923
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015
PENGARUH FAKTOR PENGELOLAAN BUDIDAYA TAMBAK TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI PROVINSI JAWA TENGAH Erna Ratnawati, Ruzkiah Asaf, dan Akhmad Mustafa Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Kabupaten Pati memiliki potensi yang besar untuk pengembangan perikanan budidaya khususnya di kawasan tambak atau budidaya air payau. Kecamatan Tayu Kabupaten Pati merupakan salah satu daerah yang mempunyai potensi untuk kegiatan usaha budidaya tersebut, untuk meningkatkan produktivitas tambak maka pengaruh faktor pengelolaan perlu diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor pengelolaan terhadap produktivitas tambak. Penelitian dilakukan dengan metode survei melalui wawancara dengan responden menggunakan kuisioner terstruktur. Sebagai peubah tidak bebas adalah produksi total tambak dan peubah bebas adalah faktor pengelolaan tambak yang terdiri dari 25 peubah. Data dianalisis dengan menggunakan regresi berganda dengan menggunakan SPSS versi 16.00. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata produksi total tambak adalah sebesar 846.364 kg/ha/panen yang merupakan produksi udang windu dan ikan bandeng. Ada 5 peubah pengaruh faktor pengelolaan terhadap produktivitas tambak yaitu pemberian pupuk urea dan SP36 awal dan susulan, serta ukuran windu. Produktivitas tambak di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati dapat ditingkatkan dengan melakukan pemberian pupuk sesuai dosis yang dianjurkan dan ukuran windu yang dikondisikan dengan tinggi air serta padat tebar. KATA KUNCI:
pengelolaan, produktivitas, tambak, Kabupaten Pati
PENDAHULUAN Kabupaten Pati memiliki potensi yang besar untuk pengembangan perikanan budidaya khususnya di kawasan tambak atau budidaya air payau. Berdasarkan data yang ada, luas tambak di Kabupaten Pati adalah 10.300 ha (Soebagyo, 2013). Melihat potensi tersebut, maka Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB), menetapkan Pati sebagai salah satu lokasi tambak percontohan pada tahun 2013. Kecamatan Tayu Kabupaten Pati merupakan salah satu daerah yang mempunyai potensi untuk kegiatan usaha budidaya tambak polikultur antara udang windu (Panaeus monodon Fabricius) dan bandeng (Chanos chanos Forskal). Pengembangan usaha budidaya tambak bandeng dan udang windu di daerah tersebut didukung oleh potensi lahan yang ada juga didukung oleh adanya program Pemerintah (DJPB) berupa program intensifikasi budidaya ikan (INBUDKAN) yang bertujuan untuk peningkatan devisa negara khususnya pendapatan petani maupun ekspor udang. Secara geografis Kabupaten Pati terletak pada 109°49’-109°78’ BT dan 6°83’-7°23’ LS. Luas wilayah Kabupaten Pati ± 836,09 km2 (83,609 ha) dengan batas wilayah sebelah utara laut jawa, sebelah timur Kabupaten Rembang, sebelah selatan Kabupaten Blora dan sebelah barat Kabupaten Kudus Kabupaten Pati terdiri atas 16 Kecamatan. Secara topografi wilayah Kabupaten Pati cukup bervariasi dari dataran rendah (pantai) sampai dataran tinggi (pegunungan 1.249 m di atas permukaan laut). Kecamatan Tayu secara administratif merupakan salah satu daerah Kecamatan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Pati Dalam melakukan budidaya tambak sering mengalami banyak kendala, ada beberapa faktor penyebab dari kendala tersebut yaitu daya dukung lahan yang sudah melampaui, saluran irigasi yang tidak memadai, prosedur pemantauan, penanggulangan kegagalan panen dan buruknya pengelolaan tambak. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
Pengaruh faktor pengelolaan budidaya tambak ..... (Erna Ratnawati)
924
mengetahui pengaruh faktor budidaya tambak terhadap produktivitas tambak, sehingga kendala dalam budidaya dapat teratasi dan dapat meningkatkan produksi. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni dan September 2014 di daerah pertambakan Kecamatan Tayu Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah (Gambar 1). Informasi awal tentang kegiatan budidaya tambak di Kabupaten Pati diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pati. Posisi titiktitik pengamatan ditentukan dengan Global Positioning System (GPS). Peta dari titik-titik pengamatan dibuat dengan bantuan teknologi Penginderaan Jauh (Inderaja) dan Sistem Informasi Geografis (SIG).
