PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA AEDES AEGYPTI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT KOTA TANGERANG SELATAN BULAN MEI-JUNI TAHUN 2014
SKRIPSI
OLEH: Faradillah Desniawati NIM : 1110101000095
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M / 1435 H
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, Agustus 2014 Faradillah Desniawati, NIM: 1110101000095 Pelaksanaan 3M Plus Terhadap Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Bulan Mei-Juni Tahun 2014 xx + 105 Halaman + 26 Tabel + 2 Grafik + 5 Gambar + 3 Bagan + 4 Lampiran ABSTRAK Kecamatan Ciputat merupakan salah satu dari kecamatan yang paling banyak ditemukan kasus DBD setiap tahunnya. Pada tahun 2010-2013 jumlah kasus DBD di Puskesmas Ciputat adalah 71 kasus, 7 kasus, 31 kasus, dan 24 kasus. Menurut data surveilans DBD Puskesmas Ciputat tahun 2010-2013 nilai ABJ sebesar 89,96%, 91,06%, 90,86%, dan 93,13%. Salah satu upaya pencegahan penyakit DBD adalah memutuskan rantai penularan dengan cara mengendalikan vektor melalui kegiatan pelaksanaan 3M plus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pelaksanaan 3M plus terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di wilayah kerja Puskesmas Ciputat bulan Mei-Juni tahun 2014. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional, sampel yang diambil sebanyak 235 rumah tangga. Pengambilan sampel yang dilakukan menggunakan teknik purposive sampling terhadap RW yang terpilih dan random sampling terhadap masing-masing rumah tangga. Metode pengumpulan data menggunakan data primer berupa wawancara dengan instrumen penelitian kuesioner dan observasi, dan data sekunder berupa profil Puskesmas Ciputat tahun 2010-2013 dan Laporan Bulanan data kesakitan (LB I) tahun 2010-2013. Waktu penelitian dilaksanakan bulan Mei-Juni 2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan larva Aedes aegypti 15,3%. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada lima variabel yang berhubungan dengan keberadaan larva Aedes aegypti yaitu variabel menguras tempat penampungan air (p value 0,000), mengubur barang bekas (p value 0,002), mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan (p value 0,007), memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar (p value 0,001), mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai (p value 0,000). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan adalah variabel menutup tempat penampungan air, menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah, menabur bubuk abate, memelihara ikan pemakan jentik, memasang kawat kasa, dan menghindari kebiasaan menggantung pakaian (p value > 0,05). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka disarankan sebaiknya pihak puskesmas meningkatkan pemeriksaan jentik secara berkala, dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melaksanakan 3M plus secara berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan untuk memutus siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dan menekan angka kejadian DBD. Kata kunci: Larva Aedes aegypti, 3M plus, DBD
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH Undergraduated Thesis, August 2014 Faradillah Desniawati, NIM: 1110101000095 The Implementation Of 3M Plus Against The Presence Of Larvæ Aedes Aegypti In The Work Area Health Center Of Ciputat South Tangerang City In MayJune 2014. xx + 105 Pages + 26 Tables + 2 Graphic + 5 Images + 3 Chart + 4 Appendices ABSTRACT Subdistrict Ciputat is one of the most frequently found DBD cases every year. In 2010-2013 the number of cases of DBD Health Center of Ciputat is 71 cases, 7 cases, 31 cases, and 24 cases. According to the surveillance data DBD health center of Ciputat in 2010-2013 the value of ABJ 89,96%, 91,06%, 90,86%, and 93,13%. One of the dengue disease prevention is to break the chain of transmission by vector control through implementation of 3M plus activity. The purpose of the study was to determine the relationship between the condition of the implemantation of 3M plus with presence of larvae in work area of Health Center of Ciputat, South Tangerang city in May-June 2014. This study was the quantitative cross-sectional study design. The samples were 235 household, and sampling methode used purposive sampling of selected RW and random sampling of each household. The research used primary data from interview with an questionnaire and observation, and secondary data from profile of Health Center of Ciputat in 2010-2013 and monthly reports I (LB I) in 2010-2013. The research was conducted in May-June 2014. The result showed that presence of Aedes aegypti larvae was 15,3%. There were five variables significantly associated with presence of Aedes aegypti larvae were drained container (p value 0,000), buried the used goods (p value 0,002), replaced water vase and drinking animals pot (p value 0,007), repaired unsmoothed water channel and drain (p value 0,001), and sought adequate lighting and ventilation (p value 0,000). While unrelated variables were closing water pot, closed the holes on a piece of bamboo and trees with soil, sowed powder abate, kept fish larva eater, put on the wire netting, and avoided the habit of hanging clothes (p value > 0,05) Based on the result, then it is recommended health center should checkings larva periodically, and increase public awareness of the conduction of 3M plus activity simultaneously and continuously. It is intended to break the mosquito life cycle and reduces the incidence of dengue. Keyword: Aedes aegypti larvae, 3M plus, DBD
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap
: Faradillah Desniawati
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 20 Desember 1992
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Kemandoran IV No. 26 RT 08/09 Kedaung, Pamulang, Tangerang Selatan
Telepon
: (021) 7494056 / 085781777220
e-mail
:
[email protected]
Pendidikan 1997 - 1998
: TK Perwanida
1998 – 2004
: SDN 1 Ciputat
2004 – 2007
: MTsN Tangerang 2 Pamulang
2007 – 2010
: MAN 4 Model Jakarta
2010 – Sekarang
: S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan Lingkungan
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW semoga kelak kita mendapat syafa’atnya. Skripsi yang berjudul “Pelaksanaan 3M Plus Terhadap Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Bulan Mei-Juni Tahun 2014” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak kesulitan. Namun dengan bantuan, arahan, dan dukungan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Kedua orang tuaku tercinta, Papaku Drs. H. Abdul Rauf N, MM., dan Mamaku Hj. Rosmalina S yang selalu mendoakan, memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis dalam penulisan skripsi sehingga dapat menyelesaikan studi S1 ini. 2. Kakak, dan adikku tercinta, Nurputri Septiardina S.E.Sy., Moehammad Arfandi SH, dan Naila Fitriah Khairunnisa yang selalu mendoakan, dan memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Prof. DR (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Fajar Ariyanti M.Kes, Ph.D selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Ibu Catur Rosidati, MKM dan Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dorongan, kritik dan saran bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.
vii
6. Ibu Febrianti, SP, M.Si, Ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D dan Bapak dr. Sholah Imari, M.Sc selaku penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 7. Pihak Puskesmas Ciputat yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian serta bantuannya dalam memberikan data yang dibutuhkan penulis. 8. Pihak Kelurahan Ciputat yang telah memberikan izin penelitian serta arahan maupun dukungannya. 9. Pihak Kelurahan Cipayung yang telah memberikan izin dan dukungannya. 10. Teman-teman Kebabers, yaitu Eliza, Siva, Iwed, Tika, Dini, Anin, Mawar, Asri, Furi, Karlin yang selalu memberikan semangat, bantuan, serta tempat berbagi suka maupun duka dalam menyelesaikan skripsi ini. 11. Teman-teman Kesling 2010, yaitu Nida, Annis, Alya, Tuti, Yuni, Fitri, Rizka, Misyka, Ifa, Reka, Elfira, Angger, Fuad, Ilham, Febri, dan Akbar yang samasama berjuang dalam menyelesaikan skripsi, terima kasih atas semangat yang diberikan. 12. Teman-teman Kesmas 2010 yang menjadi teman seperjuangan dan berbagi ilmu maupun pengalaman selama masa perkuliahan. 13. Dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini yang tidak penulis sebutkan secara keseluruhan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Saran dan kritik senantiasa diharapkan penulis agar menjadi masukan di masa mendatang. Semoga skripsi dapat bermanfaat bagi penulis maupun berbagai pihak. Terima kasih.
Jakarta, Agustus 2014
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN.................................................................................
i
ABSTRAK............................................................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................ ........
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP............................................................................
vi
KATA PENGANTAR..........................................................................................
vii
DAFTAR ISI.........................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL................................................................................................
xiv
DAFTAR GRAFIK...................................................................................... ........
xvi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... ........
xvii
DAFTAR BAGAN................................................................................................ xviii DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................
xix
DAFTAR SINGKATAN......................................................................................
xx
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.......................................................................................................
1
1.1 Rumusan Masalah...........................................................................................
6
1.2 Pertanyaan Penelitian......................................................................................
7
1.3 Tujuan.............................................................................................................. 7 1.4.1 Tujuan Umum........................................................................................
7
1.4.2 Tujuan Khusus........................................................................................ 7 1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................... 8 1.6 Ruang Lingkup.................................................................................................
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Nyamuk Aedes aegypti...............................................................
10
2.1.1 Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti........................................................
10
2.1.2 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti.........................................................
11
2.1.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti..................................................... 11 2.2 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti.................................................................... 15 2.2.1 Tempat Perindukan atau Perkembang biakan........................................
ix
15
2.2.1.1 Tempat Penampungan Air (TPA)..............................................
17
2.2.1.2 Iklim..........................................................................................
18
2.2.2 Perilaku Menghisap Darah.....................................................................
19
2.2.3 Perilaku Istirahat............................................................................ ........
21
2.2.4 Penyebaran.............................................................................................
22
2.3 Keberadaan Larva Aedes aegypti............................................................. ........
23
2.4 Kepadatan Populasi Nyamuk Penular..............................................................
24
2.5 Pencegahan Penularan Demam Berdarah Dengeu (DBD)...............................
28
2.5.1 Pelaksanaan 3M Plus...............................................................................
28
2.6 Kerangka Teori................................................................................................
39
BAB
III
KERANGKA
KONSEP,
DEFINISI
OPERASIONAL,
HIPOTESIS PENELITIAN 3.1Kerangka Konsep..............................................................................................
40
3.2 Definisi Operasional........................................................................................
42
3.3 Hipotesis Penelitian.......................................................................................... 45 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain dan Penelitian.......................................................................................
47
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian..........................................................................
48
4.2.1 Tempat Penelitian................................................................................... 48 4.2.2 Waktu Penelitian....................................................................................
48
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian.......................................................................
48
4.3.1 Populasi Penelitian.................................................................................
48
4.3.2 Sampel Penelitian................................................................................... 48 4.4 Metode Pengumpulan Data..............................................................................
52
4.4.1 Data Primer............................................................................................
52
4.4.2 Data Sekunder........................................................................................
52
4.5 Instrumen Penelitian........................................................................................
53
4.6 Pengolahan Data..............................................................................................
53
4.7 Analisis Data....................................................................................................
54
x
4.7.1 Analisis Univariat..................................................................................
55
4.7.2 Analisis Bivariat..................................................................................... 55 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian................................................................
56
5.2 Analisis Univariat Variabel-variabel Penelitian..............................................
57
5.2.1 Keberadaan Larva Aedes aegypti...........................................................
57
5.2.2 Menguras Tempat Penampungan Air....................................................
58
5.2.3 Menutup Tempat Penampungan Air......................................................
59
5.2.4 Mengubur Barang Bekas........................................................................ 59 5.2.5 Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan........................
60
5.2.6 Memperbaiki Saluran dan Talang Air.................................................... 61 5.2.7 Menutup Lubang-lubang Pada Potongan Bambu dan Pohon................
61
5.2.8 Menabur Bubuk Abate...........................................................................
62
5.2.9 Memelihara Ikan Pemakan Jentik..........................................................
63
5.2.10 Memasang Kawat Kasa........................................................................ 63 5.2.11 Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian..................................
64
5.2.12 Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang.............................
65
5.3 Analisis Bivariat...............................................................................................
65
5.3.1 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menguras Tempat Penampungan Air....................................................
66
5.3.2 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menutup Tempat Penampungan Air...................................................... 67 5.3.3 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Mengubur Barang Bekas.......................................................................
68
5.3.4 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan........................
69
5.3.5 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Memperbaiki Saluran dan Talang Air...................................................
70
5.3.6 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menutup Lubang-lubang Pada Pohon dan Potongan Bambu................
xi
71
5.3.7 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menabur Bubuk Abate........................................................................... 72 5.3.8 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Memelihara Ikan Pemakan Jentik.......................................................... 73 5.3.9 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Memasang Kawat Kasa.......................................................................
74
5.3.10 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian.................................. 75 5.3.11 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang Yang Memadai...
76
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian....................................................................................
77
6.2 Keberadaan Larva Aedes aegypti.....................................................................
77
6.3 Analisis Bivariat...............................................................................................
79
6.3.1 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menguras Tempat Penampungan Air....................................................
79
6.3.2 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menutup Tempat Penampungan Air...................................................... 82 6.3.3 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Mengubur Barang Bekas.......................................................................
84
6.4.4 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan........................
87
6.4.5 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Memperbaiki Saluran dan Talang Air...................................................
88
6.4.6 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menutup Lubang-lubang Pada Pohon dan Potongan Bambu...............
90
6.4.7 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menabur Bubuk Abate........................................................................... 91 6.4.8 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Memelihara Ikan Pemakan Jentik.......................................................... 93
xii
6.4.9 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Memasang Kawat Kasa.........................................................................
95
6.4.10 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian.................................. 97 6.4.11 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang yang Memadai....
99
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan..........................................................................................................
102
7.2 Saran................................................................................................................. 102 7.2.1 Saran Bagi Puskesmas Ciputat............................................................... 102 7.2.2 Saran Bagi Masyarakat..........................................................................
104
7.2.3 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya.............................................................
105
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel 4.1 Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Tabel 5.6
Tabel 5.7
Tabel 5.8
Tabel 5.9
Tabel 5.10
Tabel 5.11
Tabel 5.12
Tabel 5.13
Tabel 5.14
Definisi Operasional................................................................................... Jumlah Kasus DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2013............................................................................................................. Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014............................................................................................................. Gambaran Jenis Kontainer Berdasarkan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014............................................................................................................. Gambaran Upaya Responden Dalam Menguras Tempat Penampungan Air di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014........................................................................................................... Gambaran Upaya Responden Dalam Menutup Tempat Penampungan Air di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014............................................................................................................. Gambaran Upaya Responden Dalam Mengubur Barang Bekas di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014............................................................................................................. Gambaran Upaya Responden Dalam Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan MeiJuni Tahun 2014.......................................................................................... Gambaran Upaya Responden Dalam Memperbaiki Saluran dan Talang Air di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014........................................................................................................... Gambaran Upaya Responden Dalam Menutup Lubang-lubang Pada Potongan Bambu dan Pohon di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014.................................................................................. Gambaran Upaya Responden Dalam Menabur Bubuk Abate di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014............................................................................................................. Gambaran Upaya Responden Dalam Memelihara Ikan Pemakan Jentik di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014............................................................................................................. Gambaran Upaya Responden Dalam Memasang Kawat Kasa di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014............................................................................................................ Gambaran Upaya Responden Dalam Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan MeiJuni Tahun 2014.......................................................................................... Gambaran Upaya Responden Dalam Pencahayaan dan Ventilasi yang Memadai di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014............................................................................................................. Gambaran Hubungan Menguras Tempat Penampungan Air dengan
xiv
42 50
57
58
58
59
60
60
61
62
62
63
64
64
65
Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014....................................................................... 66 Tabel 5.15
Tabel 5.16
Tabel 5.17
Tabel 5.18
Tabel 5.19
Tabel 5.20
Tabel 5.21
Tabel 5.22
Tabel 5.23
Tabel 5.24
Gambaran Hubungan Menutup Tempat Penampungan Air dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014....................................................................... Gambaran Hubungan Mengubur Barang Bekas dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan MeiJuni Tahun 2014.......................................................................................... Gambaran Hubungan Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014........................................ Gambaran Hubungan Memperbaiki Saluran dan Talang Air dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014....................................................................... Gambaran Hubungan Menutup Lubang-Lubang Pada Potongan Bambu dan Pohon dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014........................................ Gambaran Hubungan Menabur Bubuk Abate dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014................................................................................................. Gambaran Hubungan Memelihara Ikan Pemakan Jentik dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014....................................................................... Gambaran Hubungan Memasang Kawat Kasa dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014................................................................................................. Gambaran Hubungan Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014........................................................... Gambaran Hubungan Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi yang Memadai dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014........................................
xv
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Angka Kesakitan DBD Per 100.000 Penduduk Tahun 20072012.............................................................................................. 2 Grafik 1.2 Angka Bebas Jentik/ABJ (%) di Indonesia Tahun 2008-2012....... 3
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegypti..................................................................
10
Gambar 2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti............................................
12
Gambar 2.3 Telur Aedes aegypti.......................................................................
13
Gambar 2.4 Jentik Aedes aegypti......................................................................
13
Gambar 2.5 Pupa Aedes aegypti........................................................................
14
xvii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori............................................................................ 39 Bagan 3.1 Kerangka Konsep........................................................................
41
Bagan 4.1 Langkah-langkah Penentuan Sampel..........................................
52
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Izin Penelitian 2. Kuesioner Peneliitian 3. Ouput Analisis Data 4. Foto
xix
DAFTAR SINGKATAN
ABJ
: Angka Bebas Jentik
DBD
: Demam Berdarah Dengue
Depkes RI
: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
HI
: House Index
CI
: Container Index
Kemenkes RI
: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
TPA
: Tempat Penampungan Air
WHO
: World Health Organization
xx
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit berbasis lingkungan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat sampai saat ini. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kondisi sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada tahun 1953 penyakit DBD pertama kali ditemukan di Manila (Filipina), dan kemudian menyebar ke berbagai negara. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, World Health Organization (WHO) terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009 mencatat bahwa negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Achmadi, 2011). Penyakit DBD mulai melanda Indonesia sejak tahun 1968. Sejak itu penyakit yang diakibatkan oleh virus dengue ini telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia dan menjadi permasalahan kesehatan masyarakat yang berarti. Penyakit ini ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, ini kerap menimbulkan kepanikan di masyarakat karena penyebarannya yang cepat dan potensinya yang dapat menyebabkan kematian.
