OKSIDASI LEMAK ABON SAPI SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU RUANG
SKRIPSI EKA KURNIAWATI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN EKA KURNIAWATI. D14052564. 2010. Oksidasi Lemak Abon Sapi Selama Penyimpanan pada Suhu Ruang. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari, S.T.P., M.Si. Abon sapi adalah salah satu produk kering yang berasal dari teknologi pengolahan daging yang lazim dilakukan di Indonesia. Pembuatan abon sapi melibatkan teknologi penggorengan pada suhu tinggi sehingga dapat mempercepat terjadinya oksidasi pada abon sapi. Reaksi oksidasi terjadi akibat serangan oksigen terhadap asam lemak tidak jenuh yang terkandung dalam minyak atau lemak yang menghasilkan senyawa peroksida dan selanjutnya membentuk senyawa berantai pendek. Hasil dari reaksi oksidasi ini yang menimbulkan bau tidak enak pada abon (ketengikan) selama penyimpanan. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi oksidasi lemak pada produk abon sapi selama penyimpanan pada suhu ruang, dengan melakukan pengamatan terhadap beberapa indikator reaksi oksidasi melalui pengukuran bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan tiobarbiturat (TBA), kadar air, dan aktivitas air (aw) selama penyimpanan empat minggu. Penelitian ini berlangsung pada bulan Agustus sampai September 2009. Bahan yang digunakan adalah daging sapi dan bumbu, serta bahanbahan kimia utuk mengukur peubah oksidasi. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan empat taraf perlakuan penyimpanan dan tiga kelompok. Perlakuan yang digunakan adalah lama simpan (1, 2, 3, 4) minggu yang dikelompokkan berdasarkan perbedaan waktu pembuatan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam bagi data yang memenuhi asumsi dan uji non parametrik friedman bagi data yang tidak memenuhi asumsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa oksidasi pada lemak abon sapi dengan lama simpan empat minggu, tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan TBA dan kadar air. Proses oksidasi pada abon sapi telah terjadi tetapi tidak mengakibatkan kerusakan secara nyata, selain itu abon sapi telah mengalami kerusakan mikrobial dengan ditandainya pertumbuhan jamur dan kapang yang disebabkan oleh tingginya kandungan kadar air. Kata-kata kunci: abon sapi, oksidasi lemak, penyimpanan.
vii
ABSTRACT Lipid Oxidation of Beef Abon During Storage at Room Temperature E. Kurniawati, T. Suryati, Z. Wulandari Beef abon is one of dried product from meat processing. Rancidity which is caused by lipid oxidation as a problem in storage beef abon. Frying beef abon with high temperature could accelerate the oxidation of lipid. The aim of this research was to evaluate the lipid oxidation of beef abon during four weeks of storage. The result indicated that the value of acid, peroxide, TBA and moisture were not significant influenced by the storage. Oxidation process in beef abon had occured but it was not impact damage significantly. Abon damage from this research was not caused by oxidation but high moisture to propel yeast growth. Keywords : Beef abon , lipid oxidation, storage.
vii
OKSIDASI LEMAK ABON SAPI SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU RUANG
EKA KURNIAWATI D14052564
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
vii
Judul Skripsi : Oksidasi Lemak Abon Sapi Selama Penyimpanan pada Suhu Ruang Nama
: Eka Kurniawati
NIM
: D14052564
Menyetujui:
Pembimbing Utama
Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. NIP. 19720516 199702 2 001
Pembimbing Anggota
Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si. NIP. 19750207 199802 2 001
Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB
Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 13 Januari 2010
Tanggal Lulus :
vii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Pebruari 1987 di Ciamis. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sudikman dan Ibu Tuti Setiawati. Pendidikan penulis diawali dengan pendidikan dasar yang diselesaikan pada tahun 1999 di SD Negeri 1 Sukajadi, Ciamis. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTP Negeri 4 Ciamis, dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMA Negeri 2 Ciamis. Penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa IPB). Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006. Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada tahun ajaran 2006/2007, 2007/2008, dan 2009, serta asisten mata kuliah Teknologi Produksi Telur dan Daging Unggas pada tahun ajaran 2009. Selama kuliah penulis pernah mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) IPB. Penulis aktif bergabung dalam keanggotaan Ikatan Mushola Asrama Putri Tahap Persiapan Bersama periode 2005/2006, DKM Al-Hurriyyah periode 2006/2007 sebagai staff Divisi GAMA, Staff Divisi Syiar Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim Al-An’aam Fakultas Peternakan periode 2006/2007, Ketua Divisi Keputrian Forum Mahasiswa Muslim Al-An’aam Fakultas Peternakan Periode 2007/2008. Penulis juga pernah terlibat dalam Kepanitiaan Open House Asrama TPB IPB periode 2006/2007, SALAM ISC tahun 2007.
Masa Perkenalan Kampus
Mahasiswa Baru (MPKMB) sebagai penanggungjawab keluarga (PJK) tahun 2006, Masa Perkenalan Fakultas (MPF) sebagai staff Divisi Publikasi dan Dokumentasi pada tahun 2007 dan sebagai Pemandu Anak Koboi (PAK) pada tahun 2008 dan 2009.
vii
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Bismillahirrahmannirrahim, penulis panjatkan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul ”Oksidasi Lemak Abon Sapi Selama Penyimpanan Pada Suhu Ruang”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, para sahabat dan umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman. Penyusunan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan. Pengetahuan masyarakat untuk mengetahui sebab dan akibat oksidasi lemak yang terjadi pada bahan makanan masih sangat terbatas. Penelitian mengenai oksidasi lemak pada abon masih sangat jarang dilakukan maka penulis berharap dengan mengetahui oksidasi lemak yang terjadi pada produk abon dapat memberikan informasi serta solusi bagi masyarakat tentang keamanan dan mutu pangan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya, Amien. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bogor, Januari 2010
Penulis
vii
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ..........................................................................................
i
ABSTRACT.............................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................
iii
KATA PENGANTAR ............................................................................
iv
DAFTAR ISI ...........................................................................................
v
DAFTAR TABEL ...................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................
x
PENDAHULUAN ...................................................................................
1
Latar Belakang ............................................................................. Tujuan ..........................................................................................
1 1
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
2
Abon Sapi ................................................................................... Bahan Pembantu ......................................................................... Oksidasi ...................................................................................... Pengukuran Oksidasi Lemak dan Faktor yang Mempengaruhi ...
2 3 5 6
METODE ................................................................................................
13
Lokasi dan Waktu ....................................................................... Materi .......................................................................................... Bahan .............................................................................. Alat .................................................................................. Prosedur ......................................................................................
13 13 13 13 14
Tahap Pertama: Pembuatan Abon Sapi ......................... Tahap Kedua: Pengujian Oksidasi Lemak ..................... Pengujian Bilangan Asam ................................... Pengujian Bilangan Peroksida ............................ Pengujian Bilangan TBA .................................... Pengujian Kadar Air ........................................... Pengujian Aktivitas Air ...................................... Rancangan Percobaan dan Analisis Data .......................
14 16 16 17 18 18 18 19
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................
20
Oksidasi Lemak Abon Sapi ............................................ Bilangan Asam Abon Sapi Selama Penyimpanan ......... Bilangan Peroksida Abon Sapi Selama Penyimpanan .... Bilangan TBA Abon Sapi Selama Penyimpanan ............
20 22 23 24
vii
Kadar dan Aktivitas Air Abon Selama Penyimpanan ...
25
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................
28
Kesimpulan ..................................................................... Saran ...............................................................................
28 28
UCAPAN TERIMAKASIH .......................................................
29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................
30
LAMPIRAN.................................................................................
34
vii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Syarat Mutu Abon Sapi .....................................................
2
2.
Rata- rata Komposisi Asam Lemak dari Lemak Hewan (%BB) ..............................................................................
7
3.
Formulasi Abon Sapi ........................................................
15
4.
Bilangan Asam, Peroksida, TBA dan Kadar Air Selama Penyimpanan .....................................................................
21
vii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Grafik Hubungan Bilangan Peroksida dengan Aldehid ...............
8
2.
Grafik Isoterm Sorpsi Air Pada Bahan Makanan (Nelson dan Labuza, 1992) ……………………………………
19
3.
Hubungan Aktivitas Air dengan Kecepatan Reaksi dalam Bahan Pangan (Winarno, 1994) ..................................................... 11
4.
Diagram Alir Pembuatan Abon Sapi ............................................. 15
5.
Diagram Alir Pembuatan Abon Sapi Modifikasi ........................... 16
6.
Grafik Hubungan Bilangan Asam, Bilangan Peroksida, dan Bilangan Asam Tiobarbiturat Terhadap Lama Penyimpanan …..
20
vii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Analisis Ragam Bilangan Asam Abon Sapi ......................
35
2.
Analisis Ragam Bilangan Peroksida Abon Sapi ...............
35
3.
Uji Non Parametrik Bilangan TBA ……………………….
35
4.
Analisis Ragam Kadar Air Abon Sapi ................................