Gambar 1. Lokasi penelitian dan titik sampling di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah Penelitian ini dilakukan dengan metode survai. Dua puluh dua (22) responden dipilih secara acak dari tambak yang terseleksi. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden mendapatkan data produksi dan pengelolaan tambak dengan menggunakan kuesioner terstruktur (Wirartha, 2006). Data hasil survai dianalisis dengan menggunakan regresi berganda (Tabachnick & Fidell, 1996), dengan model persamaan regresi: Y = a + b1X1 + b2X2 + ..... + bnXn di mana: Y a b1,b2,...b n X1,X 2,...X n
= = = =
............... (Persamaan 1)
Total produksi Koefisien konstanta Koefisien regresi Peubah bebas yaitu pengelolaan tambak
Sebagai peubah tidak bebas adalah total produksi. Sedangkan peubah bebas adalah pengelolaan tambak, yang dilakukan oleh pembudidaya tambak di Kabupaten Pati. Peubah bebas adalah pengelolaan tambak yang terdiri atas 25 peubah yaitu luas tambak, lama pengeringan, pemberian ponska, saponin, KCl, petroganik, urea, SP36, brestan, lama pengangkutan, padat penebaran bandeng, padat penebaran udang, ukuran udang windu, ukuran bandeng, tinggi air, urea susulan, pupuk organik susulan, SP36 susulan, ponska susulan, lama pemeliharaan udang windu, lama pemeliharaan bandeng, bobot rata-rata bandeng, bobot rata-rata udang windu, panen terakhir bandeng dan panen
925
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015
terakhir udang. Untuk memilih persamaan regresi ganda ‘terbaik’ maka digunakan metode langkah mundur (backward) menurut Draper & Smith (1981), dengan memasukkan semua peubah ke dalam model tetapi kemudian satu persatu peubah bebas dikeluarkan dari model berdasarkan kriteria kemaknaan statistik tertentu. Pengujian dengan metode backward dapat dilakukan dengan melihat uji F parsial atau t parsial. Pemeriksaan Tabel F dan tabel t akan menunjukkan hasil yang sama. Koefisien determinasi (R2) yang disesuaikan (adjusted R2) digunakan untuk mengetahui seberapa baik garis regresi sesuai dengan data aktualnya (goodness of fit). Koefisien determinasi mengukur prosentase total variasi peubah tidak bebas Y yang dijelaskan oleh peubah bebas X. Uji F atau analisis ragam digunakan untuk menguji signifikansi model regresi. Seluruh data dianalisis dengan bantuan Program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16,0. HASIL DAN BAHASAN Kecamatan Tayu terdiri atas 21 desa dengan luas wilayah 56,042 km 2 (5.604,28 ha) dari luas wilayah tersebut 125 ha adalah wilayah berupa tambak (Abidin et al., 2006). Komoditas yang dikembangkan untuk usaha tambak adalah udang dan bandeng, untuk meningkatkan produksi, pembudidaya memelihara 2 komoditas dalam satu petak tambak yaitu dengan cara polikultur. Menurut Ranoemihardjo et al. (1979) udang dan ikan bandeng sesuai untuk dipolikulturkan di tambak. Kedua komoditas tersebut secara umum menuntut kondisi lingkungan yang relatif sama, tetapi menempati relung ekologi yang berbeda dalam tambak. Perbedaan habitat makanan dari kedua komoditas tersebut yang menyebabkan tidak terjadi kompetisi di antaranya (Eldani & Primavera, 1981). Konsep dasar dari polikultur adalah jika dua atau lebih spesies ikan yang cocok dipelihara secara bersama-sama akan meningkatkan produksi (Shang, 1986). Tingkat produksi tambak polikultur udang dan bandeng (UB) di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati selama kurun waktu lima tahun yaitu 1996-2000, pada musim tanam pertama rata-rata 109,528.20 kg, sedangkan untuk musim tanam kedua rata-rata 42,529.00 kg. Terjadi penurunan sebesar 61,17% atau sebesar 66,999.20 kg, hal tersebut terjadi karena adanya beberapa kendala, salah satunya adalah faktor pengelolaan yang belum optimal. Produktivitas total tambak di Kabupaten Pati rata-rata 846,364 kg/ha/panen (Tabel 1). Jumlah produksi yang dihasilkan merupakan total produksi udang dan bandeng. Sistem budidaya yang dilakukan adalah polikultur. Tinggi dan rendahnya hasil produksi ditentukan oleh faktor pengelolaan yang dilakukan oleh pembudidaya tambak, salah satu penyebab rendahnya produktivitas tambak diduga sebagai akibat luas petakan tambak yang cukup luas. Hal ini menunjukkan bahwa semakin luas tambak yang dikelola oleh seorang pembudidaya tambak, maka semakin berkurang tingkat pengelolaan yang dilakukan karena pembudidaya tambak dibatasi oleh tenaga dan waktu serta ketersediaan dana. Demikian pula sebaliknya, dengan ukuran tambak yang lebih kecil cenderung pembudidaya tambak dapat memaksimalkan penggunaan sumberdaya lahan untuk memperoleh produksi yang lebih banyak. Hal ini sejalan dengan pendapat Milstein et al. (2005) yang menyatakan bahwa tambak yang lebih kecil akan lebih mudah dikelola dan produktivitasnya akan lebih tinggi daripada yang berukuran lebih luas. Koefisien konstanta sebesar 396,319 menunjukkan produktivitas total tambak dapat diprediksi mencapai 396,319 kg/ha/panen kalau tidak ada kontribusi dari peubah pengelolaan tambak. Hal ini menunjukkan bahwa peubah pengelolaan tambak yang meliputi: pemberian urea awal, pemberian SP36 awal, pemberian urea susulan, pemberian SP36 susulan dan ukuran udang windu berpengaruh cukup besar terhadap produktivitas total tambak di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati (Tabel 2) Hasil analisis menunjukkan bahwa peubah pengelolaan tambak yang berperan dalam menentukan produktivitas tambak di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati, digambarkan dalam persamaan regresi sebagai berikut: Y = 396.319 +16.438X1 -26.947X2 – 7.019X3 + 6.981X4 +5.855 X5 di mana: Y = Produksi total (Polikultur udang dan bandeng) (kg/ha) X1 = Pemberian Urea awal (kg/ha) X2 = Pemberian SP36 awal (kg/ha)
..... (Persamaan 2)
Pengaruh faktor pengelolaan budidaya tambak ..... (Erna Ratnawati) X3 = X4 = X5 =
926
Pemberian urea susulan (kg/ha) Pemberian SP36 susulan (kg/ha) Ukuran udang windu (PL)
Tabel 1. Nilai rata-rata peubah pengelolaan tambak yang berpengaruh terhadap produktivitas tambak di Kabupaten Pati Provinsi Jawa Timur (n= 22)
Peubah Minimum Maximum Rata-rata Produksi total (udang+bandeng) 125 6150 846,364 Luas Tambak (ha) 0,3 2 0,923 Lama pengeringan (hari) 2 15 6,409 Ponska (kg/ha) 4 30 1,773 Saponim (kg/ha) 3 20 4,545 KCl (kg/ha) 50 100 6,818 Petroganik ( kg/ha) 16 150 10,727 Urea (kg/ha) 5 400 28,409 SP36 (kg/ha) 3 50 5,727 Brestan (Gr/ha) 100 200 13,636 Lama pengangkutan (Jam) 0,25 1,5 0,92 Padat penebaran bandeng (ekor/ha) 1000 20000 6522,727 1000 160000 16386,364 Padat penebaran udang (ekor/ha) Ukuran udang windu (PL) 12 27 23,227 Ukuran bandeng (hari) 10 90 43,864 Tinggi air (cm) 25 100 50,682 Urea susulan (kg/ha) 10 50 5 Pupuk organik susulan (kg/ha) 20 500 23,636 SP36 susulan (kg/ha) 15 100 5,227 Ponska susulan (kg/ha) 10 15 1,136 Lama pemeliharaan udang windu (hari) 65 120 93,364 Lama pemeliharaan bandeng (hari) 60 180 141,818 berat rata-rata bandeng (ekor/kg) 4 7 5,364 Berat rata-rata udang windu (ekor/kg) 12 40 22,591 Panen terakhir bandeng (kg/ha) 100 6000 755,455 Panen terakhir udang (kg/ha) 25 200 90,909
