TUGAS PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
PAHAMI ANAK APA ADANYA
Oleh: Eka Rezeki Amalia (06320004)
JURUSAN MATEMATIKA DAN KOMPUTASI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2008
Anak didik merupakan salah satu dari unsur pendidikan yang harus diperhatikan dan dibimbing oleh pendidik bersama-sama dengan orang tua karena anak didik merupakan generasi penerus bagi bangsa, agama maupun keturunan, atau persiapan generasi untuk masa mendatang, karena masa kini diciptakan oleh masa lalu. Mereka sangat memerlukan perhatian yang serius dari segi pendidikan dalam upaya membangun manusia seutuhnya. Masalah anak didik ini merupakan obyek yang terpenting dari paedagogiek. Begitu pentingnya faktor anak didik di dalam pendidikan sehingga ada aliran pendidikan yang menempatkan anak sebagai pusat segala usaha pendidikan (Child Centered). Oleh karena itu, agar dalam pemahaman serta dalam bimbingan kepada anak didik tidak bertentangan dengan kodratnya, maka pendidik perlu memahami sifat-sifat anak didik maupun segala sesuatu tentang anak didik, baik anak didik di rumah, di sekolah maupun di perkumpulannya. Untuk lebih memahami anak didik di sekolah, ada guru Bimbingan dan Penyuluhan. Fungsi guru Bimbingan dan Penyuluhan ini sama dengan guru bidang studi lainnya, yakni bagaimana upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Guru Bimbingan dan Penyuluhan memiliki trik-trik tertentu, bagaimana proses pembelajaran anak dapat meningkat dan bagaimana mencari tahu permasalahan anak didik, sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar. Jadi, sejalan dengan pengertian bimbingan dan penyuluhan itu sendiri, upaya bimbingan dan penyuluhan ditujukan agar anak didik mengenal dan menerima diri sendiri serta mengenal dan menerima lingkungannya secara positif dan dinamis serta mampu mengambil keputusan, mengamalkan dan mewujudkan diri sendiri secara efektif dan produktif sesuai dengan peranan yang diinginkannya di masa depan. Peran guru Bimbingan dan Penyuluhan sangat besar dalam membantu anak didik untuk menyelesaikan pemasalahan-permasalahan yang sedang dialami. Berikut ada lima daftar masalah yang selalu dihadapi anak didik di sekolah. 1. Perilaku Bermasalah (problem behavior). Masalah perilaku yang dialami anak didik di sekolah dapat dikatakan masih dalam kategori wajar jika tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dampak perilaku
bermasalah yang dilakukan anak didik akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasinya dengan anak didik lain, dengan guru, dan dengan masyarakat. Perilaku malu dalam dalam mengikuti berbagai aktvitas yang digelar sekolah misalnya, termasuk dalam kategori perilaku bermasalah yang
menyebabkan
seorang
anak
didik
mengalami
kekurangan
pengalaman. Jadi problem behaviour akan merugikan secara tidak langsung pada seorang anak didik di sekolah akibat perilakunya sendiri. 2. Perilaku menyimpang (behaviour disorder). Perilaku menyimpang pada anak didik merupakan perilaku yang kacau yang menyebabkan seorang anak didik kelihatan gugup (nervous) dan perilakunya tidak terkontrol (uncontrol). Memang diakui bahwa tidak semua anak didik mengalami behaviour disorder. Seorang anak didik mengalami hal ini jika ia tidak tenang, unhappiness dan menyebabkan hilangnya konsentrasi diri. Perilaku menyimpang pada anak didik akan mengakibatkan munculnya tindakan tidak terkontrol yang mengarah pada tindakan kejahatan. Penyebab behaviour disorder lebih banyak karena persoalan psikologis yang selalu menghantui dirinya. 3. Penyesuaian diri yang salah (behaviour maladjustment). Perilaku yang tidak sesuai yang dilakukan anak didik biasanya didorong oleh keinginan mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa mendefinisikan secara cermat akibatnya. Perilaku menyontek, bolos, dan melangar peraturan sekolah merupakan contoh penyesuaian diri yang salah pada anak didik di sekolah menegah. 4. Perilaku tidak dapat membedakan benar-salah (conduct disorder). Kecenderungan pada sebagian anak didik adalah tidak mampu membedakan antara perilaku benar dan salah. Wujud dari conduct disorder adalah munculnya cara pikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang berlaku di sekolah. Penyebabnya, karena sejak kecil orangtua tidak bisa membedakan perilaku yang benar dan salah pada anak. Wajarnya, orang tua harus mampu memberikan hukuman (punisment) pada anak saat ia memunculkan perilaku yang salah dan
