1
SINERGISME ANTAR ISOLAT BAKTERI ANTAGONIS DALAM MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA SISTEM BUDIDAYA AEROPONIK TANAMAN KENTANG Synergism of Inter-Antagonistic Bacterial Isolates in Controlling Bacterial Wilt Disease (Ralstonia solanacearum) on the Potato Aeroponic Cultivation System Nurbaya, M. Danial Rahim, Tutik Kuswinanti, Baharuddin
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan isolat bakteri antagonis yang disinergikan dalam menekan bakteri R. solanacearum,meningkatkan jumlah dan berat umbi kentang serta untuk mengetahui daya simpan formulasi isolat bakteri antagonis. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 7 perlakuan dan 4 kali ulangan. Untuk uji daya simpan media formulasi terdiri atas 5 perlakuan dan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan kombinasi isolat NS01+S06+G06+R. solanacearum cenderung lebih efektif menekan penyakit layu bakteri (R. solanacearum) 85%, meningkatkan jumlah umbi 162,5 biji dan berat umbi 311,25 gram dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan dengan kombinasi isolate NG02+NS01+G06 karena mengalami pertumbuhan sampai bulan keempat dengan jumlah koloni bakteri 1,3x1012 cfu/ml dibandingkan dengan perlakuan lainnya, namun perlakuan yang lain masih berada pada konsentrasi maksimum yaitu 1x109 cfu/ml. Kata kunci : Tanaman kentang, Bakteri antagonis, R. solanacearum
ABSTRACT The research aimed at investigating the capability of the antagonistic bacterial isolates which were synergized in pressing the bacterium R. solanacearum to increase the total and weight of potato tubers, and finding out the formulation shelf of the antagonistic bacterial isolates. The research used Completely Randomized Design (CRD) which consisted of seven treatments and four repetitions. Whereas, the shelf tests of the bacterial formulation medium consisted of five treatments and three repetitions. The results of the research reveals that the treatment with combination of isolates NS01+S06+G06+R. solanacearum tends to be more effective to press the bacterial wilt disease (R. solanacearum) 85%, increase the total of tubers to be 162,5 seeds and the tubers weight of
2
311,25 grams compared with the other treatments. Whereas, the bacterial formulation shelf tends to be the best treatment with the combination of isolates NG02+NS01+G06 because they still undergo the growth until the fourth month with the bacterial colony of 1,3x1012 cfu/ml compared with the other treatments, nevertheless, the other treatments are still on the maximum concentration, i.e. 1x109 cfu/ml. Keywords : potato plants, antagonistic bacteria, R. solanacearum. PENDAHULUAN Pemanfaatan teknologi aeroponik seringkali menghadapi kendala salah satunya adalah serangan penyakit layu bakteri pada tanaman kentang yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum, yang intensitas serangannya bervariasi antara 43 sampai 78% (Zulkarnain, 2007). Penyakit ini cukup berbahaya karena pada tingkat serangan berat dapat menyebabkan kematian tanaman dan kegagalan panen. Penyakit layu bakteri juga dapat melalui benih, Badan Benih Nasional mensyaratkan bahwa produksi G0 (benih sumber) harus terbebas dari bakteri penyebab penyakit layu (0%) (Baharuddin, 2006). Beberapa teknik pengendalian dapat dilakukan, salah satunya adalah pengendalian secara hayati dengan menggunakan rizobakteria (Anonim, 2005). potensi agensia pengendali hayati yang hidup pada media aeroponik lebih tinggi dan mampu berinteraksi dengan rizosfer tanaman, memiliki daya adaptasi pada kepekatan hara, mampu hidup pada kondisi anaerob, daya kompetisi, mekanisme kerja dan sinergisme antar isolatnya dapat dimanfaatkan untuk melindungi tanaman (Ariyanti, 2009). Penelitian tentang keberadaan bakteri antagonis pada rizosfer tanaman kentang (Solanum tuberosum L) sistem aeroponik telah ditemukan empat isolat yang mampu menghambat pertumbuhan R. solanacearum secara in vitro dan tergolong bakteri anaerob, isolat tersebut adalah NS01, NG02, S06, dan G06 yang merupakan bakteri Clostridium sp (Ariyanti, 2009). Juga telah dilakukan pengujian sendirisendiri pada isolat bakteri antagonis tersebut, diperoleh isolat bakteri NS01 mampu menekan intensitas serangan penyakit layu bakteri sebesar 35%, isolat G06 mampu meningkatkan jumlah umbi kentang sebanyak 10,15 biji, isolat NG02 dapat meningkatkan berat umbi pada tanaman kentang sekitar 150 gram, dan isolat S06 tidak berpengaruh nyata (Zulfikar, 2010). Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mensinergikan keempat isolat bakteri tersebut yaitu NG02 (Clostridium sp), NS01 (Clostridium sp), G06 (Clostridium sp), dan S06 (Clostridium sp) sebagai agens antagonis dalam menekan penyakit layu bakteri (R. solanacearum) pada tanaman kentang, dan membuat formulasi
3
bakteri dari isolat-isolat untuk mengetahui daya simpan dari bakteri antagonis tersebut. METODE PENELITIAN 1. Persiapan Media Tanam Mengunakan box styrofoam yang pada bagian dasarnya diberi sabut kelapa. Saluran irigasi dihubungkan dengan tandon penampung nutrisi tanaman yang akan mengalirkan nutrisi tanaman ke pipa berikutnya yang berada pada bak tanaman dan telah ditancapi nozel. Untuk mengalirkan dan mendorong nutrisi tanaman digunakan mesin pompa. 2. Penanaman Apabila bibit sudah memiliki daun berjumlah 5-7 helai, tinggi bibit ± 15 cm. Bibit ditanam pada cover box styrofoam yang telah dilubangi dan di tempatkan diatas permukaan bak, jarak antara lubang tanam 15cmx15cm. 3. Perbanyakan Mikroba Isolat bakteri NG02, NS01, S06, dan G06 diperbanyak pada media Nutrien Agar (NA). 4. Pelaksanaan Penelitian a. Uji Sinergisme Isolat Bakteri Pemberian bakteri antagonis dilakukan 7 hst dengan kepadatan 108 cfu/ml. Pemberian bakteri patogen dilakukan 30 hst dengan kepadatan populasi 108 cfu/ml. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 7 perlakuan dengan 4 kali ulangan adapun perlakuan tersebut adalah sebagai berikut : - Perlakuan isolat:NG02+NS01 +S06+R. solanacearum - Perlakuan isolat:NG02+NS01 +G06+R. solanacearum - Perlakuan isolat:NS01+S06+ G06+R. solanacearum - Perlakuan isolat:NG02+S06+ G06+R. solanacearum - Perlakuan isolat:NG02+ NS01+S06+G06+R. solanacearum - Kontrol (-): Perlakuan tanpa isolat bakteri - Kontrol (+): Perlakuan dengan R. solanacearum Jumlah stek tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah 240 tanaman. Pengamatan intensitas serangan penyakit layu bakteri (R. solanacearum) mulai dilakukan 7 hari setelah aplikasi antagonis Intensitas penyakit (%) dihitung dengan menggunakan rumus (Kelman, 1952 dalam Baharuddin dkk, 2004), yaitu : ) 100% = ∑( ZxN Keterangan : I = Intensitas serangan (%) ni=Tanaman ke-I yang menunjukkan gejala pada perlakuan tertentu vi=Nilai skala pada tiap tanaman ke-i
4
N=Jumlah tanaman yang diamati Z=Nilai skala tertinggi Nilai skala yang digunakan adalah : 0 : tidak ada serangan 1 : satu atau dua daun layu/menguning 2 : 3 sampai 10 daun layu/menguning 3 : lebih dari 10 daun layu/menguning 4 : semua daun layu atau menguning 5 : Tanaman mati Data produksi jumlah umbi tanaman dapat dihitung berdasarkan banyaknya umbi yang dihasilkan tanaman dari setiap perlakuan, sedangkan berat umbi dapat ditentukan dengan menimbang jumlah umbi yang dihasilkan pada setiap perlakuan. 5. Pembuatan Formulasi Bakteri Isolat-isolat bakteri NG02, NS01, S06, dan G06 yang telah diperbanyak pada media Nutrien Agar (NA) diencerkan dalam 1 liter larutan MgSO47H20 dengan kepadatan 108. lalu ditambahkan bahan formulasi berupa larutan Carboxyl Metil Cellulose (CMC), glycerol, Na alginat, tween 80, dan sorbitol. Selanjutnya isolat-isolat tersebut dicampur sesuai perlakuan dalam wadah (botol) steril dengan volume 1 liter, lalu wadah (botol) ditutup rapat. Semua perlakuan diinkubasi selama tiga hari pada shaker (lihat lampiran Gambar 6). Adapun perlakuan dari setiap media formulasi adalah sebagai berikut : - Formulasi