PENGARUH DPK, CAR, INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN TINGKAT BAGI HASIL TERHADAP KOMPOSISI PEMBIAYAAN MUDHARABAH (Studi pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
EVA HARDINI FAUZIAH NIM 1112046100009
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 M/1437 H
ABSTRAK EVA HARDINI FAUZIAH, NIM 1112046100009, Pengaruh DPK, CAR, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Tingkat Bagi Hasil Terhadap Komposisi Pembiayaan Mudharabah (Studi Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Di Indonesia) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil terhadap komposisi pembiayaan mudharabah pada BPRS di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series bulanan yaitu dari Juni 2009 sampai Juni 2015 yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia dalam laporan keuangan bulanan Statistik Perbankan Syariah. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil berpengaruh secara signifikan terhadap pembiayaan mudharabah. Secara parsial DPK dan nilai tukar rupiah (kurs) berpengaruh positif signifikan sedangkan CAR berpengaruh negatif signifikan. Variabel inflasi dan tingkat bagi hasil tidak berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan mudharabah. Kata Kunci : Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Inflasi, Nilai Tukar Rupiah (Kurs), Tingkat Bagi Hasil, Pembiayaan Mudharabah Pembimbing Daftar Pustaka
: Erika Amelia, M.Si. : Tahun 2000 s.d tahun 2015
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, taufiq dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “PENGARUH DPK, CAR, INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN TINGKAT BAGI HASIL TERHADAP KOMPOSISI PEMBIAYAAN MUDHARABAH (Studi pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia)”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi besar kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabat dan umatnya hingga akhir zaman. Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun ungkapan terima kasih ini penulis tujukan kepada: 1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak AM. Hasan Ali, M.A., dan Dr. Abdurrauf, Lc, M.A., ketua Program Studi Muamalat dan Sekretaris Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Erika Amelia, M.Si., dosen pembimbing yang berkenan meluangkan waktunya dan selalu memberikan motivasi, saran serta pengarahan yang berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. vi
4. Bapak Dr. Muhammad Maksum, S.Ag., dosen pembimbing akademik yang telah memberikan perhatian, masukan dan bimbingan selama masa kuliah. 5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama masa kuliah. 6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Umum yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam mecari referensi-referensi terkait penulisan skripsi. 7. Kedua orang tua tercinta yang sangat berjasa dalam hidup saya yaitu Bapak H. Samsudin dan Ibu Hj. Entin Suhartini yang selalu mencurahkan kasih sayangnya, memberikan doa yang tiada henti-hentinya dan dorongan semangat kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 8. Adik-adik tercinta Wildan J. Assayuthi, Nurul Fitria A.D dan M. Abidzar Al-Ghifari yang selalu memberikan doa dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 9. Sahabat terbaikku dari kecil Rosi Rosyidah, sahabat kamar Aminah yaitu Janah, Isti, Adel, Intan dan Ika. Terima kasih kalian yang selalu mendoakan dan saling menyemangati dari jauh untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita semua selalu sukses. 10. Teman-teman seperjuangan Lala, Ayu, Nihus, Deti, Ais, Ifa, Mentari, Mulki, Nada dan teman-teman agassi yang selalu memberikan motivasi, vii
semangat dan berbagi canda tawa dengan penulis. Kalian seperti keluarga di tanah rantau. 11. Teman-teman PS A 2012 dan PS angkatan 2012 yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas bantuan, kerja sama, canda tawa serta kenangan yang tak terlupakan selama masa perkuliahan. 12. Teman-teman KKN AKRAB yang telah memberikan doa dan semangat kepada penulis. Semoga kita semakin akrab lagi. 13. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ekonomi islam.
Jakarta, 30 Juni 2016
Penulis
viii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL…….........................................................................................i PERSETUJUAN PEMBIMBING...........................................................................ii LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................iii LEMBAR PERNYATAAN....................................................................................iv ABSTRAK...............................................................................................................v KATA PENGANTAR............................................................................................vi DAFTAR ISI...........................................................................................................ix DAFTAR TABEL.................................................................................................xiii DAFTAR GAMBAR............................................................................................xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.........................................................................1 B. Identifikasi Masalah...............................................................................8 C. Batasan Masalah…...…………..............................................................9 D. Rumusan Masalah……………..............................................................9 E. Tujuan Penelitian..................................................................................10 F. Manfaat Penelitian................................................................................10 G. Sistematika Penulisan...........................................................................11 ix
BAB II LANDASAN TEORI A. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)..........................................13 1. Pengertian BPRS............................................................................13 2. Tujuan Didirikannya BPRS............................................................13 3. Kegiatan Usaha BPRS....................................................................14 B. Pembiayaan Mudharabah.....................................................................16 1. Pengertian Pembiayaan Mudharabah.............................................16 2. Landasan Syariah...........................................................................17 3. Rukun Mudharabah........................................................................19 4. Penerapan Mudharabah dalam Perbankan Syariah........................20 C. Dana Pihak Ketiga (DPK)....................................................................22 D. Capital Adequacy Ratio (CAR)............................................................26 E. Inflasi....................................................................................................29 1. Pengertian Inflasi............................................................................29 2. Jenis Inflasi.....................................................................................30 3. Dampak Inflasi...............................................................................33 F. Nilai Tukar (Kurs)................................................................................36 1. Pengertian Nilai Tukar ..................................................................36 2. Sistem Nilai Tukar di Indonesia.....................................................37 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah..............39 G. Tingkat Bagi Hasil................................................................................40 1. Pengertian Tingkat Bagi Hasil.......................................................40 2. Kebijakan dalam Penetuan Nisbah Bagi Hasil...............................41 x
3. Sistem dan Prinsip Distribusi Bagi Hasil.......................................42 H. Penelitian Terdahulu.............................................................................44 I. Kerangka Pemikiran.............................................................................49 J. Hipotesis...............................................................................................52 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian....................................................................54 B. Sumber dan Jenis Data.........................................................................54 C. Metode Penentuan Sampel...................................................................55 D. Metode Pengumpulan Data..................................................................55 E. Metode Analisis Data...........................................................................55 1. Uji Asumsi Klasik.,........................................................................56 2. Uji Hipotesis...................................................................................61 a. Uji t (Parsial)............................................................................61 b. Uji F (Simultan)........................................................................62 c. Koefisien Determinasi (R2)......................................................63 F. Operasional Variabel Penelitian...........................................................64 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Deskriptif................................................................................67 B. Hasil Uji Asumsi Klasik.......................................................................75 C. Analisis Regresi Berganda...................................................................82 D. Uji Hipotesis.........................................................................................84 E. Pembahasan..........................................................................................89 BAB V PENUTUP xi
A. Kesimpulan...........................................................................................93 B. Saran.....................................................................................................94 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................96 LAMPIRAN.........................................................................................................100 .
xii
DAFTAR TABEL Tabel 1.1
Komposisi Pembiayaan Yang Diberikan BUS, UUS Dan BPRS........2
Tabel 4.1
Uji Kolmogorov-Smirnov...................................................................77
Tabel 4.2
Hasil Uji Multikolinieritas dengan Nilai Tolerance dan VIF..........78
Tabel 4.3
Hasil Uji Glejser................................................................................80
Tabel 4.4
Hasil Uji Durbin-Watson...................................................................82
Tabel 4.5
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda.............................................82
Tabel 4.6
Hasil Uji t...........................................................................................84
Tabel 4.7
Hasil Uji F..........................................................................................88
Tabel 4.8
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)................................................89
xiii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Skema Pembiayaan Mudharabah....................................................22 Gambar 2.2
Kurva Demand Inflation .................................................................32
Gambar 2.3 Kurva Cost Inflation........................................................................33 Gambar 2.4
Skema Kerangka Pemikiran............................................................51
Gambar 4.1
Perkembangan Pembiayaan Mudharabah pada BPRS....................68
Gambar 4.2
Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada BPRS ..................69
Gambar 4.3
Perkembangan Capital Adequacy Ratio (CAR) pada BPRS..........70
Gambar 4.4
Perkembangan Inflasi di Indonesia.................................................72
Gambar 4.5
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah (Kurs) di Indonesia.................73
Gambar 4.6
Perkembangan Tingkat Bagi Hasil pada BPRS..............................74
Gambar 4.7 Hasil Uji Normalitas dengan Normal P-P Plot................................76 Gambar 4.8 Hasil Uji Heteroskedastisitas..........................................................79
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Salah satu produk penyaluran dana dengan prinsip bagi hasil yang dilakukan oleh bank syariah adalah pembiayaan mudharabah. Pembiayaan mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola
(mudharib)
dengan
suatu
perjanjian
pembagian
keuntungan.1Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil ini merupakan ciri sekaligus pembeda antara bank syariah dengan bank konvensional. Bank syariah tidak menggunakan sistem bunga tetapi sistem bagi hasil dalam kegiatan operasionalnya. Pada sistem bagi hasil keuntungan akan ditentukan berdasarkan besar kecilnya keuntungan dari hasil usaha, atas modal yang telah diberikan hak pengelolaan kepada nasabah mitra bank syari'ah, sangat berbeda dengan sistem bunga yang keuntungannya ditentukan diawal, yaitu dengan menghitung jumlah beban bunga dari dana yang disimpan atau dipinjamkan. Pembiayaan mudharabah sangat penting dan dapat diamalkan untuk menjaga kemaslahatan umat. Pemilik dana yang mempunyai banyak dana atau uang dapat menginvestasikan kepada pihak lain yang dipercaya untuk mengelola dana tersebut. Demikian juga pengusaha yang ingin melakukan 1
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan RajaGrafindo Persada, 2004), edisi ketiga, hal. 103
1
(Jakarta : PT.
2
usahanya tetapi tidak mempunyai kecukupan dana, maka dapat meminta bantuan dana dari pihak yang mempunyai banyak dana. Hal ini sangat bermanfaat karena dapat saling tolong-menolong dan dapat menggerakkan sektor ekonomi riil yaitu menciptakan lapangan pekerjaan sehingga banyak menyerap tenaga kerja dan tingkat pengangguran pun berkurang. Bank syariah menggunakan sistem bagi hasil bukan bunga yang membebani masyarakat kecil, maka bagi hasil khususnya produk pembiayaan mudharabah seharusnya menjadi mekanisme yang dominan dalam aktivitas perbankannya. Namun pada kenyataannya, bahwa saat ini produk pembiayaan yang lebih banyak digunakan adalah pembiayaan murabahah (jual beli). Begitu pula pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) pembiayaan murabahah lebih mendominasi dan banyak diminati oleh nasabah dibandingkan dengan pembiayaan mudharabah. Tabel 1.1 Komposisi Pembiayaan Yang Diberikan BUS, UUS Dan BPRS 1
Waktu
1
Pembiayaan di BUS & UUS
Pembiayaan di BPRS (dalam
(dalam Milyar Rupiah)
Jutaan Rupiah)
Pembiayaan
Pembiayaan
Pembiayaan
Pembiayaan
Mudharabah
Murabahah
Mudharabah
Murabahah
Jun-14
14.312
114.322
117.505
3.857.695
Jul-14
14.559
114.128
120.765
3.865.210
Agust-14
14.277
114.002
120.617
3.854.672
Sep-14
14.356
114.891
123.717
3.899.660
Bank Indonesia, Tabel Komposisi Pembiayaan Yang Diberikan BUS, UUS dan BPRS, Statistik Perbankan Syariah Juni 2015
3
Okt-14
14.371
115.088
123.691
3.918.522
Nov-14
14.307
115.602
124.847
3.940.199
Des-14
14.354
117.371
122.467
3.965.543
Jan-15
14.207
115.979
118.415
3.990.394
Feb-15
14.147
116.268
118.353
4.054.034
Mar-15
14.136
117.358
123.975
4.132.430
Apr-15
14.388
117.210
133.805
4.212.147
Mei-15
14.906
117.777
143.760
4.281.505
Jun-15
14.906
117.777
158.936
4.367.727
Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Juni 2015
Rendahnya pembiayaan mudharabah di bank syariah maupun di BPRS disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah risiko yang tinggi, maka dalam pembiayaan mudharabah bank akan selalu sangat berhati-hati dalam melakukan pembiayaan mudharabah. Selain itu terdapat juga ketidakpastian dari pembiayaan mudharabah. Bank hanya berlandaskan pada prediksi ke depan dari jenis usaha tersebut.2 Biaya yang lebih tinggi juga dikeluarkan oleh bank
untuk
mengawasi
pembiayaan
mudharabah
karena
diperlukan
kewaspadaan yang lebih tinggi. Kemudian pihak bank juga perlu menempatkan para teknisi dan ahli manajemen untuk mengawasi dan mengevaluasi proyek usaha yang sedang berjalan.3 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sendiri secara sederhana dapat dipahami sebagai BPR biasa yang sistem operasionalnya mengikuti
2
Muhammad Akhyar Adnan & Didi Purwoko, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Pembiayaan Mudharabah Menurut Perspektif Manajemen Bank Syariah Dengan Pendekatan Kritis, Jurnal Akuntansi & Investasi Vol. 14 (Januari 2013), hal. 25 3 Muhammad, Konstruksi Mudharabah Dalam Bisnis Syariah, (Yogyakarta : BPFE 2005)
4
prinsip-prinsip muamalah.4 Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, disebutkan bahwa Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Pemerintah mengatur didirikannya BPRS untuk merangkul masyarakat ekonomi lemah yang biasanya terdapat di wilayah desa atau kecamatan dan mempunyai masalah dengan permodalan usahanya. Sebagian besar masyarakat Indonesia mempunyai usaha yang tergolong ke dalam usaha kecil dan menengah. Berdasarkan data Departemen Koperasi tahun 2010 jumlah UMKM sebesar 99,99% dan 0,01% tergolong ke dalam usaha besar.5 Tingkat pertumbuhan BPRS cukup signifikan di mana pada tahun 2015 jumlahnya sudah mencapai 160 BPRS. Seperti bank syariah, BPRS juga melakukan kegiatan penghimpunan dana seperti tabungan dan deposito, namun tidak melakukan simpanan dalam bentuk giro. Kemudian melakukan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan, seperti pembiayaan dengan prinsip jual beli, sewa dan bagi hasil. Total asset dan pembiayaan yang disalurkan oleh BPRS pun mengalami perkembangan setiap tahunnya, yaitu sekitar 6,8 triliun dan 5,5 triliun pada bulan Juni 2015.6 Kemampuan pembiayaan yang disalurkan oleh BPRS dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dari sisi internal atau dari dalam bank itu sendiri seperti dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh BPRS, kecukupan modal yang
4
Sukawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta : Sinar Grafika, 2000), hal 123 Departemen Koperasi, Data Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, 2010 6 Bank Indonesia, Tabel Neraca Gabungan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Statistik Perbankan Syariah Juni 2015 5
5
dimiliki serta tingkat bagi hasil. Dana pihak ketiga merupakan dana yang berasal dari masyarakat dan merupakan sumber dana yang paling besar yang dapat diandalkan oleh bank. Kegiatan bank setelah menghimpun dana dari masyarakat adalah menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya, dalam bentuk pinjaman atau yang lebih dikenal dengan pembiayaan. Pemberian pembiayaan merupakan aktifitas bank yang paling utama dalam menghasilkan keuntungan.7 DPK yang berhasil dihimpun oleh BPRS sampai bulan Juni 2015 yaitu sekitar 4 triliun.8 Jumlah tersebut bertambah dari tahun-tahun sebelumnya. Penyaluran pembiayaan oleh perbankan tidak hanya dipengaruhi oleh dana yang tersedia yang bersumber dari DPK tetapi juga dipengaruhi oleh faktor permodalan atau CAR (Capital Adequecy Ratio).9 Capital Adequecy Ratio (CAR) merupakan rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh kegiatan operasi bank. Bank Indonesia menetapkan CAR yang dimiliki oleh bank minimal 8%. Apabila ketentuan CAR tidak terpenuhi, maka akan mempengaruhi tingkat kesehatan bank dan akan mengurangi kemampuan ekspansi penyaluran dana.10 7
Billi Arma Pratama, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan (Studi Bank Umum di Indonesia Periode tahun 2005-2009) (Semarang: Tesis S2 Universitas Diponegoro, 2010), hal. 4 8 Bank Indonesia, Tabel Komposisi DPK-Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Statistik Perbankan Syariah Juni 2015 9 I Made Pratista Yuda & Wahyu Meiranto, Pengaruh Faktor Internal Bank Terhadap Kredit Yang Disalurkan (Studi Empiris Pada Bank Yang Terdaftar Dalam Bursa Efek Indonesia), Jurnal Akutansi Dan Auditing Volume 7 Nomor 1 (2010), hal. 95 10 Herman Darmawi, Manajemen Perbankan (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 18
6
Perkembangan BPRS juga tidak terlepas dari pengaruh kondisi perekonomian saat ini seperti tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah. Inflasi adalah sebuah fenomena ekonomi yang sangat dikenal oleh masyarakat. Sejarah perekonomian Indonesia hampir tidak pernah bisa dilepaskan dari fenomena inflasi. Sedangkan menurut Rahardja dan Mandala Manurung mengatakan bahwa inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan berlangsung terus menerus.11 Inflasi yang tinggi tidak akan menggalakkan perkembangan ekonomi suatu negara. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Antara lain tujuan ini dicapai dengan membeli harta-harta tetap seperti tanah, rumah dan bangunan.12 Dengan cara investasi seperti itu, tentu saja menurunkan minat masyarakat untuk menginvestasikan dananya di bank sehingga bank akan menurunkan pemberian pembiayaannya. Teori tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Khamdi (2015), bahwa inflasi berpengaruh terhadap pembiayaan di BPRS.13 Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mufqi Firaldi (2013) menyatakan bahwa variabel inflasi tidak mempunyai pengaruh signifikan
11
Prathama Raharja dan Mandala Manurung, Pengantar Makro Ekonomi (Jakarta: LPPE-UI 2004), h. 155 12 Prathama Raharja dan Mandala Manurung, Pengantar Makro Ekonomi, h. 339 13 Khamdi, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Di IndonesiaPendekatan Error Correction Model (Yogyakarta: Skripsi S1 UMY, 2015)
7
terhadap total pembiayaan yang disalurkan oleh BPRS, artinya berapa pun tingkat inflasi yang ada tidak akan berpengaruh terhadap total pembiayaan.14 Nilai tukar rupiah yang melonjak lonjak secara drastis tak terkendali akan menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam menjalankan usahanya terutama bagi mereka yang menggunakan bahan baku dari luar negeri atau menjual barangnya ke pasar ekspor.15 Sehingga saat nilai tukar rupiah terhadap dolar meningkat maka jumlah permintaan pembiayaan pun menurun. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Khamdi (2013) yang menyatakan bahwa nilai tukar rupiah berpengaruh signifikan negatif terhadap pertumbuhan pembiayaan di BPRS. Begitu pula dengan hasil penelitian Lia Andriani (2010) bahwa nilai tukar rupiah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembiayaan mudharabah pada perbankan syariah. Dengan melemahya kurs rupiah terhadap dolar AS dalam hal ini, yang mencerminkan kondisi perekonomian yang tidak menentu (uncertainty) sehingga meningkatkan risiko berusaha akan direspon oleh dunia usaha dengan menurunkan permintaan mudharabah pada perbankan syariah di Indonesia.16 Selain itu, jumlah penawaran pembiayaan mudharabah dipengaruhi oleh faktor profit yang dalam hal ini adalah pendapatan bagi hasil. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nur Gilang Giannini (2013) menyatakan 14
Mufqi Firaldi, Analisis Pengaruh Jumlah DPK, NPF Dan Tingkat Inflasi Terhadap Total Pembiayaan Yang Diberikan Oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Di Indonesia (Jakarta: Skripsi S1 UIN Jakarta, 2013) 15 Aulia Pohan, Potret Kebijakan Moneter Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 55 16 Lia Andriani, Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Pembiayaan Mudharabah Pada Perbankan Syariah Di Indonesia Periode 2003-2009 (Jakarta: Skripsi S1 UIN Jakarta, 2010)
8
bahwa variabel tingat bagi hasil secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap pembiayaan mudharabah. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat bagi hasil pada sebuah bank syariah maka akan meningkatkan jumlah pembiayaan mudharabah.17 Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, penulis ingin melakukan penelitian di mana variabel independennya adalah DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah serta tingkat bagi hasil. Sementara variabel dependennya adalah pembiayaan yang disalurkan di BPRS dan lebih berfokus pada pembiayaan mudharabah. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh DPK, CAR, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Tingkat Bagi Hasil Terhadap Komposisi Pembiayaan Mudharabah (Studi pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia)”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah ditulis, maka penulis mengidentifikasikan beberapa permasalahan yang ada sebagai berikut: 1. Pesatnya
perkembangan
bank
tidak
diimbangi
dengan
pesatnya
kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat yang tergolong ke dalam ekonomi lemah yang biasanya terdapat di wilayah desa atau kecamatan. 2. Produk pembiayaan murabahah lebih mendominasi dalam kegiatan penyaluran pembiayaan dibandingkan dengan produk pembiayaan mudharabah. 17
Nur Gilang Giannini, Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Mudharabah pada Bank Umum Syariah di Indonesia, Accounting Analysis Journal (Februari 2013),h. 102
9
3. Analisis bahwa DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil mempengaruhi pembiayaan mudharabah. 4. Ada atau tidaknya hubungan kausalitas antara DPK, CAR, inflasi, nilai tukar dan tingkat bagi hasil dengan pembiayaan mudharabah. C. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, perlu kiranya penulis membatasi ruang lingkup penelitian agar tidak terjadi pembahasan yang terlalu luas. Sehingga variabel yang digunakan adalah dana pihak ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan tingkat bagi hasil dari sisi internalnya. Sementara dari sisi eksternal, variabel yang digunakan adalah inflasi dan nilai tukar rupiah. Pembiayaan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah pembiayaan mudharabah. Obyek penelitiannya adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia dengan waktu pengamatan selama 6 tahun yaitu periode Juni 2009 – Juni 2015. D. Rumusan Masalah Untuk memudahkan penulis dalam menjawab masalah pokok di atas, maka penulis membuat perumusan masalah seperti berikut : 1. Apakah DPK berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah? 2. Apakah CAR berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah? 3. Apakah inflasi berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah? 4. Apakah nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah? 5. Apakah tingkat bagi hasil berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah?