Standar deviasi 1243,866 0,492 3,621 6,443 4,606 23,378 32,895 86,649 14,6 46,756 0,26 4772,135 32401,474 4,69 19,02 17,134 14,72 106,483 21,407 3,758 10,45 29,542 0,79 6,544 1228,951 53,154
Jenis pupuk anorganik yang biasa digunakan dalam kegiatan budidaya adalah urea dan TSP, Fungsi dan dosis yang digunakan dari masing-masing jenis pupuk tersebut relatif berbeda tergantung dari kondisi perairan dan tingkat kebutuhannya berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan. Pupuk urea biasanya digunakan untuk memacu atau menumbuhkan phytoplankthon yang bersifat stabil di dalam tambak, sedangkan pupuk TSP untuk menumbuhkan jenis phytoplankthon yang dapat memacu berkembangnya zooplankthon yang dapat dijadikan sebagai pakan alami bagi udang yang masih muda/kecil. Dosis penggunaan urea yang sering dipakai adalah sekitar tiga kali lipat TSP pada kondisi normal dan pemakaiannya dapat digunakan secara terpisah maupun bersamaan berdasarkan kondisi yang ada di lapangan. Selain pemberian pupuk an organik, pemberian pupuk organik juga sangat penting karena sebagai suplai unsur hara yang tidak terdapat dalam pupuk an organik dan dibutuhkan oleh plankton. Selain tujuan tersebut pemberian bahan organik ini juga dimaksudkan untuk penyeimbang komposisi bahan an organik yang ada di perairan tersebut, selain itu juga untuk memacu pertumbuhan zooplankthon yang dapat dijadikan sebagai pakan alami bagi udang atau organisme lainnya. Pemberian pupuk
927
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 Tabel 2. Koefisien konstanta dan koefisien regresi peubah bebas dalam penentuan faktor pengelolaan yang mempengaruhi produksi tambak di Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah
Model
1
Koefisien yang tidak distandarisasi
Signifikansi
B
Std. galat
(Konstan)
396,319
435,437
0,376
Urea
16,438
3,833
0,001
SP36
-26,947
10,526
0,021
Urea Susulan
-7,019
7,087
0,337
SP36 Susulan
6,981
12,737
0,591
Ukuran Udang Windu
5,855
17,913
0,748
Peubah tidak bebas: Total produksi (kg/ha/panen)
organik bersifat insidental dan dilakukan berdasarkan hasil pengamatan dan tingkat kebutuhan perairan serta kondisi udang. Pakan yang diberikan pada udang secara prinsip dapat berfungsi sebagai pupuk organik bagi perairan tambak dan membantu dalam proses pembentukan kestabilan plankton didalam tambak. Fenomena ini dapat dijumpai dan diamati pada tambak dengan populasi udang yang padat dan jumlah pemberian pakan yang besar. Pada kondisi ini kestabilan plankthon dalam perairan akan terbentuk dengan sendirinya tanpa adanya pemupukan, karena unsur-unsur yang terdapat dalam pakan udang juga diserap oleh plankthon untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya di perairan tersebut. Dari hal tersebut dapat dipahami bahwa pemberian urea awal berpengaruh terhadap produksi sebesar 16.438 (X1), jika dosis yang diberikan sesuai dengan kebutuhan rata-rata pemberian pupuk urea di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati sebesar 28 kg/ha dengan