isolat : NG02 + NS01 + S06 - Formulasi isolat : NG02 + NS01 + G06 - Formulasi isolat : NS01 + S06 + G06 - Formulasi isolat : NG02 + S06 + G06 - Formulasi isolat : NG02 + NS01 + S06 + G06 6. Uji Daya Simpan Formulasi Bakteri Antagonis Untuk mengetahui daya simpan persistensi formulasi bakteri antagonis perbulan maka dilakukan dengan cara mengambil 1 ml formulasi bakteri pada setiap perlakuan lalu dilakukan metode pengenceran 10-1 sampai 10-8. Selanjutnya pada setiap pengenceran diambil 0,1 ml suspense bakteri untuk ditumbuhkan pada media NGA (Nutrien Glukosa Agar) dan diinkubasi selama 2-3 hari. Bakteri yang tumbuh dihitung dengan rumus : PJK = ∑ koloni x TP x 10 cfu/ml (Klement Z, 1990). Keterangan : PJK = Populasi Jumlah Koloni TP = Tingkat Pengenceran Penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan dengan 3 kali ulangan, pengamatan dilakukan selama 4 bulan untuk mengetahui viabilitas/daya tumbuh pada media formulasi bakteri.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Intensitas Serangan R. solanacearum Pada Budidaya Tanaman Kentang Sistem Aeroponik Tabel 1.
Rata-rata Intensitas Serangan (%) R. solanacearum Pada Pembibitan Tanaman Kentang Dari 7 Sampai 42 hari setelah inokulasi (hsi).
Perlakuan NG02+NS01+S06+ R.solanacearum NG02+NS01+G06+ R.solanacearum NS01+S06+G06+ R.solanacearum NG02+S06+G06+ R.solanacearum NG02+NS01+S06+ G06+R.solanacearum Kontrol (-) Kontrol (+)
Intensitas serangan (%) pada hari …….. setelah inokulasi (hsi) 7 14 21 28 35 42 0
2.5
5
9.5
14.5
24
0
2
2.5
9
13
18
0
0.5
1.5
7
10.5
15
0
6
8
18
24.5
40
0
6.5
10.5
19
30
41.5
0 0
2 79
6 100
31 100
42.5 100
47 100
Rata-rata intensitas serangan R. solanacearum untuk perlakuan mikroba antagonis terendah terlihat pada perlakuan NS01+S06+G06+R. solanacearum mulai 14 hari setelah inokulasi (hsi) sampai 42 hari setelah inokulasi (hsi) patogen, peningkatan intensitas serangan hanya mencapai 15%. Pengamatan tanaman 42 hari setelah inokulasi (hsi) rata-rata intensitas serangan R. solanacearum tidak mencapai 50% pada semua perlakuan mikroba antagonis, dan lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Rendahnya rata-rata intensitas serangan R. solanacearum diduga karena pada perlakuan mikroba antagonis terjadi persaingan dalam hal ruang dan nutrisi, terutama apabila nutrisi tersebut tidak tersedia dalam jumlah yang cukup. Kompetisi atau persaingan antara mikroorganisme dapat terjadi apabila berada dalam ruang yang terbatas dengan kandungan nutrisi yang tidak tersedia dalam jumlah yang cukup (Wei et al., 1995 dalam Anonim, 2005). Goto (1992) mengemukakan bahwa kompetisi terhadap ruang dan nutrisi sangat mempengaruhi laju penghambatan patogen. Terjadinya kompetisi ruang dan nutrisi dapat membentuk struktur dorman yaitu endospora yang bersifat resisten. Kompetisi ruang dan nutrisi dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba yang lain. Nutrisi yang tidak tersedia dalam jumlah yang cukup dapat menyebabkan Clostridium sp membentuk spora dorman/tidak aktif. Semangun (2006) mengemukakan bahwa mekanisme antagonis pada
6
mikroba dapat terjadi melalui 3 cara yaitu parasitasi secara langsung, karena adanya metabolik sekunder yang bersifat toksin dan adanya kompetisi dalam hal ruang dan kebutuhan nutrisi. Efektivitas mikroba antagonis yang mampu menekan intensitas serangan patogen tanaman dapat disebabkan karena isolat mikroba antagonis tersebut mengandung nutrisi yang dapat menghasilkan metabolik sekunder yang bersifat antibiotik (Soesanto, 2008). Faktor lain yang diduga menyebabkan rendahnya intensitas serangan R. solanacearum pada perlakuan NS01+S06+G06+R. solanacearum adalah karena ketiga isolat bakteri antagonis dapat bersinergis sehingga diduga lebih banyak menghasilkan senyawa aktif berupa antibiotik yang cukup tinggi yang dapat menekan bakteri patogen untuk berkolonisasi didaerah perakaran atau rizosfer, akibatnya intensitas serangan R. solanacearum menjadi rendah.