10
6. Apakah DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil secara simultan berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah? E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bukti empiris mengenai : 1. Menganalisis pengaruh DPK terhadap pembiayaan mudharabah. 2. Menganalisis pengaruh CAR terhadap pembiayaan mudharabah. 3. Menganalisis pengaruh inflasi terhadap pembiayaan mudharabah. 4. Menganalisis
pengaruh
nilai
pengaruh
tingkat
tukar
rupiah
terhadap
pembiayaan
hasil
terhadap
pembiayaan
mudharabah. 5. Menganalisis
bagi
mudharabah. 6. Menganalisis pengaruh DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil secara simultan terhadap pembiayaan mudharabah. F. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat teoritis Secara teoritis pemikiran ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu Ekonomi Islam, mengetahui seberapa berpengaruh variabel dana pihak ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil terhadap penyaluran pembiayaan mudharabah di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Serta dapat menjadi acuan bagi peneliti dimasa
11
mendatang, terutama bagi penelitian yang berkaitan dengan perbankan syariah dan BPRS. 2. Manfaat praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan menjadi tambahan wawasan pengetahuan masyarakat tentang variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu pembiayaan mdharabah, dana pihak ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), inflasi, nilai tukar rupiah serta tingkat bagi hasil. Serta menjadi informasi dan referensi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) agar dapat meningkatkan kegiatan operasionalnya terutama dalam pembiayaan mudharabah. G. Sistematika Penulisan Untuk lebih terarah dalam pembahasan skripsi ini, penulis membuat sistematika
penulisan
sesuai
dengan
masing-masing
bab.
Penulis
membaginya menjadi 5 (lima) bab, yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab yang merupakan penjelasan dari bab tersebut. Adapun sistematika penulisan tersebut adalah sebagai berikut: BAB 1
Pendahuluan, berisi uraian mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II
Landasan Teori, pada bab ini berisi penjelasan secara teori mengenai Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), Pembiayaan Mudharabah, Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio
12
(CAR), Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Tingkat Bagi Hasil, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan hipotesis. BAB III Metode Penelitian, bab ini berisi tentang ruang lingkup penelitian, sumber dan jenis data penelitian, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, metode analisis yang digunakan serta operasional variabel penelitian. BAB IV Hasil dan Pembahasan, bab ini membahas tentang hasil analisis penelitian yang berisi deskriptif variabel yang diteliti yaitu pembiayaan mudharabah, DPK, CAR, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Tingkat Bagi Hasil serta hasil analisis pengolahan data, yaitu hasil analisis regresi linier berganda dengan terlebih dahulu melakukan uji asumsi klasik dan analisis hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan. BAB V
Penutup, bab terakhir ini memuat kesimpulan dan saran-saran dari penulis mengenai hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) 1. Pengertian BPRS Dalam UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 5 Ayat 1 yang diperbaharui dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa “menurut jenisnya, bank terdiri dari bank umum dan bank perkreditan rakyat”. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang dimaksud dalam undang-undang tersebut adalah bank yang menerima simpanan dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu (UU Nomor 7 Tahun 1992, Pasal 1 Ayat 3). Adapun yang dimaksud dengan BPRS adalah BPR biasa yang pola operasionalnya mengikuti prinsip-prinsip ekonomi (syariah) Islam, terutama bagi hasil.1 Menurut UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, disebutkan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2. Tujuan Didirikannya BPRS Terdapat beberapa tujuan dari didirikannya BPRS, antara lain: 1) Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama masyarakat golongan ekonomi lemah 2) Meningkatkan pendapatan perkapita 1
Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan), (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), hal. 108
13
14
3) Menambah lapangan kerja terutama di kecamatan-kecamatan 4) Mengurangi urbanisasi 5) Membina semangat ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi. Kehadiran BPRS diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan umat Islam terutama masyarakat golongan ekonomi lemah. Hal ini disebabkan yang menjadi sasaran utama dari BPRS adalah umat Islam yang berada di pedesaan dan ditingkat kecamatan. Masyarakat yang berada di kawasan tersebut pada umumnya termasuk pada masyarakat golongan ekonomi lemah. Kehadiran BPRS bisa menjadi sumber permodalan bagi pengembangan usaha-usaha masyarakat golongan ekonomi lemah, sehingga pada gilirannya bisa meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka.2 3. Kegiatan Usaha BPRS Kegiatan usaha yang dilakukan oleh BPRS sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kegiatan usaha bank syariah. Berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 21 disebutkan bahwa Kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi: a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk: 1) Simpanan berupa Tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; dan
2
hal. 109
Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan),
15
2) Investasi berupa Deposito atau Tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; b. Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk: 1) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah atau musyarakah; 2) Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, salam, atau istishna’; 3) Pembiayaan berdasarkan Akad qardh; 4) Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan 5) Pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah; c. Menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan
Akad
wadi’ah
atau
Investasi
berdasarkan
Akad
mudharabah dan/atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; d. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional, dan UUS; dan e. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.
16
Sementara itu, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dilarang: a. Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah; b. Menerima Simpanan berupa Giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran; c. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang asing dengan izin Bank Indonesia; d. Melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah; e. Melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk untuk menanggulangi kesulitan likuiditas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah; dan f. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. B. Pembiayaan Mudharabah 1. Pengertian Pembiayaan Mudharabah Pembiayaan Mudharabah merupakan akad pembiayaan antara bank syariah sebagai shahibul-mal dan nasabah sebagai mudharib untuk melaksanakan kegiatan usaha, di mana bank syariah memberikan modal sebanyak 100% dan nasabah menjalankan usahanya. Hasil usaha atas pembiayaan mudharabah akan dibagi antara bank syariah dan nasabah dengan nisbah bagi hasil yang telah disepakati pada saat akad. Dalam hal pengelolaan nasabah berhasil mendapatkan keuntungan, maka bank syariah akan memperoleh keuntungan dari bagi hasil yang diterima.
17
Sebaliknya,
dalam
hal
nasabah
gagal
menjalankan
usahanya
dan
mengakibatkan kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh shahibulmal. Mudharib tidak menanggung kerugian sama sekali atau tidak ada kewajiban bagi mudharib untuk ikut menanggung kerugian atas kegagalan usaha yang dijalankan.3 Akad mudharabah ada dua jenis, yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah. Pada mudharabah mutlaqah pemodal tidak mensyaratkan kepada pengelola untuk melakukan jenis usaha tertentu. Jenis usaha yang akan dijalankan oleh mudharib secara mutlak diputuskan oleh mudharib yang dirasa sesuai sehingga disebut mudharabah tidak terikat atau tidak terbatas. Pada mudharabah muqayyadah pemodal mensyaratkan kepada pengelola untuk melakukan jenis usaha tertentu pada tempat dan waktu tertentu sehingga disebut sebagai mudharabah terikat atau terbatas.4 2. Landasan Syariah Secara umum landasan syariah al-mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadits berikut ini. a.
Al-Qur’an
...ِض يَ ْبتَ ُغوْ نَ ِم ْن فَضْ ِل للا ِ َْو َءاخَ رُوْ نَ يَضْ ِربُوْ نَ فِى ْاالَر “…dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT…”(al-Muzzammil: 20)
3 4
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: KENCANA, 2011), hal. 168-169 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 65
18
Yang menjadi wajhud-dilalah atau argumen dari surah al-Muzzammil: 20 adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.
ْ ض َو ْا ْبتَ ُغ ْ صلَوةُ فَاْ نتَ ِشر َّ ت ْال ...ِوا ِم ْن فَضْ ِل للا ِ َ ضي ِ ُفَإ ِ َذا ق ِ ُْوا فِى ْاألَر “Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT...”(al-Jumu’ah: 10)
ْ ْس َعلَ ْي ُك ْم ُجنِا ٌح أَ ْن تَ ْبتَ ُغ ...وا فَضْ الً ِّم ْن َّربِّ ُك ْم َ لَي “Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu...(al-Baqarah: 198) Surat al-Jumu’ah: 10 dan al-Baqarah: 198 sama-sama mendorong kaum muslimin untuk melakukan upaya perjalanan usaha. b.
Al-Hadits
ْ َكانَ َسيِّ ُدنَا ْال َعبَّاسُ ب ُْن َع ْب ِد ْال ُمطَلِّب: ال َ َض َي للاُ َع ْنهُ َما أَنَّهُ ق ِ َّاس َر ِ َر َوى اب ُْن َعب ُ ُصا ِحبِ ِه أَ ْن الَيَ ْسل ك بِ ِه بَحْ رًا َوالَيَ ْن ِز ُل بِ ِه َ اربَةً اِ ْشت ََرطَ َعلَى َ ض َ إِ َذا َدفَ َع ْال َما َل ُم ْ َوا ِديًا َوالَيَ ْشت َِرى بِ ِه دَابَّةً َذاتَ َكبَ ِد َر ض َمنَ فَبَلَ َغ ُشرْ طَهُ َرسُوْ َل َ َطبَ ٍة فَا ِ ْن فَ َع َل ذلِك َ ِللا ُصلَّى للاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَأ َ َجازَ ه “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia menyaratkan agar dananya tidak dibawa ke lautan, menuruni lembah yang berbahaya atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah
19
syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah saw dan Rasulullah saw pun membolehkannya.” (HR. Thabrani)5 3. Rukun Mudharabah Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah:6 a. Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha) Dalam akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertama bertindak sebagai pemilik modal (shahibul mal), sedangkan pihak kedua bertindak sebagai pelaksana usaha (mudharib atau ‘amil). Tanpa dua pelaku ini, akad mudharabah tidak ada. b. Objek mudharabah (modal dan kerja) Faktor kedua (objek mudharabah) merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal yang diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill, management skill, dan lain-lain. Para fuqaha sebenarnya tidak membolehkan modal mudharabah berbentuk barang. Ia harus uang tunai karena barang tidak dapat dipastikan taksiran harganya dan mengakibatkan ketidakpastian
5
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2009), hal. 95-96 6 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 205-206
20
(gharar) besarnya modal mudharabah. Namun para ulama mazhab Hanafi membolehkannya dan nilai barang yang dijadikan setoran modal harus disepakati pada saat akad oleh mudharib dan shahibul mal. Yang jelas tidak boleh adalah modal mudharabah yang belum disetor. Para fuqaha telah sepakat tidak bolehnya mudharabah dengan hutang. c. Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul) Faktor ketiga, yakni persetujuan kedua belah pihak, merupakan konsekuensi dari prinsip an-taraddin-minkum (sama-sama rela). Di sini kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. d. Nisbah keuntungan Faktor yang keempat (yakni nisbah) adalah rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidk ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yag berhak diterima oleh keduan pihak yang bermudharabah. 4. Penerapan Mudharabah dalam Perbankan Syariah Skema standar mudharabah adalah skema yang berlaku antara dua pihak saja secara langsung, yakni shahibul-mal berhubungan langsung dengan mudharib. Dan inilah sesungguhnya praktik mudharabah yang dilakukan oleh nabi dan para sahabat serta umat muslim sesudahnya. Dalam kasus ini, yang terjadi adalah investasi langsung (direct financing) antara shahibul-mal (sebagai surplus unit) dengan mudharib (sebagai deficit unit). Dalam direct
21
financing seperti ini, peran bank sebagai lembaga perantara (intermediary) tidak ada. Mudharabah klasik seperti ini memiliki ciri-ciri khusus, yakni bahwa biasanya hubungan antara shahibul-mal dengan mudharib merupakan hubungan personal dan langsung serta dilandasi rasa saling percaya (amanah). Shahibul-mal hanya mau menyerahkan modalnya kepada kepada orang yang ia kenal dengan baik, profesionalitas maupun karakternya. Modus
mudharabah
seperti
itu
tidak
efisien
lagi
dan
kecil
kemungkinannya untuk dapat diterapkan oleh bank, karena beberapa hal: a. Sistem kerja pada bank adalah investasi berkelompok, di mana mereka tidak saling mengenal. Jadi kecil sekali kemungkinannya terjadi hubungan yang langsung dan personal. b. Banyak investasi sekarang ini yang membutuhkan dana dalam jumlah besar, sehingga diperlukan puluhan bahkan ratus ribuan shahibul-mal untuk sama-sama menjadi penyandang dana untuk satu proyek tertentu. c. Lemahnya disiplin terhadap ajaran islam menyebabkan sulitnya bank
memperoleh
jaminan
keamanan
atas
modal
yang
disalurkannya. Untuk mengatasi hal di atas, khususnya masalah pertama dan kedua, maka ulama kontemporer melakukan inovasi baru atas skema mudharabah, yakni mudharabah yang melibatkan tiga pihak. Tambahan satu pihak ini
22
diperankan
oleh
bank
syariah
sebagai
lembaga
perantara
yang
mempertemukan shahibul-mal dengan mudharib. Gambar 2.1 Skema Pembiayaan Mudharabah Penyaluran dana
Mudharib (Pelaku usaha)
Penitipan dana
Shahibulmal (Pemilik dana)
Bank Syariah (Intermediasi Keuangan) Bagi Hasil
Defisit Unit
Bagi Hasil Surplus Unit
Dalam skema indirect financing di atas, bank menerima dana dari shahibul-mal dana pihak ketiga sebagai sumber dananya. Dana-dana ini dapat berupa tabungan atau simpanan deposito mudharabah dengan jangka waktu bervariasi. Selanjutnya, dana-dana yang sudah terkumpul ini disalurkan kembali oleh bank ke dalam bentuk pembiayaan-pembiayaan yang menghasilkan (earning assets). Keuntungan dari penyaluran pembiayaan inilah yang akan dibagi hasilkan antara bank dengan pemilik dana pihak ketiga.7 C. Dana Pihak Ketiga (DPK) Dana pihak ketiga (simpanan) menurut UU Perbankan RI No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain
7
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, hal. 210-211
23
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dalam bentuk giro, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadiah dan mudharabah.8 BPRS tidak melakukan penghimpunan dana dalam bentuk giro, maka pembahasan DPK dalam penelitian ini hanya tabungan dan deposito. 1. Tabungan Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. a. Tabungan Wadiah Berkaitan dengan produk tabungan wadiah, Bank Syariah menggunakan akad wadiah yad adh-dhamanah. Beberapa ketentuan umum tabungan wadiah sebagai berikut: 1. Tabungan wadiah merupakan tabungan yang bersifat titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat (on call) sesuai dengan kehendak pemilik harta.
