun 2011-2012 sebagai koordinator bidang pelawatan. Selama menjadi anggota PMK IPB penulis juga aktif dalam kepanitian retreat Kopelkhu PMK IPB 2012-2013. Penulis juga aktif dalam kepanitian HIMATETA (Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian) seperti kepanitian masa perkenalan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem (SAPA 2012) sebagai mechanical trainer. Penulis melaksanakan praktik lapangan pada 24 Juni-04 Agustus 2013 di PT. Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Rancabali, Bandung, Jawa Barat dengan judul Sistem Penanganan Bahan pada Produksi Teh Hitam di PT. Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Rancabali, Jawa Barat.