OPTIMALISASI USAHA BUDIDAYA TAMBAK IKAN BANDENG DI DESA TANJUNG PASIR, KECAMATAN TELUKNAGA, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN
HESTI YUNITA WULANDARI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul optimalisasi usaha budidaya ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2014
Hesti Yunita Wulandari NIM H44090056
ABSTRAK HESTI YUNITA WULANDARI. Optimalisasi Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Dibimbing oleh TRIDOYO KUSUMASTANTO dan BENNY OSTA NABABAN. Kabupaten Tangerang merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi perikanan budidaya cukup besar. Hasil produksi budidaya yang paling menonjol di Kabupaten Tangerang yaitu ikan bandeng. Jumlah produksi ikan bandeng terus menerus meningkat dari tahun 2010 sampai tahun 2011 yang tersebar di 29 Kecamatan salah satunya adalah Kecamatan Teluknaga, tepatnya berada di Desa Tanjung Pasir. Tujuan dari penelitian ini adalah identifikasi karakteristik usaha budidaya, identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, menganalisis alokasi sumberdaya ikan bandeng secara optimal,mengkaji kontribusi usaha dan dampak ekonomi budidaya terhadap Kabupaten Tangerang dan masyarakat. Penelitian ini menggunakan 4 metode yaitu fungsi produksi Cobb-Douglas, Analisis Optimasi, Analisis Location Quotient dan Analisis Multiplier. Faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi produksi usaha budidaya tambak ikan bandeng yakni bibit ikan bandeng, pakan, tenaga kerja pemeliharaan dan luas tambak. Tingkat penggunaan produksi optimal pada usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah bibit ikan bandeng sebesar 519,699 kg per hektar per musim tanam, pakan sebesar 1157,632 kg per hektar per musim tanam, pupuk sebesar 234,801 kg per hektar per musim tanam, tenaga kerja pemeliharaan sebesar 93,491 HOK per hektar per musim tanam dan luas sebesar 3,3 hektar. Keuntungan yang dihasilkan pada tingkat optimal yaitu Rp. 19.516.800 per hektar per musim tanam. Kawasan budidaya ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir telah memberikan kontribusi terhadap perekonomian Kabupaten Tangerang dan dampak ekonomi terhadap masyarakat lokal. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Location Quotient yang lebih besar dari 1 serta nilai Keynesian Income Multipier sebesar 0,06. Kata kunci : Optimalisasi, Location Quotient, Multiplier effect, Desa Tanjung Pasir, Tambak Ikan bandeng
ABSTRACT HESTI YUNITA WULANDARI.Optimization of Milkfish Aquaculture in Tanjung Pasir Village, Sub district Teluknaga, Tangerang Regency, Banten. Supervised by TRIDOYO KUSUMASTANTO and BENNY OSTA NABABAN. Tangerang Regency has considerable potential in aquaculture sector. The most prominent aquaculture product in Tangerang Regency is milkfish. Amount of milkfish production was increasing in 2010-2011 period, which was scattered in 29 sub districts, one of them is in sub district Teluknaga, precisely located in Tanjung Pasir Village. The objectives of this research are to identify the characteristics of the aquaculture, the production influencing factors, and resources optimization. Furthermore, this research also leads to asseses the contribution of aquaculture sector and the economic impact to Tangerang Regency and to society. The methods used in this research are Cobb-Douglas production function, Optimization analysis, Location Quotient Analysis, and Multiplier analysis. The factors which significantly influence the milkfish aquaculture production are fishmeal, milkfish fingerling, labor of maintenance, and area of the fishpond. Based on Cobb-Douglas production function, the optimal usage production rate per hectare per cropping season in the milkfish aquaculture in Tanjung Pasir Village consists of 519,699 kilograms milkfish fingerlings; 1157,632 kilograms fishmeals; 234,801 kilograms fertilizers; 93,491 HOK labor of maintenance; and 3,3 hectare. The estimated profit at the optimal level is about Rp. 19.516.800 per hectare per cropping season. Milkfish aquaculture area in Tanjung Pasir has contributed to the economy of Tangerang Regency and economic impact to local communities. Moreover, its contribution considerable because the Location Quotient value is greater than 1 and Keynesian Income Multiplier value is 0,06. Keywords : Optimization, Location Quotient, Multiplier effect, Tanjung Pasir Village, Milkfish Ponds
OPTIMALISASI USAHA BUDIDAYA TAMBAK IKAN BANDENG DI DESA TANJUNG PASIR, KECAMATAN TELUKNAGA, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN
HESTI YUNITA WULANDARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi
: Optimalisasi Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten
Nama
: Hesti Yunita Wulandari
NIM
: H44090056
Disetujui,
Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S Pembimbing I
Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si Pembimbing II
Diketahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi
: Optimalisasi Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Desa Tanjung Pasir Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten
Nama
: Hesti Yunita Wulandari
NIM
: H44090056
Disetujui,
Prof Dr. If. Tridoyo Kusumastanto, M.S Pembimbing I
Benny Osta Nababan, S.Pi. M.Si Pembimbing II
Diketahui,
Ketua Departemen
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Tanggal Lulus:
2 1 JAN 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan baik. Penelitian yang dilakukan penulis berjudul “Optimalisasi Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Provinsi Banten”. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan banyak pihak. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:
Kedua orangtua tercinta yang selalu memberikan dukungan yaitu Krida Nusantara dan Ratna Dewi Harahap, serta abang-abangku tersayang Danang Krisnamurti, Surya Wirawan dan Deni Ariyuda yang selalu memberikan motivasi.
Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S dan Bapak Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si selaku Dosen Pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku Dosen Penguji Utama dan Bapak Novindra S.P, M.Si selaku Dosen Penguji Wakil Departemen atas masukan yang telah diberikan.
Seluruh petambak Desa Tanjung Pasir dan staf Kecamatan Teluknaga.
Sahabat – sahabat saya Fato, Nce, Diena, Jombang, Mimi, Rianda,Uuk, Dinda, Keti yang telah memberikan dukungan.
ESL’46, Anis, Isti, Uty, Sari, Ungit, Abhe, Nando, Romil, Charra, Nur, Wina, Eno dan lain-lain. Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi
berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan budidaya ikan bandeng dalam tambak. Bogor, Januari 2014 Hesti Yunita Wulandari NIM H44090056
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
v
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.....................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah .............................................................
5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................
7
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ...........................................................
7
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................
8
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Bandeng .........................................................
9
2.2 Tambak. .....................................................................................
10
2.3 Pesisir .........................................................................................
11
2.4 Karakteristik Masyarakat Pesisir .................................................
11
2.5 Teori Produksi ............................................................................
12
2.6 Uji Kriteria Statistik ...................................................................
14
2.7 Uji Kriteria Ekonometrik ............................................................
15
2.8 Optimalisasi. ..............................................................................
17
2.9 Analisis Pendapatan Usahatani ...................................................
18
2.10 Skala Usaha (Return to Scale) ...................................................
19
2.11 Teori Ekonomi Basis ................................................................
19
2.12 Konsep Multiplier .....................................................................
21
2.13 Penelitian Terdahulu .................................................................
21
III KERANGKA PEMIKIRAN .........................................................
23
IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu penelitian ......................................................
26
4.2 Metode Penelitian ......................................................................
26
4.3 Jenis dan Sumber Data ...............................................................
26
4.4 Metode Pengambilan Contoh .....................................................
27
ii
4.5 Metode Analisis .........................................................................
28
4.5.1 Analisis Deskriptif .........................................................
28
4.5.2 Metode Kuadrat Terkecil .................................................
29
4.5.3 Elastisitas Produksi .........................................................
29
4.5.4 Analisis Optimasi ...........................................................
30
4.5.5 Analisis Pendapatan Usahatani .......................................
31
4.5.6 Skala Usaha (Return to Scale) ........................................
31
4.5.7 Analisis Location Quotient .............................................
32
4.5.8 Analisis Multiplier .........................................................
33
4.6 Batasan Penelitian .....................................................................
33
V GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Wilayah Desa Tanjung Pasir .........................................
35
5.1.1 Luas Wilayah dan Administrasi ......................................
35
5.1.2 Kondisi Perairan ..............................................................
36
5.1.3 Karakteristik Masyarakat Desa Tanjung Pasir .................
37
5.2 Gambaran Umum Usaha Budidaya ............................................
39
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Identifikasi Karakteristik Usaha Budidaya Ikan Bandeng di Desa Tanjung Pasir .............................................................................
41
6.1.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Tambak .................
41
6.1.1.1 Usia ..................................................................
41
6.1.1.2 Tingkat Pendidikan ...........................................
41
6.1.1.3 Status Pekerjaan Petani Tambak .......................
42
6.1.1.4 Lama Usaha Petani Tambak ..............................
43
6.1.2 Karakteristik Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng .....
43
6.1.2.1 Jumlah dan Status Kepemilikan Tambak ...........
43
6.1.2.2 Teknologi Budidaya ..........................................
44
6.1.2.3 Proses Budidaya ...............................................
44
6.1.3 Karakteristik Unit Usaha Terkait ....................................
46
6.1.4 Karakteristik Tenaga Kerja Lokal ...................................
47
6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Desa Tanjung Pasir .................................................
49
iii
6.3 Analisis Optimasi ......................................................................
54
6.4 Analisis Dampak Ekonomi Sektor Perikanan Bandeng di Kecamatan Teluknaga terhadap Perekonomian Kabupaten Tangerang (Analisis Location Quotient) ....................................
57
6.5 Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng terhadap Masyarakat Lokal ......................................................................
59
6.5.1 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng .........................................................................
59
6.5.1.1 Dampak Ekonomi Langsung (Direct Impact) .....
60
6.5.1.2 Dampak Ekonomi Tidak Langsung (Indirect Impact) .............................................................
62
6.5.1.3 Dampak Lanjutan (Induced Impact) ..................
62
6.5.2 Nilai Multiplier Effect dari Pengeluaran Petani Tambak ..
63
VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan
..........................................................................
65
7.2 Saran
..........................................................................
66
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
67
LAMPIRAN
..........................................................................
69
RIWAYAT HIDUP
..........................................................................
84
iv
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1.
Total volume produksi perikanan Indonesia tahun 2007-2011 .........
2.
Total produksi perikanan menurut jenis usaha di Kabupaten
1
Tangerang 2010-2011 ....................................................................
3
3.
Produksi tambak bandeng di Desa Tanjung Pasir tahun 2007 – 2011
4
4.
Uji Autokorelasi
.......................................................................
16
5.
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian .................
27
6.
Jumlah penduduk Desa Tanjung Pasir berdasarkan kelompok 37
7.
umur Tahun 2012 ............................................................................ Jumlah penduduk Desa Tanjung Pasir berdasarkan tingkat pendidikan Tahun 2012 ...................................................................
38
8.
Mata pencaharian masyarakat Desa Tanjung Pasir Tahun 2012 ......
38
9.
Produksi budidaya per jenis usaha di Kabupaten Tangerang Tahun 2011 ...............................................................................................
39
10. Luas lahan tambak tujuh kecamatan di Kabupaten Tangerang Tahun 2011 ...............................................................................................
39
11. Karakteristik petani tambak berdasarkan tingkat usia .....................
41
12. Karakteristik petani tambak berdasarkan tingkat pendidikan ...........
42
13. Karakteristik petani tambak berdasarkan lama usaha ......................
43
14. Total pendapatan unit usaha terkait di kawasan budidaya ikan bandeng per bulan ...........................................................................
47
15. Sebaran lama bekerja responden tenaga kerja lokal ........................
48
16. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng ..............
50
17. Rasio nilai produksi marjinal dan biaya korbanan marjinal dari produksi usaha budidaya ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir ........
54
18. Perbandingan kondisi input optimal dan aktual dengan menggunakan fungsi produksi cobb-douglas .........................................................
56
19. Perbandingan keuntungan pada kondisi optimal dan aktual budidaya ikan bandeng ..................................................................................
56
iii
20. Nilai location quotient perikanan bandeng di Kabupaten Tangerang 2007-2011 ......................................................................................
58
21. Nilai location quotient perikanan bandeng di Kecamatan Teluknaga 2007-2011 ......................................................................................
59
22. Total proporsi struktur pengeluaran petani tambak .........................
60
23. Komponen pengeluaran petani tambak per musim panen ikan bandeng ......................................................................................... 24. Proporsi pendapatan dan biaya produksi terhadap penerimaan total unit usaha terkait di lokasi budidaya ikan bandeng .........................
61 61
25. Proporsi pengeluaran tenaga kerja di lokasi budidaya ikan bandeng ......................................................................................... 26. Nilai multiplier effect dari arus uang yang terjadi di lokasi budidaya ikan bandeng ..................................................................................
63 63
vi
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1.
Hubungan antara produk total, produk rata-rata, produk marjinal
13
2.
Kerangka Pemikiran Penelitian ......................................................
25
DAFTAR LAMPIRAN 1.
No Halaman Peta lokasi penelitian .................................................................. ...... 69
2.
Hasil analisis regresi linier Cobb-Douglas .......................................
3.
Biaya tetap usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir ................................................................................................
4.
74
Biaya investasi usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir .................................................................................
6.
72
Biaya variabel usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir ..................................................................................
5.
70
76
Hasil perhitungan optimalisasi faktor produksi, NPM, BKM, produksi optimal dan bilai return to scale (RTS) pada usaha budidaya ikan bandeng ...................................................................
7.
78
Total biaya faktor produksi per hektar tambak di Desa Tanjung Pasir (per musim panen) .................................................................
80
8.
Data PDRB Kecamatan Teluknaga dan Kabupaten Tangerang .......
81
9.
Data perhitungan nilai dampak ekonomi .........................................
83
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Konvensi Hukum Laut PBB, United Nation Convention on Law of the Sea (UNCLOS) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Luas laut Indonesia seluas 5,8 juta km2 terdiri dari laut teritorial dengan luas 0,8 juta km2, laut nusantara 2,3 juta km2 dan zona ekonomi eksklusif 2,7 juta km2. Indonesia memiliki pulau sebanyak 17.480 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (Dewan Kelautan Indonesia, 2008). Potensi yang sangat besar tersebut dapat dimanfaatkan dalam mendukung peningkatan produksi perikanan Indonesia. Total volume produksi perikanan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Total volume produksi perikanan Indonesia tahun 2007 – 2011 Rincian I. Perikanan Tangkap 1. Perikanan Laut 2. Perairan Umum Sub Total II. Perikanan Budidaya 1. Budidaya Laut 2. Tambak 3. Kolam 4. Keramba 5. Jaring Apung 6. Sawah Sub Total Total Volume Produksi
Volume Produksi Perikanan (juta ton) 2007
2008
2009
2010
2011
4,73 0,31 5,04
4,70 0,30 5,00
4,81 0,29 5,10
5,06 0,33 5,39
5,06 0,35 5,41
1,50 0,93 0,41 0,06 0,19 0,08 3,17 8,21
1,97 0,96 0,48 0,07 0,26 0,11 3,85 8,85
2,82 0,90 0,55 0,10 0,24 0,07 4,68 9,78
3,38 0,99 0,63 0,12 0,27 0,08 5,47 10,86
3,73 1,73 0,95 0,12 0,33 0,16 7,02 12,43
Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012
Data Tabel 1 menunjukkan total volume produksi perikanan Indonesia terus meningkat dari tahun 2007 yaitu sebesar 8,21 juta ton hingga 12,43 juta ton pada tahun 2011. Potensi sumberdaya perikanan yang besar dimiliki oleh Indonesia khususnya pada perikanan budidaya. Potensi tersebut sebaiknya dimanfaatkan secara optimal agar tingkat produksi mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tanpa mengabaikan kelestarian sumberdaya dan lingkungan, hal ini tentunya mampu mendukung peningkatan ekonomi negara serta peningkatan taraf
2
hidup masyarakat pesisir. Demi tercapainya hal tersebut maka diperlukan pencapaian peningkatan produksi dengan memanfaatkan sumberdaya yang bersangkutan yaitu budidaya tambak. Pemanfaatan sumberdaya melalui budidaya tambak memerlukan alokasi yang optimal terhadap setiap faktor produksinya agar mencapai produksi yang optimal. Tambak merupakan alternatif pemanfaatan sumberdaya lahan di pesisir yang hanya dapat dilakukan di air payau. Hal tersebut dikarenakan ikan yang akan dibudidayakan memerlukan air payau sebagai sarana hidup. Berbagai macam ikan banyak terdapat di perairan Indonesia, salah satunya adalah ikan bandeng yang sangat berpotensi dan mudah dibudidayakan di tambak. Hal ini disebabkan karena ikan bandeng relatif tahan terhadap penyakit, teknologi budidaya yang relatif mudah serta nilai ekonomi yang dimilikinya. Keadaan ini menyebabkan sektor usaha budidaya ikan bandeng dinilai potensial untuk dikembangkan. Ikan bandeng (Chanos chanos) merupakan salah satu jenis ikan yang cukup banyak dibudidayakan di Indonesia. Berkembangnya teknologi budidaya ikan bandeng di masyarakat tidak terlepas dari keunggulan komparatif dan strategisnya.
Ikan bandeng dapat dibudidayakan di air payau, laut, toleran
terhadap perubahan mutu lingkungan serta tahan terhadap serangan penyakit. Ikan bandeng juga dapat digunakan sebagai umpan hidup tuna dan cakalang, dan telah menjadi komoditas ekspor (Kordi, 2009). Kabupaten Tangerang merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi perikanan cukup besar. Ikan yang beraneka ragam sangat mendukung potensi yang dimiliki kabupaten tersebut. Potensi yang dikembangkan salah satunya adalah budidaya tambak ikan. Hal ini didukung oleh kondisi kawasan pesisir Kabupaten Tangerang yang sangat potensial dalam pengembangan budidaya tambak ikan. Pengembangan budidaya tambak tersebut diharapkan dapat memicu peningkatan produksi perikanan budidaya dan peningkatan aktivitas ekonomi di Kabupaten Tangerang. Total produksi perikanan di Kabupaten Tangerang yang terdiri dari jenis usaha perikanan tangkap dan perikanan budidaya mengalami penurunan. Tahun 2010, total produksi perikanan di Kabupaten Tangerang mencapai 47.285 ton namun pada tahun 2011 menurun menjadi 41.173,81 ton. Tidak berarti semua
3
jenis usaha perikanan mengalami penurunan, salah satunya adalah jenis usaha perikanan budidaya tambak. Produksi ikan di tambak mengalami peningkatan sebesar 9.370,50 ton pada tahun 2010 menjadi 12.214,88 ton pada tahun 2011. Hal ini menjadikan produksi budidaya ikan di tambak berada pada urutan kedua terbesar setelah penangkapan ikan di laut. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Total produksi perikanan menurut jenis usaha di Kabupaten Tangerang 2010-2011 Produksi (ton) Jenis Usaha Perikanan 2010 2011 I. Penangkapan 1. Laut 18.662,00 19.039,90 2. Perairan umum 12.155,00 129,03 Sub Total 30.817,00 19.168,93 II. Budidaya 1. Tambak 9.370,50 12.214,88 2. Kolam 3.900,90 5.747,70 3. Sawah 4. Jaring Apung 571,20 1.417,90 5. Budidaya Laut 2.625,40 2.624,40 Sub Total 16.468,00 22.004,88 Total Produksi Ikan 47.285,00 41.173,81 Sumber : BPS Kabupaten Tangerang, 2012
Hasil produksi budidaya tambak yang paling menonjol di Kabupaten Tangerang yaitu ikan bandeng. Jumlah produksi ikan bandeng mencapai 5.230,1 ton pada tahun 2010 dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 5.927,5 ton yang tersebar di 29 kecamatan salah satunya adalah Kecamatan Teluknaga yang menjadi kecamatan dengan kontribusi perikanan bandeng kedua terbesar setelah Kecamatan Kronjo, dan tepatnya berada di Desa Tanjung Pasir (DKP Kabupaten Tangerang, 2012).
Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten
Tangerang terletak di pesisir utara Provinsi Banten (Lampiran 1).
Desa ini
mempunyai jarak 21 km ke ibukota kabupaten terdekat. Topografi Desa Tanjung Pasir adalah kawasan pantai landai, sehingga terdapat tambak yang luasnya mencapai 332 hektar.
Komoditas budidaya tambak utama yang ada di Desa
Tanjung Pasir salah satunya adalah ikan bandeng. Produksi tambak bandeng tahun 2007 sampai tahun 2011 dapat dilihat di Tabel 3.