36
vii
PENDAHULUAN Latar Belakang Daging sapi mudah mengalami kerusakan, baik secara fisik, kimia maupun mikrobiologis sehingga memiliki umur simpan yang singkat. Hal tersebut mendorong berbagai teknologi pengolahan daging untuk mengolah daging menjadi produk yang memiliki umur simpan lebih lama. Pengolahan dilakukan untuk mendapatkan bahan pangan yang aman dikonsumsi sehingga nilai gizi yang terkandung didalamnya dapat dimanfaatkan secara maksimal. Pengolahan selain dapat memberikan manfaat, juga dapat menghasilkan senyawa toksik yang mengakibatkan produk menjadi kurang atau tidak aman dikonsumsi, kehilangan zat-zat gizi dan perubahan sifat sensori ke arah yang kurang disukai dan kurang diterima. Salah satu teknologi pengolahan daging yang lazim dilakukan di Indonesia, baik skala besar maupun industri rumahan adalah pembuatan abon sapi. Abon sapi memiliki umur simpan yang relatif lama mencapai 60 hari dan memiliki rasa yang khas sehingga disukai konsumen. Pembuatan abon sapi melibatkan teknologi penggorengan pada suhu tinggi yang dapat mempercepat terjadinya oksidasi pada abon. Reaksi oksidasi terjadi akibat serangan oksigen terhadap asam lemak tidak jenuh yang terkandung dalam minyak atau lemak. Reaksi oksidasi ini menjadi penyebab munculnya bau tidak enak pada abon (ketengikan) selama penyimpanan. Ketengikan pada abon diakibatkan oleh perubahan bilangan peroksida selama penyimpanan. Senyawa peroksida tersebut akan berubah menjadi senyawa radikal dan memicu terbentuknya senyawa radikal dalam tubuh, yang berperan dalam menentukan proses penuaan (aging), terjadinya aterosklerosis, dan penyakit jantung koroner. Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan penelitian mengenai penyimpanan pada abon sapi untuk mengevaluasi terjadinya ketengikan selama penyimpanan, sehingga akan memberikan informasi bagi pembaca tentang keamanan dan mutu pangan. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi oksidasi lemak abon sapi selama penyimpanan pada suhu ruang.
vii
TINJAUAN PUSTAKA Abon Sapi Abon adalah makanan terbuat dari daging yang disuwir atau telah dipisahkan seratnya, kemudian ditambah bumbu dan digoreng. Daging yang umumnya digunakan untuk pembuatan abon adalah daging sapi atau kerbau. Abon dikemas dalam kantong plastik yang ditutup rapat untuk mempertahankan kualitas selama penyimpanan sehingga abon dapat disimpan beberapa bulan dalam suhu kamar (Sumarsono et al., 2008). Umur simpan abon sapi dapat mencapai lebih dari 60 hari dan memiliki rasa yang khas sehingga disukai konsumen (Perdana, 2009). Syarat mutu abon menurut SNI 01-3707-1995 dengan kriteria uji yang terdiri atas: uji lemak, gula, protein, air dan abu yang terkandung pada abon sapi ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Syarat Mutu Abon Sapi Kriteria uji
Kadar (%b/b)
Lemak
maksimal 30,0
Gula
maksimal 30,0
Protein
minimal 15,0
Air
maksimal 7,0
Abu
maksimal 7,0
Sumber: Dewan Standardisasi Nasional (DSN), 1995
Pembuatan abon sapi yang dilakukan pada penelitian ini terdiri atas beberapa tahap: persiapan bahan, pencucian daging segar, perebusan, peremahan dengan menggunakan food processor, pemberian bumbu-bumbu, penggorengan, pengeluaran minyak, dan pengeringan. Persiapan bahan dilakukan dengan cara pencucian daging segar serta pembuangan lemak supaya proses pengeringan tidak terlalu lama, karena daging yang memiliki kandungan lemak tinggi memerlukan waktu pengeringan yang lebih lama, kemudian dilakukan perebusan selama 30 menit, perebusan ini dilakukan supaya daging empuk dan mudah untuk diremahremah (Waturaka, 2002). Proses pembuatan abon melalui tahap penggorengan. Selama penggorengan terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan pangan yang digoreng, maupun minyak gorengnya. Apabila suhu penggorengannya lebih tinggi dari suhu
normal (168-196 oC) maka akan menyebabkan degradasi minyak goreng yang berlangsung dengan cepat (antara lain penurunan titik asap). Proses penggorengan pada suhu tinggi dapat mempercepat proses oksidasi. Lemak pada daging dan pada abon sapi dapat menyebabkan terjadinya oksidasi. Hasil pemecahan dan oksidasi ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas yang merupakan sumber bau tengik. Adanya antioksidan dalam lemak seperti vitamin E (tokoferol), dapat mengurangi kecepatan proses oksidasi lemak, tetapi dengan adanya prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga, besi, kobalt, dan mangan) serta logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim lipoksidase maka oksidasi lemak akan dipercepat (Nazieb, 2009). Bahan Pembantu Bumbu-bumbu atau rempah merupakan bahan asal tumbuhan yang dicampurkan kedalam berbagai makanan dan berfungsi untuk membentuk cita rasa dan membangkitkan selera makan (Buckle et al., 1987). Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan abon terdiri atas: ketumbar, bawang merah, gula, garam, lengkuas (Nopi, 2009). Ketumbar Ketumbar (Coriandrum sativum linn) banyak digunakan sebagai bumbu masak, dalam penggunaan ketumbar dilakukan penggerusan terlebih dahulu. Ketumbar dapat menimbulkan bau sedap dan rasa gurih, komponen lain dari ketumbar adalah 26% lemak, 17% protein, 10% pati dan 20% gula (Purnomo, 1997). Bawang Merah Bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) berfungsi sebagai pemberi aroma pada makanan. Senyawa penimbul aroma pada bawang merah adalah senyawa sulfur yang akan menimbulkan bau jika sel bawang merah mengalami kerusakan (Purnomo, 1997). Bawang merah menurut SNI 01-3159-1992 merupakan umbi lapis yang terdiri dari siung-siung bernas, utuh, segar dan bersih. Bawang merah berfungsi sebagai obat tradisional, karena mengandung efek antiseptik dari senyawa alliin atau allisin yang akan diubah menjadi asam piruvat, ammonia dan allisin anti mikroba yang bersifat bakterisida (Mambo, 2009).
3
Garam Garam
berfungsi
untuk
meningkatkan daya simpan, karena dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Penambahan garam pada produk kering sebaiknya tidak kurang dari 2 %, karena konsentrasi garam yang kurang dari 1,8% akan menyebabkan rendahnya protein yang terlarut (Usmiati dan Priyanti, 2008). Poulanne et al., (2001) menambahkan bahwa, pem-berian garam dapat menjaga keamanan pangan secara mikrobiologi, selain itu garam merupakan bahan penting dalam pengolahan daging, memiliki kontribusi dalam daya ikat air, warna, ikatan lemak dan rasa. Garam merupakan salah satu bahan yang ditambahkan pada masakan dan produk olahan daging. Pandisurya (1983) menyatakan bahwa tekstur dan kekenyalan daging dipengaruhi oleh penambahan garam. Pemberian garam selain sebagai pencita rasa dan sebagai pelarut protein juga mampu mempengaruhi daya awet produk karena garam mampu meningkatkan daya mengikat air protein otot sehingga mampu menahan air bebas dan membentuk tekstur produk. Garam akan mempengaruhi keseimbangan tekanan osmosis karena garam meresap ke dalam jaringan daging. Gula Putih Fungsi gula dalam pembuatan abon adalah sebagai penambah citarasa serta salah satu komponen pembentuk warna coklat yang diinginkan pada hasil akhir produk abon sapi (Sianturi, 2000). Kandungan gula yang tinggi dapat berperan sebagai penghambat proses oksidasi dan ketengikan, selain itu penambahan gula kedalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi, akan menurunkan kandungan air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (aw) dari bahan pangan (Winarno, 1992). Lengkuas Lengkuas mengandung minyak atsiri, senyawa flavonoid, fenol, dan terpenoid. Rimpang lengkuas mengandung zat-zat yang dapat menghambat enzim santin oksidase sehingga bersifat antitumor. Minyak atsiri rimpang lengkuas yang mengandung senyawa flavonoid, berfungsi sebagai antioksidan pada proses pembuatan produk makanan kering (Parwata dan Dewi, 2008).