1
Dalam siklus hidupnya, nyamuk Aedes aegypti mengalami empat stadium yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa. Stadium telur, larva, dan pupa hidup di dalam air tawar yang jernih serta tenang. Tempat Penampungan Air (TPA) potensial sebagai tempat perindukannya (breeding place) adalah genangan air yang terdapat di dalam suatu wadah atau container (Ridha, MR,. dkk, 2013). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2013, jumlah angka kesakitan DBD di Indonesia dari tahun 2007-2012 mengalami peningkatan dan penurunan tiap tahunnya (fluktuatif). Berikut merupakan grafik tren DBD dari tahun 2007-2012: Grafik 1.1 Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue di Indonesia Per 100.000 Penduduk Tahun 2007-2012
Tahun
Sumber: Kemenkes RI, 2013 Jumlah Angka Bebas Jentik (ABJ) tahun 2008-2012 juga mengalami peningkatan dan penurunan tiap tahunnya dan masih belum sesuai dengan target nasional yaitu sebesar ≥ 95%, sehingga hal tersebut dapat berpengaruh dalam jumlah angka kesakitan DBD. Berikut merupakan grafik ABJ di Indonesia tahun 2008-2012:
2
Grafik 1.2 Angka Bebas Jentik/ABJ (%) di Indonesia Tahun 2008-2012
Tahun
Sumber: Kemenkes RI, 2013 Jumlah penderita DBD di wilayah provinsi Banten pada tahun 2011 sebanyak 1.979 kasus. Kemudian mengalami peningkatan di tahun 2012 dengan 3.486 kasus (Profil Kesehatan Provinsi Banten, 2012). Sedangkan untuk kota Tangerang Selatan diketahui jumlah kasus DBD pada tahun 2011 sebanyak 750 kasus dan mengalami peningkatan di tahun 2012 dengan jumlah 781 kasus dengan jumlah korban yang meninggal sebanyak lima orang (Dinkes Tangsel, 2012). Hal ini dikarenakan nilai ABJ di wilayah tersebut pada tahun 2011-2012 masih ≤ 95% yaitu 90,6% dan 93,62%, sehingga resiko terjadinya DBD tinggi. Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2012, diketahui bahwa tiga dari tujuh kecamatan di Tangerang Selatan hingga kini masih dalam status zona merah yang berarti bahwa di wilayah tersebut setiap tahunnya sering ditemukan banyak kasus DBD. Ketiga kecamatan itu adalah Pondok Aren, Ciputat, dan Pamulang. Angka kejadian DBD yang paling banyak adalah kecamatan Pondok Aren. Tiga kecamatan lain yang tidak
3
masuk zona merah adalah Ciputat Timur, Serpong, Serpong Utara, dan Setu (Dinkes Tangsel, 2012). Berdasarkan data Laporan Bulanan I (LB I) dan surveilans DBD Puskesmas Ciputat Tahun 2010-2013, diketahui bahwa jumlah kasus DBD yaitu 71 kasus, 7 kasus, 31 kasus, dan 24 kasus. Sedangkan nilai ABJ masih ≤ 95% yaitu 89,96%, 91,06%, 90,86%, dan 93,13%. Sehingga jumlah kasus DBD dan nilai ABJ di wilayah kerja Puskesmas Ciputat selalu mengalami peningkatan maupun penurunan tiap tahunnya. Akan tetapi, penyakit DBD tidak termasuk kedalam sepuluh besar penyakit di Puskesmas Ciputat. Namun, penyakit ini merupakan masalah yang harus diatasi ataupun dicegah penularannya agar tidak menyebabkan kematian. Upaya pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD yang dilakukan dengan cara pelaksanaan 3M Plus terdiri dari: menguras Tempat Penampungan Air (TPA), menutup TPA, mengubur barang bekas, mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak, menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah, menabur bubuk abate, memelihara ikan pemakan jentik, memasang kawat kasa, menghindari kebiasaan menggantung pakaian, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai, menggunakan kelambu, dan memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk (Depkes, 2005).
4
Keberadaan jentik Aedes aegypti merupakan indikator dari potensi keterjangkitan masyarakat akan DBD. Jentik dapat berkembang biak pada wadah-wadah TPA di sekitar pemukiman (Hardayanti, W. et. al., 2011). Keberadaan kontainer di lingkungan rumah sangat berperan dalam kepadatan jentik Aedes aegypti, karena semakin banyak kontainer akan semakin banyak tempat perindukan dan akan semakin padat populasi nyamuk Aedes aegypti. Semakin padat populasi nyamuk Aedes aegypti, maka semakin tinggi pula risiko terinfeksi virus DBD dengan waktu penyebaran lebih cepat sehingga jumlah kasus penyakit DBD cepat meningkat yang pada akhirnya mengakibatkan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit DBD (Maria, Ita. et.al., 2013). Hasil penelitian Suprianto (2011), didapatkan bahwa praktik PSN berpengaruh terhadap keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti (p value= 0,03). Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulina (2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan keberadaan jentik terhadap penyakit DBD (p value= 0,002) serta terdapat hubungan pelaksanaan 3M plus terhadap penyakit DBD (p value= 0,047). Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan penulis, pada 9 rumah yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat menunjukkan bahwa 55,56% (5 dari 9 rumah) terdapat larva Aedes aegypti dan belum melaksanakan 3M Plus secara keseluruhan. Sedangkan 44,44% (4 dari 9 rumah) tidak terdapat larva Aedes aeypti dan sudah melaksankan 3M Plus.
5
Sampai saat ini masih belum ditemukan obat dan vaksin yang efektif untuk penyakit DBD, sehingga PSN-3M Plus merupakan cara pengendalian vektor sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit DBD (Depkes, 2005). Oleh karena itu, pencegahan DBD sangat diperlukan dengan melakukan pengendalian di tempat-tempat berkembang biaknya jentik Aedes aegypti melalui 3M Plus. Berdasarkan hal tersebut di atas maka, peneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang pelaksanaan 3M plus terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat bulan Mei-Juni tahun 2014.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan data Laporan Bulanan I (LB I) dan surveilans DBD Puskesmas Ciputat Tahun 2010-2013, diketahui bahwa jumlah kasus DBD yaitu 71 kasus, 7 kasus, 31 kasus, dan 24 kasus. Sedangkan nilai ABJ masih ≤ 95% yaitu 89,96%, 91,06%, 90,86%, dan 93,13%. Dalam studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis diperoleh hasil bahwa 55,56% (5 dari 9 rumah) terdapat larva Aedes aegypti dan belum melaksanakan 3M plus secara keseluruhan. Oleh karena itu, keberadaan tempat-tempat perindukan nyamuk dapat dijadikan indikator kejadian DBD, sehingga PSN-3M plus dianggap sebagai cara paling efektif menangani DBD. Atas dasar pemikiran di atas maka penulis ingin mengetahui “Pelaksanaan 3M Plus Terhadap Keberadaan
6
Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014.”
1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan bulan Mei-Juni Tahun 2014? 2. Bagaimana gambaran pelaksanaan 3M Plus di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan bulan Mei-Juni tahun 2014? 3. Adakah hubungan pelaksanaan 3M Plus dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan bulan Mei-Juni tahun 2014?
1.4 Tujuan 1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan pelaksanaan 3M plus terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan bulan Mei-Juni tahun 2014. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan bulan MeiJuni tahun 2014. 2. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan 3M Plus di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat bulan Mei-Juni tahun 2014.
7
3. Untuk
mengetahui
hubungan pelaksanaan
3M Plus terhadap
keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan bulan Mei-Juni tahun 2014.
1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi Puskesmas Dapat memberikan informasi tentang hubungan pelaksanaan 3M plus terhadap keberadaan larva Aedes aegypti agar dapat menjadi bahan masukan dalam menentukan kebijakan serta perencanaan kesehatan pada masyarakat untuk penanggulangan penyakit DBD. 2. Bagi Masyarakat Dapat memberikan masukan untuk dapat berpartisipasi dalam penanggulangan penyakit DBD. 3. Bagi Peneliti Dapat mengaplikasikan secara nyata teori-teori yang telah didapat di perkuliahan dan dapat mengembangkan kemampuan dalam bidang penelitian serta menambah wawasan dalam pengalaman menulis dan meneliti. 4. Bagi Peneliti Lain Dapat menjadi referensi bagi peneliti lain dalam melakukan pengembangan ilmu dan menyelesaikan penelitian.
8
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat dan dilakukan pada Mei – Juni 2014 dengan populasi penelitian adalah semua rumah tangga yang bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat yaitu Kelurahan Ciputat dan Cipayung. Penelitian ini menggunakan pendekatan desain cross sectional, dengan tujuan untuk melihat hubungan pelaksanaan 3M plus terhadap keberadaan larva Aedes aegypti yang diteliti pada waktu yang bersamaan. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan data primer melalui wawancara tertutup kepada responden menggunakan kuesioner dan juga dengan cara observasi serta data sekunder berupa profil Puskesmas tahun 2010-2013 dan Laporan Bulanan I (LB I) tahun 2010-2013.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Nyamuk Aedes aegypti 2.1.1 Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti Menurut Richard dan Davis (1977) yang dikutip oleh Seogijanto (2006), kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut: Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegypti
Sumber: Kemenkes, RI 2013 Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Bangsa : Diptera Suku : Culicidae Marga : Aedes Jenis : Aedes aegypti L. (Soegijanto, 2006)
10
2.1.2 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti Menurut Gillot (2005), nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) disebut black-white mosquito, karena tubuhnya ditandai dengan pita atau garis-garis putih keperakan di atas dasar hitam. Panjang badan nyamuk ini sekitar 3-4 mm dengan bintik hitam dan putih pada badan dan kepalanya, dan juga terdapat ring putih pada bagian kakinya. Di bagian dorsal dari toraks terdapat bentuk bercak yang khas berupa dua garis sejajar di bagian tengah dan dua garis lengkung di tepinya. Bentuk abdomen nyamuk betinanya lancip pada ujungnya dan memiliki cerci yang lebih panjang dari cerci pada nyamuk-nyamuk lainnya. Ukuran tubuh nyamuk betinanya lebih besar dibandingkan nyamuk jantan. 2.1.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti Menurut Soegijanto (2006), masa pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Aedes aegypti dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu telur, larva, pupa, dan
nyamuk dewasa, sehingga
termasuk metamorfosis sempurna atau holometabola (Soegijanto, 2006).
11
Gambar 2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Sumber: Kemenkes RI, 2013 1. Stadium Telur Telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk ellips atau oval memanjang, berwarna hitam, berukuran 0,5-0,8 mm, dan tidak memiliki alat pelampung. Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telur-telurnya satu per satu pada permukaan air, biasanya pada tepi air di tempat-tempat penampungan air bersih dan sedikit di atas permukaan air. Nyamuk Aedes aegypti betina dapat menghasilkan hingga 100 telur apabila telah menghisap darah manusia. Telur pada tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur-telur ini kemudian akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 1-2 hari terendam air (Herms, 2006, dalam Sulina, 2012).
12
Gambar 2.3 Telur Aedes aegypti
Sumber: Kemenkes RI, 2013 2. Stadium Larva (Jentik) Larva nyamuk Aedes aegypti mempunyai ciri khas memiliki siphon yang pendek, besar dan berwarna hitam. Larva ini tubuhnya langsing, bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif dan pada waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan permukaan air. Larva menuju ke permukaan air dalam waktu kira-kira setiap ½-1 menit, guna mendapatkan oksigen untuk bernapas. Larva nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang selama 6-8 hari (Herms, 2006, dalam Sulina, tahun 2012). Gambar 2.4 Jentik Aedes aegypti
Sumber: Kemenkes RI, 2013
13
Berdasarkan data dari Depkes RI (2005), ada empat tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu: 1. Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm 2. Instar II : 2,5-3,8 mm 3. Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II 4. Instar IV : berukuran paling besar, yaitu 5 mm (Depkes RI, 2005) 3. Stadium Pupa Menurut Achmadi (2011), pupa nyamuk Aedes aegypti mempunyai bentuk tubuh bengkok, dengan bagian kepala dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca ‘koma’. Tahap pupa pada nyamuk Aedes aegypti umumnya berlangsung selama 2-4
hari.
Saat
nyamuk
dewasa
akan
melengkapi
perkembangannya dalam cangkang pupa, pupa akan naik ke permukaan dan berbaring sejajar dengan permukaan air untuk persiapan munculnya nyamuk dewasa. Gambar 2.5 Pupa Aedes aegypti
Sumber: Kemenkes RI, 2013 14
4. Nyamuk dewasa Menurut Achmadi (2011), nyamuk dewasa yang baru muncul akan beristirahat untuk periode singkat di atas permukaan air agar sayap-sayap dan badan mereka kering dan menguat sebelum akhirnya dapat terbang. Nyamuk jantan dan betina muncul dengan perbandingan jumlahnya 1:1. Nyamuk jantan muncul satu hari sebelum nyamuk betina, menetap dekat tempat perkembangbiakan, makan dari sari buah tumbuhan dan kawin dengan nyamuk betina yang muncul kemudian. Setelah kemunculan pertama nyamuk betina makan sari buah tumbuhan untuk mengisi tenaga, kemudian kawin dan menghisap darah manusia. Umur nyamuk betinanya dapat mencapai 2-3 bulan (Achmadi, 2011). Pada umumnya nyamuk betins hanya kawin satu kali selama hidupnya, biasanya perkawinan terjadi setelah 24 – 28 jam setelah keluar dari kepompong (Sumantri, 2010).
2.2 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti 2.2.1 Tempat Perindukan atau Perkembang biakan Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2005 yang dikutip oleh Supartha (2008), tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti adalah tempattempat penampungan air bersih di dalam atau di sekitar rumah, berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana
15
seperti bak mandi, tempayan, tempat minum burung, dan barangbarang bekas yang dibuang sembarangan yang pada waktu hujan akan terisi air. Nyamuk ini tidak dapat berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah (Supartha, 2008, dalam Sulina, 2012). Menurut Soegijanto (2006), tempat perindukan utama dapat dikelompokkan menjadi: (1) Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember, dan sejenisnya, (2) Tempat Penampungan Air (TPA) bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minuman hewan, ban bekas, kaleng bekas, vas bunga, perangkap semut, dan sebagainya, dan (3) Tempat Penampungan Air (TPA) alamiah yang terdiri dari lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, dan lain-lain. Untuk meletakkan telurnya, nyamuk betina tertarik pada kontainer berair yang berwarna gelap, terbuka, dan terutama yang terletak di tempat-tempat yang terlindung dari sinar matahari. Telur diletakkan di dinding kontainer di atas permukaan air, bila terkena air telur akan menetas menjadi larva atau jentik, setelah 5-10 hari larva berubah menjadi pupa dan 2 hari kemudian menjadi nyamuk dewasa (Depkes R1, 2005). Nyamuk betina mempunyai kemampuan memilih tempat perindukan atau tempat berkembang biak yang sesuai dengan
16
kesenangan dan kebutuhannya. Aedes aegypti senang meletakkan telur di air tawar yang bersih dan tidak langsung menyentuh tanah, begitu selanjutnya masih banyak banyak variasi lain. Oleh karena itu, perilaku berkembang biak ini sangat bervariasi, maka diperlukan suatu survei yang intensif untuk inventarisasi tempat perindukan, yang sangat membantu dalam program pengendalian vektor (Sumantri, 2010). 2.2.1.1 Tempat Penampungan Air Tempat penampungan air (TPA) adalah berbagai macam tempat yang digunakan untuk menamapung air guna kebutuhan sehari-hari, seperti: drum, tempayan, bak mandi, ember, dan lain-lain (Roose, 2008). Tempat penampungan air berfungsi sebagai tempat perkembang biakan nyamuk Aedes aegypti. Pada musim hujan, populasi nyamuk Aedes aegypti ini dapat meningkat karena telur-telur yang tadinya belum sempat menetas ketika tempat
perkembang
biakannya,
yaitu
tempat
penampungan air, khususnya TPA bukan untuk keperluan sehari-hari dan alamiah, mulai terisi air hujan. Kondisi seperti ini akan dapat meningkatkan populasi nyamuk, sehingga penularan penyakit DBD dapat meningkat pula (Kusumawardani, 2012).
17
Secara fisik tempat penampungan air dibedakan lagi berdasarkan bahan tempat penampungan air (logam, plastik, porselin, fiberglass, semen, tembikar, dan lain-lain), warna tempat penampungan air (putih, hijau, coklat, dan lain-lain), volume tempat penampungan air (kurang dari 50 lt, 51-100 lt, 101-200 lt, dan lain-lain), letak tempat penampungan air (di
dalam
atau
di
luar
rumah),
penutup
tempat
penampungan air (ada atau tidak), pencahayaan pada tempat penampungan air (terang atau gelap) (Depkes RI, 2005).
2.2.1.2 Iklim Terdiri dari suhu, kelembaban, curah hujan, dan kecepatan angin. a. Suhu udara Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenya menurun bahkan terhenti bila suhunya turun sampai di bawah 10oC. Pada suhu yang lebih tinggi dari 35oC, nyamuk juga akan mengalami perubahan, dalam arti lebih lambatnya proses-proses fisiologis. Rata-rata suhu ideal untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25oC-27oC. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10oC atau lebih dari 40oC.
18
b. Kelembaban udara Kelembaban udara yang terlalu tinggi di dalam rumah mengakibatkan berkembang biaknya bakteri penyebab penyakit. Kelembaban nyamuk berkisar antara 60%-80%. Pada kelembaban yang lebih tinggi, nyamuk tidak dapat bertahan hidup akibatnya umur nyamuk jadi lebih pendek sehingga nyamuk tidak dapat menjadi vektor. c. Curah hujan Hujan berpengaruh terhadap kelembaban udara dan juga memperbanyak tempat perindukan nyamuk untuk berkembang biak. d. Kecepatan angin Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh terhadap kelembaban dan suhu udara serta arah penerbangan nyamuk.
2.2.2 Perilaku Menghisap Darah Menurut Sumantri (2010), perilaku mencari atau menghisap darah dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu: a. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan waktu Nyamuk pada umumnya mencari darah pada malam hari, sebagian spesies nyamuk aktif mencari darah siang
19
hari seperti nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang aktif mencari darah malam hari, ternyata setiap spesies berbeda dan mempunyai sifat tertentu. Ada spesies yang aktif mulai dari senja hingga menjelang tengah malam, adapula yang aktif mulai menjelang tengah malam hingga pagi hari, dan adapula yang aktif mulai dari senja hingga menjelang pagi. b. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan tempat Apabila metode yang sama kita adakan di dalam atau di luar rumah, maka dari hasil penangkapan ini dapat diketahui ada dua golongan nyamuk: 1. Exophagic, yang lebih senang mencari darah di luar rumah. 2. Endophagic, golongan nyamuk yang lebih senang mencari darah di dalam rumah. c. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan sumber darah Berdasarkan macam darah yang disenangi, kita dapat membedakan sebagai berikut: 1. Anthropophilic, nyamuk senang dengan darah manusia. 2. Zoophilic, nyamuk senang dengan darah hewan. 3. Nyamuk yang tidak mempunyai pilihan tertentu. Berdasarkan data dari Depkes RI (2004), nyamuk betina membutuhkan protein untuk memproduksi telurnya. Oleh karena itu, setelah kawin nyamuk betina memerlukan
20
darah untuk pemenuhan kebutuhan proteinnya. Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2-3 hari sekali. Nyamuk betina menghisap darah pada pagi dan sore hari dan biasanya pada jam 09.00-10.00 dan 16.00-17.00 WIB. Untuk mendapatkan darah yang cukup, nyamuk betina sering menggigit lebih dari satu orang. Posisi menghisap darah nyamuk Aedes aegypti sejajar dengan permukaan kulit manusia. Jarak terbang nyamuk Aedes aegypti sekitar 100 meter (Depkes RI, 2004).
