249
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DENGAN BEBERAPA PRIORITAS PENGELOLAAN TAMBAK DI KABUPATEN SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR Erna Ratnawati, Ruzkiah Asaf, dan Admi Athirah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Tinggi dan rendahnya hasil produksi ditentukan oleh faktor pengelolaan yang dilakukan oleh pembudidaya tambak. Secara teknis budidaya ikan bandeng di Kabupaten Sidoarjo sangat mendukung karena letaknya yang strategis dan memiliki potensi yang besar untuk pengembangan perikanan budidaya khususnya di kawasan tambak atau budidaya air payau. Dari hal tersebut maka beberapa prioritas pengelolaan perlu diketahui untuk meningkatkan produktivitas.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor pengelolaan terhadap produktivitas tambak. Penelitian dilakukan dengan metode survei melalui wawancara dengan responden menggunakan kuisioner terstruktur. Sebagai peubah tidak bebas adalah produksi total tambak dan peubah bebas adalah faktor pengelolaan tambak yang terdiri dari 24 peubah. Data dianalisis dengan menggunakan regresi berganda dengan menggunakan SPSS versi 16.00. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata produksi ikan bandeng adalah sebesar 781,25 kg/ha/panen. Ada 10 peubah pengaruh faktor pengelolaan terhadap produktivitas tambak yaitu luas, pemberian akodan, pemberian saponin awal, pemberian kapur tembok, pemberian rempah, tinggi air, pemberian urea susulan, pemberian SP36 susulan, pemberian dolomit susulan dan lama pemeliharaan ikan bandeng. Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan pengelolaan tambak dengan pemanfaatan luas tambak yang sesuai dengan kriteria tambak pemeliharaan bandeng dan pemberian akodan, pemberian saponin, kapur tembok, rempah, pemberian pupuk urea, SP36 dan dolomit susulan yang sesuai dengan dosis dan dikondisikan dengan tinggi air dan padat tebar, selain itu juga lama pemeliharaan harus diperhatikan agar sesuai dengan ukuran bandeng yang diinginkan. KATA KUNCI:
pengelolaan; produktivitas; tambak; Kabupaten Sidoarjo
PENDAHULUAN Potensi untuk pengembangan tambak di tanah air cukup besar, hampir semua pantai di Indonesia potensial untuk pengembangan budidaya ikan bandeng /udang windu. Sampai kini ikan bandeng dan udang windu masih menjadi komoditas utama dari hasil budidaya di tambak ikan bandeng dan udang windu banyak digemari orang untuk dimakan oleh karena rasanya yang lezat dan kandungan proteinnya tinggi. daerah pantai timur Sidoarjo merupakan daerah pertambakan yang hingga saat ini pengelolaannya masih banyak dijalankan secara tradisional. Pengelolaan tambak secara tradisional dilakukan dengan cara menebarkan benih ke dalam tambak yang telah dipersiapkan, begitu saja, dan selanjutnya petani menunggu hingga masa panen. Kegiatan rutin selama masa menunggu hanyalah memelihara dan membersihkan tambak dari ikan-ikan predator dan hewan-hewan sejenis ketam yang dapat merusak pematang tambak. Pemanenan dilakukan setelah ikan berumur empat hingga enam bulan (Antoni & Wibowo, 1996). Pengelolaan usahatani tambak demikian telah berjalan turun-temurun di kebanyakan daerah di Jawa Timur (Taufik, dkk., 2002) Budidaya ikan bandeng pada saat ini sangat berpeluang dijadikan usaha yang menghasilkan keuntungan yang besar, mengingat produktivitas dari hasil membudidayakan udang windu yang setiap tahunnya terus menurun. Membudidayakan ikan bandeng relatif lebih mudah dilakukan karena tidak butuh perawatan yang terlalu susah untuk tetap menjaga kesehatannya, serta dapat hidup di berbagai macam jenis air seperti air air tawar, air payau dan air asin. Karena ikan bandeng sendiri dikenal sebagai ikan yang bandel terhadap berbagai macam penyakit yang menyerang hewan air, seperti penyakit bercak putih yang sering menyerang udang windu yang menyebabkan petani tambak terus merugi (Ikanmania, 2008).