4
Tabel 3 Produksi tambak bandeng di Desa Tanjung Pasir tahun 2007-2011 No Tahun Produksi (ton) 1 2007 430 2 2008 455 3 2009 472 4 2010 480 5 2011 485 Sumber : Profil Desa Tanjung Pasir, 2012
Tabel 3 menunjukkan produksi ikan bandeng mengalami kenaikan dari tahun 2007 sampai tahun 2011 yaitu sebesar 430 ton sampai 485 ton. Kenaikan produksi tambak ikan bandeng mampu menunjukkan potensi yang cukup besar terdapat di desa ini. Besarnya potensi Desa Tanjung Pasir kini mendapatkan momentumnya untuk dimanfaatkan secara optimal dalam pemanfaatan lahan pesisir. Adanya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberi peluang besar bagi kabupaten/kota dan provinsi di wilayah untuk mengelola pesisir dan laut dengan seluruh kekayaan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Pemanfaatan faktor-faktor produksi secara optimal diharapkan dapat menciptakan keuntungan yang maksimal bagi petambak ikan bandeng. Peningkatan produksi ikan bandeng yang cukup tinggi memerlukan cara-cara untuk mengoptimalkan produksi salah satunya dengan mengoptimalkan faktor-faktor produksi yang mendukung usaha budidaya tambak ikan bandeng. Kegiatan usaha budidaya ikan bandeng mampu menimbulkan transaksi ekonomi, hal ini dapat dilihat salah satunya dari pengeluaran petani tambak selama melakukan kegiatan usaha budidaya tersebut.
Transaksi tersebut
memberikan dampak secara langsung, tidak langsung, maupun lanjutan terhadap masyarakat Desa Tanjung Pasir yang memiliki usaha di daerah tambak ikan bandeng tersebut. Transaksi tersebut juga memberikan dampak multiplier bagi sektor perekonomian lainnya. Besarnya tingkat aktivitas ekonomi di sektor budidaya ikan bandeng akan meningkatkan pengaruh aktivitas budidaya tersebut terhadap kesejahteraan masyarakat lokal. Hal ini dikarenakan usaha budidaya ikan bandeng dapat menjadi alternatif usaha yang menjanjikan dan secara nyata mampu meningkatkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja yang signifikan. Peranan sektor budidaya ikan bandeng juga diharapkan mampu memberdayakan
5
dan mengelola segenap potensi sumberdaya perikanan budidaya secara berkelanjutan demi pergerakan perekonomian Kabupaten Tangerang dan sebesarbesarnya kesejahteraan masyarakat. Permasalahan yang terdapat di Desa Tanjung Pasir adalah pengelolaan terhadap usaha budidaya tambak ikan bandeng belum dilakukan dengan baik sehingga produksi ikan bandeng kurang optimal. Hal tersebut menjadi alasan perlu dilakukannya penelitian mengenai optimalisasi usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Penelitian ini bertujuan untuk memaksimumkan keuntungan pembudidaya tambak ikan bandeng serta untuk mengetahui dampak ekonomi kegiatan usaha budidaya tersebut terhadap masyarakat Desa Tanjung Pasir dan juga Kabupaten Tangerang. 1.2
Perumusan Masalah
Hasil produksi budidaya tambak yang menonjol di Kabupaten Tangerang didukung oleh keadaan kawasan pesisir yang cocok untuk budidaya ikan bandeng. Potensi Kabupaten Tangerang sebagai penghasil produksi ikan bandeng yang cukup tinggi juga harus didukung dengan mengoptimalkan faktor-faktor produksi yang nantinya akan menjadikan sektor perikanan bandeng menjadi komoditas ekspor. Ikan bandeng merupakan ikan yang mudah dalam hal pemeliharaannya dan tahan terhadap penyakit. Ikan ini sangat potensial untuk di budidayakan di Kabupaten Tangerang khususnya di Desa Tanjung Pasir yang memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat mendukung untuk budidaya ikan bandeng dan juga untuk memberikan kontribusi terhadap perekonomian Kabupaten Tangerang melalui kontribusinya terhadap perikanan kecamatan Teluknaga. Produksi optimal dapat dicapai apabila ada pengorganisasian penggunaan input sebaik mungkin. Produksi optimal lebih baik daripada produksi maksimal karena produksi optimal menjamin keuntungan maksimal.
Langkah yang
ditempuh pembudidaya ikan dalam menghasilkan produksi ikan optimal mengalami hambatan dalam hal peningkatan produksi perikanan budidaya. Hambatan tersebut berupa harga pakan yang masih cukup tinggi, kurangnya prasarana dan sarana, kurangnya benih berkualitas, lemahnya akses permodalan,
6
kurangnya minat investasi, keterbatasan modal serta kurang terjaminnya harga dan pemasaran (KKP, 2011). Hal tersebut menjadi permasalahan yang terkait dengan pencapaian tujuan penelitian untuk mengoptimalkan faktor-faktor produksi dalam pencapaian nilai produksi yang maksimal. Kegiatan usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada masyarakat sekitar, salah satunya adalah dampak terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar. Dampak ini dapat tercipta dari pengeluaran petani tambak selama melakukan kegiatan usaha budidaya. Pengeluaran petani tambak dapat menimbulkan transaksi ekonomi bagi sektor-sektor penyedia barang dan jasa. Adanya transaksi tersebut menimbulkan dampak pengganda bagi sektor ekonomi lainnya. Dampak pengganda tersebut berupa terbukanya peluang usaha untuk sektor-sektor lainnya seperti peluang membuka usaha warung makan, penyedia bahan-bahan keperluan budidaya serta usaha transportasi pengangkutan hasil panen tambak.
Peluang tersebut dapat
tercipta dari adanya aktivitas usaha budidaya tambak ikan bandeng. Dari uraian tersebut dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu : 1.
Bagaimana karakteristik usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir?
2.
Apa saja faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir?
3.
Berapa tingkat optimal faktor-faktor produksi yang digunakan dalam suatu usaha budidaya tambak ikan bandeng guna menghasilkan keuntungan maksimal di Desa Tanjung Pasir?
4.
Bagaimana kontribusi usaha budidaya tambak ikan bandeng di Kecamatan Teluknaga terhadap perekonomian Kabupaten Tangerang?
5.
Bagaimana dampak ekonomi usaha budidaya tambak ikan bandeng terhadap perekonomian masyarakat Desa Tanjung Pasir ? 1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1.
Mengidentifikasi karakteristik usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung pasir.
7
2.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi tambak ikan bandeng.
3.
Menganalisis alokasi sumberdaya secara optimal dalam budidaya ikan bandeng guna menghasilkan keuntungan maksimum bagi petambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir.
4.
Mengkaji kontribusi usaha budidaya tambak ikan bandeng di Kecamatan Teluknaga terhadap perekonomian Kabupaten Tangerang.
5.
Mengkaji dampak ekonomi usaha budidaya tambak ikan bandeng terhadap perekonomian masyarakat Desa Tanjung Pasir. 1.4
Ruang Lingkup Penelitian
Wilayah penelitian ini adalah Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Responden dalam penelitian ini adalah pembudidaya tambak ikan bandeng dengan kepemilikan lahan sewa dan masyarakat Desa Tanjung Pasir. Penelitian juga menggunakan data sekunder untuk mencari kontribusi usaha budidaya tambak ikan bandeng di Kecamatan Teluknaga terhadap perekonomian Kabupaten Tangerang. Penelitian ini difokuskan pada optimalisasi produksi yang akan memaksimumkan profit dengan mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pengoptimalisasian produksi ikan bandeng. Optimalisasi merupakan alokasi sumberdaya yang optimal untuk menghasilkan keuntungan yang maksimum dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat yang mengusahakan kegiatan usaha ini. Dampak ekonomi usaha budidaya ikan bandeng terhadap masyarakat dapat dilihat dari pengaruh usaha budidaya tersebut terhadap kegiatan masyarakat yang langsung terkait dengan usaha budidaya tersebut. Kontribusi sektor perikanan bandeng hanya difokuskan pada peranannya sebagai sektor basis atau non basis di Kabupaten Tangerang. 1.5
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah 1.
Bagi penulis, untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan serta mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dalam perkuliahan pada
8
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan untuk diterapkan dilapangan. 2.
Bagi akademisi dan peneliti, sebagai informasi tambahan atau bahan rujukan untuk tulisan ilmiah dan penelitian selanjutnya.
3.
Bagi masyarakat khususnya petambak Desa Tanjung Pasir, sebagai pedoman, informasi, serta pengambilan keputusan dalam menjalankan kegiatan budidaya ikan bandeng secara tepat dan optimal.
4.
Bagi pemerintah daerah ataupun Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang sebagai informasi dan bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan yang tepat agar pemanfaatan tambak bandeng dapat dilakukan secara optimal dan berkelanjutan.
II
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Sumberdaya Ikan Bandeng
Penyebaran ikan bandeng sangat luas dari daerah Samudra Hindia sampai ke Pantai Barat Amerika. Penyebarannya di Indonesia meliputi daerah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Pulau Bali. Bandeng merupakan jenis ikan yang relatif tidak rentan dengan kondisi alam, artinya bandeng dapat hidup di air asin maupun air payau. Sampai saat ini sebagian besar budidaya bandeng masih dikelola dengan teknologi yang relatif sederhana dengan tingkat produktivitas yang relatif rendah. Menurut (Saanin, 1968) ikan bandeng memiliki klasifikasi sebagai berikut : Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Malacopterygii Family : Chanidae Genus : Chanos Spesies : Chanos chanos (Forsk) Dilihat dari aspek konsumsi, ikan bandeng adalah sumber protein yang sehat sebab bandeng adalah sumber protein yang tidak mengandung kolesterol. Saat ini bandeng dibudidayakan secara tradisional dengan padat penebaran 3.000 5.000 ekor per hektar. Pemeliharaan hanya mengandalkan pupuk sebagai input untuk pertumbuhan kelekap atau alga sebagai pakan alami dengan rata-rata produksi yang dicapai hanya sekitar 300-1.000 kg per hektar. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi budidaya ikan bandeng, antara lain dari faktor teknis, biologis, sosial dan ekonomi. Lokasi merupakan salah satu penentu keberhasilan usaha budidaya bandeng. Secara teknis, lokasi sangat mempengaruhi konstruksi dan daya tahan serta biaya memelihara tambak. Secara biologis, lokasi sangat menentukan tingkat produktivitas usaha dan bahkan keberhasilan panen. Secara sosial dan ekonomi keuntungan maksimal dapat diperoleh bila lokasi yang
10
dipilih mampu menurunkan biaya panen dan transportasi serta meningkatkan akses ke pemasaran (Ahmad et al dalam Kaunang, 2006). 2.2
Tambak
Tambak merupakan salah satu habitat yang dipergunakan sebagai tempat untuk kegiatan budidaya payau yang berlokasi di daerah pesisir.
Menurut
Martosudarmo dan Ranoemihardjo (1992) tambak merupakan kolam yang dibangun di daerah pasang surut dan digunakan untuk memelihara bandeng, udang, dan hewan lainnya yang biasa hidup di air payau. Air yang masuk ke dalam tambak sebagian besar berasal dari laut saat terjadi pasang, sehingga pengelolaan air dalam tambak dilakukan dengan memanfaatkan pasang surut air laut. Menurut Martosudarmo dan Ranoemihardjo dalam Agustina (2006), berdasarkan letak tambak dan kesempatan mendapatkan air laut, tambak dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu : 1.
Tambak lanyah adalah tambak yang terletak di tepi pantai, sehingga berisi air laut yang memiliki salinitas lebih dari 300/00 dibandingkan dengan daerah tambak yang lain, air pada tambak lanyah cenderung lebih tinggi salinitasnya. Penguapan yang berlangsung terus menerus di dalam petakan tambak menyebabkan semakin meningkatnya salinitas. Pada saat-saat tertentu salinitas air tambak dapat mencapai 600/00, terutama pada saat musim kemarau dan saat pergantian air sulit dilakukan.
2.
Tambak biasa adalah tambak yang airnya merupakan campuran air tawar dari air sungai dan air asin dari air laut sehingga menjadi air payau, yang biasanya terdapat pada daerah yang lebih dalam dari tepi laut. Tambak biasa akan sulit mendapatkan air laut pada saat terjadi pasang rendah.
3.
Tambak darat adalah daerah pertambakan yang terletak paling jauh dari pantai, air pada tambak ini tergantung pada curahan air hujan dan air sungai. Apabila curah hujan berkurang maka sebagian tambak itu akan kering sama sekali.
11
2.3
Pesisir
Menurut UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil diantaranya adalah sebagai berikut : 1.
Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sektor, antara pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2.
Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
3.
Perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau dan laguna. UU No.27 Tahun 2007 menyatakan, ruang lingkup pengaturan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 mil diukur dari garis pantai. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, salah satunya dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil. 2.4
Karakteristik Masyarakat Pesisir
Nugroho dan Dahuri (2004), menyatakan ada beberapa sifat dan karakteristik masyarakat pesisir yang sangat dipengaruhi oleh interaksi faktorfaktor sosial, ekonomi dan lingkungan. Karakteristik yang paling terlihat adalah ketergantungan pada musim.
Pada musim penangkapan masyarakat yang
berprofesi sebagai nelayan cenderung konsumtif dan pada musim paceklik mereka relatif kekurangan.
Sehingga sering kali dalam mempertahankan kehidupan
mereka pada masa paceklik, nelayan kecil, buruh nelayan, petani tambak kecil,
12
dan buruh tambak sering meminjam uang kepada juragan atau pedagang pengumpul. Konsekuensinya menyebabkan para peminjam terikat dengan pihak juragan tersebut sehingga hal ini akan memunculkan pola hubungan asimetris sangat mudah berubah menjadi alat domonasi dan eksploitasi. Pasar juga menjadi faktor penting yang mempengaruhi karakteristik masyarakat pesisir karena produk perikanan tidak bersifat lama kecuali tersedia fasilitas
pengolahan
atau
pengawetan
sehingga
keadaan
pasar
sangat
mempengaruhi harga ikan dan tingkat pendapatan nelayan dan petani tambak. Pada akhirnya perubahan harga produk perikanan akan mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir. Kehidupan masyarakat pesisir yang sangat tergantung dengan lingkungan dapat menimbulkan pencemaran yang akan mengganggu kinerja sektor usaha di sana, pada akhirnya akan menurunkan kualitas kehidupan mereka. Aspek lainnya adalah adanya kegiatan kaum wanita yang terlibat menjadi pedagang ikan segar maupun olahan, adanya anak-anak yang sudah sering dilibatkan dalam kegiatan usaha sehingga mengganggu pendidikan anak-anak dan akhirnya banyak dari mereka yang tidak bersekolah. 2.5
Teori Produksi
Produksi adalah suatu proses pengubahan faktor produksi atau input menjadi output sehingga nilai barang tersebut bertambah. Doll dan Orazem (1984) menyatakan bahwa, fungsi produksi dapat dilihat pada tiga daerah produksi yang ditulis berdasarkan elastisitas produksi dari penggunaan faktor-faktor produksi. Hubungan fisik antara input dan output sering disebut fungsi produksi. Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi “Hukum Kenaikan Hasil Yang Semakin Berkurang” (The law of Diminishing Return). Hukum ini menyatakan bahwa jika faktor produksi terus menerus ditambahkan pada faktor produksi tetap maka tambahan jumlah produksi per satuan akan semakin berkurang. Hukum ini menggambarkan adanya kenaikan hasil kurva produksi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
13
Y(output)
X1 X2 Sumber: Doll dan Orazem (1984)
X3
Gambar 1 Hubungan antara produk total, produk rata-rata dan produk marginal Hubungan antara produk marginal, produk rata-rata dan produk total memperlihatkan bahwa total produksi memiliki batas optimum, hal yang mempengaruhi produk marginal dan produk rata-rata sehingga juga berpengaruh terhadap biaya yang digunakan dan penerimaan petani dengan kombinasi penggunaan input. Dalam menggambarkan fungsi teknis dapat dilihat pada tiga daerah produksi yang ditulis sebagai daerah I, daerah II, dan daerah III berdasarkan elastisitas produksi faktor-faktor produksi. 1. Daerah produksi I Pada daerah ini elastisitas produksi lebih dari 1 (Ep > 1) terletak antara titik asal 0 dan X2 artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan output selalu lebih besar dari satu. Daerah ini belum dihasilkan produksi yang optimal yang akan memberikan keuntungan maksimum, karena produksi masih dapat diperbesar dengan pemakaian input produksi lebih banyak sehingga daerah I disebut daerah irrasional apabila produksi dihentikan. 2. Daerah produksi II Pada daerah ini elastisitas produksi bernilai antara 0 dan 1 (0 < Ep < 1) terletak antara titik X2 dan X3, artinya setiap penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor-faktor
14
produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum sehingga daerah produksi II disebut daerah rasional. 3. Daerah produksi III Pada daerah ini nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol (Ep < 0) artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah ini mencerminkan pemakaian faktor-faktor produksi yang sudah tidak efisien sehingga daerah III disebut juga daerah irrasional. Pendugaan hubungan antara produksi dan faktor-faktor produksi dapat dilakukan menggunakan analisis regresi. Fungsi Cobb-Douglas juga dapat digunakan dalam pendugaan hubungan tersebut, Menurut Soekartawi (1994) secara matematis model tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : Y = aX1b1 X2b2 X3b3.............. Xnbn. eu .....................................(2.1) keterangan : Y
= Variabel dependen
a
= Konstanta regresi
X1...,Xn
= Variabel independen
1....,n
= Koefisien regresi variabel independen ke 1-n
e
= Logaritma natural
u
= Galat atau error Persamaan fungsi Cobb-Douglas tersebut akan diuji menggunakan uji
kriteria statistik untuk mengetahui fakor-faktor yang berpengaruh terhadap kegiatan usaha yang dijalankan. Uji kriteria ekonometrika juga akan dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pelanggaran asumsi pada model. 2.6
Uji Kriteria Statistik
R2 adjusted dapat mengukur proporsi keragaman Y yang dijelaskan oleh model. R2 adjusted mampu menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. R2 adjusted tidak sensitif terhadap penambahan jumlah peubah bebas.
Biasanya R2 adjusted digunakan sebagai pembanding antar model.
Semakin tinggi nilai R2 adjusted maka model semakin baik karena R2 adjusted
15
memiliki karakteristik yang diinginkan sebagai ukuran goodness of fit (Juanda, 2009). Uji F-hitung digunakan untuk menguji model secara keseluruhan atau menguji apakah model sudah mampu menjelaskan keragaman Y, dengan kata lain apakah variabel independen secara bersama-sama dapat menjelaskan variabel dependennya (Juanda, 2009).
Pengujian dilakukan dengan membandingkan
antara nilai kritis F-tabel dengn nilai F-hitung yang terdapat pada hasil analisis. Uji t-hitung dilakukan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel independen (X) dan variabel dependen (Y). Hipotesis yang digunakan untuk melihat perubahan X yang mengakibatkan perubahan Y sebesar k satuan adalah H0 : β > 0 dan H1 : β < 0. Sama seperti uji F-hitung, pada uji t-hitung membandingkan antara nilai kritis t-tabel dengan nilai t-hitung yang terdapat pada hasil analisis. Kriteria penarikan kesimpulan dalam uji ini adalah jika ǀt hit > tα/2, db=n-kǀ atau nilai-p (dari output komputer) lebih kecil dari α maka hipotesis nol ditolak. 2.7
Uji Kriteria Ekonometrika
Pengujian dengan menggunakan kriteria ekonometrika dilakukan untuk mengetahui pelanggaran asumsi Gauss Markov yang digunakan dalam metode OLS (Juanda, 2009). Hal-hal yang dilihat dalam kriteria ekonometrika antara lain adalah multikolinearitas, normalitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. a. Uji Multikolinieritas (Multicolinearity) Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi masalah multikolinearitas, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar variabel-variabel bebas. Multikolinearitas terjadi akibat adanya korelasi yang tinggi di antara peubah bebasnya. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan adanya masalah kolinearitas pada peubah tersebut. Multikolinearitas dapat menyebabkan adanya pelanggaran terhadap asumsi OLS adalah exact multicolinearity (multikolinearitas sempurna). Jika dalam suatu model terdapat multikolinearitas yang sempurna maka akan diperoleh nilai R2 adjusted yang tinggi tetapi tidak ada koefisien variabel bebas yang signifikan.
16
b. Normalitas Salah satu cara mengecek normalitas adalah dengan probabilitas normal. Melalui probability plot of RESI 1 ini masing-masing nilai pengamatan dipasangkan dengan nilai harapan distribusi normal. Normalitas terpenuhi apabila titik-titik data terkumpul disekitar garis lurus, selanjutnya dilakukan analisis dengan Kolmogorov Smirnov (KS). c. Uji Heteroskedastisitas Uji
heteroskedastisitas
adalah
untuk
melihat
apakah
terdapat
ketidaksamaan varians dari residual satu ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah dimana terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Pengujian dilakukan dengan melihat plot antara residu dengan prediksinya. Jika bentuk tebaran plot tersebut menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. d. Uji Autokorelasi Autokorelasi merupakan gangguan pada fungsi regresi yang berupa korelasi diantara faktor gangguan. Ada beberapa prosedur atau cara untuk mengetahui adanya autokorelasi pada suatu model regresi. Uji Durbin-Watson (Uji D-W) merupakan salah satu cara mendeteksi apakah tidak ada autokorelasi yang paling sering digunakan. Uji ini dapat digunakan untuk sembarang sampel, baik besar ataupun kecil, tetapi D-W hanya berhasil baik apabila autokorelasinya berbentuk autokorelasi linier orde pertama, artinya faktor pengganggu et berpengaruh kepada faktor pengganggu et-1 (Firdaus, 2004). Autokorelasi dapat dilihat dengan menggunakan ketentuan sebagai berikut : Tabel 4 Uji Autokorelasi D-W 4-dL < DW < 4 4-dU < DW < 4-dL dU < DW < 4-dU dL < DW < dU 0 < DW < dL Sumber: Juanda, 2009 (Tabel Durbin-Watson)
Kesimpulan Ada autokorelasi negatif Coba uji yang lain Tidak ada autokorelasi Coba uji yang lain Ada autokorelasi positif
17
2.8
Optimalisasi
Soekartawi (2003) menyatakan koefisien regresi (b1) yang terdapat pada fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan elastisitas input (X) terhadap output (Y). Elastisitas produksi digunakan untuk mengetahui seberapa besar perubahan produksi akibat perubahan input (faktor produksi). Elastisitas produksi (Ep) dapat dilihat dari pangkat yang terdapat pada fungsi produksi Cobb-Douglas. Elastisitas produksi (Ep) dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut: Ep =
Karena
i × i .............................................................(2.2)
adalah produk marjinal (MPP), maka Ep tergantung dari i
besarnya MPP suatu input. Elastisitas produksi merupakan perbandingan antara produk marjinal dengan produk rata-rata.
