Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2015, Volume 10 Nomor 2, ( 87 – 100 )
PENERAPAN PEMBELAJARAN IPA TERPADU MODEL KETERHUBUNGAN (CONNECTED) PADA POKOKBAHASAN KALOR DAN PEMISAHAN CAMPURAN SISWA KELAS VII SEMESTER II MTSN 1 MODEL PALANGKA RAYA Oleh: Agung Riadin * Abstrak Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengkaji masalah-masalah mendasar sebagai berikut: Bagaimana aktifitas guru dansiswa dalam pembelajaran fisika pokok bahasan Kalor dan Pemisahan Campuran dengan menerapkan pembelajaran IPA terpadu model keterhubungan (Connected)?Bagaimana ketuntasan hasil belajar siswa pada pokok bahasan Kalor dan Pemisahan Campuran setelah diterapkan pembelajaran IPA terpadu model keterhubungan (Connected)?Bagaimana respon siswa terhadap penerapan pembelajaran IPA terpadu model keterhubungan (Connected) pada pokok bahasan Kalor dan Pemisahan Campuran? Tujuan penelitian ini adalah (a) untuk mengetahui aktifitas guru dansiswa dalam pembelajaran fisika pokok bahasan Kalor dan Pemisahan Campuran dengan menerapkan pembelajaran IPA terpadu model keterhubungan (Connected), (b) untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar siswa pada pokok bahasan Kalor dan Pemisahan Campuransetelah diterapkan pembelajaran IPA terpadu model keterhubungan (Connected), (c) untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan pembelajaran IPA terpadu model keterhubungan (Connected) pada pokok bahasan Kalor dan Pemisahan Campuran.Hasil penelitian yang didapatkan adalah sebagai berikut: 1a) Aktivitas guru dengan penerapan pembelajaran IPA terpadu model keterhubungan (Connected terlaksana dengan baik dengan rata-rata total skor 40 1b) Aktivitas siswa terlaksana dengan baik dengan rata-rata total skor 1461,75 2) Siswa tuntas pada THB kognitif sebanyak 36siswa (90%) dari 40 siswa, ketuntasan TPK sebesar 88,46% (tuntas),3) Respon siswa menunjukkan rata-rata siswa merasa senang,bermanfaat dan berhubungan erat dalam kehidupan sehari-hari serta menyatakan lebih mudah memahami pelajaran dengan menggunakan pembelajaran IPA terpadu model keterhubungan (Connected).
Kata Kunci
:
Penerapan, Pembelajaran IPA Terpadu Model Keterhubungan (Connected), Kalor dan Pemisahan Campuran.
PENDAHULUAN Menurut Nana Sudjana (2005 : 2) pendidikan sebagai upaya mengembangkan kemampuan atau potensi individu sehingga bisa hidup optimal baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat serta memiliki nilai-nilai moral dan sosial sebagai pedoman hidupnya.Pendidikan juga dipandang sebagai usaha sadar yang bertujuan, dan usaha mendewasakan anak.Kedewasaan sebagai asumsi dasar pendidikan mencakup kedewasaan intelektual, sosial, dan moral, tidak semata-
mata kedewasaan dalam arti fisik. Sekolah Menengah Pertama (SMP) terdapat beberapa mata pelajaran yang salah satunya adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) termasuk di dalamnya konsep ilmu Fisika. Fisika dianggap sulit oleh beberapa orang siswa karena pada saat proses belajar mengajar berlangsung, minat siswa untuk ikut berperan aktif sangat kurang. Pemahaman siswa terhadap konsep-konsep Fisika itu tidak hanya dipengaruhi oleh ketidakmampuan siswa dalam menerima pelajaran yang disampaikan oleh guru,
*Agung Riadin, M.Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
87
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2015, Volume 10 Nomor 2, ( 87 – 100 )
tetapi juga disebabkan pemberian konsep fisika yang terpisah – pisah, sehingga siswa tidak mengetahui hubungan (connected) antara satu konsep dengan konsep yang lainnya. Pola pendidikan modern siswa dipandang sebagai titik pusat perhatian terjadinya proses belajar dan sebagai subjek yang berkembang melalui pengalaman belajar yang diperolehnya. Guru berperan sebagai motivator, fasilitator dan moderator belajar siswa, serta membantu dan memberikan kemudahan kepada siswa untuk mendapatkan pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Guru dituntut memiliki kemampuan dalam menguasai berbagai metode mengajar yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan karena metode mengajar pada prinsipnya merupakan realisasi perpaduan proses belajar pada guru, dengan cara demikian interaksi dalam proses belajar mengajar lebih efektif (Arikunto, 2006 : 7). Di MTsN 1 Model Palangka Raya tujuan pembelajara ilmu fisika belum sepenuhnya tercapai, hal ini tercermin dari prestasi belajar siswa yang belum mencapai nilai standar. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di MTsN 1 Model palangka Raya nilai rata-rata IPA Fisika khususnya materi pokok Kalor dan Pemisahan Campuran dikelas VII pada tahun ajaran sebelumnya yaitu 53,11 sedangkan nilai standar ketuntasan yang dipakai sebagai acuan keberhasilan adalah 65 maka dapat dikatakan bahwa rendahnya IPA Fisika materi pokok Kalor dan Pemisahan Campuran disebabkan siswa belum berhasil dalam memahami materi pelajaran tersebut. Berbagai pendekatan dan model pembelajaran dapat dilakukan guru dalam setiap pembelajaran di kelas.Pembelajaran