Peningkatan produktivitas dengan beberapa prioritas ..... (Erna Ratnawati)
250
Secara teknis budidaya ikan bandeng di Kabupaten Sidoadrjo sangat mendukung. Letaknya yang strategis antara jarak lokasi tambak dan kota yang relatif dekat turut membantu proses pemasaran ikan bandeng produksi para petani Kabupaten Sidoarjo (Hamdani, 2007). Kabupaten Sidoarjo yang terletak berbatasan langsung dengan laut jawa mempunyai potensi air asin yang dapat digunakan untuk mendukung aktivitas budidaya ikan bandeng, selain itu daerah Kabupaten Sidoarjo yang dialiri oleh beberapa sungai besar seperti Sungai Porong berpotensi menyediakan air tawar yang juga dapat digunakan untuk mendukung aktivitas budidaya ikan bandeng. Untuk persediaan air payau sendiri juga banyak terutama di daerah pesisir yang banyak dijadikan kawasan pertambakan Faktor keamanan dari budidaya bandeng juga turut mendukung semakin banyaknya masyarakat yang memilih budidaya ikan bandeng daripada udang windu, harga bandeng yang relatif tidak terlalu mahal membuat usaha budidaya bandeng relatif aman dari pencurian terutama ketika mendekati musim panen, namun juga harga bandeng juga tidak pernah turun, sehingga dapat dikatakan bahwa harga ikan bandeng relatif stabil. Kesetabilan harga jual dari ikan bandeng sedikit memberi kenyamanan petani tambak dari ancaman kerugian. Ikan bandeng merupakan salah satu ikan yang banyak digemari oleh masyarakat. Selama sepuluh tahun terakhir permintaan bandeng meningkat dengan 6,33% rata-rata per tahun, tetapi produksi hanya meningkat dengan 3,82% rata-rata per tahun (Hamdani, 2007) Faktor budidaya tambak di Kabupaten Sidoarjo yang dikeluhkan oleh petambak adalah biaya produksi yang tinggi terutama biaya pakan, obat-obatan, dan pupuk, semua masalah itu dapat berpengaruh terhadap besar kecilnya keuntungan. Jumlah produksi, pendapatan, dan keuntungan hasil usaha tambak pada masing-masing petani tambak berbeda-beda, ada yang besar ada yang kecil, dalam hal ini yang mempengaruhi antara lain adalah: faktor pengetahuan dan ketrampilan petani tambak, modal usaha, dan pengalaman usaha tambak. Pada umumnya kemampuan Petani Tambak untuk menganalisis usaha budidaya di tambak dan menganalisis efisiensi usaha budidaya bandeng dan Udang masih belum baik Dalam budidaya tambak, beberapa faktor yang berpengaruh meliputi faktor mahluk hidup (ikan) dan faktor lingkungan. Faktor ikan lebih ditentukan oleh kualitas bibitnya, faktor lingkungan terdiri dari pengelolaan, pakan dan tempat budidaya. Dengan adanya hal tersebut dan meningkatnya permintaan bandeng yang harus dipenuhi, maka tujuan daripada penelitian ini untuk mengetahui beberapa prioritas pengelolaan tambak yang dilakukan agar dapat meningkatkan produksi dalam budidaya tambak bandeng. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada tanggal 16-26 April 2015 di daerah pertambakan Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur (Gambar 1). Informasi awal tentang kegiatan budidaya tambak di Kabupaten Sidoarjo diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sidoarjo. Gambar 1. Lokasi penelitian di Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur Penelitian dilakukan dengan metode survei. Dua puluh lima (25) responden dipilih secara acak dari tambak yang terseleksi dan berdasarkan pengambilan data sampel air dan tanah untuk mengetahui kondisi kualitas air dan tanah tambak di Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden mendapatkan data produksi dan pengelolaan tambak dengan menggunakan kuesioner terstruktur (Wirartha, 2006). Data hasil survei dianalisis dengan menggunakan regresi berganda (Tabachnick & Fidell, 1996), dengan model persamaan regresi: Y = a + b1X1 + b2X2 + ..... + bnXn di mana: Y a b1,b 2,...b n X1,X 2,...X n
= = = =
Total produksi Koefisien konstanta Koefisien regresi Peubah bebas yaitu pengelolaan tambak
251
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
