Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung Menggunakan Computerized Fire Safety Evaluation System Pada Gedung IASTH, PAU dan LBI Salemba Universitas Indonesia Tahun 2014 Nono Haryono, Adrianus Pangaribuan, Fatma Lestari Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Pusat Kajian dan Terapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PKTK3), Universitas Indonesia
E-mail :
[email protected]
Abstrak Beberapa kebakaran yang terjadi di Indonesia menimpa gedung-gedung milik pemerintah dan beberapa institusi pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan keselamatan kebakaran gedung menggunakan perangkat lunak Computerized Fire Safety Evaluation System (CFSES) di Gedung IASTH, PAU dan LBI Universitas Indonesia, Salemba Jakarta Pusat. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan kesesuaian hasil penelitian pada tiga gedung tersebut dengan 12 parameter berdasarkan NFPA 101A Guide on Alternative Approaches to Life Safety yang mengacu pada NFPA 101: Life Safety Code ®. Hasil penelitian ketiga gedung secara berturut-turut IASTH, PAU & LBI adalah nilai -30,68 ; -42,2 dan -39, 5 untuk keselamatan kebakaran umum, -30,2 ; -31, dan -21 untuk sistem jalur keluar , dan -13,68; -22,7 dan -21 untuk kontrol penyebaran api. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa gedung IASTH, PAU & LBI di Salemba belum memenuhi persyaratan minimum berdasarkan NFPA 101: Life Safety Code ®. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah memperbaiki dan melengkapi sistem proteksi kebakaran seperti sistem pompa, alarm kebakaran, pompa hidran, menutup semua bukaan vertikal, melengkapi sarana APAR, membersihkan jalur evakuasi, membentuk organisasi tanggap darurat, dan mengadakan pelatihan tanggap darurat secara berkala.
Kata kunci: CFSES, keselamatan kebakaran, gedung, parameter, IASTH, PAU, LBI
Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014
Abstract Evaluation of Building Fire Safety Implementation Using Computerized Fire Safety Evaluation System (CFSES) In IASTH, PAU and LBI Building - Salemba University of Indonesia 2014 Several fires in Indonesia occurred to government’s buildings and educational institutions. This study aimed to evaluate the implementation of fire safety using Computerized Fire Safety Evaluation System (CFSES) software at IASTH, PAU and LBI Building University of Indonesia Salemba, center of Jakarta. This evaluation is comparing the research results with 12 parameters refers to NFPA 101A : Guide on Alternative Approaches to Life Safety based on NFPA 101: Life Safety Code ®. The study result showed the score for IASTH, PAU and LBI Building are as follows; score -30,68 ; -42,2 and -39, 5 for general fire safety, -30,2 ; -31, and -21 for egress, and -8,45 for fire control. Based on the results, IASTH, PAU and LBI Building did not meet minimum requirement of NFPA 101: Life Safety Code ®. Recommendations are be instaled fire prtection systems such as sprinkler and hydrant pump close all of vertical openings, make a warehouse to save any useless properties, and conduct periodical fire emergency response training.