Hal ini dapat dituliskan dengan persamaan sebagai
berikut : Ep=
% i MPP = × %i i APP
...............................(2.3)
Berdasarkan persamaan di atas maka rumus elastisitas produksi dapat dituliskan sebagai berikut : Ep =
MPP APP
= bi ..............................................(2.4)
Kegiatan usaha bertujuan memperoleh keuntungan dengan pendapatan bersih yang maksimum, sehingga pelaku usaha (pembudidaya ikan bandeng) harus mengetahui berapa input-input produksi yang harus digunakan. Misalkan harga input-input produksi diketahui dengan bantuan fungsi produksi kombinasikombinasi input produksi optimum maka perbandingan harga input-input produksi haruslah sama dengan nilai produk marjinal untuk setiap input yang digunakan. Saat produk marjinal lebih besar daripada perbandingan harga dari input-output, MPPxi > Pxi/Py maka penggunaan input produksi tersebut harus dikurangi. Sama halnya jika produk marjinal dan perbandingan harganya sama, ini berarti efisien secara ekonomi (Soekartawi, 2003).
18
Uraian sebelumnya memberitahukan pada titik kombinasi input produksi yang optimum perbandingan harga input-output pada produk marjinal harus sama untuk setiap input produksi yang digunakan. Secara matematis berarti keuntungan dapat dimaksimumkan bila NPM = Px, karena NPM = MPP . Py. Produk marjinal (MPP) merupakan perkalian antara elastisitas produksi (Ep) dengan produksi ratarata (APP). Koefisien regresi (bi) yang terdapat pada fungsi produksi CobbDouglas menunjukkan elastisitas produksi, maka : MPP = Ep . APP............................................................(2.5) 2.9
Analisis Pendapatan Usahatani
Menurut Soekartawi (1995), analisis pendapatan usahatani adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui alokasi sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif apabila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut mengeluarkan output yang melebihi input. Faktor produksi yang diperlukan dalam analisis pendapatan usahatani meliputi lahan, tenaga kerja, modal, jumlah tanggungan keluarga dan tingkat teknologi yang dapat menentukan keberhasilan usahatani. Faktor lain yang juga mampu mempengaruhi keberhasilan usahatani adalah tersedianya sarana transportasi dan komunikasi, aspek-aspek pemasaran hasil dan bahan usahatani (produksi, harga hasil, harga sarana produksi lain, fasilitas kredit dan sarana penyalur hasil). Pengelolaan usahatani meliputi kemampuan petani dalam menentukan dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang bermacammacam seefektif mungkin sehingga produksi pertanian memberikan hasil yang lebih baik. Pengelolaan usahatani bukan hanya menyangkut cara memperoleh hasil semaksimal mungkin dari cabang usahatani yang diusahakan tetapi juga mempertinggi pendapatan dari suatu cabang usahatani. Dalam teori ekonomi pertanian tingkat pendapatan pertanian menjadi fokus dari setiap tujuan aktivitas usahatani, tinggi rendahnya modal usaha akan berpengaruh terhadap produksi yang akhirnya kembali berdampak pada pandapatan petani. Menurut Soekarawi (1995), pendapatan usahatani adalah
19
selisih antara total penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan. Secara matematis pendapatan usahatani diformulasikan sebagai berikut :
π = TR – TC.............................................................(2.6) Keterangan
π
= Pendapatan usahatani
TR = Total Penerimaan TC = Total biaya. 2.10
Skala Usaha ( Return To Scale )
Skala usaha (return to scale) adalah gambaran respon produksi (ouput) terhadap perubahan proporsional dari faktor-faktor produksi yang digunakan (input), respon tersebut yang menggambarkan kegiatan usaha mengikuti kaidah increasing, constant atau decreasing return to scale. Menurut Debertin (1986) ada tiga kemungkinan hubungan antara input dengan tingkat output, yaitu : 1.
Skala usaha dengan hasil yang bertambah (increasing return to scale), yaitu kenaikan satu unit input menyebabkan kenaikan output yang semakin bertambah. Pada kondisi ini, hasil penjumlahan elastisitas produksi dari tiap input lebih besar dari satu (∑bi > 1).
2.
Skala usaha dengan kenaikkan hasil tetap (constan return to scale) yaitu pertambahan satu unit input menyebabkan kenaikan output dengan proporsi yang sama. Pada keadaan ini, hasil penjumlahan elastisitas produksi dari tiap input sama dengan satu (∑bi = 1).
3.
Skala usaha dengan kenaikkan hasil yang berkurang (decreasing return to scale), yaitu penambahan satu unit input menyebabkan output yang semakin berkurang. Pada keadaan ini, hasil penjumlahan elastisitas produksi dari tiap input lebih kecil dari satu (∑bi < 1).
2.11
Teori Ekonomi Basis
Teori ekonomi basis dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan potensi suatu wilayah dengan wilayah lain dan mengetahui hubungan antar sektor-sektor
20
dalam suatu perekonomian. Konsep ekonomi basis berguna untuk menganalisa dan memprediksi perubahan dalam perekonomian regional. Selain itu konsep ekonomi basis juga dapat digunakan untuk mengetahui suatu sektor pembangunan ekonomi dan kegiatan basis, yang dapat melayani pasar ekspor. Menurut Glasson (1997), mengemukakan bahwa perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan mengekspor barang-barang dan jasa-jasa ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atau memasarkan barang dan jasa kepada orangorang yang datang dari luar perbatasan masyarakat yang bersangkutan setelah barang-barang tersebut mampu memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayahnya sendiri. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan yang menyediakan barangbarang yang di butuhkan oleh orang-orang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan ini tidak mengekspor barang-barang jadi, luas lingkup produksi dan daerah pasar mereka yang terutama adalah bersifat lokal. Menurut Glasson (1997), meningkatnya arus jumlah aktivitas ekonomi basis di suatu wilayah akan membentuk arus pendapatan ke wilayah tersebut. Dengan meningkatnya arus pendapatan tersebut mereka akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang dan pelayanan yang dihasilkan oleh sektor bukan basis. Sebaliknya, jika menurunnya aktivitas sektor basis di suatu wilayah maka akan menurunkan tingkat pendapatan dan permintaan terhadap sektor bukan basis. Karena itu sektor basis dapat dijadikan sebagai penggerak utama perubahan peningkatan di sektor non basis dan memiliki nilai multiplier atau pengganda basis terhadap pendapatan suatu wilayah. Kategori basis non basis dapat dilihat dengan dua metode yaitu metode langsung dan tidak langsung. Tapi para pakar ekonomi wilayah lebih memakai metode tidak langsung salah satunya adalah Metode Location Quotient (LQ). Metode Location Quotient (LQ) merupakan suatu alat analisis untuk melihat peranan suatu sektor tertentu dalam suatu wilayah dengan peranan sektor tersebut dalam wilayah yang lebih luas. Teknik Location Quotient (LQ) adalah teknik yang lazim digunakan dalam studi empirik. Kelemahan dalam metode Location Quotient (LQ) adalah
21
kegagalannya untuk menghitung ketidakseragaman permintaan dan produktivitas nasional secara menyeluruh (Glasson, 1997). 2.12
Konsep Multiplier
Nilai multiplier ekonomi merupakan nilai yang menunjukkan sejauh mana pengeluaran petani tambak akan menstimulasi pengeluaran lebih lanjut, sehingga pada akhirnya meningkatkan aktivitas ekonomi di tingkat lokal.
Menurut
terminologi, terdapat tiga efek multiplier, yaitu efek langsung (direct effect), efek tidak langsung (indirect effect) dan efek lanjutan (induced effect). Ketiga efek ini digunakan untuk menghitung ekonomi yang selanjutnya digunakan untuk mengestimasi dampak ekonomi di tingkat lokal. Konsep multiplier dapat dilihat dari jenis dampak secara langsung, tidak langsung, dan dampak lanjutan yang mempengaruhi akibat dari tambahan pengeluaran petani tambak kedalam ekonomi lokal atau ekonomi nasional (META, 2001). Lokal pendapatan Keynesian Multiplier dimana nilai yang dihasilkan dari pengeluaran lebih atau pengurangan dari pengeluaran yang digandakan untuk mengetahui penambahan dan pengurangan pendapatan lokal. Rasio pendapatan multiplier yakni nilai yang diperoleh dari peningkatan dan penurunan pendapatan langsung dari ekonomi lokal yang digandakan untuk memperoleh hasil peningkatan dan penurunan total pendapatan lokal (Cooper et al. 1998). 2.13
Penelitian Terdahulu
Penelitian untuk menganalisis optimasi faktor produksi budidaya udang galah telah dilakukan oleh Suparmono (2007). Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif untuk mengetahui karakteristik wilayah dan usaha, menduga fungsi Cobb-Douglass untuk mengetahui hubungan antara produksi dengan faktor produksi yang digunakan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah ada enam dari tujuh faktor produksi yang diduga berpengaruh nyata terhadap usaha budidaya udang galah. Faktor-faktor tersebut
22
adalah tokolan udang, pupuk urea, pupuk TSP, kapur, pakan dan tenaga kerja musiman. Luas kolam tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Penelitian mengenai analisis usaha budidaya tambak udang windu dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi telah dilakukan oleh Susilo (2007). Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah usaha
pertambakan yang terdapat di Desa Sepatin Kecamatan Anggana Kabupaten Kutai Kartanegara menguntungkan atau tidak. Selain itu juga untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi produksi pada usaha pertambakan di desa tersebut. Hasil yang diperoleh menunjukkan pendapatan usaha budidaya tambak di Desa Sepatin Kabupaten Kutai Kartanegara cukup besar. Usaha budidaya ini dinilai menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dengan analisis rasio keuntungan usahanya. Penelitian ini juga mencari faktor -faktor yang mempengaruhi produksi tambak udang windu dengan menggunakan pendekatan model fungsi produksi CobbDouglas. Faktor-faktor tersebut adalah luas tambak, padat penebaran, jumlah tenaga kerja dan lama usaha secara simultan. Penelitian mengenai optimasi pengelolaan dan pengembangan budidaya ikan kerapu macan pada kelompok sea farming di Pulau Panggang Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu telah dilakukan oleh Ikhsani (2011). Berdasarkan analisis optimasi, faktor produksi yang digunakan dalam usaha ini belum optimal sehingga keuntungan yang diperoleh belum maksimal. Kombinasi penggunaan faktor produksi yang optimal adalah benih sebesar 7,490 kg atau setara dengan 300 ekor, pakan rucah sebesar 1.581,190 kg, tenaga kerja persiapan sebesar 36,880 HOK per musim tanam. Produksi optimal ikan kerapu yang dihasilkan adalah sebesar 460,032 kg. Keuntungan yang diperoleh dari usaha budidaya ikan kerapu macan pada kondisi aktual adalah sebesar Rp 3.993.072,25 per musim tanam, sedangkan keuntungan yang diperoleh pada kondisi optimal adalah sebesar Rp 32.667.853,40 per musim tanam. Keuntungan yang diperoleh pada kondisi optimal tersebut adalah keuntungan dengan survival rate (SR) sebesar 70%.
III
KERANGKA PEMIKIRAN
Pemanfaatan lahan pesisir merupakan salah satu cara untuk membantu masyarakat pesisir mengembangkan taraf hidupnya.
Kondisi kawasan pesisir
yang ada di Desa Tanjung Pasir merupakan kondisi yang baik untuk dilakukannya usaha budidaya tambak ikan bandeng.
Kondisi tersebut mampu mendukung
potensi yang ada di Desa Tanjung Pasir untuk segera dikembangkan agar tercapai keberlanjutan pengelolaan alternatif pemanfaatan lahan pesisir yaitu usaha budidaya tambak ikan bandeng. Uraian pada latar belakang menunjukkan potensi yang ada di Desa Tanjung pasir didukung oleh adanya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan peluang besar bagi kabupaten / kota dan provinsi di wilayah untuk mengelola pesisir dan laut dengan seluruh kekayaan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Sumberdaya lahan pesisir Desa Tanjung Pasir ini ditetapkan menjadi lahan tambak sebagai bentuk pemanfaatannya dengan komoditas unggulannya yaitu ikan bandeng. Pemanfaatan lahan pesisir untuk menghasilkan produksi optimal memerlukan identifikasi mengenai usaha budidaya tambak ikan bandeng itu sendiri dengan metode analisis deskriptif kualitatif. Cara ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu usaha budidaya tambak ikan bandeng di lahan pesisir.
Faktor-faktor tersebut akan diidentifikasi berdasarkan hasil
wawancara dengan responden yaitu petani sewa, kemudian diidentifikasi berdasarkan analisis yang akan dilakukan peneliti.
Analisis deskriptif dapat
digunakan sebagai cara untuk mempermudah komunikasi yang efektif saat melakukan wawancara dengan tiap responden karena kita sudah memiliki pengetahuan tentang usaha budidaya tambak. Tahapan selanjutnya yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam produksi ikan bandeng adalah menggunakan uji statistik. Hal ini dilakukan agar lebih mudah dalam perhitungan dan pengkajian mengenai optimalisasi produksi ikan bandeng untuk memaksimumkan profit selain itu juga untuk mengetahui keakuratan data. Optimalisasi usaha budidaya ikan bandeng dianalisis dengan menggunakan analisis optimalisasi dalam bentuk fungsi Cobb-Douglas. Tiap pembudidaya ikan bandeng di tambak menggunakan
24
faktor-faktor produksi yang berbeda-beda. Hal ini tentu menghasilkan output yang berbeda-beda juga sehingga perlu dicari berapa tingkat faktor-faktor produksi optimal yang digunakan agar dihasilkan output yang optimal. Penggunaan faktor-faktor produksi secara optimal akan menghasilkan produksi ikan bandeng yang optimal sehingga dapat meningkatkan nilai produksi ikan bandeng itu sendiri. Dampak ekonomi usaha budidaya ikan bandeng terhadap perekonomian Kabupaten Tangerang dan masyarakat Desa Tanjung Pasir dapat dikaji dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ) dan analisis multiplier. Analisis ini digunakan untuk memperkirakan pengaruh usaha budidaya ikan bandeng terhadap perekonomian Kabupaten Tangerang dan masyarakat lokal terkait dengan tambak untuk mendukung kesejahteraan ekonomi wilayah Kabupaten Tangerang dan masyarakat Desa Tanjung Pasir. Secara rinci kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
25
Tambak di pesisir Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten Budidaya Ikan Bandeng Belum Optimal
Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng
Identifikasi karakteristik usaha budidaya tambak ikan bandeng
Analisis deskriptif
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng
Identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi ikan bandeng
OLS
Optimalisasi budidaya ikan bandeng
Mengkaji tingkat optimal produksi tambak ikan bandeng
Analisis optimalisasi
Perekonomian Kabupaten Tangerang dan Masyarakat Lokal Mengkaji dampak ekonomi usaha budidaya bandeng terhadap perekonomian Kabupaten Tangerang dan masyarakat lokal
Kondisi aktual Optimalisasi usaha budidaya tambak ikan bandeng
Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng Optimal
Keterangan
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Penelitian : Berkaitan langsung dengan penelitian Tindak lanjut rekomendasi penelitian
Analisis LQ dan analisis Multiplier
IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian
Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten merupakan lokasi yang diambil untuk penelitian ini. Desa Tanjung Pasir terletak di sebelah utara kantor Kecamatan Teluknaga dengan jarak tempuh dari Ibu Kota Kabupaten Tangerang sekitar 47 km. Lokasi penelitian ini dipilih karena Desa Tanjung Pasir merupakan salah satu desa di Kecamatan Teluknaga yang memiliki tambak cukup luas dengan tingkat produksi hasil tambak ikan bandeng yang juga cukup besar. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dan terbagi kedalam beberapa tahap. Tahapan yang pertama yaitu pra penelitian. Pra penelitian merupakan proses pengamatan masalah di lapangan, perumusan masalah, pengembangan kerangka berpikir, hingga penyusunan proposal. Tahapan ini dilaksanakan selama tiga bulan, dimulai pada bulan Maret 2013 sampai bulan Mei 2013. Tahapan pra penelitian akan dilanjutkan dengan proses pengambilan data. Pengambilan data dilaksanakan kurang lebih selama dua minggu, dimulai pada minggu pertama bulan Juni 2013. Tahapan selanjutnya adalah proses pengolahan dan analisis data serta penyusunan skripsi. 4.2
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus yaitu penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik dari keseluruhan personalitas. Subjek penelitian dapat berupa individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat (Nazir,1988). 4.3
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner, wawancara dengan responden, dan pengamatan langsung di lapang.
Data tersebut akan diolah berdasarkan
27
metode yang telah ditentukan sebelumnya.
Data sekunder diperoleh melalui
berbagai sumber data yang relevan berupa buku referensi, laporan kegiatan, sumber pustaka / literatur dari internet, jurnal ilmiah, serta informasi yang bersumber dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan dan instansi pemerintahan lainnya. Tabel 5 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian No 1
2
3
Jenis Data Karakteristik usaha budidaya tambak ikan bandeng, kondisi sumberdaya perikanan tambak, dan data output dan input produksi ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir Karakteristik unit usaha dan tenaga kerja lokal yang terkait dengan usaha budidaya tambak ikan bandeng, data pendapatan dan pengeluaran dari setiap unit usaha dan tenaga kerja lokal di Desa Tanjung Pasir. Data PDRB Kabupaten Tangerang, Pendapatan Kabupaten Tangerang di sektor ikan bandeng, data pendapatan Kecamatan Teluknaga di semua sektor, dan data produksi ikan bandeng di Kecamatan Teluknaga
4.4
Sumber Data Wawancara menggunakan kuesioner dengan responden yaitu petani tambak.
Wawancara menggunakan kuesioner dengan responden yaitu unit usaha dan tenaga kerja lokal.
Badan Pusat Statistik (BPS), BPS Kabupaten Tangerang, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang, Kantor Kecamatan, dan Kantor Kelurahan.
Metode Pengambilan Contoh
Metode pengambilan contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sensus untuk petani tambak dengan populasi 41 orang . Sensus untuk petani tambak dilakukan hanya pada petani penyewa yang merupakan masyarakat lokal. Nilai multiplier effect dapat diketahui dengan mewawancarai unit usaha yang terkait dengan aktivitas budidaya tambak ikan bandeng dengan cara sensus dan tenaga kerja lokal desa Tanjung Pasir dengan metode purposive sampling. Responden yang dipilih menggunakan metode purposive sampling disesuaikan dengan kriteria tertentu, yaitu berdasarkan keterwakilan dari jenis usaha yang berhubungan langsung dengan usaha budidaya ikan bandeng yang banyak di jalani oleh masyarakat Desa Tanjung Pasir. Responden terpilih untuk unit usaha
28
terkait dengan aktivitas budidaya ikan bandeng adalah sebanyak 6 unit usaha dengan cara sensus dan untuk tenaga kerja sebanyak 15 orang dengan cara survei. Responden unit usaha dan tenaga kerja lokal di lokasi penelitian memiliki karakteristik yang relatif homogen, hal ini diketahui dari hasil pra survei yang dilakukan peneliti. 4.5
Metode Analisis
Data yang dikumpulkan akan diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif untuk mengidentifikasi usaha budidaya tambak ikan bandeng, metode kuadrat terkecil menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas untuk menduga faktor-faktor yang berpengaruh, analisis optimalisasi dengan nilai produk marginal untuk menentukan optimalisasi tambak ikan bandeng, analisis Location Quotient (LQ) untuk
mengetahui
kontribusi
usaha
budidaya
ikan
bandeng
terhadap
perekonomian Kabupaten Tangerang dan analisis multiplier untuk mengetahui dampak ekonomi usaha budidaya tambak ikan bandeng terhadap masyarakat lokal. 4.5.1 Analisis Deskriptif Metode analisis data yang digunakan dalam mengidentifikasi karakteristik usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten adalah metode analisis deskriptif. Analisis deskriptif merupakan metode dalam meneliti status kelompok manusia, objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, atau pun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir, 2005). Hal yang terkait dengan usaha budidaya tambak ikan bandeng seperti bagaimana usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung pasir, karakteristik petambak, faktor-faktor pendukung usaha budidaya ikan bandeng akan dijelaskan dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Penjelasan ini dilakukan untuk memberikan gambaran sistematis mengenai fakta-fakta usaha budidaya tambak ikan bandeng.