Sebagai peubah tidak bebas adalah total produksi, sedangkan peubah bebas adalah pengelolaan tambak, yang dilakukan oleh pembudidaya tambak di Kabupaten Sidoarjo. Peubah bebas adalah yang terdiri atas 24 peubah yaitu luas tambak, tinggi pematang, lebar atas, lebar bawah, lama pengeringan, pemberian thiodan, akodan, NPK, ponska, saponin, kapur tembok, urea, SP36, rempah, dolomite, lama pengangkutan, padat penebaran bandeng, ukuran gelondongan bandeng, tinggi air, urea susulan, SP36 susulan, ponska susulan, dan lama pemeliharaan bandeng. Untuk memilih persamaan regresi ganda ‘terbaik’ maka digunakan metode langkah mundur (backward). Menurut Draper & Smith (1981), dengan memasukkan semua peubah ke dalam model tetapi kemudian satu persatu peubah bebas dikeluarkan dari model berdasarkan kriteria kemaknaan statistik tertentu. Pengujian dengan metode backward dapat dilakukan dengan melihat uji F parsial atau t parsial. Pemeriksaan tabel F dan tabel t akan menunjukkan hasil yang sama. Seluruh data dianalisis dengan bantuan Program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16,0. HASIL DAN BAHASAN Kondisi Pengelolaan Tambak Kecamatan Jabon terdiri dari 15 desa dengan luas wilayah 62.000 km 2 dari luas wilayah tersebut 4.144.07 ha adalah wilayah berupa tambak, dengan produksi ikan bandeng 6.515.600 Ton (Dinas Perikanan, 2013). Komoditas yang dikembangkan untuk usaha tambak adalah udang dan bandeng. Untuk meningkatkan produksi, pembudidaya memelihara dua komoditas dalam satu petak tambak yaitu dengan cara polikultur. Menurut Ranoemihardjo et al. (1979) udang dan ikan bandeng sesuai untuk dipolikulturkan di tambak. Kedua komoditas tersebut secara umum menuntut kondisi lingkungan yang relatif sama, tetapi menempati relung ekologi yang berbeda dalam tambak. Perbedaan habitat dan makanan dari kedua komoditas tersebut yang menyebabkan tidak terjadi kompetisi di antaranya (Eldani & Primavera, 1981). Konsep dasar dari polikultur adalah jika dua atau lebih spesies ikan yang cocok dipelihara secara bersama-sama akan meningkatkan produksi (Shang, 1986). Melakukan usaha tambak di Kabupaten Sidoarjo cukup menjanjikan dengan luas tambak yang ada yaitu 15.513,41 ha dapat memberikan kesejahteraan bagi 3.257 petani tambak dan 3.246 pandega (BPS, 2013), agar dapat memproduksi secara lebih optimal dan tetap mempertahankan produksi yang telah dicapai maka beberapa prioritas dalam melakukan pengelolaan harus diperhatikan. Untuk mendapatkan informasi pengelolaan budidaya tambak yang dilakukan di Kecamatan Jabon beberapa data diperoleh yang ditunjukkan pada Tabel 1. Produktivitas total tambak di Kabupaten Sidoarjo rata-rata 781,25 kg/ha/panen (Tabel 1). Jumlah produksi yang dihasilkan merupakan total produksi ikan bandeng. Sistem budidaya yang dilakukan adalah polikultur. Tinggi dan rendahnya hasil produksi ditentukan oleh faktor pengelolaan yang dilakukan oleh pembudidaya tambak, salah satu penyebab rendahnya produktivitas tambak diduga sebagai akibat ukuran petakan tambak yang cukup luas. Hal ini menunjukkan bahwa semakin luas tambak yang dikelola oleh seorang pembudidaya tambak, maka semakin berkurang tingkat pengelolaan yang dilakukan karena pembudidaya tambak dibatasi oleh tenaga dan waktu serta ketersediaan dana. Demikian pula sebaliknya, dengan ukuran tambak yang lebih kecil cenderung pembudidaya tambak dapat memaksimalkan penggunaan sumberdaya lahan untuk memperoleh produksi yang lebih banyak. Hal ini sejalan dengan pendapat Milstein et al. (2005) yang menyatakan bahwa tambak yang lebih kecil akan lebih mudah dikelola dan produktivitasnya akan lebih tinggi daripada yang berukuran lebih luas. Prioritas Pengelolaan Tambak Pada pengelolaan tambak di Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo, ada beberapa hal yang dilakukan oleh petambak dan kegiatan pengelolaan tersebut dianalisis untuk menentukan prioritas pengelolaan yang dapat meningkatkan produksi hasil budidaya tambak bandeng. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien konstanta sebesar 311,905 menunjukkan produksi total ikan bandeng dapat diprediksi mencapai 311,905 kg/ha/siklus kalau tidak ada kontribusi dari peubah pengelolaan tambak. Hal ini menunjukkan bahwa peubah pengelolaan tambak yang meliputi: luas, pemberian akodan, pemberian saponin awal, pemberian kapur tembok, pemberian rempah, tinggi air, pemberian urea
Peningkatan produktivitas dengan beberapa prioritas ..... (Erna Ratnawati)
252