Keyword: CFSES, fire safety, building, parameters, IASTH, PAU, LBI
Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014
Pendahuluan Masalah kebakaran saat ini masih menjadi perhatian dunia. Sesuai dengan data statistik dunia dalam Laporan CTIF 2012, selama kurun waktu 1993 - 2010 terjadi 3,0 - 4,5 juta kasus kebakaran pada populasi 0,9 - 3,6 penduduk dunia. Data terakhir di tahun 2010 telah terjadi kebakaran sebanyak 2,9 juta kali di 32 negara. 1 Di Amerika Serikat pada tahun 2012 telah terjadi kebakaran sebanyak 1,375,000 kasus dengan 480,500 kasus diantaranya adalah kebakaran bersifat struktural, 172,000 kasus akibat kendaraan dan 692,000 kasus merupakan kasus lainnya.2 Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta
3
diatas menunjukkan bahwa angka kebakaran di Jakarta dalam tahun
2003 tercatat 888 kasus kemudian menurun di 2005 menjadi 742 kasus, sampai akhirnya mengalami kenaikan signifikan dimana puncaknya terjadi pada tahun 2012 yaitu sebanyak 1039 kasus dan menurun kembali di tahun 2013 menjadi 997 kasus. Data terakhir sampai dengan pertengahan tahun 2014 ini sudah tercatat sebanyak 336 kasus kebakaran.4 Kebakaran merupakan bencana yang bersifat darurat dan perlu penanganan cepat, efisien dan tepat untuk mencegah timbulnya kerugian yang besar5. Kerugian akibat kebakaran secara global di dunia mencapai sekitar 10 miliar USD
dan secara kasar diperkiraan sebesar 1% dari GDP (Gross
Domestic Product) Global per tahun dengan kerugian jiwa sebanyak 0.5 sampai 1,5 orang per 100,000 populasi di dunia per tahun.1 Di Amerika Serikat, dari 1,3 juta kasus kebakaran yang terjadi di tahun 2012 tercatat kerugian sekitar 12,4 miliar US$ dengan rincian sebesar 9,8 miliar US$ diantaranya terkait kerusakan struktural, 7 miliar US$ akibat kebakaran di penghunian, dan 1,1 milliar US$ akibat kebakaran kendaraan ditambah dengan kerugian jiwa sebanyak 2.855 orang meninggal dan 16.500 menderita luka-luka. 2 Sementara itu di Jakarta dari 997 kasus kebakaran yang terjadi di Jakarta tahun 2013 diperkirakan mengakibatkan kerugian sebesar Rp. 254, 546, 600,000, dengan 20,861 korban jiwa.4 Kerugian lain yang dialami sebagai dampak dari kebakaran adalah kerugian non materil yang tidak bisa dinilai harganya seperti dampak psikologis
Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014
bagi orang-orang yang terkena musibah dan hilangnya asset-aset berharga seperti arsip, buku-buku dan hasil penelitian yang baru-baru ini menimpa kampus FISIP UI Depok. Dalam kebakaran tersebut sedikitnya 5,000 arsip yang disimpan sejak tahun 1950 dan beberapa buku-buku rujukan serta bahan-bahan penelitian yang penting hangus terbakar.5 Kebakaran dapat terjadi dimana saja. Selama kurun waktu tahun 2007 2011 tercatat rata-rata sebanyak 15,400 per tahun kebakaran terjadi pada high rise building. 2 Kasus kebakaran yang terjadi pada kategori bangunan umum dan perdagangan seperti gedung perkantoran, hotel, sarana pendidikan dan pusat perbelanjaan di Jakarta masih cukup tinggi menempati urutan kedua setelah pemukiman. Pada tahun 2013 terjadi 212 kasus dari 997 total jumlah kasus dan tahun 2014 sampai bulan Juni telah terjadi 82 kasus dari 336 total kasus. 4 Beberapa kasus kebakaran pada gedung perkantoran milik pemerintah yang pernah terjadi di Jakarta berurutan mulai tahun 2010 – 2014 antara lain kejadian kebakaran di Gedung PELNI, Departemen Keuangan, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Hukum dan HAM, Gedung BPPT,
Kantor Pajak
Pusat, Gedung Sekertariat Negara, Kantor Mahkamah Agung, Gedung BPK, Perpustakaan Walikota Jakarta Timur, Gedung Bank Indonesia, Gedung Arsip Nasional, Gedung Jaya, dan Gedung Produksi Film Negara (dari beberapa situs internet). Kasus kebakaran struktur bangunan pada kategori educational property terjadi rata-rata 5,690 kasus setiap tahunnya atau sekitar 1% dari kebakaran struktur bangunan secara keseluruhan dalam kurun waktu 2007-2011.