memberikan pujian atau hadiah (reward) saat anak memunculkan perilaku yang baik atau benar. Seorang anak didik di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia memunculkan perikau anti sosial baik secara verbal maupun secara non verbal seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan mempermainkan temannya . Selain itu, conduct disordser juga dikategorikan pada anak didik yang berperilaku oppositional deviant disorder yaitu perilaku oposisi yang ditunjukkan anak didik yang menjurus ke unsur permusuhan yang akan merugikan orang lain. 5. Attention Deficit Hyperactivity disorder, yaitu anak yang mengalami defisiensi dalam perhatian dan tidak dapat menerima impul-impuls sehingga gerakan-gerakannya tidak dapat terkontrol dan menjadi hyperactif. Anak didik di sekolah yang hyperactif biasanya mengalami kesulitan
dalam
memusatkan
perhatian
sehingga
tidak
dapat
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya atau tidak dapat berhasil dalam menyelesaikan tugasnya. Jika diajak berbicara, anak didik yang hyperactif tersebut tidak memperhatikan lawan bicaranya. Selain itu, anak hyperactif sangat mudah terpengaruh oleh stimulus yang datang dari luar serta mengalami kesulitan dalam bermain bersama dengan temannya. Anak akan mengalami proses biologis yaitu mengalami pertumbuhan secara terus menerus. Seiring dengan perubahan tubuh atau perubahan biologis mereka, maka karakter mereka juga berubah. Bila pada masa bayi dan balita mereka masih memperlihatkan sikap manis dan lucu, dalam masa setelah itu mereka tumbuh menjadi manusia yang lebih agresif, impulsive, kurang bisa menguasai diri, senang berteriak dan bergerak agresif. Para guru terutama guru BP bisa jadi memiliki cara yang jitu untuk meredam keagresifan sikap anak didik. Cara yang mereka terapkan bukan lewat pemaksaan, menekan, atau marah-marah, namun dengan cara memberikan perlakuan khusus: keakraban. Mereka mengerti bahwa anak anak menjadi nakal karena mereka menderita skin hunger atau kulit yang lapar terhadap sentuhan. Sentuhan tangan guru pada pundak mereka, diikuti
senyum dan kata-kata simpati memiliki kekuatan yang besar untuk mengatasi perilaku nakal mereka. Di sekolah, tindakan kekerasan seringkali dilakukan dalam upaya mendidik anak. Peristiwa marah dan kemarahan dapat digunakan untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma serta kedisiplinan dalam kehidupan masa depan anak. Marah atau kemarahan yang tepat dan efisien bahkan dapat membantu perkembangan kepribadian serta penghormatan anak didik kepada orang tuanya atau guru pendidik serta orang-orang dewasa lainnya yang mempunyai kewajiban mendidik mereka. Banyak pendidik berpendapat bahwa marah dan kemarahan yang seharusnya dilakukan oleh para pendidik dapat mengurangi manfaat, kewibawaan serta penghormatan anak didik pada subjek marah. Sangat besar pengaruh tindakan-tindakan kekerasan fisik terhadap perkembangan fisik, minimal dapat menanamkan keras dan rekaman kenangan luka di dalam jiwa anak kita. Sedangkan kata-kata keras, pedas dan memilukan, maupun merusak perkembangan emosi sang anak didik. Belum lagi jika terjadi, karena kekerasan ada luka pada kulit dan cacat jasmaniah. Kesan yang traumatif akan mengendap dalam ingatan dan perasaan anak didik, yang mungkin saja akan membusuk menjadi dendam kesumat. (Samsoel Bahri Joenoes, Padang Ekspres edisi 28 Maret 2008). Semua akibat dari tindakan kekerasan fisik besar pengaruhnya pada perkembangan kepribadian anak didik, seperti sifat cuek dan acuh, pembangkang, berani membantah, bahkan melawan dan merusak serta kurang respons memberikan penghormatan yang wajar kepada kedua orang tuanya ataupun para sesepuh dilingkungannya. Disamping itu perlu diperhatikan tentang waktu-waktu tertentu untuk memahami anak didik. Disinilah peran guru BP sangat diperlukan. Jangan memarahi anak ketika mereka sedang lapar, sedang mengantuk, tidur, sedang belajar atau tatkala mereka sedang menerima tamu atau di hadapan temanteman sekolahnya. Guru BP hendaknya lebih mensosialisasikan prinsip marah atau kemarahan ini kepada para pendidik lain yang berhubungan langsung dengan anak didik.