berkualitas dapat dicapai apabila guru mau melakukan berbagai strategi, pendekatan, pengembangan bahan pelajaran dan model pembelajaran. Berdasarkan wawancara dengan guru Fisika kelas VII di MTsN 1 Model Palangka Raya, sebagian besar siswa belum berani mengemukakan pendapatnya ataupun bertanya serta siswa tidak terlibat dalam kegiatan langsung pada objek nyata selama kegiatan belajar berlangsung. Kemudian materi pokok yang diajarkan hanya beracuan pada satu konsep yang akan dipelajari saja dan tidak mengaitkannya dengan konsep atau materi yang lain dalam cabang IPA. Kemudian, Kurangnya keterlibatan siswa dan kreativitas guru dalam mengembangkan bahan pelajaran materi pokok Kalor dan Pemisahan campuaran, serta siswa juga tidak mengetahui hubungan (connected) antara kedua materi tersebut. Jadi, itu juga bisa berdampak pada hasil belajar siswa yang masih belum memuaskan. Seorang guru fisika harus memilih strategi pendekatan dan model pembelajaran yang tepat serta mulai mengembangkan bahan pelajaran khususnya materi Kalor dan Pemisahan Campuran. Selain itu, guru fisika juga perlu meningkatkan mutu pembelajarannya melalui rancangan pembelajaran yang baik dengan memperhatikan tujuan, kebutuhan serta minat dan kapasitas siswa, karakteristik materi yang akan diajarkan dan sumber belajar yang tersedia.Sehubungan dengan permasalahan diatas, maka peneliti tertarik untuk mencoba menerapkan pembelajaran IPA Terpadu model Keterhubungan (Connected), dengan harapan dapat mengatasi permasalahan tersebut. Pembelajaran IPA Terpadu merupakan konsep pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan situasi lebih
*Agung Riadin, M.Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
88
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2015, Volume 10 Nomor 2, ( 87 – 100 )
alami dan situasi dunia nyata siswa, serta mendorong siswa membuat hubungan antara cabang Ilmu Pengetahuan Alam dan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Ilmu Pengetahuan Alam Terpadu adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman yang sesungguhnya (Depdiknas, 2005 : 7). Materi dalam penelitian ini adalah materi pokok Kalor dan pemisahan campuran.Peneliti memilih materi ini karena pada penyampaian materinya ada keterkaitan antara mata pelajaran Fisika dan Kimia. Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, maka peneliti bermaksud mengkaji tentang “Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu Model Keterhubungan (Connected) pada Pokok Bahasan Kalor dan Pemisahan Campuran Siswa Kelas VII Semester II MTsN 1 Model Palangka Raya Tahun Ajaran 2011/2012. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil rumusan panelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran IPA Terpadu Model Keterhubungan (Connected) pada pokok bahasan Kalor dan Pemisahan Campuran? 2. Bagaimana ketuntasan hasil belajar siswa setelah penerapan pembelajaran IPA Terpadu Model Keterhubungan (Connected) pada pokok bahasan Kalor dan Pemisahan Campuran? 3. Bagaimana respon siswa terhadap penerapan pembelajaran IPA Terpadu Model Keterhubungan (Connected)? KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Pembelajaran IPA Terpadu Pembelajaran IPA Terpadu merupakan konsep pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan situasi lebih alami dan situasi dunia nyata siswa, serta mendorong siswa membuat hubungan antara cabang Ilmu Pengetahuan Alam dan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Ilmu Pengetahuan Alam Terpadu adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman yang sesungguhnya. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam terpadu merupakan pembelajaran bermakna yang memungkinkan siswa menerapkan konsep-konsep Ilmu Pengetahuan Alam dan berpikir tingkat tinggi (HOTS= High Order Thinking Skills). Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam terpadu juga mendorong siswa untuk tanggap terhadap lingkungan dan budayanya. (Depdiknas, 2005 : 7) Filosofis pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Terpadu adalah filsafat pendidikan progresivisme, yaitu pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar “naturalistik hasil belajar dunia nyata”, (Depdiknas, 2005 : 5). Menurut Direktorat Jendral (2005 : 13)Model pembelajaran IPA Terpadu dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: (1) model keterhubungan (connected), (2) model jarring laba-laba (webbed), (3) model keterpaduan (integrated). Model pembelajaran IPA yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model Keterhubungan (connected) yaitu model pembelajaran IPA terpadu yang secara
*Agung Riadin, M.Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
89
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2015, Volume 10 Nomor 2, ( 87 – 100 )
sengaja diusahakan untuk menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, satu topik dengan topik
K
lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, ide satu dengan ide yang lain didalam satu disiplin ilmu.
