MENGUKUR KEMAMPUAN EKSPANSI USAHA RITEL DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN DAN STRATEGI BESERTA KINERJA KEUANGANNYA (STUDI KASUS PADA DISTRO BANDUNG SUPER MODEL DI MALANG) Oleh: Ima Hidayati *) A. Yusuf Imam Suja’i **) Budi Wahono ***) ABSTRACT Bandung Super Model is one of retail company which provide fashion requirement. BSM found since 2008 at Sengkaling. Some years after first time found, BSM done expansion by opened new outlets in the strategic places at Malang. The expansion done by a company to reach efficiency, competitive, increase profit and enlarging firm size. In the effort, BSM need to regard the best strategic to reach a big omzet. The successfully of business can be indicated by finance performance and firm size. In this research, financial performance can be measured by financial ratio aproachment. Based on the financial ratio analysis, can be concluded that BSM’s financial is in liquid condition, solvable and profitable. Meanwhile, to formulate strategy, can use SWOT analysis. Based on the SWOT analysis, got some strategics, they are; 1) Product differentiation and make a shoping place with one stop shoping concept; 2) Make a SOP training for employee and applies management appraisal to motivates employee’s achievement; 3) Make company affiliation to design the unique products, fashionable, up to date also add CCTV ; 4) Make a unique outlet lay out and step up sales promotion. Supported by good finance of BSM, writer suggest that BSM ought to make company affiliation or has convection to it’s self and make a shoping place with one stop shoping concept. Key words: Bandung Super Model, exspansion, firm size, business strategy, finance performance, finance analysis ratio, SWOT analysis. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BSM didirikan sejak tahun 2008, yang merupakan sebuah perusahaan factory outlet untuk menyediakan berbagai macam model pakaian baik pria, wanita maupun anakanak. Beberapa tahun setelah kali pertama didirikannya BSM di Sengkaling, BSM melakukan ekspansi atau perluasan usaha dengan membuka outlet baru pada beberapa tempat strategis di Malang, hingga telah mencapai 14 outlet per Mei 2013. Penelitian ini mengambil obyek penelitian di Bandung Super Model yang berada di kota Malang karena perkembangan usahanya yang sangat pesat melalui ekspansi usaha yang dilakukannya. Dari penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan output interrelasi antara strategi bisnis dan kebijakan keuangan yang dapat saling memperkuat posisi perusahaan.
JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013
| 39
1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: a. Bagaimanakah kemampuan keuangan Bandung Super Model di Malang yang diukur melalui Quick Ratio, Current Ratio, Total Debt to Equity Ratio, Total Debt to Total Capital Assets, Total Assets Turnover, Working Capital Turnover, Firm Size, ROA dan ROE? b. Strategi apa sajakah yang dapat diterapkan Bandung Super Model di Malang dalam melakukan ekspansi usaha? 1.3 Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui dan menganalisa kinerja keuangan Bandung Super Model yang diukur melalui Current Ratio, Total Debt to Equity Ratio, Total Debt to Total Capital Assets, Total Assets Turnover, Working Capital Turnover, Firm Size, ROA dan ROE sehingga dapat memberikan kontribusi dalam merumuskan kebijakan keuangan yang dapat saling memperkuat posisi perusahaan. b. Untuk memberikan gambaran secara eksplisit mengenai strategi yang diterapkan Bandung Super Model dalam melakukan ekspansi. 1.4 Manfaat Penelitian a. Untuk Kalangan Akademis dan Masyarakat Umum Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi pengetahuan dan untuk memberikan gambaran riil tentang kinerja keuangan BSM, cara membaca dan memanfaatkan peluang serta memberikan gambaran tentang strategi ekspansi usaha yang dilakukan oleh BSM. b. Untuk Kalangan Praktisi Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi baru dalam study kelayakan bisnis, sekaligus dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya. c. Untuk Perusahaan Yang Diteliti Dapat memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan dan melakukan evaluasievaluasi yang diperlukan. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh Berutu (2008) dengan judul penelitian “Analisis Manajemen Strategi Giant (PT. Hero Supermarket, Tbk.) Dalam Menghadapi Persaingan Ritel di Kota Bogor (Studi Kasus di Giant PT. Hero Supermarket, Tbk. Botani Square)”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang perlu dipertimbangkan dalam merumuskan strategi bersaing Giant Botani Square di kota Bogor, menganalisis penilaian konsumen terhadap bauran pemasaran yang telah dilakukan Giant Botani Square dan menentukan pesaing utamanya, merumuskan dan memilih alternatif strategi yang terbaik untuk menghadapipersaingan bisnis ritel di kota Bogor. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu dilakukan pengumpulan data untuk menjawab permasalahan yang ada dan dilakukan dalam bentuk studi kasus. Dalam mendeskripsikan hasil dari penelitian digunakan analisis penilaian 40 |
JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013
konsumen, matriks SWOT, matrik Internal Eksternal dan Matriks Perancanaan Strategi Kuantitatif. Kesimpulan dari pembahasan diperoleh alternatif strategi yang paling baik untuk dijalankan adalah strategi penetrasi pasar, dan pengembangan produk. Alternatifalternatif strategi penetrasi pasar yang dapat dilaksanakan dalam menghadapi persaingan bisnis ritel di kota Bogor adalah (1) memperluas target pasar dengan mencari lokasi yang strategis untuk membuka gerai yang baru, (2) meningkatkan promosi dengan memperbanyak iklan di media terhadap iklan perusahaan dan produk dan (3) menambah variasi produk dan meningkatkan kualitas produk khususnya produk pada divisi fresh dengan bekerjasama dengan pemasok. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Lazuardi (2008) dengan judul “Formulasi Strategi Pengembangan Usaha Restoran Macaroni Panggang (MP) Bogor” bertujuan untuk mengidentifikasikan faktor eksternal dan internal yang dihadapi oleh restoran Macaroni Panggang (MP), menganalisis alternatif strategi dan menentukan prioritas strategi pengembangan usaha yang tepat serta dapat diterapkan bagi MP dalam mengembangkan usaha restoran berbasis modern. Salah satu alat analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah matriks SWOT. Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh Alkausar (2011) dengan judul penelitian “Analisis Strategi Pemasaran Pada PT. Mitra Yomart Sejati” yang merupakan sebuah perusahaan ritel yang bergerak di bidang minimarket. Penelitian tersebut bertujuan untuk Menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal minimarket PT. Mitra Yomart Sejati dan memformulasikan alternatif strategi minimarket PT. Mitra Yomart Sejati 2.2 Tinjauan Teori 2.2.1 Pengertian Ekspansi Menurut Riyanto (1995:301) disebutkan bahwa "pengertian ekspansi itu dimaksudkan sebagai perluasan daripada modal, baik perluasan modal kerja saja, atau modal kerja dan modal tetap, yang digunakan secara tetap dan terus menerus di dalam perusahaan". Disebutkan oleh Sudana (2011:102) bahwa "ekspansi atau perluasan usaha yaitu usulan investasi untuk menambah kapasitas produksi dari lini prduk yang telah ada, misalnya manambah jumlah mesin baru yang tipenya sama dengan mesin yang telah dipakai". 2.2.2 Pengertian Kinerja Keuangan Menurut Mulyadi (2001:416) penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan. Menurut Kasmir (2010:30) kinerja keuangan perusahaan merupakan satu diantara dasar penilaian mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dilakukan berdasarkan analisa terhadap rasio keuangan perusahaan. Pihak yang berkepentingan sangat memerlukan hasil dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan untuk dapat melihat kondisi perusahaan dan tingkat keberhasilan perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. 2.2.3 Pengertian Strategi Menurut Jauch dan Glueck (2003:12) disimpulkan bahwa "strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk memastikan bahwa JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013
| 41
tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan". Menurut Cravens (1996:30) mengemukakan bahwa “Strategi merupakan sarana organisasi yang digunakan untuk mencapai tujuannya”. 2.2.4 Pengertian Analisis SWOT Menurut Rangkuti (2005:18) analisis SWOT adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Model analisis ini diguanakan untuk analisa situasi kondisi pada saat ini. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan Strengths (kekuatan) dan Opportunities (peluang), tetapi secara bersamaan dapat meminimalkan Weakness (kelemahan) dan Threats (ancaman). Analisis ini akan berguna dalam memberikan alternatif pengambilan keputusan strategis. 2.2.5 Pengertian Modal Suja’i (2008:2) memberikan pengertian bahwa “ modal perusahaan adalah semua kekayaan perusahaan yang digunakan untuk operasional perusahaan”. Modal perusahaan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu modal aktif yang berupa asset dan modal pasif yang berupa pasiva. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis, Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian diskriptif, yang merupakan penelitian untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan current status dari studi kasus pada obyek penelitian yang menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Dalam penelitian ini, obyek studi kasus yang diambil adalah sebuah perusahaan ritel “Bandung Super Model” dengan kantor pusat yang berlokasi di Jalan Sengkaling No. 190, Malang. Alasan yang menjadi pertimbangan peneliti dalam memilih objek penelitian ini adalah karena Bandung Super Model merupakan usaha yang dirintis mulai dari nol namun kini ia telah dapat melakukan ekspansi usahanya dengan gencar melalui pembukaan outlet-outlet baru di sejumlah kawasan di Malang. Selain itu lokasi penelitian yang mudah dijangkau dan tidak terlalu jauh dari tempat tinggal peneliti, juga menjadi pertimbangan peneliti untuk mengefisienkan waktu dan biaya. Penelitian ini di mulai dari bulan Mei hingga hingga bulan Juni 2013. 3.2 Variabel Penelitian a. Quick Ratio (CR) Adalah perbandingan antara aktiva lancar yang dikurangi persediaan dengan kewajiban lancar. Rumus untuk menghitung Quick Ratio tersebut adalah sebagai berikut: CA-I QR = CL Keterangan: QR = Quick Ratio CA = Current Assets/ aktiva lancar I = Inventory/Persediaan CL = Current Liabilities/ Kewajiban lancar