6
Dari
beberapa berita dan data online yang didapat peneliti, terdapat beberapa kasus kebakaran pada gedung sarana pendidikan dan fasilitas penunjangnya yang pernah terjadi di Indonesia dalam kurun waktu 2013-2014 antara lain kejadian kebakaran di kampus Program Studi Teknik Industri ITB Bandung, FK Kampus Madang UNSRI Palembang, IKJ Jakarta, FE UGM Yogyakarta, Universitas Negeri Makasar, FISIP UI Depok, FH UIR Pekanbaru, Universitas Widyatama Bandung, STSI Bandung, Gedung IASTH UI Salemba, dan FKM UI Depok.7 Kebakaran merupakan bencana yang seharusnya dapat dicegah dan diminimalisasi dampaknya melalui upaya kesiapsiagaan, built environment dan
Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014
kewaspadaan dalam menghadapi bahaya kebakaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiap siagaan dalam menghadapi bencana kebakaran antara lain adalah : sistem manajemen dan organisasi kegawatdaruratan, bencana kebakaran, sarana penyelamatan jiwa, dan sistem proteksi kebakaran. 3 Menurut data-data yang telah dipaparkan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penilaian terhadap keselamatan kebakaran yang terdapat di gedung milik institusi pemerintah khususnya di bidang pendidikan yang berada di lingkungan pusat kegiatan penelitian, pusat administrasi dan pendidikan di Gedung IASTH, PAU, dan LBI Universitas Indonesia yang beralamat di Jl. Salemba Raya No. 4 Jakarta Pusat. Peneliti mengangap hal ini penting dilakukan karena ada beberapa asset penting dunia pendidikan di gedung-gedung tersebut seperti hasil-hasil penelitian dan percobaan, arsip mahasiswa, disamping hal yang paling penting yaitu ancaman bagi penghuni gedung tersebut yang terdiri dari ratusan orang bisa terancam. Peneliti akan menggunakan Computerized Fire Safety Evaluation System (CFSES) yang dikembangkan berdasarkan standar internasional NFPA 101: Life Safety Code sebagai perangkat untuk melakukan penelitian.
Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan pendekatan semi kuantitatif yang bersifat observasional. Penelitian dilakukan melalui observasi dan telaah dokumen untuk mengevaluasi penerapan sistem keselamatan kebakaran di Gedung PAU UI, IASTH dan LBI Universitas Indonesia. System NFPA 101A: Guide on Alternative Approaches to Life Safety yang kemudian dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak CFSES (Computerized Fire Safety Evaluation System). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari hasil observasi lapangan terhadap safety parameters dengan menggunakan checklist sesuai dengan panduan NFPA 101A. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan data sekunder berupa dokumen yang mendukung penilaian terhadap keselamatan kebakaran pada Gedung PAU UI, IASTH dan LBI Universitas Indonesia.Penelitian ini dilakukan pada bulan April – Mei 2014.
Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014
Penelitian yang dilakukan hanya terbatas mengenai evaluasi aspek keselamatan
kebakaran
berdasarkan
parameter-parameter
keselamatan
kebakaran menurut NFPA 101 A. Peneliti tidak melakukan pengujian dan perhitungan dari parameter-parameter yang observasi secara mendalam dari aspek engineering.
Hasil Penelitian Penilaian Persyaratan Minimal Keselamatan Kebakaran Ketiga gedung memiliki Persyaratan Minimal yang berbeda-beda setelah dilakukan perhitungan dengan CFSES. Gedung IASTH merupakan gedung yang paling luas dan tinggi diantara ketiganya dengan kategori bangunan antara 75 ft sampai dengan 150 ft. Setelah itu gdung PAU dengan kategori ketinggian antara 75 ft sampai dengan 150 ft dan LBI pada kategori dibawah 75 ft semua gedung merupakan kategori gedung lama.