F B
Gambar 1.Diagram Model Keterhubungan(Connected) B. Pengertian Kalor dan Pemisahan Campuran Kalor adalah bentuk energi yang secara alamiah berpindah dari benda yang suhunya tinggi ke benda yang suhunya rendah ketika kedua benda disentuhkan atau dicampur. (Marthen, 2006 : 130). Pemisahan Campuran terdiri dari dua komponen atau lebih yang tidak berkaitan secara kimiawi. Pembentukkan campuran dapat terjadi antara unsur dengan unsur, senyawa dengan senyawa, atau unsur dengan senyawa. Komponen penyusunnya dapat berbentuk padat, cair, atau gas. Campuran dibedakan menjadi dua, yaitu campuran homogen dan campuran heterogen. Campuran homogen merupakan campuran serbasama yang komponen – komponennya tercampur sempurna. Adapun campuran heterogen merupakan campuran serbaneka sehingga komponenkomponen penyusunnya masih dapat dilihat (Chasanah, 2011:206). 1. Metode Pemishan Campuran.
Campuran dapat dipisahkan menjadi komponen penyusunnya dengan beberapa metode berikut. a. Pemisahan Campuran dengan Metode Filtrasi (Penyaringan) Menurut Risdiyani Chasanah (2011:206) Pemisahan campuran secara filtrasi
didasarkan pada perbedaan ukuran partikel. Filtrasi merupakan metode pemisahan yang digunakan untuk memisahkan partikel padat dari campuran kasarnya menggunakan filter (penyaringan). Dalam proses filtrasi, partikel padat yang tidak larut seperti ampes kelapa tertinggal pada penyaring. Ampas kelapa dinamakan residu, sedangkan cairan yang lolos dari penyaring seperti santan dinamakan filtrat. b. Pemisahan Campuran dengan Metode Evaporasi dan kristalisasi Metode evaporasi dan pengkristalan dapat digunakan untuk proses pengolahan garam dari laut. Caranya, air laut dimasukkan kedalam tambak. Panas matahari akan menguapkan air laut, sedangkan padatan garam akan tertinggal di tambak. Kegunaan kristalisasi antara lain pembuatan gula pasir dari air tebu, dan industri pupuk (Mikrajuddin dkk, 2007:198).
*Agung Riadin, M.Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
90
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2015, Volume 10 Nomor 2, ( 87 – 100 )
c. Pemisahan Campuran dengan Metode Penyulingan (distilasi) Penyulingan adalah cara pemisahan campuran berdasarkan perbedaan titik didih komponenkomponennya.Pada distilasi campuran zat yang berupa cairan dipanaskan. Zat yang mempunyai titik didih lebih rendah akan menguap lebih dahulu. Selanjutnya uap didinginkan sampai terjadi pengembunan, kemudian cairan hasil pengembunan ditampung. Kegunaan distilasi antara lain untuk pemurnian air laut dan pengolahan minyak bumi. Pada pengolahan minyak bumi dapat memisahkan fraksi-fraksi hasil penyulingan seperti bensin, kerosin (minyak bumi), solar, minyak pelumas, dan paraffin. C. Penjernihan Air
Menurut Risdiyani Chasanah (211:217) Air merupakan kebutuhan pokok untuk semua mahkluk hidup. Tubuh manusia memerlukan lebih dari 2 liter atau kurang lebih 8 gelas air bersih setiap hari untuk mengganti kehilangan air dari tubuh. Oleh karena, penjernihan air terutama air yang digunakan untuk minum dan memasak sangat penting. Adapun kriteria air bersih sebagai berikut. 1. Tidak mengandung bakteri (patogen), virus, dan parasit bferbahaya. 2. Tidak mengandung zat kimia beracun dan mengganggu kesehatan. 3. Tidak mengandung partikel padatan (debu atau kotoran).
4. Tidak berbau, tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa. 5. Kadar oksigen terlarut (DO = dissolved oxygen) tinggi. 6. Kebutuhan oksigen untuk menguraikan kotoran BOD= biologycal oxygendemand) rendah. 7. Kadar PH netral dan kandungan mineral – mineralnya terbatas. Proses pengolahan air laut menjadi air tawar untuk mencukupi keperluan manusia dilakukan dengan cara memisahkan garamnya. Cara ini dinamakan desalinasi. Selain dengan proses desalinasi, pengolahan air ini meliputi tiga tahap yaitu pengendapan, desinfekaan, dan penyaringan. a) Pengendapan b) Pemberian desinfektan c) Penyaringan atau Filtrasi D. Ciri-Ciri Reaksi Kimia Menurut Risdayani Chasanah (2011 :123-124) Reaksi kimia adalah reaksi yang menyebabkan trerjadinya perubahan pada materi membentuk materi baru. Materi baru yang terbentuk dari reaksi kimia ini mempunyai sifat baru yang berbeda dengan sifat materi sebelumnya. Materi semula yang kemudian berubah disebut reaktan (pereaksi), sedangkan materi baru yang terbentuk disebut produk (reaksi). Suatu materi yang mengalami raksi kimia mudah diidentifikasi dengan melihat ciri-ciri yang dialami oleh materi tersebut. Beberapa ciri-ciri reaksi kimia sebagai berikut. 1. Perubahan warna 2. Perubahan suhu 3. Terbentuk endapan 4. Terbentuk gas
*Agung Riadin, M.Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
91
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2015, Volume 10 Nomor 2, ( 87 – 100 )
METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan yang banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Jenis penelitian yang akan dilaksanakan yaitu penelitian Deskriptif. Penelitian
Deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VII semester II MTsN 1 ModelPalangka Raya tahun Ajaran 2011/2012 yang disajikan pada tabel berikut.