42 |
JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013
b. Current Rasio Adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban lancarnya. Perusahaan dinilai likuid apabila nilai CR lebih dari 1. Namun jika sebaliknya, jika CR lebih kecil dari 1, perusahaan dinilai tidak likuid. Rumus perhitungannya sebagai berikut: CA CR = CL Keterangan: CR = Current Ratio CA = Current Assets/ aktiva lancar CL = Current Liabilities/ Kewajiban lancar c. Total Debt to Equity Ratio (DTE) Adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban jangka panjangnya dari komponen modal sendiri. Perusahaan dapat dikatakan solvabel jika DTE lebih kecil dari 1. Namun jika sebaliknya, maka perusahaan dikatakan tidak solvabel. Rumus untuk menghitung DTE tersebut adalah sebagai berikut: Debt DTE = E Keterangan: DTE = Rasio Total Utang Terhadap Total Modal Sendiri Debt = Total Utang E = Total Modal Sendiri d. Total Debt to Total Capital Assets (DTA) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total aktiva. Sehingga dapat diketahui seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut: Debt DTA = A Keterangan: DTA = Rasio Total Utang Terhadap Total Aktiva Debt = Total Utang A = Total Aktiva e. Total Assets Turnover (TATO) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur perputaran seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan dan mengukur berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva. Semakin tinggi perputaran aktiva, maka pernggunaan aktiva semakin efisien. Rumus perhitungannya sebagai berikut: S TATO = A Keterangan: TATO = Perputaran Total Aktiva S = Total Penerimaan Penjualan JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013
| 43
A
= Total Aktiva
f. Working Capital Turnover (WCTO) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur atau menilai efisiensi modal kerja kotor (aktiva lancar) perusahaan dalam menghasilkan penjualan selama periode tertentu. Semakin tinggi perputaran aktiva lancar, maka pernggunaan aktiva semakin efisien. Rumus perhitungannya sebagai berikut: S WCTO = AL Keterangan: WCTO = Perputaran Modal Kerja S = Total Penerimaan Penjualan WC = Total Aktiva Lancar (modal kerja kotor) g. Return On Asset (ROA) Adalah perbandingan antara laba setelah pajak (EAT) dengan total aktiva yang dinyatakan dalam persen. Rasio ini mengukur kemampuan aktiva dalam menghasilkan laba bersih. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut: EAT ROA = A Keterangan: ROA = Return On Asset EAT = Laba Setelah Pajak ( laba bersih) A = Total Aktiva h. Return On Equity (ROE) Adalah perbandingan antara EAT dengan modal sendiri. Dimana rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan modal sendiri dalam menghasilkan laba bersih. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut: EAT ROE = E Keterangan: ROE = Return On Equity EAT = Laba Setelah Pajak ( laba bersih) E = Total Modal Sendiri i. Firm Size Menggambarkan pertumbuhan pos-pos laporan keuangan dari tahun ke tahun. Dalam hal ini yang diukur adalah pertumbuhan aset/aktivanya. Aktiva Tahun Ini- Aktiva Tahun Lalu Asset Growth = Aktiva Tahun Lalu j. Strategi Strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui 44 |
JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013
pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan. Sedangkan alat analisis yang dipakai untuk menyusun formulasi perencanaan strategis perusahaan adalah matrik SWOT. Penyajian yang sistematis dari matriks SWOT dapat dilihat pada Gambar 1 berikut: Faktor Internal STRENGTHS (S) Tentukan 5-10 faktor –faktor kekuatan internal
WEAKNESS (W) Tentukan 5-10 faktor –faktor kelemahan internal
STRATEGI SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI ST Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
STRATEGI WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI WT Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Faktor Eksternal
OPPORTUNITIES(O) Tentukan 5-10 faktor peluang eksternal
THREATHS (T) Tentukan 5-10 Faktor ancaman eksternal
Gambar 1 Matriks SWOT Sumber: Rangkuti, 2005. 3.3 Model Penelitian Model Penelitian dapat digambarkan sebagai berikut: Quick Ratio & Current Ratio Total Debt to Equity Ratio & Total Debt to Total Capital Assets Total Assets Turnover & Working Capital Turnover
Kinerja Keuangan
Kemampuan Ekspansi
ROA & ROE Firm Size Analisis SWOT
