KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA
Oleh: Rita Pranawati Komisioner KPAI Disampaikan pada Dialog Interaktif Peningkatan Peran Serta Anak dalam Pembangunan Biro Bina Sosial Setda Jawa Tengah Salatiga, 8 April 2015
Anak adalah amanat Tuhan yang harus dijaga dan diperlakukan dengan sebaik-baiknya. Anak adalah generasi penerus keluarga, bangsa dan peradaban. Anak adalah pemilik dan penentu masa depan bangsa
Jumlah anak di Indonesia adalah sepertiga penduduk Indonesia atau sekitar 85 juta anak. Masih banyak pola pikir dan perilaku yang menjadikan anak sebagai obyek dan properti orang dewasa (orang tua, guru, aparat pemerintah, dll.) yang bertentangan dengan prinsip-prinsip perlindungan anak Norma perlindungan anak dan hak anak belum banyak dipahami dan belum dipraktekkan.
UUD Negara RI pasal 28 B ayat 2 : ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi” UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perindungan Anak
Non
diskriminasi Kepentingan terbaik baik bagi anak Hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan Mendengarkan pendapat anak
Anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (UU PA 35/2014 Pasal 1 ayat 1)
Perlindungan
anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
Anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia dengannya.
15 % dari penduduk dunia adalah penyandang disabilitas Penyandang disabilitas lebih rentan terhadap kemiskinan Penyandang disabilitas perempuan lebih rentan dibanding laki-laki Di dunia ada 785 juta perempuan dan laki-laki disabilitas pada usia kerja, mayoritas tidak bekerja Penyandang disabilitas kerap terkucil dari pendidikan, pelatihan kejuruan dan peluang kerja Lebih dari 90% anak disabilitas di negara berkembang tidak bersekolah dan hanya 1% perempuan disabilitas yang bisa membaca Penyandang disabilitas di Indonesia 10%, kurang lebih 24 juta
1. Anak disabilitas penglihatan adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatan berupa kebutaan menyeluruh (total) atau sebagian (lowvision). 2. Anak disabilitas pendengaran adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran, baik sebagian ataupun menyeluruh, dan biasanya memiliki hambatan dalam berbahasa dan berbicara. 3. Anak disabilitas intelektual adalah anak yang memiliki inteligensia yang signifikan berada dibawah rata-rata anak seusianya dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku, yang muncul dalam masa perkembangan.
4. Anak disabilitas fisik adalah anak yang mengalami gangguan gerak akibat kelumpuhan, tidak lengkap anggota badan, kelainan bentuk dan fungsi tubuh atau anggota gerak. 5. Anak disabilitas sosial adalah anak yang memiliki masalah atau hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial, serta berperilaku menyimpang. 6. Anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD) adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan, yang ditandai dengan sekumpulan masalah berupa ganggguan pengendalian diri, masalah rentang atensi atau perhatian, hiperaktivitas dan impulsivitas, yang menyebabkan kesulitan berperilaku, berfikir, dan mengendalikan emosi.
7. Anak dengan gangguan spektrum autisma atau autism spectrum disorders (ASD) adalah anak yang mengalami gangguan dalam tiga area dengan tingkatan berbeda-beda, yaitu kemampuan komunikasi dan interaksi sosial, serta pola-pola perilaku yang repetitif dan stereotipi. 8. Anak dengan gangguan ganda adalah anak yang memiliki dua atau lebih gangguan sehingga diperlukan pendampingan, layanan, pendidikan khusus, dan alat bantu belajar yang khusus. 9. Anak lamban belajar atau slow learner adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit dibawah ratarata tetapi belum termasuk gangguan mental. Mereka butuh waktu lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik.