8
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, hal. 107
24
2. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana atau pemanfaatan barang menjadi milik atau tanggungan bank, sedangkan nasabah penitip tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. 3. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta sebagai sebuah insentif selama tidak diperjanjikan dalam akad pembukaan rekening. b. Tabungan Mudharabah Tabungan
mudharabah
adalah
tabungan
yang
dijalankan
berdasarkan akad mudharabah. Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal
(pemilik dana). Bank Syariah dalam
kapasitasnya sebagai mudharib, mempunyai kuasa untuk melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak lain. Namun, di sisi lain, Bank Syariah juga memiliki sifat sebagai seorang wali amanah (trustee), yang berarti bank harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya. Beberapa ketentuan umum tabungan mudharabah sebagai berikut: 1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
25
2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
dan
mengembangkannya,
termasuk
di
dalamnya
mudharabah dengan pihak lain. 3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang. 4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam bentuk akad pembukaan rekening 5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. 6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.9 2. Deposito Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan deposito adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan bank syariah dan/atau UUS. Jangka waktu deposito bisa 1, 3, 6 dan 12 bulan. Adapun yang dimaksud dengan deposito syariah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, DSN MUI telah
9
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, hal. 297-301
26
mengeluarkan fatwa yang meyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah.10 Hubungan DPK Dengan Pembiayaan Mudharabah Kegiatan
yang dilakukan
oleh
bank
adalah
menghimpun
dan
menyalurkan dana masyarakat. Dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat disebut dengan dana pihak ketiga (DPK). Penghimpunan dana ini bisa melalui tabungan, deposito dan giro. DPK mempunyai hubungan yang positif dengan pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah maupun BPRS. DPK merupakan sumber dana terbesar yang dimiliki oleh suatu bank. Dana yang terkumpul tersebut kemudian disalurkan oleh bank dalam bentuk pembiayaan. Sehingga semakin besar jumlah DPK yang dihimpun oleh bank dapat meningkatkan jumlah pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat. D. Capital Adequacy Ratio (CAR) Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio permodalan yang menunjukan kemampuan bank dalam mengembangkan usahanya dan sekaligus menutupi kerugian dari risiko yang terjadi dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Jumlah modal yang dimiliki oleh sebuah bank harus cukup untuk memenuhi fungsi dasar, yaitu membiayai organisasi dan operasi sebuah bank, memberikan rasa perlindungan kepada penabung dan kreditor lainnya, dan memberikan rasa percaya kepada para penabung dan pihak berwenang. Dalam kaitan ini, fungsi perlindunganlah yang paling penting.
10
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, hal. 303
27
Dana modal harus mencukupi untuk menyerap kerugian dan menjamin keamanan dana para deposan. Penetapan rasio kecukupan modal (CAR), BI menetapkan kewajiban menyediakan modal minimal yang harus dimiliki oleh setiap bank umum, yang dinyatakan dengan Capital Adequacy Ratio (CAR). Sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Bank for International Settlements (BIS), besarnya CAR setiap bank minimal sebesar 8%.11 Apabila CAR minimal tidak tercapai, bank tersebut dinilai akan sulit mengatasi masalah keuangannya. Karena modal sendiri akan segera habis untuk menutupi kerugian yang terjadi dan tidak akan dapat menutupi kewajiban ke masyarakat. Untuk itu, Bank Indonesia akan segera melakukan tindakan pada perbankan nasional yang tidak dapat memenuhi CAR minimal.12 Modal bank syariah terdiri dari: (a) modal inti (tier 1), (b) modal pelengkap (tier 2), dan (c) modal pelengkap tambahan (tier 3). Modal pelengkap (tier 2) dan modal pelengkap tambahan (tier 3) hanya dapat diperhitungkan setinggi-tingginya 100% dari modal inti. Sedangkan modal inti (tier 1) dan modal pelengkap (tier 2) diperhitungkan dengan faktor pengurang yang berupa seluruh penyertaan yang dilakukan oleh bank. 13 Pemenuhan kewajiban penyediaan modal minimum didasarkan atas risiko aktiva dalam arti luas, artinya tidak hanya aktiva yang tercantum pada neraca secara on Balance Sheets tetapi juga pada aktiva yang bersifat 11
Herman Darmawi, Manajemen Perbankan (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 89-90 Ade Arthesa dan Edia Handiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia, 2006), hal. 62 13 Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006), hal. 140 12
28
administratif atau secara off Balance Sheets, sebagaimana yang tampak pada kewajiban yang bersifat kontijen dan/atau komitmen yang disediakan oleh bank bagi pihak ketiga. Risiko terhadap aktiva dalam bentuk risiko kredit maupun risiko yang terjadi karena fluktuasi harga surat-surat berharga, dan tingkat bunga serta nilai tukar valuta asing secara teknis, kewajiban penyediaan modal minimum diukur dari persentase tertentu terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), sedangkan pengertian modal meliputi modal inti dan modal pelengkap.14 CAR merupakan perbandingan antara modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR).
atau
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) adalah nilai total masingmasing aktiva bank setelah dikalikan dengan masing-masig bobot risiko aktiva tersebut. Aktiva yang paling tidak berisiko diberi bobot 0% dan aktiva yang paling berisiko diberi bobot 100%. Dengan demikian ATMR menunjukan nilai aktiva berisiko yang memerlukan antisipasi modal dalam jumlah yang cukup.15
14
Riyadi Slamet, Banking Assets And Liability Management, (Jakarta: LPFE UI, 2006), hal.
66 15
Dwi Nur’aini Ihsan, Analisis Laporan Keuangan Perbankan Syariah, (Jakarta: UIN JAKARTA PRESS, 2013), hal. 93
29
Hubungan CAR Dengan Pembiayaan Mudharabah CAR merupakan rasio permodalan yang berfungsi untuk mengukur kemampuan bank dalam menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindari lagi serta dapat pula digunakan untuk mengukur besar-kecilnya kekayaan bank tersebut atau kekayaan yang dimiliki oleh para pemegang sahamnya. Perhitungan aspek permodalan bank dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko kerugian yang mungkin timbul dari pembiayaan yang diberikan bank kepada pihak lain.16 CAR termasuk salah satu indikator dalam menganalisis kesehatan/kinerja bank. Semakin tinggi CAR yang dimiliki oleh suatu bank menunjukan bahwa kinerja bank tersebut baik sehingga berpengaruh terhadap kegiatan operasionalnya, salah satunya pembiayaan mudharabah. E. Inflasi 1. Pengertian Inflasi Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan yang dijumpai hampir disemua negara di dunia adalah inflasi. Definisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain. Syarat adanya kecenderungan menaik yang terus-menerus juga perlu diingat. Kenaikan harga-harga karena, misalnya musiman, menjelang hari-hari besar, atau yang terjadi sekali saja 16
Dwi Nur’aini Ihsan, Analisis Laporan Keuangan Perbankan Syariah, hal. 90
30
(dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan) tidak disebut inflasi. Kenaikan harga semacam ini tidak dianggap sebagai masalah atau “penyakit” ekonomi dan tidak memerlukan kebijaksanaan khusus untuk menanggulanginya.17 Dalam banyak literatur disebutkan bahwa inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga umum secara terus menerus dari suatu perekonomian. Sedangkan menurut Rahardja dan Mandala Manurung mengatakan bahwa inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan berlangsung terus menerus. Sedangkan menurut Sukirno, inflasi yaitu, kenaikan dalam harga barang dan jasa yang terjadi karena permintaan bertambah lebih besar dibandingkan dengan penawaran barang di pasar. Dengan kata lain, terlalu banyak uang yang memburu barang yang terlalu sedikit. Tingkat harga yang melambung sampai 100% atau lebih dalam setahun (hiperinflasi), menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap mata uang, sehingga masyarakat cenderung menyimpan aktiva mereka dalam bentuk lain, seperti real estate atau emas, yang biasanya bertahan nilainya dimasa-masa inflasi.18 2. Jenis Inflasi Kategori inflasi menurut besarnya dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:19 a. Inflasi rendah, yaitu inflasi dengan laju kurang dari 10% pertahun, sehingga disebut juga dengan inflasi di bawah dua digit. Sifat inflasi 17 18
Boediono, Ekonomi Moneter (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1998), edisi ke 3, hal. 161 Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam : Pendekatan Teoritis, (Jakarta: KENCANA, 2008),
hal. 175 19
Imamudin Yuliadi, Ekonomi Moneter (Jakarta : PT Macanan Jaya Cemerlang, 2008), cetakan I, hal. 75
31
rendah
ini
tidak
memberikan
dampak
yang
merusak
bagi
perekonomian. Dalam beberapa hal justru memberikan dorongan bagi pengusaha untuk lebih bergairah dalam berproduksi karena adanya dorongan kenaikan harga barang di pasar. b. Inflasi sedang, yaitu inflasi yang bergerak antara 10%-30% pertahun. Pengaruh yang ditimbulkan cukup dirasakan terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti pegawai negeri dan karyawan lepas. c. Inflasi tinggi, yaitu inflasi dengan laju antara 30%-100% pertahun. Efek yang ditimbulkan menyebabkan mulai hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga ekonomi masyarakat seperti perbankan. Aktifitas kredit, asuransi, proses produksi dan distribusi barang mengalami guncangan karena masyarakat lebih mengambil sikap aman dengan memegang barang daripada uang. Masyarakat mulai kehilangan kepercayaan terhadap stabilitas nilai mata uang. d. Hyper inflation, yaitu inflasi dengan laju di atas 100% pertahun dan menimbulkan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Fenomena hyper inflation biasanya menandai adanya pergolakan politik dan pergantian pemerintah
atau
rezim.
Masyarakat
benar-benar
kehilangan
kepercayaan terhadap mata uang yang beredar sehingga perekonmian lumpuh. Penggolongan yang kedua adalah atas dasar sebab awal dari inflasi. Atas dasar ini kita bedakan 2 macam inflasi:
32
1. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat. Inflasi semacam ini disebut demand inflation. 2. Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi. Ini disebut cost inflation.20 Gambar 2.2 Kurva Demand Inflation Harga S
H2 H1 D2 D1 0
Q1
Output
Q2
Pada gambar 2.2, karena permintaan masyarakat akan barang-barang (aggreat
demand)
bertambah
(misalnya,
karena
bertambahnya
pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah), maka kurva aggregat demand bergeser dari D1 ke D2. Akibatnya tingkat harga umum naik dari H1 ke H2.
20
Boediono, Ekonomi Moneter, hal. 162-163
33
Gambar 2.3 Kurva Cost Inflation Harga
S2 S1
H2 H1
D
0
Q4
Q3
Output
Bila biaya produksi naik (misalnya, arena kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri atau karena kenaikan harga bahan bakar minyak) maka kurva penawaran masyarakat (aggregat supply) bergeser dari S1 ke S2. Kasus cost inflation biasanya kenaikan harga-harga dibarengi dengan penurunan omzet penjualan barang (kelesuan usaha) 3.