4
Minyak atsiri pada rimpang lengkuas dengan konsentrasi 100 ppm dan 1000 ppm, aktif menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dengan diameter daerah hambatan sebesar 7 mm dan 9 mm, sedangkan terhadap bakteri S. aureus hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada konsentrasi 1000 ppm sebesar 7 mm (Parwata dan Dewi, 2008). Oksidasi Oksidasi adalah reaksi yang terjadi antara asam lemak tidak jenuh dengan oksigen yang menghasilkan senyawa organik berantai pendek, mekanisme oksidasi terdiri atas autooksidasi dan oksidasi fotosintesis. Autooksidasi disebabkan oleh adanya reaksi antara triplet oksigen (3O2) dan oksigen tunggal (1O2) yang bereaksi dengan minyak atau lemak (Choe dan Min, 2006). Mekanisme oksidasi lipida tidak jenuh diawali dengan tahap inisiasi, yaitu terbentuknya radikal bebas (R*) bila lipida kontak dengan panas, cahaya, ion metal dan oksigen. Tahap selanjutnya adalah tahap propagasi yang berawal ketika radikal lipida (R*) hasil tahap inisiasi bertemu dengan oksigen membentuk radikal peroksida (ROO*). Radikal peroksida yang terbentuk akan mengekstrak ion hidrogen dari lipida lain (R1H) membentuk hidroperoksida (ROOH) dan molekul radikal lipida baru (R1*). Reaksi autooksidasi ini akan berulang sehingga merupakan reaksi berantai. Tahap terakhir oksidasi lipida adalah tahap terminasi. Hidroperoksida yang sangat tidak stabil terpecah menjadi senyawa organik berantai pendek seperti aldehid, keton, alkohol dan asam (Buck, 1991) Oksidasi pada lemak merupakan faktor utama penurunan kualitas dari produk daging. Oksidasi tersebut diakibatkan karena teroksidasinya asam lemak yang ada pada daging sehingga mengakibatkan terjadinya off-flavour pada produk dan biasanya membuat produk menjadi berbau busuk dan tengik. Oksidasi lemak pada jaringan otot dimulai dari fraksi fospholipida yang berada di dalam membran dengan radikal bebas autokatalitik (Campo et al., 2005). Faktor yang mempengaruhi oksidasi lemak diantaranya komposisi asam lemak dalam minyak, proses pengolahan minyak, energi panas atau cahaya, konsentrasi dan tipe oksigen, asam lemak bebas, mono dan diasilgliserol, logam transisi, peroksida, senyawa katalis oksidasi (prooksidan), pigmen, dan antioksida (Choe dan Min, 2006). Oksidasi pada lemak atau minyak dapat dipercepat oleh suhu tinggi, 5
sinar (UV dan biru), ionisasi radiasi (λ β, x), peroksida (termasuk lemak yang dioksidasi), enzim lipoksidase, katalis Fe-organik, dan katalis logam. Oksidasi pada lemak atau minyak dapat dihambat dengan penggunaan suhu rendah (refrigerasi), wadah berwarna, bahan pembungkus, menghindarkan dari kontak langsung dengan oksigen, perebusan, penambahan antioksidan (Ketaren, 2008). Oksidasi lemak dapat dianalisa dengan menggunakan metode thiobarbituric acid reactive substances (TBARS). Pengujian tersebut digunakan untuk menentukan adanya ketengikan. Lemak yang tengik akan bereaksi dengan asam tiobarbiturat sehingga menghasilkan warna merah, intensitas warna menunjukkan derajat ketengikan (Winarno, 1992). Oksidasi lemak dapat terjadi pada produk pangan dan mengalami peningkatan terutama pada produk kering, reaksi ini juga diikuti dengan reaksi browning, penurunan kualitas protein dan pigmen karotenoid. Oksidasi lemak akan mengalami peningkatan pada aw yang rendah dan suhu yang tinggi, produk karbonil dari oksidasi lemak akan bereaksi dengan empat asam amino essensial yang menyebabkan kualitas protein menurun (Flick et al., 1992). Pengukuran Oksidasi Lemak dan Faktor yang Mempengaruhi Oksidasi dapat diidentifikasi diantaranya melalui pengujian bilangan asam, bilangan peroksida dan pengujian asam tiobarbiturat melalui pengukuran malonaldehida yang terbentuk. Pengujian kadar air dan aktivitas air digunakan untuk menganalisis intensitas reaksi oksidasi. Bilangan Asam Penentuan bilangan asam dilakukan untuk mengetahui banyaknya asam lemak bebas dalam minyak atau lemak, yang dinyatakan dalam mg basa setiap 1 gram minyak. Bilangan ini ditentukan oleh banyaknya asam lemak bebas yang ada dalam minyak akibat reaksi hidrolisis. seperti reaksi kimia, pemanasan, proses fisika atau reaksi enzimatis. Pada penentuan bilangan asam dengan metode titrasi asam basa, maka akan terjadi reaksi netralisasi asam lemak bebas akibat dari penambahan basa (Simpen, 2008). Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi akan bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi 15% belum menghasilkan flavor yang tidak disenangi. Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih besar dari 1% jika dicicipi akan terasa membentuk film pada permukaan lidah dan tidak berbau 6
tengik, namun intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas. Asam lemak bebas meskipun berada dalam jumlah kecil mengakibatkan rasa tidak lezat. Hal ini berlaku pada lemak yang mengandung asam lemak tidak dapat menguap dengan jumlah atom C lebih besar dari 14 (Ketaren, 2005). Komposisi asam lemak pada lemak dalam daging sapi secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata Komposisi Asam Lemak dari Lemak Hewan (%BB)
1.
Asam laurat
Lemak Sapi 00,00
2.
Asam miristat
03,00
02,00
02,0
00,50
3.
Asam miristoleat
00,50
00,50
00,5
00,00
4.
Asam palmitat
26,00
21,00
24,0
21,00
5.
Asam palmitoleat
03,50
03,00
04,0
02,50
6.
Asam stearat
19,50
28,00
14,0
06,50
7.
Asam oleat
40,00
37,00
43,0
00,58
8.
Asam linoleat
04,50
04,00
09,0
09,50
9.
Asam linolenat
00,00
00,00
01,0
02,00
10.
Asam arasidat
00,00
00,50
00,5
00,00
11.
Asam erusit
00,00
00,50
02,0
00,00
12.
Lain-lain
03,00
03,00
00,0
00,00
No. Asam Lemak
Lemak Domba 00,50
Lemak Babi 00,0
Lemak Kambing 00,00
Sumber: H. D. Belitz dan W. Grosch, 1999
Asam-asam lemak yang ditemukan di alam biasanya merupakan asam-asam monokarboksilat dengan rantai yang tidak bercabang dan mempunyai jumlah atom karbon genap. Asam-asam lemak dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh berbeda dalam jumlah dan posisi ikatan rangkapnya dan berbeda dengan asam lemak jenuh dalam bentuk molekul keseluruhannya (Winarno, 1992). Pemanasan daging melalui proses pemasakan mampu merubah komposisi asam lemak pada daging, namun asam lemak dengan jumlah ikatan karbon yang tinggi akan cenderung lebih stabil (Saghir et al., 2005).
7
Bilangan Peroksida Bilangan peroksida merupakan indikator yang sangat sensitif terhadap penurunan tingkat oksidasi. Peroksida dan hidroperoksida dari minyak dan lemak keberadaannya merupakan indikator dalam penurunan flavor. Hal tersebut disebabkan oleh perbandingan yang tidak stabil pada suhu kamar, sehingga menghasilkan off flavor. Kerusakan flavor yang terjadi akan sebanding dengan kenaikan temperatur. Proses pemanasan akan mengakibatkan penurunan kualitas pada minyak (Hudson, 1983). Menurut Alwafaz et al., (1994), pemasakan pada umumnya diharapkan dapat mempercepat ketengikan dengan melepaskan besi (Fe) sebagai katalis yang berasal dari protein serta merusak jaringan membran. Tingkat oksidasi lemak menurut Vercellotti et al., (1992) dapat ditentukan dengan melihat nilai bilangan peroksida dan nilai TBA, atau dapat dilihat melalui alat gas kromatografi. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida, tingkat selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehida dan keton serta asam-asam lemak bebas. Ketengikan terbentuk oleh aldehida bukan oleh peroksida. Kenaikan bilangan peroksida adalah indikator dan peringatan bahwa minyak atau lemak akan mengalami ketengikan (Ketaren, 2008). Grafik hubungan bilangan peroksida dengan aldehida dapat dilihat pada Gambar 1.
konsentrasi
Aldehida Bilangan Peroksida (turun) karena terurai
Bilangan Peroksida
Waktu Gambar 1. Grafik Hubungan Bilangan Peroksida dengan Aldehida (Ketaren, 2008) Bilangan Asam Tiobarbiturat (TBA) Pengujian bilangan asam tiobarbiturat adalah salah satu metode yang digunakan untuk mendeteksi oksidasi lemak, tes ini berkaitan dengan kadar aldehida yang ada didalam minyak. Uji ini mereaksikan asam tiobarbiturat dengan
8
malonaldehida, membentuk warna merah dan diukur dengan spektrofotometer, pada pengujian bilangan asam tiobarbiturat terdapat kemungkinan
berikatan dengan
aldehida selain malonaldehida, sehingga menghasilkan warna merah (Rossell, 1983). Persenyawaan malonaldehida secara teoritis dapat dihasilkan oleh pembentukan diperoksida pada gugus pentadiena, yang disusul dengan pemutusan rantai molekul atau dengan cara oksidasi lebih lanjut dari 2-enol yang dihasilkan dari penguraian monohidro peroksida (Ketaren, 2005). Kadar Air Kadar air memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan daya awet dari bahan makanan karena dapat mempengaruhi, sifat fisik, kimia, perubahan mikrobiologi, dan perubahan enzimatis. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan penerimaan konsumen, kesegaran, dan daya tahan bahan. Kandungan air yang tinggi dalam bahan, menyebabkan daya tahan bahan menjadi rendah, sehingga untuk memperpanjang daya tahan tersebut, sebagian air dalam bahan harus dihilangkan dengan berbagai cara, tergantung dari jenis bahan (Winarno, 1992). Kadar air dan aktivitas air (aw) memiliki hubungan yang erat. Hubungan antara aktivitas air dengan kandungan air per gram suatu bahan makanan dapat dilihat melalui grafik isoterm sorpsi air pada Gambar 2.