29
4.5.2 Metode Kuadrat Terkecil Analisis data yang dilakukan dalam Metode Kuadrat Terkecil/OLS (Ordinary Least Square)
menggunakan
fungsi produksi Cobb-Douglas.
Memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi maka disusun suatu persamaan ekonometrika sebagai berikut: Y = b0 X1b1 X2b2 X3b3X4b4X5b5 X6b6 eu ......................................(4.1) Pendugaan fungsi Cobb-Douglas dapat dipermudah dengan cara mengubah
persamaan
kedalam
bentuk
linier
berganda
dengan
cara
melogaritmakan persamaan tersebut. Bentuk fungsi Cobb-Douglas dapat ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan linier berganda sebagai berikut : Ln Y = Ln b0 + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 Ln X3 + b4 Ln X4 + b5 Ln X5 + ε............(4.2)
keterangan : Y
= Output/hasil ikan bandeng (kg)
X1
= Bibit (kg)
X2
= Pakan (kg)
X3
= Pupuk (kg)
X4
= Tenaga kerja pemeliharaan (HOK)
X5
= Luas lahan (ha)
b0
= Konstanta regresi
b1-b5
= Koefisien regresi
ε
= Galat atau error 4.5.3 Elastisitas Produksi Elastisitas produksi digunakan untuk mengetahui seberapa besar
perubahan produksi akibat perubahan input (faktor produksi). Nilai elastisitas produksi (Ep) dapat diketahui dengan melihat koefisien regresi (bi) pada fungsi produksi Cobb-Douglas. Elastisitas produksi (Ep) dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut : Ep = keterangan
MPP APP
: MPP = Produk marginal APP = Produk rata-rata
= bi ................................................ (4.3)
30
bi
= Koefisien regresi dari input ke-i (i= 1,2,.......,5) 4.5.4 Analisis Optimasi
Doll dan Orazem (1984) menerangkan bahwa usaha akan mencapai optimal jika tercapai keuntungan maksimum. Syarat untuk mencapai keuntungan maksimum adalah turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masingmasing faktor produksi sama dengan nol. π
= TR – TC
π
= (Py.Y) – (∑Pxi.Xi) ..................................................(4.4)
Keterangan : π
= Keuntungan (Rp)
Pxi
= Harga faktor produksi ke-i (Rp)
Xi
= Jumlah faktor produksi ke-i (i=1,2,....,5)
Py
= Harga per unit produksi (Rp)
Y
= Produksi (kg)
Oleh karena itu, untuk memenuhi syarat tercapainya keuntungan maksimum, maka turunan pertama dari fungsi keuntungan adalah: 𝛥𝜋 𝛥𝑥
= Py.
𝛥𝑦
– Px = 0
𝛥𝑥
Py. MPPx
= Px
Py.Ep.APP
= Px
Py.bi.
𝑦
= Px
𝑥
NPMxi
= Px..............................................(4.5)
Sehingga nilai produk marginal (NPM) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : NPMxi = bi
. Py........................................... (4.6) i
Keterangan : NPMxi = nilai produk marjinal input ke-i (Rp) bi
= koefisien regresi dari input ke-i (i = 1,2,........,5)
Y
= produksi (kg)
Xi
= input ke-i (i = 1,2,......,5)
Py
= harga persatuan produksi (Rp)
31
Dari persamaan MPP dan NPM diatas, maka dapat diketahui input optimal (Xi*) dengan menggunakan rumus : Xi* = keterangan : Xi*
bi.Py. Px i ................................................. (4.7)
= input optimal ke-i (i =1,2,.......,5)
= produksi (output) rata-rata (kg)
bi
= koefisien regresi dari input ke-i (i = 1,2,......,5) 4.5.5 Analisis Pendapatan Usaha
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya (Soekartawi, 1995), jadi : π = TR –TC..................................................... (4.8) keterangan : π = Pendapatan (Keuntungan) (Rp) TR = Total Penerimaan (Rp) TC = Total Biaya (Rp) Penerimaan Usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut: TR = Y. Py....................................................... (4.9) keterangan : TR = Total Penerimaan (Rp) Y
= Produksi yang Diperoleh dalam Suatu Usaha (kg)
Py = Harga Y (Rp) Biaya dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : TC = ∑ Xi. Pxi................................................. (4.10) keterangan : TC = Total Biaya (Rp) Xi
= Jumlah Input
Pxi
= Harga Input (Rp) 4.5.6 Skala Usaha (Return To Scale)
Skala usaha perlu diperhitungkan untuk mengetahui apakah usaha yang diteliti mengikuti kaidah increasing, constant, decreasing return to scale. Nilai
32
skala usaha diketahui dengan menjumlahkan koefisien regresi yang terdapat pada fungsi produksi Cobb-Douglas (Debertin, 1986), dan dapat ditulis sebagai berikut: RTS ( Return to scale) = b1 + b2 + b3 + b4 + b5 ...............(4.11) Keterangan : b1- b5 = Koefisien regresi Increasing return to scale, jika RTS > 1 Constant return to scale, jika RTS = 1 Decreasing return to scale, jika RTS < 1
4.5.7 Analisis Location Quotient (LQ) LQ adalah suatu indeks untuk mengukur tingkat spesialisasi (relatif) suatu sektor atau subsektor ekonomi suatu wilayah tertentu. Pengertian relatif disini diartikan sebagai tingkat perbandingan suatu wilayah dengan wilayah yang lebih luas (wilayah referensinya), dimana wilayah yang diamati merupakan bagian dari wilayah yang lebih luas tersebut. Misalnya ukuran konsentrasi dari satu sektor atau subsektor di suatu kabupaten/kota dibandingkan dengan sektor atau subsektor tersebut untuk tingkat provinsinya.
Rumus indeks konsentrasi untuk tingkat
pendapatan adalah sebagai berikut : Si
LQ = S Ni..........................................................(4.12) N
keterangan : LQ = Besarnya kuasi lokasi suatu sektor ekonomi S i = Pendapatan sektor perikanan bandeng di Kecamatan Teluknaga S
= Pendapatan sektor perikanan bandeng di Kabupaten Tangerang
Ni = Total pendapatan di Kecamatan Teluknaga N = Total pendapatan di Kabupaten Tangerang Apabila LQ > 1 menunjukkan bahwa sektor perikanan bandeng termasuk sektor basis, artinya sektor tersebut mempunyai peran ekspor di wilayah Kecamatan Teluknaga.
Apabila LQ = 1 artinya peranan sektor tersebut di
Kecamatan Teluknaga itu setara dengan peranan sektor tersebut di Kabupaten Tangerang. Apabila LQ < 1 menunjukkan bahwa sektor perikanan bandeng termasuk bukan sektor basis, artinya sektor tersebut tidak mempunyai peran
33
ekspor di wilayah Kecamatan Teluknaga justru akan mendatangkan impor dari wilayah lain. 4.5.8 Analisis Multiplier Dampak ekonomi ini diukur dengan menggunakan efek pengganda (multiplier) dari arus uang yang terjadi. Dampak ekonomi aktivitas budidaya ikan bandeng terhadap masyarakat lokal dapat diukur dengan dua tipe pengganda, yaitu: 1.
Keynesian Local Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukan berapa besar pengeluaran petani tambak berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal.
2.
Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukan seberapa besar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran petani tambak yang berdampak terhadap perekonomian lokal. Pengganda ini mengukur dampak tidak langsung (indirect) dan lanjutan (induced). Ratio Income Multiplier Tipe I menggambarkan nilai dampak tidak langsung dari pengeluaran petani tambak, sedangkan Ratio Income Multiplier Tipe II merupakan ukuran dari dampak lanjutan. Secara matematis dirumuskan : Keynesian Local Income Multiplier =
D+N+U E
Ratio Income Multiplier, Tipe I
=
D+N
Ratio Income Multiplier, Tipe II
=
D+N+U
D
.................................. (4.13)
...................................... (4.14)
D
.................................. (4.15)
keterangan : E : tambahan pengeluaran petani tambak (Rp) D : pendapatan lokal yang diperoleh secara langsung dari E (Rp) N : pendapatan lokal yang diperoleh secara tidak langsung dari E (Rp) U : pendapatan lokal yang diperoleh secara induced dari E (Rp) 4.6 1.
Batasan Penelitian
Siklus produksi adalah waktu yang dibutuhkan dalam satu kali masa penebaran sampai masa panen. Satu siklus produksi dalam usaha budidaya ikan bandeng ini adalah 4-5 bulan.
34
2.
Faktor produksi adalah segala sesuatu yang dapat mempengaruhi output (produksi ikan bandeng). Faktor produksi yang diduga dapat mempengaruhi produksi ikan bandeng adalah luas tambak (ha), bibit (kg), jumlah pakan (kg), tenaga kerja pemeliharaan (HOK) dan pupuk (kg)
3.
Produksi adalah berat total ikan bandeng yang dihasilkan dalam satu musim (kg).
4.
Pakan adalah makanan yang dibutuhkan ikan berasal dari luar perairan dalam bentuk pelet (kg)
5.
Tenaga Kerja adalah jumlah orang yang diperlukan dalam satu siklus produksi, diukur dalam Hari Orang Kerja (HOK).
6.
Luas Tambak Ikan Bandeng adalah tempat yang digunakan untuk usaha budidaya pembesaran ikan bandeng diukur dalam satuan ha.
7.
Tebaran bibit adalah padat penebaran bibit di dalam tambak (kg)
8.
Petani Tambak adalah orang yang bekerja sebagai pembudidaya ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir.
9.
Dampak ekonomi yang dihitung merupakan dampak ekonomi yang dirasakan masyarakat lokal akibat adanya aktivitas budidaya ikan bandeng.
10. Unit usaha dan tenaga kerja lokal yang menjadi responden adalah masyarakat lokal di Desa Tanjung Pasir yang bergerak di sektor budidaya ikan bandeng. 11. Kontribusi usaha budidaya tambak ikan bandeng Kecamatan Teluknaga terhadap perekonomian Kabupaten Tangerang dilihat dari perannya sebagai sektor basis atau non basis.
35
V
GAMBARAN UMUM WILAYAH
5.1
Kondisi Wilayah Desa Tanjung pasir
Desa Tanjung Pasir terletak di pesisir pantai utara jawa memiliki luas 570 ha. Daerah ini merupakan daerah dataran rendah yang memiliki topografi landai, datar dengan ketinggian 1 meter di atas permukaan laut (dpl) dan kemiringan 02%. Dataran dengan tingkat kemiringan 0-2% merupakan lahan yang potensial untuk pengembangan seluruh jenis fungsi kegiatan yang berbasis pesisir. 5.1.1 Luas Wilayah dan Administrasi Desa Tanjung Pasir merupakan salah satu desa di Kecamatan Teluknaga dimana
masyarakatnya
mayoritas
bermata pencaharian sebagai
nelayan
tradisional. Desa Tanjung Pasir merupakan pemekaran wilayah yang dahulunya masih bersatu dengan Tegalangus. Pemekaran wilayah terjadi pada tahun 1984. Wilayah Desa Tanjung Pasir termasuk strategis karena terletak diantara Kota Tangerang dan Jakarta. Letak Geografis Desa Tanjung Pasir yaitu 106 o 20’106o 43’ Bujur Timur dan 6 o 00 - 6o 20’ Lintang Selatan.
Menurut BPS
Kabupaten Tangerang (2010), Desa Tanjung Pasir mempunyai luas 5,642 Km2 (sekitar 570 ha) dengan rincian penggunaan yakni untuk sawah sebesar 73 ha dan darat 175 ha, serta lahan tambak seluas 322 ha. Batas wilayah Desa Tanjung Pasir: Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa Sebelah timur berbatasan dengan Desa Muara Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tegalangus Sebelah barat berbatasan dengan Desa Tanjung Burung Desa Tanjung Pasir terletak disebelah utara Kantor Kecamatan Teluknaga dengan jarak tempuh 6,9 Km dan mempunyai unsur pembantu pemerintah terbawah terdiri dari 6 Kepala Dusun, 14 Rukun Warga dan 34 Rukun Tetangga. Jarak tempuh dari pusat pemerintahan desa dengan pemerintah diatasnya secara berjenjang sebagai berikut : Jarak dari kantor Kec. Teluknaga
: 6,9 km
36
Jarak dari Ibu Kota Kabupaten Tangerang
: 54 km
Jarak dari Ibu Kota Provinsi Banten
: 102 km
Desa Tanjung Pasir memiliki unsur pembantu pemerintah terbawah terdiri dari 6 kemandoran/dukuh yaitu Kemandoran 1, Kemandoran 2, Kemandoran 3, Kemandoran 4, Kemandoran 5, dan Kemandoran 6. Tiap wilayah kemandoran rata-rata terdiri dari 2 Rukun Warga, kecuali di Kemandoran 3 yang terdiri dari 4 (empat) Rukun Warga. Total jumlah Rukun Warga (RW) di Desa Tanjung Pasir adalah 14 RW dan 34 RT. 5.1.2 Kondisi Perairan Kondisi perairan laut di Wilayah Kabupaten Tangerang dipengaruhi oleh musim, karakter fisik oseanografis dan pasokan air tawar dari sungai-sungai yang bermuara. Keadaan laut pada waktu survei relatif moderat yaitu dengan tinggi gelombang berkisar antara ±0,2 – 1,0 m, arus dominan ke arah tenggara dengan kecepatan sedang (15-30 cm/detik). Salinitas air berkisar antara 27-29 ppt di daerah pinggir dan semakin meningkat ke tengah hingga 33 ppt di titik terjauh dari perairan wilayah. Komponen pendukung kesuburan yaitu Nitrat-N cukup tinggi di daerah pinggir (± 40 ppm) dan semakin ke tengah menurun (±25 ppm). Demikian pula polanya untuk parameter-parameter kekeruhan dan COD, kekeruhan daerah pinggir cukup tinggi (125 NTU) sebagai akibat dari keruhnya air sungai yang masuk ke laut dan juga karena pengadukan air laut pada zona pecahnya ombak dan daerah surf-zone. Secara umum kondisi suhu lapisan permukaan laut di perairan laut dipengaruhi oleh musim, seperti pada musim timur (Juni-Agustus) suhu muka laut relatif lebih tinggi dibandingkan dengan musim barat (Desember-Februari). Variasi suhu laut berkisar antara 28,5 – 28,8 oC. Perairan laut Desa Tanjung Pasir memiliki tipe pasut tunggal, dimana dalam satu hari terjadi satu kali air surut. Arus di perairan terbuka sepanjang pantai domain merupakan hasil dari pembangkitan angin. Arus bergerak ke barat mulai Bulan Mei- Oktober. Sebaliknya arus bergerak ke timur pada Bulan Januari dan Februari.
37
5.1.3 Karakteristik Masyarakat Desa Tanjung Pasir Jumlah penduduk Desa Tanjung Pasir sampai dengan Bulan Maret tahun 2012 tercatat sebanyak 4.220 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 1.853 KK. Secara rinci klasifikasi penduduk dijelaskan pada Tabel 6 sebagai berikut : Tabel 6 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur Tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kelompok Umur ( Tahun ) 0–4 5–9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 >55 Jumlah
Jumlah (Orang) 669 914 665 452 345 231 237 122 145 119 143 178 4.220
Sumber : Profil Desa Tanjung Pasir, 2012
Jumlah penduduk usia 15 – 54 tahun sebanyak 1.794 jiwa dan penduduk usia 0 – 14 tahun dan 54 tahun keatas sebanyak 2.426 jiwa. Dibandingkan antara luas wilayah daratan dengan jumlah penduduk mencapai 4.220 jiwa, maka kepadatan penduduk di Desa Tanjung Pasir tergolong tidak terlalu padat. Penduduk Desa Tanjung Pasir berpendidikan tamat SD sampai tamat akademi, namun sebagian besar masyarakat Desa Tanjung Pasir hanya menamatkan pendidikan SD yaitu sebesar 3.789 jiwa diikuti dengan tamatan SMP sebanyak 1.653 jiwa, tamatan SMA sebanyak 954 jiwa, tamat akademi sebanyak 41 jiwa serta tidak tamat SD dan juga tidak sekolah sebanyak 243 jiwa dan 145 jiwa. Jumlah penduduk Desa Tanjung Pasir berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 7 berikut :
38
Tabel 7 Tingkat pendidikan masyarakat Desa Tanjung Pasir Tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6
Tingkat pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat SD SD SMP SMA Akademi
Jumlah (Orang) 145 243 3.789 1.653 954 41
Sumber : Profil Desa Tanjung Pasir, 2012
Perekonomian Desa Tanjung Pasir yang pada umumnya bersumber dari penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan sebanyak 2.331 jiwa, pedagang sebanyak 1.213 jiwa, petani sebanyak 176 , buruh/swasta sebanyak 65 jiwa, selebihnya merupakan penjahit, pedagang, peternak, montir, dan lain-lain sehingga rata-rata kondisi ekonominya sangat rendah. Ekonomi masyarakat Tanjung Pasir perlu ditingkatkan melalui upaya ekonomi produktif setiap individu. Secara lebih jelas mata pencaharian masyarakat Desa Tanjung Pasir dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Mata pencaharian masyarakat Desa Tanjung Pasir Tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Mata Pencaharian Petani Pengusaha TNI/Polri Pengemudi Becak Pengemudi Bajaj Sopir Dokter/Bidan Montir Pengrajin Peternak Tukang Kayu Tukang Batu Penjahit Pedagang PNS Buruh/Swasta Nelayan
Sumber : Profil Desa Tanjung Pasir, 2012
Jumlah (Orang) 176 8 6 43 0 30 6 25 5 6 42 62 24 1.213 15 65 2.331
39
5.2
Gambaran Umum Usaha Budidaya
Produksi usaha budidaya tambak menyumbang 56,9% dari total seluruh produksi usaha budidaya di Kabupaten Tangerang pada tahun 2010 yaitu sekitar 9.370,5 ton dari total produksi tambak 16.468 ton. Secara rinci kontribusi produksi usaha budidaya tambak terhadap total produksi usaha budidaya di Kabupaten Tangerang dapat dilihat pada Tabel 6 berikut : Tabel 9 Produksi budidaya per jenis usaha di Kabupaten Tangerang Tahun 2011 No 1 2 3 4
Usaha Budidaya Tambak Kolam Jaring Apung Laut Jumlah
Produksi (ton) 12.214,88 5.747,70 1.417,90 2.624,40 14.173,81
Sumber : BPS Kabupaten Tangerang, 2012
Budidaya tambak yang ada di Kabupaten Tangerang hanya terdapat dibeberapa kecamatan, yaitu Kecamatan Kronjo, Mekar Baru, Mauk, Kemiri, Pakuhaji, Teluknaga dan Kosambi. Luas lahan tambak tujuh Kecamatan di Kabupaten Tangerang dapat dilihat pada Tabel 10 berikut : Tabel 10 Luas lahan tambak tujuh kecamatan di Kabupaten Tangerang Tahun 2011 No Kecamatan Luas Tambak (Ha) 1 Kronjo 1.071,6 2 Teluknaga 875,2 3 Mauk 596,0 4 Pakuhaji 504,4 5 Kosambi 450.8 6 Kemiri 426,8 7 Mekar Baru 191,0 Jumlah 4.115,9 Sumber : BPS Kabupaten Tangerang, 2012
Berdasarkan Tabel 10, Kecamatan Teluknaga memiliki luas tambak kedua terluas setelah Kecamatan Kronjo. Desa Tanjung Pasir menjadi salah satu desa pesisir di Kecamatan Teluknaga yang memiliki luas tambak ikan bandeng paling luas dan menyumbangkan produksi tambak ikan bandeng cukup besar diantara
40
desa-desa yang memiliki tambak ikan bandeng di KecamatanTeluknaga maupun di Kecamatan Kronjo. Usaha budidaya yang menjadi unggulan di Desa Tanjung Pasir ialah ikan bandeng. Awalnya usaha budidaya udang juga merupakan usaha unggulan yang terdapat di desa ini, namun lama kelamaan karena terjadinya pencemaran laut yang cukup parah maka udang tidak lagi tumbuh optimal.
Akhirnya petani
tambak memutuskan untuk membudidayakan ikan bandeng yang sifatnya tidak rentan terhadap perubahan lingkungan. Letak tambak di Desa Tanjung pasir menjadikan tambak yang ada di Desa Tanjung Pasir tergolong tambak biasa. Tambak biasa adalah kelompok tambak yang airnya merupakan campuran antara air tawar dan air laut yang berasal dari pasang surut air laut. Berdasarkan klasifikasi sistem budidaya yang digunakan, tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir menggunakan sistem tambak tradisional dengan padat penebaran rata-rata 5300 ekor per hektar.
VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Identifikasi Karakteristik Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Desa Tanjung Pasir 6.1.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Tambak 6.1.1.1 Usia Tingkat usia responden petani tambak bervariasi mulai dari usia 32 sampai dengan 57 tahun. Sebaran usia petani tambak dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Karakteristik petani tambak berdasarkan tingkat usia No
Usia (Tahun)
Jumlah (Orang)
1 2 3 4 5
32 – 36 37 – 41 42 – 46 47 – 51 52 – 57
3 15 15 5 3
Persentase (%) 7 37 37 12 7
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Sebaran usia petani tambak berada pada usia 42-46 tahun yaitu sebesar 37%, usia 37 – 41 tahun sebesar 37%, usia 47-51 tahun sebesar 12% dan usia >32 tahun sebesar 14%. Hal ini dikarenakan mayoritas petani tambak menjadikan kegiatan budidaya sebagai mata pencaharian utama sehingga banyak dari mereka yang melakukan kegiatan ini pada usia produkif. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.12 Tahun 2012, usia produktif berkisar 15-64 tahun. 6.1.1.2 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan formal yang dijalani oleh responden petani tambak bervariasi.
Tingkat pendidikan formal dalam penelitian ini dibagi menjadi 5
kelompok, yaitu kelompok tidak bersekolah, kelompok SD, kelompok SMP, kelompok SMA dan Diploma tiga. Sebagian besar responden petani tambak telah menjalani pendidikan formal sampai tingkat SD dengan persentase 46%, selanjutnya 15% petani tambak menjalani pendidikan formal sampai tingkat SMP dan 2% petani tambak menjalani pendidikan formal sampai tingkat SMA. Persentase jumlah petani tambak yang tidak bersekolah sebanyak 32% dan
42
persentase petani tambak yang berhasil menjalani pendidikan di jenjang Diploma tiga sebesar 5%. Perbandingan tingkat pendidikan responden disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12 Karakeristik petani tambak berdasarkan tingkat pendidikan No
Tingkat Pendidikan
Jumlah (Orang)
1 2 3 4 5
Tidak Sekolah SD SMP SMA D3
13 19 6 1 2
Persentase (%) 32 46 15 2 5
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Sebagian besar petani tambak banyak yang tidak bersekolah atau hanya menjalani pendidikan formalnya sampai tingkat SD, baik itu sampai selesai atau harus putus sekolah. Hal ini disebabkan karena sebagian besar petani tambak berasal dari keluarga kurang mampu yang pada dasarnya tidak ada paksaan dari keluarga untuk bersekolah di jenjang yang lebih tinggi. 6.1.1.3
Status Pekerjaan Petani Tambak
Sebagian besar petani tambak di Desa Tanjung menjadikan usaha budidaya tambak ikan bandeng yang mereka jalani sebagai mata pencarian utama dan menggantungkan hidup mereka pada usaha budidaya tambak ikan bandeng tersebut. Petani tambak yang menjadikan usaha budidaya ikan bandeng sebagai pekerjaan utama pasti mencurahkan segala waktunya untuk kegiatan tersebut sehingga perhatian terhadap usaha budidaya tambak ikan bandeng menjadi hal pokok bagi mereka. Tidak semua petani tambak menjadikan usaha ini sebagai mata pencarian utama, karena ada sebagian kecil dari petani tambak yang memiliki pekerjaan di luar budidaya ikan bandeng sehingga kegiatan usaha ini tidak menjadi perhatian khusus bagi mereka. Hal ini berpengaruh kearah fokus atau tidaknya petani tambak terhadap usaha budidaya ikan bandeng, sehingga dapat mempengaruhi produksi dan juga pendapatan dari petani tambak tersebut. Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui responden petani tambak dan juga pemerintah Desa Tanjung Pasir, status pekerjaan petani tambak sudah menjadi suatu hal yang bersifat turun temurun. Hal ini menyebabkan usaha
43
budidaya tambak ikan bandeng menjadi mata pencarian utama bagi petani tambak yang sudah menjadi tradisi turun temurun dari keluarga petani tambak. 6.1.1.4 Lama Usaha Petani Tambak Pengalaman atau lama usaha merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dari kegiatan budidaya tambak bandeng di Desa Tanjung Pasir. Proses budidaya yang baik akan menjadi lebih baik apabila petani tambak memiliki pengalaman atau lama usaha yang lebih. Sebaran lama usaha petani tambak ikan bandeng dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Karakteristik petani tambak berdasarkan lama usaha No 1 2 3
Lama Usaha (Tahun) 0 – 10 11 – 25 26 – 30
Jumlah (Orang) 10 22 9
Persentase (%) 24 54 22
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa 54% petani tambak telah menjalani usaha budidaya tambak ikan bandeng mulai dari 11 – 25 tahun, 24% petani tambak telah menjalani usaha budidaya tambak ikan bandeng mulai dari 0 – 10 tahun dan 22% petani tambak telah menjalani usaha budidaya tambaknya mulai dari 26 – 30 tahun. Dominan lama usaha yang dijalani masyarakat adalah 11-25 tahun, hal ini dikarenakan pekerjaan menjadi petani tambak merupakan tradisi turun temurun yang sudah lama diterapkan di Desa Tanjung Pasir sehingga petambak Desa Tanjung Pasir tergolong sangat berpengalaman. 6.1.2 Karakteristik Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng Usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir memiliki beberapa karakteristik yang mendukung proses budidaya tambak ikan bandeng. Karakteristik tersebut seperti jumlah dan status kepemilikan tambak, teknologi budidaya sampai proses budidaya. 6.1.2.1 Jumlah dan Status Kepemilikan Tambak Desa Tanjung Pasir memiliki tambak pembesaran ikan bandeng yang dikelola oleh masyarakat lokal seluas 183,15 hektar. Sebenarnya Desa Tanjung
44
Pasir memiliki tambak ikan bandeng seluas 322 hektar, namun tambak tersebut tidak semuanya dikelola oleh masyarakat lokal melainkan dikelola oleh perusahaan dan juga masyarakat di luar Desa Tanjung pasir. Berdasarkan hasil wawancara melalui kuesioner dengan 41 responden, status kepemilikan tambak yang ada di Desa Tanjung Pasir dimiliki oleh pendatang atau orang di luar masyarakat Desa Tanjung Pasir. Masyarakat Desa Tanjung Pasir hanya sebagai pengelola tambak dengan status kepemilikan sewa. 6.1.2.2 Teknologi Budidaya Hasil wawancara pada saat penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden petani tambak menyatakan sistem budidaya yang mereka terapkan adalah sistem budidaya tradisional. Sebagian kecil pembudidaya ada juga yang menyatakan bahwa sistem budidaya yang mereka terapkan adalah sistem budidaya semi intensif. Berdasarkan literatur dengan tetap memperhatikan kondisi daerah penelitian, sistem budidaya yang digunakan di Desa Tanjung Pasir merupakan sistem budidaya semi intensif (Murtidjo, 2002). Dikatakan sistem semi intensif karena penggunaan pakan tambahan pabrik (pelet), pupuk dan juga obat untuk memaksimalkan keuntungan petani tambak. 6.1.2.3
Proses Budidaya
Proses budidaya tambak dapat berjalan dengan baik dan memperoleh hasil optimal
apabila
pengelolaan terhadap
tambak
dilakukan dengan
baik.
Pengelolaan tambak meliputi pengolahan lahan dengan pemberian unsur tambahan serta pengaturan pengairan lahan. Pengolahan lahan dilakukan dengan cara melakukan pengeringan lahan tambak dan pembalikan lahan.
Hal ini
bertujuan menaikkan lumpur-lumpur yang ada di lahan tambak, menutup lubanglubang kecil yang akan menjadi pintu masuk hewan pengganggu serta menghilangkan bahan organik yang merugikan. Pengolahan lahan tambak ini dilakukan setelah proses panen selesai. Proses ini membutuhkan tenaga kerja sewa yang dibayar sesuai dengan luas lahan garapan, untuk 1 hektar luas lahan petani tambak mengeluarkan biaya sebesar Rp.1.000.000. Tenaga kerja yang
45
digunakan oleh petani tambak dalam persiapan lahan tidak menentu jumlahnya, tergantung luas lahan yang akan digarap. Selanjutnya setelah proses pengeringan tambak selesai maka dilakukan pemupukan dan pemberian obat pada lahan. Tujuan pemupukan adalah untuk merangsang pertumbuhan pakan alami, sedangkan tujuan pemberian obat adalah untuk mematikan hewan sisa-sisa panen seperti hama pemangsa yaitu kadal dan ikan liar, dan hama pesaing seperti kepiting dan siput agar tidak menganggu pada saat proses pemeliharaan ikan bandeng dilakukan. Pupuk yang digunakan petani tambak Desa Tanjung Pasir dalam merangsang pertumbuhan pakan alami adalah pupuk jenis mesh, sedangkan obat yang digunakan adalah obat dengan jenis saponin. Selain penggunaan pakan alami sebagai pakan ikan bandeng, petani tambak juga menggunakan pakan pabrik yaitu pelet untuk membantu proses pertumbuhan bibit ikan bandeng. Diperlukan pakan buatan pabrik untuk mempercepat pertumbuhan bandeng dengan standar nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh optimal dengan kadar protein minimal 25 - 28 %. Makanan untuk ikan bandeng mulai usia diatas 9 minggu yang memenuhi syarat adalah bentuk crumbles dan pelet (Murtidjo, 2002). Bahan pakan yang baik adalah bahan pakan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta tidak mengandung racun yang dapat membahayakan bagi yang mengkonsumsinya (Darmono, 1993). Benih ikan bandeng dikenal dengan nama nener. Namun petani tambak Desa Tanjung Pasir tidak menggunakan nener dalam proses pembesaran ikan bandeng. Petani tambak menggunakan bibit ikan bandeng yang sudah memiliki berat 20-25 gram dengan ukuran 6-7 cm dan 11-12 cm atau sering disebut gelondongan.
Penebaran bibit ikan bandeng rata-rata di Desa Tanjung pasir
adalah 5.300 ekor/hektar/musim panen atau setara dengan 132 kg. Penebaran bibit ikan bandeng tergantung pada modal yang dimiliki petani tambak. Penebaran bibit ikan bandeng dilakukan setelah proses pengeringan dan pengairan lahan dilakukan. Proses pemanenan pada usaha budidaya ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir dilakukan selama dua kali dalam satu tahun, dengan rata-rata hasil panen 1.115,24 kg/hektar/musim panen. Proses pemanenan dilakukan pada saat pagi
46
hari tepat saat ikan bandeng dalam keadaan lapar, karena apabila ikan dipanen pada keadaan setelah diberi pakan maka hasil panen ikan bandeng akan lebih cepat membusuk. Proses pemanenan pada usaha budidaya ikan bandeng membutuhkan tenaga bantuan panen dan juga alat panen yang sudah disediakan oleh tenaga kerja panen. Jumlah tenaga kerja panen biasanya disesuaikan dengan jumlah ikan bandeng yang akan dipanen, biasanya untuk satu hektar lahan tambak digunakan 3 tenaga kerja panen. Tenaga kerja panen ini merupakan tenaga kerja borongan bukan tenaga kerja harian. Gaji tenaga kerja panen disesuaikan dengan jumlah hasil panen, untuk 1 kg ikan bandeng maka tenaga kerja panen mendapatkan upah sebesar Rp.1.000. Setelah proses panen maka kegiatan budidaya dilanjutkan pada proses pemasaran. Hasil panen ikan bandeng yang ada di Desa Tanjung Pasir dipasarkan ke tempat pelelangan ikan yang berada di Kecamatan Pakuhaji, jarak antara tambak ikan bandeng yang ada di Tanjung Pasir dengan tempat pelelangan ikan cukup jauh sehingga dibutuhkan sarana transportasi untuk menuju tempat tersebut. Petani tambak menggunakan jasa pengangkutan seperti ojek dan juga mobil pengangkut panen yang ada di tempat penyewaan pengangkutan panen. Biasanya petani tambak menggunakan alat angkutan sesuai dengan jumlah panen yang mereka dapat, untuk pengangkutan menggunakan motor petani tambak harus mengeluarkan biaya sebesar Rp.50.000 untuk satu kali angkut sedangkan apabila menggunakan mobil, petani tambak mengeluarkan biaya sebesar Rp.250.000 untuk satu kali angkut. Kapasitas pengangkutan dengan menggunakan motor adalah 150 kg untuk satu kali angkut dan dengan menggunakan mobil adalah 500 kg untuk satu kali angkut. 6.1.3 Karakteristik Unit Usaha Terkait Ikut serta masyarakat lokal dalam usaha budidaya ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir sangat dibutuhkan untuk mendorong usaha budidaya tersebut ke arah yang lebih maju dan juga mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat. Hal ini mendorong masyarakat untuk turut serta dalam kegiatan budidaya dan mengharapkan manfaat dari adanya kegiatan usaha budidaya tambak ikan bandeng. Berdasarkan pengamatan dan informasi yang didapat, ada
47
enam unit usaha yang terdapat di Desa Tanjung Pasir. Responden unit usaha tersebut merupakan masyarakat asli/lokal Desa Tanjung Pasir dengan rentang usia 30 – 57 tahun. Unit usaha yang merasakan dampak dari adanya tambak ikan bandeng diantaranya, sebanyak 4 responden memiliki usaha penjualan bibit ikan bandeng dan 2 responden memiliki usaha pengangkutan panen. Penerimaan yang berhasil diperoleh pemilik usaha berkisar Rp.3.750.000 – Rp.26.625.000 per bulan dengan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.3.600.000 – Rp.11.158.000 per bulan. Berdasarkan penerimaan dan total biaya tersebut maka dapat diketahui berapa pendapatan yang diperoleh para pemilik usaha dari setiap unit usaha yang dijalani dalam sebulan sebagai berikut : Tabel 14 Total pendapatan unit usaha terkait di kawasan budidaya ikan bandeng per bulan Jenis Unit Total Total Biaya per Total Usaha Penerimaan per Bulan (Rp) Pendapatan per Bulan (Rp) Bulan (Rp) Penjualan bibit 26.625.000 11.158.000 15.467.000 ikan bandeng Sewa angkutan 3.750.000 3.500.000 250.000 panen Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Berdasarkan Tabel 14 dijelaskan rata-rata pendapatan per bulan unit usaha terkait keberadaan usaha budidaya tambak ikan bandeng, untuk usaha penjualan bibit ikan bandeng diperoleh pendapatan sebesar Rp.15.467.000 per bulan. Usaha sewa angkutan panen memperoleh pendapatan lebih sedikit yaitu sebesar Rp.250.000 per bulan, hal ini karena biaya yang dibutuhkan cukup besar dan hampir mendekati penerimaan total. Rincian Tabel 14 sudah mampu menjelaskan bahwa usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir sudah memberikan dampak ekonomi berupa pendapatan bagi pemilik usaha yang merupakan masyarakat lokal Desa Tanjung Pasir.
6.1.4 Karakteristik Tenaga Kerja Lokal Keterlibatan masyarakat lokal sebagai tenaga kerja sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan usaha budidaya tambak ikan bandeng dalam hal
48
pelaksanaannya, mulai dari persiapan lahan pasca panen sampai ke distribusi hasil panen. Hal ini merupakan bentuk pemberdayaan masyarakat lokal dalam sektor ekonomi yang nantinya akan sangat membantu masyarakat lokal dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir merupakan masyarakat lokal Desa Tanjung pasir. Sebanyak 40% responden tenaga kerja lokal menyatakan telah bekerja di sektor budidaya ikan bandeng antara 6 -15 tahun, 33% responden telah bekerja selama lebih dari 15 tahun dan 27 % responden menyatakan telah bekerja di sektor ikan bandeng antara 2 – 5 tahun. Sebaran lama bekerja responden tenaga kerja lokal dapat dilihat pada Tabel 15, sebagai berikut : Tabel 15 Sebaran lama bekerja responden tenaga kerja lokal No Lama Bekerja (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 2–5 4 27 2 6 – 15 6 40 3 >15 5 33 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Sebagian dari tenaga kerja yang menjadi responden menyatakan tidak menjadikan pekerjaannya sebagai mata pencaharian utama namun pekerjaan di sektor budidaya ikan bandeng sudah menjadi keseharian mereka. Seluruh responden menyatakan bahwa mereka memperoleh manfaat dari adanya usaha budidaya tambak ikan bandeng berupa peningkatan pendapatan. Usaha budidaya ikan bandeng ini tidak bisa dipisahkan dengan peranan masyarakat lokal dalam hal keterlibatan mereka. Tenaga kerja lokal yang ada di Desa Tanjung pasir diantaranya adalah tenaga kerja persiapan tambak, tenaga kerja pemeliharaan tambak yang biasanya bekerja harian, dan tenaga kerja panen. Tenaga kerja persiapan atau sering disebut dengan pembodem dan juga tenaga kerja panen merupakan tenaga kerja yang disewa oleh petani tambak. Pendapatan per bulan tenaga kerja persiapan berkisar Rp.400.000 – Rp.450.000, sedangkan tenaga kerja pemeliharaan berkisar Rp.600.000 – Rp.1.200.000 dan tenaga kerja panen berkisar Rp.400.000 – Rp.520.000 per bulan. Jam kerja tenaga kerja panen dan persiapan tidak lebih dari 6 jam dengan hari kerja selama lebih kurang 3 hari dalam 1 minggu
49
sedangkan tenaga kerja pemeliharaan memiliki jam kerja 7 – 8 jam dalam 1 hari dan bekerja setiap hari karena merupakan tenaga kerja harian. 6.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Desa Tanjung Pasir Faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menduga fungsi produksi
ikan bandeng adalah bibit (X1), pakan (X2), pupuk (X3), tenaga kerja pemeliharaan (X4), dan luas lahan (X5). Pedugaan parameter menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square). Pengujian parameter dilakukan pada taraf nyata α 5 persen. Model faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir diduga dengan persamaan berikut : LnY = Ln a + b1LnX1 + b2LnX2 + b3LnX3 + b4LnX4 + b5LnX5 + ε.................(6.1) Berdasarkan hasil analisis regresi variabel bebas dan jumlah produksi ikan bandeng, dihasilkan persamaan regresi sebagai berikut : Ln Y = 1,98 + 0,487 LnX1 + 0,279 LnX2 + 0,031 LnX3 + 0,144 LnX4 + 0,105 LnX5.............................................................................................(6.2)
Keterangan : Y = Jumlah produksi ikan bandeng (kg) X1= Bibit (kg) X2= Pakan (kg) X3= Pupuk (kg) X4= Tenaga kerja pemeliharaan (HOK) X5= Luas Lahan (ha) ε = galat atau error Berdasarkan uji statistik dapat dinyatakan bahwa model yang dihasilkan telah memenuhi kriteria. Hasil pendugaan parameter fungsi produksi bandeng menghasilkan R-sq adjusted sebesar 81,8%. Hal ini menunjukkan bahwa 81,8% variabel peubah bebas dapat menjelaskan variabel tidak bebas pada taraf nyata 5%, sedangkan sebanyak 18,2% dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Uji F dilakukan untuk menguji model secara keseluruhan sehingga dapat diketahui pengaruh seluruh variabel bebas terhadap produksi ikan bandeng. Nilai Fhitung sebesar 37,00 dan P-value 0,000 lebih kecil dari taraf nyata (α=5%) menunjukkan
50
bahwa variabel-variabel bebas dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi ikan bandeng. Faktor- faktor yng mempengaruhi produksi ikan bandeng terdapat pada Tabel 16. Tabel 16 Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng Variabel Konstanta Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5
Koefisien regresi 1,980 0,487 0,279 0,031 0,144 0,105
R-Sq 84,1% R-Sq (adj) 81,8% *** α(0,01) ** α(0,05) Analysis of variance Source DF Regression 5 Residual error 35 Total 40 Durbin Watson 1,78574 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Standar d eror 0,4571 0,1073 0,0698 0,0352 0,0701 0,0275
Nilai t hitung 4,33 4,54 3,99 0,89 2,05 3,81
Peluang
SS 1,62114 0,30672 1,92786
MS 0,3242 0,0087
F 37,00
0,000*** 0,000*** 0,000*** 0,380 0,048** 0,001***
VIF
1,9 1,9 1,3 1,7 1,3
P 0,000
Secara rinci hasil regresi dengan menggunakan minitab disajikan dalam Lampiran 2. Hasil uji asumsi klasik dapat dilihat di bawah ini : a)
Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada
hubungan linear sempurna antar peubah bebas dalam model. Pengujiannya dapat dilihat dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) , apabila nilai VIF tidak lebih besar dari 10 maka dapat disimpulkan tidak ada multikolinearitas. Tabel menunjukkan bahwa nilai VIF variabel bebas (X1,X2,X3,X4,X5) masingmasing adalah 1,9; 1,9; 1,3; 1,7; 1,3. Hal ini berarti penduga model tidak menunjukkan adanya multikolinearitas. b)
Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas dalam model mengakibatkan varian dan koefisien-
koefisien variabel bebas tidak lagi minimum dan menjadi tidak efisien lagi meskipun penaksir OLS tetap tidak bias dan masih konsisten. Model regresi diharapkan memenuhi asumsi homoskedastisitas atau ragam sisaan dari variabel bebas homogen. Model regresi dikatakan memenuhi asumsi homoskedastisitas jika sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentu dan titik-
51
titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Gambar pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa plot antara residual dengan fitted value menunjukkan tidak adanya pola yang terbentuk. Kesimpulannya adalah tidak adanya heteroskedastisitas dalam persamaan regresi yang diperoleh. c)
Autokorelasi Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antar anggota serangkaian
observasi menurut waktu. Model regresi yang baik adalah bebas autokorelasi. Uji autokorelasi memastikan tidak adanya gangguan pada fungsi regresi linier, yaitu jika antar sisaan tidak bebas. Pendeteksian autokorelasi dilakukan menggunakan statistik uji Durbin-Watson. Tabel 16 menunjukkan nilai D-W 1,78574. Berdasarkan metode pendeteksian autokorelasi menggunakan Tabel D-W dalam Juanda (2009), nilai D-W hasil regresi tidak mengalami masalah autokorelasi karena du < 1,78574 < 4-du. Nilai du adalah 1,77 dan nilai 4-du adalah 3,77. d)
Normalitas Uji normalitas untuk model fungsi produksi ikan bandeng berdasarkan
Lampiran 2 mengenai rata-rata, standar deviasi dan jumlah pengamatan dengan nilai masing-masing -2,33959E-15; 0,08757, dan 41. Hasil statistik KolmogorovSmirnov (KS) adalah 0,097 dengan p-value diatas 15%. Kesimpulan hasil uji kenormalan residual adalah residul pada model yang dibuat telah mengikuti distribusi normal. Asumsi kenormalan sudah terpenuhi sehingga model regresi dapat digunakan. Model Cobb-Douglas digunakan untuk mencari fungsi produksi terbaik dan menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi ikan bandeng. Elastisitas produksi (EP) setiap variabel bebas diketahui dari koefisien regresi (b i) yang juga merupakan perbandingan antara produk marjinal (PM) dengan produk rata-rata (PR) dari masing-masing variabel bebas pada fungsi produksi CobbDouglas. Penjumlahan dari nilai koefisien regresi dapat digunakan untuk menduga skala usaha dan elastisitas produksi usaha ikan bandeng. Berdasarkan penjumlahan dari koefisien regresi yaitu 0,487 + 0,279 + 0,031 + 0,144 + 0,105 dihasilkan nilai return to scale (RTS) sebesar 1,046. Hal ini menyebabkan usaha budidaya ikan bandeng berada pada kondisi increasing return to scale (IRTS) karena Return to scale (RTS) >1 yang artinya apabila input-input produksi
52
dinaikkan secara bersama-sama sebesar 1 % maka akan menyebabkan kenaikan output sebesar 1,046 %. Hal ini juga menyebabkan usaha budidaya tersebut berada pada daerah irrasional (EP >1) sehingga usaha budidaya bandeng masih dapat ditingkatkan sampai berada pada daerah rasional (0≤ EP ≤ 1) sehingga akan menjadi optimal. Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi produksi ikan bandeng adalah sebagai berikut : a)
Bibit Tebaran bibit merupakan jumlah bibit yang ditebar per hektar tambak.
