KESIAPAN KEJAKSAAN DALAM PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD TAHUN 2014
Oleh: Basrief Arief JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA
Disampaikan pada Acara Rapat Koordinasi Menteri Dalam Negeri dalam rangka Kesiapan Pelaksanaan Pemilu 2014
JAKARTA, 11 FEBRUARI 2014
PENDAHULUAN
Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Sebagaimana amanat pasal 126 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, menyatakan bahwa pemerintah wajib memberikan bantuan dan fasilitasi untuk menyukseskan pemilu Kejaksaan dalam posisi membantu pemerintah untuk mensukseskan Pemilu tahun 2014 bersama komponen bangsa lain untuk mengatasi setiap permasalahan yang terjadi pada pemilu 2014. Peran Kejaksaan sebenarnya tidak hanya terbatas pada penanganan perkara tindak pidana pemilu semata melainkan juga dalam perkara perselisihan hasil pemilu yang ditangani oleh bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, juga tidak kalah penting adalah peran intelijen Kejaksaan untuk melakukan deteksi dini terhadap setiap ancaman, gangguan dan hambatan yang terjadi selama proses pemilu berlangsung.
TINDAK PIDANA PEMILU
Upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana Pemilu adalah sebagai cara untuk mencapai Pemilu yang jujur,dan adil dilaksanakan dengan menggunakan hukum pidana, berupa pidana penjara dan kurungan/denda. Pengaturan hukum mengenai tindak pidana pemilu ditemui dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Tindak pidana pemilu dibagi dalam dua kategori yaitu berupa tindak pidana pemilu yang digolongkan sebagai pelanggaran dari mulai Pasal 273 sampai dengan Pasal 291. Sedangkan tindak pidana pemilu yang digolongkan Kejahatan dari mulai Pasal 292 sampai dengan Pasal 321
Beberapa Bentuk Pelanggaran Tindak Pidana Pemilu ◦ Dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang di perlukan untuk pengisian daftar Pemilih(pasal 273); ◦ Anggota PPS atau PPLN yang dengan sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan Peserta Pemilu (pasal 274); ◦ Mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya Kampanye Pemilu (pasal 275); ◦ Pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, dan perangkat desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat(3) yaitu menghina seseorang, agama suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain(pasal 276); ◦ Pelaksana kampanye, peserta kampanye, dan petugas kampanye yang dengan sengaja maupun karena kelalaian mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat desa atau nama lain/kelurahan (pasal 277); ◦ Peserta Pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana Kampanye Pemilu(pasal 278).
BEBERAPA BENTUK KEJAHATAN TINDAK PIDANA PEMILU
Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya (Pasal 292); Setiap orang yang dengan kekerasan, dengan ancaman kekerasan, atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran Pemilih menghalangi seseorang untuk terdaftar sebagai Pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang(Pasal 293); Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan PPLN yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dalam melakukan pemutakhiran data Pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara hasil perbaikan, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, daftar pemilih tambahan, daftar pemilih khusus, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih (Pasal 294); Setiap anggota KPU Kabupaten/Kota yang sengaja tidak memberikan salinan daftar pemilih tetap kepada Partai Politik Peserta Pemilu (Pasal 295);
BEBERAPA BENTUK KEJAHATAN TINDAK PIDANA PEMILU
Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) dan/atau pelaksanaanverifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota (Pasal 296) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang, dengan memaksa, dengan menjanjikan atau dengan memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu (Pasal 297) Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau dokumen palsu dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang yang dengan sengaja memakai surat atau dokumen palsu untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kotaatau calon Peserta Pemilu,(Pasal 298); Setiap pelaksana, peserta, dan petuga s Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan Kampanye Pemilu (299) Setiap Ketua/Wakil Ketua/Ketua Muda/Hakim Agung/Hakim Konstitusi, Hakim pada semua badan peradilan, Ketua/Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur Bank Indonesia serta Direksi, Komisaris, Dewan Pengawas, dan karyawan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang melanggar larangan (pasal 300)
SUBJEK HUKUM TP PEMILU
Kategori pertama adalah penyelenggara Pemilu yang terdiri dari anggota KPU, anggota KPU provinsi, anggota KPU Kabupaten/kota, anggota Bawaslu, anggota panwaslu provinsi, anggota panwaslu kabupaten/kota, anggota panwas Kecamatan dan petugas pelaksana lapangan lainnya. Kategori kedua adalah peserta pemilu yang terdiri dari pengurus partai politik, calon anggota DPR, DPD, DPRD dan Tim Kampanye. Kategori ketiga adalah pejabat tertentu yang dalam hal ini dapat berarti Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pengurus BUMN/BUMD, Gubernur/Pimpinan Bank Indonesia, Perangkat Desa dan Badan lainnya yang anggarannya bersumber dari keuangan negara. Kategori keempat adalah masyarakat pemilih yang terdiri dari pelaksana survei/hitungan cepat, umum/setiap orang. Kategori kelima adalah profesi yang terdiri dari media cetak/elektronik, pelaksana pengadaan barang dan distributor
Beberapa Karakteristik Delik Pemilu Bersifat kumulatif yaitu pidana penjara/kurungan dan denda Tidak mengenal hukuman minimal baik pidana penjara/kurungan maupun denda, ini berbeda dengan undang-undang sebelumnya. Mengenal daluarsa perkara terhadap pelanggaran yang berakibat pada perolehan hasil suara.