2.2.3 Perilaku Istirahat Berdasarkan data dari Depkes RI (2004), setelah selesai menghisap darah, nyamuk betina akan beristirahat sekitar 23 hari untuk mematangkan telurnya. Nyamuk Aedes aegypti hidup domestik, artinya lebih menyukai tinggal di dalam rumah daripada di luar rumah. Tempat beristirahat yang disenangi nyamuk ini adalah tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi, dapur, dan WC. Di dalam rumah nyamuk ini beristirahat di baju-baju yang digantung, kelambu, dan tirai. Sedangkan di luar rumah nyamuk ini beristirahat pada tanaman-tanaman yang ada di luar rumah (Depkes RI, 2004).
21
Menurut Sumantri (2010), beristirahat bagi nyamuk mempunyai arti dua macam, yaitu: 1. Beristirahat yang sebenarnya, selama waktu menunggu proses perkembangan telur. 2. Beristirahat yang hanya sementara, yaitu pada waktu nyamuk sedang aktif mencari darah. Meskipun pada umumnya nyamuk memilih tempat yang teduh, lembab, dan aman untuk beristirahat, tetapi apabila diteliti lebih lanjut tiap spesies ternyata mempunyai perilaku yang berbeda. Ada spesies yang hanya hinggap di tempat-tempat dekat tanah, tetapi adapula spesies yang hinggap di tempat-tempat yang lembab dan terlindung dari cahaya.
2.2.4 Penyebaran Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter, namun karena angin atau kendaraan dapat berpindah lebih jauh (Widodo, 2012). Menurut Depkes RI (2005), nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis. Di Indonesia, nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah ±1.000 m dari
22
permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m nyamuk ini tidak dapat berkembang biak, karena pada ketinggian tersebut
suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak
memunginkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI, 2005). Menurut
Sumantri
(2010),
Penyebaran
vektor
mempunyai arti penting dalam epidemiologi penyakit yang ditularkan oleh serangga. Penyebaran nyamuk dapat berlangsung dengan dua cara yaitu: 1) Cara
aktif,
yang
dilakukan
nyamuk
dengan
menggunakan kekuatan terbang. 2) Cara pasif, dengan perantaraan dan bantuan transportasi angin.
2.3 Keberadaan Larva Aedes aegypti Keberadaan larva atau jentik nyamuk merupakan indikator dari potensi keterjangkitan masyarakat akan DBD. Jentik nyamuk ini dapat berkembang biak pada wadah-wadah di sekitar pemukiman (Hardayati, W. et. al., 2011). Keberadaan kontainer air akan sangat berperan dalam kepadatan vektor nyamuk Aedes aegypti, karena semakin banyak kontainer air yang memadai, maka akan semakin banyak tempat perindukan dan akan
23
semakinpadat pula jentik nyamuk Aedes aegypti di dalam kontainer air tersebut (Wati, 2009). Keberadaan tempat penampungan air di dalam maupun luar rumah sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya larva Aedes aegypti, bahkan tempat penampungan air tersebut bisa menjadi tempat perkembangbiakan menjadi nyamuk dewasa sehingga dapat menjadi vektor DBD (Fatimah, 2006). Soeroso (2000) mengatakan bahwa ada kemungkinan risiko terkena DBD pada lingkungan rumah yang ada jentiknya dengan yang tidak ada.
2.4 Kepadatan Populasi Nyamuk Penular Berdasarkan data dari Depkes RI (2005), untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti di suatu lokasi dapat dilakukan beberapa survei di beberapa rumah, seperti: a. Survei Nyamuk Survei nyamuk dilakukan dengan cara penangkapan nyamuk dengan umpan orang di dalam dan di luar rumah, masing-masing selama 20 menit per rumah dan penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah yang sama. Penangkapan nyamuk biasanya dilakukan dengan menggunakan aspirator. Indeks nyamuk yang digunakan: 1. Biting/Landing Rate: Jumlah Aedes agypti betina tertangkap umpan orang Jumlah Penangkapan x Jumlah jam penangkapan
24
2. Resting per rumah: Jumlah Aedes aegypti betina tertangkap pada penangkapan nyamuk hinggap Jumlah rumah yang dilakukan penangkapan b. Survei Jentik (Pemeriksaan Jentik) Menurut Depkes RI (2005), untuk mengetahui keberadaan jentik Aedes aegypti di suatu lokasi dapat dilakukan survei jentik sebagai berikut: a. Semua
tempat
atau
bejana
yang
dapat
menjadi
tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti diperiksa (dengan mata telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya jentik. b. Untuk memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar, seperti: bak mandi, tempayan, drum, dan bak penampungan air lainnya, jika pandangan atau penglihatan pertama tidak menemukan jentik, tunggu kira-kira ½-1 menit untuk memastikan bahwa benar jentik tidak ada. c. Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil, seperti vas bunga/pot tanaman air/botol yang airnya keruh, seringkali airnya perlu dipindahkan ke tempat lain. d. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap atau airnya keruh biasanya digunakan senter. Metode survei jentik antara lain: a. Single larva methode
25
Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut.
b. Visual Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya jentik di setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Ukuran kepadatan populasi jentik dapat ditentukan dengan mengukur: 1. Angka Bebas Jentik (ABJ) Jumlah rumah bangunan yang tidak ditemukan jentik Jumlah rumah bangunan yang diperiksa
X 100%
Jika nilai ABJ ≥ 95%, maka sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Depkes (2005). 2. House Index (HI) Jumlah rumah bangunan yang ditemukan jentik Jumlah rumah bangunan yang diperiksa
X 100%
Jika nilai HI ≤ 5%, maka resiko terjadinya DBD rendah. sedangkan, jika nilai HI ≥ 5% maka resiko terjadinya DBD tinggi. 3. Container Index (CI) Jumlah container dengan jentik Jumlah container yang diperiksa
26
X 100%
Jika nilai CI ≤ 5%, maka resiko terjadinya DBD rendah. sedangkan, jika nilai CI ≥ 5% maka resiko terjadinya DBD tinggi. 4. Breteau Index (BI) Jumlah container dengan jentik Jumlah rumah yang diperiksa
X 100%
c. Survei Perangkap Telur Menurut Depkes RI (2005), survei perangkap telur dilakukan dengan cara memasang ovitrap yaitu berupa bejana, seperti potongan bambu, kaleng, atau gelas plastik, yang bagian dalam dindingnya dicat warna hitam, kemudian diberi air secukupnya. Ke dalam bejana tersebut dimasukkan padel berupa potongan bambu yang berwarna gelap sebagai tempat untuk meletakkan telur bagi nyamuk. Kemudian ovitrap diletakkan di tempat gelap di dalam dan luar rumah. Setelah 1 minggu dilakukan pemeriksaan ada tidaknya telur nyamuk di padel. Perhitungan ovitrap index adalah: Jumlah padel dengan telur Jumlah padel diperiksa
X 100%
Untuk mengetahui gambaran kepadatan populasi nyamuk penular secara lebih tepat, telur-telur pada padel tersebut dikumpulkan dan dihitung jumlahnya. Kepadatan populasi nyamuk berdasarkan jumlah telur pada padel: 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ ovitrap 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
27
= .......... telur per ovitrap
2.5 Pencegahan Penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) Menurut Soedarto (2009), pencegahan terhadap penularan DBD dapat dilakukan dengan pemberantasan larva dan nyamuk Aedes aegypti dewasa. 2.5.1 Pelaksanaan 3M Plus Menurut Depkes RI (2005), pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) dapat dilakukan dengan cara melalui pemberantasan jentik yang dikenal dengan kegiatan 3M plus, yaitu: 1. Menguras tempat penampungan air (TPA) Menguras tempat penampungan air (TPA) seperti bak mandi, bak WC, dan lain-lain perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali dengan menyikat dan menggunakan sabun dalam pengurasannya agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat tersebut. Sebagaimana juga yang dijelaskan oleh Sutaryo (2005) pada saat pengurasan atau pembersihan tempat penampungan air dianjurkan menggosok atau menyikat dinding dindingnya. Dalam penelitian Dewi, dkk (2013) didapatkan bahwa ada hubungan antara menguras Tempat Penampungan Air (TPA) dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lintang, dkk (2010) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara menguras Tempat Penampungan Air
28
(TPA) dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Sementara dalam penelitian yang dilakukan oleh Syarief (2008) di Wilayah Puskesmas Tarakan Kota Makassar yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara menguras tempat penampungan air dalam rumah dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Tempat penampungan air terdiri dari tempat penampungan air dalam rumah dan tempat penampungan air luar rumah. Tempat penampungan air dalam rumah yaitu ember, gentong, tempayan, dan bak mandi. Sedangkan tempat penampungan air luar rumah yaitu vas bunga, kolam ikan, dan lain-lain (Bustan, 2007). Tempat penampungan air yang sering ditemukan larva Aedes aegypti adalah bak mandi (Fatimah, 2006). Keberadaan tempat penampungan air di dalam maupun luar rumah sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya larva Aedes aegypti, bahkan tempat penampungan air tersebut bisa menjadi tempat perkembangbiakan menjadi nyamuk dewasa sehingga dapat menjadi vektor DBD (Fatimah, 2006). Penelitian Novita (2011) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di tempat penampungan air. Silvia (2007), menyebutkan bahwa keberadaan jentik dalam penampungan air, menguras tempat penampungan air lebih dari satu minggu sekali berpengaruh terhadap kejadian DBD.
29
2. Menutup tempat penampungan air (TPA) Menutup
rapat
tempat
penampungan
air
dalam
pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD) yaitu seperti menutup rapat ember, tempayan, baskom, bak mandi, dan lain-lain (Depkes, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Benvie (2005) di wilayah Puskesmas Maricayya Selatan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara menutup rapat tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Sementara dalam penelitian yang dilakukan oleh Lintang, dkk (2010) di Kota Semarang yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara menutup tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti. 3. Mengubur barang-barang bekas Mengubur
barang-barang
bekas
merupakan
praktik
pemberantasan nyamuk DBD yang dilakukan dengan cara mengubur barang-barang bekas yang berpotensi menampung air dan terdapat larva Aedes aegypti seperti kaleng bekas, botol bekas, ban bekas, dan lain-lain (Depkes, 2005). Menurut Soeroso (2000) kaleng bekas, ban bekas, botol bekas dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap bertambahnya larva Aedes aegypti yang otomatis membuka peluang terhadap kejadian DBD.
30
Ban, botol, plastik, dan barang-barang lain yang dapat menampung air merupakan sarana yang memungkinkan untuk tempat perkembang biakan nyamuk. Karena semakin banyak tempat bagi nyamuk yang dapat menampung air, semakin banyak tempat bagi nyamuk untuk bertelur dan berkembang biak, sehingga makin meningkat pula risiko kejadian DBD (Widodo, 2012). Dalam penelitian menunjukkan terdapat
yang dilakukan oleh Wati (2009) perbedaan yang
signifikan
praktik
mengubur barang-barang bekas di desa endemis dan desa non endemis penyakit DBD. Namun, dalam penelitian yang dilakukan oleh Anggara (2005) di wilayah Kerja Puskesmas Dahlia Kota Makassar yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara mengubur barang-barang bekas dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yudhastuti, dkk (2005) di Surabaya. 4. Mengganti air vas bunga, dan tempat minum burung Dalam mengganti air vas bunga, dan tempat minum burung seminggu sekali, hal yang perlu dilakukan tidak hanya mengganti air tersebut akan tetapi harus mencucinya dengan menyikat tempat-tempat tersebut agar jentik Aedes aegypti tidak dapat hidup ataupun berkembang biak di dinding-dindingnya.
31
Penelitian yang dilakukan oleh Fathi, Keman, dan Wahyuni (2005) menunjukan bahwa keberadaan kontainer atau tempat penampungan air, baik yang berada di dalam maupun di luar rumah, merupakan faktor yang berperan penting dalam penularan ataupun terjadinya KLB DBD. Saniambara et al. (2003) menyatakan bahwa nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang biak di tempat penampungan air bersih dan yang tidak beralaskan tanah, seperti: bak mandi/wc, drum dan kaleng bekas, tempat minum burung dan pot tanaman hias. Kadang-kadang ditemukan juga di pelepah daun, lubang pagar/bambu dan lubang tiang bendera. 5. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak agar nyamuk Aedes aegypti tidak dapat berkembang biak di tempat tersebut (Depkes, 2005). Tempat penampungan air positif larva yang juga penting diperhatikan adalah talang air. Hal ini dikarenakan letak talang air yang tinggi dan terletak di atas sehingga sulit dijangkau untuk dibersihkan. Akibatnya talang air menjadi salah satu tempat yang digemari nyamuk untuk meletakkan larva nyamuk (Ramadhani, dkk., 2009). 6. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah.
32
Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah sehingga nyamuk Aedes aegypti tidak dapat berkembang biak (Depkes, 2005). Lingkungan yang masih terdapat benda-benda yang dapat menjadi tempat bersarang nyamuk seperti adanya lubang pada potongan bambu, pohon, dan bekas tempurung kelapa yang berserakan mengakibatkan bertambahnya tempat perindukan nyamuk dan jumlah nyamuk akan bertambah meningkat (Duma, dkk, 2007). 7. Menabur bubuk larvasida Dalam menaburkan bubuk larvasida dapat dilakukan di tempat-tempat
penampungan air
yang sulit
dikuras atau
dibersihkan dan di daerah yang sulit air. Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram (lebih kurang 1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Abatisasi dengan themephos ini mempunyai efek residu 3 bulan dan aman digunakan meskipun diberikan pada tempat-tempat penampungan air baik untuk mencuci atau air minum sehari-hari (Depkes, 2005). WHO (2000) telah menyatakan bahwa pemberantasan larva nyamuk Aedes aegypti dengan penaburan butiran temephos dengan dosis 1 ppm dengan efek residu selama 3 bulan cukup efektif menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti
33
atau meningkatkan angka bebas jentik, sehingga menurunkan risiko terjadinya KLB penyakit DBD. Hasil penelitian Yunita K.R dan Soedjajadi K (2007), menyebutkan bahwa risiko keberadaan jentik Aedes aegypti pada rumah yang tidak diberi abate pada tempat penampungan airnya adalah sebesar 9,143 kali dibandingkan dengan rumah yang diberi abate pada tempat penampungan airnya terhadap kejadian DBD. 8. Memelihara ikan pemakan jentik Pengendalian
jentik
Aedes
aegypti
adalah
dengan
memelihara ikan gabus, ikan guppy, ikan kepala timah, ikan mujair, ikan nila (Depkes, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Anggara (2005) menyatakan tidak terdapat hubungan antara memelihara ikan pemakan jentik dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Namun, hasil penelitian yang dilakukan oleh Lintang, dkk (2005) yang menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara memelihara ikan pemakan jentik dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Sebagaimana juga dalam penelitian yang dilakukan Mahardika (2009) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara memelihara ikan pemakan jentik dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal tahun 2009. Nilai Odd Ratio (OR) = 1,179 (95% CI =0,383-3,630),
34
menunjukkan bahwa responden yang tidak memelihara ikan pemakan jentik mempunyai risiko 1,179 kali lebih besar menderita DBD daripada responden yang memelihara ikan pemakan jentik tetapi karena 95%CI mencakup angka 1 maka variabel tidak memelihara ikan pemakan jentik belum tentu merupakan faktor risiko timbulnya penyakit DBD. 9. Memasang kawat kasa Memasang kawat kasa merupakan salah satu upaya pencegahan terjadinya penularan penyakit DBD (Depkes, 2005). Hasil penelitian Azwar (2009) menemukan bahwa pada responden yang menderita DBD yang memakai kawat kasa adalah 18 responden (28,6%), sedangkan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 38 responden (46,9%), sehingga hal ini berarti ada hubungan antara pemakaian kawat kasa pada ventilasi dengan kejadian DBD. Sementara menurut Widodo (2012) dalam penelitiannya menyebutkan jika penggunaaan kawat kassa nyamuk juga akan berpengaruh dengan kejadian DBD. Demikian pula dengan penelitian (Tamza, R.B., et. al. 2013, dalam Maria, Ita., et.al. 2013) di Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar Lampung menyimpulkan bahwa pemasangan kawat kasa pada ventilasi mempunyai hubungan dengan kejadian DBD. 10. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian
35
Menurut Harianto dkk (1989) mengatakan bahwa kebiasaan menggantung pakaian adalah dapat menjadi tempat-tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat selama menunggu waktu bertelur dan tempat tersebut gelap, lembab dan sedikit angin. Nyamuk Aedes aegypti hinggap di baju-baju yang bergantungan dan benda-benda lain di rumah. Penelitian Cendrawirda (2003) menyatakan bahwa ada hubungan kebiasaan menggantung pakaian dalam rumah dengan kejadian DBD. Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan Perich et. al. (2000) dari hasil penelitiannya di Panama seperti dikutip oleh Widjana (2003), bahwa ada 4 tipe permukaan yang disukai sebagai tempat beristirahat nyamuk yakni permukaan semen, kayu, pakaian, dan logam. 11. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai. Pencahayaan dan ventilasi ruangan di rumah harus memadai
sehingga
nyamuk
Aedes
aegypti
tidak
dapat
berkembang biak (Depkes, 2005). Menurut KepMenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah tinggal diketahui bahwa syarat luas lubang ventilasi minimal berukuran 10% dari luas lantai rumah. Secara teoritis banyaknya tumbuhan di sekitar rumah mempengaruhi pencahayaan dalam rumah, merupakan tempat
36
yang disenangi nyamuk untuk hinggap dan beristirahat (Soegijanto, 2003). 12. Menggunakan kelambu. Menggunakan kelambu saat tidur terutama pada pukul 09.00 – 10.00 dan 16.00 – 17.00, sehingga dapat tercegah terkena penyakit DBD (Depkes, 2005). Hasil penelitian Mahardika (2009) menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara memakai kelambu dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal tahun 2009. Nilai Odd Ratio (OR) = 1,138 (95% CI = 0,420-3,084), menunjukkan bahwa responden yang tidak memakai kelambu mempunyai risiko 1,138 kali lebih besar menderita DBD dari pada responden yang memakai kelambu saat tidur tetapi karena 95%CI mencakup angka 1 maka variabel tidak memakai kelambu belum tentu merupakan faktor risiko timbulnya penyakit DBD. 13. Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk Mencegah gigitan nyamuk dengan menggunakan repellent, obat nyamuk bakar, semprot atau elektrik (Depkes, 2005). WHO (2005)
menyatakan bahwa penolak serangga
merupakan sarana perlindungan diri terhadap nyamuk dan serangga yang umum digunakan. Benda ini secara garis
37
besarnya dibagi menjadi dua kategori, penolak alami dan kimiawi.