Rata-rata jumlah tebaran bibit untuk 1 hektar lahan tambak adalah 124,865 kg atau setara dengan 5.250 ekor bibit ikan bandeng. Bibit memiliki hubungan positif terhadap produksi tambak dan berpengaruh nyata terhadap hasil dengan nilai P sebesar 0,000 artinya bibit penebaran signifikan pada taraf nyata 1% artinya peningkatan jumlah bibit dalam proses produksi dapat meningkatkan produksi ikan bandeng. Elastisitas produksi untuk variabel bibit adalah 0,487 %, artinya setiap penambahan jumlah penggunaan bibit
sebesar 1%
maka akan
meningkatkan produksi sebesar 0,487%. Nilai elastisitas variabel bibit menunjukkan bahwa variabel bibit berada pada daerah rasional (0 ≤ Ex1 ≤ 1) dengan PM < PR, dimana peningkatan jumlah bibit dapat meningkatkan produksi hingga mencapai keuntungan maksimum, namun besarnya peningkatan akan semakin berkurang. Penggunaan bibit berpengaruh nyata karena semakin banyak penggunaan bibit maka produksi ikan bandeng akan semakin meningkat. b)
Pakan Penggunaan pakan memiliki hubungan positif terhadap produksi ikan
bandeng. Rata-rata penggunaan pakan pada usaha budidaya ikan bandeng adalah 1.002,199 kg/ha. Variabel pakan berpengaruh nyata terhadap produksi pada taraf nyata 1%, artinya peningkatan jumlah pakan dalam proses produksi dapat meningkatkan produksi ikan bandeng. Elastisitas produksi untuk variabel pakan adalah 0,279 %.
Nilai elastisitas 0,279 menunjukkan bahwa variabel pakan
berada pada daerah rasional (0 ≤ Ex2 ≤ 1) dengan PM < PR, dimana peningkatan jumlah pakan dapat meningkatkan produksi hingga mencapai keuntungan maksimal, namun besarnya peningkatan akan semakin menurun. Pakan
53
berpengaruh nyata karena pemberian pakan yang cukup akan membantu pertumbuhan ikan bandeng sehingga akan meningkatkan produksi ikan bandeng. c)
Pupuk Pupuk berpengaruh positif terhadap peningkatan produksi ikan bandeng.
Variabel pupuk ini tidak berpengaruh nyata terhadap produksi pada taraf nyata 5%, artinya peningkatan penggunaan pupuk dalam proses produksi tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan produksi ikan bandeng karena pada kenyataannya ketersediaan pakan alami di lahan tambak sudah cukup banyak. Nilai elastisitas 0,031 menunjukkan bahwa variabel pupuk berada pada daerah rasional (0 ≤ Ex3 ≤ 1) dengan PM < PR. Hal ini menunjukkan peningkatan pupuk dapat meningkatkan produksi hingga mencapai keuntungan maksimum, namun besarnya peningkatan akan semakin berkurang. d)
Tenaga Kerja Pemeliharaan Tenaga kerja pemeliharaan berpengaruh positif terhadap peningkatan
produksi ikan bandeng. Variabel tenaga kerja berpengaruh nyata pada taraf nyata 5%, artinya peningkatan waktu yang dibutuhkan tenaga kerja dalam proses produksi dapat meningkatkan produksi ikan bandeng. Elastisitas produksi untuk variabel tenaga kerja pemeliharaan adalah 0,144%, artinya setiap penambahan waktu yang dibutuhkan tenaga kerja sebesar 1%, maka akan meningkatkan produksi sebesar 0,144%. Nilai elastisitas 0,144 menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja pemeliharaan berada pada daerah rasional ( 0 ≤ Ex4 ≤ 1) dengan PM < PR, dimana peningkatan waktu yang dibutuhkan tenaga kerja pemeliharaan dapat meningkatkan produksi hingga mencapai keuntungan maksimum. Rata-rata jumlah HOK yang digunakan dalam proses produksi ikan bandeng adalah 31,124 HOK. Penggunaan tenaga kerja pemeliharaan berpengaruh nyata terhadap produksi karena semakin besar jumlah HOK maka proses produksi semakin berjalan dengan baik dan produksi ikan bandeng semakin meningkat. e)
Luas Tambak Luas tambak berpengaruh positif terhadap peningkatan produksi
ikan
bandeng. Variabel luas lahan berpengaruh nyata pada taraf nyata 5%, artinya peningkatan luas lahan tambak dalam proses produksi dapat meningkatkan produksi ikan bandeng. Elastisitas produksi untuk variabel luas lahan adalah
54
sebesar 0,105%, artinya setiap penambahan luas lahan sebesar 1% akan menambah produksi ikan bandeng sebesar 0,105%. Nilai elastisitas 0,105 menunjukkan bahwa variabel luas lahan berada pada daerah rasional (0 ≤ Ex5 ≤ 1) dengan PM < PR. Rata-rata luas lahan yang digunakan adalah 4,5 ha. Petani tambak sebenarnya dapat memperluas lahan tambaknya, namun hal ini tidak memungkinkan karena dapat meningkatkan biaya produksi dan keuntungan menjadi tidak maksimal. 6.3
Analisis Optimasi
Optimasi merupakan penggunaan tingkat faktor produksi yang dapat memaksimumkan keuntungan dari penggunaan sumberdaya. Tingkat optimal dari penggunaan faktor produksi dapat
dijelaskan melalui fungsi produksi.
Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat kondisi optimalisasi produksi ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir, dimana produksi rata-rata sebesar 1.115,249 kg/ha/musim panen dan harga produk adalah Rp. 17.500/kg.
Penggunaan faktor-faktor
produksi dalam usaha budidaya ikan bandeng belum mencapai kondisi optimal. Rasio antara Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Biaya Keluaran Marjinal (BKM) tidak sama dengan satu. Faktor produksi luas memiliki nilai rasio antara NPMBKM lebih kecil dari satu, sedangkan untuk bibit, pakan, pupuk, dan tenaga kerja pemeliharaan memiliki rasio NPM-BKM lebih besar dari satu. Tabel 17 Rasio nilai produksi marjinal dengan biaya korbanan marjinal dari produksi usaha budidaya ikan bandeng Desa Tanjung Pasir Variabel Rata-Rata Koefisien NPM BKM NPM/ Input / Ha BKM Bibit (kg) 124,865 0,487 76.166,339 18.200 4,162 Pakan (kg) 1.002,199 0,279 5.428,927 4.700 1,155 Pupuk (kg) 77,008 0,031 7.928,268 2.600 3,049 Tk.Pemeliharaan (HOK) 31,124 0,144 90.114,567 30.000 3,009 Luas (ha) 4,500 0,104 454.349,108 1.739.000 0,261 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Rasio NPM-BKM dari bibit adalah 4,162 artinya penggunaan bibit masih dapat ditingkatkan sebesar 4,162 kalinya dari bibit aktual untuk mencapai kondisi optimal. Bibit memiliki NPM sebesar 76.166,339 artinya bahwa penambahan 1 kg
55
bibit akan meningkatkan penerimaan petani tambak sebesar Rp. 76.166,339 dengan biaya tambahan yang harus dikeluarkan adalah Rp. 18.200. Faktor produksi pakan memiliki NPM sebesar 5.428,927 artinya bahwa penambahan 1 kg pakan akan meningkatkan penerimaan petani tambak sebesar Rp.5.428,927 dengan biaya tambahan yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp.4.700. Rasio NPM-BKM pakan sebesar 1,155 artinya penggunaan pakan dalam usaha budidaya ikan bandeng masih dapat ditingkatkan 1,155 kalinya dari pakan aktual untuk mencapai kondisi optimal. Rasio NPM-BKM dari pupuk adalah 3,049 artinya penggunaan pupuk masih dapat ditingkatkan sebesar 3,049 kalinya dari pupuk aktual untuk mencapai kondisi optimal.
Pupuk memiliki NPM sebesar 7.928,268 artinya bahwa
penambahan 1 kg pupuk akan meningkatkan penerimaan petani tambak sebesar Rp. 7.928,268 dengan biaya tambahan yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp. 2.600. Faktor produksi Tenaga Kerja Pemeliharaan memiliki NPM sebesar 90.114,567 artinya bahwa penambahan 1 HOK tenaga kerja pemeliharaan akan meningkatkan penerimaan petani tambak sebesar Rp. 90.114,567 dengan biaya tambahan yang dikeluarkan sebesar Rp. 30.000. Rasio NPM-BKM dari tenaga kerja pemeliharaan adalah 3,009 artinya penggunaan tenaga kerja pemeliharaan masih dapat ditingkatkan sebesar 3,009 kalinya dari tenaga kerja pemeliharaaan aktual untuk mencapai kondisi optimal. Rasio NPM-BKM dari luas lahan adalah 0,261. Angka ini menunjukkan bahwa perlunya pengurangan dalam penggunaan luas lahan sebesar 0,261 kalinya dari penggunaan lahan aktual agar tercapai kondisi optimal. Pengurangan dalam penggunaan luas lahan dinilai optimal karena luas lahan tambak yang ada terlalu luas sehingga meningkatkan biaya - biaya produksi. Makna dari pengurangan luas lahan ini adalah membagi lahan yang sudah ada menjadi petakan - petakan lahan yang lebih kecil. NPM luas lahan sebesar 454.349,108.
Hal ini menyatakan
bahwa setiap penambahan 1 hektar lahan hanya akan meningkatkan pendapatan petani tambak sebesar Rp. 454.349,108 dengan biaya tambahan sebesar Rp. 1.739.000.
56
Kondisi optimal dapat dilihat pada Tabel 18. Berdasarkan Tabel 18, diperoleh rata-rata bibit aktual sebesar 124,865 kg/ha, penggunaan bibit belum optimal sehingga perlu ditingkatkan menjadi 519,699 kg/ha per musim tanam. Jumlah rata-rata pakan yang digunakan pada kondisi aktual sebesar 1.002,199 kg/ha, penggunaan pakan belum optimal sehingga ditingkatkan menjadi 1.157,632 kg/ha per musim tanam. Rata-rata penggunaan pupuk yang digunakan adalah 77,008 kg/ha per musim tanam.
Penggunaan pupuk belum optimal sehingga
ditingkatkan menjadi 234,801 kg/ha per musim tanam. Jumlah rata-rata TK pemeliharaan yang digunakan adalah 31,124 HOK per musim tanam. Penggunaan TK belum optimal sehingga ditingkatkan menjadi 93,491 HOK. Rata- rata luas lahan adalah 4,5 ha, penggunaan luas lahan belum optimal. Berdasarkan perhitungan maka luas lahan optimal adalah 3,3 ha. Tabel 18 Perbandingan kondisi input optimal dan aktual dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas Variabel Koefisien Optimal Aktual Output (kg) 2.525,326 1.115,249 Bibit (kg) 0,487 519,699 124,865 Pakan (kg) 0,279 1.157,632 1.002,199 Pupuk (kg) 0,031 234,801 77,008 TK.Pemeliharaan 0,144 93,491 31,124 (HOK) Luas (ha) 0,104 1,200 4,500 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Keuntungan merupakan selisih dari total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Penerimaan total diperoleh dari hasil perkalian jumlah output yang dihasilkan dengan harga per satuan output tersebut. Biaya total dihasilkan dari penjumlahan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses
produksi.
Perbandingan antara keuntungan pada kondisi optimal dengan kondisi aktual ditunjukkan pada Tabel 19. Tabel 19.
Perbandingan keuntungan pada kondisi optimal dengan aktual budidaya ikan bandeng per musim panen Kondisi Komponen Aktual Optimal Perubahan Biaya Total (Rp) Penerimaan Total (Rp) Keuntungan (Rp)
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
15.493.578 19.516.800 4.023.222
24.972.383 44.193.205 19.220.822
9.478.805 24.676.405 15.197.600
57
Berdasarkan Tabel 19, diperoleh total penerimaan pada kondisi aktual sebesar Rp.19.516.800 dan biaya total sebesar Rp. 15.493.578, sehingga diperoleh keuntungan pada kondisi aktual sebesar Rp. 4.023.222. Penerimaan total pada kondisi optimal sebesar Rp. 44.193.205 dan biaya total sebesar Rp.24.972.383, sehingga diperoleh keuntungan pada kondisi optimal sebesar Rp.19.220.822. Keuntungan pada kondisi optimal jauh lebih besar dibandingkan dengan keuntungan pada kondisi aktual, ceteris paribus. Hal ini dikarenakan pada saat kondisi optimal diperoleh produksi dengan jumlah yang lebih besar sehingga petani tambak disarankan untuk berproduksi pada kondisi optimal. Hasil perhitungan secara lengkap disajikan pada Lampiran 3-7. 6.4
Analisis Kontribusi Sektor Perikanan Bandeng di Kecamatan Teluknaga Terhadap Perekonomian Kabupaten Tangerang (Analisis Location Quotient)
Desa Tanjung Pasir merupakan salah satu desa yang memiliki produksi ikan bandeng terbesar di Kecamatan Teluknaga setelah Desa Tanjung Burung dan Desa Muara. Desa Tanjung Pasir dapat menyumbang hampir 500 ton pertahunnya untuk perkembangan sektor perikanan bandeng di Kecamatan Teluknaga (Profil Desa Tanjung Pasir, 2013). Kontribusi Desa Tanjung Pasir mengantarkan Kecamatan Teluknaga untuk memberikan kontribusinya terhadap perikanan bandeng di Kabupaten Tangerang. Sektor-sektor basis ini di analisis menggunakan metode Location Quotient, yaitu suatu indikator sederhana yang menunjukkan sebagian besar kekuatan atau besar kecilnya peranan suatu sektor dalam suatu daerah dibandingkan dengan peranan sektor yang sama di daerah lain. Indikator pembangunan daerah menyebutkan bahwa sektor disebuah daerah yang mempunyai LQ lebih dari satu merupakan sektor kuat, sehingga daerah yang bersangkutan merupakan pengekspor produk sektor tertentu ke daerah lain (Azis, 1994). Sebagian besar kontribusi pendapatan di sektor pertanian Kecamatan Teluknaga di dominasi oleh kontribusi sub sektor perikanan yang menyumbang sebagian besar PDRB berdasarkan harga berlaku Kecamatan Teluknaga (Lampiran 8) untuk sektor pertanian. Hal ini menyebabkan sektor pertanian di
58
Kecamatan Teluknaga tergolong kedalam sektor basis. Hal ini secara rinci dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20
Nilai location quotient Kecamatan Teluknaga terhadap Kabupaten Tangerang 2007-2011 No Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010 2011 1 Pertanian 3,62 3,02 2,95 3,03 3,09 2 Pertambangan dan penggalian 0,08 0,08 0,07 0,07 0,07 3 Industri pengolahan 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 4 Listrik, gas dan air minum 0,54 0,52 0,51 0,51 0,54 5 Bangunan/konstruksi 2,18 1,61 2,02 1,85 1,72 6 Perdagangan, hotel dan restoran 3,99 3,88 3,46 3,27 3,15 7 Pengangkutan dan komunikasi 1,71 1,65 1,61 1,55 1,61 8 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 1,07 0,96 0,92 0,88 0,88 9 Jasa jasa 3,68 3,38 3,32 3,19 3,15
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Berdasarkan Tabel 20 diatas dapat dilihat bahwa sektor pertanian dari tahun 2007 -2011 merupakan sektor
basis di Kecamatan Teluknaga karena
memiliki nilai LQ lebih besar dari satu. Sub sektor perikanan menjadi sub sektor penyumbang PDRB terbesar di sektor pertanian Kecamatan Teluknaga. Salah satu komoditas perikanan yang menyumbangan pendapatan di Kecamatan Teluknaga adalah komoditas budidaya tambak yaitu ikan bandeng. Kontribusi Kecamatan Teluknaga terhadap Kabupaten Tangerang di sektor pertanian ini tidak luput dari peran serta sub sektor perikanan khususnya perikanan bandeng yang sebagian besar berasal dari Desa Tanjung Pasir sebagai desa yang memproduksi ikan bandeng paling besar di Kecamatan Teluknaga. Budidaya tambak ikan bandeng di Kecamatan Teluknaga merupakan sektor basis karena memiliki nilai LQ lebih besar dari satu. Nilai LQ sub sub sektor perikanan bandeng di Desa Tanjung Pasir tahun 2007-2011 berturut-turut adalah 32,39; 31,54; 29,28; 20,39 dan 20,40. Nilai tersebut terhitung tinggi, tingginya LQ tersebut dipengaruhi oleh keunggulan Kecamatan Teluknaga dalam produksi perikanan khususnya ikan bandeng sedangkan produksi ikan bandeng di Kabupaten Tangerang masih tergolong sedikit. Secara rinci nilai LQ sektor
59
perikanan bandeng di Kecamatan Teluknaga dapat dilihat pada Tabel 21, sebagai berikut : Tabel 21 Nilai Location Quotient Perikanan Bandeng di Kecamatan Teluknaga 2007-2011 Pendapatan Ikan Bandeng
Pendapatan Total
Tahun
Kecamatan Teluknaga (juta rupiah) (Si)
Kabupaten Tangerang (juta rupiah) (Ni)
Kecamatan Teluknaga (juta rupiah) (S)
Kabupaten Tangerang (Juta Rupiah) (N)
Si/Ni
S/N
LQ
2007 2008 2009 2010
4.924,400 7.250,287 7.885,185 9.355,720
20.401,60 29.921,55 34.480,95 57.531,10
189.400,7 218.470,5 241.249,0 277.530,4
25.412.268,8 28.437.349,1 30.884.647,8 34.802.038,1
0,0260 0,0332 0,0327 0,0337
0,0008 0,0011 0,0011 0,0017
32,39 31,54 29,28 20,39
2011 14.533,050 88.912,50 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
320.441,4
39.993.018,8
0,0454
0,0022
20,40
Hal tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan Teluknaga merupakan produsen (penghasil ikan bandeng) yang cukup besar dan hal inilah yang menyebabkan sumbangan perikanan bandeng terhadap PDRB Kecamatan Teluknaga
menjadi dominan sehingga
memberikan kontribusi
terhadap
perekonomian Kabupaten Tangerang. Perikanan bandeng merupakan sektor basis yang artinya sektor ikan bandeng merupakan sektor yang mampu mencukupi kebutuhan ikan bandeng di wilayah Kecamatan Teluknaga, dan mampu memberikan kontribusi terhadap kebutuhan ikan bandeng di luar wilayah Kecamatan Teluknaga khususnya Kabupaten Tangerang. 6.5
Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng terhadap Masyarakat Lokal
6.5.1 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng Budidaya ikan bandeng akan memberikan dampak terhadap masyarakat sekitar lokasi budidaya. Salah satu dampak yang paling dirasakan adalah dampak ekonomi usaha budidaya tersebut terhadap masyarakat lokal. Dampak ekonomi dapat berupa dampak ekonomi langsung (direct), yaitu munculnya lapangan kerja baru bagi masyarakat,baik profesi sebagai tenaga kerja pemeliharaan, tenaga kerja persiapan dan tenaga kerja panen serta profesi lain yang sesuai dengan
60
kemampuan dan modal masyarakat yang bisa dimanfaatkan oleh petani tambak untuk memperoleh keperluan tambaknya. Hal demikian akan membuka kesempatan bagi masyarakat sekitar dalam meningkatkan perekonomian keluarga. Selain dampak langsung ada juga dampak lain yang muncul yaitu dampak tidak langsung (indirect impact) dan dampak lanjutan (induced impact). Dampak ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan budidaya ikan bandeng pada dasarnya dilihat dari keseluruhan pengeluaran petani tambak untuk pembelian kebutuhan tambak. 6.5.1.1 Dampak Ekonomi Langsung (Direct Impact) Berdasarkan sebaran responden petani tambak di kawasan budidaya ikan bandeng Desa Tanjung Pasir menurut pengeluaran petani tambak setahun terakhir, biaya pembelian pakan memiliki proporsi terbesar dari struktur pengeluaran petani tambak sebesar 37,24%. Hal ini disebabkan karena pakan memiliki harga yang paling mahal karena pakan merupakan hasil buatan pabrik. Biaya pembelian bibit bandeng juga memiliki proporsi yang cukup besar yaitu sebesar 18,30 % . Hal ini disebabkan karena penggunaan bibit juga membutuhkan biaya yang besar. Hasil analisis secara rinci disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Total proporsi struktur pengeluaran petani tambak Komponen Biaya Pembelian Bibit Bandeng Pembelian Pakan Pembelian Obat Pembelian Pupuk Upah Tenaga Kerja harian Persiapan tambak Sewa tenaga kerja panen Perawatan alat Transportasi Sewa lahan Jumlah
Proporsi (%) 18,30 37,24 1,77 1,59 6,97 7,92 8,84 0,63 2,95 13,78 100,00
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Proporsi pengeluaran petani tambak terkait dengan unit usaha dan fasilitas yang tersedia dilokasi budidaya ikan bandeng.