Tabel 1 Data siswa MTsN1 Model Palangka Raya Tahun Ajaran 2011/2012 Jumlah No
Kelas
1 2
Total
Nilai Rata-rata
Laki-laki
Perempuan
VII-1 VII-2
13 16
27 23
40 39
48,9 48,4
3
VII-3
16
24
40
50,2
4
VII-4
15
24
39
59,6
5
VII-5
14
26
40
51,7
6
VII-6
14
26
40
53
88
124
238
51,9
Jumlah
Sumber: Tata Usaha MTsN I Model Palangka Raya Tahun Ajaran 2011/2012 Dalam mengambil sampel menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Berdasarkan hasil pertimbangan,peneliti memilih kelas VII-6 sebagai sampel penelitian, karena kriterianya beragam suku budaya ( suku dayak, banjar, dan jawa), kelas sosial ( guru, wirausaha,dan perkantoran), dan kemampuan akademik siswa yang beragam( pintar, sedang, dan kurang pintar). Pengambilan sampel penelitian dengan pertimbangan tertentu untuk satu kelas sebagai perlakuan dengan penerapan pembelajaran IPA Terpadu Tipe Keterhubungan (Connected). a. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan instrumen sebagai berikut: 1. Lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran fisika menggunakan pembelajaran IPA terpadu model keterhubungan pada materi pokok Kalor dan Pemishan campuran. Instrument ini diisi oleh 7 orang pengamat, 1 orang mengamati aktivitas guru dan 6 orang lainya mengamati aktivitas siswa yang duduk di tempat yang memungkinkan untuk dapat mengamati dan mengikuti seluruh
*Agung Riadin, M.Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
92
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2015, Volume 10 Nomor 2, ( 87 – 100 )
proses pembelajaran dari awal hingga akhir pembelajaran. 2. Instrumen tes hasil belajar (THB) kognitif,Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data yang berupa tes tertulis dalam bentuk tes obyektif yaitu suatu tes yang diberikan kepada murid. Tes obyektif pilihan ganda terdiri dari 4 (empat) pilihan jawaban sebanyak 50 item (dengan acuan bahwa untuk setiap item tes yang dijawab benar diberikan skor 1 dan item yang dijawab salah diberikan skor 0). Tes ini digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian (tingkat penguasaan) hasil belajar siswa dalam memahami materi Kalor dan pemisahan Campuran agar dapat meningkatkan prestasi belajar fisika pada siswa kelas VII. b. Teknik Analisis Data Teknik Analisis data aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran belajar pada materi kalor dan pemisahan campuran dianalisis menggunakan rating scale dan nilai persentase, Nilai persentase dihitung menggunakan rumus: NP =
x 100%
Keterangan: NP = Nilai R = Jumlah skor yang diperoleh SM = Skor maksimum Untuk tingkat penguasaan hasil belajar fisika siswa setelah proses belajar mengajar dengan penerapan model pembelajaran IPA Terpadu digunakan rumus: Ketuntasan individual dan klasikal Adapun rumus ketuntasan individual dan klasikal sebagai berikut:
KB = Keterangan : KB = Ketuntasan belajar T = Jumlah skor yang diperoleh siswa = Jumlah skor total Ketuntasan
Klasikal
(%) x 100%
=
Menganalisis data respon siswa untuk mengetahui pendapat siswa terhadap KBM menggunakan frekuensi relatif (angka persenan) dengan rumus: A P = × 100% . B Keterangan : P = persentase respon siswa A = proporsi siswa yang memilih B = Jumlah siswa (responden) b. Teknik Keabsahan Data Data yang diperoleh dikatakan absah apabila alat pengumpul data benar-benar valid dan dapat diandalkan dalam mengungkapkan data penelitian.Instrumen yang sudah diuji coba ditentukan kualitasnya dari segi validitas, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitas soal.
HASIL DAN PEMBAHASAN a. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran IPA Terpadu Model Keterhubungan (Connected) Hasil penelitian terhadap pengamatan aktivitas guru selama kegiatan belajar mengajar dinyatakan dalam nilai persentase. Hasil penelitian aktivitas guru dapat dilihat pada tabel berkut :
*Agung Riadin, M.Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
93
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2015, Volume 10 Nomor 2, ( 87 – 100 )
Aktivitas Guru dalam pembelajaran IPA Terpadu Model Keterhubungan (Connected) Aspek yang Diamati
Skor Tiap Aspek RPP II RPP III ∑P % ∑P % 3 75 4 100 3 75 4 100 4 100 3 75 3 75 3 75 4 100 4 100 4 100 4 100 4 100 4 100 4 100 4 100 3 75 4 100 4 100 3 75 4 100 4 100 40 41
RPP I ∑P % 1 4 100 2 2 50 3 3 75 4 3 75 5 3 75 6 4 100 7 3 75 8 3 75 9 3 75 10 3 75 11 4 100 35 Jumlah Sumber: Hasil penelitian, 2012.` Keterangan: ∑P = jumlah skor yang diberikan oleh pengamat.