HUKUM ACARA TINDAK PIDANA PEMILU
LAPORAN PELANGGARAN PEMILU Tata Cara Pelaporan Tindak Pidana Pemilu Menurut UndangUndang No. 8 Tahun 2012 diatur dalam Bab XX. Secara umum, pelanggaran diselesaikan melalui Bawaslu/Panwaslu sebagai lembaga yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap setiap tahapan pelaksanaan pemilu. Dalam proses pengawasan tersebut, Bawaslu dapat menerima laporan, melakukan kajian atas laporan dan temuan adanya dugaan pelanggaran, dan meneruskan temuan dan laporan dimaksud kepada institusi yang berwenang. Selain berdasarkan temuan Bawaslu, pelanggaran dapat dilaporkan oleh anggota masyarakat yang mempunyai hak pilih, pemantau pemilu dan peserta pemilu kepada Bawaslu, Panwaslu Propinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota paling lambat 7 hari sejak terjadinya pelanggaran pemilu. Bawaslu memiliki waktu selama 3 hari untuk melakukan kajian atas laporan atau temuan terjadinya pelanggaran
HUKUM ACARA TINDAK PIDANA PEMILU
PENANGANAN PELAPORAN
Laporan pelanggaran Pemilu disampaikan secara tertulis paling sedikit memuat: 1. Nama dan alamat pelapor; 2. Pihak terlapor; 3. Waktu dan tempat kejadian perkara; dan 4. Uraian kejadian. Apabila Bawaslu menganggap laporan belum cukup lengkap dan memerlukan informasi tambahan, maka Bawaslu dapat meminta keterangan kepada pelapor dengan perpanjangan waktu selama 5 hari. Berdasarkan kajian tersebut, Bawaslu dapat mengambil kesimpulan apakah temuan dan laporan merupakan tindak pelanggaran pemilu atau bukan. Dalam hal laporan atau temuan tersebut dianggap sebagai pelanggaran, maka Bawaslu membedakannya menjadi: Pelanggaran pemilu yang bersifat administratif dan Pelanggaran yang mengandung unsur pidana kemudian meneruskannya kepada instansi yang berwenang. Pelanggaran pemilu yang bersifat administrasi menjadi kewenangan KPU untuk menyelesaikannya. Sesuai dengan sifatnya, maka sanksi terhadap pelanggaran administrasi adalah sanksi administrasi. Khusus terkait dengan pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara maka KPU dapat menggunakan Pe raturan KPU tentang Kode Etik KPU.
HUKUM ACARA TINDAK PIDANA PEMILU
PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN
Dalam jangka waktu 14 hari setelah laporan dari Bawaslu, penyidik harus menyampaikan hasil penyidikan beserta berkas perkara kepada penuntut umum (PU). Jika hasil penyidikan dianggap belum lengkap, maka dalam waktu paling lama 3 hari Penuntut Umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik Kepolisian disertai dengan petunjuk untuk melengkapi berkas bersangkutan. Perbaikan berkas oleh penyidik maksimal 3 hari untuk kemudian dikembalikan kepada PU. Maksimal 5 hari sejak berkas diterima, PU melimpahkan berkas perkara kepada pengadilan. Tujuh hari sejak berkas perkara diterima Pengadilan Negeri memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana pemilu. Kepada pihak yang tidak menerima putusan PN tersebut memiliki kesempatan banding ke Pengadilan Tinggi. Permohonan banding terhadap putusan tersebut diajukan paling lama 3 hari setelah putusan dibacakan. PN melimpahkan berkas perkara permohonan banding kepada PT paling lama 3 hari sejak permohonan banding diterima. PT memiliki kesempatan untuk memeriksa dan memutus permohonan banding sebagaimana dimaksud paling lama 7 hari setelah permohonan banding diterima. Putusan banding tersebut merupakan putusan yang bersifat final dan mengikat sehingga tidak dapat diajukan upaya hukum lain. Tiga hari setelah putusan pengadilan dibacakan, PN/PT harus telah menyampaikan putusan tersebut kepada PU. Putusan sebagaimana dimaksud harus dilaksanakan paling lambat 3 hari setelah putusan diterima jaksa.