Minyak esensial dan ekstrak tanaman merupakan
bahan pokok penolak alami. Penolak serangga kimiawi dapat memberikan perlindungan terhadap nyamuk Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan spesies Anopheles selama beberapa jam. Teori Nadesul (2004) menyatakan bahwa cara lain untuk menghindari gigitan nyamuk adalah dengan membaluri kulit badan dengan obat anti nyamuk (repellent). Menurut Sitio (2008), dalam penelitiannya menyebutkan penggunaan obat anti nyamuk di siang hari (OR= 4,343) berpengaruh
terhadap
kejadian
DBD.
Dalam
penelitian
Mahardika (2009) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara memakai lotion anti nyamuk dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal tahun 2009. Nilai Odd Ratio (OR)= 6,000 (95% CI= 1,787-20,147), menunjukkan bahwa responden yang tidak memakai lotion anti nyamuk mempunyai risiko 6,000 kali lebih besar menderita DBD dari pada responden yang memakai lotion anti nyamuk.
38
2.6 Kerangka Teori Berdasarkan teori dan penelitian di atas, maka diperoleh kerangka teori sebagai berikut:
DBD Sumber Penular Virus Dengue
Aedes aegypti
Keberadaan Larva Aedes aegypti
Bionomik Vektor: 1. Perilaku Istirahat 2. Perilaku Menghisap Darah 3. Penyebaran 4. Tempat Perkembang biakan: 1). TPA 2). Iklim
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Menguras Tempat Penampungan Air (TPA) Menutup Tempat Penampungan Air (TPA) Mengubur barang bekas Mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah 7. Menaburkan bubuk abate 8. Memelihara ikan pemakan jentik 9. Memasang kawat kasa 10. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian 11. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai 12. Menggunakan kelambu 13. Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk.
Bagan 2.1 Kerangka Teori Sumber: Modifikasi teori dan penelitian dari Depkes (2005), Anggara (2005), Dewi, dkk (2013), Sulina (2012), dan Widodo (2012)
39
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep pada penelitian ini mengacu pada beberapa teori dan penelitian dari Depkes (2005) Anggara (2005), Dewi, dkk (2013), Sulina (2012), dan Widodo (2012). Berdasarkan teori dan penelitian yang ada, diketahui bahwa terdapat berbagai macam yang mempengaruhi keberadaan larva Aedes aegypti. Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak diteliti, yaitu TPA dan iklim karena adanya keterbatasan penelitian dan khawatir data yang didapatkan bias. Selanjuntnya, variabel menggunakan kelambu dan memakai obat anti gigtan nyamuk tidak diteliti karena secara teori tidak mempunyai hubungan dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Maka peneliti menetapkan beberapa variabel saja variabel yang akan diteliti. Variabel yang dimaksud adalah untuk variabel independen berupa menguras
Tempat
Penampungan
Air
(TPA),
menutup
Tempat
Penampungan Air (TPA), mengubur barang bekas, mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak, menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah, menabur bubuk abate, memelihara ikan pemakan jentik, memasang kawat kasa, menghindari kebiasaan menggantung
40
pakaian, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai, sedangkan variabel dependen berupa keberadaan larva Aedes aegypti.
Menguras Tempat Penampungan Air Menutup Tempat Penampungan Air Mengubur barang bekas
Mengganti air vas bunga, dan tempat minum hewan
Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak
Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah
Keberadaan Larva Aedes aegypti
Menabur bubuk abate
Memelihara ikan pemakan jentik
Memasang kawat kasa
Menghindari kebiasaan menggantung pakaian
Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai
Bagan 3.1 Kerangka Konsep 41
3.2 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Variabel Dependen Keberadaan larva
Larva
Aedes
Aedes ditemukan
aegypti
aegypti
baik
di
yang Observasi dalam jentik
Lembar observasi
0. Ada
larva Ordinal
Aedes aegypti
rumah maupun di luar rumah
yang
pada tempat penampungan air.
ditemukan 1. Tidak larva
ada Aedes
aegypti yang ditemukan Variabel Independen Menguras
Kegiatan pengurasan tempat- Wawancara Lembar
0. Tidak
Tempat
tempat penampungan air (TPA)
1. Ya
Penampungan
sekurang-kurangnya seminggu
Air
sekali
dengan
menyikat
dinding-dindingnya
dan
menggunakan
agar
nyamuk
kuesioner
Ordinal
sabun tidak
dapat
berkembang biak di tempat tersebut (Depkes, 2005) menutup
tempat Wawancara Lembar
Menutup
Kegiatan
Tempat
penampungan
Penampungan
ember, bak mandi, tempayan,
Air
drum, dan lain-lain dengan
air
kuesioner
seperti
rapat (Depkes, 2005)
42
0. Tidak 1. Ya
Ordinal
Variabel
Definisi
Cara Ukur
barang- Wawancara Lembar
Mengubur
Kegiatan mengubur
barang bekas
barang bekas (kaleng, ban, dan lain-lain)
Alat Ukur
yang
kuesioner
Hasil Ukur
Skala
0. Tidak
Ordinal
1. Ya
dapat
menampung air hujan (Depkes, 2005) Mengganti air Kegiatan mengganti air vas Wawancara Lembar kuesioner
vas bunga, dan bunga, tempat minum hewan
0. Tidak
Ordinal
1. Ya
tempat minum seperti burung atau lainnya hewan
yang sejenis seminggu sekali dengan
menyikat
dinding-
dindingnya (Depkes, 2005) Memperbaiki saluran
Kegiatan memperbaiki saluran Wawancara Lembar kuesioner
dan dan talang air yang tidak lancar
0. Tidak 1.
Ordinal
Ya
talang air yang atau rusak agar nyamuk Aedes tidak
lancar aegypti
atau rusak.
tidak
dapat
berkembang biak di tempat tersebut (Depkes, 2005)
lubang- Wawancara Lembar
Menutup
Kegiatan
lubang-lubang
lubang pada potongan bambu
pada potongan dan bambu
menutup
pohon
dan sehingga
pohon dengan aegypti tanah
berkembang
dengan
kuesioner
tanah
nyamuk
Aedes
tidak
dapat
biak
(Depkes,
2005)
43
0. Tidak 1. Ya
Ordinal
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Menabur
Kegiatan menaburkan bubuk Wawancara Lembar
0. Tidak
bubuk abate
abate yang dilakukan 2 – 3
1. Ya
kuesioner
Skala Ordinal
bulan sekali di tempat-tempat penampungan air yang sulit dikuras atau dibersihkan dan di daerah yang sulit air (Depkes, 2005). Memelihara
Terdapat
ikan
gabus,
ikan Wawancara Lembar kuesioner
ikan pemakan guppy, ikan kepala timah, ikan jentik
0. Tidak
Ordinal
1. Ya
mujair, ikan nila yang dapat mengendalikan jentik Aedes aegypti (Depkes, 2005). kawat
kasa
yang Wawancara Lembar
Memasang
Adanya
kawat kasa
terpasang pada lubang ventilasi
kuesioner
0. Tidak
Ordinal
1. Ya
rumah (Depkes, 2005) menghindari Wawancara Lembar
Menghindari
Kegiatan
kebiasaan
kebiasaan
menggantung
pakaian dalam rumah (Depkes,
pakaian
2005)
kuesioner
menggantung
Mengupayakan Adanya cahaya efektif dapat Wawancara Lembar pencahayaan dan
kuesioner
diperoleh dari jam 08.00-16.00
ventilasi dan ventilasi memiliki ukuran
ruang memadai
yang 10% dari luas lantai rumah (KepMenkes, 1999)
44
0. Tidak
Ordinal
1. Ya
0. Tidak 1. Ya
Ordinal
3.3 Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan antara menguras tempat penampungan air terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014. 2. Ada hubungan antara menutup tempat penampungan air terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014. 3. Ada hubungan antara mengubur barang bekas terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014. 4. Ada hubungan antara mengganti air vas bunga, dan tempat minum hewan terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014. 5. Ada hubungan antara memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014. 6. Ada hubungan antara menutup lubang-lubang pada potongan bambu dengan tanah terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014. 7. Ada hubungan antara menabur bubuk abate terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014.
45
8. Ada hubungan antara memelihara ikan pemakan jentik terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014. 9. Ada hubungan antara memasang kawat kasa terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014. 10. Ada hubungan antara menghindari kebiasaan menggantung pakaian terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014. 11. Ada hubungan antara mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014.
46
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif jenis survei analitik dengan desain studi cross sectional, karena pada penelitian ini variabel independen dan dependen akan diamati pada waktu yang bersamaan. Variabel independen dalam penelitian ini adalah menguras Tempat Penampungan Air (TPA), menutup Tempat Penampungan Air (TPA), mengubur barang bekas, mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak, menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah, menabur bubuk abate, memelihara ikan pemakan jentik, memasang kawat kasa, menghindari kebiasaan menggantung pakaian, dan mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah keberadaan larva Aedes aegypti.
47
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Ciputat, yaitu kelurahan Ciputat dan kelurahan Cipayung. 4.2.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian ini dilaksanakan adalah Mei sampai dengan Juni 2014.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah semua rumah tangga yang berada di wilayah kerja Puskesmas Ciputat, yaitu kelurahan Ciputat dan kelurahan Cipayung dengan jumlah sebanyak 15 RW untuk kelurahan Ciputat dan 12 RW untuk kelurahan Cipayung. 4.3.2 Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian rumah tangga yang berada di wilayah kerja Puskesmas Ciputat, yaitu kelurahan Ciputat dan kelurahan Cipayung. Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus (Dahlan, M.Sopiyudin., 2010)
𝑛=
Z1−α/2
2PQ + Z1−β P1Q1 + P2Q2 P1 – P2
48
2
Keterangan: n
: Jumlah sampel minimal yang diperlukan
P1
: Proporsi kejadian pada variabel 3M plus terhadap keberadaan larva Aedes aegypti sebesar 0,609 dari penelitian terdahulu (Anggara, 2005).
P2
: Proporsi kejadian pada variabel 3M plus terhadap keberadaan larva Aedes aegypti sebesar 0,364 dari penelitian terdahulu (Anggara, 2005).
Q1
: 1 – P1
Q2
: 1 – P2
P
: Rata-rata proporsi
Q
:1–P
Z1-α/2
: Derajat kemaknaan, α pada dua sisi (two tail) yaitu
𝑃1+𝑃2 2
sebesar 5%= 1,96 Z1-β
: Kekuatan uji 1-β, yaitu sebesar 95%= 0, 84
Perhitungan:
𝑛=
Z1−α/2
2PQ + Z1−β P1Q1 + P2Q2 P1 – P2
2
×2
1,96 2 × 0,4865 × 0,5135 + 0,84 0,609 × 0,391 + 0,364 × 0,636 𝑛= 0,609 − 0,364 1,3854 + 0,5756 𝑛= 0,245
2
×2
49
2
×2
1,961 2 𝑛= ×2 0,245 𝑛 = 8 2 ×2 𝑛 = 128
128 = 60% 𝑥 𝑛′ 𝑛′ =
128
60%
𝑛 ’ = 213,53 ≈ 214
Maka jumlah sampel dalam penelitian ini setelah ditambah 10% adalah 235 sampel. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini
dengan
menggunakan
metode
purposive
sampling
untuk
menentukan RW yang terpilih dan random sampling untuk menentukan masing-masing rumah tangga. Pemilihan sampel dalam penelitian ini berdasarkan dari RW yang pernah ada kasus DBD maupun tidak dan
tidak berada di
wilayah perbatasan. Berikut merupakan tabel jumlah kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Ciputat tahun 2013: Tabel 4.1 Jumlah Kasus DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2013 RW 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Ciputat 1 1 1 1 2 1 3
Kelurahan Cipayung 1 2 1 3 4 3 1
Sumber: LB I Puskesmas Ciputat tahun 2013
50
Jumlah sampel yang diambil didapatkan melalui rumus sebagai berikut: Kelurahan Ciputat: 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑑𝑖 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑟𝑎 ℎ𝑎𝑛 𝐶𝑖𝑝𝑢𝑡𝑎𝑡 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑑𝑖 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑟𝑎 ℎ𝑎𝑛 𝐶𝑖𝑝𝑢𝑡𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑛 𝐶𝑖𝑝𝑎𝑦𝑢𝑛𝑔
=
× 235
18.764 × 235 = 110,35 ≈ 110 (18.764 + 21.180)
Perhitungan sampel tiap RW: RW 15=
95 390
× 110 = 26,79 ≈ 27
110
RW 10 = 390 × 110 = 31,02 ≈ 31 90
RW 8 = 390 × 110 = 25,38 ≈ 25 95
RW 2 = 390 × 110 = 26,79 ≈ 27 Kelurahan Cipayung: 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑑𝑖 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑟𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐶𝑖𝑝𝑎𝑦𝑢𝑛𝑔 × 235 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑑𝑖 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑟𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐶𝑖𝑝𝑢𝑡𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑛 𝐶𝑖𝑝𝑎𝑦𝑢𝑛𝑔 =
21.180 × 235 = 125 (18.764 + 21.180)
Perhitungan sampel tiap RW: RW 8 =
120 407
× 125 = 36,85 ≈ 37
98
RW 7 = 407 × 125 = 30 95
RW 3 = 407 × 125 = 29,17 ≈ 29 94
RW 2 = 407 × 125 = 28,86 ≈ 29
51
Adapun langkah-langkah penentuan sampelnya adalah sebagai berikut: Bagan 4.1 Langkah-langkah Penentuan Sampel Puskesmas Ciputat
Kelurahan Cipayung
Kelurahan Ciputat
RW 15
RW 10
RW 8
27 sampel
31 sampel
RW 2
25 sampel
RW 8
27 sampel
37 sampel
RW 7 30 sampel
RW 9
RW 2
29 sampel
29 sampel
4.4 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan data primer dan data sekunder yang akan diuraikan sebagai berikut: 4.4.1 Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden dengan teknik wawancara tertutup melalui alat ukur kuesioner, dan observasi atau survei jentik. 4.4.2 Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Ciputat berupa profil puskesmas tahun 2010 - 2013 dan Laporan Bulanan (LB) 1 tahun 2010 – 2013.
52
4.5 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner dengan bentuk pertanyaan tertutup yang terdiri dari beberapa item pertanyaan, yaitu
mengenai
pelaksanaan
3M
Plus
(Menguras
Tempat
Penampungan Air (TPA), Menutup Tempat Penampungan Air (TPA), Mengubur barang bekas, Mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan, Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak, Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah, Menabur bubuk abate, Memelihara ikan pemakan jentik, Memasang kawat kasa, Menghindari kebiasaan menggantung pakaian, dan Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai). Selanjutnya, untuk variabel keberadaan larva Aedes aegypti dilakukan observasi dengan menggunakan senter.
4.6 Pengolahan Data Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan menggunakan alat bantu komputer dengan program olah data statistik. Langkah-langkah pengolahan data tersebut meliputi: 1. Editing Mengecek kembali kebenaran dan kelengkapan data, dari konsistensi dan relevan pengisian setiap jawaban kuesioner, kelengkapan pengisian, kejelasan tulisan, kejelasan makna jawaban, kesesuaian antar jawaban, dan kesalahan pengisian.
53
2. Coding Memberi kode pada setiap variabel independen dan dependen pada kuesioner untuk mempermudah proses pemasukan dan pengolahan data selanjutnya. Mengkode jawaban adalah merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka, sehingga mempermudah dalam meng-entry data serta menganalisis data tersebut. 3. Entry data Membuat template data terlebih dahulu melalui Epidata, setelah itu masukkan atau entry data yang sudah diberi kode pada kuesioner,
kemudian
input
ke
dalam
komputer
dengan
menggunakan program (software) olah data statistic, yaitu SPSS versi 16. 4. Cleaning Memeriksa kembali data yang telah di-entry, seperti jawaban yang missing, nilai-nilai ekstrim, atau data yang out of range. Hal ini dilakukan untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.
4.7 Analisis Data Data yang telah diolah tersebut kemudian dianalisis yang juga menggunakan alat bantu komputer dengan program olah data statistik. Kegiatan analisis data tersebut dilakukan secara univariat, dan bivariat.
54
4.7.1 Analisis Univariat Analisis
univariat
bertujuan
untuk
mendeskripsikan
karakteristik masing-masing variabel yang telah diteliti, baik variabel independen (pelaksanaan 3M plus) maupun dependen (keberadaan larva Aedes aegypti). 4.7.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan variebel independen dengan variabel dependen. Adapun statistik uji
yang digunakan adalah
Chi
Square
dengan
menggunakan test kemaknaan 5%. Jika P value ≤ 0,05 maka ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan dependen. Sedangkan jika P value ≥ 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna variabel independen dengan dependen. Persamaan Chi Square: 2
𝑋 =
Keterangan:
𝑂−𝐸 𝐸
X2 = Chi Square O = Nilai yang diamati E = Nilai yang diharapkan
55
2
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas Ciputat terletak ± 6 km sebelah utara Kota Tangerang Selatan. Luas wilayah Kecamatan Ciputat kira-kira 13.311 ha dengan sebagian besar berupa tanah darat atau kering, sisanya adalah tanah rawa atau danau. Puskesmas Ciputat merupakan salah satu dari 3 Puskesmas yang ada di wilayah Kecamatan Ciputat. Letaknya berbatasan dengan: a. Sebelah utara: Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Sawah b. Sebelah selatan: Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang c. Sebelah barat: Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang d. Sebelah timur: Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur Puskesmas Ciputat terletak di Jalan Kihajar Dewantara No.7 Kelurahan Ciputat, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten. Dibangun di atas tanah seluas 693 m2 dengan luas bangunan lebih kurang 1200 m2 terdiri dari 2 lantai. Kegiatan pelayanan dipusatkan di lantai 1, sedangkan lantai 2 difungsikan sebagai ruang pimpinan, staff, data, dan ruang rapat. Di lantai 2 juga terdapat ruang pelayanan pengobatan TB paru, klinik sanitasi, klinik PTRM, dan laboratorium. Wilayah kerja Puskesmas Ciputat terdiri dari 2 kelurahan, yaitu Kelurahan Ciputat, dan Kelurahan Cipayung. Jumlah penduduk di Kelurahan Ciputat sebanyak 18.764 dengan jumlah RW sebanyak 15,
56
sedangkan jumlah penduduk untuk Kelurahan Cipayung sebanyak 21.180 dengan jumlah RW sebanyak 12.