Jumlah Umbi (biji)
2. Jumlah Dan Berat Umbi Pada Gambar 1 dan 2 di atas terlihat bahwa rata-rata jumlah dan berat umbi kentang tertinggi terdapat pada perlakuan NS01+S06+G06+R. solanacearum yaitu 162,5 biji dengan berat rata-rata 311,25 gram. Hal ini disebabkan karena intensitas serangan pada perlakuan tersebut masih rendah hanya mencapai 15%, sehingga produktivitas tanaman lebih tinggi. Rata-rata jumlah dan berat umbi terendah terdapat pada perlakuan NG02+NS01+S06+G06+R. solanacearum yaitu 59,5 biji, dengan berat 105 gram hal ini juga disebabkan karena intensitas serangan penyakit pada perlakuan ini juga tinggi mencapai 41,5%, sehingga produktivitas tanaman juga menurun. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa rata-rata jumlah dan berat umbi yang dihasilkan pada perlakuan NS01+S06+G06+R. solanacearum tidak berbeda nyata dengan perlakuanNG02+NS01+G06+R.solanacearum, perlakuan NG02+NS01+S06+R.solanacearum, dan NG02+S06+G06+R. solanacearum tetapi berbeda nyata dengan perlakuan NG02+NS01+S06+G06+R. solanacearum, kontrol (-), dan kontrol (+). 200
100.5ab115.75ab
162.5a
0
93ab
59.5b
33.5c
0
Perlakuan
NGO2+NSO1+SO6 NSO1+S06+G06 NGO2+NS01+S06+G06
NGO2+NSO1+G06 NGO2+S06+G06 Kontrol (-)
Gambar 1. Diagram Rata-Rata Jumlah Umbi Kentang Pada Setiap Perlakuan
Berat Umbi (Gram)
7
500 236.25ab252.5ab
311.25a
227.5ab 105b
0
16.25c
0
Perlakuan
NGO2+NSO1+SO6 NSO1+S06+G06 NGO2+NS01+S06+G06 Kontrol (+)
NGO2+NSO1+G06 NGO2+S06+G06 Kontrol (-)
100 80 60 40 20 0
236.25
252.5
227.5 162.5
100.5 24
115.75 18
15
40 93
41.5 105 59.5
47 33.5 16.25
0 0
Rerata jumlah umbi
Perlakuan Rerata berat umbi
IS 7 hsi
IS 14 hsi
IS 21 hsi
IS 28 hsi
IS 35 hsi
IS 42 hsi
300 250 200 150 100 50 0
Jumlah umni (biji) & Berat Umbi (g)
Persentase Intensitas Serangan (%)
Gambar 2. Diagram Rata-Rata Berat Umbi Kentang Pada Setiap Perlakuan 3. Hubungan Intensitas Serangan, Jumlah dan Berat Umbi Pada Gambar 3 terlihat dengan jelas bahwa terdapat hubungan antara intensitas serangan dengan jumlah dan berat umbi, hal ini dapat dilihat pada setiap perlakuan. Pada perlakuan kontrol (+) hari ke-42 setelah inokulasi (hsi) intensitas serangan R. Solanacearum mencapai 100% dengan tanpa menghasilkan umbi, disisi lain intensitas serangan pada perlakuan dengan isolat NS01+S06+G06+R. solanacearum hanya mencapai 15% dengan jumlah umbi yang dihasilkan sebanyak 162,5 biji dengan berat 311,25 gram . 120 311.25 350 100
8
Gambar 3. Hubungan Antara Intensitas Serangan Dengan Jumlah Dan Berat Umbi Pada Setiap Perlakuan 4. Uji Daya Simpan Formulasi Bakteri Antagonis Hasil dari formulasi bakteri antagonis menunjukkan bahwa keempat isolat bakteri Clostridium sp yang dikombinasikan dapat tumbuh dengan baik pada media formulasi, terlihat pada perlakuan isolat NG02+NS01+G06 masih meningkat jumlah populasinya pada bulan keempat yaitu 1,3x1012cfu/ml (Tabel 2.) Tabel 2. Jumlah Populasi Koloni Bakteri Antagonis pada Media Formulasi dari Bulan Januari Sampai April 2011 Jumlah Koloni (cfu/ml)/bulan ke ………
Perlakuan
1
2 11
NG02+NS01+S06
3 x 10
NG02+NS01+G06
3 x 1011