Dampak Inflasi Ada beberapa masalah sosial (biaya sosial) yang muncul dari inflasi yang
tinggi (≥ 10% per tahun), yaitu :21 a. Menurunnya Tingkat Kesejahteraan Rakyat Tingkat kesejahteraan masyarakat, sederhananya diukur dengan tingkat daya beli pendapatan yang diperoleh. Inflasi menyebabkan daya beli pendapatan makin rendah, khususnya bagi masyarakat yang
21
Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi & Makroekonomi, (Jakarta: LPFEUI, 2008), hal. 371-372
34
berpenghasilan kecil dan tetap (kecil). Makin tinggi tingkat inflasi, makin cepat penurunan tingkat kesejahteraan. b. Makin Buruknya Distribusi Pendapatan Dampak buruk inflasi terhadap tingkat kesejahteraan dapat dihindari jika pertumbuhan pendapatan lebih tinggi dari tingkat inflasi. Jika inflasi 20% per tahun, pertumbuhan tingkat pendapatan harus lebih besar dari 20% per tahun. Persoalannya adalah jika inflasi mencapai 20% per tahun, dalam masyarakat hanya segelintir orang yang mempunyai kemampuan meningkatkan pendapatannya ≥ 20% per tahun. Akibatnya, ada sekelompok masyarakat yang mampu meningkatkan pendapatan riil (pertumbuhan pendapatan nominal dikurangi laju inflasi lebih besar dari 0% per tahun). Tetapi sebagian besar masyarakat mengalami penurunan pendapatan riil. Distribusi pendapatan, dilihat dari pendapatan riil, makin memburuk. c. Terganggunya Stabilitas Ekonomi Pengertian yang paling sederhana dari stabilitas ekonomi adalah sangat kecilnya tindakan spekulasi dalam perekonomian. Produsen berproduksi pada kapasitas penuh (optimal). Konsumen juga memakai barang dan jasa optimal dengan kebutuhan mereka. Kondisi nyaman ini mulai terganggu bila inflasi yang relatif tinggi menjadi kronis. Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan tentang masa depan (ekspektasi) para pelaku ekonomi. Inflasi yang kronis menumbuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa
35
akan terus naik. Bagi konsumen perkiraan ini mendorong pembelian barang dan jasa lebih banyak dari yang seharusnya/biasanya. Tujuannya untuk lebih menghemat pengeluaran konsumsi. Akibatnya, permintaan barang dan jasa justru dapat meningkat. Bagi produsen perkiraan akan naiknya harga barang dan jasa mendorong mereka menunda penjualan, untuk mendapat keuntungan yang lebih besar. Penawaran barang dan jasa berkurang. Akibatnya, kelebihan permintaan membesar dan mempercepat laju inflasi. Tentu saja, kondisi ekonomi akan menjadi semakin memburuk. Hubungan Inflasi Dengan Pembiayaan Mudharabah Kondisi perekonomian yang selalu menarik perhatian perbankan dalam menyalurkan pembiayaan adalah tingkat inflasi. Inflasi mempunyai pengaruh negatif terhadap pembiayaan yang disalurkan oleh bank. Inflasi menyebabkan harga barang-barang menjadi naik. Ketika tingkat inflasi tinggi, daya beli masyarakat menurun khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan tetap dan kecil. Masyarakat akan mengurai konsumsi tersier, namun tetap menggunakan dananya untuk membeli bahan-bahan pokok guna memenuhi kebutuhan sehari-sehari. Selain itu, dampak dari inflasi adalah melemahkan semangat menabung dari masyarakat dan mengarahkan investasi pada hal-hal yang non produktif yaitu pemupukan kekayaan seperti tanah, bangunan, logam mulia mata uang asing dengan mengorbankan investasi ke arah produktif
36
seperti pertanian, industrial, transportasi dan lainnya.22 Minat menabung masyarakat menurun menyebabkan dana yang dihimpun dari masyarakat jumlahnya ikut menurun. Hal ini akan berpengaruh pada jumlah pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada masyarakat. F. Nilai Tukar (Kurs) 1. Pengertian Kurs Kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukan harga atau nilai mata uang sesuatu negara yang dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain. Kurs valuta asing dapat juga didefinisikan sejumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing.23 Menurut Douglas Greenwald (1982:430) exchange rates (nilai tukar uang) atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan kurs mata uang adalah catatan (quotation) harga pasar dari mata uang asing (foreign currency) dalam harga mata uang domestik (domestic currency) begitu pula sebaliknya, yaitu harga mata uang domestik dalam mata uang asing. Nilai tukar uang mempresentasikan tingkat harga pertukaran dari satu mata uang yang lainnya dan digunakan dalam berbagai transaksi, antara lain transaksi perdagangan internasional, turisme, investasi internasional, ataupun aliran uang jangka
22
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007),
hal. 139 23
Sadono Sukirno, Makroekonomi Teori Pengantar (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011), cetakan ke-20, hal 397
37
pendek antar negara yang melewati batas-batas geografis ataupun batas-batas hukum.24 Kebijakan nilai tukar uang dalam islam dapat dikatakan menganut sistem “managed floating”, dimana nilai tukar adalah hasil dari kebijakan-kebijakan pemerintah (bukan merupakan cara atau kebijakan itu sendiri) karena pemerintah tidak mencampuri keseimbangan yang terjadi di pasar kecuali jika terjadi hal-hal yang mengganggu keseimbangan itu sendiri. Jadi bisa dikatakan bahwa suatu nilai tukar yang stabil adalah merupakan hasil dari kebijakan pemerintah yang tepat.25 2. Sistem Nilai Tukar di Indonesia Secara umum dapat disimpulkan nilai tukar uang yang digunakan oleh Indonesia sejak periode 1964 hingga sekarang, sistem nilai tukar yang berlaku di Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali yaitu: a. Sistem Nilai Tukar Tetap Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) dimana lembaga otoritas moneter menetapkan tingkat nilai tukar mata uang domestic terhadap mata uang negara lain pada tingkat tertentu, tanpa memperhatikan penawaran ataupun permintaan terhadap valuta asing yang terjadi. b. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali Nilai
tukar
mengambang
terkendali,
dimana
pemerintah
mempengaruhi tingkat nilai tukar melalui permintaan dan penawaran 24 25
M. Nur Rianto Al-Arif, Teori Makroekonomi Islam (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 107 M. Nur Rianto Al-Arif, Teori Makroekonomi Islam, hal. 116
38
valuta asing, biasanya sistem ini diterapkan untuk menjaga stabilitas moneter dan neraca pembayaran. Dengan sistem tersebut, Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, maka BI melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah spread. c. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas Nilai tukar mengambang bebas, di mana pemerintah tidak mencampuri tingkat nilai tukar sama sekali sehingga nilai tukar diserahkan pada permintaan dan penawaran valuta asing. Indonesia mulai menerapkan menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas pada periode 1997 hingga sekarang. Sejak pertengahan Juli 1997, rupiah mengalami tekanan yang mengakibatkan semakin melemahnya nilai rupiah terhadap US dollar.26 Apabila suatu negara mengalami defisit neraca perdagangan yaitu nilai impor lebih besar daripada nilai ekspornya, maka kurs mata uangnya akan meningkat atau dengan kata lain nilai mata uangnya mengalami penurunan (depresiasi) artinya bahwa nilai mata uang suatu negara menjadi semakin rendah dibandingkan mata uang mitra dagangnya. Dan sebaliknya jika suatu negara mengalami surplus neraca perdagangan dimana nilai ekspornya lebih
26
M. Nur Rianto Al-Arif, Teori Makroekonomi Islam, hal. 122-124
39
besar daripada nilai impornya, maka kurs mata uangnya akan menurun atau dengan kata lain nilai mata uangnya mengalami peningkatan (apresiasi).27 3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah Dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, hubungan ekonomi antar negara akan menjadi saling terkait dan mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang maupun uang serta modal antar negara. Terjadinya perubahan indikator makro di negara lain, secara tidak langsung akan berdampak ada indikator suatu negara. Dengan diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/bebas (free floating system) yang dimulai sejak Agustus 1997, posisi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (khususnya US$) ditentukan oleh mekanisme pasar. Sejak masa itu naik turunnya nilai tukar (fluktuasi) ditentukan oleh kekuatan pasar. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap US$ pasca diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang terus mengalami kemerosotan. Pada tahun 2005, melambungnya harga minyak dunia yang sempat menembus level US$70/barrel memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap meningkatnya permintaan valuta asing sebagai konsekuensi negara pengimpor minyak. Kondisi ini menyebabkan nilai tukar rupiah melemah terhadap US$ dan berada kisaran Rp 9.200 sampai Rp 10.200 er US$. Nilai tukar rupiah merupakan satu indikator ekonomi makro yang terkait dengan APBN. Asumsi nilai tukar rupiah berhubungan dengan banyaknya transaksi dalam APBN yang terkait dengan mata uang asing, seperti penerimaan
27
Imamudin Yuliadi, Ekonomi Moneter (Jakarta: PT. Indeks, 2008), hal. 61
40
pinjaman dan pembayaran utang luar negeri, penerimaan minyak dan pemberian subsidi BBM.28 Hubungan Nilai Tukar Rupiah Dengan Pembiayaan Mudharabah Menurut Khamdi (2013) nilai tukar rupiah berpengaruh signifikan negatif terhadap pertumbuhan pembiayaan di BPRS. Melemahnya nilai tukar rupiah menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam menjalankan usahanya terutama bagi mereka yang menggunakan bahan baku dari luar negeri atau menjual barangnya ke pasar ekspor. Pengelolaan nilai tukar rupiah yang realistis dan perubahan yang cukup rendah dapat memberikan kepastian dunia usaha sebagaimana yang terjadi pada beberapa waktu terakhir merupakan suatu hal yang penting dalam peningkatan investasi maupun kegiatan yang berorientasikan pada ekspor. Keadaan tersebut pada gilirannya akan mendorong meningkatnya permintaan kredit untuk usaha yang produktif sehingga dapat mendorong perkembangan perbankan yang sehat.29 G. Tingkat Bagi Hasil 1. Pengertian Bagi Hasil Bank syariah menerapkan nisbah bagi hasil terhadap produk-produk pembiayaan yang berbasis Natural Uncertainty Contracts (NUC), yaitu akad bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah maupun waktu, seperti mudharabah dan musyarakah.30
28
M. Nur Rianto Al-Arif, Teori Makroekonomi Islam, hal. 128 Aulia Pohan, Potret Kebijakan Moneter Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 55 30 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan , hal. 286 29
41
Tingkat bagi hasil adalah prosentase pembagian hasil atas keuntungan yang akan didapat antara kedua belah pihak atau lebih. Besarnya ketentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama dan harus terjadi dengan adanya kerelaan dimasing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. 2. Kebijakan dalam Penentuan Nisbah Bagi Hasil Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan margin dan bagi hasil antara lain:31 1. Komposisi pendanaan Bagi bank syariah yang pendanaannya sebagian besar diperoleh dari dana giro dan tabungan, yang notabene nisbah nasabah tidak setinggi pada deposan (apalagi bonus/athaya untuk giro cukup rendah karena diserahkan sepenuhnya pada kebijakan bank syariah yang bersangkutan), maka penentuan keuntungan (margin atau bagi hasil bagi bank) akan lebih kompetitif jika dibandingkan suatu bank yang pendanaannya porsi terbesar berasal dari deposito. 2. Tingkat persaingan Jika tingkat kompetisi ketat, porsi keuntungan bank tipis, sedangkan pada tingkat persaingan masih longgar bank dapat mengambil keuntungan lebih tinggi. 3. Risiko pembiayaan
31
hal. 316
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014),
42
Untuk pembiayaan pada sektor yang beresiko tinggi, bank dapat mengambil keuntungan lebih tinggi dibanding yang berisiko sedang apalagi kecil. 4. Jenis nasabah Yang dimaksud adalah nasabah prima dan nasabah biasa. Bagi nasabah prima misal usahanya besar dan kuat bank cukup mengambil keuntungan tipis, sedangkan untuk pembiayaan kepada para nasabah biasa diambil keuntungan yang lebih tinggi. 5. Kondisi perekonomian Silus ekonomi meliputi kondisi: revival, boom/peak-puncak, resesi dan depresi. Jika perekonomian secara umum berada pada dua kondisi pertama, di mana usaha berjalan lancar, maka bank dapat mengambil kebijkan pengambilan keuntungan yang lebih longgar. Namun pada kondisi lainnya (resesi dan depresi) bank tidak merugi pun bagus, keuntungan sangat tipis. 3. Sistem dan Prinsip Distribusi Bagi Hasil Ketentuan yang terkait dengan perhitungan pembagian hasil usaha sudah ditetapkan dalam Fatwa DSN-MUI. Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 14/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sistem Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah, ketentuannya adalah: 1. Pada prinsipnya, LKS boleh menggunakan sistem Accrual Basis maupun Cash Basis dalam administrasi keuangan.
43
2. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), dalam pencatatan sebaiknya digunakan sistem Accrual Basis; akan tetapi, dalam distribusi hasil usaha hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi (Cash Basis). 3. Penetapan sistem yang dipilih harus disepakati dalam akad. Kemudian prinsip distribusi bagi hasil usaha sudah tertuang dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah, dalam fatwa tersebut ditetapkan sebagai berikut: 1. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing) maupun Bagi Untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya. 2. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing). 3. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad. Dasar perhitungan bagi hasil yang menggunakan revenue sharing adalah perhitungan bagi hasil yang didasarkan atas penjualan dan/atau pendapatan kotor atas usaha sebelum dikurangi dengan biaya. Bagi hasil dalam revenue sharing dihitung dengan mengalihkan nisbah yang telah disetujui dengan pendapatan bruto. Pada umumnya bagi hasil terhadap investasi dana dari masyarakat menggunakan revenue sharing.
44
Dasar perhitungan bagi hasil dengan menggunakan profit/loss sharing merupakan bagi hasil yang dihitung dari laba/rugi usaha. Kedua pihak, bank syariah maupun nasabah akan memperoleh keuntungan atas hasil usaha mudharib dan ikut menanggung kerugian bila usahanya mengalami kerugian.32 Hubungan Tingkat Bagi Hasil Dengan Pembiayaan Mudharabah Pembagian keuntungan dalam pembiayaan mudharabah ditentukan berdasarkan tingkat bagi hasil yang disepakati oleh kedua belah pihak. Faktor tingkat bagi hasil juga dianggap berpengaruh dalam pembiayaan mudharabah. Tingkat bagi hasil mempunyai hubungan yang positif dengan pembiayaan mudharabah. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat bagi hasil pada sebuah bank syariah maka akan meningkatkan jumlah pembiayaan mudharabah, karena nasabah selalu mengharapkan keuntungan yang lebih tinggi daripada kerugian. H. Penelitian Terdahulu Penulis
menemukan
beberapa
penelitian
yang
telah
dilakukan
sebelumnya mengenai tema ini. Terdapat beberapa penelitian yang dapat menunjang dan membantu penulis dalam menyempurnakan hasil penelitian. Hasil penelitian tersebut juga digunakan sebagai landasan pembanding dalam menganalisa pengaruh variabel DPK, CAR, inflasi, nilai tukar dan tingkat bagi hasil terhadap pembiayaan mudharabah yang dilakukan oleh BPRS. Beberapa tinjauan pustaka yang telah dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut: 32
Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: KENCANA, 2011), edisi pertama, hal. 98-99
45
No
Judul
1
“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Pada Bank Umum Syariah Di Indonesia” Agustina Kurniawanti dan Zulfikar, Syariah Paper Accounting (2014) Program Studi Akuntansi-FEB Universitas Muhammadiyah Surakarta
2
“Analisis Hubungan Simpanan, Modal Sendiri, NPL, Prosentase Bagi Hasil Dan Mark Up Keuntungan Terhadap Pembiayaan Pada Perbankan Syariah Studi Kasus Pada Bank Muamalat Indonesia”
Variabel dan Metode Analisis Variabel independen = DPK, tingkat bagi hasil, NPF dan total asset. Variabel dependen = volume pembiayaan berbasis bagi hasil. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda.
Variabel independen = Simpanan/DPK, modal sendiri, NPL dan prosentase bagi hasil dan marjin keuntungan. Variabel dependen = pembiayaan pada perbankan syariah. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
Hasil Pembahasan
Perbedaan
Hasil penelitian menunjukan DPK dan NPF tidak mempunyai pengaruh yang signifikan sedangkan tingkat bagi hasil dan total asset berpengaruh signifikan terhadap volume pembiayaan berbasis bagi hasil. Secara simultan variabel DPK, tingkat bagi hasil, NPF dan total asset berpengaruh signifikan terhadap volume pembiayaan berbasis bagi hasil. Hasil penelitian menunjukan simpanan mempunyai pengaruh yang signifikan, sedangkan variabel lainnya yaitu modal sendiri, NPL dan prosentase bagi hasil dan marjin keuntungan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembiayaan pada
Variabel independen = DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil. Variabel dependen = pembiayaan mudharabah di BPRS periode 2009-2015. Metode analisis menggunakan regresi linier berganda.
Variabel independen = DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil. Variabel dependen = pembiayaan mudharabah di BPRS periode 2009-2015. Metode analisis menggunakan regresi linier berganda.
46
3
4
Pratin dan Akhyar Adnan (2005), Sinergi Kajian Bisnis dan Manajemen edisi khusus on Finance. “Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Mudharabah Pada Bank Umum Syariah Di Indonesia” Nur Gilang Giannini, Accounting Analysis Journal (2013) Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang Indonesia
regresi linier perbankan berganda. syariah Indonesia.
Variabel independen = FDR, NPF, ROA, CAR dan tingkat bagi hasil. Variabel dependen = pembiayaan mudharabah. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukan bahwa FDR, NPF, ROA CAR dan tingkat bagi hasil secara simultan berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah. Untuk hasil secara parsial, variabel FDR berpengaruh positif terhadap pembiayaan mudharabah. Variabel NPF tidak berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah. Sedangkan untuk variabel ROA, CAR dan tingkat bagi hasil berpengaruh positif terhadap pembiayaan mudharabah.
Variabel independen = DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil. Variabel dependen = pembiayaan mudharabah di BPRS periode 2009-2015. Metode analisis menggunakan regresi linier berganda.
“Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi Hasil, Dan Non
Variabel independen = DPK, tingkat bagi hasil dan NPF. Variabel
Hasil penelitian menunjukan bahwa DPK dan tingkat bagi hasil berpengaruh positif secara
Variabel independen = DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat
di
47
5
6
Performing Financing Terhadap Volume Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Pada Perbankan Syariah Di Indonesia” Dita Andraeny, Simposium Nasional Akuntansi XIV Aceh (2011) Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh “Pengaruh ROA, NPF, FDR, BOPO Dan Tingkat Bagi Hasil Terhadap Pembiayaan Mudharabah (Studi Kasus Pada BUS Dan UUS di Indonesia Periode 20102013)” Siti Nugraha, Skripsi (2014) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dependen = volume pembiayaan berbasis bagi hasil. Teknik analisis data yang digunakan adalah Partial Least Square (PLS).
signifikan terhadap volume pembiayaan berbasis bagi hasil. Sementara itu, variabel NPF tidak berpengaruh signifikan.
bagi hasil. Variabel dependen = pembiayaan mudharabah di BPRS periode 2009-2015. Metode analisis menggunakan regresi linier berganda.
Variabel independen =NPF, FDR, ROA, BOPO dan tingkat bagi hasil. Variabel dependen = pembiayaan mudharabah. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode regresi linier berganda.
Hasil analisis menunjukan bahwa NPF, FDR dan tingkat bagi hasil secara bersama-sama (simultan) mempunyai pengaruh signifikan terhadap pembiayaan mudharabah. Sedangkan ROA dan BOPO secara bersama-sama (simultan) tidak mempunyai pengaruh terhadap yaitu pembiayaan mudharabah.
Variabel independen = DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil. Variabel dependen = pembiayaan mudharabah di BPRS periode 2009-2015. Metode analisis menggunakan regresi linier berganda.
Variabel Hasil analisis Variabel “Analisis independen = Faktor Yang independen = menunjukkan bagi bahwa JII, PDB DPK, CAR, Mempengaruhi tingkat
48
7
Permintaan Pembiayaan Mudharabah Pada Perbankan Syariah Di Indonesia Periode 20032009 Lia Andriani, Skripsi (2010) Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hasil, Jakarta Islamic Index (JII), inflasi, PDB dan kurs rupiah Variabel dependen = pembiayaan mudharabah Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Error Correction Model (ECM).
”Analisis Pengaruh Jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF) dan Tingkat Inflasi Terhadap Total Pembiayaan Yang Diberikan Oleh BPRS Di Indonesia (Periode Januari 2007Oktober 2012) Mufqi Firaldi, Skripsi (2013) Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Variabel independen = DPK, NPF dan tingkat inflasi. Variabel dependen = total pembiayaan Penelitian ini menggunakan uji kointegrasi untuk melihat hubungan jangka panjang dan menggunakan ECM untuk melihat hubungan jangka pendek.
dan kurs rupiah baik jangka pendek maupun jangka panjang berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan mudharabah. Sedangkan tingkat bagi hasil dan inflasi baik jangka pendek maupun jangka panjang tidak berpengaruh secara signifikan pada pembiayaan mudharabah Hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa DPK mempunyai pengaruh jangka pendek terhadap total pembiayaan, NPF mempunyai pengaruh jangka pendek terhadap total pembiayaan dan inflasi tidak mempunyai pengaruh terhadap total pembiayaan yang diberikan oleh BPRS
inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil. Variabel dependen = pembiayaan mudharabah di BPRS periode 2009-2015. Metode analisis menggunakan regresi linier berganda.