Golongan usia anak didik merupakan golongan usia yang mencari identitas dan eksistensi diri dalam kehidupan di masyarakat. Lingkungan sekolah merupakan tempat bagi anak didik untuk mulai bersosialisasi dengan lingkungan yang lebih luas sebelum terjun ke masyarakat. Peran serta guru sebagai orang tua di sekolah sangat penting dalam membantu anak didik untuk menemukan identitas dan eksistensi diri. Ada beberapa hal kunci yang bisa dilakukan oleh para guru khususnya guru BP untuk membantu anak didik. Pertama, memberikan kesempatan untuk mengadakan dialog. Sikap mau berdialog tidak hanya dengan orang tua, tapi juga dengan pendidik di sekolah dan masyarakat dengan anak didik pada umumnya adalah kesempatan yang diinginkan para anak didik. Dalam hati sanubari para anak didik tersimpan kebutuhan akan nasihat, pengalaman, dan kekuatan atau dorongan dari orang tua. Tetapi sering kerinduan itu menjadi macet bila melihat realitas mereka dalam keluarga, di sekolah ataupun dalam lingkungan masyarakat yang tidak memungkinkan karena antara lain begitu otoriter dan begitu bersikap monologis. Kedua, menjalin pergaulan yang tulus. Sekarang ini jumlah guru yang bertindak otoriter terhadap anak didiknya sudah jauh berkurang. Namun muncul kecenderungan yang sebaliknya yaitu sikap acuh tak acuh terhadap anak didik. Guru membiarkan anak didik bertindak semaunya bahkan ketika pelajaran di kelas. Alasannya, semuanya terserah anak didik, kepandaian anak didik bukan untuk guru. Hal ini sangat bertentangan dengan rinsip guru yang seharusnya mengayomi dan mendidik anak didik dengan sebaik-baiknya. Ketiga, memberikan pendampingan, perhatian dan cinta sejati. Setiap individu memerlukan rasa aman dan merasakan dirinya dicintai. Sejak lahir satu kebutuhan pokok yang yang pertama-tama dirasakan manusia adalah kebutuhan akan kasih sayang yang dalam masa perkembangan selanjutnya di usia anak didik, kasih sayang, rasa aman, dan perasaan dicintai sangat dibutuhkan oleh para anak didik. Dengan usaha-usaha dan perlakuan-perlakuan yang memberikan perhatian, cinta yang tulus, dan sikap mau berdialog, maka para anak didik akan mendapatkan rasa aman, serta memiliki keberanian untuk terbuka dalam mengungkapkan pendapatnya.
Banyak hal yang perlu dilakukan oleh guru untuk lebih memahami perilaku anak didik. Pembelajaran bagi anak didik bukan berarti mereka harus mengejar kecerdasan kognitif (kecerdasan otak) semata. Namun juga untuk memacu kecerdasan psikomotorik (keterampilan) dan affektif (sikap). Guru perlu mendalami lagi kebutuhan setiap anak didiknya terutama dalam segi psikomotorik dan affektif anak didik. Begitu pentingnya peranan seorang guru selaku orang tua di sekolah dalam perkembangan anak didik, maka sangatlah wajar jika seharusnya para guru memperlakukan anak didiknya seperti ia memperlakukan anaknya sendiri. Kerjasama yang baik antara orang tua, guru, dan masyarakat dapat membantu anak tumbuh dan berkembang dengan baik dan sempurna.
Referensi
DePorter, Boobi, Mark Reardon & Sarah Singer-Nourie. 2005. Quantum Teaching (Terjemahan). Bandung: Kaifa. Meier, Dave. 2005. The Accelerated Learning Handbook (Terjemahan). Bandung: Kaifa. Padang Ekspres edisi 28 Maret 2008 Qamarulhadi, S. 1986. Membangun Insan Seutuhnya. Jakarta: Pustaka Offset. http://
[email protected] http://www.labschoolkebayoran.com http://www.msi-uii.net http://www.okezone.com http://www.pendidikan.network.com http://www.penulisbatusangkar.blogspot.com http://www.sekolahindonesia.com