luas tambak rata-rata 1 ha, seharusnyaa dalam penggunaan pupuk urea yaitu sekitar 100-150 kg/ha, jadi dalam hal ini pengaruh terhadap produksi jika sesuai dengan komposisi akan dapat lebih meningkatkan produktivitas tambak. Metode pemupukan air tambak erat hubungannya dengan proses sirkulasi air dengan dasar pemikiran bahwa volume air tambak sangat berpengaruh terhadap keefektifan kegiatan pemupukan yang dilakukan. Kondisi ini dapat diartikan bahwa pada dosis pemakaian pupuk yang sama tingkat pengaruh dan keefektifannya akan relatif berbeda jika diberikan pada tambak dengan volume air yang berbeda. Berdasarkan hal ini maka sebelum dilakukan pemupukan biasanya dilakukan sirkulasi terlebih dahulu dengan jalan mengurangi volume air dan menambahkan air baru ke dalam tambak sampai pada ketinggian air yang relatif lebih rendah, kemudian baru dilakukan pemupukan. Pemberian SP36 awal pada persamaan dapat menurunkan produksi sebesar 26,9472 (X 2). Pada penjelasan sebelumnya, pemberian pupuk SP36 dalam keadaan normal yaitu sepertiga dari penggunaan pupuk urea. Pada penerapannya dengan rata-rata luas tambak 1 ha, penggunaan pupuk SP36 seharusnya sebesar 30 kg/ha, tapi penggunaan pupuk SP36 yang diaplikasikan ke tambak ratarata sebesar 6 kg/ha. Dari hal tersebut jelas sangat berpengaruh terhadap produksi sehingga penggunaan pupuk SP36 dapat menurunkan produksi karena tidak sesuai dosis yang dianjurkan. Jika diperkirakan makanan alami ditambak hampir habis dengan masa pemeliharaan ditambah satu bulan, maka perlu dilakukan pemupukan susulan dengan menggunakan pupuk urea dan SP36 dengan dosis urea 10-15 kg/ha dan SP36 5-10 kg/ha. Pada pemupukan susulan ini yang ditumbuhkan adalah plankton, dan dilakukan setiap 10-14 hari sekali. Pupuk susulan ditebarkan pada pelataran tambak. Pemupukan tidak dianjurkan pada tambak-tambak yang mempunyai tanah dasar bersifat masam pH < 6. Dapat juga dilakukan pemupukan apabila sudah dilakukan proses pengapuran (penebaran kapur tohor) atau menggantungkan batu kapur dimuka pintu-pintu air. Pemberian urea susulan pada persamaan dapat menurunkan jumlah
Pengaruh faktor pengelolaan budidaya tambak ..... (Erna Ratnawati)
928
produksi sebesar 7,019 (X3). Hal tersebut dapat dipahami bahwa dengan pemberian pupuk urea susulan rata-rata pada tambak Kecamatan Tayu sebesar 5 kg/ha, sedangkan dosis yang dianjurkan untuk pemberiaan pupuk urea susulan seharusnya sebesar 10-15 kg/ha, sehingga pemenuhan dosis pupuk urea untuk kebutuhan tambak dapat sesuai dengan harapan para pembudidaya. Pemberian SP36 susulan pada tambak di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati dapat meningkatkan jumlah produksi sebesar 6,981 (X4). Pemberian pupuk SP36 susulan rata-rata adalah 5 kg/ha, hal ini sesuai dengan dosis yang dianjurkan untuk pemberian SP36 susulan yaitu sebesar 5-10 kg/ha. Tinggi rendahnya suatu produksi dari suatu areal tambak, sebenarnya tergantung dari beberapa faktor antara lain: Daya sintasan udang dan bandeng (survival) dan laju pertumbuhan. Kedua faktor tersebut tergantung pada para meter pendukung, yaitu individu yang unggul, penyediaan makanan yang bermutu, hama dan penyakit dapat terkendali serta kualitas lingkungan yang baik. Agar diperoleh daya kelangsungan hidup yang tinggi, maka bibit (benur) yang ditebar harus mempunyai kualitas yang baik sehingga