RPP IV ∑P % 4 100 4 100 4 100 4 100 4 100 4 100 4 100 4 100 4 100 4 100 4 100 44
Keterangan : 1. Guru Mengucapkan salam pembuka. 2. Guru memberikan gambaran umum materi yang saling berhubungan 3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran (TP). 4. Guru menjelaskan konsep yang sudah dikaitkan dalam SK dan KD 5. Guru mengorganisasikan siswa menjadi beberapa kelompok heterogen. 6. Guru membagikan LKPD model keterhubungan (Connected) 7. Guru membimbing/mengarahkan siswa dalam mengerjakan LKPD model keterhubungan (Connected) 8. Guru membimbing siswa mempresentasikan hasil kegiatan di depan kelas 9. Guru membimbing siswa menyimpulkan dari hasil kegiatan. 10. Guru mengevaluasi hasil belajar siswa menggunakan model ketrrhubungan (connected) 11. Guru mengucapkan salam penutup. Keterangan: 4 = dilaksanakan,selesai, tepat, dan sistematis. 3 = dilaksanakan, kurang tepat 2 = dilaksanakan, kurang sistematis 1 = dilaksanakan, tidak selesai 0 = tidak terlaksana
Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah skor seluruh aspek aktivitas guru pada RPP I sebesar 35, RPP II sebesar 40, RPP III sebesar 41, dan RPP IV sebesar 44. Aktivitas guru keseluruhan pada RPP II mengalami perubahan skor
dibanding RPP I yaitu dari 35 menjadi 40, namun masih didalam kategori terlaksana dengan baik. Hal ini dikarenakan pada RPP I pelaksanaan yang dilakukan belum sepenuhnya tercapai, misalnya dalam penjelasan
*Agung Riadin, M.Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
94
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2015, Volume 10 Nomor 2, ( 87 – 100 )
materi yang saling berhubungan kepada siswa. Pada RPP I guru masih menyesuaikan dengan situasi kelas, sehingga dalam penyampaian materi yang saling berhubungan sebagian siswa masih belum bisa memahami dengan baik. Pertemuan I perencanaan yang dilakukan oleh guru kurang terlaksana. Suryosubroto (1997:10) mengungkapkan bahwa pembelajaran merupakan hasil proses belajar mengajar, yang efektivitasnya tergantung dari beberapa unsur, salah satunya adalah terlaksana tidaknya perencanaan. Guru pada RPP II telah mempersiapkan kegiatan pembelajaran dengan baik, dan kekurangankekurangan yang dilakukan pada RPP I telah diantisipasi pada RPP II sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Aktivitas guru pada RPP III mengalami perubahan skor sebesar 41 dengan kategori melaksanakan dengan baik. Hal ini dikarenakan guru melakukan perbaikan terhadap segala sesuatu yang dirasa kurang pada RPP II. Penerapan pembelajaran IPA terpadu model keterhubungan
(Connected)mengharuskan guru selalu berusaha meningkatkan aktivitas dan memotivasi siswa, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Usaha tersebut dilakukan dengan cara membimbing dan memfasilitasi siswa serta mengarahkan siswa untuk memahami konsepdan prosedur yang ada dalam tujuan pembelajaran. Aktivitas guru pada RPP IV mengalami perubahan kategori dibanding RPP III, yaitu berada pada kategori melaksanakan dengan sangat baik. Hal ini dikarenakan guru terus menjaga konsistensinya. Persiapan kegiatan pembelajaran dipersiapkan dengan baik.Pengorganisasian siswa dan situasi kelas yang nyaman membuat guru merasa lebih mudah dalam menjalankan kegiatan pembelajaran. b. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran IPA Terpadu Model Keterhubungan (Connected) Hasil analisis terhadap data pengamatan aktivitas siswa selama kegiatan belajar mengajar dinyatakan dalam rating scale dan nilai persentase.
Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran IPA Terpadu Model Keterhubungan (Connected) Aspek yang Diamati 1 2 3 4 5 6 7
∑P 144 137 124 125 124 122 127
RPP I P 3,6 3,4 3,1 3,1 3,1 3 3,1
% 90 85,6 77,5 78,1 77,5 76,2 79,3
P 134 128 121 125 129 123 124
Skor Tiap Aspek RPP II RPP III ∑P % ∑P P % 3,3 83,7 155 3,8 96,8 3,2 80 139 3,4 86,9 3 75,6 134 3,3 83,7 3,1 78,1 130 3,2 81,2 3,2 80,6 142 3,5 88,7 3 76,8 141 3,5 88,1 3,1 77,5 134 3,3 83,7
*Agung Riadin, M.Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
P 146 148 138 142 144 146 144
RPP IV ∑P % 3,6 91,2 3,7 92,5 3,4 86,2 3,5 88,7 3,6 90 3,6 91,2 3,6 90
95
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2015, Volume 10 Nomor 2, ( 87 – 100 )
8 9 10 11
122 113 113 138
3 2,8 2,8 3,4
76,2 70,6 70,6 86,2
128 115 116 138
3,2 2,8 2,9 3,4
80 71,9 72,5 86,2
128 137 131 135
3,2 3,4 3,2 3,3
80 85,6 81,9 84,3
150 138 138 9 1 6 Sumber: Hasil penelitian, 2012. Keterangan: ∑P = skor total yang diberikan oleh 6 pengamat. = rata-rata skor total Jumlah
140 141 133 149
3,5 3,5 3,3 3,7
87,5 88,1 83,1 93,1
157 1
Keterangan : 1. Siswa menjawab salam pembuka dari guru. 2. Siswa mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru tentang gambaran umum materi yang saling berhubungan. 3. Siswa mendengarkan tujuan pembelajaran (TP) yang disampaikan oleh guru. 4. Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang konsep yang sudah dikaitkan dalam SK dan KD 5. Siswa mendengarkan dan mengikuti intruksi guru untuk membentuk kelompok. 6. Siswa menyiapkan peralatan/perangkat pembelajaran (LKPD, alat dan bahan percobaan) model keterhubungan (Connected) 7. Siswa mendengarkan pengarahan/bimbingan guru dalam mengerjakan LKPD model keterhubungan (Connected) 8. Siswa mempresentasikan hasil kegiatan LKPD di depan kelas 9. Siswa membuat kesimpulan dari hasil kegiatan 10. Siswa mengerjakan soal evaluasi model connected 11. Siswa menjawab salam penutup. Keterangan: 4 = dilaksanakan,selesai, tepat, dan sistematis. 3 = dilaksanakan, kurang tepat 2 = dilaksanakan, kurang sistematis 1 = dilaksanakan, tidak selesai 0 = tidak terlaksana
Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah skor seluruh aspek aktivitas siswa pada RPP I sebesar 1.389, RPP II sebesar 1.381, RPP III sebesar 1.506, dan RPP IV sebesar 1.571. Aktivitas siswa pada RPP II mengalami sedikit penurunan skor nilai yaitu sebesar 8 dari 1389 pada RPP I menjadi 1381 pada RPP II, tetapi masih didalam kategori melaksanakan dengan baik. Hal ini dikarenakan pada RPP I dan II siswa pertama kali melakukan kegiatan pembelajaran dengan penerapan pembelajaran IPA Terpadu Model Keterhubungan (Connected) sehingga
sebagian siswa belum dapat menyesuaikan dengan pembelajaran yang diberikan. Aktivitas siswa pada RPP III tidak mengalami perubahan kategori dibanding RPP II, yaitu berada pada kategori melaksanakan dengan baik, namun terjadi peningkatan pada Rating Scale, yaitu dari 1381 pada pertemuan II menjadi 1506 pada pertemuan III. Hal ini dikarenakan motivasi belajar siswa lebih meningkat dengan menggunakan penerapan pembelajaran IPA Terpadu Model Keterhubungan (Connected). Siswa sangat antusias dalam kegiatan
*Agung Riadin, M.Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
96
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2015, Volume 10 Nomor 2, ( 87 – 100 )
pembelajaranpenerapan pembelajaran IPA Terpadu Model Keterhubungan (Connected),membuat mereka aktif dalam kegiatan pembelajaran dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, siswa lebih termotivasi dalam melakukan kegiatan pembelajaran, karena mereka sadar dalam pelaksanaan penerapan pembelajaran IPA Terpadu Model Keterhubungan (Connected) pengetahuan yang mereka dapatkan bukan dari guru, melainkan dari hasil kegiatan yang mereka lakukan. Aktivitas siswa pada RPP IV tidak mengalami perubahan kategori dibanding RPP III, yaitu berada pada kategori melaksanakan dengan baik akan tetapi terjadi peningkatan aktivitas pada rating scale, yaitu dari 1506 pertemuan III menjadi 1571 pada pertemuan IV. Sehingga berada mendekati kategori melaksankan dengan sangant baik. Hal ini dikarenakantaraf kecakapan berpikir siswa meningkat dari sebelumnya, karena siswa dihadapkan pada gagasan atau pemikiran yang lebih luas dan lebih dalam ketika menghadapi situasi pembelajaran. Siswa fokus pada kegiatan pembelajaran dalam kelompok belajar masing-masing. Siswa bekerja sama dalam menyelesaikan seluruh kegiatan dalam LKPD, sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan baik. c. Hasil Belajar Siswa dengan Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu Model Keterhubungan (Connected) Tes hasil belajar kognitif siswa dianalisis menggunakan ketuntasan