HUKUM ACARA TINDAK PIDANA PEMILU
DALUARSA PERKARA Jika perkara pelanggaran pidana pemilu menurut UU Pemilu dipandang dapat mempengaruhi perolehan suara peserta pemilu maka putusan pengadilan atas perkara tersebut harus sudah selesai paling lama 5 hari sebelum KPU menetapkan hasil pemilu secara nasional. Khusus terhadap putusan yang berpengaruh terhadap perolehan suara ini, KPU, KPU Propinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan peserta harus sudah menerima salinan putusan pengadilan pada hari putusan dibacakan. KPU berkewajiban untuk menindaklanjuti putusan sebagaimana dimaksud. Demikian pengecualian hukum beracara untuk menyelesaikan tindak pidana pemilu yang diatur berbeda dengan KUHAP. Sesuai dengan sifatnya yang cepat, maka proses penyelesaian pelanggaran/kejahatan tindak pidana pemilu paling lama 67 hari sejak terjadinya pelanggaran sampai dengan pelaksanaan putusan oleh Jaksa.
HUKUM ACARA SEBAGAI SYARAT FORMIL Yang perlu diperhatikan dan dicermati adalah hukum acara tindak pidana pemilu harus dipatuhi oleh semua pihak karena merupakan syarat formil yang harus dipenuhi dalam suatu pemeriksaan atau pemberkasan. Sehingga apabila syarat formil mengenai batas waktu penanganan terlewati maka dapat dianggap daluwarsa dan cacat formil yang akan rentan digugat keabsahannya
Sentra Penegakan Hukum Terpadu Nota kesepakatan bersama Badan Pengawas Pemilihan Umum RI, Kepolisian Negara RI dan Kejaksaan RI Nomor Kep-005/A/JA/01/2013 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu Sebagai forum koordinasi antar pihak dalam proses tindak pidana Pemilu; Pelaksanaan pola tindak pidana Pemilu; Sebagai pusat data dan informasi tentang tindak pidana Pemilu; Pertukaran data dan/atau informasi; Peningkatan kompetensi dalam penanganan dugaan tindak pidana Pemilu; Pelaksanaan monitoring dan evaluasi tindak lanjut penanganan tindak pidana Pemilu.
Peran Kejaksaan Dalam Pemilu 2014
Kerjasama dengan Instansi lain Nota kesepakatan bersama Badan Pengawas Pemilihan Umum RI, Kepolisian Negara RI dan Kejaksaan RI nomor Kep-005/A/JA/01/2013 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu Nota Kesepahaman bersama nomor Kep107/A/JA/07/2013 tanggal 22 Juli 2013 dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk pemanfaatan sarana Video Conference di 31 Kantor Kejaksaan Tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia guna penyelesaian dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu
Peran Kejaksaan Dalam Pemilu 2014 UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN Telah diterbitkan buku ”Pedoman Penanganan Tindak Pidana Pemilu” berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor :SE-012/A/JA/04/2013 tanggal 26 April 2013 Pengarahan Jaksa Agung Republik Indonesia melalui media Teleconference tanggal 27 Juni 2013 terkait Pemilu 2014 Instruksi Jaksa Agung nomor 11/Insja/JA/11/2013 tentang Hasil Pelaksanaan Rapat Kerja Kejaksaan RI tahun 2013 yang mengamanatkan kenetralan pegawai Kejaksaan dalam pemilu 2014 dan ikut berperan aktif dalam mensukseskan pemilu 2014 Peran Intelijen diarahkan untuk melaksanakan dan berperan aktif mensukseskan Instruksi Presiden (Inpres) no.2 tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri, hal ini telah ditekankan dalam surat nomor :B-85/E/EJP/03/2013 tanggal 21 Maret 2013 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2013 yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia
Sistem Penanganan Pemilu 2014
Untuk Jaksa Pemilu tidak ada Jaksa khusus yang menangani berdasarkan penunjukan dari Jaksa Agung RI, penunjukannya diserahkan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi , hal ini telah kami tegaskan dalam Surat Edaran JAMPIDUM nomor :B-1086/E/Ejp/04/2013 tanggal 12 April 2013 Batas waktu yang singkat dalam proses penyidikan, penuntutan dan peradilan tindak pidana pemilu maka dilakukan koordinasi yang efektif dengan penyidik, pengadilan maupun Panwaslu/Bawaslu setempat. Penegasan putusan banding adalah putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum kasasi maupun peninjauan kembali Pelimpahan perkara menggunakan acara pemeriksaan biasa (APB) atau acara pemeriksaan singkat ( APS) tergantung dari bobot perkaranya. SOP penanganan pemilu berpedoman pada prosedur Gakumdu sesuai surat nomor :B-1086/ E/EJP/04/2013 tanggal 12 April 2013. Penuntutan tetap berpedoman pada Surat Edaran Jaksa Agung nomor SE-013/A/JA/12/2011 tentang pedoman Tuntutan Pidana perkara tindak Pidana umum dan terhadap perkara yang menarik perhatian masyarakat tetap berlaku PK Ting sesuai dengan surat JAMPIDUM nomor B-16/ E/Ejp/03/2002 tanggal 11 Maret 2002. Pengalaman dalam menangani perkara tindak pidana pemilu pada penyelenggaraan pemilu sebelumnya, permasalahan ada yang dikoordinasikan secara nasional, yaitu pengak hukum ditingkat pusat dan bawaslu namun ada permasalahan ditingkat daerah baik propinsi maupun kabupaten melalui panwaslu/penegak hukum setempat dengan koordinasi yang efektif.
Kesiapan Jaksa/Penuntut Umum Perkara Pemilu ◦ Diklat tindak pidana pemilu sebanyak 91 peserta di Badan Diklat Kejaksaan Republik Indonesia dengan peserta para Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) dan Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) seluruh Indonesia. ◦ Telah ditunjuk Jaksa Pemilu oleh Kepala Kejaksaan Tinggi untuk Jaksa yang menangani perkara tindak pidana pemilu di tingkat Kejati maupun Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia.
Peran bidang Datun dan Intelijen Untuk bidang datun, Kejaksaan menangani perkara mewakili pemerintah/KPU untuk perselisihan hasil pemilu yang biasanya terjadi antara KPU versus Peserta Pemilu. Kemudian peran intelijen Kejaksaan dalam mensukseskan pemilu 2014 melalui upaya : Pertama, pembentukan posko pemantau Pemilu tahun 2014 sesuai surat JAM Intelijen Nomor : B-019/D/Dsp.1/01/2014 Tanggal 10 Januari 2014. Pembentukan ini tidak hanya di tingkat pusat Kejaksaan Agung RI, tetapi juga sampai ke Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri. Kedua, Intelijen Kejaksaan diminta untuk memberikan informasi dan data yang akurat kepada pimpinan. Informasi dan data akurat ini dibutuhkan untuk menentukan langkah-langkah kebijakan penegakan hukum di bidang Pemilu. Ketiga, Intelijen kejaksaan diwajibkan untuk dapat mendeteksi dan mengidentifikasikan kerawanan dan potensi-potensi gangguan keamanan dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu. Keempat, intelijen Kejaksaan memberikan dukungan terhadap bidang PIDUM dalam penyelesaian pelanggaran tindak pidana Pemilu dan bidang DATUN dalam penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara dan perselisihan hasil Pemilu di Mahkamah Konstitusi.
PENUTUP
Hukum acara dalam penanganan tindak pidana pemilu anggota DPR, DPRD, DPD tahun 2014 memiliki keterbatasan waktu dan syarat formil tersendiri. Untuk itru dibutuhkan ketaatan terutama dari Bawaslu/panwaslu maupun penyidik dan penuntut umum serta hakim untuk memperhatikan syarat formil tersebut karena menyangkut keabsahan dari proses pemeriksaan menyangkut cacat formil dan daluarsa. Sedangkan untuk kategori tindak pidana pemilu terkategori menjadi tindak pidana pelanggaran mauapun kejahatan. Tidak bisa dipungkiri bahwa pemilu yang merupakan hajatan politik dalam pelaksaan penegakan hukum dimungkinkan akan terjadi intervensi politik dalam menegakan hukum tindak pidana pemilu. Untuk itu Kejaksaan dalam posisi netral dan pimpinan selalu menghimbau Jaksa bertindak profesional dan menjaga integritas dalam menangani perkara tindak pidana pemilu untuk menghindari rekayasa perkara pemilu. Untuk itu Kejaksaan telah membuat sistem penanganan Pemilu yang akan menjamin seorang jaksa menangani perkara pemilu secara profesional dan menyiapkan SDM melalui Diklat Pemilu serta melakukan Penunjukan Jaksa Pemilu di seluruh wilayah Indonesia. Kita percaya bahwa penegakan hukum tindak pidana pemilu yang berlangsung dengan transparan dan profesional akan mendorong terciptanya proses politik yang sehat dan keberhasilan pemilu 2014. Bagaimanapun keberhasilan pemilu 2014 adalah merupakan tanggung jawab kita bersama pada terpilihnya Pemimpin yang menjadi harapan masyarakat untuk memandu dan mengantarkan kita pada terwujudnya masyarakat adil, makmur dan sejahtera. Amin.
SEKIAN DAN TERIMAKASIH