Kadar air
0
aw
1
Gambar 2. Grafik Isoterm Sorpsi Air Pada Bahan Makanan (Nelson dan Labuza, 1992) Grafik isoterm sorpsi air tersebut menunjukkan bahwa bahan makanan yang memiliki kadar air diantara 60-95% memiliki aktivitas air mendekati 1, bahan pangan yang memiliki aktivitas air tinggi akan mengalami degradasi yang disebabkan oleh kerusakan mikrobial atau enzimatis secara alami. Bahan pangan yang memiliki
9
kadar air rata-rata dan kadar air rendah mengalami degradasi yang disebabkan oleh adanya proses oksidasi lipid (Nelson dan Labuza, 1992). Kadar air pada abon sapi yang dimasak dengan cara digoreng, lebih tinggi yaitu 12,49% dibandingkan dengan cara disangrai, yaitu 8,65%. Kadar air yang tinggi disebabkan adanya proses pemasakan dan lama pemasakan yang berbeda. Saat proses pemanasan, sebagian air ada yang keluar atau dehidrasi dan minyak goreng sebagai media penghantar panas mengisi ruang yang sebelumnya terisi oleh air. Lama pemasakan juga mempengaruhi kadar air abon, karena semakin lama pengeringan, maka semakin banyak air yang diuapkan dari permukaan bahan dan mengakibatkan kadar air menurun (Waturaka, 2002). Bahan-bahan pangan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven vakum dengan suhu yang lebih rendah (Winarno, 1992). Penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105 oC selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan, selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan (Dewan Standardisasi Nasional, 1992). Aktivitas Air Kandungan air dalam bahan pangan, terutama kandungan air bebas sangat mempengaruhi daya tahan makanan terhadap serangan mikroorganisme yang dinyatakan dengan aw (Winarno, 1994). Aktivitas air (aw) juga menunjukkan jumlah air bebas didalam pangan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Mikroba mempunyai kebutuhan aw minimal yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya, dibawah aw minimal tersebut mikroba tidak dapat tumbuh atau berkembang biak. Makanan yang mengandung kadar garam dan gula yang tinggi, biasanya mempunyai aw dibawah 0,60 dan sangat tahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh mikroba (Fardiaz, 1992). Winarno, (1986) memaparkan bahwa, bahan yang mempunyai aw sebesar 0,7 sudah cukup baik dan tahan selama penyimpanan. Pangan yang disimpan di dalam ruangan yang lembab (Rh tinggi) akan mudah menyerap air, sehingga nilai aktivitas air meningkat. Kenaikan aktivitas air akan mengakibatkan, mikroba mudah tumbuh dan menyebabkan kerusakan pangan.
10
Pangan yang memiliki aw rendah akan kehilangan air, sehingga menjadi kering pada permukaannya. Salah satu cara penyimpanan yang baik terutama untuk produkproduk kering (aw rendah) adalah dengan menyimpan di dalam ruangan yang kering (Rh rendah), atau membungkusnya di dalam kemasan yang kedap air (Fardiaz, 1992). Nilai aktivitas air bahan pangan semi basah menurut Salguero et al., (1994) berkisar antara 0,6-0,91. Nilai aw yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kualitas bahan pangan, akibat adanya jamur dan bakteri yang tumbuh. Aktivitas air merupakan faktor penting yang mempengaruhi kestabilan makanan kering selama penyimpanan (Winarno, 1992). Nilai aktivitas air ini sangat erat kaitannya dengan kecepatan reaksi yang terjadi, seperti reaksi oksidasi lipida dan browning. Daerah II dengan kisaran aw 0,5-0,8 terjadi kenaikan reaksi oksidasi lipida. Hubungan aktivitas air dan kecepatan reaksi dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Hubungan Aktivitas Air dengan Kecepatan Reaksi dalam Bahan Pangan (Winarno, 1992) Laju reaksi relatif dipengaruhi oleh aktivitas air dan kadar air, laju reaksi relatif oksidasi lipida mengalami kenaikan pada bahan pangan yang mempunyai aw 0,4-0,8, kenaikan laju reaksi relatif oksidasi lipida tersebut terjadi pada daerah II. Reaksi oksidasi lipida, disertai dengan reaksi hidrolisis sehingga aktivitas air bertambah tinggi, dan menstimulasi pertumbuhan kapang (aw 0,7), dengan bertambah tingginya aktivitas air, maka laju reaksi relatif oksidasi lipida mengalami titik
11
kestabilan (Nelson dan Labuza, 1992). Daerah I menunjukkan derajat pengikatan air tinggi, sehingga reaksi-reaksi yang terjadi sangat lambat dan tidak teratur. Oksidasi lemak akan meningkat pada daerah II, karena aktivitas katalis meningkat dengan adanya pengembangan volume akibat penyerapan air (Winarno, 1992).
12
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Ilmu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Materi Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi bagian paha atas sebanyak 10 kg. Daging berasal dari sapi Brahman cross, berumur 2,5 tahun dengan bobot 600 kg. Bumbu-bumbu yang digunakan terdiri atas, gula putih, garam, bawang merah, lengkuas, ketumbar. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam pengujian antara lain: 1. pengujian bilangan asam digunakan heksan 250 ml, aseton 100 ml, 50 ml alkohol 95%, KOH 0,0792 N, indikator fenolftalin 1%; 2. pengujian bilangan peroksida digunakan heksan 250 ml, aseton 100 ml, 5 ml KI jenuh, 30 ml asam asetat dan kloroform dengan perbandingan 3: 2, 30 ml akuades, 0,5 ml larutan kanji/amilum 1%, natrium tiosulfat 0,0559 N sebagai pentitrasi; 3. pengujian TBA digunakan akuades, reagen TBA (0,02 M dalam 90% asam asetat glasial, peraksi TBA). Alat Penelitian ini menggunakan peralatan yang terdiri atas : penggorengan, pengukus, alat pengepres manual sedangkan pengukuran tingkat oksidasi menggunakan peralatan yang terdiri atas: labu erlenmeyer 200 ml dan 250 ml, penangas air, buret, pipet mohr, labu erlenmeyer bersumbat, timbangan analitik, tabung reaksi, pendingin, spektrofotometer, labu destilasi 1000 ml.
13
Prosedur Prosedur penelitian terdiri atas dua tahap. Tahap pertama adalah pembuatan abon sapi dan tahap kedua pengukuran tingkat oksidasi pada abon sapi. Tahap Pertama: Pembuatan Abon Sapi Daging segar yang sudah dibersihkan dari lemak, dicuci dan dimasukkan ke dalam panci presto yang berisi air sampai permukaan daging terendam, dimasak sampai empuk selama 30 menit untuk satu kg daging. Daging tersebut diangkat dan ditiriskan diatas nampan yang dialasi kertas buram untuk mempermudah penyerapan air. Daging diremah dengan menggunakan garpu kemudian dicampurkan bumbubumbu yang terdiri atas: garam, ketumbar, lengkuas, gula putih, bawang merah yang telah dihaluskan, dan diaduk sampai bumbu tercampur merata. Remahan daging berbumbu, kemudian digoreng sampai terjadi perubahan warna menjadi agak kecoklatan selama 45 menit dengan suhu penggorengan 172 oC. Abon dikeluarkan minyaknya dengan alat pengepres manual, dan dikeringkan pada suhu 105 oC selama 30 menit. Abon yang sudah matang disimpan diatas nampan yang dialasi kertas minyak sambil diangin-anginkan, kemudian dikemas dengan menggunakan plastik polipropilen. Pengemasan dilakukan dengan cara memasukkan abon sapi sebanyak 35 g untuk masing-masing pengujian, yang terdiri atas bilangan asam dan bilangan peroksida, 10 g untuk pengujian bilangan TBA, masing-masing 5 g untuk pengujian kadar air dan aw. Abon sapi yang sudah dikemas, diberi kode yang menunjukkan waktu pengujian (minggu ke-1,ke-2,ke-3, dan ke-4). Pengkodean pada abon sapi dilakukan secara acak. Perlakuan kontrol (minggu ke-0) langsung diuji setelah produk selesai dibuat. Abon sapi untuk perlakuan penyimpanan, disimpan di dalam lemari tidak tembus cahaya sampai waktu pengujian dilakukan. Formulasi abon sapi disusun berdasarkan persentase dari jumlah daging yang digunakan. Formulasi bahan tambahan sesuai dengan Nopi (2009) terdiri atas: ketumbar halus (3,75 %), bawang merah (3,17%), garam (3,06 %), gula putih (9,16%), lengkuas (5,40%). Metode pembuatan abon sapi yang digunakan berdasarkan modifikasi yang dilakukan Nopi (2009), yang dimodifikasi adalah penambahan proses pengeringan oven dengan suhu 1050C selama 30 menit, setelah tahap pengeluaran minyak (penirisan). Formulasi abon sapi yang digunakan dapat 14
dilihat pada Tabel 3, sedangkan proses pembuatan abon sapi sebelum dimodifikasi ditunjukkan dengan diagram alir pada Gambar 4 dan setelah dilakukan modifikasi dapat dilihat pada Gambar 5. Tabel 3. Formulasi Abon Sapi Bahan Daging sapi
Persentase (%)
Bobot (g)
75,46
419,39
Ketumbar halus
3,75
20,87
Bawang merah
3,17
17,60
Garam
3,06
17,03
Gula putih
9,16
50,89
Lengkuas
5,40
30,02
Total
100
555,80
Sumber: Nopi (2009)
Daging segar bebas lemak
Daging remahan berbumbu
Di goreng dengan suhu 172 oC selama 45 menit sampai berwarna kecoklatan
Direbus selama 30 menit sampai tekstur daging lunak
diangkat dan ditiriskan
Ditambahkan bumbu (lengkuas, ketumbar halus, gula putih, garam)
Daging di remah dengan menggunakan garpu
Diangkat dan dipres selama 30 menit sampai minyaknya keluar
Diaduk dan di angin-anginkan serta dilakukan pemisahan sampai abon terurai dan dingin kemudian dikemas.
Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Abon Sapi (Nopi, 2009)
15
Daging segar bebas lemak
Daging remahan berbumbu
Di goreng dengan suhu 172 oC selama 45 menit sampai berwarna kecoklatan
Di lakukan pengkodean secara acak sesuai dengan waktu pengujian (minggu ke 1,2,3,4) dan disimpan diruangan tertutup
Direbus selama 30 menit sampai tekstur daging lunak
diangkat dan ditiriskan
Ditambahkan bumbu (lengkuas, ketumbar halus, gula putih, garam)
Daging di remah dengan menggunakan garpu
Diangkat dan dipres selama 30 menit sampai minyaknya keluar
Diaduk dan di angin-anginkan serta dilakukan pemisahan sampai abon terurai dan dingin
Di kemas dengan plastik polipropilen dan ditimbang beratnya sesuai kebutuhan
Di keringkan dengan suhu 1050C selama 30 menit
Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Abon Sapi (Modifikasi Nopi, 2009) Tahap Kedua: Pengujian Oksidasi Lemak Pengujian oksidasi lemak pada abon sapi terdiri atas: bilangan asam, bilangan peroksida dan bilangan asam tiobarbiturat. Pengujian kadar air dan aktivitas air digunakan sebagai data pendukung untuk menganalisis intensitas reaksi oksidasi. 1. Pengujian Bilangan Asam (Apriyantono, 1989). Sampel abon sapi sebanyak 35 g diekstraksi dengan mencampurkan larutan heksan dan aseton dengan perbandingan 800:100 ml, kemudian dikocok selama satu jam sampai abon sapi larut dalam campuran heksan dan aseton, lalu disaring dengan menggunakan kertas saring. Lemak hasil saringan kemudian dipisahkan dengan menggunakan mesin evaporator sampai minyak dan larutan terpisah. Minyak atau lemak yang akan diuji, ditimbang
16
2,5 g di dalam labu erlenmeyer 200 ml, ditambahkan 25 ml alkohol netral 95 %, kemudian dipanaskan selama 10 menit dalam penangas air sambil diaduk. Larutan tersebut kemudian dititar dengan KOH 0,0792 N dengan indikator larutan fenolftalein 1 % di dalam alkohol, sampai tepat terlihat warna merah jambu, setelah itu dihitung jumlah milligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram minyak atau lemak. Bilangan asam (mg KOH/g sampel) =
A x N x 56,1 G
Keterangan : A
: jumlah ml KOH untuk titrasi
N
: normalitas larutan KOH
G
: bobot contoh (gram)
56,1 : bobot molekul KOH 2. Pengujian Bilangan Peroksida (AOAC, 1997). Sampel abon sapi sebanyak 35 g diekstraksi dengan mencampurkan larutan heksan dan aseton dengan perbandingan 800: 100 ml, kemudian dikocok selama satu jam, sampai abon sapi larut dalam campuran heksan dan aseton, lalu disaring dengan menggunakan kertas saring. Lemak hasil saringan kemudian dipisahkan dengan menggunakan mesin evaporator, sampai minyak dan larutan terpisah. Minyak ditimbang sebanyak 2,5 g, ditambahkan 15 ml asam asetat-kloroform dengan perbandingan 3 : 2, kemudian ditambahkan 0,25 ml KI jenuh, diaduk selama satu menit, ditambahkan 15 ml aquades, selanjutnya dilakukan titrasi dengan natrium tiosulfat 0,05 N. Sebelum dilakukan titrasi, dilakukan standardisasi natrium tiosulfat 0,05 N terlebih dahulu, kemudian dilakukan pengocokan sampai warna kuning hampir hilang, ditambahkan 0,25 ml larutan kanji/amilum 1 % dan dilakukan titrasi kembali, kocok sampai warna biru menghilang. Nilai peroksida didapatkan dari perhitungan: Nilai peroksida (milliequivalent peroksida/kg sampel) = S x N x 100/g sampel Keterangan : S : titrasi sampel (ml natrium tiosulfat) N : normalitas larutan natrium tiosulfat
17
3. Bilangan Asam Tiobarbiturat (TBA) (Tarlagdis et al., 1960). Ketengikan pada produk yang mengandung lemak atau minyak, dapat dilakukan pengukuran bilangan asam tiobarbiturat melalui pengukuran kadar malonaldehida yang terbentuk. Sampel abon ditimbang sebanyak 10 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu destilasi dan ditambahkan aquades 50 ml. Larutan sampel kemudian ditambahkan 1,5 ml HCl (4 mol) sampai pH menjadi 1,5. Destilasi sampel abon dilakukan dengan pemanasan selama 10 menit. Hasil destilasi sebanyak 0,5 ml ditambahkan 0,5 ml reagen TBA lalu ditutup (reagen TBA terdiri atas 0,02 M TBA dalam 90% asam asetat glasial). Tabung ditutup dan dipanaskan selama 35 menit dalam air mendidih, didinginkan. Absorbansi destilat diukur pada panjang gelombang 528 nm, dengan larutan blanko sebagai titik nol. Larutan blanko dibuat dari campuran 0,5 ml air suling ditambah 0,5 ml pereaksi TBA. Bilangan TBA kemudian dihitung dengan rumus: Bilangan asam tiobarbiturat (mg malonaldehida/kg) = 7,8 x Absorbansi 4. Pengujian Kadar Air (SNI, 1992). Sebanyak dua gram sampel dimasukkan ke dalam cawan porselen yang sudah diketahui bobotnya. Selanjutnya dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 oC selama 3 jam dan didinginkan dalam eksikator. Berat sampel yang hilang diukur sebagai kadar air. Kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kadar air (%BB) = Berat sampel (segar-kering) x 100% Berat sampel segar 5. Pengujian Aktivitas Air (Syarief dan Halid, 1993). Aw meter sebelum digunakan dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan larutan NaCl jenuh. Larutan NaCl jenuh tersebut dimasukkan ke dalam chamber pengukur alat, dan setelah menekan tombol start tunggu sampai nilai aw terbaca 0,750-0,752. Sampel dimasukkan ke dalam chamber contoh selanjutnya ditekan tombol start dan contoh akan terukur serta terbaca oleh alat.
18
Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK). Perlakuan dalam penelitian ini adalah lama simpan (minggu ke-0, ke-1, ke-2, ke-3, ke-4 ). Dikelompokkan berdasarkan perbedaan hari pembuatan. Model matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Yijk = μ+Bi+Pj+εijk Keterangan: Yijk: respon percobaan karena pengaruh kelompok ke-i, lama penyimpanan taraf kej, dan sampel ke-k μ : rataan umum dari peubah yang diamati Bi : pengaruh kelompok ke-i, (i = 1, 2, 3 ) Pj : pengaruh lama penyimpanan ke-j, (j = 0, 1, 2, 3, 4 minggu) ∑ijk: pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-i, lama penyimpanan ke-j, , sampel ke-k. Analisis Data Data yang didapatkan dianalisis dengan MINITAB 14. Data diuji pemenuhan asumsi untuk ANOVA terlebih dahulu, yang terdiri atas uji kenormalan, uji keaditifan, uji kehomogenan dan uji kebebasan galat. Apabila telah memenuhi semua asumsi tersebut, maka data dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA). Jika hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh perlakuan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Tukey. Apabila data tidak memenuhi untuk dianalisis ragam maka dilakukan uji non parametrik (friedman test).