Tabel 1. Nilai rata-rata peubah pengelolaan tambak yang berpengaruh terhadap produktivitas tambak di Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur (n = 25)
Peubah Luas (ha) Tinggi pematang (m) Lebar atas (m) Lebar bawah (m) Lama pengeringan (hari) Thiodan (l/ha) Akodan (l/ha) NPK (kg/ha) Saponin (kg/ha) Kapur tembok (kg/ha) Urea (kg/ha) SP36 (kg/ha) Ponska (kg/ha) Rempah (kg/ha) Dolomit (kg/petak) Lama pengangkutan (jam) Padat penebaran ikan bandeng (ekor/ha) Ukuran gelondongan bandeng (hari) Tinggi air (cm) Urea susulan (kg/ha) SP36 susulan (kg/ha) Dolomit (kg/ha) Ponska susulan (kg/ha) Lama pemeliharaan ikan bandeng (hari) Produksi Ikan bandeng (kg/ha)
Min
Max
Average
0,5 0,7 1 2 0 1,5 0,5 10 25 100 30 25 20 0,5 25 1 1.250 15 0,5 10 5 20 25 60 100
18 2,5 5 7 30 25 4 25 200 500 500 500 200 4 1000 12 30.000 30 170 150 100 200 75 270 2000
5,53 1,62 2,25 3,94 10,48 0,92 0,42 1,09 18,75 34,38 61,88 70,47 19,38 0,56 70,97 2,58 9.687,50 22,44 85,64 14,84 10,16 10 6,25 134,06 781,25
Standar deviasi 4,522 0,54 1,102 1,364 9,990 4,418 0,968 4,707 44,450 106,587 117,211 120,164 54,886 1,053 194,732 2,196 9.386.418 11,466 30,875 39,062 23,503 39,020 17,961 74,654 689,641
susulan, pemberian SP36 susulan, pemberian dolomit susulan dan lama pemeliharaan ikan bandeng berpengaruh cukup besar terhadap produktivitas total tambak di Kabupaten Sidoarjo (Tabel 2) a. Peubah tidak bebas: produksi ikan bandeng (kg/ha/siklus) Hasil analisis menunjukkan bahwa peubah pengelolaan tambak yang berperan dalam menentukan produktivitas tambak di Kabupaten Sidoarjo, ditunjukkan dalam persamaan regresi berikut:. Y = 311.905 + 40.105X1 + 378.131X2 – 3.907 X3 – 7.280 X4 +10.692X5 – 10.133X6 + 6.604 X7 + 5.313 X8 di mana: Y = Produksi ikan bandeng (kg/ha/siklus) X 1 = Luas (ha) X 2 = Akodan (l/ha) X 3 = Pemberian saponin awal (kg/ha) X 4 =Tinggi air (cm) X 5 = Pemberian urea susulan (kg/ha) X 6 =Pemberian SP36 susulan (kg/ha) X 7 = Pemberian dolomit susulan (kg/ha) X 8 = Lama pemeliharaan ikan bandeng (hari)
253
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
Tabel 2. Koefisien konstanta dan koefisien regresi peubah bebas dalam prioritas pengelolaan yang mempengaruhi produksi tambak di Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur
Model
Koefisien yang Koefisien tidak distandarisasi standar B
(Konstan) Luas (ha) Akodan (l/ha) Saponim (kg/ha) Tinggi air (cm) Urea susulan (kg/ha) SP36 susulan (kg/ha) Dolomit susulan (kg/ha) Lama pemeliharaan ikan bandeng (hari)
Std. error
311,905 231,031 40,105 14,504 378,131 66,099 -3,907 1,467 -7,280 2,608 10,692 2,183 -10,133 3,339 6,604 1,665 5,313 0,894
t
Sig.
1,350 2,765 5,721 -2,664 -2,792 4,899 -3,035 3,966 5,944
0,193 0,012 0,000 0,015 0,012 0,000 0,007 0,001 0,000
Beta 0265 0,533 -0,253 -0,322 0,601 -0,347 0,377 0,549
Dari persamaan terlihat bahwa luas berpengaruh terhadap peningkatan produksi ikan bandeng sebesar 40.105, hal tersebut dapat dijelaskan bahwa dengan luas tambak yang besar pembudidaya dapat menghasilkan produksi yang besar selama hal-hal mengenai pemilihan lokasi dapat terpenuhi yaitu dalam hal tata letak tambak dan jenis tanah setempat, kesalahan desain dan teknologi dalam pengelolaannya merupakan faktor- faktor yang berperan terhadap penurunan produktivitas tambak dan respon tambak yang negatif terhadap pertumbuhan fitoplankton. Persyaratan ramah lingkungan merupakan hal yang harus diperhatikan karena terbukti berdampak positif terhadap hasil budidaya. Berdasarkan kebiasaan hidup, tingkah laku dan sifat ikan, maka dalam memilih lokasi tambak baik dalam rangka membuat tambak baru maupun dalam perbaikan tambak yang sudah ada, sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut : Memiliki sumber air yang cukup, baik air laut maupun air tawar dan tersedia sepanjang tahun atau setidaknya 10 bulan dalam setahun, tetapi bukan daerah banjir Memiliki saluran saluran air yang lancar, baik untuk pengisian waktu pasang maupun membuang air waktu surut dan sumber air serta lingkungan bebas dari pencemaran. Kadar garam air berkisar 10-25 ppm dan derajat keasaman (pH) berkisar 7-8.5 Tanah dasar tambak terdiri dari lumpur berpasir dengan ketentuan kandungan pasirnya tidak lebih dari 20% Selain itu, desain tambak juga harus diperhatikan karena, desain suatu petakan