Strategi
Gambar 2 Model Penelitian 3.4 Sumber dan Metode Pengumpulan Data Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder yang didapatkan dari dalam maupun luar perusahaan. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung (observasi) dan melalui wawancara. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi literatur maupun studi pustaka. Data sekunder bersumber dari buku teks Manajemen Keuangan, Dasar-Dasar Pembelanjaan JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013
| 45
Perusahaan, Analisis Laporan Keuangan, Manajemen Strategis, Kewirausahaan, Pemasaran strategis, Analisis SWOT, Metodologi Penelitian dan dari situs internet. 3.5 Metode Analisa Data Analisa data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif adalah menganalisis strategi yang diterapkan BSM dalam melakukan ekspansi. Ditinjau dari aspek strategi, alat bantu analisis yang digunakan dalam merumuskan strategi perusahaan adalah dengan matrik SWOT. Sedangkan metode analisis secara kuantitatif dilakukan dengan cara menganalisis aspek finansial/ keuangannya, dengan menghitung Current Ratio, Total Debt to Equity Ratio, Total Debt to Total Capital Assets, Total Assets Turnover, Working Capital Turnover, Firm Size, ROA dan ROE. Data keuangan yang dianalisis adalah laporan keuangan BSM selama tiga tahun terakhir, yaitu tahun 2010, 2011 serta 2012. Laporan keuangan yang dianalisis hanya selama tiga tahun terakhir karena pembuatan laporan keuangan BSM baru dimulai pada tahun 2010. Hal tersebut terjadi karena pada tahun-tahun sebelumnya, BSM masih dalam tahap merintis dan pembenahan manajemen. Alat bantu yang digunakan dalam analisis tersebut adalah Microsoft Excel. 4. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kinerja Keuangan BSM a. Tingkat Likuiditas Berdasarkan perhitungan quick ratio yang mengukur kemampuan aktiva lancar dalam menjamin setiap rupiah utang lancarnya, diperoleh nilai quick ratio sebesar 3,15 pada tahun 2010. Kemudian pada tahun 2011 diperoleh nilai perhitungan quick ratio sebesar 2,50. Sedangkan pada tahun 2012, quick ratio sebesar 0,80. Dari hasil perhitungan tersebut, dapat diamati bahwa pada tahun 2011, quick ratio mengalami penurunan sebesar 0,65 yang disebabkan meningkatnya hutang usaha untuk menyediakan barang dagangan dalam pembukaan outlet-outlet baru BSM. Dimana pada tahun tersebut, BSM melakukan ekspansi outletnya secara besar-besaran di berbagai tempat sehingga membutuhkan persediaan barang dagangan yang lebih banyak untuk didistribusikan ke masing-masing outlet yang baru. Begitu pula dengan tahun 2012, nilai quick ratio juga mengalami penurunan sebesar 1,70 yang disebabkan meningkatnya hutang bank. Berdasarkan perhitungan currant ratio (CR), diperoleh nilai sebesar 16,6 pada tahun 2010. Kemudian pada tahun 2011 current rationya 17,16. Sedangkan pada tahun 2012 diperoleh nilai current ratio sebesar 8,11. Dari perhitungan tersebut, dapat diamati bahwa pada tahun 2011, current ratio mengalami kenaikan sebesar 0,11 dari tahun 2010 yang mengindikasikan bahwa perusahaan dalam kondisi yang likuid. Tetapi pada tahun 2012 nilai current ratio mengalami penurunan sebesar 1,64 namun kondisi perusahaan tetap berada dalam kondisi yang likuid karena nilai yang diperoleh dari hasil perhitungan, CR lebih dari 1. Untuk menyikapi kondisi tersebut, perusahaan dapat menyikapinya dengan meningkatkan promosi pada outlet-outlet barunya, baik dengan memanfaatkan diskon yang diberikan supplier kepada BSM maupun dengan promosi melalui jejaring sosial, baliho atau brosur yang biayanya lebih rendah dibandingkan dengan media televisi lokal. Dengan meningkatkan promosi, diharapkan dapat mendongkrak tingkat penjualan, sehingga aset lancar berupa kas yang masukpun dapat meningkat.
46 |
JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013
b. Tingkat Solvabilitas Berdasarkan perhitungan Total Debt to Equity Ratio (DTE) yang mengukur solvabilitas perusahaan dari komponen modal sendiri untuk periode tiga tahun terakhir, diperoleh nilai DTE sebesar 0,014 pada tahun 2010. Kemudian DTE pada tahun 2011 sebesar 0,015. Sedangakan pada tahun 2012, DTE sebesar 0,028. Hasil perhitungan tersebut memperlihatkan bahwa perusahaan dalam kondisi yang solvabel untuk memenuhi seluruh kewajibannya dalam jangka panjang, karena nilai perhitungan DTE lebih kecil dari 1. Berdasarkan perhitungan Total Debt to Total Capital Assets (DTA) yang mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya dalam jangka panjang dari komponen total aset, diperoleh nilai DTA sebesar 0,062 pada tahun 2010. Kemudian pada tahun 2011 nilai DTA sebesar 0,058. Sedangkan pada tahun 2012 DTA sebesar 0,123. Dari perhitungan DTA tersebut juga menunjukkan bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang solvabel karena nilai dari hasil perhitungan DTA kurang dari 1. c. Tingkat Efisiensi dan Efektivitas Penggunaan Aset Berdasarkan perhitungan Total Assets Turnover (TATO), pada tahun 2010 