19
HASIL DAN PEMBAHASAN Oksidasi Lemak Abon Sapi Pengaruh lama simpan terhadap oksidasi lemak abon sapi yang meliputi perubahan bilangan asam, bilangan peroksida dan bilangan TBA selama penyimpanan 0, 1, 2, 3, 4 minggu dapat dilihat pada Gambar 6. Analisis ragam menunjukkan bahwa perubahan bilangan asam, peroksida, dan TBA tidak dipengaruhi secara nyata oleh lama penyimpanan. Hal tersebut terjadi karena nilai galat pengujian yang terlalu besar dan disebabkan oleh faktor luar seperti fluktuasi suhu ruang penyimpanan, kelembaban relatif, pengemas yang digunakan dan ketelitian alat. BMKG (2009), menyatakan bahwa suhu wilayah Bogor (Dramaga) pada bulan Agustus-September 2009 berkisar antara 24 ºC sampai dengan 34 ºC dengan kelembaban relatif 73%-74%. Fluktuasi suhu dan kelembaban relatif wilayah Bogor merupakan salah satu penyebab tingginya galat pengujian. Hasil pengujian menunjukkan bahwa asam lemak bebas pada abon sapi selama penyimpanan memperlihatkan perubahan yang semakin meningkat. Hal ini diduga karena lemak pada abon sapi hasil penelitian mengalami reaksi hidrolisis. Reaksi hidrolisis tersebut mengubah lemak menjadi asam lemak bebas dan gliserol, reaksi hidrolisis ini mengawali reaksi oksidasi. Oksidasi pada abon sapi yang disimpan selama empat minggu berjalan dengan lambat, hal tersebut disebabkan karena suhu penggorengan abon sapi pada penelitian ini 172,2 oC. Menurut Nazieb (2009), apabila suhu penggorengan lebih tinggi dari suhu normal (168-196 oC), akan menyebabkan degradasi lemak sehingga laju oksidasi berjalan cepat. Pengaruh lama simpan terhadap perkembangan oksidasi lemak abon sapi selama penyimpanan dan kadar air dapat dilihat pada Tabel 4. Grafik hubungan antara bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan asam tiobarbiturat dapat dilihat pada Gambar 6. Bilangan asam telah terbentuk pada awal penyimpanan. Hal ini mengindikasikan bahwa reaksi oksidasi pada abon sapi telah terjadi selama proses pengolahan. Proses oksidasi berlangsung dengan diawali oleh terabstraksinya ikatan ion hidrogen dari asam-asam lemak bebas yang terdapat pada abon sapi. Ikatan tersebut akan terurai dan digantikan dengan oksigen membentuk senyawa radikal, kemudian be-
20
reaksi kembali menjadi senyawa peroksida radikal (Buck,1991). Hasil dari reaksi tersebut dapat terlihat dengan terbentuknya senyawa peroksida di dalam abon sapi. Tabel 4. Bilangan Asam, Peroksida, TBA dan Kadar Air Abon Sapi Selama Penyimpanan Lama Simpan (minggu) Peubah Oksidasi
0
1
2
3
4
0,37±0,08
0,44±0,15
0,56±0,23
1,14±0,78
0,92±0,69
1,34±0,43
1,22±0,46
1,49±0,48
1,89±0,82
1,42±0,57
Bilangan TBA (malonaldehida/kg contoh)
0,29±0,06
0,37±0,07
0,23±0,03
0,33±0,02
0,33±0,03
Kadar air (%)
20,34±5,85
23,31±8,43
20,63±7,45
21,71±7,07
21,78±8,38
Bilangan Asam (mg KOH/g contoh) Bilangan Peroksida (milliequivalent peroksida/kg contoh)
2 1.8 1.6
(konsentrasi)
1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 minggu ke-0
minggu ke-1
minggu ke-2
minggu ke-3
minggu ke-4
(lama simpan) bilangan asam (mg KOH/g contoh) bilangan peroksida (milliequivalen peroksida/kg contoh) bilanganTBA (malonaldehida/kg contoh)
Gambar 6. Grafik Pola Pembentukan Bilangan Asam, Bilangan Peroksida, dan Bilangan Asam tiobarbiturat Selama Penyimpanan
21
Bilangan peroksida selama penyimpanan 4 minggu memperlihatkan perubahan yang terus meningkat sebagai akibat dari terjadinya proses oksidasi. Hasil akhir dari oksidasi akan terbentuk senyawa baru yang lebih stabil, yaitu senyawa aldehida. Terbentuknya senyawa aldehida pada abon sapi sebagai hasil akhir dari reaksi oksidasi, dapat diketahui dengan mengukur bilangan asam tiobarbiturat. Kondisi tersebut sesuai dengan Ketaren (2008) yang menyatakan bahwa, reaksi hidrolisis akan mengawali reaksi oksidasi lemak. Reaksi oksidasi lemak dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida, selanjutnya akan terurai asamasam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehida dan keton serta asam-asam lemak bebas. Bilangan Asam Abon Sapi Selama Penyimpanan Penentuan bilangan asam dilakukan untuk mengetahui banyaknya asam lemak bebas dalam minyak atau lemak. Nilai bilangan asam yang terbentuk merupakan salah satu indikasi bahwa lemak akan mengalami reaksi oksidasi. Kisaran bilangan asam yang terbentuk adalah 0,37 mg KOH/g contoh sampai dengan 1,14 mg KOH/g contoh. Analisis ragam menunjukkan bahwa, perubahan bilangan asam tidak dipengaruhi oleh lama penyimpanan, tetapi reaksi hidrolisis telah terjadi pada proses penggorengan. Gambar 6 menunjukkan bahwa bilangan asam pada lama penyimpanan 0, 1, 2, 3, 4 minggu mengalami perubahan. Bilangan asam tertinggi terdapat pada penyimpanan minggu ke-3 (1,14 mg KOH/g contoh). Pada penyimpanan minggu ke-3, diindikasikan telah terjadinya proses oksidasi yang disusul dengan proses hidrolisis trigliserida yang disebabkan oleh adanya air, sehingga terjadi kenaikan jumlah asam lemak bebas dalam lemak (Ketaren, 2008). Hidrolisis trigliserida akan menghasilkan asam lemak jenuh dan tidak jenuh, jika terkena udara bebas, trigliserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh cenderung mengalami autooksidasi. Molekul oksigen dalam udara dapat bereaksi dengan asam lemak, sehingga memutuskan ikatan gandanya menjadi ikatan tunggal dan menyebabkan minyak mengalami ketengikan (Silalahi et al., 2002). Semakin lama penyimpanan menyebabkan lemak yang ada pada produk akan terhidrolisis menjadi asam-asam lemak bebas. Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral dan pada
22
konsentrasi sampai 15 persen, belum menghasilkan flavor yang tidak disenangi (Ketaren, 2008). Bilangan asam mengalami penurunan pada minggu ke-4. Penurunan bilangan asam tersebut diduga karena pengaruh beberapa jenis jamur, ragi, dan bakteri yang mampu mendegradasi protein yang menghasilkan amoniak. Amoniak akan larut dalam cairan sehingga akan ikut terdeteksi dalam penghitungan bilangan asam. Kondisi tersebut sejalan dengan Ketaren (2005) yang menyatakan bahwa, mikroba akan menghasilkan enzim yang dapat memecahkan protein dalam bahan pangan berlemak, sehingga menghasilkan bau dan rasa tidak enak, misalnya persenyawaan indole, skatole, hidrogen sulfit, metilamin, dan amoniak. Amoniak memiliki sifat basa yang dapat menyebabkan bilangan asam menurun. Selain mendegradasi protein, bakteri diduga memiliki kemampuan untuk mendegradasi lemak pada abon sapi sehingga membentuk senyawa lain yang bersifat basa. Kondisi tersebut sejalan dengan Suyasa (2006), yang menyatakan bahwa, lemak dan minyak merupakan senyawa ester dari turunan alkohol yang tersusun dari atom karbon, hidrogen dan oksigen. Lemak sukar diuraikan oleh bakteri tetapi dapat dihidrolisa oleh alkali sehingga membentuk senyawa sabun yang mudah larut. Ketaren (2008) menyatakan bahwa mikroba yang tumbuh dalam kondisi anaerobik dapat mengubah asam lemak bebas menjadi karbon dioksida dan metan. Bilangan Peroksida Abon Sapi Selama Penyimpanan Bilangan peroksida merupakan indikator yang sangat sensitif terhadap penurunan oksidasi lemak. Peroksida dan hidroperoksida dari minyak dan lemak keberadaannya merupakan indikator dalam penurunan flavor. Perbandingan yang tidak stabil pada suhu kamar menghasilkan off flavor. Kisaran bilangan peroksida yang terbentuk, adalah 1,22 miliequivalen/kg contoh sampai dengan 1,89 miliequivalen/kg contoh. Analisis ragam memperlihatkan bahwa perubahan bilangan peroksida tidak dipengaruhi oleh lama penyimpanan, tetapi reaksi pembentukan senyawa radikal peroksida tetap berlangsung dan mengalami peningkatan. Gambar 6 memperlihatkan bahwa bilangan peroksida pada lama penyimpanan 0, 1, 2, 3, 4 minggu mengalami perubahan. Perubahan tersebut mengindikasikan bahwa proses oksidasi lemak yang berlangsung berada pada tahap propagasi dengan dihasilkannya senyawa radikal peroksida yang labil. Menurut Buck (1991) tahap pro-
23
pagasi adalah tahap pembentukan radikal-radikal peroksida yang membentuk reaksi berantai dan akan dipercepat oleh adanya cahaya, katalis, kelembaban udara. Bilangan peroksida pada penyimpanan minggu ke-3, lebih tinggi dari penyimpanan minggu ke-0 (kontrol). Bilangan peroksida pada minggu ke-3 menunjukkan nilai tertinggi (1,89 miliequivalen/kg contoh), kemudian mengalami penurunan pada minggu ke-4 (1,42 miliequivalen/kg contoh). Penurunan tersebut terjadi karena senyawa peroksida mengalami dekomposisi, sehingga lemak hanya mengandung sejumlah kecil peroksida. Terdekomposisinya senyawa peroksida menunjukkan reaksi oksidasi berada pada tahap terminasi, pada tahap terminasi ini peroksida yang terdekomposisi menghasilkan senyawa organik berantai pendek seperti, aldehida, keton, alkohol dan asam lemak bebas. Senyawa yang dihasilkan tersebut dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan (Ketaren, 2008). Hubungan antara aktivitas air (aw) dengan bilangan peroksida, menurut Bangun, (1987) semakin tinggi aktivitas air (aw) maka bilangan peroksida akan semakin tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan penelitian bahwa aktivitas air (aw) yang tinggi berkisar antara 0,72-0,74 akan menghasilkan bilangan peroksida yang tinggi (2,20 miliequivalen/kg sampel). Bilangan peroksida yang tinggi disebabkan oleh reaksi hidrolisis, hidrolisis pada lemak (lipolisis) dapat dilakukan oleh enzim, suhu pemanasan yang tinggi, dan kandungan uap air, sehingga membebaskan asam lemak bebas. Pelepasan asam lemak rantai pendek akibat hidrolisis berperan dalam kenaikan
bilangan
peroksida.
Suhu
penyimpanan
produk
makanan
ikut
mempengaruhi kenaikan bilangan peroksida, kenaikan bilangan peroksida yang signifikan terjadi pada suhu 45-50 oC. Bilangan Asam Tiobarbiturat (TBA) Abon Sapi Selama Penyimpanan Pengujian bilangan asam tiobarbiturat dilakukan untuk mendeteksi oksidasi lemak pada tahap terminasi. Penilaian ini berguna untuk mengetahui ketengikan yang terjadi pada abon sapi. Kisaran bilangan TBA yang terbentuk adalah 0,23 malonaldehida/kg contoh sampai dengan 0,37 malonaldehida/kg contoh. Analisis ragam menunjukkan bahwa perubahan bilangan asam tiobarbiturat tidak dipengaruhi oleh lama penyimpanan, tetapi reaksi pembentukan malonaldehida tetap berlangsung dan meningkat dari minggu ke-0 sampai minggu ke-1.