5.2 Analisis Univariat Variabel-variabel Penelitian 5.2.1 Keberadaan Larva Aedes aegypti Hasil penelitian mengenai keberadaan larva Aedes aegypti pada rumah responden diperoleh dari observasi. Berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 5.1 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni Tahun 2014 Keberadaan Larva Aedes aegypti
N
%
Ada Tidak Ada
36 199
15,3 84,7
Total
235
100
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa pada rumah responden yang ditemukan ada larva Aedes aegypti sebanyak 36 orang (15,3%). Berdasarkan hasil observasi jentik berdasarkan jenis kontainer diperoleh hasil penelitian sebagai berikut:
57
Tabel 5.2 Gambaran Jenis Kontainer Berdasarkan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni Tahun 2014 Jenis Kontainer Keberadaan Larva Total Positif Negatif N % N % N % Bak Mandi 20 43,47 26 56,53 46 100 Ember 31 41,33 44 58,57 75 100 Tempat Penampungan Dispenser 3 33,33 6 66,67 9 100 Kaleng Bekas 11 44 14 56 25 100 Botol Bekas 5 35,72 9 64,28 14 100 Ban Bekas 8 40 12 60 20 100 Vas Bunga 1 25 3 75 4 100 Kolam Ikan 1 25 3 75 4 100 Total 80 35,98 117 64 197 100
Berdasarkan tabel 5.2 bahwa jenis kontainer yang paling banyak ditemukan larva Aedes aegypti adalah bak mandi (43,47%). 5.2.2 Menguras Tempat Penampungan Air Menguras tempat penampungan air yang dimaksudkan dalam penelitian
ini
adalah
responden
yang
menguras
tempat
penampungan air 1 kali dalam seminggu dengan menyikat dan menggunakan sabun. Berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 5.3 Gambaran Upaya Responden Dalam Menguras Tempat Penampungan Air di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni Tahun 2014 Menguras
N
%
Tidak Ya
36 199
15,3 84,7
Total
235
100
58
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa responden yang menguras tempat penampungan air lebih banyak yaitu berjumlah 199 orang (84,7%). 5.2.3 Menutup Tempat Penampungan Air Menutup tempat penampungan air yang dimaksud dalam penelitian
ini
adalah
responden
yang
menutup
tempat
penampungan air dengan rapat-rapat. Berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 5.4 Gambaran Upaya Responden Dalam Menutup Tempat Penampungan Air di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni Tahun 2014 Menutup
N
%
Tidak Ya
193 42
82,1 17,9
Total
235
100
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa responden tidak menutup tempat penampungan air lebih banyak yaitu berjumlah 193 orang (82,1%). 5.2.4 Mengubur Barang Bekas Mengubur barang bekas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah responden yang mengubur barang-barang bekas seperti kaleng bekas, botol bekas, dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut:
59
Tabel 5.5 Gambaran Upaya Responden Dalam Mengubur Barang Bekas di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni Tahun 2014 Mengubur BarangN % barang Bekas Tidak Ya
144 91
61,3 38,7
Total
235
100
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa responden tidak mengubur barang-barang bekas paling banyak yaitu berjumlah 144 orang (61,3%). 5.2.5 Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan Mengganti air vas dan tempat minum hewan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah responden yang mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan 1 kali dalam seminggu dengan menyikatnya. Berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 5.6 Gambaran Upaya Responden Dalam Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni Tahun 2014 Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan N % Tidak Ya
13 222
5,5 94,5
Total
235
100
60
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa responden yang mengganti air vas bunga, dan tempat minum hewan paling bnayak yaitu berjumlah 222 orang (94,5%). 5.2.6 Memperbaiki Saluran dan Talang Air Memperbaiki saluran dan talang air yang dimaksud dalam penelitian ini adalah responden yang memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak. Berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 5.7 Gambaran Upaya Responden Dalam Memperbaiki Saluran dan Talang Air di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni Tahun 2014 Memperbaiki Saluran N % dan Talang Air Tidak Ya
7 228
3 97
Total
235
100
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa responden yang memperbaiki saluran dan talang air paling banyak yaitu berjumlah 228 orang (97%). 5.2.7 Menutup Lubang-lubang pada Potongan Bambu dan Pohon Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon yang dimaksud dalam penelitian adalah responden yang menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon yang berada di sekitar rumah dengan menggunakan tanah. Berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut:
61
Tabel 5.8 Gambaran Upaya Responden Dalam Menutup Lubang-lubang Pada Potongan Bambu dan Pohon di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni Tahun 2014 Menutup Lubang-lubang Pada N % Potongan Bambu dan Pohon Tidak Ya
77 158
32,8 67,2
Total
235
100
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa responden yang menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon paling banyak yaitu berjumlah 158 orang (67,2%). 5.2.8 Menabur Bubuk Abate Menabur bubuk abate yang dimaksud dalam penelitian ini adalah responden yang memberikan bubuk abate tiap 2-3 bulan sekali pada tempat penampungan air. Berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 5.9 Gambaran Upaya Responden Dalam Menabur Bubuk Abate di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni Tahun 2014 Menabur Bubuk Abate N % Tidak Ya
193 42
82,1 17,9
Total
235
100
62
Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa responden yang tidak menabur bubuk abate paling banyak yaitu berjumlah 193 orang (82,1%). 5.2.9 Memelihara Ikan Pemakan Jentik Memelihara ikan pemakan jentik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah responden yang memelihara ikan pemakan jentik seperti ikan gabus, ikan guppy, ikan kepala timah, ikan mujair, dan ikan nila. Berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 5.10 Gambaran Upaya Responden Dalam Memelihara Ikan Pemakan Jentik di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni Tahun 2014 Memelihara Ikan Pemakan N % Jentik Tidak Ya
205 30
87,2 12,8
Total
235
100
Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa responden yang tidak memelihara ikan pemakan jentik paling banyak yaitu berjumlah 205 orang (87,2%). Hampir semua responden yang memelihara ikan pemakan jentik, jenis ikannya adalah ikan mujair. 5.2.10 Memasang Kawat Kasa Memasang kawat kasa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah responden yang memasang kawat kasa pada lubang ventilasi rumah. Berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut: 63
Tabel 5.11 Gambaran Upaya Responden Dalam Memasang Kawat Kasa di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni Tahun 2014 Memasang Kawat Kasa N % Tidak Ya
20 215
8,5 91,5
Total
235
100
Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa responden
yang
memasang kawat kasa lebih banyak yaitu berjumlah 215 orang (91,5%). 5.2.11 Menghindari Kebiasaaan Menggantung Pakaian Menghindari kebiasaan menggantung pakaian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah responden menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah. Tabel 5.12 Gambaran Upaya Responden Dalam Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian di Wilayah Kerja Puskesmas Bulan Mei - JuniCiputat Tahun 2014 Menghindari Kebiasaan N % Menggantung Pakaian Tidak Ya
209 26
88,9 11,1
Total
235
100
Berdasarkan tabel 5.12 diketahui bahwa responden yang tidak menghindari kebiasaan menggantung pakaian paling banyak yaitu berjumlah 209 orang (88,9%).
64
5.2.12 Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang yang Memadai Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah responden memiliki pencahayaan yang memadai dan ukuran luas ventilasi 10% dari luas lantai. Tabel 5.13 Gambaran Upaya Responden Dalam Pencahayaan dan Ventilasi yang Memadai di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni Tahun 2014 Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi N % yang Memadai Tidak 36 15,3 Ya 199 84,7 Total
235
100
Berdasarkan tabel 5.13 diketahui bahwa responden yang mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai paling banyak yaitu berjumlah 199 orang (84,7%).
5.3 Analisis Bivariat Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Adapun uji statistik yang digunakan yaitu Chi Square, hasilnya akan dijelaskan di bawah ini.
65
5.3.1 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menguras Tempat Penampungan Air Hasil penelitian mengenai hubungan antara menguras tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut: Tabel 5.14 Gambaran Menguras Tempat Penampungan Air dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014 Menguras Keberadaan Larva Aedes aegypti Total Pvalue Ada Tidak Ya
N 13 23
% 36,1 11,6
Tidak Ada N % 23 63,9 176 88,4
N 36 199
% 100 100
0,000
Berdasarkan tabel 5.14 diketahui bahwa responden yang tidak menguras tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 13 dari 36 orang (36,1%). Sedangkan responden yang menguras tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 23 dari 199 orang (11,6%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,000, artinya pada tingkat kemaknaan 5%
terdapat hubungan yang
bermakna antara menguras tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun2014.
66
5.3.2
Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menutup Tempat Penampungan Air Hasil penelitian mengenai hubungan antara menutup tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti
di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut: Tabel 5.15 Gambaran Menutup Tempat Penampungan Air dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014 Menutup Keberadaan Larva Aedes aegypti Total Pvalue Ada Tidak Ya
N 34 2
% 17,6 4,8
Berdasarkan
Tidak Ada N % 159 82,4 40 95,2
N 193 42
% 100 100
0,063
tabel 5.15 diketahui bahwa responden yang
tidak menutup tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 34 dari 193 orang (17,6%). Sedangkan responden yang menutup tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 2 dari 42 orang (4,8%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,063, artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara menutup tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
67
5.3.3 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Mengubur Barang Bekas Hasil penelitian mengenai hubungan antara mengubur barang bekas dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut: Tabel 5.16 Gambaran Mengubur Barang Bekas dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014 Mengubur Keberadaan Larva Aedes aegypti Total Pvalue Ada Tidak Ya
N 31 5
Tidak Ada N % 113 78,5 86 94,5
% 21,5 5,5
N 144 91
% 100 100
0,002
Berdasarkan tabel 5.16 diketahui bahwa responden yang tidak mengubur barang bekas dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 31 dari 144 orang (21,5%). Sedangkan responden yang mengubur barang bekas dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 5 dari 91 orang (5,5%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,002, artinya pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang bermakna antara mengubur barang bekas dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
68
5.3.4
Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan Hasil penelitian mengenai hubungan antara mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.17 Gambaran Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014 Mengganti Air Keberadaan Larva Aedes aegypti Total Pvalue Ada Tidak Ya
N 6 30
Tidak Ada N % 7 53,8 192 86,5
% 46,2 13,5
N 13 222
% 100 100
0,007
Berdasarkan tabel 5.17 diketahui bahwa responden yang tidak mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 6 dari 13 orang (46,2%). Sedangkan responden yang mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 30 dari 222 orang (13,5%) Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,007, artinya pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang
69
bermakna antara mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan dengan keberadaan larva Aedes aegypti. 5.3.5
Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti
Berdasarkan
Kegiatan Memperbaiki Saluran dan Talang Air Hasil penelitian mengenai hubungan antara memperbaiki saluran dan talang air dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut: Tabel 5.18 Gambaran Memperbaiki Saluran dan Talang Air dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014 Memperbaiki Keberadaan Larva Aedes aegypti Saluran dan Total Pvalue Talang Air Ada Tidak Ada N % N % N % 5 71,4 2 28,6 7 100 0,001 Tidak 31 13,6 197 86,4 228 100 Ya
Berdasarkan tabel 5.18 diketahui bahwa responden yang tidak memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar dan ditemukan larva Aedes aegypti 5 dari 7 orang (71,4%). Sedangkan responden yang memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar dan ditemukan larva Aedes aegypti 31 dari 228 orang (13,6%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,001, artinya pada tingkat kemaknaan 5%
terdapat hubungan yang
bermakna antara memperbaiki saluran dan talang air dengan keberadaan larva Aedes aegypti. 70
5.3.6
Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menutup Lubang-lubang Pada Potongan Bambu dan Pohon Hasil penelitian mengenai hubungan antara menutup lubang-lubang
pada
potongan
bambu
keberadaan larva Aedes aegypti di
dan
Wilayah
pohon
Kerja
dengan
Puskesmas
Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut: Tabel 5.19 Gambaran Menutup Lubang-lubang Pada Potongan Bambu dan Pohon dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014 Menutup Keberadaan Larva Aedes aegypti LubangTotal Pvalue lubang Ada Tidak Ada N % N % N % 14 18,2 63 81,8 77 100 0,511 Tidak 22 13,9 136 86,1 158 100 Ya
Berdasarkan tabel 5.19 diketahui bahwa responden yang tidak menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 14 dari 77 orang (18,2%). Sedangkan responden yang menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 22 dari 158 orang (13,9%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,511, artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang
71
bermakna antara menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan keberadaan larva Aedes aegypti. 5.3.7
Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menabur Bubuk Abate Hasil penelitian mengenai hubungan antara menabur bubuk abate dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.20 Gambaran Menabur Bubuk Abate dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014 Menabur Keberadaan Larva Aedes aegypti Bubuk Abate Total Pvalue Ada Tidak Ya
N 34 2
Tidak Ada N % 158 82,3 41 95,3
% 17,7 4,7
N 192 43
% 100 100
0,056
Berdasarkan tabel 5.20 diketahui bahwa responden yang tidak menabur bubuk abate dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 34 dari 192 orang (17,7%). Sedangkan responden yang menabur bubuk abate dan ditemukan larva Aedes aegypti 2 dari 43 orang (4,7%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,056, artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara menabur bubuk abate dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
72
5.3.8
Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Memelihara Ikan Pemakan Jentik Hasil penelitian mengenai hubungan antaramemelihara ikan pemakan jentik dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.21 Gambaran Memelihara Ikan Pemakan Jentik dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014 Memelihara Ikan
Keberadaan Larva Aedes aegypti Total Ada
Tidak Ya
N 32 4
Tidak Ada N % 173 84,4 26 86,7
% 15,6 13,3
N 205 30
% 100 100
Pvalue
1,000
Berdasarkan tabel 5.21 diketahui bahwa responden yang tidak memiliki ikan pemakan jentik dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 32 dari 205 orang (15,6%). Sedangkan responden yang memelihara ikan pemakan jentik dan ditemukan Aedes aegypti ada 4 dari 30 orang (13,3%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 1,000, artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara memelihara ikan pemakan jentik dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
73
5.3.9
Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Memasang Kawat Kasa Hasil penelitian mengenai hubungan antara memasang kawat kasa dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.22 Gambaran Memasang Kawat Kasa dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014 Memasang Keberadaan Larva Aedes aegypti Kawat Kasa Total Pvalue Ada Tidak Ya
N 6 30
Tidak Ada N % 14 70 185 86
% 30 14
N 20 215
% 100 100
0,095
Berdasarkan tabel 5.22 diketahui bahwa responden yang tidak memasang kawat kasa dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 6 dari 20 orang (30%). Sedangkan responden yang memasang kawat kasa dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 30 dari 215 responden (14%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,095, artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara memasang kawat kasa dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
74
5.3.10 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian Hasil penelitian mengenai hubungan antara menghindari kebiasaan menggantung pakaian dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut: Tabel 5.23 Gambaran Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014 Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian Tidak Ya
Keberadaan Larva Aedes aegypti Total Ada N 34 2
Tidak Ada N % 175 83,7 24 92,3
% 16,3 7,7
N 209 26
% 100 100
Pvalue
0,387
Berdasarkan tabel 5.23 diketahui bahwa responden yang tidak menghindari kebiasaan menggantung pakaian dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 34 dari 209 orang (16,3%). Sedangkan responden yang menghindari kebiasaan menggantung pakaian dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 2 dari 26 orang (7,7%) . Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,387, artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara menghindari kebiasaan menggantung pakaian dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
75
5.3.11 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi yang Memadai Hasil penelitian mengenai hubungan antara mengupayakan pencahayaan ventilasi yang memadai dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut: Tabel 5.24 Gambaran Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi yang Memadai dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014 Mengupayakan Keberadaan Larva Aedes aegypti Pencahayaan dan Total Pvalue Ventilasi yang Ada Tidak Ada Memadai N % N % N % 17 47,2 19 52,8 36 100 0,000 Tidak 19 9,5 180 90,5 199 100 Ya
Berdasarkan tabel 5.24 diketahui bahwa responden yang tidak mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 17 dari 36 orang (47,2%). Sedangkan responden yang mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 19 dari 199 orang (9,5%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,000, artinya pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang bermakna antara mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
76
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yaitu: 1. Observasi jentik yang dilakukan pada penelitian ini tidak menggunakan metode single larva methode yaitu mengambil satu jentik di setiap TPA yang ditemukan untuk diidentifikasi lebih lanjut, namun dalam penelitian ini hanya dilihat dari ada tidaknya jentik pada TPA saja. 2. Pada
variabel
pelaksanaan
3M
Plus
menghindari
kebiasaan
menggantung pakaian dapat terjadi bias karena tergantung dari kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan di kuesioner.
6.2 Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Keberadaan larva Aedes aegypti merupakan indikator dari potensi keterjangkitan masyarakat akan DBD. Jentik nyamuk ini dapat berkembang biak pada wadah-wadah di sekitar pemukiman (Hardayanti, W. et. al., 2011). Larva nyamuk Aedes aegypti merupakan cikal bakal nyamuk dewasa yang dapat diamati di sarang-sarang nyamuk. Semakin banyak larva nyamuk ditemukan, semakin banyak nyamuk dewasa yang akan
77
berterbangan, dan semakin pula besar risiko penularan penyakit DBD yang terjadi. Keberadaan kontainer air akan sangat berperan dalam kepadatan vektor nyamuk Aedes aegypti, karena semakin banyak kontainer air yang memadai, maka akan semakin banyak tempat perindukan dan akan semakin padat pula larva nyamuk Aedes aegypti di dalam kontainer air tersebut (Wati, 2009). Keberadaan tempat penampungan air di dalam maupun luar rumah sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya larva Aedes aegypti, bahkan tempat penampungan air tersebut bisa menjadi tempat perkembangbiakan menjadi nyamuk dewasa sehingga dapat menjadi vektor DBD (Fatimah, 2006). Soeroso (2000) mengatakan bahwa ada kemungkinan risiko terkena DBD pada lingkungan rumah yang ada jentiknya dengan yang tidak ada. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada rumah responden di wilayah kerja Puskesmas yang ditemukan ada larva Aedes aegypti sebanyak 36 orang (15,3%) dan terdapat 199 orang (84,7%) yang tidak ditemukan adanya larva Aedes aegypti. Tempat penampungan air yang banyak ditemukan larva Aedes aegypti dalam penelitian ini adalah bak mandi (43,47%). Sebagaimana dalam penelitian Widagdo (2008) menyatakan ada hubungan bermakna PSN 3M Plus di bak mandi, ember dan gentong plastik dengan jumlah jentik di tempat penampungan air tersebut.