diperoleh nilai TATO sebesar 2,04. Kemudian pada tahun 2011, TATO sebesar 1,73. Sedangkan untuk tahun 2012, TATO sebesar 1,73. Dari perhitungan tersebut, menunjukkan adanya penurunan efisiensi perputaran aset pada dua periode yang berangsur-angsur yaitu pada tahun 2011 yang mengalami penurunan sebesar 0,31 terhadap tahun 2010 yang disebabkan karena pada tahun tersebut BSM sedang melakukan perluasan usahanya, sehingga perputaran aset-aset yang terdapat pada outlet-outlet barunya belum maksimal. Penurunan efisiensi perputaran aset juga dialami tahun 2012 yaitu sebesar 0,01 terhadap tahun 2011. Meskipun penjualan pada tiap-tiap periode selalu meningkat, namun karena adanya ekspansi atau perluasan usaha serta tahap penyesuaian dan perbaikan setelah pembukaan outletoutlet baru pada tahun 2011 dan tahun 2012 mengakibatkan perputaran aset yang dimiliki BSM belum optimal, dimana hal tersebut diindikasikan dengan penurunan nilai TATO. Berdasarkan perhitungan Working Capital Turnover (WCTO) yang mengukur kemampuan aset/aktiva lancar dalam menghasilkan penjualan, pada tahun 2010 WCTO sebesar 9,29. Kemudian pada tahun 2011 nilai WCTO sebesar 7,01. Sedangkan pada tahun 2012 nilai WCTO sebesar 7,85. Dari perhitungan WCTO tersebut juga menunjukkan adanya penurunan tingkat perputaran sebesar 2,28 pada tahun 2011 terhadap tahun 2010 dan mengalami peningkatan perputaran sebesar 0,84 pada tahun 2012 terhadap tahun 2011. Hal tersebut disebabkan karena adanya peningkatan jumlah persediaan barang dagangan yang cukup besar pada tahun 2011. Kemudian pada tahun 2012, terjadi peningkatan efisiensi perputaran aktiva lancar karena adanya program promo berupa diskon untuk beberapa item fashion, sehingga persediaan barang dagangan berkurang karena terjual yang menggkibatkan pemasukan aktiva lancar perusahaan berupa kas meningkat. d. Tingkat Profitabilitas/Kemampulabaan Dari perhitungan ROA yang mengukur kemampuan aset BSM dalam menghasilkan laba setelah pajak yang dinyatakan dalam persen, diperoleh nilai ROA sebesar 25,50% pada tahun 2010. Kemudian pada tahun 2011, nilai ROA sebesar 22,30%. Sedangkan pada tahun 2012, ROA sebesar 21,70%. Dari perhitungan tersebut, diperoleh nilai yang berangsur mengalami penurunan sebesar 3,20% pada tahun 2011 terhadap tahun 2010 dan 0,60% pada tahun 2012 terhadap JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013
| 47
tahun 2011. Hal tersebut terjadi karena peningkatan perolehan laba juga diikuti dengan bertambahnya total aset dan beban usaha BSM untuk perluasan usaha pada tahun-tahun yang bersangkutan. Dari perhitungan ROE untuk setiap periode, yang mengukur kemampuan modal/Equity BSM dalam menghasilkan laba bersih, diperoleh nilai ROE sebesar 25,90% pada tahun 2010. Kemudian pada tahun 2011, ROE sebesar 22,60%. Sedangkan pada tahun 2012, ROE sebesar 22,30%. Berdasarkan perhitungan tersebut, juga menunjukkan adanya penurunan. Dimana nilai perhitungan yang diperoleh pada tahun 2011 mengalami penurunan yang mencapai 3,30% dari tahun 2010. Sedangkan pada tahun 2012, ROE mengalami penurunan sebesar 0,30% dari tahun 2011. Meskipun volume penjualan tiap periode mengalami peningkatan, namun hal tersebut juga diikuti dengan kenaikan biaya pembelian barang dagangan yang tinggi pula pada tahun 2011 dan 2012. Sehingga tingkat perolehan laba pun menjadi menurun. e. Tingkat Pertumbuhan Perusahaan Berdasarkan hasil perhitungan tingkat pertumbuhan aset perusahaan yang dinyatakan dalam persen, dimana pada tahun 2010 dijadikan sebagai tahun dasar, dengan total aset pada tahun tersebut sebesar Rp 31.505.788.500,- diperoleh nilai sebesar 29% pada tahun 2011. Sedangkan pada tahun 2012 pertumbuhan aset BSM sebesar 4%. Hal itu menunjukkan bahwa pada tiga periode tersebut aset perusahaan selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2011, aset BSM berkembang mencapai 29% dari Rp 31.505.788.500,- pada tahun 2010 menjadi Rp 40.718.880.000,- pada tahun 2011. Hal tersebut terjadi karena ekspansi secara gencar dilakukan pada tahun 2011. Sedangkan pada tahun 2012 pertumbuhan aset sebesar 4% dari Rp 40.718.880.000 pada tahun 2011 menjadi Rp 42.364.940.000,- pada tahun 2012. Pertumbuhan aset pada tahun 2012 tidak begitu besar seperti yang terjadi pada tahun 2011 karena ekspansi yang dilakukan pada tahun 2012 tidak sebesar yang dilakukan pada tahun 2011. Dari analisa keuangan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kemampuan BSM dalam membiayai ekspansi, berasal dari laba perusahaan dan utang lancar, baik berupa utang usaha maupun utang bank yang dapat dilihat dari laporan keuangan BSM. Dari analisa tersebut juga dapat diketahui bahwa kondisi keuangan BSM berada pada kondisi yang likuid, solvable serta profitable, dimana biaya dan beban operasional masih lebih kecil dari penerimaan penjualan sehingga BSM selalu laba pada tiap-tiap periode. Meskipun pada rasio-rasio tertentu menunjukkan adanya penurunan, namun hal tersebut tidak membahayakan posisi keuangan perusahaan karena pada periode-periode yang bersangkutan merupakan masa-masa penyesuaian dan perbaikan terhadap adanya upaya pengembangan usaha yang dilakukan BSM. Selain itu BSM juga selalu mengalami pertumbuhan aset dari tiap-tiap periode. Berdasarkan analisa tingkat pertumbuhan perusahaan, tahun 2012 tingkat pertumbuhan BSM tidak sebesar tahun 2011 karena ekspansi secara gencar dilakukan pada tahun 2011. Dengan didukung kondisi keuangan BSM yang kuat, dapat dimungkinkan untuk menciptakan maupun mengimplementsikan strategi ataupun inovasi–inovasi baru yang dapat memperkuat posisi perusahaan. 