1. Penilaian Konstruksi Gedung Semua konstruksi gedung termasuk kategori III (211) combustible dengan bahan beton pada fondasi dan batu bata pada dinding. Nilai awal konstruksi adalah 0. Namun ada beberapa komponen yang mempengaruhi parameter konstruksi antara lain electricity judgment, escalator dan VAC judgement sehingga mengalami penurunan karena komponen judgment tersebut tidak 100% terpenuhi akibat beberapa kekurangan. Rekomendasi yang diberikan adalah perbaikan instalasi listrik di semua gedung yang sangat berpengaruh besar dan merupakan potensi terjadinya kebakaran. Selain itu penyediaan smoke detector, APAR dan peningkatan perawatan dibutuhkan untuk memperbaiki komponen tersebut. 2. Pemisahan Bahaya Penilaian terhadap pemisahan bahaya bertujuan untuk mengetahui dampak kebakaran dari area yang bukan merupakan bagian dari kegiatan normal penghuni gedung. Penilaian ini dilakukan melalui empat tahapan proses, yaitu identifikasi area berbahaya, penentuan tingkat bahaya, ketersediaan sistem proteksi, dan penentuan tingkat deficiency. Sesuai
Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014
dengan
tool estimate dalam parameter pemisahan bahaya yang bisa
membuat perkiraan terjadinya flashover pada sebuah gedung dengan menggunakan data burning rates material yang berpotensi sebagai bahan bakar terbesar, luas area yang tertutupi oleh bahan bakar, perhitungan tinggi dan luas bukaan pada ruangan, serta luas total permukaan area berbahaya tersebut 8. Gedung IASTH & PAU l memiliki nilai -7 dan masuk kategori double deficiency karena bahaya flashover pada ruang panel dapat membahayakan struktur bangunan serta ruangan tidak dilengkapi dengan sprinkler. Sementara LBI termasuk kategori single deficiency. 3. Bukaan Vertikal di Gedung IASTH Semua gedung memiliki beberapa bukaan vertikal, antara lain lift, tangga,
tangga darurat, saluran pipa air,
dan saf elektrik yang dapat
berfungsi sebagai jalur penyebaran asap pada saat terjadinya kebakaran. Bukaan vertikal merupakan suatu pengubung antar lantai secara vertical. 9 Bukaan vertikal ini harus tertutup secara sempurna karena bukaan vertikal yang tidak tertutup dengan menggunakan fire stopping yang memiliki ketahanan api selama 1 jam. 10 4. Sprinkler Gedung IASTH telah dilengkapi dengan sprinkler sementara PAU dan LBI belum terpasang sprinkler. Namun penilaiannya menjadi sama karena kondisi MCFA sama sekali tidak berfungsi (off) sehingga tidak berperan lagi sebagai alarm. Sprinkler memiliki fungsi sebagai pengendali penyebaran api, panas, dan asap dengan cara memancarkan air untuk menurunkan tempertur dan menutupi permukaan benda yang terbakar. Fungsi dari sprinkler ini dipengaruhi oleh ketersediaan air, kondisi pipa, dan jenis kepala sprinkler yang digunakan. 8
5. Sistem Alarm Kebakaran Sistem alarm kebakaran adalah sebuah sistem atau bagian dari sistem kombinasi yang terdiri komponen dan sirkuit diatur untuk memantau dan
Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014
mensinyalir yang status alarm kebakaran atau perangkat sinyal-memulai pengawasan dan untuk memulai respon yang tepat terhadap sinyal tersebut.10 Gedung IASTH memiliki MCFA (Main Control Fire Alarm) sementara gedung lain belum. Namun MCFA tersebut tidak berfungsi karena rusak sehingga penilaiannya menjadi dianggap tidak ada sama seperti kedua gedung yang lain.
6. Pendeteksi Asap (Smoke Detector) Detektor asap adalah sistem yang dapat mendeteksi adanya asap kebakaran dalam ruangan. Detektor asap merupakan pendeteksi kebakaran yang lebih baik digunakan dibandingkan dengan sprinkler atau alat deteksi panas
11
. Kehandalan dari sistem deteksi asap memiliki dampak terhadap
kesempatan para penghuni sebuah gedung untuk melakukan evakuasi atau penyelamatan dan hal ini sangat berpengaruh terhadap keselamatan hidup dari penghuni 12. Gedung IASTH sudah terpasang beberapa pendeteksi asap mulai dari lobby, koridor maupun ruangan. Namun penempatannya masih belum konsisten. Ada koridor lantai tertentu yang dipasang, sementara di koridor lantai lain tidak dipasang. Kedua gedung lain tidak memiliki smoke detector. Namun kembali karena alarm systemnya tidak berfungsi maka smoke detector pun tidak berfungsi sepesuai fungsinya.