individual, ketuntasan klasikal, dan ketuntasan TPKmenunjukkan secara individu ada 36 siswa(90%) yang tuntas dan 4 siswa (10%) tidak tuntas hasil belajarnya pada THB kognitif.Ketuntasan klasikal sebesar 90%. d. Respon Siswa Terhadap Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu model Keterhubungan (Connected) Siswa yang menyatakan memahami materi pembelajaran yang dihubungkan / dikaitkan dengan baik mencapai 90 % (36 siswa). Siswa menyatakan lebih termotivasi belajar IPA dengan menggunakan pembelajaran IPA terpadu model keterhubungan (connected) sebesar 87,5%(35 siswa) dan siswa menyatakan tidak mencapai 12,5% (5 siswa). Siswa yang menyatakan mengalami kebingungan dalam memahami materi dengan pembelajaran IPA terpadu model keterhubungan (connected) sebesar 10% (4 siswa) dan siswa yang menyatakan tidak mengalami kebingungan mencapai 90% (36 siswa). Siswa yang menyatakan merasa banyak manfaat yang diperoleh setelah belajar dengan IPA terpadu model keterhubungan (connected) sebesar 90% (36 siswa) dan siswa yang menyatakan tidak merasa banyak manfaat mencapai 10% (4 siswa). Siswa yang menyatakan baru menyadari ada keterkaitan antara fisika dan Kimia, setelah mengikuti pembelajaran IPA terpadu model keterhubungan (connected)sebesar 90% (36 siswa ) dan siswa yang menyatakan tidak sebesar 10% (4 siswa). Siswa yang menyatakan merasa lebih mudah memahami konsep yang dihubungkan didalam LKPD pembelajaran IPA
*Agung Riadin, M.Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
97
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2015, Volume 10 Nomor 2, ( 87 – 100 )
terpadu model keterhubungan (connected) sebesar 97,5% (39 siswa) dan siswa yang menyatakan tidak merasa lebih mudah memahami konsep yang dihubungkan didalam LKPD pembelajaran IPA terpadu model keterhubungan (connected) 2,5% (1 siswa). Siswa yang menyatakan merasa terbebani dengan tugas yang diberikan karena mencakup mata pelajaran Fisika dan Kimia sebesar 27,5% (11 siswa) dan siswa yang menyatakan tidak merasa terbebani dengan tugas yang diberikan karena mencakup mata pelajaran Fisika dan Kimia sebesar 72,5 % (29 siswa). Siswa yang menyatakan merasa lebih mudah mengikuti kegiatan belajar yang disajikan sebesar 90% (36 siswa) dan siswa yang menyatakan tidak merasa lebih mudah mengikuti kegiatan belajar yang disajikan sebesar 10% (4 siswa). Siswa yang menyatakan merasa pelajaran IPA terpadu model keterhubungan (connected) berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari sebesar 90% (36 siswa) dan siswa yang menyatakan tidak merasa pelajaran IPA terpadu model keterhubungan (connected) berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari sebanyak 10% (4 siswa). Siswa menyatakan merasa pelajaran IPA terpadu model keterhubungan (connected) lebih menyenangkan/tidak membosankan sebanyak 95% (38 siswa) dan siswa menyatakakan tidak merasa pelajaran IPA terpadu model keterhubungan (connected) lebih menyenangkan/tidak membosankan sebanyak 5% (2 siswa). Siswa yang menyatakan merasa sulit mengikuti proses pembelajaran IPA terpadu model keterhubungan (connected) sebesar
17,5% (7 siswa) dan siswa yang menyatakan tidak merasa sulit mengikuti proses pembelajaran IPA terpadu model keterhubungan (connected) sebesar 82,5% (33 siswa). Siswa menyatakan merasa terbebani dengan materi pembelajaran yang diberikan sebesar 5% (2 siswa) dan siswa yang menyatakan tidak merasa terbebani sebanyak 95% (38 siswa). Siswa yang menyatakan merasa kesulitan dalam memahami LKPD pembelajaran IPA terpadu model keterhubungan (connected) sebesar 15% ( 6 siswa) dan siswa yang menyatakan tidak merasa kesulitan dalam memahami LKPD pembelajaran IPA terpadu model keterhubungan (connected) sebanyak 85% (siswa 34). SIMPULAN 1. Aktivitas Guru selama pembelajaran fisika pokok bahasan Kalor dan Pemisahan Campuran dengan pembelajaran IPA Terpadu Model Keterhubungan (Connected) secara umum terlaksana dengan baik, dengan rata-rata skor total sebesar 40. Aktivitas Siswa selama pembelajaran fisika pokok bahasan Kalor dan Pemisahan Campuran dengan pembelajaran IPA Terpadu Model Keterhubungan (Connected)terlaksana dengan baik, dengan rata-rata skor total sebesar 1461,75. 2. Ketuntasan hasil belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran IPA Terpadu Model Keterhubungan (Connected), dari 40 siswa yang mengikuti tes diperoleh 36 siswa yang tuntas dan 4 siswa yang tidak tuntas belajarnya. Secara keseluruhan dinyatakan tuntas belajarnya karena persentase siswa yang tuntas sebesar 90%. TPK yang tuntas
*Agung Riadin, M.Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
98
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2015, Volume 10 Nomor 2, ( 87 – 100 )