4.2 Formulasi Strategi Sebelum memformulasikan strategi-strategi yang dapat direkomendasikan untuk BSM dengan menggunakan matrik SWOT, terlebih dahulu harus dirumuskan faktor-
48 |
JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013
faktor strategisnya, baik secara eksternal maupun internal dengan matrik EFAS dan IFAS sebagai berikut: a. Matrik EFAS (External Strategic Factors Analysis Summary) Matrik EFAS adalah matrik/model yang digunakan dalam pengklasifikasian data pra analisis SWOT untuk menentukan faktor-faktor strategis eksternal. Adapun tahap-tahap yang harus dilakukan dalam menyusun matrik EFAS yaitu sebagai berikut: 1. Menyusun 5 hingga 10 peluang dan ancaman dalam kolom 1. 2. Memberi bobot pada masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). 3. Menghitung rating dalam kolom 3 untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (sangat kuat) sampai dengan 1 (sangat lemah) berdasarkan tingkatan faktor tersebut dalam mempengaruhi perusahaan. 4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4 sehingga menghasilkan skor pembobotan pada masing-masing faktor . 5. Memberikan catatan atau komentar tentang alasan pemilihan faktor-faktor yang dicantumkan pada kolom 5. 6. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang diteliti. Dengan mengetahui nilai EFAS yang diperoleh, perusahaan dapat mengetahui seberapa besar kondisi eksternalnya. Dimana jika nilainya di bawah 2,5 mengindikasikan bahwa secara eksternal kondisi perusahaan lemah. Namun jika sebaliknya, jika nilai EFAS berada di atas 2,5 mengindikasikan kondisi perusahaan yang kuat. Sehingga perusahaan dapat membuat forecasting untuk memanfaatkan peluang dan untuk meminimalkan ancaman. Dari tahap-tahap tersebut, berikut matrik EFAS untuk merumuskan faktor-faktor strategis eksternal BSM: Tabel 1 Matrik EFAS (External Strategic Factors Analysis Summary) FAKTOR STRATEGIS EKSTERNAL PELUANG: 1. Selera masyarakat yang semakin mengikuti tren 2. Ketersediaan Supplier 3. Kebutuhan masyarakat akan sebuah tempat berbelanja yang lengkap 4. Lokasi usaha yang strategis dan mudah dijangkau 5. Tersedianya lokasi-lokasi yang potensial di seluruh Indonesia untuk pengembangan usaha ANCAMAN: 1. Persaingan dengan perusahaan sejenis 2. Persaingan dengan produk-produk luar negeri terutama produk MLM 3. Semakin maraknya fasilitas belanja online 4. Kebijakan pemerintah 5. Tingkat kriminalitas TOTAL
BOBOT
RATING
BOBOT x RATING
0,15
4
0,60
0,20
4
0,80
0,15
4
0,60
0,20
3
0,60
0,10
3
0,30
0,05
1
0,05
0,05
2
0,10
0,05 0,02 0,03 1,00
1 2 1
0,05 0,04 0,03 3,17
KOMENTAR
Kenaikan BBM
Sumber: Data primer, diolah, 2013. Dari perhitungan pada matrik EFAS tersebut, diperoleh nilai EFAS sebesar 3,17 dengan peluang eksternal yang paling besar terletak pada JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013
| 49
ketersediaan supplier yang memiliki skor sebesar 0,80. Karena nilai EFAS lebih besar dari 2,5, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kondisi BSM adalah kuat. Sehingga BSM dapat memanfaatkan peluang-peluang yang potensial untuk melakukan perluasan usaha dan meminimalkan ancaman bagi perusahaan. b. Matrik IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) Matrik IFAS disusun untuk merumuskan faktor-faktor strategis internal (strength dan weakness) perusahaan. Berikut tahap penyusunannya: 1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan dalam kolom 1. 2. Memberi bobot pada masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Dengan syarat bahwa jumlah semua bobot tidak boleh melebihi skor total 1,00 3. Menghitung rating dalam kolom 3 untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (sangat kuat) sampai dengan 1 (sangat lemah) berdasarkan tingkatan faktor tersebut dalam mempengaruhi perusahaan. 4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4 sehingga menghasilkan skor pembobotan pada masing-masing faktor . 5. Memberikan catatan atau komentar tentang alasan pemilihan faktor-faktor yang dicantumkan pada kolom 5. 6. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang diteliti. Tabel 2 Matrik IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) FAKTOR STRATEGIS INTERNAL KEKUATAN: 1. Produk fashion yang selalu up to date dan lebih dikenal 2. Harga yang bersaing 3. Didukung keuangan perusahaan yang baik 4. Memiliki personil-personil manajemen yang berpengalaman 5.