Variabel independen = DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil. Variabel dependen = pembiayaan mudharabah di BPRS periode 2009-2015. Metode analisis menggunakan regresi linier berganda.
49
I.
Kerangka Pemikiran Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi pembiayaan mudharabah yang disalurkan oleh BPRS di Indonesia pada tahun 2009-2015. Dari data yang diperoleh pembiayaan yang mendominasi di bank syariah maupun BPRS adalah pembiayaan murabahah. Padahal Bank Indonesia sebagai regulator telah menyarankan kepada bank syariah untuk meningkatkan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil dan mengurangi pembiayaan dengan skema jual beli (murabahah). Bank syariah dan
BPRS
pun
sudah
berupaya
untuk
meningkatkan
pembiayaan
mudharabah, namun permintaan dari nasabah akan pembiyaan murabahah masih cukup tinggi. Padahal pembiayaan mudharabah dengan prinsip bagi hasil lebih menguntungkan baik bagi bank maupun bagi nasabah. Selain karena permintaan nasabah yang masih rendah terhadap pembiayaan mudharabah dan risiko yang cukup tinggi, ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi pembiayaan mudharabah. Seperti kondisi bank itu sendiri dan kondisi perekonomian Indonesia saat ini. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linier berganda Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masing-masing variabel independen berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil, sementara
50
variabel dependennya adalah komposisi pembiayaan mudharabah pada BPRS di Indonesia. Waktu pengamatan dilakukan selama 6 tahun yaitu dari bulan Juni 2009 – Juni 2015. Setelah penulis mendapatkan data dari semua variabel, selanjutnya data diolah secara elektronik dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dan IBM SPSS Statistics 22 untuk mempercepat mendapatkan perolehan hasil yang dapat menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti. Dalam menggunakan analisis regresi linier berganda terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik. Berikut ini adalah kerangka pemikiran yang telah disederhanakan oleh penulis:
51
Gambar 2.4 Skema Kerangka Pemikiran Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
Variabel Dependen:
Variabel Independen:
Pembiayaan Mudharabah
DPK, CAR, Inflasi, Kurs, TBH
Metode Regresi Linier Berganda
Uji Asumsi Klasik
Uji t (Parsial)
Koefisien Adjusted R2
Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Uji F (Simultan)
52
J.
Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu persoalan yang masih perlu dibuktikan kebenarannya dan harus bersifat logis, jelas dan dapat diuji. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: a. Dana Pihak Ketiga (DPK) Ho:
Tidak terdapat pengaruh secara signifikan antara DPK terhadap pembiayaan mudharabah.
Ha:
Terdapat pengaruh secara signifikan antara DPK terhadap pembiayaan mudharabah.
b. Capital Adequacy Ratio (CAR) Ho:
Tidak terdapat pengaruh secara signifikan antara CAR terhadap pembiayaan mudharabah.
Ha:
Terdapat pengaruh secara signifikan antara CAR terhadap pembiayaan mudharabah.
c. Inflasi Ho:
Tidak terdapat pengaruh secara signifikan antara inflasi terhadap pembiayaan mudharabah.
Ha:
Terdapat pengaruh secara signifikan antara inflasi terhadap pembiayaan mudharabah.
d. Nilai Tukar Rupiah Ho:
Tidak terdapat pengaruh secara signifikan antara kurs terhadap pembiayaan mudharabah.
53
Ha:
Terdapat pengaruh secara signifikan antara kurs terhadap pembiayaan mudharabah.
e. Tingkat Bagi Hasil Ho:
Tidak terdapat pengaruh secara signifikan antara tingkat bagi hasil terhadap pembiayaan mudharabah.
Ha:
Terdapat pengaruh secara signifikan antara tingkat bagi hasil terhadap pembiayaan mudharabah.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh variabel dana pihak ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil sebagai variabel independennya terhadap variabel dependen yaitu pembiayaan mudharabah. Objek dalam penelitian ini adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode ini sebagai metode ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis. Metode ini disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.1 Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. B. Sumber dan Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtut waktu (time series) bulanan dalam jangka waktu enam tahun, yaitu dari Juni 2009 sampai dengan Juni 2015. Penelitian ini dilakukan dengan melihat laporan keuangan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yaitu Statistik Perbankan Syariah.
1
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2010), cetakan ke-11, hal. 7
54
55
C. Metode Penentuan Sampel Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) yang ada di Indonesia. Untuk pengambilan sampel metode yang digunakan adalah non probability sampling yaitu
metode
pengambilan
sampel
yang
tidak
memberikan
peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Sedangkan tekniknya menggunakan purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan pada tujuan dan pertimbangan tertentu. D. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan merupakan data sekunder. Sehingga metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan studi dokumentasi, yaitu metode yang menghimpun sejumlah informasi dari dokumen-dokumen, seperti studi pustaka, eksplorasi literature, jurnal, laporan keuangan perbankan serta laporan kebijakan moneter yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia. E. Metode Analisis Data Metode yang digunakan dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda (multiple linier regression). Analisis regresi berganda adalah alat untuk meramalkan nilai pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap satu variabel terikat (untuk membuktikan ada tidaknya hubungan fungsional atau hubungan kausal antara dua atau lebih
56
variabel bebas X1, X2,..., Xi terhadap suatu variabel terikat Y.2 Data diolah secara elektronik dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dan IBM SPSS Statistic 22 untuk mempercepat mendapatkan perolehan hasil yang dapat menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti. Estimasi persamaan regresi berganda dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e Keterangan: Y
= Pembiayaan Mudharabah
a
= Nilai Konstanta
b
= Koefisien Regresi
X1
= Dana Pihak Ketiga (DPK)
X2
= Capital Adequacy Ratio (CAR)
X3
= Inflasi
X4
= Nilai Tukar Rupiah
X5
= Tingkat Bagi Hasil (TBH)
e
= Error Terms
1. Uji Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi regresi yang dilakukan benar-benar terbebas dari adanya gejala multikolinearitas,
heteroskedastisitas,
autokorelasi
dan
data
yang
dihasilkan berdistribusi normal. Uji asumsi klasik penting dilakukan untuk 2
Muhidin Sambas Ali, Analisis Korelasi, Regresi Dan Jalur Dalam Penelitian (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011), hal. 198
57
menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang minimum (Best Linier Unbiased Estimator = BLUE) yang berarti model regresi tidak mengandung masalah. Pengujian-pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Uji Normalitas Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai residual yang telah distandarisasi pada model regresi berdistribusi normal atau tidak. Nilai residual dikatakan berdistribusi normal jika nilai residual terstandarisasi tersebut sebagian besar mendekati nilai rata-ratanya. Nilai
residual
terstandarisasi
yang
berdistribusi
normal
jika
menggambarkan dengan bentuk kurva akan membentuk gambar lonceng (bell-shaped curve) yang kedua sisinya lebar sampai tidak terhingga.3 Model regresi yang baik adalah model dengan distribusi yang normal atau mendekati normal. Kriteria sebuah data residual berdistribusi normal atau tidak dengan pendekatan Normal Probability Plot dapat dilakukan dengan melihat sebaran titik-titik yang ada pada gambar. Apabila sebaran titik-titik tersebut mendekati atau rapat pada garis lurus (diagonal) maka dapat dikatakan bahwa (data) residual terdistribusi normal. Namun apabila sebaran titik-titik tersebut menjauhi garis maka tidak terdistribusi normal.
3
Suliyanto, Ekonometrika Terapan (Yogyakarta: ANDI, 2011), hal. 69
58
Selain menggunakan grafik, pengujian normalitas juga dapat dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Jika nilai Kolmogorov-Smirnov tidak signifikan > 0,05 maka semua data terdistribusi secara normal. Sebaliknya, apabila nilai KolmogorovSmirnov signifikan < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal. b. Uji Multikolinearitas Penyimpangan
asumsi
model
klasik
adalah
adanya
multikolinearitas dalam model regresi yang dihasilkan. Artinya antar variabel independen yang terdapat dalam model memiliki hubungan yang sempurna atau mendekati sempurna (koefisien korelasi tinggi atau bahkan 1).4 Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi yaitu dengan menggunakan VIF (Variance Inflation Factor) dan nilai Tolerance, maka: a) Jika nilai VIF tidak lebih dari 10 (VIF ≤ 10), maka model regresi bebas dari multikolinearitas. b) Jika nilai Tolerance tidak kurang dari 1 (Tolerance ≥ 1 atau 0,10), maka model regresi bebas dari multikolinearitas. c. Uji Heteroskedastisitas Penyimpangan asumsi model klasik selanjutnya adalah adanya heteroskedastisitas. Dalam persamaan regresi perlu juga diuji mengenai sama atau tidak varians dari residual dari observasi yang
4
Algifari, Analisis Regresi Teori, Kasus dan Solusi (Yogyakarta: BPFE, 2013), hal. 84
59
satu dengan observasi yang lain. Jika residualnya mempunyai varians yang sama, disebut terjadi homoskedastisitas, dan jika variansnya tidak sama/berbeda disebut terjadi heteroskedastisitas. Persamaan regresi yang baik adalah jika tidak terjadi heteroskedastisistas.5 Model
regresi
dengan
heteroskedastisitas
mengandung
konsekuensi yang serius bagi estimator metode OLS karena tidak lagi BLUE.6 Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui apakah suatu model regresi mengandung unsur heteroskedastisitas atau tidak. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menganalisis grafik scatterplot. Dasar pengambilan keputusan ada tidaknya heteroskedastisitas, sebagai berikut: a) Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola literatur (bergelombang, kemudian menyempit), maka terjadi heteroskedastisitas b) Jika tidak ada pola tertentu yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas menggunakan Scatterplot sangat lemah karena hanya mengandalkan analisis visual. Untuk mendapatkan kepastian
5 6
dalam
menentukan
terjadi
atau
tidaknya
masalah
Danang Sunyoto, Analisis Regresi dan Uji Hipotesis (Jakarta: Buku Kita, 2009), hal. 82 Agus Widarjono, Ekonometrika (Yogyakarta: EKONOSIA, 2009), hal. 117
60
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji Glejser. Uji Glejser pada umumnya meregresikan antara nilai residual yang absolut dengan semua variabel independennya. Uji Glejser secara umum dinotasikan sebagai berikut: e = b1 + b2X2 + v Dimana: e = nilai absolut dari residual yang dihasilkan dari regresi model X2 = variabel penjelas. Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut: a) Tidak terjadi heteroskedastisitas, jika nilai t hitung lebih kecil dari t tabel dan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. b) Terjadi heteroskedastisitas, jika nilai t hitung lebih besar dari t tabel dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. d. Uji Autokorelasi Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki masalah autokorelasi. Jika terjadi autokorelasi maka persamaan tersebut menjadi tidak baik atau tidak layak dipakai prediksi. Masalah autokorelasi baru timbul jika ada korelasi secara linier antara kesalahan pengganggu periode t (berada) dan kesalahan pengganggu periode t-1 (sebelumnya).
61
Jika kita menganalisis data runtut waktu (time series) maka variabel gangguan antara waktu akan saling berhubungan. Oleh karena itu, data runtut waktu diduga sering kali mengandung unsur autokorelasi. Sedangkan data cross section diduga jarang ditemui adanya unsur autokorelasi.7 Pengujian masalah autokorelasi dalam suatu model regresi dapat dilakukan melalui pengujian terhadap nilai Uji Durbin Watson (Uji Dw), dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Terjadi autokorelasi positif jika nilai DW di bawah -2 (DW < -2). 2. Tidak terjadi autokorelasi jika nilai DW berada di antara -2 dan +2 atau -2 < DW < +2. 3. Terjadi autokorelasi negatif jika nilai DW di atas +2 atau DW > +2.8 2. Uji Hipotesis a. Uji Parsial (Uji t) Uji t digunakan untuk menguji apakah setiap variabel independen secara masing-masing (parsial) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel
dependen. Pengujian ini
dilakukan dengan
membandingkan t hitung dengan t tabel dengan ketentuan: a) Bila t hitung < t tabel maka Ho diterima dan menolak Ha, artinya bahwa secara parsial variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. 7
Agus Widarjono, Ekonometrika, hal. 141 Danang Sunyoto, Uji Khi Kuadrat dan Regresi Untuk Penelitian, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal. 116 8
62
b) Bila t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan menerima Ha artinya bahwa secara parsial variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Pengujian ini
juga
dapat
menggunakan
pengamatan nilai
signifikansi t pada tingkat α yang digunakan yaitu sebesar 5%. Analisis ini didasarkan pada perbandingan antara nilai signifikansi t dengan nilai signifikansi 0,05 dengan ketentuan sebagai berikut: a) Jika signifikansi t < 0,05, maka Ho ditolak yang berarti variabel independen secara parsial berpengaruh terhadap variabel dependen. b) Jika signifikansi t > 0,05 maka Ho diterima yang berarti variabel independen secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. b. Uji Simultan (Uji F) Uji F ini juga sering disebut sebagai uji simultan, untuk menguji apakah variabel bebas yang digunakan dalam model mampu menjelaskan perubahan nilai variabel tergantung atau tidak. Untuk menyimpulkan apakah model masuk dalam kategori cocok (fit) atau tidak, kita harus membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel.9 Uji ini dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
9
Suliyanto, Ekonometrika Terapan, hal. 61
63
a) Bila F hitung < F tabel maka Ho diterima dan menolak Ha, artinya bahwa secara simultan variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. b) Bila F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan menerima Ha artinya
bahwa
secara
simultan
variabel
independen
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Pengujian ini
juga
dapat
menggunakan
pengamatan nilai
signifikansi F pada tingkat α yang digunakan yaitu sebesar 5%. Analisis ini didasarkan pada perbandingan antara nilai signifikansi F dengan nilai signifikansi 0,05 dengan ketentuan sebagai berikut: a) Jika signifikansi F < 0,05, maka Ho ditolak yang berarti variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen. b) Jika signifikansi F > 0,05 maka Ho diterima yang berarti variabel independen secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. c. Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi menjelaskan variasi pengaruh variabelvariabel bebas (independen) terhadap variabel terikatnya (dependen). Atau dapat pula dikatakan sebagai proporsi pengaruh seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Nilai koefisien determinasi dapat diukur oleh nilai Adjusted R-square (R2). Nilai koefisien determinasi terletak antara 0 dan 1 yaitu 0 ≤ R2 ≤ 1. Bila R2 = 1 berarti 100% total
64
variasi variabel terikat dijelaskan oleh variabel bebasnya dan menunjukkan ketepatan yang baik, dan bila R2 = 0 berarti tidak ada total variasi variabel terikat yang dijelaskan oleh variabel bebasnya.10 F. Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Dependen (Y) Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah komposisi pembiayaan mudharabah pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu pada Statistik Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari Juni 2009 hingga Juni 2015 yang dinyatakan dalam bentuk milyar rupiah. 2. Variabel Independen (X) Variabel independen yang digunakan sebagai berikut : a. Dana Pihak Ketiga (DPK) (X1) Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat
oleh
bank.
Dana
simpanan
(deposit)
masyarakat
merupakan jumlah dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank. Deposit ini terdiri dari berbagai bentuk, yaitu simpanan dalam bentuk tabungan, deposito berjangka dan rekening giro. Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai 10
Yanti Budiasih, Statistika Deskriptif Untuk Ekonomi & Bisnis (Tangerang: Jelajah Nusa, 2012), hal. 198
65
operasinya dari sumber dana ini. Data DPK diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu pada Statistik Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari Juni 2009 sampai Juni 2015 yang dinyatakan dalam bentuk milyar rupiah. b. Capital Adequacy Ratio (CAR) (X2) Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio modal yang menunjukan kemampuan suatu bank dalam menutupi setiap risiko yang terjadi atas kegiatan operasional dalam pengembangan usahanya. Bank yang mampu menutupi risiko dengan dana modalnya menunjukan bank tersebut dalam keadaan sehat. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu pada Statistik Perbankan Syariah, yaitu dari Juni 2009 sampai Juni 2015 yang dinyatakan dalam bentuk persen perbulan. c. Inflasi (X3) Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan hargaharga yang berlaku dalam sesuatu perekonomian. Atau kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus. Data tentang inflasi yang digunakan adalah data laju inflasi dalam persen yang terjadi di Indonesia. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data pada Bank Indonesia yang dapat diakses pada situs www.bi.go.id. Data ini berupa data bulanan, yaitu dari Juni 2009 sampai Juni 2015 yang dinyatakan dalam bentuk persen per bulan.