24
Bilangan asam tiobarbiturat pada abon sapi secara umum mengalami peningkatan nilai. Menurut Kuo dan Chu (2003), nilai asam tiobarbiturat memiliki korelasi positif dengan kandungan lemak produk dan meningkat sejalan dengan meningkatnya lama simpan untuk semua jenis produk daging. Meningkatnya bilangan asam tiobarbiturat mengindikasikan telah terjadinya reaksi oksidasi lemak. Gambar 6 memperlihatkan bahwa bilangan asam tiobarbiturat tertinggi terjadi pada minggu ke-1 (0,37 malonaldehida/kg contoh). Menurut Kuo dan Chu (2003), nilai bilangan asam tiobarbiturat yang berkisar antara 0,5-2,0 malonaldehida/kg contoh, telah mengindikasikan adanya flavor tengik pada produk daging. Kerusakan oksidatif pada daging dapat dilihat dari besarnya bilangan asam tiobarbiturat. Batas maksimum bilangan asam tiobarbiturat yang masih dapat diterima sebesar 2,0 mg malonaldehida per kg daging. Lebih dari batas tersebut maka daging dianggap tengik dan tidak layak untuk dikonsumsi (Campo et al., 2006). Pada minggu ke-2 terjadi penurunan bilangan asam tiobarbiturat hal tersebut diakibatkan karena malonaldehida yang menguap saat proses destilasi. Malonaldehida merupakan senyawa yang larut di dalam air sehingga mudah menguap yang menyebabkan tidak terdeteksinya senyawa ini. Kadar dan Aktivitas Air Abon Sapi Selama Penyimpanan Kadar air memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan daya awet dari bahan makanan karena dapat mempengaruhi sifat fisik, kimia, perubahan mikrobiologi, dan perubahan enzimatis. Kadar air berfungsi sebagai pengontrol terjadinya oksidasi lemak. Analisis ragam memperlihatkan bahwa, perubahan kadar air tidak dipengaruhi oleh lama penyimpanan. Kisaran kadar air sebesar 20,34% sampai dengan 23,31%. Nilai kadar air abon sapi lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kadar air menurut Dewan Standardisasi Nasional (1995), kadar air abon sapi maksimal yaitu 7%. Kadar air yang terdapat pada abon sapi pada awal penyimpanan sangat tinggi (20,34%). Tingginya kadar air disebabkan oleh waktu penggorengan abon sapi yang singkat yaitu 45 menit dengan suhu penggorengan 172,2 oC. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Buckle et al., (1987), bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan adalah, sifat fisik produk, suhu penggorengan, alat pengeringan, kelembaban dan kecepatan udara.
25
Kadar air abon hasil penelitian akan menentukan mutu abon sapi serta akan mempengaruhi pengujian lanjut laju oksidasinya. Oksidasi lemak yang terjadi pada abon sapi akan lebih tinggi dibandingkan dengan oksidasi lemak pada abon komersial. Hal ini sesuai dengan pendapat Labuza dan Nelson (1992), bahwa oksidasi lemak berada pada titik minimum apabila kadar airnya rendah. Oksidasi lemak dapat diperlambat dengan menggunakan pengemas vakum pada produk daging. Oksidasi lemak pada keadaan tersebut selama penyimpanan relatif kecil tetapi proses oksidasi lemak tetap berlangsung. Persentase kadar air meningkat pada penyimpanan minggu ke-1, kenaikan kadar air tersebut diduga karena pengaruh suhu lingkungan dan kelembaban relatif (Rh), sesuai dengan pendapat Winarno (1992), bahwa kadar air bahan rendah, sedangkan kelembaban relatif disekitarnya tinggi, maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab dan kadar airnya menjadi lebih tinggi. Kisaran suhu kota Bogor (Dramaga) pada bulan Agustus-September menurut Badan Meteorogi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) (2009), yaitu 24 oC sampai 34 oC sedangkan kelembaban nisbi berkisar antara 73%-74%. Terjadinya fluktuasi suhu lingkungan dan kelembaban relatif dapat mempercepat terjadi penyerapan uap air dari lingkungan. Peningkatan kadar air dapat juga disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme yang mulai tumbuh pada abon sapi. Mikroorganisme akan menggunakan sumber karbohidrat yang terkandung dalam abon sapi sebagai sumber energi. Karbohidrat akan dipecah oleh mikroorganisme menjadi karbondioksida, air dan energi. Air sebagai hasil dari pemecahan karbohidrat tersebut akan menyebabkan kenaikan kadar air. Lunggani (2007), menyatakan bakteri asam laktat, baik yang bersifat homofermentatif maupun heterofermentatif memanfaatkan substrat yang tersedia pada lingkungannya dengan hasil akhir berupa energi dan asam-asam lemah seperti asam laktat, asam asetat, CO2, dan H2O. Fardiaz (1992), menyatakan bahwa yeast yang bersifat oksidatif (respirasi) memecah gula (glukosa) menjadi karbondioksida dan air yang dipergunakan untuk energi. Yanti et al.(2008) menambahkan bahwa hasil metabolisme bakteri antara lain adalah air yang dapat meningkatkan kadar air daging. Semakin tinggi total koloni bakteri pada daging maka semakin tinggi pula kadar airnya. Mikroorganisme yang
26
menyerang bahan pangan berlemak biasanya termasuk pada tipe mikroba nonpatologi, beberapa jenis jamur, ragi, dan bakteri mampu menghidrolisis molekul lemak (Ketaren, 2005). Pertumbuhan kapang yang terjadi pada abon sapi juga dipengaruhi oleh aktivitas air. Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas air pada abon sapi sebesar 0,72. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan standar mutu makanan yang mengandung kadar garam dan gula tinggi yaitu dibawah 0,6 (Fardiaz, 1992). Menurut Winarno (1986), bahan yang mempunyai aw sekitar 0,7 sudah cukup baik dan tahan selama penyimpanan. Nilai aktivitas air akan sangat mempengaruhi laju oksidasi lipida sebab aktivitas air dapat mempengaruhi aktivitas dari katalis logam yang merupakan katalis terjadinya oksidasi lipida, dalam sistem lemak dan berbagai bahan pangan mengandung lemak, laju oksidasi sangat bergantung pada aktivitas air. Bahan pangan yang memiliki kadar air sangat rendah (aw < 0,1), oksidasi berlangsung sangat cepat dan pada aktivitas air lebih tinggi (aw = 0,55-0,85), laju oksidasi kembali meningkat, yang disebabkan oleh meningkatnya mobilisasi katalis dan oksigen (Labuza dan Nelson 1992). Tingginya aktivitas air pada abon sapi memiliki potensi yang sangat besar untuk tercemar mikroorganisme, stabilitas mikrobiologis pada produk daging akan tergantung pada aktivitas air, pH, dan temperatur (Kuo dan Chu, 2003). Aktivitas air pada produk daging akan meningkat seiring dengan penurunan kandungan lemak. Jumlah mikroorganisme pada produk daging relatif tinggi selama penyimpanan. Kontaminasi mikroorganisme dapat terjadi selama penanganan, pengemasan, penyimpanan dan pengambilan sampel saat dilakukan analisis (Devatkal, 2004).
27
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Abon sapi hasil penelitian belum menunjukkan kerusakan oksidatif secara nyata selama penyimpanan empat minggu yang ditunjukkan oleh nilai-nilai peubah oksidasi lemak yang berada dibawah batas maksimal, namun demikian abon sapi telah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan jamur akibat tingginya kadar air. Saran Proses pengolahan perlu diperbaiki agar mendapatkan nilai kadar air abon sapi sesuai dengan SNI dan diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap penyimpanan abon sapi dengan lama simpan yang lebih lama. Selain itu, diperlukan analisis mikroba abon sapi untuk mengetahui kerusakan mikrobiologis yang terjadi selama penyimpanan.
28
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi kekasih Allah, Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat serta para pengikutnya sampai akhir zaman. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuti Suryati, S.Pt., M.Si., dan Zakiah Wulandari S.T.P., M.Si., yang telah membimbing, mengarahkan, meluangkan waktu serta membantu penulis, mulai saat penyusunan proposal, tahap penulisan skripsi dan ujian akhir sarjana. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Zakiah Wulandari S.T.P., M.Si, sebagai pembimbing akademik dan telah menjadi ibu yang senantiasa memberikan bimbingan, semangat, dan do’a yang tulus. Kepada Ir. Hj. Sri Rahayu M.Si., Dr. Ir. Erika B. Laconi M.S. dan Ir. Lucia Cirila ENSD M.S. yang telah memberikan masukan serta arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Sudikman dan Ibunda Tuti Setiawati yang senantiasa memberikan kasih sayangnya yang tulus, mengajarkan, mendidik dan mendoakan yang terbaik untuk keberhasilan penulis, karena tanpa pengorbanan dan dukungannya, mustahil penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih kepada adinda tercinta Epi Kurniasari dan sepupu tercinta Rena Lestari yang selalu memberikan do’a dan semangat sehingga penulis bisa menyelesaikan studi selama di IPB, serta seluruh keluarga besar yang ada di Ciamis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Mashudi, Ibu Iyom dan teman-teman seperjuangan (Erven Hamida dan Murnie Prirahayu Handoyo) yang telah membantu penulis dan memberikan banyak pelajaran, sahabat-sahabat tercinta yang telah menorehkan warna pelangi dalam kehidupan penulis, serta temanteman di Famm Al-An’aam dan teman-teman IPTP 42, keluarga besar Wisma Ayu Depan terutama Henty Sylvia Nury atas segala dukungan, semangat, waktu, kesabaran, perhatian dan nasehat yang selalu diberikan. Terakhir, penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Bogor, Januari 2010
Penulis 29
DAFTAR PUSTAKA Abon. Standar Industri Indonesia (SII) No. 0368-80, 0368-85. [http://www.iptek. net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=6&doc=6e03] [ 25 Juni 2009 ]. Alwafaz, M., J.S. Smith and I.J. Jeon. 1994. Maillard reaction product as antioxidants in pre-cooked ground beef. Journal of Food Chemistry 51 : 311318. Apriyantono, A., D. Fardiaz., N.L. Puspitasari., Sedanmawati dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Association of Official Analytical Chemistry (AOAC). 1997. Offical Method of Peroxide Value of Oils and Fats. The Association of Analytical Chemists Inc., Arlington, Virginia. Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2009. Prakiraan Musim. [http://www.iklim.bmg.go.id/prakiraanmusim.asp] [16 Januari 2010].