10. Anak dengan kesulitan belajar khusus atau specific learning disabilities adalah anak yang mengalami hambatan atau penyimpangan pada satu atau lebih proses psikologis dasar berupa ketidakmampuan mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja dan berhitung. 11. Anak dengan gangguan kemampuan komunikasi adalah anak yang mengalami penyimpangan dalam bidang perkembangan bahasa wicara, suara, irama, dan kelancaran dari usia rata-rata yang disebabkan oleh faktor fisik, psikologis dan lingkungan, baik reseptif maupun ekspresif. 12. Anak dengan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah anak yang memiliki skor inteligensi yang tinggi (gifted), atau mereka yang unggul dalam bidang-bidang khusus (talented) seperti musik, seni, olah raga, dan kepemimpinan.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus UU Perlindungan Anak No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU PA no 23 tahun 2002
UU penyandang disabilitas dan peningkatan kesejahteraan sosial penanyandang disabilitas: 1% tenaga kerja (baik swasta maupun pemerintah) adalah penyandang disabiltas UU HAM: penyandang disabilitas memiliki hak atas fasilitas dan perlakuan khusus UU Layanan publik: penyedia layanan umum wajib memberikan layanan khusus bagi penyandang disabilitas UU Pembangunan Gedung: Fasilitas harus aksesible bagi penyandang disabilitas Permenaker: Penyandang disabilitas berhak sertifikat pelatihan kejuruan SE Menakertrans: penyaluran pekerjaan dengan disabilitas di sektor swasta
Pasal 1, point 7 Anak Penyandang disabilitas adalah anak yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak. Pasal 1, point 8 Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai kecerdasan luar biasa atau memiliki potensi dan atau bakat istimewa tidak terbatas pada kemampuan intelektual tetapi juga bidang lain Pasal 9, point 3 Selain hak pendidikan dan pengajaran dan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan, anak penyandang disabilitas berhak memperoleh pendidikan luar biasa dan anak yang memiliki keunggulan berhak mendapatkan pendidikan khusus
Pasal 12 Setiap anak penyandang disabilitas berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial Pasal 59 & 60 Perlindungan khusus bagi anak penyandang disabilitas yang berupa penanganan yang cepat termasuk pengobatan dan atau rehabilitasu secara fisik, psikis, dan sosial serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya; pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan; pemberian bantuan sosial bagi anak yang berasal dari keluarga tidak mampu; pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan Pasal 70 Upaya untuk anak penyandang disabilitas yaitu perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak; pemenuhan kebutuhan khusus; perlakuan yang sama dengan anak lainnya untuk mencapai integrasi sosial sepenuh mmungkin dan pengembangan individu; pendampingan sosial
Masalah
yang jarang mendapatkan perhatian dari pemerintan maupun masyarakat (Rahayu Repindowati) Secara aturan bagus, implementasinya lemah (Sudibyo Markus) Secara struktural “dicacatkan” “Terdiskriminasi” Fasilitas publik belum ramah ABK: bus, tempat belanja, bangunan, perumahan, pekerjaan Pembangunan belum integrative dan inklusif
Tujuan CRPD: memajukan, melindungi, dan menjamin kesamaan hak dan kebebasan yang mendasar bagi semua penyandang disabilitas, serta penghormatan terhadap martabat penyandang disabilitas sebagai bagian yang tidak terpisahkan (inherent dignity) Kekhususan CRPD: Persamaan dan non diskriminasi; penyandang disabilitas perempuan dan anak; peningkatan kesadaran; aksesibilitas; situasi berisiko dan darurat; hak mobilitas alat bantu gerak; kesehatan; pendidikan; pekerjaan dan kesempatan kerja, rekreasi dan olah raga; akses peradila; hidup mandiri; dan keterlibatan dalam masyarakat
Mitos, ritual budaya mengkonstruk disabilitas Norma sosial disabilitas: belas kasihan, ketidakmampuan dan abnormalitas, tidak mandiri, tidak produktif, barang rusak, tidak berguna STIGMA: Penyandang Masalah kesejahteraan sosial (PMKS) Klasifikasi sosial masyarakat membuat dengan disabilitas sulit mengakses pendidikan, perumahan, transportasi, layanan kesehatan, dan kehidupan keluarga dengan disabilitas Hambatan partisipasi dalam pengambilan kebijakan publik baik dalam interaksi sosial, secara fisik, dan image Hambatan komunikasi
Sudut
pandang orang tua terhadap masalah; awalnya malu, terkejut, menyangkal, stress, dan bertahap mulai dapat menerima Dukungan sosial diterima oleh orangtua dari keluarga besar, tetangga dan masyarakat, dan kelompok pendukung misal tenaga kesehatan, pendidikan, komunitas ortu anak ABK Ortu dengan ABK sesuai dengan levelnya akan meluangkan waktu lebih banyak dengan anak Ortu akan menyesuaikan diri sepanjang waktu (koping strategi)
CRPD
jiwanya harus masuk semua UU misal UU lalu lintas, kepegawaian, kesehatan, ketenagakerjaan, bangunan Belum ada aturan penanganan anak dg disabilitas korban kekerasan di domestik dan publik Belum ada kebijakan saksi ahli; penerjemah, visum kejiwaan, pemeriksaan kesehatan Belum ada sistem referensi saksi ahli yang dibutuhkan Kebijakan integratif untuk penanganan korban disabilitas
Pelatihan
vokasional rehabsos sangat terbatas dan tidak inklusif Pendidikan inklusi prakteknya tidak sesuai standar, sistem ranking merugikan anak ABK Konsern pemerintah untuk guru dengan pendidikan khusus untuk berkarir di pendidikan inklusif lemah Bias hanya ABK miskin yang butuh bantuan pemerintah Tidak ada harmonisasi UU dan Perda Jumlah sekolah luar biasa < 1% sekolah biasa
Orang tua: Mengkondisikan anak dan memfasilitasi perkembangan anak Masyarakat: Penerimaan terhadap anak ABK, mengedukasi masyarakat, menghilangkan budaya membully, melayani anak ABK, dan melindungi anak ABK Pemerintah: Penguatan perlindungan anak ABK dari sisi konstitusi, praktek, dan pelayanan
Rita
Pranawati, MA Komisioner KPAI Bidang Pengasuhan Divisi Telaah dan Kajian Pranawati_rita2000@ yahoo.com 081328716370
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jl. Teuku Umar No. 10-12 Menteng, Jakarta Pusat 10350 Telp. 021-31901446, 31901556. Fax. 021-3900833 Website : www.kpai.go.id Email Pengaduan :
[email protected] Email Humas:
[email protected] Email Bidang Data dan Informasi :
[email protected]