Memiliki berbagai program promosi
KELEMAHAN: 1. Sebagian bangunan outlet BSM masih berstatus sewa 2. SOP belum sepenuhnya dijalankan 3. Lay out/penataan outlet masih kurang menarik 4. Budaya perusahaan untuk memotivasi kinerja karyawan masih kurang 5. Disiplin karyawan masih kurang TOTAL
BOBOT
RATING
BOBOT x RATING
0,15
4
0,60
0,10 0,15
4 4
0,40 0,60
0,15
3
0,45
0,05
3
0,15
0,05
2
0,10
0,10
1
0,10
0,15
2
0,30
0,05
1
0,05
0,05 1,00
2
0,10 2,85
KOMENTAR
berpengalaman bekerja di sebuah dept.store Diskon hingga 70%
Sumber: Data Primer, diolah,2013. Secara internal, kondisi BSM dapat dinilai dengan menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi perusahaan yang dinilai. Jika nilainya di bawah 2,5 mengindikasikan bahwa secara internal kondisi perusahaan adalah lemah. Namun 50 |
JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013
jika sebaliknya, hal tersebut mengindikasikan bahwa kondisi perusahaan adalah kuat (Umar, 2002:222). Dari perhitungan matrik IFAS yang telah dilakukan, diperoleh nilai sebesar 2,85. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kondisi internal BSM adalah kuat. Hal tersebut terlihat pada kekuatan produk dan keuangan BSM. Dengan kekuatankekuatan yang dimiliki BSM tersebut, hendaknya terlebih dahulu memperbaiki kesadaran seluruh SDM untuk menjalankan SOP perusahaan, sehingga dapat menciptakan budaya kerja yang berkualitas. c. Matrik SWOT Selanjutnya, setelah matrik EFAS dan IFAS disusun, langkah selanjutnya adalah memformulasikan strategi dengan menyusun matrik SWOT sebagai berikut: Tabel 3 Matrik SWOT IFAS
EFAS
OPPORTUNITIES (O) Selera masyarakat yang selalu mengikuti tren Kebutuhan masyarkat akan tempat belanja yang lengkap Tersedianya lokasi-lokasi yang potensial untuk pengembangan usaha THREATHS (T) Kondisi perekonomian yang tidak stabil, terkait dengan kebijakan pemerintah Persaingan dengan usaha yang sejenis Meningkatnya fasilitas belanja on line Persaingan dengan produkproduk luar negeri terutama produk MLM Tingkat kriminalitas
STRENGTHS (S) Produk selalu up to date dan memiliki produk-produk yang bermerek Kondisi keuangan perusahaan bagus Lokasi usaha yang strategis Memiliki SDM yang berpengalaman dan berketerampilan memadai Memiliki program-program promosi Harga bersaing STRATEGI SO Differensiasi/ penganekaragaman produk Menciptakan tempat belanja dengan konsep one stop shoping
STRATEGI ST Membentuk afiliasi perusahaan / memiliki konveksi sendiri untuk mendesain dan menciptakan sendiri produk-produk yang unik, fashionable dan up to date Memasang CCTV
WEAKNESSES (W) Sebagian bangunan outlet BSM masih sewa Lay out outlet masih kurang menarik SOP perusahaan belum sepenuhnya dijalankan Kedisiplinan karyawan masih kurang Budaya perusahaan untuk memotivasi kinerja karyawan masih kurang STRATEGI WO Mengadakan training SOP untuk SDM Menerapkan management appraisal untuk memotivasi peningkatan prestasi kerja karyawan STRATEGI WT Meciptakan keunikan lay out pada outlet-outlet BSM Meningkatkan promo penjualan dengan program-program menarik (PWP, GWP, member card)
Sumber: Data primer, diolah, 2013. Dari Matrik tersebut dapat diperoleh beberapa alternatif strategi yang dapat direkomendasikan yaitu: 1. Strategi SO Merupakan strategi yang digunakan untuk mengoptimalkan kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang pada kondisi eksternal yaitu dengan menganekaragamkan produk. Seperti halnya dalam JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013
| 51
memanfaatkan peluang, dimana BSM didukung dengan kondisi keuangan yang sangat baik serta didukung dengan kekuatan-kekuatan internal lainnya, BSM dapat menciptakan tempat belanja dengan konsep one stop shoping. Dimana para pelanggan dapat mencari/memenuhi kebutuhannya hanya dengan mengunjungi satu tempat belanja saja. Dengan konsep tersebut, diharapkan dapat mendongkrak omzet penjualan BSM. 2. Strategi WO a. Mengadakan training SOP untuk SDM b. Menerapkan management appraisal untuk memotivasi peningkatan prestasi kerja karyawan 3. Strategi ST Dengan didukung kondisi keuangan BSM yang kuat, tidak menutup kemungkinan bagi BSM untuk melakukan strategi berikut: a. Membentuk afiliasi perusahaan melalui tim R&D/memiliki konveksi sendiri untuk mendesain sendiri produk-produk yang unik, fashionable dan up to date. b. Memasang CCTV Strategi ini direkomendasikan untuk BSM, mengingat BSM merupakan salah satu tempat perbelanjaan yang selalu ramai dan tidak menutup kemungkinan bagi terjadinya tindak kriminalitas. Oleh karena itu penambahan CCTV disarankan untuk memantau kondisi outlet BSM. 4. Strategi WT Strategi ini diperoleh dengan menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan untuk menghindari ancaman. Strategi yang direkomendasikan adalah sebagai berikut: a. Menciptakan desain lay out/penataan outlet yang unik dan menarik. b. Meningkatkan promo penjualan dengan program-program menarik. Selain melakukan promosi melalui media TV lokal, promosi juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan sosial media, baliho, mencetak brosur yang distribusinya dapat dilakukan dengan membagikannya kepada setiap pelanggan yang datang ke BSM sehingga biaya promosi juga dapat diminimalkan. Selanjutnya, promo-promo penjualan dapat juga dilaksanakan dengan PWP (Purchase With Purchase) atau GWP (Gift With Purchase) yaitu strategi promosi dimana untuk setiap pembelian barang dengan nominal rupiah tertentu, maka pelanggan akan mendapatkan free produk tertentu yang nilainyra lebih mahal apabila dibeli secara tersendiri. Strategi yang lainnya ialah dengan menerbitkan member card bagi para pelanggan. Dimana dengan member card tersebut pelanggan dapat memperoleh potongan harga senilai rupiah tertentu untuk pembelian produk-produk tertentu/sejumlah nominal rupiah tertentu. Strategi tersebut direkomendasikan dengan tujuan agar BSM memiliki pelanggan yang loyal. 5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 1. Dari analisa keuangan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kemampuan BSM dalam membiayai ekspansi, berasal dari laba perusahaan dan utang lancar, 52 |
JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013
baik berupa utang usaha maupun utang bank yang dapat dilihat dari laporan keuangan BSM. Dari analisa tersebut juga dapat diketahui bahwa kondisi keuangan BSM berada pada kondisi yang likuid, solvable serta profitable, dimana biaya dan beban operasional masih lebih kecil dari penerimaan penjualan sehingga BSM selalu laba pada tiap-tiap periode. Meskipun pada rasio-rasio tertentu menunjukkan adanya penurunan, namun hal tersebut tidak membahayakan posisi keuangan perusahaan karena pada periode-periode yang bersangkutan merupakan masa-masa penyesuaian dan perbaikan terhadap adanya upaya pengembangan usaha yang dilakukan BSM. Selain itu BSM juga selalu mengalami pertumbuhan aset dari tiaptiap periode. Berdasarkan analisa tingkat pertumbuhan perusahaan, tahun 2012 tingkat pertumbuhan BSM tidak sebesar tahun 2011 karena ekspansi secara gencar dilakukan pada tahun 2011. Dengan didukung kondisi keuangan BSM yang kuat, dapat dimungkinkan untuk menciptakan maupun mengimplementsikan strategi ataupun inovasi –inovasi baru yang dapat memperkuat posisi perusahaan. 2. Dari analisis formulasi strategi dengan menggunakan matrik SWOT, diperoleh strategi-strategi sebagai berikut; 1) Menganekaragamkan produk dan menciptakan tempat belanja dengan konsep one stop shoping; 2) Mengadakan training SOP untuk SDM dan menerapkan management appraisal untuk memotivasi peningkatan prestasi kerja karyawan; 3) Membentuk afiliasi perusahaan untuk mendesain sendiri produk-produk yang unik, fashionable dan up to date dan memasang CCTV; 4) Menciptakan penataan outlet yang unik serta meningkatkan promo penjualan. 5.2 Saran Persaingan usaha ritel dalam bidang penyediaan kebutuhan sandang semakin ketat, sehingga para pelaku usaha hendaknya dapat menerapkan strategi–strategi untuk dapat menghadapi persaingan tersebut. BSM hendaknya dapat membaca segala peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal agar dapat mengoptimalkan kemampuan perusahaan. Dengan keterbatasan penelitian ini dalam hal laporan keuangan yang diperoleh, dimana hanya dapat memaparkan selama tiga tahun terakhir karena perusahaan yang diteliti masih dalam tahap perbaikan manajemen maupun pelaporan keuangan serta penyesuaian terhadap perluasan usaha yang dilakukan, sehingga perkembangan atau kinerja keuangan setelah adanya ekspansi masih diperlukan penelitian yang selanjutnya.Berdasarkan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini, penulis menyarankan: 1. Dengan didukung kondisi keuangan BSM yang baik, disarankan untuk membentuk afiliasi perusahaan /memiliki konveksi sendiri untuk mendesain sendiri produk-produk yang unik, fashionable dan up to date. Dengan tujuan agar perusahaan selalu memiliki produk-produk yang limited edition, unik dan hanya bisa didapatkan di outlet BSM. 2. Menciptakan tempat belanja dengan konsep one stop shoping. Dengan konsep tersebut, diharapkan dapat mendongkrak omzet penjualan BSM, karena para pelanggan nantinya dapat mencari/memenuhi kebutuhannya hanya dengan mengunjungi satu tempat belanja saja. 3. Meningkatkan promosi pada outlet-outlet barunya, baik dengan memanfaatkan diskon yang diberikan supplier kepada BSM maupun dengan promosi melalui jejaring sosial, baliho atau brosur yang biayanya lebih rendah dibandingkan dengan media televisi lokal. Dengan meningkatkan promosi, diharapkan dapat mendongkrak tingkat penjualan, sehingga aset lancar berupa kas yang masukpun dapat meningkat. JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013
| 53
DAFTAR PUSTAKA Alkausar, Gema, 2011. Analisis Strategi Pemasaran Pada PT. MITRA Yomart Sejati. Skripsi dipublikasikan, Bandung: Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Hanafi, Mamduh M, 2005. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE. Helfert, Erich A, 1991. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Erlangga. Jauch, Lawrence R & William F. Glueck, 2003. Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga. Kasmir, 2010. Analisa Laporan Keuangan. Edisi 1-3. Jakarta: Rajawali Pers. Kasmir, 2010. Pengantar manajemen keuangan. Jakarta: Rajawali Pers. Linawati, 2009. Formulasi Strategi Pengembangan Usaha Ayam Arab Petelur di Trias Farm Kabupaten Bogor, Jawa Barat , Skripsi dipublikasikan, Bandung: Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Rangkuti, Freddy, 2005. Analisis SWOT Tekhnik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Riyanto, Bambang, 1995. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE. Suja’i, Yusuf Imam, 2008. Manajemen Keuangan 1 modul 03 Modal dan Jenis-Jenis Modal. Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Malang. Utami, Christina Whidya, 2010. Manajemen Ritel. Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat. Zimmerer, Thomas W, DKK, 2008. Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil. Edisi ke lima. Jakarta: Salemba Empat.
*) Ima Hidayati adalah alumni Prodi Manajemen FE Unisma **) A. Yusuf Imam Suja’i adalah dosen tetap pada Prodi Manajemen FE Unisma ***) Budi Wahono adalah dosen tetap pada Prodi Manajemen FE Unisma
54 |
JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013