tambak merupakan salah satu kunci utama keberhasilan budidaya. Secara teknis budidaya ikan bandeng di Kabupaten Sidoadrjo sangat mendukung. Letaknya yang strategis antara jarak lokasi tambak dan kota yang relatif dekat turut membantu proses pemasaran ikan bandeng hasil produksi para petani Kabupaten Sidoarjo (Hamdani, 2007). Kabupaten Sidoarjo yang terletak berbatasan langsung dengan laut jawa mempunyai potensi air asin yang dapat digunakan untuk mendukung aktivitas budidaya ikan bandeng, selain itu daerah Kabupaten Sidoarjo yang dialiri oleh beberapa sungai besar seperti Sungai Porong berpotensi menyediakan air tawar yang juga dapat digunakan untuk mendukung aktivitas budidaya ikan bandeng. Untuk persediaan air payau sendiri juga banyak terutama di daerah pesisir yang banyak dijadikan kawasan pertambakan. Dari persamaan dapat dilihat bahwa penggunaan dosis akodan (X 2) dapat meningkatkan produksi sebesar 378.131. Akodan merupakan salah satu racun pembasmi hama di tambak. Untuk menanggulangi serangan hama lebih ditekankan pada sistem pengendalian hama terpadu, yaitu pemberantasan hama yang berhasil tetapi tidak mengakibatkan kerusakan ekosistem. Jika ada cara yang dapat dilakukan selain pemberian obat-obatan maka lebih baik tanpa penggunaan obat-obatan, apalagi obat-obatan buatan pabrik (pestisida anorganik). Pemberian obat-obatan sering menimbulkan
Peningkatan produktivitas dengan beberapa prioritas ..... (Erna Ratnawati)
254
masalah baru yang merugikan, seperti adanya generasi penyakit yang tahan terhadap obat-obatan yang diberikan. Tindakan pencegahan dengan adanya persiapan wadah budidaya optimum berupa pengeringan dan pengapuran yang cukup, serta pemasangan filter pada pintu air, akan memberikan masukan yang sangat besar dalam usaha penanggulangan hama. Dari hal tersebut dapat dipahami bahwa penggunaan akodan dengan tepat sangat berpengaruh dalam produktivitas yang diharapkan, karena dosis akodan harus sesuai dosis yang dianjurkan dan cara penerapannya harus sesuai aturan agar dapat menghindari hal-hal yang justru dapat mempengaruhi pada kualitas air pada pemeliharaan. Pada persamaan terlihat bahwa pemberian saponin awal (X3) berpengaruh terhadap jumlah produksi, untuk pemberian saaponin awal berpengaruh negatif sejumlah 3.907, artinya dapat menurunkan jumlah produksi yang dihasilkan sejumlah nilai tersebut. Hal tersebut dapat dijelaskan karena pemberian saponin awal merupakan tindakan dalam memberantas hama (terutama trisipan, kepiting dan udang/ikan liar) dengan pengaplikasian yang sesuai hal yang dapat berpengaruh negatif terhadap produksi dapat dihindari, yang paling efektif dalam tindakan tersebut adalah melalui pengeringan tambak secara sempurna. Pemberantasan hama ikan dapat dilakukan dengan menggunakan saponin, dimana keampuhannya sangat dipengaruhi oleh kondisi suhu dan salinitas air tambak. Pada salinitas rendah yaitu salinitas <20 ppm sebaiknya diaplikasi pada dosis 20-30kg/ ha dan dilakukan pada siang hari, dan apabila salinitas >30 ppm, saponin diaplikasikan dengan dosis 10-15 kg/ha. Perbaikan struktur tanah yaitu dengan meningkatkan daya sanggah (buffer) tanah dan air sehingga tidak terjadi perubahan kemasaman (pH) yang ekstrim. Tinggi air (X4) pada persamaan menunjukkan bahwa tinggi air dapat mengurangi jumlah produksi sebesar 7.280, hal tersebut dapat dijelaskan karena air merupakan hal yang penting diperhatikan dalam melakukan budidaya dalam hal ini tinggi air pada saat melakukan beberapa pengelolaan dalam pengaplikasian metode pemupukan dan pemberantasan hama di tambak. Metode pemupukan air tambak erat hubungannya dengan proses sirkulasi air dengan dasar pemikiran bahwa volume air tambak sangat berpengaruh terhadap keefektifan kegiatan pemupukan yang dilakukan. Kondisi ini dapat diartikan bahwa pada dosis pemakaian pupuk yang sama tingkat pengaruh dan keefektifannya akan relatif berbeda jika diberikan pada tambak dengan volume air yang berbeda. Berdasarkan hal ini maka sebelum dilakukan pemupukan biasanya dilakukan sirkulasi terlebih dahulu dengan jalan mengurangi volume air dan menambahkan air baru ke dalam tambak sampai pada ketinggian air yang relatif lebih rendah, kemudian baru dilakukan pemupukan.