7. Interior Finish Interior finish terdiri dari material yang melapisi permukaan lantai bangunan, anak tangga, dinding, partisi, kolom, plafon, bingkai interior, atau segala sesuatu yang menutupi struktur bangunan untuk dekorasi. Material yang termasuk dalam interior finish antara lain kayu, panel kayu, drywall, plastik, ubin plafon berserat, dan penutup dinding. 13 Interior finish di koridor dan jalur evakuasi pada ketiga gedung gedung tidak lebih dari 25 Btu/s atau tergolong pada interior finish kelas A. Sementara itu, interior finish pada lantai ruang kerja dan kuliah terdiri dari dinding gypsum, lantai keramik dan sebagian karpet, material kayu & busa untuk kursi dan meja. Beberapa
Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014
material kayu merupakan material kelas C yang memiliki tingkat penyebaran api 76 – 200 Btu/s. Berikut merupakan kelas dari tiap-tiap material interior finish.1
8.
Kelas A: = Indeks sebaran api 0-25 dan indeks pengembangan asap 0-450
Kelas B: = Indeks sebaran api 26-75 dan indeks pengembangan asap 0-450
Kelas C: = Indeks sebaran api 76-200 dan indeks pengembangan asap 0-450 8
Pengendalian Asap (Smoke control) Terdapat dua teknik ventilasi untuk mengendalikan asap, yaitu ventilasi natural dan juga ventilasi mekanik. Ventilasi natural dibuat dengan cara membuat bukaan di suatu bangunan ke udara bebas yang akan mensuplai udara dari luar.8 Ketiga gedung tidak memiliki sistem pengendalian asap. Kondisi tangga darurat merupakan tangga terbuka ke area koridor dan berhubungan ke semua lantai sampai ke area luar gedung. Untuk itu nilai parameternya adalah 0.
9. Akses Keluar Waktu yang dibutuhkan untuk proses evakuasi pada keadaan darurat dipengatuhi oleh jarak akses keluar yang dibutuhkan penghuni gedung untuk sampai ke pintu keluar. Jarak yang dapat ditempuh penghuni gedung dari titik terjauh ruangan menuju pintu darurat terdekat ini tidak boleh melebihi 60 meter atau sekitar 200 ft. Selain itu, akses keluar tidak boleh memiliki jalan buntu yang dapat memungkinkan penghuni gedung tersesat saat melakukan proses evakuasi. 8 Akses keluar pada ketiga gedung terdiri dari 2 buah (depan dan belakang) sesuai dengan desain awalnya. Namun pada perjalanannya banyak perubahan-perubahan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan pihak pengelola gedung. Sehingga jalur pintu keluar kea rah tangga bagian belakang sebagian besar tertutup dan buntu. Sehingga menilaiannya menjadi berkurang.
Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014
10. Jalur Evakuasi Jalur
evakuasi
harus
memadai
dan
memiliki
sistem
perlindungankhusus agar penghuni gedung dapat melarikan diri secara aman dari keadaan darurat dalam waktu yang terbatas. Jalur evakuasi merupakan jalur aman menuju luar gedung yang dapat digunakan jika terjadi kebakaran.14 Gedung IASTH sebetulnya memiliki 2 jalur evakuasi bagian depan dan bagian belakang. Jalur evakuasi di gedung ini merupakan jenis jalur evakuasi terbuka tanpa melalui pintu darurat. Kondisi jalur evakuasi bagian belakang sudah tidak bisa dipergunakan karena pada bagian keluarnya dalam kondisi terkunci dan banyak hambatan seperti terlihat pada gambar dibawah.