78
Berdasarkan data surveilans DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2011-2013 nilai ABJ masih dibawah dari 95%, sementara berdasarkan data yang diperoleh dari hasil observasi larva Aedes aegypti dalam penelitian ini nilai ABJ yang didapatkan sebesar 84,68%. Maka dari itu, angka kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat masih terbilang tinggi. Dari hasil tersebut dimungkinkan bahwa responden belum secara maksimal dalam memutus rantai perkembangbiakan nyamuk dengan cara membasmi jentik-jentik nyamuk dengan melakukan 3M plus sehingga tidak sampai menjadi nyamuk dewasa. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan kesadaran masyarakat dalam melaksanakan 3M plus secara berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan untuk memutus siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dan menekan angka kejadian DBD, dan perlu diadakannya pemeriksaan intensif jentik secara berkala yang dilakukan oleh pihak Puskesmas Ciputat serta kader-kader posyandu ataupun juru pemantau jentik. Karena program pemeriksaan jentik yang telah ditetapkan Puskesmas Ciputat dalam pelaksanaannya masih belum sesuai, yaitu tidak satu bulan sekali.
6.3 Analisis Bivariat 6.3.1
Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menguras Tempat Penampungan Air Menguras Tempat Penampungan Air merupakan salah satu cara pencegahan penyakit DBD. Menguras bak mandi, ember, dan
79
lain-lain perlu dilakukan secara teratur seminggu sekali dengan menyikat dan menggunakan sabun dalam pengurasannya agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat tersebut (Depkes RI, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden menguras tempat penampungan air. Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara menguras tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana dari hasil penelitian diperoleh 13 dari 36 orang (36,1%) yang tidak menguras tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes aegypti. Sedangkan, 23 dari 199 responden (11,6%) yang menguras tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes aegypti. Hal ini bisa jadi disebabkan karena secara umum nyamuk meletakkan telurnya pada dinding tempat penampungan air, oleh karena itu pada waktu pengurasan atau pembersihan tempat penampungan air dianjurkan menggosok atau menyikat dindingdindingnya (Sutaryo, 2005). Walaupun sebagian masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat telah melaksanakan pengurasan seminggu sekali, namun tetap saja masih ada larva Aedes aegypti yang ditemukan di TPA tersebut. Pelaksanaan pengurasannya masih belum baik seperti hanya membuang air yang berada di TPA yang dianggap sudah
80
kotor kemudian langsung mengganti air TPA tersebut tanpa dilakukan dengan menyikat TPA, sehingga menyebabkan adanya larva Aedes aegypti yang ditemukan. Hal ini sejalan dengan penelitian Dewi, dkk (2013) didapatkan bahwa ada hubungan antara menguras TPA dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Hasil penelitian tersebut bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Syarief (2008) di Wilayah Puskesmas Tarakan Kota Makassar yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara menguras TPA dalam rumah dengan keberadaan larva Aedes aegypti Dalam penelitian ini larva Aedes aegypti yang paling banyak ditemukan pada TPA adalah di bak mandi. Sebagaimana dinyatakan oleh Fatimah (2006) bahwa salah satu tempat penampungan air dalam rumah yang sering dijumpai adalah bak mandi. Menguras TPA minimal sekali dalam seminggu dapat mengurangi tempat berkembang biaknya larva Aedes aegypti. Karena dalam siklus hidup nyamuk diketahui bahwa larva Aedes aegypti dapat berkembang biak selama 6-8 hari (Herms, 2006, dalam Sulina, 2012). Oleh karena itu, pelaksanaan menguras TPA seminggu sekali berpengaruh dalam kemungkinan terjadinya DBD. Penelitian Novita (2011) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara keberadaan larva Aedes aegypti di TPA dengan
81
kejadian DBD, sedangkan menurut Silvia (2007) menyebutkan bahwa menguras TPA berpengaruh terhadap kejadian DBD. TPA terdiri dari TPA di dalam rumah dan TPA di luar rumah. TPA dalam rumah yaitu ember, gentong, tempayan, dan bak mandi. Sedangkan tempat penampungan air luar rumah yaitu vas bunga, kolam ikan, dan lain-lain (Bustan, 2007). Selain itu, keberadaan tempat penampungan air di dalam maupun luar rumah sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya larva Aedes aegypti, bahkan TPA tersebut bisa menjadi tempat perkembangbiakan menjadi nyamuk dewasa sehingga dapat menjadi vektor DBD (Fatimah, 2006). Puskesmas Ciputat sudah mempunyai program penyuluhan kesehatan
tentang
menguras
TPA.
Akan
tetapi,
dalam
pelaksanaannya belum maksimal dilakukan. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh pihak Puskesmas Ciputat kepada masyarakat dalam hal penanggulangan penyakit DBD dengan pengendalian di tempat-tempat berkembang biaknya jentik Aedes aegypti melalui PSN-3M plus terutama dalam hal ini yaitu menguras TPA. 6.3.2 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menutup Tempat Penampungan Air Menutup rapat tempat penampungan air memegang peranan penting dalam PSN DBD yaitu seperti menutup rapat ember,
82
tempayan, baskom, bak mandi, dan lain-lain (Depkes, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden tidak menutup tempat penampungan air. Berdasarkan hasil uji statistik pada peneilitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara menutup tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana dalam penelitian diperoleh hasil 34 dari 193 responden (17,6%) yang tidak menutup tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes aegypti. Sedangkan, 2 dari 42 responden (4,8%) yang menutup tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes aegypti. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Benvie (2005) di wilayah Puskesmas Maricayya Selatan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara menutup rapat TPA dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Akan tetapi, hal ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Lintang, dkk (2010) di Kota Semarang yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara menutup TPA dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Menurut WHO (2005), tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti adalah air bersih yang tergenang. Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat lebih suka menampung air sebanyak mungkin untuk keperluan sehari-hari di TPA seperti: ember dan bak mandi. Sehingga nyamuk Aedes aegypti lebih suka
83
menetaskan telurnya di TPA tersebut hingga menjadi larva Aedes aegypti. Sehingga menutup rapat TPA sangat berperan penting dapat mengurangi jumlah larva Aedes aegypti yang ada di dalam TPA bahkan tidak ada larva Aedes aegypti di TPA dalam rumah karena adanya tutup TPA tersebut. Pentingnya ketersediaan tutup pada TPA sangat mutlak diperlukan untuk menekan jumlah nyamuk yang hinggap pada tempat
penampungan
air,
dimana
kontainer
tersebut
menjadi media berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti. Apabila semua masyarakat telah menyadari pentingnya penutup TPA, diharapkan keberadaan nyamuk dapat diberantas, namun berdasarkan wawancara dengan masyarakat di wilayah kerja Puskesmasa Ciputat kondisi ini tampaknya belum dilaksanakan secara maksimal. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya dalam memutus rantai penularan penyakit DBD dengan melalui pengendalian tempat-tempat yang dapat berpotensi nyamuk berkembang biak yaitu dengan melakukan penutupan pada TPA. 6.3.3 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Mengubur Barang Bekas Mengubur barang bekas merupakan praktik PSN DBD dengan cara mengubur barang-barang bekas yang berpotensi menampung air dan terdapat larva Aedes aegypti serta tidak dimanfaatkan lagi, seperti kaleng bekas, botol bekas, ban bekas,
84
dan lain-lain (Depkes, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden tidak mengubur barang-barang bekas. Berdasarkan
hasil
uji
statistik
pada
penelitian
ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara mengubur barang-barang bekas dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana dalam penelitian diperoleh hasil 31 dari 144 responden (21,5%) yang tidak mengubur barang bekas dan ditemukan larva Aedes aegypti. Sedangkan, 5 dari 91 responden (5,5%) yang mengubur barang bekas dan ditemukan larva Aedes aegypti. Kemungkinan hal ini disebabkan masih ada masyarakat yang tidak mengubur barang bekas dikarenakan mereka masih menyimpan barang bekas di lingkungan rumah dengan alasan akan dipergunakan kembali dan tidak ada lahan kosong untuk membuang maupun membakarnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wati (2009) menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan praktik mengubur barang-barang bekas di desa endemis dan desa non endemis penyakit DBD. Hal ini disebabkan karena faktor perbedaan karakteristik individu dan lingkungan masyarakat di masing-masing
lokasi
menunjang.
85
penelitian
dan
lahan
kosong
yang
Namun, penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggara (2005) di wilayah Kerja Puskesmas Dahlia Kota Makassar yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara
mengubur
barang-barang
bekas
dengan
keberadaan larva Aedes aegypti, disebabkan karena padatnya penduduk di wilayah tersebut. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yudhastuti, dkk (2005) di Surabaya. Ban, botol, plastik, dan barang-barang lain yang dapat menampung air merupakan sarana yang memungkinkan untuk tempat perkembangbiakan nyamuk. Semakin banyak barang bekas yang dapat menampung air, semakin banyak tempat bagi nyamuk untuk bertelur dan berkembang biak, sehingga makin meningkat pula risiko kejadian DBD (Widodo, 2012). Menurut Soeroso (2000) kaleng bekas, ban bekas, botol bekas dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap bertambahnya larva Aedes aegypti yang otomatis membuka peluang terhadap kejadian DBD. Ban mobil bekas merupakan tempat perkembang biakan utama Aedes aegypti daerah perkotaan. Maka sebaiknya perlu dihimbau kepada masyarakat apabila terdapat barang-barang bekas di sekitar rumah lebih baik dikubur agar kemungkinan tidak dapat terjadi risiko DBD yang disebabkan oleh adanya tempat perkembang biakan Aedes aegypti.
86
6.3.4 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan Mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan seminggu sekali harus dilakukan tidak hanya mengganti air tersebut akan tetapi harus mencucinya dengan menyikat tempattempat tersebut agar larva Aedes aegypti tidak dapat hidup dan berkembang
biak
di
dinding-dindingnya
(Depkes,
2005).
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.6 diketahui bahwa sebagian besar responden mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan. Berdasarkan
hasil
uji
statistik
pada
penelitian
ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana dalam penelitian diperoleh hasil 6 dari 13 responden (46,2%) yang tidak mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan dan
ditemukan larva
Aedes aegypti. Sedangkan, 30 dari 222 responden (13,5%) yang mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan dan ditemukan larva Aedes aegypti. Dengan demikian hasil tersebut menunjukkan bahwa mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan dapat mempengaruhi adanya larva Aedes aegypti dapat ditemukan hingga
87
menyebabkan kemungkinan terjadinya DBD di wilayah kerja Puskesmas Ciputat. Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Fathi,
dkk
(2005)
menyimpulkan bahwa keberadaan tempat penampungan air, baik yang berada di dalam maupun di luar rumah merupakan faktor yang berperan penting dalam penularan ataupun terjadinya KLB DBD. Sebagaimana dalam pendapat Saniambara et al. (2003) yang menyatakan bahwa nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang biak di tempat penampungan air bersih dan yang tidak beralaskan tanah, seperti: bak mandi/wc, drum dan kaleng bekas, tempat minum burung dan pot tanaman hias. Kadang-kadang ditemukan juga di pelepah daun, lubang pagar/bambu dan lubang tiang bendera. Masyarakat dapat mengurangi risiko keberadaan larva Aedes aegypti dengan melakukan pengendalian pada tempat-tempat yang dapat berpotensi berkembang biaknya larva Aedes aegypti seperti vas bunga dan tempat minum hewan melalui peningkatan pelaksanaan 3M plus, sehingga tidak ada larva Aedes aegypti yang nantinya dapat ditemukan. 6.3.5 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Memperbaiki Saluran dan Talang Air Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak dapat mencegah agar larva Aedes aegypti tidak dapat
88
berkembang biak di tempat tersebut (Depkes, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.7 diketahui bahwa sebagian besar responden memperbaiki saluran dan talang air. Berdasarkan
hasil
uji
statistik
pada
penelitian
ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara memperbaiki saluran dan talang air dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana dalam penelitian diperoleh hasil 5 dari 7 responden (71,4%) yang tidak memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar dan ditemukan larva Aedes aegypti. Sedangkan, 31 dari 228 responden (13,6%) yang memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar dan tidak ditemukan larva Aedes aegypti. Sehingga memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar dapat menyebabkan adanya larva Aedes aegypti di wilayah kerja Puskesmas Ciputat. Tempat penampungan air positif larva yang juga penting diperhatikan adalah talang air. Dikarenakan letak talang air yang tinggi dan terletak di atas sehingga sulit dijangkau untuk dibersihkan. Akibatnya talang air menjadi salah satu tempat yang digemari nyamuk untuk meletakkan larva nyamuk (Ramadhani, dkk., 2009). Dalam hal ini, berdasarkan wawancara dengan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Ciputat, masyarakat telah memperhatikan jika ada saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak selalu diperbaiki agar tidak terdapat larva Aedes aegypti
89
yang dapat berkembang biak sehingga dapat menyebabkan terjadinya risiko penularan DBD. Kondisi rumah dengan saluran air yang tidak lancar mengalir disenangi oleh nyamuk Aedes aegypti sehingga risiko terjadinya DBD pun semakin besar. 6.3.6 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menutup Lubang-lubang Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan
tanah
dapat
mencegah
berkembang biak (Depkes,
nyamuk
Aedes
aegypti
2005). Sehingga apabila hal ini
dilakukan dapat mencegah terjadinya DBD. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.8 diketahui bahwa sebagian besar responden menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon. Berdasarkan
hasil
uji
statistik
pada
penelitian
ini
mennunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara menutup lubang-lubang dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana dalam penelitian diperoleh hasil 14 dari 77 responden (18,2%) yang tidak menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah dan ditemukan larva Aedes aegypti. Sedangkan, 22 dari 158 responden (13,9%) yang menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah dan ditemukan larva Aedes aegypti.
90
Lingkungan yang masih terdapat benda-benda yang dapat menjadi tempat bersarang nyamuk seperti adanya lubang pada potongan bambu, pohon, dan bekas tempurung kelapa yang berserakan mengakibatkan bertambahnya tempat perindukan nyamuk dan jumlah nyamuk akan bertambah meningkat (Duma, dkk, 2007). Masih banyaknya lubang-lubang pada potongan bambu, pohon, dan lain-lain yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Ciputat dapat mengakibatkan larva Aedes aegypti berkembang biak sehingga dapat terjadi penularan DBD. Upaya pengendalian terhadap jentik yang telah ditetapkan oleh Puskesmas Ciputat yaitu program pemeriksaan jentik yang dilakukan tiap satu bulan sekali oleh jumantik. Akan tetapi dalam pelaksanaannya masih belum sesuai, karena tidak setiap bulan program tersebut dilakukan. Sehingga sebaiknya Puskesmas Ciputat perlu meningkatkan kembali program pemeriksaan jentik secara berkala. 6.3.7
Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menabur Bubuk Abate Menaburkan bubuk larvasida dapat dilakukan di tempattempat penampungan air yang sulit dikuras atau dibersihkan dan di daerah yang sulit air. Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram (lebih kurang 1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Abatisasi dengan themephos ini mempunyai efek residu 2-3 bulan
91
dan aman digunakan meskipun diberikan pada tempat-tempat penampungan air baik untuk mencuci atau air minum sehari-hari (Depkes, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.9 diketahui bahwa sebagian besar responden tidak menabur bubuk abate. WHO (2000) telah menyatakan bahwa pemberantasan jentik nyamuk Aedes aegypti dengan penaburan butiran themephos dengan dosis 1 ppm
dengan efek residu selama 3 bulan cukup
efektif menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti atau meningkatkan angka bebas jentik, sehingga menurunkan risiko terjadinya KLB penyakit DBD. Berdasarkan
hasil
uji
statistik
pada
penelitian
ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara menabur bubuk abate dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana dalam penelitian diperoleh hasil 34 dari 192 responden (17,7%) yang tidak menabur bubuk abate dan ditemukan larva Aedes aegypti. Sedangkan, 2 dari 43 responden (4,7%) yang menabur bubuk abate dan ditemukan larva Aedes aegypti. Dalam penelitian ini, kemungkinan yang menyebabkan banyak rumah yang tidak menabur bubuk abate dalam tiga bulan terakhir karena kurangnya pengetahuan akan pentingnya penaburan bubuk abate TPA setiap 2-3 bulan. Selain itu, sebagian responden masih merasa tidak aman untuk melakukan abatisasi karena air dalam TPA-nya
92
akan menjadi kotor, serta takut jika bubuk abate akan memberikan dampak negatif bagi kesehatan. Meskipun Puskesmas Ciputat telah mempunyai program pembagian abate setiap tiga bulan. Namun dalam pelaksanaannya masih banyak masyarakat yang belum menerima abate tersebut dan kurangnya informasi kepada masyarakat dalam hal tata cara penggunaan abate. Sementara dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Yunita, dkk (2007), menyebutkan bahwa risiko keberadaan jentik Aedes aegypti pada rumah yang tidak diberi abate pada tempat penampungan airnya adalah sebesar 9,143 kali dibandingkan dengan rumah yang diberi abate pada tempat penampungan airnya terhadap kejadian DBD. Maka dari itu, diperlukan upaya untuk memberikan informasi yang benar mengenai fungsi bubuk abate dan cara penggunaannya. Selain informasi atau pengetahuan yang diberikan dari pihak puskesmas, adanya pembagian rutin bubuk abate setiap tiga bulan juga menjadi salah satu solusi untuk menciptakan koordinasi antara masyarakat dengan pihak Puskesmas Ciputat. 6.3.8
Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Memelihara Ikan Pemakan Jentik Melihara ikan pemakan jentik atau larva Aedes aegypti dalam hal ini ikan cupang, ikan gabus, ikan guppy, ikan kepala
93
timah, ikan mujair, dan ikan nila yang diletakkan di TPA seperti bak mandi/wc dan ember atau di kolam ikan dengan tujuan untuk mengurangi jumlah larva Aedes aegypti yang terdapat di kolam ikan (Depkes, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.10 diketahui bahwa sebagian besar responden tidak memelihara ikan pemakan jentik. Berdasarkan
hasil
uji
statistik
pada
penelitian
ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara memelihara ikan pemakan jentik dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana dalam penelitian diperoleh hasil 32 dari 205 responden (15,6%) yang tidak memiliki ikan pemakan jentik dan ditemukan larva Aedes aegypti. Sedangkan, 4 dari 30 responden (13,3%) yang memelihara ikan pemakan jentik dan ditemukan Aedes aegypti. Hal ini berarti sebagian besar masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Ciputat tidak memelihara ikan pemakan jentik sebagai upaya dalam mengurangi jumlah larva Aedes aegypti. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggara (2005) yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara memelihara ikan pemakan jentik dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lintang, dkk (2005) yang menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara memelihara ikan pemakan jentik dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
94
Sebagaimana juga dalam penelitian yang dilakukan Mahardika (2009) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara memelihara ikan pemakan jentik dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal tahun 2009. Nilai Odd Ratio (OR) = 1,179 (95% CI =0,383-3,630), menunjukkan bahwa responden yang tidak memelihara ikan pemakan jentik mempunyai risiko 1,179 kali lebih besar menderita DBD dari pada responden yang memelihara ikan pemakan jentik. 6.3.9 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Memasang Kawat Kasa Memasang kawat kasa merupakan salah satu upaya pencegahan terjadinya penularan penyakit DBD (Depkes, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.11 diketahui bahwa sebagian responden memasang kawat kasa. Berdasarkan
hasil
uji
statistik
pada
penelitian
ini
menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara memasang kawat kasa dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana dari hasil penelitian diperoleh 6 dari 20 responden (30%) yang tidak memasang kawat kasa dan ditemukan larva Aedes aegypti. Sedangkan, 30 dari 215 responden (14%) yang memasang kawat kasa dan ditemukan larva Aedes aegypti. Hal ini berarti bahwa sebagian besar masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
95
Ciputat telah memasang kawat kasa di rumahnya sehingga tidak terdapat hubungan yang berarti dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Hasil penelitian Azwar (2009) menemukan bahwa pada responden yang menderita DBD yang memakai kawat kasa adalah 18 responden (28,6%), sedangkan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 38 responden (46,9%), sehingga hal ini berarti ada hubungan antara pemakaian kawat kasa pada ventilasi dengan kejadian DBD. Sementara menurut Widodo (2012) dalam penelitiannya menyebutkan jika penggunaaan kawat kassa nyamuk juga akan berpengaruh dengan kejadian DBD. Demikian pula dengan penelitian (Tamza, R.B., et. al. 2013, dalam Maria, Ita., et.al. 2013) di Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar Lampung menyimpulkan bahwa pemasangan kawat kasa pada ventilasi mempunyai hubungan dengan kejadian DBD. Rumah dengan kondisi ventilasi tidak terpasang kasa nyamuk, akan memudahkan nyamuk untuk masuk ke dalam rumah untuk menggigit manusia dan untuk beristirahat. Dengan tidak adanya nyamuk masuk ke ruang rumah maka kemungkinan nyamuk untuk menggigit semakin kecil. Keadaan ventilasi rumah yang tidak ditutupi kawat kasa akan menyebabkan nyamuk masuk ke dalam rumah. Dengan tidak adanya kasa nyamuk pada ventilasi rumah, akan memudahkan nyamuk Aedes aegypti masuk ke dalam
96
rumah pada pagi hingga sore hari. Hal ini tentunya akan memudahkan terjadinya kontak antara penghuni rumah dengan nyamuk penular DBD, sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya penularan DBD yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah yang ventilasinya terpasang kasa. Maka, Puskesmas Ciputat perlu menghimbau kepada masyarakat agar memasang kawat kasa pada ventilasi rumah masing-masing untuk mengurangi risiko keberadaan larva Aedes aegypti. 6.3.10 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian Menghindari kebiasaan menggantung pakaian termasuk salah satu upaya dalam mencegah penularan penyakit DBD (Depkes, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.12 bahwa sebagian besar responden tidak menghindari kebiasaan menggantung pakaian. Berdasarkan
hasil
uji
statistik
pada
penelitian
ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara menghindari kebiasaan menggantung pakaian dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana dari hasil penelitian diperoleh 34 dari 209 responden (16,3%) yang tidak menghindari kebiasaan menggantung pakaian dan ditemukan larva Aedes aegypti. Sedangkan, 2 dari 26 responden (7,7%) yang menghindari
97
kebiasaan menggantung pakaian dan ditemukan larva Aedes aegypti. Sehingga hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat yang menggantung pakaian di dalam rumah baik yang sudah dipakai maupun belum dipakai, sehingga hal ini dapat memicu nyamuk Aedes aegypti masuk ke dalam rumah dan larva Aedes aegypti berkembang biak serta menyebabkan kemungkinan terjadinya kejadian DBD. Dikarenakan pakaian bekas pakai yang tergantung di dalam rumah, merupakan media yang disenangi nyamuk penular DBD, yang merupakan salah satu faktor risiko yang meningkatkan terjadinya DBD. Menurut
Harianto
dkk
(1989)
mengatakan
bahwa
kebiasaan menggantung pakaian adalah dapat menjadi tempattempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat selama menunggu waktu bertelur dan tempat tersebut gelap, lembab dan sedikit angin. Nyamuk Aedes aegypti hinggap di baju-baju yang bergantungan dan benda-benda lain di rumah. Selain itu, dalam penelitian Cendrawirda (2003) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah dengan kejadian DBD. Seharusnya pakaian-pakaian yang tergantung di balik lemari atau di balik pintu sebaiknya dilipat dan disimpan dalam almari, karena nyamuk Aedes aegypti senang hinggap dan
98
beristirahat di tempat-tempat gelap dan kain yang tergantung (Yatim, 2007). Laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh Perich et. al (2000) di Panama seperti yang dikutip oleh Widjana (2003), bahwa ada 4 tipe permukaan yang disukai sebagai tempat beristirahat nyamuk yakni permukaan semen, kayu, pakaian, dan logam. Maka, sebaiknya perlu dihimbau kepada masyarakat untuk menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah. 6.3.11 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang yang Memadai Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruangan di rumah yang memadai dapat mencegah nyamuk Aedes aegypti tidak
dapat
berkembang
biak
(Depkes,
2005).