Pemupukan Dasar
Pada pemupukan dasar yang ditumbuhkan terutama adalah klekap (lumut dasar). Jenis dan dosis pupuk yang diperlukan dalam setiap hektar adalah : pupuk kandang dicampur dengan dedak halus dengan dosis 1-2 ton/ha, kemudian disebar merata ke dasar tambak. Selanjutnya campuran pupuk urea 100-150 kg/ha dan SP36 sebanyak 50-75 kg/ha, juga disebar merata ke seluruh permukaan tambak. Masukkan air kedalam tambak sampai mencapai ketinggian 10-20 cm dengan menggunakan saringan dan biarkan menguap selama 2 minggu. Bila keadaan air di permukaan telah menjadi jernih sedang dasar tambak telah tampak hijau ditumbuhi klekap, maka air di dalam tambak ditambah secara bertahap sampai mencapai kedalaman 60-100 cm. Jika keadaan air sudah cukup stabil, maka petakan siap untuk ditebari.
Pemupukan Susulan
Jika diperkirakan makanan alami di tambak hampir habis (masa pemeliharaan + 1 bulan), maka perlu dilakukan pemupukan susulan dengan menggunakan pupuk urea dan SP36 dengan dosis urea 10-15 kg/ha dan SP36 5-10 kg/ha. Pada pemupukan susulan ini yang ditumbuhkan adalah plankton, dan dilakukan setiap 10-14 hari sekali. Pupuk susulan ditebarkan pada pelataran tambak. Pemupukan tidak dianjurkan pada tambak-tambak yang mempunyai tanah dasar bersifat masam pH < 6). Dapat juga dilakukan pemupukan apabila sudah dilakukan proses pengapuran (penebaran kapur tohor) atau menggantungkan batu kapur di muka pintu-pintu air. Selain dalam hal metode pemupukan hal lain yang perlu diperhatikan mengenai tinggi air yaitu pada saat air dimasukkan ke dalam petakan tandon yang telah diendapkan selama + 4 hari. Persiapan
255
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
tandon dilakukan sama dengan persiapan petak pembesaran, hanya tidak dilakukan pemupukan. Apabila tambak tidak memakai petakan tandon, maka tambak sebaiknya diberi kaporit 5 ppm sebelum ditebari udang dan tidak boleh ganti air sampai 1,5 bulan. Air yang telah ditampung dikapuri secara rutin dan dialirkan ke petak pembesaran dengan pergantian air di petak pembesaran sebanyak 2030% pertiga hari. Pemberian makanan tambahan dalam jumlah yang cukup banyak, kemungkinan akan meninggalkan sisa-sisa yang apabila membusuk akan berpengaruh terhadap kualitas air. Oleh karena itu, pergantian air dengan frekuensi yang lebih banyak mutlak diperlukan. Pergantian air di tambak dilakukan secara rutin, yaitu setiap dua minggu sekali sebanyak 25%. Setelah pergantian air maka langsung diberi kapur kaptan sebanyak 50-100 kg/ha, dan pupuk kalau perlu yaitu maksimum urea 35 kg/ha dan SP36 10 kg/ha, dengan kecerahan air tetap terjaga yaitu 25-40 cm. Apabila kondisi air tambak banyak kotoran/buih atau air jernih tidak ada plankton, maka air tambak wajib diganti. Dan apabila air tambak menyala, maka segera diganti air tambak atau taburi kaporit 1,2 ppm (12 kg/ha/1m atau 7,2 kg/ha/60 cm kedalaman air tambak. Serta pada sat hujan lebat, sebaiknya pematang tambak ditaburi kapur 100 kg/ha, pada malam hari diberi kincir/mesin perahu (2 buah/ha) agar air tidak berlapis. Jenis pupuk anorganik yang biasa digunakan dalam kegiatan budidaya adalah urea dan TSP, Fungsi dan dosis yang digunakan dari masing-masing jenis pupuk tersebut relatif berbeda tergantung dari kondisi perairan dan tingkat kebutuhannya berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan. Pupuk urea biasanya digunakan untuk memacu atau menumbuhkan phytoplankton yang bersifat stabil di dalam tambak, sedangkan pupuk TSP untuk menumbuhkan jenis phytoplankton yang dapat memacu berkembangnya zooplankton yang dapat dijadikan sebagai pakan alami bagi udang yang masih muda/ kecil. Dosis penggunaan urea yang sering dipakai adalah sekitar tiga kali lipat TSP pada kondisi normal dan pemakaiannya dapat digunakan secara terpisah maupun bersamaan berdasarkan kondisi yang ada di lapangan. Selain pemberian pupuk anorganik, pemberian pupuk organik juga sangat penting karena sebagai suplai unsur hara yang tidak terdapat dalam pupuk an organik dan dibutuhkan oleh plankton. Selain tujuan tersebut