mempunyai kelangsungan daya hidup tinggi (Vitalitas). Padat penebaran yang baik untuk budidaya polikultur udang windu dan ikan bandeng, dengan kedalaman air antara 75100 cm, adalah dengan padat penebaran untuk benur sebanyak 80.000 ekor/ha dan nener sebanyak 2.000 ekor/ha. Untuk polikultur udang windu dan bandeng, dengan ukuran PL 12 sebaiknya dengan padat tebar 30.000 . Benih udang (benur) dipasaran umumnya adalah PL 12-25, rata-rata ukuran udang windu yang ditebar di tambak Kecamatan Tayu Kabupaten Pati adalah PL 12-27 dengan padat penebaran rata-rata adalah 16.000 ekor/ha dengan kedalaman air rata-rata 50 cm. Dari hal tersebut dapat dipahami bahwa ukuran udang windu dapat meningkatkan produksi sebesar 5,855 (X5), dan dapat lebih ditingkatkan lagi dengan menyesuaikan ukuran udang windu, tinggi air dan padat tebar yang sesuai. Selain itu juga ukuran windu merupakan salah satu faktor produksi yang sangat memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan budidaya di tambak, meskipun lahan untuk budidaya baik dan ideal, serta pengelolaan yang sangat intensif akan sia-sia jika tanpa diimbangi dengan pemilihan benih yang baik. Teknik memilih benih udang windu yang baik harus diketahui secara benar oleh para pembudidaya tambak, karena rata-rata mereka mengandalkan feeling dalam memilih benih yang akan ditebar, sehingga tidak ada ukuran yang secara kualitatif dan kuantitatif sebagai acuan dalam membuat keputusan yang standar dalam memilih benih yang baik. KESIMPULAN DAN SARAN Rata-rata produksi total tambak Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah sebesar 846.364 kg/ha/ panen yang merupakan produksi udang dan ikan bandeng. Pemberian pupuk urea dan SP36 awal dan susulan, serta ukuran windu merupakan pengaruh dalam faktor pengelolaan budidaya tambak terhadap produktivitas tambak di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati, produktivitas tambak di Kabupaten Pati dapat ditingkatkan melalui pengelolaan tambak melalui pemberian pupuk an organik urea dan SP36 sesuai dosis yang dianjurkan dan ukuran windu yang dikondisikan dengan tinggi air dan padat tebar, sehingga diperoleh hasil panen yang sesuai dengan harapan pembudidaya tambak. DAFTAR ACUAN Abidin, Z.M., Prayitno, B.S., & Soedarsono, P. (2006). Aplikasi Teknologi Tandon dalam Peningkatan Produksi Tambak Polikultur (Ub) di Desa Tunggulsari, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati. Jurnal Pasir Laut, 1(2), 1-11. Allan, G.L., & G.B. Maguire. (1992). Effects Of Stocking Density On Production Of Penaeus monodon Fabricius In Model Farming Ponds. Aquaculture 107:49-66. Draper, N.R., & Smith, H. (1981). Applied Regression Analysis. Second Edition. John Wiley & Sons, New York, 709 pp. Eldani, A., & Primavera, J.H. (1981). Effect of different stocking combination of growth, production and survival rate of milkfish (Chanos chanos Forskal) and prawn (Penaeus monodon Fabricius) in polyculture in brackishwater ponds. Aquaculture 23: 59-72. Gomes, L.C., Baldisserotto, B., & Senhorini, J.A. (2000). Effect of stocking density on water quality, survival, and growth of larvae of the matrinxa, Brycon cephalus Characidae, in ponds. Aquaculture,
929
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015