11. Kompartemen Gedung IASTH, PAU, dan LBI memiliki kompartemen ruangan dengan tingkat ketahanan api yang baik. Pada ruang kuliah dan laboratorium, kompartemen menggunakan material gypsum board yang tergolong sebagai material dengan tingkat ketahanan api selama 1 jam. Pada saat terjadi kebakaran, material gypsum board ini akan terbakar secara lambat dan tidak berkontribusi pada tingkat penyebaran api. Akan tetapi, kompartemen ada beberapa material kayu yang dipakai seperti pintu yang memiliki tingkat ketahanan api yang rendah karena sifat kayu yang mudah tebakar. Selain penilaian ini juga dipengaruhi oleh adanya bukaan dan pintu dimana belum semua pintu menggunakan door closer sehingga tidak bisa menahan penyebaran asap. Kompartemen atau pemisah ruangan sangat penting untuk keselamatan jiwa dan perlindungan terhadap properti gedung karena dapat membatasi tingkat kerusakan dan penyebaran api. Oleh karena itu, material kompartemen harus memiliki ketahanan terhadap api.8 12. Penilaian Program Tanggap Darurat Program pelatihan tanggap darurat di lingkungan gedung IASTH, PAU dan LBI Salemba sudah lama tidak pernah dilakukan sehingga penilaian untuk ketiga gedung ini adalah nilai minimum yaitu -2. Program tanggap darurat yang dimaksud disini dapat berupa program
Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014
latihan pemadaman kebakaran dan simulasi evakuasi yang secara rutin dilakukan sesuai dengan kondisi bahaya yang mungkin muncul pada saat kebakaran.15
Rangkuman hasil penilaian Berdasarkan penilaian dari 12 parameter diatas didapatkan rangkuman dalam bemtuk nilai requirement dengan hasil.
Gambar 1 Nilai Keselamatan kebakaran Gedung IASTH
Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014
Gambar 2. Nilai Keselamatan kebakaran Gedung PAU
Gambar 3. Nilai Keselamatan kebakaran Gedung LBI
Berdasarkan hasil penilaian dengan menggunakan CFSES untuk ketiga gedung
tersebut diatas menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh
IASTH, PAU dan IASTH untuk kontrol penyebaran api, sistem jalan keluar, dan keselamatan kebakaran umum belum memenuhi persyaratan keselamatan minimum yang telah ditetapkan oleh NFPA 101Life Safety Code untuk gedung perkantoran. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan secara menyeluruh oleh pihak Universitas Indonesia untuk memperbaiki semua parameter yang belum memenuhi standar untuk meningkatkan kehandalan gedung-gedung di lingkungan UI terhadap bahaya kebakaran. Gambar 6.96, 6.97 dan 6.98 menunjukkan hasil perhitungan kemampuan bertahan ketiga gedung secara berturut-turut yaitu IASTH, PAU dan LBI sesuai dengan perhitungan Law’s Severity Correlation pada perangkat CFSES. Gedung IASTH memiliki ketahanan selama 3 jam, PAU 2,6 jam dan LBI 2,5 jam. Tabel 6. 1 Rangkuman Hasil Penilaian Gedung IASTH, PAU dan LBI Kontrol penyebaran Parameter
api Persyaratan
Sistem jalan keluar
Keselamatan umum
Fire Severity
Nilai
Persyaratan
Nilai
Persyaratan
Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014
Nilai
(jam)
IASTH
7,5
-13,68
5
-30,2
6
-30,68
3
PAU
2
-22,7
0
-31
2
-42,2
2,6
LBI
2
-21
0
-25,5
2
-39,5
2,5
Secara umum penerapan sistem keselamatan kebakaran di Gedung IASTH, PAU dan LBI Universitas Indonesia Salemba Jakarta Pusat belum memenuhi persyaratan keselamatan minimum sesuai dengan acuan dari NFPA 101: Life Safety Code untuk gedung perkantoran.
Kesimpulan Kesimpulan secara khusus sesuai dengan parameter-parameter dalam persyaratan minimum adalah sebagai berikut : 1.
Konstruksi gedung IASTH, PAU dan LBI Universitas Indonesia, Salemba tergolong sebagai konstruksi tipe III (221) karena struktur konstruksi berupa beton bertulang dengan dinding bata dan beton temple serta dinding interior yang terbuat dari gypsum.
2.
Area berbahaya di gedung IASTH, PAU dan LBI Universitas Indonesia Salemba berupa ruang panel yang tidak terlindungi dengan baik. Pemisahan bahaya tergolong memiliki single deficiency dan double deficiency karena sistem pencegahan kebakaran yang masih belum memadai.