pemberian bahan organik ini juga dimaksudkan untuk penyeimbang komposisi bahan anorganik yang ada di perairan tersebut selain itu juga untuk memacu pertumbuhan zooplankton yang dapat dijadikan sebagai pakan alami bagi udang atau organisme lainnya. Pemberian pupuk organik bersifat insidental dan dilakukan berdasarkan hasil pengamatan dan tingkat kebutuhan perairan. Pakan yang diberikan ke komoditas peliharaan secara prinsip dapat berfungsi sebagai pupuk organik bagi perairan tambak dan membantu dalam proses pembentukan kestabilan plankton di dalam tambak. Fenomena ini dapat dijumpai dan diamati pada tambak dengan populasi komoditas peliharaan yang padat dan jumlah pemberian pakan yang besar. Pada kondisi ini kestabilan plankton dalam perairan akan terbentuk dengan sendirinya tanpa adanya pemupukan, karena unsur-unsur yang terdapat dalam pakan udang juga diserap oleh plankton untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya di perairan tersebut. Dari hal tersebut dapat dipahami bahwa pemberian urea susulan (X5), dan pemberian SP36 susulan (X6) merupakan perlakuan yang dilakukan dalam pengelolaan tambak untuk pemberian pakan. Pemberian urea susulan berberpengaruh positif terhadap produksi sebesar 10.692 dan pemberian SP36 susulan berpengaruh negatif sebesar 10.133 terhadap jumlah produksi, pemberian pupuk urea dan SP36 susulan dilakukan jika pada kondisi pemeliharaan dianggap masih memerlukan urea dan SP36, sehingga dalam pengaplikasian pupuk tersebut tidak memberi pengaruh yang berdampak pada hasil produksi. Dosis yang diberikan sesuai dengan kebutuhan rata-rata pemberian pupuk urea yaitu sekitar 100-150 kg/ha, jadi dalam hal ini pengaruh terhadap produksi jika sesuai dengan komposisi akan dapat lebih meningkatkan produktivitas tambak. Pemberian pupuk SP36 dalam keadaan normal yaitu sepertiga dari penggunaan pupuk urea. Pada penerapannya dengan rata-rata luas tambak 1 ha. Jika diperkirakan makanan alami di tambak hampir habis dengan masa pemeliharaan ditambah satu bulan, maka perlu dilakukan pemupukan susulan dengan menggunakan pupuk urea dan SP36 dengan dosis urea 10-15 kg/ha dan SP36, 5-10 kg/ha. Pada pemupukan susulan ini yang ditumbuhkan adalah plankton, dan dilakukan setiap 10-14 hari sekali. Pupuk susulan ditebarkan pada pelataran tambak. Pemupukan tidak dianjurkan pada tambaktambak yang mempunyai tanah dasar bersifat masam pH < 6. Dapat juga dilakukan pemupukan
Peningkatan produktivitas dengan beberapa prioritas ..... (Erna Ratnawati)
256
apabila sudah dilakukan proses pengapuran (penebaran kapur tohor) atau menggantungkan batu kapur di muka pintu-pintu air. Pemberian dolomit susulan pada persamaan memberikan pengaruh positif terhadap jumlah produksi sebesar 6.604 (X7). Pada persiapan lahan merupakan faktor penting dalam melakukan budidaya, persiapan lahan dalam hal pengapuran dilakukan untuk menaikkan keasaman tanah (pH). Ada pun jenis kapur yang diberikan disesuaikan dengan nilai pH tanah (Tabel 3). Tabel 3. Dosis/kebutuhan dan jenis kapur yang digunakan
pH <5 5 – 5,4 5,5– 5,9 6 – 6,4 6,4-7
Dolomit (kg/ha) 3.250 2.700 2.250 1.750 1.250
Kaptan (kg/ha) 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000
Kapur tohor (kg/ha) 2.250 1.870 1.500 1.125 750
Dari Tabel 3 dapat dipahami dalam hal pemberian dolomit susulan, sehingga pengaplikasian dolomit dapat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan pada proses budidaya. Lama pemeliharaan bandeng (hari) akan meningkatkan produksi sebesar 5.313 (X8). Menurut Cahyono (2007), ikan bandeng dengan bobot awal atau bobot saat penebaran benih pertama dengan bobot 40 g dan lama pemeliharaan 4-6 bulan akan mengalami peningkatan bobot tubuh sebesar 250 g. Lama pemeliharaan yang dilakukan oleh pembudidaya tambak di Kabupaten Sidoarjo adalah 4,5 bulan, hal ini dapat menjelaskan bahwa lama pemeliharaan yang dilakukan berpengaruh terhadap produksi, karena lama pemeliharaan berpengaruh terhadap ukuran bandeng yang dihasilkan. Lama pemeliharaan untuk mencapai ukuran di atas 300 g dengan