183, 73-81. Jackson, C.J., & Wang, Y.G. (1998). Modelling Growth Rate Of Penaeus Monodon Fabricius In Intensively Managed Ponds: Effects Of Temperature, Pond Age And Stocking Density. Aquaculture Research, 29, 27-36. Karthik, M., Suri, J., Saharan, N., & Biradar, R.S. (2005). Brackish water aquaculture site selection in Palghar Taluk, Thane district of Maharashtra, India, using the techniques of remote sensing and geographical information system. Aquacultural Engineering, 32, 285-302. Milstein, A., Islam, M.S., Wahab, M.A., Kamal, A.H.M., & Dewan, S. (2005). Characterization of water quality in shrimp ponds of different size and with different management regimes using multivariate statistical analysis. Aquaculture International, 13, 501-518. Mustafa, A., & Ratnawati, E. (2007). Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi produktivitas tambak di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Jurnal Riset Akuakultur, 2(1), 117-133. Ranoemihardjo, B.S., Kahar, A., & Lopez, J.V. (1979). Results of polyculture of milkfish and shrimp at the Karanganyar provincial demonstration ponds. Bulletin of Brackishwater Aquaculture Development Center, 5(1&2), 334-350. Ratnawati, E., Mustafa, A., & Rachmansyah. (2008). Faktor status pembudidaya, kondisi dan pengelolaan tambak yang berpengaruh terhadap produksi rumput laut (Gracilaria verrucosa) di tambak tanah sulfat masam Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan, Jurnal Riset Akuakultur, 3(2), 275-287. Ratnawati, E., Mustafa, A., & Utojo. (2009). Faktor pengelolaan yang mempengaruhi produksi udang windu di tambak Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Perikanan 2009: Teknologi Penangkapan Ikan, Permesinan Perikanan, Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Sosial Ekonomi Perikanan. Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta, hlm. 617-626. Sandifer, P.A., Hopkins, J.S., Stokes, A.D., & Pruder, G.D. (1991). Technological advances in intensive pond culture of shrimp in the United States. in: Frontiers in Shrimp Research, ed. P. DeLoach, W.J. Dougherty and M.A. Davidson, Elsevier Science Pub., Amsterdam, p. 241-256, (8). Savolainena, R., Ruohonenb, K., & Railoc, E. (2004). Effect Of Stocking Density On Growth, Survival And Cheliped Injuries Of Stage 2 Juvenile Signal Crayfish Pasifastacus leniusculus Dana. Aquaculture, 231, 237-248. Sastrakusumah, S. (1971). A study of the food of juvenile migrating pink shrimp, Penaeus duorarum Burkenroad University of Miami. Sea Grant Tech Bull., 9, 1-37. Shang, Y.C. (1986). Pond production systems: stocking practices in pond fish culture. In: Lannan, J.E., Smitherman, R.O., & Tchobanoglous, G. (eds.). Principles and Practices of Pond Aquaculture. Oregon State University Press, Corvallis, Oregon, p. 85-96. Soebagyo, F. (2013). Minapolitan Kabupaten Pati Menuju Industrialisasi. (Online) http:// www.firmansoebagyo.com/Berita/tabid/120/ID/1830/Minapolitan-Kabupaten-Pati-MenujuIndustrialisasi.aspx. Diakses. 10 Oktober 2014 SPSS (Statistical Product and Service Solution). (2006). SPSS 15.0 Brief Guide. SPSS Inc., Chicago, 217 pp. Tabachnick, B.G., & Fidell, L.S. (1996). Using Multivariate Statistics. Third edition. Harper Collins College Publishers, New York, 880 pp. Wirartha, I M. (2006). Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Penerbit Andi, Yogyakarta, 383 hlm.
Pengaruh faktor pengelolaan budidaya tambak ..... (Erna Ratnawati)
930