3.
Bukaan vertikal di PAU UI, IASTH dan LBI Universitas Indonesia, Salemba mendapat nilai terendah karena terdapat shaf kabel dan tangga terbuka yang menghubungkan tiap lantai sehingga bisa mempercepat penyebaran api.
4.
Sprinkler di gedung IASTH dan menggunakan tipe standar pada seluruh bagian gedung, namun sistem pompa yang tidak beroperasi menyebabkan sprinkler menjadi tidak berfungsi. Sementara Gedung PAU dan LBI tidak dilengkapi dengan sprinkler.
5.
Sistem alarm kebakaran di gedung IASTH tidak berfungsi sementara di gedung PAU dan LBI tidak dilengkapi sistem alarm kebakaran sehingga penilaian menjadi rendah.
Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014
6.
Gedung PAU dan LBI tidak dilengkapi dengan pendeteksi asap (smoke detector) sementara di gedung IASTH terdapat alat pendeteksi asap namun tidak karena kondisi sistem alarm tidak berfungsi.
7.
Interior finish pada jalur evakuasi dan ruang kuliah di Gedung IASTH, PAU dan LBI yaitu mayoritas terdiri dari gypsum dan kayu pada bagian dinding dan atap serta keramik pada Bagian lantai dimana merupakan interior finish kelas C dan A dengan flame spread berkisar antara 26 dan 200 Btu/s.
8.
Semua gedung IASTH, PAU dan LBI tidak dilengkapi dengan sistem pengendalian asap pada jalur evakuasi.
9.
Akses keluar di IASTH, PAU dan LBI Universitas Indonesia, Salemba masing-masing memiliki 2 jalur namun masing-masing 1 jalur diantaranya menjadi jalan buntu karena dipergunakan sebagai penyimpanan barang bekas dan atau ditutup.
10. Jalur evakuasi di gedung IASTH, PAU, dan LBI Universitas Indonesia Salemba hanya terdiri dari satu jalur karena satu sisi lainnya tertutupi. Jalur evakuasi tidak memiliki ketahanan terhadap asap. Jalur evakuasi gedung PAU tidak memenuhi persyaratan karena lebarnya kurang dari 110 cm dengan kondisi populasi yang lebih dari 50 orang. 11. Koridor/kompartemen pada gedung IASTH, PAU, dan LBI Universitas Indonesia Salemba terbuat dari material yang tidak tahan asap dengan pintu-pintu yang tidak semuanya dilengkapi dengan door closer. 12. Program tanggap darurat di gedung IASTH, PAU, dan LBI Universitas Indonesia, Salemba memiliki nilai rendah karena tidak memiliki organisasi teanggap darurat, tidak pernah dilakukan pelatihan tanggap darurat sejak tahun 2000. 13. Pada persyaratan tambahan untuk proteksi kebakaran tidak terawat dengan baik seperti APAR yang tidak lengkap, kotak selang hidran yang kosong dan tidak terawat, hidran taman yang tidak terawat,
Siamese yang
tertutupi. Saran 1. Untuk memperbaiki nilai konstruksi yang sudah ada, pihak pengelola gedung perlu melengkapi semua sistem kelistrikan, HVAC, dan elevator
Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014
dengan system proteksi kebakaran dan melakukan prosedur maintenance secara rutin dan terdokumentasikan. 2. Memperbaiki sistem proteksi kebakaran pada area berbahaya melalui pemasangan sprinkler atau menutup fire compartement dengan material yang memiliki tingkat ketahanan api minimal 1 jam. 3. Memasang fire stopping material yang memiliki tingkat ketahanan api minimal 30 menit, seperti gypsum board dan partisi masonry pada shaf kabel dan pipa untuk mencegah penyebaran asap secara vertikal. 4. Memperbaiki atau mengganti pompa dan sistem alarm sehingga sprinkler dapat berfungsi minimal selama 30 menit pada saat terjadi kebakaran sampai pemadam kebakaran datang. Memasang sprinkler dan sistem alarm untuk gedung PAU dan LBI dengan mempertimbangkan asset yang ada di dalam gedung-gedung tersebut. 