sebanyak 23 TPK dengan persentase TPK yang tuntas 88,46%. 3. Respon siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran dengan penerapan pembelajaran IPA Terpadu Model Keterhubungan (Connected adalah menyenangkan/tidak membosankan. Siswa menyatakan senang terhadap penggunaan pembelajaran yang diterapkan, materi pelajaran, LKPD, suasan belajar mengajar, dan cara penyajian materi
yang diterapkan. Siswa juga menyatakan bahwa LKPD dan langkahlangkah dalam LKPD memudahkan mereka dalam melakukan praktikum, serta menyatakan bahwa pembelajaran IPA Terpadu Model Keterhubungan (Connected) bermanfaatdan berhubungan erat dalam kehidupana sehari-hari serta memudahkan mereka dalam memahami konsep yang saling berhubungan.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto,Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi)Jakarta:Bumi Aksara, 2006. Arikunto, Suharsimi, Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2003. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta, 2002 Bungin, Burhan,Metodologi penelitian Kuantitatif, Jakarta: Kencana, 2005. Chasanah, Risdiyani dan Sulami, Emi, IPA Terpadu MTs Kelas VII. Klaten: Intan Pariwara, 2011 Chasanah, Risdiyani dan Rufaida ,Anis D. IPA Terpadu Untuk SMP/MTs kelas VII. Klaten: Intan Pariwara, 2011 Direktorat Jendral Pendidikan Islam,Undang-undang dan Peraturan Pemerintahan RI Tentang Pendidikan. Jakarta: DEPAG RI, 2006. Deppdiknas.Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Jakarta, 2005. DepdiknasDirektorat Jendral Pendidikan Dasar DanMenengah Depdiknas, Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA TerpaduSMP/ MTs,Jakarta: Pusat kurikulum, Balitbang Depdiknas, 2007. Daroji-Haryati, Sukses Belajar Ilmu Pengetahuan Alam untuk Kelas VII SMP Dan MTs, Solo: Tiga Serangkai, 2007 Hilwiah, Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu pada Materi Pokok Wujud Zat di Kelas VII-2 Semester 1 SMP Negeri 2 Pahandut Palangka Raya Tahun Ajaran 2007/2008, Skripsi, Palangka Raya: UNPAR, 2007, t.d Hamalik, Oemar,Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA, Bandung: CV Sinar Baru, 1991. Hasil observasi/wawancara dengan siswa MTsN 1 Model Palangka Raya (5 November 2010) Hasil wawancara dengan guru MTsN 1 Model Pangka Raya (10 November 2010) http://www.scribd.com/doc/5704469/14-Pembelaaran-IPA-Terpadu. (online, 10 februari 2011) http://plhsman8pku.blogspot.com/2010/10/penjernihan-air.html (online, 16 september 2011)
*Agung Riadin, M.Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
99
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2015, Volume 10 Nomor 2, ( 87 – 100 )
http://afrian-syah.blogspot.com/2011_06_28_archive.html (online, 16 september 2011) http://www.scribd.com/doc/52347396/24/B-Ciri-ciri-Terjadinya-Reakasi-Kimia (online 23 September 2011) Kanginan, Marthen, IPA FISIKA 1 untuk SMP kelas VII berdasarkan KTSP Standar Isi ,Jakarta: Erlangga, 2006. Muhtar dan Yamin, Martinis,Metode Pembelajaran yang Berhasil, Jakarta: PT.Nimas Multima, 2005. Manna, dkk,Pengetahuan Alam Fisika untuk SMPdan MTs kelas VII Semester 1, Jakarta: Intan Pariwara, 2006. Pribadi, Benny.A, Model desain sistem pembelajaran, Jakarta: Dian rakyat, 2009 Rukmana, Ade dan Syaefuddin, Udin, Pembelajaran terpadu, Bandung: UPI PRESS, 2009. Syarifudin,Inti Sari Sains Fisika untuk SMP, Tangerang: Scientific Press, 2007. Sagala,Konsep dan Makna pembelajaran,Bandung: Alfabeta, 2003. Sugiyono,Metodologi penelitian pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2008. Supranata, sumarna, Anilisis, Validasi, dan Interprestasi Hasil Tes Implementasi kurikulum 2004. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006. Sukardi, Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan operasional, Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Sudijono, Anas, Pengantar statistik Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005. Sudjana, Nana, Dasar – Dasar Hasil Belajar. Jakarta: CV. Serajaya, 1982. Sudjana, Nana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum disekolah, Bandung: Sinar Baru Algasindo, 2005. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar Di sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 1997 Trianto,Model Pembelajran Terpadu, Jakarta: Bumi Aksara, 2010 Trianto, Mendesain model Pembelajaran Inovatif – Progresif: Konsep Landasan dan Implementasi Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Prenada Media Group, 2010 Tim Abdi Guru, IPA Terpadu, jilid 1 Kelas VII SMP Berdasarkan Standar Isi 2006, Jakarta: Erlangga, 2007. Widiyoko, M. Taufik, Pengembangan Model Pembelajaran Langsung yang Menekankan pada Keterampilan Proses untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Bidang Teogi Pokok Bahasan Sistem Pengeluaran Di SLTP, Tesis, UN Sura, 2005.
*Agung Riadin, M.Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
100