benih berukuran sekitar 3 g adalah 120 hari. Adapun lama pemeliharaan untuk mencapai ukuran konsumsi (500 g/ekor) dengan bobot benih 20 g selama 5 bulan. KESIMPULAN Rata-rata produksi total tambak Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur sebesar 781.25 kg/ha/ panen yang merupakan produksi ikan bandeng. Luas tambak, pemberian akodan, pemberian saponin, kapur tembok, rempah, pemberian pupuk urea, SP36 dan dolomit susulan, serta lama pemeliharaan merupakan pengaruh dalam faktor pengelolaan budidaya tambak terhadap produktivitas tambak untuk produksi ikan bandeng di Kabupaten Sidoarjo, produktivitas tambak di Kabupaten Sidoarjo dapat ditingkatkan melalui pengelolaan tambak dengan pemanfaatan luas tambak yang sesuai dengan kriteria tambak untuk budidaya tambak bandeng dan melalui pemberian akodan, pemberian saponin, kapur tembok, rempah, pemberian pupuk urea, SP36 dan dolomit susulan yang sesuai dengan dosis dan dikondisikan dengan tinggi air dan padat tebar, selain itu juga lama pemeliharaan ikan harus diperhatikan sehingga diperoleh hasil panen yang sesuai dengan harapan pembudidaya tambak. DAFTAR ACUAN Anonim. (2013). Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sidoarjo Badan Pusat Statistik Sidoarjo. (2013). Sidoarjo Dalam Angka 2014. Kabupaten Sidoarjo Cahyono, A. (2007). Analisis Pemasaran Ikan Bandeng (Chanos-Chanos)Di Desa Margoanyar Kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan. Tesis. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang 2007 Draper, N.R., & Smith, H. (1981). Applied Regression Analysis. Second Edition. John Wiley & Sons, New York. 709 pp Eldani, A., & Primavera, J.H. (1981). Effect of different stocking combination of growth, production and survival rate of milkfish (Chanos chanos Forskal) and prawn (Penaeus monodon Fabricius) in polyculture in brackishwater ponds. Aquaculture 23: 59-72.
257
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
Hamdani. (2007). Prospek Usaha Tambak Di Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur. Surabaya: UPN Veteran Jatim Milstein, A., Islam, M.S., Wahab, M.A., Kamal, A.H.M., & Dewan, S. (2005). Characterization of water quality in shrimp ponds of different size and with different management regimes using multivariate statistical analysis. Aquaculture International 13, 501-518. Mustafa, A., & Ratnawati, E. (2007). Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi produktivitas tambak di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Jurnal Riset Akuakultur 2(1): 117-133. Ranoemihardjo, B.S., Kahar, A., & Lopez, J.V. (1979). Results of polyculture of milkfish and shrimp at the Karanganyar provincial demonstration ponds. Bulletin of Brackishwater Aquaculture Development Center 5(1&2): 334-350. Sandifer, P.A., Hopkins, J.S., Stokes, A.D., & Pruder, G.D. (1991). Technological advances in intensive pond culture of shrimp in the United States. in: Frontiers in Shrimp Research, ed. P. DeLoach, W.J. Dougherty and M.A. Davidson, Elsevier Science Pub., Amsterdam. pp 241-256, (8). Savolainena, R., Ruohonenb, K., & Railoc, E. (2004). Effect Of Stocking Density On Growth, Survival And Cheliped Injuries of Stage 2 Juvenile Signal Crayfish Pasifastacus leniusculus Dana. Aquaculture 231 : 237-248. Sastrakusumah, S. (1971). A study of the food of juvenile migrating pink shrimp, Penaeus duorarum Burkenroad University of Miami. Sea Grant Tech Bull. 9: 1-37 Shang, Y.C. (1986). Pond production systems: stocking practices in pond fish culture. In: Lannan, J.E., Smitherman, R.O. and Tchobanoglous, G. (eds.), Principles and Practices of Pond Aquaculture. Oregon State University Press, Corvallis, Oregon. pp. 85-96. SPSS (Statistical Product and Service Solution). (2006). SPSS 16.0 Brief Guide. SPSS Inc., Chicago. 217 pp. Tabachnick, B.G., & Fidell, L.S. (1996). Using Multivariate Statistics. Third edition. Harper Collins College Publishers, New York. 880 pp. Wirartha, I.M. (2006). Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Penerbit Andi, Yogyakarta, 383 hlm.