NS01+S06+G06
5 x 10
11
NG01+S06+G06
9 x 10
11
NG02+NS01+S06+G06
1.3 x 10
4 x 10
3
11
5 x 1011
1.0 x 1012
1.3 x 1012
3 x 10
12
2.8 x 10
12
11
10
2 x 10 9
1.3 x 10 1.7 x 10
9
3 x 10
12
1.0 x 10 12
4 12
1.3 x 10
9 x 10
10
1.6 x 10 3 x 10
9
9
Log Jumlah Koloni (cfu/ml)
Hasil dari Tabel 2 diatas dapat dilihat kurva pertumbuhan isolat bakteri antagonis pada media formulasi (Gambar 4) 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 0
1
NG02+NS01+S06 NS01+S06+G06
2
3
4
Bulan keNG02+NS01+G06 NG02+S06+G06
Gambar 4. Grafik Pertumbuhan Isolat Bakteri Antagonis Pada Media Formulasi Keempat isolat bakteri tersebut dikombinasikan dalam bentuk formulasi cair sesuai dengan perlakuan yang digunakan, dan ternyata kombinasi dari isolat bakteri tersebut dapat tumbuh dengan baik pada media CMC, alginat, glycerol, tween, dan sorbitol sesuai dengan komposisi yang diberikan. Hal ini membuktikan bahwa Clostridium sp mampu bertahan hidup dalam media dan jumlah populasi pertumbuhan koloninya dapat dilihat pada Tabel 2.
9
Pertumbuhan populasi bakteri pada media formulasi (Gambar 4), memperlihatkan adanya sinergisme isolat Clostridium sp yang digunakan pada media formulasi, perlakuan NG02+NS01+G06 pada bulan keempat masih memperlihatkan fase pertumbuhannya, dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pertumbuhan mikroorganisme sangat diperlukan untuk menunjang bioproses. Perilaku dinamik sel mikroorganisme secara garis besar mengalami empat fase pertumbuhan yang meliputi fase lag (adaptasi), fase eksponensial dan fase stasioner serta fase kematian. Didalam proses kultivasi fase eksponensial dan stasioner pada umumnya merupakan titik kritis kultivasi, dimana mikroorganisme menghasilkan metabolit. Setelah fase adaptasi selesai, mikroorganisme memasuki fase eksponensial dimana laju pertumbuhan maksimum dan konstan, sehingga jumlah biomassa maksimum terdapat pada fase late exponential (Atlas et al, 1998 dalam Nurhamida 2009). Sinergisme isolat Clostridium sp yang digunakan dalam penelitian ini, menunjukkan perlakuan dengan kombinasi isolat NG02+NS01+G06 cenderung lebih baik karena masih memperlihatkan fase pertumbuhannya dari bulan pertama jumlah koloninya 3x1011 cfu/ml hingga bulan keempat 1,3x1012 cfu/ml, pertumbuhan eksponensial untuk perlakuan isolat NG02+NS01+S06 berada pada bulan ketiga dengan jumlah koloni 1,3x1012 cfu/ml, dan fase eksponensial pada perlakuan NS01+S06+G06, NG02+S06+G06, NG02+NS01+S06+G06 terjadi pada bulan kedua dengan masing-masing jumlah koloninya 1,0x1012 cfu/ml, 1,3x1012 cfu/ml, dan 1,7x1012 cfu/ml. Akhir fase pertumbuhan eksponensial dimana massa sel maksimum ini merupakan penentu waktu panen pada proses perbanyakan inokulum. Hasil dari uji viabilitas bakteri Clostridium sp dalam media formulasi menunjukan bahwa adanya ketersediaan nutrisi yang baik pada media formulasi sehingga jumlah koloni bakteri pada semua perlakuan masih memenuhi standar, belum adanya indikasi kompetisi antagonis antar bakteri Clostridium sp pada setiap isolat dari pengamatan populasi, sehingga pada media formulasi