66
d. Nilai Tukar Rupiah (X4) Kurs valuta asing atau kurs mata uang asing adalah nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Dalam hal ini adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Data operasional yang digunakan berupa data bulanan, yaitu dari Juni 2009 sampai Juni 2015 yang dinyatakan dalam bentuk rupiah. Data ini diperoleh dari data pada Bank Indonesia yang dapat diakses pada situs www.bi.go.id. e. Tingkat Bagi Hasil (X5) Tingkat bagi hasil adalah sebuah bentuk pengembalian dari kontrak investasi berdasarkan suatu periode tertentu dengan karakteristiknya yang tidak tetap dan tidak pasti besar kecilnya perolehan tersebut. Besarnya ketentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama tanpa adanya unsur paksaan. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu pada Statistik Perbankan Syariah, yaitu dari Juni 2009 sampai Juni 2015 yang dinyatakan dalam bentuk persen.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Deskriptif Dalam penelitian ini data diolah secara elektronik dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dan IBM SPSS Statistics 22 untuk mempercepat mendapatkan perolehan hasil yang dapat menjelaskan variabel-variabel yang diteliti. Pembiayaan mudharabah pada BPRS menjadi variabel dependen. Sementara itu yang menjadi variabel independen dana pihak ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil. Hasil dan pembahasan masing-masing variabel adalah sebagai berikut: 1. Pembiayaan Mudharabah Pembiayaan mudharabah adalah akad kerja sama di mana ada yang bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana) dan sebagai mudharib (pengelola dana) dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah bagi hasil yang telah disepakati antara kedua belah pihak. Apabila pembiayaan mudharabah dapat dilaksanakan dengan maksimal akan menggerakan sektor ekonomi riil yaitu dengan membuka lapangan pekerjaan dan menyerap tenaga kerja untuk mengurangi pengangguran. Perkembangan pembiayaan mudharabah pada BPRS dapat dilihat pada gambar berikut:
67
68
Gambar 4.1 Perkembangan Pembiayaan Mudharabah pada BPRS
Jun-15
Feb-15
Okt-14
Jun-14
Feb-14
Okt-13
Jun-13
Feb-13
Jun-12
Okt-12
Feb-12
Okt-11
Jun-11
Feb-11
Okt-10
Jun-10
Feb-10
Jun-09
160.000 140.000 120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 0
Okt-09
Milyar
Pembiayaan Mudharabah
Periode Sumber : Bank Indonesia, data diolah
Berdasarkan gambar tersebut dapat kita ketahui bahwa pembiayaan mudharabah yang disalurkan oleh BPRS di Indonesia dari tahun 2009 hingga 2015 secara umum terus mengalami kenaikan. Mulai dari Juni 2009 yaitu sebesar 50.170 milyar dan terus meningkat menjadi 69.549 milyar pada Oktober 2010. Namun pada November 2010 sampai Februari 2011 mengalami penurunan menjadi 63.080 milyar. Kemudian bergerak naik kembali menjadi 79.774 milyar pada Agustus 2011 dan kembali turun lagi hingga awal tahun 2012. Pada Januari sampai Juni 2015 pembiayaan mudharabah terus meningkat dari 118.415 milyar menjadi 158.936 milyar. Perkembangan pembiayaan mudharabah memang berfluktuasi. Tetapi secara
keseluruhan
pembiayaan
mudharabah
terus
menunjukkan
peningkatan yang cukup menggembirakan dan tidak ada penurunan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan mudharabah pada BPRS telah berkembang dengan baik.
69
2. Dana Pihak Ketiga (DPK) DPK merupakan dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat. Pada BPRS, dana pihak ketiga ini hanya dalam bentuk tabungan dan deposito. Dana ini biasanya menjadi dana terbesar yang dimiliki oleh bank atau BPRS. Hal ini sesuai dengan fungsinya yaitu melakukan penghimpunan dana dari masyarakat. Perkembangan DPK pada BPRS di Indonesia dari tahun 2009 hingga 2015 dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 4.2 Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada BPRS
Apr-15
Nop-14
Jun-14
Jan-14
Agust-13
Mar-13
Okt-12
Mei-12
Des-11
Jul-11
Feb-11
Sep-10
Apr-10
Nop-09
4.500.000 4.000.000 3.500.000 3.000.000 2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 0 Jun-09
Milyar
DPK
Periode Sumber : Bank Indonesia, data diolah
Berdasarkan gambar dapat diketahui bahwa perkembangan DPK yang berhasil dihimpun oleh BPRS di Indonesia secara keseluruhan terus mengalami peningkatan. Hampir setiap tahunnya meningkat, dari Juni 2009 hingga April 2014 yaitu sebesar 1.082.786 milyar menjadi 3.734.325 milyar. DPK pada BPRS sedikit mengalami penurunan pada bulan Mei hingga Juli 2014 namun kembali mengalami kenaikan hingga April 2015 yaitu sebesar 4.204.807 milyar. Perkembangan DPK pada BPRS
70
menunjukkan bahwa meskipun BPRS merupakan lembaga keuangan mikro namun kepercayaan dan minat masyarakat untuk menyimpan dananya di BPRS semakin baik dan terus meningkat. Semakin banyak dana yang dapat dihimpun oleh bank semakin besar pula pembiayaan yag disalurkan oleh bank kepada masyarakat. 3. Capital Adequacy Ratio (CAR) Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal pada bank maupun BPRS yang berfungsi untuk menutupi risiko kerugian dari aktiva produktif, misalnya pemberian pembiayaan. Nilai CAR yang tinggi dapat meningkatkan cadangan kas untuk memperluas pembiayaan yang diberikan oleh bank. Sehingga tingkat profitabilitas bank juga akan semakin meningkat. Perkembangan CAR pada BPRS selama periode 2009-2015 dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 4.3 Perkembangan Capital Adequacy Ratio (CAR) pada BPRS CAR 45,00 40,00 Persen
35,00 30,00 25,00 20,00
Periode Sumber : Bank Indonesia, data diolah
Jun-15
Feb-15
Okt-14
Jun-14
Okt-13
Feb-14
Jun-13
Feb-13
Okt-12
Jun-12
Feb-12
Okt-11
Jun-11
Feb-11
Okt-10
Jun-10
Feb-10
Okt-09
Jun-09
15,00
71
Gambar di atas menunjukkan bahwa terjadi kenaikan CAR secara signifikan pada tahun 2009, yaitu pada bulan september sebesar 30,27% meningkat secara signifikan menjadi 43,86% pada Oktober 2009. Namun terjadi penurunan yang signifikan pula pada November 2009, nilai CAR menjadi 34,57%. Kemudian dari tahun 2010 hingga 2015 tingkat perkembangan CAR pada BPRS di Indonesia cenderung mengalami penurunan. Selama periode 2010-2015, nilai CAR tertinggi terjadi pada bulan Februari 2010, yaitu sebesar 33,25%. Kemudian mengalami penurunan menjadi 30,80% pada Januari 2011. Nilai CAR terus bergerak turun hingga mencapai 21,73% pada bulan Juni 2015. Walaupun nilai CAR terus mengalami penurunan, kondisi tersebut masih aman karena Bank Indonesia
menetapkan besarnya modal minimum yang wajib
disediakan oleh bank adalah sebesar 8%. 4. Inflasi Inflasi merupakan masalah ekonomi yang hampir dihadapi oleh semua negara, baik negara berkembang maupun negara maju. Inflasi adalah proses meningkatnya harga-harga barang secara umum dan berlangsung terus menerus. Tingkat inflasi yang masih rendah atau dibawah 10% pertahun masih dapat dengan mudah dikendalikan. Namun inflasi yang sudah mencapai dua digit ke atas, harus segera diatasi karena dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat dan mengganggu stabilitas ekonomi suatu negara. Perkembangan inflasi di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:
72
Gambar 4.4 Perkembangan Inflasi di Indonesia Inflasi 10,00
Persen
8,00 6,00 4,00 2,00
Jun-15
Feb-15
Okt-14
Jun-14
Okt-13
Feb-14
Jun-13
Feb-13
Okt-12
Jun-12
Feb-12
Okt-11
Jun-11
Feb-11
Okt-10
Jun-10
Feb-10
Okt-09
Jun-09
0,00
Periode Sumber : Bank Indonesia, data diolah
Berdasarkan gambar di atas pergerakan inflasi di Indonesia dari tahun 2009 hingga 2015 berfluktuatif. Dari tahun ke tahun terus mengalami perubahan. Mulai Juni 2009 tingkat inflasi sebesar 3,65% kemudian sampai akhir tahun 2009 turun menjadi 2,78%. Selama tahun 2010 tingkat inflasi di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari sekitar 3% meningkat menjadi 6%. Tetapi pada tahun 2011 hingga Februari 2012 inflasi mengalami penurunan menjadi 3,56%. Kenaikan yang cukup besar terjadi pada bulan Juni sampai Juli 2013 yaitu dari 5,90 % menjadi 8,61%. Namun pada awal tahun 2015 tingkat inflasi kembali turun lagi ke angka 6,29%. Meskipun di Indonesia sering terjadi kenaikan harga barang-barang tetapi tingkat inflasi di Indonesia masih tergolong ke dalam inflasi yang rendah karena masih berada di bawah angka 10.
73
5. Nilai Tukar Rupiah Nilai tukar atau kurs menunjukkan seberapa besar rupiah yang diperlukan untuk memperoleh mata uang asing. Kurs yang berlaku di Indonesia saat ini adalah sistem kurs mengambang terkendali, yaitu kurs valuta asing ditentukan oleh kekuatan pasar sampai pada tingkat tertentu dan jika telah melampaui batas akan segera distabilkan oleh intervensi pemerintah. Perkembangan nilai tukar rupiah di Indonesia dari 2009 sampai 2015 dapat dilihat sebagai berikut: Gambar 4.5 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah (Kurs) di Indonesia Kurs 14.000
Rupiah
12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 Jun-15
Okt-14
Feb-15
Jun-14
Feb-14
Okt-13
Jun-13
Feb-13
Okt-12
Jun-12
Okt-11
Feb-12
Jun-11
Feb-11
Okt-10
Jun-10
Feb-10
Okt-09
Jun-09
2.000
Periode Sumber : Bank Indonesia, data diolah
Berdasarkan gambar di atas dapat kita lihat bahwa perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dari tahun 2009 hingga 2015 cenderung melemah. Pada Juni 2009 nilai tukar rupiah berada di level Rp 10.257,59 dan terus menguat menjadi Rp 8.574,79 pada Agustus 2011. Sepanjang tahun 2012 sampai awal tahun 2015 nilai tukar rupiah terus melemah dari Rp 9.154,70 menjadi Rp 12.641,95. Hingga pada bulan Juni
74
2015 nilai tukar rupiah terhadap dollar kembali melemah, mencapai Rp 13.379,95. Angka ini menjadi angka tertinggi selama periode 2009-2015. Melemahnya nilai tukar rupiah ini disebabkan karena kondisi ekonomi Amerika yang semakin membaik sehingga dollar kembali menguat. Selain itu, neraca perdagangan negara mengalami defisit. Produk impor masih membanjiri pasaran, sementara tingkat ekspor negara kita masih rendah. 6. Tingkat Bagi Hasil Tingkat bagi hasil adalah prosentase pembagian hasil atas keuntungan yang akan didapat antara kedua belah pihak atau lebih. Besarnya ketentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama dan harus terjadi dengan adanya kerelaan dimasing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. Prinsip bagi hasil inilah yang membedakan antara bank konvensional dengan bank syariah. Perkembangan tingkat bagi hasil pada BPRS di Indonesia dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 4.6 Perkembangan Tingkat Bagi Hasil pada BPRS Tingkat Bagi Hasil 25,00
Persen
20,00 15,00 10,00 5,00
Periode Sumber : Bank Indonesia, data diolah
Jun-15
Feb-15
Okt-14
Jun-14
Feb-14
Okt-13
Jun-13
Feb-13
Okt-12
Jun-12
Feb-12
Okt-11
Jun-11
Feb-11
Okt-10
Jun-10
Feb-10
Okt-09
Jun-09
0,00
75
Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa perkembangan tingkat bagi hasil pada BPRS di Indonesia berfluktuasi. Selama periode 2009-2015, tingkat bagi hasil tertinggi terjadi pada bulan Juli 2011 yaitu sebesar 23,52%. Tingkat bagi hasil mengalami penurunan pada September 2011 yaitu sebesar 23,33% turun menjadi 15,81% pada Juni 2011. Tingkat terendah bagi hasil terjadi pada bulan Juli 2014 yaitu hanya 14,73%. Besarnya tingkat bagi hasil yang diterima setiap bulannya berbeda-beda. Adakalanya bagi hasil yang diterima jumlahnya besar dan adakala jumlahnya kecil. Hal ini karena bagi hasil yang dibagikan kepada nasabah tergantung pada keuntungan usaha yang diperoleh. B. Hasil Uji Asumsi Klasik Sebelum dilakukan analisis regresi linier berganda dan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik untuk mengetahui apakah data setiap variabel layak digunakan atau tidak dalam penelitian ini. Selain itu, uji asumsi klasik penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang minimum (Best Linier Unbiased Estimator = BLUE) yang berarti model regresi tidak mengandung masalah. Hasil pengujian asusmsi klasik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah nilai residual yang telah distandarisasi pada model regresi berdistribusi normal atau tidak. Nilai residual dikatakan berdistribusi normal jika nilai residual
76
terstandarisasi tersebut sebagian besar mendekati nilai rata-ratanya. Dalam penelitian ini, penulis melakukan uji normalitas dengan pendekatan Normal P-P Plot dan uji Kolmogorov-Smirnov. 1) Analisis grafik dengan Normal P-P Plot Gambar 4.7 Hasil Uji Normalitas dengan Normal P-P Plot
Berdasarkan gambar Normal P-P Plot di atas menunjukkan bahwa sebaran titik-titik relatif mendekati garis lurus. Hal ini menunjukkan bahwa (data) residual yang digunakan dalam penelitian ini terdistribusi normal. Kelemahan dari uji normalitas dengan Normal P-P Plot terletak pada kriteria dekat/jauhnya sebaran titik-titik. Tidak ada batasan yang jelas mengenai dekat atau jauhnya sebaran titik-titik tersebut sehingga sangat dimungkinkan terjadi kesalahan penarikan kesimpulan. Untuk lebih
77
meyakinkan bahwa data sudah berdistribusi normal maka dilakukan pula uji normalitas dengan menggunakan uji Komogorov-Smirnov. 2) Uji Kolmogorov-Smirnov Tabel 4.1 Uji Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Standardized Residual N Normal Parameters
72 a,b
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
Test Statistic Asymp. Sig. (2-tailed)
.0000000 .96414598
Absolute
.073
Positive
.073
Negative
-.072 .073 .200
c,d
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi (Asymp. Sig. 2-tailed) adalah sebesar 0,200 lebih besar dari α 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data variabel independen dan dependen dalam penelitian ini merupakan data yang berdistribusi normal. 2. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi linier berganda. Model regresi yang baik adalah tidak mengandung multikolinieritas. Untuk menguji multikoinieritas dapat dilihat dari nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Suatu model regresi
78
dikatakan terbebas dari masalah multikolinieritas apabila nilai Tolerance > 0,01 atau nilai VIF < 10. Berikut ini adalah hasil uji multikolinieritas: Tabel 4.2 Hasil Uji Multikolinieritas dengan Nilai Tolerance dan VIF
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai Tolerance masingmasing variabel bebas (DPK, CAR, Inflasi, Kurs dan TBH) lebih besar dari 0,10. Begitu pula dengan nilai VIF variabel bebas (DPK, CAR, Inflasi, Kurs dan TBH) lebih kecil dari 10. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas pada semua variabel bebas tersebut. Berdasarkan syarat asumsi klasik regresi dengan OLS, maka model regresi linier yang baik adalah terbebas dari adanya multikolinieritas. Dengan demikian, model regresi yang digunakan dalam penelitian ini terbebas dari masalah multikolinieritas. 3. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika residualnya mempunyai varians
79
yang sama, disebut terjadi homoskedastisitas, dan jika variansnya tidak sama/berbeda disebut terjadi heteroskedastisitas. Persamaan regresi yang baik adalah jika tidak terjadi heteroskedastisistas. Untuk menguji asumsi heteroskedastisitas dalam penelitian ini dengan menggunakan analisis grafik scatter plot dan uji Glejser. 1) Grafik Scatterplot Ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari titik-titik yang membentuk pola gambar pada Scatterplot. Apabila titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu (bergelombang, kemudian menyempit) maka terjadi heteroskedastisitas. Tetapi, apabila tidak ada pola tertentu dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada gambar Scatterplot, seperti pada gambar dibawah ini: Gambar 4.8 Hasil Uji Heteroskedastisitas
80
Pada gambar 4.8 terlihat bahwa titik-titik tidak membentuk suatu pola/alur tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model tidak terjadi heteriskedastisitas atau dengan kata lain terjadi homoskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dengan scatterplot ini rentan mengalami kesalahan dalam penarikan kesimpulannya. Hal ini karena penentuan ada tidaknya pola/alur atas titik-titik yang ada pada gambar sangat bersifat subjektif. Bisa saja sebagian orang mengatakan tidak ada pola, tapi sebagian lainnya mengatakan ada pola yang terbentuk. Sehingga dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan uji Glejser untuk mendeteksi terjadi atau tidaknya heteroskedastisitas pada model. 2) Uji Glejser Uji Glejser dilakukan dengan cara meregresikan antara variabel independen dengan nilai absolut residualnya. Jika nilai signifikansi antara variabel independen dengan absolut residual lebih dari 0,05 maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Tabel 4.3 Hasil Uji Glejser Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
(Constant)
Std. Error -.581
.277
DPK
.017
.027
CAR
.110
Inflasi
Coefficients Beta
t
Sig.