Menurut
KepMenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah tinggal diketahui bahwa syarat luas lubang ventilasi minimal berukuran 10% dari luas lantai rumah. Kondisi rumah dengan pencahayaan yang kurang disenangi oleh nyamuk penular DBD untuk perkembang biakan larva Aedes aegypti sehingga risiko terjadinya DBD pun semakin besar. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.13 diketahui bahwa sebagian besar responden mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai.
99
Berdasarkan
hasil
uji
statistik
pada
penelitian
ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana dari hasil penelitian diperoleh 17 dari 36 responden (47,2%) yang tidak mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai dan ditemukan larva Aedes aegypti. Sedangkan, 19 dari 199 responden (9,5%) yang mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai dan ditemukan larva Aedes aegypti. Hal ini berarti bahwa pencahayaan dan ventilasi yang memadai merupakan faktor penentu adanya larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Secara teoritis banyaknya tumbuhan di sekitar rumah mempengaruhi pencahayaan dalam rumah, merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap dan beristirahat (Soegijanto, 2003). Kondisi rumah dengan pencahayaan yang kurang ditambah dengan banyaknya tumbuhan maupun pepohonan yang dijumpai di lingkungan rumah masyarakat wilayah kerja Puskesmas Ciputat serta padatnya rumah penduduk mengakibatkan pencahayaan dan ventilasi ruang tidak memadai sehingga memicu larva Aedes aegypti dapat berkembang biak hingga menyebabkan terjadinya penularan DBD. Dengan
demikian,
sebaiknya
masyarakat
perlu
mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai di
100
rumahnya masing-masing agar tidak ada larva Aedes aegypti yang dapat ditemukan serta dapat mengurangi risiko kemungkinan terjadinya DBD.
101
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Gambaran keberadaan larva Aedes aegypti di wilayah kerja Puskesmas Ciputat pada rumah responden yang ditemukan ada larva Aedes aegypti sebanyak 36 (15,3%). 2. Gambaran pelaksanaan 3M plus di wilayah kerja Puskesmas Ciputat meliputi: 2.1 Responden yang tidak menutup tempat penampungan air sebanyak 193 orang (82,1%). 2.2 Responden yang tidak mengubur barang-barang bekas sebanyak 144 orang (61,3%). 2.3 Responden yang tidak menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon sebanyak 77 orang (32,8%). 2.4 Responden yang tidak menabur bubuk abate sebanyak 193 orang (82,1%). 2.5 Responden yang tidak memelihara ikan pemakan jentik sebanyak 205 orang (87,2%). 2.6 Responden yang tidak menghindari kebiasaan menggantung pakaian sebanyak 209 orang (88,9%).
102
3. Pelaksanaan 3M plus yang berhubungan terhadap keberadaan larva Aedes aegypti yaitu menguras tempat penampungan air (p value 0,000), mengubur barang-barang bekas (p value 0,002), mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan (p value 0,007), memperbaiki saluran dan talang air (p value 0,001), dan mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai (p value 0,000). 4. Pelaksanaan 3M plus yang tidak berhubungan terhadap keberadaan larva Aedes egypti yaitu menutup tempat penampungan air, menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon, menabur bubuk abate, memelihara ikan pemakan jentik, memasang kawat kasa, dan menghindari kebiasaaan menggantung pakaian dalam rumah. 7.2 Saran Berkaitan dengan hasil penelitian yang dilakukan terdapat beberapa saran diantaranya adalah: 7.2.1 Saran Bagi Puskesmas Ciputat 1. Pihak Puskesmas lebih mengintensifkan kegiatan pemeriksaan jentik secara berkala setiap bulannya, agar dapat memonitoring nilai ABJ. 2. Menggalakkan kegiatan pengurasan TPA kepada masyarakat, sehingga tidak ada lagi larva Aedes aegypti yang dapat ditemukan.
103
3. Menghimbau kepada masyarakat untuk melakukan penguburan barang-barang bekas yang ada di lingkungan sekitar rumah, mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan rutin setiap seminggu sekali, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai dengan cara memotong daun dari pepohonan yang sudah lebat sehingga cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah, agar keberadaan larva Aedes aegypti tidak dapat ditemukan. 4. Menjelaskan kepada masyarakat mengenai tata cara penggunaan abate serta fungsi dari abate tersebut. 5. Adanya koordinasi dengan masyarakat tentang pembagian bubuk abate secara rutin setiap 2-3 bulan sekali, sehingga semua masyarakat dapat menerima bubuk abate. 7.2.2 Saran Bagi Masyarakat 1. Masyarakat hendaknya lebih meningkatkan kegiatan 3M plus dalam kehidupan sehari-hari seperti menguras TPA, mengubur barang-barang bekas, mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan, memperbaiki saluran dan talang air, dan mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai agar tidak ada larva Aedes aegypti yang ditemukan dan terhindar dari risiko terjadinya DBD.
104
2. Masyarakat hendaknya melakukan penaburan bubuk abate setiap 2-3 bulan pada TPA, sehingga dapat mengurangi risiko keberadaan larva Aedes aegypti dan terjadinya DBD. 3. Masyarakat hendaknya menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah agar mengurangi risiko terjadinya DBD. 7.2.3 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan penelitian jenis kualitatif, sehingga informasi tentang faktorfaktor yang terkait dengan pelaksanaan 3M Plus khususnya faktor budaya bisa dibahas secara mendalam. 2. Perlu dilakukan observasi jentik dengan menggunakan single larva methode untuk memastikan lebih lanjut apakah jentik yang ditemukan Aedes aegypti atau bukan.
105
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Umar Fachmi. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Penerbit Rajawali Pers, Jakarta. Achmadi, Umar Fachmi. 2011. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. PT Rajagafindo Persada: Jakarta. Alupaty, dkk. 2012. Pemetaan Distribusi Densitas Larva Aedes aegypti dan Pelaksanaan 3M dengan Kejadian DBD di Kelurahan Kalukuang Kecamatan Tallo Kota Makassar Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Universitas Hasanuddin. Makassar. Anggara. 2005. Hubungan 3M dan 3M plus dengan keberadaan larva aedes aegypti di wilayah Kerja Puskesmas Dahlia Kota Makassar Tahun 2005. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin. Makassar. Azwar, M. 2009. Faktor yang berhubungan dengan kejadian demam berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas Lompoe Kota Pare-Pare. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. Benvie. 2005. Hubungan 3M dan 3M plus dengan Demam Berdarah Dengue di wilayah Puskesmas Maricayya Selatan. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin. Makassar. Bustan, M, N. 2007. Epidemiologi Penyakit Menular. Surakarta: Rineka Cipta. Cendrawirda. 2003. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Kelurahan Tembelahan Kota Kecamatan Tembelahan Kabupaten Endragem Heler Propinsi Riau Tahun 2003. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Univeristas Sumatera Utara. Medan. Dahlan, M.Sopiyudin. 2010. Evidence Based Medicine Seri 3:Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Cetakan kedua, Sagung Seto: Jakarta. Dewi, dkk. 2013. Hubungan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Endemis DBD Kelurahan Kassi-Kassi Kota Makassar. Kesehatan Lingkungan. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin. Makassar. Departemen Kesehatan RI. 1999. KepMenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah tinggal. Departemen Kesehatan RI. 2004. Buletin Harian Perilaku dan Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti Sangat Penting Diketahui dalam Melakukan Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk Termasuk Pemantauan Jentik Berkala. Ditjen P2M & PL. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Ditjen PP & PL. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. Perkembangan Kasus Demam Berdarah di Indonesia. http://www.depkes.go.id. Pada tanggal 24 Desember 2013. Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2012. Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2012. Duma, S, Darmansyah, Arsunan. 2007. Analisis yang berhubungan dengan kejadian DBD di Kecamatan Baruga Kota Kendari tahun 2007. Jurnal analisis hal 91-100. Gillot, C., 2005. Entomology. Plenum Press, New York. Fathi., Keman, Soedajajadi., & Wahyuni, Catharina Umbul. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengeu di Kota Mataram. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2 (1), 1-10. Fatimah. 2006. Perbedaan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi keberadaan jentik vektor Aedes aegypti dan Aedes albopictus di Puskesmas Buntapan. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin. Makassar. Hardayanti,W. et. al. 2011. Analisis Perilaku Masyarakat Terhadap Angka Bebas Jentik Dan Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Pekanbaru Kota, Riau. Jurnal Ilmu Lingkungan. Universitas Riau. Pekanbaru. ISSN: 1724-6248 Harianto, B, dkk. 1989. Berbagai aspek demam berdarah dengeu dan penanggulangannya. Pusat Penelitian Lembaga Penelitian UI, Jakarta. Herms, W., 2006. Medical Entomology. The Macmillan Company, United States of America. Kementrian Kesehatan RI. 2010. Demam Berdarah Dengue. Buletin Jendela Epidemiologi. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pengendalian Demam Berdarah Dengue Untuk Pengelola Program DBD Puskesmas. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2013. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2013. Pusat Data dan Informasi Kesehatan Kemenkes RI. Jakarta. Kusumawardani, Erna. 2012. Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Pedesaan Tahun 2012 (Daerah Perbatasan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Lebak). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok. Lintang, S, D. dkk. 2010. Perbedaan praktik PSN 3M Plus di kelurahan percontohan dan non percontohan program pemantauan jentik rutin Kota Semarang. Jurnal Entomologi Indonesia, ISSN: 1721-6781.
Mahardika, Wahyu. 2009. Hubungan antara Perilaku Kesehatan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal Tahun 2009. Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Maria, Ita., et.al. 2013. Faktor Risiko Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Makassar Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Universitas Hasanuddin. Makassar. Nadesul, Hendrawan. 2004. Penyebab, Pencegahan, dan Pengobatan Demam Berdarah. Jakarta: Puspa Swara. UPT Puskesmas Ciputat. Profil Puskesmas Ciputat Tahun 2010. Kota Tangerang Selatan. UPT Puskesmas Ciputat. Profil Puskesmas Ciputat Tahun 2012. Kota Tangerang Selatan. UPT Puskesmas Ciputat. 2010-2013. Laporan Bulanan I. Kota Tangerang Selatan. Ramadhani, dkk. 2009. Kepadatan dan Penyebaran Aedes aegypti Setelah Penyuluhan DBD di Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Vol. 1, No. 1, April 2013. Ridha MR., dkk. 2013. Hubungan Kondisi Lingkungan dan Kontainer dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue di Kota Banjarbaru. Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang (Epidemiology and Zoonosis Journal) Vol. 4, No. 3, Juni 2013 Hal : 133 – 137. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kalimantan Selatan: Banjarmasin. Roose, Awida. 2008. Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengeu (DBD) di Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008. Tesis. Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. Saniambara, N., et al. 2003. Penyakit yangDitularkan oleh Nyamuk di NTT. Santoso., dkk. 2008. Hubungan Pengetahuan Sikap dan Perilaku (PSP) Masyarakat Terhadap Vektor DBD di Kota Palemabang Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.7 No.2, Agustus 2008 hal 732-739. Sembel, D., 2009. Entomologi Kedokteran. Penerbit C.V. Andi Offset, Yogyakarta. Silvia, Sri Wahyuni. 2007. Hubungan Antara Keberadaan Jentik dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Tanjung Pinang Timur Kota. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Sitio, Anton. 2008. Hubungan Perilaku Tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Dan Kebiasaan Keluarga dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2008. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang. Sitorus. 2005. Strategi pencegahan kejadain luar biasa (KLB) Demam Berdarah Dengeu (DBD) melalui pendekatan faktor risiko di kota Medan. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. Soedarto, 2009. Penyakit Menular di Indonesia. Penerbit Sagung Seto, Jakarta. Soegijanto, S. 2003. Demam berdarah dengeu:tinjauan dan temuan baru di era 2003. Airlangga University Press, Surabaya. Soegijanto, S. 2006. Demam Berdarah Dengue Edisi 2. Penerbit Airlangga University Press, Surabaya. Soeroso, T. 2000. Perkembangan DBD, epidemiologi dan pemberantasannya di Indonesia. Jakarta. Soeroso, T. 2004. Situasi Epidemiologi dan Program Pemberantasan DBD di Indonesia. Dalam Seminar Kedokteran Tropis: Kajian Demam Berdarah Dari Biologi Molekuler Sampai Pemberantasannya. Yogyakarta, 12 Juni 2004. Sulina, Parida S. 2012. Hubungan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti dan Pelaksanaan 3M Plus Dengan Kejadian Penyakit DBD di Lingkungan XVIII Kelurahan Binjai Kota Medan Tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan. Sumantri, Arif. 2010. Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam. Kencana: Jakarta. Suprianto, Yudi. 2011. Hubungan Jenis Breading Place dan Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di RW III Kelurahan Srondol Kulon Wilayah Puskesmas Srondol Kota Semarang. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. Sutaryo. 2005. Dengue. Yogyakarta: Medika FK UGM. Suyasa, N Gede, dkk.2009. Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan. Politeknik Kesehatan Denpasar Jurusan Kesehatan Lingkungan. Jurnal Ecotrophic 3 (1) : 1 - 6 ISSN: 1907-5626. Syarief, Ahmad. 2008. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberadaan larva Aedes aegytpi dan Aedes albopictus di wilayah Puskesmas Tarakan Kota Makassar Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin. Makassar. Tamza, R.B., et. al. 2013. Hubungan Faktor Lingkungan dan perilaku dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Badar Lampung. Jurnal Kesehatan Masyarakat 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013. FKM UNDIP.