Pengeluaran rata-rata petani
tambak untuk setiap hektar tambak adalah sebesar Rp.12.620.240.
Hal ini
61
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti biaya-biaya faktor produksi yang dikeluarkan oleh petani tambak. Tabel 22 menunjukkan komponen pengeluaran petani tambak dalam satu kali musim panen ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir sebesar Rp.2.311.396.956.
Besarnya pengeluaran petani tambak per musim
didasarkan pada jumlah tambak yang mengalami panen dalam satu kali musim panen, yaitu sebanyak 183,15 ha jika diasumsikan semua tambak berproduksi. Besarnya arus uang tersebut menunjukkan besar dampak ekonomi yang ditimbulkan dari pengeluaran petani untuk keperluan tambak mereka. Tabel 23 Komponen pengeluaran petani tambak per musim panen ikan bandeng Keterangan Proporsi Pengeluaran pembudidaya di Desa Tanjung Pasir (%) Proporsi biaya di luar lokasi budidaya ikan (%) Rata-rata pengeluaran pembudidaya (Rp/ha) Jumlah tambak per musim panen (ha) Pengeluaran pembudidaya (Rp)
Jumlah 100 0 12.620.240 183,15 2.311.396.956
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Keberadaan lokasi tambak ikan bandeng membuka peluang usaha bagi masyarakat lokal untuk membuka usaha yang berkaitan dengan kebutuhan petani tambak selama proses budidaya berlangsung. Penerimaan yang diterima unit usaha merupakan pengeluaran dari petani tambak yang kemudian digunakan unit usaha yang berhubungan dengan budidaya tambak untuk menjalankan aktivitas usaha mereka. Komponen biaya utama yang dikeluarkan unit usaha adalah biaya pembelian input atau bahan baku. Secara dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Proporsi pendapatan dan biaya produksi terhadap penerimaan total unit usaha terkait di lokasi budidaya ikan bandeng Komponen Proporsi (%) Pendapatan pemilik 62,63 Kebutuhan pangan harian 5,97 Pembelian input/bahan baku 14,24 Upah tenaga kerja 15,92 Perizinan 0,58 Transportasi 0,22 Biaya pemeliharaan alat 0,44 Jumlah 100,00 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
62
Berdasarkan Tabel 24, pendapatan pemilik usaha memiliki proporsi paling besar yaitu 62,63% . Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan budidaya ikan bandeng telah memberikan dampak ekonomi secara langsung terhadap perekonomian Desa Tanjung Pasir khususnya pemilik usaha. Dampak tidak langsung dalam hal ini merupakan pendapatan yang diterima unit usaha dari pengeluaran petani tambak. 6.5.1.2 Dampak Ekonomi Tidak Langsung (Indirect Effect) Saat ini jumlah unit usaha bidang perikanan yang dijalani oleh masyarakat lokal di Desa Tanjung Pasir masih terbilang sedikit, karena sebagian besar usaha yang terkait budidaya ikan bandeng dijalani oleh masyarakat diluar Desa Tanjung Pasir. Peluang kerja terbesar yang tercipta dari kegiatan budidaya ikan bandeng ini adalah saat musim panen tiba, namun tetap memberi dampak bagi tenaga kerja pada hari-hari biasa. Sebagian besar tenaga kerja bekerja setiap hari, namun dengan jam kerja yang hanya sebentar. Rata –rata jam kerja tenaga kerja lokal adalah setengah hari diluar musim panen. Saat musim panen tiba, jam kerja meningkat sesuai dengan kebutuhan saat panen. Dampak ekonomi tidak langsung dihitung dari proporsi pengeluaran unit usaha yang dikeluarkan untuk gaji tenaga kerjanya. Proporsi untuk gaji tenaga kerja yaitu 15,92 %, nilai ini tidak terlalu besar karena tenaga kerja lokal tersebut tidak memiliki jam kerja yang tetap, sehingga gaji yang diberikan akan disesuaikan dengan jam kerja mereka. 6.5.1.3 Dampak Ekonomi Lanjutan (Induced Impact) Dampak lanjutan dapat diartikan sebagai suatu pengeluaran yang dilakukan oleh tenaga kerja lokal di Desa Tanjung Pasir. Dampak lanjutan dapat juga berupa pengeluaran sehari-hari yang dikeluarkan oleh tenaga kerja lokal. Pengeluaran untuk konsumsi sebesar 66,7% merupakan pengeluaran yang memiliki proporsi paling besar yang dikeluarkan oleh sebagian besar tenaga kerja dari total seluruh pengeluaran. Proporsi selanjutnya yaitu pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari yaitu sebesar 25,2%, pengeluaran ini sudah termasuk
63
pengeluaran untuk transportasi dari tenaga kerja lokal. Proporsi rata-rata pengeluaran tenaga kerja lokal dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25
Proporsi pengeluaran tenaga kerja lokal di lokasi budidaya ikan bandeng Pengeluaran Proporsi (%) Biaya Konsumsi 66,7 Biaya Kebutuhan Sehari-hari 6,7 Biaya Pendidikan Anak 1,5 Biaya Listrik 25,2 Jumlah 100,0
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
6.5.2 Nilai Multiplier Effect dari Pengeluaran Petani Tambak Dampak ekonomi suatu kegiatan dapat dilihat dari dua tipe pengganda (Amanda,2001), yaitu Keynesian Local Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan berapa besar pengeluaran petani tambak berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal, dan Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan berapa besar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran petani tambak yang berdampak pada perekonomian lokal. Hasil perhitungan multiplier effect penelitian ini dijelaskan pada Tabel 26 dan lebih rinci lagi dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel 26
Nilai multiplier effect dari arus uang yang terjadi di lokasi budidaya ikan bandeng Nilai Multiplier Jumlah Keynesian Income multiplier 0,06 Ratio Income Multiplier Tipe I 1,05 Ratio Income Multiplier Tipe II 1,23
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Budidaya
ikan
bandeng
merupakan
salah
satu
kegiatan
untuk
meningkatkan taraf ekonomi masyarakat pesisir Desa Tanjung Pasir. Berdasarkan nilai yang disajikan dalam Tabel 26 didapatkan nilai Keynesian Income Multiplier sebesar 0,06 yang artinya setiap terjadi peningkatan pengeluaran petani tambak sebesar 1 rupiah, maka akan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal sebesar 0,06 rupiah. Keynesian Income Multiplier merupakan dampak ekonomi langsung yang berasal dari pengeluaran petani tambak yang berdampak pada peningkatan pendapatan unit usaha.
64
Selanjutnya dampak ekonomi tidak langsung yang dirasakan tenaga kerja lokal disekitar lokasi tambak ialah upah yang didapatkan. Nilai Ratio Income Multiplier Tipe I yang didapat sebesar 1,05, artinya apabila terjadi peningkatan sebesar 1 rupiah terhadap penerimaan pemilik usaha maka akan meningkatkan pendapatan tenaga kerja lokal sebesar 1,05 rupiah. Nilai yang diperoleh dari Rasio Income Multiplier Tipe II sebesar 1,23, artinya apabila terjadi peningkatan sebesar 1 rupiah terhadap pendapatan pemilik usaha maka akan mengakibatkan peningkatan sebesar 1,23 rupiah pada dampak langsung, tidak langsung maupun lanjutan yang masing-masing berupa pendapatan pemilik usaha, tenaga kerja, serta pengeluaran yang akan berputar pada masyarakat lokal Desa Tanjung Pasir. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya ikan bandeng telah mampu memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat lokal Desa Tanjung Pasir. Selain dampak ekonomi yang dirasakan, masyarakat lokal juga bisa memanfatkan keadaan tersebut dan menjadikannya sebagai awal untuk membuka peluang-peluang usaha baru.
Aktivitas budidaya
ikan bandeng melibatkan banyak tenaga kerja dalam proses pra produksi sampai panen sehingga hal tersebut dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat lokal. Keberadaan usaha tambak ikan bandeng telah memberikan dampak nyata terhadap perekonomian masyarakat lokal, meskipun memiliki nilai multiplier yang lebih kecil dari satu. Nilai multiplier lebih kecil dari satu menunjukkan bahwa dampak ekonomi yang terjadi belum optimal. Hal ini sejalan dengan produksi budidaya tambak yang juga belum mencapai kondisi optimal. Kondisi ini terjadi karena pemakaian input produksi yang belum optimal dan faktor lain diluar produksi yang tidak mendukung. Nilai multiplier masih dapat ditingkatkan seiring dengan peningkatan aktivitas pemanfaatan tambak di Desa Tanjung Pasir. Optimalisasi terhadap input produksi, perbaikan prasarana dan sarana juga dapat menjadi pemicu timbulnya unit usaha dan tenaga kerja lokal yang lebih banyak di sektor budidaya ikan bandeng.
VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan atas permasalahan dalam penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka simpulan yang dapat dirumuskan oleh peneliti adalah sebagai berikut : 1.
Karakteristik usaha budidaya tambak ikan bandeng dapat dijelaskan berdasarkan karakteristik sosial ekonomi petani tambak yang dilihat dari usia petani tambak dengan mayoritas usia 37-46 tahun, pendidikan petani tambak sampai sekolah dasar, budidaya sebagai mata pencaharian utama dengan sistem tradisional dan semi intensif dengan mayoritas lama usaha 11-25 tahun.
2.
Faktor–faktor yang secara signifikan mempengaruhi produksi usaha budidaya tambak ikan bandeng yang diduga menggunakan model fungsi Cobb-Douglas adalah bibit, pakan, tenaga kerja pemeliharaan dan luas lahan. Budidaya ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir berada pada kondisi increasing return to scale, berada pada daerah irrasional (EP>1) sehingga masih dapat ditingkatkan sampai berada pada daerah rasional (0 ≤ EP ≤ 1) sehingga akan menjadi optimal.
3.
Faktor produksi budidaya ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir belum optimal. Hal ini juga menyebabkan keuntungan yang diperoleh belum maksimal. Pengoptimalan produksi budidaya memerlukan peningkatan input produksi seperti bibit sebanyak 519,699 kg/ha, pakan 1.157,632 kg/ha, pupuk 234,801 kg/ha, tenaga kerja pemeliharaan 93,491 HOK dan luas lahan menjadi 3,3 ha.
4.
Sektor perikanan bandeng tahun 2007-2011 merupakan sektor basis di Kecamatan Teluknaga karena memiliki nilai LQ > 1 yaitu berturut-turut sebesar 32,39; 31,54; 29,28; 20,39 dan 20,40. Kecamatan Teluknaga merupakan produsen (penghasil ikan bandeng) yang cukup besar. Hal ini menyebabkan sumbangan perikanan bandeng terhadap PDRB Kecamatan
66
Teluknaga menjadi dominan sehingga berdampak pada perekonomian Kabupaten Tangerang. 5.
Dampak ekonomi langsung yang diterima oleh pemilik unit usaha sebesar 62,63%, dampak ekonomi tidak langsung yang diterima oleh tenaga kerja lokal adalah 15,92% dan dampak ekonomi lanjutan yang merupakan pengeluaran yang dikeluarkan tenaga kerja sebesar 66,7%. Nilai Keynesian Income Multiplier sebesar 0,06. Ratio Income Multiplier Tipe I sebesar 1,05 dan Ratio Income Multiplier Tipe II sebesar 1,23. Hal ini menunjukkan, usaha budidaya tambak ikan bandeng telah memberikan dampak ekonomi walaupun masih sangat kecil karena pelaku usaha terkait budidaya ikan bandeng dominan berasal dari luar daerah Tanjung Pasir 7.2
1.
Saran
Usaha budidaya ikan bandeng yang dikerjakan oleh masyarakat Desa Tanjung Pasir belum optimal sehingga petani tambak disarankan menggunakan faktor-faktor produksi yang optimal untuk mencapai keuntungan yang maksimal.
2.
Pemerintah maupun lembaga terkait mendukung proses budidaya agar memberikan hasil yang optimal dengan membentuk kelompok budidaya ikan bandeng untuk memperoleh bibit dan pakan dengan lebih efisien.
3.
Peran
serta
lembaga-lembaga
pengoptimalisasian produksi dan
terkait juga
dalam
rangka
mencapai
peningkatan perekonomian
Kabupaten Tangerang dengan melakukan pendampingan kepada para petani tambak dalam pelaksanaan program-program mengenai kegiatan budidaya ikan bandeng.
DAFTAR PUSTAKA Agustina, L. 2006. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Tambak Udang Windu di Desa Pantai Bahagia Kecamatan Muara Gembong, Bekasi. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan IPB. Bogor. Amanda, M. 2009. Analisis Dampak Ekonomi Wisata Bahari terhadap Pendapatan Masyarakat Lokal Studi Kasus Pantai Bandulu Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Skripsi. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor Azis, I. J, 1994. Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2010. Kabupaten Tangerang Dalam Angka (KTDA). Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang. Tangerang. . 2011. Kabupaten Tangerang Dalam Angka (KTDA). Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang. Tangerang. Cooper, C, J. Fletcher, D. Gilbert, and S. Wanhill. 1998. Tourism Principles and Practice. Second edition. Longman. New York. Darmono. 1993.Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius. Yogyakarta. Debertin, D.L. 1986. Agriculture Production Economics. Collier Macmillan Publishers. London. Dewan
Kelautan Indonesia. 2008. Evaluasi Kebijakan dalam Rangka Implementasi Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) di Indonesia. Jakarta.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang. 2012. Dinas Kelautan dan Perikanan. Kabupaten Tangerang. Doll, P.J and F. Orazem. 1984. Production Economic Theory with Aplication. Edisi Kedua. Jhon Wiley and Son. Kanada. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara. Jakarta. Glasson, J. 1997. Pengantar Perencanaan Regional ( Terjemahan Paul Sitohang). LPFEUI, Jakarta. Ikhsani, F.W. 2011. Optimasi Pengelolaan dan Pengembangan Budidaya Ikan Kerapu Macan pada Kelompok Sea Farming di Pulau Panggang Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor. Juanda, B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor.
68
Kaunang, S. 2006. Analisis Land Rent Pemanfaatan Lahan Tambak di Wilayah Pesisir Kabupaten Serang Provinsi Banten. Tesis. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Laporan Akuntabilitas Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Kordi, G.M. 2009. Sukses Memproduksi Bandeng Super untuk Umpan, Ekspor, dan Indukan. Penerbit Andi. Jakarta. Martosudarmo, B dan B. Ranoemihardjo. 1992. Rekayasa Tambak. PT Penebar Swadaya. Jakarta. META. 2001. Planning for Marine Ecotourism in The EU Atlantic Area. University of The West of England. Bristol. Murtidjo, B.A. 2002. Budidaya Dan Pembenihan Bandeng. Kanisius. Yogyakarta. Nazir, M. 1988. Metodologi Penelitian. Cetakan Ketiga. Ghalia Indonesia. Jakarta. Nicholson, W. 1994. Teori Mikro Ekonomi Prinsip Dasar dan Pengembangan. Cetakan Ketiga. Terjemahan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Nugroho, I dan R. Dahuri 2004. Pembangunan Wilayah. LP3ES. Jakarta. Parel, C.P, G.C. Caldito, P.L. Ferrer, G.G. De Guzman, C.S. Sinsioco, and R.H. Tan. 1973. Papers on Survey Research Methodology : Sampling Design and Procedures. The Agricultural Development Council. New York. Profil Desa Tanjung Pasir. 2012. Profil Desa Tanjung Pasir. Kecamatan Teluknaga. Kabupaten Tangerang. Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Penerbit Binacipta. Bandung. Soekartawi . 1994. Teori Ekonomi Produksi : Dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Raja Grafindo Persada. Jakarta. . 1995. Analisis Usahatani. Cetakan Pertama. UI Press. Jakarta. Suparmono. 2007. Analisis Optimasi Faktor Produksi Udang Galah di Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman. Jurnal Ekonomi Bisnis Vol.2. Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STIE YKPN. Jakarta. Susilo, H. 2007. Analisis Usaha Budidaya Tambak Udang Windu dan FaktorFaktor yang Mempengaruhi Produksi di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Agribisnis Vol.7. Pusat Penelitian Universitas Diponegoro. Semarang.
Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian
U
KETERANGAN Garis Pantai Perumahan Warga Penangkaran Buaya Laut Jawa Tambak Tanjung Pasir Resort
70
Lampiran 2 Hasil regresi fungsi Cobb-Douglas The regression equation is Y = 1,98 + 0,487 X1 + 0,279 X2 + 0,0313 X3 + 0,144 X4 + 0,105 X5 Predictor Constant X1 X2 X3 X4 X5
Coef 1,9774 0,4873 0,27878 0,03128 0,14371 0,10476
S = 0,0936132
SE Coef 0,4571 0,1073 0,06985 0,03516 0,07011 0,02750
R-Sq = 84,1%
T 4,33 4,54 3,99 0,89 2,05 3,81
P 0,000 0,000 0,000 0,380 0,048 0,001
VIF 1,9 1,9 1,3 1,7 1,3
R-Sq(adj) = 81,8%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source X1 X2 X3 X4 X5
DF 1 1 1 1 1
DF 5 35 40
SS 1,62114 0,30672 1,92786
MS 0,32423 0,00876
F 37,00
P 0,000
Seq SS 1,13892 0,31644 0,00235 0,03625 0,12718
Unusual Observations Obs 20 29 34
X1 4,74 4,83 4,96
Y 6,6105 7,0475 7,2644
Fit 6,8558 6,8568 7,1966
SE Fit 0,0291 0,0260 0,0627
Residual -0,2453 0,1908 0,0678
St Resid -2,76R 2,12R 0,97 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 1,78574
71
Lampiran 2 Hasil regresi Cobb-Douglas (lanjutan 1) Residual Plots for output (kg) Residuals Versus the Fitted Values 0,2
90
0,1
Residual
Percent
Normal Probability Plot of the Residuals 99
50 10 1
-0,1 -0,2
-0,2
-0,1
0,0 Residual
0,1
0,2
6,50
Histogram of the Residuals
6,75
7,00 Fitted Value
7,25
7,50
Residuals Versus the Order of the Data 0,2
10,0
0,1
7,5
Residual
Frequency
0,0
5,0 2,5
0,0 -0,1 -0,2
0,0
-0,2
-0,1
0,0 Residual
0,1
0,2
1
5
10
15 20 25 30 Observation Order
35
40
Probability Plot of RESI1 Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,3
-0,2
-0,1
0,0 RESI1
0,1
0,2
-2,33959E-15 0,08757 41 0,097 >0,150
72
72
Lampiran 3 Biaya tetap usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir Respond en
Luas Tambak
1
2,7
2 3
biaya perawatan/ha/musim
biaya sewa/ha/musim
biaya rehabilitasi tambak/ha/musim
biaya sewa TK. Panen/ha/musim
transportasi/m usim
total biaya tetp/ha/musim
148148
1750000
1000000
1851852
617284
5367284
3
0
1750000
1000000
1166666
388888
4305555
3
0
1775000
1000000
1200000
400000
4375000
4
3
0
1600000
1000000
1166666
388888
4155555
5
2,5
0
2100000
1000000
1600000
533333
5233333
6
2
0
1750000
1000000
1100000
366666
4216666
7
2
0
1500000
1000000
750000
250000
3500000
8
2
0
2000000
1000000
1000000
333333
4333333
9
1
0
1750000
1000000
1000000
333333
4083333
10
1,5
0
1600000
1000000
933333
311111
3844444
11
2
0
2250000
1000000
900000
300000
4450000
12
1
0
1500000
1000000
1200000
400000
4100000
13
2
0
1500000
1000000
750000
250000
2087500
14
2,25
0
1500000
1000000
666666
222222
3388888
15
3
0
1500000
1000000
1000000
333333
3833333
16
4,7
0
1750000
1000000
1063829
354609
4168439
17
4
0
1750000
1000000
1000000
333333
4083333
18
4
0
1750000
1000000
900000
300000
3950000
19
3,5
0
1750000
1000000
1000000
333333
4083333
20
3,5
0
1750000
1000000
742857
247619
3740476
21
3,5
0
1750000
1000000
1142857
380952
4273809
22
3
0
1750000
1000000
900000
300000
3950000
73
Lampiran 3 Biaya tetap usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir (lanjutan) Respond en 23
4
biaya perawatan/ha/musim 0
biaya sewa/ha/musim 1750000
24
3,5
0
25
3
26
biaya rehabilitasi tambak/ha/musim
biaya sewa TK. Panen/ha/musim
total biaya tetp/ha/musim 4016666
950000
1750000
1000000
771428
257142
3778571
0
1750000
1000000
1066666
355555
4172222
5
0
1750000
1000000
1160000
386666
4296666
27
3
0
1750000
1000000
933333
311111
3994444
28
5
0
1750000
1000000
1300000
433333
4483333
29
2
0
1750000
1000000
1150000
383333
4283333
30
5,2
0
1750000
1000000
1096153
365384
4211538
31
5
0
1750000
1000000
1200000
400000
4350000
32
4
0
2250000
1000000
1025000
341666
4616666
33
6
85714
1750000
1000000
1450000
483333
4769047
34
7
85714
1500000
1000000
1428571
476190
3077976
35
7
100000
1750000
1000000
1357142
452380
4659523
36
5,5
66666
1500000
1000000
1272727
424242
4263636
37
9
65000
1500000
1000000
1444444
481481
4490925
38
10
75000
1500000
1000000
1330000
443333
4348333
39
7,8
76923
1750000
1000000
1378205
459401
4664529
40
15
50000
1750000
1000000
1200000
400000
4400000
41
17
47058
1750000
1000000
1176470
392156
4365686
800225
70825000
41000000
45724873
15241624
170766723
80022
1727439
1000000
1115240
371746
4165042
73
1000000
transportasi/m usim 316666
Total Ratarata
Luas Tambak
74
74
Lampiran 4 Biaya variabel usaha budidaya ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir Responden
bibit (kg)
Biaya
1
185,185
3703703
2
125
3
125
4
pakan (kg)
Biaya
pupuk (kg)
biaya
obat (kg)
biaya
Tenaga Kerja (hok)
gaji/musim
Total biaya
1666,666
7777778
185,185
481481
37,037
192592
59,259
4000000
16155556
2500000
1100
5133333
100
260000
83,333
433333
26,666
0
8326667
2500000
1066,666
4977778
100
260000
50
260000
26,666
0
7997778
113,333
1416666
1200
5600000
100
260000
50
260000
26,666
0
7536667
5
200
4000000
1320
6160000
120
312000
80
416000
48
4800000
15688000
6
125
2500000
750
3500000
75
195000
25
130000
35
0
6325000
7
87
1750000
900
4200000
75
195000
50
260000
20
0
6405000
8
150
3000000
900
4200000
50
130000
12,5
65000
35
0
7395000
9
150
3000000
1200
5600000
75
195000
75
390000
40
0
9185000
10
106,666
1333333
800
3733333
100
260000
16,666
86666
26,666
0
5413333
11
100
2000000
600
2800000
75
195000
25
130000
35
0
5125000
12
150
3000000
1200
5600000
75
195000
75
390000
40
0
9185000
13
87,5
1750000
780
3640000
75
195000
12,5
65000
20
3200000
8850000
14
111,111
2222222
444,444
2074074
111,111
288888
33,333
173333
17,777
0
4758518
15
125
2500000
1066,666
4977778
50
130000
50
260000
26,666
0
7867778
16
106,383
1329787
1276,595
5957447
63,829
165957
53,191
276595
34,042
3200000
10929787
17
156,25
3125000
750
3500000
75
195000
62,5
325000
30
0
7145000
18
100
1250000
750
3500000
75
195000
25
130000
30
4000000
9075000
19
107,143
2142857
942,857
4400000
85,714
222857
71,428
371428
22,857
0
7137143
20
114,286
2285714
814,285
3800000
85,714
222857
64,285
334285
20
0
6642857
21
114,285
1428571
914,285
4266666
100
260000
28,57142857
148571
45,714
0
6103809
75
Lampiran 4 Biaya variabel usaha budidaya ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir (lanjutan) Responden 22
bibit (kg)
Biaya
pakan (kg)
Biaya
100
2000000
600
2800000
23
100
2000000
825
24
85,714
1714286
600
25
125
2500000
26
125
27
pupuk (kg)
Biaya
100
260000
3850000
75
2800000
28,571
1100
5133333
2500000
1200
100
2000000
28
120
29
obat (kg)
Biaya
Tenaga Kerja (hok)
gaji/musim
Total biaya
23,333
0
5233333
173333
195000
62,5
325000
25
0
6370000
74285
28,571
148571
22,857
0
4737143
100
260000
50
260000
40
3200000
11353333
5600000
60
156000
40
208000
36
3400000
11864000
600
2800000
100
260000
33,333
173333
23,333
0
5233333
1500000
1500
7000000
60
156000
50
260000
40
0
8916000
125
2500000
780
3640000
75
195000
37,5
195000
25
0
6530000
30
120,192
2403846
1153,846
5384615
57,692
150000
48,076
250000
34,615
4000000
12188461
31
125
2500000
1260
5880000
50
130000
50
260000
16
0
8770000
32
125
2500000
750
3500000
125
325000
37,5
195000
30
0
6520000
33
150
3000000
1350
6300000
83,333
216666
41,666
216666
40
3600000
13333333
34
142,857
1785714
1380
6440000
10,714
27857
21,428
111428
34,285
3200000
11565000
35
142,857
2857143
1071,429
5000000
71,428
185714
35,714
185714
25,714
3400000
11628571
36
136,363
2727273
1181,818
5515151
90,909
236363
45,454
236363
32,727
3600000
12315151
37
150
3000000
1166,667
5444444
33,333
86666
33,333
173333
30
2800000
11504444
38
137,5
2750000
1200
5600000
30
78000
40
208000
28
3200000
11836000
39
144,230
2884615
923,076
4307692
64,102
166666
51,282
266666
34,615
0
7625641
40
113,333
1416667
1000
4666667
43,333
112666
21,666
112666
33,333
3400000
9708667
41
111,764
1397059
1005,882
4694117
47,058
122352
23,529
122352
35,294
3200000
9535882
Total
5119,451
94674459
41090,190
191754222
3157,032
8208282
1765,238
9179238
1276,094
56200000
360016201
Rata-rata
124,864
2309133
1002,2
4676932
77,000
200202
43,054
223883
31,124
3512500
10922600
75
33,333
76 76
Lampiran 5 Biaya investasi usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir Pintu Air Responden
Luas Lahan
Jlh
1
2,7
2
700000
2
3
3
700000
3
3
4
4
3
5
Harga
Umur
Rumah Jaga
Penyusutan
Total Biaya
5
140000
5
140000
700000
5
4
700000
2,5
2
6
2
7 8
Diesel
Penyusutan
Total Biaya
Jlh
Harga
Umur
jlh
1400000
1
1000000
5
200000
1000000
1
2100000
1
1000000
5
200000
1000000
0
140000
2800000
1
1000000
5
200000
1000000
5
140000
2800000
1
1000000
5
200000
700000
5
140000
1400000
0
0
0
3
700000
5
140000
2100000
1
700000
2
2
700000
5
140000
1400000
0
2
3
700000
5
140000
2100000
1
Harga
Umur
Penyusutan
Total Biaya
Total Penyusutan
2500000
5
500000
2500000
420000
0
0
0
0
170000
0
0
0
0
0
170000
1000000
0
0
0
0
0
170000
0
0
0
0
0
0
0
70000
5
140000
700000
0
0
0
0
0
140000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
70000
7000000
5
1400000
7000000
0
0
0
0
0
770000
9
1
2
700000
5
140000
1400000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
70000
10
1,5
2
700000
5
140000
1400000
1
1500000
5
300000
1500000
0
0
0
0
0
220000
11
2
3
700000
5
140000
2100000
1
3000000
5
600000
3000000
0
0
0
0
0
370000
12
1
2
700000
5
140000
1400000
1
1500000
5
300000
1500000
0
0
0
0
0
220000
13
2
2
700000
5
140000
1400000
1
1500000
5
300000
1500000
0
0
0
0
0
220000
14
2,25
2
700000
5
140000
1400000
1
1500000
5
300000
1500000
0
0
0
0
0
220000
15
3
2
700000
5
140000
1400000
1
1500000
5
300000
1500000
0
0
0
0
0
220000
16
4,7
5
700000
5
140000
3500000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
70000
17
4
3
700000
5
140000
2100000
1
1000000
5
200000
1000000
0
0
0
0
0
170000
18
4
4
700000
5
140000
2800000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
70000
19
3,5
2
700000
5
140000
1400000
1
1500000
5
300000
1500000
0
0
0
0
0
220000
20
3,5
2
700000
5
140000
1400000
1
3000000
5
600000
3000000
0
0
0
0
0
370000
21
3,5
3
700000
5
140000
2100000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
70000
77
Lampiran 5 Biaya investasi usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir (lanjutan) Pintu Air Responden
Luas Lahan
Jlh
22
3
2
700000
5
23
4
3
700000
5
24
3,5
3
700000
25
3
2
26
5
27
Rumah Jaga Um ur Penyusutan
Diesel
Total Biaya
Jl h
Harga
140000
1400000
1
1500000
5
300000
1500000
0
0
0
0
0
220000
140000
2100000
1
2000000
5
400000
2000000
0
0
0
0
0
270000
5
140000
2100000
1
1000000
5
200000
1000000
0
0
0
0
0
170000
700000
5
140000
1400000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
70000
4
700000
5
140000
2800000
1
3000000
5
600000
3000000
0
0
0
0
0
370000
3
2
700000
5
140000
1400000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
70000
28
5
6
700000
5
140000
4200000
1
1000000
5
200000
1000000
0
0
0
0
0
170000
29
2
2
700000
5
140000
1400000
1
700000
5
140000
700000
0
0
0
0
0
140000
30
5,2
6
700000
5
140000
4200000
1
1000000
5
200000
1000000
0
0
0
0
0
170000
31
5
5
700000
5
140000
3500000
1
1000000
5
200000
1000000
0
0
0
0
0
170000
32
4
4
700000
5
140000
2800000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
70000
33
6
7
700000
5
140000
4900000
1
2000000
5
400000
2000000
1
2500000
5
500000
2500000
520000
34
7
7
700000
5
140000
4900000
2
1000000
5
200000
2000000
1
2500000
5
500000
2500000
420000
35
7
6
700000
5
140000
4200000
1
1500000
5
300000
1500000
1
2500000
5
500000
2500000
470000
36
5,5
4
700000
5
140000
2800000
1
2000000
5
400000
2000000
1
2500000
5
500000
2500000
520000
37
9
3
700000
5
140000
2100000
2
2000000
5
400000
4000000
1
2500000
5
500000
2500000
520000
38
10
6
700000
5
140000
4200000
3
1000000
5
200000
3000000
1
2500000
5
500000
2500000
420000
39
7,8
8
700000
5
140000
5600000
1
3000000
5
600000
3000000
1
2500000
5
500000
2500000
620000
40
15
10
700000
5
140000
7000000
2
2000000
5
400000
4000000
1
2500000
5
500000
2500000
520000
41
17
16
700000
5
140000
11200000
4
1500000
5
300000
6000000
1
2500000
5
500000
2500000
470000
140000
2782927
267805
1619512
500000
2500000
264878
rata-rata
Harga
700000
Umur
Penyusutan
1339024
Total Biaya
jlh
Harga
Umur
2500000
Penyusutan
Total Biaya
Total Penyusutan
77
78
Lampiran 6 Hasil perhitungan optimalisasi faktor produksi, NPM, BKM, produksi optimal, dan nilai Return to Scale (RTS) pada usaha budidaya ikan bandeng. Variabel Output (kg) Bibit (kg) Pakan (kg) Pupuk (kg) TK.Pemeliharaan (HOK) Luas (ha)
Kondisi Aktual 1115,249 124,865 1002,199 77,008
Koefisien
NPM
BKM
0,487 0,279 0,031
76166,339 5428,927 7928,268
17500 18200 4700 2600
Kondisi Optimal 2525,326 519,699 1157,632 234,801
31,124 4,500
0,144 0,104
90114,567 454349,108
30000 1739000
93,491 1,200
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Ln Y = Ln1,98 + 0,487 LnX1 + 0,279 LnX2 + 0,031 LnX3 + 0,144 LnX4 + 0,105 LnX5
atau Y = 7,243 (X1)0,487 (X2)0,279 (X3)0,031 (X4) 0,144 (X5)0,105
Produk marjinal (PM) dan Produk rata-rata (PR)
Bibit (kg)
Produk marjinal (PM) 2,337
Produk rata-rata (PR) 4,859
Pakan (kg)
2,149
2,181
Pupuk (kg)
0,213
10,755
Tenaga Kerja Pemeliharaan (HOK)
3,811
27,011
Input
Luas Lahan (ha)
220,817
2104,438
79
Nilai Produk Marjinal (NPM) NPM x1 = NPM x2 = NPM x3 = NPM x4 = NPM x5 =
0,487 17.500 (1.115,249) (124,865) 0,279 17.500 (1.115,249) (1002,199) 0,031 17.500 (1.115,249) (77,008) 0,144 17.500 (1.115,249) (31,124) 0,105 17.500 (1.115,249) (4,5)
= 7.6166,339 = 5.428,927
= 7.928,268 = 90.114,567 = 454.349,108
Nilai Input Optimal X1 = X2 = X3 = X4 = X5 =
0,105 17.500 (1115 ,249) (18.200) 0,279 17.500 (1115 ,249) (4700) 0,031 17.500 (1115,249) (2.600) 0,144 17.500 (1115,249) (30.000) 0,105 17.500 (1115 ,249) (1.739.000)
= 519,699 = 1.157,632 = 234,801 = 93,491 = 1,2
Output Aktual Y
= 7,243 (124,865)0,487 (1.002,199)0,279 (77,008)0,031 (31,124) 0,144 (4,5)0,105 = 1115,249
Output Optimal Y
= 7,243 (519,699)0,487 (1.157,632)0,279 (234,801)0,031 (93,491) 0,144 (1,2)0,105 = 2525,326
Return to Scale (RTS) ∑bi
= b1 + b2 + b3 + b4 + b5 = 0,487 + 0,279 + 0,031 + 0,144 + 0,105 = 1,046
80
Lampiran 7 Total biaya faktor produksi per hektar tambak di Desa Tanjung Pasir (per musim panen) No Komponen Jumlah (Rp) Biaya Tetap 1 Sewa Lahan 1.739.100 Sewa Tk.Panen 1.115.300 Sewa Tk.Persiapan 1.000.000 Perawatan Alat 80.000 Penyusutan 264.878 Transportasi 371.700 Total Biaya Tetap 4.570.978 2 Biaya Variabel Bibit 2.309.100 Pakan 4.676.900 Pupuk 200.200 Obat 223.900 Tk. Pemeliharaan 3.512.500 Total Biaya Variabel 10.922.600 Total Biaya Produksi 15.493.578 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
81
Lampiran 8 Data PDRB Kecamatan Teluknaga dan Kabupaten Tangerang PDRB Kecamatan Teluknaga Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2011(juta rupiah) Lapangan Usaha
2007
2008
2009
2010
Pertanian
68673,83
67682,46
76277,92
93153,59
104641,26
13,98
14,2
17,43
18,16
19,22
2753,34
2973,34
3099,41
3375,55
3839,86
7438,01
9596,99
10280,87
12977,93
15458,90
2743,93
2541,94
4177,17
4558,6
5039,68
65284,17
74393,86
78249,72
84786,10
95688,92
30131,70
35125,34
40874,47
47622,00
58974,18
573,08
660,94
756,67
828,09
928,29
Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik, gas dan air minum Bangunan/ konstruksi Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Jasa jasa Total
2011
21788,67
24481,40
27515,31
30210,34
35861,05
189400,72
218470,48
241248,98
277530,38
320441,37
Sumber : BPS Kabupaten Tangerang, 2012
82
Lampiran 8 Data PDRB Kecamatan Teluknaga dan Kabupaten Tangerang PDRB Kabupaten Tangerang Atas Dasar Harga Berlaku Menurut lapangan Usaha Tahun 2007-2011(juta rupiah) Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik, gas dan air minum Bangunan/ konstruksi Perdagangan, hotel dan restoran Pengangku -tan dan komunikaSi Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Jasa jasa Total
2007
2008
2009
2010
2011
2545240,75
2918446,21
3308268,01
3857733,92
4222921,16
22917,67
24577,02
29944,84
32895,66
35884,53
15400026,16
16582748,17
17390328,01
19026757,9
21918825,07
1849882,01
2407914,73
2585787,13
3169983,66
3544133,96
168865,04
205865,09
264346,64
309306,80
366714,91
2195383,30
2495776,97
2892120,27
3255951,63
3789408,42
2362953,66
2768332,83
3247598,34
3843761,58
4562229,48
71832,54 795167,65
89960,55 943727,53
105189,97 1061064,66
117412,18 1188234,81
132082,76 1420818,50
25412268,79
28437349,10
30884647,87
34802038,10
39993018,81
Sumber : BPS Kabupaten Tangerang , 2012
83
Lampiran 9 Data perhitungan nilai dampak ekonomi 1) Dampak Langsung Jenis Unit Usaha
Jumlah Unit Usaha
Penjual bibit bandeng Penyewaan angkutan panen
Penerimaan Total Unit Usaha 106.500.000
Penerimaan/bulan
4
26.625.000
2 Perbulan
3.750.000
7.500.000 114.000.000
2) Dampak Tidak Langsung Unit Usaha Penjual bibit bandeng Penyewaan angkutan panen
Jumlah TK/unit 5
Pendapatan / bulan 5.962.500
TK. Total 20
1 Total
2
300.000 6.262.500
3) Dampak Lanjutan Tenaga Kerja Penggarap Pemelihara Pemanenan
Tenaga Kerja Total 5 5 5 Total
Pengeluaran/bulan Total Pengeluaran
Nilai Multiplier
1.330.000 1.368.000 1.374.000
6.650.000 6.840.000 6.870.000 20.360.000
Jumlah
Keynesian Income multiplier
0,06
Ratio Income Multiplie Tipe I
1,05
Ratio Income Multiplie Tipe II
1,23
84
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tebing Tinggi, Sumatera Utara, pada tanggal 8 Juni 1992. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara pasangan Krida Nusantara dan Ratna Dewi Harahap. Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Swasta Tamansiswa Tebing Tinggi, lulus pada tahun 2003. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Swasta Tamansiswa Tebing Tinggi, lulus pada tahun 2006. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tebing Tinggi dan lulus tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis juga aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan di IPB seperti anggota divisi Internal Development di REESA (Resources and Environmental Economics Student Association) periode tahun 2011-2012, serta aktif di berbagai kepanitiaan dan kegiatan lainnya di IPB. Penulis juga aktif di organisasi mahasiswa daerah Ikatan Mahasiswa Muslim Asal Medan dan Sekitarnya (IMMAM) dan juga sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Bola Voli di IPB.