-2.101
.039
.217
.644
.522
.091
.290
1.203
.233
.101
.124
.116
.814
.419
Kurs
.079
.054
.308
1.466
.147
TBH
.213
.107
.289
1.985
.051
a. Dependent Variable: absres
81
Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai t hitung DPK = 0,644, CAR = 1,203, inflasi = 0,814, kurs = 1,466 dan TBH = 1,985. Sedangkan Nilai t tabel dicari pada distribusi nilai t tabel dengan df = N – k atau 73 – 6 dengan signifikansi 0,05 maka diperoleh nilai t tabel = 1,996. Berdasarkan uji heteroskedastisitas dengan metode Glesjer diperoleh nilai t hitung lebih kecil
t
tabel,
sehingga
dapat
dikatakan
tidak
terjadi
masalah
heteroskedastisitas. Begitupula nilai signifikansi masing-masing variabel bebas (DPK, CAR, inflasi, kurs dan TBH) lebih besar dari 0,05, yang berarti dapat disimpulkan bahwa pada model regresi linier tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. 4. Uji Autokorelasi Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi metode OLS, autokorelasi merupakan korelasi antara satu variabel gangguan dengan variabel gangguan yang lain. Sedangkan salah satu asumsi penting metode OLS berkaitan dengan variabel gangguan adalah tidak adanya hubungan antara variabel gangguan satu dengan variabel gangguan yang lain.1 Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk menentukan ada tidaknya autokorelasi adalah dengan melihat nilai Durbin-Watson (DW). Hasil uji autokorelasi dengan nilai Durbin-Watson (DW) dapat dilihat pada tabel hasil output SPSS berikut ini:
1
Agus Widarjono, Ekonometrika, hal. 141
82
Tabel 4.4 Hasil Uji Durbin-Watson b
Model Summary
Model
R
1
.980
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.961
.958
Durbin-Watson
.0263691
.612
a. Predictors: (Constant), TBH, CAR, Inflasi, Kurs, DPK b. Dependent Variable: PM
Berdasarkan tabel 4.4, nilai Durbin-Watson yang tertera pada output SPSS adalah sebesar 0,612. Nilai Durbin-Watson tersebut berada pada kisaran -2 dan +2, maka tidak terjadi masalah autokorelasi dan model regresi layak digunakan. C. Analisis Regresi Linier Berganda Hasil analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini dapat dilihat pada hasil output SPSS sebagai berikut: Tabel 4.5 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Coefficients
Model 1
a
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B (Constant)
Std. Error
3.156
.510
DPK
.542
.049
CAR
-.413
Inflasi
Beta
t
Sig.
6.184
.000
.778
10.987
.000
.168
-.125
-2.457
.017
.178
.228
.024
.782
.437
Kurs
.282
.099
.126
2.842
.006
TBH
.202
.198
.031
1.022
.310
a. Dependent Variable: PM
83
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda pada tabel 4.5 di atas, estimasi persamaan regresi yang didapatkan adalah sebagai berikut: PM = 3,156 + 0,542 DPK – 0,413 CAR + 0,178 Inflasi + 0,282 Kurs + 0,202 TBH Dari persamaan regresi di atas dapat dinyatakan nilai koefisien regresinya sebagai berikut: a.
Nilai konstanta sebesar 3,156, berarti jika setiap variabel independen konstan bernilai nol atau tidak ada pengaruh dari variabel independen, maka akan meningkatkan pembiayaan mudharabah sebesar 3,156.
b.
Nilai koefisisen variabel DPK sebesar 0,542, berarti setiap peningkatan 1% DPK akan meningkatkan pembiayaan mudharabah sebesar 0,542 dengan asumsi variabel lainnya diabaikan dan konstan.
c.
Nilai koefisisen variabel CAR sebesar -0,413, berarti setiap peningkatan 1% CAR akan menurunkan pembiayaan mudharabah sebesar 0,413 dengan asumsi variabel lainnya diabaikan dan konstan.
d.
Nilai koefisisen variabel inflasi sebesar 0,178, berarti setiap peningkatan 1% inflasi akan meningkatkan pembiayaan mudharabah sebesar 0,178 dengan asumsi variabel lainnya diabaikan dan konstan.
e.
Nilai koefisisen variabel nilai tukar rupiah sebesar 0,282, berarti setiap peningkatan
1%
kurs
rupiah
akan
meningkatkan
pembiayaan
mudharabah sebesar 0,282 dengan asumsi variabel lainnya diabaikan dan konstan.
84
f.
Nilai koefisisen variabel tingkat bagi hasil sebesar 0,202, berarti setiap peningkatan 1% tingkat bagi hasil akan meningkatkan pembiayaan mudharabah sebesar 0,202 dengan asumsi variabel lainnya diabaikan dan konstan.
D. Pengujian Hipotesis 1. Uji t (Parsial) Uji t bertujuan untuk menguji apakah setiap variabel independen secara masing-masing (parsial) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
variabel
dependen.
Pengujian
ini
dilakukan
dengan
membandingkan t hitung dengan t tabel atau dapat juga menggunakan pengamatan nilai signifikansi t pada tingkat α yang digunakan yaitu sebesar 5%. Hasil uji t dari output SPSS dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.6 Hasil Uji t Coefficients
Model
a
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
1 (Constant)
3.156
.510
DPK
.542
.049
CAR
-.413
Inflasi
Beta
t
Sig.
6.184
.000
.778
10.987
.000
.168
-.125
-2.457
.017
.178
.228
.024
.782
.437
Kurs
.282
.099
.126
2.842
.006
TBH
.202
.198
.031
1.022
.310
B
a. Dependent Variable: PM E
85
Berdasarkan tabel di atas, besarnya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual (parsial) terhadap variabel dependen dapat dijelaskan sebagai berikut: a.
Pengaruh DPK terhadap pembiayaan mudharabah Berdasarkan tabel koefisien di atas dapat diketahui bahwa t hitung variabel dana pihak ketiga (DPK) sebesar 10,987. Tabel distribusi t dicari pada tingkat kepercayaan α = 5% dengan derajat kebebasan (df) (n–k–1) atau (72–5-1) = 66, maka diperoleh nilai t tabel sebesar 1,996. Karena t hitung > t tabel atau 10,987 > 1,996 maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti DPK berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan mudharabah. Variabel DPK mempunyai nilai probabilitas (Sig.) lebih kecil dibandingkan alpha (α) yaitu 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak yang artinya variabel DPK mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembiayaan mudharabah.
b. Pengaruh CAR terhadap pembiayaan mudharabah Berdasarkan tabel koefisien di atas dapat diketahui bahwa t hitung variabel capital adequacy ratio (CAR) sebesar -2,457. Tabel distribusi t dicari pada tingkat kepercayaan α = 5% dengan derajat kebebasan (df) (n–k–1) atau (72–5-1) = 66, maka diperoleh nilai t tabel sebesar 1,996. Karena t hitung > t tabel atau 2,457 > 1,996 maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti CAR berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan mudharabah.
86
Variabel CAR mempunyai nilai probabilitas (Sig.) lebih kecil dibandingkan alpha (α) yaitu 0,017 < 0,05 maka Ho ditolak yang artinya variabel CAR mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembiayaan mudharabah. c. Pengaruh inflasi terhadap pembiayaan mudharabah Berdasarkan tabel koefisien di atas dapat diketahui bahwa t hitung variabel inflasi sebesar 0,782. Tabel distribusi t dicari pada tingkat kepercayaan α = 5% dengan derajat kebebasan (df) (n–k–1) atau (72– 5-1) = 66, maka diperoleh nilai t tabel sebesar 1,996. Karena t hitung < t tabel atau 0,782 < 1,996 maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang berarti inflasi tidak berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah. Variabel inflasi mempunyai nilai probabilitas (Sig.) lebih besar dibandingkan alpha (α) yaitu 0,437 > 0,05 maka Ho diterima yang artinya variabel inflasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembiayaan mudharabah. d. Pengaruh nilai tukar rupiah (kurs) terhadap pembiayaan mudharabah Berdasarkan tabel koefisien di atas dapat diketahui bahwa t hitung variabel nilai tukar rupiah sebesar 2,842. Tabel distribusi t dicari pada tingkat kepercayaan α = 5% dengan derajat kebebasan (df) (n–k–1) atau (72–5-1) = 66, maka diperoleh nilai t tabel sebesar 1,996. Karena t hitung > t tabel atau 2,842 > 1,996 maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti nilai tukar rupiah berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan mudharabah.
87
Variabel nilai tukar rupiah mempunyai nilai probabilitas (Sig.) lebih kecil dibandingkan alpha (α) yaitu 0,006 < 0,05 maka Ho ditolak yang artinya variabel nilai tukar rupiah (kurs) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembiayaan mudharabah. e. Pengaruh tingkat bagi hasil (TBH) terhadap pembiayaan mudharabah Berdasarkan tabel koefisien di atas dapat diketahui bahwa t hitung variabel tingkat bagi hasil sebesar 1,022. Tabel distribusi t dicari pada tingkat kepercayaan α = 5% dengan derajat kebebasan (df) (n–k–1) atau (72–5-1) = 66, maka diperoleh nilai t tabel sebesar 1,996. Karena t hitung < t tabel atau 1,022 < 1,996 maka Ho diterima dan menolak Ha, yang berarti tingkat bagi hasil tidak berpengaruh
terhadap
pembiayaan mudharabah. Variabel tingkat bagi hasil mempunyai nilai probabilitas (Sig.) lebih besar dibandingkan alpha (α) yaitu 0,310 > 0,05 maka Ho diterima yang artinya variabel tingkat bagi hasil tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembiayaan mudharabah. 2. Uji F (Simultan) Uji F dilakukan untuk menguji apakah variabel independen yang digunakan dalam model secara bersama-sama (simultan) mampu menjelaskan perubahan nilai variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan t hitung dengan t tabel atau dapat juga menggunakan pengamatan nilai signifikansi t pada tingkat α yang digunakan yaitu sebesar 5%. Berikut hasil uji F dari output SPSS:
88
Tabel 4.7 Hasil Uji F a
ANOVA Model
Sum of Squares
1Regression Residual Total
df
Mean Square
1.138
5
.228
.046
66
.001
1.183
71
F 327.200
Sig. .000
b
a. Dependent Variable: PM b. Predictors: (Constant), TBH, CAR, Inflasi, Kurs, DPK
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh F hitung sebesar 327,200. Tabel distribusi F dicari pada tingkat kepercayaan α = 5%, df1 (k-1) atau 6-1 = 5 dan df2 (n-k) = 66, maka diperoleh nilai F tabel sebesar 2,35. F hitung > F tabel yaitu 327,200 > 2,35 maka Ho ditolak dan menerima Ha. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah (kurs) dan tingkat bagi hasil secara bersama-sama berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah, maka model regresi bisa digunakan untuk memprediksi pembiayaan mudharabah. Jika dilihat dari nilai probabilitas (Sig.) diketahui bahwa nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,000 < 0,05 sehingga memiliki kesimpulan yang sama bahwa model regresi layak digunakan untuk memprediksi pembiayaan mudharabah. 3. Uji Koefisien Determinasi (R2) Secara
statistik
untuk
mengetahui
pengaruh
variabel-variabel
independen terhadap variabel dependen dapat dilihat dari besarnya koefisien korelasi ganda atau R2. Apabila koefisien determinasi sama
89
dengan nol (R2 = 0), artinya variabel Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Sementara bila R2 = 1, artinya variabel Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X. Nilai koefisien determinasi dapat diukur oleh nilai Adjusted R-square. Berikut hasil uji R2 : Tabel 4.8 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) b
Model Summary
Model 1
R
R Square .980
a
.961
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate .958
.0263691
a. Predictors: (Constant), TBH, CAR, Inflasi, Kurs, DPK b. Dependent Variable: PM
Pada tabel di atas, nilai Adjusted R-square sebesar 0,958 atau 95,8%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembiayaan mudharabah dapat dijelaskan atau dipengaruhi oleh DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil sebesar 95,8%. Sedangkan sisanya sebesar 4,2% (100% - 95,8% = 4,2%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. E. Pembahasan 1. Pengaruh DPK terhadap Pembiayaan Mudharabah Dalam penelitian ini, hasil perhitungan uji t variabel DPK mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap komposisi pembiayaan mudharabah pada BPRS. Hal ini karena tugas utama dari sebuah bank syariah adalah melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana. Menurut Antonio dan Muhamad yang dikutip oleh Dita
90
Andraeny salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk pembiayaan adalah simpanan (DPK).2 Sehingga semakin tinggi dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh bank syariah atau BPRS maka semakin tinggi
pula
pembiayaan
yang
disalurkan
termasuk
pembiayaan
mudharabah. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mufqi Firaldi (2013) bahwa DPK berpengaruh positif secara signifikan terhadap pembiayaan yang diberikan oleh BPRS. 2. Pengaruh CAR terhadap Pembiayaan Mudharabah Berdasarkan hasil perhitungan uji t menunjukkan bahwa variabel CAR mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap komposisi pembiayaan mudharabah pada BPRS. Hubungan antara CAR dengan pembiayaan mudharabah pada BPRS bersifat negatif. Modal yang dimiliki oleh sebuah bank harus cukup untuk memenuhi fungsi dasar, yaitu membiayai organisasi serta kegiatan operasional bank dan fungsi perlindunganlah yang paling penting. Dana modal harus mencukupi untuk menyerap kerugian dan menjamin keamanan dana para deposan. Untuk mengantisipasi risiko yang cukup besar dalam pembiayaan mudharabah, maka BPRS menggunakan modalnya untuk membiayai kegiatan operasional lain yang risikonya lebih rendah. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ekarina Katmas (2014) yang menyatakan bahwa dalam jangka pendek maupun panjang berpengaruh negatif secara signifikan terhadap pembiayaan. 2
Dita Andraeny, Analisis Pengaruh DPK, Tingkat Bagi Hasil dan Non Performing Financing Terhadap Volume Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Pada Perbankan Syariah Di Indonesia, Simposium Nasional Akuntansi (Juli: 2011), hal. 7
91
3. Pengaruh Inflasi terhadap Pembiayaan Mudharabah Berdasarkan uji t variabel inflasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap komposisi pembiayaan mudharabah pada BPRS. Berapapun tingkat inflasi yang terjadi tidak akan mempengaruhi pembiayaan mudharabah pada BPRS di Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan sepanjang tahun 2011 tingkat inflasi di Indonesia mengalami penurunan dari 6% menjadi 3% dan pada saat itu pembiayaan mudharabah mengalami kenaikan dari 63 milyar menjadi 75 milyar. Kemudian ketika inflasi mengalami kenaikan pada tahun 2013, jumlah pembiayaan mudharabah tetap bergerak naik. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mufqi Firaldi (2013) bahwa inflasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembiayaan yang disalurkan oleh BPRS di Indonesia. 4. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Pembiayaan Mudharabah Dalam penelitian ini, hasil perhitungan uji t variabel nilai tukar rupiah (kurs) mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap komposisi pembiayaan mudharabah pada BPRS. Kurs ini selalu bergerak, berubah-ubah dari waktu ke waktu. Dalam masa-masa tertentu, seperti ketika sedang terjadi gejolak ekonomi, kurs dapat berubah dengan cepat naik dan turun. Kurs mempunyai hubungan yang positif dengan pembiayaan mudharabah, sehingga ketika kurs menguat 1% maka akan menaikkan komposisi pembiayaan mudharabah sebesar 0,282. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lia Andriani (2010) yang
92
menyatakan bahwa nilai tukar rupiah (kurs) berpengaruh positif secara signifikan terhadap pembiayaan mudharabah. Dengan menguatnya kurs rupiah khususnya terhadap dollar AS dalam hal ini, yang mencerminkan stabilitas perekonomian yang semakin mantap akan menurunkan risiko berusaha yang pada akhirnya akan direspon oleh dunia usaha dengan meningkatkan pembiayaan mudharabah.3 5. Pengaruh Tingkat Bagi Hasil terhadap Pembiayaan Mudharabah Berdasarkan hasil perhitungan uji t menunjukkan bahwa variabel tingkat bagi hasil (TBH) mempunyai hubungan yang positif dengan pembiayaan mudharabah namun tidak signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa berapapun jumlah tingkat bagi hasil yang ada pada BPRS maka tidak akan berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lia Andriani (2010) bahwa tingkat bagi hasil juga tidak berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah pada perbankan syariah. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nur Gilang Giannini (2013) bahwa tingkat bagi hasil secara parsial berpengaruh positif secara signifikan terhadap pembiayaan mudharabah pada Bank Umum Syariah di Indonesia.
3
Lia Andriani, Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Pembiayaan Mudharabah Pada Perbankan Syariah Di Indonesia Periode 2003-2009 (Jakarta: Skripsi S1 UIN Jakarta, 2010)
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil terhadap pembiayaan mudharabah pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) periode 2009 – 2015, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Variabel DPK mempunyai nilai koefisien sebesar 0,542 dan nilai t hitung sebesar 10,987 lebih besar dari t tabel atau 10,987 > 1,996. Begitu pula dengan nilai probabilitasnya (Sig.) lebih kecil dibandingkan alpha (α) yaitu 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak. Artinya dapat disimpulkan bahwa variabel DPK mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap pembiayaan mudharabah.
2.