Wati, N.A.P. 2009. Perbedaan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi keberadaan jentik vektor dengue (Aedes aegypti dan Aedes albopictus) antara desa endemis dan sporadis Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin. Makassar. Wati, Widia Eka. 2009. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengeu (DBD) di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan Tahun 2009. Universitas Muhamadiyah Surakarta. Program Studi Kesehatan Masyarakat. Widagdo, Laksmono, et. al. 2008. Kepadatan Jentik Aedes Aegypti Sebagai Indikator Keberhasilan Pemberantasan Sarang Nyamuk (3M Plus): Di Kelurahan Srondol Wetan, Semarang. Jurnal Makara Kesehatan VOL. 12, NO. 1, JUNI 2008: 13-19. Universitas Diponegoro. Semarang. Widjana, D.P. 2003. Vektor Demam Berdarah Dengue. Denpasar: Bagian Parasitologi FK Universitas Udayana. Widyastuti, P. 2007. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Widodo, Nur Purwoko. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengeu di Kota Mataram Nusa Tenggara Barat Tahun 2012. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Program Studi Epidemiologi. Depok. WHO. 2000. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Terjermahan dari WHO Regional Publication SEARO No.29 : Prevention Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta : Depkes RI. WHO. 2005. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Jakarta : EGC. Yatim, F., 2007. Macam-macam Penyakit Menular dan Cara Pencegahannya Jilid 2. Penerbit Pustaka Obor Populer, Jakarta. Yotopranoto, S., et. al. 2008. Dinamika Populasi Vektor pada Lokasi dengan Kasus Demam Berdarah Dengue yang Tinggi di Kotamadya Surabaya. Yudhastuti, R., & Vidiyani, A. 2005. Hubungan kondisi lingkungan, kontainer dan perilaku masyarakat dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di daerah endemis demam berdarah dengue Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan 1:170-182. Yunita K.R. dan Soedjajadi K. 2007. Perilaku 3M, Abatisasi dan Keberadaan Jentik Aedes Hubungannya dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.3, No.2, Januari 2007 : 107 – 118.
KUESIONER PENELITIAN PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA AEDES AEGYPTI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT KOTA TANGERANG SELATAN BULAN MEI-JUNI TAHUN 2014 Assalamu’alaikum Wr. Wb Saya Faradillah Desniawati mahasiswi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai Pelaksanaan 3M Plus Terhadap Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Bulan Mei-Juni Tahun 2014. Penelitian yang akan saya lakukan ini adalah merupakan tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana Kesehatan Masyarakat. Untuk itu, saya mohon kesediaan Saudara untuk mengisi kuesioner ini dengan lengkap dan jelas. Jawaban Saudara akan dirahasiakan. Peneliti sangat menghargai hak-hak responden dengan cara menjamin kerahasiaan dan informasi yang diberikan. Atas kesediaan dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Ciputat, Mei 2014 Peneliti
Faradillah Desniawati
Responden
(...........................)
No. Responden
Petunjuk Pengisian: a. Isilah terlebih dahulu biodata Anda pada tempat yang telah disediakan! b. Bacalah dengan seksama setiap pertanyaan, sebelum anda menjawabnya! c. Berilah tanda check list (√) pada jawaban yang anda anggap benar! Kode
Pertanyaan
Jawaban
Diisi Oleh Peneliti
A. Data Responden A1
Nama
A2
RT/RW
A3
Umur
A4
No. Telepon/HP
A5
Pendidikan Terakhir
0. Tidak Sekolah 1. Tidak Tamat SD 2. Tamat SD 3. Tamat SMP 4. Tamat SMA/sederajat 5. Perguruan Tinggi
B. Pelaksanaan 3M Plus B1
Menguras Tempat Penampungan Air
Apakah
seminggu
sekali
Anda
menguras tempat penampungan air dengan menyikat dan menggunakan sabun?
0. Ya 1. Tidak
[
]
B2
B3
Menutup Tempat Penampungan Air Apakah tempat penampungan air Anda
0. Ya
ditutup dengan rapat?
1. Tidak
[
]
[
]
[
]
[
]
Mengubur Barang Bekas Apakah Anda mempunyai barangbarang bekas yang berada di sekitar rumah Anda seperti: a. Ban b. Kaleng c. Botol
0. Ya
1. Tidak
0. Ya
1. Tidak
0. Ya
1. Tidak
(Jika jawaban=tidak, langsung ke pertanyaan B4) Apakah
Anda
mengubur
barang-
barang bekas yang berada di sekitar rumah Anda seperti:
B4
a. Ban
0. Ya
1. Tidak
b. Kaleng
0. Ya
1. Tidak
c. Botol
0. Ya
1. Tidak
a. Air vas bunga
0. Ya
1. Tidak
b. Tempat minum burung
0. Ya
1. Tidak
c. Tempat-tempat lainnya yang
0. Ya
1. Tidak
Mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan Apakah
Anda
seminggu
sekali
mengganti:
sejenis dengan
menyikat
tempat tersebut?
dinding-dinding
B5
Memperbaiki saluran dan talang air Apakah Anda memperbaiki saluran
0. Ya
dan talang air yang tidak lancar atau
1. Tidak
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
rusak? B6
Menutup
lubang-lubang
pada
potongan bambu dan pohon Apakah Anda menutup lubang-lubang
0. Ya
pada potongan bambu dan pohon
1. Tidak
dengan tanah? B7
Menabur Bubuk Abate Apakah Anda memberikan bubuk
0. Ya
abate yang dilakukan 2 – 3 bulan
1. Tidak
sekali pada tempat penampungan air yang
digunakan
untuk
keperluan
sehari-hari ? B8
Memelihara ikan pemakan jentik Apakah
Anda
memelihara
ikan
pemakan jentik seperti ikan gabus,
0. Ya 1. Tidak
ikan guppy, ikan kepala timah, ikan mujair, dan ikan nila pada tempat penampungan air? B9
Memasang kawat kasa Apakah Anda memasang kawat kasa
0. Ya
untuk menghindari masuknya nyamuk
1. Tidak
pada lubang ventilasi? B10
Menghindari Kebiasaan Menggantung pakaian
Apakah menggantung
Anda pakaian
sekeluarga
0. Ya
di
1. Tidak
dalam
[
]
[
]
rumah? B11
Pencahayaan dan ventilasi Apakah di rumah Anda memiliki
0. Ya
pencahayaan
1. Tidak
yang
memadai
dan
ventilasi dengan ukuran luas lubang ventilasi 10% dari luas lantai?
LEMBAR OBSERVASI SURVEI JENTIK PETUNJUK: - Isi jawaban dengan mencontreng ( √ ) pada kolom-kolom yang tersedia!. Jentik Kontainer Dalam Rumah Ada
Tidak Ada
a. Bak mandi b. Ember c. Penampungan dispenser d. e. f.
Jentik Kontainer Luar Rumah Ada a. Kaleng bekas b. Ban bekas c. Vas bunga d. Kolam ikan e.
Tidak Ada
OUTPUT SPSS
Univariat 1. Keberadaan Larva Aedes aegypti larva Frequency Valid
Tidak Ada
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
200
85.1
85.1
85.1
Ada
35
14.9
14.9
100.0
Total
235
100.0
100.0
2. Menguras Tempat Penampungan Air menguras
Frequency Valid
Tidak
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
36
15.3
15.3
15.3
Ya
199
84.7
84.7
100.0
Total
235
100.0
100.0
3. Menutup Tempat PenampunganAir menutup Frequency Valid
Tidak Ya Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
193
82.1
82.1
82.1
42
17.9
17.9
100.0
235
100.0
100.0
4. Mengubur Barang Bekas mengubur Frequency Valid
Tidak Ya Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
144
61.3
61.3
61.3
91
38.7
38.7
100.0
235
100.0
100.0
5. Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan ganti_air_vas Frequency Valid
Tidak
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
13
5.5
5.5
5.5
Ya
222
94.5
94.5
100.0
Total
235
100.0
100.0
6. Memperbaiki Saluran dan Talang Air yang Tidak Lancar saluran_tdk_lncr Frequency Valid
Tidak
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
7
3.0
3.0
3.0
Ya
228
97.0
97.0
100.0
Total
235
100.0
100.0
7. Menutup Lubang-lubang Pada Potongan dan Bambu Dengan Tanah menutup_lubang_dgn_tanah Frequency Valid
Tidak
Percent
77
Valid Percent
32.8
Cumulative Percent
32.8
32.8 100.0
Ya
158
67.2
67.2
Total
235
100.0
100.0
8. Menabur Bubuk Abate menabur_abate Frequency Valid
Tidak Ya Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
192
81.7
81.7
81.7
43
18.3
18.3
100.0
235
100.0
100.0
9. Memelihara Ikan Pemakan Jentik ikan_pemakan_jentik Frequency Valid
Tidak Ya Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
205
87.2
87.2
87.2
30
12.8
12.8
100.0
235
100.0
100.0
10. Memasang Kawat Kasa kawat_kasa Frequency Valid
Tidak
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
20
8.5
8.5
8.5
Ya
215
91.5
91.5
100.0
Total
235
100.0
100.0
11. Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian menggantung_pakaian Frequency Valid
Tidak Ya Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
209
88.9
88.9
88.9
26
11.1
11.1
100.0
235
100.0
100.0
12. Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang yang Memadai pencahayaan_ventilasi Frequency Valid
Tidak
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
36
15.3
15.3
15.3
Ya
199
84.7
84.7
100.0
Total
235
100.0
100.0
Bivariat 1. Menguras Tempat Penampungan Air dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti menguras * larva Crosstabulation larva Tidak Ada menguras
Tidak
Count % within menguras
Ya
% within menguras
13
36
63.9%
36.1%
100.0%
177
22
199
88.9%
11.1%
100.0%
200
35
235
85.1%
14.9%
100.0%
Count % within menguras
Total
23
Count
Total
Ada
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
Asymp. Sig. (2sided)
Df a
1
.000
12.338
1
.000
11.672
1
.001
14.167
Exact Sig. (2sided)
b
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Exact Sig. (1sided)
.001 14.107
1
.000
b
235
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,51. b. Computed only for a 2x2 table
.001
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for menguras (Tidak / Ya)
.231
.103
.518
For cohort larva = Tidak Ada
.722
.562
.928
3.124
1.749
5.581
For cohort larva = Ada N of Valid Cases
235
2. Menutup Tempat Penampungan Air dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti menutup * larva Crosstabulation larva Tidak Ada menutup
Tidak
Count % within menutup
Ya Total
34
193
82.4%
17.6%
100.0%
40
2
42
95.2%
4.8%
100.0%
Count % within menutup
Total
159
Count % within menutup
Ada
199
36
235
84.7%
15.3%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.036
3.459
1
.063
5.481
1
.019
4.375
1
.036
4.394 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
.035
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
235
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,43. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for menutup (Tidak / Ya) For cohort larva = Tidak Ada For cohort larva = Ada N of Valid Cases
Lower
Upper
.234
.054
.865
.787
.950
3.699
.925
14.801
235
1.015
Exact Sig. (1sided)
.023
3. Mengubur Barang Bekas dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti mengubur * larva Crosstabulation larva Tidak Ada mengubur
Tidak
Count % within mengubur
Ya
% within mengubur
113
31
144
21.5%
100.0%
86
5
91
94.5%
5.5%
100.0%
199
36
235
84.7%
15.3%
100.0%
Count % within mengubur
Total
78.5%
Count
Total
Ada
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
Asymp. Sig. (2sided)
df a
1
.001
9.849
1
.002
12.513
1
.000
11.003
1
.001
11.050 b
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
.001
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Exact Sig. (1sided)
b
235
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,94. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for mengubur (Tidak / Ya) For cohort larva = Tidak Ada For cohort larva = Ada N of Valid Cases
Lower
.212
Upper .079
.568
.830
.752
.917
3.918
1.581
9.708
235
4. Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti ganti_air_vas * larva Crosstabulation larva Tidak Ada ganti_air_vas
Tidak
Count % within ganti_air_vas
Ya
Count % within ganti_air_vas
Total
Count % within ganti_air_vas
Ada
Total
7
6
13
53.8%
46.2%
100.0%
192
30
222
86.5%
13.5%
100.0%
199
36
235
84.7%
15.3%
100.0%
.000
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
Asymp. Sig. (2sided)
df a
1
.001
7.727
1
.005
7.473
1
.006
10.043
1
.002
10.086 b
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
.007
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Exact Sig. (1sided)
b
.007
235
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,99. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for ganti_air_vas (Tidak / Ya)
.182
.057
.579
For cohort larva = Tidak Ada
.623
.375
1.033
3.415
1.739
6.707
For cohort larva = Ada N of Valid Cases
235
5. Memperbaiki Saluran dan Talang Air yang Tidak Lancar dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti saluran_tdk_lncr * larva Crosstabulation larva Tidak Ada saluran_tdk_lncr
Tidak
Count % within saluran_tdk_lncr
Ya
Count % within saluran_tdk_lncr
Total
Count % within saluran_tdk_lncr
Ada
Total
2
5
7
28.6%
71.4%
100.0%
197
31
228
86.4%
13.6%
100.0%
199
36
235
84.7%
15.3%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.000
13.336
1
.000
11.589
1
.001
17.435
1
.000
17.510 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.001 235
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,07. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.001
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for saluran_tdk_lncr (Tidak / Ya)
Lower
.063
For cohort larva = Tidak Ada For cohort larva = Ada N of Valid Cases
Upper .012
.339
.331
.102
1.068
5.253
2.967
9.303
235
6. Menutup Lubang-lubang Pada Potongan dan Bambu Dengan Tanah dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti menutup_lubang_dgn_tanah * larva Crosstabulation larva Tidak Ada menutup_lubang_dgn_tanah
Tidak
Count % within menutup_lubang_dgn_tanah
Ya
Total
77
81.8%
18.2%
100.0%
136
22
158
86.1%
13.9%
100.0%
199
36
235
84.7%
15.3%
100.0%
Count % within menutup_lubang_dgn_tanah
Total 14
Count % within menutup_lubang_dgn_tanah
Ada
63
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.395
.432
1
.511
.707
1
.400
.720
1
.396
.723 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
.442
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
235
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,80. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for menutup_lubang_dgn_tanah (Tidak / Ya) For cohort larva = Tidak Ada For cohort larva = Ada N of Valid Cases
Lower
Upper
.728
.350
1.516
.951
.841
1.074
1.306
.708
2.409
235
Exact Sig. (1sided)
.253
7. Menabur Bubuk Abate dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti menabur_abate * larva Crosstabulation larva Tidak Ada menabur_abate
Tidak
Count % within menabur_abate
Ya
% within menabur_abate
158
34
192
17.7%
100.0%
41
2
43
95.3%
4.7%
100.0%
199
36
235
84.7%
15.3%
100.0%
Count % within menabur_abate
Total
82.3%
Count
Total
Ada
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2sided)
a
1
.032
3.666
1
.056
5.773
1
.016
4.598
1
.032
4.617 b
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
.034
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Exact Sig. (1sided)
b
.020
235
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,59. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for menabur_abate (Tidak / Ya) For cohort larva = Tidak Ada For cohort larva = Ada N of Valid Cases
Lower
Upper
.227
.052
.983
.863
.786
.947
3.807
.951
15.243
235
8. Memelihara Ikan Pemakan Jentik dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti ikan_pemakan_jentik * larva Crosstabulation larva Tidak Ada ikan_pemakan_jentik
Tidak
Count % within ikan_pemakan_jentik
Ya
Count % within ikan_pemakan_jentik
Total
Count % within ikan_pemakan_jentik
Ada
Total
173
32
205
84.4%
15.6%
100.0%
26
4
30
86.7%
13.3%
100.0%
199
36
235
84.7%
15.3%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.746
.003
1
.959
.108
1
.743
.104
1
.747
.105 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
1.000
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
Exact Sig. (1sided)
.499
235
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,60. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for ikan_pemakan_jentik (Tidak / Ya) For cohort larva = Tidak Ada For cohort larva = Ada N of Valid Cases
Lower
Upper
.832
.272
2.545
.974
.836
1.134
1.171
.445
3.077
235
9. Memasang Kawat Kasa dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti kawat_kasa * larva Crosstabulation larva Tidak Ada kawat_kasa
Tidak
Count % within kawat_kasa
Ya
Count % within kawat_kasa
Total
Count % within kawat_kasa
Ada
Total
14
6
20
70.0%
30.0%
100.0%
185
30
215
86.0%
14.0%
100.0%
199
36
235
84.7%
15.3%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.057
2.500
1
.114
3.051
1
.081
3.617
1
.057
3.632 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.095 235
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,06. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.064
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for kawat_kasa (Tidak / Ya)
Lower
.378
For cohort larva = Tidak Ada For cohort larva = Ada N of Valid Cases
Upper .135
1.061
.814
.608
1.089
2.150
1.018
4.539
235
10. Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti menggantung_pakaian * larva Crosstabulation larva Tidak Ada menggantung_pakaian
Tidak
Count % within menggantung_pakaian
Ya
Count % within menggantung_pakaian
Total
Count % within menggantung_pakaian
Ada
Total
175
34
209
83.7%
16.3%
100.0%
24
2
26
92.3%
7.7%
100.0%
199
36
235
84.7%
15.3%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.252
.733
1
.392
1.527
1
.217
1.305
1
.253
1.311 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
.387
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
235
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,98. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for menggantung_pakaian (Tidak / Ya) For cohort larva = Tidak Ada For cohort larva = Ada N of Valid Cases
Lower
Upper
.429
.097
1.900
.907
.800
1.029
2.115
.539
8.294
235
Exact Sig. (1sided)
.200
11. Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang yang Memadai dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti pencahayaan_ventilasi * larva Crosstabulation larva Tidak Ada pencahayaan_ventilasi
Tidak
Count % within pencahayaan_ventilasi
Ya
Count % within pencahayaan_ventilasi
Total
Count % within pencahayaan_ventilasi
Ada
Total
19
17
36
52.8%
47.2%
100.0%
180
19
199
90.5%
9.5%
100.0%
199
36
235
84.7%
15.3%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
Asymp. Sig. (2sided)
df a
1
.000
30.514
1
.000
26.079
1
.000
33.355 b
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
.000
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
33.213
b
1
.000
235
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,51. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for pencahayaan_ventilasi (Tidak / Ya) For cohort larva = Tidak Ada For cohort larva = Ada N of Valid Cases
.118
Lower
Upper .053
.264
.583
.427
.797
4.946
2.854
8.570
235
Exact Sig. (1sided)
.000
FOTO No.
Gambar
Keterangan
1
Bak mandi salah satu responden yang ditemukan larva Aedes aegypti.
2
Bak mandi responden yang ditemukan larva Aedes aegypti didalamnya.
3
Ember salah satu responden yang ditemukan larva Aedes aegypti di dalamnya.
4
Ban bekas yang berada di sekitar halaman rumah salah satu responden yang ditemukan adanya larva Aedes aegypti.
5
Salah satu kolam ikan rumah responden yang memelihara ikan pemakan jentik.