masih ditemukan adanya aktivitas pertumbuhan antar isolat bakteri yang dicampurkan, diduga antagonisme bakteri Clostridium sp bersifat total antar bakteri yang satu terhadap bakteri yang lainnya. Viabilitas bakteri ini di pengaruhi oleh bahan organik yang berupa partikel yang mudah larut dan bahan yang digunakan merupakan sumber karbon dan energi utama bagi aktifitas mikroorganisme. Selain itu viabilitas bakteri yang baik dan stabil ditentukan pula oleh komposisi zat yang digunakan serta kemampuan isolat Clostridium sp untuk memanfaatkan bahan-bahan yang digunakan pada media formulasi sebagai sumber karbon dan sumber energi, serta strategi bertahan isolat Clostridium sp dengan menggunakan mekanisme efisiensi yang dimiliki oleh bakteri tersebut. Bahan-bahan yang terdapat pada media formulasi bakteri dapat digunakan sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhan bakteri. Daya simpan formulasi dari isolat bakteri Clostridium sp untuk perlakuan pada formulasi NG02+NS01+S06, NS01+S06+G06, NG02+S06+G06 dan NG02+NS01+S06+G06 bisa
10
bertahan sampai lebih dari tiga bulan karena populasi isolat bakterinya masih dalam batas maksimum, sedangkan perlakuan pada formulasi NG02+NS01+G06 diduga memiliki daya simpan lebih dari enam bulan.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2005. Benih Kentang. Laboratorium Bioteknologi Pertanian Universitas hasanuddin. Makassar. Ariyanti, E, L. 2009. Isolasi dan Karakterisasi Mikroba Antagonis dari Rizosfer tanaman kentang Sistem Aeroponik yang Berpotensi Sebagai Pengendali Penyakit Layu (Ralstonia solanacearum) (Tesis). Universitas Hasanuddin Makassar. Baharuddin, 2006. Pengembangan Teknologi Produksi Benih Kentang melalui Pendekatan Bioteknologi Ramah Lingkungan dan Sistem Aeroponik. Disampaikan pada penyusunan Action Plan dalam rangka Swasembada Benih Kentang di Indonesia. Bandung 19 -21 April. Baharuddin, Nur Amin, Kurniati,. 2004. Pengamatan Penyakit Penting pada Beberapa Fase Perkembangan Tanaman Kapas (Gossypium hirsutum L) Transgenik Bt Dilahan Sawah dan Lahan Kering. Jurnal Sains dan Teknologi Vol 4 No 3 : 101-108. Goto, M., 1992. Fundamentals of Bacterial Plant Pathology. Academic Press. Inc, Tokyo. Nurhamida, 2009,. Optimasi Produksi Inokulan Psedomonas sp Dan Viabilitasnya Dalam Bahan Pembawa Gambut. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Bogor. Semangun, H., 2006. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan.Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Soesanto, L,. 2008. Pengantar pengendalian Hayati Penyakit tanaman.PT RajaGrafindo Perkasa, Jakarta Zulfikar, A. 2010. Pengujian Kemampuan Beberapa Mikroba Antagonis Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L) yang diBudidayakan pada Sistem Aeroponik (Skripsi). Universitas Hasanuddin, Makassar. Zulkarnain, 2007.,Keragaman Intensitas beberapa Penyakit Penting Tanaman Kentang pada Sistem Perbenihan Aeroponik dan
11
Perbenihan dengan Menggunakan Media Arang Sekam (Skripsi). Jurusan Hama dan penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar .