PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI KELAS IX A SMP AL-RUSTALA KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN BOGOR TAHUN PELAJARAN 2011/2012”.
Oleh : AI NURHASANAH NIM.08.21.0839 Email :
[email protected] PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) SILIWANGI BANDUNG 2012 ABSTRAK Penelitian dengan judul “Pembelajaran Menulis Cerpen Dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual . yang penulis susun ini, dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui efektifitas dari penggunaan pendekatan Kontekstual dalam meningkatkan kemampuan menulis Cerpen . Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu atau kuasi eksperimen. Dalam menggunakan metode ini penulis menggunakan statistik t-tes dan tabel Nilai Kritis Distribusi t yang dikembangkan oleh W.S Gosset sebagai bahan acuan. Melalui metode penelitian ini, hipotesis yang telah ditetapkan dilakukan pengujian terhadapnya. Kriteria pengujian hipotesis yang penulis lakukan menggunakan kriteria sebagai berikut: 1). Jika t hitung > ttabel maka hipotesis diterima dan, 2). Jika thitung < ttabel, maka hipotesis ditolak. Setelah dilakukan perhitungan statistik terhadap data penelitian di dapatkan t hitung sebesar 8,641. Harga thitung tersebut dikonsultasikan dengan tabel nilai kritis distribusi t. Dengan db 28 (n-1) dan taraf signifikansi 0,05 didapatkan ttabel sebesar 2,048. Ternyata thitung > ttabel. atau 8,641 > 2,048. Dan dapatlah disimpulkan bahwa pendekatan Kontekstual efektif digunakan dalam meningkatkan kemampuan menulis cerpen. Kata Kunci : Pembelajaran, Menulis, Pendekatan Kontekstual (Konstruktivisme,Menemukan ,Bertanya,Masyarakat Belajar, Pemodelan, Refleksi, Penilaian sebenarnya).
PENDAHULUAN Bahasa merupakan sarana atau media yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan orang lain, dan menyampaikan maksud, ide, pendapat, atau gagasan kepada orang lain. Meskipun peradaban terus berubah, penggunaan bahasa tidak pernah ditinggalkan oleh pemakainya. Dari beragam bahasa didunia ini, salah satunya adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai alat komunikasi dan sebagai alat pemersatu bangsa. Seluruh rakyat Indonesia dipenjuru tanah air dapat berkomunikasi dengan mudah satu sama lain dengan menggunakan bahasa Indonesia, meskipun mereka berasal dari daerah dan suku yang berbeda-beda, sebagai mana tercantum dalam sumpah pemuda poin terakhir, menyatakan bahwa “ Kami Putra dan Putri Indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia “. Kegiatan pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan empat keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara,keterampilan membaca, dan keterampilan
menulis (Tarigan,1986:1) Program pembelajaran yang baik akan menghasilkan efek yang berantai pada kemampuan peserta didik untuk belajar secara terus menerus melalui lingkungannya (lingkungan alam dan lingkungan sosial) Sebagai sumber yang tak terbatas melalui proses belajar dari lingkungan, individu dapat menemukan jati dirinya, dapat melakukan sesuatu yang baru, merangsang hubungan yang lebih akrab dengan alam dan sesamanya dan dapat memperluas kapasitas pribadi dalam rangka kehidupan yang lebih luas untuk mencapai hal itu, manusia Indonesia terutama peserta didik harus mempelajari aspek-aspek kebahasaan bahasa Indonesia. Seringkali dinyatakan bahwa bahasa lisan lebih sederhana dibandingkan dengan bahasa tulis karena bentuknya tidak terlalu terstruktur. Hal yang dapat membedakan antara bahasa lisan dengan bahasa tulisan adalah pada bahasa tulisan sering dekontekstualisasi. Dalam mengkomunikasikan suatu pesan, penulis seringkali berada pada tempat dan waktu yang berbeda dengan orang yang diajak berkomunikasi.
Proses pembelajaran yang dilakukan selama ini mayoritas masih menggunakan metode-metode tradisional. Guru, khususnya guru bahasa Indonesia masih banyak yang belum menguasai dan bahkan tidak mengetahui pendekatan-pendekatan pembelajaran terbaru yang dikembangkan oleh para ahli.selain daripada itu, di sekolah-sekolah menengah yang ada di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Bogor masih ada guru yang mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia namun riwayat pendidikannya bukan sarjana pendidikan Bahasa Indonesia. Karena hal tersebut maka sanyat wajar jika banyak siswa yang merasa bosan ketika mengikuti pelajaran menulis di kelasnya.peserta didik tidak memiliki motivasi dan tujuan belajar, mereka menjadi bias karena tidak adanya ketertarikan terhadap materi ajar. Menurut Pratiwi (2009 :46). Rumusan masalah disusun berdasarkan pada masalah pokok yang terdapat pada bagian latar belakang masalah di atas. Sugiyono (2007 :56) juga berpendapat bahwa, rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data. Masalah-masalah yang hendak dikumpulkan pada bagian ini, penulis rumuskan dalam kalimat pertanyaan yang singkat dan sederhana. Berdasarkan pendapat di atas, peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan menulis pada siswa di kelas IX A SMP AL_RUSTALA Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Bogor Tahun Pelajaran 2011/2012 ?, Apakah ada pengaruh dari penggunaan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran menulis cerpen terhadap hasil belajar pada siswa kelas IX A SMP AL- RUSTALA Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Bogor ?,Apakah terdapat perbedaan tingkat kemampuan menulis cerpen sebelum dan sesudah proses pembelajaran Berdasarkan pendapat di atas dan uraian latar belakang, batasan, dan rumusan masalah, maka penulis menetapkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: Untuk mengetahui pengaruh pendekatan kontekstual dalam meningkatkan kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas IX A SMP AL-RUSTALA Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Bogor. Untuk memperoleh sejumlah data mengenai penggunaan pendekatan kontekstual dalam meningkatkan kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas IX A SMP ALRUSTALA Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Bogor. Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : dilakukan penulis dapat mengetahui salah satu model yang dipandang tepat dalam meningkatkan kemampuan menulis cerpen, yaitu
dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Bagi siswa, melalui pendekatan kontekstual, daya kreatifitas dan semangat siswa dalam menulis cerpen dapat meningkat. Bagi guru, guru mendapat pengetahuan tentang efektifitas pendekatan kontekstual dalam menulis cerpen dapat meningkat. Bagi pengembang ilmu pengetahuan , dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi pengembangah model-model, pembelajaran yang dilakukan di sekolah-sekolah. Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas IX A SMP AL-RUSTALA Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Bogor; Terdapat pengaruh yang signifikan dari pendekatan kontekstual terhadap kemampuan dan motivasi menulis cerpen pada siswa kelas IX A SMP AL-RUSTALA Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Bogor. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh nilai hasil tes kemampuan menulis cerpen siswa kelas IX A SMP AL-RUSTALA Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Bogor Tahun Pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 27 orang. Menurut Santoso dkk (dalam Pratiwi,2009: 66), sampel merupakan semacam miniatur dan populasinya. Selain itu Chaer (2007:39) juga mengatakan bahwa sampel adalah contoh atau sebagian data dari keseluruhan populasi. Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel dari seluruh anggota populasi atau teknik sampel total (sensus) mengingat jumlah populasi sangat sedikit. Dengan demikian, sampel yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu siswa kelas IX A SMP ALRUSTALA Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Bogor sebanyak 27 orang. KAJIAN TEORI DAN METODE Menurut Susilana (2006 :98), pembelajaran adalah suatu interaksi antara guru dan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Beliau juga mengatakan bahwa pembelajaran merupakan usaha untuk menjadikan seseorangmelakukan kegiatan belajar. Di antara dua pandangan di atas, yang terpenting adalah interaksi yang terjadi antara guru dan siswa, itu harus seimbang , yakni adanya komunikasi timbale balik antara siswa dan guru, serta siswa dengan siswa sehingga lingkungan belajar menjadi tempat yang paling nyaman untuk belajar bagi setiap siswa. Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu. (Sudjana, 1989 : 28). Sedangkan menurut
Witherungton (1952), belajar merupakan suatu polapola respon yang berupa keterampilan, sikap, kebiasaan, kecakapan atau kepandaian. Rudi Susilana (2006 : 93) berpendapat bahwa proses belajar terjadi apabila individu dihadapkan pada situasi dimana ia tidak dapat menyesuaikan diri dengan cara biasa, atau apabila ia harus mengatasi rintangan-rintangan yang mengganggu kegiatan yang diinginkan.belajar adalah memfasilitasi individu untuk menjadi sebagai peserta belaiar, kebutuhan akan sumber pendorong, situasi belajar, yang memungkinkan terjadinya kegiatan belajar Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif dengan memanfaatkan keterampilan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata.keterampilan menulis ini tidak datang secara otomatis, melainkan harus banyak melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur (Tarigan, 1994: 4). Suhendar 1992 (dalam Safitri, 2007 : 8) mengemukakan bahwa menulis merupakan proses perubahan bentuk pikiran, angan-angan, dan perasaan untuk menjadi lambang,tanda-tanda dan tulisan. Lebih lanjut dikatakannya bahwa menulis merupakan kegiatan pengungkapan gagasan secara tertulis yang berbeda dengan kegiatan pengungkapan gagasan secara lisan. Syamsuddin A. R. (1994 : 2) menyatakan bahwa menulis berarti menyusun secara cermat buah pikiran ke dalam bentuk tulisan yang beruntun dan secara teratur tentang suatu masalah. Lebih lanjut lagi menulis dapat berarti sebuah kegiatan mengungkapkan pikiran-pikiran yang ada dalam benak seseorang yang kemudian diungkapkan secara teratur mulai dari awal sampai akhir ke dalam bentuk tulisan. Menulis bukan hanya suatu bentuk berfikir, menyampaikan gagasan yang ingin disampaikan secara tidak langsung kepada pembacanya tetapi juga merupakan bentuk berfikir bagi pembaca tertentu dan pada waktu tertentu, supaya pembaca bisa menyikapi maksud penulis maka diperlukan keterampilan dan kemampuan seorang penulis dalam mengkomunikasikan lambanglambang grafis menjadi suatu alat untuk menyampaikan tujuan dari penulisnya. Tulisan dibuat minimal mempunyai empat tujuan, tujuan-tujuan tersebut antara lain: Memberitahukan atau mengajar; Meyakinkan atau mendesak ; Menghibur atau menyenangkan ; dan Mengutarakan atau mengekspresikan perasaan dan emosi yang berapi-api. Tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajar disebut wacana informatif (informative discourse). Tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak disebut wacana persuasif (persuasive discourse). Tulisan
yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetik disebut tulisan literel (wacana kesastraan atau literary discourse). Tulisan yang mengekpresikan perasaan dan emosi yang kuat atau berapi-api disebut wacana ekpresif (expressive discourse). Menurut Ajip Rosidi dalam J. Sumardjo, cerita pendek Indonesia short-short story atau cerita pendek (J. Sumardjo 2004 : 7). Ini disebabkan oleh jumlah lembaran dan ukuran lembaran halamanhalaman majalah Indonesia tidak seperti ukuran majalah barat yang tebal dan lebar. Oleh karena itu, jika hanya dilihat dari bentuk fisiknya yang pendek saja, orang belum bisa menetapkan bahwa itu cerpen. Misalnya, fable,cereita dengan tokoh –tokoh binatang. Parable, kisah pendek yang diambil dari kitab suci. Cerita rakyat, kisah pendek tentang orangorang atau kejadian-kejadian yang diwariskan turuntemurun secara lisan. Jadi, jelas sekali hanya dengan melihat bentuk fisiknya saja orang bisa sesat memahami cerpen. Selain cerpen merupakan cerita pendek, cirri esensial yang kedua dari cerpen adalah sifat naratif-nya atau sifat ceritanya. Cerita pendek Harus bentuk naratif dan pendek. Jadi, cerpen bukan argumentasi atau analisa atau deskripsi. Ciri esensial ketiga, yaitu cerpen merupakan fiksi, yang berarti ciptaan atau rekaan. Meskipun cerpen merupakan fiksi, tapi cerpen harus berdasarkan realitas yang berarti dapat terjadi seperti itu. Berdasarkan ketiga ciri esensial cerpen dapat disimpulkan bahwa cerpen merupakan cerita pendek yang berupa cerita atau narasi yang fiktif (tidak benar-benar terjadi tapi bias terjadi saja dan dimana saja) serta relative pendek. Jadi, salah besar ketika orang-orang menyebutkan bahwa cerpen merupakan cerita pendek. Adapun ciri-ciri cerpen,yaitu : Panjang cerita berkisar antara tiga sampai sepuluh halaman atau kurang dari 10.000 kata;Cerita selesai dibaca dalam sekali duduk;Cerpen hanya memiliki satu insiden yang mendominasi jalan cerita;Konflik yang terjadi tidak menimbulkan perubahan nasib tokohnya;Cerpen hanya memiliki satu alur cerita (plot);Perwatakan serta penokohan dituliskan secara singkat Unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra/cerpen itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan cerpen hadir sebagai karya sastra,unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah cerpen adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Adapun unsur-unsur yang dimaksud antara lain; Plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain (Stanton, 1965 : 14).
Foster juga mengemukakan hal yang senada. Plot, menurut Foster (1970 (1927): 93) adalah peristiwaperistiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas.Tema adalah ide sebuah cerita. Cerpen hanya memiliki satu tema, karena cerpen adalah cerita yang terbilang singkat. Hal ini berkaitan dengan keadaan plot yang juga tunggal dan pelaku yang terbatas. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones, 1968 : 33). Sedangkan tokoh menurut Abrams (1981 : 20), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, drama yang oleh pembaca ditafsirka memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Latar merupakan salah satu bagian cerpen yang dianggap penting sebagai penggerak cerita. Dilihat secara kuantitatif, cerpen tidak memerlukan detil-detil khusus tentang keadaan latar, misalnya yang menyangkut keadaan tempat dan sosial. Cerpen hanya memerlukan pelukisan cara garis besar saja, atau bahkan hanya cara implisit, asal telah mampu memberikan suasana tertentu yang dimaksudkan. Sudut pandang berhubungan dengan siapakah yang menceritakan kisah dalam cerpen? Cara yang dipilih oleh pengarang akan menentukan sekali gaya dan corak cerita. Hal ini karena watak dan pribadi si pencerita (pengarang) akan banyak menentukan cerita yang dituturkan pada pembaca. Gaya menyangkut cara khas pengarang dalam mengungkapkan ekspresi berceritanya dalam cerpen yang ia tulis. Kaya tersebut menyangkut bagaimana seorang pengarang memilih tema, persoalan, meninjau persoalan, dan menceritakannya dalam sebuah cerpen. Amanat adalah bagian akhir yang merupakan pesan dari cerita yang dibaca. Dalam hal ini, pengarang “menitipkan”nilai-nilai kehidupan yang dapat diambil dari cerpen yang dibaca. Amanat menyangkut bagaimana sang pembaca memahami dan meresapi cerpen yang ia baca. Setiap pembaca akan merasakan nilai-nilai yang berbeda dari cderpen yang dibacanya. Selain unsur-unsur intrinsik di atas, cerpen juga dipengaruhi unsur-unsur ekstrinsik (extrinsic). Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Atau, secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun sebuah karya sastra,namun sendiri tidak ikut menjadi bagian di dalamnya.walaupun demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap totalitas cerita yang dihasilkan. Unsur-unsur ekstrinsik
Banyak faktor yang berperan penting dalam keberhasilan belajar mengajar.faktor-faktor yang mendukung keberhasilan itu adalah kurikulum yang menjadi acuan dasarnya, program pengajaran, kualitas guru, materi pembelajaran, strategi pembelajaran, sumber belajar dan teknik /bentuk penilaian (KTSP,2006: 40). Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.(Nurhadi,2002). Untuk memperkuat dimilikinya pengalaman belajar yang aplikatif bagi siswa, tentu saja diperlukan pembelajaran yang lebih banyak memberikan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan, mencoba dan melakukan sendiri (learning to do), dan bahkan sekedar pendengar yang pasif sebagaimana penerima terhadapsemua informasi yang disampaikan guru. Oleh sebab itu melalui pendekatan kontekstual, mengajar bukan transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghafal sejumlah konsepkonsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan untuk bisa hidup (life skill) dari apa yang dipelajarinya.dengan demikian pembelajaran akan lebih bermakna dan berkesan. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh komponen utama, yaitu (1) contruktivisme(membangun, membentuk), (2) inquiry (menemukan, menyelidiki), (3) questioning (bertanya), (4) learning community (masyarakat belajar), (5) modeling, (6) reflection, (7) authentic assesment (penilaian yang sebenarnya). Pembelajaran kontekstual mempunyai ciri yang berbeda dengan pembelajaran yang lainnya. Terutama dalam sifat, sifat pembelajaran. kontekstual lazim disebut dengan karakter. Karakter menjadi sebuah ciri pembeda antara satu dengan yang lainnya.oleh karena perbedaan tersebut, maka muncul apa yang disebut karakteristik. Atas dasar pengertian tersebut, KTSP,(2006 : 42) mengemukakan karakteristik pembelajaran dengan pendekatan kontekstual sebagai berikut: Pembelajan dilaksanakan dengan konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan alamiah (learning in real life setting). Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaning ful learning). Pembelajaran dilaksanakan dengan
memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing).Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman (learning in a group). Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply). Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work together). Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning ask enjoy activity). Surachmad (1990 : 131) mengatakan bahwa metode adalah suatu cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa, dengan menggunakan teknik dan alat-alat tertentu. Hal senada diungkapkan oleh Chaer (2007 : 160), beliau mengatakan bahwa metode penelitian berisi tentang metode apa yang digunakan dalam kajian penelitian. Berdasarkan kedua pendapat di atas dalam melaksanakan penelitian ini penulis menggunakan sebuah metode yang penulis anggap cocok dengan penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode eksperimen semu dan kuasi eksperimen. Metode eksperimuen semu termasuk jenis metode pre eksperimental design (Campbell dan Stenly dalam Suharsimi, 2006 : 84). Dalam menggunakan eksperimen semu ini penulis memilih desain penelitian pretes and postes design. Desain penelitian dengan tipe pretes dan postes penulis gambarkan dengan skema di bawah ini.
01 X 02 Penulis mengumpulkan atau mengambil data dari objek penelitian dengan teknik-teknik:sebagai berikut Teknik Telaah Pustaka, yaitu mengadakan pengajian terhadap sumber-sumber refernsi buku yang berkaitan dengan penelitian.Teknik Observasi, yaitu mengumpulkan data dengan cara mengamati langsung ke tempat dimana sempel berada.Teknik Ujicoba, yaitu melakukan ujicoba dengan melakukan penyusunan Rencana Pelaksanan Pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran di kelas ujicoba dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Langkahlangkah pelaksanaan pembelajaran dapat di-lihat dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dibawah ini.Teknik Tes, Teknik tes merupakan teknik utama yang dipakai penulis dalam mengumpulkan data dan mengetahui efektifitas dari perlakuan (pembelajaran) yang telah dilakukan Untuk mengetahui nilai thitung penulis menggunakan rumus penghitung yang dikembangkan
oleh Gosset (Suharsimi, 2006: 306) yaitu sebagaimana terlihat di bawah ini a. Menghitung mean deviasi (Md) dengan rumus:
d
b.
Md = 𝑛 Mengitung nilai kuadrat deviasi dengan rumus: (∑𝑑)2
c.
∑𝑋 2 𝑑 = ∑𝑑2 − 𝑛 Mencari nilai koefisien t atau thitung dengan 𝑀𝑑 rumus: t = 2 ∑𝑥 𝑑 𝑛 (𝑛 −1)
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis yang dilakukan adalah untuk mengetahui perbedaan nilai pretes dan postes atau pengaruh dari penggunaan pendekatan Kontekstual terhadap kemampuan menulis cerpen siswa. Perbedaan tersebut dapat diasumsikan merupakan efek dari treatment atau eksperimen yang dilalkukan melalui proses pembelajaran. Jumlah siswa yang mengikuti pretes dan postes sebanyak 29 orang dan untuk memudahkan analisis terhadap nilai semua subjek penelitian. Berikut ini penulis sajikan tabel perbandingan nilai pretes dan postes dari masing-masing subjek penelitian. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : Rata – rata nilai pretes adalah 53,75. Rata – rata nilai pretes dapat digunakan sebagai gambaran awal dari sampel sebelum ada treatment yaitu berupa variabel terikat Kontekstual. Tujuan yang pertama dari penelitan ini adalah untuk mengetahui kemampuan menulis pada siswa kelas IX A SMP AlRustala kecamatan Tanjungsari kabupaten Bogor tahun pelajaran 2011 / 2012. Dengan diperolehnya nilai rata – rata pretes sebesar 53,75 ini membuktikan bahwa kemampuan menulis pada siswa kelas IX A SMP Al-Rustala masih rendah karena dibawah nilai rata – rata yang penulis tetapkan, yaitu 55. Rata – rata postes adalah 66,47. Nilai postes didapat setelah sampel diberi treatment CTL Artinya terdapat peningkatan hasil belajar siswa dari sebelumnya (pretes) sebesar 12,26 Mean deviasi ( Md ) adalah 12,26 Jumlah kuadrat deviasi ( x2d ) adalah 1478,68 dan t hitung sebesar 8,641 Dari hasil penelitian statistik didapatkan harga thitung sebesar 8,641. Kemudian mengkonsultasikan dengan tabel distribusi t ( terlampir) dengan db = 26 (N-1), dengan taraf signifikansi 0,05 (taraf kepercayaan 95%) harga ttabel sebesar 2,056. Hal tersebut sebagai indikasi bahwa perbedaan pretes dan postes signifikan. Analisis hubungan antara hasil pretes dengan yang tidak menggunakan pendekatan Kontekstual dengan hasil postes yang menggunakan pendekatan
CTLKontekstual , Sebelum melakukan hipotesis, hipotesis alternatif ( Ha ) diubah menjadi hipotesis nol ( Ho ), yaitu sebagai berikut : ( Ha ) :Terdapat pengaruh yang signifikan dari penggunaan pendekatan Kontekstual terhadap kemampuan menulis cerita pendek pada siswa kelas IX A SMP Al-Rustala kecamatan Tanjungsari kabupaten Bogor tahun pelajaran 2011 / 2012. ( Ho ) :Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari penggunaan pendekatan Kontekstual terhadap kemampuan menulis cerita pendek pada siswa kelas IX A SMP Al-Rustala kecamatan Tanjungsari kabupaten Bogor tahun pelajaran 2011 / 2012. Hipotesis nol ( Ho ) kemudian di uji dengan menggunakan uji t. Berdasarkan perhitungan didapat nilai thitung sebesar 8,641. Dari hasil uji tes didapat ttabel sebesar 2,056 dengan taraf signifikansi 5% atau taraf kepercayaan 95% dengan derajat keabsahan ( db ) sebesar 26. Dengan demikian thitung > ttabel , maka hipotesis nol ( Ho ) ditolak dan hipotesis altenatif diterima dengan tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis tersebut dapat disimpulkan bahwa Terdapat pengaruh yang signifikan dari penggunaan pendekatan Kontekstual terhadap kemampuan menulis cerita pendek pada siswa kelas IX A SMP Al-Rustala kecamatan Tanjungsari kabupaten Bogor tahun pelajaran 2011 / 2012. KESIMPULAN a. Kemampuan menulis cerpen , siswa kelas IX A SMP AL Rustala Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Bogor Tahun Pelajaran 2011/2012 sebelum perlakuan masih kurang baik. Hal tersebut dapat diketahui dari rendahnya rata-rata nilai pada saat pretes yaitu sebesar 53,75 b. Setelah melakukan perlakuan dengan melakukan pembelajaran yang menggunakan pendekatan Kontekstual kemampuan menulis cerpen, siswa kelas IX A SMP AL Rustala Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Bogor Tahun Pelajaran 2011/2012 menjadi lebih baik. Hal tersebut dapat diketahui dari meningkatnya rata-rata nilai hasil postes menjadi 66,47 c. Dari perhitungan statistik diketahui perbedaan antara pretes dan postes sangan signifikan. Besar thitung > ttabel, yaitu thitung sebesar 8,641 dan ttabel dengan taraf signifikan 0,05 adalah 2,056. Dengan demikian hipotesis yang penulis kemukakan diterima dengan taraf kepercayaan 95%. d. Pendekatan Kontekstual efektif digunakan dalam pembelajaran menulis cerpen.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.P(15-365) Johnson, Elain B, Ph.D. (2006). Contextual Teaching And Learning. Penerjemah Ibnu Setiawan . Bandung : Mizan Learning Center. P(77-120) Nurgiyantoro, Burhan.(2009). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta.Gadjah Mada University Press.P(25-50) Suparno, Muhamad Yunus. 2002. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta : Depdiknas. Susilana, Rudi. (2006). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Jurusan Kurtekpen FIP UPI.P(34-78)