Balentine, C.W., P.G. Crandall, C.A. O’Bryan., D.Q. Duong and F.W. Pohlman. 2006. The pre- and post-grinding application of rosemary and its effects on lipid oxidation and color during storage of ground beef. Journal of Meat Science 73: 413-421. Bangun, Y. 1980. Mempelajari oksidasi lemak dan stabilitas model sistem pangan semi basah pada aw, kandungan protein dan lama penyimpanan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Buck , D.F. 1991. Antioxidants. Dalam: J. Smith (Edit). Food Additive User’s. Elsevier Applied Science, London. Buckle, K.A., R.A. Edward., G.H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: H.Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Belitz, H.D and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Jakarta. Campo, M.M., G.R. Nute., S.I. Hughes., M. Enser., J.D. Wood., and R.I. Richardson. 2005. Flavour perception of oxidation in beef. Jurnal of Meat Science 72: 303-311. Choe, E and D.B. Min. 2006. Mechanism and factors for edible oil oxidation. Comperhensive Reviews in Food Science and Food Safety 5: 169-186. Devatkal, S., S.K. Mendiratta and N. Kondaiah. 2004. Quality characteristic of loaves from buffalo meat, liver and vegetables. Journal of Meat Science 67: 377-383. Dewan Standardisasi Nasional. 1992. Cara Uji Minyak dan Lemak. SNI 01-35551992, Jakarta.
30
Dewan Standardisasi Nasional. 1992. Kadar Air (Metode Oven). SNI 01-2891-1992, Jakarta. Dewan Standardisasi Nasional. 1992. Penentuan Angka Asam. SNI 01-3159-1992, Jakarta. Dewan Standardisasi Nasional. 1995. Abon Sapi. SNI 01-3707-1995, Jakarta. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Flick, Gg. J., G.P. Hong and G.M. Knobl. 1992. Lipid oxidation of seafood during storage. Dalam: A.J.St. Angelo (Edit). Lipid Oxidation in Food. American Chemical Society, Washington. Guardia, M.D., L. Guerrero., J. Gelabert., P. Gou and J. Arnau. 2006. Consumer attitude towards sodium reduction in meat products and acceptability of fermented sausages with reduced sodium content. Journal of Meat Science 73: 484-490. Hudson, B.J.F. 1983. Evaluation of oxidative rancidity techniques. Dalam: J.C. Allen dan R.J. Hamilton (Edit). Rancidity in Foods. Applied Science Publishers, London and New York. Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Kuo, C.C and C.Y. Chu. 2003. Quality characteristic of Chinese sausages made from PSE pork. Journal of Meat Science 64: 441-449. Leksono, 1989. Studi tentang pengaruh perbedaan konsentrasi larutan garam dan variasi pembungkusan terhadap kualitas ikan layang (Decapterus russelli) asin kering selama masa simpan 30 hari. Skripsi. Universitas Brawijaya, Malang. Lunggani, A.T. 2007. Kemampuan bakteri asam laktat dalam menghambat pertumbuhan dan produksi aflatoksin B2 Aspergillus flavus. Journal of Meat Science 64: 441-449. Nazieb, A. 2009. Food Science and Technology. Universitas Negeri Surakarta, Surakarta. Nelson, K.A and T.P. Labuza. 1992. Relationship between water and lipid oxidation rates Dalam: A. J. St.Angelo (Edit). Lipid Oxidation in Food. American Chemical Society, Washington. Nopi. 2009. Abon Rajawali Khas Ciamis. http://tribunjabar.co.id/artikel_view. php?id=21685&kategori=22 [ 25 Juli 2009]. Pandisurya, C. 1983. Pengaruh jenis barang dan penambahan tepung terhadap mutu bakso. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Perdana, A. 2009. Proses Pembuatan Abon Sapi. http://perdanaangga.word-press. com/2009/06/04proses-pembuatan-abon-dan-nugget/ [26 Desember 2009].
31
Poulanne, E.J., M.H. Rusunen and J. I. Vainionpaa. 2001. Combined effects of NaCl and raw meat pH on water-holding in cooked sausage with and without added phosphate. Jurnal of Meat Science 58: 1-7. Purnomo. 1997. Studi tentang stabilitas protein daging kering dan dendeng selama penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang. Rossell, J.B. 1983. Measurement of rancidity. Dalam: J.C. Allen dan R. J. Hamilton (Edit). Rancidity in Foods. Applied Science Publishers, London and New York. Saghir, S., K.H. Wagner and I. Elmadfa. 2005. Lipid oxidation of beef fillets during braising with different cooking oils. Journal of Meat Science 38: 341-346. Salguero, J.F., R. Gomez and M.A. Carmona. 1994. Water activity of Spanish intermediate-moisture meat products. Journal of Meat Science 38: 341-346. Sianturi, R. 2000. Kandungan gizi dan palatabilitas abon daging sapi dengan kacang tanah (Arachis hypogaea linn) sebagai bahan pencampur. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Silalahi, J dan S.D.R. Tampubolon. 2002. Asam lemak trans dalam makanan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 8 (2): 184-188. Simpen, I.N. 2008. Isolasi cashew nut shell liquid dari kulit biji jambu mente (Anacardium occidentale L) dan kajian beberapa sifat fisikokimianya. Jurnal Kimia 2 (2): 71-76. Soeparno. 2005. Ilmu dan Tekhnologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: B. Soemantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sumarsono, J, dan H.A Sirajudin. 2008. Penentuan lama sentrifuge minyak abon daging sapi. Makalah Penunjang Seminar Nasional. Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Mataram. Suyasa, I.W.B. 2006. Isolasi bakteri pendegredasi minyak/lemak dari dari beberapa sedimen perairan tercemar dan bak penampung limbah. Jurnal Kimia. [ejournal.unud.ac.id/abstract/5.pdf] [2 Pebruari 2010]. Syarief, R., dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan Press, Jakarta. Tarlagdis, B.G.B.M., Watts, M.T. Younathan and L.R. Duggan. 1960. A. destilation method for the quantitative determination of malonaldhyde in rancid foods. Journal of American Oil Chemists Society 37: 44-48. Usmiati, S., dan A.Priyanti. 2008. Sifat fisikokimia dan palabilitas bakso daging kerbau. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
32
[peternakanlitbang.deptan.go.id/publikasi/lokakarya/lkbo 06-15.pdf] [2 Pebruari 2010]. Vercellotti, J.R., A.J.St. Angelo and A.M. Spainer. 1992. Lipid oxidation in foods Dalam: A. J. St.Angelo (Edit). Lipid Oxidation in Food. American Chemical Society, Washington. Waturaka, F.Y. 2002. Komposisi kimia dan daya terima abon dari daging sapi dan ayam petelur afkir pada cara pemasakan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta. Winarno, F.G. 1994. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yanti, H., Hidayati dan Elfawati. 2008. Kualitas daging sapi dengan kemasan plastik PE (Polyethylene) dan plastik PP (Polypropylene) di pasar arengka kota pekanbaru. Jurnal Peternakan 5: 22-27.
33
LAMPIRAN
34
Lampiran 1. Analisis Ragam Bilangan Asam Abon Sapi Selama Penyimpanan Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhit
P
Perlakuan
4
1,29403
0,32351
2,37
0,1394
Kelompok
2
1,22932
0,61466
4,50
Error
8
1,09341
0,13668
Total
14
3,61676
Keterangan : P<0,05 = Nyata
Lampiran 2. Analisis Ragam Bilangan Peroksida Abon Sapi Selama Penyimpanan Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhit
Perlakuan
4
0,79883
0,19971
0,91
Kelompok
2
1,46825
0,73413
3,33
Error
8
1,76481
0,22060
Total
14
4,03189
P 0,5045
Keterangan : P<0,05 = Nyata
Lampiran 3. Uji Non Parametrik Bilangan Asam tiobarbiturat Abon Sapi Selama Penyimpanan Perlakuan
N
Nilai Tengah
Total Rank
Rataan Rank
0
3
0.298
7.5
2.50
1
3
0.368
12.0
4.00
2
3
0.238
4.0
1.33
3
3
0.336
10.5
3.50
4
3
0.340
11.0
3.67
P 0.2176
Keterangan : P<0,05 = Nyata
35
Lampiran 3. Analisis Ragam Kadar Air Abon Sapi Selama Penyimpanan Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhit
P
Perlakuan
4
16,455
4,114
0,70
0,6162
Kelompok
2
514,723
257,361
43,4
Error
8
47,349
Total
14
578,527
5,919
Keterangan : P<0,05 = Nyata
36