Variabel CAR mempunyai nilai koefisien sebesar -0,413 dan nilai t hitung sebesar 2,457 lebih besar dari t tabel atau 2,457 > 1,996. Begitu pula dengan nilai probabilitasnya (Sig.) lebih kecil dibandingkan alpha (α) yaitu 0,017 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel CAR berpengaruh negatif secara signifikan terhadap pembiayaan mudharabah atau Ho ditolak.
3.
Variabel inflasi mempunyai nilai koefisien sebesar 0,178 dan nilai t hitung sebesar 0,782 lebih kecil dari t tabel atau 0,782 < 1,996. Begitu pula dengan nilai probabilitasnya (Sig.) lebih besar dibandingkan alpha
93
94
(α) yaitu 0,437 > 0,05 maka Ho diterima dan menolak Ha. Artinya bahwa variabel inflasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembiayaan mudharabah. 4.
Variabel nilai tukar rupiah (kurs) mempunyai nilai koefisien sebesar 0,282 dan nilai t hitung sebesar 2,842 lebih besar dari t tabel atau 2,842 > 1,996. Begitu pula dengan nilai probabilitasnya (Sig.) lebih kecil dibandingkan alpha (α) yaitu 0,006 < 0,05 maka Ho ditolak dan dapat disimpulkan bahwa variabel kurs mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap pembiayaan mudharabah.
5.
Variabel tingkat bagi hasil (TBH) mempunyai nilai koefisien sebesar 0,202 dan nilai t hitung sebesar 1,022 lebih kecil dari t tabel atau 1,022 < 1,996. Begitu pula dengan nilai probabilitasnya (Sig.) lebih besar dibandingkan alpha (α) yaitu 0,310 > 0,05 maka Ho diterima, yaitu dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat bagi hasil tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembiayaan mudharabah.
6.
Berdasarkan hasil uji F, variabel DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil secara bersama-sama (simultan) berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan mudharabah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai F hitung > F tabel yaitu 327,200 > 2,35 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, maka Ho diterima.
B. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil penelitian yang diperoleh, penulis memberikan beberapa saran yang sekiranya dapat
95
mendorong pertumbuhan pembiayaan khususnya pembiayaan mudharabah pada bank syariah dan BPRS di Indonesia serta penelitian selanjutnya. Saransaran tersebut antara lain: 1. BPRS sebagai lembaga keuangan mikro syariah sangat membantu para pengusaha mikro, kecil dan menengah. Untuk itu pengelolaan BPRS harus dilaksanakan dengan baik seperti tetap menjaga likuiditasnya dan mempunyai SDM yang ahli dibidangnya agar BPRS tetap bisa memberikan layanan jasa keuangan khususnya memberikan pembiayaan kepada para pengusaha kecil untuk mendapatkan tambahan modal. 2. Sebagai lembaga keuangan syariah yang menganut sistem bagi hasil baik bank maupun BPRS, seharusnya komposisi pembiayaan mudharabah lebih
ditingkatkan.
Karena
pembiayaan
mudharabah
merupakan
pembiayaan produktif yang dapat menggerakan perekonomian dengan membuka lapangan pekerjaan baru sehingga pengangguran berkurang. 3. Untuk
meningkatkan
pembiayaan
mudharabah,
BPRS
harus
meningkatkan CAR nya. Karena dalam penelitian ini data CAR pada BPRS dari tahun 2010 hingga 2015 terus mengalami penurunan. 4. Bagi
penelitian
selanjutnya
diharapkan
memperpanjang
waktu
pengamatan penelitian serta menambah variabel internal dan eksternal yang diteliti. Selain itu dapat juga dibedakan antara skim pembiayaan mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah.
DAFTAR PUSTAKA Algifari. 2013. Analisis Regresi Teori, Kasus dan Solusi . Yogyakarta: BPFE.
Ali, Muhidin Sambas . 2011. Analisis Korelasi, Regresi Dan Jalur Dalam Penelitian . Bandung: CV. Pustaka Setia.
Andriani, Lia. 2010. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Pembiayaan Mudharabah Pada Perbankan Syariah Di Indonesia Periode 2003-2009. Skripsi S1 UIN Jakarta.
Andraeny, Dita. 2011. Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi Hasil, Dan Non Performing Financing Terhadap Volume Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Pada Perbankan Syariah Di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XIV Aceh.
Annonimus. 2011. Undang-Undang Yogyakarta:Pustaka.
RI
tentang
Perbanakan
Syariah.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2009. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani. Arifin, Zainul. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. . Jakarta: Pustaka Alvabet. Arthesa, Ade dan Edia Handiman. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia.
Ascarya. 2007. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Bank Indonesia. Statistik Perbankan Syariah: Komposisi Pembiayaan Yang Diberikan Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah Periode Juni 2015.
96
97
__________. Statistik Perbankan Syariah: Komposisi Pembiayaan Yang Diberikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Periode Juni 2015. Budiasih, Yanti. 2012. Statistika Deskriptif Untuk Ekonomi & Bisnis. Tangerang: Jelajah Nusa.
Darmawi, Herman. 2012. Manajemen Perbankan. Jakarta: Bumi Aksara.
Djazuli dan Yadi Janwari. 2002. Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Firaldi, Mufqi. 2013. Analisis Pengaruh Jumlah DPK, NPF Dan Tingkat Inflasi Terhadap Total Pembiayaan Yang Diberikan Oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Di Indonesia.Skripsi S1 UIN, Jakarta.
Giannini, Nur Gilang. 2013. Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Mudharabah pada Bank Umum Syariah di Indonesia. Accounting Analysis Journal.
Huda, Nurul. 2008. Ekonomi Makro Islam : Pendekatan Teoritis. Jakarta: KENCANA Ihsan, Dwi Nur’aini. 2013. Analisis Laporan Keuangan Perbankan Syariah. Jakarta: UIN JAKARTA PRESS.
Ismail. 2011. Perbankan Syariah. Jakarta: KENCANA.
Karim, Adiwarman A. 2004. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
__________. 2007. Ekonomi Makro Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Kasmir. 2000. Manajemen Perbankan. Jakarta: PT. RajaGrafindo.
98
Katmas, Ekarina. 2014. Pengaruh Faktor Eksternal Dan Internal Terhadap Volume Pembiayaan Perbankan Syariah Di Indonesia. Skripsi S1 UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Khamdi. 2015. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Di IndonesiaPendekatan Error Correction Model. Skripsi UMY, Yogyakarta.
Kurniawanti, Agustina dan Zulfikar. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Pada Bank Umum Syariah Di Indonesia. Syariah Paper Accounting UMS, Surakarta.
Lubis, Sukawardi K. 2000. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta : Sinar Grafika.
Manurung, Mandala & Prathama Raharja. 2004. Pengantar Makro Ekonomi. Jakarta: LPPE-UI.
__________. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi & Makroekonomi. Jakarta: LPFEUI.
Meiranto, Wahyu & I Made Pratista Yuda .2010. Pengaruh Faktor Internal Bank Terhadap Kredit Yang Disalurkan (Studi Empiris Pada Bank Yang Terdaftar Dalam Bursa Efek Indonesia). Jurnal Akutansi Dan Auditing Volume 7 Nomor .
Muhammad. 2005. Konstruksi Mudharabah Dalam Bisnis Syariah. Yogyakarta : BPFE.
__________. 2014. Manajemen Dana Bank Syariah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Pohan, Aulia. 2008. Potret Kebijakan Moneter Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
99
Pratama, Billi Arma. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan (Studi Bank Umum di Indonesia Periode tahun 2005-2009). Tesis S2 Universitas Diponegoro, Semarang.
Pratin dan Akhyar Adnan. 2005. Analisis Hubungan Simpanan, Modal Sendiri, NPL, Prosentase Bagi Hasil Dan Mark Up Keuntungan Terhadap Pembiayaan Pada Perbankan Syariah Studi Kasus Pada Bank Muamalat Indonesia. Sinergi Kajian Bisnis dan Manajemen.
Purwoko, Didi & Muhammad Akhyar Adnan. 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Pembiayaan Mudharabah Menurut Perspektif Manajemen Bank Syariah Dengan Pendekatan Kritis. Jurnal Akuntansi & Investasi Vol. 14.
Slamet, Riyadi. 2006. Banking Assets And Liability Management. Jakarta: LPFE UI.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukirno, Sadono. 2011. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Sunyoto, Danang. 2009. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. Jakarta: Buku Kita.
__________.2010. Uji Khi Kuadrat dan Regresi Untuk Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Usman, Hardius dan Nachrowi. 2006. Pendekatan Populer Dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi Dan Keuangan. Jakarta : LPFEUI.
Widarjono, Agus. 2009. Ekonometrika . Yogyakarta: EKONOSIA.
Yuliadi, Imamudin. 2008. Ekonomi Moneter. Jakarta : PT Macanan Jaya Cemerlang.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Data yang digunakan dalam penelitian. Periode Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09 Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 Mei-10 Jun-10 Jul-10 Agust-10 Sep-10 Okt-10 Nop-10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Des-11 Jan-12 Feb-12 Mar-12
Pembiayaan Mudharabah 10,7006 10,7203 10,7219 10,7376 10,7284 10,7225 10,7266 10,7461 10,7666 10,7639 10,7757 10,8025 10,8065 10,8105 10,8241 10,8423 10,8289 10,8160 10,8032 10,7999 10,8127 10,8334 10,8400 10,8584 10,8833 10,9019 10,8892 10,8901 10,8771 10,8797 10,8684 10,8750 10,8882
DPK
CAR
12,0345 12,0510 12,0569 12,0637 12,0798 12,0894 12,0971 12,1084 12,1173 12,1173 12,1292 12,1416 12,1417 12,1519 12,1449 12,1637 12,1850 12,1812 12,2051 12,2150 12,2223 12,2233 12,2305 12,2469 12,2518 12,2623 12,2663 12,2793 12,2928 12,3086 12,3213 12,3408 12,3531 12,3652
0,2815 0,3245 0,3126 0,3027 0,4386 0,3457 0,2998 0,308 0,3325 0,3135 0,307 0,296 0,2964 0,292 0,2717 0,291 0,2625 0,287 0,2746 0,3012 0,2975 0,2842 0,2771 0,2463 0,2671 0,2524 0,2524 0,2475 0,2463 0,2478 0,2349 0,259 0,2524 0,2493
100
Inflasi 0,0365 0,0271 0,0275 0,0283 0,0257 0,0241 0,0278 0,0372 0,0381 0,0343 0,0391 0,0416 0,0505 0,0622 0,0644 0,058 0,0567 0,0633 0,0696 0,0702 0,0684 0,0665 0,0616 0,0598 0,0554 0,0461 0,0479 0,0461 0,0442 0,0415 0,0379 0,0365 0,0356 0,0397
Kurs
TBH
4,0110 4,0070 4,0012 3,9978 3,9791 3,9785 3,9779 3,9695 3,9729 3,9647 3,9577 3,9652 3,9635 3,9588 3,9551 3,9552 3,9529 3,9534 3,9575 3,9582 3,9522 3,9448 3,9392 3,9344 3,9349 3,9333 3,9332 3,9449 3,9513 3,9571 3,9607 3,9616 3,9576 3,9643
0,2000 0,2004 0,1924 0,1933 0,1958 0,1963 0,1859 0,1910 0,1865 0,1902 0,1831 0,1742 0,1759 0,1823 0,1798 0,1886 0,2002 0,1881 0,1970 0,1923 0,2037 0,1994 0,2016 0,2037 0,1968 0,2352 0,2256 0,2333 0,2297 0,2225 0,2102 0,2202 0,2165 0,2153
101
Apr-12 Mei-12 Jun-12 Jul-12 Agust-12 Sep-12 Okt-12 Nop-12 Des-12 Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 Mei-13 Jun-13 Jul-13 Agust-13 Sep-13 Okt-13 Nop-13 Des-13 Jan-14 Feb-14 Mar-14 Apr-14 Mei-14 Jun-14 Jul-14 Agust-14 Sep-14 Okt-14 Nop-14 Des-14 Jan-15 Feb-15 Mar-15 Apr-15 Mei-15 Jun-15
10,9090 10,9335 10,9574 10,9471 10,9704 10,9774 10,9774 10,9827 10,9972 10,9798 10,9638 10,9722 10,9894 11,0082 11,0293 11,0608 11,0561 11,0805 11,0590 11,0523 11,0288 11,0030 11,0213 11,0376 11,0483 11,0478 11,0701 11,0819 11,0814 11,0924 11,0923 11,0964 11,0880 11,0734 11,0732 11,0933 11,1265 11,1576 11,2012
12,3799 12,3917 12,3946 12,4072 12,4169 12,4293 12,4434 12,4535 12,4680 12,4748 12,4860 12,4960 12,5020 12,5073 12,5064 12,5106 12,5238 12,5329 12,5388 12,5489 12,5642 12,5646 12,5694 12,5758 12,5722 12,5660 12,5562 12,5553 12,5715 12,5744 12,5800 12,5858 12,6051 12,6077 12,6110 12,6184 12,6238 12,6225 12,6127
0,2453 0,2328 0,2433 0,2436 0,2448 0,2526 0,2504 0,2387 0,2516 0,2506 0,2445 0,241 0,2276 0,2244 0,224 0,2209 0,221 0,2196 0,224 0,2463 0,2208 0,2462 0,2378 0,2308 0,2278 0,225 0,2221 0,2186 0,2178 0,218 0,2222 0,2234 0,2277 0,2443 0,2467 0,2304 0,2253 0,2173 0,2173
0,045 0,0445 0,0453 0,0456 0,0458 0,0431 0,0461 0,0432 0,043 0,0457 0,0531 0,059 0,0557 0,0547 0,059 0,0861 0,0879 0,084 0,0832 0,0837 0,0883 0,0822 0,0775 0,0732 0,0725 0,0732 0,067 0,0453 0,0399 0,0453 0,0483 0,0623 0,0836 0,0696 0,0629 0,0638 0,0679 0,0715 0,0726
3,9648 3,9702 3,9776 3,9779 3,9799 3,9829 3,9843 3,9857 3,9865 3,9884 3,9883 3,9894 3,9900 3,9917 3,9970 4,0053 4,0263 4,0570 4,0578 4,0671 4,0845 4,0878 4,0790 4,0601 4,0604 4,0638 4,0774 4,0699 4,0706 4,0774 4,0866 4,0870 4,0969 4,1018 4,1077 4,1183 4,1144 4,1208 4,1265
0,2095 0,1650 0,1581 0,1671 0,1700 0,1699 0,1772 0,1706 0,1709 0,1704 0,1653 0,1670 0,1629 0,1703 0,1734 0,1831 0,1823 0,1788 0,1780 0,1806 0,1620 0,1577 0,1653 0,1638 0,1600 0,1702 0,1706 0,1473 0,1650 0,1686 0,1600 0,1666 0,1664 0,1674 0,1689 0,1748 0,1841 0,1881 0,1879
102
Hasil output SPSS DATASET ACTIVATE DataSet1. DATASET CLOSE DataSet3. GET FILE='D:\2016\spss\revisi.sav'. DATASET NAME DataSet4 WINDOW=FRONT. REGRESSION /MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA COLLIN TOL /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT PM /METHOD=ENTER DPK CAR Inflasi Kurs TBH /SCATTERPLOT=(*ZRESID ,*ZPRED) /RESIDUALS DURBIN HISTOGRAM(ZRESID) NORMPROB(ZRESID).
Regression
Variables Entered/Removed
a
Variables Model
Variables Entered
1
TBH, CAR, Inflasi, Kurs, DPK
Removed
Method . Enter
b
a. Dependent Variable: PM b. All requested variables entered.
b
Model Summary
Model
R
1
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square .980
a
.961
.958
Durbin-Watson
.0263691
.612
a. Predictors: (Constant), TBH, CAR, Inflasi, Kurs, DPK b. Dependent Variable: PM
a
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
df
Mean Square
1.138
5
.228
.046
66
.001
1.183
71
a. Dependent Variable: PM b. Predictors: (Constant), TBH, CAR, Inflasi, Kurs, DPK
F 327.200
Sig. .000
b
103
Coefficients Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Model
B
Std. Error
1(Constant)
3.156
.510
DPK
.542
.049
CAR
-.413
Inflasi
Beta
a
Collinearity Statistics t
Sig.
Tolerance
VIF
6.184
.000
.778
10.987
.000
.117
8.535
.168
-.125
-2.457
.017
.228
4.392
.178
.228
.024
.782
.437
.647
1.545
Kurs
.282
.099
.126
2.842
.006
.300
3.337
TBH
.202
.198
.031
1.022
.310
.624
1.601
a. Dependent Variable: PM
Charts
104
105
Uji Glejser Coefficients Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Model 1
a
B (Constant)
Std. Error -.581
.277
DPK
.017
.027
CAR
.110
Inflasi
Beta
t
Sig.
-2.101
.039
.217
.644
.522
.091
.290
1.203
.233
.101
.124
.116
.814
.419
Kurs
.079
.054
.308
1.466
.147
TBH
.213
.107
.289
1.985
.051
a. Dependent Variable: absres
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Standardized Residual N Normal Parameters
72 a,b
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
.0000000 .96414598
Absolute
.073
Positive
.073
Negative
-.072
Test Statistic Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction. d. This is a lower bound of the true significance.
.073 .200
c,d