5. Memperbaiki dan memasang sistem alarm kebakaran yang bisa terhubung dengan dinas pemadam kebakaran terdekat sehingga kebakaran bisa segera teratasi. 6. Melengkapi dan memasang alat pendeteksi asap untuk mendeteksi dini jika terjadi kebakaran. 7. Membebaskan jalur akses keluar dari semua hambatan dan melengkapi dengan peta evakuasi dan lampu penerangan darurat untuk mempermudah proses evakuasi pada keadaan darurat. 8. Menyediakan gudang yang memadai sehingga untuk menenmpatkan barang-barang yang menumpuk pada akses keluar, jalur evakuasi, ataupun area yang memiliki potensi bahaya kebakaran. 9. Melakukan pelatihan pemadaman kebakaran dan simulasi evakuasi secara berkala setiap tahun pada seluruh penghuni gedung untuk meningkatkan kesiapan dalam menghadapi keadaan darurat. 10. Membuat prosedur tanggap darurat terhadap kebakaran, Emergency Response Plan (ERP), serta membentuk organisasi tanggap darurat kebakaran sehingga koordinasi pada saat kebakaran dapat berjalan dengan baik.
Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014
11. Melengkapi, melakukan pemeriksaan dan pemeliharan berkala semua fasilitas keselamatan kebakaran seperti APAR, Hidran, Hose Box, Siamese sehingga selalu siap digunakan.
Daftar Referensi 1. Brushlinsky, N.N. at al (2012). International Association of Fire and Rescue Services, Center of Fire Statistics, World Fire Statistics, Report No. 17, 2012 2. Karter (2013). Fire Loss In The United States During 2012, National Fire Protection Association. September 2013 3. Fikawati, Syafiq & Lestari. (2012). Pengembangan Model Kesiapsiagaan, Built Environment Kewaspadaan Terhadap Bencana Kebakaran di Sekolah Dasar. Dalam Syafiq & Fikawati (Ed.). Bunga Rampai Mitigasi dan Kesiapsiagaan Bencana Banjir dan Kebakaran (hal. 383). Jakarta :UI Press. 4. Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta. (2014). Rekapitulasi Kejadian Kebakaran Bulanan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013. [Online] dari : http://www.jakartafire.net/profil/index.php?act=detil&idp=27 5. PLKUI.(2014).Kebakaran Gedung FISIP Universitas Indonesia. [online]. Dari http://plk.ui.ac.id/content/kebakaran-gedung-fisip-universitas-indonesia#sthash. g4owREXL.dpuf [4 Maret 2014]. 6. Campbell, R. (2013), Structure Fires in Educational Properties Fire Analysis and Research Report - Division National Fire Protection Association September 2013. Issued 28 October 2013 - Errata No. PKG14-September 2013-01 7. Merdeka (2014). Kebakaran Jakarta. [Online] dari http://www.merdeka.com/tag/k/kebakaran-jakarta/index4.html, 11 April 2014. 8. Furness, A. & Muckett, M. (2007). Introduction to Fire Safety Management. First edition 2007 Elsevier Ltd. 9. NFPA 101. (2012). Life Safety Code, Edition 2012. National Fire Protection Association. Quincy MA. 10. Ferguson, L.H. & Janicak, C.A. (2005). Fundamentals of Fire Protection for the Safety Professional. Government Institutes, USA 11. Ramli, S. (2010). Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran (Fire Management). Jakarta: Dian Rakyat.
Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014
12. Yung, D. (2008). Principles of Fire Risk Assessment in Buildings. Canada: John. Wiley & Sons, Inc. 13. International Code Council. (2012). International Building Code. USA. 14. NFPA 5000. (2012). Building Construction and Safety Code, Edition 2012. National Fire Protection Association. Quincy MA. 15. NFPA 101 A. (2013). Guide on Alternative Approaches to Life Safety, Edition 2013. National Fire Protection Association. Quincy MA.
Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014
Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014